edited byfotoselebriti.net1 Seri Petualangan Enid Blyton [Petualangan di Puri Rajawali] Bab 1 AWAL LIBURAN Dua anak perempuan sedang duduk-duduk di ambang jendela ruang belajar di asrama mereka. Anak yang satu berambut merah berombak-ombak Mukanya penuh dengan bintik-bintik coklat. Sedang anak yang satu lagi berambut coklat, dengan jambul yang kocak di atas kening. "Satu hari lagi kita libur," kata Lucy-Ann, anak yang berambut merah. Bola matanya yang hijau menatap Dinah. "Aku sudah kepingin sekali bertemu kembali dengan Jack. Berpisah dari dia selama satu semester, rasanya sangat lama." “Ah- kalau aku, tidak apa-apa jika berpisah dari abangku!" kata Dinah sambil tertawa. "Philip bukan anak yang jahat, tapi aku jengkel padanya karena ia selalu membawa-bawa berbagai macam binatang dan serangga yang menjijikkan." "Untung awal liburan mereka hanya berbeda satu hari saja dari kita," kata Lucy-Ann. "Kita akan tiba lebih dulu di rumah. Jadi sempat melihat-lihat dulu sendiri, lalu keesokan harinya bertemu kembali dengan kedua abang kita. Horee!" "Aku ingin tahu kayak apa tempat yang dipilih ibu untuk berlibur kali ini," kata Dinah. "Coba kubaca saja lagi suratnya." Diambilnya surat itu dari kantongnya, lalu dibacanya sepintas lalu. "Tidak banyak yang ditulisnya di sini. Ibu hanya mengatakan bahwa rumah kita akan dibersihkan dan dicat kembali. Karena itu ia menyewa sebuah rumah di bukit selama liburan ini," kata Dinah. "Ini — bacalah sendiri!" Lucy-Ann mengambil surat itu, lalu membacanya dengan penuh minat. "Ya — rumah itu namanya Pondok Musim Bunga. Letaknya di lereng Bukit Puri. Di sini dikatakan bahwa tempat itu agak terpencil. Tapi di sana banyak terdapat burung. Jack pasti akan senang sekali." "Aku tidak mengerti, kenapa abangmu itu begitu gemar pada burung," kata D inah. "Sama saja payahnya, seperti kegemaran Philip pada serangga dan binatang liar." "Philip sangat pintar bergaul dengan binatang," kata Lucy-Ann, yang sangat mengagumi abang Dinah. "Kau ingat tikus itu, yang dilatihnya mengambil remah—remah makanan yang dijepitnya dengan gigi?" "Hii — jangan ingatkan aku pada hal-hal kayak begitu," kata Dinah bergidik Anak itu jijik terhadap binatang. la bahkan sudah tidak tahan, kalau ada labah-labah di dekatnya. Apalagi tikus dan kelelawar! Bisa menjerit-jerit dia kalau didekati binatang- binatang macam itu. Lucy-Ann merasa agak aneh, kenapa Dinah mas ih selalu takut pada mereka. Padahal kan sudah bertahun-tahun hidup dengan Philip. Sedang Philip suka sekali pada binatang! "Philip suka mengganggumu, ya?" kata Lucy-Ann pada Dinah. la teringat bahwa Philip sering m eletakkan ulat di bawah bantal Dinah, atau kumbang hitam dalam sepatunya. Philip kalau sedang iseng, gemar sekali mengganggu orang. Jadi tidaklah mengherankan apabila Dinah suka marah—marah padanya!
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
8/7/2019 Enid Blyton - Petualangan Di Puri Rajawali
"Rumah yang kusewa agak jauh juga dari sini,"katanya. "Barang—barang keperluan sehari—hari, termasuk makanan, haru
diambil dari desa sini kecuali telur, susu dan mentega yang bisa dibeli dari pertanian di dekat situ. Tapi daerah sekitarnya
bagus sekali. Kalian bisa asyik berjalan-jalan di sana nanti! Dan burung — yah, Jack pasti akan sangat gembira
mengenainya!"
"Sekarang kan musim mengeram! Pasti pikirannya tidak lain kecuali tentang telur dan sarang burung saja," kata Lucy-Ann.
merasa agak cemburu, karena perhatian abangnya begitu tertuju pada kehidupan unggas.
Dinah dan Lucy-Ann sibuk melihat-lihat, sementara Bu Mannering menyetir mobil. Pemandangan yang nampak memangindah sekali. Berbukit-bukit. Di kejauhan nampak membiru, menjulang tinggi. Mobil meluncur terus, menyusur lembah yan
ada sungainya berkelok-kelok. Setelah itu mulai mendaki sebuah bukit terjal.
"Wah! Di sisi bukit inikah tempatnya?" seru Dinah bergairah. "Kalau betul, kita bisa menikmati pemandangan yang sangat
indah, ya Bu?"
"Betul — di seberang lembah ini, dan di belakangnya masih banyak lagi bukit-bukit," kata ibunya. Gerak mobil kini meraya
karena jalan yang dilalui sangat curam. Semakin tinggi mereka, semakin luas pandangan ke arah lembah.
Lucy-Ann mendongak, untuk melihat sudah seberapa tinggi mereka saat itu. Tiba-tiba ia berseru.
"He! Lihatlah, ada puri di atas bukit! Lihatlah!"
Dinah ikut memandang ke atas. Puri yang dilihatnya sangat mengesankan. Besar dan kokoh, lebih mirip sebuah benteng. D
masing-masing sudutnya ada menara. Dindingnya menunjukkan kesan tebal. Tampak jendela-jendela sempit berjejer, miri
celah. Tapi anehnya, ada pula sejumlah jendela yang lebar-lebar.
"Sudah tuakah puri ini?" tanya Lucy-Ann.
"Ya, beberapa bagian memang sudah sangat tua," jawab Bu Mannering. "Tapi banyak yang, sudah dipugar kembali. Jadi pu
itu merupakan campuran antara bangunan kuno dan baru. Tidak ada yang tinggal di situ sekarang. Aku juga tidak tahu siap
pemiliknya. Kelihatannya orang sini tidak tahu, atau tidak peduli! Puri itu tidak bisa dimasuki. Di daerah sini tempat itu
terkenal angker."
"Kenapa? Apakah di situ pernah terjadi peristiwa yang mengerikan?" tanya Dinah. Rasa ingin tahunya bangkit.
"Kurasa begitu," jawab ibunya. "Tapi apa persisnya, aku tidak tahui Pokoknya lebih baik jangan ke situ, karena jalan menuj
tempat itu berbahaya. Kalau tidak salah, pernah terjadi tanah longsor di situ. Kata orang, seluruh puri sebentar lagi pasti
akan runtuh ke dasar lembah!"
"Wah! Mudah-mudahan saja tidak menimpa rumah tempat kita berlibur!" kata Lucy-Ann. la agak takut.
Bu Mannering tertawa.
"Ah — tentu saja tidak! Tempat kita itu tidak dekat dengan puri itu — nah, itu dia rumahnya, yang tersembunyi di tengah
pepohonan itu!"
Rumah yang ditunjuknya tidak besar, tapi indah. Atapnya dari jerami. Jendelanya kecil-kecil dan kacanya terdiri dari keping
keping kecil berbingkai timah. Dinah dan Lucy-Ann langsung menyukai tempat itu.
"Kelihatannya agak mirip dengan rumah yang ibu beli untuk tempat tinggal kita," kata Dinah.
"Wah, Bu — kita pasti akan senang di sini!"
8/7/2019 Enid Blyton - Petualangan Di Puri Rajawali
Philip dan Jack menyenanginya, persis seperti Dinah dan Lucy-Ann. Tapi mereka lebih tertarik, ketika melihat puri kuno.
Dinah lupa merajuk, karena ingin menunjukkannya pada kedua anak laki—laki itu.
“Kita nanti naik ke sana," kata Jack dengan segera.
"Jangan," kata Bu Mannering. "Sudah kujelaskan pada Dinah dan Lucy-Ann, di atas berbahaya."
"O ya? Kenapa?" tanya Jack dengan kecewa.
"Soalnya, pernah terjadi tanah longsor di jalan menuju ke sana — dan sekarang tidak ada lagi yang berani lewat di situ,"kata Bu Mannering. "Aku mendengar kabar bahwa seluruh bangunan itu sendiri pun sudah mulai merosot Apabila jalan
runtuh lagi, lama-kelamaan seluruh puri bisa ambruk." .
"Wah! Asyik!" kata Philip dengan mata bersinar-sinar.
Mereka lantas masuk ke dalam rumah. Dinah dan Lucy-Ann menunjukkan kamar kedua abang mereka, yang terletak di
bawah atap. Lucy-Ann tidak mau jauh—jauh dari sisi Jack. la senang sekali, karena abangnya sudah datang. Jack mirip seka
dengan Lucy-Ann. Rambutnya merah nyala, bola matanya juga hijau dan mukanya penuh dengan bintik—bintik Sifat Jack
wajar dan ramah. Orang-orang kebanyakan langsung senang padanya.
Philip, yang dijuluki Si Jambul oleh Jack, juga mirip sekali dengan adiknya. Tapi sifatnya jauh lebih tenang. Tidak lekas maraseperti Dinah. Rambutnya sebelah depan juga berjambul kocak. Bahkan ibu mereka pun punya jambul seperti itu.
Karenanya Jack menggelari mereka "Trio Jambul".
"Haa - akhirnya tiba juga saat liburan!" kata Philip, sambil membuka kopernya. Dinah memperhatikan dari jarak yang aman
"Ada binatang atau tidak di dalamnya?" tanya anak itu.
"Ah, cuma seekor anak landak saja. Kau tidak perlu khawatir, ia tidak punya kutu," kata Philip.
"Taruhan, pasti ada," kata Dinah, sambil mundur beberapa langkah. "Takkan kulupakan landak yang kautemukan musim
panas yang lalu."
"Sungguh, anak landak yang ini sama sekali tidak berkutu,"_ kata Philip. "la sudah kuberi bedak yang ku peroleh dari apote
Jadi sudah benar-benar bersih. Duri-durinya belum beralih warna menjadi coklat"
Dinah dan Lucy-Ann memperhatikan dengan penuh minat, ketika Philip menunjukkan seekor binatang yang meringkuk
seperti bola kecil berduri dalam baju hangatnya, yang dikeluarkan dari dalam koper. Nampak hidungnya yang kecil
bergerak-gerak.
"Aduh, lucunya," kata Lucy-Ann. Dinah pun tidak jijik melihatnya.
"Cuma repotnya, durinya tajam—tajam! Jadi tidak enak jika dibawa dalam kantong," kata Philip, sambil memasukkan anak
landak itu ke dalam kantong celana pendeknya.
"Kau pasti takkan membawanya lagi, apabila sudah beberapa kali mendudukinya secara tidak sengaja," kata Dinah.
"Ya, kurasa kau benar," kata Philip. "Kau hati-hati saja, Dinah! Jangan suka mengganggu aku, karena landak ini bisa tahu—
tahu berada di tempat tidurmu nanti!"
"He, jangan bertengkar terus," tukas Jack.
8/7/2019 Enid Blyton - Petualangan Di Puri Rajawali
"Lebih baik kita keluar, melihat—lihat! Kata Lucy-Ann, dalam kebun ada sungai kecil. Datangnya dari atas, dari puri."
“Aku raja puri," kata Kiki, sambil berayun-ayun dengan santai di atas kaca meja hias.
"Kau ini, ada-ada saja komentarmu," kata Jack sambil tertawa. "Yuk — kita keluar!"
Bab 3
BERJALAN-JALAN
Hari-hari pertama di tempat liburan itu sangat menyenangkan. Anak-anak berkeliaran ke mana-mana, disertai Kiki. Jack
banyak sekali menemukan sarang burung. Mungkin bahkan beratus-ratus. Jack gembira sekali, karena ia senang pada
burung. Kalau dibiarkan, ia bisa berjam-jam duduk memperhatikan tingkah laku mereka.
Pada suatu hari ia bergairah sekali. Katanya, ia melihat burung rajawali.
"Rajawali?" tukas Dinah dengan nada kurang percaya. "Kusangka rajawali kini sudah punah di sini. sama seperti burung au
besar, yang tidak bosan-bosannya kauceritakan."
"Siapa bilang rajawali sudah punah," kata Jack mengejek. "Itu tandanya pengetahuanmu tidak luas. Pokoknya aku merasa
pasti, yang kulihat tadi rajawali. Terbangnya membubung tinggi, seperti katanya kebiasaan rajawali Kurasa jenisnya rajawa
emas."
"Buaskah burung itu?" tanya Dinah.
"Yah — kalau sarangnya terlalu didekati, ada kemungkinan ia akan menyerang," kata Jack. "Eh - jangan-jangan sarangnya
ada di dekat sini!"
"Pokoknya, aku tidak mau ikut mencarinya," kata Dinah tegas. "Lagi pula, kau kan sudah menemukan lebih dari seratus
sarang, Jack! Masa itu belum cukup?"
Jack kesenangannya hanya mengamat-amati sarang burung. la tidak pernah mengambil telurnya. Mengganggu burung yan
sedang mengeram juga belum pernah. Burung-burung kelihatannya tidak takut padanya, seperti Philip yang juga tidak
ditakuti binatang liar. Padahal kalau Lucy-Ann atau Dinah — mereka baru memandang sarang saja, burung yang mengeram
di situ langsung terbang, seperti ketakutan. Kalau Jack yang datang, burung itu mau saja dielus-elus, tanpa merasa takut
Aneh!
Kiki selalu ikut apabila anak—anak berjalan—jalan. Burung itu bertengger di atas pundak Jack. Jack sudah melatihnya agartidak bersuara apabila ia hendak mengamat-amati burung. Biasanya Kiki menurut Tapi kakaktua itu kelihatannya tidak
begitu senang pada burung gagak. Tidak jauh dari Pondok Musim Bunga ada sekelompok pepohonan. Di situ bersarang
sekawanan gagak. Kiki sering datang ke situ. la bertengger di atas dahan, lalu mengoceh dengan suara berisik, mengata-
ngatai kawanan gagak.
"Sayang mereka tidak bisa membalas dengan cercaan pula," kata Philip. "Habis, bisanya Cuma berkaok-kaok melulu!"
8/7/2019 Enid Blyton - Petualangan Di Puri Rajawali
Tassie tersenyum. Tampangnya yang selalu kelihatan seperti merajuk, langsung berubah lagi.
"Sampai lain kali," katanya. Ia berpaling, hendak pergi.
"Kau bilang tadi, kau tinggal di pondok yang di balik bukit-bukit?" seru Jack.
"Ya, betul!" kata Tassie sambil menoleh ke belakang sebentar. Sekejap kemudian ia sudah lenyap, masuk ke dalam semak.
Bab 4
TASSIE DAN BUTTON
Bukit Puri ternyata memang merupakan tempat yang sangat sepi. Karena setelah diselidiki, ternyata yang ada di situ hanya
tempat tinggal mereka sendiri, lalu pondok tempat kediaman Tassie, serta pertanian tempat mereka membeli telur dan
susu. Pertanian itu letaknya agak jauh dari tempat liburan mereka. Sedang desa terletak dalam lembah, di bawah bukit itu
Tapi banyak sekali binatang di atas bukit besar itu. Tupai berlari-lari di mana-mana, kelinci bermunculan di setiap sudut
hutan, sedang rubah merah lewat di depan mereka, tanpa sedikit pun merasa takut melihat mereka.
"Aduh — aku kepingin sekali bisa mendapat anak rubah," kata Philip. "Kalau masih kecil, mirip anak anjing!"
Saat itu Tassie ada bersama mereka. Anak kaum pengembara itu sering menggabungkan diri pada saat berjalan-jalan. la
banyak sekali gunanya, karena selalu tahu jalan pulang. Kelihatannya di bukit yang sangat luas itu orang bisa gampang
tersesat. Tapi Tassie kelihatannya selalu tahu jalan memintas.
Anak itu aneh. Kadang—kadang tidak mau mendekat. Ia berkeliaran terus beberapa meter dari mereka, sambil memandan
Kiki dengan kagum. Tapi kadang-kadang ia ikut berjalan bersama keempat anak itu, dan mendengarkan obrolan mereka. Ia
sendiri jarang berbicara.
Kelihatannya ia mengagumi pakaian sederhana yang dipakai Dinah dan Lucy-Ann. Sekali-sekali diraba-rabanya bahanpakaian mereka. Ia sendiri memakai rok yang kelihatannya begitu dekil, seolah-olah dibuat dari bahan karung yang kotor.
Rambutnya yang ikal selalu acak-acakan. Badannya selalu kelihatan kotor.
"Kalau kotor saja aku tidak apa-apa, tapi baunya kadang-kadang menyesakkan napas," kata Lucy-Ann pada Dinah. "Kurasa
anak itu tidak pernah mandi."
8/7/2019 Enid Blyton - Petualangan Di Puri Rajawali
pertanyaan-pertanyaan Philip, lalu membaringkan diri di atas ransel yang digendong Philip di punggungnya.
"Mana yang lain-lain?" kata Philip. "Ah, itu mereka! Nah sudah siap semua?"
Mereka mulai menyusur jalan berkelok-kelok ke atas. Jalan itu terjal dan sempit. Paling – paling hanya bisa dilewati sebuah
gerobak saja. Tak lama kemudian Tassie muncul, entah dari mana. Ia masih memakai rok yang itu-itu juga, yang sudah mul
robek dan dekil. Sedang sepatu kini diikatkannya ke pinggang. Anak-anak geli melihatnya. Rupanya Tassie tidak mau
berpisah dari sepatunya, walau tidak pernah dipakainya dengan cara seharusnya, yaitu di kaki!
"Kurasa telapak kakinya keras sekali, karena kelihatannya enak saja berjalan di atas batu yang tajam-tajam," kata Jack.
Tassie berjalan mendampingi Philip dan Button. Kiki melontarkan beberapa kalimat padanya, lalu terbang mendekati sarangagak. Kawanan gagak yang sedang berkumpul di situ dikagetkannya dengan suaranya menirukan teriakan mereka.
"Kaok, kaok, kaok!" Persis sekali bunyinya. Kawanan gagak itu mendengarkan dengan diam-diam. Tapi ketika Kiki mulai
berbicara seperti manusia, semuanya terbang menjauh. Rupanya mereka tidak senang mendengar manusia yang
mengoceh. Padahal mereka sendiri, kalau mengoceh ributnya bukan main!
Anak-anak mendaki terus. Siang itu panas sekali. Mereka terengah—engah sambil berjalan.
"Aduh, kenapa kita memilih hari sepanas ini untuk melihat-lihat puri?" keluh Philip.
Tassie langsung berhenti.
