Page 1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Allah yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah kami tentang EPSL pada
Supraventrikular Takikardi AV Nodal Reentry Takhikardi.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada dosen yang telah membimbing kami dalam
menyelesaikan makalah kami ini.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini, kami mendapatkan banyak kendala dan
kesulitan sehingga makalah ini jauh dari kata sempurnya oleh karena itu kami mengharapkan
kritik dan saran yang membangun demi makalah kami ini.
Jakarta , 12 Februari 2014
Penyusun
1
Page 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................1
DAFTAR ISI....................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................3
A. Latar Belakang.......................................................................................................................3
B. Maksud dan Tujuan ...............................................................................................................3
C. Manfaat ..................................................................................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORI..........................................................................................................4
A. Atriventrikular Nodal Reentry Takikardhi (AVNRT)...........................................................4
B. Elektrofisiologi Study..........................................................................................................12
BAB III PEMBAHASAN............................................................................................................17
BAB IV KESIMPULAN..............................................................................................................26
2
Page 3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
AV Node merupakan generator jantung kedua setelah SA Node. AV Node
terletak di daerah superior septal katup trikuspid dan anterior CS ostium. AV Node
melindungi ventrikel dari irama atrial yang cepat dan memungkinkan terjadinya
pengisian ventrikel dalam sistem hemodinamik.
Pada keadaan normal AV Node memiliki satu jalur yaitu Fast
pathway (jalur cepat). Pada keadaan abnormal AV Node memiliki dua jalur yaitu : Slow
Pathway (jalur lambat) dan Fast Pathway (jalur cepat). Adanya jalur lambat (slow
pathway) dapat mengakibatkan terjadinya takhiaritmia pada ventrikel. Atau timbulnya
irama ventrikel yang sangat cepat.
B. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai tindak lanjut
pembelajaran dan bahan evaluasi dari pratikum yang telah dilaksanakan.
C. Manfaat
1. Mahasiswa dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan SVT AVNRT.
2. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana penanganan SVT AVNRT.
3. Mahasiswa dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan EP Study
4. Mahasiswa dapat mengetahui apa saja basic interval di EGM serta bagaimana metode
pacing yang digunakan.
3
Page 4
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Atrioventrikular Nodal Reentry Takikardi (AVNRT)
1. Pengertian Atrioventrikular Nodal Reentry Takikardi
AVNRT adalah suatu takiaritmia yang disebabkan karena adanya dual AV
Node yaitu slow pathway dan fast pathway. Atrioventrikular nodal reentrant
takikardia (AVNRT) merupakan aritmia yang terjadi karena jalur ekstra terletak pada
atau dekat node AV, yang menyebabkan impuls untuk bergerak dalam lingkaran dan
masuk kembali daerah itu sudah lewat.
AVNRT diklasifikasikan sebagai takikardia supraventricular paroksismal
(PSVT) dan adalah yang paling umum dari aritmia ini. Paroxysmal berarti bahwa
aritmia dimulai dan berakhir tiba-tiba , meskipun episode dapat berlangsung dari
detik ke menit ke hari . Supraventricular berarti bahwa aritmia terjadi di atas ventrikel
. " Tachy " berarti cepat dan " kardia " berarti jantung. AVNRT adalah PSVT yang
paling umum dan paling sering tidak berbahaya .
Pada AVNRT, perempuan lebih mungkin untuk mengembangkan kondisi ini
dibandingkan laki-laki. Jalur ekstra hadir sejak lahir, tetapi paling sering
menyebabkan aritmia setelah jantung telah mencapai ukuran penuh ketika pasien
berusia 20-an atau 30-an.
2. Gejala Atrioventrikular Nodal Reentry Takikardi (AVNRT)
a. Palpitations
Palpitasi jantung adalah istilah umum yang digunakan untuk
menggambarkan detak jantung yang abnormal. Detak jantung lebih cepat atau
lebih lambat, detak jantung tidak teratur, atau detak jantung dengan jarak antar
detakan yang melebar tidak teratur, bisa disebut sebagai palpitasi jantung.
1) Jenis Palpitasi Jantung
4
Page 5
Pada kondisi normal, jantung manusia berdetak 60-100 kali per menit.
Palpitasi jantung adalah kondisi dimana jantung tidak berdetak dengan
kecepatan normal karena alasan tertentu. Berikut adalah klasifikasi palpitasi
jantung:
a) Takikardi (Tachycardia): Denyut jantung lebih dari 100 kali per menit.
b) Bradikardi (Bradycardia): Denyut jantung kurang dari 60 kali per menit.
c) Fibrilasi: Jantung berdetak cepat, kontraksi otot jantung yang tidak
sinkron.
d) Aritmia: detak jantung tidak teratur.
