7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
1/323
i
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
2/323
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
3/323
Jurnal Penelitian
ISLAM EMPIRIK
Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M)Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kudus Jawa Tengah
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
4/323
PEMIMPIN UMUM
Ahmad Supriyadi
PEMIMPIN REDAKSI
M. Saekhan Muchith
SEKRETARIS REDAKSI
Santoso
DEWAN REDAKSI
Masudi
Amin Nasir
Murtadlo Ridwan
PENYUNTING AHLI
Muhammad Ivan Alfian
Ahmad At tabik
Ahmad Zain
Muhammad Mustaqim
TAT USAHA
Dwi Sulistiono
Ahmad Anif
Nur Kholis
Vol 5, Nomor 1, Januari - Juni 2012 ISSN: 1693-6019
Alamat Redaksi
P3M STAIN Kudus
Jl. Conge Ngembalrejo
PO BOX 51 Telp. (0291) 432677,
Fax 441613 Kudus 59322
Email: [email protected]
Jurnal Penelitian ISLAM
EMPIRIK diterbitkan oleh
Pusat Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat
STAIN Kudus setiap
enam bulan sekali dan
menerima setiap karya tulis
sesuai dengan maksud
jurnal tersebut diatas.
Naskah diketik rapi sekitar
20 halaman spasi 1.5
beserta biodata penulis
dan mencantumkan daftar
pustaka sebagai sumber
referensi. redaksi berhak
memperbaiki susunan
kalimat tanpa merubah isi
tulisan yang dimuat
Jurnal Penelitian
ISLAM EMPIRIKMeretas Nalar Islam, Mengusung Nalar Terapan
Diterbitkan OlehPusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kudus Jawa Tengah
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
5/323
- v -
DAFTAR ISI
Pengantar Redaksi........................................................................ v - vi
Daar Isi............................................................................................ vii - viii
PERNIKAHAN BEDA AGAMA MENURUT
TINJAUAN FIQIH
Oleh: Dr. H. Abdurrohman Kasdi, Lc, M.Si .......................... 1 - 26
MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER MELALUI
SISTEM PENDIDIKAN TERPADU INSANTAMA
BOGOR
Oleh: Agus Retnanto ................................................................ 27 - 76
LEGALITAS LEMBAGA KEUANGAN GADAI
SYARIAH DI INDONESIA (Studi Peraturan
Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang
Perusahaan Umum PERUM Pegadaian)
Oleh: Ahmad Supriyadi .......................................................... 77 - 126
KEUNGGULAN KOMPETITIF BERKELANJUTAN
MELALUI RANTAI NILAI DAN STRATEGI
BERSAING PADA MINI MARKET
Oleh:Muhammad Husni Mubarok ......................................... 127 - 152
RELIGIUSITAS ANAK JALANAN DI KAMPUNG
ARGOPURO DESA HADIPOLO KABUPATENKUDUS
Oleh: Irzum Farihah, S.Ag., M.Si ............................................ 153 - 176
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
6/323
- vi -
KONSTRUKSI MODEL PENILAIAN KINERJA
PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
Oleh: Ismanto .............................................................................. 177 - 204
EPISTEMOLOGI MULL SADR (Kajian TentangIlmu Husu>li>dan Ilmu Hudu>ri>)
Oleh: Fathul Mufd.................................................................... 205 - 234
PERGULATAN PEMIKIRAN ISLAM DI RUANG
PUBLIK MAYA (Analisis Terhadap Tiga Website
Organisasi Islam di Indonesia)
Oleh: Muhamad Mustaqim ....................................................... 235 - 258
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP
TRANSAKSI SIMBIOSIS PARASITISMA (Studi
Analisis Persoalan Riba dalam Kajian Normatif
Filosos) Oleh: H. Solikhul Hadi, M.Ag. ................................................ 259 - 282
POLA KEBERAGAMAAN KAUM TUNA RUNGU
WICARA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHINYA Oleh: Sulthon, M.Ag. ................................................................ 283 - 318
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
7/323
1EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
PERNIKAHAN BEDA AGAMAMENURUT TINJAUAN FIQIH
Oleh: Dr. H. Abdurrohman Kasdi, Lc, M.Si1
Abstrak
Pernikahan beda agama adalah pernikahan yang dilakukanoleh seorang pria dan wanita yang beda agama. Pernikahanini menjadi salah satu persoalan dalam hubungan antar umatberagama. Persoalan ini menimbulkan perbedaan pendapat daridua pihak yang pro dan kontra, masing-masing pihak memilikidasar hukum berupa dalil maupun argumen rasional yang berasaldari penafsiran mereka masing-masing terhadap dalil-dalil Islamtentang pernikahan beda agama. Penelitian ini menggunakanmetode pendekatan kualitatif dengan kajian deskriptif-komparatif-analitis. Mendiskripsikan tentang pernikahan beda agama,mengkomparasikan pendapat ulama, kemudian menganalisisnyasecara kritis. Studi banding (komparasi) dilakukan terhadapbeberapa pendapat, baik yang melarang pernikahan beda agamamaupun yang memperbolehkannya.
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa ulama berbeda pendapat
tentang pernikahan beda agama dalam beberapa pendapat: pertama,kelompok yang membolehkan nikah antara pria muslim denganwanita Ahli Kitab, yakni pendapat jumhur ulama (mayoritasulama) baik ulama Salaf maupun ulama Khalaf dari Imam-imamMadzhab Empat; kedua, kelompok yang mengharamkan menikahiwanita Ahli Kitab. Yang terkemuka dari kelompok ini dari kalangansahabat adalah Ibn Umar, dan pendapat ini diikuti oleh kalanganSyiah Imamiyah; ketiga, kelompok yang berpendapat bahwaperempuan Ahli Kitab halal hukumnya, tetapi secara politik tidak
diperkenankan.Kata Kunci:Nikah Beda Agama, Madzhab, Jumhur Ulama, Fiqih
1Penulis adalah Dosen Tetap STAIN Kudus, alumni Fakultas SyariahUniversitas al-Azhar dan Doktor Hukum Islam IAIN Walisongo Semarang.
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
8/323
2 Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Abdurrohman Kasdi
A. Pendahuluan
Dalam pandangan qih, pernikahan yang ideal adalah
pernikahan yang dilakukan oleh pasangan pria dan wanita
yang sekufu (seimbang), sehingga tercipta keluarga yang sakinah,
mawaddah wa rahmah. Keluarga yang demikian, akan diselimuti
rasa tenteram dan penuh cinta kasih sayang. Pernikahan seperti
itu hanya akan terjadi jika suami istri berpegang pada agama
yang sama, keduanya beragama Islam dan menjalankan syariat
Islam. Apabila agama keduanya berbeda, maka akan timbul
berbagai persoalan dalam keluarga, seperti dalam pelaksanaan
ibadah, memilih pendidikan anak, pembinaan karir anak danpermasalahan lainnya.
Kemungkinan terjadinya nikah beda agama biasanya di
beberapa negara yang hiterogen dan majemuk, seperti bangsa
Indonesia yang dikenal dengan Bhinneka Tunggal Ika
(berbeda-beda tetapi tetap satu juga). Ini menunjukkan bahwa
masyarakat yang majemuk, terutama bila dilihat dari segi etnis,
suku bangsa dan agama mempunyai potensi munculnya nikahbeda agama. Konsekuensinya, dalam menjalani kehidupannya
masyarakat yang majemuk dihadapkan pada perbedaan
perbedaan dalam berbagai hal, mulai dari kebudayaan, cara
pandang hidup dan interaksi antar sesama warga. Oleh karena
itu, masalah hubungan antar umat beragama mendapat
perhatian serius dari pemerintah dan warga masyarakatnya.
Fenomena bangsa yang majemuk ini menjadikanpergaulan di masyarakat semakin hiterogen dan beragam. Hal
ini telah mengakibatkan pergeseran nilai agama yang lebih
dinamis daripada yang terjadi pada masa lampau, seorang
Muslim dan Muslimat sekarang ini banyak berinteraksi dan
bermuamalah dengan non-Muslim. Seorang Muslim dan
Muslimat yang hidup di negara yang majemuk seperti ini
hampir dipastikan sulit untuk menghindari pergaulan denganorang yang beda agama. Permasalahan akan muncul apabila
interaksi ini kemudian memunculkan ketertarikan pria atau
wanita Muslim dengan orang yang beda agama dengannya
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
9/323
3EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
Pernikahan Beda Agama menurut Tinjauan Fiqih
atau sebaliknya, yang berujung pada pernikahan. Dengan kata
lain, persoalan pernikahan antar agama menjadi persoalan
yang terjadi pada setiap masyarakat yang hiterogen.
Salah satu persoalan dalam hubungan antar umat
beragama ini adalah masalah Pernikahan Muslim dengan non-
Muslim yang selanjutnya disebut sebagai pernikahan beda
agama. Persoalan ini menimbulkan perbedaan pendapat dari
dua pihak yang pro dan kontra, masing-masing pihak memiliki
dasar hukum berupa dalil maupun argumen rasional yang
berasal dari penafsiran mereka masing-masing terhadap dalil-
dalil Islam tentang pernikahan beda agama.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode
pendekatan kualitatif dengan kajian deskriptif-komparatif-
analitis. Mendiskripsikan tentang pernikahan beda
agama, mengkomparasikan pendapat ulama, kemudian
menganalisisnya secara kritis. Studi banding (komparasi)
dilakukan terhadap beberapa pendapat, baik yang melarang
pernikahan beda agama maupun yang memperbolehkannya.
B. Konsep Pernikahan Beda Agama
Sebelum memaparkan lebih jauh tentang pernikahan
beda agama, alangkah baiknya delaskan terlebih dulu tentang
denisi nikah baik menurut syariah maupun menurut undang-
undang. Nikah menurut Muhammad Abu Ishrah adalah akad
yang memberikan faidah hukum kebolehan mengadakanhubungan keluarga (suami-istri) antara pria dan wanita, serta
mengadakan tolong menolong dan memberi batas hak bagi
pemiliknya, serta pemenuhan kewajiban bagi masing-masing.
Adapun denisi nikah menurut jumhur ulama adalah akad
yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan
kelamin dengan lafadz nikah atau ziwaj atau yang semakna
dengan keduanya (Darajat, 1995: 37).Sedangkan pengertian pernikahan menurut Undang-
undang No. 1 Tahun 1974 adalah ikatan lahir batin antara
seorang pria dan wanita sebagai suami-istri dengan tujuan
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
10/323
4 Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Abdurrohman Kasdi
untukmembentuk keluarga (rumah tangga) bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Bab 1 Pasal 1).
Maksud dari pernikahan beda agama adalah pernikahan
yang dilakukan oleh seorang pria dan wanita yang beda agama.
Masalah pernikahan berbeda agama ini sebenarnya terbagi dalam
2 kasus keadaan, antara lain:pertama,pernikahan antara laki-laki
non-Muslim dengan wanita Muslimah, dan kedua, pernikahan
antara laki-laki Muslim dengan wanita non-Muslimah.
