Top Banner
32

erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/19347/1/e30fc267ac3966226304bf6140b1… · Catur Varna berdasarkan ajaran kitab suci (agama Hindu) yang selanjutnya atas kehendak Sang Catur

Nov 01, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/19347/1/e30fc267ac3966226304bf6140b1… · Catur Varna berdasarkan ajaran kitab suci (agama Hindu) yang selanjutnya atas kehendak Sang Catur
Page 2: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/19347/1/e30fc267ac3966226304bf6140b1… · Catur Varna berdasarkan ajaran kitab suci (agama Hindu) yang selanjutnya atas kehendak Sang Catur
Page 3: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/19347/1/e30fc267ac3966226304bf6140b1… · Catur Varna berdasarkan ajaran kitab suci (agama Hindu) yang selanjutnya atas kehendak Sang Catur
Page 4: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/19347/1/e30fc267ac3966226304bf6140b1… · Catur Varna berdasarkan ajaran kitab suci (agama Hindu) yang selanjutnya atas kehendak Sang Catur
Page 5: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/19347/1/e30fc267ac3966226304bf6140b1… · Catur Varna berdasarkan ajaran kitab suci (agama Hindu) yang selanjutnya atas kehendak Sang Catur
Page 6: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/19347/1/e30fc267ac3966226304bf6140b1… · Catur Varna berdasarkan ajaran kitab suci (agama Hindu) yang selanjutnya atas kehendak Sang Catur
Page 7: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/19347/1/e30fc267ac3966226304bf6140b1… · Catur Varna berdasarkan ajaran kitab suci (agama Hindu) yang selanjutnya atas kehendak Sang Catur
Page 8: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/19347/1/e30fc267ac3966226304bf6140b1… · Catur Varna berdasarkan ajaran kitab suci (agama Hindu) yang selanjutnya atas kehendak Sang Catur

BABI

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Secara historis, Desa Pakraman1 (desa adat) sebagai organisasi

sosial religius masyarakat Bali diyakini telah ada sejak zaman Bali

Kuno yaitu sekitar abad 9 Masehi. Dalam lontar Mpu Kuturan

dinyatakan, "Desa Pakraman winangun dening sang catur varna manut

linggih sang hyang aji". Artinya, Desa Pakraman dibangun oleh Sang

Catur Varna berdasarkan ajaran kitab suci (agama Hindu) yang

selanjutnya atas kehendak Sang Catur Warnalah didirikan tempat

pemujaan seperti Pura Bale Agung, Pura Puseh dan Pura Dalem2 di

Desa Pakraman.3 Esensi dari Desa Pakraman adalah kesatuan

masyarakat hukum adat di Bali yang terikat secara sosial (ada kesatuan

tradisi dan tatakrama pergaulan) dan religius (terikat dengan

Kahyangan Tiga).

1 Dalam ketentuan Pasal 1 angka (4) Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun

2001 Tentang Desa Pakraman dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan Desa Pakraman

adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Provinsi Bali yang mempunyai suatu kesatuan

tradisi dan tatakrama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam

ikatan kahyangan tiga atau kahyangan desa yang mempunyai wilayah tertentu dan harta

kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri.

2 Dalam ajaran agama Hindu, tiap Desa Pakraman wajib memiliki tempat suci yang

diistilahkan dengan Kahyangan Tiga. Kahyangan Tiga terdiri atas Pura Bale Agung untuk

memuja Dewa Brahma (Dewa Pencipta), Pura Puseh untuk memuja Dewa Wisnu (Dewa

Pemelihara) dan Pura Dalem untuk memuja Dewa Ciwa (Dewa Pelebur).

3 Parisada hindu Dharma Indonesia, "Desa Adat Itu adalah Desa Pakraman', 28

September 2008, http://www.parisada.org/

index.php?option=com_ content&task= view&id=942&Itemid=97. 21/5/2010.

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN

MASYARAKAT HUKUM ADAT ( DESA PAKRAMAN )

Page 9: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/19347/1/e30fc267ac3966226304bf6140b1… · Catur Varna berdasarkan ajaran kitab suci (agama Hindu) yang selanjutnya atas kehendak Sang Catur

Kata "desa" berasal dari bahasa Sansekerta, dis yang berarti petunjuk

kerohanian. Dari kata ini timbul istilah Upadesa yang berarti sekitar

petunjuk-petunjuk rohani dan Hita Upadesa yang artinya petunjuk

untuk mendapatkan kebahagiaan rohani. Pakraman berasal dari kata

grama bahasa Sansekerta atau village dalam bahasa Inggris. Kata village

inilah diartikan "desa" dalam bahasa Indonesia. Desa sebenarnya

berarti petunjuk-petunjuk hidup kerohanian yang berlaku dalam

suatu grama. Kata grama lama-lama menjadi krama, artinya suatu

petunjuk kerohanian yang berlaku dalam suatu grama. Jadi, Desa

Pakraman adalah suatu paguyuban hidup dalam suatu wilayah

tertentu dimana kehidupan bersama itu diatur oleh suatu batasan-

batasan berdasarkan ajaran agama Hindu. Yang disebut Desa adat

dewasa ini sesungguhnya adalah Desa Pakraman.4 Istilah desa adat

atau Desa Pakraman ini digunakan untuk membedakannya dengan

desa dinas atau desa administratif.

Secara normatif, istilah Desa Pakraman pertama kali digunakan dalam

Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Desa

Pakraman. Desa Pakraman adalah kesatuan masyarakat hukum adat

yang ada di Bali sehingga corak dan karakteristik masyarakat Bali

terefleksi secara komunal dalam organisasi sosial religius ini. Dalam

kepustakaan hukum adat, istilah masyarakat hukum adat lazim disebut

dengan persekutuan hukum (rechtsgemeenschap) yang diartikan sebagai

kelompok pergaulan hidup yang bertingkah laku sebagai satu kesatuan

terhadap dunia luar, lahir batin. Kelompok-kelompok ini mempunyai

tata susunan yang tetap dan kekal, dan orang-orang yang ada di

dalamnya masing-masing mengalami kehidupannnya sebagai hal yang

sewajarnya, yang menurut kodrat alam, dan tidak ada seseorang pun

dari mereka yang mempunyai pikiran akan kemungkinan pembubaran

kelompoknya itu. Kelompok manusia tersebut mempunyai harta

benda, milik keduniawian dan milik gaib.5

Pembentukan Desa Pakraman di Bali sangat berkaitan dengan

landasan filosofis yang menjiwai masyarakat hukum adat Bali yakni

filosofi Tri Hita Karana. Landasan filosofis Desa Pakraman ini merupakan

falsafah keseimbangan (keseimbangan manusia dengan Tuhan,

keseimbangan antara manusia dengan manusia dan keseimbangan

4 ibid.

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN

MASYARAKAT HUKUM ADAT ( DESA PAKRAMAN )

Page 10: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/19347/1/e30fc267ac3966226304bf6140b1… · Catur Varna berdasarkan ajaran kitab suci (agama Hindu) yang selanjutnya atas kehendak Sang Catur

antara manusia dengan lingkungan).6 Tri Hita Karana secara literlijk

berarti tiga (tri) penyebab (karana) kebahagiaan (hita) yaitu Ida Sang

Hyang Jagatkarana (Tuhan Sang Pencipta), bhuana (alam semesta) dan

mannsa (manusia). Penjabaran falsafah Tri Hita Karana dapat dilihat pada

unsur-unsur pembentuk Desa Pakraman yaitu:

1. Parahyangan, adanya kahyangan desa (kahyangan tiga: Pura Desa

atau Bale agung, Pura Puseh dan Pura Dalem) sebagai tempat

pemujaan bersama terhadap Tuhan yang Maha Esa.

