Republik Indonesia Republik Indonesia 2014 PEDOMAN TEKNIS PERHITUNGAN BASELINE EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR BERBASIS ENERGI
Republik Indonesia
Republik Indonesia2014
PEDOMAN TEKNIS PERHITUNGAN BASELINE EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR BERBASIS ENERGI
Tim Penulis
Penasehat:Endah Murningtyas, Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, Bappenas
Koordinator:Wahyuningsih Darajati, Direktur Lingkungan Hidup, Bappenas
Tim Penulis:Achmad Zacky, Agus Supriyadi, Akhmad R, Aries Kusumawanto, Ario Wicaksono, Devin Maeztri, Ery Wijaya, Gitafajar Saptyani, Karlo Manik, Lisa Ambarsari, M. Suhud, Rizka Tri W, Shinta D. Sirait, Syamsidar Thamrin, Widya Adi Nugroho.
Tim Pendukung Teknis:Dini Artiani, Harliana, Lestira Watimmena, Tanti Hariyanti
Republik Indonesia
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)
Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
Jl. Taman Suropati 2
Jakarta 10310
Telp. (021) 31936207
Website: www.bappenas.go.id
ii PEDOMAN TEKNIS PERHITUNGAN BASELINE EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR BERBASIS ENERGI
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kami ucapkan kepada seluruh staf di Kedeputian Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, Kementerian PPN/Bappenas atas bantuan fasilitasi teknis dalam penyusunan dokumen ini.
Penyusunan Pedoman Teknis Perhitungan Baseline Emisi gas Rumah Kaca Sektor Berbasis Energi ini didukung oleh Deutsche Gesellschaft fuer Internationale Zusammenarbaeit (GIZ) melalui Policy Advice for Environment and Climate Change (PAKLIM). Dukungan tersebut sangat dihargai.
Proses penyusunan dokumen ini tidak terlepas dari dukungan kemitraan dan dedikasi berbagai institusi berikut:
1. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral2. Kementerian Perhubungan3. Kementerian Perindustrian4. USAID-ICED5. GIZ SUTIP6. GIZ TRANSfer
Terima kasih yang setinggi-tingginya juga disampaikan kepada para pihak yang telah banyak memberikan masukan dalam penyempurnaan pedoman ini.
iii
DAFTAR ISI
Ucapan Terima Kasih ii
Daftar Singkatan vii
Bab 1. Pendahuluan 1
Bab 2. Metodologi Dalam Pembuatan Baseline untuk Sektor Energi 5
2.1 Sistem Energi 5
2.2 Model Energi 6
2.3 Asumsi-asumsi dasar dalam Pemodelan Energi 8
2.4 Metodologi Analisa Permintaan Energi 8
2.5 Metodologi Analisa Penyediaan Energi 14
2.6 Metodologi Perhitungan Emisi atas Model Energi 15
Bab 3. Berbagai Model/Software Perencanaan Energi untuk Pembuatan Baseline Sektor Energi
17
3.1 Kajian Berbagai Model Perencanaan Energi 17
3.2 Pemodelan dalam Pembuatan Baseline untuk Sektor Energi 20
3.3 Pengenalan Singkat tentang LEAP 22
Bab 4. Baseline untuk Sektor Energi dengan Menggunakan LEAP 27
4.1. Metodologi Penyusunan Baseline 27
4.2. Metode Perhitungan Konsumsi Energi Pada LEAP 29
4.3 Metode Perhitungan Produksi Energi Pada LEAP 33
4.4 Metode Perhitungan Emisi dari Produksi dan Konsumsi Energi 33
Bab 5. Emisi Baseline untuk Sektor Berbasisi Energi dengan Menggunakan LEAP
37
5.1 Hasil Perhitungan Emisi Baseline Sektor Energi 38
5.2 Hasil Perhitungan Emisi Baseline Sektor Transportasi 43
5.3 Keterbatasan dan tindak lanjut 47
Daftar Pustaka 49
iv PEDOMAN TEKNIS PERHITUNGAN BASELINE EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR BERBASIS ENERGI
Daftar Gambar
Gambar 1: Emisi CO2 sektor energi (juta ton) 2
Gambar 2: Sistem Energi Komplek 6
Gambar 3: Alur dalam Pemodelan Energi 7
Gambar 4: Tampilan antarmuka LEAP 22
Gambar 5: Proses pengumpulan data untuk pembuatan Baseline 27
Gambar 6: Penggolongan data di tiap sektor yang diperlukan dalam pembuatan Baseline
28
Gambar 7: Prosedur dalam pembuatan Baseline dengan menggunakan LEAP 29
Gambar 8: Kompilasi Baseline Nasional Tiap Propinsi di Indonesia (Sekretariat RAN-GRK, 2014)
37
Gambar 9: Proyeksi emisi gas rumah kaca di tiap propinsi di Pulau Sumatra 38
Gambar 10: Proyeksi emisi gas rumah kaca di tiap propinsi di Pulau Jawa dan Bali 39
Gambar 11: Proyeksi emisi gas rumah kaca di tiap propinsi di Pulau Kalimantan 40
Gambar 12: Proyeksi emisi gas rumah kaca di tiap propinsi di Pulau Sulawesi dan Papua
41
Gambar 13: Proyeksi emisi gas rumah kaca di tiap propinsi di Kepulauan 43
Daftar Tabel
Tabel 1: Contoh Sistem Energi Sederhana 5
Tabel 2: Karakteristik Beberapa Software Perencanaan Energi 20
Tabel 3: Faktor emisi bahan bakar rumah tangga 34
Tabel 4: Faktor emisi bahan bakar transportasi 34
Tabel 5: Faktor emisi jaringan ketenagalistrikan 34
Tabel 6: Faktor emisi untuk sektor Industri 35
Tabel 7: Proyeksi emisi gas rumah kaca di Pulau Sumatera (ton setara CO2) 44
Tabel 8: Proyeksi emisi gas rumah kaca di Pulau Jawa dan Bali (ton setara CO2) 44
Tabel 9: Proyeksi emisi gas rumah kaca di Pulau Kalimantan (ton setara CO2) 45
Tabel 10: Proyeksi emisi gas rumah kaca di Pulau Sulawesi dan Papua (ton setara CO2)
46
Tabel 11: Proyeksi emisi gas rumah kaca di Kepulauan (ton setara CO2) 46
Tabel 12: Tingkatan level database yang diperlukan dalam pemodelan energi 48
v
DAFTAR SINGKATAN
AIM : Asia-Pasifi c Integrated Model
BAU : Business as Usual
BBM : Bahan Bakar Minyak
ETSAP : Energy Technology Systems Analysis Programme
GRK : Gas Rumah Kaca
IAEA : International Atomic Energy Agency
IEA : International Energy Agency
KESDM : Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral
LEAP : Long-range Energy Alternatives Planning System
MAED : Model for Analysis of Energy Demand
MARKAL : MARket Allocation
MESSAGE : Model for Energy Supply Strategy Alternatives and their General Environmental Impacts
NAMAs : Nationally Appropriate Mitigation Actions
NIES : National Institute for Environmental Studies
PDB : Produksi Domestik Bruto
RAN-GRK : Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca
RAD-GRK : Rencana Aksi Daerah Pengurangan Gas Rumah Kaca
RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah
SEI : Stockholm Environment Institute
TIMES : The Integrated MARKAL-EFOM System
UNFCCC : United Nations Framework Convention on Climate Change
1
BAB 1PENDAHULUAN
Pemerintah Indonesia menyadari bahwa penanganan perubahan iklim merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tantangan pembangunan dan oleh sebab itu, pemerintah Indonesia berperan aktif dalam berbagai kerjasama internasional yang terkait. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidatonya pada pertemuan G-20 di Pittsburgh, Amerika Serikat, 25 September 2009 menyatakan bahwa Indonesia secara sukarela berkomitmen untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 26 persen pada tahun 2020 dari tingkat Business as Usual (BAU) dengan usaha sendiri dan mencapai 41 persen apabila mendapat dukungan internasional. Komitmen ini disampaikan terutama karena Indonesia telah bertekad untuk menerapkan pembangunan berkelanjutan sebagaimana tertuang di dalam rencana pembangunan nasional. Menindaklanjuti komitmen tersebut, Presiden Republik Indonesia telah menerbitkan Peraturan Presiden No. 61 tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) yang merupakan dokumen kerja yang berisi upaya-upaya untuk menurunkan emisi gas rumah kaca di Indonesia. Peraturan Presiden ini telah diikuti dengan terbitnya Peraturan Presiden No. 71 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK) Nasional. RAN-GRK yang mengusulkan aksi mitigasi di lima bidang prioritas (Pertanian, Kehutanan dan Lahan Gambut, Energi dan Transportasi, Industri, Pengelolaan Limbah) serta kegiatan pendukung lainnya, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perencanaan pembangunan nasional yang mendukung prinsip pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan, dan pembangunan berkelanjutan.
Seiring dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 5,3% selama satu dekade terakhir, pertumbuhan kebutuhan energi nasional juga meningkat pesat. Berdasarkan data dari Pusdatin ESDM (2011), total konsumsi energi nasional pada tahun 2000 sebesar 468 juta Setara Barel Minyak (SBM), naik secara tajam menjadi 793 juta SBM pada tahun 2010. Kenaikan konsumsi energi ini mengakibatkan peningkatan emisi gas rumah kaca yang terlihat jelas pada Gambar 1, dimana emisi CO2 pada tahun 2000 yang mencapai 244,31 juta ton meningkat menjadi 379,47 juta ton pada tahun 2010. Peningkatan emisi ini terjadi bukan hanya dari sektor pembangkit listrik, melainkan juga dari sektor industri dan transportasi.
2 PEDOMAN TEKNIS PERHITUNGAN BASELINE EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR BERBASIS ENERGI
Pembangkit Listrik/Power PlantIndustri/IndustryKomersial & Rumah tangga/Commercial & HouseholdTransportasi/TransportationSektor Lainnya/Other Sector
2000 2001 2002 2004 2005 2006 2007 2008 20092003 2010
400
300
20
10
0
Sumber: Pusdatin ESDM, 2011
Gambar 1: Emisi CO2 sektor energi (juta ton).
Untuk memenuhi penurunan emisi sebesar 26% dari tingkat BAU, berdasarkan dokumen RAN-GRK disebutkan bahwa Pemerintah Indonesia menargetkan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 36 juta ton setara CO2 dari sektor energi dan transportasi dan 1 juta ton setara CO2 dari sektor industri. Sedangkan untuk memenuhi penurunan emisi sebesar 41% dari tingkat BAU, penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 56 juta ton setara CO2 dari sektor energi dan transportasi dan 5 juta ton setara CO2 dari sektor industri harus dapat dipenuhi. RAN-GRK telah mendata sekitar 50 aksi mitigasi di lima sektor dan menunjukkan jenis sumber daya apa saja yang akan dibutuhkan dalam proses implementasi, kebijakan baru yang perlu dirumuskan serta pengaturan kelembagaan yang diperlukan untuk keberhasilan pelaksanaan.
Pada tahun 2012, seluruh Pemerintah Provinsi di Indonesia menyusun dokumen Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD-GRK), termasuk menghitung emisi baseline dan skenario mitigasi yang sesuai di masing-masing provinsi. Untuk memperoleh jumlah pengurangan emisi GRK yang kredibel, diperlukan sebuah perhitungan dasar atas jumlah emisi GRK yang dihasilkan oleh Indonesia. Istilah “BAU baseline” yang selanjutnya disebut baseline mengacu pada situasi tanpa kebijakan/program tertentu dan
3BAB 1PENDAHULUAN
digunakan sebagai referensi untuk mengukur kinerja. Oleh karena itu, dibutuhkan pembuatan baseline yang handal dan dapat dipertanggung jawabkan secara keilmuan agar kinerja pengurangan emisi GRK dapat terukur.