Yusuf Qardhawi membagi golongan non-Muslim
menjadi beberapa golongan, di antaranya: Golongan Musyrik,
Mulhid, Murtad, Bahai, dan Ahli Kitab (Qardhawi, 1978: 402-
406). Musyrik adalah penyembah berhala atau orang yang
menyekutukan Allah, Mulhid adalah golongan orang-orang
yang menganut ateis, Murtad adalah golongan orang yang
keluar dari agama Islam, Bahai termasuk di antara golongan
orang-orang yang Murtad, dan Ahli Kitab adalah kaum Yahudi
dan Nashrani (Chuzaimah dan Hazh Anshary (ed.), 2002: 13).
Sedangkan menurut al-Jaziry dalam bukunya Kitab al-Fiqh al al-Madzhib al-Arbaah,, golongan non-Muslim dibagi
menjadi tiga golongan: pertama, golongan yang tidak berkitab,
baik samawi maupun kitab lainnya. Mereka adalah penyembah
berhala, dan orang-orang Murtad disamakan dengan mereka.
Kedua, golongan yang mempunyai kitab semacam samawi.
Mereka adalah orang-orang Majusi yang menyembah api.
Mereka mengubah-ubah kitab yang diturunkan kepada merekadan membunuh nabi mereka dari Zaradusyta. Ketiga, golongan
yang mempunyai kitab suci samawi. Mereka adalah orang-orang
Yahudi yang percaya kepada Taurat dan orang-orang Nashrani
yang mempercayai Injil (al-Jazairi, 1986: 11).
Adapun non-Muslim dalam al-Quran dibagi menjadi
dua bagian di antaranya adalah: pertama, kaum Musyrikin.
Al-Quran menyebut tentang golongan Musyrikin, sekaligusmenjadi dasar hukum nikah antara kaum Muslimin dan
Muslimat dengan mereka yaitu rman Allah SWT.:
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
11/323
5EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
Pernikahan Beda Agama menurut Tinjauan Fiqih
Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari
wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu
menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin)sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik
dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. mereka mengajak ke
neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.
dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada
manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (QS. Al-Baqarah:
221)
Kedua, Ahli Kitab. Sebagaimana rman Allah:
(Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan
orang-orang yang diberi al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan
kamu halal (pula) bagi mereka. (dan dihalalkan mangawini) wanita
yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan
wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang
diberi al-Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin
mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan
tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang karsesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah
amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang yang merugi.
(QS. Al-Midah: 5)
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
12/323
6 Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Abdurrohman Kasdi
Ulama sangat bervariasi dan tidak ada kata sepakat (ma)
dalam menetapkan Musyrik dan Ahli Kitab. Sebagian ulama
memasukkan istilah Ahli Kitab ke dalam kategori Musyrik, dan
ada pula yang membedakan keduanya secara tegas. Ibn Umar
misalnya, ia menganut yang pertama, sebagaimana ditegaskan:
Saya tidak melihat syirik yang lebih berat dari perkataan wanita
itu bahwa tuhannya Isa (ash-Shabuni, 1972: 536). Sedangkan
seperti Syaikh Mahmud Syaltut, Muhammad Abduh, Rasyid
Ridha dan yang sependapat dengan mereka membedakan
dengan jelas antara musyrik dengan ahli kitab (Ridha, 1380
H: 186-187). Qatadah, seorang mufassir dari kalangan tabiin,
sebagaimana dikutip oleh Rasyid Ridha, berpendapat bahwa
yang dimaksud musyrik dalam ayat 221 surat al-Baqarah adalah
penyembahan berhala pada saat al-Quran turun. Karena itu
ayat tersebut tidak tegas melarang menikahi dengan orang
Musyrik selain bangsa Arab, seperti Cina/Konghucu, Budha,
dan lain-lain (Ridha, 1380 H: 190).
Rasyid Ridha lebih tegas lagi, ia menganggap bahwaMajusi (penyembahan api ) Shabiin (penyembahan bintang)
sebenarnya mereka dulunya mempunyai kitab dan nabi, namun
karena masanya sudah terlalu lama dan jarak yang terlalu jauh
dengan nabi maka kitab yang asli tidak dapat diketahui (Ridha,
1380 H: 186-187). Pendapat inilah yang dadikan ketentuan
oleh negara Pakistan. Rasyid Ridha mendasarkan pendapatnya
pada rman Allah SWT.:
Sesungguhnya kami mengutus kamu dengan membawa kebenaran
sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, serta
tidak ada suatu umatpun melainkan telah ada padanya seorang pemberi
peringatan.(QS. Fatir: 24)
Juga rman Allah:
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
13/323
7EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
Pernikahan Beda Agama menurut Tinjauan Fiqih
Orang-orang yang kar berkata, Mengapa tidak diturunkan kepadanya
(Muhammad) suatu tanda (kebesaran) dari Tuhannya? Sesungguhnya
kamu hanyalah seorang pemberi peringatan; dan bagi tiap-tiap kaum ada
orang yang memberi petunjuk. (QS. Ar-Rad: 7)
Juga rman Allah:
Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuktunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah
turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang
sebelumnya telah diturunkan al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah
masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan
kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS. Al-
Hadd: 16)
Juga rman Allah:
Dan dialah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran,
penglihatan dan hati, amat sedikitlah kamu bersyukur. (QS. Al-
Mukmin: 78)
Di samping itu, ada pendapat lain dari ulama Syaiyah
yang menegaskan bahwa yang dimaksud Ahli Kitab yang
halal dinikahi adalah mereka yang memeluk agama nenekmoyangnya sebelum Nabi Muhammad diutus dan setelah itu
tidak dapat dikatakan lagi Ahli Kitab (as-Sayis, 1953: 168).
C. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Realita masyarakat sekarang ini sangat majemuk, yang
terdiri dari berbagai macam suku, golongan, ras dan agama serta
kaya akan budaya. Hiterogenitas masyarakat yang majemukitu sangat memungkinkan terjadinya perkawinan antar suku,
antar golongan bahkan antar agama. Namun hal yang terakhir
ini bagi umat Islam merupakan hal yang sangat peka, bahkan
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
14/323
8 Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Abdurrohman Kasdi
sangat merisaukan sebagian umat Muslim di manapun mereka
berada (Baidan, 2001: 23). Persoalan sosial yang kompleks
tersebut tentunya harus didekati melalui berbagai disiplin ilmu,
sehingga persoalan-persoalan tersebut bisa terjawab dengan
benar dan jelas serta memberikan kepastian hukum kepada
masyarakat.
Pernikahan beda agama antara Muslim dengan non-
Muslim dalam perspektif qih, tentunya berangkat dari pene-
lusuran terhadap sumber pokok ajaran Islam (al-Quran dan
sunnah) serta pendapat ulama dalam mencermati perkembangan
hukum Islam tentang hal tersebut. Untuk mempersingkat
pembahasan, paling tidak ada dua golongan yang disebutkan
dalam al-Quran, yaitu golongan Musyrik dan golongan Ahli
Kitab yang sekaligus menjadi dasar hukum pernikahan antara
Muslim dengan mereka.
C.1. Pernikahan pria Muslim dengan wanita non-Muslimah
Dalam konteks qih, wanita non-Muslimah yangdimaksud dalam pernikahan ini dibagi menjadi dua:
Pertama, pernikahan pria Muslim dengan wanita Musyrik
dan wanita Murtad. Semua ulama sepakat bahwa seorang
pria Muslim haram hukumnya menikahi wanita Musyrik dan
wanita Murtad. Dasar hukumnya adalah:
1. Tentang keharaman menikahi wanita Musyrik, Allah SWT.
berrman:
Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum
mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
15/323
9EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
Pernikahan Beda Agama menurut Tinjauan Fiqih
dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu
menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin)
sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik
dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak keneraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.
Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada
manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (QS. Al-Baqarah:
221)
2. Tentang keharaman menikahi wanita Murtad. Seorang
wanita yang Murtad dari agama Islam dianggap tidak
beragama, sekalipun ia pindah ke agama Samawi (Abu
Zahra, t.th.: 114). Apabila seorang pria Muslim menikahiwanita Ahli Kitab, kemudian istrinya pindah ke agama
orang kar yang bukan Ahli Kitab, maka wanita itu boleh
dipaksa untuk masuk Islam. Jika tidak mau maka harus
ditalak.
Ulama qih sepakat bahwa seorang pria Muslim tidak
boleh menikah dengan wanita yang tidak beragama Samawi
(agama yang mempunyai kitab dan diturunkan oleh Allah
melalui Nabi, serta agama Samawi ini namanya disebut dalam
al-Quran). Wanita yang tidak beragama samawi tidak boleh
dinikahi, karena mereka termasuk golongan Musyrikat yang
dilarang dinikahi dalam surat Al-Baqarah ayat 221 di atas.
Kedua, pernikahan pria Muslim dengan wanita Ahli
Kitab. Ibrahim Hosen mengelompokkan pendapat para ulama
mengenai pernikahan tersebut, dalam tiga kelompok, yakni ada
yang menghalalkan, ada yang mengharamkan dan ada yang
menyatakan halal tetapi secara politik tidak diperkenankan
(Husen, 1971: 201-204). Secara detil pengelompokan Ibrahim
Hosen ini sebagai berikut:
1. Kelompok yang membolehkan nikah antara pria muslim
dengan wanita Ahli Kitab, yakni pendapat jumhur ulama
(mayoritas ulama) baik ulama Salaf maupun ulama Khalaf
dari Imam-imam Madzhab Empat. Mereka mendasarkan
pendapatnya pada:
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
16/323
10 Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Abdurrohman Kasdi
Pertama, dalil al-Quran surat Al-Midah ayat 5:
(Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan di
antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga
kehormatan di antara orang-orang yang diberi al-Kitab sebelum kamu, bila
kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya,
tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-
gundik. (QS. Al-Midah: 5)
Kedua,Ahli Kitab tidak termasuk Musyrikin. Surat
Al-Baqarah ayat 221 bersifat umum, sedangkan surat Al-
Midah ayat 5 berfungsi mengkhususkan keumuman surat
Al-Baqarah ayat 221. Mereka juga mengatakan bahwa surat
Al-Midah ayat 5 merupakan nasikhdari surat Al-Baqarah
ayat 221.Ketiga, sejarah telah menunjukkan bahwa beberapa
sahabat Nabi pernah menikahi wanita Ahli Kitab. Pada
zaman nabi ada beberapa sahabat yang melakukannya (Abu
Zahra, 1991: 113). Mayoritas sahabat (kecuali Abdullah bin
Umar) telah sepakat bahwa menikahi wanita-wanita Ahli
Kitab hukumnya boleh. Dalam praktiknya ada di antara
sahabat yang menikahi Ahli Kitab, seperti Thalhah binUbaidillah.
Perlu diketahui bahwa menurut Imam Syai, wanita
Ahli Kitab yang halal dinikahi oleh seorang pria Muslim
adalah wanita yang menganut agama Yahudi dan Nasrani
sebagai agama keturunan dari nenek moyang mereka
yang menganut agama tersebut sejak masa sebelum Nabi
Muhammad Saw. diutus menjadi Rasul, berarti sebelumal-Quran diturunkan. Dengan demikian, orang yang baru
menganut agama Yahudi dan Nasrani sesudah al-Quran
diturunkan, tidak dianggap Ahli Kitab. Hal ini karena ada
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
17/323
11EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
Pernikahan Beda Agama menurut Tinjauan Fiqih
ungkapan min qablikum (dari sebelum kamu) dalam surat
Al-Midah ayat 5. Ungkapan min qablikum tersebut menjadi
qayyidbagi Ahli Kitab yang dimaksud.
