BAB I PENDAHULUAN Epidemiologi pada mulanya diartikan sebagai studi tentang epidemi. Hal ini berarti bahwa epidemiologi hanya mempelajari penyakit-penyakit menular saja tetapi dalam perkembangan selanjutnya epidemiologi juga mempelajari penyakit-penyakit non infeksi, sehingga dewasa ini epidemiologi dapat diartikan sebagai studi tentang penyebaran penyakit pada manusia di dalam konteks lingkungannya. Mencakup juga studi tentang pola- pola penyakit serta pencarian determinan-determinan penyakit tersebut. Dapat disimpulkan bahwa epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang penyebaran penyakit serta determinan- determinan yang mempengaruhi penyakit tersebut. 1,2 Epidemiologi merupakan ilmu yang telah dikenal lewat catatan sejarah pada zaman dahulu kala dan bahkan berkembang bersamaan dengan ilmu kedokteran karena kedua disiplin ilmu ini berkaitan satu sama lainnya. Epidemiologi dalam pelaksanaan program pencegahan dan pemberantasan penyakit butuh ilmu kedoteran seperti ilmu faal, biokimia, patologi, mikrobiologi dan genetika. 1,2 Epidemiologi merupakan bagian dari ilmu public health yang menekankan pada keberadaan penyakit dan masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat. Epidemiologi sebagai ilmu merupakan cabang ilmu kesehatan atau filosofi dasar dari disiplin – disiplin ilmu kesehatan termasuk kedokteran, yaitu suatu proses untuk menganalisis atau memahami hubungan interaksi 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Epidemiologi pada mulanya diartikan sebagai studi tentang epidemi. Hal ini berarti
bahwa epidemiologi hanya mempelajari penyakit-penyakit menular saja tetapi dalam
perkembangan selanjutnya epidemiologi juga mempelajari penyakit-penyakit non infeksi,
sehingga dewasa ini epidemiologi dapat diartikan sebagai studi tentang penyebaran penyakit
pada manusia di dalam konteks lingkungannya. Mencakup juga studi tentang pola-pola
penyakit serta pencarian determinan-determinan penyakit tersebut. Dapat disimpulkan bahwa
epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang penyebaran penyakit serta determinan-
determinan yang mempengaruhi penyakit tersebut.1,2
Epidemiologi merupakan ilmu yang telah dikenal lewat catatan sejarah pada zaman
dahulu kala dan bahkan berkembang bersamaan dengan ilmu kedokteran karena kedua
disiplin ilmu ini berkaitan satu sama lainnya. Epidemiologi dalam pelaksanaan program
pencegahan dan pemberantasan penyakit butuh ilmu kedoteran seperti ilmu faal, biokimia,
patologi, mikrobiologi dan genetika.1,2
Epidemiologi merupakan bagian dari ilmu public health yang menekankan pada
keberadaan penyakit dan masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat. Epidemiologi
sebagai ilmu merupakan cabang ilmu kesehatan atau filosofi dasar dari disiplin – disiplin
ilmu kesehatan termasuk kedokteran, yaitu suatu proses untuk menganalisis atau memahami
hubungan interaksi antara proses fisik, biologis dan fenomena sosial. Dalam hal ini,
epidemiologi mempelajari dan mencoba memahami bagaimana penyakit terjadi, apa sebab
kausalnya, bagaimana perjalanan penyakitnya, apa faktor – faktor yang mempengaruhi
terjadinya suatu penyakit serta bagaiamana distribusi frekuensinya ’.2
Epidemiologi didefinisikan oleh International Epidemiological Association
(McKenzie et al., 2011; Center for Disease Control and Prevention, 2004; Murti, 1997) dan
oleh John Last dalam Dictionary of Epidemiology sebagai: “Ilmu yang mempelajari
frekuensi, distribusi dan determinan (faktor yang menentukan) dari keadaan atau peristiwa
terkait kesehatan pada populasi tertentu, dan aplikasi dari ilmu tersebut untuk mengendalikan
masalah-masalah kesehatan”.3
Dalam perkembangan ilmu epidemiologi sarat dengan hambatan-hambatan karena
belum semua ahli bidang kedokteran setuju metode yang di gunakan pada epidemioogi. Hal
1
ini disebabkan karena perbedaan paradigma dalam menangani masalah kesehatan antara ahli
pengobatan dengan metode epidemiologi terutama pada saat berlakunya paradigma bahwa
penyakit disebabkan oleh roh jahat. Keberhasilan menembus paradigma tersebut berkat
perjuangan yang gigih para ilmuwan terkenal di kala itu. Seperti sekitar 1000 SM Cina dan
India telah mengenalkan variolasi, Abad ke 5 SM muncul Hipocrates yang memperkenalkan
bukunya tentang air,water and places, selanjutnya Galen melengkapi dengan faktor atmosfir,
faktor internal serta faktor predisposisi. Abad 14 dan 15 terjjadi karantina berbagai penyakit
yang di pelopori oleh V. Fracastorius dan Sydenham, selanjutnya pada tahun 1662 John
Graunt memperkenalkan ilmu biostat dengan mencatata kematian PES & data metriologi.