"Ke puri?" katanya. "Kalau begitu jangan lewat sini! Di sebelah atas ada tanah longsor. Satu-satunya jalan sekarang, lewat
belakang."
"Kami ingin melihat apa saja yang bisa dilihat," kata Philip. "'Aku kepingin melihat kayak apa rupanya tanah longsor. Tapi
kita takkan lewat di situ, karena sudah berjanji takkan melakukannya. Tapi aku ingin melihatnya."
"Aku ingin masuk ke puri," kata Jack.
"Jangan! Jangan!" kata Tassie. Matanya terbelalak lebar, seolah-olah ketakutan. Anak-anak yang lain memandangnya
dengan heran.
"Kenapa jangan?" tanya Jack. "Tempat itu kan tidak ada penghuninya? Kan kosong sekarang?"
"Tidak, tempat itu tidak kosong," kata Tassie. "Di situ suka terdengar suara macam-macam. Tempat itu angker!"
"Ah —kau terlalu banyak mendengar obrolan orang di desa," kata Philip meremehkan. "Siapalah yang masih ada di situ
sekarang? Tidak pernah dilihat ada yang keluar - masuk. Yang paling-paling masih ada di situ cuma burung hantu. Mungkin
bunyi teriakan burung-burung itu yang terdengar, atau bunyi kelelawar."
8/7/2019 Enid Blyton - Petualangan Di Puri Rajawali
"Kau tahu cerita tentang puri tua itu, Tassie?"tanya Dinah.
"Kata orang, dulu puri itu didiami seorang laki-laki yang jahat sekali. Kebiasaannya mengundang orang-orang ke tempatny
Tapi semua yang datang, tak pernah kembali lagi," kata Tassie. la berbicara dengan lirih, seolah-olah takut didengar laki-lak
yang dikatakannya jahat itu. "Orang-orang suka mendengar suara jeritan dan erangan di dalam, serta bunyi pedang beradu
Kata orang lagi, laki-laki itu suka mengurung orang dalam bilik-bilik tersembunyi, lalu didiamkan di situ sampai mati
kelaparan."
“Aduh, ramah sekali orang itu!" tukas Philip sambil tertawa. "Aku tidak percaya pada omongan itu. Memang biasanya begi— puri kuno selalu dipautkan dengan cerita-cerita seram! Kurasa sebenarnya ada seseorang tua yang agak sinting membe
bangunan tua itu, lalu tinggal di situ sambil berpura—pura menjadi bangsawan kuno. Pokoknya begitulah! la pasti tidak
waras otaknya —karena orang normal, mana mau tinggal di tempat yang begitu terpencil dan sunyi."
"Kata orang, laki-laki itu banyak sekali kuda piaraannya," sambung Tassie. "Setiap hari kuda-kuda itu digiring melewati jala
ini. Kalian memperhatikan atau tidak selama ini, bahwa bagian-bagian jalan yang curam dilandasi dengan batu-batu? Itu
supaya kuda bisa lewat di atasnya."
"Ya, aku baru saja memperhatikannya," kata Philip. Anak-anak yang lain terdiam sesaat. Jalan yang mereka lalui, beberapa
bagian memang diberi dasar batu. Jadi ada kemungkinan bahwa cerita Tassie yang selebihnya juga betul!
"Ah — bagaimanapun juga, kejadiannya kan sudah lama sekali! Laki-laki itu sudah lama mati, dan kini tidak ada lagi siapa-
siapa di sana," kata Philip kemudian. "Aku kepingin melihat-lihat di dalam puri itu. Kau juga, Jack?"
"Terang dong!" sambut Jack bersemangat, Kiki langsung sependapat, "Terang, terang, terang," katanya sambil
mengombang-ambingkan tubuh di atas pundak Jack.
"Aduh, Kiki! Pergilah sebentar dari pundakku,"kata Jack terengah-engah. "Berat rasanya memanggulmu terus sambil
mendaki bukit."
"Ke sini saja,” panggil Tassie. Dengan segera Kiki berpindah tempat ke pundak anak itu, sambil menyuruhnya membuka
buku pada halaman enam. Tassie sama sekali tidak terengah-engah napasnya. Ia bergerak dengan lincah seperti kijang,mendaki tempat-tempat yang sangat terjal dengan mudah sekali. Kelihatannya seperti tidak mengenal capek.
"Wah - sudah lumayan juga tingginya kita mendaki," kata Philip. la menyeka keringat yang membasahi kening. "Lihatlah, d
sini jalan mulai berantakan."
Jalan itu sudah tidak bisa disebut begitu lagi, karena sebagian lereng bukit di atasnya longsor dan menimpa jalan yang ada
bawahnya. Di mana-mana berserakan batu-batu besar. Di sana-sini menonjol batang-batang pohon yang patah dilanda
tanah longsor itu.
"Kelihatannya seperti habis dilanda gempa,"kata Lucy-Ann.
Puri tua terletak di belakang tanah longsor itu. Kini kelihatan jauh lebih besar lagi. Nampak jelas bahwa bangunan itu sanga
kokoh, dengan menara persegi empatnya yang dua buah, serta tembok pertahanan yang memanjang di antara kedua
menara.
"Aku kepingin naik ke salah satu menara itu,"kata Philip. "Dari atas situ, pemandangan pasti luas sekali!"
"Dilihat dari bawah, puri ini nampak seakan-akan berada di puncak bukit," kata Jack, "padahal tidak! Tapi kelihatannya
angker sekali, ya!"
8/7/2019 Enid Blyton - Petualangan Di Puri Rajawali
"Sudah berapa kali kukatakan, tutup pintu!"katanya, sambil terbang ke pundak Tassie. Anak perempuan itu tertawa.
Digaruk-garuknya tengkuk Kiki.
“Ah, baru seratus kali," kata Tassie. Anak-anak yang lain tertawa mendengarnya. Mereka keluar beriring-iring. Lega rasany
berada di tempat yang terang lagi, setelah berdiri beberapa lama di lorong gelap dan pengap.
"Nah, pokoknya sekarang kita sudah tahu apa yang harus kita lakukan," kata Jack. "Kita harus mencari papan atau sesuatu
yang semacam itu, untuk dibawa ke sini besok. Lalu Tassie kita suruh naik dulu dengannya, dan memasangnya
membentangi jarak antara sisi tebing dengan ambang jendela. la juga kita bekali tali yang kuat. Tali itu harus diikatkannyapada sulur di atas, supaya ada pegangan kita dalam memanjat nanti. Kita tidak begitu cekatan seperti Tassie."
"Memang! Tassie hebat sekali," kata Lucy-Ann. Tassie berseri-seri mendengar pujian itu.
Anak-anak kembali menuruni bukit. Langkah mereka tidak seberat saat mendaki. Apalagi Tassie mengajak mereka melalui
jalan yang dikenalnya. Jalan itu tidak begitu sulit seperti tadi.
"Wah, sudah malam juga sekarang," kata Jack."Mudah-mudahan ibumu tidak cemas, Philip."
“Ah, tidak," kata Philip. "Ia tahu, salah seorang dari kita pasti datang minta bantuan, apabila kita mengalami sesuatu."
Bu Mannering gembira sekali ketika anak-anak kembali. Sebelumnya ia sudah mulai bertanya-tanya. jangan-jangan terjadisesuatu dengan diri mereka. Hidangan makan malam sudah disiapkan. Tassie diajak makan bersama mereka. Anak itu
senang sekali. Diperhatikannya cara anak-anak yang lain makan dan minum, karena ia sama sekali tidak mengenal aturan
makan secara sopan. Kiki bertengger di atas pundak Jack. Ia memakan potongan-potongan makanan yang disodorkan Jack
dan anak-anak yang lain padanya. Sambil makan, burung iseng itu mengoceh terus. Menyuruh menjerang air, memakai sa
tangan dan macam-macam lagi. Button, rubah cilik melingkar di pangkuan Philip. la sudah tidur, karena capek diajak
berjalan-jalan. Padahal untuk sebagian besar, ia digendong Philip.
"Kusangka Button akan lari, begitu ia sampai di daerah bukit yang dikenal baik olehnya," kata Philip. "Tapi ternyata tidak! l
sama sekali tidak berniat lari."
"Button memang manis," kata Lucy-Ann. Dipandangnya anak mbah yang tidur meringkuk dengan hidung tersembunyi di
bawah ekor yang tebal. "Sayang baunya agak tidak enak."
"Kalau bertambah besar nanti, baunya akan lebih keras lagi,"’ kata Philip. "Jadi sebaiknya kau membiasakan diri! Memang
sudah sewajarnya kalau rubah berbau begini. Kurasa bagi mereka, bau badan kita juga tidak enak."
"Kalau Tassie memang mungkin, tapi kami pasti tidak," kata Lucy-Ann dalam hati. "Aduh, aku sudah mengantuk sekali!"
Malam itu semuanya cepat merasa mengantuk, karena capek sehabis berjalan-jalan di panas terik.
"Kita tidur saja sekarang," kata Philip. Ia menguap dengan nyaring, sehingga Button kaget dan terbangun karenanya. "Beso
ada acara menarik, dan kita harus banyak memanjat lagi. Jangan lupa membawa kameramu, Jack!"
“Ya, tentu saja! Aku harus berhasil memotret kedua rajawali itu!" kata Jack. Wah, pasti asyik kita besok"
Mereka pergi ke kamar tidur masing-masing, sambil menguap. Kiki menguap paling nyaring. Ia sebenarnya sama sekali tida
capek. Tapi ia senang menirukan bunyi yang diperdengarkan anak—anak.
"Uaaaahh!"
8/7/2019 Enid Blyton - Petualangan Di Puri Rajawali
Benarlah! Kiki yang selama itu memperhatikan kesibukan mereka sambil tercengang-cengang, ternyata tidak mau
menunggu lebih lama lagi. Ia terbang ke atas, lalu hinggap di atas papan. Di situ ia berbunyi seakan-akan tertawa, sambil
mengangkat-angkat jambulnya. Setelah itu ia berjalan dengan langkah-langkah kikuk ke seberang, lalu meloncat ke amban
jendela. Jendela itu buatan kuno, jadi tentu saja tidak berkaca.
"Kiki memang paling senang ikut campur urusan orang lain," kata Lucy-Ann. "Kami sudah bisa ikut naik sekarang, Philip?"
"Kami sedang meratakan tempat di tengah-tengah akar dan sulur di sini, supaya ada tempat bagi kalian sambil menunggu
giliran menyeberang," kata Philip sambil menghentak-hentakkan kaki untuk meratakan tumbuhan menjalar di situ. "Ditempat ini tebing agak menjorok ke dalam. Kalau tumbuhan ini lebih kuratakan sedikit lagi, kalian bisa duduk di sini."
"Aku menyeberang sekarang," kata Jack. Tapi kata-katanya itu didengar adiknya, yang langsung berseru-seru dari bawah.
"Jangan, Jack!" seru Lucy-Ann. "Tunggu sampai aku sudah ada di atas. Aku ingin melihatmu dengan jelas. Dari sini cuma
kakimu saja yang kelihatan."
Tidak lama setelah itu anak—anak yang lain sudah menyusul naik ke atas pula. Tidak begitu sulit memanjat tebing itu,
karena ada tali yang dijadikan pegangan. Sesampai di atas mereka memperhatikan betapa Jack duduk di atas papan sambi
mengangkang, lalu beringsut-ingsut maju. Papan itu ternyata sangat kokoh letaknya. Jack merasa aman di atasnya.
Ia sampai di ambang jendela, lalu berdiri. Ia berpegangan pada sisi jendela yang terbuat dari batu.
"Aduh, sempitnya celah ini!" serunya pada anak-anak yang menunggu di seberang. "Kurasa aku tidak bisa menyusup ke
dalam."
"Kalau kau tidak bisa, apalagi aku," kata Philip. "Tapi cobalah terus. Kau kan tidak begitu gemuk!"
Kini Jack benar-benar berusaha masuk. Memang celah itu sempit sekali. Ia menarik perutnya ke belakang, sambil menahan
napas. Ia beringsut-ingsut sambil memiringkan tubuh. Berhasil. Sambil menghembuskan napas lega, ia meloncat ke dalam
mangan yang gelap, lalu berseru pada anak-anak yang lain.
"Hore, berhasil! Ayo, semuanya kemari! Aku sekarang berada dalam suatu ruangan yang gelap. Lain kali kita harus
membawa senter."
Dinah mendapat giliran berikut, dengan dibantu oleh Philip. Jack menerimanya di seberang. Dinah sama sekali tidak
mengalami kesulitan masuk lewat celah jendela yang sempit itu.
Kemudian menyusul Tassie, Lucy-Ann. Philip yang paling akhir. Ia pun agak repot ketika menyusup masuk. Tapi akhirnya
berhasil juga.
"Nah! Sekarang kita sudah ada di dalam puri!" katanya senang. "Ini Puri Petualangan!"
8/7/2019 Enid Blyton - Petualangan Di Puri Rajawali
Anak-anak merasa lega mendengarnya. Tapi Dinah tidak mau lebih lama tinggal di situ. Tadi ia ketakutan. Tapi kini
ketakutannya semakin bertambah, membayangkan tersentuh sarang labah-labah. la bergidik Bayangkan, tahu-tahu seekor
labah-labah besar menimpanya dari atas. Hih!
"Kita pergi saja ke tempat terang," katanya.
Anak-anak lantas memasuki sebuah lorong yang lebar. Di tempat itu sinar matahari masuk lewat jendela yang banyak
jumlahnya. Tassie berjalan merapatkan diri pada Philip. Matanya dipejamkan, karena takut. Ia percaya sekali pada cerita-
cerita lama yang tersiar di desa. Menurut perasaannya, mungkin saja tahu-tahu lelaki jahat itu muncul di depan mereka, dmereka kemudian ditawan olehnya! Tapi walau begitu ke mana saja Philip pergi, ia harus ikut.
"Lihatlah — lorong ini ternyata menyusur tembok penahanan dan menuju ke menara sebelah timur!" seru Jack. "Kita ke
sana yuk! Dari sana, pemandangan pasti bagus sekali!"
"Aku rasanya kayak prajurit jaman dulu, yang berpatroli sepanjang tembok puri," kata Philip sambil berjalan. "Nah, kita
sudah sampai sekarang! Wah -— besar juga tempat ini! Lihatlah, di dasar menara ada ruangan. Dan di situ ada tangga puta
menuju puncak menara. Yuk, kita naik ke atas!"
Anak-anak mendaki tangga putar. Mereka tidak mau memandang berkeliling. Mereka baru akan melakukannya, apabila
sudah sampai di tempat yang paling tinggi. Lewat tangga putar mereka sampai di suatu ruangan lain. Dan dari situ adatangga yang sangat sempit, menuju bagian atap menara.
Bagian atap itu dibatasi tembok setinggi dada. Di balik tembok itulah para prajurit dulu bertahan jika diserang musuh. Ana
anak memandang ke bawah dengan napas tertahan. Mereka belum pernah naik ke tempat setinggi itu. Mereka juga belum
pernah melihat pemandangan seluas dan sehebat saat itu. Seluruh dunia seakan-akan terbentang di bawah mereka,
berkilauan kena sinar matahari. Jauh sekali di bawah nampak lembah dengan sungai berkelok-kelok. Kelihatannya seperti
ular besar bersisik perak. Dari tempat setinggi itu, rumah-rumah di bawah kelihatannya seperti rumah boneka yang kecil
sekali.
"Lihatlah bukit-bukit yang di seberang," kata Jack. "Bukit disusul bukit, sejauh mata memandang!"
Tassie kagum sekali. Tak disangkanya bumi begitu besar. Dari tempatnya memandang di puncak menara tinggi, seluruh
daerah kediamannya terhampar di bawah kaki. Tanpa alasan tertentu, Lucy-Ann merasa seperti akan menangis. Habis,
begitu indah pemandangan di depan mata!
"Tempat ini sangat baik untuk pengamatan!" kata Philip. "Orang yang menjaga di sini sudah bisa melihat musuh datang,
ketika masih jauh sekali. Lihatlah! Itu kan tempat tinggal kita, yang terselip di antara pepohonan itu?"
Pondok Musim Bunga kelihatannya seperti rumah boneka, terletak di lereng bukit.
"Coba ibu bisa kita ajak kemari," kata Dinah. "Ia pasti menyenangi pemandangan ini!"
"Itu! Itu — rajawali yang kemarin muncul lagi!" seru Jack. la menuding ke atas. di mana nampak dua ekor rajawali terbang
menuju awan. "He — bagaimana jika kita makan di sini saja, di atas menara ini! Dengan begitu kita bisa terus menikmati
pemandangan indah dan memperhatikan kedua rajawali itu."
"Ya, ya!" seru anak—anak yang lain. Kiki pun tidak mau ketinggalan. Kalau ada yang ramai-ramai, burung iseng itu pasti iku
menjerit-jerit.
"Kasihan Button," kata Philip. "Aku sebetulnya ingin membawanya ke atas. Tapi risikonya terlalu besar, karena harus menit
papan. Pasti ia sekarang kesepian. Asal jangan minggat saja!"
8/7/2019 Enid Blyton - Petualangan Di Puri Rajawali
“Ah kau kan tahu dia pasti tidak lari," kata Dinah. “Belum pernah ada binatang piaraanmu yang mau minggat — sialan!
Philip, kau kan tidak membawa kodokmu itu sekarang? Jangan bohong, kau membawanya! itu dia, mengintip dari balik
bajumu! Aku tidak mau duduk di sini, kalau kodok itu ada."
"Sudahlah, jangan bertengkar di sini," kata Jack cemas. "Tembok rendah ini berbahaya. Ayo duduk, Dinah! Nanti kau jatuh
"Jangan seenaknya saja menyuruh-nyuruh,"kata Dinah. Sifat pemarahnya mulai kambuh.
"Mana bekal kita?" kata Lucy-Ann. la berusaha mengalihkan perhatian. "Kau yang membawanya, Dinah. Keluarkanlah,
karena aku sudah lapar sekali!"
Sambil duduk sejauh mungkin dari abangnya, Dinah mengeluarkan isi ransel. Di dalamnya ada dua bungkusan besar. Yang
satu ada tulisan ’Makan siang’, sedang bungkusan kedua untuk sore nanti.
"Kembalikan bungkusan yang kedua ke dalam ransel," kata Jack. "Kalau tidak, nanti tahu-tahu sudah habis. Perutku lapar
sekali — rasanya aku mampu menyikat habis apa saja yang ada!"
Dinah membagi-bagikan sandwich, kue, biskuit, buah-buahan dan coklat yang dibawa. Minuman mereka limun, yang
dihidangkan dalam gelas kardus.
"Kita sudah sering piknik," kata Philip, sambil menghunjamkan gigi ke roti tebal berisi telur dan daging asap, "tapi belumpernah di tempat seluar biasa sekarang ini. Merinding rasanya memandang alam yang begini luas."