Palpitasi jantung sangat umum terjadi dan dapat dialami oleh siapapun dan
dari kalangan usia manapun. Namun kondisi ini biasanya lebih sering terjadi
pada usia paruh baya. Umumnya, palpitasi jantung bukanlah suatu kondisi
yang sangat serius. Tapi, tidak berarti palpitasi jantung bisa diabaikan begitu
saja. Pada beberapa kasus, palpitasi jantung menjadi gejala adanya gangguan
serius pada jantung.
2) Penyebab Palpitasi Jantung
Penyebab palpitasi jantung berbeda antara satu orang dengan yang
lainnya. Perubahan lingkungan yang mendadak bisa menyebabkan fungsi
jantung menjadi abnormal, sehingga memicu terjadinya palpitasi jantung.
Berikut adalah faktor eksternal yang bisa memicu palpitasi jantung: Stres,
Kecemasan, Rasa takut, Olahraga berat, Alkohol, Kafein, Obat-obatan, Pil
diet, Nikotin, Kokain dan Ganja. Namun palpitasi jantung juga dapat
disebabkan karena adanya masalah atau fungsi abnormal dari organ tubuh
tertentu. Berikut adalah penyebab internal palpitasi jantung: Penyakit jantung,
Ketidakseimbangan hormon, Rendahnya tingkat oksigen dalam darah,
Anemia, Ketidakseimbangan elektrolit, Cacat katup jantung, Hiperventilasi,
Tekanan darah. Palpitasi jantung setelah makan merupakan kondisi yang
sering dialami oleh banyak orang. Kondisi ini terjadi ketika seseorang
mengonsumsi makanan setelah lama tidak makan atau berpuasa dalam jangka
5
Page 6
waktu lama. Peningkatan kadar gula darah yang cepat dan mendadak
merupakan salah satu penyebab utama palpitasi jantung.
b. Dizziness/Pusing (Pening)
1) Definisi
a) Pusing/pening bisa dihasilkan dari gangguan yang mempengaruhi bagian
tubuh manapun yang mempengaruhi keseimbangan (seperti telinga bagian
dalam dan mata) atau dari obat-obatan tertentu.
b) Deskripsi tentang masalah oleh penderita dan hasil pada pemeriksaan fisik
bisa menduga penyebab, dimana bisa memerlukan tes tambahan.
c) Pengobatan tergantung pada penyebabnya dan bisa termasuk pengobatan
untuk menghilangkan gejala-gejala yang menyertainya.
Dokter biasanya menggolongkan pening sebagai:
a) Pusing atau sakit kepala ringan.
b) Kehilangan keseimbangan.
c) Vertigo.
d) Campuran jenis di atas.
e) Bukan jenis di atas.
Pening kemungkinan sementara atau kronis. Pening dipertimbangkan
kronis jika berlangsung lebih dari sebulan. Pening kronis lebih sering terjadi
pada orang yang lebih tua. Pening kronis seringkali sulit untuk
dikelompokkan karena seringkali melibatkan lebih dari satu sebab dan karena
hal ini terlihat berbeda pada waktu yang berbeda-misal, seperti seperti sakit
kepala ringan suatu waktu dan seperti vertigo kemudian.
2) Penyebab
Meskipun pening kemungkinan mengganggu dan bahkan membuat tidak
mampu, hanya sekitar 5% kasus dihasilkan dari gangguan serius. Pening
memiliki banyak penyebab karena banyak bagian tubuh bekerja bersama
untuk menjaga keseimbangan. Mereka termasuk telinga bagian dalam, mata
(yang menyediakan isyarat penglihatan diperlukan untuk menjaga
keseimbangan), otot dan persendian, otak (terutama batang otak dan
cerebelum), dan syaraf yang menghubungkan semua bagian.
6
Page 7
Setiap jenis pada pening cenderung mengalami penyebab khas. Misal,
pusing dan sakit kepala ringan bisa terjadi dari mendadak jatuh pada tekanan
darah atau dari gangguan lain yang diakibatkan suplai darah menuju otak
yang tidak tercukupi. Pada gangguan ini, jantung kemungkinan tidak cukup
memompa ke otak, atau arteri menuju otak kemungkinan tersumbat atau
menyempit.