2. Kelompok yang mengharamkan menikahi wanita Ahli
Kitab. Yang terkemuka dari kelompok ini dari kalangan
sahabat adalah Ibn Umar, dan pendapat ini diikuti oleh
kalangan Syiah Imamiyah. Ketika Ibn Umar ditanya
tentang menikahi wanita Yahudi dan Nasrani, ia menjawab,
Sesungguhnya Allah SWT. mengharamkan wanita-wanita
Musyrik bagi kaum Muslimin. Saya tidak tahu, syirik
manakah yang lebih besar daripada seorang wanita yang
berkata bahwa Tuhannya adalah Nabi Isa, sedangkan Nabi
Isa adalah seorang di antara hamba Allah SWT (Ibnu Hazm,
t.th.: 445).
Dasar hukum yang digunakan oleh kelompok ini
adalah: Pertama, pemahaman terhadap al-Quran surat al-
Baqarah ayat 221:
Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita Musyrik, sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya wanita budak yang Mukmin lebih baik dari
wanita Musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu
menikahkan orang-orang Musyrik (dengan wanita-wanita Mukmin)
sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang Mukmin lebih baik
dari orang Musyrik, walaupun dia menarik hatimu. mereka mengajak ke
neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.
Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada
manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (QS. Al-Baqarah:221)
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
18/323
12 Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Abdurrohman Kasdi
Kedua,rman Allah SWT. dalam surat Mumtahanah
ayat 10:
Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan
perempuan-perempuan kar; dan hendaklah kamu minta mahar yang
telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah
mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di
antara kamu. Dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Baksana. (QS.Mumtahanah: 10)
Menurut kelompok ini, kedua ayat di atas melarang
seorang pria Muslim menikahi wanita-wanita kar. Ahli
Kitab termasuk golongan orang kar Musyrik karena orang
Yahudi menuhankan Uzer dan orang Nasrani menuhankan
Isa bin Maryam, sedangkan dosa syirik tidak diampuni oleh
Allah jika mereka tidak mau bertaubat kepada Allah SWT.Imam Muhammad ar-Razi dalam at-Tafsr al-Kabr wa Maftih
al-Ghaibmenyebutkan bahwa ayat tersebut sebagai ayat-ayat
permulaan yang secara eksplisit menjelaskan hal-hal yang
halal (m yuhallu) dan hal-hal yang dilarang (m yuhramu).
Menikahi orang Musyrik dan Ahli Kitab merupakan salah
satu perintah Allah dalam kategori haram dan dilarang
(ar-Razi, 1995: 59).Imam ar-Razi juga berpandangan bahwa dalam
beberapa ayat di dalam al-Quran memasukkan Kristen dan
Yahudi sebagai Musyrik. Kategori Musyrik dalam kedua
agama samawi tersebut, dikarenakan orang-orang Yahudi
menganggap Uzair sebagai anak Tuhan, sedang orang-
orang Kristen menganggap al-Masih sebagai anak Tuhan.
Dapat dilihat bagaimana al-Quran secara cermat dan jelasmembedakan pengertian antara Musyrik dan Ahli Kitab.
Dalam surat al-Baqarah ayat 5, Allah berrman, Orang-
orang kar dari Ahli Kitab dan orang-orang Musyrik tidak
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
19/323
13EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
Pernikahan Beda Agama menurut Tinjauan Fiqih
menginginkan diturunkannya suatu kebaikan kepadamu dari
Tuhanmu Dalam surat al-Bayyinah ayat 1, Allah juga
menyebutkan, Orang-oring kar dari Ahli Kitab dan orang-
orang kar Musyrik tak akan melepaskan (kepercayaan mereka)
sampai datang kepada mereka bukti yang nyata.
Ketiga, surat Al-Midah ayat 5 yang dadikan dalil
bagi kelompok yang membolehkan pria Muslim menikahi
wanita Ahli Kitab, menurut kelompok ini hendaknya
dipahami sebagai wanita Ahli Kitab yang telah masuk
Islam, atau dimungkinkan pengertiannya adalah menikahi
Ahli Kitab pada saat wanita masih sedikit.
3. Kelompok yang berpendapat bahwa perempuan Ahli Kitab
halal hukumnya, tetapi secara politik tidak diperkenankan.
Pendapat ini didasarkan pada beberapa hal:
Pertama, riwayat Umar ibn Khaththab yang
memerintahkan kepada para sahabat yang beristri Ahli Kitab
untuk menceraikannya, lalu para sahabat mematuhinya
kecuali Hudzaifah. Maka Umar memerintahkan keduakalinya kepada Hudzaifah, Ceraikanlah ia. Lalu Hudzaifah
berkata kepada Umar, Maukah kamu menjadi saksi bahwa
menikahi perempuan Ahli Kitab itu adalah haram? Umar
menjawab, Ia akan menjadi tnah, ceraikanlah, kemudian
Hudzaifah mengulangi permintaan tersebut, namun jawab
Umar, Ia adalah tnah. Akhirnya Hudzaifah berkata,
Sesungguhnya aku tahu ia adalah tnah tetapi ia halalbagiku. Setelah Hudzaifah meninggalkan Umar, barulah
ia mentalak istrinya. Kemudian ada sahabat yang bertanya
kepadanya, Mengapa tidak engkau talak istrimu ketika
diperintah Umar? Jawab Hudzaifah, Karena aku tidak
ingin diketahui orang bahwa aku melakukan hal-hal yang
tidak layak. (Ibnu Qudamah, t.th.: 590).
Kedua, menikahi wanita Ahli Kitab berbahaya karenadikhawatirkan si suami akan terikat hatinya, apalagi setelah
mereka memperoleh keturunan. Bolehnya pernikahan
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
20/323
14 Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Abdurrohman Kasdi
wanita Ahli Kitab akan menjadi persoalan karena kebolehan
itu tidak mutlaqtetapi muqayyad.
Madzhab Hana berpendapat bahwa wanita Ahli
Kitab yang berada di Darul Harbi, merupakan pembuka pintu
tnah. Melakukan pernikahan dengan mereka hukumnya
makruh tahrim,karena akan mengakibatkanmafasid.Menikahi
wanita Ahli Kitab Dzimmi yang tunduk pada undang-
undang Islam hukumnya makruh tahrim. Sedangkan ulama
Madzhab Maliki terbagi menjadi dua pendapat; pertama,
menikahi wanita Ahli Kitab hukumnya makruh mutlak,baik
Dzimmi maupun Harbi. Kedua, tidak makruh secara mutlak,
karena ada ayat yang membolehkannya.
Adapun menurut ulama kontemporer, ada beberapa
pendapat tentang pernikahan pria Muslim dengan wanita Ahli
Kitab:
1. Al-Jaziri berpendapat bahwa hukum pernikahan antara
pria Muslim dengan wanita Ahli Kitab hukumnya mubah,
akan tetapi menjadi persoalan bagi suami (muslim) terlebih
setelah punya anak. Sebab kemudahan itu tidak bersifat
mutlaq, namun muqayyad (a1-Jazairi, 1986: 76).
2. Menurut Sayyid Sabiq, hukum pernikahan antara pria
Muslim dengan wanita Ahli Kitab, meskipun jaiz tetapi
makruh karena menurutnya suami tersebut tidak terjamin
bebas dari tnah istri. Terlebih dengan kitabiyah harbiyah
(Sabiq, 1973: 101).
3. Demikian juga dengan Yusuf Qardhawi yang berpendapat
bahwa kebolehan nikah dengan wanita kitabiyahtidak mutlaq,
tetapi terikat dengan qayid-qayid yang perlu diperhatikan,
yaitu:
a. wanita Ahli Kitab itu benar-benar berpegangan pada
ajaran Samawi, tidak ateis dan murtad.
b. wanita Ahli Kitab itu muhshanah (memelihara dirinya
dari perbuatan zina).
c. Ia tidak kitabiyah harbiyah. Hal ini berarti kitabiyah
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
21/323
15EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
Pernikahan Beda Agama menurut Tinjauan Fiqih
dzimmiyhukumnya boleh.
d. Dipastikan tidak terjadi tnah, baik dalam kehidupan
rumah tangga terlebih dalam kehidupan sosial
masyarakat. Sehingga semakin tinggi kemungkinan
terjadi tnah dan mafsadah, maka semakin besar tingkat
larangan dan keharamannya (Qardhawi, 1978: 470).
4. Rasyid Ridha mengemukakan, Kami telah memperingatkan
bahaya pernikahan dengan wanita Ahli Kitab. Suami
bisa tertarik mengikuti agama istrinya karena ilmu dan
kecantikannya, atau karena kebodohan dan kelemahan
akhlak suami. Hal ini banyak terjadi pada pernikahan pria
Muslim yang lemah dengan wanita Eropa modern atau
wanita Ahli Kitab lainnya. Mereka terpengaruh tnah istri
mereka, sehingga dengan prinsip saddudzdzariah seorang
pria Muslim haram menikah dengan wanita Ahli Kitab
(Ridha, 1380 H: 193).
5. Yusuf Qardhawi juga mengatakan, Kita mengetahui
bahwa nikah dengan wanita non-Muslimah pada masakita terlarang guna menghindari dzariah, karena banyak
madharat dan mafsadahnya, di antaranya:
a. Pada abad modern, kekuasaan pria Muslim atas wanita
modern semakin berkurang. Padahal pribadi wanita
semakin menguat, terutama wanita Barat.
b. Jika pernikahan antara pria Muslim dengan wanita non-
Muslimah diperbolehkan, maka hal ini akan berpengaruhpada perimbangan antara wanita Muslimah dengan
pria Muslim. Wanita Muslimah yang belum nikah akan
semakin banyak dibandingkan dengan pria Muslim yang
belum menikah.
c. Pernikahan dengan wanita non-Muslimah akan
menimbulkan kesulitan dalam interaksi suami istri dan
dalam mengatur pendidikan anak-anak. Terlebih lagijika pria Muslim dan wanita non-Muslimah berbeda
tanah air, bahasa, kebudayaan, dan tradisi, misalnya
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
22/323
16 Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Abdurrohman Kasdi
seorang pria Muslim Indonesia menikah dengan wanita
non-Muslimah dari Eropa atau negara lainnya.
d. Suami mungkin bisa terpengaruh oleh agama istrinya,
demikian juga anak-anaknya. Jika hal ini terjadi, maka
tnah yang dikhawatirkan itu benar-benar menjadi
kenyataan.
Oleh karena itu, dengan adanya empat madharat dan
mafsadah di atas, menurut Yusuf Qardhawi menghindarinya
harus didahulukan daripada mendatangkan mashlahat
(Qardhawi, 1978: 414). Oleh karena itu, menghindari
nikah beda agama harus lebih didahulukan daripada
melakukannya.