"Indah sekali rasanya makan sambil duduk-duduk di sini, memandang bukit—bukit serta sungai yang berkelok-kelok dalam
lembah," kata Lucy-Ann dengan puas. "Kurasa orang yang diceritakan Tassie membeli puri ini karena pemandangannya! Ak
juga mau, jika aku banyak uang."
Mereka makan dan minum di situ sepuas-puasnya. Kiki mendapat bagian sandwich, yang dimakannya dengan lahap. Setela
itu ia berjalan-jalan di atas sandaran batu di tepi menara. Macam-macam saja tingkahnya, kadang-kadang ia jungkir balik d
situ. Sedang anak—anak terus makan dan minum, sambil memperhatikan Kiki.
Tiba-tiba burung kakaktua itu berteriak keras, lalu lenyap dari penglihatan. Jangan—jangan terjatuh ke bawah. Anak-anak
kaget, lalu berlompatan bangkit. Tapi saat berikutnya duduk lagi. Semua tersenyum malu — karena teringat bahwa Kiki itu
kan burung! Mana mungkin ia terjatuh.
"Kau konyol, Kiki!" kata Dinah. "Kaget aku karena perbuatanmu! Nah — semua sudah selesai makan? Kalau sudah, akan
kukemaskan barang-barang kita, dan kumasukkan kembali ke dalam ransel."
Jack masih terus memandang kedua rajawali, yang selama anak-anak makan terbang tinggi sekali di udara. Kelihatannya
seperti dua bintik hitam di tengah bentangan langit biru. Kini mereka turun lagi, melayang sambil berputar-putar. Sayap
yang lebar terbentang, untuk mengapungkan diri di atas arus angin.
Di atas bukit banyak angin. Terasa hembusannya terus-menerus di atas menara. Rambut anak-anak beterbangan,
sementara mereka duduk menghadap arah angin sambil memperhatikan kedua rajawali yang semakin merendah.
Halaman dalam puri terhampar di bawah menara, di belakang anak-anak. Tempat itu penuh dengan semak dan rumput lia
Bahkan ada pula beberapa pohon yang masih kecil. Halaman itu sudah kembali ke wujud semula, sama seperti lereng buki
di luar. Batu ubin yang besar-besar bertonjolan, terdorong ke atas oleh semak-semak yang tumbuh dengan cepat di sela-
selanya.
8/7/2019 Enid Blyton - Petualangan Di Puri Rajawali
“Ah, itu kan cerita kuno," tukas Philip. "Melihat buntut cacing merayap keluar dari lubang saja, kau sudah merasa seram.
Bagimu, kurasa hidup ini penuh dengan berbagai hal yang menyeramkan! Cobalah kau membiasakan diri dan membiarkan
kodok meloncat-loncat di atas tubuhmu, atau mengantongi landak, atau beberapa kumbang —pasti dengan segera kau
takkan merasa seram lagi!"
"Sudah, sudah!" kata Dinah. la bergidik, membayangkan ada kumbang merayapi tubuhnya. "Kau memang anak jahat! Tapi
kau kan tidak benar-benar bermaksud hendak tinggal sendiri di sini, Jack?"
"Kenapa tidak?" jawab Jack sambil tertawa. "Aku tidak takut. Kurasa Philip tadi benar, ketika mengatakan bahwa yangmenumpahkan air itu seseorang yang ingin melihat-lihat di dalam puri. Kenapa tidak mungkin? Bukankah kita pun ingin
tahu, lalu mencari jalan masuk ke sini."
"Ya, tapi orang itu — masuknya lewat mana?" tanya Dinah berkeras.
"Melalui jalan yang dilewati Button, mungkin,"kata Philip.
Dinah menatap abangnya.
"Lalu — Button tadi masuk lewat mana?" katanya. ”'Kalau kita berhasil mengetahuinya, tidak perlu lagi kita repot-repot
meniti papan."
“Ah, kurasa masuk liang kelinci di luar, lalu keluar lewat lubang kelinci lagi di sini," kata Philip. Ia menanggapi pertanyaan
Dinah dengan main-main. Dinah langsung marah.
"Kalau ngomong jangan seenaknya!" tukas anak itu. "Kalau Button memang bisa – tapi manusia, tidak mungkin!"
"Astaga - kenapa tak terpikir olehku tadi?" kata Philip dengan nada menggoda. Dinah membungkuk. Diambilnya tanah
segenggam, lalu dilemparkannya ke arah Philip.
"Aduh! Mataku kemasukan tanah!" seru Jack. Ia terduduk, lalu mengusap-ngusap mata. "Tenang sajalah, Dinah. Aku tahu
apa yang harus kita lakukan sekarang. Kita tinggalkan Button di sini kalau kita nanti keluar lewat papan lagi. Lalu kita
perhatikan. lewat mana ia muncul di luar. Dengan begitu kita akan bisa lewat di situ pula, kalau mungkin. Maksudku, lain
kali kalau kita kemari lagi!"
"Ya, betul — itu pikiran yang baik," kata Lucy-Ann. Tassie juga berpendapat begitu. Anak itu bingung, bagaimana caranya
Button bisa masuk ke dalam puri. Padahal ia begitu yakin bahwa kecuali kedua pintu santa jendela sempit yang mereka lalu
tadi, tidak ada lagi jalan masuk yang lain.
"Yuk - sudah waktunya kita pulang sekarang," kata Jack. "Mudah-mudahan saja aku besok bisa kembali lagi ke sini."
8/7/2019 Enid Blyton - Petualangan Di Puri Rajawali
"Benar-benar aneh!" kata Philip pada dirinya sendiri, sebelum terlelap. "Tapi aku tidak mau berpikir tentang hai itu
sekarang. Aku terlalu capek!"
Keesokan harinya hujan turun. Awan mendung berarak-arak, menyebabkan lembah berkabut dan lembab. Sepanjang hari
matahari bersembunyi terus di balik awan gelap. Sungai kecil di belakang rumah tahu-tahu berlipat dua airnya. Bunyinya
berisik, mengalir dengan deras.
"Sialan!" kata Jack mengomel. "Padahal aku ingin sekali pergi ke puri hari ini. Kurasa setiap waktu anak rajawali itu akan
belajar terbang, dan aku ingin bisa mengabadikan percobaannya yang pertama kali."
"Filmmu cukup banyak, Jack'?" tanya Philip.
"Kau kan biasanya kehabisan film,tepat pada saat sangat memerlukannya!"
"Yah — kalau benar begitu, apa boleh buat,” kata Jack. "Di desa kecil yang ada di sini, aku takkan bisa membelinya. Tokony
kan cuma satu."
"Kau bisa saja naik kereta api ke kota terdekat," kata Bu Mannering. "Kenapa kailan tidak berangkat saja ke sana, daripadaterkurung terus sehari ini di sini? Kulihat Dinah sudah gatal-gatal saja mulutnya, ingin bertengkar karena bosan duduk
terus!"
Dinah tertawa. Ia memang tidak suka terkurung terus, seperti dikatakan oleh ibunya. Dan ia memang menjadi kesal, karen
bosan. Tapi Dinah sudah mulai bisa menguasai dirinya, karena ia kan bukan anak kecil lagi.
"Ya, asyik juga jika kita naik kereta api lalu berbelanja di kota,” katanya. "Yuk, kita berangkat! Kita masih ada waktu untuk
mengejar satu-satunya kereta yang singgah di stasiun desa hari ini! Kembalinya juga begitu, dengan satu-satunya kereta
yang berangkat dan mampir di sini!"
Anak-anak bergegas mengenakan mantel dan topi hujan, lalu berangkat mengejar kereta api itu. Ternyata mereka tidak
perlu tergesa-gesa karena kereta lambat yang singgah di stasiun selalu menunggu calon penumpang yang nampak datang.
Dari desa ke kota, jaraknya dua puluh mil. Dengan kereta lambat itu, memakan waktu satu jam penuh. Anak-anak
menikmati perjalanan itu, menyusur lembah-lembah yang terkurung di sela bukit-bukit tinggi. Sekali mereka melihat puri
lain di lereng sebuah bukit. Tapi semua sependapat - puri itu tak setanding dengan puri mereka.
Button ditinggal bersama Tassie. Tassie sebenarnya diajak, tapi anak itu takut pada kereta api. Ia kaget sekali ketika anak-
anak mengajaknya.
Dan ia berkeras, tidak mau ikut. Akhirnya Button dititipkan padanya, dengan pesan agar jangan sampai Bu Mannering
terganggu. Button mendengking-dengking, karena ingin ikut dengan Philip.
Kalau Kiki — ia tentu saja ikut dengan Jack Kiki memang selalu ikut ke mana saja Jack pergi, sambil mengocehkan kata-kata
kocak yang membuat tertawa. Kalau ada banyak orang, burung iseng itu selalu senang memamerkan kepandaiannya. Buka
itu saja, kadang-kadang ia pun suka kurang ajar!
Sesampai di kota, anak-anak turun dari kereta. Ketika mereka sedang berjalan menuju ke tempat belanja, tiba-tiba mereka
dikejutkan oleh seseorang yang memanggil-manggil.
8/7/2019 Enid Blyton - Petualangan Di Puri Rajawali
"Wah — kami harus pergi sekarang," kata Jack menyesal, setelah melirik arlojinya. "Kereta pulang ke desa itu cuma ada
satu, sedang kami masih harus berbelanja. Sampai jumpa lagi, Bill. Senang rasanya, tahu-tahu berjumpa dengan Anda di
sini."
"Selamat jalan. Sampai jumpa lagi, dan mudah-mudahan dalam waktu dekat." kata Bill, dengan senyum khasnya yang suda
dikenal baik oleh anak-anak.
Bab 12
JACK MENGINAP DI PURI
Bu Mannering senang sekali ketika mendengar bahwa anak-anak secara kebetulan berjumpa lagi dengan Bill Smugs. la
merasa berutang budi pada orang itu, karena bantuannya pada anak-anak dalam petualangan mereka setahun yang silam.
"Jika jadi datang, ia bisa tidur di kamarku, sedang aku tidur di kamar kalian," katanya pada Dinah dan Lucy-Ann. "Senangrasanya bertemu lagi dengan dia. Bill mestinya menarik hidupnya, selalu melacak jejak penjahat."
"Dia pasti mau diajak melihat-lihat puri tua kita," kata Lucy-Ann. "Mudah-mudahan hujan tidak turun besok, Jack."
Tapi ternyata hujan turun lagi keesokan harinya. Jack merasa kecewa. Ia sudah khawatir saja, jangan-jangan kedua rajawal
dewasa sudah mengajar anak mereka terbang. Tapi apa boleh buat! Ia tidak bisa naik ke bukit di tengah hujan. Awan
mendung tergantung begitu rendah, sehingga menyelubungi lereng seperti kabut tebal.
Kalau Jack nekat naik, ada kemungkinan ia akan tersesat.
"Tapi kalau Tassie, dalam keadaan berkabut begini pun ia masih bisa menemukan jalan ke atas," katanya. Tassie yang saat
itu ada di situ, mengangguk sambil memandang Jack.
"Memang," kata anak itu. "Kalau kau mau, aku bisa mengantarmu." .
"Jangan!" kata Bu Mannering dengan tegas. "Tunggu saja sampai besok. Kurasa besok cuaca akan cerah kembali. Aku tidak
ingin nanti harus mengerahkan regu penolong mencarimu serta Tassie!"
"Tapi, Bu — aku yakin Tassie dengan mata tertutup pun masih bisa naik ke atas bukit dengan selamat," kata Philip. Tapi
ibunya tidak begitu meyakini kemampuan Tassie, seperti anak—anak. Jadi Jack terpaksa menunggu satu hari lagi.
Keesokan harinya untung cuaca cerah. Matahari bersinar di langit biru. Sedikit pun tidak kelihatan awan yang menggelapi.
Daerah bukit nampak kemilau, sementara sinar matahari mengeringkan tetesan air yang menempel di pepohonan. Cuaca
hari itu benar-benar indah.
"Kita berangkat beramai-ramai ke atas, Jack," kata Philip, "untuk membantumu mengangkut barang-barang yang
kauperlukan. Kau pasti memerlukan selimut tebal, begitu pula makanan. Lalu lilin dan senter. Tak boleh dilupakan pula
kamera serta film."
8/7/2019 Enid Blyton - Petualangan Di Puri Rajawali
Jack menuruni tangga menara sambil bersiul-siul pelan. Kiki mengikuti siulannya. Kalau lagu yang disiulkan oleh Jack
dikenalnya, ia ikut bersiul sampai habis.
Mereka masuk ke halaman dalam. Saat itu kedua rajawali tidak nampak. Mungkin sudah ada dalam sarang. Tapi ketika Jacsampai di halaman, terdengar bunyi gemerisik ramai.
"Kelinci!" kata Jack dengan gembira. "Wah, ada beratus-ratus, barangkali! Kurasa mereka biasa berkumpul di sini setiap
petang. Nanti kalau aku sudah berbaring di pojok berpasir itu, aku akan memperhatikan mereka. Tapi jangan kaukagetkan
mereka ya, Kiki!"
Jack pergi ke tempat yang sudah dipilihnya, dengan berbekal selimut-selimut tebal serta biskuit coklat sebungkus. la
berbaring di atas pasir, sambil menunggu kelinci-kelinci muncul kembali dari liang mereka.
Pemandangan itu mengasyikkan. Kelinci-kelinci itu besar kecil, ada yang berbulu gelap dan ada pula yang nyaris putih!.
Tingkahnya bermacam-macam. Ada yang serius seperti kakek-kakek, tapi ada pula yang jenaka dan senang bermain-main.
Jack memperhatikan mereka dengan senang, sambil memakan biskuit. Kiki ikut memperhatikan, sambil mencubiti telinga
Jack.
"Kurasa kawanan rajawali itu pasti biasa mencari mangsa di antara kawanan kelinci ini," pikir Jack. Tahu-tahu ia sudah
mengantuk. Dihabiskannya biskuit terakhir, lalu diselubunginya tubuh dengan selimut. Ia agak kedinginan sekarang. Pasir
tempatnya berbaring ternyata tidak seempuk bayangannya semula. Mungkin lebih baik jika ia memilih tidur di atas
hamparan semak dan rumput liar.
"Yah, sudahlah! Aku sekarang sudah terlalu mengantuk," pikirnya. “Minggirlah sedikit, Kiki. Sakit tengkukku kena cakarmu.
Lebih baik kau mencari tempat lain untuk bertengger."
Tapi sebelum Kiki sempat pindah, Jack sudah terlelap. Jadi Kiki tetap bertengger di tempat semula. Kelinci-kelinci yang
berkeliaran menjadi semakin berani. Mereka berloncat-loncatan, sampai dekat sekali pada anak laki-laki yang sedang tidur
itu. Bulan separuh muncul dari balik awan senja, menerangi halaman puri dengan cahayanya yang temaram.
Jack tidak tahu apa yang menyebabkan dia bangun dengan tiba-tiba. Pokoknya ia kaget, lalu bangun. Dibukanya mata,
menatap langit malam. Sesaat itu ia lupa, di mana ia berada.
Biasanya kalau bangun, yang nampak langit-langit kamar. Tapi kini ia menatap awan dan bintang-bintang. Kemudian ia
teringat. Ya, tentu saja — saat itu ia berada di halaman dalam puri tua.
Jack. terduduk Kiki ikut terbangun, sambil menguak kesal.
"Apa ya, yang tadi membangunkan aku?" pikir Jack. Ia memandang berkeliling di halaman yang penuh dengan bayangan it
Saat itu bulan muncul kembali dari balik awan. Jack melihat masih ada beberapa ekor kelinci di situ. Sedang di latar
belakang nampak bayangan gelap puri menjulang tinggi dan besar.
8/7/2019 Enid Blyton - Petualangan Di Puri Rajawali
Tapi matanya tetap terbuka lebar. Ia tidak bisa tidur. Ia bukannya masih merasa takut, tapi jengkel. Jengkel, karena tidak
bisa tidur lagi. Pikirannya melayang. Ia teringat lagi pada kawanan rajawali yang bersarang di tebing. Direncanakannya
beberapa gaya pengambilan foto yang baik untuk keesokan harinya.
Dirasakannya cengkeraman cakar Kiki yang bertengger di pundak. Jack tahu, kakaktua itu sudah tidur lagi dengan kepala
tersembunyi di balik sayap. Diinginkannya burung itu masih bangun dan mengajaknya mengobrol. Diinginkannya anak-ana
ada di situ bersama dia. Akan diceritakannya apa yang dikiranya didengar dan dilihatnya tadi.
Akhirnya Jack terlelap juga, ketika fajar mulai menyingsing di ufuk timur. Langit di situ nampak putih keperakan kena cahaymatahari yang belum muncul dari balik bukit Jack tidak lagi melihat langit yang berubah warna — mula-mula keemasan lal
beralih menjadi jingga. Ia juga tidak melihat kedua rajawali terbang dari sarang mereka. Ia terlelap terus. Begitu pula Kiki.
Tapi burung kakaktua itu terbangun ketika terdengar jeritan salah satu rajawali yang sedang terbang. Ia menjawabnya
dengan tiruan yang persis sekali bunyinya.
Teriakan Kiki membangunkan Jack. Ia langsung duduk Kiki terbang dari pundaknya, menunggu dipanggil, lalu datang lagi.
Jack menguap, sambil
mengusap-usap mata.
"Aku lapar," katanya pada Kiki. "Kau juga?"
"Gelap, pengap, kedap," kata Kiki sebagai jawaban. Ia teringat pada ketiga kata baru yang . didengarnya kemarin. "Gelap,
peng...”
"Ya, ya — aku sudah mendengarnya," kata Jack
"He, masih ingatkah kau ketika kita tadi malam terbangun dengan tiba—tiba, lalu pergi ke menara dan sesudah itu ke
dapur?"
Rupanya Kiki masih ingat. Ia menggaruk-garuk paruh dengan cakarnya, sambil menatap Jack.
"Sayang, sayang, sayang," katanya.
"Ya — aku juga menyesal, kenapa kita begitu ribut mengenainya," kata Jack. "Aku konyol saat itu, Kiki. Kini setelah suasana
terang kembali dan aku sudah benar-benar bangun, aku mulai beranggapan bahwa yang terjadi tadi malam itu cuma
khayalanku saja. Kenyataannya memang tidak ada apa-apa, kan?"
Kiki mendengarkan dengan kepala miring ke samping. Jack membuka selimut yang membungkus tubuhnya.