Kehilangan keseimbangan bisa diakibatkan dari gangguan penglihatan
karena tubuh bergantung kepada isyarat penglihatan untuk menjaga
keseimbangan. Kehilangan keseimbangan bisa juga diakibatkan gangguan
musculoskeletal, yang menyebabkan kelemahan otot dan dengan demikian
berhubungan dengan sulvant dan sedative) dan gangguan pada bagian dalam
telinga. Penyebab lain termasuk penggunaan obat-obatan tertentu (seperti
antikonvulsan dan sedative) dan gangguan dalam telinga.
c. Dyspnea
Dispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas ditandai dengan
napas yang pendek dan penggunaan otot bantu pernapasan. Dispnea dapat
ditemukan pada penyakit kardiovaskular, emboli paru, penyakit paru interstisial
atau alveolar, gangguan dinding dada, penyakit obstruktif paru (emfisema,
bronkitis, asma), kecemasan (Price dan Wilson, 2006).
1) Dispnea karena gangguan sistem pernafasan
Berbagai gangguan pada pusat pernafasaan yang menyebabkan sesak
dapat terjadi akibat peningkatan aktivitas pusat pernafasan (bronkospasme
akut, edema interstinal, embolisme paru, asma, letak geografis tinggi, kadar
progesterone tinggi, dan obat-obatan seperti aspirin), gangguan pompa
ventilasi (asma, emfisema, bronchitis kronik, dan bronkeaktasis) dan
gangguan pada pertukaran gas (pneumonis, edema paru, dan aspirasi). Selain
itu berbagai kondisi yang membuat dinding dada menjadi kaku (miastenia
gravis atau sindrom Guillain-Barre) serta keadaan seperti efusi pleura yang
luas juga dpat meningkatkan kerja pernafasan maupun menstimulasi reseptor
di paru jika telah terjadi atelektasis.
7
Page 8
Informasi tentang onset terjadi sesak sangat penting untuk mengetahui
penyebab sesak oleh sistem pernafasan. Pasien yang mengalami sesak akut
yang baru saja terjadi (dalam jam sampai hari) mungkin mengalami penyait
akut yang memengaruhi jalan nafas (serangan asma akut), parenkim paru
(edema paru akut atau proses infeksi akut seperti pneumonia bakteri), rongga
pleura (pneumothoraks), atau pembuluh darah paru (emboli paru). Sesak yang
terjadi secara subakut (dalam hari atau minggu) dapat menunjukkan adanya
eksaserbasi penyakit pernafasan yang telah ada sebelumnya (asma atau
bronchitis kronik), infeksi parenkim yang indolen (pneumonia Peneumocystis
Carinii pada pasien AIDS, pneumonia mikobakterial atau jamur), proses
inflamasi noninfeksi yang terjadi secara perlahan , penyakit pleura, atau
penyakit jantung kronik. Sesak yang terjadi secara kronik seringkali
menunjukkan adanya penyakit paru obstruktif kronik, penyakit paru
interstitial kronik, atau penyakit jantung kronik . penyakit-penyakit kronik
pada jalan nafas ditandai dengan adanya periode eksaserbasi dan remisi.
Pasien seringkali mengalami periode sesak yang sangatn berat, namun juga
diselingin oleh periode dimana gejala hanya minimal atau tidak ada sama
sekali. Sebaliknya, banyak dari penyakit-penyakit parenkim paru ditandai
oleh proses yang lambat namun tidak dapat diperbaiki.
2) Dispnea yang berhubungan dengan sistem kardiovaskular
a) Keadaan curah jantung tinggi: anemia, shunt intrakardiak, dan
hipertiroidisme.
b) Keadaan curah jantung normal: obesitas, disfungsi diastolic akiban
hipertensi, stenosis aorta, atau kardiomiopati hipertrofik.
c) Keadaan curah jantung rendah: penyakit pada miokardium yang berasal
dari penyakit arteri koroner dan kardiomiopati noniskemik serta penyakit
pericardial, misalnya perikarditis konstriktiva.
3) Dispnea karena sebab lain
a) Dispnea akibat asidosis metabolic
b) Penyebab lainnya: dispnea juga menjadi salah satu gejala gangguan
psikiatrik, seperti gangguan panic
8
Page 9
d. Chest pain
Nyeri dada adalah perasaan nyeri / tidak enak yang mengganggu daerah
dada dan seringkali merupakan rasa nyeri yang diproyeksikan pada dinding dada
(referred pain).
e. Fatigue
Fatique adalah suatu kelelahan yang terjadi pada syaraf dan otot-otot
manusia sehingga tidak berfungsi lagi sebagaimana mestinya. Kelelahan
dipandang dari sudut industri adalah pengaruh dari kerja pada pikiran dan tubuh
manusia yang cenderung untuk mengurangi kecepatan kerja mereka atau
menurunkan kualitas produksi, atau kedua-duanya dari performansi optimum
seorang operator. Cakupan dari kelelahan, yaitu :
1) Penurunan dalam performansi kerja
Pengurangan dalam kecepatan dan kualitas output yang terjadi bila
melewati suatu periode tertentu, disebut industry fatique.
