B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berkembangannya perusahaan-perusahaan di berbagai bidang usaha merupakan apresiasi dari kualitas sumber daya manusia yang ada di dalam perusahaan tersebut. Walaupun itu perusahaan dengan teknologi tinggi, fokus kekuatannya adalah kualitas sumber daya manusia yang berperan aktif pada setiap lini kerja dan mampu mengaplikasikan kemampuan, keterampilan, pendidikan, dan pengalaman kerjanya. Peranan sumber daya manusia sangat penting bagi perusahaan manapun, oleh karena kualitas sumber daya manusia yang baik pada gilirannya akan meninggkatkan kinerja perusahaan. Sementara itu perusahaan-perusahaan yang menggunakan tenaga kerja sering diperhadapkan dengan jumlah dan kualitas tenaga kerja yang direkrut untuk dikombinasikan dengan jenis dan jumlah pekerjaan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
B A B I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Berkembangannya perusahaan-perusahaan di berbagai bidang usaha
merupakan apresiasi dari kualitas sumber daya manusia yang ada di dalam
perusahaan tersebut. Walaupun itu perusahaan dengan teknologi tinggi, fokus
kekuatannya adalah kualitas sumber daya manusia yang berperan aktif pada setiap
lini kerja dan mampu mengaplikasikan kemampuan, keterampilan, pendidikan, dan
pengalaman kerjanya.
Peranan sumber daya manusia sangat penting bagi perusahaan manapun,
oleh karena kualitas sumber daya manusia yang baik pada gilirannya akan
meninggkatkan kinerja perusahaan. Sementara itu perusahaan-perusahaan yang
menggunakan tenaga kerja sering diperhadapkan dengan jumlah dan kualitas tenaga
kerja yang direkrut untuk dikombinasikan dengan jenis dan jumlah pekerjaan yang
ada di dalam perusahaan, sehingga terkadang terjadi kelebihan tenaga kerja oleh
karena terbatasnya unit kerja dan job kerja di dalam perusahaan.
Sebagian perusahaan yang menggunakan tenaga kerja dalam jumlah yang
besar dengan job kerja dan unit kerja yang terbatas, menerapkan budaya kerja
sesuai dengan kondisi perusahaan. Kelompok perusahaan ini mampu
mempekerjakan tenaga kerja lebih dari 100 orang dengan sikap, perilaku, responsif
dan etos kerja yang berbeda-beda. Budaya kerja di dalam perusahaan dipengaruhi
oleh sikap terhadap pekerjaan, perilaku dalam bekerja, responsif dalam penggunaan
sarana dan prasarana kerja dan etos kerja yang mencakup disiplin dan ketaatan
dalam bekerja.
Dimensi-dimensi budaya kerja dikombinasikan menjadi satu tindakan yang
spontanitas dalam aktivitas kerja pada perusahaan. Budaya kerja pada setiap
perusahaan berbeda-beda, baik perusahaan yang berskala kecil, menegah maupun
perusahaan besar seperti PT PLN (Persero) yang merupakan salah satu perusahaan
kelistrikan negara yang termasuk dalam kelompok perusahaan besar dengan jumlah
karyawan lebih dari 100 orang. Budaya kerja yang diterapkan dalam perusahaan
negara ini didukung oleh sikap terhadap pekerjaan dan perilaku dalam bekerja,
responsif dalam bekerja dan etos kerja karyawan (disiplin dan ketaatan).
PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka merupakan salah satu dari perusahaan
negara yang ada di Kabupaten Kolaka dengan tugas dan fungsi untuk melayani
masyarakat dalam pendistribusian aliran listrik. Hingga kini, jumlah karyawan yang
ada pada PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka mencapai 144 orang yang ditempatkan
pada bagian konstruksi, bagian distribusi, bagian pelanggan, dan bagian
administrasi. Kegiatan perusahaan didukung oleh kinerja karyawan dengan kualitas
pendidikan dari jenjang SMA hingga Sarjana dengan kemampuan kerja dalam
bidang kontruksi dan manajemen untuk menggerakan tugas dan fungsi PT. PLN
(Persero) dalam memberikan pelayanan kelistrikan.