"Begini saja, Kiki! Kita jangan cerita apa-apa tentang sinar di atas menara serta bunyi misterius yang kukira ada tadi malam
ya? Nanti anak-anak menertawakan kita! Sedang Lucy-Ann dan juga Tassie, mungkin akan ketakutan! Aku yakin, semuanya
itu cuma ada dalam khayalanku saja!"
Kiki kelihatannya setuju saja. Dibantunya Jack mengeluarkan biskuit dari bungkusan. lalu buah-buahan. Diperhatikannya
Jack membuka tutup botol berisi limun jahe.
"Kapan ya, anak-anak datang nanti?" kata Jack, sambil mulai sarapan. "Kita coba membuat beberapa foto sebelum mereka
muncul. Setuju, Kiki?"
8/7/2019 Enid Blyton - Petualangan Di Puri Rajawali
Jack menyelinap masuk ke dalam puri dengan Kiki bertengger di atas pundak. Jack saat itu sangat bersemangat, sehingga
lupa pada rasa takut. Kini ia sudah tahu pasti, ada orang lain di dalam puri itu. Karenanya ia ingin menyelidiki, siapa orang
itu.
Ia masuk ke serambi yang luas. Sesampai di situ, ia langsung dikagetkan oleh sesuatu. Ada cahaya terang, datang dari suatu
arah. Cahaya itu remang-remang, tapi tetap merupakan cahaya. Jack memandang berkeliling dengan bingung.
Akhirnya ia melihat dan mana cahaya itu datang. Dari lantai serambi — atau tepatnya, dari bawah lantai! ia menghampiri
tempat itu dengan berhati—hati. Ia sampai di tepi sebuah lubang di lantai. Di situ sama sekali tidak ada tingkap. Lubang itukelihatannya seperti lubang biasa. Tapi Jack tahu pasti, lubang itu tidak ada sebelumnya. Namun cahaya samar itu datang
dari dalam lubang itu.
Jack memandang ke bawah. Dilihatnya tangga batu. Ia tidak tahu, apa yang ada di bawah. Mungkin gudang, tapi mungkin
pula ruangan sel bawah tanah! Dengan cepat Jack lari ke gerbang depan, untuk melihat apakah di menara ada orang. Jika
ternyata ada, ia sempat turun ke bawah dan memeriksa di situ.
Dilihatnya cahaya terang memancar di atas menara. Bagus! Orang tak dikenal itu memberi isyarat lagi, entah pada siapa.
Ada waktu dua sampai tiga menit, sampai orang itu kembali. Jadi ada waktu bagi Jack untuk memeriksa lubang aneh itu.
Secepat kilat Jack sudah menuruni tangga batu. Di bawah ia memandang berkeliling dengan heran.
Ternyata ia berada dalam sebuah ruangan, yang kelihatannya mirip museum! Ruangan bawah tanah itu luas, dengan
permadani tergantung di dinding dan terhampar di lantai. Di sekeliling ruangan berjejer-jejer baju zirah, yaitu pakaian
perang prajurit jaman dulu. Ia sudah sering melihat barang-barang begitu di museum. Di sana-sini nampak kursi-kursi tua
yang besar-besar. Sebuah meja sempit tapi panjang mengisi tepi ruangan, dengan piring dan gelas di atasnya.
Jack memandang berkeliling sambil melongo. Semua benda yang ada di situ nampak sudah kuno. Tapi kelihatan pula bahw
ruangan itu tidak terbengkalai seperti kamar-kamar berperabot yang ada di atas. Di situ sama sekali tidak ada sarang labah
labah atau debu.
Di pojok ruangan terdapat sebuah tempat tidur kuno yang besar, dengan empat buah tiang yang tegak di tiap sudut.
Tempat tidur itu diselubungi kelambu tebal berenda-renda. Jack datang menghampirinya. Kelihatannya bahwa tempat tidu
itu bekas dibaringi, karena pada bantal nampak lekukan. Seperti tersingkap, seperti ada yang bangun dengan terburu-buru
Di atas meja terdapat sebuah kendi berisi air dingin.
"Pasti diambil dari pompa!" pikir Jack "Karena itulah di lantai selalu nampak air tergenang. Rupanya ada orang yang setiap
malam mengambil air ke sana."
Kiki terbang ke seperangkat baju zirah. Burung iseng itu bertengger di atas ketopong sambil memandang ke arah dalam,
seolah-olah mengira ada orang di situ. Jack terkikik pelan. Rupanya Kiki menyangka baju zirah itu manusia sungguhan.
Nampak burung itu bingung.
Saat itu Jack merasa seperti mendengar sesuatu. Ia ketakutan, lalu melesat ke atas sambil membawa Kiki. la meloncat ke
luar, lalu bersembunyi dalam kegelapan serambi Tapi di situ pun ia masih merasa takut. Jangan-jangan orang yang tadi
terdengar langkahnya akan bisa melihat dirinya diterangi cahaya senter yang dibawanya. Karena itu ia lantas cepat-cepat
masuk ke kamar duduk.
Tapi ketika ia bergegas masuk, kakinya menyandung bangku sehingga jatuh ke lantai. Langkah yang terdengar di luar
berhenti dengan tiba-tiba. Rupanya orang itu berhenti berjalan, lalu memasang telinga. Ia mendengar suara bangku jatuh
yang disenggol oleh Jack.
8/7/2019 Enid Blyton - Petualangan Di Puri Rajawali
Dengan hati berdebar keras, Jack bersembunyi di balik pojok sofa tua. Ia berlutut di situ, dengan Kiki di pundaknya.
Keduanya bersembunyi dengan diam-diam. Tapi Jack merasa orang tak dikenal itu pasti bisa mendengar degupan
jantungnya saat itu!
Terdengar langkah seseorang memasuki ruangan dengan hati-hati. Kemudian sunyi lagi. Lalu terdengar lagi orang itu
melangkah. Kali ini sudah lebih dekat ke tempatnya bersembunyi.
Bulu tengkuk Jack berdiri karena seram. Jika orang itu sampai mengitari sofa lalu menyalakan senter, ia pasti akan melihat
Jack. Kening anak itu sudah basah kuyup berkeringat dingin. Kiki mencengkeram pundak Jack kuat-kuat. Rupanya iamerasakan bahwa Jack sedang ketakutan. Kiki tidak tahan lagi!
Tahu-tahu ia terbang, menyambar kepala orang yang tak nampak itu sambil meneriakkan jeritan rajawali. Orang tak dikena
itu berseru karena kaget. Tangannya mengibas kian kemari, berusaha menangkis burung yang datang menyerang.
Senternya terbanting ke lantai. Dalam hati Jack berdoa, mudah-mudahan saja pecah!
Kiki menjerit sekali lagi, kini menirukan bunyi kereta api cepat. Orang tak dikenal itu mengibaskan tangan ke arahnya.
Tersambar olehnya bulu Kiki selembar, lalu disentakkannya sehingga tercabut. Sementara itu Kiki sudah bertengger lagi di
atas kepala Jack yang masih bersembunyi. Kiki menggeram-geram, seperti anjing galak.
"Ampun, tempat ini penuh dengan burung dan anjing!" kata seseorang dengan suara berat dan serak. Kedengarannyaseperti jengkel. Terdengar bunyi menggerapai-gerapai di lantai. Rupanya orang itu mencari-cari senternya yang jatuh. Dan
Akhirnya ketemu.
"Pecah!" gerutu orang itu. Jack mendengar bunyi tombol digeser-geserkan beberapa kali. "Mestinya salah satu rajawali itu
masuk ke sini. Tapi mau apa ia di sini?"
Sambil menggerutu, orang itu keluar. Jack mendengar bunyi aneh, seperti barang berat digeser. Setelah itu sunyi.
Lama sekali Jack tetap meringkuk di belakang sofa. Sedang Kiki sudah terlelap di atas pundak anak itu.
Akhirnya ia memberanikan diri. Ia bangkit, lalu berjingkat-jingkat menuju pintu. Untung ia memakai sepatu beralas karet.
Jack mengintip ke luar. Dari bawah lantai serambi tidak kelihatan lagi cahaya memancar ke atas. Serambi sudah gelap dan
sunyi kembali. Jack memandang ke arah yang menurut dugaannya merupakan tempat lubang tadi. Lubang menuju ruanga
tersembunyi, yang mirip museum dengan berbagai benda kuno yang ada di dalamnya. Mungkin itulah ruangan di mana lak
laki jahat itu dulu menyembunyikan tamu-tamunya dan membiarkan mereka mati kelaparan di situ! Jack merasa seram
membayangkannya.
Tanpa berusaha melihat apa yang terjadi dengan lubang aneh tadi, ia cepat-cepat lari ke halaman lalu naik ke semak
tempat persembunyiannya. Di situ ia merasa aman. Jack merangkak masuk, disertai omelan dan keluhan Kiki. Sesampai di
dalam, ia berusaha tidur lagi.
Tapi sia-sia. Pikirannya penuh dengan ingatan pada kamar aneh tadi. Berulang kali ia bergidik, setiap teringat bahwa ia
nyaris saja tertangkap. Untung ada Kiki. Kalau tidak —
Jack menyayangkan, kenapa anak-anak yang lain tidak ada bersamanya saat itu. Ia ingin sekali menceritakan
pengalamannya pada mereka. Tapi yah —- besok kan mereka datang lagi. Ia harus menunggu dengan sabar. Kecil sekali
kemungkinannya orang yang bersembunyi itu akan muncul pada siang hari. Karena alasan tertentu, orang itu harus
bersembunyi terus. Jadi tentu ia takkan muncul pada siang hari, dengan risiko tempat persembunyiannya diketahui orang
lain.
8/7/2019 Enid Blyton - Petualangan Di Puri Rajawali
"Tapi bagaimana caranya ia mendapat makanan'?" pikir Jack Kalau soal air gampang. Ia bisa mengambilnya dari sumur
pompa. Tapi makanan? Yah — mungkin untuk itulah ia memberi isyarat dari atas menara. ia memberi isyarat dengan sente
pada kawan, atau kawan-kawannya. Kalau begitu, ada kemungkinan akan datang orang-orang ke puri. Tapi lewat mana
mereka masuk?
"Kurasa ini suatu petualangan baru," kata Jack dengan tiba-tiba. Seluruh tubuhnya terasa seperti dirayapi perasaan aneh.
Merinding! "Ya, betul. Perasaan begini pernah kualami tahun lalu — ketika kita beramai-ramai berlayar menuju Pulau
Suram, di mana kemudian terjadi berbagai peristiwa tegang. Wah, apa kata anak-anak nanti, jika kukatakan bahwa kita
kembali menemukan petualangan hebat. Petualangan dalam puri rajawali!"
Akhirnya Jack tertidur juga, setelah dua jam sibuk berpikir dan berangan-angan. Tahu-tahu ia terbangun, karena sinar
matahari menggelitik tubuhnya. Jack merasa lega, karena siang sudah tiba. Ia teringat pada kejadian malam sebelumnya. I
mulai sangsi, jangan-jangan ruangan mirip museum itu hanya ada dalam mimpinya saja.
"Ah, tak mungkin ruangan seperti itu bisa kumimpikan," pikir Jack. Digelitiknya Kiki, supaya terbangun.
Kemudian ia merangkak keluar dari semak, lalu sarapan biskuit dengan buah plum yang dibawakan anak-anak kemarin.
Sambil mengunyah ia memandang puri. Siapakah orang yang bersembunyi di situ?
Tiba—tiba tubuhnya kejang. Matanya nanar, menatap dua orang laki-laki yang kelihatan berjalan di halaman dalam puri.Mereka menuju ke puri. Dari mana tadi masuk? Pasti ada jalan masuk ke situ — atau mungkin orang-orang itu memiliki an
kunci untuk membuka pintu besar?
Kedua orang itu masuk ke dalam puri. Rupanya mereka tidak takut dilihat orang — tidak seperti orang yang bersembunyi d
bawah tanah, "Apakah teman mereka akan bercerita bahwa tadi malam ada orang di sini?" Jack sudah ketakutan saja.
Jangan-jangan mereka nanti mencari dirinya!
Bab 16
BERBAGAI KEJADIAN
Jack bergegas menyusup kembali ke dalam semak, tanpa membungkus tubuh lebih dulu dengan selimut. Sebagai akibatny
habis kulitnya tergores duri. Ketika sudah di dalam barulah ia teringat. Ia meninggalkan beberapa kantong kertas di halama
dalam, dengan sisa-sisa apel makanannya bersama anak-anak.
"Aduh!" keluhnya dalam hati. "Kalau bungkusan itu mereka temukan, pasti mereka akan tahu bahwa ada orang lain di
tempat ini!"
Ia menunggu selama kurang lebih satu jam di dalam semak, sambil sekali-sekali mengintip ke arah sarang rajawali. Ia tidak
tahu apakah sebaiknya ia mengharapkan agar anak-anak lekas datang supaya ia tidak sendirian lagi, atau mengharapkan
semoga mereka agak lambat datang, supaya kedua laki-laki itu sudah pergi lagi apabila mereka muncul.
"Jika mereka memilih tempat ini sebagai persembunyian yang aman untuk seseorang, pasti mereka takkan senang apabila
mengetahui bahwa kami ada di sini," pikir Jack dengan perasaan tidak enak. "Aku mulai merasa sebetulnya kita jangan
datang ke sini. Mungkin puri ini masih ada pemiliknya — mungkin pula kedua orang tadi!"
8/7/2019 Enid Blyton - Petualangan Di Puri Rajawali
Ia mendengar suara orang bercakap-cakap. Ia mengintip dari sela-sela dahan berduri, untuk melihat siapa yang berbicara
itu. Ternyata kedua laki-laki tadi. Teman mereka yang bersembunyi, rupa-rupanya tidak berani muncul dari
persembunyiannya.
Jack memandang mereka dengan diam-diam. Keduanya bertubuh tinggi besar. Seorang di antaranya berjanggut hitam
lebat. Tampang mereka tidak enak dilihat. Jack berusaha menangkap pembicaraan mereka ketika kedua orang itu
mendekat. Tapi mereka berbicara dalam suatu bahasa yang tak dikenalnya.
Tiba-tiba kedua orang itu berhenti. Sambil berseru kaget, laki-laki yang berjanggut membungkuk lalu memungut — kantonkertas yang ditinggalkan Jack di halaman situ. Orang itu melihat sisa-sisa apel yang ada di dalamnya, lalu ditunjukkannya
pada temannya. Sisa-sisa apel itu masih agak segar kelihatannya. Jack langsung menduga, kedua laki-laki itu pasti tahu
bahwa kantong itu belum lama tercecer di situ! Jack semakin meringkuk dalam semak. Ia mengucap syukur bahwa semak
itu lebat.
Kedua laki-laki yang di bawah memencar. Mereka mulai memeriksa seluruh puri dengan seksama. Bangunan utama,
menara-menara tembok pertahanan serta halaman dalam — semua mereka teliti. Sementara itu Jack mengintip mereka
dari dalam semak. Kiki bungkam dalam seribu bahasa.
Kedua laki-laki itu bergabung lagi, lalu menghampiri tebing tempat rajawali bersarang. Kelihatan jelas bahwa mereka
bermaksud hendak mendaki tebing dan memeriksa tempat itu pula.
Jack tidak berani bergerak sedikit pun, seperti seekor tikus yang ketakutan karena ada burung hantu di dekatnya. Hatinya
berdebar keras. Sampai terasa sakit! Kedua laki-laki itu berseru kaget, ketika melihat di situ ada sarang dengan seekor ana
rajawali di dalamnya.
Rupa-rupanya mereka tidak mengenal watak rajawali. Mereka menghampiri sarang itu sampai dekat sekali. Salah seorang
dari mereka bahkan mengulurkan tangan, hendak menjamah.
Saat itu terdengar deru bunyi sayap mengepak. Rajawali yang betina menghunjam turun dari langit tinggi, lurus mengarah
ke kepala orang yang mengulurkan tangannya. Orang yang diserang melindungi kepalanya dengan lengan yang terangkat k
atas, sementara temannya memukul-mukul untuk menghalau burung besar yang marah itu. Sementara itu burung yang
jantan ikut menghunjam ke bawah.
Jack melihat kejadian ini dengan jelas. Tiba-tiba ia mendapat akal bagus. Muka orang yang diserang nampak jelas sekali.
Orang itu masih mendongak, memandang ke arah burung jantan.
Seluruh mukanya kelihatan, sampai ke leher. Jack menekan tombol kameranya. Klik! Ia sudah mengambil foto laki-laki itu.
Tapi sayang tepat pada saat itu orang yang satu lagi sedang menoleh, sehingga mukanya tertutup.
Kedua orang itu mendengar bunyi kamera. Mereka kelihatannya tercengang. Tapi mereka lantas bergegas turun dari tebin
karena pada saat itu burung rajawali betina datang lagi untuk menyerang. Kedua laki-laki itu lari ke halaman. Mereka tidak
bermaksud memeriksa tebing lebih lanjut. Keduanya sependapat, takkan mungkin ada orang bersembunyi di tempat di
mana terdapat sarang burung segalak itu!
Jack menunggu terus dalam semak. Ia memperhatikan kawanan rajawali yang gelisah sekali karena kedatangan kedua laki-
laki tadi. Jack lantas menduga bahwa kedua burung dewasa itu bermaksud mengajak anak mereka meninggalkan sarang.
Mereka hendak mengajarinya terbang, karena merasa tidak aman ditinggal di sarang lagi. Siapa tahu kedua makhluk berka
dua tadi naik sampai ke sarang!
8/7/2019 Enid Blyton - Petualangan Di Puri Rajawali
Jack melupakan rasa takutnya, karena perhatiannya terpikat pada usaha kedua rajawali dewasa itu untuk mengajar anak
mereka terbang.
Mereka mendesak-desak anak mereka sampai ke pinggir sarang, lalu mendorongnya ke tepi tebing tempat sarang itu.
Burung yang masih muda itu berusaha hendak masuk kembali ke sarang. Tapi induknya terbang mengitari sambil menjerit
jerit. Seakan-akan mengatakan dalam bahasa rajawali bahwa ia harus ikut terbang. Anak rajawali kelihatan seakan-akan
mendengarkan. Tapi kemudian memalingkan kepala. Bosan diomeli rupanya!
Namun tahu-tahu ia melebarkan sayap. Lebar sekali bentangannya. Jack memotret beruntun-runtun, termasuk adegan anburung itu mencoba sayapnya. Ia mengepak-ngepakkan sayap dengan begitu bersemangat, sehingga kakinya nyaris tidak
menyentuh tepi tebing lagi. Kemudian dengan gaya yang indah, anak burung itu membubung ke atas. Kedua induk dan
bapaknya mendampingi sambil menjerit-jerit. Anak burung itu sudah bisa terbang!