2. Palemahan, sebagai wilayah tempat tinggal dan tempat mencari

penghidupan sebagai proyeksi dari adanya bhuana yang tunduk di

bawah kekuasaan hukum teritorial Bale Agung.

3. Pakraman (dalam beberapa literatur lebih sering digunakan

istilah yawongan), yaitu warga penduduk Desa Pakraman yang disebut

krama desa sebagai kesatuan hidup masyarakat Desa Pakraman.7

Keberadaan Desa Pakraman memiliki arti penting dalam kerangka

Negara Kesatuan Republik Indonesia. Corak sistem pemerintahan desa

ini telah memperkaya penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam

rangka menjalin kebersamaan masyarakat guna mencapai tujuan

kesejahteraan bersama. Seiring dengan pelaksanaan pembangunan

nasional, keberadaan Desa Pakraman justru semakin tergerus.

Pembangunan yang diupayakan oleh pemerintah pusat sedikit demi

sedikit telah mengganggu bahkan memutuskan nilai-nilai kehidupan

masyarakat (way of life) dalam melaksanakan hak-hak kultural

masyarakat yang wajib dilindungi oleh pemerintah. Hal ini menjadi

problematika filosofis yang dialami oleh masyarakat hukum adat.

5 Wayan P. Windia dan Ketut Sudantra, Pengantar Hukum Adat Bali, (Denpasar: Lembaga

Dokumentasi dan Publikasi Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2006), hlm. 43. 6 Tjok Istri Putra Astiti, Pemberdayaan Awig-awig Menuju Ajeg Bali, (Denpasar: Lembaga

Dokumentasi dan Publikasi Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2005), hlm. 6. 7 Tim Penelitian Pusat Studi Hukum Adat; "Kedudukan Desa Adat dalam Penyelenggaraan Pemerintah

Desa Setelah Berlakunya UU No 22 Tahun 1999 di Kabupaten Gianyar", Laporan Penelitian Denpasar

Kerjasama Antara BAPPEDA Kabupaten Ganyar dan Lembaga Penelitian Universitas Udayana, 2001, haL

24. 8 Mengenai terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia ini terdapat dua (2) pendapat

yang berbeda. Pendapat pertama adalah tanggal 17 Agustus 1945 dan pendapat kedua adalah

tanggal 18 Agustus 1945. Penulis mengatakan bahwa tanggal 17 Agustus 1945 sebagai hari

terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pendapat ini dirujuk dari pendapat pemerintah

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN

MASYARAKAT HUKUM ADAT (DESA PAKRAMAN)

Page 11: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/19347/1/e30fc267ac3966226304bf6140b1… · Catur Varna berdasarkan ajaran kitab suci (agama Hindu) yang selanjutnya atas kehendak Sang Catur

Sejak terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada

tanggal 17 Agustus 19458 telah banyak dihasilkan peraturan perundang-

undangan di negeri ini, baik peraturan perundang-undangan ketika

kekuasaan legislatif berada di tangan Presiden maupun ketika

kekuasaan legislatif sudah berada di tangan DPR.Q Secara yuridis, dari

beberapa peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh

pemerintah itu, nampaknya dapat diamati ada sebagian yang dianggap

potensial melanggar kepentingan masyarakat terutama hak-hak

kesatuan masyarakat hukum adat, khususnya kesatuan masyarakat

hukum adat Bali atau yang menurut Peraturan Daerah Provinsi Bali

Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Desa Pakraman disebut dengan istilah

Desa Pakraman.

Beberapa peraturan perundang-undangan yang disinyalir melanggar

kepentingan Desa Pakraman adalah Undang-undang Nomor 7 Tahun

2004 Tentang Sumber Daya Air (SDA) yang mengatur tentang privatisasi

pengelolaan sumber daya air dimana keberadaan aturan tersebut dapat

mengganggu aspek kesucian area10 Desa Pakraman itu sendiri. Belum

lagi dengan munculnya permasalahan lain di bidang "hak guna air",

pembangunan berkelanjutan serta destruktifikasi terhadap sistem

subak11.

sebagaimana yang termuat dalam Undang-undang Federal Nomor 7 tahun 1950 dan

Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958. A.G. Pringgodigdo yang semula berpendapat bahwa

secara formal Negara Republik Indonesia baru ada pada tanggal 18 Agustus 1945 telah

beliau tinggalkan. Jadi jelaslah bahwa berdasarkan tertib hukum Negara Kesatuan Republik

Indonesia berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah 17 Agustus 1945.

9 Kekuasaan legislatif baru berada di tangan DPR ketika terjadi amandemen UUD 1945

yang pertama yaitu pada tanggal 19 Oktober 1999, sebelumnya kekuasaan legislatif ini

berada di tangan Presiden. Dapat dilihat pada Pasal 5 UUD 1945 yang belum diamandemen

dan Pasal 20 UUD 1945 yang sudah diamandemen.

10 Mengenai kesucian area ini berkaitan dengan tempat suci/ Pura yang luasnya bisa

apaneleng, apanimbug dan apanyengker. Lebih lanjut bisa dilihat dalam I Gusti Sudiana dan

I Made Artha, 2007, Samhita Bhisama, Parisada Hindu Dharma Indonesia, PHDI Provinsi Bali,

Denpasar.

11 Subak adalah organisasi kemasyarakatan yang khusus mengatur sistem pengairan sawah

yang digunakan dalam cocok tanam padi di Bali. Subak telah dipelajari oleh Clifforri Geert?,

sedangkan J. Stephen Lansing telah menarik perhatian umum tentang pentingnya sistem irigasi

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN

MASYARAKAT HUKUM ADAT ( DESA PAKRAMAN )

Page 12: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/19347/1/e30fc267ac3966226304bf6140b1… · Catur Varna berdasarkan ajaran kitab suci (agama Hindu) yang selanjutnya atas kehendak Sang Catur

Di samping itu dapat pula diidentifikasi peraturan perundang-

undangan lain yang dianggap sangat merugikan kepentingan Desa

Pakraman seperti Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang

Kehutanan yang membatasi pemanfaatan hasil hutan oleh Desa Pakraman

setempat, Undang-Undang No 4 tahun 2009 Tentang Pertambangan Min-

eral dan Batubara dan undang-undang yang substansinya mengatur

tentang bidang sosial dan budaya12 yang sangat potensial dapat

melanggar hak-hak konstitusional13 masyarakat hukum adat/ Desa

Pakraman yang dilindungi oleh konstitusi atau Undang-undang Dasar.

Ketentuan-ketentuan tersebut justru membatasi hak konstitusional

masyarakat hukum adat/ Desa Pakraman atas apa yang telah melekat

pada mereka secara alamiah. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004

Tentang Sumber Daya Air, Undang-undang Nomor 41 Tahun1999Tentang

Kehutanan dan sejumlah ketentuan lainnya mengandung disharmoni dan

inkonsistensi baik yang bersifat vertikal maupun horizontal. Privatisasi

yang menjadi corak dalam ketentuan peraturan perundang-und angan

tersebut mengarah pada komersialisasi atas pemanfaatan segala sumber

daya alam yang sedianya dikuasai negara dan digunakan

sebesar-besarnya

untuk kemakmuran rakyat. Hal ini hanya akan menghasilkan persaingan

yang menguntungkan korporasi atau badan usaha dan merugikan

masyarakat hukum adat/ Desa Pakraman.

