UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Ekstraksi dan Karakterisasi Pektin Dari Limbah Kulit Pisang Uli (Musa paradisiaca L. AAB) SKRIPSI Syukron Maulana NIM: 108102000068 PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015
85
Embed
Ekstraksi dan Karakterisasi Pektin Dari Limbah Kulit ... · PDF filefavorite food is Uli, and one of many types of bananas ore consumed by indonesia people. ... bersemangat dan bisa
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Ekstraksi dan Karakterisasi Pektin Dari Limbah Kulit Pisang Uli(Musa paradisiaca L. AAB)
SKRIPSI
Syukron Maulana
NIM: 108102000068
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Ekstraksi dan Karakterisasi Pektin Dari Limbah Kulit Pisang Uli(Musa paradisiaca L. AAB)
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi syarat gelar Sarjana Farmasi (S.Far)
Syukron Maulana
NIM: 108102000068
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
v
Abstrak
Judul : Ekstraksi dan Karakterisasi Pektin Dari Limbah Kulit Pisang Uli(Musa paradisiaca L. AAB)
Indonesia merupakan negara penghasil pisang terbesar se Asia. Salah satu jenispisang yang menjadi makanan favorit diantaranya ialah pisang uli, dan merupakansalah satu jenis pisang yang banyak dikonsumsi masyarakat indonesia.pemanfaatannya sebagai bahan makanan olahan maupun langsung menghasilkanlimbah kulit pisang yang melimpah. Kulit pisang selain digunakan untuk pakanternak, dapat juga diambil kandungan pektin yang ada di dalamnya. Penelitian inibertujuan untuk mengetahui karakteristik pektin yang dihasilkan dari limbah kulitpisang uli.Proses ekstraksi dilakukan menggunakan HCl untuk kemudiandilakukan perendaman menggunakan etanol 96%. Adapun variable waktuekstraksi yang digunakan adalah 70 dan 80 menit. Parameter yang dianalisaadalah bobot pektin, kadar air, kadar abu, berat ekivalen, kadar metoksil,kadar galakturonat dan derajat esterifikasi.Hasil penelitian menunjukkan bahwahasil yang paling optimum didapat dari variabel waktu ekstraksi 80 menit denganrincian; bobot pektin 2,45 gram; kadar air 9,58%; kadar abu 0,38%; berat ekivalen3.642,191; kadar metoksil 3,20%; kadar galakturonat 72,95% serta derajatesterifikasi 24, 96%
Kata Kunci : Kulit Pisang Uli, Pektin, Ekstraksi, Karakterisasi
vi
Abstract
Title : Extraction and Characterization of Pectin From Waste of Uli Bananapeel (Musa paradisiaca L. AAB)
Indonesia is the largest banana producer in Asia. One type of banana whichfavorite food is Uli, and one of many types of bananas ore consumed by indonesiapeople. It’s used as a food ingredient or directly processed. It’s usage couldproduce abundant waste banana peel. Banana peel just used for animal feed, mayalso be taken pectin content in it. This study aims to determinate the characteristicof pectin produced from Uli banana peel .The extraction process is done usingHCl for later immersion using 96% ethanol. As for variable extraction time usedwas 70 and 80 minutes. The parameters analyzed were weight pectin, moisturecontent, ash content, equivalent weight, methoxyl content, galakturonat levels andthe degree of esterification.The result showed that the most optimum resultobtained from the variable extraction time of 80 minutes with the details; weightof 2,45 grams pectin; 9,58% moisture content; 0,38% of ash content; equivalentweight of 3.642,191; 3,20% metoksil level; 72,95% galakturonat levels and 24,96% the degree of esterification
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur selalu terpanjatkan ataskehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapatmenyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salamsenantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yangtelah membawa cahaya petunjuk dan menjadi suri tauladan bagi umat manusia,semoga kelak kita semua mendapat syafaat beliau. Amin ya robbal’alamin
Skripsi dengan judul “Ekstraksi dan karakterisasi pektin dari kulit pisang uli(Musa paradisiaca L. AAB)” ini disusun dalam rangka memenuhi salah satusyarat menempuh ujian akhir untuk memperoleh gelar sarjana farmasi padaProgram Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UniversitasIslam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari begitu banyak bantuan dari berbagai pihak yang telahmeluangkan waktunya, mendidik serta membimbing sejak masa perkuliahansampai pada proses penelitian dan penyusunan skripsi ini. Pada kesempatan ini,penulis ingin menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya dan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Arif Sumantri, S.KM., M.Kes., selaku Dekan FakultasKedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri SyarifHidayatullah Jakarta.
2. Bapak Yardi, Ph.D, Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi FakultasKedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri SyarifHidayatullah Jakarta
3. Bapak Supandi M.Si, Apt. selaku Dosen Pembimbing Pertama yang telahmenyediakan waktu, tenaga, dan pikiran dalam menuntun penulis dalampenyusunan skripsi ini.
4. Ibu Lina Elfita M.Si, Apt. selaku Dosen Pembimbing Kedua yang telahsabar dalam memberikan arahan kepada penulis dalam menyelesaikanskripsi ini.
5. Segenap Dosen Farmasi UIN yang telah memberikan ilmu, pengalamanserta wawasannya kepada penulis selama menempuh pendidikan diProgram Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanUniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Kak Lisna, kak Tiwi dan kak Eris selaku Laboran yang telah banyakmembantu penulis selama penelitian di laboratorium.
viii
7. Kementrian Agama yang telah memberikan dukungan moril dan materilselama pendidikan. Ucapan beribu terimakasih, semoga ilmu yang sayaterima dapat bermanfaat.
8. Orangtua, kakak, adik dan keluarga besar yang selalu memberi dukungan,semangat dan doa kepada penulis.
9. Rekan seperjuangan Teguh Priyanto, Muhamad Luqmanul Hakim, AdamDzulfaqih Amry yang telah bersama dalam suka dan duka mengejarkelulusan. Sahabat-sahabat Jidin Abdullah, Muhammad Farhan, AhmadZiaul Fitrahuddin, Ludi Mauliana, Ali Aridhi, Muhamad Khairul Anwardll, yang telah memberikan dukungan dan dorongan sehingga sayabersemangat dan bisa menyelesaikan tugas akhir ini.
10. Teman-teman seangkatan Farmasi 2008 yang telah menempuh pendidikanbersama selama empat tahun, Semoga semangat dan kesuksesan bersama-sama dengan kita semua.
11. Semua pihak yang tak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantukelancaran pembuatan skripsi, Saya ucapkan terimakasih.
Saya menyadari bahwa dalam makalah skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang
membangun sehingga dapat menyempurnakan skripsi ini dan melaksanakan
perbaikan di masa yang akan datang. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca dan bagi dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan.