Pada tahun 1839 William Farr mengembangkan analisis statistik, matematik dalam
epidemiologi dengan mengembangkan sistem pengumpulan data rutin tentang jumlah dan
penyebab kematian dibandingkan pola kematian antara orang-orang yang menikah dan tidak,
dan antara pekerja yang berbeda jenis pekerjaannya di inggris. Upaya yang telah dilakukan
untuk mengembangkan sistem pengamatan penyakit secara terus menerus dan menggunakan
informasi itu untuk perencanaan dan evaluasi program telah mengangkat nama William Farr
sebagai the founder of modern epidemiology.4
Salah satu penyakit menular yang perlu mendapat perhatian adalah Frambusia.
Frambusia adalah penyakit treponematosis menahun, hilang timbul dengan 3 stadium yaitu
ulkus atau granuloma pada kulit (mother yaw), lesi non dekstruktif yang dini dan dekstruktif
lanjut pada kulit, tulang, dan perios. Penyakit ini adalah penyakit kulit menular yang dapat
berpindah dari orang sakit frambusia kepada orang sehat dengan luka terbuka atau cedera/
trauma.5
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Epidemiologi
“Epidemiologi” berasal dari dari kata Yunani epi= atas, demos= rakyat, populasi
manusia, dan logos = ilmu (sains), bicara. Secara etimologis epidemiologi adalah ilmu
yang mempelajari faktor-faktor yang berhubungan dengan peristiwa yang banyak terjadi
pada rakyat, yakni penyakit dan kematian yang diakibatkannya yang disebut epidemi.
Kata “epidemiologi” digunakan pertama kali pada awal abad kesembilanbelas (1802)
oleh seorang dokter Spanyol bernama Villalba dalam tulisannya bertajuk Epidemiología
Española (Buck et al., 1998). Tetapi gagasan dan praktik epidemiologi untuk mencegah
epidemi penyakit sudah dikemukakan oleh “Bapak Kedokteran” Hippocrates sekitar
2000 tahun yang lampau di Yunani. Hippocrates mengemukakan bahwa faktor
lingkungan mempengaruhi terjadinya penyakit. Dengan menggunakan Teori Miasma
Hippocrates menjelaskan bahwa penyakit terjadi karena “keracunan” oleh zat kotor yang
berasal dari tanah, udara, dan air. Karena itu upaya untuk mencegah epidemi penyakit
dilakukan dengan cara mengosongkan air kotor, membuat saluran air limbah, dan
melakukan upaya sanitasi (kebersihan). Teori Miasma terus digunakan sampai
dimulainya era epidemiologi modern pada paroh pertama abad kesembilanbelas.3
Pada tahun 1970 MacMahon dan Pugh mendefinisikan epidemiologi sebagai
penyebaran dan penentu dari frekwensi penyakit pada manusia (Epidemiology is the
study of the distribution and determinants of disease frequency in man ).6
Menurut CDC 2002, Last 2001, Gordis 2000 menyatakan bahwa epidemiologi
adalah : “studi yang mempelajari distribusi dan determinan penyakit dan keadaan pada
populasi serta penerapannya untuk pengendalian masalah – masalah kesehatan”.3,6
Selain itu menurut WHO, epidemiologi adalah studi tentang distribusi dan
determinan kesehatan yang berkaitan dengan kejadian di populasi dan aplikasi dari studi
untuk pemecahan masalah kesehatan.3,6
Pada 1983 International Epidemiological Association mendefinisikan
epidemiologi "the study of the distribution and determinants of health-related states or
events in specified populations, and the application of this study to control of health
