Top Banner
PROSIDING Seminar Nasional Fakultas Pertanian Universitas Jambi tahun 2018 Tema: Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Berbasis Sumberdaya Lokal ISBN: 978-602-97051-7-1 E-ISSN : DOI : 212 EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) Indigenous PADA TANAH BEKAS TAMBANG BATUBARA Adi Parulian Lubis 1 , Hamzah 2 , Rike Puspitasari Tamin 2 1 Mahasiswa Fakultas Kehutanan Universitas Jambi 2 Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Jambi +6285311713971 email: [email protected] ABSTRAK Intervensi guna mencapai keberhasilan dalam mereklamasi lahan bekas tambang batubara sangat diperlukan. Salah satu langkah yang dapat dilakukan guna mengimplementasikan hal tersebut adalah penggunaan teknologi isomik (isolat mikroba) seperti penggunaan mikoriza.Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi jenis jenis FMA lokal (Indigenous) serta mempelajari pola sebaran FMA yang terdapat pada tanah bekas tambang batubara. Penelitian dilaksanakanpada bulan Maret sampai Mei 2018. Pengambilan contoh tanah dilakukanpada enam lokasi berbeda secara purposive sampling pada kedalaman 0 cm-20 cmdi perusahaan tambang batubara PT Nan Riang di Desa Ampelu Mudo, Kecamatan Muara Tembesi, Kabupaten Batanghari, sedangkan isolasi dan identifikasi spora dilakukan diLaboratorium Fisika Tanah dan Mineralogi Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 5genus FMA Indigenous (16 jenisGlomus, 5 jenis Acaulospora, 3 jenis Scutellospora, 1 jenis Gigaspora, dan 2 jenis Entrophospora) yang berpotensi dapat dikembangkan untuk kegiatan reklamasi pada lahan bekas tambang batubara. Kata Kunci: Lahan bekas tambang batubara; Eksplorasi; Identifikasi; Mikoriza; indigenous; dan Reklamasi
15

EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA …

Jun 01, 2022

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA …

PROSIDING

Seminar Nasional Fakultas Pertanian Universitas Jambi tahun 2018

Tema: Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Berbasis Sumberdaya Lokal

ISBN: 978-602-97051-7-1 E-ISSN : DOI :

212

EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA

(FMA) Indigenous PADA TANAH BEKAS TAMBANG BATUBARA

Adi Parulian Lubis1, Hamzah2, Rike Puspitasari Tamin2

1Mahasiswa Fakultas Kehutanan Universitas Jambi 2Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Jambi

+6285311713971

email: [email protected]

ABSTRAK

Intervensi guna mencapai keberhasilan dalam mereklamasi lahan bekas tambang batubara

sangat diperlukan. Salah satu langkah yang dapat dilakukan guna mengimplementasikan

hal tersebut adalah penggunaan teknologi isomik (isolat mikroba) seperti penggunaan

mikoriza.Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi jenis – jenis

FMA lokal (Indigenous) serta mempelajari pola sebaran FMA yang terdapat pada tanah

bekas tambang batubara. Penelitian dilaksanakanpada bulan Maret sampai Mei 2018.

Pengambilan contoh tanah dilakukanpada enam lokasi berbeda secara purposive

sampling pada kedalaman 0 cm-20 cmdi perusahaan tambang batubara PT Nan Riang di

Desa Ampelu Mudo, Kecamatan Muara Tembesi, Kabupaten Batanghari, sedangkan

isolasi dan identifikasi spora dilakukan diLaboratorium Fisika Tanah dan Mineralogi

Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat

5genus FMA Indigenous (16 jenisGlomus, 5 jenis Acaulospora, 3 jenis Scutellospora, 1

jenis Gigaspora, dan 2 jenis Entrophospora) yang berpotensi dapat dikembangkan untuk

kegiatan reklamasi pada lahan bekas tambang batubara.

Kata Kunci: Lahan bekas tambang batubara; Eksplorasi; Identifikasi; Mikoriza;

indigenous; dan Reklamasi

Page 2: EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA …

PROSIDING

Seminar Nasional Fakultas Pertanian Universitas Jambi tahun 2018

Tema: Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Berbasis Sumberdaya Lokal

ISBN: 978-602-97051-7-1 E-ISSN : DOI :

213

PENDAHULUAN

Penambangan terhadap sumber daya alam merupakan salah satu aktivitas manusia

yang mampu merusak secara ekstrim lahan hutan. Kegiatan penambangan yang saat ini

marak terjadi meliputi eksploitasi terhadap minyak bumi, emas, tembaga, timah, dan

batubara. Secara umum kegiatan penambangan dapat memberikan keuntungan ekonomis

yang menjanjikan, tetapi di sisi lain juga memberikan dampak kerusakan terhadap

ekosistem tanah dan lingkungan (Ardhana, 2011; Budiana et al., 2017). Di Provinsi

