Top Banner
Penyebab perdarahan hidung
33

EPISTAKSIS.pptx

Jan 16, 2016

Download

Documents

HfoolishKios
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: EPISTAKSIS.pptx

Penyebab perdarahan hidung

Page 2: EPISTAKSIS.pptx

Anatomi

Page 3: EPISTAKSIS.pptx
Page 4: EPISTAKSIS.pptx

Anatomi • Pembuluh darah utama di hidung berasal dari

arteri karotis interna (AKI) arteri optalmika arteri etmoidalis anterior dan posterior, pada bagian medial akan melintasi atap rongga hidung, untuk mendarahi bagian superior dari septum nasi dan dinding lateral hidung.

Page 5: EPISTAKSIS.pptx

• AKE bercabang menjadi arteri fasialis dan arteri maksilaris interna. Arteri fasialis memperdarahi bagian anterior hidung melalui arteri labialis superior.

• Arteri maksilaris interna di fossa pterigopalatina bercabang menjadi arteri sfenopalatina, arteri nasalis posterior dan arteri palatina mayor. Arteri sfenopalatina memasuki rongga hidung pada bagian posterior konka media, memperdarahi daerah septum dan sebagian dinding lateral hidung. Pada bagian anterior septum, anastomosis dari arteri sfenopalatina, palatina mayor, ethmoidalis anterior dan labialis superior (cabang dari arteri fasialis), membentuk plexus Kiesselbach atau Little’s area. Pada posterior dinding lateral hidung, bagian akhir dari konka media terdapat plexus Woodruff yang merupakan anastomosis dari arteri sfenopalatina, nasalis posterior dan faringeal asendens.

Page 6: EPISTAKSIS.pptx
Page 7: EPISTAKSIS.pptx
Page 8: EPISTAKSIS.pptx
Page 9: EPISTAKSIS.pptx

Epidemiologi• Epistaksis atau perdarahan hidung diperkirakan terjadi pada 60% di seluruh

dunia, sekitar 33% membutuhkan penanganan gawat darurat

•Prevalensinya meningkat pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan pada dewasa di atas 35 tahun

• Laki-laki lebih tinggi angka kejadiannya dibandingkan perempuan sampai usia 50 tahun, tetapi setelah usia 50 tahun tidak ada perbedaan antara kedua jenis kelamin

• Epistaksis anterior lebih sering terjadi dibanding epistaksis posterior, yaitu sekitar 80% kasus

• Epistaksis karena trauma lebih sering terjadi pada usia yang lebih muda (di bawah 35 tahun)

• Epistaksis karena non trauma lebih sering pada usia yang lebih tua (di atas 50 tahun)

Page 10: EPISTAKSIS.pptx

Etiologi

Page 11: EPISTAKSIS.pptx

Trauma

• Ringan mengorek hidung, benturan ringan, bersin, atau mengeluarkan ingus yang terlalu keras

• Trauma hebat kena pukul, jatuh, atau karena kecelakaan lalu lintas, juga bisa akibat benda asing tajam atau trauma pembedahan

Page 12: EPISTAKSIS.pptx

spina septum yang tajam, pembengkakan.

deviasi atau perforasi

aliran udara pernafasan mengeringkan sekresi hidung.

krusta kerasUsaha melepaskan krusta

trauma digital. Berulang erosi

membrana mukosa septum

perdarahan

Page 13: EPISTAKSIS.pptx

Infeksi lokal• Epistaksis dapat terjadi pada infeksi hidung

dan sinus paranasal seperti rhinitis atau sinusitis, bisa juga akibat infeksi spesifik seperti rhinitis jamur, tuberkulosis, lupus, sifilis, atau lepra.

•Rinosinusitis bakteri, virus, dan alergi menyebabkan inflamasi mukosa hidung dan dapat berakibat pada epistaksis. Perdarahan pada kasus ini biasanya ringan

Page 14: EPISTAKSIS.pptx

Tumor

• Hemangioma• Angiofibroma

Page 15: EPISTAKSIS.pptx

Tumor

• Hemangioma tumor jinak yang berasal dari jaringan pembuluh darah dari kulit, tulang, otot dan kelenjar

• (1) Hemangioma Kapiler• (2) hemangioma kavernosum • (3) mixed type hemangioma

Page 16: EPISTAKSIS.pptx

Tumor

• Angiofibroma nasofaring : tumor nasofaring yang bersifat jinak secara histopatologis tetapi secara klinis bersifat destruktif dan lebih sering dijumpai pada laki-laki remaja

• Tumbuh cepat sinus paranasal, fossa pterigomaksila, fossa infratemporal, fossa temporal, pipi, orbita, dasar tengkorak dan rongga intrakranial

Page 17: EPISTAKSIS.pptx

• Dua Unsur :– Jaringan Ikat Fibrosa – Pembuluh Darah

Dinding Pembuluh Darah

Tidak Mengandung Jaringan Ikat Elastis Dan

Lapisan Otot,

Mudah Terjadi Perdarahan Hebat Saat Disentuh

Page 18: EPISTAKSIS.pptx

Penyakit sistemik

• Epistaksis sering terjadi pada tekanan darah tinggi

karena kerapuhan pembuluh darah yang

disebabkan oleh penyakit hipertensi yang kronis

sehingga terjadi kontraksi pembuluh darah yang terus menerus yang

mengakibatkan mudah pecahnya pembuluh darah

yang tipis.