Budaya kerja pada PT. PLN (Perseo) Cabang Kolaka sangat dipengaruhi
oleh sikap karyawan terhadap pekerjaan, perilaku karyawan dalam bekerja, respon
2
terhadap peralatan kerja yang digunakan dan etos kerja karyawan (disiplin dan
semangat kerja), namun dalam pelaksanaan tugas budaya kerja sering terabaikan
oleh karena adanya etos kerja karyawan yang berkurang yang disebabkan oleh
kelalaian dan penundaan pekerjaan sehingga pekerjaan yang harus diselesaikan
dalam satu hari kerja menjadi lambat dan tidak efektif. Selain itu tidak semua
karyawan memiliki kemampuan kerja yang sama tetapi ada yang mau bekerja sama
dan ada yang bekerja sendiri. Hal ini menunjukkan kurangnya perhatian manajemen
perusahaan terhadap karyawan, oleh karena budaya kerja dimiliki oleh karyawan
mampu mengembangkan kinerja karyawan tetapi budaya organisasi PT. PLN
(Persero) seluruh Indonesia memberikan tekanan terhadap karyawan melalui
perintah dan aturan kerja yang tidak diimbangi dengan pendidikan dan pelatihan
yang berhubungan dengan pelaksanan pekerjaan sehingga karyawan harus aktif
bekerja untuk memperoleh keterampilan dan pengalaman sendiri, sementara itu
pendidikan dan pelatihan hanya diberikan kepada pejabat tertentu dalam jenjang
kariernya. Fenomena ini menggambarkan adanya sikap dan perilaku organisasi
kurang memperhatikan kinerja karyawan dan berdampak pada sikap, perilaku,
respon dan etos kerja karyawan yang mengalami penurunan.
Budaya kerja karyawan sangat berikaitan dengan kinerja karyawan. Jika
sikap, perilaku, respon dan etos kerja karyawan menurun atau melemah, maka
secara langsung kinerja karyawan akan menurut bahkan akan berdampak pada citra
perusahaan. Oleh karena itu perlu adanya upaya peningkatkan kinerja karyawan
3
baik melalui pelatihan maupun pendidikan karier sehingga budaya kerja karyawan
meningkat dan pekerjaan dapat dikerjakan dengan baik.
Budaya kerja pada PT. PLN (Perseo) Cabang Kolaka memiliki hubungan
dengan kinerja karyawan oleh karena budaya kerja merupakan gerakan atau
aktivitas karyawan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab, sementara itu
kinerja karyawan PT. PLN (Perseo) Cabang Kolaka merupakan hasil kerja
karyawan yang diperoleh melalui budaya kerja, dengan demikian kemampuan
perusahaan untuk menerapkan budaya kerja yang baik pada gilirannya akan
meningkatkan kinerja karyawan.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti
lebih lanjut dengan mengangkat judul “Pengaruh Budaya Kerja Dengan Kinerja
Karyawan Pada Kantor PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka.”.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah dirumuskan diatas, maka
permasalahan penelitian ini adalah : “Apakah budaya kerja yang terdiri dari dimensi
sikap terhadap pekerjaan, perilaku dalam bekerja, responsif dan etos kerja karyawan
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan pada Kantor PT.
PLN (Persero) Cabang Kolaka.”.
4
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh budaya kerja yang
terdiri dari dimensi sikap, perilaku, responsif dan etos kerja karyawan terhadap
kinerja karyawan pada Kantor PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan masukkan bagi karyawan pada Kantor PT. PLN
(Persero) Cabang Kolaka untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab.
2. Sebagai bahan masukkan bagi pemerintah dalam memperhatikan
karyawan untuk memanfaatkan budaya kerja dalam rangka meningkatkan
kinerja karyawan.
3. Sebagai ilmu pengetahuan, semoga dapat berguna sebagai bahan
pertimbangan dan sumbangan pemikiran bagi kalangan yang akan melakukan
penelitian lebih lanjut dengan topik yang berhubungan dengan judul penelitian
ini.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian dibatasi pada pembahasan tentang budaya kerja
perusahaan hubungannya dengan kinerja karyawan pada Kantor PT. PLN (Persero)
Cabang Kolaka., dimana pengaruh budaya kerja karyawan terhadap kinerja
karyawan PT. PLN Cabang Kolaka. Indikator pengukuran adalah penelitian
meliputi sikap, perilaku, responsif dan etos kerja yang diadopsi dengan Ndraha
5
(2002:86). Selanjutnya indikator kinerja kerja yang diukur melalui hasil kerja,
ketepatan kerja (Hasil Riset Sriyono, 2004)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sahrun (2006), Hj. Rosmaesti
Ibrahim (2006), Yuni Setiawati (2005) dan Erni Wati (2007) disajikan pada
mapping penelitian terdahulu sebagai berikut :
Tabel 2.1 Mapping Penelitian Terdahulu
No. Peneliti/Tahun Judul Penelitian Variabel/Tenik Analisa Hasil Penelitian
1. Sahrun (2006) Pengaruh Budaya Organisasi dan Perilaku Kerja Terhadap Kinerja Pegawau Di Lingkungan Universitas Haluoleo Kendari
Budaya KerjaPerilaku kerjaKinerja(Path Analysis)
Terdapat pengaruh yang signifikan dan positif antara budaya organisasi dan perilaku kerja pegawai terhadap kinerja pegawai.