6. Muhammad Quraish Shihab menyimpulkan bahwa
memang surat al-Midah ayat 5 di atas membolehkan
pernikahan antar pria muslim dengan wanita ahl al-kitab,
tetapi izin tersebut adalah sebagai jalan keluar karena
kebutuhan mendesak ketika itu, di mana kaum muslimin
sering berpergian jauh melaksanakan jihad tanpa mampukembali ke keluarga mereka, sekaligus juga untuk tujuan
dakwah (Shihab, 2005: 30).
C.2. Pernikahan wanita Muslimah dengan pria non-Muslim
Jumhur ulama sepakat bahwa wanita Muslimah haram
hukumnya menikah dengan pria non-Muslim. Hal ini karena al-
Quran secara tegas menyebutkan keharamannya, sebagaimanarman Allah SWT:
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
23/323
17EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
Pernikahan Beda Agama menurut Tinjauan Fiqih
Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum
mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik
dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu
menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin)sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik
dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. mereka mengajak ke
neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.
Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada
manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (QS. Al-Baqarah:
221)
Ayat di atas menjelaskan kepada para wali untuk tidak
menikahkan wanita Muslimah dengan pria non-Muslim.Keharaman tersebut bersifat mutlak, maksudnya wanita
Muslimah haram hukumnya secara mutlak menikah dengan
pria non-Muslim, baik pria Musyrik maupun Ahli Kitab.
Syaikh al-Maraghi dalam menafsirkan ayat di atas,
menjelaskan bahwa menikahkan wanita dengan laki-laki non
muslim adalah haram, berdasarkan sunah (hadits) Nabi dan
maulama. Rahasia larangan ini (menurutnya) adalah karenaistri tidak punya wewenang seperti suami, bahkan keyakinan
berusaha memaksa istri untuk menukar keimanannya sesuai
dengan keyakinan suami, karena lemahnya posisi istri (a1-
Maraghi, 1974: 153).
Pendapat senada juga disampaikan ash-Shabuni.
Menurutnya, dalam surat al-Midah ayat 5 Allah hanya
menegaskan makananmu halal bagi mereka dan tidakditegaskannya wanita-wanitamu halal bagi mereka. Penegasan
teks tersebut, sebagaimana delaskan oleh ash-Shabuni, dapat
dadikan indikator bahwa hukum kedua kasus itu tidak sama,
artinya dalam makanan mereka boleh saling memberi dan
menerima serta masing-masing boleh menekan dari keduanya.
Namun dalam kasus menikahkan wanita-wanita Muslimah
dengan pria non-Muslim lebih urgen ketimbang dengan
masalah makan serta memberikan dampak yang lebih luas,
sehingga tidak ada hubungan antara keduanya dan tidak bisa
diqiyaskan begitu saja (ash-Shabuni, 1972: 536).
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
24/323
18 Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Abdurrohman Kasdi
C.3.Pernikahan Beda Agama Menurut Undang-undang
Perkawinan
Sebagamana telah penulis paparkan pendapat ulama
qih, mereka sepakat bahwa seorang wanita Muslimah dilarang
menikah dengan pria non-Muslim. Sedangkan seorang pria
Muslim dilarang menikah dengan wanita non-Muslimah yang
Musyrik, namun para ulama berbeda pendapat ketika mereka
menetapkan hukum pernikahan pria Muslim dengan perempuan
Ahli Kitab. Adanya perbedaan hukum dalam masalah ini akan
berimplikasi pada timbulnya putusan yang berbeda pada
kasus yang sama di pengadilan, karena hakimnya mempunyai
paham hukum yang berbeda, hal ini akan menimbulkan suatu
ketidakpastian hukum.
Untuk keluar dari problem tersebut para pakar hukum
Islam di Indonesia telah berupaya menyatukan pendapat
yang mereka kumpulkan dalam sebuah Undang-undang
dan Kompilasi dengan berbagai metode dalam menyatukan
pendapat itu. Usaha tersebut telah menghasilkan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi
Hukum Islam yang kemudian ditetapkan dengan Inpres No.
1/1991. Agar Undang-undang Perkawinan (No. 1 Tahun 1974)
dapat dilaksanakan dengan seksama, pemerintah mengeluarkan
Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 Tahun 1975.
Dengan demikian, Undang-undang No. 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan merupakan Undang-undang yangdadikan rujukan dalam menyelesaikan segala permasalahan
yang terkait dengan perkawinan (nikah, talak, cerai, dan rujuk)
di Indonesia, yang ditanda tangani pengesahannya pada
tanggal 2 Januari 1974 oleh Presiden Soeharto. Undang-undang
ini merupakan hasil usaha untuk menciptakan hukumnasional
dan merupakan hasil unikasi hukum yang menghormati
adanya variasi berdasarkan agama.Dalam konteks pernikahan, UU No. 1/1974, PP. No. 9
Tahun 1975 dan Inpres No. 1/1991 merupakan peraturan yang
memuat nilai-nilai hukum Islam, bahkan KHI merupakan qh
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
25/323
19EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
Pernikahan Beda Agama menurut Tinjauan Fiqih
Indonesia yang sepenuhnya memuat materi hukum keperdataan
Islam (perkawinan, kewarisan dan perwakafan). Dalam
perkembangan hukum perbedaan agama dan keluarga Islam
kontemporer mengalami banyak perkembangan pemikiran,
antara lain dalam hal pernikahan beda agama.
Sebelum diundangkannya Undang-undang Perkawinan
Nomor 1 Tahun 1974, di Indonesia pernah berlaku peraturan
hukum antar golongan tentang pernikahan campuran, yaitu
Regeling op de Gemengde Huwelken(GHR) atau peraturan tentang
perkawinan campuran sebagaimana dimuat dalam Staatblad
1898 Nomor 158 (Redaksi, 1989: 744-788). Pasal 1 dari peraturan
tentang perkawinan campur (GHR) itu dinyatakan bahwa yang
dinamakan perkawinan campuran ialah perkawinan antara
orang-orang di Indonesia yang tunduk kepada hukum yang
berlainan. Terhadap pasal ini ada tiga pandangan dari para
ahli hukum mengenai perkawinan antara agama. Sebagaimana
diungkapkan oleh Sudargo Gautama adalah: perkawinan
campuran antar agama dan antar tempat termasuk di bawahGHR, perkawinan antar agama dan antartempat tidak termasuk
di bawah GHR, hanya perkawinan antar agama yang termasuk
di bawah GHR (Abu Bakar, 1993: 139).
Dengan berlakunya Undang-undang Perkawinan
Nomor 1 Tahun 1974, seperti disebut pada pasal 66 UUP, maka
semua ketentuan-ketentuan perkawinan terdahulu sepanjang
telah diatur dalam Undang-undang tersebut dinyatakantidak berlaku. Pemahaman tentang Pasal demi Pasal dari UU
No.1/1974, khususnya yang berkaitan dengan perkawinan
beda agama, di kalangan para ahli dan praktisi hukum, dapat
dumpai tiga pendapat:
Pertama, golongan yang berpendapat bahwa perkawinan
beda agama merupakan pelanggaran terhadapUU No. 1/1974.
Hal ini karena dalam pasal 2 ayat (1) disebutkan: Perkawinanadalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya kepercayaan itu, demikian juga pasal 8 huruf (f):
Perkawinan dilarang antara dua orang yang mempunyai
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
26/323
20 Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Abdurrohman Kasdi
hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang
berlaku, dilarang kawin.
Kedua, golongan yang berpendapat bahwa perkawinan
beda agama hukumnya sah dan dapat dilangsungkan karena
telah tercakup dalam perkawinan campuran, sebagaimana
termaktub dalam pasal 57Undang-undang Perkawinan ini dan
pelaksanaannya dilakukan menurut tatacara yang diatur oleh
pasal 6 GHR dengan merujuk pasal 66 UU No. 1/1974.
Sedangkan golongan yang ketiga berpendapat bahwa
perkawinan antara agama sama sekali tidak diatur dalam UU
No. 1/1974, oleh karenanya sesuai dengan pasal 66 UU No.
1/1974, maka peraturan-peraturan lama dapat diberlakukan.
Oleh karena itu, persoalan pernikahan beda agama bisa
merujuk pada Peraturan Perkawinan Campuran yang terdapat
padaRegeling op de Gemengde Huwelken(GHR) atau peraturan
tentang perkawinan campuran sebagaimana dimuat dalam
Staatblad 1898 Nomor 158.
Menanggapi tiga pandangan di atas, menurut AhmadSukarja bahwa tidak diaturnya perkawinan antar agama secara
tegas dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974, karena
perkawinan itu memang tidak dikehendaki pelaksanaannya.
Hal ini mengacu pasal 2 ayat (1) menentukan sah atau tidaknya
perkawinan. Jadi bila pasal 66 UU No. 1/1974 yang merujuk
pasal 2 dan 7 ayat (2) GHR dimaksudkan untuk memenuhi
kebutuhan hukum materiil adalah terlalu dipaksakan, karenamengingat lembaga perkawinan antar agama di Indonesia
kurang dikehendaki, sehingga tidak diperlukan adanya
pemenuhan hukum materiil.
Sedangkan terhadap pendapat yang cenderung membuka
kemungkinan dipaksakannya perkawinan berbeda agama
berdasarkan pasal 57 UU No. 1/1974 perkawinan antara
dua orang di Indonesia tunduk pada hukum yang berbeda,tentunya Pasal tersebut tidak dipahami secara parsial dan
seharusnya antara pasal-pasal dalam bab itu dipahami secara
menyeluruh dalam satu kesatuan dengan konteks perbedaan
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
27/323
21EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
Pernikahan Beda Agama menurut Tinjauan Fiqih
kewarganegaraan. Dengan demikian menurut Ahmad Sukarja
ketentuan boleh tidaknya perkawinan di Indonesia harus
dikembalikan kepada hukum agama (Chuzaimah dan Hazh
Anshary (ed.), 2002: 31-32).
Prof. HM. Rasjidi, menteri agama pertama RI, dalam
artikelnya di Harian Abadi edisi 20 Agustus 1973, menyoroti
secara tajam RUU Perkawinan yang dalam pasal 10 ayat (2)
disebutkan: Perbedaan karena kebangsaan, suku, bangsa,
negara asal, tempat asal, agama, kepercayaan dan keturunan,
tidak merupakan penghalang perkawinan. Pasal dalam RUU
tersebut jelas ingin mengadopsi Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia pasal 16 yang menyatakan: Lelaki dan wanita
yang sudah dewasa, tanpa sesuatu pembatasan karena suku,
kebangsaan dan agama, mempunyai hak untuk kawin dan
membentuk satu keluarga. Mereka mempunyai hak yang
sama dengan hubungan dengan perkawinan, selama dalam
perkawinan dan dalam soal perceraian.