Lemahnya perlindungan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat

telah disadari oleh pemerintah sejak tahun 1960. Secara teoritis,

meskipun sudah ada pengakuan terhadap eksistensi dan hak

masyarakat hukum adat sebagaimana tercantum dalam Pasal 18

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 namun

lemahnya perlindungan hak-hak masyarakat hukum adat ini dapat

dilihat secara nyata dalam Undang-undang sektoral yang menjadi

hukum positif. Untuk melindungi hak-hak konstitusional masyarakat

hukum adat/ Desa Pakraman maka diperlukan suatu lembaga negara

yakni Mahkamah Konstitusi.

Mahkamah Konstitusi14 merupakan salah satu lembaga negara dalam

sistem ketatanegaraan yang berperan sebagai pengawal konstitusi (the

guardian ofthe constitution), agar konstitusi atau Undang-undang Dasar

selalu dijadikan landasan dan dijalankan secara konsisten oleh setiap

komponen negara dan masyarakat.15

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN

MASYARAKAT HUKUM ADAT ( DESA PAKRAMAN )

Page 13: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/19347/1/e30fc267ac3966226304bf6140b1… · Catur Varna berdasarkan ajaran kitab suci (agama Hindu) yang selanjutnya atas kehendak Sang Catur

Mahkamah konstitusi berfungsi mengawal dan menjaga agar

konstitusi ditaati dan dilaksanakan secara konsisten serta mendorong

dan mengarahkan proses demokratisasi berdasarkan konstitusi/

Undang-undang Dasar.

Upaya melindungi hak-hak konstitusional masyarakat hukum adat

maka berdasarkan Pasal 51 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003

sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 8

Tahun 2011 Tentang Mahkamah Konstitusi, masyarakat hukum adat

dapat mengajukan permohonan pengujian undang-undang yang

merugikan hak-hak masyarakat hukum adat terhadap Undang-undang

Dasar kepada Mahkamah Konstitusi. Dalam ketentuan tersebut,

ditentukan mengenai hak dari kesatuan masyarakat hukum adat

sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat

dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam

undang-undang yang menganggap hak konstitusionalnya dirugikan

oleh berlakunya undang-undang dapat mengajukan permohonan ju-

dicial revieiv kepada Mahkamah Konstitusi.16

tradisional. Ia mempelajari pura-pura di Bali, terutama yang diperuntukkan bagi pertanian,

yang biasa dilupakan oleh orang asing. Pada tahun 1987 Lansing bekerja sama dengan

petani-petani Bali untuk mengembangkan model komputer sistem irigasi Subak. Dengan itu

ia membuktikan keefektifan Subak serta pentingnya sistem ini.

Wikipedia, "Subak (irigasi)", 21:31, 5 April 2010, http://id.wikipedia.org/wiki/

Subak_ %28irigasi%29. 21/5/2010

12 Lihatlah Rancangan Undang-undang Anti Pornografi inisiatif dari anggota Dewan Perwakilan

Rakyat Indonesia yang telah banyak menuai kritik dari berbagai kalangan dan lapisan masyarakat

di Indonesia. 13 Berdasarkan Penjelasan Pasal 51 ayat (1) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang

Mahkamah Konstitusi, yang dimaksud dengan "hak konstitusional" adalah hak-hak yang diatur

dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. M Mahkamah Konstitusi adalah lembaga kekuasaan kehakiman selain MA yang khusus

menangani peradilan ketatanegaraan atau peradilan politik.

Lihat pada Moh. Mahfud MD, Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu, (Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2009), hlm. 273, (selanjutnya disebut Moh. Mahfud MD I). i= Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Cetak Biru, Membangun Mahkamah Konstitusi

Sebagai Institusi Peradilan Konstitusi yang Modern dan Terpercaya, (Jakarta: MKRI, KRHN,

TYFA, 2004), hlm. 46.

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN

MASYARAKAT HUKUM ADAT (DESA PAKRAMAN)

Page 14: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/19347/1/e30fc267ac3966226304bf6140b1… · Catur Varna berdasarkan ajaran kitab suci (agama Hindu) yang selanjutnya atas kehendak Sang Catur

Desa Pakraman sebagai kesatuan masyarakat hukum adat di Bali

sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3

Tahun 2001 Tentang Desa Pakraman, apakah dapat dikategorikan sebagai

kesatuan masyarakat hukum adat seperti yang diatur dalam norma

konstitusi yakni dalam Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pasal 51 ayat (1)B Undang-undang

Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana yang

telah diubah dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2011.

Persyaratan untuk dapat dikatakan sebagai kesatuan masyarakat

hukum adat dapat dilihat dalam Penjelasan Pasal 67 ayat (1) Undang-

undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang menyatakan

bahwa ciri dari kesatuan masyarakat hukum adat adalah masyarakat

masih dalam bentuk paguyuban, ada kelembagaan dalam bentuk

penguasa adat, ada wilayah yang jelas batas-batasnya, masih

mengadakan pemungutan hasil hutan, dan ada pranata berupa

perangkat hukum, khususnya pengadilan adat yang masih ditaati.

Kekaburan norma dalam perumusan mengenai apa yang dimaksud

dengan kesatuan masyarakat hukum adat telah diantisipasi dengan

Putusan Mahkamah Konstitusi yakni melalui Putusan Nomor 31/

PUU-V/2007, Putusan Nomor 4/PUU-VI/2008 dan Putusan Nomor

6/PUU-VI/2008 yang menyatakan kesatuan masyarakat hukum adat

adalah masyarakat adat yang masih ada, sesuai dengan perkembangan

zaman, sesuai dengan dengan prinsip negara kesatuan Republik In-

donesia dan sesuai dengan undang-undang. Jika dicermati secara

seksama, ketentuan-ketentuan mengenai kesatuan masyarakat hukum

adat telah dipenuhi oleh Desa Pakraman.

16 Kesatuan masyarakat hukum adat yang pernah mengajukan pengujian undang-undang

dasar terhadap Undang-undang Dasar diantaranya adalah Persekutuan Masyarakat Adat Batak

Timur Wilayah Serdang Hulu dalam pengujian Undang-undang Nomor 36 Tahun 2003 Tentang

Pembentukan Kabupaten Samosi dan Kabupaten Serdang Bedagai di Provinsi Sumatra Utara,

Kesatuan masyarakat hukum adat LorLim (Lim Itel), Ratschap Du/lah dan Ratschap Lo Ohoitel

dalam pengujian Undang-undang Nomor 31 Tahun 2007 Tentang Pembentukan Kota Tual

di Provinsi Maluku serta Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Banggai dalam pengujian Undang-

undang Nomor 51 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Kabupaten Buol, Kabupaten Morowali

dan Kabupaten Banggai Kepulauan.

Ketiga permohonan ini dinyatakan oleh Mahkamah Konstitusi tidak dapat diterima (niet

ontvankelijk verklaard).

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN

MASYARAKAT HUKUM ADAT ( DESA PAKRAMAN )

Page 15: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/19347/1/e30fc267ac3966226304bf6140b1… · Catur Varna berdasarkan ajaran kitab suci (agama Hindu) yang selanjutnya atas kehendak Sang Catur

Desa Pakraman sebagai kesatuan masyarakat hukum adat dan

dengan otonomi eksternalnya dapat berkedudukan sebagai pemohon

dalam judicial reviezv ke Mahkamah Konstitusi dan dapat membuktikan

dengan jelas bahwa pembentukan undang-undang tidak memenuhi

ketentuan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik In-

donesia Tahun 1945 sebagai pengujian formal terhadap undang-

undang dan/atau materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian

undang-undang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai pengujian ma-

terial terhadap undang-undang.