"Hebat!" kata Jack. Diambilnya gulungan film yang sudah terisi penuh dari kameranya. "Mereka kembali atau tidak, ya? Ta
sebenarnya itu tidak menjadi persoalan, karena aku sudah berhasil membuat foto yang indah-indah. Lebih baik dari foto
siapa pun juga!"
Ketika ia sedang memasang gulungan Film baru, didengarnya suara anak-anak datang. Ia senang karenanya — tapi di mana
kedua laki-laki tadi?
Jack merayap keluar dari semak. Tusukan duri nyaris tak dirasakannya lagi. Ia turun dari tebing, lalu menggabungkan diri
dengan anak-anak yang datang. Dari air mukanya mereka melihat bahwa ia hendak menceritakan sesuatu. Lucy-Ann
bergegas menyongsongnya.
”Apakah yang terjadi, Jack? Tampangmu begitu serius kelihatannya! Bayangkan — kami datang dengan bermacam-macam
bekal. Soalnya, kami diizinkan berkemah di sini selama beberapa hari! Bu Mannering hendak berkunjung ke Bibi Polly. Tap
dalam beberapa hari lagi pasti sudah kembali."
Bibi Polly itu saudara Bu Mannering. Ia jatuh sakit, dan karena itu Bu Mannering hendak menjenguknya.
"Lalu ibuku mengatakan, jika kami mau, kami boleh ikut ke sini selama itu," kata Dinah. "Tapi kau kelihatannya tidak begitusenang mendengarnya, Jack!"
"Begini soalnya," kata Jack. "Di sini ada sesuatu yang aneh. Sungguh-sungguh aneh! Aku tidak tahu, tapi mungkin lebih bai
kalian tidak datang saja. Aku sudah membuat semua foto yang kuinginkan dari kawanan rajawali. Dan aku sungguh-sunggu
beranggapan, lebih baik jika kita semua pulang saja."
"Pulang ke Pondok Musim Bunga? Kenapa?"tanya Philip heran. "Ayo cepat — ceritakan segala-galanya, Jack!"
"Baiklah! Tapi mana Tassie?" tanya Jack, sambil memandang berkeliling.
"Ia tidak diizinkan ibunya ikut," kata Lucy-Ann. "Ketika Tassie menceritakan bahwa kita semua akan ikut menginap di sini
bersamamu, ibunya langsung panik. la sama saja seperti orang-orang desa sini — merasa ada sesuatu yang buruk dan
menyeramkan di tempat ini. Ia benar-benar tidak mengizinkan Tassie ikut. Jadi terpaksa kami tinggal."
"Tassie marah sekali pada ibunya," kata Philip. "Wah, caranya mengamuk, lebih gila lagi daripada Dinah. ibunya dilabrak
olehnya Tapi ibunya tidak kalah galak. Tassie diguncang-guncangnya dengan keras. Yah — pokoknya Tassie tidak bisa ikut
sekarang. Tapi — teruskan ceritamu tadi."
"Kalian — kalian tadi tidak berjumpa siapa-siapa sewaktu datang ke sini?" tanya Jack. Mungkin kedua laki-laki tadi sudah
pergi, pikirnya.
8/7/2019 Enid Blyton - Petualangan Di Puri Rajawali
Ternyata lantai di depannya terbuka sebagian! Sekeping batu besar bergerak ke arah bawah dan kemudian ke samping. Kin
nampak undak-undakan batu, menuju ke ruangan tersembunyi yang dilihat Jack malam sebelumnya. Napas anak-anak
tersentak karena kagum.
"Aku teringat pada kisah Ali Baba atau AIadin," kata Dinah. "Yuk, kita turun, ya? Ini benar-benar asyik!”
Sebuah lampu minyak menyala di atas meja panjang yang terdapat di bawah. Diterangi lampu itu anak-anak meneliti isi
ruangan. Philip, Lucy-Ann dan Dinah bergegas menuruni tangga batu. Mereka mengamat-amati permadani dinding yang
berhiaskan pemandangan perburuan. Mereka juga melihat deretan baju zirah yang mengelilingi ruangan. Begitu pula kurskursi besar dan berat, yang kelihatannya untuk tempat duduk raksasa.
"Mana Jack?" tanya Philip.
"Mungkin mencari kata Dinah. "He, Philip — lihatlah, itu ada lagi pasak di dinding, kayak yang di atas tadi. Apakah yang
terjadi jika ditarik?"
Dinah menarik pasak itu. Dengan disertai bunyi gemeretak lagi, batu besar yang tadi kembali lagi ke tempat semula. Ketiga
anak itu terkurung di bawah tanah!
Bab 17
KETAHUAN
Mereka seperti terpukau memandang batu besar itu tergeser kembali ke tempatnya. Tapi tiba-tiba Philip merasa gelisah.
"Minggir, Dinah!" katanya. "Coba kugerakkan pasak itu. Mudah-mudahan saja bisa!"
Philip menarik-narik pasak itu. Tapi sedikit pun tidak bergerak. Kini didorong. Ditekan. Tapi semuanya percuma!
"Rupanya ini gunanya untuk menutup lubang, bukan untuk membuka," kata Philip. Ia memandang berkeliling, mencari-car
kalau ada pasak atau tuas lain di dekat situ. Pokoknya apa saja yang kelihatannya merupakan alat pembuka lubang. Tapi ia
tidak melihat apa-apa di situ.
"Tapi harus ada," katanya, "karena kalau tidak, mana mungkin Orang yang bersembunyi di sini bisa keluar malam-malam.
Jadi tentunya ada alat pembuka lubang di sinil."
Dinah dan Lucy-Ann ketakutan. Perasaan mereka tidak enak, terkurung dalam ruangan bawah tanah seperti itu. Lucy-Ann
merasa seakan-akan baju-baju zirah itu memandangnya, senang melihat dia ketakutan. Lucy-Ann merasa seram melihat
benda-benda kuno itu.
"Jack kan sebentar lagi pasti muncul di atas, Philip," kata Dinah. "Begitu ia melihat lubang di atas tertutup, ia pasti akan
menarik pasak itu lagi. Kita tidak perlu khawatir."
"Ya, betul juga," kata Philip. Ia agak lega. "Tapi, kau memang konyol, Dinah! Itulah, jangan suka mengutik-utik, kalau belum
tahu apa gunanya."
8/7/2019 Enid Blyton - Petualangan Di Puri Rajawali
"Kurasa kau benar, Philip," kata Lucy-Ann. Ia ketakutan. "Lagi pula, kalau mereka tidak ingin ketahuan orang lain, kan kony
jika mereka berjalan lewat dekat pertanian itu! Anjing-anjing di sana pasta menggonggong, lalu petani keluar untuk
memeriksa."
"Ya! Dan anjing-anjing itu tidak menggonggong, karena kita tidak mendengarnya," kata Philip. "Jadi itu bukti mereka
memang orang dari pertanian. Aduh - kalau begitu orang-orang yang dimaksudkan oleh Jack mungkin masih ada di sekitar
sini."
"Kenapa Jack belum datang," kata Dinah. "Sedang apa dia sekarang?" ,
Jack memang lama sekali pergi. Tapi itu bukan kemauannya sendiri. Sewaktu anak-anak yang bertiga turun ke ruangan
bawah tanah, ia pergi menyusul Kiki. Burung iseng itu terbang memasuki kamar di mana ia bersembunyi dengan Jack
malam sebelumnya. Ketika Jack masuk ke kamar itu, dari jendela tiba-tiba ia melihat ketiga orang yang kemarin sedang
berdiri di sudut halaman dalam.
"Astaga!" pikir Jack. "Ternyata Philip keliru. Orang-orang yang dilihatnya, bukan mereka yang dari sini. Rupanya pekerja
pertanian, yang mungkin hendak memeriksa biri-biri atau melakukan tugas lainnya. Wah! Mudah-mudahan saja orang-
orang itu tidak lekas kembali ke ruangan bawah tanah!"
Jack melesat kembali ke serambi, mendatangi tempat di mana seharusnya ada lubang di lantai. Tapi lubang itu tidakkelihatan, sudah tertutup batu besar kembali.
Jack kaget. Ia tidak tahu bahwa Dinah menarik pasak yang ada di bawah, sehingga lubang tertutup lagi.
Sesaat Jack bingung, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Apakah membuka lubang, untuk memeriksa apakah anak-anak
masih ada di bawah? Tapi jika itu dilakukan, jangan-jangan tepat pada saat itu ketiga orang tadi masuk ke serambi!
Jack bisa mendengar suara mereka mendekat. Jack bergegas kembali ke kamar duduk Karena tergopoh-gopoh ia
menyenggol sebuah kursi.
Debu langsung berhamburan. Ia lari ke sebuah jendela lebar, lalu menyembunyikan diri di balik gorden panjang di situ. Ia
tidak berani menyentuhnya, karena pasti akan langsung hancur menjadi debu jika tersentuh sedikit saja.
Ketiga orang yang di luar rupanya masih tetap mempersoalkan kantong yang berisi sisa-sisa apel. Terasa jelas bahwa
mereka tahu ada orang lain di situ kecuali mereka. Jack kaget sekali ketika melihat bahwa orang-orang itu juga sudah
menemukan barang-barang bekal yang dibawa anak-anak tadi!
Barang-barang itu dibawa, lalu diletakkan di ambang pintu puri. Mereka meneliti dengan cermat sekali. Jack berhasil
menangkap satu dua patah kata. Tapi ia tidak memahaminya.
"Kita harus cepat-cepat pergi dari sini, begitu keadaan mengizinkan," kata Jack dalam hati.
"Kalau tidak, bisa gawat nanti. Coba Dinah dan Lucy-Ann tidak ada lagi di sini! Aku harus berusaha menyelundupkan
keduanya ke kamar yang ada jembatan papannya!"
Ketiga laki-laki yang berdiri di ambang pintu, kini memecah. Dua masuk ke puri. Rupanya hendak mencari dengan teliti di
dalam. Sedang yang ketiga tetap berdiri di ambang gerbang sambil merokok. Kelihatannya ia bertugas menjaga halaman
dalam.
8/7/2019 Enid Blyton - Petualangan Di Puri Rajawali
Jack tidak bisa membuka batu yang menutup jalan masuk ke ruangan tersembunyi. Kalau ia mencobanya juga, laki-laki yan
menjaga di ambang gerbang pasti akan melihatnya. Jadi Jack terpaksa bersabar, menunggu perkembangan selanjutnya.
Ia berdiri di belakang gorden, sambil memasang telinga. Disayangkannya bahwa Bill Smugs tidak ada di situ. Bill selalu tahu
apa yang harus dilakukan pada saat-saat gawat Tapi itu tidak aneh, karena Bill Smugs kan sudah dewasa!
Laki-laki yang berdiri di ambang gerbang sudah habis rokoknya. Tapi puntung yang pendek tidak dilemparkannya
sembarangan ke halaman. Tidak! Puntung itu dipadamkannya dengan saksama pada permukaan mata uang yang
diambilnya dari kantong. Setelah itu dimasukkan ke dalam sebuah kotak kaleng kecil. Rupanya ia tidak mau meninggalkanbekas-bekas yang bisa dijadikan petunjuk bahwa ia ada dalam puri.
Setelah itu ia berpaling dan masuk ke serambi. Jack menahan napas. Didengarnya langkah orang itu menggema.
Mungkinkah hendak kembali ke kamar tersembunyi?
Ternyata memang begitu! Laki-laki itu pergi ke bagian belakang serambi. Sesampai di situ ia meraba-raba dinding. Jack
menduga, orang itu pasti mencari-cari pasak. Ia lantas menyelinap ke balik pintu kamar, lalu mengintip ke luar lewat celah
daun pintu. Dari situ ia bisa melihat apa yang sedang terjadi.
Laki-laki tadi menarik pasak. Batu besar di lantai tergeser dengan bunyi gemeretak. Jantung Jack seakan-akan berhenti
berdenyut. Apakah yang terjadi sekarang? Apa kata orang itu, apabila ia melihat ada tiga orang anak dalam ruangan bawahtanah?
Dinah dan Lucy-Ann juga mendengar bunyi batu besar tergeser. Mereka mendongak Sedang Philip mengintip dari dalam
ketopong, dengan harapan bahwa yang datang itu mudah-mudahan Jack.
Ketiga anak itu kaget setengah mati — karena yang berdiri di ujung atas tangga bukan Jack, tapi seorang laki-laki yang
belum pernah mereka lihat sebelumnya. Dan orang itu menatap mereka dengan heran bercampur marah!
Orang itu tentu saja hanya melihat Dinah dan Lucy-Ann. Kedua anak perempuan itu memandang dengan tubuh gemetar.
Mereka melihat tampang seseorang yang tidak menyenangkan. Berhidung besar, mata terpicing dan bibir yang sangat tipis
Alisnya tebal dan panjang, setengah menutupi mata.
"Nah!" tukas orang itu. Matanya semakin dipicingkan. "Nah! Kalian datang ke sini, lalu memasuki kamarku! Mau apa
kalian?"
Lucy-Ann mulai terisak-isak karena takut. Jack sudah kepingin saja mendorong orang itu supaya jatuh dan patah lehernya.
"Orang jahat, menakut-nakuti Lucy-Ann!" pikirnya dengan marah. Ia kepingin sekali berani muncul, untuk menenangkan
adiknya.
Kemudian terdengar langkah orang datang. Laki—laki yang dua lagi kembali. Teman mereka juga mendengar langkah
mereka, lalu memanggil dalam bahasa asing yang tidak dimengerti oleh Jack. Tapi jelas bahwa orang itu memanggil teman
temannya.
Philip, yang masih bersembunyi dalam baju zirah, memakai kesempatan itu untuk membisikkan petunjuk-petunjuk pada
Dinah dan Lucy-Ann.
"Jangan takut! Mereka pasti mengira kalian berdua cuma iseng, datang ke puri ini untuk melihat-lihat. Bilang saja begitu
pada mereka! Tapi jangan bilang apa-apa tentang aku atau Jack. Sebab kalau sampai ketahuan, nanti kami tidak bisa
menolong kalian! Jack kan masih ada di atas. Dia pasti mencari kalian, lalu menolong kalian lari dari sini. Aku sendiri akan
tinggal di sini terus, sampai ada kesempatan minggat. Mereka kan tidak tahu bahwa aku bersembunyi di sini."
8/7/2019 Enid Blyton - Petualangan Di Puri Rajawali
Philip yang bersembunyi dalam baju zirah, gemetar tubuhnya menahan marah. Jahat sekali orang itu, menakut-nakuti ana
yang sudah takut!
Tapi Philip tidak berani bertindak, karena khawatir keadaan akan semakin parah jadinya.
"Hah, sekarang kami ada urusan yang perlu dirundingkan," kata si janggut tebal. "Kalian boleh ke luar, tapi harus segera
datang jika dipanggil."
Dengan perasaan lega, Dinah dan Lucy-Ann bergegas naik ke atas. Batu besar tergeser dan menutup lubang lagi.
“Kita harus minggat dari sini," bisik Dinah sambil membimbing Lucy-Ann. "Kita harus melakukannya dengan segera,
mencari bantuan untuk menolong Philip. Aku tak berani membayangkan apa yang terjadi pada dirinya, jika ia sampai
ketahuan ada di bawah."
"Mana Jack?" tanya Lucy-Ann terisak-isak. "Kenapa tidak datang?"
Saat itu Jack tidak jauh dari situ. Begitu terdengar batu tergeser menutup lubang, disusul bunyi bisikan Dinah dan isak tang
Lucy-Ann, dengan segera anak itu melesat keluar dari kamar duduk. Lucy-Ann melihatnya muncul, lalu menyongsongnya
dengan gembira.
Jack merangkul adiknya sambil menepuk-nepuk.
"Sudahlah, Lucy-Ann, kau tidak perlu takut lagi,"bujuk Jack. "Kita akan minggat dari sini dengan segera, lalu mencari
bantuan untuk menyelamatkan Philip. Jangan khawatir. Sudahlah, jangan menangis terus."
Tapi Lucy-Ann masih saja menangis. Kini, karena gembira bertemu kembali dengan Jack, dan bukan lagi karena takut. Jack
mengajak mereka pergi ke tingkat atas puri.
"Sebentar lagi kita akan sudah sampai di jembatan tebing, dan setelah itu kita aman," katanya. "Dan dengan segera kita
akan kembali untuk menyelamatkan Philip. Jangan khawatir."
Mereka menaiki tangga yang lebar, lalu menyusur lorong panjang yang diterangi sinar matahari yang masuk dari deretan jendela sempit. Mereka sampai di ruangan yang jendelanya dipakai untuk menyeberang ke tebing.
Dengan gembira Dinah lari menuju ke jendela. Ia ingin cepat-cepat menyeberang ke tebing yang aman. Tapi sesampai di
situ, ia tertegun karena kaget. Di ambang jendela tidak terpasang papan!
"Bukan ini kamarnya!" seru anak itu. "Cepat, Jack, cari kamar yang benar!"
Mereka bergegas lari ke kamar sebelah. Tapi itu juga bukan, karena pada ambang jendelanya tidak ada papan terpasang ke
tebing seberang. Mereka pindah lagi ke kamar berikut, Di situ pun tidak ada papan.
"Aduh, ini rasanya seperti mimpi buruk," kata Dinah. la menggigil ketakutan. "Biar berapa kamar yang kita masuki, papan it
tetap saja tidak ada."
"Tenang, tenang," kata Jack. “Jangan gugup! Kita kembali saja ke ujung gang ini, lalu mulai memeriksa dari sana. Satu per
satu kamar kita masuki. Nanti pasti ketemu juga!"
Tapi harapannya sia-sia. Papan jembatan tetap tidak mereka jumpai. Dalam kamar terakhir mereka berdiri dengan bingung
"Wah — kurasa orang-orang itu sudah mengetahui bagaimana cara kita masuk ke sini," kata Jack, "dan kini papan kita
disingkirkan!"
8/7/2019 Enid Blyton - Petualangan Di Puri Rajawali
"Jack! Ide Lucy-Ann ini baik sekali!" kata Dinah bersemangat. "Cuma Button satu-satunya di antara kita yang tahu jalan
keluar dari sini. Seperti kata Lucy-Ann, dia bisa kita jadikan pengantar surat."
Jack berpikir sebentar.
"Yah — harus kuakui, ide itu tidak ada salahnya untuk dicoba," katanya kemudian. "Yang jelas, takkan merugikan! Baiklah,
Button kita jadikan pengantar surat"
Kini tinggal menulis surat pada Tassie. Jack kebetulan mengantongi buku catatannya. Diambilnya buku itu, lalu disobeknya
sehalaman. Ia menulis, sambil mengucapkan kata-kata yang ditulis.
"Tassie, kami terkurung di sini. Tolong cari bantuan! Kami mungkin terancam bahaya besar!"
