Page 1
1
EKSTERNALITAS NEGATIF AKIBAT KEBISINGAN KERETA API
TERHADAP MASYARAKAT DI KELURAHAN BEKASI JAYA,
BEKASI TIMUR, KOTA BEKASI
AGUSTINA RAHAYU
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Page 2
2
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi “Eksternalitas Negatif Akibat
Kebisingan Kereta Api Terhadap Masyarakat di Kelurahan Bekasi Jaya, Bekasi
Timur, Kota Bekasi” adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2013
Agustina Rahayu
Page 3
3
ABSTRAK
AGUSTINA RAHAYU. Eksternalitas Negatif Akibat Kebisingan Kereta Api
Terhadap Masyarakat di Kelurahan Bekasi Jaya, Bekasi Timur, Kota Bekasi.
Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI.
Meningkatnya jumlah penduduk berhubungan dengan permintaan yang
tinggi terhadap pemukiman dan sarana-prasarana dibidang transportasi. Adanya
hal tersebut menimbulkan persaingan dalam pemanfaatan lahan dimana sifat lahan
adalah tetap. Hal tersebut menyebabkan banyak penduduk yang tinggal di
pemukiman yang kurang memperhatikan faktor lingkungan yang dapat
berpengaruh terhadap kenyamanan dan kesehatan, seperti tinggal dekat dengan rel
kereta api. Aktivitas kereta api dapat menimbulkan eksternalitas positif dan
negatif. Eksternalitas positifnya, seperti penghematan biaya transportasi, efisiensi
waktu, dan akses mudah dan cepat. Ekternalitas negatifnya, seperti polusi
kebisingan, keamanan, dan resiko kriminalitas. Tujuan penelitian ini adalah
mendeskripsikan eksternalitas negatif akibat kebisingan kereta api, mengkaji
kesediaan rumahtangga dalam menerima dana kompensasi, mengestimasi nilai
dana kompensasi yang bersedia diterima rumahtangga akibat kebisingan kereta
api, dan mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai dana
kompensasi rumahtangga. Penelitian ini menggunakan alat analisis deskriptif,
analisis willingness to accept (WTA) dengan Contingent Valuation Method
(CVM), dan regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan gangguan
yang dirasakan akibat kebisingan adalah gangguan komunikasi, mudah terkejut,
emosional, konsentrasi, peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut nadi,
terganggunya fungsi pencernaan, mayoritas responden bersedia menerima dana
kompensasi akibat eksternalitas kebisingan, nilai dugaan rata-rata WTA
responden adalah sebesar Rp 80 750 per bulan per kepala keluarga, nilai dugaan
total WTA responden sebesar Rp 4 845 000 per bulan, dan nilai total WTA
masyarakat sebesar Rp 22 610 000 per bulan, variabel yang berpengaruh positif
terhadap model WTA adalah lama tinggal, kualitas bising, pekerjaan buruh, supir,
dan pendidikan sedangkan variabel yang berpengaruh negatif terhadap model
WTA adalah pendapatan dan jarak tempat tinggal ke sumber bising.
Kata kunci : contingent valuation method, eksternalitas, polusi kebisingan,
willingness to accept
Page 4
4
ABSTRACT
AGUSTINA RAHAYU. Negative Externality of Train Noise Impact to the
Community in Bekasi Jaya Regency, East Bekasi, Bekasi City. Supervised by EKA
INTAN KUMALA PUTRI.
The increasing of population was related with the high demand through
settlement area and transportation infrastructure. As a result, there was
competition in the utilization of area where the area characteristic was fixed. It
impacts that many resident lived in the settlement did not concerned about the
environment factor that could effects toward the convenience and healthy, such as
the people who lived nearby the train track. Train activity could create the
positive and negative externality. The positive externality were transportation cost
savings, easy and fast access. The negative externality were the noise pollution,
security, and criminality risk. The research objective were to describe the
negative externality caused by the train noise, to determine the willingness of
family to receive the compensation funds, to estimate the compensation funds
amount that willing to be received by the family as the compensation of train
noise, and to determine the factors effects the compensation funds amount
received by family. This research used the descriptive analysis, Willingness to
Accept (WTA) analysis with Contingent Valuation Method (CVM), and linear
regression. The result of research are disturbance due to noise is perceived
communication disorder, easy to get shocked, emotional, concentration,
increasing of blood pressure, increasing of pulse, disorder on digestion function,
majority of respondents willingness to receive the compensation funds as a result
of train noise, the alleged value of WTA average respondents is Rp 80
750/month/head of a family, the total value of WTA average is Rp 4 845
000/month and the total value of WTA population is Rp 22 610 000/month,
positively variables of WTA model are a long stay, quality of noise, the work of
the workers driver, and education and negatively variables are revenues and
distance of places live to a source of noise.
Key words : contingent valuation method, externality, noise pollution,
willingness to accept
Page 5
5
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
Pada
Departemen Ekonomi dan Sumberdaya Lingkungan
EKSTERNALITAS NEGATIF AKIBAT KEBISINGAN KERETA API
TERHADAP MASYARAKAT DI KELURAHAN BEKASI JAYA,
BEKASI TIMUR, KOTA BEKASI
AGUSTINA RAHAYU
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Page 6
6
Judul Skripsi : Eksternalitas Negatif Akibat Kebisingan Kereta Api Terhadap
Masyarakat di Kelurahan Bekasi Jaya, Bekasi Timur, Kota Bekasi
Nama : Agustina Rahayu
NIM : H44090041
Disetujui oleh
Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
Page 7
7
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta salam selalu
disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. Topik penelitian yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini adalah eksternalitas
negatif kebisingan, dengan judul Eksternalitas Negatif Akibat Kebisingan Kereta
Api Terhadap Masyarakat di Kelurahan Bekasi Jaya, Bekasi Timur.
Penulis mengucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada semua
pihak yang telah memberikan kontribusi serta kerjasama dalam penyusunan
skripsi ini terutama kepada:
1. Ayahanda tercinta (Salamun), Ibunda tercinta (Sumiyati), Kakak dan adikku
tersayang (Sulastry Andayani dan Anugrah Budi Prasetyo), serta keluarga
besar yang telah memberikan kasih sayang, motivasi, dukungan moril
maupun materil, serta limpahan do’a yang tak pernah putus kepada penulis.
2. Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah memberikan waktu dan tenaga untuk memberikan bimbingan, arahan,
motivasi, insprirasi dengan penuh kesabaran serta kebaikan yang sangat
membantu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
3. Dr.Meti Ekayani, S.hut, MSc selaku dosen penguji utama dan Nuva, SP,
MSc selaku dosen perwakilan departemen.
4. Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, MS sebagai dosen pembimbing
akademik, yang telah membimbing dan memberikan masukan serta arahan
selama penulis menjalani kuliah.
5. Kepala Kesbangpolinmas Kota Bekasi, Kepala Dinas Kesehatan Kota
Bekasi, Kepala Puskesmas Wisma Jaya, Bapak Camat, dan Bapak Lurah
beserta jajarannya serta para ketua RT dan RW 02, 05 yang telah membantu
penulis dalam memperoleh data dan informasi.
6. Teman satu bimbingan, (Ayu, Ai, Laila, Febi, Silmi, Akmal, dan Hilman)
atas dukungan, saran, kritik, dan lainnya selama menjalani proses
pembuatan skripsi hingga selesai.
Page 8
8
7. Handai taulan, Kukuh, Ichi, Nunu, Frima, Fitri, Qyqy, Nadia, Rifki, seluruh
sahabat ESL 46 atas kebersamaan, bantuan, semangat, dan motivasinya.
8. Seluruh Dosen dan Tenaga Pendidikan Departemen ESL yang telah
membantu selama penulis menyelesaikan studi di ESL.
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam membantu
proses persiapan hingga penyusunan skripsi ini. Semoga kebaikan yang telah
diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Semoga penelitian ini dapat
bermanfaat
Bogor, Juli 2013
Agustina Rahayu
Page 9
9
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ............................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR. ....................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah......................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................. 6
1.4 Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. 6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Polusi Kebisingan ............................................................................ 8
2.2 Eksternalitas .................................................................................... 12
2.3 Metode Estimasi Penilaian Lingkungan dengan Contingent
Valuation Method (CVM) ............................................................... 15
2.3.1 Asumsi dalam Pendekatan Willingness to Accept .................. 16
2.3.2 Metode Mempertanyakan Nilai Willingness to Accept
(Elicitation Method) .............................................................. 16
2.3.3 Langkah-langkah untuk Mengetahui Nilai
Willingness to Accept Masyarakat ........................................ 17
2.4 Model Regresi Linear ..................................................................... 18
2.5 Penelitian Terdahulu ...................................................................... 19
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran ........................................................................ 21
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian........................................................... 23
4.2 Jenis dan Sumber Data .................................................................... 23
4.3 Metode Pengambilan Sampel .......................................................... 23
4.4 Metode dan Prosedur Analisis Data ................................................ 24
4.4.1 Analisis Eksternalitas Negatif Akibat
Kebisingan Kereta Api ........................................................... 24
Page 10
10
4.4.2 Analisis Kesediaan Rumahtangga dalam Menerima
Dana Kompensasi .................................................................. 25
4.4.3 Analisis Estimasi Nilai Dana Kompensasi (Willingness to
Accept) Rumahtangga Akibat Kebisingan ............................. 25
4.4.4 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Besarnya
Nilai Dana Kompensasi (Willingness to Accept) ................... 27
4.4 Pengujian Parameter Regresi .......................................................... 32
V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Kelurahan Bekasi Jaya ...................................... 36
5.1.1 Kependudukan ....................................................................... 37
5.1.2 Kesehatan ............................................................................... 38
5.1.3 Kondisi Umum Pemukiman .................................................. 38
5.2 Karakteristik Responden ................................................................. 42
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Analisis Eksternalitas Negatif Akibat Kebisingan Kereta Api ...... 46
6.2 Analisis Kesediaan Rumahtangga Menerima Dana Kompensasi ... 51
6.3 Analisis Estimasi Nilai Dana Kompensasi
(Willingness to Acccept) .................................................................. 54
6.4 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Besarnya
Nilai Dana Kompensasi (Willingness to Accept) ............................ 57
6.5 Implikasi dan Rekomendasi ............................................................ 62
VII. SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan ........................................................................................ 65
7.2 Saran .............................................................................................. 65
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 67
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... 70
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... 80
Page 11
11
DAFTAR TABEL
1. Frekuensi perjalanan kereta api 26 Januari 2013 ................................. 2
2. Bahan pencemar, sumber dan dampak pencemaran udara .................. 3
3. Tingkat tekanan suara dari beberapa sumber suara ............................. 11
4. Baku tingkat kebisingan ....................................................................... 11
5. Penelitian terdahulu ............................................................................. 20
6. Matriks metode analisis data ................................................................ 24
7. Indikator pengukuran faktor yang mempengaruhi wta
akibat kebisingan kereta api ................................................................. 30
8. Selang nilai statistik durbin watson serta keputusannya ...................... 35
9. Laporan kependudukan Kelurahan Bekasi Jaya Januari 2013 ............. 37
10. Jumlah kunjungan pasien dan pola penyakit di Puskesmas Wisma
Jaya Kelurahan Bekasi Jaya bulan Desember 2012 ............................. 38
11. Kondisi tata lingkungan pemukiman di Kelurahan Bekasi Jaya
menurut responden ............................................................................... 39
12. Eksternalitas positif tinggal dekat rel kereta api di Kelurahan Bekasi
Jaya menurut responden ....................................................................... 40
13. Status kepemilikan rumah responden di Kelurahan Bekasi Jaya ......... 40
14. Eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat akibat
aktivitas kereta api................................................................................ 46
15. Bentuk eksternalitas negatif akibat aktivitas kereta api ....................... 46
16. Kualitas bising yang dirasakan responden akibat aktivitas kereta api . 48
17. Pengaruh kebisingan dan getaran terhadap kenyamanan responden
akibat aktivitas kereta api ..................................................................... 48
18. Eksternalitas negatif yang dirasakan responden akibat kebisingan
kereta api di Kelurahan Bekasi Jaya .................................................... 49
19. Usaha yang dilakukan untuk mengatasi kebisingan akibat
aktivitas kereta api ................................................................................ 51
20. Kesediaan rumahtangga dalam menerima kompensasi akibat
kebisingan kereta api ............................................................................ 52
Page 12
12
21. Alasan responden tidak bersedia menerima kompensasi akibat
kebisingan kereta api ............................................................................ 52
22. Kompensasi yang diharapkan rumahtangga akibat kebisingan
kereta api .............................................................................................. 53
23. Distribusi kompensasi rumahtangga akibat kebisingan kereta api ..... 55
24. Total kompensasi rumahtangga akibat kebisingan kereta api .............. 56
25. Hasil estimasi model regresi linier berganda terhadap besarnya
nilai kompensasi rumahtangga akibat kebisingan kereta api ............... 59
DAFTAR GAMBAR
1. Kurva eksternalitas negatif .................................................................. 14
2. Diagram alur kerangka berpikir ........................................................... 22
3. Sebaran responden menurut jenis kelamin .......................................... 41
4. Sebaran responden menurut usia ......................................................... 42
5. Sebaran responden menurut pendidikan formal .................................. 42
6. Sebaran jenis pekerjaan responden ...................................................... 43
7. Sebaran tingkat pendapatan responden ................................................ 43
8. Sebaran jumlah tanggungan keluarga responden ................................. 44
9. Sebaran lama tinggal responden .......................................................... 44
10. Sebaran jarak tempat tinggal responden ke sumber bising
(rel kereta api) ...................................................................................... 45
11. Dugaan kurva penawaran ..................................................................... 55
DAFTAR LAMPIRAN
1. Kuesioner ............................................................................................. 70
2. Hasil Olahan Data Regresi Linear Berganda Fungsi WTA ................. 76
3. Dokumentasi ........................................................................................ 79
Page 13
1
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki pertumbuhan
penduduk tinggi. Indonesia masuk urutan ke-empat besar penduduk terbanyak di
dunia dengan jumlah penduduk 242 325 638 jiwa (World Development Indicators
dalam Worldbank 2011). Pertumbuhan penduduk yang tinggi erat kaitannya
dengan tempat tinggal atau pemukiman. Pemukiman atau tempat tinggal
merupakan kebutuhan primer setiap individu disamping kebutuhan pangan dan
sandang. Pemukiman memiliki fungsi sebagai tempat tinggal, pengaman diri, dan
tempat interaksi sosial.
Masalah pemukiman sering terjadi karena meningkatnya jumlah penduduk
harus disertai dengan daya dukung lingkungan yang mencukupi. Daya dukung
lingkungan yang dimaksud adalah jumlah lahan yang harus disiapkan untuk
mendukung jumlah penduduk. Jumlah penduduk yang semakin meningkat
berkaitan dengan permintaan yang tinggi terhadap lahan pemukiman. Kapasitas
penduduk yang melebihi daya dukungnya akan berakibat pada rusaknya tata ruang
kota dan over capacity yang apabila tidak dievaluasi akan menyebabkan
penurunan daya dukung lingkungan bahkan mungkin akan terjadi kerusakan
lingkungan. Selain permintaan terhadap lahan pemukiman yang semakin
meningkat, jumlah penduduk yang tinggi juga menyebabkan permintaan
meningkat terhadap fasilitas sarana-prasarana di bidang transportasi. Transportasi
merupakan sarana penunjang masyarakat untuk memudahkan akses dalam
mobilitas. Permintaan terhadap fasilitas sarana-prasarana untuk mendukung
aktivitas penduduk dalam kesehariannya, seperti bekerja. Penduduk yang
memiliki keterbatasan ekonomi bergantung pada kemajuan di bidang transportasi.
Transportasi umum yang sering digunakan adalah kereta api dan angkutan umum.
Kota Bekasi adalah daerah urban yang terdiri dari 12 Kecamatan dengan
jumlah penduduk cukup tinggi yang artinya kebutuhan pemukimannya juga
tinggi. Permintaan unit rumah yang dibangun terus meningkat sejalan dengan
peningkatan jumlah penduduk. Menurut Badan Pusat Statistika (2011), hasil
Page 14
2
Sensus Penduduk (SP) 2010, Kecamatan Bekasi Timur adalah wilayah yang
paling padat penduduknya yang mencapai 18 387 jiwa/km persegi. Jumlah
penduduk Kota Bekasi adalah 2 336 498 jiwa dengan penyebaran penduduk
kecamatan terbanyak adalah Bekasi Utara (310 198 jiwa), Bekasi Barat (270 569
jiwa), Bekasi Timur (248 046 jiwa), dan Pondok Gede (246 413 jiwa).
Jumlah penduduk yang tinggi harus diimbangi dengan lahan pemukiman
dan kemajuan transportasi yang mencukupi. Terdapat persaingan dalam
pemanfaatan lahan namun sifat lahan sendiri adalah tetap. Akibatnya, banyak
penduduk yang tinggal di pemukiman yang tergolong kurang memperhatikan
faktor lingkungan, seperti tinggal dekat dengan rel kereta api. Faktor lingkungan
yang tidak diperhatikan akan berpengaruh pada kenyamanan dan kesehatan.
Salah satu pemukiman yang kurang memperhatikan faktor lingkungan
terdapat di wilayah Kelurahan Bekasi Jaya, Kecamatan Bekasi Timur, Kota
Bekasi. Wilayah pemukiman ini cukup padat dan berdiri dekat dengan rel kereta
api. Tabel 1 dibawah ini menunjukkan frekuensi perjalanan kereta api pada 26
Januari 2013. Data dalam tabel hanya menunjukkan frekuensi kereta api
bisnis/eksekutif yang berangkat dari Stasiun Gambir menuju kota lain yang
melewati wilayah pemukiman tersebut.
Tabel 1 Frekuensi perjalanan kereta api 26 Januari 2013
Kota Asal-Tujuan
(dan sebaliknya) Jenis Kereta
Frekuensi Perjalanan
(Pergi-Pulang)
Jakarta-Surabaya Agro Bromo Anggrek Pagi, Agro
Bromo Anggrek Malam, Sembrani,
dan Bima
8
Jakarta-Jombang Bima 2
Jakarta-Yogyakarta Taksasa Pagi, Taksasa Malam, Argo
Dwipangga, Argo Lawu, dan
Gajayana
10
Total 20
Sumber : Jadwal Stasiun Kereta Api Gambir 20131
Kereta api yang melintasi Stasiun Bekasi merupakan kereta antar provinsi,
tujuan wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Kereta api
1http://jadwalstasiunkeretaapiterbaru.blogspot.com/2013/01/jadwal-kereta-api-bisnis-
eksekutif.html#.UcE2JnqHYfw diakses tanggal 14 Mei 2013
Page 15
3
yang melintas merupakan kereta ekonomi maupun bisnis/eksekutif. Tabel 1
menunjukkan frekuensi perjalanan kereta api asal Jakarta-Surabaya, Jakarta-
Jombang, Jakarta-Yogyakarta, dan sebaliknya. Kereta bisnis/eksekutif tersebut
melintasi pemukiman di Bekasi Timur dengan total frekuensi perjalanan 20 kali
pada tanggal 26 Januari 2013.
Aktivitas kereta api dengan frekuensi perjalanan cukup sering sepanjang
hari dapat menimbulkan eksternalitas positif dan negatif. Eksternalitas positif
yang dirasakan masyarakat yang bermukim dekat dengan kereta api antara lain,
penghematan biaya transportasi dan kemudahan serta kecepatan akses.
Eksternalitas negatifnya, yaitu polusi kebisingan, keamanan, dan resiko
kriminalitas berupa lemparan batu. Kebisingan merupakan salah satu parameter
untuk mengukur kualitas lingkungan. Tabel 2 menunjukkan bahwa kebisingan
merupakan bahan pencemar yang memiliki dampak atas pencemarannya tersebut.
Kereta api merupakan salah satu sumber pencemaran.
Tabel 2 Bahan pencemar, sumber dan dampak pencemaran udara
Bahan Pencemar Sumber Pencemaran Dampak Pencemaran
Kebisingan kendaraan bermotor, pesawat
terbang, kereta api, industri, bahan
peledak, pekerjaan kontruksi
menyebabkan kejengkelan,
mengganggu kegiatan kerja dan
kenyamanan, menyebabkan
gangguan syaraf dan pendengaran
Sumber : Manik 2003
Berdasarkan Tabel 2, kebisingan merupakan salah satu bahan pencemaran.
Kebisingan juga akan menyebabkan kejengkelan, mengganggu kegiatan kerja,
kenyamanan, mengganggu syaraf dan pendengaran. Sumber pencemaran dari
kebisingan, seperti kendaraan bermotor, pesawat terbang, kereta api, industri,
bahan peledak, dan pekerjaan kontruksi.
