BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Konsep Pembinaan Mental a. Makna Pembinaan Mental Menurut Depdiknas (2008: 193), pembinaan berasal dari kata dasar “bina”, yang berarti membangun, mendirikan sesuatu supaya lebih baik. Pembinaan yaitu proses, cara, perbuatan membina, pembaruan, penyempurnaan, usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan secara efesien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Menurut Mulyasa (2007: 173), pembinaan dilakukan untuk ke arah yang lebih baik lagi agar terjadi suatu peningkatan dalam bekerja. Pembinaan diharapkan dapat membantu seseorang memecahkan masalah dan kesulitan yang mungkin akan dihadapi di dalam menggunakan cara-cara baru untuk melaksanakan tugasnya agar berjalan dengan efektif dan efesien untuk mendapatkan hasil yang optimal. Membina disiplin peserta didik harus mempertimbangkan berbagai situasi, dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhinya.Oleh karena itu, disarankan kepada guru untuk melakukan hal-hal sebagai berikut: 1) Memulai seluruh kegiatan dengan disiplin waktu, dan patuh/taat aturan; 2) Mempelajari pengalaman peserta didik di sekolah melalui kartu catatan kumulatif; 3) Mempelajari nama-nama peserta didik secara langsung, misalnya melalui daftar hadir di kelas; 4) Mempertimbangkan lingkungan pembelajaran dan lingkungan peserta didik; 5) Memberikan tugas yang jelas, dapat dipahami, sederhana dan tidak bertele- tele;
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Konsep Pembinaan Mental
a. Makna Pembinaan Mental
Menurut Depdiknas (2008: 193), pembinaan berasal dari kata dasar “bina”,
yang berarti membangun, mendirikan sesuatu supaya lebih baik. Pembinaan yaitu
Dimensi-dimensi yang termasuk dalam moral knowing yang akan mengisi
ranah kognitif adalah kesadaran moral (moral awareness), pengetahuan tentang
nilai-nilai moral (knowing moral values), penentuan sudut pandang (perspective
taking), logika moral (moral reasoning), keberanian mengambil sikap (decision
making), dan pengenalan diri (self knowledge). Moral feeling merupakan
penguatan aspek emosi peserta didik untuk menjadi manusia berkarakter.
Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan peserta
didik, yaitu kesadaran akan jati diri (conscience), percaya diri (self esteem),
kepekaan terhadap derita orang lain (empathy), cinta kebenaran (loving the good),
pengendalian diri (self control), kerendahan hati (humility). Moral action
merupakan perbuatan atau tindakan moral yang merupakan hasil (autcome) dari
kedua komponen karakter lainnya.
Pengembangan karakter dalam suatu sistem pendidikan adalah
keterkaitan antara komponen-komponen karakter yang mengandung nilai-nilai
perilaku, yang dapat dilakukan atau bertindak secara bertahap dan saling
berhubungan antara pengetahuan nilai-nilai perilaku dengan sikap atau emosi yang
kuat untuk melaksanakannya, baik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama,
lingkungan, bangsa, dan Negara serta dunia Internasional.
Kebiasaan berbuat baik tidak selalu menjamin bahwa manusia yang telah
terbiasa tersebut secara sadar menghargai pentingnya nilai karakter. Karena
mungkin saja perbuatannya tersebut dilandasi oleh rasa takut untuk berbuat salah,
bukan karena tingginya penghargaan akan nilai itu. Misalnya ketika seseorang
berbuat jujur hal itu dilakukan kerena dinilai oleh orang lain, bukan karena
keinginannya yang tulus untuk menghargai nilai kejujuran itu sendiri.
Dengan demikian jelas bahwa karakter dikembangkan melalui tiga
langkah, yaitu mengembangkan moral knowing, kemudian moral feeling, dan
moral action. Dengan kata lain, semakin lengkap komponen moral yang dimiliki
manusia, maka akan semakin membentuk karakter yang baik atau unggul/tangguh.