2) Pengurangan dalam kapasitas kerja
Perusakan otot atau ketidakseimbangan susunan saraf untuk memberikan
stimulus, disebut Psikologis fatique
3) Laporan-laporan subyektif dari pekerja
Berhubungan dengan perasaan gelisah dan bosan, disebut fungsional
fatique.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi fatique adalah besarnya tenaga
yang dikeluarkan, kecepatan, cara dan sikap melakukan aktivitas, jenis kelamin
dan umur.Fatique dapat diukur dengan :
1) Mengukur kecepatan denyut jantung dan pernapasan
2) Mengukur tekanan darah, peredaran udara dalam paru-paru, jumlah oksigen
yang dipakai, jumlah CO2 yang dihasilkan, temperatur badan, komposisis
kimia dalam urin dan darah
3) Menggunakan alat uji kelelahan Riken Fatique.
f. Syncope
Syncope merupakan suatu mekanisme tubuh dalam mengantisipasi
perubahan suplai darah ke otak dan biasanya terjadi secara mendadak dan
9
Page 10
sebentar atau kehilangan kesadaran dan kekuatan postural tubuh serta kemampuan
untuk berdiri karena pengurangan aliran darah ke otak. Pingsan, "blacking out",
atau syncope juga bisa diartikan sebagai kehilangan kesadaran sementara yang
diikuti oleh kembalinya kesiagaan penuh.
Pingsan merupakan suatu bentuk usaha terakhir tubuh dalam
mempertahankan kekurangan zat-zat penting untuk di suplai ke otak seperti
oksigen dan substansi-substansi lain (glukosa) dari kerusakan yang bisa
permanen.
g. Polyuria
Poliuria adalah keadaan di mana volume air kemih dalam 24 jam
meningkat melebihi batas normal, disebabkan gangguan fungsi ginjal dal
mengkonsentrasi air kemih. Defenisi lain poliuria adalah volume air kemih lebih
dari 3 liter per hari, biasanyamenunjukan gejala klinik bila jumlah air kemih
antara 4-6 liter per detik. Poliuria biasanya disertai dengan gejala lain akibat
kegagalan ginjal dalam memekatkat air kemih antara lain rasa haus, dehidrasi dan
lain-lain.
3. Elektrokardiografi pada AVNRT
Denyut jantung pasien AVNRT kira-kira 150-300 bpm dengan aksis yang normal.
Kompleks QRS normal, gelombang P selalu tertanam di dalam kompleks QRS atau
tidak terlihat. Gelombang P yang tidak terlihat dikarenakan aktivitas atrium
(retrograde A) melalui jalur cepat, waktunya hampir bersamaan dengan aktivitas
kompleks QRS via HIS.pada Ekg permukaan gelombang pseudo S (gelombang S
palsu) pada lead inferior II,III, aVF. Gelombang pseudo R (gelombang R palsu) pada
V1 dan aVR. Defleksi tersebut menggambarkan aktivitas atrial secara retrograde.
10
Page 11
Gambar di atas menunjukkan gelombang psedu S pada lead inferior (tanda panah)
yang sebenarnya adalah aktivitas atrium secara retrograde dan pseudo R pada V1,
kedua hal tersebut mengidentifikasi adanya jalur lambat.
4. Tipe AVNRT
a. Typical AVNRT : lambat-cepat (slow-fast)
Konduksi arah impuls dari atas ke bawah atau dari atrium ke ventrikel (antegrade)
melalui jalur lambat dan retrograde melalui jalur cepat. Pada takhikard dengan
irama yang teratur, biasanya depolarisasi gelombang P bersamaan dengan
kompleks QRS, oleh karena itu gelombang P tidak terlihat atau tertanam. Bahkan
di beberapa kasus, gelombang P terlihat setelah kompleks QRS dikarenakan
retrograde A yang mengalami perlambatan melalui jalur cepat atau aktivasi
ventrikel yang sangat dini. Pada EKG, terlihat pemanjangan interval PR
dikarenakan impuls antegrade melawati jalur lambat dan interval RP sangat
pendek dikarenakan konduksi retrograde yang cepat melalui jalur cepat.
b. Atypical AVNRT : cepat-lambat (fast-slow)
Jalur lambat-cepat merupakan tipe yang tidak umum terjadi pada AVNRT. Impuls
antegrade melalui jalur cepat dan impuls retrograde melalui jalur lambat. Interval
AH pendek (30-180 ms) dan interval HA memanjang (.260 ms). Pada EKG
terlihat pemanjangan dari interval RP.
c. Atypical AVNRT : lambat-lambat (slow-slow)
11
Page 12
Impuls antegrade melalui jalur lambat dan juga melalui jalur lambat. Secara tidak
langsung, pada tipe lambat-lambat terdapat rangkap tiga AV Node, yaitu jalur
lambat ganda dan jalur cepat hanya sebagai pelengkap. Terdapat multiple jumps
pada saat stimulasi atrial menunjukkan keberadaan multiple jalur lambat. Pada
tipe ini, intervalAH dan HA memanjang sekitar 240 ms atau lebih. Interval VA
>70 ms. Pada EKG, terlihat pemanjangan interval PR dan RP.