Adapun dalam Kompilasi Hukum Islam yang ditetapkandengan Inpres No. 1/1991, dalam pasal 40 huruf c terdapat
rumusan yang menetapkan perkawinan seorang pria Muslim
dilarang melangsungkan perkawinan dengan wanita yang
tidak beragama Islam. Dengan demikian Kompilasi Hukum
Islam khususnya dalam pasal tersebut telah menghilangkan
wacana perbedaan pendapat dalam masalah nikah beda agama
yang sekaligus akan dapat menjaga aqidah agamanya sertamewujudkan kemaslahatan umat. Adapun posisi pemerintah
(Inpres) untuk menghilangkan perbedaan dan menjaga
kemaslahatan ini adalah merupakan hak yang melekat padanya
sehingga mempuyai kewenangan karena dalam kaidah qih
disebutkan:
Kebakan Imam terhadap rakyat ini harus disesuaikan dengan
kemaslahatan (Mudjib, 1980: 51)
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
28/323
22 Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Abdurrohman Kasdi
Larangan pernikahan beda agama ini tujuannya semata-
mata untuk menjaga keutuhan dan kebahagiaan rumah tangga
serta akidah dan kemaslahatan umat Islam. Hal ini sebagaimana
kaidah qih yang menyebutkan; sesuatu yang diharamkankarena saddudzdzariah dapat dibolehkan karena ada maslahat yang
lebih kuat (Syafei, 1999: 256) Dengan beberapa uraian kaidah
qih di atas maka Presiden selaku Kepala Negara dibenarkan
jika menetapkan sesuatu yang tadinya menjadi polemik di
masyarakat dengan mengambil salah satu pendapat karena
adanya alasan saddudzdzariahdan kemaslahatan umat tersebut
(asy-Syaukani, t.th.: 246).Mengenai pengaturan hukum Perkawinan Campuran,
terutama perkawinan antar pemeluk agama yang berbeda dalam
Negara Republik Indonesia berdasar Pancasila ada perbedaan
pendapat di kalangan para pakar hukum di Indonesia. Ada
yang menyatakan bahwa Negara Republik Indonesia berdasar
Pancasila menghormati agama-agama dan mendudukkan
hukum agama dalam kedudukan fundamental. Dalam negaraberdasar Pancasila tidak boleh agama-agama yang ada di
Indonesia melarang perkawinan antar pemeluk agama yang
berbeda. Pendapat ini menyatakan bahwa UU Perkawinan tidak
mengatur perkawinan (campuran) antar agama. Tiap agama
telah ada ketentuan tersendiri yang melarang perkawinan beda
agama.
Seorang guru besar Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, Prof. Dr. Muhammad Daud Ali (alm.) menjelaskan
dalam bukunya yang bejudul Perkawinan Antar Pemeluk
Agama Yang Berbeda, bahwa perkawinan antara orang-orang
yang berbeda agama adalah penyimpangan dari pola umum
perkawinan yang benar menurut hukum agama dan Undang-
undang Perkawinan yang berlaku di tanah air kita. Untuk
penyimpangan ini, kendatipun merupakan kenyataan dalam
masyarakat, tidak perlu dibuat peraturan tersendiri dantidak perlu dilindungi oleh negara. Memberi perlindungan
hukum pada warga negara yang melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan Pancasila sebagai cita hukum bangsa dan
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
29/323
23EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
Pernikahan Beda Agama menurut Tinjauan Fiqih
kaidah fundamental negara serta hukum agama yang berlaku
di Indonesia, menurutnya selain tidak konstitusional, juga tidak
legal.
Lebih lanjut M. Daud Ali menyatakan: sikap negaraatau penyelenggara negara dalam mewujudkan perlindungan
hukum haruslah sesuai dengan cita hukum bangsa dan kaidah
fundamental negara serta hukum agama yang dipeluk oleh
bangsa Indonesia. Perkawinan antar orang-orang yang berbeda
agama, dengan berbagai cara pengungkapannya sesungguhnya
tidaklah sah menurut agama yang diakui keberadaannya dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini karena sahnyaperkawinan didasarkan pada hukum agama, maka perkawinan
yang tidak sah menurut hukum agama tidak sah pula menurut
Undang-undang perkawinan Indonesia. Perkawinan antar
orang-orang yang berbeda agama adalah penyimpangan dari
pola umum perkawinan benar menurut hukum agama dan
Undang-undang Perkawinan yang berlaku di Indonesia.
Dengan demikian, larangan pemerintah ini munculkarena dilatarbelakangi oleh keinginan untuk menciptakan
keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah dalam keluarga yang
merupakan tujuan pernikahan, dan hal ini sesuai sekali dengan
isi pasal 3 Kompilasi Hukum Islam. Pasangan yang beda agama
akan kesulitan memperoleh sakinah dan mawaddah dalam
rumah tanggganya, apalagi rahmat Allah itu juga tidak akan
didapatkan. Karena pernikahan merupakan ikatan lahir batin
antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
D. Kesimpulan
Ulama sepakat bahwa seorang wanita Muslimah dilarang
menikah dengan pria non-Muslim. Sedangkan seorang pria
Muslim dilarang menikah dengan wanita non-Muslimah yangMusyrik dan Murtad, namun para ulama berbeda pendapat
ketika mereka menetapkan hukum pernikahan pria Muslim
dengan perempuan Ahli Kitab: pertama, kelompok yang
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
30/323
24 Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Abdurrohman Kasdi
membolehkan nikah antara pria muslim dengan wanita Ahli
Kitab, yakni pendapat jumhur ulama (mayoritas ulama) baik
ulama Salaf maupun ulama Khalaf dari Imam-imam Madzhab
Empat. Kedua, kelompok yang mengharamkan menikahi wanitaAhli Kitab. Yang terkemuka dari kelompok ini dari kalangan
sahabat adalah Ibn Umar, dan pendapat ini diikuti oleh kalangan
Syiah Imamiyah. Ketiga, kelompok yang berpendapat bahwa
perempuan ahli kitab halal hukumnya, tetapi secara politik
tidak diperkenankan. Menikahi wanita Ahli Kitab yang berada
di Darul Harbi, merupakan pembuka pintu tnah. Melakukan
pernikahan dengan mereka hukumnya makruh tahrim, karenaakan mengakibatkan mafasid. Menikahi wanita Ahli Kitab
Dzimmi yang tunduk pada undang-undang Islam hukumnya
makruh tahrim.
Selain itu, UU No. 1/1974, PP. No. 9 Tahun 1975 dan
Inpres No. 1/1991 juga memuat larangan pernikahan beda
agama. Larangan itu agaknya dilatarbelakangi oleh harapan
akan lahirnya keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah.Perkawinan baru akan langgeng dan tenteram jika terdapat
kesesuaian pandangan hidup antar suami dan istri, karen
perbedaan agama, perbedaan budaya, atau bahkan perbedaan
tingkat pendidikan antara suami dan istri pun tidak jarang
mengakibatkan kegagalan perkawinan. Bagaimana mendidik
anak-anak mereka jika suami istri beda agama. Karena dalam
kasus seperti ini, seorang anak akan kebingungan untuk
mengikuti ayahnya atau ibunya.
Larangan pernikahan beda agama ini tujuannya semata-
mata untuk menjaga keutuhan dan kebahagiaan rumah
tangga serta akidah dan kemaslahatan umat Islam. Hal ini
sebagaimana kaidah qh yang menyebutkan; sesuatu yang
diharamkan karena saddudzdzariah dapat dibolehkan karena ada
maslahat yang lebih kuat. Perkawinan beda agama ini tampaknya
banyak madharatnya baik bagi saddudzariah maupun untukkemaslahatan dalam membentuk suatu rumah tangga yang
sakinah, mawaddah wa rahmah.
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
31/323
25EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
Pernikahan Beda Agama menurut Tinjauan Fiqih
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mudjib, 2004, Kaidah-kaidah Ilmu Fiqih (al-Qawid
Fiqhiyyah),Jakarta: Kalam Mulia, Cet. V.
Abu Bakar, Zainal Abidin, 1993, Kumpulan Peraturan Perundang-
undangan dalam Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta: al-
Hikmah.
Abu Zahrah, Muhammad, t.th., al-Ahwl asy-Syakhsiyyah, Mesir:
Dr al-Fikr al-Arabi.
Al-Jazairi, Abdurrahman, 1986, Kitb al-Fiqh al al-Madzhib al-
Arbaah, Beirut: Dr Ihy at-Turts al-Araby.
Al-Maraghi, Syaikh Musthafa, 1974, Tafsr al-Maraghi, Beirut:
Dr al-Fikr.
Ar-Razi, Muhammad Fakhr ad-Din ibn al-Allamah Dhiyau
ad-Din Umar, 1995, Tafsr al-Fakhr ar-Razi al-Musytahar
bi at-Tafsr al-Kabr wa Maftih al-Ghaib, dikomentari oleh
Syaikh Khalil Muhyiddin al-Mays, Beirut: Dr al-Fikir.
Ash-Shabuni, Muhammad Ali, 1972, Rawiul Bayn Tafsr Ayat
al-Ahkm min al-Qurn, Mekah: Dr al-Quran.
As-Sayis, Muhammad Ali, 1953, Tafsr Ayt al-Ahkm, Mesir:Matbaah Muhammad Ali Sabih w Aulduh.
Asy-Syaukani, t.th., Irsyd al-Fuhl il Tahqq min Ilm al-Ushl,
Surabaya: Maktabah Ahmad ibn Saad ibn Nabhan.
Baidan, Nasrudin, 2001, Tafsr Maudhi; Solusi Qurani atas
Masalah Kontemporer, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Zakiah Darajat, 1995, Ilmu Fiqih, Yogyakarta: Penerbit Dana
Bhakti Wakaf, jilid II.
Husen, Ibrahim, 1971, Fiqih Perbandingan,Jakarta: Yayasan Ihya
Ulumuddin Indonesia.
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
32/323
26 Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Abdurrohman Kasdi
Ibnu Hazm, t.th., al-Muhall, Beirut: Dr al-Fikr.
Ibnu Qudamah, t.th., al-Mughni, Riyadh: al-Maktabah ar-Riyadh
al-Hadtsah.
Qardhawi, Yusuf, 1978, Hud al-Islm Fatw Mushirah, Cairo:
Dr Afaq al-Ghad.
Ridha, Rasyid, 1380 H, Tafsr al-Manr, Mesir: Matbaah al-
Qahirah.
Sabiq, Sayyid, 1973, Fiqh as-Sunnah, II , Beirut: Dr Kitab al-
Arabi.
Shihab, Muhammad Quraish, 2005, Tafsir al-Mishbah; Pesan
Kesan dan Keserasian al-Quran, Jakarta: Lentera Hati.
Syafei, Rachmat, 1999, Ilmu Ushul Fiqh,Jakarta: Pustaka Setia.
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
33/323
27EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
MODEL PENGEMBANGAN KARAKTERMELALUI SISTEM PENDIDIKAN TERPADU
INSANTAMA BOGOR
Oleh: Agus Retnanto
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara mendalam
tentang: (1) Mengapa Pendidikan Terpadu Insantama Bogor
melakukan model pengembangan karakter melalui pendidikan
terpadu? (2) Bagaimanakah model pengembangan karakter siswapada Pendidikan Terpadu Insantama Bogor? (3) Bagaimanakah
Budaya Sekolah yang dikembangkan pada Pendidikan Terpadu
Insantama Bogor? (4) Bagaimanakah dampak penerapan model
pengembangan karakter yang dilaksanakan di Pendidikan Terpadu
Insantama Bogor?