Kebisingan memiliki dampak negatif lainnya, yaitu dapat mengganggu
psikologis dan fisiologis. Adanya gangguan tersebut menimbulkan biaya eksternal
yang dapat merugikan masyarakat. Pemberian kompensasi mungkin saja dapat
dilakukan karena biaya tersebut ditanggung oleh masyarakat sendiri. Oleh karena
itu, penelitian ini penting untuk dilakukan. Eksternalitas negatif dapat
diminimalisir dengan penanganan dan pengevaluasian yang tepat sehingga tidak
Page 16
4
merugikan masyarakat maupun pemerintah. Eksternalitas negatif yang tidak
diperhatikan dapat menambah kerusakan dan menurunkan kualitas lingkungan.
Adanya kajian mengenai eksternalitas negatif akibat kebisingan terhadap
masyarakat yang tinggal dekat rel kereta api diharapkan dapat mengatasi
permasalahan eksternalitas. Kajian tersebut terkait dengan eksternalitas negatif
kebisingan, kesediaan rumahtangga menerima dana kompensasi, nilai dana
kompensasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya dana kompensasi.
1.2 Perumusan Masalah
Bekasi sebagai penyangga kota DKI Jakarta memiliki jumlah penduduk
yang padat. Permintaan lahan pemukiman yang terus meningkat seiring
pertumbuhan penduduk menimbulkan masalah tata kota dan daya dukung
lingkungan yang over capacity. Selain itu, permintaan sarana prasarana
transportasi juga meningkat karena pertumbuhan penduduk.
Persaingan pemanfaatan lahan terjadi antara lahan untuk pemukiman dan
pembangunan sarana prasarana transportasi. Persaingan pemanfaatan lahan
menyebabkan berdirinya pemukiman dekat dengan rel kereta api. Pemukiman
tersebut kurang memperhatikan faktor lingkungan yang salah satunya ada di
Kelurahan Bekasi Jaya, khususnya Rukun Warga (RW) 02 dan 05. Wilayah ini
sering dilintasi kereta api setiap harinya dan tidak terdapat tembok pembatas
antara rel dengan pemukiman. Kereta yang melintasi wilayah ini adalah kereta
antar kota dan provinsi (kereta jawa). Kebisingan yang terjadi setiap harinya tidak
dapat terhindarkan.
Undang-undang mengenai perkeretaapian mencakup peraturan yang cukup
jelas mengenai aturan prasarana, sarana, ruang milik, manfaat, larangan
membangun, dan sebagainya yang berhubungan dengan perkeretaapian. Area
yang harus dikosongkan adalah kawasan yang masuk dalam ruang manfaat jalan,
ruang milik jalan, dan ruang pengawasan jalan2. Sekitar jarak 15 meter dari sisi rel
kereta api harus dikosongkan untuk kepentingan aktivitas kereta api. Peraturan
2 http://www.hariansumutpos.com/2012/07/37480/warga-pinggir-rel-ka-digusur#ixzz2UMA95lzB
diakses tanggal 26 Mei 2013
Page 17
5
yang membahas mengenai perkeretaapian terdapat dalam Undang-undang (UU)
Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian. UU Nomor 23 Tahun 2007
merupakan pembaharuan dari UU sebelumnya, yaitu UU Nomor 13 Tahun 1992.
Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) Nomor 52 Tahun 2000 Tentang
Jalur Kereta Api juga mengatur mengenai hal tersebut.
Terdapat juga nilai tingkat baku untuk kebisingan ada dalam Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup (Kepmenlh) KEP-48/MENLH/11/1996 yang
mengatur baku tingkat kebisingan untuk perumahan dan pemukiman adalah
sebesar 55 dBA. Tingkat baku tersebut merupakan batasan aman yang sebaiknya
ditegakkan agar tidak merugikan masyarakat karena kebisingan memiliki dampak
negatif. Kebisingan dapat mengganggu komunikasi, pendengaran, gangguan
fisiologis dan psikologis. Gangguan komunikasi dan pendengaran terjadi saat
sedang berbicara menjadi terganggu serta dapat menyebabkan kesalahan
menangkap informasi akibat gangguan tersebut. Gangguan psikologis yang dapat
terjadi, seperti muncul perasaan tidak nyaman, susah tidur, emosional (mudah
marah), konsentrasi, dan mudah tersinggung. Gangguan fisiologisnya, yaitu dapat
meningkatkan tekanan darah, denyut nadi/jantung, dan menurunkan keaktifan
organ pencernaan. Hal tersebut menjadi faktor risiko bagi pemukiman yang
berdiri dekat rel kereta api.
Pemukiman di wilayah Bekasi Jaya tergolong pemukiman yang cukup
padat. Lintasan kereta api memang terlebih dahulu ada dibandingkan dengan
pemukiman. Pemukiman terlebih dahulu berdiri dibandingkan dengan peraturan
dalam UU Nomor 13 Tahun 1992, UU Nomor 23 Tahun 2007 Tentang
Perkeretaapian dan Kepmenhub Nomor 52 Tahun 2000 Tentang Jalur Kereta Api.
Hal ini menunjukkan eksternalitas negatif kebisingan (gangguan psikologis dan
fisiologis) yang dirasakan bukan merupakan kesalahan dari satu pihak. Pihak yang
menyebabkan kebisingan tersebut belum pernah melakukan biaya ganti
rugi/kompensasi terhadap masyarakat yang terkena dampak kebisingan. Biaya
eksternal ditanggung oleh masyarakat mengindikasikan kerugian yang diterima
masyarakat. Pemukiman tersebut bukanlah pemukiman liar meskipun jarak
terdekat antara rel dengan pemukiman kurang dari 15 meter. Jarak sekitar 15
Page 18
6
meter tersebut masuk kedalam daerah yang harus dikosongkan untuk aktivitas
kereta api. Pemukiman tersebut memiliki sertifikat tanah. Pemberian dana
kompensasi sebagai bentuk kerugian yang ditanggung masyarakat akibat
eksternalitas kebisingan dapat dilakukan apabila masyarakat yang tinggal di
wilayah tersebut sakit. Hal ini diperlukan agar tidak ada pihak yang merasa
dirugikan.
Berdasarkan fenomena yang terjadi, ada beberapa permasalahan yang
dibahas dalam penelitian ini, meliputi:
1 Bagaimana eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat akibat
kebisingan kereta api di Kelurahan Bekasi Jaya, Bekasi Timur?
2 Bagaimana kesediaan rumahtangga dalam menerima dana kompensasi?
3 Berapa nilai dana kompensasi (willingness to accept) yang bersedia diterima
rumahtangga?
4 Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai dana kompensasi
(willingness to accept) rumahtangga?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengkaji eksternalitas negatif
akibat kebisingan kereta api. Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan,
tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1 Mendeskripsikan eksternalitas negatif akibat kebisingan kereta api di
Kelurahan Bekasi Jaya, Bekasi Timur.
2 Mengkaji kesediaan rumahtangga dalam menerima dana kompensasi.
3 Mengestimasi nilai dana kompensasi (willingness to accept) yang bersedia
diterima rumahtangga akibat kebisingan kereta api.
4 Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai dana kompensasi
(willingness to accept) rumahtangga.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup memiliki tujuan untuk mengetahui batas penelitian. Wilayah
penelitian terletak di Kelurahan Bekasi Jaya, Bekasi Timur, RW 02 dan 05 dengan
Page 19
7
populasi penelitian merupakan rumahtangga di RW 02 dan 05 yang memang
tinggal di pemukiman dekat rel kereta api. Sampel penelitian adalah masyarakat
yang tinggal di wilayah tersebut. Responden adalah kepala dan anggota
rumahtangga. Populasi berjumlah 280 KK dengan sampel 70 KK. Aspek yang
diteliti adalah eksternalitas negatif kebisingan, kesediaan rumahtangga dalam
menerima dana kompensasi, besarnya nilai dana kompensasi, dan faktor yang
mempengaruhi kesediaan rumahtangga untuk menerima kompensasi. Penelitian
ini tidak mencakup aspek teknis pengukuran tingkat kebisingan dan bentuk-
bentuk kegiatan sosial atau tanggung jawab program penanggulangan
eksternalitas negatif oleh pemerintah.
Page 20
8
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Polusi Kebisingan
Menurut Manik (2003), bising atau kebisingan merupakan bentuk
pencemaran udara, selain gas, partikel atau debu. Menurut SK Menteri
Kependudukan Lingkungan Hidup No.02/MENKLH/1988, pencemaran udara
adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen
lain ke dalam air/udara, dan/atau berubahnya tatanan (komposisi) air/udara oleh
kegiatan manusia dan proses alam, sehingga kualitas air/udara menjadi kurang
atau tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya. Polusi atau pencemaran
mengandung arti yang negatif karena merupakan suatu proses akibat aktivitas
yang dilakukan oleh manusia. Aktivitas yang dilakukan manusia tersebut
berdampak negatif atau dapat merugikan orang lain sehingga dapat dikatakan
polusi adalah bagian dari eksternalitas negatif.
Menurut Kepmenlh No.48/MENLH/11/1996 tentang baku mutu kebisingan,
kebisingan adalah suara yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam
tingkat juga waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia
dan kenyamanan lingkungan. Tingkat kebisingan adalah ukuran energi bunyi yang
dinyatakan dalam satuan Desibel. Kebisingan merupakan suara yang dapat
merugikan manusia dan lingkungannya. Suara yang didengar manusia memiliki
ambang batas tertentu, dari 20-20000 Hertz. Jika suara yang masuk melebihi 140
desibel maka dapat terjadi kerusakan pada gendang telinga dan organ-organ lain
dalam gendang telinga.
Kebisingan merupakan suara yang melebihi ambang batas pendengaran
manusia. Sebagai contoh, kebisingan yang disebabkan oleh kereta api. Masyarakat
yang tinggal dekat dengan rel kereta api memiliki intensitas tertentu dalam
mendengar lalu lintas kereta api. Setiap harinya mereka mendengar kebisingan
tersebut namun tidak mengindahkannya. Hal tersebut terjadi karena sudah
terbiasanya mereka dengan kebisingan sehingga terjadi adaptasi akibat bising
tersebut. Mereka tetap merasakan dampak akibat kebisingan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa orang yang hidup dengan kebisingan lalu lintas memiliki
Page 21
9
tekanan darah yang lebih tinggi dibandingkan orang yang tinggal di lingkungan
yang lebih tenang.
Menurut Manik (2003), terdapat dua sumber bising, yaitu:
1 Berbentuk titik
Bising akan menyebar melalui udara dengan kecepatan suara (1100
feet/detik) dan berbentuk lingkaran dalam penyebarannya. Contohnya,
mobil yang berhenti dan mesin yang dihidupkan, mesin tenaga listrik.
2 Berbentuk garis
Bising akan menyebar melalui udara dan berbentuk silinder yang
memanjang dalam penyebarannya, bukan berbentuk lingkaran. Contohnya,
bising yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor yang sedang bergerak.
Menurut asal sumber, kebisingan dapat dibagi menjadi tiga macam kebisingan,
yaitu (Wardhana 1995):
1 Kebisingan impulsif (Impulsive/Impact Noise), yaitu kebisingan yang
datang sepotong-sepotong dan tidak terus menerus. Contohnya adalah
kebisingan dari suara palu yang dipukulkan.
2 Kebisingan kontinyu (Steady State Continoise Noise), yaitu kebisingan yang
datang terus-menerus dalam kurun waktu yang cukup lama. Contohnya
adalah kebisingan dari suara mesin yang dihidupkan.
3 Kebisingan semi kontinyu (Intermitten Noise), yaitu kebisingan yang hanya
datang seketika kemudian hilang dan akan datang lagi. Contohnya adalah
suara mobil atau pesawat terbang tinggal landas.
Menurut Manik (2003), dampak kebisingan adalah:
1 Pendengaran berkurang atau perubahan ketajaman pendengaran.
Artinya berkurangnya kemampuan mendengar dibandingkan dengan
pendengaran manusia normal. Hal yang terjadi adalah adaptasi psikologis.
Perubahan pendengaran karena bising terdapat dua tingkatan, yaitu
pendengaran yang berkurang untuk sementara dan pendengaran yang
berkurang secara permanen atau kehilangan pendengaran tetap.
2 Gangguan komunikasi atau pembicaraan. Pembicaraan harus dilakukan
lebih kuat agar tidak salah menerima pesan akibat kebisingan.
Page 22
10
3 Gangguan pada konsentrasi dan daya kerja yang dapat berakibat pekerjaan
tidak dapat selesai tepat waktu atau salah.
4 Gangguan pada ketenangan masyarakat. Ketenangan atau kenyamanan
masyarakat dapat terganggu apabila berada disekitar sumber bising.
5 Gangguan tidur. Seseorang akan terganggu tidur atau dapat terbangun dari
tidur karena kebisingan.
Menurut Fahri dan Pasha (2010), adapun dampak yang ditimbulkan dari
kebisingan yang tidak memenuhi syarat kehilangan fungsi pendengaran dan
dampak fisiologis, sedangkan dampak psikologis yang meliputi : gangguan
emosional, gangguan tidur, dan istirahat serta gangguan komunikasi. Menurut
Soeripto (1996) dalam Feidihal (2012), gangguan yang dapat disebabkan oleh
bising adalah :
1 Gangguan Fisiologis
Gangguan fisiologis akibat kebisingan, seperti menimbulkan kelelahan
jantung berdebar, meningkatkan denyut nadi, sakit kepala, meningkatkan
tekanan darah, dan menurunkan keaktifan organ pencernaan.
2 Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis, seperti kurang konsentrasi, emosional (mudah marah-
marah), gangguan susah tidur, cepat tersinggung, dan tidak nyaman.
3 Gangguan Komunikasi
Gangguan komunikasi, seperti suara yang lebih kencang/berteriak untuk
tetap berkomunikasi.
4 Gangguan Pendengaran
Gangguan pendengaran dibagi menjadi tiga, yaitu trauma akustik,
temporary treshold shift, dan permanent treshold shift.
Terdapat hubungan antara besarnya tekanan suara dan tingkat tekanan suara
dari beberapa sumber suara dan kebisingan yang ditunjukkan oleh Tabel 3.
Tekanan suara 6,32 dengan tingkat tekanan suara sebesar 110 dBA berasal dari
suara dekat kereta api.
Page 23
11
Tabel 3 Tingkat tekanan suara dari beberapa sumber suara
Tekanan Suara Tingkat Tekanan Suara (dBA) Sumber
6,32 110 dekat kereta api
2,00 100 pabrik perbotolan
0,632 90 full symphony
0,200 80 di samping mobil
0,0632 70 samping jalan di kota
0,0200 60 suara percakapan
0,00632 50 kantor-kantor khusus
0,00200 40 kamar tamu
0,000632 30 kamar tidur pada malam hari Sumber : Canniff (1997) dalam Rusnam (1993)
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.
KEP-48/MENLH/11/1996, baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat
kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan
sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan
lingkungan. Standar faktor yang dapat diterima di suatu lingkungan atau kawasan
kegiatan manusia. Tabel 4 menunjukkan baku tingkat kebisingan di peruntukan
kawasan/lingkungan kegiatan dengan intensitas kebisingan tertentu. Ambang
batas baku tingkat kebisingan sudah ditetapkan oleh Kepmenlh. Peruntukan
kawasan dibagi delapan bagian, diantaranya perumahan dan pemukiman (55
dBA).
Tabel 4 Baku tingkat kebisingan
No. Peruntukan Kawasan/Lingkungan Kegiatan Intensitas kebisingan
(dBA)
Peruntukan Kawasan
1 perumahan dan pemukiman 55
2 perdagangan dan jasa 70
3 perkantoran dan perdagangan 65
4 ruang terbuka hijau 50
5 Industri 70
6 pemerintahan dan fasilitas umum 60
7 Rekreasi 70
8 Khusus
a. bandar udara*
b. stasiun kereta api*
c. pelabuhan laut 70
d. cagar budaya 60
Lingkungan Kegiatan
1 rumah sakit dan sejenisnya 55
2 sekolah dan sejenisnya 55
3 tempat ibadah dan sejenisnya 55 *) disesuaikan dengan ketentuan Menteri Perhubungan
Sumber : KEP-48/MENLH/11/1996
Page 24
12
Menurut Manik (2003), pengendalian bising diperlukan untuk mencegah
terjadinya gangguan terhadap kesehatan dan kenyamanan, kebisingan dapat
dikendalikan dengan cara :
1 Mengurangi bising pada sumbernya. Peralatan atau mesin yang
menimbulkan bising ditempatkan dengan baik sehingga kebisingan yang
terjadi dapat ditekan.
2 Menambah jarak antara sumber bising dengan yang terkena bising. Semakin
jauh dari sumber bising maka semakin rendah tingkat bising yang
dialaminya. Misalnya, membuat penghalang antara sumber bising dengan
tempat tinggal.
3 Melindungi pekerja di tempat bising untuk melindungi pekerja dari
kebisingan, misalnya dengan penggunaan alat pelindung telinga.
4 Mengurangi kepadatan lalu lintas.
5 Membuat tata ruang dan tata guna lahan yang ramah lingkungan.
6 Penerapan baku mutu bising. Penerapan baku mutu bising secara konsisten.
2.2 Eksternalitas
Eksternalitas merupakan dampak yang ditimbulkan oleh pihak tertentu
akibat kegiatan produksi maupun konsumsi (ekonomi) yang dapat
menguntungkan maupun merugikan pihak lainnya. Menurut Fauzi (2010),
eksternalitas merupakan dampak (positif atau negatif) atau benefit yang dapat
terjadi jika kegiatan produksi atau konsumsi dari satu pihak mempengaruhi utilitas
dari pihak lain yang tidak diinginkan, dan pihak pembuat eksternalitas tidak
menyediakan kompensasi pihak yang terkena dampak. Menurut Mangkoesoebroto
(1993), eksternalitas adalah suatu keterkaitan kegiatan dengan kegiatan lain yang
tidak melalui mekanisme pasar yang mana kegiatan tersebut menimbulkan
manfaat dan atau biaya bagi pihak diluar pelaksana kegiatan. Eksternalitas dibagi
menjadi dua berdasarkan dampaknya yaitu eksternalitas positif dan negatif.
Eksternalitas positif adalah dampak menguntungkan pihak lain dari kegiatan yang
dilakukan oleh pihak tertentu, pihak yang diuntungkan tidak memberikan
kompensasi sedangkan eksternalitas negatif adalah dampak yang merugikan pihak
Page 25
13
lain dari kegiatan yang dilakukan pihak tertentu dan tidak menerima kompensasi
terhadap kerugian tersebut.
Adanya eksternalitas yang ditimbulkan oleh pihak tertentu membuat pihak
tersebut mengeluarkan biaya tambahan untuk memproses limbahnya agar dapat
diterima lingkungan. Biaya tambahan tersebut disebut biaya eksternal. Biaya
eksternal dapat berupa biaya restorasi (biaya perbaikan) dan biaya kompensasi.
Biaya restorasi merupakan biaya perbaikan kerusakan akibat kegiatan ekonomi
yang dilakukan, seperti biaya perbaikan memproses limbah hingga mencapai
ambang batas limbah sehat. Biaya kompensasi merupakan biaya dana kompensasi
yang diberikan oleh pihak yang menimbulkan eksternalitas terhadap pihak yang
terkena eksternalitas.
Eksternalitas yang terjadi dalam kegiatan ekonomi adalah:
1 Produsen-produsen
Contohnya pabrik yang membuang limbahnya ke sungai tanpa diproses
terlebih dahulu yang mana sungai tersebut dimanfaatkan oleh pabrik lain (pabrik
minuman mineral) yang menggunakan air tersebut sebagai salah satu faktor
produksinya.
2 Produsen-konsumen
Contohnya pabrik membuang limbahnya yang mengandung bahan kimia ke
sungai sehingga menimbulkan polusi yang dapat menggangu penduduk yang
menggunakan air sungai tersebut sebagai mandi atau air minum.
3 Konsumen-produsen
Tindakan seorang konsumen yang menimbulkan eksternalitas baik positif
atau negatif terhadap produsen. Contohnya seseorang yang tidak bertanggung
jawab sengaja menumpahkan bahan kimia ke perairan laut dimana di dalam laut
terdapat sumberdaya ikan yang dimanfaatkan nelayan.
4 Konsumen-konsumen
Tindakan seorang konsumen yang menimbulkan eksternalitas bagi
konsumen lain. Contohnya, seseorang merokok di tempat umum yang merugikan
orang lain yang ikut menghirup asap rokok tersebut.
Page 26
14
Eksternalitas akan menimbulkan inefisiensi, yaitu tindakan seseorang
mempengaruhi orang lain dan tidak tercermin dalam sistem harga. Eksternalitas
tidak memasukkan biaya yang dikeluarkan masyarakat. Eksternalitas akan
mencapai efisiensi apabila semua dampak positif maupun negatif dimasukkan
perhitungan produsen dalam menetapkan jumlah barang yang diproduksi.
Efisiensi terjadi apabila (Mangkoesoebroto 1993):
MSC = MPC + MEC
MSB = MPB + MEB
keterangan :
MSC = Marginal Social Cost
MPC = Marginal Private Cost
MEC = Marginal External Cost
MSB = Marginal Social Benefit
MPB = Marginal Private Benefit
MEB = Marginal External Benefit
Efisiensi ekonomi akan terjadi apabila MSC = MSB namun adanya
eksternalitas produsen tidak memperhitungkan MEC dan MEB dalam menentukan
harga dan jumlah barang yang dihasilkan. Hal ini menimbulkan kecenderungan
produsen memproduksi pada tingkat yang terlalu besar sehingga perhitungan
biayanya menjadi terlalu murah dibandingkan dengan biaya yang dibebankan oleh
masyarakat. Jadi disimpulkan bahwa eksternalitas negatif MSC = MPC + MEC >
MSB, sehingga produksi harusnya dikurangi agar efisiensi mencapai optimum.