5. Fisiologi AVNRT
1. AH Jump
AH Jump terjadi jika jalur cepat (fast pathway) memasuki masa refrakternya dan
impuls masuk melalui jalur lambat (slow pathway). AH Jump terbagi menjadi 2,
yaitu jump secara antegrade dan jump secara retrograde. AH Jump secara
antegrade adalah kenaikan interval A2H2 ≥ 50 mdet dengan penurunan 10 mdet
ekstrastimulus pacuan atrium. Sedangkan AH jump secara retrograde adalah
kenaikan interval A2H2 ≥ 50 mdet dengan penurunan 10 mdet ekstrastimulus
pacuan ventrikel.
2. Echo
Pada saat jalur cepat memasuki masa refrakternya, impuls masuk melalui jalur
lambat. Sebagian akan masuk ke ventrikel dan sebagian lagi akan masuk kembali
ke atrium secara retrograde melalui jalur cepat pada waktu yang bersamaan.
Mengakibatkan depolarisasi atrium dan ventrikel terjadi hampir bersamaan atau
disebut Echo.
3. Respon 1:2
Jalur cepat dan jalur lambat memiliki karakteristik yang berbeda, maka pada
waktu tertentu masa refrakter efektif keduanya akan selesai pada waktu yang
bersamaan. Sehingga mengakibatkan impuls dapat masuk ke kedua jalur dan
membentuk dua aktifasi ventrikel atau respon 1:2. Gambaran yang timbul di
ECG yaitu satu gelombang P diikuti dengan 2 gelombang QRS.
B. Elektrofisiologi Study
1. Pengertian Elektrofisiologi Study
12
Page 13
Elektrofisiologi/EPSL adalah suatu tindakan invasif minimal untuk memetakan
sistem konduksi listrik di jantung baik aktivitas listrik maupun jalur konduksinya. Studi
ini ditujukan untuk mencari penyebab aritmia (gangguan irama jantung) dan lokasi fokus
aritmia sehingga dapat diberikan terapi yang tepat untuk jenis aritmia tersebut. Studi ini
biasanya dilakukan oleh seorang ahli jantung dengan spesialisasi di bidang
elektrofisiologi. Tindakan dilakukan dengan memasukkan satu atau beberapa kateter
melalui vena-vena besar di pangkal paha atau melewati arteri lalu menempatkan
elektroda – elektroda ke dalam ruang-ruang jantung dibawah panduan fluoroscopy di
ruang kateterisasi jantung (Cath lab).
2. Tujuan Elektrofisiologi Study
a. Mengevaluasi fungsi dari
1) SA Node
2) AV node
3) His-purkinje
4) Atrial myocardium
5) Ventrikel myocardium
6) Mencetuskan cardiac arrhythmia
b. Guidance device / Therapy medikasi
c. Treatment arrhytmia with ablation therapy
Ablasi adalah suuatu tindakan menghilanglan area kecil di jantung yang
mungkin menyebabkan masalah gangguan irama jantung.
3. Peran Elektrofisiologi Study
a. Mencatat aktifitas listrik jantung intrakardiak dengan bantuan beberapa elektroda
yang dimasukan kedalam ruang jantung melalui pembuluh vena.
b. Melakukan pacuan listrik arus lemah pada jantung melalui elektroda tersebut,
untuk mengetahui peran sistem konduksi listrik jantung serta mencetuskan
gangguan irama jantung sehingga mekanismenya dapat diketahui.