• Pada arteriosklerosis terjadi kekakuan

pembuluh darah. Jika tekanan darah

meningkat, pembuluh darah tidak bisa

mengkompensasi dengan vasodilatasi

sehingga menyebabkan ruptur dari pembuluh

darah.

Page 19: EPISTAKSIS.pptx

Penyakit sistemik• Hati merupakan organ yang

penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan

dengan koagulasi darah, misalnya pembentukan

fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X dan vitamin K.

Pada sirosis hepatis, fungsi sintesis protein-protein dan

vitamin yang dibutuhkan untuk pembekuan darah

terganggu sehingga mudah terjadinya perdarahan,

sehingga epistakis bisa terjadi pada penderita sirosis

hepatis.

• Pada diabetes melitus, terjadi kerusakan mikroangiopati dan

makroangiopati. Kadar gula darah yang tinggi dapat

menyebabkan sel endotelial pada pembuluh darah

mengambil glukosa lebih dari normal sehingga terbentuklah lebih banyak glikoprotein pada permukaannya dan hal ini juga menyebabkan basal membran semakin menebal dan lemah.

Dinding pembuluh darah menjaadi lebih tebal tetapi

lemah sehingga mudah terjadi perdarahan.

Page 20: EPISTAKSIS.pptx

Kelainan darah

LeukemiaAkutKronikMultiple Myeloma

HemofiliaTipe ATipe BTipe C

Gangguan darah lain

AnemiaTrombositopenia

Page 21: EPISTAKSIS.pptx

Gangguan hormonalGangguan Hormonal

Atrofi mukosa

Epistaksis Berulang

Pemberian Terapi Hormonal

Page 22: EPISTAKSIS.pptx

Kelainan kongenital • kelainan otosomal dominan

berupa malformasi vaskular yaitu abnormalitas susunan endotel dan kelemahan pembuluh darah sehingga mudah terjadi perdarahan

Telangektasis hemoragik herediter

• Kelainan otosomal dominan pada fungsi koagulasi (faktor VIII)Von

Willebrand

Page 23: EPISTAKSIS.pptx

Infeksi sistemik

Demam berdarah

Tifoid

Morbili

Influenza

Page 24: EPISTAKSIS.pptx

Perubahan udara atau tekanan atmosfer

Epistaksis

Kelembaban udara yang

rendah iritasi pada mukosa.

udara yang kering dan saat musim

dingin dehumidifikasi mukosa nasal zat kimia di

tempat industri yang bersifat

korosif keringnya mukosa

hidung

Page 25: EPISTAKSIS.pptx

Tatalaksana

Perbaiki keadaan umum

Cari sumber perdarahan

Hentikan perdarahan

Cari faktor penyebab untuk mencegah perdarahn berulang

Page 26: EPISTAKSIS.pptx

Tatalaksana perdarahan anteriorPerdarahan anterior dapat dicoba hentikan dengan menekan

hidung dari luar selama 10-15 menit

perdarahan dikaustik dengan larutan Nitras Argenti (AgNO3) 25-30%. Setelahnya diberi salep antibiotik

Pemasangan tampon anterior apabila perdarahan masih terus berlangsung. Dibuat dari kapas atau kasa yang diberi pelumas vaselin atau salep antibiotik. Tampon dimasukkan sebanyak 2 sampai 4 buah dan dipertahankan selama 2 x 24 jam, harus

dikeluarkan untuk mencegah infeksi hidung

Page 27: EPISTAKSIS.pptx
Page 28: EPISTAKSIS.pptx

Tatalaksana perdarahan anterior

Page 29: EPISTAKSIS.pptx

Tatalaksana perdarahan anterior

Page 30: EPISTAKSIS.pptx

Tatalaksana perdarahan posterior• Tampon Bellocq

• Kateter folley

• Tampon buatan pabrik dengan balon yang khusus untuk hidung atau tampon dari bahan gel hemostatik

• Teknik kauterisasi atau ligase arteri sfenopalatina dengan panduan endoskop

Page 31: EPISTAKSIS.pptx

Tatalaksana perdarahan posterior

Page 32: EPISTAKSIS.pptx

Komplikasi Akibat epistaksis

Aspirasi darah ke dalam saluran napas bawah

Syok, anemia, dan gagal ginjal

Turunnya tekanan darah mendadak

Infeksi

Hemotimpanun

Bloody tears

Akibat penanggulangan epistaksis

Rinosinusitis, otitis media, septicemia, atau toxic shock

syndrome

Pemasangan tampon posterior (tampon Bellocq) dapat

menyebabkan laserasi palatum mole atau sudut bibir

Page 33: EPISTAKSIS.pptx

Pencegahan perdarahan berulangPerlu dicari penyebabnya

Lakukan pemeriksaan laboratorium darah lengkap, pemeriksaan fungsi hepar dan ginjal, gula darah, hemostatis

Pemeriksaan foto polos atau CT scan sinus bila dicurigai adanya sinusitis

Konsul ke penyakit dalam dan anak apabila terdapat kelainan sistemik