problems” - Epidemiologi adalah “studi tentang distribusi dan determinan keadaan dan
3
peristiwa terkait kesehatan pada populasi, dan penerapannya untuk mengendalikan
masalah kesehatan”.3
Sedangkan dalam pengertian modern pada saat ini Epidemiologi adalah Ilmu
yang mempelajari tentang Frekuensi dan Distribusi (Penyebaran) serta Determinat
masalah kesehatan pada sekelompok orang/masyarakat serta Determinannya (Faktor –
factor yang Mempengaruhinya). Suatu ilmu yang awalnya mempelajari timbulnya,
perjalanan, dan pencegahan pada penyakit infeksi menular. Tapi dalam
perkembangannya hingga saat ini masalah yang dihadapi penduduk tidak hanya penyakit
menular saja, melainkan juga penyakit tidak menular, penyakit degenaratif, kanker,
penyakit jiwa, kecelakaan lalu lintas, dan sebagainya. Oleh karena itu, epidemiologi telah
menjangkau hal tersebut.6
B. Ruang Lingkup Epidemiologi
a. Studi.
The American Heritage -Stedman's Medical Dictionary mendefinisikan kata “study”
sebagai “research, detailed examination, or analysis of an organism, object, or
phenomenon” – studi adalah “riset, penelitian terinci, atau analisis tentang suatu
organisme, objek, atau fenomena”. Kata kerja “study” berarti melakukan riset,
meneliti, atau menganalisis sesuatu. Kata “study” juga berarti suatu cabang ilmu,
sains, dan seni “... a particular branch of learning, science, or art”.3
b. Keadaan dan peristiwa terkait kesehatan.
Epidemiologi mempelajari tidak hanya penyakit tetapi juga aneka keadaan dan
peristiwa terkait kesehatan, meliputi status kesehatan, cedera (injuries), dan berbagai
akibat penyakit seperti kematian, kesembuhan, penyakit kronis, kecacatan, disfungsi
sisa, komplikasi, dan rekurensi. Keadaan terkait kesehatan meliputi pula perilaku,
penyediaan dan penggunaan pelayanan kesehatan.3
c. Distribusi.
Distribusi (penyebaran) penyakit pada populasi dideskripsikan menurut orang
(person), tempat (place), dan waktu (time). Artinya, epidemiologi mendeskripsikan
penyebaran penyakit pada populasi menurut faktor sosio-ekonomi-demografi-
geografi, seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan, ras,
keyakinan agama, pola makan, kebiasaan, gaya hidup, tempat tinggal, tempat
bekerja, tempat sekolah, dan waktu terjadinya penyakit.3
4
d. Determinan.
Epidemiologi mempelajari determinan penyakit pada populasi, disebut epidemiologi
analitik. Determinan merupakan faktor, baik fisik, biologis, sosial, kultural, dan
perilaku, yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit. Determinan merupakan
istilah yang inklusif, mencakup faktor risiko dan kausa penyakit. Faktor risiko
adalah semua faktor yang berhubungan dengan meningkatnya probabilitas (risiko)
terjadinya penyakit. Untuk bisa disebut faktor risiko, sebuah faktor harus
berhubungan dengan terjadinya penyakit, meskipun hubungan itu tidak harus
bersifat kausal (sebab-akibat).3
e. Populasi.
Seperti sosiologi dan demografi, epidemiologi merupakan sains populasi (population
science). Epidemiologi mempelajari distribusi dan determinan penyakit pada
populasi dan kelompok-kelompok individu, bukan pada individu. Populasi bisa
merupakan masyarakat di sebuah kota, negara, atau kelompok umur tertentu,
komunitas pekerja tertentu, ras tertentu, masyarakat miskin, dan sebagainya.