BAB 1 PENDAHULUAN .....................................................................................11.1 Latar Belakang .....................................................................................11.2 Rumusan Masalah ...............................................................................21.3 Tujuan Penelitian ................................................................................31.4 Manfaat Penelitian ..............................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................42.1 Pisang ..................................................................................................4
2.1.1 Deskripsi Tanaman Pisang ......................................................42.1.2 Klasifikasi Pisang Uli ..............................................................82.1.3 Karakteristik Pisang Uli ..........................................................82.1.4 Kandungan Kimia Kulit Pisang...............................................92.1.5 Kegunaan Kulit Pisang ..........................................................10
2.2 Pektin .................................................................................................112.2.1 Senyawa Pektin .....................................................................112.2.2 Struktur Kimia Pektin ...........................................................122.2.3 Sifat Pektin ............................................................................132.2.4 Sumber Pektin .......................................................................142.2.5 Kegunaan Pektin ...................................................................152.2.6 Ekstraksi Pektin.....................................................................16
2.3 Karekterisasi Pektin ...........................................................................172.3.1 Kadar air................................................................................182.3.2 Kadar Abu .............................................................................182.3.3 Berat Ekivalen.......................................................................192.3.4 Kadar Metoksil......................................................................192.3.5 Kadar Galakturonat ...............................................................192.3.6 Derajat Esterifikasi................................................................20
2.4.1 Faktor yang Mempengaruhi Mutu Esktrak ..........................202.4.2 Ekstraksi................................................................................212.4.3 Metode Ekstraksi...................................................................21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .........................................................243.1 waktu dan Tempat Penelitian.............................................................243.2 Bahan uji ............................................................................................24
3.3.1 Penyediaan Bahan Uji ...........................................................243.3.2 Determinasi Bahan Uji ..........................................................24
3.4 Alat dan Bahan...................................................................................243.4.1 Alat........................................................................................243.4.2 Bahan ....................................................................................24
3.5 Prosedur Kerja ...................................................................................25a. Persiapan Bahan .........................................................................25b. Ekstraksi Pektin......................................................................... 25c. Pengendapan Pektin .................................................................. 25d. Pencucian Pektin Masam ...........................................................26e. Pengeringan ................................................................................26
3.6 Analisa Kadar ....................................................................................263.6.1 Penimbangan bobot pektin ....................................................263.6.2 Penentuan Kadar Air .............................................................263.6.3 Penetuan Kadar Abu .............................................................263.6.4 Penentuan Berat Ekivalen......................................................273.6.5 Analisa Kadar Metoksil .........................................................273.6.7 Analisa Kadar Galakturonat ..................................................283.6.8 Penentuan Derajat Esterifikasi ..............................................28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... ......294.1 Bahan Baku........................................................................................29
4.1.1 Penentuan Bahan Baku......................................................... 294.1.2 Determinasi Tanaman Bahan Baku .......................................294.1.3 Persiapan Bahan Baku ..........................................................30
4.2 Produksi Pektin ..................................................................................314.3 Identifikasi Kualitatif Pektin..............................................................344.4 Karakterisasi Pektin Hasil Ekstraksi ..................................................35
4.4.1 Bobot Pektin..........................................................................364.4.2 Kadar Air...............................................................................374.4.3 Kadar Abu .............................................................................384.4.4 Berat Ekivalen.......................................................................394.4.5 Kadar Metoksil ...................................................................414.4.6 Kadar Galakturonat ...............................................................424.4.7 Derajat Esterifikasi................................................................43
xii
BAB V KESIMPULAN .......................................................................................455.1 Kesimpulan ........................................................................................455.2 Saran ..................................................................................................45
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................46LAMPIRAN ........................................................................................................52
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Berbagai Jenis Pisang Berdasarkan Genom............................................4
Tabel 2.2. Kandungan Buah Pisang .........................................................................5
Tabel 2.3. Kandungan Asam Amino Kulit Pisang...................................................9
Tabel 2.4. Komposisi Pektin pada Berbagai Sayuran dan Buah........................... 15
Tabel 2.5. Standar Mutu Pektin ............................................................................17
Kulit pisang dilakukan pensortiran dari kulit pisang yang busuk atau
rusak, selanjutnya dilakukan pembersihan dengan menggunakan tissue basah
pada bagaian kulit luar agar kulit pisang yang akan digunakan dapat terbebas
dari kotoran-kotoran yang menempel. Setelah kulit pisang tersebut bersih, lalu
dilakukan pengeringan dengan cara dijemur dengan menggunakan panas
matahari selama 2 hari (16 jam), untuk kemudian dikeringkan lebih lanjut
menggunakan oven selama 5 jam dengan suhu 70 guna menghilangkan
kandungan air yang masih tersisa. Setelah kulit pisang tersebut kering, untuk
selanjutnya dilakukan penghalusan dengan cara diblender dan diayak dengan
ukuran Mesh 100 (Hanum et.,al, 2012 dengan modifikasi).
b. Ekstraksi Kulit Pisang
Sebanyak 30 g bubuk kulit pisang yang telah dihasilkan dimasukkan
kedalam labu gelas lalu ditambahkan larutan HCl sebanyak 1000 ml dengan
pH 1,5. Hasil yang diperoleh disebut dengan bubur masam. Bubur masam
kemudian dipanaskan dengan menyalakan pemanas listrik dengan setingan
suhu 90 . Penghitungan waktu ekstraksi dari saat tercapainya kondisi operasi
sesuai variabel percobaan yaitu 70 dan 80 menit. Setelah dipanaskan, bubur
masam tersebut disaring dengan menggunakan corong buchner yang telah
dilapisi dengan kapas dan dihubungkan dengan vakum guna memisahkan
filtratnya. Filtrat yang didapatkan disebut dengan filtrat petin (Beri Satria dan
Yusuf Ahda, 2008 dengan modifikasi).
c. Pengendapan pektin
Larutan etanol 96% diasamkan dengan menambahkan 2 ml HCl pekat
per satu liter etanol, larutan ini disebut dengan alkohol asam. Filtrat pektin
ditambahkan dengan alkohol asam lalu diaduk hingga rata. Perbandingan
filtrat pekat dengan alkohol asam adalah 1 : 1,5. Setelah itu filtrat didiamkan
selama 15-17 jam. Endapan pektin kemudian dipisahkan dari filtratnya dengan
26
kertas saring. Hasil yang diperoleh disebut dengan pektin masam (Akmaludin
dan Kurniawan, 2009).