Penelitian difokuskan pada: Bagaimanakah model pengembangan
karakter siswa pada Pendidikan Terpadu Insantama Bogor?
Dalam penelitian ini menggunakan penelitian etnogra yaitu
metode penelitian kualitatif yang mengkaji perilaku manusiadalam seing alamiah dengan fokus interpretasi budaya terhadap
perilaku tersebut. Teknik pengambilan data meliputi pengamatan
(untuk sumber data peristiwa), wawancara (untuk sumber data
responden), dan analisis dokumen (untuk sumber data dokumen).
Teknik analisis data data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teknik analisis data kualitatif model Spreadley. Analisis
tersebut terdiri atas empat langkah, yaitu analisis domein, analisis
taksonomi, analisis komponen, dan analisis tema.
Nilai kegunaan atau urgensi dari penelitian ini diharapkan
mempunyai implikasi untuk membantu menyumbangkan
pemikiran yang berkaitan pendidikan, dalam rangka pencapaian
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
34/323
28 Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Agus Retnanto
Tujuan Pendidikan Nasional dalam Sistem Pendidikan Nasional
sehingga dapat menambah khasanah ilmu pendidikan khususnya
dalam rangka membentuk manusia Indonesia seutuhnya.
Membantu memberikan sebuah konsep sistem pendidikan yangdapat digunakan untuk menciptakan manusia cerdas sekaligus
berakhlaq mulia yang mampu mengatasi berbagai macam
problem yang sedang melanda manusia Indonesia yang sedang
membangun.
Kata Kunci:Model Pengembangan Karakter, Sistem Pendidikan
Terpadu.
A. Latar BelakangTujuan pendidikan merupakan gambaran dari falsafah
atau pandangan hidup manusia, baik secara perseorangan
maupun kelompok. Membicarakan tujuan pendidikan akan
menyangkut sistem nilai dan norma-norma dalam suatu
konteks kebudayaan, baik dalam mitos, kepercayaan, religi,
lsafat, ideologi dan sebagainya. Oleh karena pendidikan
merupakan suatu proses sengaja dari suatu generasi kepadaanak didik sebagai generasi penerus yang lebih baik, maka
tujuan pendidikan diarahkan oleh perseorangan atau kelompok
suatu generasi pada core value yang telah dipikirkan atau
disepakati bersama.
Dalam pasal 3 Undang-undang Sistem Pendidikan
Nasional menyebutkan bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan membentukwatak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Untuk menjadikan manusia yang utuh dari dua kutub:menuju manusia baik dan menuju manusia cerdas, maka model
pendidikan yang dipakai adalah model pendidikan Integrasi
(penyatuan) antara pendidikan yang membuat manusia baik
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
35/323
29EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
Model Pengembangan Karakter Melalui Sistem Pendidikan Terpadu .....
dengan pendidikan yang membuat manusia cerdas, diperlukan
model pendidikan yang sesuai dengan apa yang dicita-citakan
oleh tujuan pendidikan nasional dan misi ilmu pendidikan
yaitu menciptakan manusia yang being smart dan being good
(Armstrong: 2006).
Dunia pendidikan menyimpan kompleksitas masalah
yang sangat luas, dari masalah dasar losos, gagasan, visi,
misi, institusi, program, manajemen, SDM, kependidikan,
kurikulum, sarana prasarana, teknologi kependidikan,
lingkungan pendidikan, pembiayaan, partisipasi masyarakat,
kualitas output pendidikan serta relevansinya dengan
dinamika masyarakat dan tuntutan sosio kultural sekitarnya.
Oleh karena itu, dibutuhkan adanya gagasan segar dan
kreatif serta upaya dinamis untuk menyelenggarakan model-
model pendidikan Islam yang excellent, bermartabat, dan
menjadi kebanggaan umat serta mampu memberikan jawaban
terhadap kebutuhan pendidikan yang dapat melakukan fungsi
penyelamatan trah sekaligus pengembangan potensi-potensitrah manusiawi secara padu dan berimbang.
Di Indonesia pendidikan diharapkan bersifat humanis
relegius dimana dalam pengembangan kehidupan (ilmu
pengetahuan) tidak terlepas dari nilai keagamaan dan
kebudayaan. Masyarakat di negara kita sangat menghargai nilai-
nilai keagamaan dan kebudayaan sebagai sumber mambangun
kehidupan yang harmonis. Nilai keagamaan dan kebudayaanmerupakan nilai inti bagi masyarakat yang dipandang sebagai
dasar untuk mewujudkan cita-cita kehidupan yang bersatu,
bertoleransi, berkeadilan, dan sejahtera.
Nilai keagamaan bukan dipandang sebagai nilai
ritual yang sekedar digunakan untuk menjalankan upacara
keagamaan dan tradisi, tetapi diharapkan menjadi bagian yang
tidak terpisahkan dari kegiatan kehidupan untuk memenuhikebutuhan kesejahteraan sosial, intelektual, harga diri, dan
aktualisasi diri. Masyarakat mengharapkan kehidupan material
dan sosial tidak dipisahkan dari nilai keagamaan sehingga
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
36/323
30 Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Agus Retnanto
kemakmuran material yang ingin diwujudkan tidak menjadi
pemenuhan keserakahan material yang dapat menghancurkan
kemanusiaan manusia.
Masalah-masalah sosial seperti kemiskinan, kebodohan,
pengangguran, kejahatan, dan lain-lain, adalah merupakan
keadaan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai keagamaan
dan kemanusiaan. Oleh karenanya pemecahan masalah
sosial tersebut harus menggunakan nilai keagamaan dan
kemanusiaan sebagai dasar kearifan untuk mencari cara
pemecahannya, disamping cara yang bersifat ilmiah pragmatis
(Sodiq A. Kuntoro, 2008).Kehidupan yang didominasi oleh pemenuhan kebutuhan
material akan mendorong kehidupan yang penuh dengan
konik, ketidakadilan, kesenjangan sosial yang menghancurkan,
dan menjauhkan dari hubungan persaudaraan yang harmonis,
dan persamaan. Manusia menjadi dihinggapi dengan karakter
kepemilikan (having character) yang membahayakan orang lain
juga diri-sendiri. Having charactertidak terbatas pada kepuasanmenguasai benda material sebagai objek pemuasan, tetapi
meluas pada penguasaan atas manusia lain dan alam sebagai
bagian dari objek pemuasan (Erich Fromm dalam Sodiq A.
Kuntoro, 2008).
Kehidupan yang penuh persaingan dan konik antar
umat manusia lebih dipicu oleh karakter dan sikap pemilikan
material yang berlebihan. Perebutan sumber-sumber alammelampaui batas-batas wilayah, sehingga mendorong untuk
terjadi proses ekspansi kekuasaan politik dan ekonomi untuk
sekedar memperoleh keuntungan material yang lebih banyak.
Pendidikan yang selama ini berkembang lebih menekankan
pada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
kurang disertai dasar yang kuat pada pengembangan karakter
manusia yang memiliki hati nurani mulia.Penguasaan technical how lebih menonjol daripada
pengembangan pengembangan nilai-nilai dan sikap untuk
membangun manusia yang arif dan bak. Pengembangan
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
37/323
31EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
Model Pengembangan Karakter Melalui Sistem Pendidikan Terpadu .....
sumberdaya manusia sebagai instrumen bagi perolehan
kemajuan ekonomi dan persaingan lebih menonjol daripada
pengembangan karakter atau akhlak manusia. Pendidikan
keagamaan merupakan substansi penting bagi pendidikan
di sekolah atau dalam kehidupan sosial agar pendidikan
memiliki karakter humanis-relegius. Pendidikan Terpadu
Insantama Bogor adalah salah satu lembaga pendidikan yang
menggunakan dasar nilai-nilai Islam dalam pengembang-an
ilmu pengetahuan, teknologi, dan pengembangan kepribadian
peserta didiknya.
Disadari bahwa di tengah-tengah masyarakat saat initengah berlangsung krisis multidimensional dalam segala
aspek kehidupan. Kemiskinan, kebodohan, kedzaliman,
penindasan, ketidakadilan di segala bidang, kemerosotan
moral, peningkatan tindak kriminal dan berbagai bentuk
penyakit sosial menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan
masyarakat. Mengapa semua ini terjadi?
Dalam keyakinan Islam, krisis multidimensi tadimerupakan fasad (kerusakan) yang ditimbulkan oleh
kemaksiyatan yang dilakukan manusia setelah sekian lama
hidup dalam sistem sekuleristik. Yakni tatanan ekonomi
yang kapitalistik, perilaku politik yang oportunistik, budaya
hedonistik, kehidupan sosial yang egoistik dan individualistik,
sikap beragama yang sinkretistik serta paradigma pendidikan
yang materialistik.Sistem pendidikan yang materialistik telah gagal
melahirkan manusia shaleh yang sekaligus menguasai iptek
sebagaimana yang dimaui oleh pendidikan Islam. Pendidikan
yang materialistik lebih memberikan suatu basis pemikiran
yang serba terukur secara material, semisal gelar kesarjanaan,
jabatan, kekayaan atau apapun yang setara dan diilusikan
harus segera dapat menggantikan investasi pendidikan yangtelah dikeluarkan. Dalam segi yang lain, disadari atau tidak
tengah terjadi proses penghilangan capaian nilai non materi
berupa nilai transendental yang seharusnya menjadi nilai paling
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
38/323
32 Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Agus Retnanto
utama dalam pendidikan. Atas semua hal di atas, sampailah
kepada kita satu kesimpulan yang sangat mengkhawatirkan,
yakni terasingkannya manusia dari hakikat visi dan misi
penciptaannya.
Satu-satunya cara yang harus dilakukan untuk keluar
dari krisis pendidikan itu adalah mengembalikan proses
pendidikan kepada konsepsi pendidikan Islam yang benar.
Secara paradigmatis, aqidah Islam harus dadikan sebagai
penentu arah dan tujuan pendidikan, penyusunan kurikulum
dan standar nilai ilmu pengetahuan serta proses belajar
mengajar, termasuk penentuan kualikasi guru serta budayasekolah yang akan dikembangkan. Paradigma baru yang
berasaskan pada aqidah Islam ini harus berlangsung secara
berkesinambungan pada seluruh jenjang pendidikan yang ada,
mulai dari TK hingga Perguruan Tinggi.
Selain itu, harus dilakukan pula solusi strategis dengan
menggagas suatu pola pendidikan alternatif yang bersendikan
pada dua cara yang lebih bersifat fungsional, yakni: Pertama,membangun lembaga pendidikan unggulan dengan semua
komponen berbasis Islam, yaitu: (1) kurikulum yang
paradigmatik, (2) guru yang amanah dan kaah, (3) proses
belajar mengajar secara Islami, dan (4) lingkungan dan
budaya sekolah yang optimal. Dengan melakukan optimasi
proses belajar mengajar serta melakukan upaya meminimasi
pengaruh-pengaruh negatif yang ada dan pada saat yang samameningkatkan pengaruh positif pada anak didik, diharapkan
pengaruh yang diberikan pada pribadi anak didik adalah
positif sejalan dengan arahan Islam. Kedua, membuka lebar
ruang interaksi dengan keluarga dan masyarakat agar dapat
berperan optimal dalam menunjang proses pendidikan. Sinergi
pengaruh positif dari faktor pendidikan sekolah keluarga
masyarakat inilah yang akan menjadikan pribadi anak didikyang utuh sesuai dengan kehendak Islam.