B. Kajian Penelitian yang Relevan
Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini akan dicantumkan
beberapa hasil penelitian terdahulu oleh beberapa peneliti yang pernah penulis baca,
diantaranya:
(1) Hasil peneliti Rojikun (2011) tentang “Konsep Bimbingan Mental
Spiritual dalam Menangani Kenakalan Siswa”. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwapelaksanaan bimbingan mental spiritual di sekolah dilaksanakan dengan
prinsip bahwa siswa adalah manusia yang menjadi khalifah dan sekaligus hamba
Allah.
Kedudukan sebagai khalifah mengandalkan adanya tanggung jawab atas diri
sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitarnya. Sementara kedudukan manusia
sebagai hamba Allah memberi tanggung jawab kepada manusia untuk selalu
mendekatkan diri kepada Allah dengan mengikuti ajaran-ajaran Islam yang terdapat
dalam Al-Qur’an dan hadits. Dengan prinsip ini, pelaksanaan bimbingan mental
spiritual dapat berkembang dengan baik, mengingat sekolah merupakan lahan yang
berpotensial bagi pelaksanaan bimbingan mental spiritual.
Dari penelitian tersebut dapat kita ketahui bahwasanya manusia sebagai
hamba Allah mendapat tugas sebagai khalifah di muka bumi untuk menjalankan
perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Oleh karena itu, sekolah merupakan
tempat yang memungkinkan dalam pelaksanaan pembinaan mental spiritual di
kalangan peserta didik.
Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini ialah Rojikun terfokus
pada kenakalan remaja sedangkan penulis terfokus pada pembentukan karakter siswa
agar dapat memiliki kemampuan, kecerdasan, dan keterampilan serta menjadi pribadi
yang berkarakter baik.
(2) Mulia Rahmawati (2009) tentang “Upaya Peningkatan Kinerja Pegawai
Melalui Pelaksanaan Bina Mental dan Spiritual di Kantor Pemerintah Daerah
Kabupaten Tangerang”. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwaBINTAL dapat
memberikan manfaat yang dirasakan oleh para pegawai ialah dalam hal bekerja di
antaranya dapat meningkatkan disiplin kerja yang berdampak pada peningkatkan
kinerja pegawai, bekerja menjadi lebih semangat dan hasil pekerjaan menjadi lebih
maksimal, begitu juga dalam hal ibadah menjadi semakin rajin dan istiqomah.
Selain itu, terdapat manfaat lain yang didapat dengan mengikuti kegiatan-
kegiatan keagamaan di Kantor Pemerintah Daerah yakni dapat menumbuhkan
semangat untuk terus mendekatkan diri kepada Allah SWT., mentaati segala perintah-
Nya serta menjauhi segala larangan-Nya.
Dari penelitian tersebut dapat kita ketahui bahwasanya banyak sekali
manfaat yang kita dapat ketika mengikuti program yang dilaksanakan oleh Kantor
Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang terutama di kalangan para pegawai yang
bukan saja mementingkan pekerjaanya tetapi harus juga kita mendekatkan diri kepada
Allah dan selalu mengingat Allah SWT.
Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Mulia Rahmawati dengan
penelitian yang penulis laksanakan ialah terletak pada objeknya.Penulis menganalisis
tentang karakter siswa melalui kegiatan pembinaan mental.Siswa dibina pada nilai-
nilai yang positif yang didapat dalam kegiatan pembinaan mental seperti religius, rasa
percaya diri, mandiri, bertanggung jawab, disiplin dan dapat bersosialisasi dengan
baik di keluarga, lingkungan sekolah dan masyarakat.Sedangkan penelitian Mulia
Rahmawati objek yang ditelitinya ialah kinerja para pegawai.
(3) Riana Amelia(2011) tentang “Metode Bimbingan Mental Spiritual
Terhadap Penyandang Masalah Tuna Susila di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW)
Mulya Jaya Jakarta”. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tujuan dari
kegiatan pelaksanaan bimbingan mental spiritual di PSKW ini agar dapat
memberikan pengertian kepada klien, yaitu dengan pemahaman, menumbuhkan
kesadaran, serta mempunyai sikap/ pendirian yang kuat.