Pengakuan Desa Pakraman sebagai pemohon dalam pengujian

Undang-undang terhadap Undang-undang Dasar di Mahkamah

Konstitusi merupakan suatu bentuk perlindungan hukum terhadap

masyarakat hukum adat agar tidak termarjinalkan oleh kekuasaan

politik dan kekuasaan pemerintah. Oleh sebab itu eksistensi

kedudukan hukum (legal standing) Desa Pakraman sebagai pemohon

dalam pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi sangat

menarik untuk diteliti.

1.2 Rumusan Permasalahan

Pokok pemasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Apakah dasar pertimbangan filosofis, yuridis dan sosiologis

eksistensi kedudukan hukum (legal standing) Desa Pakraman sebagai

pemohon dalam pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi ?

b. Hak-hak konstitusional Desa Pakraman apa sajakah yang

potensial dilanggar oleh keberlakuan suatu undang-undang?

c. Bagaimanakah prosedur hukum dalam pengujian undang-

undang di Mahkamah Konstitusi oleh Desa Pakraman?

1.3 Tujuan Penelitian a. Tujuan umum. Tujuan umum dari penelitian disertasi ini adalah untuk menemukan,

memperdalam dan mengembangkan pemikiran akademis yang

berkaitan dengan konsep, teori asas hukum dan ketentuan normatif

mengenai eksistensi kedudukan hukum (legal standing) Desa Pakraman

sebagai pemohon dalam pengujian undang-undang di Mahkamah

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN

MASYARAKAT HUKUM ADAT ( DESA PAKRAMAN )

Page 16: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/19347/1/e30fc267ac3966226304bf6140b1… · Catur Varna berdasarkan ajaran kitab suci (agama Hindu) yang selanjutnya atas kehendak Sang Catur

Konstitusi. b. Tujuan khusus.

Ada beberapa tujuan khusus dari penelitian ini yakni:

1. Mengidentifikasi dan menganalisis dasar pertimbangan

filosofis, yuridis dan sosiologis eksistensi kedudukan hukum (legal

standing) Desa Pakraman sebagai pemohon dalam pengujian di

Mahkamah Konstitusi.

2. Menemukan, mengidentifikasi dan menganalisis hak

konstitusional Desa Pakraman yang potensial dilanggar oleh

keberlakuan suatu undang-undang.

3. Mengidentifikasi prosedur hukum dalam pengujian undang-

undang di Mahkamah Konstitusi oleh Desa Pakraman.

1.4 Manfaat Penelitian

Setiap penelitian tentu mempunyai manfaat, baik untuk

mendapatkan manfaat bagi pribadi peneliti itu sendiri, maupun dapat

memberikan manfaat bagi kepentingan yang luas yaitu untuk

kepentingan ilmu pengetahuan dan kepentingan bangsa dan negara.

Adapun pelbagai manfaat penelitian tersebut dapat dirinci sebagai

berikut:

a. Secara teoritis.

1. Dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan

ilmu hukum normatif yang berkaitan dengan masalah legal standing

dan hak-hak kesatuan masyarakat hukum adat yang dirugikan

berkaitan dengan diberlakukannya suatu undang-undang.

2. Sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya tentang le-

gal standing dari Desa Pakraman untuk mengajukan judicial revieio ke

Mahkamah Konstitusi.

b. Secara praktis.

1. Sebagai sumbangan pemikiran terutama bagi pemuka adat atau

pejabat desa pakraman yang ada di Bali pada khususnya dan Indone-

sia pada umumnya.

2. Memberi masukan kepada DPR RI agar dalam penyusunan

undang-undang harus betul-betul memperhatikan hak-hak

konstitusional dari kesatuan masyarakat hukum adat (Desa Pakraman)

agar tidak dilanggar.

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN

MASYARAKAT HUKUM ADAT ( DESA PAKRAMAN )

Page 17: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/19347/1/e30fc267ac3966226304bf6140b1… · Catur Varna berdasarkan ajaran kitab suci (agama Hindu) yang selanjutnya atas kehendak Sang Catur

3. Memberi masukan kepada Mahkamah Konstitusi Republik In-

donesia sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil putusan

terhadap pengujian undang-undang terkait dengan pelanggaran hak-

hak konstitusional kesatuan masyarakat hukum adat di Indonesia

khususnya Desa Pakraman di Bali.

1.5 Orisinalitas Penelitian

Sebagai bahan komparasi dalam penelitian ini, penelitian

mengenai legal standing kesatuan masyarakat hukum adat pernah ditulis

oleh Hendra Nurtjahjo, Sophian Martabaya dan Novrisal Bahar dalam

penelitian ilmiahnya yang berjudul "Legal Standing Kesatuan

Masyarakat Hukum Adat Dalam Berperkara di Mahkamah Konstitusi."

Adapun fokus dari penelitian tersebut adalah mengenai sejarah,

konsep dan kedudukan yuridis kesatuan masyarakat hukum adat di

Indonesia, kriteria objektif dalam mengindentifikasi dan menentukan

keabsahan (legalitas) dari suatu masyarakat hukum adat tertentu serta

batasan (faktor-faktor sosio-legal) yang dapat menjadi pegangan dalam

menentukan validitas suatu legal standing dari suatu kesatuan

masyarakat hukum adat sehingga memiliki kompetensi untuk

berperkara di Mahkamah Konstitusi.17

Penelitian lain yang terkait dengan disertasi ini adalah

"Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang Baik

Dalam rangka Pembuatan Undang-undang Berkelanjutan" karya

Yuliandri. Dalam disertasi tersebut diuraikan mengenai telaah kritis

alasan-alasan yang menyebabkan undang-undang tidak memiliki

kualitas sesuai dengan tujuan pembentukannya, asas-asas

pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik sebagai asas

hukum dan fungsinya terhadap kualitas undang-undang serta analisis

dan pemecahan problematika pembentukan undang-undang agar

memiliki karakteristik berkelanjutan sebagai kontribusi konseptual

berlandaskan validitas teoritis dan praktis ilmu (hukum) perundang-

undangan.18

17 Hendra Nurtjahjo, Sophian Martabaya dan Novrisal Bahar, Lega/ Standing Kesatuan

Masyarakat Hukum Adat Dalam Berperkara di Mahkamah Konstitusi, (Jakarta: Laporan Hasil

Penelitian Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007),

hlm. 7-8.