Pengelompokan individu menurut karakteristik sosio-ekonomi-demografi-geografi,
dengan mengabaikan keunikan masing-masing individu, dapat memberikan petunjuk
awal tentang hubungan antara karakteristik itu dan terjadinya perbedaan distribusi
penyakit pada kelompok tersebut.3
f. Penerapan
Pengetahuan yang diperoleh dari riset epidemiologi diterapkan untuk memilih
strategi intervensi yang tepat untuk mencegah atau mengendalikan penyakit pada
populasi (Thacker dan Buffington, 2001; CDC, 2010a, ThinkQuest, 2010). Dimensi
epidemiologi yang menekankan aplikasi untuk mengontrol masalah kesehatan
disebut epidemiologi terapan (applied epidemiology).3
C. Tujuan dan Kegunaan Epidemiologi
Adapun tujuan dari Epidemiologi adalah sebagai berikut :3,7
1. Mendeskripsikan distribusi penyakit pada populasi
Epidemiologi mendeskripsikan siapa yang merupakan kasus, dimana mereka
berada, berapa umur mereka, karakteristik umum apa yang dimiliki oleh kelompok
tersebut, serta dugaan awal mengapa kasus-kasus muncul demikian banyak di suatu
area tertentu tetapi tidak demikian di area lain. Epidemiologi mendeskripsikan pola
kolektif penyakit yang terbentuk oleh kumpulan kasus-kasus tersebut, mendeteksi
5
kecenderungan (trends) insidensi penyakit, merunut perubahan karakter penyakit,
mengidentifikasi kelompok berisiko tinggi, dan menaksir besarnya beban penyakit.3
2. Mengetahui riwayat alamiah penyakit (natural history of disease)
Riwayat alamiah penyakit adalah deskripsi tentang perkembangan alami
(natural) penyakit yang terjadi sepanjang waktu pada individu. Riwayat alamiah
penyakit mencakup semua fenomena yang terkait penyakit, meliputi tahap rentan
(susceptible), tahap subklinis, tahap klinis, dan tahap kesembuhan/ kecacatan/
kematian. Pada tahap rentan individu belum terpapar oleh agen kausal (etiologi)
penyakit. Pada tahap rentan perlu dilakukan upaya pencegahan primer, yaitu
melakukan promosi kesehatan (pendidikan kesehatan, dan sebagainya) dan proteksi
spesifik (imunisasi, dan sebagainya)
3. Menentukan determinan penyakit
Epidemiologi analitik bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor, baik fisik,
biologis, sosial, kultural, dan perilaku, yang dapat mempengaruhi terjadinya
penyakit, disebut determinan penyakit. Determinan penyakit meliputi faktor risiko
dan kausa (etiologi) penyakit. Hasil studi epidemiologi analitik memberikan basis
rasional untuk melakukan program pencegahan. Jika faktor etiologi (kausa) penyakit
dan cara mengurangi atau mengeliminasi faktor-faktor itu diketahui, maka dapat
dibuat program pencegahan dan pengendalian penyakit dan kematian karena penyakit
tersebut.
4. Memprediksi kejadian penyakit pada populasi
Pengetahuan tentang resiko penyakit atau prognosis akibat penyakit pada
populasi dalam suatu periode waktu dapat digunakan untuk memprediksi jumlah dan
distribusi penyakit atau kematian pada populasi mamupun memprediksi risiko
terjadinya penyakit atau kematian pada individu dalam suatu periode waktu di masa
mendatang.
5. Mengevaluasi efektivitas intervensi preventif maupun terapetik
Epidemiologi analitik berguna untuk mengevaluasi efektivitas manfaat,
kerugian (efek yang tidak diinginkan), dan biaya dari intervensi preventif maupun
terapetik.
6. Menentukan prognosis dan faktor prognostik penyakit
Epidemiologi analitik tidak hanya mempelajari faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya penyakit, tetapi juga faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya akibat-akibat penyakit. Epidemiologi analitik mempelajari prognosis dan
6
faktor-faktor prognostik, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi probabilitas
terjadinya akibat-akibat penyakit, mencakup relaps, rekurensi, komplikasi, kematian
(kelangsungan hidup), maupun kesembuhan.