2. Hj. Rosmawati Ibrahim (2006)
Pengaruh Motivasu Kerja dan Kedisiplinan Terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Staf Pada Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kendari
Terdapat pengaruh yang tidak signifikan antara motivasi kerja dengan kepuasan kerja dan kinerja. Terdapat pengaruh pengauh yang signifikan dan positif antara kedisiplinan dengan kepuasan kerja dan kinerja. Terdapat pengaruh yang signifikan dan positif antara kepuasan kerja dan kinerja
3. Yuni Setyawati (2005)
Karakteristik individu dalam membentuk kepuasan kerja dan dampaknya terhadap komitmen organisasi
1. Karakteristik individu2. Kepuasan kerja3. Komitmen organisasi
(Path Analysis)
Kepuasan kerja dan status perkawinan berpengaruh langsung signifikan terhadap kepuasan kerja.
4. Enni Wati (2007) Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Perilaku Kerja dan Kepuasan Kerja Serta Kinerj
1. Budaya Organisasi2. Perilaku kerja3. Kepuasan kerja
Terdapat pengaruh yang dignifikan dan positif antara budaya organisasi
6
Karyawan Bank Pembangunan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara
4. Kinerj karyawan(SEM)
dan perilaku kerja terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan
Sumber : Sahrun (2006), Hj. Rosmaesti Ibrahim (2006), Yuni Setiawati (2005) dan Erni Wati (2007)
2.2 Manajemen Sumber Daya Manusia
Keberadaan tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi sangat penting
artinya bagi organisasi. Dalam perkembangannya, organisasi akan menghadapi
permasalahan tenaga kerja yang semakin kompleks, dengan demikian pengelolaan
sumber daya manusia harus dilakukan secara profesional oleh departemen tersendiri
dalam suatu organisasi, yaitu Human Resource Departement.
SDM sebagai salah satu unsur penunjang organisasi, dapat diartikan sebagai
manusia yang bekerja di lingkungan suatu organisasi (disebut personil, tenaga kerja,
pekerja/karyawan); atau potensi manusiawi sebagai penggerak organisasi dalam
mewujudkan eksistensinya; atau potensi yang merupakan asset & berfungsi sebagai
modal non-material dalam organisasi bisnis, yang dpt diwujudkan menjadi potensi
nyata secara fisik dan non-fisik dalam mewujudkan eksistensi organisasi (Nawawi,
1997).
Pada organisasi yang masih bersifat tradisional, fokus terhadap SDM belum
sepenuhnya dilaksanakan. Organisasi tersebut masih berkonsentrasi pada fungsi
produksi, keuangan, dan pemasaran yang cenderung berorientasi jangka pendek.
Mengingat betapa pentingnya peran SDM untuk kemajuan organisasi, maka organisasi
dengan model yang lebih moderat menekankan pada fungsi SDM dengan orientasi
jangka panjang.
7
Mengelola SDM di era globalisasi bukan merupakan hal yang mudah. Oleh
karena itu, berbagai macam suprastruktur dan infrastruktur perlu disiapkan untuk
mendukung proses terwujudnya SDM yang berkualitas. Perusahaan yang ingin tetap
eksis dan memiliki citra positif di mata masyarakat tidak akan mengabaikan aspek
pengembangan kualitas SDM-nya. Oleh karena itu peran manajemen sumber daya
manusia dalam organisasi tidak kecil, bahkan sebagai sentral pengelola maupun
penyedia SDM bagi departemen lainnya.