Dalam proses penulisan RAD-GRK pada tahun 2012, penghitungan baseline pada 33 provinsi telah dilakukan melalui beberapa tahapan. Tahap pertama dimulai dari Pelatihan Perhitungan BAU Baseline untuk Sektor Energi oleh Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) bekerjasama dengan Kementrian Dalam Negeri pada bulan Juni 2012 di Yogyakarta, dan bulan Juli 2012 di Surabaya. Dalam pelatihan tersebut, digunakan software Long range Energy Alternatives Planning System (LEAP) sebagai tool untuk menghitung BAU Baseline dari sektor energi di masing-masing provinsi dengan proyeksi waktu dari 2010 hingga 2020. Tahap berikutnya adalah pendampingan kepada setiap daerah dalam menyelesaikan perhitungan BAU Baseline.
Terkait dengan rencana kaji ulang RAN dan RAD-GRK, buku Pedoman Teknis ini disiapkan untuk membuat standarisasi metode perhitungan baseline emisi dari sektor energi dan membimbing para pihak untuk membangun baseline yang disempurnakan. Metode perhitungan ini harus memenuhi kaidah ilmiah dan dipergunakan secara luas di dunia internasional. Lebih jauh, buku Pedoman Teknis ini diharapkan dapat dipergunakan di Indonesia sebagai bagian dari capacity building untuk melakukan perhitungan atas emisi yang diproduksi dari sektor berbasis energi.
5
BAB 2METODOLOGI DALAM PEMBUATAN BASELINE UNTUK SEKTOR ENERGI
2.1 Sistem EnergiSebelum beranjak membahas tentang pemodelan energi, ada baiknya kita memahami sistem energi. Sebuah sistem energi yang sederhana dapat diklasifi kasikan ke dalam tiga level, yakni: 1) produksi dan konversi energi dari sebuah sumber energi (primary energy) menjadi bentuk energi yang bisa dipakai (secondary energy), 2) distribusi dan penyimpanan energi, dan 3) pengkonsumsian energi.
Tabel 1: Contoh Sistem Energi Sederhana
Sumber Minyak Batubara Gas Alam Sinar Matahari Biomasa
Perlakuan Ekstraksi
Sumur minyak
Tambang batubara
Pembersihan gas - Pertanian/
PerkebunanTeknologi Konversi
Kilang minyak
Pembangkit listrik - Sel surya -
Bentuk Energi Layak Pakai
Bensin, solar, avtur, dll.
Listrik Metana ListrikEthanol, Methanol, arang
DistribusiSistem distribusi minyak
Jaringan listrik
Jaringan pipa/distribusi gas
Jaringan listrik
Truk/truk tanki/jaringan pipa
Teknologi Akhir Penggunaan
Kendaraan bermotor Lampu Kompor gas Lampu
Kendaraan bermotor, kompor masak
Bentuk Layanan dari Energi
Transportasi Penerangan Memasak PeneranganTransportasi, dan memasak
Dalam sistem energi yang komplek, proses produksi/konversi hingga menjadi bentuk energi jadi tidak hanya dipengaruhi oleh faktor teknologi saja. Akan tetapi terdapat faktor-faktor penunjang lain seperti faktor biaya, regulasi, infrastruktur dan emisi lingkungan, seperti terlihat dalam Gambar 2. Faktor-faktor tersebut sangatlah penting untuk turut dipertimbangkan dalam melakukan pemodelan energi, karena dinamika yang terjadi di dalamnya akan mempengaruhi model yang akan kita hasilkan.
6 PEDOMAN TEKNIS PERHITUNGAN BASELINE EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR BERBASIS ENERGI
Teknologi
Sumber Energi
Infrastruktur
Emisi Lingkungan
Biaya
SosialBentuk
Final EnergiSistem Energi
Regulasi
Gambar 2: Sistem Energi Komplek
2.2 Model EnergiModel adalah rencana, representasi, atau deskripsi yang menjelaskan suatu objek, sistem dalam dunia nyata, atau konsep, yang seringkali berupa penyederhanaan atau idealisasi. Sedangkan model energi dapat dijelaskan sebagai sebuah deskripsi atau rencana yang menjelaskan sistem produksi, distribusi dan konsumsi energi yang komplek ke dalam sebuah rumusan matematika untuk menampilkan referensi gambaran sistem energi di masa mendatang. Tujuan melakukan pemodelan energi adalah:
1) Untuk memahami keadaan sistem energi (suplai, distribusi dan konsumsi) di masa mendatang, sehingga dapat diperoleh ide-ide kebijakan energi yang diperlukan dalam mengantisipasi kondisi sistem energi yang dibutuhkan di masa mendatang.
2) Untuk menguji atau mengevaluasi pengaruh ide-ide kebijakan energi terhadap sistem energi dalam jangka waktu tertentu.
Gambar 3 memperlihatkan alur atau proses dalam pemodelan energi. Langkah awal dimulai dengan memetakan variabel-variabel yang berpengaruh terhadap permintaan energi seperti demografi (misal: jumlah penduduk, jumlah rumah tangga, usia penduduk, dll.) dan ekonomi makro-mikro (Produksi Domestik Bruto (PDB), infl asi, pendapatan, pengeluaran,
7BAB 2METODOLOGI DALAM PEMBUATAN BASELINE UNTUK SEKTOR ENERGI
dll.), lalu dilanjutkan analisa terhadap kebutuhan energi yang dipengaruhi oleh variabel-variabel di atas seperti kepemilikan terhadap peralatan listrik atau teknologi yang membutuhkan energi seperti boiler, pompa dan sebagainya. Hasil dari analisa kebutuhan energi digunakan untuk menganalisa proses distribusi energi dan analisa suplai energi (diperoleh baik melalui sumber daya domestik maupun melalui impor dari negara lain). Seluruh proses penyediaan energi, distribusi maupun konsumsi energi menghasilkan produk samping berupa emisi yang dapat dihitung jumlahnya.
Emis
i Gas
Ru
mah
Kac
a
Sumber Daya Energi
Penyediaan Energi
Impor Energi
Distribusi Energi
Permintaan Energi
Ekonomi makro-mikroDemografi
Gambar 3: Alur dalam Pemodelan Energi
Seorang pemodel memiliki imajinasi tersendiri tentang bentuk masa depan yang akan dia modelkan. Begitu juga seorang pemodel energi, sebelum melakukan pemodelan, perlu melakukan penggambaran keadaan di masa mendatang berdasarkan kajian-kajian ilmiah, baik itu berupa gambaran masa depan tentang masyarakat, lingkungan, teknologi, perekonomian dan juga kebijakan publik atau situasi politik. Situasi masa depan yang telah dikaji secara ilmiah itulah yang kemudian bisa menjadi dasar asumsi untuk pembuatan sebuah model. Kemudian, pemodel bisa menentukan target dari sistem energi yang akan dibangun di masa depan tersebut.
8 PEDOMAN TEKNIS PERHITUNGAN BASELINE EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR BERBASIS ENERGI
2.3 Asumsi-asumsi dasar dalam Pemodelan EnergiDalam pemodelan energi, seorang pemodel harus menentukan terlebih dahulu asumsi-asumsi dasar yang dipergunakan dalam keseluruhan model. Asumsi dasar itu adalah untuk menampung parameter-parameter umum yang disederhanakan dari hal-hal komplek seperti; laju pertumbuhan penduduk, laju pertumbuhan ekonomi makro dan sebagainya, yang kemudian dianggap sebagai bilangan yang dipakai secara konsisten di seluruh perhitungan dalam model
2.4 Metodologi Analisa Permintaan EnergiPermintaan energi untuk setiap kegiatan adalah produk dari dua faktor; tingkat aktivitas (layanan energi) dan intensitas energi (penggunaan energi per unit layanan energi). Selain itu, total kebutuhan energi nasional atau sektoral dipengaruhi oleh rincian kegiatan yang berbeda yang membentuk komposisi, atau struktur permintaan energi. Kebanyakan analisis energi bottom-up memegang campuran jasa energi dan kegiatan (dan pada akhirnya di struktur permintaan energi) yang konstan di seluruh skenario yang berbeda, tetapi tidak konstan dari waktu ke waktu.
Mengingat keadaan struktur yang konstan, tingkat aktivitas tergantung pada faktor-faktor seperti jumlah penduduk, pendapatan dan pertumbuhan ekonomi. Tingkat intensitas energi tergantung pada efi siensi energi, termasuk aspek teknologi dan operasional. Sebuah penjumlahan produk dari dua faktor ini atas semua kegiatan memberikan total permintaan energi.
di mana:Qi = kuantitas penggunaan energi Ii = intensitas konsumsi energi atas penggunaan peralatan/teknologi
Intensitas I dapat dikurangi dengan mengubah teknologi untuk meningkatkan efi siensi, tanpa mempengaruhi
9BAB 2METODOLOGI DALAM PEMBUATAN BASELINE UNTUK SEKTOR ENERGI
tingkat pelayanan energi. Penggunaan energi juga dapat dikurangi dengan mengurangi penggunaan (jam/tahun) dari yang diberikan pengguna akhir perangkat (kW), sehingga mengurangi penggunaan energi tahunan (MWh). Jika pengurangan ini dicapai dengan mengurangi limbah atau penggunaan yang diperlukan, misalnya melalui peningkatan teknologi kontrol, dapat dianggap sebagai peningkatan efi siensi (mengurangi I). Namun, jika pengurangan berasal dari konsumen hanya mengambil keuntungan sedikit dari pengguna akhir, misalnya dengan mengurangi tingkat pencahayaan atau menaikkan suhu AC, maka penghematan yang dihasilkan harus benar-benar dianggap sebagai pengurangan tingkat pelayanan energi (pengurangan Q). Umumnya, analisis bottom-up mengasumsikan bahwa pengurangan tersebut dalam jasa energi tidak dibuat, atau mereka akan dibuat dalam semua skenario dan dengan demikian tidak diperlakukan sebagai penghematan energi bersih.
Jumlah penggunaan energi Q tergantung pada beberapa faktor, termasuk populasi, share penggunaan peralatan/teknologi tertentu, dan sejauh mana penggunaan setiap peralatan.
Qi = Ni . Pi . Midi mana:Qi = kuantitas penggunaan energiNi = jumlah populasi pengguna atas peralatan/ teknologiPi = penetrasi (total unit/total populasi pengguna) atas peralatan/teknologi (dapat lebih dari >100%Mi = frekuensi penggunaan peralatan/teknologi (jumlah jam/lama penggunaan)
Parameter populasi N dapat menjadi jumlah rumah tangga, bangunan komersial, pelanggan industri, atau jumlah sarana transportasi. Berbagai defi nisi dapat digunakan: misalnya, daripada mendefi nisikan ukuran sektor komersial dalam hal jumlah tempat komersial, orang bisa menggunakan jumlah total luas lantai komersial untuk menentukan sektor ini. Persyaratan utama adalah bahwa defi nisi N harus konsisten dengan unit dalam penyebut dari variabel penetrasi P.
Nilai P hanyalah bagian dari pelanggan yang menggunakan layanan listrik (peralatan yang mengkonsumsi gas dan bahan bakar lainnya harus dihitung secara terpisah). Untuk peralatan pendinginan ruangan, dan peralatan pengkonsumsi energi listrik lainnya pada bangunan komersial, parameter penetrasi
10 PEDOMAN TEKNIS PERHITUNGAN BASELINE EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR BERBASIS ENERGI
biasanya didefi nisikan sebagai per meter persegi bangunan.Untuk membuat analisa proyeksi permintaan energi, seorang pemodel energi memerlukan informasi rinci tentang tren konsumsi listrik atau konsumsi energi lainnya yang terbagi dalam level atau sektoral masing-masing konsumen, jenis peralatan yang digunakan, dan teknologi atas peralatan tersebut. Satu set informasi yang baik juga berisi data tentang efi siensi peralatan yang saat ini digunakan. Pertumbuhan pemakaian energi kemudian diproyeksikan ke masa depan sebagai bagian dari skenario baseline.