d. Pencucian pektin masam
Pektin masam ditambahkan dengan etanol 96% sambil diaduk untuk
kemudian dilakukan penyaringan dengan menggunakan kertas saring. Hal ini
dilakukan beberapa kali sampai etanol bekas pencucian berwarna jernih dan
tidak bereaksi dengan asam, adapun tanda dari tidak lagi bereaksi dengan
asam adalah ketika air bekas pencucian pektin berwarna berwarna merah bila
ditetesi dengan phenolftalein (Akmaludin dan Kurniawan, 2009).
e. Pengeringan
Pektin yang sudah dilakukan pencucian tersebut selanjutnya dikeringkan
dalam oven pada suhu 30-40 selama 6-10 jam. Hasil yang diperoleh disebut
dengan pektin kering (Akhmaludin dan Kurniawan, 2009)
3.5. Analisa Kadar
3.5.1. Penimbangan bobot pektin
Bobot pektin adalah banyaknya pektin yang dihasilkan dari
ekstraksi kulit pisang uli pada masing-masing variasi waktu
3.5.2. Penentuan kadar air
Sebanyak 0,3 g sampel pektin dikeringkan di dalam oven pada suhu
100 selama 4 jam. Selanjutnya sampel didinginkan dalam desikator lalu
ditimbang sampai diperoleh bobot yang tepat
% Kadar air =
100%
Dimana : Wa = bobot sebelum dikeringkan (gram)
Wb = bobot setelah dikeringkan (gram)
(Pardede, et.al., 2013)
3.5.3. Penentuan kadar abu
Cawan krus dikeringkan di dalam tanur pada suhu 600 , kemudian
didinginkan di dalam desikator dan ditimbang sebagai wadah, kemudian
27
0,3 g pektin ditimbang dalam cawan porselin yang telah diketahui
bobotnya untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600
selama 4 jam. Residu kemudian didinginkan dalam desikator lalu
ditimbang untuk mengetahui berat konstan
Kadar abu (%) =
Keterangan :
W = bobot sampel awal
W1 = bobot wadah + sampel setelah pemanasan (gram)
W2 = bobot wadah kosong (gram)
(Ranggana, 1997 dalam Hariyati, 2006)
3.5.4. Penentuan berat ekivalen
Nilai berat ekivalen digunakan untuk perhitungan kadar asam
anhidrouronat dan derajat esterifikasi. Berat ekivalen ditentukan dengan
menimbang 0,5 g pektin yang diperoleh lalu dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml dan dilembabkan dengan 5 ml etanol. Sebanyak 1 g
NaCl ditambahkan ke dalamnya guna mempertajam titik akhir titrasi. Air
suling bebas CO2 sebanyak 100 ml dan 6 tetes indikator phenolptalein
ditambahkan. Campuran tersebut kemudian diaduk cepat guna memastikan
bahwa semua substansi pektin telah terlarut dan tidak ada gumpalan yang
menempel pada dinding erlenmeyer. Titrasi dilakukan secara perlahan
(untuk menghindari kemungkinan terjadinya deesterifikasi) dengan titran
standar 0,1 N NaOH sampai warna campuran berubah menjadi merah
muda (pH) dan tetap bertahan selama kurang lebih 30 detik. Larutan
tersebut kemudian dinetralkan guna penentuan kadar metoksil
Berat ekivalen =
(Ranggana, 1997 dalam Hariyati, 2006)
3.5.5. Analisa Kadar Metoksil
Penentuan kadar metoksil dilakukan dengan penambahan 25 ml 0,5N
NaOH ke dalam larutan yang dititrasi kemudian dikocok secara perlahan,
28
lalu didiamkan selama 30 menit pada suhu kamar dalam erlenmeyer
tertutup. Sebanyak 25 ml HCl 0,25N dan phenolptalein ditambahkan
kedalamnya kemudian dilakukan titrasi hingga larutan berubah menjadi
merah muda
Kadar metoksil (%) =
Dimana angka 31 menunjukkan berat molekul (BM) dari metoksil
(Ranggana, 1997 dalam Hariyati, 2006)
3.5.6. Analisa Kadar Galakturonat
Kadar galakturonat dihitung dari miliekivalen NaOH yang diperoleh
dari penentuan BE (berat ekivalen) dan kandungan metoksil.
Galakturonat (%) =
Dimana angka 176 merupakan berat terendah ekivalen dari asam pektat
(Ismail et,al 2012)
3.5.7. Penentuan derajat esterifikasi
Derajat esterifikasi (DE) dari pektin dapat dihitung dengan:
DE (%) =
(Schultz, 1965 dalam Tarigan, 2012)
29
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Bahan Baku
4.1.1 Penentuan Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan untuk penelitian ini berupa kulit
pisang Uli hasil limbah dari pembuatan pisang goreng. Pisang Uli
merupakan jenis pisang yang banyak digunakan untuk makanan olahan
seperti pisang goreng, molen serta produk makanan lain yang umumnya
akan menghasilkan limbah berupa kulit pisang yang pada saat ini hanya di
buang begitu saja. Pisang Uli juga dapat dimakan secara langsung
dikarenakan rasanya manis, hanya saja tekstur dari buahnya kenyal dan
terasa agak sepat, tetapi rasa sepat tersebut akan berangsur menghilang
seiring dengan semakin matangnya buah. Dari pemanfaatan yang besar
itulah produksi makanan olahan pisang banyak menghasilkan limbah kulit
pisang.
Menurut Cahyono (2009), pektin terdistribusi secara luas dalam
jaringan tanaman dan umumnya terdapat pada dinding sel. Pisang Uli
memliki kulit buah yang agak tebal meskipun tidak setebal kulit pisang
kepok, sehingga masih memliki kemungkinan terdapat pektin pada kulit
Pisang Uli tersebut. Pemilihan bahan baku kulit Pisang Uli didasarkan
pada tingginya konsumsi Pisang Uli baik itu secara konsumsi langsung
maupun sebagai olahan, sehingga menghasilkan limbah kulit pisang
dalam jumlah besar. Dan oleh karena pektin juga terdapat pada kulit
pisang, maka pemanfaatan limbah kulit pisang diharapkan mampu
menekan biaya produksi pektin di indonesia.
4.1.2 Determinasi Tanaman Bahan Baku
Determinasi bahan baku dilakukan guna memastikan keabsahan
dari bahan yang akan digunakan dari segi identitas tanaman. Adapun
determinasi tanaman tersebut dilakukan di Herbarium Bogoriense, Pusat
30
Penelitian Biologi LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Cibinong,
Bogor. Adapun hasil determinasi menunjukan bahwa bahan baku yang
digunakan adalah dari jenis tanaman Pisang Uli dari Famili Musaceae.