Manajemen sumber daya manusia dapat diartikan sebagai kegiatan
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian atas pengadaan 1
Konsep dan Tantangan Manajemen Sumber Daya Manusia tenaga kerja,
pengembangan, kompensasi, integrasi pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja
dengan sumber daya manusia untuk mencapai sasaran perorangan, organisasi dan
masyarakat (Flippo, 1996). Atau dengan kata lain, secara lugas MSDM dapat diartikan
sebagai kegiatan perencanaan, pengadaan, pengembangan, pemeliharaan dan
penggunaan SDM dalam upaya mencapai tujuan individual maupun organisasional.
Secara historis, perkembangan pemikiran tentang MSDM tidak terlepas dari
perkembangan pemikiran manajemen secara umum, dimulai dari gerakan manajemen
ilmiah (dengan pendekatan mekanis) yang banyak didominasi oleh pemikiran dari F.W.
Taylor. Pandangan-pandangan yang muncul berkaitan dengan SDM dalam era tersebut
adalah :
a) SDM sebagai salah satu faktor produksi yang dipacu untuk bekerja lebih
produktif seperti mesin;
b) Bekerja sesuai dengan spesialisasi yang telah ditentukan;
8
c) Kondisi di atas memunculkan : pengangguran, tidak adanya jaminan dalam
bekerja, berkurangnya rasa bangga terhadap pekerjaan, dan tumbuhnya serikat
pekerja.
2.2.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Pada dasarnya Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan
suatu gerakan pengakuan terhadap pentingnya unsur manusia sebagai sumber daya
yang cukup potensial, yang perlu dikembangkan sehingga mampu memberikan
kontribusi yang maksimal bagi organisasi maupun bagi pengembangan dirinya.
(As’ad, 1997 : 5)
Pada prinsipnya manajemen personalia menerapkan perhatiannya pada
masalah kekaryawanan atau personalia dalam suatu instansi atau lembaga. Selain
itu, pada dasarnya Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan suatu
gerakan pengakuan terhadap pentingnya unsur Manusia sebagai sumber daya yang
cukup potensial, yang perlu di kembangkan sehingga mampu memberikan
kontribusi yang maksimal bagi organisasi maupun bagi pengembangan dirinya.
(As’ad, 1997 : 8) Disamping itu dapat dikemukakan beberapa pengertian mengenai
persamaan dan perbedaan antara manajemen Sumber Daya Manusia dan
manajemen Personalia.
Handoko (1995 : 11) merumuskan defenisi manajemen personalia sebagai
berikut “Manajemen personalia adalah seni dan ilmu perencanaan, pelaksanaan dan
pengontrolan tenaga kewrja untuk tercapainya tujuan yang telah ditetapkan terlebih
dahulu dengan adanya kepuasan hati pada diri para pekerja”.
9
Hasibuan (2001 : 10) menyatakan bahwa manajemen sumber daya manusia
adalah suatu bidang manajemen yang khusus mempelajari hubungan dan peranan
manusia dalam organisasi perusahaan. Unsur manajemen sumber daya manusia
adalah manusia yang merupakan tenaga kerja pada perusahaan. Dengan demikian,
fokus yang dipelajari MSDM ini hanyalah masalah yang berhubungan dengan
tenaga kerja manusia saja. Oleh karena itu, manajemen sumber daya manusia
adalah suatu pendekatan terhadap manajemen sumber daya manusia, yang
didasarkan pada 3 (tiga) prinsip dasar yaitu : (Sondang P. Siagian, 1986 : 13)
1. Sumber Daya Manusia adalah harta yang paling penting yang dimiliki oleh
suatu perusahaan, sedangkan manajemen yang efektif adalah kunci bagi
keberhasilan organisasi tersebut.
2. Keberhasilan ini sangat mungkin dicapai jika peraturan atau kebijaksanaan dan
prosedur yang bertalian dengan manusia dari perusahaan tersebut saling
berhubungan dan memberikan sumbangan terhadap pencapaian tujuan
perusahaan dan perencanaan strategis.
3. Kultur dan nilai perusahaan suasana organisasi dan perilaku manajerial yang
berasal dari kultur tersebut akan memberikan pengaruh yang besar terhadap
hasil pencapaian yang terbaik. Oleh karena itu, kultur ini harus ditegakkan
dengan upaya yang terus menerus mulai dari puncak, sangat diperhatikan agar
kultur tersebut dapat diterima dan dipatuhi.