4. Indikasi Elektrofisiologi Study
a. Class I
1) Syncope tanpa diketahui penyebabnya dan pasien tidak menderita structural
heart disease
13
Page 14
2) Non documented palpitation
3) Documented SVT atau VT è for ablation
4) Pasien dgn WCT yang masih blm jelas diagnosanya
b. Class II
1) Pasien dgn AV block 2nd degree / TAVB untuk menentukan level of block
nya
2) Pasien dgn asymptomatic WPW
3) Pasien dgn syncope tapi negative TTT
c. Class III
1) Symptomatic SND atau AVND dgn documented ECG
2) Symptomatic LQT syndrome
3) Pasien dgn palpitasi tapi penyebabnya diluar jantung, mis : hyperthyroid dsb
5. Kontraindikasi Elektrofisiologi Study
a. UAP ( Unstable Angina Pectoris )
Unstable Angina merupakan angina yang pola gejalanya mengalami perubahan. Ciri angina
pada seorang penderita biasanya tetap, oleh karena itu setiap perubahan merupakan masalah
yang serius (msialnya nyeri menjadi lebih hebat, serangan menjadi lebih sering terjadiatau nyeri
timbul ketika sedang beristirahat). Perubahan tersebut biasanya menunjukkan perkembangan
yang cepat dari penyakit arteri koroner, dimana telah terjadi penyumbatan arteri koroner karena
pecahnya suatu ateroma atau terbentuknya suatu bekuan. Resiko terjadinya serangan jantung
sangat tinggi. Unstable angina merupakan suatu keadaan darurat Karakteristik nyeri dan
ketidaknyamanan meliputi: Sering terjadi saat istirahat, ketika tidur dimalam hari, atau dengan
aktivitas ringan, tidak bisa diperkirakan datangnya, gejala lebih parahdan lebih lama (sekitar 30
menit) dibanding angina stable, biasanya tidak hilang dengan istirahatatau obat angina, gejala
dapat semakin memburuk, merupakan tanda bahwa serangan jantung(AMI) akan segera terjadi.
b. CHF tidak terkontrol
Gagal jantung Kongsetif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa
darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap
oksigen dan nutrient dikarenakan adanya kelainan fungsi jantung yang berakibat
14
Page 15
jantung gagal memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan
dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian
ventrikel kiri (Braundwald)
c. Perdarahan
Perdarahan adalah keluarnya darah dari pembuluh darah (kardiovaskuler).
d. Pasen tidak koperatif
e. Valvular atau Subvalvular Aorta Stenosis ( melalui Ventrikel kiri / LV )
Penyempitan pada lubang katup aorta, yang menyebabkan meningkatnya tahanan
terhadap aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta (Stewart WJ and Carabello BA,
2002: 509-516).
f. Thrombophlebitis ( femoral )
Thrombophlebitis adalah inflamasi yang disertai dengan pembentukan thrombus.
g. Amputasi kedua paha ( femoral )
Amputasi adalah penghilangan ekstremitas tubuh oleh trauma atau
pembedahan. Sebagai tindakan bedah, digunakan untuk mengontrol rasa sakit
atau prosespenyakit pada anggota tubuh yang terkena.
6. Komplikasi Tindakan Elektrofisiologi Study
a. Masalah vaskuler : trombus adalah bekuan darah yang tetap menempel pada
dinding pembuluh darah, hematome adalah kumpulan darah di luar pembuluh
darah, biasanya pada tempat di mana dinding pembuluh tertusuk atau mengalami
trauma.
b. Perdarahan
Perdarahan adalah keluarnya darah dari pembuluh darah (kardiovaskuler)
c. Pneumothorax
Pneumothoraks (Pneumothorax) adalah penimbunan udara atau gas di dalam
rongga pleura. Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang
melapisi paru-paru dan rongga dada.
d. Tamponade
Tamponade adalah sebuah kondisi di mana cairan (darah atau cairan lainnya)
terakumulasi di perikardium, ruang antara jantung dan membran menyelimutinya.
15
Page 16
Seperti akumulasi cairan lainnya, jika cepat dan akut, tekanannya pada jantung
akan mengganggu proses kontraksi dan relaksasi dan dapat dianggap darurat.
e. Induksi Arrhytmia yang berbahaya
f. SAN & AVN injury
g. TIA / Stroke
Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian
otak tiba-tiba terganggu. Stroke adalah kedaruratan medic. Stroke termasuk
penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan kematian
jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan
oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini bisa dikarenakan
adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah.