4.1.3 Persiapan Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini berupa kulit Pisang
Uli yang telah masak, hal itu dikarenakan konsumsi buah pisang uli untuk
berbagai kebutuhan umumnya pada kondisi yang telah masak, karena pada
kondisi tersebut buah pisang uli memiliki rasa yang manis dengan tekstur
yang tetap kenyal. Di samping karena waktu pemanfaatannya, kandungan
serat kasar kulit pisang yang telah masak lebih tinggi dibandingkan pada
saat masih mentah, dan telah dijelaskan sebelumnya bahwa pektin banyak
terdistribusi pada dinding sel primer suatu tumbuhan.
Tabel 4.1. Komposisi Nutrien Kulit Pisang (Tartrakoon, 1999)
Komposisi nutrien
(% berat kering)
Tipe kulit pisang
Mentah Ranum Masak
Bahan kering (%) 91,62 92,38 95,66
Protein kasar (%) 5,19 6,61 4,77
Ekstrak eter (%) 10,66 14,20 14,56
Serat kasar (%) 11,58 11,10 11,95
Kadar abu (%) 16,30 14,27 14,58
Kalsium (%) 0,37 0,38 0,36
Fosfor (%) 0,28 0,29 0,23
Gross energi (Kkal/kg) 4383 4692 4592
Tannin (%) 6,84` 4,97 4,69
Serat kasar merupakan bagian yang dapat dimakan dari tanaman
atau karbohidrat analog yang resisten terhadap pencernaan dan absorpsi
pada usus halus dengan fermentasi lengkap atau parsial pada usus besar
(American Association of Cereal Chemist, 2001). Serat kasar terdiri dari
dinding sel tanaman yang sebagian besar mengandung 3 macam
31
polisakarida, yaitu sellulosa, pektin dan hemisellulosa (Piliang dan
Djojosoebagjo, 2002)
Adapun bahan baku diambil dari pasar Ciputat Tangerang Selatan.
Kulit pisang terlebih dahulu di bersihkan dari ujung pisang yang masih
terdapat sisa-sisa buah pisang untuk selanjutnya kulit pisang dibersihkan
dengan cara digosok permukaan luar kulitnya menggunakan tissue basah
hingga terbebas dari kotoran yang menempel, untuk selanjutnya kulit
pisang dikeringkan dengan cara dijemur di terik matahari selama 2 hari
(dari jam 10.00 – 15.00 WIB) kemudian dilakukan pengovenan dengan
suhu 70 selama 5 jam.
Kulit pisang yang telah kering kemudian dihaluskan dengan
menggunakan blender kemudian di ayak menggunakan ayakan berukuran
100 Mesh, adapun tanda dari kulit pisang yang telah kering adalah mudah
dipatahkan.
4.2 Produksi Pektin
Produksi pektin dilakukan melalui proses ekstraksi kulit Pisang Uli
menggunakan asam klorida dengan normalitas 0,031 dan dengan variasi
waktu ekstraksi 70 dan 80 menit. Suhu yang digunakan untuk ekstraksi
sekitar 90 . Ekstraksi pektin dilakukan dengan menggunakan metode
konvensional yaitu pemanasan secara langsung. Srivastava dan Malviya
(2011) menyatakan bahwa ada dua metode ektraksi pektin yang biasa
dilakukan, yaitu pemanasan secara langsung dan pemanasan dengan
menggunakan microwave.
Hanum et.al. (2012) mengungkapkan bahwa ekstraksi pektin dapat
dilakukan dengan hidrolisis asam, yaitu dengan menggunakan pelarut HCl
guna merombak protopektin yang tidak larut dalam air menjadi pektin
yang mudah larut dalam air. Penggunaan pelarut HCl didasarkan pada
pernyataan Kertesz (1951) bahwa selain asam organik, ekstraksi pektin
memiliki kecendrungan untuk menggunakan asam mineral yang mudah
didapat seperti asam klorida, asam sulfat dan asam nitrat.
32
Dalam proses ekstraksi pektin ini digunakan bahan baku kering.
Sebanyak 30 gram bahan baku kering dimasukkan ke dalam erlenmeyer
2000 mL, lalu ditambahkan pelarut HCl dengan pH 1,5 sebanyak 1000
mL. Pada ujung leher erlenmeyer disumbat menggunakan gulungan kapas
yang pada bagian tengahnya di pasang termometer guna memastikan suhu
yang digunakan stabil. Proses ekstraksi dilakukan dengan pemanasan di
atas hot plate pada suhu 90 dengan varian waktu 70 dan 80 menit. Pada
saat proses ektraksi dilakukan pengadukan menggunakan magnetic stirrer
dengan kecepatan 10 (600 rpm). Menurut Prina, et.al.(2007), pengadukan
dalam ekstraksi penting dilakukan karena dapat meningkatkan
perpindahan solut dari permukaan partikel ke dalam cairan pelarut dan
mencegah pengendapan padatan serta memperluas kontak partikel dengan
pelarutnya.
Setelah proses ektraksi selesai, campuran terlebih dahulu
didinginkan untuk kemudian dilanjutkan proses penyaringan guna
memisahkan filtrat dari residunya menggunakan kertas saring.
Setelah proses penyaringan selesai, filtrat yang diperoleh
dipindahkan ke dalam wadah kaca lain, lalu dilakukan perendaman filtrat
menggunakan etanol 96%, hal tersebut dimaksudkan agar tejadi pemisahan
larutan ekstak dari rafinat. Etanol yang ditambahkan dalam larutan pektin
akan bersifat sebagai pendehidroksi sehingga keseimbangan antara pektin
dengan air akan terganggu dan pektin akan mengendap (Prasetyowati,et.al,
2009)
Berdasarkan Rouse (1977) di dalam Astuti (2007), penggumpalan
atau koagulasi pektin terjadi karena gangguan terhadap kestabilan dispersi
koloidalnya. Pektin merupakan koloidal hidrofilik yang bermuatan negatif
(dari gugus karboksil bebas yang terionisasi) dan tidak memiliki titik
isoelektrik. Seperti koloid hidrofilik pada umumnya, pektin distabilkan
oleh selapis air melalui ikatan elektrostatik anatara muatan negatif molekul
pektin dengan muatan positif molekul air. Penambahan zat pendehidrasi
seperti alkohol dapat mengurangi stabilitas diperse pektin karena efek
33
dehidrasi dapat mengganggu kesetimbangan pektin dengan air, sehingga
paktin akan menggumpal.
