p-ISSN: 2550-0058 e-ISSN: 2615-1642 Erizal Barnawi, dkk 78 | Jurnal Warna Vol. 4, No. 1, Juni (2020) SISTEM PELARASAN GITAR KLASIK LAMPUNG PEPADUN Erizal Barnawi, 1 Hasyimkan, 2 Agung Hero Hernanda 3 Dosen Prodi Pendidikan Musik, FKIP, Universitas Lampung 1,2,3 [email protected][email protected], [email protected]Abstrak Gitar Klasik Lampung or Peting Tunggal is an acculturation music between Portuguese music and Lampung music. The form of acculturation is the guitar instrument from Portuguese and lyrics, the tuning system, and grenek from Lampung Pepadun people's culture and intelligence. Gitar Klasik Lampung Pepadun is also known as a type of vocal instrument performance art which has long been an instrument of expression and a part of people's lives that are currently following the times. Until now, Gitar Klasik Lampung Pepadun has developed very rapidly due to the presence of indirect social media to promote this art. Finally, many young people have emerged to learn and show their expertise on Instagram and their personal Facebook. Already began to emerge sanggar's from the original village of Lampung who studied and became a pioneer of the Gitar Klasik Lampung Pepadun. Gitar Klasik Lampung Pepadun has a different tuning system than the standard guitar. The tuning system is called Stem Pal, Stem Kembang kacang, Stem Be, Stem sanak mewang, and Stem hawayang. Excerpts (tetti ') consist of tetti' pal, Tetti' kembang kacang, tetti' Stambul, tetti' Keroncong Pandan, tetti' Tiga serangkai, tetti' Las Bas, tetti' Sanak Mewang di Ejan, tetti' Sai Kris, Tetti 'Hawayang' and Sandung. Keywords: Gitar Klasik Lampung Pepadun, Tuning system, Acculturation Music A. Pendahuluan Persentuhan dan kehadiran suku bangsa lain beserta segala bentuk hasil kebudayaannya, telah membuat seni pertunjukan yang tumbuh di Lampung adalah sebentuk seni pertunjukan akulturasi, baik antara suku asli Lampung dengan suku bangsa lain, maupun antara sesama suku bangsa yang lain. Persentuhan dan pola saling mempengaruhi ini telah berjalan berabad-abad, sehingga hampir semua bentuk kebudayaan menorehkan warnanya di wilayah ini, mulai dari kebudayaan megalitikum, Hindu, Budha, Cina, Islam, Portugis, hingga Belanda. 1 Semua memberikan jejaknya masing-masing, termasuk Belanda yang sejak tahun 1608 hingga 1942 menjajah Indonesia, tetapi sedikit sekali persentuhan kebudayaan yang terjadi, yang mengutip Manuel Saragosa adalah "tiga abad yang tersisa hanyalah sedikit 1 Zulyani Hidayah, Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia (Jakarta: LP3ES, 1996), 148, Seperti dikutip oleh Misthohizzaman, Gitar Klasik Lampung Musik dan Identitas Masyarakat Tulang Bawang (Yogyakarta: Tesis UGM, 2006).
15
Embed
Erizal Barnawi, dkk SISTEM PELARASAN GITAR KLASIK …
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
p-ISSN: 2550-0058
e-ISSN: 2615-1642
Erizal Barnawi, dkk
78 | Jurnal Warna Vol. 4, No. 1, Juni (2020)
SISTEM PELARASAN
GITAR KLASIK LAMPUNG PEPADUN
Erizal Barnawi,1 Hasyimkan,
2 Agung Hero Hernanda
3
Dosen Prodi Pendidikan Musik, FKIP, Universitas Lampung1,2,3
warisan kebudayaan”.2 Oleh karena itu musik tradisional Lampung yang kini kita kenal saat ini
terbentuk melalui proses akulturasi dengan bentuk kesenian suku bangsa lain.