Rp MSC = MPC +MEC
e MPC
H1 d
H2
MEC
MSB
0 Q1 Q2 Jumlah Produksi
Sumber : Mangkoesoebroto 1993
Gambar 1 Kurva eksternalitas negatif
Page 27
15
Gambar 1 menunjukkan kurva eksternalitas negatif. Kurva permintaan
menunjukkan manfaat masyarakat (MSB) atas sebuah produk. Tingkat output
yang optimum terjadi saat tingkat produksi sebesar OQ1. Produsen menetapkan
tingkat produksi sebesar OQ2, yaitu saat MSB memotong MPC yang
menunjukkan bahwa jumlah produksi yang terlalu banyak dibandingkan tingkat
produksi yang optimum.
2.3 Metode Estimasi Penilaian Lingkungan dengan Contingent Valuation
Method (CVM)
Menurut Fauzi (2010), salah satu metode untuk mengestimasi nilai dari
barang dan jasa lingkungan secara langsung adalah Contingent Valuation Method
(CVM). Metode ini memungkinkan untuk mengukur nilai komoditas yang tidak
diperdagangkan di pasar (non market). Metode CVM menanyakan langsung
kepada responden kesediaan masyarakat untuk membayar willingness to pay
(WTP) dan menerima willingness to accept (WTA). Asumsi dasar dalam CVM
adalah individu memiliki pilihan masing-masing dan mengenal kondisi
lingkungan yang dinilai. Responden harus mengenal baik barang yang ditanyakan
dengan hipotetik yang digunakan.
Pendekatan WTA/WTP merupakan ukuran dalam konsep penilaian dari
barang lingkungan (non market). Ukuran WTA ini memberikan informasi
mengenai kesediaan masyarakat untuk menerima kompensasi atas perubahan
penurunan kualitas lingkungan yang setara dengan perbaikan kualitas lingkungan
tersebut. Ukuran WTP memberikan informasi mengenai kesediaan masyarakat
untuk membayar sejumlah nilai atas perubahan penurunan kualitas lingkungan
yang juga setara dengan perbaikan kualitas lingkungan. Penilaian barang
lingkungan WTA/WTP menanyakan berapakah jumlah minimum dan maksimum
yang akan diterima atau dibayarkan atas kerusakan lingkungan tersebut.
Page 28
16
2.3.1 Asumsi dalam Pendekatan WTA
Asumsi-asumsi yang diperlukan dalam pelaksanaan dan pengumpulan nilai
WTA masing-masing rumahtangga adalah:
1 Responden merupakan rumahtangga yang tinggal di lokasi penelitian dan
bersedia menerima dana kompensasi (WTA).
2 PT. X bersedia memberikan dana kompensasi akibat kebisingan kereta api.
3 Nilai WTA merupakan nilai minimum yang bersedia diterima responden
jika kompensasi benar-benar dilaksanakan.
4 Responden dipilih dari populasi yang terkena dampak kebisingan dari
penduduk yang relevan, yaitu setiap satu tempat tinggal yang diambil
dianggap sebagai satu kepala keluarga/rumahtangga.
2.3.2 Metode Mempertanyakan Nilai WTA (Elicitation Method)
Menurut Hanley and Spash (1993), metode yang dapat digunakan untuk
memperoleh besarnya penawaran nilai WTA/WTP responden adalah :
1 Bidding Game (Metode tawar-menawar)
Metode Bidding Game, yaitu menanyakan responden sejumlah nilai tertentu
sebagai titik awal dan selanjutnya semakin meningkat sampai titik maksimum
yang disepakati.
2 Metode Open-ended Question
Metode Open-ended Question, yaitu menanyakan secara langsung
responden berapa jumlah maksimum dan minimum uang yang ingin dibayarkan
dan diterima responden. Kelemahannya adalah nilai yang bervariasi, akurasi nilai
lemah dan sering ditemukan responden yang kesulitan menjawab pertanyaan yang
diberikan karena tidak memiliki pengalaman mengenai pertanyaan yang ada
dalam kuesioner. Kelebihannya adalah responden tidak perlu diberi petunjuk yang
dapat mempengaruhi nilai awal yang ditawarkan sehingga tidak akan
menimbulkan bias titik awal.
3 Closed-ended Question (Metode pertanyaan tertutup)
Metode Closed-ended Question tidak jauh berbeda dengan Open-ended
Question. Perbedaannya hanya bentuk pertanyaan yang tertutup. Responden
Page 29
17
diberikan beberapa nilai WTA/WTP untuk dipilih sehingga responden memberi
jawaban sesuai dengan keinginan dan kemampuan mereka.
4 Payment Card (Metode kartu pembayaran)
Metode Payment Card yaitu menawarkan kepada responden suatu kartu
yang terdiri dari berbagai nilai kemampuan untuk membayar atau kesediaan
menerima. Responden dapat memilih nilai maksimal dan minimal sesuai dengan
preferensi masing-masing responden. Metode Payment Card digunakan untuk
membatasi bias titik awal dari metode tawar-menawar (bidding game).
Mengembangkan kualitas metode ini terkadang diberikan semacam nilai patokan
yang menggambarkan nilai yang dikeluarkan oleh seseorang dengan tingkat
pendapatan tertentu bagi barang lingkungan yang lain. Kelebihan metode ini
adalah memberikan stimulan untuk membantu responden berpikir lebih luas
tentang nilai maksimum atau minimum yang akan diberikan tanpa harus
terpengaruh dengan nilai tertentu, seperti pada metode tawar menawar.
2.3.3 Langkah-langkah untuk Mengetahui Nilai WTA Masyarakat
Besarnya nilai WTA masyarakat dapat diketahui dengan menggunakan
pendekatan CVM yang memiliki enam tahapan (Hanley and Spash 1993), yaitu :
1 Membangun Pasar Hipotetis
Pasar hipotetis yaitu membangun suatu alasan mengapa masyarakat yang
terkena dampak seharusnya menerima dana kompensasi atas dipergunakannya
jasa lingkungan oleh pihak lain dimana terdapat nilai dalam mata uang berapa
harga barang/jasa lingkungan tersebut. Penjelasan secara mendetail, nyata, dan
informatif diperlukan dalam pasar hipotetis.
2 Memperoleh Nilai Penawaran
Tahap setelah membuat instrumen survei adalah administrasi survei yang
dapat dilakukan melalui wawancara langsung/tatap muka, surat atau perantara
telepon mengenai besarnya minimum WTA yang bersedia diterima.
3 Menghitung Dugaan Nilai Rataan WTA (Estimating Mean WTA)
Setelah semua nilai WTA terkumpul, dilakukan tahap perhitungan nilai
tengah dan rataan dari WTA. Perhitungan nilai tengah dilakukan apabila terjadi
rentang nilai penawaran yang terlalu jauh. Jika perhitungan nilai penawaran
Page 30
18
menggunakan nilai rata-rata, maka nilai yang diperoleh akan lebih tinggi dari
yang sebenarnya. Nilai tengah penawaran tidak dipengaruhi oleh rentang yang
cukup besar dan nilainya selalu lebih kecil dari nilai rata-rata.
4 Memperkirakan Kurva Penawaran (Estimating Bid Curve)
Memperkirakan kurva penawaran dengan menggunakan nilai WTA untuk
variabel dependen sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi nilainya untuk
variabel independen.
5 Menjumlahkan Data (Agregating Data)
Penjumlahan data merupakan proses nilai tengah penawaran yang telah
didapat lalu dikonversi terhadap total populasi yang dimaksudkan.
6 Mengevaluasi Penggunaan CVM (Evaluating the CVM Exercise)
Penggunaan CVM perlu dievaluasi untuk menilai penerapan CVM telah
berhasil dilakukan dengan melihat nilai R-adjusted square dari model regresi
linear berganda WTA.
2.4 Model Regresi Linear
Analisis regresi adalah suatu analisis yang menghubungkan antara dua
variabel atau lebih. Model Linear Sederhana adalah persamaan regresi yang
menggambarkan hubungan antara peubah bebas dan suatu peubah tak bebas,
dimana dugaan hubungan keduanya dapat digambarkan dalam suatu garis lurus
atau linear (Juanda 2009). Analisis regresi linear berganda merupakan model
regresi untuk mengukur pengaruh antara lebih dari satu variabel
bebas/independent terhadap variabel terikat/dependent. Fungsi regresi linear
berganda adalah :
Y = a + b1X1 + b2X2 + ... + bnXn + e
keterangan :
Y = variabel terikat/dependent
a = konstanta
b1,b2 = koefisien regresi
X1,X2 = variabel bebas/independentt
e = error
Metode analisis berganda didasarkan pada metode Ordinary Least Square
(OLS). Menurut Gujarati (2007b), sifat-sifat OLS dalam regresi berganda adalah :
Page 31
19
1) penaksiran OLS tidak bias dan linear; 2) penaksiran OLS mempunyai varian
yang paling kecil/minimum; 3) konsisten; 4) efisien. Menurut Gujarati (2007b),
asumsi-asumsi yang dapat digunakan untuk model regresi linear berganda dengan
OLS adalah :
1 Model regresi memiliki parameter yang bersifat linear.
2 Variabel x tidak berkolerasi dengan galat/faktor gangguan (u) yang
memiliki rata-rata sebesar 0 dimana E (ui) = 0.
3 Cov (ui,uj) = 0, i ≠ j. Artinya covarian (ui,uj) = 0, dengan kata lain tidak ada
autokorelasi antara galat yang satu dengan yang lain.
4 Var (ui) = δ2. Artinya setiap galat memiliki varian yang sama (asumsi
homoskedastisitas). Tidak ada hubungan linear yang nyata antara variabel-
variabel bebas (asumsi multikolinearitas).
2.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang membahas mengenai polusi kebisingan akibat aktivitas
kereta api masih belum banyak. Beberapa penelitian yang dijadikan referensi
dalam penelitian ini adalah pembahasan mengenai eksternalitas negatif dan nilai
dana kompensasi. Terdapat perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian
terdahulu. Hal yang membedakannya yaitu lokasi dan bahasan penelitian. Lokasi
penelitian ini berkonsentrasi pada pemukiman dekat rel kereta api di Bekasi
Timur yang dilalui kereta transportasi lintas provinsi dan kereta rel daerah, seperti
Jawa Barat, Jawa Timur, Yogyakarta, dan Jawa Timur sehingga kemungkinan
eksternalitas yang dirasakan masyarakat lebih besar. Pemukiman ini terletak
diantara Stasiun Bekasi dan Cikarang. Selain itu, penelitian ini membahas
eksternalitas negatif akibat kebisingan kereta api. Terdapat kesamaan penelitian
ini dengan penelitian terdahulu, yaitu metode yang digunakan untuk menentukan
nilai dana kompensasi dengan analisis WTA. Tabel 5 menunjukkan penelitian
terdahulu yang menjadi penelitian yang relevan dalam penelitian ini.
Page 32
20
Tabel 5 Penelitian terdahulu
No Nama Judul Alat Analisis Hasil Penelitian
1 Trisla
Warningsih
(2006)
Keterkaitan
Pemetaan
Kebisingan dan
Penilaian
Masyarakat
Terhadap
Kebisingan
Bandar Udara
(Studi Kasus
Bandar Udara
Sultan Syarif
Kasim II
Pekanbaru Riau)
Pengukuran
Langsung
(WECPNL),
Analisis Logit,
Analisis
Hedonic Price
Method
Hasil penelitian menunjukkan faktor
yang mempengaruhi kesediaan
masyarakat menerima kompensasi
yaitu pendidikan, pekerjaan, status
rumah, jarak dan kawasan
kebisingan. Besarnya nilai
kompensasi pada kawasan kebisingan
tingkat 3 sebesar Rp 13 750/m2.
Nilai kompensasi untuk pemindahan
penduduk kawasan kebisingan
tingkat 3 sebesar Rp 30 577 589 810.
2 Bahroin Idris
Tampubolon
(2011)
Analisis
Willingness to
Accept
Masyarakat
Akibat
Eksternalitas
Negatif
Kegiatan
Penambangan
Batu Gamping
(Studi Kasus
Desa Lulut,
Kecamatan
Klapanunggal,
Kabupaten
Bogor)
Analisis
Deskriptif
Kualitatif,
Analisis
Regresi
Logistik,
Analisis
Willingness to
Accept
Hasil penelitian menunjukkan
eksternalitas negatif yang paling
dirasakan responden adalah
kebisingan dan getaran, perubahan
kualitas udara serta perubahan
kualitas dan kuantitas air. Nilai
dugaan rataan WTA responden
sebesar Rp 137 500
per bulan per kepala keluarga, dan
nilai total WTA responden
Rp 6 325 000 per bulan. Nilai total
WTA masyarakat sebesar
Rp 447 975 000 per bulan.
3 Tantri Nova
Sianturi
(2012)
Eksternalitas
Negatif Dari
Pencemaran
Sungai Musi-
Palembang
Terhadap
Masyarakat
Akibat Kegiatan
Industri
Analisis
Deskriptif
Kualitatif,
Analisis
Regresi
Logistik,
Analisis
Willingness to
Accept
Bentuk perubahan lingkungan yang
paling dirasakan responden akibat
eksternalitas negatif yaitu perubahan
kualitas dan kuantitas air. Besarnya
nilai rata-rata WTA yang diinginkan
responden adalah Rp 210 333.3 per
bulan per rumahtangga. Faktor-faktor
yang berpengaruh positif terhadap
besarnya nilai WTA responden yaitu
jarak tempat tinggal,
biaya pengeluaran air bersih dan
biaya kesehatan sedangkan
faktor-faktor yang berpengaruh
negatif yaitu usia, pekerjaan
wiraswasta, tingkat pendidikan dan
pendapatan.
Page 33
21
III KERANGKA PEMIKIRAN
Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat setiap tahunnya akan
mengurangi stock lahan yang tersedia untuk sektor pemukiman. Hal ini
disebabkan oleh sifat lahan yang tetap sedangkan permintaan akan lahan semakin
meningkat. Semakin meningkatnya jumlah penduduk akan mendorong permintaan
perkembangan transportasi untuk mendukung aktivitas penduduk. Penduduk yang
semakin bertambah mendorong pemakaian lahan yang seharusnya menjadi
batasan tertentu untuk tidak dihuni digunakan untuk pemukiman. Pemukiman
tersebut kurang layak dihuni karena tidak memperrhatikan faktor lingkungan yang
dapat mengganggu kesehatan dan kenyamanan, seperti penggunaan lahan dibawah
batas aman dekat rel kereta api.
Eksternalitas timbul dari aktivitas kereta api. Eksternalitas bisa berupa
positif maupun negatif. Eksternalitas positif dari aktivitas transportasi yaitu
strategis untuk usaha, efisiensi waktu, dan penghematan biaya transportasi.
Eksternalitas negatifnya yaitu polusi kebisingan yang menyebabkan gangguan
kenyamanan, psikologis dan fisiologis serta menimbulkan risiko kriminalitas juga
kecelakaan. Kebisingan tersebut dapat menyebabkan gangguan psikologis dan
fisilogis yang menimbulkan kerugian berupa biaya eksternal yang harus
ditanggung masyarakat. Oleh karena itu, perlu dikaji mengenai dana kompensasi
akibat kebisingan tersebut.
Kerugian yang dirasakan masyarakat karena eksternalitas kebisingan yang
ditimbulkan perlu dikaji dengan menggunakan analisis deskriptif. Faktor-faktor
yang mempengaruhi besarnya dana kompensasi akibat eksternalitas dengan
menggunakan analisi regresi linear berganda. Besarnya kesediaan menerima dana
kompensasi dengan menggunakan analisis Willingness to Accept. Penelitian ini
diharapkan dapat menjadi pertimbangan pihak-pihak yang menimbulkan
eksternalitas dalam penentuan keputusan atau program yang dapat mengatasi
permasalahan eksternalitas negatif tersebut dengan biaya dana kompensasi. Alur
penelitian yang lebih jelas dapat dilihat pada diagram alur kerangka berpikir
dalam Gambar 2.
Page 34
22
Keterangan: Batasan Penelitian: Aliran
Gambar 2 Diagram alur kerangka berpikir
Pertumbuhan Penduduk Semakin Meningkat
Permintaan Lahan Untuk Pemukiman
Meningkat
Permintaan Sarana Transportasi
Meningkat
Pemukiman Dekat Rel
Kereta Api
Moda
Transportasi
Eksternalitas Positif Eksternalitas Negatif
Polusi kebisingan
Resiko kriminalitas
Resiko kecelakaan
Eksternalitas
Kebisingan
Kerugian Masyarakat
Permasalahan Eksternalitas
Analisis
Deskriptif
Kesediaan
Menerima
Kompensasi
Estimasi Dana
Kompensasi
Faktor yang
Mempengaruhi
Dana kompensasi
Analisis WTA
dengan CVM
Analisis Regresi
Linear Berganda
Analisis
Deskriptif
Strategis untuk
usaha
Efisiensi waktu
Penghematan biaya
transportasi
Rekomendasi Tentang Kompensasi Eksternalitas
Negatif Akibat Kebisingan Kereta Api
PT. X
Sifat Lahan Tetap >< Persaingan Lahan
Strategis untuk usaha
Efisiensi waktu
Penghematan biaya transportasi
Polusi kebisingan
Resiko kriminalitas
Resiko kecelakaan
Page 35
23
IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di pemukiman dekat dengan rel kereta api
Kelurahan Bekasi Jaya, Bekasi Timur. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara
sengaja (purposive) yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. Pertimbangan
memilih lokasi karena pemukiman tersebut termasuk pemukiman yang
berkategori cukup padat yang letaknya dekat dengan rel kereta api. Pengambilan
data primer dilaksanakan dari bulan Februari hingga Maret 2013.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data cross section.
Data dikumpulkan untuk penelitian ini dalam suatu waktu tertentu. Sumber data
meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari responden
melalui survei langsung/wawancara dengan menggunakan kuesioner. Data primer
data yang dibutuhkan meliputi: karakteristik responden, eksternalitas negatif yang
dirasakan responden akibat kebisingan kereta api, besarnya nilai kompensasi, dan
faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan untuk menerima dana kompensasi.
Data sekunder diperoleh dari Worldbank, Badan Pusat Statistika (BPS), Dinas
Kesehatan, Puskesmas, buku bacaan, perpustakaan, dan literatur-literatur yang
relevan dengan penelitian serta internet.
4.3 Metode Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive
sampling, yaitu pengambilan sampel secara sengaja dengan pertimbangan orang
yang menjadi responden mengetahui kompetensi/permasalahan yang terjadi dalam
topik (Martono 2010). Responden merupakan anggota populasi penduduk yang
terkena dampak kebisingan, yaitu penduduk yang tinggal dekat dengan rel kereta
api. Satu tempat tinggal dianggap sebagai satu perwakilan rumahtangga yang
terpilih menjadi sampel. Populasi dalam penelitian berjumlah sekitar 280 KK
Page 36
24
yang tinggal dekat dengan rel kereta api, khususnya RW 02 dan 05. Jumlah
responden adalah 70 KK yang tinggal di dekat rel kereta api Bekasi. Penetapan
banyaknya sampel yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan
kaidah pengambilan sampel sekurang-kurangnya 30 observasi akan mendekati
garis normal (Gujarati 2007a).
4.4 Metode dan Prosedur Analisis Data
Data dan informasi yang diperoleh dalam penelitian ini selanjutnya di
analisis secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan
dengan menggunakan program komputer Microsoft Office Excel 2007 dan SPSS
16. Matriks metode analisis yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada
Tabel 6.
Tabel 6 Matriks metode analisis data
No. Tujuan Penelitian Sumber Data dan
Jumlah Sampel Metode Analisis Data
1 Mendeskripsikan eksternalitas
negatif yang dirasakan masyarakat
akibat kebisingan kereta api di
Kelurahan Bekasi Jaya, Bekasi
Timur.
Kuesioner
Responden= 70 KK
Analisis Deskriptif
Kualitatif dan
Kuantitatif
2 Mengkaji kesediaan rumahtangga
dalam menerima dana kompensasi.
Kuesioner
Responden= 70 KK
Analisis Deskriptif
Kualitatif dan
Kuantitatif
3 Mengestimasi nilai dana
kompensasi (willingness to accept) yang bersedia diterima
rumahtangga.
Kuesioner
Responden= 60 KK
(yang menjawab
bersedia)
Analisis WTA
dengan tahapan CVM
4 Mengkaji faktor-faktor yang
mempengaruhi besarnya nilai dana
kompensasi (willingness to accept)
rumahtangga.