7. Memberikan dasar ilmiah pembuatan kebijakan publik dan regulasi tentang masalah
kesehatan masyarakat
Epidemiologi merupakan instrumen untuk mengontrol distribusi penyakit pada
populasi. Riset epidemiologi memberikan informasi yang bisa digunakan sebagai
dasar ilmiah pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan tentang cara
mencegah kejadian baru penyakit, memba-smi kasus yang timbul, mencegah
kematian dini, memperpanjang hidup, dan memperbaiki status kesehatan populasi.
D. Studi Epidemiologi
Studi epidemiologi terdiri atas:
1. Epidemiologi Deskriptif
Merupakan studi deskriptif terhadap jumlah dan distribusi (penyebaran) pada
manusia atau masyarakat yang berhubungan dengan karateristik orang yang menderita
(who), Tempat kejadian (where), dan waktu terjadinya penyakit (when) seperti yang
tertera pada Tabel 1.3,4,8
Tabel 1. Indikator yang digunakan pada epidemiologi deskriptif 8
Who Where When
Umur Desa/Kota sekuler
Jenis Kelamin Lokal/Nasional Musiman
Ras/Etnis Global/Internasional Siklus
Pekerjaan Tropis/Subtropis
Agama
Pendidikan
Status Kesehatan
2. Epidemiologi Analitik
Dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang bagaimana dan mengapa
fenomena kesehatan/masalah kesehatan/penyakit dalam masyarakat bisa terjadi dan
mencari serta menganalisis hubungan atau interkasi antara faktor risiko dengan
kejadian masalah kesehatan/penyakit yang sedang terjadi dan untuk menguji hipotesa
7
mengenai kemungkinan hubungan kausal antara faktor resiko dengan penyakit atau
masalah kesehatan. Pada Epidemiologi analitik ini dilakukan juga perbandingan
antara dua kelompok manusia atau masyarakat, yaitu satu kelompok yang dipelajari
dan satu kelompok sebagai pembanding serta mengetahui besarnya kontribusi faktor
resiko dan hubungannya dengan kejadian penyakit yang diamati.3,8
3. Epidemiologi eksperimental
Epidemiologi eksperimental adalah penelitian yang perlu dilakukan sebagai
pembuktian bahwa suatu faktor sebagai penyebab terjadinya faktor penyakit, maka
perlu diuji faktor kebenarannya dengan percobaan dan eksperimen.9
E. Prinsip dan Metode Epidemiologi
Epidemiologi merupakan sains yang menggunakan metode ilmiah untuk
mendeskripsikan, menjelaskan, meramalkan, dan mengendalikan terjadinya penyakit.
Epidemiologi deskriptif mendeskripsikan distribusi penyakit dan kecenderungan (trend)
penyakit pada populasi. Epidemiologi deskriptif berguna untuk memahami distribusi
dan mengetahui besarnya masalah kesehatan pada populasi. Epidemiologi analitik
mempelajari determinan/ faktor risiko/ kausa penyakit. Epidemiologi analitik berguna
untuk memahami kausa penyakit, menjelaskan dan meramalkan kecenderungan
penyakit, dan menemukan strategi yang efektif untuk mencegah dan mengendalikan
penyakit. 3,7
Kedua jenis riset epidemiologi memerlukan metode ilmiah agar deskripsi,
penjelasan, prediksi, cara pengendalian dan pencegahan penyakit benar (valid) dan dapat
diandalkan (reliabel). Prinsip dan metode ilmiah epidemiologi sebagai berikut: 3,7
(1) Penalaran epidemiologi
(2) Pengukuran
(3) Perbandingan
(4) Estimasi
(5) Uji hipotesis
(6) Validitas dan presisi
(7) konsistensi penelitian
F. Definisi Frambusia
8
Frambusia adalah penyakit treponematosis menahun, hilang timbul dengan 3
stadium yaitu ulkus atau granuloma pada kulit (mother yaw), lesi non dekstruktif yang
dini dan dekstruktif lanjut pada kulit, tulang, dan perios. Penyakit ini disebabkan oleh
Treponema pallidum, subspesies pertenue dari spirochaeta. Penyakit ini adalah penyakit
kulit menular yang dapat berpindah dari orang sakit frambusia kepada orang sehat
dengan luka terbuka atau cedera/ trauma.5
Spirocheta secara lokal berkembang biak pada daerah pintu masuk dan beberapa
menyebar di dekat nodul getah bening mungkin mencapai aliran darah. Dua hingga 10
minggu setelah infeksi, papul berkembang di daerah infeksi dan memecah belah
membentuk ulcer yang bersih dan keras (chancre). Inflamasi ditandai dengan limfosit
dan plasma sel yang membuat ruang berupa maculapapular merah di seluruh tubuh,
termasuk tangan, kaki dan papul yang lembab, pucat (condylomas) di daerah anogenital,
axila dan mulut.5
Penularan penyakit frambusia dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung, yaitu :13