Etanol dipilih karena tidak terlalu berbahaya bagi pernapasan serta
agar tidak terjadi kontaminasi pada saat pencucian pektin, mengingat
pencucian pektin dilakukan menggunakan etanol.Penambahan etanol ke
dalam filtrat hasil ekstraksi dilakukan secara perlahan sambil diaduk
sehingga terbentuk endapan untuk kemudian didiamkan semalaman (17
jam) agar proses pengendapan berlangsung sempurna. Setelah perendaman
satu malam, endapan tersebut dicuci beberapa kali menggunakan alkohol
guna membersihkan sisa-sisa asam pada pektin. Pencucian menggunakan
alkohol dipilih karena menghasilkan warna pektin yang lebih bersih dan
putih dibandingkan dengan pencucian tanpa alkohol (Susilowati, 2013).
Penentuan bebas asam dilakukan dengan memeriksa larutan bekas
pencucian pektin menggunakan pH indikator universal. Adapun hasil dari
beberapa kali pencucian menyatakan bahwa tingkat keasaman pada pektin
menunjukkan angka 6, hal itu disebabkan pH dari etanol yang digunakan
ber pH 6.
Setelah pencucian pektin, tahap selanjutnya ialah pengeringan
pektin. Pektin yang dihasilkan untuk selanjutnya dikeringkan
menggunakan oven selama kurang lebih 8 jam dengan suhu pengeringan
rendah yakni 40 , hal itu dimaksudkan agar tidak terjadi degradasi pektin
selama masa pengeringan. Pektin yang telah kering selanjutnya dihaluskan
menjadi serbuk dengan cara digerus mengunakan lumpang. Hal itu
dikarenakan pektin yang dihasilkan setelah pengovenan berbentuk seperti
karamel yang mengeras dan tidak saling terpisah satu dengan lainnya.
Setelah pektin terbentuk serbuk, tahap selanjutnya dilakukan penimbangan
bobot serta karaketrisasi untuk menentukan kualitas dari pektin yang
dihasilkan.
34
4.3 Identifikasi Kualitatif Pektin
Pemerian pektin hasil ekstraksi pada penelitian ini cenderung tidak
terdapat perbedaan yang signifikan antara pektin dengan waktu ekstraksi
70 menit dan waktu ekstraksi 80 menit. Seluruh pektin hasil dari ekstraksi
berwarna cokelat dengan tekstur mirip seperti gula putih.
Tabel 4.2. Pemerian Pektin Hasil Ekstraksi
No Kondisi ekstraksi Pemerian
1 Sampel ekstraksi 70 menit
2 Sampel ekstraksi 80 menit
Berdasarkan Farmakope Indonesia edisi V (2014), pemerian pektin
berupa serbuk kasar atau halus, berwarna putih kekuningan, hampir tidak
berbau dan mempunyai rasa musilago. Menurut Food Chemical Codex
(1996), pemerian pektin berupa serbuk kasar hingga halus; berwarna putih
kekuningan, kelabu atau kecokelatan.
Pektin kering yang diperoleh pada penelitian ini berwarna
kecoklatan, hal ini dapat dimungkinkan adanya pengaruh oksidasi pada
bahan baku pada saat penyimpanan. Hal tersebut dimungkinkan karena
terdapat jeda waktu antara proses penyerbukan kulit pisang dengan proses
ekstraksi, sehingga paparan udara bebas pada saat penyimpanan
menyebabkan serbuk kulit pisang menjadi kehitaman, mengingat wadah
untuk penyimpanan serbuk kulit pisang tidak kedap udara.
35
Apabila merujuk kepada Farmakope Indonesia V, maka hasil yang
diperoleh dari penelitian ini belum sesuai dengan standar mutu pektin, tapi
apabila dibandingkan dengan standar yang mutu yang tertera dalam Food
Chemical Codex (1996), maka hasil pektin yang didapatkan masih masuk
kedalam kriteria standar mutu pektin.
Setelah didapatkannya serbuk pektin, maka tahap selanjutnya adalah
melakukan identifikasi pektin. Identifikasi dilakukan guna memastikan
secara kualitatif bahwasannya serbuk yang diperoleh merupakan pektin.
Identifikasi pektin ini dilakukan sesuai dengan prosedur yang tertera dalam
Farmakope Indonesia edisi 5 tahun 2014.
4.4 Karakterisasi Pektin Hasil Ekstraksi
Tabel 4.3. Karakterisasi Pektin Hasil Ekstraksi
No Karakterisasi Waktu Ekstraksi Standar menurut
Food Chemical
Codex
70 menit 80 menit
1 Bobot pektin (gram) 2,05 2,45
2 Kadar air (%) 9,97 9,58 Maks 12%
3 Kadar abu (%) 0,36 0,38 Maks 1,0%
4 Berat ekivalen 5.260,942 3.642,191 600-800 mg
5 Kadar metoksil (%) 3,07 3,20 2,5-7,12%
6 Kadar galakturonat (%) 69,95 72,95 Min 65%
7 Derajat esterifikasi (%) 24,97 24,96 Maks 50%
36
4.4.1 Bobot Pektin
Gambar 4.1 Diagram bobot pektin
Bobot pektin adalah banyaknya pektin yang dihasilkan dari ekstraksi
kulit pisang Uli pada masing-masing variable waktu ekstraksi. Bobot
pektin hasil ekstraksi dengan waktu 70 menit sebesar 2,0528 gram; dan
waktu 80 menit sebesar 2,4511 gram, keduanya menggunakan suhu
ekstraksi 95 . Dari data yang didapatkan menunjukkan bahwa ekstraki
pektin dengan waktu 80 menit menghasilkan lebih banyak pektin
dibandingkan dengan waktu ekstraksi 70 menit.
Menurut Nainggolan dalam Hanum (2012) menyatakan bahwa
prinsip ekstraksi pektin merupakan perombakan protopektin yang tidak
larut dalam air menjadi pektin yang dapat larut dalam air. Ekstraksi pektin
ini dapat dilakukan dengan cara hidrolisis asam atau enzimatis. Pelarut
HCl merupakan asam yang berperan sebagai katalis guna mempercepat
reaksi hidrolisis protopektin menjadi pektin. Menurut percobaan yang
dilakukan oleh Yusuf Ahda (2008), waktu ektraksi optimum pada kulit
pisang yaitu pada rentang 1,5 hingga 2 jam untuk jenis solvent HCl.
Apabila proses ekstraksi melebihi waktu operasi maksimumnya,
maka hasil pektin yang didapat mengalami penurunan dikarenakan pektin
yang terbentuk mengalami hidrolisa lebih lanjut menjadi asam pektat. Dan
2,0528
2,4511
Bobot pektin (gram)
Diagram Bobot Pektin
Waktu Ekstraksi 70 menit
Waktu Ekstraksi 80 menit
37
bila waktu ekstraksi terus ditambah maka pektin akan mengalami
kejenuhan yang tetap serta mengakibatkan rusaknya pektin yang terbentuk.