Terdapat faktor pendukung dan penghambat pelakasanaan bimbingan mental
spiritual, yaitu faktor pendukung berupa sarana dan prasarana yang memadai, adanya
modul atau materi dari panduan yang penyuluh sediakan, adanya SDM yang
profesional, dan adanya siswi atau PSKW yang rutin mengikuti kegiatan ini. Faktor
penghambatnya berupa perilaku klien yang labil, kehidupan bebas yang mereka
jalani, latar belakang yang berbeda, dan lupa menjalankan materi yang disampaikan
untuk dipraktekkan sehari-hari.
Dari penelitian tersebut dapat kita ketahui bahwasanyapenyandang masalah
tuna susila di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) sangat membutuhkan bimbingan
mental spiritual karena agar mereka dapat mempunyai sikap/ pendirian yang kuat
dalam menjalani kehidupan.
Perbedaan penelitian tersebut dengan peneliti yang lakukan ialah dalam
skripsi ini menunjukkan bahwa pembiasaan, keteladanan, ceramah dan masukan-
masukan merupakan cara yang digunakan dalam pembentukan karakter siswa melalui
kegiatan pembinaan mental di SMP Negeri 16 Kota Cirebon. Pembiasaan dengan
menyuruh seluruh siswa untuk mempunyai sikap sosial, datang tepat waktu, saling
bertegur sapa, melaksanakan sholat berjama’ah dan lain-lain.Keteladanan yaitu
memberikan contoh perbuatan langsung seluruh siswa. Ceramah dengan memberikan
penjelasan akan pentingnya nilai-nilai yang terkandung di dalam pancasila dan
memberikan masukan atau nasehat-nasehat menuju ke arah yang lebih baik.
C. Kerangka Pikir
Menurut Depdiknas (2008: 193), pembinaan berasal dari kata “bina”, yang
berarti membangun, mendirikan sesuatu supaya lebih baik. Pembinaan yaitu proses,
cara, perbuatan membina, pembaruan, penyempurnaan, usaha, tindakan, dan kegiatan
yang dilakukan secara efesien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
Pembinaan diarahkan ke arah yang lebih baik lagi agar terjadi suatu peningkatan
dalam bekerja.
Menurut Mulyasa (2007: 173), pembinaan diharapkan dapat membantu
seseorang memecahkan masalah dan kesulitan yang mungkin akan dihadapi di dalam
menggunakan cara-cara baru untuk melaksanakan tugasnya agar berjalan dengan
efektif untuk mendapatkan hasil yang optimal.
Menurut Darajat(1982: 38), mental diartikan sebagai kepribadian yang
merupakan kebulatan yang dinamik yang dimiliki seseorang yang tercermin dalam
sikap dan perbuatan atau terlihat dari psikomotornya. Dalam ilmu psikoterapi, kata
mental sering digunakan sebagai ganti dari personality (kepribadian) yang berarti
bahwa mental adalah semua unsur-unsur jiwa termasuk pikiran, emosi, sikap
(attitude) dan perasaan yang dalam keseluruhan akan menentukan corak laku, cara
menghadapi suatu hal yang menekan perasaan, mengecewakan, menggembirakan,
menyenangkan, dan sebagainya.
Menurut Asmaran (1994: 44), pembinaan mental merupakan tumpuan perhatian
pertama dalam misi Islam. Untuk menciptakan manusia yang berakhlak mulia, Islam
telah mengajarkan bahwa pembinaan mental harus lebih diutamakan daripada
pembinaan fisik atau pembinaan pada aspek-aspek lain, karena dari jiwa yang baik
inilah akan lahir perbuatan-perbuatan yang baik yang pada gilirannya akan
menghasilkan kebaikan dan kebahagiaan pada seluruh kehidupan manusia lahir dan
batin.
Berdasarkan pendapat di atas, penulis berpendapat bahwa pembinaan yang
dimaksud adalah pembinaan kepribadian secara keseluruhan.Pembinaan mental
secara efektif dilakukan dengan memperhatikan faktor kejiwaan sasaran yang akan
dibina. Pembinaan mental yang dilakukan meliputi bimbingan moral, pembentukan
sikap dan mental yang pada umumnya dilakukan sejak anak masih kecil.