2.4.1 Sektor Rumah Tangga
Jumlah penggunaan energi sektor rumah tangga adalah jumlah energi yang diperlukan oleh layanan perumahan seperti lampu, pendingin udara, pendinginan, penggunaan televisi, pemanas air, dll.
Setiap pengguna akhir di sektor rumah tangga dapat memiliki ekspresi spesifi k mengikuti format umum:
. ( )
Konsumsi energi di setiap pengguna akhir dapat dihitung dengan menggunakan persamaan proyeksi berikut:
ERi = Ni . Pi . Mi . Iidi mana:ERi
= konsumsi energi akhir sektor rumah tangga atas penggunaan peralatan/teknologiNi = total jumlah rumah tangga yang menggunaan peralatan/ teknologiPi = tingkat penetrasi atas peralatan/teknologiMi = frekuensi penggunaan atas peralatan/teknologi (jumlah jam/lama penggunaan)Ii = intensitas konsumsi energi atas penggunaan peralatan/ teknologi
Kebutuhan permintaan energi dari sektor rumah tangga dapat berbeda-beda bergantung pada tingkat pendapatan. Oleh karena itu, total kebutuhan energi perumahan dapat dihitung sebagai berikut:
11BAB 2METODOLOGI DALAM PEMBUATAN BASELINE UNTUK SEKTOR ENERGI
di mana: i = peralatan/teknologij = tingkat pendapatan
Perhitungan proyeksi permintaan energi di sektor rumah tangga dapat dikategorikan oleh peralatan/teknologi akhir, atau oleh kombinasi peralatan/teknologi akhir dan tingkat pendapatan, atau oleh kombinasi peralatan/teknologi akhir, tingkat pendapatan, dan jenis konstruksi rumah (misal: Rumah single Vs Apartemen), dll.
2.4.2 Sektor Industri
Menurut IPCC (2006), perhitungan konsumsi energi di sektor industri dihitung dari seluruh energi yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 unit produk. Termasuk di dalamnya adalah konsumsi energi oleh transportasi barang/bahan baku yang digunakan secara internal di area produksi untuk menghasilkan produk. Unit energi yang digunakan dapat disesuaikan dengan standar yang biasa dipakai dalam industri tersebut, misal: kWh/Ton baja (industri besi/baja), kCal/kg clinker semen (industri semen), dan GJ/ton kain tekstil (industri tekstil).
Dalam beberapa kasus di industri proses, bahan bakar (BBM, gas dan batubara) tidak hanya untuk menghasilkan energi yang digunakan dalam proses produksi, namun juga digunakan sebagai bahan baku produksi (feedstock) atau dalam istilah IPCC disebut sebagai non-energy use of fuels. Oleh karena itu, bahan bakar yang digunakan sebagai feedstock tidak dihitung sebagai bagian dari konsumsi energi di industri. Untuk perhitungan emisi CO2 dari non-energy use of fuels, silahkan lihat rujukan lebih lanjut di IPCC (2006) Volume 3, Industrial Processes and Product Use.
Kebutuhan energi di sektor industri dapat di hitung dengan persamaan:
12 PEDOMAN TEKNIS PERHITUNGAN BASELINE EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR BERBASIS ENERGI
di mana: EI = konsumsi energi sektor industrii = peralatan/teknologi j = ketegori dalam sektor industri (misal; industri baja, industri makanan, industri kertas, dll)
Setiap pengguna akhir dapat memiliki ekspresi spesifi k mengikuti format umum:
Kuantitas penggunaan energi Q dapat diidentifi kasi sebagai berikut:
di mana N = jumlah fasilitas dalam industri ketegori jP = tingkat penetrasi atas peralatan/teknologi dalam industri kategori jM = jumlah produk j yang dihasilkan
2.4.3. Sektor Transportasi
Sektor transportasi merupakan salah satu penyumbang terbesar dalam proporsi konsumsi energi di Indonesia. Dalam pembuatan emisi baseline ini, perhitungan konsumsi energi dari sektor transportasi hanya dilakukan pada sistem transportasi darat non-kereta api, sedangkan perhitungan emisi baseline untuk transportasi laut dan udara akan dihitung langsung oleh Kementrian Perhubungan dengan metodologi tersendiri. Perhitungan total energi yang dikonsumsi oleh sektor transportasi darat non kereta-api dibedakan berdasarkan jenis teknologi dan golongan dari moda transportasi tersebut, dinyatakan dalam formula sebagai berikut:
13BAB 2METODOLOGI DALAM PEMBUATAN BASELINE UNTUK SEKTOR ENERGI
di mana: ET
= konsumsi energi sektor transportasii = peralatan/teknologi kendaraan (misal: hybrid, listrik, konvensional)j = golongan dari moda transportasi (misal: sedan, SUV, bus, mini bus, truck, dll.)
Setiap pengguna akhir dapat memiliki ekspresi spesifi k mengikuti format umum:
Kuantitas penggunaan energi Q pada golongan moda transportasi tertentu dapat diidentifi kasi sebagai berikut:
di mana:N = jumlah populasi pengguna atas peralatan/teknologi jP = tingkat penetrasi kepemilikan atas peralatan/teknologi kategori jM = frekuensi penggunaan atas moda transportasi tersebut (jarak pemakaian)Ii = intensitas konsumsi energi atas moda transportasi tersebut (liter/km)
2.4.4 Sektor Komersial
Sektor komersial pada dasarnya adalah sektor bangunan, sehingga akan sangat berguna untuk memisahkan permintaan energi sektor komersial berdasarkan jenis kegiatan ekonomi dan jenis bangunannya. Biasanya, konsumsi energi di sektor komersial didefi nisikan berdasarkan tiap luasan lantai yang dinyatakan dalam dalam kWh/m2.
di mana: Ec = penggunaan energi di sektor komersiali = peralatan/teknologij = ketegori dalam sektor komersial (tipe bangunan; perkantoran, perhotelan, rumah sakit, dll)
14 PEDOMAN TEKNIS PERHITUNGAN BASELINE EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR BERBASIS ENERGI
Setiap pengguna akhir dapat memiliki ekspresi spesifi k mengikuti format umum:
I sekarang didefi nisikan dalam rata-rata daya terpasang per meter persegi luas lantai atas penggunaan peralatan/teknologi tertentu. Perlu diketahui bahwa berbagai jenis bangunan atau area fungsional dalam bangunan bisa memiliki tingkat penggunaan energi yang berbeda, sehingga memiliki intensitas yang berbeda pula.
Kuantitas penggunaan energi Q dapat diidentifi kasi sebagai berikut:
di mana:A = total luas lantai dari bangunan tipe tertentuP = persentase total luas lantai dari bangunan atas penggunaan peralatan/teknologi tertentuM = frekuensi penggunaan atas peralatan/teknologi (jumlah jam/lama penggunaan)
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan mempengaruhi laju pertumbuhan daerah komersial seperti bertambahnya luas lantai bangunan, penetrasi AC/sistem pendingin ruangan, bertambahnya durasi penggunaan peralatan, dll Dalam persamaan ini perbaikan teknis yang diwakili oleh watt berkurang per meter persegi.
2.5 Metodologi Analisa Penyediaan EnergiPenyediaan energi dihitung dari total energi yang dibutuhkan dari seluruh sektor (rumah tangga, industri, transportasi, dan komersial) dan dengan memperhatikan energi yang hilang (losses) selama proses transmisi dan distribusi energi tersebut ke konsumen tiap sektor.
15BAB 2METODOLOGI DALAM PEMBUATAN BASELINE UNTUK SEKTOR ENERGI
C = (ER + ET + E1 + EC) + ELdi mana:C = kapasitas suplai energi yang tersediaER = total energi yang dikonsumsi oleh sektor rumah tanggaET = total energi yang dikonsumsi oleh sektor transportasiE1 = total energi yang dikonsumsi oleh sektor industriEC = total energi yang dikonsumsi oleh sektor komersialEL = total energi hilang (losses) selama proses transmisi dan distribusi
Dalam sebuah sistem pembangkitan listrik, biasanya terdapat kelebihan kapasitas terpasang dan daya yang dibangkitkan dibanding dengan jumlah pasokan yang dibutuhkan, atau sering kali disebut sebagai reserve margin. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi lonjakan atas permintaan energi dalam jangka pendek. Reserve margin dapat diperkirakan dengan perhitungan sebagai berikut:
RM = 100 (C-PL) / PLdi mana:RM = reserve margin (kapasitas cadangan)C = kapasitas pembangkit listrik yang tersedia (dalam MW)PL = beban puncak (dalam MW)
Sehingga, kapasitas total pembangkit listrik atau energi (CT
dalam MW) dapat dihitung dengan menggunakan formula berikut:
CT = C + RM
2.6 Metodologi Perhitungan Emisi atas Model EnergiMenurut IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change), Gas Rumah Kaca terdiri dari karbon dioksida, metan, dan gas sektor non-energi yang paling umum (SF6, CFC, HCFC dan HFC). Emisi dari sistem energi dapat dihitung sebagai:
Emisi = EC . EF
di mana:EC = kapasitas daya pembangkit listrik atau kapasitas daya
pembangkitan energiEF = faktor emisi atas tipe teknologi tertentu (bahan bakar
yang digunakan) untuk polutan jenis tertentu
17
BAB 3BERBAGAI MODEL/SOFTWARE PERENCANAAN ENERGI UNTUK PEMBUATAN BASELINE SEKTOR ENERGI
3.1 Kajian Berbagai Model Perencanaan EnergiModel perencanaan energi adalah berupa software yang digunakan untuk menghitung keseimbangan antara penyediaan energi dengan permintaan penggunaan energi dalam jangka waktu tertentu. Model ini berguna untuk menganalisa kebutuhan kebijakan energi, pembangunan infrastruktur energi, dan juga kebutuhan akan investasi. Tidak hanya itu, model ini berguna untuk membantu menghitung emisi GRK yang dihasilkan dari aktivitas terkait penggunaan energi.
Saat ini terdapat banyak sekali software perencanaan energi baik yang berlisensi berbayar maupun yang berlisensi gratis yang dikembangkan oleh berbagai institusi energi internasional terkemuka di dunia seperti International Energy Agency (IEA), International Atomic Energy Agency (IAEA), Stockholm Environment Institute (SEI), dan National Institute for Environmental Studies (NIES). Masing-masing institusi mengembangkan software perencanaan energi dengan konsep pemodelan yang berbeda-beda. Setiap software memiliki keunggulan dan kelemahan untuk digunakan dalam penghitungan Baseline. Penjelasan singkat tentang software-software perencanaan energi akan dijelaskan lebih lanjut di bawah ini, sedangkan fi tur-fi tur keunggulan dan kelemahan setiap software ditunjukkan dalam Tabel 2.