4.4.2 Kadar Air
Gambar 4.2 Diagram kadar air pektin
Kadar air pada bahan berpengaruh terhadap masa simpan
bahan.Tingginya kadar air dalam bahan dapat menyebabkan kerentanan
terhadap aktivitas mikroba (budiyanto dan Yulianingsih, 2008). Dalam
upaya memperpanjang masa simpan bahan, dilakukan pengeringan sampai
batas kadar air tertentu. Produk dengan kadar air rendah relatif lebih stabil
dalam penyimpanan jangka panjang dibanding dengan produk berkadar air
tinggi (Pardede, et al, 2013).
Pada penelitian ini, pengeringan dilakukan dalam oven pengering
dengan suhu 40 selama 8 jam (hanum, et. Al., 2012). Kadar air pektin
tertinggi diperoleh dari ekstraksi varian waktu 70 menit dibandingkan
dengan pektin dengan waktu ekstraksi 80 menit. Syarat kadar air
maksimum untuk pektin kering menurut IPPA (International Pectin
Producer Association) adalah tidak lebih dari 12%, dengan demikian kadar
air hasil penelitian ini masih termasuk dalam pektin yang memenuhi syarat
menurut IPPA. Menurut Utami (2014), tingginya kadar air pektin yang
dihasilkan dapat dipengaruhi oleh derajat pengeringan pektin yang tidak
maksimal sehingga air yang dikandung bahan tidak teruapkan secara
sempurna.
9,97
9,58
Kadar air (%)
Diagram Kadar Air
Waktu Ekstraksi 70 menit
Waktu Ekstraksi 80 menit
38
4.4.3 Kadar Abu
Gambar 4.3 Diagram kadar abu pektin
Abu merupakan bahan anorganik yang diperoleh dari residu atau sisa
pembakaran bahan organik. Kandungan mineral suatu bahan dapat
diketahui dari kadar abu yang dimiliki oleh suatu bahan yang juga
berpengaruh pada tingkat kemurnian pektin, (Budiyanto dan
Yulianingsih). Semakin tinggi tingkat kemurnian pektin, maka kadar abu
dalam pektin akan semakin rendah, begitupun sebaliknya, bila kadar abu
pada pektin semakin tinggi, maka tingkat kemurnian pektin semakin
rendah. Kadar abu dalam tepung pektin dipengaruhi oleh adanya residu
bahan anorganik yang terkandung dalam bahan baku, metode ekstraksi
serta isolasi pektin (Kalapathy dan Proctor, 2001) .
Hasil analisa kadar abu menunjukkan bahwa kadar abu pektin
tertinggi diperoleh pada pektin dengan waktu ekstraksi 80 menit, yaitu
sekitar 0,3894 %. Batas maksimum kadar abu pektin dalam IPPA (2013)
adalah tidak lebih dari 10%, dengan demikian kadar abu hasil penelitian
ini masih dalam batas yang diperbolehkan IPPA
Menurut Mayer (1985) dalam Hanum et.al. (2012), dalam buah-
buahan dan sayuran, protopektin terdapat dalam bentuk kalsium-
magnesium pektat. Perlakuan dengan asam mengakibatkan terhidrolisisnya
pektin dari ikatan kalsium dan magnesiumnya. Peningkatan reaksi
hidrolisis protopektin mengakibatkan bertambahnya komponen dan
0,36
0,38
Kadar abu (%)
Diagram Kadar Abu
Waktu Ekstraksi 70 menit
Waktu Ekstraksi 80 menit
39
dalam larutan ekstrak. Dengan demikian, semakin banyak mineral
berupa kalsium dan magnesium akan semakin banyak kadar abu pektin
tersebut.
Kadar abu dalam pektin semakin meningkat dengan meningkatnya
konsentrasi asam, suhu, dan waktu ekstraksi. Hal ini disebabkan oleh
kemampuan asam untuk melarutkan mineral alami dari bahan yang
diekstrak yang semakin meningkat dengan meningkatnya konsentrasi
asam, suhu, dan waktu ekstraksi. Mineral yang terlarut akan ikut
mengendap bercampur dengan pektin pada saat pengendapan
dengan alkohol (Kalapathy dan Proctor, 2001). Hasil pengukuran kadar
abu pada penelitian ini sesuai dengan pernyataan di atas, di mana waktu
ekstraksi paling tinggi menghasilkan kadar abu yang tinggi pula.
4.4.4 Berat Ekivalen
Gambar 4.4 Diagram berat ekivalen pektin
Berat ekivalen merupakan kandungan gugus asam galakturonat
bebas yang tidak terseterifikasi dalam rantai molekul pektin. Harga berat
ekivalen ditentukan berdasarkan reaksi penyabunan gugus karboksil
oleh NaOH dimana berat ekivalen akan berbanding terbalik dengan
banyaknya volume NaOH yang digunakan untuk bereaksi dengan gugus
karboksil (HUI dalam Prasetyowati, 2009). Asam pektat murni
5.260,94
3.642,19
Berat ekivalen
Diagram Berat Ekivalen
Waktu Ekstraksi 70 menit Waktu Ekstraksi 80 menit
40
merupakan zat pektat yang seluruhnya tersusun dari asam poligalakturonat
yang bebas dari gugus metil ester atau tidak mengalami esterifikasi.
Semakin rendah kadar pektin menyebabkan berat ekivalen semakin rendah
(Ranganna, 1977 dalam Hanum, 2012).
Berat ekivalen tertinggi pada penelitian ini dihasilkan pada pektin
dengan waktu ekstraksi 70 menit, yaitu sebesar 5.260,942, sedangkan pada
ekstraksi dengan waktu 80 menit sebesar 3.642,19, berat ekivalen menurun
siring meningkatnya waktu ekstraksi. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Hesti Meilina (2003) menyatakan bahwasannya semakin
meningkatnya waktu ekstraksi maka berat ekivalen semakin menurun, hal
tersebut dikarenakan pektin akan mengalami depolimerisasi menjadi asam
pektat sehingga gugus asam galakturonat yang tidak teresterifikasi menjadi
lebih banyak jumlahnya.
Berat ekivalen pektin berdasarkan standar IPPA (2003) yakni
berkisar antara 600-800. Pada penelitian ini pektin yang dihasilkan
memiliki berat ekivalen yang tidak memenuhi standar yang ada.
Bobot molekul pektin tergantung pada jenis tanaman, kualitas bahan
baku, metode ekstraksi, dan perlakuan pada proses ekstraksi.
Kemungkinan besar hal yang mempengaruhi nilai berat ekivalen adalah
sifat pektin hasil ekstraksi itu sendiri, serta proses titrasi yang dilakukan
(Fitria, 2013).