1. Penularan secara langsung (direct contact) .
Penularan penyakit frambusia banyak terjadi secara langsung dari penderita ke
orang lain. Hal ini dapat terjadi jika jejas dengan gejala menular (mengandung
Treponema pertenue) yang terdapat pada kulit seorang penderita bersentuhan dengan
kulit orang lain yang ada lukanya. Penularan mungkin juga terjadi dalam persentuhan
antara jejas dengan gejala menular dengan selaput lendir.
2. Penularan secara tidak langsung (indirect contact) .
Penularan secara tidak langsung mungkin dapat terjadi dengan perantaraan benda
atau serangga, tetapi hal ini sangat jarang. Dalam persentuhan antara jejas dengan
gejala menular dengan kulit (selaput lendir) yang luka, Treponema pertenue yang
terdapat pada jejas itu masuk ke dalam kulit melalui luka tersebut. Terjadinya infeksi
yang diakibatkan oleh masuknya Treponema partenue dapat mengalami 2
kemungkinan:
a) Infeksi effective.
Infeksi ini terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit
berkembang biak, menyebar di dalam tubuh dan menimbulkan gejala-gejala
penyakit. Infeksi effective dapat terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke
dalam kulit cukup virulen dan cukup banyaknya dan orang yang mendapat infeksi
tidak kebal terhadap penyakit frambusia.
9
b) Infeksi ineffective.
Infeksi ini terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit tidak dapat
berkembang biak dan kemudian mati tanpa dapat menimbulkan gejala-gejala
penyakit. Infeksi effective dapat terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke
dalam kulit tidak cukup virulen dan tidak cukup banyaknya dan orang yang
mendapat infeksi mempunyai kekebalan terhadap penyakit frambusia
Penularan penyakit frambusia pada umumnya terjadi secara langsung sedangkan
penularan secara tidak langsung sangat jarang terjadi.5
G. Epidemiologi Frambusia
Frambusia ditularkan oleh langsung melalui kulit, kontak non – seksual dengan lesi
menular. Karena hidup Treponema pallidum pertenue tergantung pada suhu dan
kelembaban, Frambusia sering di temukan pada tempat-tempat dengan lingkungan yang
hangat, iklim yang lembab, terutama di daerah tropis. Insiden dari lesi kulit frambusia
meningkat pada musim hujan dari pada musim kemarau. Tingginya kelembaban
mendorong pertumbuhan yang cepat bagi papillomata dan kelangsungan hidup
treponema dalam eksudat serosa, dimana dapat meningkatkan penularan dan transmisi.
Frambusia banyak didapatkan pada anak-anak, 75 % kasus baru didapatkan pada
individu kurang dari 15 tahun dan anak-anak (usia 2-15 tahun) yang merupakan reservoir
utama infeksi. Luka pada kulit penerima, seperti goresan atau gigitan serangga dapat
membuat transmisi infeksi lebih mudah. Frambusia dapat ditularkan dalam rumah
tangga, tetapi transmisi dapat juga terjadi di antara anak-anak di masyarakat, sekolah,
dan tempat-tempat umum.10
Subspesies pertenue telah diidentifikasi dalam non-manusia primata di Afrika ( 17 %
dari populasi gorila liar di Republik Demokratik Kongo dengan subspesies yang sama),
dan eksperimental penelitian menunjukkan bahwa inokulasi manusia dengan monyet
yang diisolasi menyebabkan frambusia. Namun, tidak ada bukti dari cross-transmission
antara manusia dan primata, atau peningkatan angka kejadian frambusia di negara-negara
seperti Kamboja, Malaysia, dan Vietnam, di mana kontak antara manusia dan monyet
merupakan hal yang biasa. Program eradikasi atau pembasmian frambusia oleh WHO
dan UNICEF di 46 negara mengurangi jumlah kasus dari estimasi total 50 juta di 1952,
menjadi 2,5 juta pada tahun 1964. Pada akhir 1970-an, penyakit frambusia kembali
muncul, yang mengakibatkan diadakan resolusi dari World Health Assembly pada tahun
1978 untuk memperbaharui upaya pemberantasan penyakit tersebut. Namun, upaya
10
pengontrolan yang baru – terutama di Afrika barat pada tahun 1980 - gagal setelah
beberapa tahun karena kepentingan politik. Kecuali untuk WHO di wilayah Asia Selatan,
yang terus mempertahankan pemberantasan frambusia pada programnya. Frambusia
tidak dianggap prioritas dan status epidemiologi frambusia di seluruh dunia tidak pasti.