3.1.1 TIMES/MARKAL
MARKAL (MARket Allocation) adalah sebuah model optimasi terintegrasi energy-lingkungan-ekonomi yang diperkaya dengan berbagai pilihan teknologi. Model ini dirancang oleh International Energy Agency (IEA) Energy Technology Systems Analysis Programme (ETSAP). MARKAL adalah model yang disesuaikan dengan input data yang merepresentasikan proyeksi suatu energi-lingkungan jangka panjang (20-50 tahun) yang spesifi k dalam sebuah sistem nasional, regional, propinsi maupun dalam level komunitas. Sistem pada MARKAL direpresentasikan sebagai sebuah jaringan sistem energi yang mengalir dari ekstraksi sumber energi, pengkonversian energi, pendistribusian energi ke konsumen dan
18 PEDOMAN TEKNIS PERHITUNGAN BASELINE EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR BERBASIS ENERGI
penggunaan energi di tingkat konsumen. Masing-masing jaringan dalam MARKAL terdiri dari tiga pilar utama yakni koefi sien teknis (contoh: kapasitas, teknologi pembangkit, dan effi siensi), koefi sian emisi lingkungan (contoh: CO2, SOx, dan NOx), dan koefi sien ekonomi (contoh: biaya capital dan waktu pengkomersialan energi). TIMES (The Integrated MARKAL-EFOM System) membangun sebuah fi tur antara MARKAL dan EFOM (Energy Flow Optimization Model). Kemudian untuk menjalankan MARKAL diperlukan beberapa elemen software pendamping seperti user-interface (ANSWER dan VEDA), GAMS (sebuah modeling sistem level tinggi) dan software optimasi seperti MINOS, CPLEX or OSL. Info selengkapnya bisa dilihat di www.etsap.org.
3.1.2 Model for Energy Supply Strategy Alternatives and their General Environmental Impacts (MESSAGE) – Model for Analysis of Energy Demand (MAED)
MESSAGE dikembangkan oleh International Atomic Energy Agency (IAEA) dan digunakan untuk memformulasi dan mengevaluasi strategi alternative pengembangan energi suplai. MESSAGE sangat fl eksibel untuk digunakan menganalisa pasar energi/listrik dan isu perubahan iklim, seperti: keterbatasan investasi baru, penetrasi pasar terhadap teknologi baru, kesediaan bahan bakar dan perdagangannya, dan emisi yang dikeluarkan akibat proses penyediaan energi terhadap lingkungan. MESSAGE memiliki karakteristik yang sama dengan keluarga MARKAL dan hanya dapat di jalankan di Windows.
Seperti MESSAGE, MAED juga dikembangkan oleh International Atomic Energy Agency (IAEA) dan digunakan untuk mengevaluasi kebutuhan energi di masa mendatang, dengan jangkauan waktu menengah hingga jangka panjang. MAED menggunakan scenario yang berdasarkan sosioekonomi, teknologi dan pembangunan demografi . Tidak seperti MESSAGE, MAED dapat digunakan di platform Windows maupun LINUX. Kedua software ini disediakan gratis untuk umum, organisasi non-profi t dan organisasi penelitian berdasarkan permohonan kepada IAEA. Untuk lebih lengkapnya bisa dilihat di www.iaea.org.
19BAB 3
BERBAGAI MODEL/SOFTWARE PERENCANAAN ENERGI UNTUK PEMBUATAN BASELINE SEKTOR ENERGI
3.1.3 Asia-Pasifi c Integrated Model (AIM)
AIM terdiri dari tiga model utama: 1) model emisi gas rumah kaca (AIM/Emission), 2) model perubahan iklim global (AIM/Climate), dan 3) model dampak perubahan iklim (AIM/Impact). Model AIM/Emission digunakan untuk memperkirakan emisi gas rumah kaca dan menilai pilihan kebijakan untuk mengurangi mereka. Model AIM/Climate digunakan untuk menghitung konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer dan memperkirakan kenaikan suhu rata-rata global. Model AIM/Impact digunakan untuk memperkirakan dampak perubahan iklim terhadap lingkungan alam dan sosial-ekonomi dari kawasan Asia-Pasifi k. Meskipun model ini dikembangkan untuk membantu menanggapi masalah perubahan iklim, namun juga seringkali digunakan untuk menganalisa kebijakan pengelolaan energi, pertanian dan masalah pengelolaan sumber daya air. Model ini dikembangkan oleh National Institute for Environmental Studies dan Kyoto University Jepang. Untuk lebih lengkapnya bisa dilihat di http://www-iam.nies.go.jp/
3.1.4 Long-range Energy Alternatives Planning System (LEAP)
LEAP adalah sebuah modeling tool yang komprehensif dan merupakan integrasi scenario yang didasarkan pada energi dan lingkungan. LEAP dibangun oleh Stockholm Environment Institute (SEI). Skenario yang dijalankan di LEAP menghitung energi konsumsi, pengkonversiannya dan juga energi yang diproduksi dalam sebuah energi system berdasarkan beberapa asumsi, diantaranya adalah populasi, pembangunan ekonomi, teknologi dan harga. LEAP terkenal karena penggunaannya yang mudah (user friendly). Tidak seperti MARKAL yang bekerja dengan metodologi optimasi, LEAP bekerja berdasarkan metodologi accounting dan sekaligus dapat menggunakan metodologi optimasi sederhana. Software ini hanya bekerja pada platform Windows dan dirancang untuk bisa terintegrasi dengan Microsoft Offi ce sehingga memudahkan hasil simulasi dari LEAP untuk diexport ke Microsoft Offi ce maupun sebaliknya. Software ini menyediakan free-license bagi pengguna yang berada di negara berkembang. Info selengkapnya bisa dilihat di www.energycommunity.org.
20 PEDOMAN TEKNIS PERHITUNGAN BASELINE EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR BERBASIS ENERGI
Tabel 2: Karakteristik Beberapa Software Perencanaan EnergiKarakteristik MARKAL AIM MESSAGE LEAPMenyediakan database terintegrasi
Tidak Tidak Tidak Database teknologi, biaya, dan faktor emisi dari IPCC
Interval waktu dalam proyeksi
Diatur oleh pemodel, biasanya digunakan interval setiap periode 5 atau 10 tahun.
Diatur oleh pemodel, biasanya digunakan interval setiap periode 5 atau 10 tahun.
Diatur oleh pemodel, biasanya digunakan interval setiap periode 5 atau 10 tahun.
Diatur oleh pemodel, biasanya menggunakan interval periode per-tahun
Keahlian yang dibutuhkan dalam penggunaan
Tinggi Tinggi Tinggi Rendah – Menengah
Tingkat usaha yang dibutuhkan dalam penggunaan
Sulit Sulit Sulit Sederhana
Kemampuan dalam membuat laporan
Sederhana Sederhana Sederhana Lanjut
Kemampuan pengaturan data
Sederhana Sederhana Sederhana Komplek
Software basic yang dibutuhkan untuk menjalankan model
Windows, GAMS, solver & interface
Windows, GAMS, solver & interface
Windows, GAMS, solver & interface
Windows
Pemecahan masalah/Troubleshooting
Sulit Sangat sulit Sangat sulit Mudah
Tingkat kesulitan untuk mempelajari penggunaan
Menengah Tinggi Tinggi Menengah
3.2. Pemodelan dalam Pembuatan Baseline untuk Sektor EnergiLEAP telah diadopsi dan digunakan oleh ribuan organisasi di lebih dari 190 negara di seluruh dunia oleh instansi pemerintah, akademisi, lembaga swadaya masyarakat, perusahaan konsultan, dan perusahaan energi. Telah digunakan di berbagai skala yang berbeda mulai dari aplikasi nasional, regional dan global. Penggunaan LEAP telah menjadi standar bagi negara-negara yang melakukan perencanaan sumber daya energi yang terpadu, penilaian mitigasi gas rumah kaca (GRK), dan strategi pembangunan rendah emisi terutama di negara berkembang. Banyak negara juga telah memilih
21BAB 3
BERBAGAI MODEL/SOFTWARE PERENCANAAN ENERGI UNTUK PEMBUATAN BASELINE SEKTOR ENERGI
untuk menggunakan LEAP sebagai bagian dari komitmen mereka untuk melaporkan kepada UNFCCC.
Dengan menggunakan LEAP, pengguna dapat melakukan analisa secara cepat dari sebuah ide kebijakan energi ke sebuah analisa hasil dari kebijakan tersebut, hal ini dikarenakan LEAP mampu berfungsi sebagi database, sebagai sebuah alat peramal (forecasting tool) dan sebagai alat analisa terhadap kebijakan energi. Berfungsi sebuah database, LEAP menyediakan informasi energi yang lengkap. Sebagai sebuah alat peramal, LEAP mampu membuat proyeksi permintaan dan penyediaan energi dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan pengguna. Sebagai alat analisa terhadap kebijakan energi, LEAP memberikan pandangan hasil atas efek dari ide kebijakan energi yang akan diterapkan dari sudut pandang penyediaan dan permintaan energi, ekonomi, dan lingkungan.
Keunggulan LEAP dibanding perangkat lunak perencanaan/pemodelan energi-lingkungan yang lain adalah tersedianya sistem antarmuka (interface) yang menarik dan memberikan kemudahan dalam penggunaan sehingga cocok untuk digunakan oleh para pemula, tersedia secara cuma-cuma (freeware) bagi masyarakat negara berkembang, adanya dukungan yang kuat dari komunitas pengguna LEAP di seluruh dunia maupun dari SEI selaku pengembang model, dan metodologi pemodelan yang transparan dan telah diakui secara luas di dunia internasional.
Berdasarkan beberapa pertimbangan atas keunggulan dan kelemahan berbagai software perencanaan energi yang ada, maka disepakati bahwa LEAP adalah software perencanaan energi yang paling sesuai untuk pembuatan Baseline untuk menghitung emisi GRK dari sektor energi di Indonesia.
22 PEDOMAN TEKNIS PERHITUNGAN BASELINE EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR BERBASIS ENERGI
3.3 Pengenalan Singkat tentang LEAP
Data yang terorganisasi dalam diagram pohon Tempat
memasukan dataMenu Utama
Tombol cepat untuk mengganti area tampilan
Data yang dapat ditampilkan dalam bentuk grafi k maupun tabel
Gambar 4: Tampilan antarmuka LEAP
Tampilan antarmuka LEAP sebagai mana ditunjukkan dalam Gambar 4 sangat sederhana sehingga mudah dipahami dan digunakan. Area tampilan utama yang digunakan untuk memasukkan data pada LEAP disebut Analisis. Pada area Analisis, terdapat empat bagian utama, yakni:
1. Diagram Pohon: Diagram pohon merupakan tempat di mana pengguna dapat mengorganisasi data, baik untuk melakukan analisa di sisi permintaan energi (demand) maupun di sisi penyediaan energi (supply). Pengguna dapat memodifi kasi diagram tersebut, baik merubah nama cabang pada diagram (branch) dengan cara mengeklik cabang yang akan dirubah kemudian mengetik nama yang baru, selain itu pengguna juga dapat membuka maupun menutup isi dari cabang yang diinginkan dengan mengeklik simbol +/-. Untuk mengedit diagram pohon, klik kanan pada cabang dan gunakan Tambah ( ), Hapus ( ) dan Properti (
ggg).
23BAB 3
BERBAGAI MODEL/SOFTWARE PERENCANAAN ENERGI UNTUK PEMBUATAN BASELINE SEKTOR ENERGI
Diagram pohon terdiri dari berbagai macam cabang. Setiap tipe cabang bergantung pada modul masing-masing. Di dalam LEAP, terdapat lima modul, yaitu: Asumsi kunci (key asumptions), Permintaan (demand), Transformasi (transformation), Sumberdaya (resources) dan Dampak Sektor Non-Energi (non energy sector effects).
Asumsi kunci (key asumptions)
Untuk menampung parameter-parameter umum yang dapat digunakan pada modul permintaan maupun modul transformasi. Parameter umum ini misalnya adalah jumlah penduduk, PDB (produk domestik bruto), dan sebagainya. Modul asumsi kunci ini sifatnya komplemen terhadap modul lainnya. Pada model yang sederhana, dapat saja modul ini tidak difungsikan.
Permintaan (demand)
Untuk menghitung permintaan energi. Pembagian sektor pemakai energi sepenuhnya dapat dilakukan sesuai kebutuhan pengguna. Permintaan energi didefi nisikan sebagai perkalian antara aktifi tas pemakaian energi (misalnya jumlah penduduk, jumlah kendaraan, volume nilai tambah, dsb.) dan intensitas pemakaian energi kegiatan yang bersangkutan.