16
Page 17
BAB III
PEMBAHASAN STUDI KASUS
A. Data Pasien
Nama Pasien : Ny. R
No. Rekam Medis : 2014-360936
Tanggal lahir : 8 Juli 1961
No. Tindakan : 06370214-I-ABL
Tanggal Tindakan : 5 Februari 2014
Dokter Pengirim : dr. Yoga Yuniadi, SpJP(K)
Diagnosa : AVNRT
B. Data Penunjang
Berat Badan : 60 Kg
Tinggi Badan : 155 cm
Tekanan Darah : 121/72 mmHg
Heart Rate : 72 bpm
Hb : 11, 8
Ureum : 21
Creatinin : 1,3
C. Persiapan Tindakan
1. Persiapan Pasien
a. Inform Consent
b. Puasa 6 jam sebelum tindakan
c. Obat- obatan anti Arrhytmia sudah dihentikan sebelum tindakan sesuai aturan
d. Pasang folley kateter
e. IV access
f. Cukur daerah inguinalis, jugularis dan subclavia
2. Persiapan Alat
a. 1 set kain steril
b. Handuk / set tenun
c. Ekg 12 lead
17
Page 18
d. Sheat vena jugular dan femoral 6 dan 7 F
e. Kateter quadric polar dan decapolar
f. Mesin Flouroscopy
g. EP Monitor & komputer system
h. Stimulator & Amplifer
i. Junction Box
3. Peralatan tambahan :
a. Dinamap & Oximetri
b. External defibrilator
c. TPM & Peralatan CPR/ Trolley Emergency
d. Sryringe Pump
e. Instrumen steril
4. Persiapan Obat-obatan
a. Chlorhexidine
b. Lidocain 10 CC
c. Atropine
d. Epineprin
e. Adrenalin
f. Domicom
D. Prosedur Tindakan
1. Berikan antiseptic pada area inguinal kanan, dan jugularis kanan
2. Puncture pada vena jugularis kanan dengan menggunakan sheat 6 F dan pada vena
femoralis kanan dengan sheat 6 F dan 7 F.
3. Coroangiography dilakukan dan menunjukkan jalannya elektroda
4. Tiga buah elektroda quadripolar di masukkan melalui vena femoralis kiri dan
diletakkan di HRA, HIS bundle, dan RVA. Sebuah elektroda dekapolar di masukkan
melalui vena jugularis kanan dan diletakkan di Sinus Coronarius.
18
Page 19
5. Elektrofisiologi study dilakukan.
6. Dilakukan pengukuran WP dengan Retrograde Conduction, dengan Incremental
Pacing S1 280 ms, kemudian pacing diturunkan 10 ms. Pada saat pacing 270 ms,
sudah tidak terjadi retrograde conduction. Ini berarti AV Node sudah tidak mampu
menghantarkan impuls lagi. Normal WP 400-450 ms. Didapatkan nilai WP 270 ms,
jadi pada pasien tersebut terjadi gangguan pada AV Node.
7. Dilakukan pengukuran ERP AV Node, dengan Retrograde Conduction dengan
metode Extrastimulus Pacing. Pada gambar 1, S1 500 ms S2 250 ms, masih terjadi
retrograde conduction. Ini berarti AV Node masih dapat menghantarkan impuls ke
atrium. Pada gambar 2, S1 500 ms S2 240 ms, pada saat pacing di 240 ms terjadi
blok. Ini berarti AV Node sudah tidak mapu menghantarkan impuls karena sudah
19
Page 20
mencapai masa refrakter. Nilai normal ERP AV Node 230-425 ms. Didapatkan nilai
ERP AV Node 240 ms. Kesimpulan, ERP AV Node masih normal.
8. Dilakukan pengukuran ERP Ventrikel dengan Retrograde Conduction dan metode
Extrastimulus Pacing S1 500 ms, S2 230 ms dan S1 500 ms, S2 220 ms. Pada gambar
1, saat stimulus 230ms ventrikel masih terdepolarisasi, ditandai dengan adanya spike
dan depolarisasi ventrikel. Pada gambar 2, saat stimulus 220ms ventrikel sudah tidak
mampu lagi terdepolarisasi, ditandai dengan hanya adanya spike tanpa diikuti
depolarisasi ventrikel. Nilai normal ERP Ventrikel 170-290 ms. Didapatkan nilai ERP
Ventrikel 220ms, jadi ERP Ventrikel masih normal.
20
Page 21
9. Dilakukan pengukuran WP dengan Antegrade Conduction, dengan Incremental
Pacing S1 360ms, kemudian pacing diturunkan 10 ms. Pada saat pacing 350ms pada
ke 4, sudah tidak terjadi antegrade conduction. Ini berarti AV Node sudah tidak
mampu menghantarkan impuls lagi. Normal WP 400-450 ms. Didapatkan nilai WP
350 ms, jadi secara antegrade conduction pada pasien tersebut terjadi gangguan pada
AV Node.
10. AH Jump: dilakukan pengukuran AH Jump, menggunakan Antegrade Conduction
dan dengan metode Ekstrastimulus Pacing . Pada gambar 1 terlihat bahwa ketika di
pacing dengan 500 dan ekstrastimulus (S2) dengan 280. kita hitung jarak dari
gelombang A di His sampai gelombang H di His. Di dapat jarak antara keduanya
adalah 252 ms. Sedangkan dari gambar 2, ketika di pacing dengan 500 dan
ekstrastimulus turun 10 ms dari energi awal (280 ms), kita hitung jarak antara
gelombang A di HIS dan gelombang H di HIS. Di dapat jarak antara keduanya yaitu
440 ms. Jika dihitung selisih antara kedua gambar di dapat perbedaan 188 ms. Nilai
normal selisih interval A-H < 50 ms. Kesimpulan, terjadi AH Jump.