Ada bukti yang berkembang bahwa jumlah kasus di beberapa negara terus meningkat.10
Gambar 1. Distribusi Geografis Penyakit Frambusia di Dunia10
Gambar 1. menunjukkan data terbaru dari rutinitas pengawasan di negara-negara
endemik frambusia dibandingkan dengan distribusi global pada tahun 1950. Karena
pelaporan kejadian frambusia tidak wajib, gambar tersebut hanya menunjukkan adanya
penyakit, dan kemungkinan ada beberapa kejadian tidak dilaporkan. Tidak ada proses
sertifikasi bagi negara-negara yang tidak lagi endemik, padahal negara-negara yang
endemik dari tahun 1950-an telah memberantas frambusia tetapi tidak melaporkan
dengan jelas. Frambusia tetap endemik di masyarakat yang hidup dalam kemiskinan,
padat penduduk, dan dengan kondisi yang tidak higienis, terutama di daerah pedesaan
11
terpencil Afrika, Asia Tenggara, dan Pasifik. Informasi terakhir tentang tidak adanya
frambusia di Amerika, kecuali untuk dua laporan yang diterbitkan pada tahun 2003, salah
melaporkan pemberantasan Frambusia di Ekuador, dan 5,1% prevalensi frambusia aktif
di daerah pedesaan Guyana.10
Hasil survey Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2003 di daerah endemik
frambusia yaitu Afrika, Asia, Amerika Latin dan Carribeam menunjukkan dari 400 juta
penduduk diperkirakan 50/100 juta kasus frambusia. Prevalensi kasus aktif di Amerika
Selatan yaitu Brasil dengan 2,5 %, Haiti 50%, sementara negara-negara di Afrika seperti
Liberia 30 %, Kamerun 5,6 %, sedangkan di Asia Tenggara : Thailand 3,1 % dan
Indonesia 17,2 %. Peningkatan kasus disebabkan oleh kuman Treptonema pallidum ssp.
parteneu, lingkungan (environment) seperti perubahan iklim panas yang lama atau
kelembaban udara, sosioekonomi, status sanitasi.11
Pada tahun 1994 sampai tahun 2004 jumlah kasus frambusia di Indonesia dengan rata-
rata 10/10.000 penduduk terdapat di Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Lampung,
Nangroeh Aceh Darusalam (NAD), Bengkulu, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan
Papua, sedangkan jumlah kasus kurang dari 10/10.000 penduduk terdapat di Jawa Timur
dan Sulawesi Tengah. Walaupun ada penurunan jumlah kasus di daerah lainnya dari
periode tahun 1994-2004 akan tetapi pada tahun 2004 daerah yang menjadi kantong-
kantong frambusia yaitu di Wilayah Timur Indonesia yaitu di Papua dan Papua Barat,
Sulawesi Tenggara dan Nusa Tenggara Timur dengan jumlah penyakit frambusia lebih
dari 10/10.000 penduduk.11
Gambar 2. Distribusi Geografis Frambusia di Indonesia
12
Pada tahun 2006 terdapat lima propinsi di Indonesia dengan angka prevalensi yang
cukup tinggi yaitu Papua Barat 15 %, Papua 10 %, Sulawesi Tenggara 7,92 %, Nusa