Pembinaan mental merupakan salah satu cara untuk membentuk akhlak
manusia agar memiliki pribadi yang bermoral, berbudi pekerti yang luhur dan
bersusila, sehingga siswa dapat terhindar dari sifat tercela sebagai langkah
penanggulangan terhadap timbulnya kenakalan remaja.
Wyne (1991) dalam Noor (2011:34), kata "karakter" berasal dari bahasa Yunani
yang berarti “to mark” (menandai) dan memfokuskan pada bagaimana
mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku.
Menurut Adisusilo (2012: 76-78), karakter merupakan sebuahstempel atau cap,
sifat-sifat yang melekat pada seseorang.Karakter atau watak seseorang dapat
dibentuk, dapat dikembangkan dengan pendidikan nilai. Pendidikan nilai akan
membawa pengetahuan nilai, pengetahuan nilai akan membawa proses internalisasi
nilai, dan proses internalisasi nilai akan mendorong seseorang untuk mewujudkan
dalam tingkah laku, dan akhirnya pengulangan tingkah laku yang sama akan
menghasilkan karakter atau watak seseorang
Ahli pendidikan nilai Zuchdi dalam Adisusilo (2012: 77), memaknai karakter
sebagai seperangkat sifat-sifat yang selalu dikagumi sebagai tanda-tanda kebaikan,
kebijakan, dan kematangan moral seseorang. Jika direnungkan, karakter tidak hanya
dihayati atau dipahami saja, tetapi harus diaplikasikan atau didirikan melalui proses
pendidikan.
Pembentukan karakter dilakukan oleh guru dan seluruh pihak yang terlibat di
dalam sekolah yang dianggap dewasa oleh siswa dalam masa pertumbuhannya secara
langsung dan terus menerus melalui bimbingan mental agar siswa terbiasa dengan
karakter yang baik dan menjadi sosok yang manusiawi dan bertanggung jawab.
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Bab II Pasal 3 disebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didikagar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis. Dalam pendidikan terkandung pembinaan
kepribadian, pengembangan kemampuan–kemampuan atau potensi-potensi yang
perlu dikembangkan, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu dan tidak tahu tentang
dirinya menjadi tahu tentang dirinya serta tujuan kearah mana peserta didik akan
diharapkan dapat mengaktualisasikan diri. Untuk mewujudkan hal tersebut, proses
pendidikan di sekolah difokuskan dalam bentuk pembinaan dalam aspek akademik,
non akademik, dan sikap/mental spiritual.
Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal I
UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional
adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan,
kepribadian dan akhlak mulia.Pesan dari UU Sisdiknas tahun 2003 bertujuan agar
pendidikan tidak hanya membentuk insan manusia yang pintar namun juga
berkepribadian, sehingga nantinya akan lahir generasi muda yang tumbuh dan
berkembang dengan kepribadian yang bernafaskan nilai-nilai luhur agama dan
pancasila.
Berdasarkan uraian di atas, secara sistematis penulis gambarkan sebagai berikut
menurut Sisdiknas 2003 Bab II Pasal 3:
PembinaanMental
Karakter siswa yangdiharapkan:1. Religius2. Jujur3. Disiplin4. Kerja keras5. Kreatif6. Mandiri7. Rasa ingin tahu8. Gemar membaca9. Tanggung jawab10. Menghargai
prestasi11. Demokratis12. Komunikatif13. Peduli lingkungan14. Cinta tanah air
TujuanSekolah
Visi: Menghasilkan lulusan yangungguldalammutu,berpijak pada imandan takwa.
Misi: Disiplin dalam kerjamewujudkan manajemenkekeluargaan, kerjasama,pelayanan prima denganmeningkatkan silaturahmi.
Tujuan Sekolah: Memberikanpelayanan prima kepadamasyarakat Kota Cirebondan sekitarnya.