Kuesioner
Responden= 60 KK
(yang menjawab
bersedia)
Analisis Regresi
Berganda
4.4.1 Analisis Eksternalitas Negatif Akibat Kebisingan Kereta Api
Analisis eksternalitas negatif bertujuan untuk mengetahui seberapa besar
gangguan yang dirasakan masyarakat yang disebabkan kebisingan kereta api.
Kajian eksternalitas negatif akibat kebisingan ini menggunakan deskriptif
kualitatif dan kuantitatif. Analisis ini mencakup identifikasi pandangan responden
Page 37
25
terhadap kebisingan dan dampak yang timbul akibat kebisingan tersebut.
Identifikasi eksternalitas negatif akibat kebisingan dilakukan dengan cara
memberikan kuesioner kepada responden.
4.4.2 Analisis Kesediaan Rumahtangga dalam Menerima Dana Kompensasi
Analisis mengenai kesediaan rumahtangga dalam menerima dana
kompensasi bertujuan untuk mengetahui proporsi kesediaan menerima responden
terhadap dana kompensai sesuai yang ditawarkan. Selain itu, mengkaji mengenai
bentuk kompensasi yang diinginkan responden. Analisis mengenai kesediaan
rumahtangga dalam menerima dana kompensasi dilakukan dengan menggunakan
analisis deskriptif.
4.4.3 Analisis Estimasi Nilai Dana Kompensasi (Willingness to Accept)
Rumahtangga Akibat Kebisingan
Besarnya nilai WTA masyarakat dapat diketahui dengan menggunakan
pendekatan CVM. Menurut Hanley and Spash (1993), terdapat enam tahapan
CVM, yaitu :
1 Membangun Pasar Hipotesis
Hipotesis pasar yang dibentuk dalam penelitian ini atas dasar kereta api
memberikan dampak positif dan negatif. Dampak negatif dari kereta api adalah
kebisingan. Adanya dampak negatif tersebut menimbulkan kerugian bagi
masyarakat yang tinggal dekat dengan rel kereta api.
Hipotesis yang dibuat dalam skenario bahwa Pertanyaan dalam pasar
Pertanyaan dalam pasar hipotesis yang akan dibentuk dalam skenario adalah :
“Bersediakah Bapak/Ibu/Saudara/i untuk ikut berpartisipasi menerima dana
kompensasi akibat kebisingan kereta api dan berapa besar dana kompensasi yang
bersedia diterima?”
Kebisingan dapat mengganggu psikologis dan fisiologis seseorang. Pihak
PT. X yang menimbulkan dampak negatif memberlakukan peraturan baru,
yaitu pemberian dana kompensasi dengan tujuan untuk mengurangi
kerugian masyarakat akibat kebisingan. Bentuk dana kompensasi yang
diberikan berupa biaya kesehatan apabila masyarakat terganggu akibat
kebisingan dan sakit.
Page 38
26
2 Memperoleh Nilai WTA
Menggunakan teknik bidding game, responden ditanya besarnya minimum
WTA yang bersedia diterima dengan melakukan wawancara langsung. Starting
point WTA berdasarkan biaya kesehatan dengan titik tertinggi Rp 100 000.
3 Menghitung Dugaan Nilai Rataan WTA (Estimating Mean WTA)
Berdasarkan jawaban responden, dapat diketahui nilai WTA yang dipilih
(batas bawah dan atas kelas WTA). Setelah diketahui nilai WTA, dilakukan
perhitungan nilai rataan dan nilai tengah. Rumus dugaan rataan :
keterangan :
EWTA = dugaan rataan WTA
xi = jumlah tiap data
n = jumlah responden
i = responden ke-i yang bersedia menerima dana kompensasi
4 Memperkirakan Kurva Penawaran (Estimating Bid Curve)
Pendugaan kurva penawaran dilakukan dengan fungsi persamaan :
WTA = f (UR, PNDK, PNDP, SKR (dummy), KAB, KBS (dummy), LTG, JTS,
JTK , PNS (dummy), PSW (dummy), WRS (dummy), BRH (dummy), SPR
(dummy)
keterangan :
UR = usia responden (tahun)
PNDK = pendidikan (tahun)
PNDP = pendapatan (Rp)
SKR (dummy) = status kepemilikan rumah (1=milik sendiri; 0=bukan milik
sendiri)
KAB = kenyamanan akibat bising (deskriptif)
KBS (dummy) = kualitas bising (1=bising; 0=tidak bising)
LTG = lama tinggal (tahun)
JTS = jarak tempat tinggal ke sumber bising (meter)
JTK = jumlah tanggungan keluarga (orang)
PNS (dummy) = dummy pekerjaan pegawai negeri sipil (1=PNS; 0=bukan PNS)
PSW (dummy) = dummy pekerjaan pegawai swasta (1=PSW; 0=bukan PSW
WRS (dummy) = dummy pekerjaan wiraswasta (1=WRS; 0=bukan WRS)
BRH (dummy) = dummy pekerjaan buruh (1=BRH; 0=bukan BRH)
SPR (dummy) = dummy pekerjaan supir/ojek (1=SPR; 0=bukan SPR)
e = error
Page 39
27
5 Menjumlahkan Data (Agregating Data)
Penjumlahan data merupakan proses nilai penawaran yang telah didapat lalu
dikonversikan terhadap total populasi yang dimaksudkan. Nilai WTA masyarakat
diperoleh setelah menduga nilai tengah WTA.
Rumus Nilai total WTA :
keterangan :
TWTA = total nilai WTA
WTAi = WTA individu ke-i
ni = jumlah sampel ke-i yang bersedia menerima sebesar WTA
i = responden ke-i yang bersedia menerima dana kompensasi
6 Mengevaluasi Penggunaan CVM (Evaluating the CVM Exercise)
Penggunaan CVM perlu dievaluasi untuk menilai penerapan CVM telah
berhasil dilakukan dengan melihat nilai R-adjusted square dari model regresi
linear berganda WTA.
4.4.4 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai Dana
Kompensasi (Willingness to Accept)
Analisis fungsi WTA bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi nilai WTA masyarakat. Alat analisis yang digunakan adalah model
regresi linear berganda. Fungsi persamaan :
mid WTAi = β0 + β1UR + β2PNDK + β3PNDP + β4SKR (dummy) + β5LTG
+ β6JTS + β7KAB + β8KBS (dummy) + β9JTK + β10PNS (dummy)
+ β11BRH (dummy) + β12WRS (dummy) + β13PSW (dummy)
+ β14SPR (dummy) + e
keterangan :
mid WTAi = nilai WTA responden
β0 = konstanta
β1,,, β10 = koefisien regresi
i = responden ke i (i = 1,2,.,5)
UR = usia responden (tahun)
PNDK = pendidikan (tahun)
PNDP = pendapatan (Rp)
SKR (dummy) = status kepemilikan rumah (1=milik sendiri; 0=bukan milik
sendiri)
KAB = kenyamanan akibat bising (deskriptif)
Page 40
28
KBS (dummy) = kualitas bising (1=bising; 0=tidak bising)
LTG = lama tinggal (tahun)
JTS = jarak tempat tinggal ke sumber bising (meter)
JTK = jumlah tanggungan keluarga (orang)
PNS (dummy) = dummy pekerjaan pegawai negeri sipil (1=PNS; 0=bukan PNS)
PSW (dummy) = dummy pekerjaan pegawai swasta (1=PSW; 0=bukan PSW)
WRS (dummy) = dummy pekerjaan wiraswasta (1=WRS; 0=bukan WRS)
BRH (dummy) = dummy pekerjaan buruh (1=BRH; 0=bukan BRH)
SPR (dummy) = dummy pekerjaan supir/ojek (1=SPR; 0=bukan SPR)
e = error
Variabel yang diduga berpengaruh positif pada nilai WTA adalah usia
responden, pendidikan, status kepemilikan rumah, kualitas bising, lama tinggal,
jumlah tanggungan keluarga, pekerjaan (buruh dan supir/ojek). Variabel usia
responden diduga berpengaruh positif karena semakin tua usia responden
menginginkan nilai WTA yang semakin tinggi untuk uang tambahan. Tingginya
tingkat pendidikan mencerminkan pengetahuan yang dimiliki responden terhadap
kebisingan maka mengharapkan nilai WTA lebih besar. Status kepemilikan rumah
berpengaruh positif. Jika rumah yang ditempati adalah milik sendiri, maka dana
kompensasi yang diinginkan juga lebih tinggi. Kualitas bising juga diduga
berpengaruh positif karena jika responden merasakan bising maka cenderung
untuk menginginkan nilai WTA yang semakin besar.
Variabel lama tinggal diduga berpengaruh positif karena semakin lama
seseorang tinggal di dekat rel kereta api maka dampak yang dirasakan lebih besar
dibandingkan yang tinggal lebih singkat sehingga menginginkan nilai WTA yang
tinggi. Jumlah tanggungan terkait dengan banyaknya anggota keluarga yang harus
menanggung dampak kebisingan kereta api. Semakin banyak jumlah tanggungan
keluarga, maka semakin tinggi dana kompensasi yang diinginkan. Pekerjaan
(buruh, supir/ojek) diduga menginginkan nilai kompensasi yang tinggi untuk uang
tambahan.
Variabel yang diduga berpengaruh negatif terhadap nilai WTA adalah
pendapatan, jarak tempat tinggal ke sumber bising, kenyamanan akibat bising, dan
jenis pekerjaan (pegawai negeri swasta, wiraswasta, dan pegawai swasta).
Semakin besar pendapatan seseorang maka semakin kecil nilai WTA yang
diinginkan orang tersebut karena kemampuan finansial orang tersebut untuk
Page 41
29
menanggulangi dampak. Variabel jarak tempat tinggal ke sumber bising diduga
juga berpengaruh negatif yang disebabkan oleh semakin jauh dengan sumber
bising, dampak yang dirasakan semakin kecil sehingga nilai dana kompensasi
yang diinginkan lebih kecil. Variabel kenyamanan akibat bising diduga
berpengaruh negatif karena semakin baik tingkat kenyamanan maka kerugian
yang dirasakan lebih sedikit sehingga nilai WTA diduga menjadi kecil. Pekerjaan
(pegawai negeri sipil, wiraswasta, dan pegawai swasta) diduga akan
menginginkan nilai kompensasi yang lebih rendah. Pegawai negeri sipil dan
pegawai swasta memiliki askes/jamsostek untuk kebutuhan jika mereka sakit
sehingga lebih memudahkan untuk keperluan kesehatan mereka, maka nilai WTA
yang diinginkan lebih kecil. Tabel 7 merupakan tabel indikator pengukuran faktor
yang mempengaruhi nilai WTA.
Page 42
30
Tabel 7 Indikator pengukuran faktor yang mempengaruhi WTA akibat kebisingan
kereta api
No. Variabel Indikator yang Berpengaruh
1. WTA Bersediakah Bapak/Ibu/Saudara/i untuk ikut berpartisipasi
menerima dana kompensasi akibat kebisingan kereta api
dan berapa besar dana kompensasi yang bersedia
diterima?
Dibedakan menjadi tujuh kelas yaitu :
a. Rp 65.000
b. Rp 70.000
c. Rp 75.000
d. Rp 80.000
e. Rp 85.000
f. Rp 90.000
g. Rp 95.000
2. Usia Responden/ UR
(tahun)
Dibedakan menjadi tujuh kelas yaitu :
a. 23-29 tahun
b. 30-37 tahun
c. 38-44 tahun
d. 45-51 tahun
e. 52 - 58 tahun
f. 59 - 65 tahun
g. 66 - 72 tahun
3. Pendidikan/ PNDK
(tahun)
Dibedakan menjadi lima kelas yaitu :
a. Tidak sekolah
b. Sekolah Dasar
c. Sekolah Menengah Pertama/Sederajat
d. Sekolah Menengah Atas/Sederajat
e. Perguruan Tinggi
4. Pendapatan/ PNDP (Rp) Dibedakan menjadi tujuh kelas yaitu :
a. Rp 800 000 - 1 700 000
b. Rp 1 700 001 - 2 600 000
c. Rp 2 600 001 - 3 500 000
d. Rp 3 500 001 - 4 400 000
e. Rp 4 400 001 - 5 300 000
f. Rp 5 300 001 - 6 200 000
g. Rp 6 200 001 - 7 100 000
5. Status Kepemilikan
rumah/ SKR (dummy)
Merupakan variabel dummy yang dibedakan menjadi
“1=milik sendiri; 0=bukan milik sendiri”
6. Lama Tinggal/ LT
(tahun)
Dibedakan menjadi tujuh kelas yaitu :
a. 0.1 - 10 tahun
b. 11 - 21 tahun
c. 22 - 32 tahun
Page 43
31
d. 33 - 43 tahun
e. 44 - 54 tahun
f. 55 - 65 tahun
g. 66 - 76 tahun
7. Jarak Tempat Tinggal ke
Sumber Bising/ JTS
(meter)
Dibedakan menjadi tujuh kelas yaitu :
a. 5 - 11 meter
b. 12 - 18 meter
c. 19 - 25 meter
d. 26 - 32 meter
e. 33 - 39 meter
f. 40 - 46 meter
g. 47 - 53 meter
8. Kenyamanan Akibat
Bising/ KAB
Dibedakan menjadi lima kelas yaitu:
a. sangat mengganggu pendengaran, mengganggu
istirahat, dan mengganggu aktivitas
b. mengganggu pendengaran, mengganggu istirahat,
dan mengganggu aktivitas
c. mengganggu pendengaran, mengganggu istirahat,
dan tidak mengganggu aktivitas
d. sedikit mengganggu pendengaran, tidak
mengganggu istirahat, dan tidak mengganggu
aktivitas
e. tidak mengganggu pendengaran, tidak
mengganggu istirahat, dan tidak mengganggu
aktivitas
9. Kualitas Bising/ KBS
(dummy)
Merupakan variabel dummy yang dibedakan menjadi
“1=bising; 0=tidak bising”
10. Jumlah Tanggungan
Keluarga/ JTK (orang)
Dibedakan menjadi lima kelas yaitu :
a. ≤ 1 orang
b. 2 orang
c. 3 orang
d. 4 orang
e. ≥ 5 orang
11. Pekerjaan Pegawai
Negeri Sipil/ PNS
(dummy)
Merupakan variabel dummy yang dibedakan menjadi
“1=PNS; 0=bukan PNS”
12. Pekerjaan Buruh/ BRH
(dummy)
Merupakan variabel dummy yang dibedakan menjadi
“1=BRH; 0=bukan BRH”
13. Pekerjaan Supir/ojek/
SPR (dummy)
Merupakan variabel dummy yang dibedakan menjadi
“1=SPR; 0=bukan SPR”
14. Pekerjaan Wiraswasta/
WRS (dummy)
Merupakan variabel dummy yang dibedakan menjadi
“1=wiraswasta; 0=bukan wiraswasta”
15. Pekerjaan Pegawai
Swasta/ PSW (dummy)
Merupakan variabel dummy yang dibedakan menjadi
“1=pegawai swasta; 0=pegawai swasta”
Page 44
32
Berdasarkan Tabel 7 indikator pengukuran nilai WTA terdapat 14 variabel
pengukuran indikator yang berpengaruh, yaitu usia responden, pendidikan,
pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, lama tinggal, jarak tempat tinggal ke
sumber bising, kenyamanan akibat bising, kualitas bising, status kepemilikan
rumah, pekerjaan (pegawai negeri sipil, buruh, supir/ojek, wiraswasta, dan
pegawai swasta). Indikator yang berpengaruh tersebut merupakan indikator yang
menunjukkan besar kecilnya nilai WTA. Pembagian kelas dalam indikator
pengukuran berdasarkan rumus distribusi frekuensi. Rumus distribusi frekuensi
(Atmaja 2009) :
Keterangan :
Ci = interval
Range = nilai tertinggi – nilai terendah
N = 1 + 3.322 log n
n = jumlah sampel
4.5 Pengujian Parameter Regresi
Pengujian statistik terhadap model yang dapat dilakukan adalah :
1 Uji Keandalan
Menurut Gujarati (2007b), R2
menyatakan persentase dari total variabel
Y/dependent yang dijelaskan oleh variabel independent dalam model regresi atau
mengukur kecocokan-suai dari suatu garis regresi. Tingkat reabilitas yang baik
dalam penggunaan CVM yaitu nilai R2 yang lebih besar dari 15 persen. Nilai R
2
dapat dihitung dengan rumus :
keterangan:
R2 = Koefisien Determinasi
JKR = Jumlah Kuadrat Regresi
JKT = Jumlah Kuadrat Total
Page 45
33
2 Uji Statistik t
Uji statistik t untuk mengetahui apakah masing-masing dari variabel
bebas/independent memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel
terikatnya/dependent. Menurut Sarwoko (2005), pengujian uji statistik t adalah :
H0 : βi = 0 atau variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.
H 1: βi ≠ 0 atau varibel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel terikat
Jika t hit(n-k) > tα/2, maka terima H1/tolak H0, artinya variabel bebas (Xi)
berpengaruh nyata terhadap (Y). Jika t hit(n-k) < tα/2 maka terima H0/tolak H1,
artinya variabel bebas (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap (Y).
3 Uji Statistik F
Uji statistik F dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas secara
keseluruhan memiliki pengaruh terhadap variabel terikat. Hipotesisnya adalah :
H0 : α1 = 0
H1 : minimal ada salah satu parameter α1, α2, α3, α4, α5.. αn = 0
Jika nilai probabilitas F-Statisik < taraf nyata maka tolak H0. Artinya terdapat
minimal satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.
Jika nilai probabilitas F-statistik > taraf nyata maka terima H0. Artinya tidak ada
satupun variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel respon.
Menurut Sarwoko (2005), pengujian uji statistik F adalah :
H0 = β1 = β2 = … = βk = 0
H1 = β1 = β2 = … = βk ≠ 0
keterangan :
JKK = jumlah kuadrat untuk nilai tengah kolom
JKG = jumlah kuadrat galat
k = jumlah peubah
Jika nilai Fhit < Ftabel, maka H0 diterima/H1 ditolak, artinya variabel (Xi)
secara keseluruhan tidak berpengaruh nyata terhadap (Y). Jika Fhit > Ftabel maka
Page 46
34
H1 diterima/H0 ditolak, artinya secara keseluruhan variabel (Xi) berpengaruh
nyata terhadap (Y).
Pengujian asumsi klasik terhadap model yang dapat dilakukan adalah :
1 Uji Terhadap Multikolinearitas (Multicolinierity)
Multikolinearitas menunjukkan korelasi yang kuat antar peubah-peubah
bebas. Cara mengukur multikolinearitas dalam model persamaan adalah dengan
menghitung Varian Inflation Factor (Sarwoko 2005). Tidak terjadi
multikolinearitas jika Varian Inflation Factor (VIF) < 10.
2 Uji Heteroskedastisitas
Homoskedastisitas adalah salah satu asumsi pendugaan metode kuadrat
terkecil dengan ragam galat konstan dalam setiap amatan. Pelanggaran atas
asumsi homoskedastisitas adalah heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas
digunakan untuk mengetahui varians residual (error) apakah konstan atau tidak.
Menguji asumsi heteroskedastisitas dapat dilihat dari gambar scatterplot (Yamin
dan Kurniawan 2009). Selain itu, dapat digunakan uji Gletjer yang meregresikan
antara variabel independen dengan nilai absolut residualnya. Hipotesis yang
digunakan adalah sebagai berikut :
H0 : homoskedastisitas
H1 : heteroskedastisitas
Tidak terjadi pelanggaran asumsi heteroskedastisitas jika nilai probabilitas (p-
value) lebih dari alpha maka terima H0.
3 Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui menyebar normal atau tidaknya
distribusi error termnya (residual). Uji normalitas dapat menggunakan uji
Kolmogorov-Smimov (Yamin dan Kurniawan 2009). Hipotesis uji normalitas
adalah sebagai berikut :
H0 : residual menyebar normal
H1 : residual tidak menyebar normal
Residual menyebar normal apabila nilai probabilitas (p-value) lebih besar dari
taraf nyata (alpha). Artinya dalam regresi tersebut asumsi kenormalan terpenuhi.
Page 47
35
4 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya korelasi antara
residual dengan residual lain. Uji yang digunakan untuk mendeteksi autokorelasi
adalah uji DW (Durbin Watson test). Nilai statistik DW berada diantara 1,55 dan
2,46 maka menunjukkan tidak ada autokorelasi (Firdaus 2004). Tabel 8
merupakan selang nilai statistik DW serta keputusannya.
Tabel 8 Selang nilai statistik durbin watson serta keputusannya
Hipotesis nol Keputusan Jika
tidak ada autokorelasi positif Tolak 0 < d < dl
tidak ada autokorelasi positif tidak ada keputusan dl ≤ d ≤ du
tidak ada autokorelasi negatif Tolak 4-dl < d <4
tidak ada autokorelasi negatif tidak ada keputusan 4-du ≤ d ≤ 4-dl
tidak ada autokorelasi positif dan negatif jangan tolak du < d < 4-du
Sumber : Gujarati 2007b
Cara mendeteksi autokorelasi apabila nilai DW mendekati 2 maka pelanggaran
asumsi autokorelasi tidak terjadi. Nilai statistik uji ini adalah :
DW ≈ 2 (1 - ρ)
keterangan :
ρ = korelasi antar residual
Tidak ada autokorelasi jika ρ sama dengan nol sehingga apabila nilai DW
mendekati 2 maka nilai ρ mendekati nol. Artinya, apabila nilai DW mendekati 2
maka autokorelasi tidak terjadi.