Transformasi (transformation)
Untuk menghitung pasokan energi, dapat dihitung atas produksi energi primer (gas bumi, minyak bumi, batubara, dsb.) dan energi sekunder (listrik, bahan bakar minyak, LPG, briket batubara, arang, dsb.). Susunan cabang dalam modul transformasi sudah ditentukan strukturnya, yang masing-masing kegiatan transformasi energi terdiri atas proses dan hasil (output).
Sumberdaya (resources)
Terdiri atas primer dan sekunder. Kedua cabang ini sudah didesain secara default. Cabang-cabang dalam modul sumberdaya akan muncul dengan sendirinya sesuai dengan jenis-jenis energi yang dimodelkan dalam modul transformasi. Beberapa parameter perlu diisikan, seperti jumlah cadangan (minyak bumi, gas bumi, batubara, dsb.) dan potensi energi (tenaga air, biomasa, dsb.).
24 PEDOMAN TEKNIS PERHITUNGAN BASELINE EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR BERBASIS ENERGI
Dampak Sektor Non-Energi (non energy sector effects)
Untuk menempatkan variabel-variabel dampak negatif kegiatan sektor energi, seperti tingkat kecelakaan, penurunan kesehatan, terganggunya ekosistem, dsb.
Setiap tipe cabang yang berbeda akan dibedakan dengan ikon yang berbeda pula. Ikon-ikon tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Cabang Kategori, digunakan untuk mengorganisasi data yang berada pada diagram pohon. Pada analisa permintaan energi, cabang ini hanya memuat data level aktifi tas pemakaian energi dan biaya. Pada analisa penyediaan energi, cabang ini digunakan untuk mengindikasikan jenis energi yang dikonversi, seperti pembangkitan listrik, penyulingan minyak (oil refi ning) dan pengekstraksian sumberdaya energi.
Cabang Teknologi, memuat data tentang teknologi yang mengkonsumsi, memproduksi dan mengkonversi energi. Pada analisa penyediaan energi, cabang teknologi ditandai dengan ikon . Pada analisa permintaan energi, cabang teknologi mengindikasikan bahan bakar yang digunakan dan juga intensitas energinya. Cabang teknologi pada sisi permintaan dapat dibedakan ke dalam tiga macam bentuk, tergantung pada tipe analisa metodologi yang dipilih, yakni: Analisa aktivitas ( ), Analisa ketersediaan/
25BAB 3
BERBAGAI MODEL/SOFTWARE PERENCANAAN ENERGI UNTUK PEMBUATAN BASELINE SEKTOR ENERGI
stock ( ), dan Analisa pengangkutan ( ). K Cabang Asumsi Kunci, memuat variable/parameter
independen seperti jumlah penduduk dan PDB (produk domestik bruto).
Cabang Bahan Bakar, terletak dibawah modul sumberdaya, dan juga terletak dibawah modul transformasi. Digunakan untuk merepresentasikan bahan bakar yang diproduksi oleh modul.
Cabang Emisi Lingkungan, merepresentasikan berbagai macam polutan yang dihasilkan oleh permintaan energi dan teknologi transformasi.
2. Tabel Data: Area Analisis mempunyai dua panel yang berada di sebelah kanan diagram pohon. Pada panel yang bagian atas berupa tabel sebagai tempat masukan data (input).
3. Grafi k/Tabel: Panel bagian bawah berupa grafi k yang merupakan representasi dari data yang pengguna masukkan. Grafi k tersebut dapat ditampilkan dalam berbagai bentuk, seperti bar, pie, maupun garis. Grafi k ini dapat diekspor ke dalam bentuk Microsoft Excel atau Power Point.
27
BAB 4BASELINE UNTUK SEKTOR ENERGI DENGAN MENGGUNAKAN LEAP
4.1. Metodologi Penyusunan BaselinePenyusunan Baseline ini meliputi 33 propinsi di Indonesia. Proses pengerjaan di tingkat propinsi dimulai dari pengumpulan data baik data yang berfungsi sebagai asumsi dasar (seperti demografi dan kondisi ekonomi) maupun data kebutuhan energi di tiap sektor (sektor industri, rumah tangga, komersial, dan transportasi). Proses pengumpulan data ini juga untuk memetakan potensi dan ketersediaan infrastruktur penyediaan energi yang ada di tiap propinsi. Proses pengumpulan data dan penggolongan jenis data yang diperlukan, ditunjukkan dalam Gambar 5 dan 6.
Demografi
Transportasi
Komersial
Industri
Rumah Tangga
Analisa Statistik
Pengumpulan DataEkonomi
Gambar 5: Proses pengumpulan data untuk pembuatan Baseline
Setelah proses pengumpulan data terselesaikan, proses selanjutnya dalam penyusunan Baseline dimulai dari penentuan kerangka dari pemodelan sistem energi. Sesuai dengan Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK), maka proyeksi perhitungan emisi adalah mulai dari tahun 2010 sebagai tahun dasar hingga tahun 2020 sebagai tahun akhir. Data-data asumsi dasar berupa kondisi dan tren pertumbuhan ekonomi dan demografi menjadi input pada tahun dasar. dan tahun-tahun perhitungan selanjutnya.
28 PEDOMAN TEKNIS PERHITUNGAN BASELINE EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR BERBASIS ENERGI
Data-data penggunaan akhir berbagai peralatan pengkonsumsi energi dari berbagai sektor seperti industri, rumah tangga, transportasi dan komersial, digunakan sebagai bahan untuk perhitungan konsumsi energi pada setiap propinsi. Hasil dari perhitungan konsumsi energi dibutuhkan untuk mendapatkan hasil perhitungan proyeksi pemenuhan suplai energi. Total emisi dari sektor energi diperoleh dari hasil perhitungan suplai energi yang dibutuhkan dan emisi faktor yang sesuai dengan bahan bakar dan teknolgi yang digunakan dalam sistem energi tersebut. Gambar 7 memperlihatkan langkah-langkah penyusunan Baseline dengan menggunakan LEAP.
Family Car
Komersial Semen
Makanan
Pupuk
Petrokimia
Baja
Tekstil
Transportasi
Minibus
Taxi
Bus
Rail
Truck
Trailer
City Car/Motor
Mall
Hotel
Perkantoran
Keramik
R1-450 VA
R1-900 VA
R1-1300 VA
R1-2200 VA
R2-4400 VA
Pulpl & Kertas
Rumah Sakit
Pribadi
Umum
Bisnis
PENGUMPULAN DATA
Industri
Rumah
Gambar 6: Penggolongan data di tiap sektor yang diperlukan dalam pembuatan Baseline
29BAB 4BASELINE UNTUK SEKTOR ENERGI DENGAN MENGGUNAKAN LEAP
• Tahun dasar 2010• Tahun akhir 2020
• Demografi • Ekonomi
• Rumah tangga• Komersial• Industri• Transportasi
(1)Menentukan Framework
(2)Input tahun dasar
information
(3)Perkiraan tren kondisi social
ekonomi
(4)Perhitungan proyeksi
konsumsi energi
(5)Perhitungan proyeksi
suplai energi
(6)Perhitungan proyeksi
emisi
• Pertumbuhan populasi
• Pertumbuhan Ekonomi
Gambar 7: Prosedur dalam pembuatan Baseline dengan menggunakan LEAP
4.2. Metode Perhitungan Konsumsi Energi Pada LEAPSecara default, konsumsi energi dihitung sebagai produk dari suatu tingkat aktivitas atau frekuensi dan intensitas energi tahunan (penggunaan energi per unit aktivitas). Keseluruhan kegiatan didefi nisikan sebagai produk dari kegiatan individual. Biasanya, kegiatan yang ditentukan sebagai nilai absolut tunggal (misalnya jumlah rumah tangga) dikalikan dengan serangkaian persentase atau tingkat penetrasi (misalnya pangsa persentase rumah tangga perkotaan dan pedesaan, penetrasi dari pengguna peralatan seperti AC dan kulkas).
Total konsumsi energi dengan demikian dihitung dengan persamaan:
Konsumsi energi = tingkat aktivitas atau frekuensi x intensitas energi
30 PEDOMAN TEKNIS PERHITUNGAN BASELINE EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR BERBASIS ENERGI
Dalam analisis permintaan energi fi nal, permintaan energi dihitung sebagai produk dari total tingkat aktivitas dan intensitas energi pada setiap teknologi tertentu. Permintaan energi dihitung untuk tahun dasar proyeksi dan untuk setiap tahun selama periode proyeksi. Dengan kata lain:
Dt = TAt . EIt
Dimana D adalah permintaan energi, TA adalah aktivitas total, EI adalah intensitas energi, dan t adalah tahun proyeksi (mulai dari tahun dasar hingga tahun akhir tahun). Permintaan energi dihitung untuk setiap cabang teknologi diidentifi kasi atas dasar bahan bakar tertentu yang digunakan. Dengan demikian, dalam menghitung semua cabang teknologi, LEAP menghitung total kebutuhan energi fi nal dari masing-masing bahan bakar.
4.2.1 Metode Perhitungan Sektor Industri pada LEAP
Metode perhitungan konsumsi energi di sektor industri pada dasarnya mengikuti metode umum perhitungan konsumsi energi pada LEAP. Akan tetapi pada sektor industri, aktivitas total dihitung berdasarkan hasil produksi yang dihasilkan oleh industri tersebut. Sehingga persamaan perhitungan konsumsi energi sebagai berikut:
Konsumsi energi = Total produksi (ton) x Energi yang dikonsumsi pada setiap aktivitas produksi (Joule/ton)
Secara detail, konsumsi energi disektor industri dalam LEAP dapat dihitung berdasarkan jenis peralatan yang digunakan dalam proses produksinya, yakni dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
Di mana:Ei adalah konsumsi energi di industriNi,j adalah jumlah total peralatan i dalam sub-sektor jPi,j adalah tingkat penetrasi dari peralatan i dalam sub-sektor jMi,j adalah produks yang dihasilkan oleh peralatan i dalam sub-sektor j yang mengkonsumsi energi (Ton)Ii,j adalah intensitas energi dari peralatan i dalam sub-sektor j (Joule/peralatan)i adalah peralatan dalam industri, i = 1,2,3,....,nj adalah sub-sektor dalam industri, j = 1,2,3.....,m
31BAB 4BASELINE UNTUK SEKTOR ENERGI DENGAN MENGGUNAKAN LEAP
4.2.2 Metode Perhitungan Sektor Transportasi pada LEAP
Dalam LEAP, konsumsi energi dihitung sebagai produk dari jumlah kendaraan, jarak tempuh rata-rata tahunan (jarak bepergian) dan konsumsi bahan bakar (liter per km). Stok kendaraan pada tahun dasar dapat dihitung dari data historis penjualan kendaraan dan lama usia kendaraan dapat digunakan. Dalam pembuatan Baseline, proyeksi penjualan kendaraan masa depan, jarak tempuh rata-rata para pengemudi dan konsumsi bahan bakar kendaraan di masa depan, dan tingkat emisi kendaraan di masa depan harus diperhitungkan. Informasi lama usia kendaraan dapat digunakan dapat digunakan untuk menggambarkan bagaimana jarak tempuh, konsumsi bahan bakar dan emisi kendaraan berhubungan linear dengan usia kendaraan. Konsumsi energi dari sektor transportasi dalam LEAP dihitung sebagai berikut:
Konsumsi energi = stok atau jumlah kendaraan x jarak tempuh rata-rata x tingkat konsumsi bahan bakar
LEAP akan menghitung tingkat konsumsi, jarak tempuh dan emisi dari keseluruhan kendaraan berdasarkan stok atau jumlah kendaraan lama maupun baru yang sudah dimiliki oleh masyarakat. Hasil perhitungan ini pada akhirnya dapat menghasilkan jumlah emisi dan konsumsi energi dari sektor transportasi.