Pengertian manajemen sumber daya manusia lebih khusus dilatakan oleh
Hasibuan (2001 : 15) bahwa :
10
“Manajemen SDM adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja dapat efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Dikatakan pula bahwa fungsi-fungsi manajemen SDM terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan, konfensasi, pengintegrasian, pemeliharan, kedisiplinan dan pemberhentian”.
Apabila pengertian “Sumber Daya” dapat disimpulkan timbul dari mitra
kerja antara manusia dan benda untuk mencapai tujuan perumusan kebutuhan
manusia, maka “Sumber Daya Manusia” adalah kemampuan manusia yang
merupakan hasil akal budinya disertai pengetahuan serta pengalaman yang
dikumpulkan dengan penuh kesadaran untuk memenuhi kebutuhan secara
individual serta sasaran-sasaran sosial pada umumnya.
Menurut Hadari Nawawi (1997 : 40), mengetengahkan tiga pengertian
tentang sumber daya manusia, yaitu :
1. Sumber Daya Manusia, (SDM) adalah manusia yang bekerja di lingkungan
suatu organisasi (disebut juga personil, tenaga kerja, pekerja dan karyawan).
2. Sumber Daya Manusia adalah potensi manusiawi sebagai penggerak organisasi
dalam mewujudkan eksistensinya.
3. Sumber Daya Manusia (SDM) adalah potensi yang merupakan asset dan
berfungsi sebagai model (non material/non finansial) didalam organisasi bisnis,
yang dapat diwujudkan menjadi potensi nyata (real) secara fisik dan non fisik
dalam mewujudkan eksistensi organisasi.
Dalam hubungan ini Hasibuan (1996 : 9) mengemukakan bahwa :
Persamaannya adalah :
11
Keduanya mempunyai ilmu yang mengatur unsur Manusia dalam suatu
organisasi, agar mendukung terwujudnya tujuan.
Perbedaanyan adalah :
1. Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dikaji secara makro. Sedangkan
manajemen personalia dikaji secara mikro
2. Manajemen Sumber Daya Manusia menganggap bahwa karyawan adalah
kekayaan utama organisasi jadi harus dipelihara dengan baik. Sedangkan
manajemen personalia menganggap bahwa karyawan adalah faktor produksi,
jadi harus dimanfaatkan secara produktif.
3. Manajemen Sumber Daya Manusia pendekatannya secara moderen, sedangkan
manajemen personalia pendekatannya secara fisik.
Mengacu pada beberapa istilah menejemen personalia dan sumber daya
manusia yang dikemukakan oleh para ahli, maka disimpulkan bahwa :
“Manajemen personalia dan SDM adalah pengakuan terhadap pentingnya satuan
tenaga kerja organisasi sebagai SDM yang fital bagi pencapaian tujuan-tujuan
organisasi dan pemanfaatan berbagai fungsi dan kegiatan personalia bahwa mereka
digunakan secara efektif dan bijak agar bermanfaat bagi individu, organisasi dan
masyarakat”.
2.2.2. Peranan Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi
Berbicara tentang peranan sumber daya manusia maka SDM merupakan
salah satu sumber daya yang dimiliki oleh setiap organisasi, dimanfaatkan bersama
12
dengan sumber daya lainnya dalam menjalankan kegiatannya untuk mencapai
tujuan organisasi.
Menurut Henry Simamora (1995:2) menyatakan bahwa sumber daya yang
dimiliki oleh perusahaan atau organisasi dapat dikategorikan atas empat macam
sumber daya yaitu finansial, fisik, manusia dan kemampuan teknologi.
Nilai asset organisasi paling penting yang harus dimiliki perusahaan atau
organisasi dan sangat diperhatikan oleh manajemen adalah asset manusia. Manusia
merupakan elemen yang selalu ada dalam setiap organisasi. Mereka merupakan
perencana, pelaku dan penentu tercapainya tujuan organisasi.
Henry Simamora (1995:178) mengemukakan bahwa untuk memotivasi
karyawan bekerja lebih produktif, maka perlu diciptakan suatu iklim oleh karyawan
seoptimal mungkin antara lain dengan melaksanakan program yang diarahkan pada
pencapaian keseimbangan kebutuhan antara karyawan dan perusahaan.