Page 48
36
V GAMBARAN UMUM
5.1 Gambaran Umum Kelurahan Bekasi Jaya
Kelurahan Bekasi Jaya merupakan salah satu dari empat kelurahan yang
terletak di Kecamatan Bekasi Timur, Kota Bekasi. Sesuai dengan kebijakan
Pemerintah Kota Bekasi yang telah dituangkan dalam Rencana Umum Tata
Ruang Daerah (RUTRD) bahwa Kelurahan Bekasi Jaya diperuntukan sebagai
daerah pemukiman karena wilayah yang strategis dan berada di pusat
Pemerintahan Kota Bekasi. Kelurahan Bekasi Jaya menurut jarak dari pusat
pemerintahan kelurahan adalah nol kilometer jarak dari pusat kecamatan, satu
kilometer jarak dari pusat pemerintah kota, 167 kilometer jarak dari ibukota
provinsi, dan 10 kilometer jarak dari ibukota negara. Luas wilayahnya adalah 350
Ha berada pada ketinggian 19 meter di atas laut dan suhu udara rata-rata 25o-
37oC. Kelurahan ini berbatasan dengan Desa Karang Satria (Kabupaten Bekasi)
disebelah utara, Kelurahan Duren Jaya Kecamatan Bekasi Timur disebelah timur,
Kelurahan Margahayu Kecamatan Bekasi Timur disebelah selatan dan Kelurahan
Margamulya Kecamatan Bekasi Utara disebelah barat.
Kelurahan Bekasi Jaya memiliki 16 Rukun Warga (RW) dan 161 Rukun
Tetangga (RT). Penelitian dilakukan di dua RW, yaitu RW 02 dan RW 05 karena
wilayah RW tersebut merupakan pemukiman penduduk yang dekat dengan rel
kereta api. Menurut laporan Tahun 2012 Kelurahan Bekasi, sarana dibidang
TRANTIB dan ekonomi, yaitu terdiri dari pos kamling 52 unit, koperasi 22 unit,
perhotelan satu unit, bank pemerintahan tiga unit, pegadaian satu unit, industri
makanan enam unit, rumah makan dan restoran 111 unit, pasar swalayan dan
retail 12 unit, usaha perikanan satu unit, usaha jasa hiburan 21 unit, usaha jasa dan
sektor perdagangan satu unit, dan usaha jasa sektor perdagangan satu unit. Sarana
dibidang pendidikan adalah Taman Kanak-kanak 21 unit, Roudhatul Athfal satu
unit, Sekolah Luar Biasa satu unit, Sekolah Dasar 20 unit, MI Swasta satu unit,
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama delapan unit, Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
lima unit, Sekolah Menengah Kejuruan dua unit, Madrasah Sanawiyah tiga unit,
MA Swasta satu unit, Universitas satu unit, dan kursus-kursus delapan unit.
Page 49
37
Sarana dan prasarana dibidang kesehatan dan keagamaan, yaitu Rumah Sakit satu
unit, Puskesmas dua unit, Apotek lima unit, Posyandu 47 unit, toko obat empat
unit, rumah praktek dokter empat unit, rumah bersalin tujuh unit, Masjid 24 unit,
Musholla 32 unit, Gereja sembilan unit, dan Vihara dua unit. Sarana dibidang
olahraga adalah lapangan tenis dua unit, voli 16 unit, futsal tiga unit, basket dan
pusat kebugaran satu unit, kolam renang tiga unit.
5.1.1 Kependudukan
Menurut Kelurahan Bekasi Jaya dalam laporan kependudukan Bulan Januari
2013, diketahui jumlah penduduk laki-laki terdiri dari 29 971 jiwa dan penduduk
perempuan 28 641 jiwa. Jumlah total penduduknya adalah 58 612 jiwa dengan
jumlah kepala keluarga (KK) sebanyak 14 654 jiwa. Tabel 9 menunjukkan
laporan kependudukan Kelurahan Bekasi Jaya.
Tabel 9 Laporan kependudukan Kelurahan Bekasi Jaya Januari 2013
No. RW Jumlah Penduduk
Jumlah KK Laki-laki (L) Perempuan (P) L+P
1 01 2395 2254 4649 1162
2 02 4174 3799 7973 1993
3 03 2810 2648 5458 1365
4 04 1028 893 1921 480
5 05 1360 1209 2569 642
6 06 1451 1420 2871 718
7 07 2544 2513 5057 1264
8 08 3657 3505 7162 1791
9 09 1236 1244 2480 620
10 10 1465 1458 2923 731
11 11 1466 1400 2866 717
12 12 969 940 1909 477
13 13 1803 1776 3579 895
14 14 1664 1668 3332 833
15 15 951 894 1845 461
16 16 998 1020 2018 505
Jumlah 29971 28641 58612 14654 Sumber : Kelurahan Bekasi Jaya 2013
Tabel 9 menunjukkan terdapat 16 RW di Kelurahan Bekasi Jaya pada Tahun
2013. Jumlah penduduk antara laki-laki dan perempuan cukup berimbang. Tiga
RW dengan jumlah penduduk dan KK tertinggi adalah RW 02 dengan 7973 jiwa
jumlah penduduk dan 1993 KK, RW 08 dengan 7162 jiwa jumlah penduduk dan
1791 KK, dan RW 03 dengan 5458 jiwa penduduk dan 1365 KK. Rukun Warga
Page 50
38
02 dan 05 adalah lokasi penelitian. RW 02 masuk kedalam RW yang penduduk
dan jumlah KK tertinggi sedangkan RW 05 tidak masuk kedalamnya. Banyaknya
jumlah penduduk per RW di Kelurahan Bekasi Jaya menyebabkan pemukiman
yang tergolong cukup padat di wilayah tersebut.
5.1.2 Kesehatan
Puskesmas Wisma Jaya merupakan puskesmas yang berada di Kelurahan
Bekasi Jaya, Bekasi Timur. Tabel 10 menujukkan jumlah pola 10 penyakit
terbesar dan jumlah kunjungan pasien di Puskesmas Wisma Jaya. Data kesehatan
masyarakat di Puskesmas Wisma Jaya dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Jumlah kunjungan pasien dan pola penyakit di Puskesmas Wisma Jaya
Kelurahan Bekasi Jaya Bulan Desember 2012
No Jenis Penyakit Jumlah Pasien (orang)
1 ISPA tidak spesifik 452
2 Pulpa dan Jaringan Periapikal 335
3 Hypertensi Primer 191
4 Gigi dan Jaringan Penunjang lain 89
5 Diare dan Gastroenteretis 75
6 Dermatitis 59
7 Myalgia 55
8 Migrain dan Sindrom Nyeri Kepala 51
9 Tukak Lambung (Gatritis) 42
10 Caries Gigi 38
Sumber : Dinas Kesehatan melalui Puskesmas Wisma Jaya 2012
5.1.3 Kondisi Umum Pemukiman
Pemukiman di Kelurahan Bekasi Jaya yang terletak dekat dengan rel kereta
api termasuk pemukiman yang tergolong cukup padat. Kereta api tidak berhenti
berlalulalang dari subuh hingga malam hari. Hal tersebut menimbulkan
kebisingan dan getaran. Lintasan kereta api telah berdiri dahulu dibandingkan
dengan pemukiman yang ada. Tidak terdapat tembok penghalang yang berfungsi
untuk peredam kebisingan dan keamanan di sisi kiri rel. Resiko keamanan dan
kriminalitas juga terdapat di pemukiman ini. Hampir setiap tahunnya terdapat
korban kecelakaan di pintu rel yang terletak diantara jalur pemukiman. Dahulu
sebelum keamanan kereta api ditingkatkan juga pernah terjadi tindakan
Page 51
39
kriminalitas berupa lemparan batu dari kereta api yang berjalan. Hal tersebut
menjadi salah satu eksternalitas negatif tinggal dekat dengan rel kereta api.
Pemukiman sepanjang jalan dekat rel kereta api, RW 02 dan RW 05
merupakan pemukiman dengan jenis bangunan yang permanen. Jarak antara rel
kereta api dengan pemukiman tergolong cukup dekat. Tabel 11 merupakan
kondisi tata lingkungan pemukiman di sepanjang jalan dekat rel kereta api.
Tabel 11 Kondisi tata lingkungan pemukiman di Kelurahan Bekasi Jaya
menurut responden
Kondisi Tata Lingkungan Frekuensi (orang) Persentase (%)
kebersihan kurang terjaga 3 4
kebersihan kurang terjaga dan jalan rusak 2 3
polusi bising dan getaran 15 22
pemukiman padat dan polusi kebisingan, getaran 2 6
jalan rusak dan polusi kebisingan, getaran 3 7
pemukiman padat 15 21
pemukiman padat dan jalan rusak 8 13
jalan rusak 17 24
Total 70 100
Sumber : Data primer diolah 2013
Berdasarkan jawaban responden pada Tabel 11 diketahui bahwa kondisi tata
lingkungan di pemukiman adalah jalan rusak (17 responden) menjadi perhatian
masyarakat sekitar untuk diperbaiki. Sebanyak masing-masing 15 responden
berpendapat pemukiman bising dan getaran cukup kencang ditimbulkan dari
kereta api yang melintas, dan kondisi pemukiman yang padat. Jawaban lainnya
adalah kebersihan yang kurang terjaga dengan salah satu penyebabnya yaitu
sampah yang sengaja dibuang sembarangan yang berasal dari kereta yang
berjalan.
Letak pemukiman yang strategis adalah salah satu daya tarik yang membuat
masyakat tetap bermukim di Kelurahan Bekasi Jaya meskipun
kenyamanan/ketenangan cukup terganggu akibat bising. Cukup banyak
eksternalitas positif yang dirasakan masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut.
Tabel 12 menunjukkan eksternalitas positif menurut responden yang tinggal dekat
rel kereta api di Kelurahan Bekasi Jaya.
Page 52
40
Tabel 12 Eksternalitas positif tinggal dekat rel kereta api di Kelurahan Bekasi
Jaya menurut responden
Eksternalitas Positif Frekuensi (orang) Persentase (%)
akses mudah dan cepat 43 62
penghematan transportasi dan akses mudah,cepat 7 10
dekat dengan tempat kerja dan akses mudah,cepat 12 17
murah harga kontrakan 1 2
penghematan biaya transportasi dan dekat
dengan tempat kerja 1 1
penghematan biaya transportasi dan akses mudah,
cepat 3 4
harga tanah meningkat dan akses mudah, cepat 3 4
Total 70 100
Sumber : Data primer diolah 2013
Tabel 12 menunjukkan eksternalitas positif yang dirasakan masyarakat yang
tinggal dekat dengan kereta api antara lain, penghematan biaya transportasi dan
akses mudah dan cepat. Hampir seluruh responden sepakat bahwa eksternalitas
positif tinggal di wilayah tersebut adalah akses yang mudah dan cepat sebesar 62
persen (43 orang). Hal tersebut dikarenakan letak strategis wilayah tersebut dekat
dengan terminal, stasiun, dan pasar. Selain itu sebesar 10 persen (12 orang)
merasakan eksternalitas positif tinggal di wilayah tersebut karena dekat dengan
tempat kerja dan akses yang mudah, cepat.
Masyarakat yang tinggal di Kelurahan Bekasi Jaya banyak yang menempati
tanah warisan orangtua mereka namun ada juga yang menempati rumah sendiri,
sewa ataupun kontrak. Status kependudukannya hampir berimbang antara
penduduk pendatang dan penduduk asli. Tabel 13 menunjukkan status
kepemilikan rumah responden.
Tabel 13 Status kepemilikan rumah responden di Kelurahan Bekasi Jaya
Sumber : Data primer diolah 2013
Status Kepemilikan
Rumah Frekuensi (orang)
Persentase (%)
milik sendiri 50 71
bukan milik sendiri 20 29
Total 70 100
Page 53
41
Tabel 13 menunjukkan status kepemilikan rumah dibagi menjadi dua, yaitu
milik sendiri dan bukan milik sendiri. Status kepemilikan rumah dengan milik
sendiri jauh lebih banyak dibandingkan dengan status kepemilikan rumah bukan
milik sendiri. Status kepemilikan rumah milik sendiri dengan persentase 71 persen
(50 orang) sedangkan rumah bukan milik sendiri (sewa/kontrak) 29 persen (20
orang).
5.2 Karakteristik Responden
Karakteristik umum responden masyarakat yang tinggal dekat dengan rel
kareta api didasarkan pada hasil survei terhadap 70 responden yang mewakili
masing-masing KK. Karakteristik responden digambarkan dengan diagram pie.
5.2.1 Jenis Kelamin
Sebagian besar responden dalam penelitian ini yaitu laki-laki. Perbandingan
antara responden laki-laki dan perempuan cukup jauh. Jumlah responden laki-laki
54 orang (77 persen) sedangkan perempuan 16 orang (23 persen). Sebaran jenis
kelamin responden dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Sebaran responden menurut jenis kelamin
5.2.2 Usia
Tingkat usia responden menurut hasil survei cukup bervariasi. Persentase
tertinggi yaitu pada kelompok usia 38-44 tahun sebesar 30 persen (21 orang)
sedangkan persentase terendah pada kelompok usia 66-72 tahun sebesar tiga
persen (dua orang). Rata-rata usia responden adalah 43.6 tahun. Gambar 3
menunjukkan sebaran responden menurut perbandingan kelompok usia.
Page 54
42
Gambar 4 Sebaran responden menurut usia
5.2.3 Pendidikan Formal
Sebaran pendidikan formal responden cukup beragam namun sebagian besar
menempuh jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sederajat sebesar 36 persen
(25 orang), Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Sederajat sebesar 27 persen (19
orang), Sekolah Dasar (SD) sebesar 26 persen (18 orang), Tidak Sekolah sebesar
tiga persen (dua orang), dan Perguruan Tinggi sebesar delapan persen (enam
orang). Gambar 5 menunjukkan sebaran pendidikan formal yang ditempuh
responden.
Gambar 5 Sebaran responden menurut pendidikan formal
5.2.4 Pekerjaan
Hasil survei menunjukkan sebagian besar pekerjaan responden adalah
wiraswasta sebesar 50 persen (35 orang) yang dipengaruhi oleh letak pemukiman
yang strategis dekat dengan pasar, terminal, dan stasiun. Pegawai swasta sebesar
20 persen sebanyak 14 orang, buruh dengan persentase 13 persen sebanyak
sembilan orang, Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan persentase tujuh persen (lima
Page 55
43
orang), supir/ojek dengan persentase enam persen sebanyak 4 orang, dan
pekerjaan lainnya sebanyak tiga orang dengan persentase empat persen. Sebaran
jenis pekerjaan responden ditunjukkan oleh Gambar 6.
Gambar 6 Sebaran jenis pekerjaan responden
5.2.5 Tingkat Pendapatan
Pendapatan tertinggi responden dalam penelitian ini sebesar Rp 7 000 000
sedangkan pendapatan terendah responden sebesar Rp 800 000. Kelompok
pendapatan tertinggi yaitu antara Rp 800 000-1 700 000 sebesar 46 persen (32
orang). Kelompok pendapatan dengan persentase terendah adalah Rp 3 500 001-
4 400 000 dan Rp 6 200 001-7 100 000 masing-masing satu persen (satu orang).
Pendapatan antara Rp 1 700 001-2 600 000 sebesar 20 persen (14 orang), dan
Rp 2 600 001-3 500 000 sebesar 26 persen (18 orang). Rata-rata pendapatan
responden adalah Rp 2 245 000. Gambar 7 menunjukkan sebaran pendapatan
responden.
Gambar 7 Sebaran tingkat pendapatan responden
Page 56
44
5.2.6 Jumlah Tanggungan Keluarga
Jumlah tanggungan keluarga responden paling banyak adalah 2-3 orang.
Responden dengan jumlah tanggunga 2 orang sebesar 36 persen (25 orang)
sedangkan jumlah tanggungan 3 orang sebesar 34 persen (24 orang). Jumlah
tanggungan kurang dari sama dengan satu orang sebesar 13 persen (sembilan
orang), jumlah tanggungan empat sebesar 13 persen (sembilan orang), dan lebih
dari sama dengan lima orang sebesar empat persen (tiga orang). Perbandingan
jumlah tanggungan responden dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Sebaran jumlah tanggungan keluarga responden
5.2.7 Lama Tinggal
Rata-rata lama tinggal responden yaitu sekitar 28.28 tahun. Banyak
penduduk asli yang memang sudah tinggal sejak mereka lahir. Lama tinggal
responden dengan persentase tertinggi, yaitu antara 0,1-10 tahun sebesar 24
persen (17 orang), 22-32 tahun sebesar 23 persen (16 orang), 33-43 tahun sebesar
21 persen (15 orang). Lama tinggal denga persentase terendah, yaitu 66-76 tahun
sebesar satu persen. Sebaran lama tinggal responden dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Sebaran lama tinggal responden
Page 57
45
5.2.8 Jarak Tempat Tinggal ke Sumber Bising
Kelompok jarak tempat tinggal responden ke sumber bising antara 5-11
meter sebesar 52 persen (36 orang), 12-18 meter sebesar 15 persen (10 orang), 19-
25 meter sebesar 16 persen (11 orang), 26-32 meter sebesar tiga persen (dua
orang), 33-39 meter sebesar tujuh persen (lima orang), 40-46 meter sebesar tiga
persen (dua orang), dan 47-53 meter sebesar empat persen (tiga orang). Mayoritas
responden tinggal pada jarak antara 5-11 meter. Sebaran responden menurut jarak
tempat tinggal ke sumber bising dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10 Sebaran jarak tempat tinggal responden ke sumber bising
(rel kereta api)
Page 58
46
VI HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Analisis Eksternalitas Negatif Akibat Kebisingan Kereta Api
Kebisingan dari kereta api masuk kedalam kebisingan semi kontinyu
menurut asal sumber. Hal tersebut dikarenakan kebisingan kereta api terjadi hanya
saat kereta api melintas yang seketika datang kemudian menghilang dan akan
datang lagi. Kejadian tersebut terus berulang karena setiap harinya aktivitas kereta
api terus berjalan. Hasil penelitian terhadap 70 responden di Kelurahan Bekasi
Jaya, khususnya RW 02 dan 05 menunjukkan bahwa seluruh responden
merasakan eksternalitas negatif akibat aktivitas kereta api. Tabel 14 menunjukkan
frekuensi dan persentase masyarakat yang merasakan eksternalitas negatif.
Tabel 14 Eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat akibat aktivitas kereta
api di Kelurahan Bekasi Jaya
Eksternalitas Negatif Frekuensi (orang) Persentase (%)
ya 70 100
tidak 0 0
Total 70 100
Sumber : Data primer diolah 2013
Tabel 14 menunjukkan bahwa sebanyak 70 orang dengan persentase sebesar
100 persen merasakan eksternalitas negatif. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas
kereta api memang menimbulkan dampak negatif yang cukup besar bagi
masyarakat yang tinggal dekat dengan kereta api di wilayah tersebut. Bentuk
eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat akibat aktivitas kereta api adalah
keamanan, polusi kebisingan dan getaran, dan kriminalitas berupa lemparan batu.
Tabel 15 menunjukkan bentuk eksternalitas yang paling dirasakan masyarakat
akibat aktivitas kereta api.
Tabel 15 Bentuk eksternalitas negatif akibat aktivitas kereta api
Bentuk Eksternalitas Negatif Frekuensi (orang) Persentase (%)
keamanan 20 29
polusi kebisingan dan getaran 47 67
kriminalitas (lemparan batu) 3 4
Total 70 100
Sumber : Data primer diolah 2013
Page 59
47
Bentuk eksternalitas yang paling dirasakan adalah polusi kebisingan dan
getaran dengan persentase 67 persen sebanyak 47 orang. Kereta api yang
berlalulalang menimbulkan bising dan getaran yang awalnya sangat mengganggu
masyarakat. Bising yang dirasakan dapat berdampak pada gangguan tidur, mudah
terkejut, gangguan konsentrasi, memicu datangnya penyakit, dan gangguan
pembicaraan/komunikasi. Getaran dari kereta api yang sedang melintas memiliki
dampak pada retaknya tembok-tembok rumah masyarakat sekitar dan kaca rumah
pernah mengalami pecah seketika karena getaran yang cukup besar.
Keamanan dengan persentase 29 persen sebanyak 20 orang. Keamanan yang
dimaksud adalah adanya risiko kecelakaan. Misalnya penutup pintu kereta api
yang tidak berfungsi, kecerobohan pengguna jalan, dan anak-anak yang suka
bermain dekat rel kereta api. Kriminalitas berupa lemparan batu dengan
persentase empat persen sebanyak tiga orang. Lemparan batu terjadi saat
keamanan terhadap komponen transportasi belum ditingkatkan, seperti saat masih
banyaknya pengguna kereta api yang duduk ataupun berdiri di atap kereta api
yang berjalan, khususnya pendukung sepakbola daerah yang bermain di Jakarta.