Berangkat dari paparan di atas, maka implemetasinya
adalah dengan mewujudkan lembaga pendidikan Islam
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
39/323
33EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
Model Pengembangan Karakter Melalui Sistem Pendidikan Terpadu .....
unggulan secara terpadu dalam bentuk Taman Kanak-Kanak
Islam Terpadu (TKIT), Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT),
Sekolah Menengah Islam Terpadu (SMPIT), Sekolah Menengah
Umum Terpadu (SMUIT), dan Perguruan Tinggi Islam Terpadu.
Dengan latar belakang di atas penulis mengajukan judul Model
Pengembangan Karakter Melalui Sistem Pendidikan Terpadu
Insantama Bogor.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan akar masalah yang telah
dipaparkan di depan, rumusan masalah yang akan ditelitidalam disertasi ini adalah: (1) Mengapa Pendidikan Terpadu
Insantama Bogor melakukan model pengembangan karakter
melalui pendidikan terpadu? (2) Bagaimanakah model
pengembangan karakter siswa pada Pendidikan Terpadu
Insantama Bogor? (3) Bagaimanakah Budaya Sekolah yang
dikembangkan pada Pendidikan Terpadu Insantama Bogor?
(4) Bagaimanakah dampak penerapan model pengembangankarakter yang dilaksanakan di Pendidikan Terpadu Insantama
Bogor?
C. Fokus Penelitian
Penelitian difokuskan pada bagaimanakah model
pengembangan karakter siswa pada Pendidikan Terpadu
Insantama Bogor.
D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah dari penelitian ini,
tujuan penelitian ini adalah: (1) Mendapatkan jawaban secara
konseptual dan empiris tentang mengapa Pendidikan Terpadu
Insantama Bogor melakukan model pengembangan karakter
melalui pendidikan terpadu, (2) Memperoleh gambaran tentangmodel pengembangan karakter siswa pada Pendidikan Terpadu
Insantama Bogor (3) Mendapatkan jawaban secara empiris
tentang Budaya Sekolah yang dikembangkan pada Pendidikan
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
40/323
34 Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Agus Retnanto
Terpadu Insantama Bogor, (4) Mendapatkan jawaban secara
empiris tentang dampak penerapan model pengembangan
karakter yang dilaksanakan di Pendidikan Terpadu Insantama
Bogor.
E. Manfaat Penelitian
Nilai kegunaan atau urgensi dari penelitian ini
diharapkan mempunyai implikasi untuk: (1) Membantu
menyumbangkan pemikiran yang berkaitan pendidikan, dalam
rangka pencapaian Tujuan Pendidikan Nasional dalam Sistem
Pendidikan Nasional sehingga dapat menambah khasanah
ilmu pendidikan khususnya dalam rangka membentuk
manusia Indonesia seutuhnya. (2) Membantu memberikan
sebuah konsep sistem pendidikan yang dapat digunakan
untuk menciptakan manusia cerdas sekaligus berakhlaq mulia
yang mampu mengatasi berbagai macam problem yang sedang
melanda manusia Indonesia yang sedang membangun.
F. Kajian Teori
1. Kerangka Teori
a. Pengertian Pendidikan
Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan
sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya
sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dankebudayaan. Dalam perkembangannya, istilah
pendidikan atau paedagogie berarti bimbingan atau
pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang
dewasa agar ia menjadi dewasa. Selanjutnya, pendidikan
diartikan sebagai usaha yang dalankan oleh seseorang
atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau
mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih
tinggi dalam arti mental.
Sementara Carter V. Good berpendapat
Pedagogy is the art, practice, or profession of teaching.
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
41/323
35EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
Model Pengembangan Karakter Melalui Sistem Pendidikan Terpadu .....
The systematized learning or instruction concerning
principles and methods of teaching and of student control
and guidance; largely replaced by the term education.
Ahmad D. Marimba mengemukakan pendidikan adalah
bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik
terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik
menuju terbentuknya ke pribadian yang utama. Unsur-
unsur yang terdapat dalam pendidikan dalam hal ini
adalah: (a) usaha (kegiatan), usaha itu bersifat bimbingan
(pimpinan atau pertolongan) dan dilakukan secara sadar;
(b) ada pendidik, pembimbing; atau penolong; ada yang
dididik atau si terdidik; (c) bimbingan itu mempunyai
dasar dan tujuan; dalam usaha itu tentu ada alat-alat
yang dipergunakan.
Ki Hajar Dewantara berpendapat bahwa
pendidikan yaitu tuntunan di dalam hidup tumbuh-
nya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu
menuntun segala kekuatan kodrat yang ada padaanak-anak itu, agar mereka sebagai manusia, dan sebagai
anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan
dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
Selanjutnya Menurut UU Nomor 2 Tahun 1989
pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan
peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran,
dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akandatang.
Perkembangan berikutnya menurut UU No. 20 tahun
2003 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecer-dasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diper-
lukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
42/323
36 Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Agus Retnanto
Dari beberapa pengertian atau batasan pendidikan
redaksional namun secara essensial terdapat kesatuan
unsur-unsur atau faktor-faktor yang terdapat di
dalamnya, yaitu bahwa pengertian pendidikan tersebut
menunjukkan suatu proses bimbingan, tuntunan atau
pimpinan yang didalamnya mengandung unsur-unsur
seperti pendidik, anak didik, tujuan dan sebagainya.
Karena itu, dengan memperhatikan batasan-batasan
pendidikan tersebut, ada beberapa pengertian dasar
yang perlu dipahami sebagai berikut.
b. Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter sebagaimana
dinyatakan oleh Thomas Lickona (www. Cortland.
edu.character.articles) adalah upaya mengembangkan
kebajikan, yaitu keunggulan manusia sebagai fondasi
dari kehidupan yang berguna, bermakna, produktif dan
fondasi untuk masyarakat yang adil, penuh belas kasih
dan maju. Karakter yang baik meliputl tiga komponen
utama, yaitu: moral knowing, moral feeling, moral action.
Moral knowing meliputi: sadar moral, mengenal nilai-
nilai moral, perspektif, penalaran moral, pembuatan
keputusan dan pengetahuan tentang diri. Moral eeling
meliputi: kesadaran hati nurani, harga diri, empati,
mencintai kebaikan, kontrol diri dan rendah hati.
Moral action meliputi kompetensi, kehendak baik dan
kebiasaan.
Sejalan dengan itu Lickona, Ryan dan Bohlin (www.
cortlandedu.character.articles) mengatakan bahwa karakter
me-ngandung tiga unsur pokok, yaitu mengetahm
kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan
(loving the good) dan melakukan kebaikan (doing
the good). Dalam pendidikan karakter, kebaikan ituseringkali dirangkum dalam sederet sifat-sifat baik
(mulia). Dengan demikian, pendidikan karakter adalah
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
43/323
37EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
Model Pengembangan Karakter Melalui Sistem Pendidikan Terpadu .....
sebuah upaya membimbing perilaku manusia menuju
standar-standar baku. Upaya ini juga memberi jalan
untuk menghargai persepsi dan nilai-nilai pribadi
yang ditampilkan di sekolah. Fokus pendidikan karakter
adalah pada tujuan-tujuan etika, tetapi praktiknya
meliputi penguatan kecakapan-kecakapan yang penting
yang mencakup perkembangan sosial peserta didik.
Pendidikan nilai atau pendidikan karakter
harus bermuatan pengalaman dan pengamalan, yang
melibatkan unsur inti manusia, yaitu hati dan budi
serta seluruh anggota tubuhnya (Adimassana, 2000:35-
36). Nilai-nilai yang dijadikan acuan dalam pendidikan
nilai adalah nilai-nilai yang berharga untuk
membangun kehidupan. Masyarakat, negara, agama
dan keluarga mengarahkan perhatian pada nilai-nilai
yang penting untuk hidup, yang menjadi dasar untuk
hidup bersama dan yang memperkaya manusia melalui
norma-norma. Norma-norma adalah wahana ataupedoman untuk mewujudkan nilai-nilai. Matra, jika
seseorang melaksanakan suatu norma dengan sungguh-
sungguh; kemudian la merasakan dan menyadari
nilainya, maka ia akan dapat menghayati nilai yang
terkandung di dalamnya.
Norma adalah aturan atau patokan (baik yang
tertulis maupun yang tidak tertulis) yang berfungsisebagai pedoman bertindak atau juga sebagai tolok
ukur baik-buruknya watu perbuatan. Sedangkan nilai
menunjuk pada kualitas (makna, mutu, kebaikan)yang
terkandung dalam suatu objek: tindakan, benda, hal,
fakta, peristiwa dan lain-lain termasuk norma. Norma
itu lebih untuk dimengerti dengan rasio, sedangkan
nilai itu untuk ditangkap (dirasakan) dan dihayati(dialami) dengan hati nurani.
Manusia hidup digerakkan oleh nilai-nilai. la
harus memilih apakah mengambil nilai-nilai yang baik
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
44/323
38 Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Agus Retnanto
atau yang buruk, atau sama-sama balk atau nilai yang
baik dan nilai yang lebih baik, bahkan terbaik. Dalam
mempertimbangkan berbagai nilai yang dihadapi,
manusia harus memutuskan nilai mana yang akan
diambil untuk dasar tindakannya. Harapan semua orang
tua dan pendidik tentunya adalah keputusan tersebut
sesuai dengan nilai-nilai luhur yang meninggikan harkat
dan martabat manusiawinya sehingga sisi kemanusiaan
mengejawantah dalam perilaku dan perbuatannya.
Max Scheler mengungkapkan bahwa nilai moral
membonceng pada nilai-nilai lain (Bertens: 1993;
147). Artinya, nilai moral mengikuti ke mana pun
seseorang pergi dan apa yang dilakukannya. Maka,
pendidikan nilai sesungguhnya dapat terlaksana
melalui segala macam kegiatan yang memenuhi seluruh
ruang dan waktu dalam hidup seseorang di mana
saja, dan sudah tentu di sekolah. Di sekolah peserta
didik sebagai manusia menangkap nilai-nilai, meresapi,mentransformasikan dan merealisasikannya dalam
kehidupan.
Pemisahan ini berlanjut sampai sekarang dengan
berbagai instrumen yang digunakan mengacu pada tes
intelegensi. Amstrong mengemukakan wacana yang
berbeda, yaitu pengembangan manusia (human
development). Hal yang paling penting dari wacana, iniadalah perhatian yang besar terhadap, manusia. Maka,
wacana, pengembangan manusia memiliki perspektif
yang lebih luas daripada wacana prestasi akademik.
Istilah akademik mewakili sesuatu yang objektif
dan nal/terbatas, di sisi lain istilah manusia
merepresentasikan sebuah entitas kehidupan, subjektif
dan tak terbatas. Istilah akademik berada di luar diridalam bentuk buku-buku, tes, kuhah, silabus dan
sebagainya, sedangkan istilah manusia berada di sini
diri kita sendiri yang sedang dibicarakan.