Pengertian kemampuan identik dengan pengertian kreativitas, telah banyak
dikemukakan para ahli berdasarkan pandangan yang berbeda, seperti dinyatakan
oleh Semiawan (1996 : 8) mengartikan kreativitas adalah untuk membuat
kombinasi-kombinasi baru antar unsur data atau hal-hal yang sudah ada
sebelumnya. Dengan demikian secara operasional kreativitas dapat dirumuskan
sebagai kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan atau fleksibel dan
orisinalitas serta kemampuan mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, dan
memperinci) suatu gagasan.
13
Berdasarkan pengertian-pengertian pakar diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa kemampuan tindakan atau perwujudan untuk melakukan sesuatu, dilandasi
oleh kreativitas kerja karyawan yang optimal.
Penerapan dalam kegiatan yang dilakukan sehari-hari dalam melakukan
pekerjaan adalah sangat penting. Sebab kemampuan sebagai ungkapan dan
perwujudan diri individu termasuk kebutuhan pokok manusia yang bila terwujud
memberikan rasa kepuasan dan rasa keberhasilan yang mendalam. Yang pada
akhirnya kemampuan dapat menentukan dan meningkatkan makna hidup manusia
dengan segala kompleksitas dan problemnya juga keindahannya.
Semiawan (1996 : 12) mengemukakan bahwa kualitas dan kemampuan
sumber daya manusia dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, latihan, motivasi kerja,
etos kerja, loyalitas dan kemampuan fisik karyawan yang bersangkutan. Pendidikan
memberikan pengetahuan bukan saja yang langsung dengan pelaksanaan tugas,
akan tetapi juga untuk memperkembangkan diri serta kemampuan memanfaatkan
semua sarana yang ada disekitar kita untuk kelancaran pelaksanaan tugas, semakin
tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi pula produktivitas kerja. Latihan kerja
melengkapi karyawan dengan ketrampilan dan cara-cara yang tepat untuk
menggunakan peralatan kerja. Pada dasarnya latihan melengkapi pendidikan.
Pendidikan biasanya bersifat umum, sedangkan latihan bersifat khusus dan teknis
operasional.
Bagi instansi atau perusahaan, program penyediaan fasilitas latihan
merupakan investasi berharga, yang hasilnya diperoleh kembali dalam bentuk
14
peningkatan produktivitas kerja karyawan. Peningkatan produktivitas tersebut akan
memberikan kemungkinan yang lebih besar bagi pengusaha untuk memperbaiki
pengupahan karyawannya yang kemudian akan mendorong kegairahan dan
semangat kerja karyawannya.
2.3 Konsep Budaya Kerja
Budaya kerja dalam manajemen sumber daya manusia adalah konsep kerja
secara keseluruhan yang diterapkan dalam penyelesaian tugas dan tanggung jawab.
Pada era globalisasi, sumber daya manusia diperhadapkan dengan tantangan, daya
saing, kompetensi dan transparasi. Jika hanya dihadapi dengan kesiapan matang,
dan memiliki kompetensi belum menjamin suksesnya pelaksanaan tugas, akan
tetapi diperlukan juga.daya nalar dan daya saing perlu terus ditingkatkan.
Moran dan Riesenberger (dalam Muin (2004 : 3) menyatakan, diperlukan
12 kemampuan global bagi peningkatan daya saing sebagai inner motivation
kemampuan di medan tugas. Kedua belas kemampuan global bagi peningkatan daya
saing tersebut adalah :
1. Memiliki pola pikir global. Dalam hal ini adalah kecenderungan untuk melihat
dunia secara global dengan merubah pola pikir yang sudah ada pada wawasan
yang luas.
2. Sederajat dalam bekerja dengan orang-orang yang memilki latar belakang yang
berbeda. Disini, menanamkan rasa percaya diri untuk berdiri tegak sama tinggi
dan duduk sama rendah.
3. Mempunyai orientasi pemikiran jangka panjang ke depan.
15
4. Mempermudah perubahan organisasi. Disini lebih diutamakan lintas fungsi
ketimbang struktur hirarki.
5. Menciptakan sistem belajar, ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang
dengan cepat. Pengetahuan dan pengalaman sangat penting melalui
pembelajaran seumur hidup/tiada batas.
6. Memotifasi Karyawan untuk menjadi lebih unggul.
7. Meningkatkan daya saing serta mampu memberikan pengarahan dan
pengetahuan.
8. Mengelola dengan bijaksana penyebaran para pekerja asing. Mampu mengelola
dengan bijaksana serta transparan terhadap pekerja asing, menjaga keserasian
hubungan harmonis dan profesional.