Berbeda dengan dua metode analisis konsumsi energi di sektor lainnya, yang hanya memungkinkan faktor emisi ditentukan per unit energi yang dikonsumsi (misalnya kg/TJ), metode analisa konsumsi energi di sektor transportasi menggunakan faktor emisi per unit jarak yang ditempuh oleh kendaraan (misalnya gram/km).
32 PEDOMAN TEKNIS PERHITUNGAN BASELINE EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR BERBASIS ENERGI
Box 1. Perhitungan Tingkat Lanjut untuk Sektor Transportasi.
Data stok atau jumlah kendaraan dapat dalam setiap tahun proyeksi dapat dihitung dengan cara manual melalui metode statistik yang dikembangkan oleh Pongthanaisawan (2010) sebagai berikut;
( )
Di mana: Vstock,i,j (t) adalah the total stok of kendaraan tipe i , dengan bahan bakar j, pada tahun t Vsale,i (v) adalah jumlah kendaraan baru tipe i yang terjual pada tahun v ( ) adalah rate kendaraan tipe i yang masih beroperasi dengan umur k (%)v adalah tahun lampau dari kendaraan, dimana v < tv’ adalah tahun stok paling lama dari kendaraan.k adalah usia dari kendaraan, di mana k = t – v .( ) ( ) ( )]Di mana:Vremain,i(t,v) adalah jumlah kendaraan tipe i yang telah terjual pada tahun v, yang masih digunakan pada tahun t Vsale,i(v) adalah jumlah kendaraan baru tipe i yang terjual pada tahun v ( )adalah rate kendaraan tipe i yang masih beroperasi dengan umur k (%)v adalah tahun lampau dari kendaraan, dimana v < tv’ adalah tahun stok paling lama dari kendaraan.k adalah usia dari kendaraan, di mana k = t – v .Jumlah kendaraan baru yang terjual setiap tahun dapat dihitung dengan menggunakan simple logistic model:
Di mana:Vsale,i(t) adalah jumlah kendaraan terjual tipe i pada tahun tGcap(t) adalah PDB per kapita pada tahun tDecon(t) adalah data dummy atas kondisi krisis ekonomi pada tahun ta, b, and c adalah koefi sienSurvival rate pada kendaraan adalah probabilitas kendaraan tersebut masih dapat dipakai seiring dengan bertambahnya usia kendaraan.( ) (0)Di mana:( ) is the survival rate kendaraan tipe i dengan usia kk adalah usia kendaraanbi adalah tingkat kematian kendaraan tipe I (kendaraan akan mati dengan bertambahnya usia)Ti adalah karakteristik usia hidup kendaraan tipe i.
33BAB 4BASELINE UNTUK SEKTOR ENERGI DENGAN MENGGUNAKAN LEAP
4.3 Metode Perhitungan Produksi Energi Pada LEAPDalam analisis sistem energi, pemodel energi mensimulasikan konversi dan transmisi suatu bentuk energi mulai dari ekstraksi sumber daya primer menjadi bahan bakar hingga sampai ke konsumsi fi nal bahan bakar tersebut Produksi listrik adalah tranformasi atau konversi energi yang penting dalam sebuah sistem energi. LEAP dapat menghitung proses produksi listrik berdasarkan faktor beban (load factor) pada tahun dasar yang didefi nisikan sebagai berikut:
Reserve margin digunakan oleh LEAP untuk memutuskan kapan untuk secara otomatis menambah kapasitas listrik tambahan yang dibutuhkan, dengan demikian kebutuhan total pembangkit listrik yang diperlukan di masa mendatang dapat diketahui.
Reserve Margin (%) = 100 * (Kapasitas Pembangkit – Beban Puncak) / Beban Puncak
Puncak beban (peak load) dihitung berdasarkan kebutuhan listrik dan faktor beban. Total kebutuhan listrik dihitung berdasarkan analisis kebutuhan energi dan kerugian listrik akibat proses dalam transmisi dan distribusi listrik.
4.4 Metode Perhitungan Emisi dari Produksi dan Konsumsi EnergiLEAP menggunakan perhitungan emisi sesuai dengan standar IPCC yang telah di jelaskan di sub-bab 3.6, yakni:
Emisi = EC . EF
di mana:EC = konsumsi energiEF = faktor emisi atas tipe teknologi tertentu (bahan bakar yang digunakan) untuk polutan jenis tertentu.
34 PEDOMAN TEKNIS PERHITUNGAN BASELINE EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR BERBASIS ENERGI
Emisi faktor yang digunakan dalam hal ini disesuaikan dengan emisi faktor lokal Indonesia yang dijelaskan pada Tabel 3, 4, 5, dan 6 berurut-turut adalah faktor emisi untuk bahan bakar rumah tangga, transportasi, faktor emisi untuk sistem jaringan kelistrikan di seluruh Indonesia, dan faktor emisi untuk sektor industri.
Tabel 3: Faktor emisi bahan bakar rumah tangga Jenis BBM Faktor Emisi
Kayu bakar 1,75 kg CO2/kg kayu bakarLiquefi ed Petroleum Gas (LPG) 2,98 kg CO2/kg LPGMinyak Tanah 2,58 kg CO2/liter minyak tanah
Sumber: Petunjuk Teknis Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan (PEP) Pelaksanaan RAD-GRK
Tabel 4: Faktor emisi bahan bakar transportasi Jenis BBM Faktor Emisi (kg CO2/liter BBM)
Solar (diesel oil) 2,2Premium (fuel oil) 2,6
Sumber: Petunjuk Teknis Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan (PEP) Pelaksanaan RAD-GRK
Tabel 5: Faktor emisi jaringan ketenagalistrikan Sistem Ketenagalistrikan Baseline Faktor Emisi
(kgCO2/kWh)Jawa-Madura-Bali 0,725Sumatera 0.743Kaltim 0,742Kalbar 0,775Kateng dan Kalsel 1,273Sulut, Sulteng, Gorontalo 0,161Sulsel, Sulbar, Sultra 0,269
Sumber: Petunjuk Teknis Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan (PEP) Pelaksanaan RAD-GRK
35BAB 4BASELINE UNTUK SEKTOR ENERGI DENGAN MENGGUNAKAN LEAP
Tabel 6: Faktor emisi untuk sektor Industri
Bahan BakarFaktor Emisi (ton
CO2/TJ)NCV (TJ/
Gg)%C
CO2 CH4 N2OGas alam 56,10 1 0,1 48 73,4%LPG 63,10 1 0,1 47,3 81,4%Biodiesel 70,80 3 0,6 27 52,1%Jet Kerosene 71,50 3 0,6 44,1 86,0%Kerosen lainnya 71,90 3 0,6 43,8 85,9%Minyak diesel 74,10 3 0,6 43 86,9%Minyak residu 77,40 3 0,6 40,4 85,3%Batubara antrasit 98,30 10 1,5 26,7 71,6%Batubara bituminous 94,60 10 1,5 25,8 66,6%Batubara sub-bituminous 96,10 10 1,5 18,9 49,5%Lignit 101 10 1,5 11,9 32,8%Kayu/limbah kayu 112 30 4 15,6 47,7%Biomassa padat lainnya 100 30 4 11,6 31,6%Black liquor 95,30 3 2 11,8 30,7%Coke 107 10 1,5 28,2 82,3%
Sumber: Modul Pelatihan Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca dan Penghitungan Baseline Bidang Energi, Transportasi, dan Industri
37
BAB 5EMISI BASELINE UNTUK SEKTOR BERBASISI ENERGI DENGAN MENGGUNAKAN LEAPHingga bulan Desember 2012, 33 propinsi telah menyelesaikan perhitungan Baseline yang dituangkan dalam Rencana Aksi Daerah Pengurangan Gas Rumah Kaca (RAD-GRK). Hasil pemodelan yang dilakukan di setiap propinsi kemudian dilakukan kompilasi baik dari sektor energi maupun sektor transportasi secara nasional Gambar 8 menunjukkan total kompilasi Baseline di seluruh propinsi di Indonesia. Terlihat bahwa mayoritas emisi gas rumah kaca dihasilkan oleh propinsi-propinsi di pulau Jawa, yakni Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur dan DKI Jakarta.
Kompilasi BaU Baseline Kelompok Bidang Energi
0
100,000,000
200,000,000
300,000,000
400,000,000
500,000,000
600,000,000
700,000,000
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
NAD Sumut Sumbar Kepri Riau Jambi SumselBabel Bengkulu Lampung Banten Jabar Jatim JatengDIY DKI Jakarta Bali NTB NTT Kalbar Kaltim
Kalteng Sulut Kalsel Sulteng Sultra Sulsel Sulbar
Gorontalo Maluku Malut Papua Papua Barat
Gambar 8: Kompilasi Baseline Nasional tiap propinsi di Indonesia (Sekretariat RAN-GRK, 2014)
Total emisi gas rumah kaca sektor berbasis energi pada tahun dasar proyeksi 334 juta ton CO2e. Sedangkan total emisi gas rumah kaca di tahun proyeksi 2020, naik secara signifi kan dua kali lipat menjadi sebanyak 633 juta ton setara CO2.
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, perhitungan baseline sektor berbasis energi untuk RAD-GRK dibagi menjadi dua sektor utama, yaitu sektor energi dan sektor transportasi. Ulasan mengenai masing-masing sektor akan dibahas sebagaimana berikut ini.
38 PEDOMAN TEKNIS PERHITUNGAN BASELINE EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR BERBASIS ENERGI
5.1 Hasil Perhitungan Emisi Baseline Sektor EnergiEmisi Baseline sektor energi yang telah dihitung dari keseluruh propinsi di Indonesia yang dikategorikan dalam setiap pulau akan dibahas di bawah ini:
5.1.1 Pulau Sumatra
Dari hasil perhitungan emisi BAU Baseline dengan LEAP dari sektor energi untuk wilayah Sumatra pada tahun 2010 menunjukkan bahwa propinsi Sumatera Utara menghasilkan emisi gas rumah kaca terbanyak di antara seluruh propinsi di Sumatra, yaitu sebesar 13,6 juta ton setara CO2 (Gambar 9). Hal ini menunjukkan bahwa propinsi Sumatera Utara, khususnya kota Medan saat ini menjadi pusat aktivitas ekonomi dan sekaligus menjadi daerah dengan pembangunan terpesat di kawasan Sumatra.
0
5,000,000
10,000,000
15,000,000
20,000,000
25,000,000
30,000,000
35,000,000
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Aceh North Sumatera West Sumatera RiauJambi South Sumatera Bengkulu Lampung
Ton
CO
2-eq
uiv
alen
t
Gambar 9: Proyeksi emisi gas rumah kaca di tiap propinsi di Pulau Sumatra
Di akhir tahun proyeksi, 2020, propinsi Sumatra Utara masih menghasilkan emisi terbesar di Sumatra Utara sebesar 40 juta ton setara CO2.
39BAB 5
EMISI BASELINE UNTUK SEKTOR BERBASISI ENERGI DENGAN MENGGUNAKAN LEAP
5.1.2 Pulau Jawa dan Bali
Sebagai daerah terdepan dalam pembangunan ekonomi dan infrastruktur, pulau Jawa dan Bali merupakan tulang punggung kegiatan ekonomi dan sekaligus pusat permintaan energi di Indonesia. Oleh karena itu, di tahun 2010, propinsi Banten dan Jawa Barat memproduksi gas rumah kaca sebesar 74,3 dan 70 juta ton setara CO2 (Gambar 10). Nilai emisi yang dihasilkan di dua propinsi tersebut melampaui produksi total emisi di pulau Sumatra. Sebagaimana diketahui, wilayah Banten dan Jawa Barat memiliki jumlah industri terbanyak di Indonesia, hal ini dikarenakan kedua wilayah tersebut merupakan daerah penyokong kebutuhan dan aktivitas ekonomi di Jakarta.