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN

MASYARAKAT HUKUM ADAT ( DESA PAKRAMAN )

Page 18: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/19347/1/e30fc267ac3966226304bf6140b1… · Catur Varna berdasarkan ajaran kitab suci (agama Hindu) yang selanjutnya atas kehendak Sang Catur

A. Latief Fariqun dalam disertasinya yang berjudul "Pengakuan Hak

Masyarakat Hukum Adat Atas Sumber Daya Alam Dalam Politik

Hukum Nasional" menguraikan mengenai konsepsi pengakuan

terhadap hak-hak masyarakat hukum adat atas sumber daya alam

dalam politik hukum kolonial, konsepsi pengakuan terhadap hak-hak

masyarakat hukum adat atas sumber daya alam dalam politik hukum

nasional selama ini, konsepsi pengakuan terhadap hak-hak masyarakat

hukum adat atas sumber daya alam dalam hukum internasional dan

konsepsi politik hukum yang tepat tentang pengakuan terhadap hak-

hak masyarakat adat atas sumber daya alam dalam politik hukum

nasional yang akan datang.19

Penelitian yang terkait dengan disertasi ini, pernah ditulis oleh

Afdilah Ismi Chandra dalam disertasinya yang berjudul "Dekonstruksi

Pengertian Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dalam Undang-undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945." Dalam penelitian

tersebut dibahas mengenai unsur-unsur kesatuan masyarakat hukum

adat, peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang unsur-

unsur kesatuan masyarakat hukum adat dan faktor-faktor yang

menentukan suatu kesatuan masyarakat hukum adat itu dikatakan

masih hidup.20

Setelah membandingkan dengan penelitian-penelitian lain yang

terkait dengan penelitian ini maka penelitian tentang "Eksistensi

Kedudukan Hukum (Legal Standing) Desa Pakraman Dalam Pengujian

Undang-undang di Mahkamah Konstitusi" memiliki fokus yang

berbeda.

18 Yuiiandri, "Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang Baik Dalam

rangka Pembuatan Undang-undang Berkelanjutan", Disertasi, (Surabaya: Program Studi Ilmu

Hukum Program Pascasarjana Universitas Airlangga, 2008). 19 A. Latief Fariqun, "Pengakuan Hak Masyarakat Hukum Adat Atas Sumber Daya Alam

Dalam Politik Hukum Nasional", Disertasi , ( Malang: Program Studi Ilmu Hukum Program

Pascasarjana Universitas Brawijaya, 2007). 20 Afdilah Ismi Chandra, "Dekonstruksi Pengertian Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dalam

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945," Disertasi, (Malang: Program

Studi Ilmu Hukum Program Doktor Universitas Brawijaya, 2008).

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN

MASYARAKAT HUKUM ADAT (DESA PAKRAMAN )

Page 19: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/19347/1/e30fc267ac3966226304bf6140b1… · Catur Varna berdasarkan ajaran kitab suci (agama Hindu) yang selanjutnya atas kehendak Sang Catur

Adapun fokus dari penelitian ini adalah mengidentifikasi dan

menganalisis dasar pertimbangan filosofis, yuridis dan sosiologis

eksistensi kedudukan hukum Desa Pakraman dalam beracara di

Mahkamah Konstitusi, hak konstitusional Desa Pakraman yang

potensial dilanggar oleh keberlakuan suatu undang-undang, serta

prosedur hukum dalam pengujian undang-undang di Mahkamah

Konstitusi Oleh Desa Pakraman. Adapun perbandingan orisinalitas

ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1

Orisinalitas penelitian

No Judul

Penelitian

Rumusan

Masalah

Temuan Korelasi

Signifikan

dengan

Disertasi Penulis

1. Hendra Nurtjahjo, Sophian Martabaya dan Novrisal Bahar "Legal Standing Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dalam

Berperkara di Mahkamah Konstitusi."

Bagaimanakah sejarah, konsep dan kedudukan yuridis kesatuan masyarakat hukum adat di Indonesia?-

Apakah Kriteria objektif yang digunakan dalam mengindentifikasi dan menentukan keabsahan (legalitas) dari suatu masyarakat hukum adat tertentu?-

Apakah batasan (faktor- faktor sosio-legal) yang dapat menjadi pegangan dalam menentukan validitas suatu legal standing dari suatu kesatuan masyarakat hukum adat sehingga memiliki kompetensi untuk berperkara di Mahkamah Konstitusi?

Kesatuan masyarakat hukum adat diakui eksistensinya dalam ketentuan hukum di Indonesia.Masyarakat hukum adat memiliki legal standing untuk berperkara di Mahkamah Konstitusi ?

Kesatuan masyarakat hukum adat diakui eksistensinya dalam ketentuan hukum di Indonesia.

Masyarakat hukum adat memiliki legal standing untuk berperkara di Mahkamah

Konstitusi

Membantu

menentukan

legalitas Desa

Pakraman sebagai

kesatuan masyarakat

hukum adat.

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN

MASYARAKAT HUKUM ADAT ( DESA PAKRAMAN )

Page 20: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/19347/1/e30fc267ac3966226304bf6140b1… · Catur Varna berdasarkan ajaran kitab suci (agama Hindu) yang selanjutnya atas kehendak Sang Catur

No Judul

Penelitian

Rumusan

Masalah

Temuan

Korelasi

Signifikan

dengan

Disertasi

Penulis

2. Yuliandri

"Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang- undangan yang Baik Dalam rangka Pembuatan Undang- undang Berkelanjutan"

Mengapa

pembentukan

undang-undang

dewasa ini tidak

menghasilkan

undang-undang

yang berkualitas

sesuai dengan

tujuan pembentu-

kannya?

Apakah

asas-asas

pembentukan

peraturan

perundang-

undangan yang

baik dalam

pembuatan

undang-undang?

Persyaratan apa

yang harus

dipenuhi agar

pembentukan

undang- undang

memiliki

karakteristik

berkelanjutan?

-Asas-asas

pembentukan

peraturan perundang-

undangan yang baik

harus menjadi

pedoman dalam

proses pembuatan

undang-undang.

Proses

pembentukan undang-

undang yang

memiliki karakteristik

berkelanjutan, harus

tunduk pada asas-asas

pembentukan

peraturan perundang-

undangan yang baik

sebagai asas hukum.

Fungsionalisasi

asas-asas

pembentukan

peraturan perundang-

undangan yang baik,

diwujudkan dengan

perencanaan

pembentukan undang-

undang.

Dengan adanya undang- undang yang baik maka pengujian undang- undang terhadap Undang- undang Dasar tidak perlu

dilakukan.

3. A. Latief Fariqun

"Pengakuan

Hak

Masyarakat Hukum Adat Atas Sumber Daya Alam Dalam Politik Hukum Nasional"

Bagaimana konsepsi pengakuan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat atas sumber daya alam dalam politik hukum kolonial?

Bagaimana

konsepsi pengakuan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat atas sumber

Eksistensi masyarakat hukum adat, hukum adat dan hak ulayat telah menjadi kontroversi dalam penentuan politik hukum masa kolonial.

Konsepsi politik hukum Hindia Belanda sangat dipengaruhi oleh dinamika pemikiran antara aliran Utrecht dan aliran Laiden.

Menjelaskan mengenai konsepsi masyarakay hukum adat beserta hak masyarakat hukum adat dalam sumber daya alam.

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN

MASYARAKAT HUKUM ADAT ( DESA PAKRAMAN ) 13

Page 21: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/19347/1/e30fc267ac3966226304bf6140b1… · Catur Varna berdasarkan ajaran kitab suci (agama Hindu) yang selanjutnya atas kehendak Sang Catur

daya alam dalam politik hukum nasional selama ini?

Bagaimana konsepsi pengakuan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat atas sumber daya alam dalam hukum internasional Bagaimana konsepsi politik hukum yang tepat tentang pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat atas sumber daya alam dalam politik hukum nasional yang akan datang.

Pemikiran aliran Laiden berpengaruh pada hukum yang diberlakukan untuk orang pribumi (dan Timur Asing) adalah hukum agama, lembaga dan kebiasaan masyarakat asal tidak bertentangan dengan asas-asas keadilan dan kepatutan umum sedangkan pemikran aliran Utrecht cenderung menguat dalam politik hukum tentang tanah (sumber daya alam).