Anak-anak menuliskan nama mereka. Setelah itu Jack melipat surat itu. Tapi kemudian bingung, bagaimana cara Button
membawa surat itu.
Akhirnya ia menemukan jalan. Di kantongnya ada segulung benang. Mula-mula diikatnya kertas surat, yang kemudian
digantungkan ke leher Button. Ikatannya cukup ketat. Sebab kalau tidak, ada kemungkinan anak rubah itu bisa
melepaskannya. Button bukan binatang rumah. Jadi tidak biasa berkalung.
"Hah, beres," kata Jack senang. "Kurasa Button takkan bisa melepaskannya lagi sekarang”
"Kembali ke Tassie, Button," kata Lucy-Ann.
Tapi Button tidak mengerti. Anak rubah itu masih berharap bahwa Philip akan muncul. Ia tidak ingin pergi sebelum meliha
anak itu. Kalau bisa, bahkan tinggal di situ bersama Philip!
Jadi anak rubah itu tetap berkeliaran di situ, mencari-cari. Sekali-sekali ia berhenti berjalan, lalu berusaha melepaskan
benda aneh yang tergantung di lehernya. Tapi tidak bisa.
Tiba-tiba terdengar teriakan lantang, menyebabkan anak-anak kaget.
"Hei, kalian berdua! Masuk!"
“Kami harus masuk Jack," bisik Lucy-Ann, sambil merangkul abangnya. "Mudah-mudahan kau bisa agak leluasa malam ini.
Kalau tidur dalam semak nanti, bawa beberapa lembar selimut sebagai tambahan."
"Aku tidak mau cepat-cepat masuk lagi ke sana,”kata Jack. Ia merasa bosan harus meringkuk terus dalam semak sialan itu.
"Selamat tidur, dan jangan cemas! Kalau Button sudah sampai di tempat Tassie, anak itu pasti akan segera datang dengan
membawa bantuan bagi kita."
Jack ditinggal sendiri di halaman dalam yang gelap. Dinah dan Lucy-Ann masuk ke serambi.
Mereka melihat cahaya samar yang berasal dari lampu yang terdapat dalam ruangan tersembunyi. Keduanya bergegasmenuruni tangga menuju tempat itu, lalu memandang berkeliling. Masihkah Philip bersembunyi dalam baju zirah? Mereka
tidak bisa mengetahuinya dengan pasti. Semua baju zirah masih tetap berada di tempat masing-masing. Tapi apakah Philip
masih ada dalam salah satu di antaranya, mereka tidak bisa tahu.
"Kalian akan kami kurung di sini," kata laki-laki beralis gondrong. Sinar lampu menyebabkan tampangnya yang jelek
kelihatan semakin jelek. "Kalian boleh tidur di tempat tidur besar itu. Besok kami datang lagi."
8/7/2019 Enid Blyton - Petualangan Di Puri Rajawali
"Sebaiknya kita naik saja ke tempat tidur, karena siapa tahu orang-orang itu datang lagi," kata Dinah. "Kalau sampai begitu
apa yang akan kaulakukan, Philip?"
"Begitu terdengar bunyi batu besar tergeser, aku akan cepat-cepat bersembunyi di bawah tempat tidur ini," kata Philip."Kurasa orang-orang itu takkan menduga di sini masih ada orang lain di samping kalian berdua. Jadi takkan mungkin denga
tiba-tiba mereka menggeledah di tengah malam!"
Tempat tidur itu cukup luas untuk mereka bertiga. Kasurnya empuk sekali. Philip senang merasakan alas seempuk itu,
setelah begitu lama terkungkung dalam baju zirah yang keras.
Ia duduk, lalu mulai bercerita tentang pengalamannya.
"Kalian masih ingat, ketika kalian meninggalkan aku sendiri di sini?" katanya. "Aku marah sekali, mendengar kalian
diperlakukan dengan kasar. Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Lama sekali aku sendiri di sini. Kemudian ketiga orang itu
kembali. Lubang ditutup, dan mereka duduk menghadap meja.”
"Kau bisa mengerti pembicaraan mereka?" tanya Lucy-Ann.
“Sayangnya tidak,” kata Philip,”membentangkan peta-peta di atas meja, dan kelihatannya seperti menelusuri sesuatu. Aku
sampai hampir terguling karena ingin melihat. Tapi tidak bisa!"
"Wah, pasti mereka kaget setengah mati kalau kau tadi sampai terguling," kata Dinah sambil tertawa. “Tapi untung saja
"Nah, lama sekali mereka duduk sambil mempelajari peta," kata Philip. "Setelah itu mereka makan. Beberapa kaleng
makanan mereka buka. Mulutku sampai penuh liur melihat mereka makan."
"Kasihan! Kau sudah makan sekarang?" tanya Lucy-Ann. Philip mengangguk.
"Jangan khawatir, soal itu beres," katanya.”Begitu mereka keluar lagi dan menutup lubang, aku langsung turun dengan
pakaian zirah dan menyikat habis sisa makanan. Aku sudah tidak peduli lagi, karena terlalu lapar dan haus saat itu. Aku
cuma bisa berharap. semoga mereka tidak menyadari bahwa sisa makanan habis. Aneh rasanya sendiri di sini, dikelilingi
baju zirah berjejer-jejer. Menurut perasaanku saat itu, mungkin saja mereka ikut makan bersamaku. Baju-baju zirah ini,
maksudku!"
"Hii, jangan ngomong begitu ah!" kata Lucy-Ann. Ia sudah takut lagi. Diperhatikannya pakaian perang yang tegak berjejer d
atas panggung rendah sekeliling ruangan. Dibayangkan pakaian-pakaian itu tahu—tahu bisa berjalan sendiri. melangkah
dengan bunyi berkelontang-kelontang.
Philip menepuk Lucy-Ann sambil tertawa.
"Kalau mau minum, sulit sekali tadi," sambungnya bercerita. "Dalam ketopong, aku tidak bisa menenggak dengan baik.
Banyak juga air tumpah. Aku sudah khawatir saja, jangan-jangan orang-orang itu menyangka ada baju zirah yang bisa
mengompol. Untung air tidak sampai menggenang di lantai!" .
Mau tidak mau, anak-anak perempuan itu tertawa mendengarnya. Philip memang pintar sekali bercerita!
8/7/2019 Enid Blyton - Petualangan Di Puri Rajawali
Jack merasa sepi, ketika Lucy-Ann dan Dinah sudah dipanggil masuk ke ruangan bawah tanah. Kini ia sendirian di halaman
dalam yang gelap, bersama Kiki. Bosan rasanya, sendiri terus.
"Mudah-mudahan mereka tidak apa-apa,"katanya dalam hati. "Eh Button! Kau masih di sini rupanya! Kenapa tidak kembake Tassie? Kau toh tidak bisa pergi ke Philip sekarang!"
Anak rubah itu melolong pelan, sambil menggosok-gosokkan kepalanya pada Jack. Jelas bahwa ia minta dibawa ke tempat
Philip.
"Dengar baik-baik, Button. Pulang ke Tassie dengan surat itu," kata Jack. la masih belum sadar bahwa Tassie tidak bisa
membaca. "Cepatlah, Button. Kalau kau sudah sampai di sana, keadaan kami bisa lebih enak Karena begitu surat itu dibaca
olehnya, pasti ia akan segera minta pertolongan."
Tapi Button tetap berada di halaman dalam, bersama Jack. la masih belum putus asa. Ia terus mencari-cari Philip. Tidak
diacuhkannya Kiki yang mengejek-ejeknya.
Malam itu terang bulan. Seekor burung hantu berteriak, langsung ditirukan oleh Kiki. Burung hantu itu terbang
menghampiri, ingin tahu siapa yang menjawab seruannya tadi. Kiki asyik. Ia berpindah-pindah tempat, sambil terus
menirukan suara burung hantu dengan pelan. Burung hantu itu herannya bukan main, karena ternyata di puri itu banyak
sekali burung hantu yang silih berganti memanggilnya.
Ketika Jack sedang asyik mengikuti keisengan Kiki, tiba-tiba dilihatnya tiga orang laki-laki berdiri di halaman. Untung saat it
terang bulan, sehingga ia tidak terlambat melihat mereka. Dan untung pula ia sudah tidak berkeliaran lagi. Coba masih, pas
langsung ketahuan!
Jack buru-buru menyelinap ke balik bayangan tembok besar. Ia sampai di dekat gerbang besar yang menghadap ke jalan
yang kini sudah longsor. Ia duduk dekat suatu semak lebat. Menurut perasaannya tempat itu pasti aman.
Tapi tiba-tiba ia kaget sekali. Matanya melotot. Dilihatnya pintu gerbang besar terbuka pelan-pelan, sedikit pun tanpa
berbunyi. Kini Jack bisa memandang ke luar.
Jack sudah hendak bangkit — tapi cepat-cepat merunduk lagi. Dua orang laki-laki masuk lewat gerbang itu, yang kemudian
tertutup lagi dengan pelan. Terdengar bunyi detak yang agak keras. Kedua laki-laki itu lewat di dekat tempat Jack
bersembunyi. Mereka tidak melihatnya, karena ia berada dalam bayangan semak. Jack merunduk ke tanah, seperti kodok
sedang berjongkok.
Kedua orang itu menggabungkan diri dengan teman-teman mereka yang ada di halaman dalam. Semuanya masuk ke dalam
puri. Menurut Jack, mereka pasti turun ke ruangan bawah tanah. Dan kenyataannya memang begitu.
Jack menunggu beberapa saat lagi. Setelah itu ia bergegas menghampiri gerbang besar. Jika ia berhasil membukanya lalu
keluar, ia sudah bertekat akan turun ke lembah — walau untuk itu ia harus melewati jalan yang longsor tanahnya. Kedua
laki-laki tadi, kan juga lewat jalan itu!
8/7/2019 Enid Blyton - Petualangan Di Puri Rajawali
"Aduh, betul juga. Sialan, ia tidak bisa membaca," kata Jack. "Kita memang konyol! Tolol!"
"Konyol - tolol! Konyol - tolol!" Dengan segera Kiki menirukan ucapan Jack. "Hidup konyol - tolol!"
"Kalau kau tidak diam saat ini juga, kau sendiri yang konyol nanti!" ancam Jack. "Sudah kosongkah kaleng itu, Dinah?
Jauhkan dari Kiki, kalau belum. Nanti habis semua makanan kita disikatnya."
"Kasihan konyol - tolol," kata Kiki dengan sedih, sementara Dinah menarik kaleng makanan serta menepuk, paruh burung
itu.
"Apa yang kita lakukan hari ini?" kata Lucy-Ann.
"Mau apa lagi, kecuali menunggu?" tukas Jack.
"Ya, menunggu sambil berharap bahwa Tassie cukup cerdik dan menunjukkan surat kita pada orang lain," kata Dinah. "Ia
tentunya tahu bahwa ia sendiri takkan bisa menolong kita. Atau mungkin ia sudah datang ke sini, lalu melihat bahwa papa
jembatan kita sudah tidak ada lagi!"
Anak-anak itu merasa bosan, karena tidak bisa berbuat apa-apa. Kawanan rajawali pun sudah tidak ada lagi.
Mereka juga tidak membawa buku, yang bisa dibaca. Karenanya Dinah dan Lucy-Ann berkeliaran saja. Mereka berpikir-pikberani atau tidak naik ke atas menara, lalu memberi isyarat dari situ. Tapi siapalah yang bisa melihat mereka! Paling-paling
Tassie. Sedang anak itu pasti takkan tahu makna isyarat mereka!
"Lagi pula, jika kalian berani naik ke menara, kalian nanti dihukum jika ketahuan," kata Jack. "Jadi lebih baik jangan
mencoba-coba. Kita harus sabar menunggu, sampai Tassie datang dengan bantuan."
Akhirnya hari malam kembali. Dinah dan Lucy-Ann dipanggil, disuruh masuk lagi ke ruangan bawah tanah. Mereka langsun
turun, karena tahu tidak ada gunanya membangkang. Mereka takut pada orang-orang yang kelihatannya galak itu.
Jack tidak kembali bersembunyi dalam semak. Ketika hari sudah gelap, ia pergi mengambil air di mata air yang terdapat
dekat tembok. Ia tidak berani masuk ke dapur untuk memompa air di situ, karena takut kepergok kawanan penjahat yangmungkin akan memeriksa jika terdengar bunyi pompa digerak-gerakkan.
Jack membungkuk hendak minum. Tiba-tiba ia tertegun, lalu memasang telinga. Ia mendengar bunyi yang aneh. Datangny
dari liang kecil, di mana air yang mengucur dari sumber menghilang lagi.
"Uuuh! Hehh! Uahh!"
Terdengar dengus napas, disertai bunyi menggeresek. Rupanya ada sesuatu yang menyusup lewat liang kecil itu. Jack kage
lalu cepat-cepat mundur.
Siapakah yang datang itu?
8/7/2019 Enid Blyton - Petualangan Di Puri Rajawali
Kemudian Jack mendengar suara Button mendengking. Tidak salah lagi, ia mendengar suara anak rubah itu! Jack
membungkuk di atas liang, sambil menyorotkan senternya.
Dilihatnya wajah pucat mendongak, menatapnya! Jack kaget sekali. Itu kan Tassie! Anak perempuan itu diam sesaat, lalumulai menggeliat-geliat lagi sementara cahaya senter disorotkan ke arahnya.
"Tassie! Apa yang kaulakukan di situ?" tanya Jack dengan suara pelan tapi penuh keheranan.
Tassie tidak menjawab, melainkan terus bergerak maju sampai kepala dan bahunya sudah berada di luar liang. Jack
membantunya. Ditariknya anak itu sampai keluar. Button menyusulnya. Anak rubah itu terikat pada tali yang dipegang ole
Tassie, sehingga tidak bisa lari.
Tassie duduk di tanah. Napasnya tersengal-sengal. Kepalanya terkulai di sela lutut yang ditarik ke atas. Jack meneranginya
dengan senter. Tubuh Tassie basah kuyup. Badannya kotor sekali, berlumur lumpur.
Anak itu gemetar kedinginan, tapi juga karena takut. Jack menariknya supaya berdiri, lalu diajaknya ke tebing. Tassie
didorongnya ke balik sebuah batu besar. Setelah itu diambilnya selimut-selimut. Tassie disuruhnya membuka pakaian yang
basah, lalu membungkus diri dengan beberapa lembar selimut. Setelah itu Jack duduk merapatkan diri padanya, supaya
cepat hangat tubuhnya. Dengan segera napas Tassie sudah mulai teratur kembali. Anak itu menoleh. Dipandangnya Jack
sambil tersenyum sekilas.
"Mana Philip?"bisik Tassie.
"Ada di tempat Dinah dan Lucy-Ann," kata Jack. Ia tidak mau terburu-buru menceritakan segala-galanya. "Kau jangan terla
banyak ngomong dulu — atur saja napasmu. Kau capek sekali!"
Dirangkulnya anak itu. Kasihan Tassie! Kenapa ia sampai begitu kehabisan tenaga? Pelan-pelan tubuh anak itu mulai hanga
kembali. Ia duduk sambil merapatkan diri pada Jack.
"Aku lapar,” katanya.
Jack memberinya biskuit serta ikan salm. Sehabis makan, Tassie meminum sari buah pir yang, masih tersisa. Kiki menirukan
suara Tassie minum
"Sekarang rasanya sudah lebih enak," kata Tassie. "Apakah sebetulnya yang terjadi di sini, Jack?"
"Kau saja yang lebih dulu menceritakan beberapa hal kata Jack "Tapi hati-hati, jangan bicara terlalu keras. Di sini ada
musuh."
Mata Tassie langsung membesar. Ia memandang berkeliling dengan ketakutan.
"laki-laki yang jahat itu?" tanyanya.
"Maksudmu yang kauceritakan itu? Tentu saja bukan," jawab Jack. "Tassie, apakah Button mengantarkan surat kami
padamu?"
8/7/2019 Enid Blyton - Petualangan Di Puri Rajawali
"Ya, betul," kata Tassie. "Jack, kemarin aku berhasil menyelinap ke sini. Maksudku hendak bermain-main dengan kalian.
Tapi — papan jembatan kita tidak ada lagi! Ke mana barang itu?"
"Justru itulah yang ingin kuketahui!" kata Jack dengan geram. "Lalu setelah melihat papan itu tidak ada lagi di tempatnya,
apa yang kemudian kaulakukan?"
"Pulang," jawab Tassie. "Tapi aku cemas memikirkan kalian. Kemudian hari ini Button datang. Aku melihat ada tali terikat k
lehernya. Setelah kuperiksa, ternyata ada surat terikat pada tali itu."
"Ya, teruskan," kata Jack.
"Aku — aku tidak bisa membaca," kata Tassie dengan suara sedih. "Mau kutanyakan, tidak ada orang yang bisa kutanya!
Ibuku sedang marah-marah padaku, sedang Bu Mannering belum kembali. Aku tidak mau minta tolong ke pertanian.
Kemudian aku mendapat akal. Button kuikat dengan tali yang agak panjang. Ke mana saja ia pergi, terus saja kuikuti. Butto
sama sekali tidak senang diikat Berulang kali ia berusaha memutuskan tali dengan giginya. Aku pun nyaris digigitnya!"
Jack menepuk-nepuk anak rubah yang berbaring diam-diam di sampingnya.
"Kasihan, ia tidak mengerti apa sebetulnya yang terjadi," katanya. "Lalu — akhirnya kau dibawanya ke sini, ya?"
"Betul! Setelah berkeliaran di lereng bukit sampai aku capek setengah mati. Tidak bosan-bosannya naik turun, naik turun!"kata Tassie. "Setelah gelap, rupanya ia memutuskan untuk mencari Philip lagi. Ia langsung melesat ke atas. Cepatnya kayak
anak panah!"
"Kasihan Button," kata Jack. "Pasti ia bingung, ke mana Philip menghilang!"
"Aku diseret-seretnya! Terus ke atas, sampai di samping sungai. Di bawah puri sungai itu menghilang dalam semacam
terowongan sempit. Aduh, di beberapa bagian terowongan itu sempit sekali! Ternyata menembus tembok puri, dan sampa
di sini!"
"Jadi kau menyusup sepanjang terowongan itu?" tanya Jack tercengang. "Hebat, Tassie! Tapi tidakkah air menyiram
tubuhmu terus?"
"Memang — sampai kadang-kadang aku tidak bisa bernapas," kata Tassie. "Airnya dingin sekali, sedingin es! Tapi sebagian
besar dari terowongan cukup lapang. Bagian itu menembus batu cadas yang sudah aus terkikis air. Di situ aku bisa
merangkak dengan cukup leluasa. Cuma pada bagian awal dan ujungnya saja sangat sempit! Sekali aku bahkan sudah putu
asa, kusangka aku macet di situ. Maju tidak bisa, tapi mundur juga tidak! Kusangka aku akan selama-lamanya tersangkut d
situ, karena pasti takkan ada yang tahu aku di situ!"