41
4.4.5 Kadar Metoksil
Gambar 4.5 Diagram kadar metoksil pektin
Kadar metoksil menyatakan banyaknya gugus metil teresterifikasi
pada ekstraksi kulit pisang Uli. Kadar metoksil berpengaruh terhadap
kemampuan pembentukan gel yang baik. Semakin besar kandungan
metoksil, maka kemampuan pembentukan gel akan semakin besar
(Dudung Muhidin dalam Prasetyowati, 2009). Pektin dapat disebut
bermetoksil tinggi bila memiliki nilai kadar metoksil sama dengan atau
lebih dari 7%, sedangkan bila kadar metoksil di bawah 7% dapat dikatakan
pektin tersebut bermetoksil rendah.
Pada penelitian ini kadar metoksil tertinggi diperoleh dari pektin
dengan waktu ekstraksi 80 menit, yaitu sekitar 3,2%, sedangkan pada
ekstraksi dengan waktu 70 menit, kadar metoksil sebesar 3,07%, tidak
terdapat perbedaan yang signifikan, hal tersebut dikarenakan perbedaan
waktu ekstraksi yang tidak terlalu jauh. Dalam Food Chemical Codex
(1996), pektin bermetoksil rendah berkisar antara 2,5-7,2%, sehingga
pektin yang dihasilkan pada penelitian ini tergolong ke dalam pektin
bermetoksil rendah.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kaban, et.al.,(2012)
dan Tarigan et.al., (2012), bahwasannya kadar metoksil meningkat seiring
dengan kenaikan suhu dan waktu ekstraksi, hal ini disebabkan karena
gugus karboksil bebas yang teresterifikasi semakin meningkat.
3,07
3,2
Kadar metoksil (%)
Diagram Kadar Metoksil
Waktu Ekstraksi 70 menit
Waktu Ekstraksi 80 menit
42
4.4.6 Kadar Galakturonat
Gambar 4.6 Diagram kadar galakturonat pektin
Kadar galakturonat serta muatan molekul pektin berperan penting
dalam penentuan sifat fungsional larutan pektin dan mempengaruhi
struktur dan tekstur dari gel pektin yang terbentuk (Constenla dan Lozano,
2006). Semakin tinggi nilai kadar galakturonatnya, maka mutu pektin juga
semakin tinggi.
Kadar galakturonat tertinggi yang dihasilkan pada penelitian ini
adalah pada waktu ekstraksi 80 menit, yaitu sekitar 72,95%, sedangkan
pada ekstraksi dengan waktu 70 menit menghasilkan kadar galakturonat
sekitar 69,95%. Kadar galakturonat meningkat seiring dengan
bertambahnya waktu ekstraksi. Menurut IPPA (2003), kadar galakturonat
minimum yang diizinkan adalah minimal 65%. Dengan demikian kadar
galakturonat pektin hasil penelitian ini masih memenuhi persyaratan mutu
pektin yang telah ditetapkan
Kadar galakturonat pektin dapat dipengaruhi oleh sumber bahan
baku, pelarut, dan metode ekstraksi yang digunakan (Fitria, 2013).
Menurut Nelson, et. al., (1977) dan Towle (1973) di dalam Fitriani
(2003), selain asam galakturonat, pektin juga mengandung senyawa-
senyawa lain yaitu gula netral seperti D-galaktosa, L-arabinosa, dan L-
ramnosa, dan jenis gula lainnya. Senyawa-senyawa non uronat tersebut
dapat terbawa pada saat proses penggumpalan pektin, yang mana dapat
69,95
72,95
Kadar galakturonat (%)
Diagram Kadar Galakturonat
Waktu Ekstraksi 70 menit
Waktu Ekstraksi 80 menit
43
mempengaruhi komposisi senyawa pektin. Metode ekstraksi yang
digunakan juga dapat mempengaruhi komposisi senyawa pektin yang
berpengaruh terhadap kadar galakturonat. Beberapa senyawa non uronat
dapat dihilangkan melalui pelarutan kembali pektin dalam air dan
penggumpalan, tetapi tidak dapat menghilangkan semua senyawa uronat
(Fitria, 2013).
4.4.7 Derajat Esterifikasi
Gambar 4.7 Diagram derajat esterifikasi pektin
Derajat esterifikasi merupakan persentase jumlah residu asam
D-galakturonat yang gugus karboksilnya teresterifikasi dengan etanol
(Whistler dan Daniel, 1985 di dalam Budiyanto dan Yulianingsih, 2008).
Nilai derajat esterifikasi pektin diperoleh dari nilai kadar metoksil dan
kadar galakturonat (Fennema, 1996).
Nilai derajat esterifikasi tertinggi pada penelitian ini diperoleh pada
pektin dengan waktu ekstraksi 70 menit, yakni sekitar 24,97%, sedangkan
untuk waktu ekstraksi 80 menit senilai 24,96%. Menurut standar pektin
dalam food chemical codex (1996), pektin bermetoksil tinggi memiliki
kadar metoksil di atas 50%, sedangkan pektin bermetosil rendah memiliki
kadar di bawah 50%.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan
oleh Budiyanto dan Yulianingsih (2008) bahwasannya derajat esterifikasi
24,97
24,96
Derajat esterifikasi (%)
Diagram Derajat Esterifikasi
Waktu Ekstraksi 70 menit
Waktu Ekstraksi 80 menit
44
menurun seiring dengan meningkatnya suhu dan waktu ekstraksi, hanya
saja dikarenakan perbedaan waktu yang tidak terlalu tinggi maka hasil dari
derajat esterifikasi juga tidak terdapat perbedaan yang signifikan.
Tingginya suhu dan lamanya waktu ekstraksi dapat menyebabkan
degradasi gugus metil ester pada pektin menjadi asam karboksilat oleh
adanya asam (Kertez, 1951 dalam hariyati, 2006). Asam dalam ekstraksi
pektin akan menghidrolisis ikatan hidrogen. Ikatan gugus metil ester dari
pektin cenderung terhidrolisis menghasilkan asam galakturonat. Apabila
ekstraksi dilakukan terlalu lama maka pektin akan berubah menjadi asam
pektat yang dimana asam galaktuonatnya bebas dari gugus metil ester.
Jumlah gugus metil ester menunjukkan jumlah gugus karboksil tidak
teresterifikasi (Budiyanto dan Yulianingsih, 2008 dalam Vita Fitria, 2013).
Menurut Awashti (2011), nilai derajat esterifikasi untuk pektin tinggi
metoksil memiliki rentang nilai derajat esterifikasi sebesar 60-70% dan
untuk pektin rendah metoksil memiliki rentang 20-40%. Pektin yang
dihasilkan pada penelitian ini termasuk ke dalam pektin dengan kadar
metoksil rendah karena tidak termasuk kedalam rentang derajat esterifikasi
60-70%.