Politik hukum kolonial yang berhubungan dengan tanah (sumber daya alam) didasarkan atas argumen suksesi, regalian dan verklaring. Dalam argumen tersebut dinyatakan bagwa konsepsi politik hukum yang tidak mengakui bahkan merampas hak-hak rakyat pribumi atas tanah

4. Afdilah Ismi Chandra, "Dekonstruksi Pengertian Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dalam Undang- undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945"

Apa unsur-

unsur kesatuan

masyarakat hukum

adat? Bagaimana

peraturan perundang- undangan yang mengatur tentang unsur-unsur kesatuan

masyarakat hukum adat?

Faktor-faktor apa saja yang

Kesatuan

masyarakat hukum _ adat yang masih hidup memiliki lima unsur utama yakni pemerintahan, masyarakat, harta, hukum adat dan wilayah.

Kesatuan

masyarakat hukum adat diatur dalam Pasal 18B ayat (2) UUD NRI1945 adalah yang memiliki eksistensi bersegi de facto dan de ijure.

Memberikan pengertian mengenai konsep kesatuan masyarakat hukum adat.

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN

MASYARAKAT HUKUM ADAT (DESA PAKRAMAN )

Page 22: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/19347/1/e30fc267ac3966226304bf6140b1… · Catur Varna berdasarkan ajaran kitab suci (agama Hindu) yang selanjutnya atas kehendak Sang Catur

1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Karakter Penelitian

Ilmu hukum memiliki karakter yang khas. Ciri khas ilmu hukum

adalah sifatnya yang normatif.21 Dalam kajian normatif hendaklah

berpegang pada tradisi keilmuan hukum itu sendiri. Sesuai dengan

karakter dan tradisi dari ilmu hukum, maka penelitian normatif

merupakan ciri khas dan tradisi ilmu hukum.22 Penelitian hukum

normatif disebut juga dengan penelitian hukum doktriner atau

perpustakaan dan penelitian studi dokumen.23 Pada penelitian hukum

jenis ini, seringkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang ditulis

dalam peraturan perundang-undangan (law in book) atau hukum yang

dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan

berperilaku manusia yang dianggap pantas.24

Dilihat dari substansi penelitian, penelitian ini bersifat normatif yang

fokus pada peraturan perundang-undangan, yurisprudensi dan nilai-

nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Relevan dengan fokus

penelitian ini, pendekatan yang digunakan meliputi (1) pendekatan

undang-undang (statute approach) atau disebut reasoning based on rules

yaitu penelusuran peraturan perundang-undangan, (2) pendekatan

konseptual (conceptual approach) yakni berkaitan dengan identifikasi

norma karena norma terdiri dari rangkaian konsep, (3) pendekatan

filosofis (philosopical approach) adalah pendekatan yang bertumpu pada

nilai-nilai yang dihayati dalam masyarakat dan tercermin dalam asas-

asas hukum yang hidup dalam masyarakat Bali dan (4) pendekatan

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN

MASYARAKAT HUKUM ADAT (DESA PAKRAMAN)

menentukan suatu kesatuan

masyarakat hukum adat itu dikatakan masih hidup

Faktor yang menentukan suatu kesatuan masyarakat hukum adat dikatakan masih hidup adalah pemerintahan, masyarakat, harta, hukum adat dan wilayah.

Sumber: Kreasi oleh penulis sendiri

Page 23: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/19347/1/e30fc267ac3966226304bf6140b1… · Catur Varna berdasarkan ajaran kitab suci (agama Hindu) yang selanjutnya atas kehendak Sang Catur

komparatif (compcirative appronch) yakni pendekatan yang

membandingkan Putusan Mahkamah Konstitusi yang terkait dengan

pelanggaran hak konstitusional masyarakat hukum adat yang diajukan

oleh kesatuan masyarakat hukum adat Lor Lim (Lim Itel), Ratschap

Dullah dan Ratschap di Maluku, kesatuan masyarakat hukum adat

Batak Timur di wilayah Serdang dan kesatuan masyarakat hukum adat

Banggai yakni melalui Putusan Nomor 31/PUU-V/2007, Putusan

Nomor 4/PUU-VT/2008 dan Putusan Nomor 6/PUU-VI/2008.

1.6.2 Bahan Hukum dan Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Penelitian dalam disertasi ini adalah penelitian normatif. Menurut

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji suatu penelitian hukum normatif

mengandalkan pada penggunaan bahan hukum primer (bahan-bahan

hukum yang bersifat mengikat), bahan hukum sekunder (bahan hukum

yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer) dan

bahan hukum tertier (bahan hukum yang memberikan petunjuk atau

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder).25

Bahan hukum primer terletak pada otoritasnya atau kekuatan

mengikatnya secara yuridis. Bahan hukum primer terdiri dari

perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam

pembuatan perundang-undangan dan putusan hakim.26 Perundang-

undangan adalah segala peraturan Negara, yang merupakan hasil

pembentukan peraturan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat

daerah.27

21 Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati , Argumentasi Hukum, (Yogyakarta: Gajah

Mada University Press, 2005), hlm.l

22 Philipus M. Hadjon, Pengkajian I/mu Hukum, (Surabaya, Fakultas Hukum Universitas

Airlangga, tanpa tahun),hlm.l, (selanjutnya disebut Philipus M. Hadjon II).

23 Dapat dilihat juga dalam Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Daiam Praktek, (Jakarta:

Sinar Grafika, 1995), hlm. 13. 24 Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 118. 25 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,

(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2001), hal. 13. 26 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cetakan Ke-3, Edisi Pertama, (Jakarta: Kencana

Prenada Media Group, 2005), hlm. 41 27 Maria Farida Indriati, S., op.cit., hlm. 10. ___________________________

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN

MASYARAKAT HUKUM ADAT ( DESA PAKRAMAN )

Page 24: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/19347/1/e30fc267ac3966226304bf6140b1… · Catur Varna berdasarkan ajaran kitab suci (agama Hindu) yang selanjutnya atas kehendak Sang Catur

Dalam penelitian ini, bahan hukum yang digunakan fokus pada

Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945, Undang-undang Nomor

24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah

dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2011, dan Undang-Undang

yang dipandang potensial berkaitan dengan hak-hak konstitusional

kesatuan masyarakat hukum adat, antara lain: Undang-undang Nomor

5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, Undang-

undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, Undang-undang

Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, Undang-undang Nomor 7

Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air, Undang-Undang Republik In-

donesia Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi dan Undang-undang

Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Asing. Selanjutnya

juga menggunakan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

72 Tahun 2005 Tentang Desa, Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3

Tahun 2001 Tentang Desa Pakraman, Putusan Nomor 066/PUU-II/2004,

Putusan Nomor 007/PUU-III/ 2005, serta tiga putusan dari Mahkamah

Konstitusi yang dibandingkan yakni Putusan Nomor 31/PUU-V/2007,

Putusan Nomor 4/PUU-VI/2008 dan Putusan Nomor 6/PUU-VI/2008.

Bahan hukum sekunder terletak pada karakter ilmiahnya meliputi

publikasi ilmiah berupa buku-buku teks, jurnal hukum., materi hukum

yang relevan mengkaji Hukum Tata Negara dan Hukum Adat. Bahan

hukum tersier yang digunakan adalah berupa kamus hukum,

bibliografi, lontar dan lain-lain. Bahan hukum primer, sekunder dan

tersier dikumpulkan melalui studi kepustakaan. Bahan hukum yang

dipergunakan juga dikumpulkan melalui adalah dengan

menggunakan teknik sistematis dimana setiap hal-hal yang

berhubungan dengan disertasi ini dikumpulkan dan kemudian

digunakan untuk mengalisis pemasalahan. Pengumpulan ini dicatat

dengan sistem kartu {card systeyn).