9. Memimpin dan berpartisipasi secara efektif dalam Tim Multi Disiplin atau
Multi Budaya. Dalam hal ini dituntut dibutuhkan kemampuan khususnya (nilai
lebih) sehingga tim dapat berdayaguna dan berhasilguna.
10. Memahami Budaya, Pola Pikir, Kharakteristik dan Nilai-nilai luhurnya sendiri.
11. Memahami dengan tepat dan benar Profil Budaya organisasi dan Budaya
Nasional Karyawan lain. Hal ini sangat berguna dalam menterjemahkan
berbagai kebijakan ke berbagai disiplin ilmu.
12. Menghindari Kesalahan dan Perilaku Budaya dengan memberikan Pengetahuan
dan menghormati negara lain. Hal ini sangat berguna dimana bila terjadi
perubahan-perubahan baru, dapat diterima oleh seluruh pelaku organisasi.
16
Dwiyanto (2004 : 10) mengemukakan bahwa ketersediaan sumber daya
yang memadai dan potensial dipandang sebagai faktor yang signifikan dalam
budaya kerja. Aspek sumberdaya yang dimaksud di sini secara umum meliputi
sumber daya keuangan, SDM aparatur, teknologi dan aspek prasarana dan sarana
fisik lainnya. Secara umum kelemahan pelayanan publik selama ini lebih
dikarenakan oleh masalah keterbatasan kemampuan finansial dan sarana prasarana
fisik. Kelemahan lainnya adalah kemampuan dan kompetensi SDM aparatur yang
terlibat langsung kepada pemberian pelayanan, di mana rata-rata SDM Aparatur
belum mahir dalam menggunakan dan mengoperasikan teknologi informasi dan
komunikasi yang semakin hari semakin cepat berkembang.
Ismail (2003 : 16) mengemukakan bahwa dalam budaya kerja, masing-
masing instansi/unit terkait tetap melaksanakan kewenangan dan tugas-fungsinya
sebagai budaya kerja, serta dapat menempatkan petugasnya pada tempat tersebut.
Akan tetapi agar proses keseluruhan pelayanan dapat berjalan sinergi, maka
kegiatan pelayanan dan masing-masing instansi/unit terkait diatur dalam suatu
prosedur dan terkoordinir dalam mekanisme tata urutan kerja yang tertentu pada
satu lokasi/tempat di bawah satu atap tersebut. Teknis pelaksanaan dengan pola
pelayanan umum satu atap, dapat dilakukan, antara lain:
a. Menyiapkan tempat/gedung untuk ditempati secara bersama oleh unit
kerja/instansi terkait. Masing-masing instansi membuka meja/loket dan
menempatkan petugasnya sesuai yang ditentukan didalam satu tempat/lokasi
tersebut, serta menjalankan tugas dan fungsinya sendiri.
17
b. Sesuai mekanisme urutan kegiatan penyelesaian pelayanan yang ditentukan,
maka masyarakat (pemohon pelayanan) cukup mendatangi dan menyelesaikan
urusannya langsung pada loket/petugas pada unit kerja/Instansi terkait
tersebut;
c. Untuk mendukung kelancaran pekerjaan, maka proses pelayanan yang
berkaitan dengan masing-masing loket/meja dan unit/instansi terkait tersebut,
harus dilengkapi atau disediakan informasi yang lengkap menyangkut urutan
kegiatan, persyaratan, dan biaya pelayanan secara jelas dan terbuka dalam satu
lokasi tersebut.
Thoha (2003 : 4) mengemukakan bahwa salah satu tugas pokok yang harus
dilakukan oleh birokrasi, yakni menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan
bagi masyarakat. Sebagai warga negara, setiap individu mempunyai hak yang sama
untuk menerima pelayanan dari birokrasi. Namun realitasnya, hal tersebut tidak
dapat terpenuhi sesuai harapan. Penyedia layanan seringkali masih cenderung
bersikap memihak pada kelompok dalam masyarakat yang dianggap ‘kuat’ yakni
mereka yang mampu atau memiliki posisi tawar terhadap pejabat birokrasi, seperti
orang kaya. Akibatnya terjadi kesenjangan harapan (gap) antara birokrasi dengan
warga yang seharusnya dilayaninya. Pejabat birokrasi yang seharusnya bertugas
memberikan pelayanan dengan sopan, ramah, dan tidak diskriminatif, belum dapat
memenuhi apa yang menjadi harapan warga pengguna pada umumnya.