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
45/323
39EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
Model Pengembangan Karakter Melalui Sistem Pendidikan Terpadu .....
Istilah pengembangan atau development lebih
berkonotasi pada upaya menumbuhkan, memerdekakan
manusia dari beban, rintangan dan kesulitan. Istilah
ini juga bermakna proses yang berlangsung terus
sepanjang waktu. Maka, pengembangan manusia
dalam pendidikan dapat didefinisikan menjadi
keseluruhan tindakan dan komunikasi lisan
dan tertulis yang melihat tujuan pendidikan lebih
mengutamakan pada upaya membantu, mendorong,
memfasilitasi pertumbuhan siswa sebagai manusia utuh,
termasuk di dalamnya sisi kognitif, emosional, sosial,
etik, kreatif dan spiritualnya (Amstrong, 2006:39).
c. Pendidikan Nilai
Ada beberapa konsep atau teori yang berkaitan
dengan pendidikan nilai dengan maksud agar
diperoleh keutuhan kerangka pemikiran antara
lain teori perkembangan bioekologis menurut Urie
Bronfenbrenner, konsep tentang pendidikan nilai/
karakter, bentuk-bentuk pendidikan nilai, prinsip-prinsip
pendidikan nilai, peran sekolah dalam pendidikan
nilai.
Dapat dikatakan bahwa hal-hal yang ada
di sekeliling anak baik yang dekat maupun yang
jauh, langsung maupun tidak langsung berpengaruh
terhadap pembentukan kepribadian seorang anak
sampai la dewasa kelak, bahkan selama hidupnya.
Sebab, kehidupan itu sendiri merupakan sistem yang
kompleks.
Menumbuhkembangkan nilai-nilai insani dan
Ilahi di sekolah merupakan upaya terus-menerus yang
memerlukan dukungan dari orang tua untuk sama-
sama menciptakan lingkungan belajar nilai yang.seiring sejalan. Artinya, nilai-nilai yang diperkenalkan
dan diinternalisasikan di sekolah sama dengan yang
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
46/323
40 Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Agus Retnanto
diinternalisasikan di rumah. Hal-hal yang dilarang
di sekolah juga dilarang di rumah. Hal-hal yang
harus dilakukan oleh subjek didik di sekolah juga
harus dilakukan di sekolah sehingga kecil kesempatan
anak untuk bermain peran atau menggunakan
standar ganda, yaitu di sekolah bersikap patuh dan
disiplin pada norma-norma, tetapi di rumah justru
sebaliknya. Dengan upaya terus-menerus dari orang
tua dan sekolah dalam pendidikan nilai diharapkan
anak sebagai subjek didik memiliki karakter yang baik.
2. Kajian Hasil Penelitian
Pendidikan, baik dari pesantren salaf maupun
pesantren khalafdan yang dikombinasikan berupa pendidikan
pesantren modern belum menunjukkan tingkat ke-kaahan-
nya. Kurukulum pada pesantren salaf cenderung didominasi
ilmu-ilmu alat atau ilmu-ilmu praktis beribadah yang bisa
langsung dipraktikkan untuk ibadah mahdlah. Untuk ilmu-
ilmu tentang kehidupan (sain, teknologi dan keterampilan)
tidak diajarkan.
Sedangkan pesantren khalaf dan pondok pesantren
modern telah memasukkan ilmu-ilmu umum (sain, teknologi
dan keterampilan) dengan sistem pendidikan klasikal. Namun
kedua macam ilmu itu masih terpisah secara konseptual, belum
dilakukan proses internalisasi, interkoneksi dan integrasi.
Sehingga ilmu-ilmu sosial khususnya yang jika ditelaah
lebih dalam secara ideologi Islam akan menyesatkan umat
akan masuk begitu saja meracuni akhlaq para siswa yang
berkemungkinan besar akan merusak aqidah Islam.
Seperti muatan isi dalam materi IPA yang menyatakan
bahwa manusia adalah keturunan dari kera, materi ekonomi
yang menyatakan kebutuhan manusia tak terbatas sehingga
menghalalkan keserakahan dalam hidup berekonomi,
menghalalkan riba dalam bentuk bunga bank. Perjudian
terselubung dalam bentuk pembelian saham dan pasar bursa.
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
47/323
41EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
Model Pengembangan Karakter Melalui Sistem Pendidikan Terpadu .....
Dalam ilmu sosial yang menyatakan agama adalah produk
budaya manusia. Dalam pendidikan moral diterapkannya
prinsip kebebasan individu dan lain-lain.
Pendidikan nilai yang dilakukan oleh Wolfgang Althof,
Berkowitz dan Marvin di Amerika. Penelitian mereka berjudut
Moral Education and Character Education: Their Relationship and
Roles in Citizenship Education dalamJournal of Moral Education,
volume 35, December 2006. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa peran sekolah dalam membantu perkembangan
moral warga negara dalam masyarakat demokratis perlu
difokuskan pada pengembangan moral yang lebih luas
dan pengembangan karakter terkait, mengajarkan
pendidikan kewarganegaraan dan mengembangkan watak
dan keterampilan /ketrampilan warga negara.
Masih terkait dengan pendidikan nitai adalah penelitian
yang dilakukan oleh suatu lembaga di Amerika Serikat: The
What Works Clearing-house (WWC) yang mengidentikasi
program-program pendidikan untuk me-ngembangkankarakter siswa dengan mengajarkan nilai-nilai inti (core values).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat bukti yang
meyakinkan mengenai pengaruh intervensi pendidikan
karakter terhadap perilaku, pengetahuan, sikap dan nilai,
serta prestasi akademik.
Penelitian yang dilakukan oleh Ulrika Bergmark
di sebuah SMP pada siswa-siswa kelas 7 dan 8 di Swediadengan judul: I Want People to Believe in -Me, Listen When I
Say something and Remember Me How Student Wish to Be
Treated yang dimuat dalam jurnal: Pastoral Care in Education,
volume 26, nomor 4, Desember 2008 (267-269). Penelitian ini
adalah penelitian fenomenologi dengan metode penelitian
tindakan partisipatori dan apresiatif. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengeksplorasi suara/pendapat pesertadidik mengenai gambaran tentang bagaimana mereka
memperlakukan dan ingin diperlakukan oleh orang
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
48/323
42 Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Agus Retnanto
lain. Analisis data dihubungkan dengan empat tema:
menghidupkan saling pengertian, penerimaan diri yang
sebagaimana adanya, pencarian kejujuran dan kebenaran,
dan menjadi berpengetahuan, dikenal dan didorong. Dengan
pemahaman yang komprehensif terhadap tema-tema ini
menegaskan bahwa praktik pendidikan dapat dikembangkan
menjadi lebih baik. Kurikulum sekolah di Swedia
mengharuskan memuat pembelajaran dengan beragam mata
pelajaran di samping secara simultan membantu peserta
didik untuk mengembangkan diri agar menjadi warga
negara yang berkarakter baik. Untuk mencapai tujuan ini
peserta didik perlu ditanamkan karakter tertentu seperti
respek dan tanggungjawab sehinga mereka dapat membina
hubungan yang positif dan hidup dalam komunitasnya.
Penelitian menunjukkan bahwa pendidikan karakter yang
baik membawa pada perkembangan moral peserta didik
sekaligus juga meningkatkan pembelajaran akademik
mereka. Memberikan hak bersuara kepada peserta didikmerupakan titik awal bagi pendidikan karakter. Jika orang
dewasa mendengarkan dengan sungguh-sungguh peserta
didiknya, praktik pendidikan dapat ditingkatkan.
Penelitian Paul J. Dovre yang dimuat dalam jurnal:
Education Next, volume 7 nomor 2, September 2007 (p.3845)
dengan judul: From Aristotle to Angelou: Best Practice in Character
Education mengemukakan bahwa gerakan pendidikankarakter di era modem muncul pada tahun 1980-an sebagai
akibat dari tumbuhnya perhatian orang tua dan masyarakat
karena adanya penyimpangan moral atau yang disebut
sosiolog James Davison Hunter sebagai kematian karakter.
Anomi publik ini ditangkap oleh Sanford McDonnell, ketua
dari The Character Education Partnership (CEP) yang merupakan
organisasi payung yang memberikan koordinasi, dorongandan dukungan kepada sekolah-sekolah. Donnell mengatakan
bahwa telah terjadi krisis karakater di seluruh Amerika.
Yang harus dilakukan adalah kembali kepada nilai-nilai
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
49/323
43EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
Model Pengembangan Karakter Melalui Sistem Pendidikan Terpadu .....
inti dari warisan Amerika di dalam rumah, sekolah, bisnis,
pemerintahan dan juga dalam kehidupan sehari-hari. Dua
dekade kemudian, perlu diteliti sejauh mana kesuksesan
dari gerakan pendidikan karakter tersebut. Maka, penelitian
mengenai pendidikan karakter dilakukan di enam sekolah.
Selama lebih dari dua bulan peneliti mengunjungi masing-
masing sekolah untuk mempelajari program pendidikan
karakter di sekolah masing-masing. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa walaupun sekolah ini berbeda dalam
hal ukuran, tipe, jenjang dan lokasi, tetapi keenam sekolah
ini menyumbangkan unsur-unsur penting bagi program
komprehensif pendidikan karakter. Pendidikan diarahkan
oleh sejumlah nilai-nilai inti atau kebajikan. Sekolah-sekolah
memberikan kesempatan yang berlimpah bagi wacana
moralmengenai hal-hal yang kompleks dan bertentangan,
juga tindakan moral melalui balk layanan komunitas yang
teratur maupun dalam aturan di sekolah.
Penelitian lain yang berkaitan dengan sekolah adalahyang dilakukan oleh Solomon, dkk. (1997) untuk mengetahui
hubungan antara tindakan guru, berbagai aspek perilaku siswa
dan rasa komunitas dalam diri siswa di berbagai kelas yang
ada. Penelitian ini antara lain mengkaji bagaimana pengaruh
sekolah terhadap perasaan siswa tentang sekolahnya sebagai
suatu komunitas.
G. Kerangka Berfkir
Pendidikan nasional menggalakkan potensi individu
secara menyeluruh dan terpadu untuk mewujudkan insan yang
seimbang dan harmonis dari segi intelektual, rohani dan iman,
berdasarkan kepercayaan kepada Allah Swt. Memang adanya
penekanan di bidang pembentukan manusia seutuhnya baik
jasmani maupun rohani dalam sistem pendidikan nasionalmerupakan ciri pendidikan Islam. Karena itu, dalam kurikulum
terpadu yang dimuat dalam kurikulum pendidikan maupun
yang melekat pada setiap mata pelajaran sebagai bagian dari
7/21/2019 empirik jan-jun 2012.pdf
50/323
44 Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Agus Retnanto
pendidikan nilai. Oleh sebab itu, nilai-nilai agama akan selalu
memberikan corak dan warna pada pendidikan nasional di
Indonesia.
Pendidikan terpadu mengidealkan pendidikan yang
komprehensip (kaah), dimana dalam rangka membentuk
kepribadian Islam yang utuh yang disebut dengan Syaksiyyah
Islamiyyah maka perlu membangun pondasi pendidikan.
Pondasi pendidikan itu berupa Tsaqofah I