Budaya akulturasi dapat juga dilihat pada sebuah objek ilmu musik seperti di Provinsi
Lampung yang terdapat pengabungan dua budaya yang pertama budaya portugis dari gitarnya
dan budaya Lampung yang diadopsi dari lirik vocal, grenek vocal, dan sistem tuning serta
teknik petikan dalam gitar klasik Lampungnya.3 Ada kesamaan konsep beberapa daerah yang
memakai kesenian gitar klasik ini seperti Sumatera Selatan, Jambi, dan Bengkulu penamaan
gitar klasik mereka dengan sebutan Sahilin/Sahilinan, dan di Provinsi Sulawesi Barat
penyebutan gitar klasiknya yakni Sayang-Sayang Mandar.4
Lampung memiliki kebudayaan yang sangat banyak diantaranya musik, dialektika,
dan rupa-rupa corak Lampung. Akan tetapi, di era yang modern saat ini masih banyak
kurangnya tertarik masyarakat terkhusus kaula muda dalam menggemari dan melestarikan
kebudayaan Lampung.5 Salah satunya ialah Gitar Klasik Lampung atau bahasa daerahnya
peting tunggal. Beberapa permasalahannya ialah sulitnya memainkan gitar karena metode
pembelajaran atau literasi yang sangat minim dan masih sangat kurang dalam bentuk notasi
baik angka maupun notasi balok. Akhirnya, menyebabkan pola pelatihan masih menerapkan
oral language atau diucapkan secara langsung oleh pelatih tanpa ada metode atau alat bantu
dalam pelatihannya.6 Disamping itu Gitar Klasik merupakan salah satu instrumen yang dapat
menghasilkan bunyi dengan indah bagi penikmatnya. Menurut Fikra Zaky dalam Wicaksono
mengatakan untuk pemain gitar tunggal (klasik) yang baik tidak hanya memiliki keterampilan
saja, namun juga diperlukan teknik permainan yang baik pula sehingga dalam memainkan
sebuah musik akan lebih sempurna serta untuk bermain gitar klasik diperlukan teknik yang
benar sehingga karya yang dimainkan benar-benar sempurna.7
2 Manuel Saragosa and Ronald Van de Krold, "Most Indonesian Buried Dutch Past a Long Time Ago," dalam
Triyono Bramantyo, Diseminasi Musik Barat di Timur (Yogyakarta: Yayasan untuk Indonesia, 2004), xxii. 3 Ricky Irawan, “Ritme Inti Pada Gambus Dan Gitar Lampung Pesisir : Sebuah Kajian Transformasi Musikal”
di sampaikan dalam “Konferensi Internasional VI, Bahasa, Sastra, dan Budaya Daerah. Lampung 24-26 Sepetember
2016 (Lampung: Ikatan Dosen Budaya Daerah Indonesia Komisariat Lampung), 461. 4 Philip Yampolsky, “Music of Indonesian 20 dalam Ricky Irawan, “Ritme Inti Pada Gambus Dan Gitar
Lampung Pesisir : Sebuah Kajian Transformasi Musikal” di sampaikan dalam “Konferensi Internasional VI, Bahasa,
Sastra, dan Budaya Daerah. Lampung 24-26 September 2016 (Lampung: Ikatan Dosen Budaya Daerah Indonesia
Komisariat Lampung), 462. 5Erizal Barnawi, “Jelajah Bagi Guru; Mengenal Lebih Dekat, Alat Musik Tradisional Lampung” dalam
Majalah Eduspot: Edisi 22/2019, (Bandar Lampung: EDUSPOT, 2019), 11-12. 6 Wawancara langsung dengan pelaku pemetik peting tunggal Nopri pada tanggal 04/01/2020.
7 Herwin Wicaksono, “Praktik individual mayor 1 gitar”, 2004, dalam Fikra Zaky, “Analisis Teknik
Permainan Gitar Pada Komposisi Gitar “Sunburst” Karya Andrew York” dalam Jurnal VIRTUOSO Vol 2, Nov 2019,
100.
p-ISSN: 2550-0058
e-ISSN: 2615-1642
Erizal Barnawi, dkk
80 | Jurnal Warna Vol. 4, No. 1, Juni (2020)
Berbicara eksistensi Gitar Klasik Lampung sudah banyak di jumpai baik rekaman video
amatir maupun profesional di media aplikasi Youtube, Facebook dan Instagram dengan
keyword “gitar klasik lampung” maka akan banyak sekali muncul beragam petikan khas dari
peting tunggal dan vocalnya. Baik berdialek A (Api) atau yang berdialek O (Nyow) yang sama
banyaknya di aplikasi media sosial tersebut. Akan tetapi peneliti telah mengamati banyaknya
yang bisa bernyanyi dalam lagu-lagu peting tunggal akan tetapi sedikit dan minimnya pemeting
(pemetik gitar) atau pemain yang bisa bermain tunggal (vocal sekaligus bergitar).8 Sebab, pada
sejarahnya bahwa gitar klasik Lampung ini ialah suatu bentuk vocal instrumen tunggal yang
hanya dimainkan oleh seorang saja baik memetiknya, maupun menyanyikannya.9 Maka bentuk
pertunjukkan biasanya ada pesan dari si pemeting untuk menyampaikan isi hati dan kelu kesah
hidupnya dalam memainkan peting tunggal.10
Sebenarnya dari hasil pengamatan penulis bahwa untuk para remaja yang asli Lampung
sangat tinggi minatnya untuk memainkan gitar sambil bernyanyi. Akan tetapi karena teknik dan
caranya yang banyak belum diketahui akhirnya beberapa muli (gadis) dan menganai (bujang)
Lampung hanya bisa mendalami petikan gitarnya saja atau hanya mendalami teknik vocalnya
saja secara otodidak. Akhirnya, bentuk dan wujud asli peting tunggal yang beresensi tunggal
menjadi ganda atau duet dalam pertunjukkannya bukan lagi tunggal. Artinya, apabila ini
dibiarkan secara terus menerus tanpa diberikan solusi dalam metode pembelajarannya maka
akan menjadi hilang pakem atau idiom keaslian dalam pertunjukkan atau penampilannya.
Walaupun kemajuan pertunjukan dalam ranah kreasi dan kreatifitas sangat mendukung untuk
duet dan grup akan tetapi alangkah bijaknya pakemnya didalami terlebih dahulu baru ke ranah
kreasi atau kontemporer.