Di tahun 2020, diperkirakan jumlah emisi di propinsi Jawa Barat akan naik secara drastis lebih dari dua kali lipat hingga mencapai 129 juta ton setara CO2. Hal ini dikarenakan pertumbuhan sektor industri di Jawa Barat tumbuh sangat pesat yang mengakibatkan konsumsi energi yang terus naik. Wilayah lain di pulau Jawa seperti DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Bali juga mengalami kenaikan produksi emisi gas rumah kaca, namun tidak setinggi Jawa Barat.
0
20,000,000
40,000,000
60,000,000
80,000,000
100,000,000
120,000,000
140,000,000
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Banten West Java East Java Central JavaDI Yogyakarta DKI Jakarta Bali
Ton
CO
2-eq
uiv
alen
t
Gambar 10: Proyeksi emisi gas rumah kaca di tiap propinsi di pulau Jawa dan Bali
40 PEDOMAN TEKNIS PERHITUNGAN BASELINE EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR BERBASIS ENERGI
Emisi gas rumah kaca di pulau Jawa dan Bali dihitung dari tahun dasar 2010 hingga tahun akhir proyeksi 2020. Pada tahun 2010, total emisi dari seluruh aktivitas energi di pulau Jawa dan Bali tercatat sebesar 270,4 juta ton setara CO2. Pada akhir proyeksi perhitungan emisi gas rumah kaca, diperoleh bahwa total emisi di pulau Jawa dan Bali sebesar 418,5 juta ton setara CO2.
5.1.3 Pulau Kalimantan
Pada tahun 2010, propinsi Kalimantan Timur merupakan produsen emisi gas rumah kaca terbesar di pulau Kalimantan, tercatat sebanyak 5,6 juta ton setara CO2 dihasilkan (Gambar 11). Kemudian setelah propinsi Kalimantan Timur adalah propinsi Kalimantan Barat sebagai penghasil emisi gas rumah kaca terbesar kedua di pulau Kalimantan, yakni sebanyak 3,5 juta ton setara CO2.
0
2,000,000
4,000,000
6,000,000
8,000,000
10,000,000
12,000,000
14,000,000
16,000,000
18,000,000
20,000,000
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
West Kalimantan East Kalimantan Central Kalimantan South Kalimantan
Ton
CO
2-eq
uiv
alen
t
Gambar 11: Proyeksi emisi gas rumah kaca di tiap propinsi di Pulau Kalimantan
Emisi gas rumah kaca di propinsi Kalimantan Timur meningkat tiga kali lipat pada tahun 2020 seiring dengan pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut, yakni sebanyak 18,4 juta ton setara CO2. Sedangkan di wilayah Kalimantan Barat produksi gas rumah kaca meningkat sebanyak dua kali lipat dari jumlah emisi pada tahun 2010. Total emisi yang diproduksi oleh pulau Kalimantan sebanyak 33,7 juta ton setara CO2 atau meningkat hampir tiga kali lipat dari emisi pada tahun 2010.
41BAB 5
EMISI BASELINE UNTUK SEKTOR BERBASISI ENERGI DENGAN MENGGUNAKAN LEAP
5.1.4 Pulau Sulawesi dan Papua
Wilayah di pulau Sulawesi yang menghasilkan emisi gas rumah kaca terbesar adalah propinsi Sulawesi Selatan di mana kota Makasar berada. Makasar adalah salah satu kota terbesar dengan pembangunan ekonomi dan infrastruktur terbaik di Indonesia. Pada tahun 2010, propinsi Sulawesi Selatan menghasilkan emisi sebesar 3,5 juta ton setara CO2 (Gambar 12). Emisi yang dihasilkan propinsi-propinsi lain di pulau Sulawesi seperti Sulawesi Barat, Sulawesi, Tenggara, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo terpaut sangat jauh dibandingkan dengan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh propinsi Sulawesi Selatan. Hal ini juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang siginifi kan dalam pertumbuhan ekonomi dan pembangunan infrastruktur antar wilayah di Sulawesi. Sedangkan di pulau Papua, hanya propinsi Papua yang melakukan pembuatan proyeksi BAU Baseline, sehingga perhitungan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan tidak meliputi propinsi Papua Barat.
0
2,000,000
4,000,000
6,000,000
8,000,000
10,000,000
12,000,000
14,000,000
16,000,000
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
North Sulawesi Central Sulawesi Southeast Sulawesi South SulawesiWest Sulawesi Gorontalo Papua
Ton
CO
2-eq
uiv
alen
t
Gambar 12: Proyeksi emisi gas rumah kaca di tiap propinsi di Pulau Sulawesi dan Papua
Berdasarkan hasil pemodelan dengan menggunakan LEAP, terlihat bahwa pada tahun 2020, produksi emisi gas rumah kaca di propinsi Sulawesi Selatan naik lebih dari empat kali lipat menjadi sebanyak 15 juta ton setara CO2. Kenaikan produksi emisi gas rumah kaca yang signifi kan juga diikuti oleh propinsi Sulawesi Tenggara di tahun 2020 menjadi
42 PEDOMAN TEKNIS PERHITUNGAN BASELINE EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR BERBASIS ENERGI
sebanyak 4,9 juta ton setara CO2. Keadaan di Pulau Papua juga hampir sama, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan infrastruktur di tahun 2020 diproyeksikan akan membuat produksi emisi gas rumah kaca di propinsi Papua naik drastis hampir 8 kali lipat menjadi sebanyak 6 juta ton setara CO2. Secara total proyeksi terhadap produksi emisi gas rumah kaca meningkat sebesar 4 kali lipat dari tahun dasar 2010 dengan kontributor terbanyak berasal dari emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh propinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Papua.
5.1.5 Kepulauan
Wilayah kepulauan di Indonesia terdiri dari beberapa propinsi, yakni Kepulauan Riau, Bangka Belitung, NTB, NTT, Maluku dan Maluku Utara. Diantara 6 propinsi tersebut, NTT adalah penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di tahun 2010 sebanyak 8,3 juta ton setara CO2 (Gambar 13). Lalu diikuti oleh propinsi Bangka Belitung sebanyak 3,5 juta ton setara CO2. Di akhir tahun proyeksi, 2020, produksi emisi gas rumah kaca di propinsi NTT naik hampir dua kali lipat menjadi sebanyak 15,6 juta ton setara CO2. Sedangkan di propinsi Bangka Belitung kenaikan produksi emisi gas rumah kaca sangat signifi kan menjadi lebih dari tiga kali lipat dari produksi di tahun 2010, yakni sebanyak 11,8 juta ton setara CO2. Propinsi lain seperti Kepulauan Riau, NTB, Maluku dan Maluku Utara kenaikan produksi gas rumah kaca naik sebesar dua kali lipat di tahun 2020. Secara keseluruhan, proyeksi jumlah total emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh seluruh propinsi di Kepulauan naik sebesar dua kali lipat, dengan kontribusi terbesar adalah dari propinsi Bangka Belitung dan NTT.
43BAB 5
EMISI BASELINE UNTUK SEKTOR BERBASISI ENERGI DENGAN MENGGUNAKAN LEAP
0
2,000,000
4,000,000
6,000,000
8,000,000
10,000,000
12,000,000
14,000,000
16,000,000
18,000,000
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Riau Islands Bangka Belitung NTB NTT Maluku Maluku Utara
Ton
CO
2-eq
uiv
alen
t
Gambar 13: Proyeksi emisi gas rumah kaca di tiap propinsi di Kepulauan
5.2 Hasil Perhitungan Emisi Baseline Sektor TransportasiEmisi gas rumah kaca dari sektor transportasi di Indonesia menjadi kontributor kedua setelah dari sektor energi non-transportasi. Hal ini terlihat dari Tabel 7 hingga 12. Sebagaimana sektor energi, ulasan emisi baseline sektor transportasi juga dilakukan untuk setiap pulau.
5.2.1 Pulau Sumatra
Pada tahun dasar 2010, di Pulau Sumatra, propinsi Sumatra Utara masih menjadi penghasil emisi gas rumah kaca tertinggi dengan kontribusi sebanyak 8,4 juta ton setara CO2. Sementara itu, propinsi Bengkulu menjadi kontributor emisi gas rumah kaca terbesar kedua dari transportasi setelah propinsi Sumatra Utara, yakni sebesar 3 juta ton setara CO2. Pada akhir tahun proyeksi 2020, propinsi Sumatra Utara masih mendominasi produksi emisi gas rumah kaca sebanyak 22 juta juta ton setara CO2. Kemudian diikuti oleh propinsi Lampung sebanyak 12,9 juta ton setara CO2
44 PEDOMAN TEKNIS PERHITUNGAN BASELINE EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR BERBASIS ENERGI
Tabel 7: Proyeksi emisi gas rumah kaca di Pulau Sumatera (ton setara CO2)Propinsi 2010 2012 2014 2016 2018 2020Aceh 2,375,100 4,204,600 4,948,900 5,627,200 7,899,400 9,775,000Sumatera Utara 8,383,000 8,693,000 9,776,000 13,816,000 15,856,000 22,098,000
Sumatera Barat 347,000 526,000 2,422,900 3,080,200 4,738,400 6,322,200
Riau 0 340,105 680,210 1,020,315 1,360,420 1,700,525Sumatera Selatan 155,415 169,800 185,612 202,919 221,866 242,662
Bengkulu 3,043,522 3,383,192 3,957,728 4,941,948 6,643,079 9,601,498Lampung 597,798 2,115,166 4,492,872 7,315,472 9,519,932 12,946,776Jambi - - - - - -Total Propinsi 14,901,835 19,431,863 26,464,222 36,004,054 46,239,097 62,686,661
5.2.2 Pulau Jawa dan Bali
Di Pulau Jawa dan Bali, proyeksi emisi gas rumah kaca dari sektor transportasi tidak tersedia secara lengkap untuk propinsi DKI Jakarta dan Bali. Pada tahun dasar, propinsi Jawa Barat dan Jawa Timur merupakan kontributor emisi gas rumah kaca terbesar dengan 10,6 juta dan 11,9 juta ton setara CO2 (Tabel 8). Namun, potensi produsen emisi gas rumah kaca terbanyak berdasarkan hasil proyeksi dari LEAP pada tahun 2020 adalah propinsi Jawa Tengah, yakni sebesar 30,4 juta ton setara CO2. Hal ini dimungkinkan karena propinsi Jawa Tengah menjadi titik hubung antara DKI Jakarta dan Surabaya, dua kota terdepan dalam aktivitas perekonomian di Indonesia.
Tabel 8: Proyeksi emisi gas rumah kaca di Pulau Jawa dan Bali (ton setara CO2)
2010 2012 2014 2016 2018 2020Banten 3,876,200 4,292,200 4,698,200 5,113,800 5,550,200 6,002,500Jawa Barat 11,887,442 13,559,985 15,232,528 17,243,097 19,591,692 21,940,286Jawa Timur 10,627,383 11,546,809 12,428,283 13,426,207 14,379,066 15,341,371Jawa Tengah 9,910,000 12,380,000 15,490,000 19,390,000 24,270,000 30,400,000
Yogyakarta 231,860 270,960 317,220 371,380 434,780 509,010
Bali 2,193,512 2,467,050 2,796,660 3,171,175 3,596,808 4,080,643DKI Jakarta - - - - - -Total Propinsi 38,726,397 44,517,004 50,962,891 58,715,659 67,822,546 78,273,810
45BAB 5
EMISI BASELINE UNTUK SEKTOR BERBASISI ENERGI DENGAN MENGGUNAKAN LEAP
5.2.3 Pulau Kalimantan
Emisi gas rumah kaca di Pulau Kalimantan tetap di dominasi oleh propinsi Kalimantan Timur. Di tahun 2010, propinsi Kalimantan Timur menghasilkan sekitar 5 juta ton setara CO2 dan meningkat menjadi 17,6 juta ton setara CO2 di tahun 2020 dari sektor transportasi (lihat Tabel 9). Kemudian diposisi kedua adalah propinsi Kalimantan Barat pada tahun 2010 menghasilkan 2,2 juta ton setara CO2, di akhir tahun proyeksi menghasilkan 3,8 juta ton setara CO2. Perhitungan proyeksi emisi gas rumah kaca di pulau Kalimantan tidak termasuk propinsi Kalimantan Selatan.