Mereka suka melempari pemukiman dengan batu sehingga menyebabkan adanya
kerusakan rumah, seperti genteng ataupun etalase rumah masyarakat.
Bentuk eksternalitas seperti keamanan (kecelakaan) tergolong rutin setiap
tahunnya terjadi. Menurut responden, kecelakaan sering terjadi di pintu
perlintasan kereta api namun dahulu juga pernah terjadi di daerah pemukiman
mereka, seperti anak yang sedang bermain layangan di dekat rel yang lepas dari
perhatian orang tuanya. Kecelakaan dapat terjadi 2-3 kali setiap tahunnya.
Tindakan kriminalitas seperti lempar batu terjadi saat demam sepak bola
berlangsung. Saat itu, keamanan pada sarana transportasi kereta api belum
meningkat dibandingkan dengan kondisi sekarang.
Bentuk eksternalitas negatif berupa kebisingan dipengaruhi oleh lama
tinggal seseorang. Faktor lama tinggal merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi masyarakat merasakan bising atau tidak bising. Tabel 16
menunjukkan persepsi kualitas bising yang dirasakan responden.
Page 60
48
Tabel 16 Kualitas bising yang dirasakan responden akibat aktivitas kereta api
Kualitas Kebisingan Frekuensi (orang) Persentase (%)
bising 41 59
tidak bising 29 41
Total 70 100
Sumber : Data primer diolah 2013
Responden yang menjawab bising memiliki lama tinggal yang lebih singkat
daripada responden yang menjawab tidak bising. Hal tersebut dikarenakan suara
kebisingan telah mengadaptasi dalam kehidupan sehari-hari. Persentase responden
menjawab bising sebesar 59 persen (41 orang) sedangkan menjawab tidak bising
sebesar 41 persen (29 orang) dari total responden 70 orang.
Kebisingan dan getaran yang dirasakan memberikan pengaruh pada
kenyamanan. Masalah kebisingan dan getaran bagi masyarakat yang sudah lama
tinggal dekat rel kereta api hampir tidak berpengaruh lagi mereka karena sudah
terbiasa. Pendapat sebagian responden merasakan pengaruh kebisingan dan
getaran, seperti mengganggu pendengaran dan istirahat. Pengaruh kebisingan dan
getaran terhadap kenyamanan dapat dilihat dalam Tabel 17.
Tabel 17 Pengaruh kebisingan dan getaran terhadap kenyamanan responden
akibat aktivitas kereta api
Pengaruh Kebisingan dan Getaran Frekuensi (orang) Persentase (%)
sangat mengganggu pendengaran, mengganggu
istirahat, dan mengganggu aktivitas 0 0
mengganggu pendengaran, mengganggu istirahat,
dan mengganggu aktivitas 0 0
mengganggu pendengaran, mengganggu istirahat,
dan tidak mengganggu aktivitas 7 10
sedikit mengganggu pendengaran, tidak
mengganggu istirahat, dan tidak mengganggu
aktivitas 24 34
tidak mengganggu pendengaran, tidak mengganggu
istirahat, dan tidak mengganggu aktivitas 39 56
Total 70 100
Sumber : Data primer diolah 2013
Tabel 17 menunjukkan sebanyak 39 orang (56 persen) responden menjawab
bahwa pengaruh kebisingan terhadap kenyamanan tidak mengganggu
pendengaran, tidak mengganggu istirahat, dan tidak mengganggu aktivitas.
Page 61
49
Sebanyak 24 orang (34 persen) responden menjawab kebisingan sedikit
mengganggu pendengaran, tidak mengganggu istirahat, dan tidak mengganggu
aktivitas. Sebanyak tujuh orang (10 persen) responden menjawab kebisingan
mengganggu pendengaran, mengganggu istirahat, dan tidak mengganggu
aktivitas. Responden yang menjawab pengaruh kebisingan tersebut mengganggu
pendengaran, istirahat, dan tidak mengganggu aktivitas dipengaruhi lama tinggal
yang lebih singkat dibandingkan dengan responden yang menjawab lainnya (rata-
rata lama tinggalnya 11 tahun). Responden yang menjawab pengaruh kebisingan
tersebut tidak mengganggu pendengaran, istirahat, dan aktivitas dipengaruhi oleh
lama tinggal yang lebih lama dibandingkan responden yang menjawab lainnya
(rata-rata lama tinggalnya 35 tahun).
Kebisingan dapat menimbulkan eksternalitas negatif yang mengganggu dan
merugikan manusia. Eksternalitas negatif yang dirasakan responden akibat
kebisingan kereta api di Kelurahan Bekasi Jaya dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18 Eksternalitas negatif yang dirasakan responden akibat kebisingan
kereta api di Kelurahan Bekasi Jaya
Eksternalitas Negatif Frekuensi (orang) Persentase (%)
gangguan komunikasi 70 100
Total 70 100
gangguan mudah terkejut 3 9
gangguan susah tidur dan mudah terkejut 6 19
gangguan emosional/mental
dan mudah terkejut 2 6
gangguan konsentrasi 14 44
gangguan emosional/mental dan susah tidur 1 3
gangguan emosional 6 19
Total 32 100
gangguan peningkatan tekanan darah 9 22
gangguan peningkatan tekanan darah
dan peningkatan denyut nadi 1 2
gangguan fungsi pencernaan 16 40
gangguan peningkatan tekanan darah
dan fungsi pencernaan 10 25
gangguan peningkatan denyut nadi dan fungsi pencernaan 3 8
gangguan peningkatan denyut nadi 1 3
Total 40 100
Sumber : Data primer diolah 2013
Page 62
50
Berdasarkan Tabel 18, gangguan komunikasi dirasakan semua responden
dengan persentase 100 persen (70 orang). Gangguan komunikasi yang timbul,
seperti suara yang dibutuhkan lebih kencang/berteriak untuk tetap berkomunikasi
dan ketika kereta api berjalan maka orang yang sedang mengobrol beberapa
berhenti sejenak hingga kereta api selesai melintas. Sebanyak 32 orang dari 70
orang responden mengalami jenis gangguan, seperti mudah terkejut, susah tidur,
emosional, dan konsentrasi. Gangguan konsentrasi dirasakan sebanyak 14 orang
(20 persen). Konsentrasi responden menjadi berkurang dan terganggu saat kereta
melintas. Gangguan susah tidur dan mudah terkejut sebanyak enam orang (19
persen). Gangguan emosional sebanyak enam orang (19 persen). Gangguan
mudah terkejut sebanyak tiga orang (empat persen). Gangguan emosional/mental
dan mudah terkejut sebanyak dua orang (tiga persen). Gangguan
emosional/mental dan susah tidur sebanyak satu orang (satu persen). Responden
yang mengalami gangguan susah tidur adalah responden yang belum lama tinggal
di wilayah tersebut. Selain itu, masyarakat juga sering terkejut apabila kereta api
datang di tengah malam saat sedang tidur dan memancing emosi.
Hasil survei menunjukkan sebanyak 40 orang dari 70 orang responden
mengalami jenis gangguan lainnya, seperti peningkatan tekanan darah,
peningkatan denyut nadi, dan terganggunya fungsi pencernaan akibat kebisingan.
Sebanyak sembilan orang dengan persentase 13 persen masyarakat mengalami
peningkatan tekanan darah. Peningkatan tekanan darah dan peningkatan denyut
nadi sebanyak satu orang (dua persen). Terganggu fungsi pencernaan sebanyak
16 orang (23 persen), peningkatan tekanan darah dan terganggu fungsi pencernaan
sebanyak 10 orang (14 persen), peningkatan denyut nadi dan terganggu fungsi
pencernaan sebanyak tiga orang (empat persen), dan peningkatan denyut nadi satu
orang (satu persen). Responden yang merasakan gangguan seperti diatas akibat
kebisingan memiliki rata-rata lama tinggal (33 tahun) yang lebih lama
dibandingkan dengan responden yang tidak merasakan gangguan akibat
kebisingan (22 tahun). Faktor jarak tempat tinggal ke sumber bising tidak
memiliki pengaruh yang cukup besar karena rata-rata jaraknya hampir sama.
Responden yang merasakan gangguan tersebut rata-rata jarak tempat tinggal ke
Page 63
51
sumber bising adalah 14.3 meter sedangkan responden yang tidak merasakan
gangguan akibat kebisingan jarak tempat tinggal ke sumber bisingnya adalah 13.8
meter.
Kebisingan yang tidak dapat terhindarkan membuat masyarakat melakukan
suatu usaha untuk mengatasinya. Tabel 19 menunjukkan usaha yang dilakukan
responden untuk mengatasi kebisingan. Usaha yang dilakukan responden untuk
mengatasi kebisingan, diantaranya menutup telinga dan menyetel musik.
Tabel 19 Usaha yang dilakukan untuk mengatasi kebisingan akibat aktivitas
kereta api
Usaha yang Dilakukan Frekuensi (orang) Persentase (%)
diam saja 59 84
menutup telinga 10 14
menyetel musik 1 2
Total 70 100
Sumber : Data primer diolah 2013
Hasil suvei langsung kepada responden mengenai usaha mereka untuk
mengatasi kebisingan yang terjadi, sebanyak 84 persen (59 orang) menjawab diam
saja/pasrah. Sebanyak 14 persen (10 orang) menjawab menutup telinga dan dua
persen (satu orang) menjawab menyetel musik sebagai usahanya dalam mengatasi
kebisingan. Besarnya persentase responden yang bersikap diam saja/pasrah dalam
mengatasi kebisingan disebabkan oleh sudah terbiasanya mereka dengan
kebisingan yang terjadi meskipun tetap mengganggu kenyamanan/ketenangan
mereka. Selain karena hal tersebut, mereka sadar bahwa kebisingan merupakan
risiko yang harus mereka terima dengan memilih tempat tinggal dekat dengan rel
kereta api.
6.2 Analisis Kesediaan Rumahtangga Menerima Dana Kompensasi
Hampir seluruh rumahtangga bersedia menerima kompensasi akibat
kebisingan aktivitas kereta api. Sebanyak 60 orang responden dari total responden
70 orang bersedia menerima dana kompensasi sedangkan 10 orang tidak bersedia
menerima dana kompensasi. Tabel 20 menunjukkan kesediaan rumahtangga
dalam menerima dana kompensasi.
Page 64
52
Tabel 20 Kesediaan rumahtangga dalam menerima kompensasi akibat kebisingan
kereta api
Kesediaan Rumahtangga dalam
Menerima Kompensasi Frekuensi (orang) Persentase (%)
ya 60 86
tidak 10 14
Total 70 100
Sumber : Data primer diolah 2013
Sebanyak 60 responden dengan persentase 86 persen bersedia menerima
dana kompensasi. Mereka bersedia menerima dana kompensasi sebagai uang
tambahan biaya kesehatan juga merupakan salah satu alasan untuk menerima
kompensasi. Responden mengakui bahwa lintasan kereta api yang berdiri terlebih
dahulu dibandingkan dengan pemukiman namun tetap saja mereka merasakan
eksternalitas negatifnya, berupa kebisingan dan getaran. Hal tersebut dikarenakan
mereka tinggal di pemukiman yang jaraknya dekat dengan rel kereta api namun
kepemilikan rumah mereka adalah milik sendiri. Adanya alasan tersebut membuat
mereka merasakan adanya kerugian akibat kebisingan kereta api setiap harinya
yang menimbulkan berbagai gangguan.
Tabel 21 menujukkan alasan 10 responden tidak bersedia menerima
kompensasi. Alasan tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti kondisi
lingkungan, lama tinggal, dan pendidikan.
Tabel 21 Alasan responden tidak bersedia menerima kompensasi akibat
kebisingan kereta api
Alasan Tidak Bersedia Menerima Kompensasi Frekuensi (orang) Persentase (%)
telah terbiasa oleh kebisingan 5 50
resiko yang harus ditanggung karena tinggal dekat
dengan kereta api 2 20
rasa kekhawatiran apabila menerima dana
kompensasi 3 30
Total 10 100
Sumber : Data primer diolah 2013
Tabel 21 menunjukkan alasan responden tidak bersedia menerima dana
kompensasi. Sebanyak lima orang (50 persen) telah terbiasa oleh kebisingan yang
terjadi. Mereka tidak bersedia menerima kompensasi karena kebisingan
merupakan suatu hal yang telah terbiasa bagi mereka. Hal ini dipengaruhi oleh
Page 65
53
faktor lama tinggal responden. Semakin lama tinggal maka responden telah
terbiasa oleh kebisingan tersebut meskipun mengganggu mereka. Sebanyak dua
orang (20 persen) menyatakan pilihan tinggal dekat dengan rel kereta api
merupakan resiko yang harus ditanggung mereka. Alasan rasa kekhawatiran
apabila menerima dana kompensasi diperoleh sebanyak tiga orang (30 persen).
Oleh karena itu, mereka lebih baik untuk menolak pemberian dana kompensasi.
Adanya berbagai alasan menolak dana kompensasi tersebut dilatarbelakangi oleh
pendidikan yang tergolong rendah sehingga mereka cenderung takut untuk
menerima dana tersebut.
Mayoritas rumahtangga mengharapkan dana kompensasi digunakan untuk
kepentingan umum dan sesuai dengan kepentingan saat ini. Bentuk kompensasi
yang diharapkan rumahtangga terdapat dalam Tabel 22.
Tabel 22 Kompensasi yang diharapkan rumahtangga akibat kebisingan kereta api
Kompensasi yang Diharapkan Frekuensi (orang) Persentase (%)
biaya kesehatan yang ditanggung 22 37
dana tunai kompensasi 9 15
pembuatan infrastruktur (tembok) 22 37
pagar pengaman 5 8
pembuatan klinik kesehatan 2 3
Total 60 100
Sumber : Data primer diolah 2013
Bentuk kompensasi yang diharapkan responden berupa biaya kesehatan
yang ditanggung sebesar 37 persen (22 orang). Bentuk kompensasi berupa biaya
kesehatan lebih banyak diharapkan responden karena mereka berpendapat bahwa
kesehatan itu penting. Adanya biaya kesehatan yang ditanggung akan
memudahkan mereka untuk berobat sewaktu-waktu tanpa memikirkan beban
biaya yang harus ditanggung. Hal tersebut dipicu oleh faktor usia responden yang
tergolong tua sehingga mengharapkan biaya kesehatan yang ditanggung.
Bentuk dana kompensasi berupa pembuatan infrastruktur sebesar 37 persen
(22 orang). Hal tersebut dikarenakan tidak adanya infrastruktur tembok untuk
pengendali atau peredam bising. Adanya pemberian dana kompensasi tersebut
diharapkan bisa memberikan dampak positif/keuntungan berupa pembuatan
infrastruktur tersebut untuk meminimalisir bising yang ditimbulkan. Bentuk
Page 66
54
kompensasi lainnya yang diharapkan, yaitu dana kompensasi berupa uang tunai
sebesar 15 persen (sembilan orang), pembuatan klinik kesehatan sebesar tiga
persen (dua orang), dan pembuatan pagar pengaman sebesar delapan persen (lima
orang).
6.3 Analisis Estimasi Nilai Dana Kompensasi (Willingness to Accept)
Mengetahui kesediaan masyarakat untuk menerima (WTA) dana
kompensasi akibat kebisingan kereta api dengan menanyakan langsung kepada
responden. Mengestimasi besarnya nilai WTA dengan menggunakan enam
tahapan CVM, yaitu :
1 Membangun Pasar Hipotesis
Seluruh responden diberikan skenario atau informasi bahwa PT. X akan
memberlakukan kebijakan pemberian dana kompensasi terhadap masyarakat yang
tinggal dekat dengan rel kereta api karena terkena dampak negatif, yaitu
kebisingan. Pemberian dana kompensasi tersebut sebagai ganti rugi akibat
kebisingan yang terjadi setiap harinya yang dapat mengganggu masyarakat. Dana
kompensasi mencerminkan besarnya nilai kerugian yang dirasakan dan kesediaan
menerima akibat dampak negatif yang ditimbulkan.
2 Memperoleh Nilai WTA
Besarnya nilai WTA didapatkan dari hasil wawancara langsung kepada
responden. Responden menginginkan nilai WTA yang cukup beragam mulai dari
Rp 65 000 hingga Rp 95 000. Starting point nilai WTA ditentukan berdasarkan
biaya kesehatan.
3 Menghitung Dugaan Nilai Rata-rata WTA
Dugaan nilai rata-rata WTA responden dihitung berdasarkan distribusi
WTA responden. Berdasarkan hasil survei, didapat variasi nilai WTA yang
bersedia diterima responden melalui metode bidding game. Tabel 23
menunjukkan perhitungan nilai WTA.
Page 67
55
Tabel 23 Distribusi kompensasi rumahtangga akibat kebisingan kereta api
No Nilai WTA
(Rp/bulan/RT)
Responden
Mean WTA (Rp) Frekuensi
(orang)
Frekuensi
Relatif (%)
1. 65 000 2 4 2166.67
2. 70 000 8 14 9333.33
3. 75 000 11 18 13750.00
4. 80 000 14 23 18666.67
5. 85 000 11 18 15583.33
6. 90 000 11 18 16500.00
7. 95 000 3 5 4750.00
Total 60 100 80750.00
Sumber : Data primer diolah 2013
Dugaan nilai rata-rata WTA responden dari perhitungan Tabel 23 adalah
sebesar Rp 80 750 per bulan per rumahtangga. Nilai WTA tertinggi yang
bersedia diterima responden adalah sebesar Rp 95 000 sebanyak tiga orang
sedangkan nilai terendahnya yang bersedia diterima responden sebesar Rp 65 000
Nilai WTA yang paling banyak diterima responden sebesar Rp 80 000 sebanyak
14 orang. Nilai tersebut mencerminkan besarnya kerugian yang dirasakan
responden yang terkena eksternalitas negatif akibat kebisingan kereta api.
4 Menduga Kurva Penawaran (Bid Curve)
Berdasarkan nilai WTA akibat kebisingan akan dibentuk kurva WTA.
Kurva penawaran WTA menggambarkan hubungan antara besarnya nilai WTA
(Rp/bulan/RT) dengan jumlah responden yang bersedia menerima WTA pada
tingkat tertentu. Gambar 11 menunjukkan kurva penawaran nilai WTA.
Sumber : Data primer diolah 2013
Gambar 11 Dugaan kurva penawaran WTA
Page 68
56
Berdasarkan Gambar 10, dapat dilihat nilai WTA yang diinginkan
responden. Nilai WTA yang diperoleh mulai dari Rp 65 000 hingga Rp 95 000.
Kesimpulan dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa semakin tinggi nilai WTA,
maka responden akan cenderung bersedia menerima dana kompensasi.
5 Menentukan Total WTA (Agregating Data)
Nilai total dugaan WTA rumahtangga dihitung berdasarkan nilai awal WTA
yang bersedia diterima masing-masing responden. Terdapat tujuh variasi nilai
WTA responden. Tabel 24 menunjukkan hasil perhitungan total WTA
rumahtangga Kelurahan Bekasi Jaya.
Tabel 24 Total kompensasi rumahtangga akibat kebisingan kereta api
No Nilai WTA
(Rp/bulan/RT)
Responden Jumlah WTA
Responden (Rp) Frekuensi
(orang)
Frekuensi
Relatif (%)
1. 65 000 2 4 130000
2. 70 000 8 14 560000
3. 75 000 11 18 825000
4. 80 000 14 23 1120000
5. 85 000 11 18 935000
6. 90 000 11 18 990000
7. 95 000 3 5 285000
Total WTA Responden 60 100 4845000
Total WTA Masyarakat 280 22 610 000
Sumber : Data primer diolah 2013
Berdasarkan hasil perhitungan, nilai total WTA responden adalah sebesar
Rp 4 845 000 per bulan. Nilai total WTA masyarakat diduga sebesar
Rp 22 610 000 per bulan yang diperoleh dari hasil perkalian jumlah populasi
masyarakat yang tinggal dekat dengan rel kereta api, yaitu 280 KK dengan rata-
rata WTA rumahtangga. Nilai tersebut dapat menjadi pertimbangan pengambilan
keputusan pada pihak terkait untuk menentukan nilai kompensasi akibat
kebisingan yang terjadi. Nilai total WTA mencerminkan kerugian yang dirasakan
seluruh masyarakat akibat eksternalitas negatif kebisingan. Nilai total WTA yang
didapat merupakan biaya eksternal (MEC) yang seharusnya ditanggung oleh
pihak yang menimbulkan eksternalitas.
Page 69
57
6 Evaluasi Pelaksanaan CVM
Menurut Mitcell dan Carson (1989) dalam Hanley and Spash (1993),
penelitan yang berhubungan dengan benda-benda lingkungan, R-square dapat
ditolerir hingga 15 persen. Hasil pengolahan regresi berganda dalam penelitian
ini, diperoleh nilai R-adjusted square sebesar 53.3 persen. Pelaksanaan CVM
dalam penelitian ini dapat diyakini kebenaran dan keandalannya.