"Kasihan!" kata Jack sambil merangkul anak itu. "Kau benar-benar tabah, Tassie. Tunggu sampai Philip mendengar
pengalamanmu, pasti ia kagum!"
Tassie berseri-seri wajahnya. Diharapkannya Philip akan senang. Ia memang datang untuk menolong anak itu. Kini ia yang
berganti menanyai Jack. Segala-galanya ingin diketahui olehnya, sejak keempat anak itu pergi tanpa dia.
Dengan heran dan ngeri ia mendengar cerita Jack. Philip bersembunyi dalam baju zirah di ruang bawah tanah — Dinah dan
Lucy-Ann terkurung di situ - kawanan penjahat berkeliaran sambil menyelinap-nyelinap tanpa diketahui untuk apa —
lorong-lorong rahasia — wah, bukan main! Kedengarannya seperti mimpi saja. Tapi setidak-tidaknya Jack selamat, bersam
Kiki.
"Bisakah kau menyusup masuk ke terowongan ini bersamaku, untuk mencari pertolongan?" tanya Tassie kemudian.
8/7/2019 Enid Blyton - Petualangan Di Puri Rajawali
"Seorang laki-laki," bisik Jack pada dirinya sendiri. "Siapakah itu'?"
Bab 23
KEJUTAN
Jack masih tetap berdiri di depan jendela, sambil menggigil. Diharapkannya orang yang duduk itu sebentar lagi berdiri,supaya ia bisa melihat apakah ia salah seorang dari puri. Kalau betul, kurang ajar sekali orang itu — seenaknya saja
memasuki rumah orang lain!
Akhirnya Jack mengambil keputusan. Ia akan menyelinap masuk ke rumah, lalu mengintip lewat pintu dapur. Dengan begit
ia akan bisa mengetahui siapa laki-laki yang duduk di kursi itu. Dengan tubuh menggigil karena kedinginan serta perasaan
tegang, Jack menyelinap pergi ke balik rumah, menuju ke jendela kamar tidurnya. Jika jendela itu kelihatan tidak tertutup,
hendak memanjat pohon yang tumbuh di dekatnya lalu masuk lewat jendela.
Untung baginya, jendela itu nampak terbuka sedikit. Ia bergegas menghampiri pohon yang hendak dipanjat Karena tergesa
gesa, kakinya tersandung pada ember yang tertinggal di luar. Jack berhenti berjalan. Hatinya berdebar-debar. Aduh - jika
bunyi ember jatuh terdengar oleh orang yang di dalam ....
Setelah menunggu sejenak, Jack cepat-cepat pergi ke pohon yang di dekat jendela lalu memanjatnya.
Dibukanya jendela dengan hati-hati. Begitu sudah terbuka, dengan cepat Jack memanjat ke dalam. Sesaat ia berdiri dalam
kamarnya, nyaris tak berani bernapas.
Setelah itu ia pergi ke gang yang gelap di depan kamar. la berdiri lagi sebentar di situ, sebelum meneruskan langkah
menuruni tangga. Tangga itu sudah tua, sama seperti rumah itu sendiri. Ia ingat, tangga itu selalu berbunyi berderik-derik
8/7/2019 Enid Blyton - Petualangan Di Puri Rajawali
Kedua laki-laki yang berada di halaman berbisik-bisik, mengatur rencana untuk menangkapnya. Mereka menyangka Kiki
manusia! Sementara itu Kiki mulai kesal. Ia kecewa, karena ternyata yang muncul itu bukan Jack
"Habis perkara," kata burung itu dengan nada sedih. Satu dari kedua laki-laki yang di halaman memungut batu, lalu
melemparkannya ke arah Kiki. Kalau sampai kena, pasti mati dia. Tapi untung saja meleset!
Kiki kaget. Seumur hidupnya, ia belum pernah mengalami dilempar dengan batu. Dengan segera ia terbang ke atas tembo
di belakang kedua orang itu.
"Anak nakal!" katanya, "nakal, nakal!"
Kedua laki-laki itu berseru karena marah. Mereka cepat-cepat berpaling. Tapi mereka tidak bisa melihat, siapa yang
mengata-ngatai dari atas tembok itu. Menurut sangkaan mereka, kini mereka berhadapan dengan dua orang. Satu di atas
tebing, dan yang satu lagi di atas tembok.
"Ayo turun!" bentak satu dari kedua orang itu. "Jangan main-main lagi!"
"Gelap, pengap, kedap!" kata Kiki berdendang, lalu turun ke halaman dalam, tidak jauh dari kedua orang itu. Mereka tidak
melihatnya, karena di situ gelap.
Kiki menggeram-geram, menirukan anjing. Kedua laki-laki itu terloncat ketakutan, karena suara menggeram itukedengarannya dekat sekali di belakang mereka.
"Mereka membawa anjing," kata seorang dari mereka. "Awas! Kalau perlu, tembak saja!"
Terdengar bunyi letusan pistol. Tassie yang masih terus bersembunyi dalam semak, kaget setengah mati mendengarnya.
Button juga kaget, lalu lari ketakutan.
Anak rubah itu masih selalu terikat pada tali. Ia lari, dengan tali terseret-seret di belakangnya. Ketika ia melintas di dekat
kedua orang itu, talinya menyentuh kaki seorang dari mereka. Orang itu
kaget, lalu menembak lagi. Button mendengking, walau sebetulnya tidak kena tembakan. Senter dinyalakan, dan meneranButton yang menyelinap pergi.
"Itukah anjingnya? Ternyata kecil," kata orang yang memegang senter.
Kiki merasa asyik sekarang. Ia terbang lagi, lalu hinggap di sebuah pohon. Di situ ia mengeong-ngeong. Bunyinya persis
kucing! Kedua laki-laki itu mendengarnya sambil tercengang.
"Aku bingung sekarang, tahu—tahu muncul seekor kucing," kata laki-laki yang seorang. "Aneh — kalau siang tidak ada apa
apa di sini. Jangan-jangan ada anak-anak iseng di sini!"
"Hidup ratu, konyol - tolol, konyol - tolol," kata Kiki dari atas pohon. lalu tertawa terkekeh-kekeh. Setelah itu ia berkotek
seperti ayam betina, disambung dengan jeritan burung rajawali. Kedua laki-laki itu mulai merasa ngeri.
"Yuk, kita masuk saja," kata seorang dari mereka dengan gelisah. "Tempat ini berhantu!"
Kiki meneriakkan jeritannya yang paling istimewa. Persis bunyi peluit kereta api. Mendengar bunyi itu, kedua laki-laki itu
tidak tahan lagi. Mereka lari pontang-panting masuk ke puri, seolah-olah takut ditabrak kereta api! Kiki tertawa lagi.
Bunyinya terdengar seram di halaman yang gelap itu. Bahkan Tassie pun ikut merasa takut mendengarnya. Padahal ia tahu
yang berbunyi itu Cuma seekor burung kakaktua yang suka iseng.
8/7/2019 Enid Blyton - Petualangan Di Puri Rajawali
"Tentu saja —itu jika Philip mau disuruh pergi bersama mereka!" kata Bill. "Tapi sebelumnya, ia harus menunjukkan dulu
pintu rahasia yang ada di balik permadani dinding. Dan aku punya firasat, setelah itu ia pasti ingin ikut dengan kami!"
"Tentu saja dong," kata Jack. "Aku juga, terus terang! Aku tidak mau disuruh pergi, kalau bisa. Pokoknya terlebih dulu Dina
dan Lucy-Ann harus diselamatkan keluar dari puri. Lalu aku dan Philip akan menggabungkan diri dengan kalian!"
"Aku ingin menyelidiki ke mana kita pergi lewat pintu rahasia itu," sambung Bill. "Kurasa aku sudah tahu, tapi aku ingin
meyakinkannya. Kecuali itu masih ada beberapa hal lagi yang ingin kuselidiki, tapi jangan sampai ketahuan para penjahat
yang di puri. Sayang mereka berbicara dalam bahasa yang tidak dikenal oleh Philip. Coba ia memahaminya, pasti ia bisamengetahui hal-hal yang ingin kami selidiki!"
"Kalau begitu bagaimana cara Anda menyelidikinya sekarang, Bill?" tanya Jack.
"Dengan cara sama seperti yang dilakukan Philip," kata Bill sambil tertawa. "Aku bersama anak buahku akan bersembunyi
dalam baju zirah, lalu mendengarkan perembukan para penjahat dengan diam-diam!"
"Wah! Sama sekali tak terpikir olehku kemungkinan itu!" kata Jack. "Bill — menurut Anda, Anda bisa melakukannya?
Bolehkah aku ikut bersembunyi di situ, bersama Philip?"
"Kita lihat saja nanti," kata Bill. "Akal Philip, bersembunyi dalam pakaian perang jaman kuno itu baik sekali, walau pada
mulanya ia memaksudkannya sebagai lelucon untuk membuat kau kaget. Nah —— kita sekarang sudah sampai di tempat
tanah longsor rupanya!"
Kenyataannya memang begitu. Semuanya turun dari mobil. Jack disuruh jalan paling depan. Diajaknya Bill dan anak
buahnya menyusur jalan kelinci, sambil menerangi jalan itu dengan senter.
Tidak gampang berjalan dalam gelap di situ. Mereka berjalan sambil membisu, karena Bill melarang bercakap-cakap. Butto
berlari-lari di samping Jack Anak rubah itu sudah gembira lagi, karena berharap akan bisa berjumpa dengan Philip.
8/7/2019 Enid Blyton - Petualangan Di Puri Rajawali
Hawa panas sekali. Semuanya berjalan dengan napas terengah-engah. Muka basah berkeringat Baju Jack menempel ke
tubuhnya. Sekali-kali terdengar bunyi guruh di kejauhan.
"Kelihatannya akan terjadi badai hujan nanti," kata Jack dalam hati. Untuk kesekian kalinya ia menyeka keringat yang
membasahi kening, supaya jangan sampai masuk di mata. "Mudah-mudahan saja Dinah dan Lucy-Ann sudah kembali
berada dalam ruangan bawah tanah, sehingga tidak mendengar bunyi guruh. Tapi Tassie kurasa terpaksa ditinggal di
halaman dalam puri, supaya jangan sampai terlihat oleh para penjahat,"
Mereka mendaki terus, sampai akhirnya tiba di sisi tembok puri. Jack berhenti.
"Kita sudah sampai di tembok puri," bisiknya. "Sekarang bagaimana Anda hendak masuk, Bill?"
"Mana pintu satu lagi yang kauceritakan tadi — bukan pintu depan yang besar, yang menghadap ke lereng dan yang dipak
kedua penjahat masuk! Tapi pintu yang lebih kecil," kata Bill.
"Bisa saja kita ke sana — tapi kan sudah kukatakan, pintu itu terkunci," kata Jack.
Diduluinya Bill serta anak buahnya berjalan. Menyusur tembok, lalu menikung di sudut. Mereka sampai di depan pintu yan
dimaksudkan oleh Bill.
Pintu itu kokoh sekali, terpasang rata ke dinding. Tepi atas daun pintu melengkung, mengikuti bentuk tembok yangmerupakan ambangnya. Bill mengambil senternya, lalu menyorotkannya ke pintu. Kemudian berhenti pada bagian kunci.
Digamitnya salah seorang anak buahnya, disuruh mendekat. Orang itu datang, lalu mengeluarkan seberkas anak kunci dari
kantongnya. Dicobanya satu per satu dengan cekatan. Tapi tidak ada yang cocok.
"Tidak bisa, Sir," bisiknya pada Bill. "Kunci ini bukan model kuno. Kelihatannya belum lama dipasang. Saya takkan bisa
membukanya dengan kumpulan anak kunci ini."
Jack mendengarkan dengan perasaan kecewa. Dengan begitu, Bill kan tidak bermaksud hendak mendobrak pintu? Kalau it
yang dilakukan, para penjahat dengan segera akan mencium adanya bahaya.
Bill memanggil anak buahnya yang lain. Orang itu datang dengan sebuah alat berbentuk aneh, kelihatannya seperti kaleng
kecil dengan pipa yang agak besar di ujungnya. Jack memandang alat itu dengan heran.
"Kalau begitu kau saja yang mencoba, Jim," kata Bill. "Mulailah, tapi kalau bisa jangan sampai berisik. Kalau kusenggol, kau
harus berhenti dengan segera!"
Terdengar bunyi mendesis, keluar dari kaleng itu. Semburan nyala biru menyusul dari ujung pipa. Jack sampai kaget
mendengarnya. Laki-laki yang memegang alat itu mengarahkan nyala api ke daun pintu, sedikit di atas lubang kunci.
Jack memperhatikan dengan kagum. Nyala api itu membakar habis kayu pintu di tempat yang diarahkan! Ternyata nyala it
sangat kuat. Orang yang memegang alat itu bekerja dengan tenang. Dikitarinya kayu sekeliling lubang kunci dengannyalanya. Dan bagian kayu yang tersentuh, langsung terbakar sampai berlubang.
Sekarang barulah Jack melihat, apa sebetulnya yang hendak dilakukan. Dengan membakar kayu sekeliling pengunci pintu,
daun pintu nanti bisa dibuka dengan meninggalkan pengunci pintu di tempat semula! Hebat juga akal itu, pikir Jack.
"Sekarang kita masuk," kata Bill, sambil mendorong daun pintu pelan-pelan sehingga terbuka. "Semua sudah siap?"
8/7/2019 Enid Blyton - Petualangan Di Puri Rajawali
"Aku datang bersama kedua anak perempuan itu," kata Philip. "Selama ini aku bersembunyi di kolong tempat tidur. Kalian
tidak pernah memeriksa ke situ. Kami sebetulnya tidak berniat jahat. Kami datang untuk bermain-main saja dalam puri ini.
Kami tidak tahu bahwa puri ini ada yang memiliki!"
"Ambil kedua anak perempuan itu dan bawa ke sini," kata Scar-Neck pada laki-laki beralis gondrong. "Kita tanyai mereka
bertiga satu-satu. Keterlaluan — waktu kita terbuang percuma, hanya karena harus menangani segerombolan anak-anak!"
Si alis gondrong menghampiri tempat tidur. Menurut sangkaannya, Dinah dan Lucy-Ann masih ada di situ, tidur pulas
seperti biasanya. Tapi ketika kelambu disingkapkan, mata orang itu langsung melotot! Kedua anak perempuan itu tidak adlagi di tempat tidur. Dengan kasar laki-laki itu menarik selimut-selimut yang ada di situ.
"Mereka tidak ada di sini!" katanya kaget. Laki-laki yang berjanggut cepat-cepat menoleh ke arahnya.
"Jangan main-main!" tukasnya. "Mereka harus ada di sini! Kita kan tahu, mereka tidak bisa ke mana-mana begitu lubang
sudah tertutup lagi!"
"Mungkin anak laki-laki itu mengeluarkan mereka, dari atas," kata si alis gondrong. Kini Scar-Neck berpaling lagi, menatap
Philip dengan mata terbelalak. Philip sebenarnya ikut heran karena Dinah dan Lucy-Ann sudah tidak ada lagi di situ. Tapi ia
tidak memperlihatkan keheranannya.
Laki-laki yang beralis tebal membungkuk, melihat ke kolong tempat tidur. Tapi semua tahu, kedua anak perempuan itu
sudah tidak ada lagi dalam ruangan itu. Scar-Neck melontarkan pertanyaan bernada galak pada Philip. "Kau yang
mengeluarkan mereka, ya?!"
“Tidak — bukan aku," jawab Philip. "Selama ini aku bersembunyi di sini, di kolong tempat tidur. Aku tidak pernah naik ke
atas."
"Kalau begitu, siapa yang mengeluarkan mereka?" tanya si alis tebal. Keningnya berkerut, sehingga alisnya yang gondrong
nyaris menutupi kedua matanya.
"Ayo — mengaku!" bentak Scar-Neck. Suaranya terdengar mengandung - ancaman.
Tapi Philip diam saja. Ditatapnya laki-laki itu dengan sikap menantang. Scar-Neck rupanya sudah habis sabarnya.
Ditempelengnya Philip keras-keras, sehingga anak itu terpelanting dari kursi. Philip bangkit kembali.
"Hah — mau mengaku atau tidak?" kata Scar-Neck dengan geram. Teman-temannya melihat saja, tanpa mengatakan apa-
apa.
Tapi Philip masih tetap membungkam. Jack bangga melihat temannya itu. Philip sangat berani, pikirnya. Tapi detik berikut
jantungnya serasa berhenti berdenyut, karena Scar-Neck kini mengambil pistol dan meletakkannya ke atas meja.
"Banyak cara untuk memaksa anak bandel mau membuka mulut," sergahnya, sementara matanya memerah karena marah
Philip terkejap-kejap beberapa kali. Agak seram juga rasanya melihat senjata api yang berkilat-kilat itu. Tapi kemudian
ditatapnya Scar-Neck kembali. Ia tetap tidak mau membuka mulut.
Tidak ada yang tahu apa yang mungkin terjadi kemudian, apabila tidak dengan tiba-tiba terjadi sesuatu yang tidak
disangka—sangka! Button yang selama itu bersembunyi di bawah kursi yang terletak di ujung ruangan, tahu-tahu melesat
ke luar dan menubruk Philip dengan gembira.
8/7/2019 Enid Blyton - Petualangan Di Puri Rajawali
Ketiga penjahat yang masih ada di bawah bernasib sial. Seorang di antaranya pingsan. Temannya tidak bisa berkutik lagi,
karena tubuhnya diduduki oleh Bill. Sedang yang ketiga semula berusaha melarikan diri lewat pintu rahasia di balik
permadani. Tapi Jim berhasil meringkusnya.
Bill akhirnya berhasil menemukan senter, lalu menyalakannya. Lampu minyak pecah berantakan. Untung saja tidak sampa
terjadi kebakaran karenanya. Tapi dengan senter pun ruangan itu sudah cukup terang. Bill memandang berkeliling.
Orang yang tadi diduduki, kini sudah di tangan salah seorang anak buahnya. Penjahat itu nampak lesu. Matanya bengkak
sebelah, sedang keningnya benjol. Bill kelihatan aneh. Ia masih memakai baju zirah. Tapi ketopongnya sudah dilepaskan,sehingga kepalanya yang botak dengan rambut lebat di pelipis nampak mencuat dari lubang leher pakaian perang itu. Ane
sekali kelihatannya!