21
Page 22
11. Dilakukan pengukuran ERP AV Node, dengan Antegrade Conduction dengan metode
Extrastimulus Pacing. Pada gambar 1, S1 400 ms S2 310 ms, masih terjadi antegrade
conduction. Ini berarti AV Node masih dapat menghantarkan impuls. Pada gambar 2,
S1 400 ms S2 300 ms, pada saat pacing di 300 ms terjadi blok. Ini berarti AV Node
sudah tidak mapu menghantarkan impuls karena sudah mencapai masa refrakter.
Nilai normal ERP AV Node 230-425 ms. Didapatkan nilai ERP AV Node 300 ms.
Kesimpulan, ERP AV Node normal.
22
Page 23
12. Dilakukan pengukuran ERP Atrium dengan Antegrade Conduction dan metode
Extrastimulus Pacing S1 400 ms, S2 220 ms dan S1 500 ms, S2 210 ms. Pada gambar
1, saat stimulus 220ms atrium masih terdepolarisasi, ditandai dengan adanya spike
dan depolarisasi atrium. Pada gambar 2, saat stimulus 210ms atrium sudah tidak
mampu lagi terdepolarisasi, ditandai dengan hanya adanya spike tanpa diikuti
depolarisasi atrium. Nilai normal ERP Atrium 170-300 ms. Didapatkan nilai ERP
Atrium 210ms, jadi ERP Atrium masih normal.
13. Dilakukan pengukuran SNRT dilakukan untuk menentukkan fungsi dari SA Node
secara Antegrade Conduction dengan metode Incremental Pacing S1 600ms dengan
BCL 700 ms selama 30-60 detik. Setelah dipacing secara spontan muncul irama
sinus, kemudian pada irama pacing terakhir dihitung sampai irama sinus pertama
didapatkan nilai SNRT sebesar 869 ms. Dan nilai CSNRT didapatkan sebesar 169 ms
(SNRT-BCL=869-700). Nilai normal SNRT <1500 ms dan CSNRT < 525ms.
Kesimpulan: SNRT dan CSNRT normal, jadi fungsi SA Node masih baik.
23
Page 24
14. Dilakukan pengukuran SNRT dilakukan untuk menentukkan fungsi dari SA Node
secara Antegrade Conduction dengan metode Incremental Pacing S1 500ms dengan
BCL 680 ms selama 30-60 detik. Setelah dipacing secara spontan muncul irama
sinus, kemudian pada irama pacing terakhir dihitung sampai irama sinus pertama
didapatkan nilai SNRT sebesar 914 ms. Dan nilai CSNRT didapatkan sebesar 234 ms
(SNRT-BCL=914-680). Nilai normal SNRT <1500 ms dan CSNRT < 525ms.
Kesimpulan: SNRT dan CSNRT normal, jadi fungsi SA Node masih baik.
24
Page 25
15. Dilakukan Burst Pacing dengan retrograde conduction untuk memicu aritmia. Dengan
CL 300ms. Setelah dilakukan pacing, tidak muncul aritmia.
16. Dilakukan Burst Pacing dengan retrograde conduction untuk memicu aritmia. Dengan
CL 300ms. Setelah dilakukan pacing, tidak muncul aritmia.
17. Elektrofisologi Study Selesai
25
Page 26
BAB IV
KESIMPULAN
1. Nilai WP secara retrograde conduction 270 ms, pada pasien terjadi gangguan pada
AV Node.
2. Nilai ERP AV Node 240 ms, ERP AV Node normal.
3. Nilai ERP Ventrikel 220 ms, ERP Ventrikel normal.
4. Nilai WP secara conduction 350 ms, pada pasien terjadi gangguan AV Node.
5. Terdapat AH Jump. Ini membuktikan bahwa pasien memiliki slow pathway pada AV
Node.
6. Nilai ERP AV Node 300 ms, ERP AV Node normal.
7. Nilai ERP Atrium 210 ms, ERP Atrium normal.
8. Nilai SNRT 869 ms dan CSNRT 169 ms. SNRT dan CSNRT normal.
9. Nilai SNRT 914 ms dan CSNRT 234 ms. SNRT dan CSNRT normal.
10. Dilakukan Burst Pacing, tidak timbul aritmia.
26
Page 27
MAKALAH ELEKTROFISIOLOGI
ATRIOVENTRIKULAR NODAL REENTRY TAKHIKARDI
(AVNRT)
AHMAD IBATUL HAQI
AMALIA ATIN FRANTIKA
IMAM SAFI’I
IRRENE TRI RAMADHANI
TEKNIK KARDIOVASKULAR
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
27