1.6.3 Langkah-langkah Penelitian

Beberapa tahapan yang ditempuh dalam penelitian ini dijabarkan

sebagai berikut:

2. Tahap Pertama , mengidentifikasi risalah sidang dan putusan

Mahkamah Konstitusi, materi muatan undang-undang yang dipandang

potensial merugikan hak-hak dan/ atau kewenangan konstitusional

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN

MASYARAKAT HUKUM ADAT ( DESA PAKRAMAN )

Page 25: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/19347/1/e30fc267ac3966226304bf6140b1… · Catur Varna berdasarkan ajaran kitab suci (agama Hindu) yang selanjutnya atas kehendak Sang Catur

kesatuan masyarakat hukum adat khususnya Desa Pakraman.

2. Tahap Kedua, penelusuran literatur yang secara teoritis dapat

dijadikan rujukan menentukan kategori yuridis berkenaan dengan

adanya hak-hak konstitusional kesatuan masyarakat hukum adat, dan

juga kepustakaan yang memberikan eksplanasi terhadap "kedudukan

hukum" (legal standing) masyarakat hukum adat (Desa Pakraman)

dalam kaitan penggunaan hak-hak dan atau kewenangan

konstitusionalnya mengajukan permohonan pengujian undang-

undang (judicial review).

3. Tahap Ketiga, mengevaluasi kecocokan antara norma-norma

hukum dari materi muatan undang-undang yang dipandang potensial

merugikan hak-hak dan/atau kewenangan konstritusional masyarakat

hukum adat dengan kategori yuridis tentang hak-hak dan/atau

kewenangan konstitusional yang dimiliki masyarakat hukum adat

khususnya Desa Pakraman.

Langkah-langkah penelitian melalui tiga tahapan itu akan

menentukan dapat atau tidak dalam kedudukan hukum (legal stand-

ing) kesatuan masyarakat hukum adat Bali, mengajukan permohonan

pengujian atas suatu undang-undang. Asumsinya apabila ada

kecocokan antara norma hukum dan teori, yakni pada langkah tahap

pertama dan tahap kedua ditemukan materi muatan yang normanya

dapat dikategorikan secara yuridis merugikan hak-hak konstitusional

masyarakat hukum adat/ Desa Pakraman, maka dalam adanya fakta-

fakta hukum seperti itulah yang menjadi acuan masyarakat hukum

adat/ Desa Pakraman dapat mengajukan permohonan pengujian

undang-undang.

1.6.4 Analisis Bahan Hukum

Penelitian hukum normatif (legal research) ini terfokus pada penelitian

norma hukum melalui penelusuran bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder. Dalam melakukan analisis normatif sebagaimana

dikemukakan oleh D.H.M Meuwissen pengkajian dilakukan secara

preskriptif analitik. Pengkajian preskriptif analitik dilakukan dengan

memaparkan, menelaah, mensistemasi, menginterpretasi dan

mengevaluasi norma hukum yang berlaku.28

1 Meuwissen, DHM, Grondrechten, AULA Uitgeverij Het Spectrum, (Utrecht: Ant. Wenpen,

1984).

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN

MASYARAKAT HUKUM ADAT ( DESA PAKRAMAN )

Page 26: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/19347/1/e30fc267ac3966226304bf6140b1… · Catur Varna berdasarkan ajaran kitab suci (agama Hindu) yang selanjutnya atas kehendak Sang Catur

Dalam penelitian ini analisis bahan hukum dilakukan sistematisasi

interpretasi dan evaluasi yuridik terhadap "legal standing" atau

kedudukan hukum kesatuan masyarakat hukum adat Bali, yakni Desa

Pakraman mengajukan pengujian undang-undang (judicial revieiv) atas

kerugian konstitusional dari Desa Adat/ Desa Pakraman tersebut.

Evaluasi yuridik dilakukan melalui suatu proses untuk menjelaskan

secara sistematis untuk mencapai obyektif, efisien, dan efektif, serta

untuk mengetahui dampak dari undang-undang yang merugikan atau

potensial merugikan hak konstitusional Desa Pakraman.

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN

MASYARAKAT HUKUM ADAT (DESA PAKRAMAN)

Page 27: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/19347/1/e30fc267ac3966226304bf6140b1… · Catur Varna berdasarkan ajaran kitab suci (agama Hindu) yang selanjutnya atas kehendak Sang Catur

1.7 Desain Penelitian

Bagan I

Desain Penelitian

Latar Belakang Masalah

—l>

Rumusan

Masalah

—C

Kerangka

Teoritis —t

Metode

Penelitian —t

Hasil dan

Pembahasan

7 . ...

y

t ___ . N! 7

Pembangunan

yang

Apakah dasar

pertimbangan

filosofis, yuridis

dan sosiologis

eksistensi

kedudukan

Teori Negara

Hukum

Karakter

Penelitian

mengganggu

bahkan

memutuskan

nilai-nilai

Normatif

kehidupan masyarakat.

hukum {legal

standing) Desa

N 7

Ada undang-

undang yang

potensial

melanggar

hak

konstitusional

Desa

Pakraman.

Pakraman sebagai pemohon dalam pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi Mahkamah khntdihM 7

Teori

Perundang-

undangan

Bahan Hukum

Bahan hukum

primer

Bahan hukum

sekunder

dalam ,

mpnpnh ikan

legal

standing

Desa

Pakraman

sebagai

kesatuan

masyarakat

hukum adat

Permohonan

Hak-hak

konstitusional

Desa

Teori Hak

Asasi Manusia

Asas-asas

Pembentukan

Peraturan

Perundang-

undangan

yang baik

Pakraman apa

sajakah yang

potensial

dilanggar oleh

keberlakuan

suatu

Z ___

yang diajukan

undang- undang?

Teori /d

standir ga/ W

Langkah-

langkah

pemohon t :

kesatuan __ & . penelitian

masyarakat

hukum adat

Bagaimanakah

prosedur

hukum dalam

dinyatakan

tidak

diterima oleh

i

pengujian undang-

Analisis bahan hukum

Simpulan dan

Mahkamah undang di

Mahkamah

Konstitusi

oleh Desa

Pakraman?

Teori

Pengujian

Undang- undang

saran Konstitusi

Sistematisasi

Interpretasi

Evaluasi yuridik

Sumber: Kreasi penulis sendiri

20

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN

MASYARAKAT HUKUM ADAT ( DESA PAKRAMAN )

Page 28: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/19347/1/e30fc267ac3966226304bf6140b1… · Catur Varna berdasarkan ajaran kitab suci (agama Hindu) yang selanjutnya atas kehendak Sang Catur

1.8 Sistematika Penulisan

Sistematika dari disertasi ini meliputi:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam Bab I ini dibahas mengenai latar belakang masalah, umusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, orisinalitas penelitian,

desain penelitian, metode penelitian dan sistematika penelitian.

BAB II KERANGKA TEORITIK

Dalam Bab ini dibahas mengenai teori negara hukum, teori

perundang-undangan, teori hak asasi manusia, teori legal s tanding dan

teori pengujian undang-undang yang digunakan untuk membedah

permasalahan.

BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN

Bab kerangka konsep penelitian terdiri dari empat sub pembahasan

yakni definisi konsepsional dan ruang lingkup, konsep Desa

Pakraman, konsep masyarakat hukum adat dan konsep pemohon

dalam pengujian undang-undang.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini membahas mengenai dasar pertimbangan filosofis, yuridis

dan sosiologis legal standing Desa Pakraman yang menguraikan

mengenai dasar pertimbangan filosofis, yuridis dan sosiologis legal

standing Desa Pakraman dalam pengujian undang-undang di

Mahkamah Konstitusi. Selanjutnya dibahas mengenai hak-hak

konstitusional Desa Pakraman yang potensial dilanggar oleh

keberlakuan suatu undang-undang yang menguraikan tentang

pengakuan masyarakat hukum adat dalam berbagai instrumen hukum,

kekuasaan legislatif dalam menyusun undang-undang, perlindungan

hak asasi manusia terhadap masyarakat hukum adat, hak

konstitusional masyarakat hukum adat yang potensial dilanggar baik

dalam ranah Parahyangan, Pawongan maupun Palemahan.

Pembahasan disertasi ini dilanjutkan dengan uraian mengenai

prosedur hukum dalam pengujian undang-undang di Mahkamah

Konstitusi oleh Desa Pakraman yang meliputi legal standing sebagai

syarat mutlak dalam berperkara di Mahkamah Konstitusi, persyaratan

terpenuhinya legal standing Desa Pakraman, substansi pengujian

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTTTUSI OLEH KESATUAN

MASYARAKAT HUKUM ADAT (DESA PAKRAMAN )

Page 29: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/19347/1/e30fc267ac3966226304bf6140b1… · Catur Varna berdasarkan ajaran kitab suci (agama Hindu) yang selanjutnya atas kehendak Sang Catur

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

a. Kedudukan hukum (legal standing) Desa Pakraman sebagai

pemohon dalam beracara di Mahkamah Konstitusi didasarkan atas

pertimbangan filosofi yakni Tri Hita Karana yang mengutamakan

keseimbangan dalam hubungan manusia dengan Tuhan, manusia

dengan manusia dan manusia dengan lingkungan. Pengakuan Desa

Pakraman sebagai kesatuan masyarakat hukum adat yang ada di Bali

secara yuridis diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2001

Tentang Desa Pakraman dan Pasal 51 ayat (1) Undang-undang Nomor

24 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang

Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi. Secara sosiologis,

Desa Pakraman adalah kesatuan masyarakat hukum adat yang

responsif terhadap perubahan sosial sehingga eksistensi Desa

Pakraman ini sejalan dengan dinamika kehidupan hukum dan

ketatanegaraan modem.

b. Hak-hak Desa Pakraman yang potensial dilanggar oleh

keberlakuan undang-undang adalah hak-hak konstitusional dalam

ranah Parahyangan, Pawongan dan Palemahan. Pelanggaran hak

konstitusional dalam ranah Parahyangan yakni tertutupnya akses krama

desa untuk melakukan kegiatan persembahyangan karena penguasaan

tanah oleh investor untuk pembangunan di bidang properti dan

pariwisata. Adanya undang-undang pornografi juga potensial

berbenturan dengan kearifan lokal dan kesucian simbol-simbol agama.

Pelanggaran hak konstitusional dalam ranah Pawongan timbul karena

adanya ketentuan di bidang hak kekayaan intelektual yang

mensyaratkan pendaftaran merek untuk mendapatkan perlindungan

hukum. Pelanggaran hak konstitusional dalam ranah Palemahan dapat

dilihat pada hilangnya kesempatan masyarakat hukum adat untuk

mengakses kemanfaatan dari hasil hutan dan sumber daya alam.

Negara menurut ketentuan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN

MASYARAKAT HUKUM ADAT (DESA PAKRAMAN) 185

Page 30: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/19347/1/e30fc267ac3966226304bf6140b1… · Catur Varna berdasarkan ajaran kitab suci (agama Hindu) yang selanjutnya atas kehendak Sang Catur

tentang Kehutanan memiliki kewenangan penuh atas penentuan atau

pencabutan status hutan adat. Pemerintah juga mengeluarkan

kebijakan dalam privatisasi air yang menyebabkan konflik perebutan

air antara pihak swasta dengan subak serta potensi kerugian berupa

hilangnya akses bagi masyarakat untuk menikmati air yang bersih dan

murah.

c. Prosedur pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi

oleh Desa Pakraman wajib memenuhi ketentuan dalam Undang-

undang Nomor 24 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah dengan

Undang-undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi.

Pengujian undang-undang terhadap Undang-undang Dasar dapat

berupa pengujian materiil maupun pengujian formil. Untuk dapat

memiliki legal standing sebagai pemohon, maka Desa Pakraman wajib

membuktikan bahwa ia adalah kesatuan masyarakat hukum adat yang

memenuhi unsur-unsur berikut yakni masih hidup, sesuai dengan

perkembangan masyarakat, sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan

Republik Indonesia dan pengaturannya berdasarkan undang-undang.

Desa Pakraman dalam mengajukan permohonan pengujian undang-

undang terhadap Undang-undang Dasar dapat diwakili oleh

pemimpin Desa Pakraman (klian Desa Pakraman/ bendesa Desa

Pakraman). 5.2 Saran

a. Dalam Undang-undang tentang Mahkamah Konstitusi nantinya

perlu dijelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan kesatuan

masyarakat hukum adat dengan memperhatikan aspek filosofis,

yuridis dan sosiologis dari kesatuan masyarakat hukum adat. Sebab

penjelasan dalam undang-undang merupakan penjelasan otentik yang

memiliki kedudukan paling tinggi dalam penafsiran hukum.

b. Naskah akademik dalam pembuatan undang-undang sangat

perlu untuk memperhatikan hak-hak konstitusional masyarakat hukum

adat terutama hak-hak masyarakat hukum adat yang rentan dilanggar

yakni hak di bidang agama, sosial, budaya, pertanahan, sumber daya

alam dan hak kekayaan intelektual. Sehingga keberlakuan suatu

undang-undang tidak akan mencederai hak-hak konstitusional

masyarakat hukum adat tersebut. c. Diperlukan suatu kesadaran berkonstitusi dari Desa Pakraman

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN

MASYARAKAT HUKUM ADAT ( DESA PAKRAMAN )

Page 31: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/19347/1/e30fc267ac3966226304bf6140b1… · Catur Varna berdasarkan ajaran kitab suci (agama Hindu) yang selanjutnya atas kehendak Sang Catur

untuk mengajukan pengujian undang-undang yang merugikan atau

potensial merugikan hak konstitusionalnya ke Mahkamah Konstitusi.

Kesadaran berkonstitusi tersebut juga perlu ditunjang dengan

pendidikan hukum bagi Desa Pakraman agar mampu membuktikan

dirinya telah memiliki legal standing dalam beracara di Mahkamah

Konstitusi, mampu menguraikan hak-hak konstitusionalnya serta hak-

hak konstitusionalnya yang dilanggar akibat keberlakuan suatu

undang-undang.

d. Riset lanjutan mengenai legal standing pemohon dalam pengujian

undang-undang di Mahkamah Konstitusi hendaknya dilanjutkan.

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN

MASYARAKAT HUKUM ADAT ( DESA PAKRAMAN ) 187

Page 32: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/19347/1/e30fc267ac3966226304bf6140b1… · Catur Varna berdasarkan ajaran kitab suci (agama Hindu) yang selanjutnya atas kehendak Sang Catur