6.4 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai Dana
Kompensasi (Willingness to Accept)
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTA dengan
menggunakan analisis regresi berganda. Dependent variable (variabel terikat)
adalah nilai WTA rumahtangga. Independent variable (variabel bebas) adalah usia
responden, pendidikan, pendapatan, status kepemilikan rumah, lama tinggal, jarak
tempat tinggal ke sumber bising, kenyamanan akibat bising, kualitas bising,
jumlah tanggungan keluarga, dan pekerjaan pegawai negeri sipil, pegawai swasta,
wiraswasta, buruh, dan supir/ojek. Nilai R-square adjusted sebesar 53.3 persen
menunjukkan bahwa variabel-variabel usia, pendidikan, pendapatan, status
kepemilikan rumah, kenyamanan akibat bising, kualitas bising, lama tinggal, jarak
tempat tinggal ke sumber bising, jumlah tanggungan keluarga, pekerjaan pegawai
negeri sipil, pegawai swasta, buruh, dan supir sebesar 53.3 persen dapat dijelaskan
oleh model sedangkan sisanya 46.7 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
dimasukkan kedalam model. Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai
WTA responden dapat dilihat pada Tabel 25.
Model regresi yang baik tidak diperbolehkan melanggar asumsi klasik, yaitu
tidak terjadi multikolinearitas, heteroskedastisitas, autokorelasi, dan uji asumsi
normalitas. Hasil uji tersebut dalam analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
nilai WTA adalah sebagai berikut :
1 Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas didasarkan pada nilai VIF yang terdapat pada model
yang telah diregresikan. Nilai VIF yang kurang dari 10 (VIF < 10) menunjukkan
tidak terjadi multikolinearitas. Hasil regresi dalam penelitian ini tidak terdapat
Page 70
58
masalah multikolinearitas karena semua variabel VIF nya kurang dari 10 (VIF <
10). Tabel 25 menunjukkan tidak terjadi masalah multikolinearitas pada nilai VIF.
2 Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas dapat dilihat pada grafik scatterplots dan uji gletser.
Berdasarkan grafik scatterplot pada Lampiran 2 terlihat bahwa titik-titik
menyebar secara acak serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka 0 pada
sumbu Y. Dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah heteroskedastisitas pada
model regresi. Selain itu, pada Lampiran 2 merupakan hasil uji gletser yang
menunjukkan tidak terjadi masalah heteroskedastisitas karena semua variabel
bebas atau independent, Sig. (2-tailed) lebih besar dari (α=0.10).
3 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi didasarkan dengan menggunakan uji Durbin-Watson (DW).
Nilai DW antara 1.55 dan 2.46 menunjukkan tidak ada autokorelasi (Firdaus
2004). Hasil pengolahan data didapat nilai DW sebesar 1.755. Dapat disimpulkan
tidak terjadi masalah autokorelasi dalam model regresi. Nilai DW dalam model
ditunjukkan dalam Tabel 25 dan Lampiran 2.
4 Uji Normalitas
Uji normalitas berdasarkan pada uji Kolmogorov-Smirnov dengan
menggunakan software SPSS 16. Tabel 25 dan Lampiran 2 menunjukkan nilai
signifikansi 0.947, yang artinya data terdistribusi normal pada taraf (α=0.10).
Nilai Asymp. Sig. (2-tailed) 0.947 lebih besar dari (α=0.10) maka asumsi residual
menyebar normal terpenuhi.
Tidak terjadi pelanggaran asumsi klasik dalam model regresi, hal ini
menunjukkan model layak untuk digunakan. Model regresi dalam analisis ini
adalah:
WTA = 1.017 + 0.410 PNDK – 0.318 PNDP + 0.767 KBS (dummy) + 0.541
LTG – 0.267 JTS + 0.976 BRH (dummy) + 1.381 SPR (dummy) + e
Page 71
59
Tabel 25 Hasil estimasi model regresi linear berganda terhadap besarnya
nilai kompensasi rumahtangga akibat kebisingan kereta api
Model Unstandardized Coefficients
Sig
Collinearity
Statistics
B T VIF
(Constant) 1.017 .620 .538
UR .099 .681 .499 2.619
PNDK .410 1.974 *.054 2.469
PNDP -.318 -2.733 ***.009 1.438
SKR (dummy) .320 .811 .421 1.689
KAB .060 .214 .831 1.736
KBS (dummy) .767 2.058 **.045 1.808
LTG .541 3.697 ***.001 3.061
JTS -.267 -2.608 **.012 1.550
JTK .027 .159 .874 1.546
PNS (dummy) -.814 -1.146 .258 1.679
PSW (dummy) -.236 -.521 .605 1.858
BRH (dummy) .976 2.175 **.035 1.373
SPR (dummy) 1.381 2.078 **.043 1.471
Sumber : Data primer diolah 2013
keterangan : *** : nyata pada taraf (α=1%)
** : nyata pada taraf (α=5%)
* : nyata pada taraf (α=10%)
Hasil lengkap dari pengolahan data model regresi di atas dapat dilihat pada
Lampiran 2. Uji F dengan P = 0.000 menunjukkan bahwa model regresi sudah
mampu menjelaskan keragaman WTA dan variabel-variabel bebas (independent
variable) secara serentak berpengaruh terhadap perubahan nilai WTA.
Berdasarkan Tabel 25 diketahui bahwa variabel-variabel yang berpengaruh nyata
(signifikan) terhadap model regresi pada α=1%, α=5%, dan α=10% adalah
pendapatan, lama tinggal, jarak tempat tinggal ke sumber bising, kualitas bising,
pekerjaan buruh, supir, dan pendidikan.
R-square 63.6 persen
R-square adj. 53.3 persen
Durbin-Watson 1.755
Sig. F 0.000
Asymp. Sig. (2-tailed) 0.947
Page 72
60
Variabel tingkat pendapatan (PNDP) memiliki nilai P-value (0.009) <
(α=0.01) yang artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model. Koefisien
variabel negatif (-) menggambarkan semakin tinggi tingkat pendapatan
kecenderungan responden untuk menginginkan nilai WTA akan semakin kecil,
asumsi cateris paribus. Variabel tingkat pendapatan sesuai dengan hipotesis awal
bahwa variabel tersebut berpengaruh negatif terhadap besarnya nilai WTA.
Tingkat pendapatan yang tinggi akan berpengaruh pada pertimbangan nilai WTA
yang cenderung menurun. Hal ini dikarenakan meskipun ada kerugian yang
dirasakan namun responden masih mampu membiayai kebutuhan hidup mereka
dengan pendapatan yang dimiliki.
Variabel lama tinggal (LTG) memiliki nilai P-value (0.001) < (α=0.01) yang
artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model. Koefisien variabel positif
(+) menggambarkan semakin lamanya tinggal kecenderungan responden untuk
menginginkan nilai WTA akan semakin besar, asumsi cateris paribus. Variabel
lamanya tinggal sesuai dengan hipotesis awal bahwa variabel tersebut
berpengaruh positif terhadap besarnya nilai WTA. Hal tersebut dikarenakan
semakin lama tinggal di wilayah tersebut maka dampak yang dirasakan akan lebih
banyak dibandingkan dengan yang baru tinggal. Dampak kebisingan dan lainnya
menimbulkan kerugian yang menyebabkan nilai WTA mereka semakin tinggi.
Variabel jarak tempat tinggal ke sumber bising (JTS) memiliki nilai P-value
(0.012) < (α=0.05) yang artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model.
Koefisien variabel negatif (-) menggambarkan semakin jauh jarak tempat tinggal
ke sumber bising kecenderungan responden untuk menginginkan nilai WTA akan
semakin kecil, asumsi cateris paribus. Variabel jarak tempat tinggal ke sumber
bising sesuai dengan hipotesis awal bahwa variabel tersebut berpengaruh negatif
terhadap besarnya nilai WTA. Hal tersebut dikarenakan semakin jauh dari sumber
bising tersebut maka dampak yang dirasakan akan lebih sedikit dibandingkan
dengan yang dekat sumber bising. Lebih sedikitnya dampak kenyamanan,
kebisingan dan lainnya menimbulkan kerugian yang menyebabkan nilai WTA
mereka semakin rendah.
Page 73
61
Variabel kualitas bising (KBS dummy) memiliki nilai P-value (0.045) <
(α=0.05) yang artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model. Koefisien
variabel positif (+) menggambarkan beda rata-rata responden yang menjawab
“bising” cenderung menginginkan nilai WTA yang semakin besar dibandingkan
dengan responden yang menjawab “tidak bising”, asumsi cateris paribus. Variabel
kualitas bising sesuai dengan hipotesis awal bahwa variabel tersebut berpengaruh
positif terhadap besarnya nilai WTA. Jawaban bising dari responden akan
berpengaruh pada pertimbangan nilai WTA yang cenderung meningkat. Hal ini
dikarenakan masyarakat yang menjawab “bising” merasa kebisingan tersebut
mengganggu dan merugikan mereka.
Variabel pekerjaan buruh (BRH dummy) memiliki nilai P-value (0.035) <
(α=0.05) yang artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model. Koefisien
variabel positif (+) menggambarkan beda rata-rata responden yang pekerjaannya
sebagai “buruh” cenderung menginginkan nilai WTA yang semakin besar
dibandingkan dengan responden yang pekerjaannya “bukan buruh”, asumsi cateris
paribus. Variabel pekerjaan buruh sesuai dengan hipotesis awal bahwa pekerjaan
tersebut berpengaruh positif terhadap besarnya nilai WTA. Responden yang
pekerjaannya sebagai buruh tidak memiliki jamsostek/askes untuk menunjang
kesehatan mereka. Adanya faktor tersebut yang menjadi pendorong nilai WTA
berpengaruh positif dengan pekerjaan buruh.
Variabel pekerjaan supir/ojek (SPR dummy) memiliki nilai P-value (0.043)
< (α=0.05) yang artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model. Koefisien
variabel positif (+) menggambarkan beda rata-rata responden yang pekerjaannya
sebagai “supir/ojek” cenderung menginginkan nilai WTA yang semakin besar
dibandingkan dengan responden yang pekerjaannya “bukan supir/ojek”, asumsi
cateris paribus. Variabel pekerjaan supir/ojek sesuai dengan hipotesis awal bahwa
pekerjaan supir/ojek berpengaruh positif terhadap besarnya nilai WTA.
Responden yang pekerjaannya sebagai supir/ojek tidak memiliki jamsostek/askes
untuk menunjang kesehatan mereka. Adanya faktor tersebut yang menjadi
pendorong nilai WTA berpengaruh positif dengan pekerjaan supir/ojek.
Page 74
62
Variabel tingkat pendidikan (PNDK) memiliki nilai P-value (0.054) <
(α=0.10) yang artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model. Koefisien
variabel positif (+) menggambarkan semakin tinggi tingkat pendidikan
kecenderungan responden untuk menginginkan nilai WTA akan semakin besar.
Variabel tingkat pendidikan sesuai dengan hipotesis awal bahwa tingkat
pendidikan berpengaruh positif terhadap besarnya nilai WTA. Hal ini dikarenakan
responden dengan latar belakang pendidikan yang tinggi mengetahui dampak dari
kebisingan selain mengganggu kenyamanan akibat aktivitas kereta api. Mereka
mempertimbangkan nilai WTA yang lebih besar karena merasakan kerugian
akibat kebisingan tersebut walaupun sudah terbiasa dengan kondisi seperti itu.
Variabel usia, status kepemilikan rumah, kenyamanan akibat bising, jumlah
tanggungan keluarga, pekerjaan pegawai negeri sipil, dan pegawai swasta tidak
berpengaruh nyata (signifikan) dalam model regresi ini. Nilai P-value masing-
masing variabel lebih besar dari taraf (α=0.10). Nilai P-value dapat dilihat dalam
Tabel 25. Variabel tersebut tidak berpengaruh nyata dalam model karena
menyebabkan perubahan yang kecil dibandingkan dengan variabel lainnya yang
berpengaruh nyata. Hal tersebut dapat terjadi karena nilai yang kurang beragam
dalam model.
6.5 Implikasi dan Rekomendasi
Kereta api merupakan salah satu sumber pencemar kebisingan. Diperlukan
suatu kebijakan untuk mengurangi kebisingan yang terjadi. Hal tersebut
dikarenakan kebisingan dapat menyebabkan berbagai macam gangguan. Adanya
gangguan tersebut berpengaruh terhadap kenyamanan masyarakat yang tinggal
dekat dengan sumber kebisingan tersebut.
Sekitar jarak 15 meter dari sisi rel kereta api harus dikosongkan untuk
kepentingan aktivitas kereta api. Peraturan yang mengenai perkeretaapian terdapat
dalam Kepmenhub Nomor 52 Tahun 2000 Tentang Jalur Kereta Api dan UU
Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian, yang merupakan pembaharuan
dari UU sebelumnya yaitu UU Nomor 13 Tahun 1992. Kelurahan Bekasi Jaya,
khususnya RW 02 dan 05 sebagian pemukimannya berada dekat dengan rel kereta
Page 75
63
api dengan jarak kurang dari 15 meter. Adanya peraturan tersebut dapat
diindikasikan sebagai batas yang sebenarnya tidak dapat digunakan sembarangan.
Hal yang dapat dikaji dari peraturan-peraturan tersebut adalah optional atau tidak
wilayah dalam penelitian ini untuk sekiranya diberikan dana kompensasi akibat
kebisingan yang berkaitan dengan adanya peraturan tersebut. Dapat ditelaah,
menurut pendapat masyarakat sekitar, lintasan kereta api sudah berdiri sejak dulu
sebelum ada pemukiman.
Hampir seimbang persentase antara penduduk asli dan pendatang. Penduduk
asli kebanyakan merupakan masyarakat yang turun-temurun menempati tanah
warisan orang tua. Menurut hasil survei, rata-rata lama tinggal masyarakat adalah
28 tahun. Peraturan sekitar 15 meter dari rel yang digunakan untuk kegiatan
perkeretaapian ada sejak tahun 1992, 2000, dan 2007 (21 tahun, 14 tahun, dan
tujuh tahun yang lalu). Hal tersebut dapat menjadi salah satu pertimbangan
optional kompensasi mungkin dapat dilakukan karena masyarakat sudah dahulu
ada sebelum peraturan dibuat. Selain itu, masyarakat yang tinggal bukanlah
termasuk dalam pemukiman liar karena mereka memiliki sertifikat tanah.
Pemukiman liar yang biasa ditemukan di sempadan kereta api merupakan
pemukiman dengan tidak adanya kejelasan kepemilikan sertifikat tanah. Mereka
tidak memiliki hak atas tanah mereka sehingga apabila terjadi penggusuran maka
tidak diberi uang ganti rugi. Berbeda dengan pemukiman liar seperti hal tersebut,
pemukiman dalam penelitian ini bukan merupakan pemukiman liar meskipun
jarak pemukiman dekat dengan rel kereta api. Hal tersebut dapat dilihat dari isu
yang berkembang di wilayah tersebut. Terdapat isu relokasi pemukiman karena
adanya proyek double track kereta api. Hingga saat ini masyarakat belum
menerima ganti rugi atas pemukiman karena belum adanya realisasi dari relokasi
tersebut. Menurut pendapat masyarakat, sudah pernah terjadi penawaran harga
tanah dan bangunan antara masyarakat dengan pihak yang terkait dalam proyek
tersebut.
Adanya hal tersebut menunjukkan perlunya mengkaji mengenai optional
atau tidaknya pihak yang menimbulkan eksternalitas kebisingan mengkompensasi
masyarakat di wilayah tersebut. Pemberian dana kompensasi akibat kebisingan
Page 76
64
kereta api belum pernah dilakukan. Hasil dari analisis menunjukkan mungkin
perlu adanya kompensasi yang dapat dilakukan untuk mengurangi kerugian
masyarakat berupa kompensasi apabila masyarakat sakit akibat dampak dari
kebisingan. Hal tersebut dikarenakan kebisingan dapat menyebabkan berbagai
macam gangguan.
Page 77
65
VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Simpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1 Eksternalitas negatif yang dirasakan responden akibat kebisingan kereta api di
pemukiman dekat rel kereta api Kelurahan Bekasi Jaya, seperti gangguan
komunikasi yang dirasakan semua responden sebanyak 70 responden, 32
responden mengalami jenis gangguan, seperti mudah terkejut, susah tidur,
emosional, dan konsentrasi. Sebanyak 40 responden mengalami gangguan
lainnya, seperti peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut nadi, dan
terganggunya fungsi pencernaan akibat kebisingan.
2 Mayoritas responden bersedia menerima dana kompensasi akibat eksternalitas
kebisingan yang terjadi. Rencana alokasi dana kompensasi apabila memang
ada akan digunakan untuk alokasi biaya kesehatan, pembuatan infrastruktur
(tembok), pembuatan klinik kesehatan, dan pembuatan pagar pengaman.
3 Nilai dugaan rata-rata WTA responden adalah sebesar Rp 80 750 per bulan
per kepala keluarga. Nilai dugaan total WTA responden sebesar Rp 4 845 000
per bulan. Nilai total WTA masyarakat sebesar Rp 22 610 000 per bulan.
4 Variabel-variabel yang berpengaruh nyata dalam model secara positif
terhadap nilai WTA responden adalah lama tinggal, kualitas bising, pekerjaan
buruh, supir, dan pendidikan. Variabel-variabel yang berpengaruh nyata
secara negatif terhadap nilai WTA responden adalah pendapatan dan jarak
tempat tinggal ke sumber bising.
7.2 Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian, maka dapat disarankan :
1 Pengendalian kebisingan diperlukan untuk mengatasi eksternalitas negatif
yang dapat terjadi. Hal tersebut bertujuan untuk mengurangi dampak negatif
akibat kebisingan yang dapat mengganggu komunikasi, psikologis, dan
fisiologis manusia. Pengendalian kebisingan dapat berupa mengurangi bising
Page 78
66
langsung sumbernya (teknis), pembuatan infrastruktur peredam kebisingan
(pembuatan tembok, penanaman pohon) maupun alat peredam bising.
2 Pemerintah perlu memerhatikan dan menyelesaikan masalah kebisingan dan
dampaknya sehingga diperlukan pengawasan terhadap wilayah-wilayah yang
terkena kebisingan (akibat kereta api, pesawat terbang, industri) agar
kebisingan dapat diatasi dan tidak melebihi batas ambang baku mutu bising
sehingga ketenangan/kenyamanan masyarakat tidak terganggu. Contohnya,
mengatur waktu jam operasional yang sesuai agar tidak mengganggu
ketenangan/kenyamanan. Selain itu, penegakkan peraturan batas aman tinggal
dekat sumber kebisingan (rel kereta api, industri, bandara) perlu ditingkatkan.
Pengawasan dan pengevaluasian setiap kebijakan diperlukan untuk kebaikan
kebijakan selanjutnya.
3 Penelitian selanjutnya sebaiknya melakukan penelitian mengenai analisis
Willingness to Pay pihak yang menimbulkan kebisingan untuk mengetahui
keseimbangan nilai dana kompensasi.
Page 79
67
DAFTAR PUSTAKA
Atmaja, L.S. 2009. Statistika untuk Bisnis dan Ekonomi. Yogyakarta (ID): Andi
Offset.
Badan Pusat Statistika Kota Bekasi. 2011. Jumlah Penduduk Kota Bekasi Tahun
2010 [internet]. [diacu 27 April 2013]. Tersedia dari :
http://bekasikota.bps.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=
152:penduduk&catid=45:statistik&Itemid=117.
Fahri, S dan Pasha, E. 2010. Kebisingan Dan Tekanan Panas Dengan Perasaan
Kelelahan Kerja Pada Tenaga Kerja Bagian Drilling Pertamina Ep Jambi.
Jurnal UNIMUS (ID).
Fauzi, A. 2010. Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Jakarta (ID): Gramedia
Pustaka Utama.
Feidihal, F. 2012. Tingkat Kebisingan dan Pengaruhnya Terhadap Mahasiswa di
Bengkel Teknik Mesin Politeknik Negeri Padang. Jurnal Teknik Mesin. Vol. 4
(ID).
Firdaus, M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Jakarta (ID): Bumi
Aksara.
Gujarati, D.N. 2007a. Dasar-dasar Ekometrika Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta (ID):
Erlangga.
Gujarati, D.N. 2007b. Dasar-dasar Ekometrika Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta (ID):
Erlangga.
Hanley, N dan C. L. Spash. 1993. Cost-Benefit Analysis and Environment. (UK):
Edward Elgar Publishing Limited.
Juanda, B. 2009. Ekonometrika : Permodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB
Press.
Kelurahan Bekasi Jaya. 2012. Laporan Akhir Tahun 2012. Bekasi : Kelurahan
Bekasi Jaya.
Mangkoesoebroto, G. 1993. Ekonomi Publik. Yogyakarta (ID): Gajah Mada
University Press.
Manik, K.E.S. 2003. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta (ID): Djambatan.
Page 80
68
Martono, N. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif: Analisis Isi dan Analisis Data
Sekunder. Jakarta (ID): PT RajaGrafindo Persada.
[Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup]. 1988. Keputusan
Menteri Kependudukan Lingkungan Hidup No.02/MENKLH/1988 Tentang
Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan. Jakarta (ID).
[Menteri Negara Lingkungan Hidup]. 1996. Keputusan Menteri Lingkungan
Hidup Nomor 48 Tahun 1996 Tentang Baku Mutu Kebisingan. Jakarta (ID).
[Menteri Perhubungan]. 2000. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 52 Tahun
2000 Tentang Jalur Kereta Api. Jakarta (ID).
[Presiden Negara Republik Indonesia]. 1992. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 13 Tahun 1992 Tentang Perkeretaapian. Jakarta (ID).
[Presiden Negara Republik Indonesia]. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian. Jakarta (ID).
Puskesmas Wisma Jaya. 2012. Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat
(LPLPO) Puskesmas. Bekasi : Puskesmas Wisma Jaya.
Rusnam. 1993. Studi Tingkat Kebisingan Kotamadya Bogor Jawa Barat. Tesis
Magister Sains. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sarwoko. 2005. Dasar-dasar Ekonometrika. Yogyakarta (ID) : Andi Offset.
Sianturi, T.N. 2012. Eksternalitas Negatif dari Pencemaran Sungai Musi-
Palembang Terhadap Masyarakat Akibat Kegiatan Industri. Skripsi Sarjana.
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Tampubolon, B.I. 2011. Analisis Willingness to Accept Masyarakat Akibat
Eksternalitas Negatif Kegiatan Pertambangan Batu Gamping (Studi Kasus
Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor). Skripsi Sarjana.
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Wardhana, W.A. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta (ID): Andi
Offset.
Warningsih, T. 2006. Pemetaan Kebisingan dan Penilaian Masyarakat Terhadap
Kebisingan Bandar Udara (Studi Kasus Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II
Page 81
69
Pekanbaru Riau). Tesis Magister Sains. Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Worldbank. 2011. Population, total [internet]. [diacu 26 Mei 2013]. Tersedia dari
: http://search.worldbank.org/all?qterm=population%20in%20the%20world.
Yamin, S. dan Kurniawan, H. 2009. SPSS Complete : Teknik Analisis Statistik
Terlengkap dengan Software SPSS. Jakarta (ID) : Salemba Infotek.
Page 82
70
Lampiran 1 Kuesioner
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA
DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Jalan Kamper Level Wing 5 Kampus IPB Dramaga Bogor 16680
Telepon (0251) 421 762, (0251) 621 834, Fax (0251) 421 762
KUESIONER PENELITIAN
Nomor Responden :
Tanggal Wawancara :
Nama :
No. HP/Telp. :
Alamat :
Kuesioner ini digunakan sebagai bahan skripsi mengenai Eksternalitas Negatif Akibat
Kebisingan Kereta Api Terhadap Masyarakat di Kelurahan Bekasi Jaya, Bekasi
Timur oleh Agustina Rahayu, mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan
Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Mohon
partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuesioner ini dengan teliti dan lengkap
sehingga dapat memberikan data yang sesuai. Informasi ini dijamin kerahasiaannya, tidak
untuk dipublikasikan, dan tidak untuk kepentingan politis. Atas perhatian dan kerjasama
Bapak/Ibu/Saudara/i saya ucapkan terimakasih.
Petunjuk : Isi dan pilihlah salah satu jawaban dengan memberikan tanda [x] pada bagian
yang telah tersedia.
A. Karakteristik Responden
1. Jenis Kelamin : [a]. Laki-laki [b]. Perempuan
2. Usia : ....... Tahun
3. Status : [a]. Menikah [b]. Belum Menikah
4. Pendidikan Formal Terakhir :
[a]. Tidak Sekolah
[b]. SD Kelas [1] [2] [3] [4] [5] [6]
[c]. SMP/Sederajat Kelas [1] [2] [3]
[d]. SMA/Sederajat Kelas [1] [2] [3]
[e]. Perguruan Tinggi [Diploma] [Sarjana] [Magister]
5. Pekerjaan :
[a]. Buruh [b]. PNS [c]. Wiraswasta
[d]. Pegawai Swasta [e]. Supir/ojek [f]. Ibu Rumah Tangga
[g]. Lainnya : .......
Page 83
71
[ ] berhubungan dengan kegiatan kereta api. Sebutkan:.......
[ ] tidak berhubungan dengan kegiatan kereta api. Sebutkan: .......
6. Status Kependudukan : [a]. Penduduk Asli [b]. Penduduk Pendatang : .......
7. Pendapatan per bulan (ditanyakan responden dan semua keluarga) : Rp .......
8. Tambahan sumber pendapatan lainnya yang Bapak/Ibu/Saudara/i miliki : .......
Sumber pendapatan : Rp .......
9. Sumber Pendapatan :
[a]. Berhubungan dengan kegiatan kereta api. Sebutkan: .......
[b]. Tidak berhubungan dengan kegiatan kereta api. Sebutkan: .......
10. Jumlah Tanggungan Keluarga : ....... Orang
11. Lama Tinggal : ....... Tahun
12. Jarak Tempat Tinggal ke Sumber Bising : ....... m
13. Luas Tanah : ....... m2
14. Luas Bangunan : ....... m2
15. Jarak Tempat Tinggal ke Tempat Kerja : ....... m
16. Jenis Bangunan : [a]. Permanen [b]. Semi Permanen
17. Status Tempat Tinggal :
[a]. Milik Sendiri Surat yang dimiliki: .......
[b]. Bukan Milik Sendiri = [Sewa] [Kontrak]
18. Harga Tanah Tempat Tinggal : Rp ....... /m2
19. Apakah Anda pernah menerima biaya kesehatan/insentif akibat polusi kebisingan?
(seperti pemberian periksa kesehatan gratis, penutup telinga, pohon, pembangunan)
tembok dll) [a]. Pernah [b]. Tidak pernah
B. Eksternalitas Positif dan Negatif yang Dirasakan Bermukim di Dekat Rel KA
1. Dampak positif : (langsung tanya usaha, biaya yang dihemat)
Jenis Parameter Ya Tidak
Strategis untuk membuat usaha
Penghematan biaya transportasi
Akses mudah dan cepat
Dekat dengan tempat kerja
Harga tanah meningkat
Lainnya: .......
2. Apakah Anda merasakan dampak positif/keuntungan bermukim di area dekat rel
kereta api?
[a]. Ya [b]. Tidak
Page 84
72
INFORMASI
1. Gangguan apa yang paling Anda rasakan akibat bermukim di dekat area kereta api?
(pilih satu)
[a]. Gangguan kesehatan karena kebisingan suara kereta api berjalan
[b]. Polusi udara akibat aktivitas kereta api
[c]. Kenyamanan
[d]. Keamanan
[e]. Polusi Kebisingan
[f]. Kriminalitas (pencopetan, maling, anak sekolah lempar batu)
[e]. Lainnya : .......
2. Apakah Anda merasakan adanya perubahan gangguan akibat aktivitas kereta api?
[a]. Ya [b]. Tidak
3. Apakah anda merasa bising tinggal di dekat rel kereta api?
[a]. Bising
[b]. Tidak bising
4. Bagaimana kualitas udara di sekitar rumah Anda? (pastinya responden tulis)
a. Sangat Baik Sangat tidak berdebu, suhu tidak panas dan segar saat bernafas
b. Baik Tidak berdebu, suhu tidak panas dan tidak segar saat bernafas
c. Cukup Baik Sedikit berdebu, suhu sedikit panas dan segar saat bernafas
d. Kurang Baik Berdebu, suhu sedikit panas dan segar saat bernafas
e. Tidak Baik Sangat berdebu, suhu panas dan sakit saat bernafas
5. Bagaimana kenyaman akibat kebisingan yang ditimbulkan dari kereta api yang
berjalan dalam kehidupan keseharian Anda? (pastinya responden tulis)
a. Sangat Tidak
Nyaman
Sangat mengganggu pendengaran, mengganggu istirahat,
mengganggu aktivitas dan mengganggu kesehatan
b. Tidak Nyaman Mengganggu pendengaran, mengganggu istirahat, mengganggu
aktivitas dan mengganggu kesehatan
c. Kurang Nyaman Mengganggu pendengaran, mengganggu istirahat, tidak
mengganggu aktivitas dan tidak mengganggu kesehatan
d. Nyaman Sedikit mengganggu pendengaran, tidak mengganggu istirahat,
tidak mengganggu aktivitas dan tidak mengganggu kesehatan
e. Sangat Nyaman Tidak mengganggu pendengaran, tidak mengganggu istirahat,
tidak mengganggu aktivitas dan tidak mengganggu kesehatan
Keputusan Kementrian Lingkungan Hidup KEP-48/MENLH/11/1996 tentang baku
tingkat kebisingan bahwa intensitas kebisingan untuk kawasan perumahan dan
pemukiman adalah 55 dBA. Kebisingan dapat menyebabkan berbagai macam gangguan
terhadap manusia.
Page 85
73
6. Jenis gangguan apa yang sering saudara dan keluarga alami? (beri nomer dari yang
paling sering)
Jenis Gangguan Ya Tidak
Peningkatan tekanan darah
Peningkatan denyut nadi jantung
Terganggunya fungsi pencernaan (lambung)
Kehilangan pendengaran
Gangguan pendengaran
7. Gangguan apa yang sering saudara dan keluarga alami? (beri nomer dari yang paling
sering)
Jenis Gangguan Ya Tidak
Gangguan emosional/mental
Gangguan susah tidur
Gangguan pembicaraan/komunikasi
Gangguan stress
Mudah terkejut
Gangguan terhadap konsentrasi
Cepat tersinggung
8. Kondisi pemukiman Anda:
a. Tidak terjadi kecelakaan a. Tidak terjadi kriminalitas
b. Sangat jarang terjadi kecelakaan b. Sangat jarang terjadi kriminalitas
c. Jarang terjadi kecelakaan c. Jarang terjadi kriminalitas
d. Cukup sering terjadi kecelakaan d. Cukup sering terjadi kriminalitas
e. Sering sekali terjadi kecelakaan e. Sering sekali terjadi kriminalitas
9. Apakah Anda atau keluarga pernah mengalami kecelakaan (keserempet/tertabrak
kereta) sejak tinggal di pemukiman sekarang? (meninggal/tidak meninggal)
[a]. Pernah. [keluarga/orang lain/tetangga]. Sebutkan: ........
[b]. Tidak pernah
10. Apakah Anda berusaha untuk mengatasi kebisingan yang terjadi?
[a]. Ya, sebutkan: a. Menutup telinga saat kereta berjalan
b. Membeli penutup telinga
c. Menanam pohon pengendalian bising
d. Membangun tembok pengendalian bising
e. Lainnya, .......
[b]. Tidak
11. Berapa kali rata-rata Anda sakit atau pergi ke rumah sakit/puskesmas dalam sebulan?
Sebutkan: .......
12. Berapa jumlah orang yang sakit di keluarga dalam sebulan? ....... orang
13. Jenis penyakit apa yang diderita? .......
Page 86
74
14. Adakah biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh Anda?
[a]. Ya, sebesar = Rp ......./bulan/KK
[b]. Tidak
15. Apakah Anda ada keinginan pindah dari rumah yang Anda tempati sekarang?
[a]. Ya. Alasan: .......
[b]. Tidak. Alasan: .......
16. Dampak positif (keuntungan) atau negatif (kerugian) yang paling Anda rasakan
bermukim di area dekat rel kereta api?
[a]. Dampak positif. Alasan :......
[b]. Dampak negatif. Alasan :......
[c]. Dampak positif dan negatif. Alasan :.......
C. Kondisi Tempat Tinggal
1. Apakah Anda suka dengan tempat tinggal anda sekarang?
[a]. Suka [b]. Kurang suka
Alasan : (jawaban boleh lebih dari satu, beri nomor)
[ ] faktor kondisi tempat tinggal
[ ] faktor tetangga
[ ] faktor lingkungan sekitar
[ ] faktor harga tanah
[ ] faktor dekat dengan tempat kerja
[ ] faktor keturunan/tanah warisan
[ ] lainnya: .......
2. Bagaimana kondisi tata lingkungan di area dekat rel kereta api dekat pemukiman
Anda?
(jawaban boleh lebih dari satu, beri nomor)
[a]. Jalan sempit
[b]. Kebersihan kurang terjaga
[c]. Bising
[d]. Padat pemukiman
[e. Lainnya:.......
3. Harapan Anda sebagai penduduk yang tinggal dekat area rel kereta api? (jawaban
boleh lebih dari satu, beri nomor)
[a]. Kebersihan terjaga
[b]. Dibangun tembok penghalang kebisingan
Page 87
75
[c]. Relokasi
[d]. Keamanan ditingkatkan
[e]. Lainnya: ........
D. Informasi Tentang Kesediaan Menerima Dana Kompensasi
SKENARIO
1. Apakah Anda besedia menerima dana kompensasi yang diberikan PT. X sebagai
ganti rugi karena kebisingan yang ditimbulkan?
[a]. Ya
[b]. Tidak
2. Kompensasi apa yang Anda harapkan dari PT. X sebagai ganti rugi akibat
kebisingan?
[a]. Biaya kesehatan yang ditanggung
[b]. Dana Kompensasi
[c]. Pembuatan infrastruktur pengendalian bising (tembok, penutup telinga, pohon)
[d]. Pembuatan klinik kesehatan
[e]. Lainnya : .......
Alasan: .......
3. Jika PT. X akan memberikan kompensasi (ganti rugi) kepada Anda per bulannya,
berapakah minimal besarnya dana kompensasi yang bersedia Anda terima?
[a]. Rp 100 000/bulan [b]. Rp 95 0000/bulan [c]. Rp 90 000/bulan
[d]. Rp 85 000/bulan [e]. Rp 80 000/bulan [f]. Rp 75 000/bulan
[g]. Rp 70 000/bulan [h]. Rp 65 000/bulan [i]. Tidak bersedia
4. Mengapa Anda bersedia/tidak bersedia menerima dana kompensasi sebesar yang
Anda pilih? Alasan : .......
Dilihat dari kondisi lokasi pemukiman masyarakat yang semakin padat dan berada dekat
dengan rel kereta api yang merupakan kawasan kebisingan akan menyebabkan dampak
ketidaknyamanan yang diterima, yaitu kebisingan. Selain itu, kebisingan dapat
menimbulkan berbagai macam jenis gangguan. PT. X akan memberlakukan kebijakan
pemberian dana kompensasi terhadap masyarakat yang terkena dampak. Masyarakat
yang menerima dana kompensasi merupakan masyarakat yang tinggal dekat dengan rel
kereta api.
Page 88
76
Lampiran 2 Hasil Olahan Data Regresi Linear Berganda Fungsi WTA
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 90.046 13 6.927 6.174 .000a
Residual 51.604 46 1.122
Total 141.650 59
a. Predictors: (Constant), SPR (dummy), SKR (dummy), PNS (dummy), BRH (dummy), JTS,
KAB, PSW (dummy), PNDP, JTK, UR, KBS (dummy), PNDK, LTG
b. Dependent Variable: WTA
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .797a .636 .533 1.05916 1.755
a. Predictors: (Constant), SPR (dummy), SKR (dummy), PNS (dummy), BRH (dummy), JTS,
KAB, PSW (dummy), PNDP, JTK, UR, KBS (dummy), PNDK, LTG
b. Dependent Variable: WTA
Uji Autokorelasi : Nilai DW antara 1.55 dan 2.46 menunjukkan tidak ada autokorelasi
(Firdaus 2004). Hasil pengolahan data didapat nilai DW sebesar 1.755.
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 1.017 1.640 .620 .538
UR .099 .145 .098 .681 .499 .382 2.619
PNDK .410 .208 .276 1.974 .054 .405 2.469
PNDP -.318 .116 -.292 -2.733 .009 .696 1.438
SKR (dummy) .320 .394 .094 .811 .421 .592 1.689
KAB .060 .279 .025 .214 .831 .576 1.736
KBS (dummy) .767 .373 .246 2.058 .045 .553 1.808
LTG .541 .146 .576 3.697 .001 .327 3.061
JTS -.267 .102 -.289 -2.608 .012 .645 1.550
JTK .027 .173 .018 .159 .874 .647 1.546
PNS (dummy) -.814 .710 -.132 -1.146 .258 .596 1.679
PSW (dummy) -.236 .452 -.063 -.521 .605 .538 1.858
BRH (dummy) .976 .449 .227 2.175 .035 .728 1.373
SPR (dummy) 1.381 .665 .224 2.078 .043 .680 1.471
a. Dependent Variable:
WTA
Page 89
77
Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 1.017 1.640 .620 .538
UR .099 .145 .098 .681 .499 .382 2.619
PNDK .410 .208 .276 1.974 .054 .405 2.469
PNDP -.318 .116 -.292 -2.733 .009 .696 1.438
SKR (dummy) .320 .394 .094 .811 .421 .592 1.689
KAB .060 .279 .025 .214 .831 .576 1.736
KBS (dummy) .767 .373 .246 2.058 .045 .553 1.808
LTG .541 .146 .576 3.697 .001 .327 3.061
JTS -.267 .102 -.289 -2.608 .012 .645 1.550
JTK .027 .173 .018 .159 .874 .647 1.546
PNS (dummy) -.814 .710 -.132 -1.146 .258 .596 1.679
PSW (dummy) -.236 .452 -.063 -.521 .605 .538 1.858
BRH (dummy) .976 .449 .227 2.175 .035 .728 1.373
SPR (dummy) 1.381 .665 .224 2.078 .043 .680 1.471
a. Dependent Variable:
WTA
keterangan : Hasil regresi dalam penelitian ini tidak terdapat masalah multikolinearitas karena semua variabel
VIF nya kurang dari 10 (VIF<10).
Uji Normalitas (Kolmogorov-Smirnov) :
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 60
Normal Parametersa Mean .0000000
Std. Deviation .93522306
Most Extreme Differences Absolute .068
Positive .068
Negative -.062
Kolmogorov-Smirnov Z .523
Asymp. Sig. (2-tailed) .947
a. Test distribution is Normal.
keterangan :
Nilai Asymp. Sig. (2-tailed) 0.947 lebih besar dari (α=0.10) maka asumsi residual menyebar
normal terpenuhi.
Page 90
78
Uji Heteroskedastisitas
Gambar scatterplot :
Uji Gletjer :
keterangan :
Uji Gletjer untuk mendeteksi ada atau tidaknya masalah heteroskedastisitas. Hasil uji gletjer
menunjukkan tidak terjadi masalah heteroskedastisitas yang dapat dilihat pada Sig. Nilai semua
variabel Sig.nya melebihi α=0,10.
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 1.540 .881 1.748 .087
UR -.014 .078 -.040 -.179 .859 .382 2.619
PNDK .028 .112 .054 .250 .804 .405 2.469
PNDP .037 .063 .099 .595 .555 .696 1.438
SKR (dummy) .048 .212 .041 .227 .821 .592 1.689
KAB -.177 .150 -.215 -1.178 .245 .576 1.736
KBS (dummy) -.175 .200 -.162 -.872 .388 .553 1.808
LTG -.044 .079 -.136 -.563 .576 .327 3.061
JTS -.040 .055 -.127 -.735 .466 .645 1.550
JTK .046 .093 .085 .496 .622 .647 1.546
PNS (dummy) -.121 .382 -.057 -.317 .753 .596 1.679
PSW (dummy) -.081 .243 -.063 -.335 .739 .538 1.858
BRH (dummy) .298 .241 .200 1.234 .223 .728 1.373
SPR (dummy) .105 .357 .049 .293 .771 .680 1.471
a. Dependent Variable: ABRESID
Page 91
79
Lampiran 3 Dokumentasi
Page 92
80
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Agustina Rahayu. Lahir pada tanggal 16 Agustus
1990 di Jakarta. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis tinggal di
lingkungan keluarga yang amat mendukung hidupnya. Jenjang pendidikan penulis
diawali di TK Istana Pelangi pada tahun 1996 dan melanjutkannya ke Sekolah
Dasar Negeri 06 Pagi tahun 1997. Selanjutnya penulis melanjutkan Sekolah
Menengah Pertama Negeri 195 Jakarta Timur pada tahun 2003 dan menempuh
Sekolah Menengah Atas Negeri 91 Jakarta pada tahun 2006. Penulis diterima di
Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI)
yang diterima di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen pada tahun 2009.
Penulis mendapatkan beasiswa PPA/BBM sejak masa perkuliahan tahun
2009. Semasa di IPB, penulis banyak mendapat ilmu, baik hardskill maupun
softskill. Penulis mulai aktif berorganisasi dan kepanitiaan sejak masa TPB
(Tingkat Persiapan Bersama) pada semester 2, yaitu mengikuti UKM Futsal IPB.
Masuk departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan semester 3, penulis
aktif dalam REESA periode kepengurusan 2010/2011 sebagai Badan Pengawas
REESA dan 2011/2012 sebagai staff divisi Entrepreneurship REESA. Penulis
juga aktif dalam beberapa kepanitiaan, baik sebagai panitia tingkat departemen,
fakultas maupun IPB.