Dari keterangan di atas harapan peneliti nantinya penelitian ini akan membuat sebuah
metode pembejalaran dengan tetap menerapkan oral language akan tetapi membantu para
pengajar gitar tunggal klasik Lampung untuk menggunakan bahan media transkripsi (notasi
balok atau notasi angka). Dengan demikian akan mempermudah jalannya pembelajaran serta
semakin mudah di pahami oleh si pemain gitar pemula. Selain dari pada itu, menjadikan sebuah
bentuk pendokumentasian dalam pentranskrip notasi dalam gitar klasik Lampung Pepadun.
8Erizal Barnawi, “Eksistensi Gitar Klasik Lampung Tulang Bawang dan Pengembangannya”. Dalam Prosiding
Seminar Nasional: Temu AP2SENI 2019, (Makkasar: Asosisasi Prodi Pendidikan SENDRATASIK Indonesia, 2019),
Hal 52-56. 9 Wawancara dengan Hila Hambala, tanggal 05 Januari 2020 di rumah kediamannya.
10
Wawancara dengan Edi Pulampas, tanggal 21 Januari 2020 di acara Festival Gitar Klasik Lampung yang di
adakan Dinas Pariwisata Kota Bandar Lampung.
p-ISSN: 2550-0058
e-ISSN: 2615-1642
Erizal Barnawi, dkk
81 | Jurnal Warna Vol. 4, No. 1, Juni (2020)
Sebab, yang diketahui sampai saat ini masih belum banyak para sarjanawan baik di bidang
musik, karawitan, maupun etnomusikologi belum menyentuh penelitian keranah penotasian
pada tiap-tiap petikan dan sistem tuning gitar klasik Lampung Pesisir
B. Metode Penelitian
Penelitian ini secara umum menggunakan model penelitian kualitatif dengan
pendekatan studi kasus.11
Penggunaan metodelogi kualitatif berdasar pada jenis data penelitian
yang membutuhkan interpretasi konseptual. Dengan kata lain kajian analisis musikologis akan
digunakan dalam menganalsisi petikan dan system tuning. Sedangkan metode studi kasus
dipilih karena memiliki relevansi dengan objek yang dikaji yaitu Gitar Klasik Lampung
Pepadun yang diterapkan oleh para pemain gitar klasik di daerah Pepadun Lampung seperti
Kabupaten Tulang Bawang, Kabupaten Tulang Bawang Barat, Kabupaten Way Kanan,
Kabupaten Lampung Tengah dan Kabupaten Lampung Utara.
Data penelitian ini terdiri dari dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh dari hasil observasi dan wawancara mendalam dengan para informan. Sedangkan
data sekunder merupakan data penunjang yang didapatkan dari hasil mempelajari dokumen
yang berupa artikel, buku dan hasil rekaman audio-visual mengenai Gitar Klasik Lampung
Pepadun. Langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis data penelitian dilakukan
dengan beberapa cara, antara lain: pertama, mengumpulkan data hasil observasi, wawancara,
catatan dokumen dan rekaman audio-visual kemudian dikelompokkan dalam kategori.
Pengelompokkan kategori dilakukan dengan cara membuat tabel sesuai dengan kategori
pertanyaan. Setelah mendapatkan hasil dari pengkategorian tersebut, maka dilakukanlah
perbandingan dengan data hasil wawancara mendalam.
Langkah kedua, yaitu melakukan analisis berdasarkan metode analisis domain. Pada
tahap ini, hasil data kategori ditempatkan dalam kategori baru berdasarkan ruang, sebab-akibat,
alasan, lokasi, atribut dan sistem. Setelah itu dilakukan reduksi data sesuai dengan keperluan
penelitian. Hasil reduksi tersebut kembali dihubungkan dengan data yang sesuai permasalahan.
Langkah ketiga, data hasil reduksi dianalisis berdasarkan kerangka teori yang digunakan oleh
konsep Alan P Marriam untuk mengetahui system tuning dan petikan yang digunakan Cikdin
Syahri SM dan Damanhori. Hasil analisis tersebut akan dihubungkan dengan kerangka
11
John W. Creswell, Penelitian Kualitatif & Desain Riset. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), 135.
p-ISSN: 2550-0058
e-ISSN: 2615-1642
Erizal Barnawi, dkk
82 | Jurnal Warna Vol. 4, No. 1, Juni (2020)
pemikiran Karl Edmund Prier SJ tentang suatu bentuk musik gitar klasik Lampung Pepadun
yang berada dan hidup dimasyarakat. Keempat adalah membuat kesimpulan hasil analisis.
C. Pembahasan
Kajian musikal ini difokuskan pada sistem penyeteman/pelarasan (tuning system), lagu,
teknik petikan, dan bentuk penyajian gitar klasik Lampung Pepadun serta transkripsi notasi
balok untuk membantu proses belajar gitar klasik berbasis literasi. Hasil pengamatan dan
penelitian penulis bahwa terdapat enam steman dan sepuluh petikan. Keenam steman yang
terdapat pada gitar klasik Lampung Pepadun, adalah (1) steam pal; (2) steam kembang kacang;