Tjokrowinoto (2004 : 6) mengemukakan bahwa budaya kerja dalam
pelayanan publik memang dapat dilakukan baik oleh pemerintah maupun swasta.
18
Kedua bentuk budaya kerja untuk pelayanan tersebut tentu saja memiliki
karakteristik pelayanan yang berbeda. Pelayanan yang diselenggarakan oleh swasta
lebih berorientasi pada profit, sedangkan pelayanan yang diselenggarakan oleh
pemerintah dilakukan karena adanya tanggung jawab [responsibility] tugas dan
fungsi pemerintahan. Namun, birokrasi dapat belajar dari pengalaman swasta dalam
menyelenggarakan pelayanan. Pelayanan yang diselenggarakan oleh swasta karena
berorientasi pada profit, menjadikan kualitas layanan sebagai tujuan atau nilai
penting yang harus dijaga agar mereka tidak kehilangan pelanggan sebagai sumber
keuntungan. Dengan demikian maka kinerja pemberi layanan swasta harus dapat
menjaga kepercayaan dan memberikan kepuasan kepada pengguna layanan.
Pengguna layanan menjadi orientasi utama mereka, sehingga swasta dalam
memberikan pelayanan dapat lebih professional, dapat menjamin kepastian waktu
dan biaya, serta dapat memberikan kepuasan, serta berupaya untuk menciptakan
ikatan psikologis dengan pengguna layanan.
Dwiyanto (2004 : 10) mengemukakan bahwa setiap karyawan baru
pemerintah (PNS) sebelum melaksanakan tugasnya harus mengangkat sumpah
karyawan yang berisi kesanggupan untuk menjadi “abdi negara dan abdi
masyarakat” Apa makna di balik sumpah karyawan tersebut?, yakni mereka harus
menempatkan diri sebagai ‘pelayan masyarakat’ [public servant], dimana
memberikan pelayanan secara baik kepada warga pengguna adalah menjadi tugas
utamanya. Namun, makna dari kata ‘abdi’ justru menjadi diabaikan atau bahkan
tidak dilakukan. Banyak pejabat birokrasi yang memposisikan dirinya sebagai
19
seorang ‘Birokrat’, yang identik dengan pejabat pemerintah, yang di Indonesia
kental dengan nuansa dan nilai-nilai kekuasaan di dalamnya. Kesalahan dalam
menanamkan nilai-nilai birokrasi sebagai ‘pelayan masyarakat’ yang profesional ini
berjalan cukup panjang, serta tersosialisasi membentuk sebuah sistem yang terus
berlanjut dengan suatu sistem nilai budaya yang mewarnai kehidupan birokrasi
tersebut.
Ndraha (2002:81) mengemukakan bahwa indikator dari budaya kerja dapat
dibagi menjadi :
1. Sikap terhadap pekerjaan, yakni kesukaan akan kerja dibandingkan dengan
kegiatan lain.
2. Perilaku pada waktu bekerja seperti rajin, berdedikasi, bertanggung jawab,
berhati-hati, teliti, cermat, kemauan yang kuat untuk mempelajari tugas dan
kewajiban, dan suka membantu sesama karyawan.
3. Responsif dalam bekerja merupakan salah satu kemampuan bekerja untuk
membangun daya tanggap pekerja dalam melaksanakan setiap pekerjaan
4. Etos kerja dari setiap karyawan berkaitan dengan waktu kerja dan kemampuan
dalam menyelesaikan pekerjaan di dalam organisasi kerja.
Sikap maupun perilaku kerja tersebut terbentuk baik di dalam masyarakat
maupun di dalam organisasi atau perusahaan oleh karena budaya kerja dipengaruhi
juga oleh lingkungan masyarakat atau lingkungan perusahaan.
2.4 Kinerja
2.4.1. Pengertian Kinerja
20
Kinerja merupakan singkatan dari kinetika energy kerja yang padanannya
dalam bahasa Inggris adalah performance sering diindonesiakan sebagai performa.
Kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indicator-indikator
suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu. Selain itu pekerjaan adalah
aktivitas menyelesaikan sesuatu atau membuat sesuatu yang hanya memerlukan
tenaga dan keterampilan tertentu seperti yang dilakukan oleh pekerja kasar atau
blue collar worker. Istilah kinerja juga dapat digunakan untuk menunjukkan