45
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kulit pisang uli dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatanpektin dengan dilakukan ekstraksi menggunakan HCl. Pektin yangdihasilkan belum termasuk ke dalam standar pektin menurut FarmakopeIndonesia V dikarenakan warna pektin yang berwarna kecoklatan, akantetapi masih termasuk ke dalam pektin yang terstandar dalam FoodChemical Codex. Dari data yang di dapatkan, pektin dari kulit pisang uliini termasuk ke dalam pektin bermetoksil rendah, karena kadar metoksilyang didapatkan kurang dari 50%. Berdasarkan hasil karakterisasi, diperoleh nilai bobot pektin 2,05 gram, kadar air 9,97%; kadar abu 0,36%;berat ekivalen 5.260,942; kadar metoksil 3,07%; kadar galakturonat69,95% dan derajat esterifikasi 24,97% untuk waktu ekstraksi 70 menit.Sedangkan untuk waktu ekstraksi 80 menit diperoleh nilai bobot pektin2,45 gram; kadar air 9,58%; kadar abu 0,38%; berat ekivalen 3.642,191;kadar metoksil 3,20%; kadar galakturonat 72,95% dan derajat esterifikasi24,96%.
5.2 Saran
Perlunya pengembangan metode ekstraksi dan pemilihan pelarutyang lebih cocok untuk menghasilkan pektin dengan karakteristik yanglebih baik, sehingga pektin yang dihasilkan dapat sesuai dengan standaryang telah ditetapkan.
46
DAFTAR PUSTAKA
AACC. 2001. The Devinition of Dietary Fiber. Cereal Foods. Journal. World
Adlin, N.M.D.Y, 2008. Correlation Between Total Phenolics and Mineral
Content With Antioksidant Activity and Determinaton of Bioactive
Compound In Various Local Bananas (Musa sp.)
Akmalludin., Kurniawan, Arie. 2009. Pembuatan Pektin dari Kulit Cokelat
dengan Cara Ekstraksi. Universitas Diponegoro: Semarang
Anhwage, M., Bhat, R and Karim, A.A. 2009. Antioksidant Capacity and
Phenolic Content of Selected Tropical Fruit From Malaysia, Extracted With
Different Solvent. Food Chemistry 115: 785-788
Budiyanto, Agus,. Yuliaingsih. 2008. Pengaruh Suhu dan Waktu Ekstraksi
Terhadap Karakter Pektin dari Ampas Jeruk Siam (Citrus nobilis L). Jurnal
Pascapanen 5 (2). Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen
Pertanian: Bogor
Cahyono, Bambang, 2009. Pisang, Usaha Tani dan Penanganan Pascapanen.
Jogjakarta: Penerbit KANISIUS
Carpita, N.C., Gibeaut, D.M., 1993. Structural Model of Primary Cell Wall In
Flowering Plants-Consistency of Molecular Strusture With The Physical
Properties of The Wall During Growth. Plant J. 3, 1-30
Chang, KC. and A. Miyamoto. 1992. Gelling Characteristic Of Pectin From
Sunflower Head Residue. Dalam Sahari. M.A.,A. Akbarian and M.
Hamedi.2002. Effect Of Variety And Acid Washing Method On Extraction
Yield And Quality Of Sunflower Head Pectin. J.Food Chemistry 83:43-47
Commite on Chemical Codex, 1996. Food Chemical Codex. Washington, D.C :
National Academic Press
D. Constenla dan J.E. Lozano, Kinetic Model of Pectin Demetylation, Latin
American Applied Research 33
Deman, John M, 1989. Kimia Makanan. Bandung : Penerbit ITB
Departemen Kesehatan RI, 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta :
Direktorat Jendral Pengawasan Obat Dan Makanan.
47
Englberger, L. Damton-Hill I,. Coyne T,.Fitzgerald M H,. Marks, GC.2003.
Carotenoid-Rich Bananas: A Potential Food Source for Alleliviating
Vitamin A Deficiency. Food Nutr. Bull
Fitriani, vina. 2003. Ekstraksi dan akrakterisasi pektin dari kulit jeruk lemon
(Citrus medica var Lemon). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor
Florent, Awedem Wobiwo., Bih Loh, Achu Mercy dan Thomas, Happy Emaga.
2015. Greener Journal of Agricultural Sciences : Nutritive Value of Three
Vrieties of Banana and Plantain Blossom from Cameroon. Department of
Biochemistry, University of Yaounde. Cameroon
G, Tchobanoglous., H. Theisen, dan S. Vigil. Integrated Solid Waste
Management: Enginering Principles and Management Issues, New York:
McGraw-Hill
Gallaher, D. 2000. Dietary Fiber and Its Physiological Effect In Essential of
Function Food. Schmidl, M.K, T.P. (Eds). An Aspen Publication. Maryland
Glicksman. 1969. Gum Technology In The Food Industry. Academic Press: New
York
Ginter, E., et al. (1979). Natural Hypocholestrolemic Agent: pectin plus acorbic
acid. International Journal of Viticulture And Natural Resource, 49, pp.
406-408
Goewert, R.R. and H.J. Nicholas, 1980. Banana Peel Sugars As A Source of Food
Stuff for Animal or Humans. Nutrition Report Int.,22:207-12
Happi Emaga,T., Bindelle, J.,Agneesens, R buldgen, A., Wathelet, B., Paquot., M.
2011. Ripening Influences Banana and Plantain Peels Composition and
Energy Content
Hanum, Farida, Martha Angelina Tarigan, dan Irza Menka Deviliany Kaban.
2012. Ekstraksi Pektin Dari Kulit Pisang Raja (Musa sapientum). Jurnal
Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara, Vol.1,No.2.
Hasbullah, Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat – Pektin
Jeruk, Jakarta: Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera
Barat, 2001
48
Herbstreith, K, dan G. Fox. 2005. Pectin. Herbstreith & Fox Corporete Group.
German
Irwan Sofia, Produksi Pektinase Dari Kulit Pisang Dengan Jamur Aspergillus
Niger, Jurusan Teknik Kimia, Institut Teknologi Bandung, 2008
Inngjerdingen KT, Patel TR, Chen X, Kenne L, Allen S, Morris GA, Harding SE,
Matsumoto T, Diallo D, Yamada H, Michelsen TE et al.: Immunological
and Structural Properties of A Pectic Polymer From Glinus Oppsitifolius.
Glycobiology 2007, 17:1299-1310
Jackson CL, Dreaden TM, Theobald LK, Tran NM, Beal TL, Eid M, Gao MY,