Tabel 9: Proyeksi emisi gas rumah kaca di Pulau Kalimantan (ton setara CO2)
2010 2012 2014 2016 2018 2020Kalimantan Barat 2,150,000 2,450,000 2,750,000 3,050,000 3,450,000 3,800,000
Kalimantan Timur 5,040,000 6,410,000 8,200,000 10,540,000 13,600,000 17,610,000
Kalimantan Tengah 871,380 1,001,670 1,175,690 1,413,190 1,745,460 2,223,600
Kalimantan Selatan - - - - - -
Total Propinsi 8,061,380 9,861,670 12,125,690 15,003,190 18,795,460 23,633,600
5.2.4 Pulau Sulawesi dan Papua
Di Pulau Sulawesi, propinsi Sulawesi Selatan masih menjadi daerah yang memberikan kontribusi terbesar dalam emisi gas rumah kaca di tahun 2010 sebanyak 2,9 juta ton setara CO2, kemudian diikuti oleh propinsi Sulawesi Tenggara (Tabel 10). Sedangkan propinsi lain seperti Sulawesi Utara, Sulawesi Barat dan Gorontalo memberikan kontribusi yang kurang signifi kan dalam emisi gas rumah kaca dari sektor transportasi. Pada akhir tahun proyeksi 2020, propinsi Sulawesi Selatan memberikan kontribusi terbesar sebanyak 5,9 juta ton setara CO2. Sedangkan propinsi Sulawesi Tenggara menghasilkan emisi gas rumah kaca sebanyak 3,2 juta ton setara CO2.
Di wilayah Pulau Papua, proyeksi emisi gas rumah kaca di sektor transportasi hanya dilakukan di propinsi Papua Barat. Pada tahun dasar, propinsi Papua terhitung sebanyak 419 ribu ton setara CO2. Di akhir tahun proyeksi 2020, emisi yang dihasilkan naik secara signifi kan sebanyak 7 kali, yakni sebesar 3 juta ton setara CO2. Pertumbuhan emisi gas rumah
46 PEDOMAN TEKNIS PERHITUNGAN BASELINE EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR BERBASIS ENERGI
kaca di sektor transportasi diperkirakan akibat pembangunan sarana infrastruktur jalan raya dan pertumbuhan ekonomi di propinsi Papua.
Tabel 10: Proyeksi emisi gas rumah kaca di Pulau Sulawesi dan Papua (ton setara CO2)
2010 2012 2014 2016 2018 2020Sulawesi Utara 500,800 557,100 624,200 704,200 800,000 915,000Sulawesi Tengah 131,220 162,000 200,000 270,000 395,000 595,000
Sulawesi Tenggara 854,000 1,048,100 1,384,000 1,833,500 2,436,500 3,247,700
Sulawesi Selatan 2,925,000 3,650,000 4,200,000 4,800,000 5,350,000 5,912,000
Sulawsi Barat 223,300 261,300 305,700 357,700 418,500 489,600Gorontalo 85,000 105,000 150,000 205,000 285,000 370,000Papua 419,000 610,800 898,700 1,333,800 1,995,100 3,005,200Total Propinsi 5,138,320 6,394,300 7.762,600 9,504,200 11,680,100 14,534,500
5.2.5 Kepulauan
Di daerah kepulauan, pada tahun dasar 2010, propinsi Maluku merupakan penghasil emisi gas rumah kaca terbesar sebanyak 825 ribu ton setara CO2. Sedangkan propinsi NTT, produksi gas rumah kaca dari sektor transportasi sangat kecil dibandingkan dengan propinsi lainnya, sebesar 5 ribu ton setara CO2 (lihat Tabel 11). Pada akhir tahun proyeksi 2020, propinsi Bangka Belitung menjadi penghasil emisi gas rumah kaca terbesar, sebanyak 2,5 juta ton setara CO2. Sedangkan propinsi NTT meski emisi gas rumah kaca tersebut tumbuh dua kali lipat, sebanyak 11 ribu ton setara CO2, namun nilai tersebut masih terbilang kecil dibandingkan emisi dari propinsi lainnya.
Tabel 11: Proyeksi emisi gas rumah kaca di Kepulauan (ton setara CO2)2010 2012 2014 2016 2018 2020
Riau Islands 359,000 444,000 551,000 686,000 852,000 1,063,000Bangka Belitung 798,798 995,070 1,244,144 1,560,253 1,961,526 2,471,065NTB 775,000 862,000 958,000 1,064,000 1,183,000 1,314,000NTT 5,299 6,081 6,998 8,077 9,352 10,861Maluku 825,573 940,786 1,072,079 1,221,694 1,392,189 1,586,478
Maluku Utara 744,900 891,900 1,070,200 1,286,500 1,549,500 1,869,300
Total Propinsi 3,508,570 4,139,837 4,902,421 5,826,525 6,947,567 8,314,704
47BAB 5
EMISI BASELINE UNTUK SEKTOR BERBASISI ENERGI DENGAN MENGGUNAKAN LEAP
5.3 Keterbatasan dan tindak lanjutDalam penyusunan BAU Baseline sektor energi, terdapat beberapa batasan yang telah diidentifi kasi di Potret Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (Potret RAD-GRK, 2014), di antaranya adalah:
1. Beberapa propinsi belum memliki data jumlah keluarga miskin, menengah, dan kaya, sehingga data yang dimasukkan masih berupa perkiraan proporsi keluarga miskin, menengah dan kaya di propinsi masing-masing.
2. Data aktivitas dan intensitas energi keluarga miskin, menengah dan kaya umumnya masih menggunakan data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) karena tidak tersedianya data tersebut di tingkat propinsi (Survey Sosial Ekonomi Daerah).
3. Data rata-rata jarak tempuh perjalanan untuk sektor transportasi masih menggunakan data panjang perjalanan nasional karena data panjang perjalanan daerah belum banyak tersedia.
4. Perhitungan BAU Baseline sektor industri (proses industri) dalam RAD-GRK belum banyak dihitung oleh propinsi dikarenakan belum tersedianya petunjuk teknis baku perhitungan emisi industri dalam RAD-GRK oleh pokja sektor industri.
Untuk meningkatkan kualitas model energi dalam perhitungan Baseline skenario diperlukan pembuatan database konsumsi dan suplai energi yang terus menerus diperbarui. Database yang tertata dengan baik akan memudahkan pemodel dalam membuat model energi dan sekaligus meningkatkan kualitas model yang dihasilkan. Tingkatan atau level database yang diperlukan dapat dilihat di Tabel 12.
48 PEDOMAN TEKNIS PERHITUNGAN BASELINE EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR BERBASIS ENERGI
Tabel 12: Tingkatan level database yang diperlukan dalam pemodelan energiSektor Rendah Menengah Tinggi
Rumah Tangga Jumlah konsumsi energi (listrik, minyak tanah, LPG, dan kayu bakar/arang) di sektor rumah tangga di seluruh daerah berdasarkan data total penjualan energi.
1. Jumlah konsumen rumah tangga diketahui.
2. Konsumsi energi rata-rata di setiap rumah tangga berdasarkan level pendatan/golongan pelanggan listrik.
1. Jumlah konsumen pengguna energi diketahui.
2. Struktur level ekonomi pengguna energi dan jumlahnya diketahui
3. Jenis peralatan rumah tangga dan konsumsi energi di tiap peralatan rumah tangga diketahui.
Industri Jumlah konsumsi energi (Bahan Bakar Minyak (BBM), batubara, gas dan listrik) di sektor industri di seluruh daerah berdasarkan data total penjualan energi.
1. Jumlah konsumen industri pengguna energi diketahui
2. Konsumsi energi rata-rata di setiap jenis industri diketahui.
1. Jumlah konsumen pengguna energi di setiap jenis industri diketahui.
2. Konsumsi energi di tiap peralatan industri yang mengkonsumsi energi diketahui.
Transportasi Jumlah konsumsi energi (BBM dan gas) di sektor transportasi di seluruh daerah berdasarkan data total penjualan energi.
1. Jumlah setiap jenis kendaraan diketahui.
2. Konsumsi energi rata-rata di setiap jenis kendaraan diketahui.
1. Jumlah setiap jenis kendaraan diketahui.
2. Konsumsi energi rata-rata di setiap jenis kendaraan diketahui.
3. Jarak tempuh perjalanan rata-rata berdasarkan kebiasaan mengemudi orang Indonesia diketahui.
4. Umur siklus penggunaan kendaraan bermotor diketahui.
Komersial Jumlah konsumsi energi (BBM, gas dan listrik) di sektor komersial di seluruh daerah berdasarkan data total penjualan energi.
1. Jumlah setiap jenis bangunan komersial diketahui
2. Konsumsi energi rata-rata di setiap jenis bangunan komersial diketahui
1. Jumlah setiap jenis bangunan komersial diketahui beserta luas bangunannya.
2. Jenis peralatan dalam bangunan dan konsumsi energi di tiap peralatan diketahui.
49BAB 5
EMISI BASELINE UNTUK SEKTOR BERBASISI ENERGI DENGAN MENGGUNAKAN LEAP
DAFTAR PUSTAKA
1. BAPPENAS, 2013, Kerangka Kerja Indonesia untuk Nationally Appropriate Mitigation Actions (NAMAs), Jakarta, Indonesia.
2. Battacharyya, S.C., 2011, Energy Economics: Concepts, Issues, Markets and Governance, Springer, London, UK.
3. Heaps, C.G., 2011, Long-range Energy Alternatives Planning (LEAP) system: User Guide, Stockholm Environment Institute. Somerville, MA, USA
4. IPCC, 2006, Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories, Cambridge University Press, Cambridge, United Kingdom and New York, NY, USA
5. Pongthanaisawan, J., 2010, Relationship between level of economic development and motorcycle and car ownerships and their impacts on fuel consumption and greenhouse gas emission in Thailand, Renewable and Sustainable Energy Reviews, Vol. 14 (9), pp. 2966-2975.
6. Pusdatin ESDM, 2011, Indikator Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia, Jakarta, Indonesia.
7. Sekretariat RAN-GRK, 2014, Potret Rencana Aksi Daerah Penurunan Gas Rumah Kaca, Jakarta, Indonesia.
8. Sekretariat RAN-GRK, 2013, Satu Tahun Tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Gas Rumah Kaca, Jakarta, Indonesia
9. Swisher, J.N., Jannuzzi, G.M., Redlinger, R.Y., 1997, Tools and Methods for Integrated Resource Planning, United Nations Environment Programme (UNEP), Denmark.
10. Wijaya, M.E., Ridwan, M.K., 2009, LEAP Perencanaan Energi; Modul Pelatihan, Departemen Teknik Fisika Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia.
11. Bappenas, KESDM, Kementerian Perhubungan, Kementerian Perindustrian, 2012, Modul Pelatihan Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca dan Penghitungan BAU Baseline Bidang Energi, Transportasi dan Industri, Jakarta, Indonesia.