Jack dan Philip merangkak keluar dan kolong tempat tidur. Bill harus menarik Jack, karena anak itu tidak bisa keluar sendir
karena masih tersangkut. Dengan segera Jack melepaskan baju zirah yang terasa menyesakkan. Setelah itu dilepaskannya
tali yang mengikat pergelangan tangan Philip.
Bill Smugs kelihatan jengkel, karena kedua penjahat terbesar berhasil melarikan diri. Ia berseru memanggil Tom.
"Kau masih ada di situ, Tom?"
"Ya, Sir," jawab Tom. Suaranya agak lesu.
"Kau berhasil meringkus kedua orang yang lari ke atas tadi?" teriak Bill lagi.
"Tidak, Sir! Apa boleh buat, tahu-tahu saya disergap sehingga mereka bisa minggat,’ jawab Tom. Suaranya semakin lirih.
Bill mengumpat pelan.
"'Kau memang tolol, Tom!" katanya. "Ayo, turun ke sini! Posisimu di atas kan menguntungkan sekali tadi — mestinya bisa
mencegah supaya tidak ada yang lari, biar yang naik sepasukan sekali pun!"
"Habis, di sini gelap, Sir," kata Tom mencari alasan. "Saya tidak bisa melihat apa-apa."
"Sekarang dua penjahat terbesar berhasil lari," kata Bill dengan geram. "Kalau caramu bekerja begitu, sulit rasanya bisa na
pangkat, tahu! Coba aku tadi menempatkan orang lain di atas. Kurasa sekarang kedua penjahat itu sudah jauh! Pasti ada
mobil mereka disembunyikan di dekat-dekat sini, siap untuk dipakai melarikan diri apabila keadaan memaksa."
Kasihan Tom! Ia sangat malu. Orangnya tinggi besar, sehingga menurut perasaan Jack dan Philip ia seharusnya bisa dengan
gampang meringkus kedua penjahat tadi!
"Sekarang ikat ketiga penjahat ini!" kata Bill, sambil menunjuk mereka dengan anggukan kepala singkat. Jim melaksanakan
perintah itu dengan cekatan. Ketiga penjahat yang diringkus, termenung dengan tampang kuyu.
"Sekarang kita periksa kertas-kertas itu," kata Bill. Seorang anak buahnya menghamparkan kertas-kertas dokumen itu di
depannya. Bill mempelajarinya dengan teliti.
"Ya — memang Scar-Neck itu mata-mata yang sangat hebat," katanya kemudian. "Pasti ia jengkel sekali, karena terpaksa
tidak bisa membawa dokumen-dokumen ini. Nilainya besar sekali bagi dia, serta bagi negara yang membayarnya sebagai
mata-mata di sini."
Kertas-kertas dokumen itu digulung lagi oleh salah seorang anak buah Bill. Saat itu terdengar lagi bunyi guruh bergulung-
gulung. Semua agak kaget mendengarnya.
8/7/2019 Enid Blyton - Petualangan Di Puri Rajawali
"Kurasa badai kini sudah ada di atas kita,” kata Bill. "Lebih baik kita jangan ke luar dulu, sebelum badai itu berlalu."
"Anda tidak hendak memeriksa pintu rahasia itu?" tanya Jack sambil menunjuk ke arah permadani yang tersingkap. Ia agak
kecewa.
"Ya, tentu saja," jawab Bill. "Aku akan memeriksanya bersama Tom, sementara yang lain-lain turun membawa tahanan ini
Tapi kurasa lebih baik menunggu sampai hari sudah pagi."
Badai semakin menjadi-jadi. Ketika Philip bercerita pada Bill tentang pengalamannya hari itu, ia terpaksa berteriak, supaya
suaranya masih bisa terdengar di atas gemuruh hujan dan petir.
"Aku merasa bosan di sini terus," saru Philip. "Lalu kuputuskan untuk masuk ke dalam lorong rahasia dan memeriksa ke
mana arahnya. Begitu para penjahat bangun lagi setelah tidur cukup lama di sini, lalu naik ke atas, aku cepat-cepat keluar
dari kolong tempat tidur dan masuk ke lubang yang ada di balik permadani itu. Lubang itu dibiarkan terbuka oleh para
penjahat, persis keadaannya sekarang. Ketika aku masuk ke situ, ternyata .... "
Kalimatnya terpotong sesaat, karena ia dikagetkan sinar kilat yang menyambar di luar. Semua mendengarkan ceritanya
dengan penuh minat. Tentu saja kecuali para penjahat. Kemudian Philip melanjutkan ceritanya.
"Nah — Seperti kataku tadi, ternyata pintu itu terkunci. Tapi anak kuncinya ada di Aku cepat—cepat memutarnya, lalu
membuka pintu. Begitu terbuka, aku langsung melangkah masuk. Aku berada dalam suatu lorong sempit."
"Tidak gelap di situ?" tanya Jack
"Tentu saja gelap — tapi aku kan membawa senter," kata Philip. "Dengannya aku bisa melihat dengan jelas. Lorong itu aga
menurun arahnya, mula-mula di antara dua dinding dari batu. Mestinya itu fondasi puri ini. Kemudian aku menduga bahw
aku sudah sampai di luar puri, karena terowongan yang kulalui kemudian nampak dipahat di tengah batu cadas."
"Dan kau tentunya sampai di sisi seberang bukit ini, ya?" kata Bill. "Lalu, ada yang menarik kaulihat di sana?"
"Aku tak sampai sejauh itu," kata Philip. "Di tengah jalan kudengar ada orang berjalan di belakangku. Aku cepat-cepat
bersembunyi, dengan jalan naik ke pinggir dinding yang agak menjorok ke dalam pada bagian itu dan berbaring di situ."
"Astaga! Lalu bagaimana — apakah orang itu kemudian lewat?" tanya Jack tegang.
"Ya — tapi rupanya ia mencari aku," kata Philip. "Soalnya aku lupa menutup kembali pintu rahasia. Lalu ketika para penjah
turun lagi ke sini, mereka heran melihat pintu rahasia terbuka. Dengan segera seorang dari mereka disuruh masuk ke
lorong, untuk memeriksa siapa sebenarnya yang membukanya."
"Lalu setelah itu?" tanya Bill. Tapi suaranya lenyap ditelan bunyi guntur yang menggelegar tepat pada saat itu.
"Orang itu kemudian kembali lagi, ketika tidak menemukan siapa-siapa dalam lorong," kata Philip melanjutkan cerita. "Tap
kepala penjahat tidak puas! Mereka lantas beramai-ramai ikut mencari. Yah — akhirnya aku ketahuan juga! Aku langsungdiseret turun dari tempatku bersembunyi."
"Apa yang terjadi setelah itu?" tanya Bill. "Kau tidak langsung dibawa ke sini, sebab adik-adik kalian bingung melihat kau
tidak ada ketika mereka turun lagi ke sini."
"Memang betul begitu. Aku ditinggal dalam lorong, dengan kaki dan tangan terikat," kata Philip. "Kata mereka aku rupanya
senang berada dalam lorong, karena itu aku boleh terus berada di situ sampai dijemput lagi untuk ditanyai. Jadi aku terus
8/7/2019 Enid Blyton - Petualangan Di Puri Rajawali
Jack dan Philip menyusul ke luar, lalu memandang ke bawah. Ternyata mereka berada pada lereng yang curam sekali.
Di bawah mereka nampak sebuah bangunan yang kelihatannya seperti rumah petani, dengan sejumlah bangunan kecil
terserak di sekitarnya, menempel ke lereng bukit. Di sekeliling bangunan-bangunan itu terdapat pagar kawat berduri. Tak jauh di bawah tempat mereka berada pun kelihatan ada pagar kawat semacam itu.
Di belakang bangunan utama terdapat semacam hutan kecil, dengan tanah lapang di tengah-tengah. Nampak di situ sebua
mesin besar berkilat-kilat, aneh bentuknya. Orang yang berada di pertanian atau di dekat situ pasti tidak bisa melihatnya,
karena terlindung pohon. Tapi dari atas, nampak jelas!
"Mesin apa itu?" tanya Jack, sambil menatap mesin yang berkilauan kena sinar matahari pagi. "Aku juga tidak tahu," jawab
Bill. "Mesin itu merupakan salah satu alat rahasia negara kita — yang saat ini sedang dibangun para ahli teknik militer kita
yang paling hebat."
"Lalu itukah yang sedang diintai Scar-Neck?" tanya Philip.
"Betul — itulah yang diincarnya selama ini," kata Bill. "Ia mendengar desas-desus mengenainya, lalu berhasil mengetahui d
mana percobaan rahasia sedang dilakukan. Bukan main senang hatinya, ketika kemudian mendengar bahwa puri kuno yan
terdapat di balik bukit ini ditawarkan untuk dijual."
"Astaga! Lalu ia membeli puri itu?" kata Jack.
Bill mengangguk.
"Betul! Sebelum ini aku telah mengadakan penyelidikan, untuk mengetahui siapa pemilik puri itu sekarang. Scar-Neck tida
membelinya atas namanya sendiri tentunya — ia tidak sebodoh itu! Tidak, ia membelinya dengan meminjam namaseseorang penduduk sini, yaitu Browm. Brown dikenal sebagai seseorang yang tertarik pada bangunan kuno. Tapi aku
dengan segera berhasil mengusut, siapa sebenarnya dalang yang ada di belakangnya."
"Wah! Anda memang pintar, Bill," kata Jack dengan kagum.
"Ah, soal begitu urusan gampang dalam pekerjaanku. Aku sudah menebak, Scar-Neck pasti sedang berusaha memata-mata
rahasia ini. Tapi semula aku sama sekali tidak bisa membayangkan siasat yang dipergunakannya. Seperti kalian lihat sendir
mesin itu letaknya sangat tersembunyi di belakang pertanian itu. Lagi pula dilindungi dengan kawat berduri, yang kurasa
sebagian dialiri arus listrik."
"Nah — kalau begitu bagaimana caranya bisa menyelidiki?" kata Philip bingung.
"Dengan jalan memotretnya, serta menggali terowongan di bawah tanah, melewati kawat berduri dan masuk ke lapangan
yang di tengah-tengah itu," kata Bill menduga. "Lihatlah — kalian lihat tanda-tanda penggalian di sebelah sana itu? Nah,
kurasa Scar-Neck beserta kawanannya mulai menggali terowongan dari sana, sampai ke ' sebelah dalam lapangan."
"Tapi masa tidak ada yang melihat?" kata Jack.
8/7/2019 Enid Blyton - Petualangan Di Puri Rajawali
"Soalnya, tidak ada yang mengira bahaya bisa datang dari arah sini," kata Bill. "Kan kelihatannya mustahil ada yang bisa na
sampai di sini, karena lereng bukit di sebelah sini curam sekali.”
"Dan tidak ada yang tahu mengenai lorong tersembunyi di bawah puri, yang menuju ke sisi bukit sebelah sini," kata Jack.
"Lalu dari mana Scar-Neck bisa mengetahuinya?"
"Kurasa ia berhasil memperoleh denah asli puri kuno itu," kata Bill. "Pemiliknya sebelum ini kan kabarnya tidak waras
otaknya! Kalian tentunya juga tahu, dari kabar-kabar tentang segala tindakannya yang serba aneh. Orang itu membangun
berbagai kamar rahasia dengan peralatan yang macam-macam, dan hidup di situ dalam alam khayalannya. Scar-Neckkemudian memanfaatkan kamar dan lorong tersembunyi yang sekarang sudah kita ketahui itu, karena ternyata lewat loro
itu ia sampai pada suatu tempat di balik bukit, yang letaknya tepat di atas mesin baru yang hendak dicuri rahasianya!"
"Scar-Neck itu berani," kata Philip.
"Memang, mata-mata pada umumnya orang yang berani," kata Bill. "Tapi Scar-Neck sangat jelek wataknya. Di negaranya
sendiri pun ia tidak disukai. Orangnya tidak bisa dipercaya. Bahkan teman karibnya pun, ia tidak segan-segan untuk
menipunya! Yah- — apa boleh buat, sekali ini ia berhasil meloloskan diri. Tapi untung saja kertas-kertas catatan yang
dibuatnya tertinggal semua dalam ruangan bawah tanah!"
"Jadi dengan begitu ia tidak berhasil, Bill?" tanya Philip.
"Siapa tahu, mungkin saja ia mampu mengingat segala perincian yang perlu diketahui," jawab Bill. "Daya ingatan Scar-Neck
terkenal luar biasa baiknya. Jadi ada saja kemungkinan ia masih bisa merugikan negara
"Ah, mudah-mudahan saja jangan," kata Philip. "Sayang kita tidak berhasil membekuknya tadi, beserta Si Alis Gondrong.
Aku tidak senang melihat tampang kedua-duanya!"
"Penjahat yang tiga orang lagi ini bandit murahan, yang mau disuruh melakukan apa saja asal dibayar," kata Bill. "Wah —
aku pasti kena marah nanti, karena tidak berhasil meringkus kedua oknum yang merupakan otak komplotan ini. Memang
salahku sendiri — kenapa sampai mereka bisa melarikan diri tadi. Seharusnya aku sudah bisa menduga, Scar-Neck pasti
akan memecahkan lampu minyak supaya ruangan menjadi gelap-gulita."
Setelah beristirahat sebentar di situ, Bill mulai mencari jalan untuk turun. Bagaimana caranya, tanpa risiko tersangkut pada
kawat berduri yang mungkin ada arus listriknya? Sedang menyusup ke bawah lewat terowongan yang dibuat oleh kawana
Scar-Neck, tidak ada yang mau.
Saat itu Bill melihat seseorang sedang berjalan di bawah. Ia memanggil-manggil. Orang itu mendongak Kelihatannya heran
karena melihat begitu banyak orang berdiri di atas tebing yang curam.
"Siapakah kalian?" seru orang itu.
"Apakah Kolonel Yarmouth ada di situ?" balas Bill. "Aku kenal padanya, dan ingin bicara dengan dia. Tapi tidak bisa turun,
karena ada rintangan pagar kawat berduri."
Tiba-tiba Jack melihat ada kamera yang bagus sekali, di bawah suatu semak.
"Lihatlah," katanya sambil menuding benda itu. "Dengan itu rupanya mereka memotret mesin rahasia itu! Belum pernah
kulihat kamera sebagus itu. Kelihatannya sama sekali tidak rusak kena hujan, karena kotaknya tahan basah. Kurasa kamera
hadiah Anda padaku tentu sudah rusak sekarang, Bill. Aku menyembunyikannya dalam semak di atas tebing, tanpa penutu
sedikit pun. Sayang!"
8/7/2019 Enid Blyton - Petualangan Di Puri Rajawali
"Pintu macet," kata Bill. "Kalian punya tali yang cukup kokoh di sini? Kalau ada, kami hendak berusaha menarik mobil
supaya tegak kembali. Setelah itu kami coba membuka atapnya, dan mengeluarkan kedua orang itu lewat atap."
Dinah mengambil kabel kawat dari gudang, lalu menyerahkannya pada Bill. Ketika bawahannya berangkat bersama Bill,
anak perempuan tidak ada yang minta diperbolehkan ikut Mereka tidak ingin melihat kejadian mengerikan itu. Biar Scar-
Neck serta kawannya penjahat, tapi kasihan juga kalau mereka benar-benar tewas dengan cara yang begitu seram.
Begitu Jack dan Philip bangun, dengan segera ketiga anak perempuan lari menghampiri untuk menceritakan kabar itu.
"Astaga!' kata Jack. "Bayangkan — padahal mungkin keduanya merasa bernasib mujur, ketika menemukan mobil itu di
lereng bukit. Mereka pasti tak menduga bahwa itu malah membawa bencana akhirnya!"
Beberapa jam kemudian Bill kembali. Anak-anak bergegas menyongsongnya. Mereka melihat Bill tersenyum.
"Keduanya ternyata masih hidup,” katanya. "Tapi Scar-Neck pingsan. Cederanya cukup parah, ditambah gegar otak. Sedan
kawannya patah kakinya. Tapi sudah siuman kembali.
"Jadi akhirnya Anda berhasil juga membekuk mereka, ’ kata Philip. "Hebat, Bill!"
"Lalu bagaimana dengan mobil Anda," tanya Dinah.
"Rusak berat," kata Bill. 'Tapi tidak mengapa, karena kurasa aku pasti mendapat ganti yang baru, apabila atasanku
mengetahui bahwa aku berhasil membekuk Scar-Neck beserta kawanannya. Bayangkan — takkan mungkin aku bisa
mengetahui rahasia mereka, kalau bukan karena kalian!"
"Ya, tapi kami pun pasti repot, apabila Anda tidak muncul," kata Jack. "Wah, apa kata Bibi Allie nanti setelah kembali, dan
mendengar apa yang terjadi selama ia pergi!"
"Ia pasti mengatakan, kita tidak bisa ditinggal barang sehari saja, langsung terlibat dalam kesulitan," kata Philip sambil
nyengir. "Mana kedua penjahat itu, Bill?"
"Tom tadi kusuruh ke desa untuk meminta bantuan," kata Bill. "Lalu datang beberapa orang membawa tandu, disertaiseorang dokter. Jadi kurasa Scar-Neck serta kawannya saat ini tentunya sudah dalam perjalanan ke rumah sakit. Scar-Neck
pasti kaget jika siuman lagi nanti, karena tahu-tahu ia sudah terkapar di tempat tidur, dijaga seorang polisi bertubuh tegap
“Kita berjalan-jalan sebentar yuk," kata Jack mengajak Bill, kepingin melihat apa yang terjadi di puri!"
"Baiklah," jawab Bill. Mereka lantas berangkat bersama-sama, menuju ke puri. Tapi mereka tidak bisa terlalu dekat, karena
banyak sekali bagian jalan yang longsor pada malam badai kemarin.
Seluruh lereng nampak kacau-balau. Batu-batu besar bertonjolan di mana-mana, di tengah lumpur, pohon-pohon yang
tercabut sampai ke akarnya, serta air yang masih terus membanjir dari atas.
"Hih, seram," kata Lucy-Ann sambil bergidik. Kemudian ia mendongak, memandang ke arah puri yang letaknya lebih tinggi
di bukit. "Kelihatannya lain dari kemarin. Ada sesuatu yang berubah. Yuk, kita naik lebih tinggi lagi untuk melihatnya."
Mereka mendaki lagi, melewati jalan kelinci yang biasa mereka lalui. Mereka memandang sambil melongo, ketika sudah
sampai cukup dekat ke puri.
"Kedua menaranya tidak ada lagi, begitu pula sebagian besar dari temboknya," kata Lucy-Ann. "Sekarang kita bisa langsung
masuk ke halaman dalam, lewat tumpukan batu-batu itu. Wah, pasti bunyinya gegap gempita, ketika tembok dan menara
itu runtuh!"
8/7/2019 Enid Blyton - Petualangan Di Puri Rajawali