Jambi, teknik penambangan terbuka (open pit mining) dengan metode gali-isi kembali

merupakan teknik penambangan yang paling banyak diterapkan. Banyak dampak yang

terjadi sebagai akibat dari kegiatan penambangan terbuka salah satunya yaitu degradasi

lahan. Karakteristik lahan yang mengalami degradasi pada daerah tambang meliputi

hilangnya lapisan top soil pada permukaan tanah, terjadi pemadatan tanah, kemampuan

menahan air rendah sehingga sangat beresiko kekeringan, sangat miskin unsur hara,

akumulasi toksik dan reaksi tanah (pH) masam (Margarettha, 2011; Purnamayani et al.,

2016). Adanya intervensi dalam kegiatan rehabilitasi kawasan hutan bekas penambangan

sangat dibutuhkan guna mempercepat proses suksesi (Prayudyanigsih, 2014). Upaya

yang dapat dilakukan guna memperbaiki lahan bekas tambang terdegradasi yaitu dengan

cara memadukan pembenahan tanah, pemilihan jenis dan penerapan teknik silvikultur

yang tepat (Maharani et al., 2010a). Salah satu teknik silvikultur yang dapat digunakan

untuk mengimplementasikan hal tersebut adalah penerapan teknologi isomik (isolat

mikroba) atau pemanfaatan mikroba tanah potensial seperti mikoriza (Margarettha, 2011;

Prayudyanigsih, 2014).

FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula) indigenous memiliki potensi yang tinggi untuk

membentuk infeksi yang ekstensif karena mengenali tanaman inangnya, selain itu FMA

indigenous memiliki sifat toleransi yang lebih tinggi terhadap kondisi lingkungan dengan

cekaman yang sangat tinggi (Delvian, 2006). Kepadatan populasi dan komposisi jenis

FMA sangat beragam dan dipengaruhi oleh karakteristik tanaman dan faktor lingkungan

seperti suhu, pH tanah, kelembaban tanah, kandungan fosfor dan inangnya. Dengan

demikian, setiap ekosistem mempunyai kemungkinan dapat mengandung FMA dengan

jenis yang sama atau bisa juga berbeda, keanekaragaman dan penyebaran FMA sangat

Page 3: EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA …

PROSIDING

Seminar Nasional Fakultas Pertanian Universitas Jambi tahun 2018

Tema: Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Berbasis Sumberdaya Lokal

ISBN: 978-602-97051-7-1 E-ISSN : DOI :

214

bervariasi yang disebabkan oleh kondisi lingkungan yang bervariasi juga (Puspitasari et

al., 2012).

Semua FMA tidak mempunyai sifat morfologis dan fisiologis yang sama sehingga

sangat penting untuk mengetahui identitasnya (Budi, 2009dalam Hartoyo et al., 2011).

Informasi mengenai keanekaragaman FMA pada lahan bekas tambang batubara masih

sangat sedikit sekali, sehinggaperlu dilakukan ekplorasi dan identifikasi. Penelitianini

bertujuan untuk mendapatkan mikoriza indigenous serta mengetahui pola sebaran spora

FMA yang terdapat pada lahan bekas tambang batubara melalui identifikasi tingkat

genus.

BAHAN DAN METODE

2.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Areal Reklamasi Lahan Bekas Tambang Batubara

PT Nan Riang di Desa Ampelu Mudo, Kecamatan Muara Tembesi, Kabupaten

Batanghari serta Laboratorium Fisika Tanah dan Mineralogi Fakultas Pertanian

Universitas Jambi. Penelitian ini dilaksanakan dari Maret sampai Mei 2018.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian

Page 4: EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA …

PROSIDING

Seminar Nasional Fakultas Pertanian Universitas Jambi tahun 2018

Tema: Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Berbasis Sumberdaya Lokal

ISBN: 978-602-97051-7-1 E-ISSN : DOI :

215

2.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan antara lain adalah sampel tanah dari beberapa 5sitelokasi

dengan perbedaan kondisi lahan yaitu hutan alam sekunder (HS),Disposal aktif (DA),

Disposal tidak aktif (DT),Tegakan jabon umur 1 tahun (JT1), dan Tegakan jabon umur 6

tahun (JT6), gula pasir, larutan melzer (chloral hyarase, potasium iodide) sebagai bahan

pewarna spora dan PVLG (polyvinyl alcohol lacticacid glycerol) sebagai bahan pengawet

spora.

Sedangkan alat yang digunakan yaitu saringan yang disusun bertingkat dengan

ukuran 250 µm; 45 µm; dan 38 µm, pipet spora, cawan petri, mikroskop binocular,

mikroskop stereo, botol semprot, kaca preparat, kaca penutup, kaca arloji, batang

pengaduk, gelas piala, tabung sentrifuse, rak tabung, sentrifuse, kantong plastik, bor

tanah, kertas label, spidol, kamera digital, tissue, pemungut spora tunggal, dan GPS.

2.3 Metode Penelitian

Penentuan titik pengambilan sampel tanah menggunakan teknik purposive

random sampling, sampel tanah diambil pada kedalaman 0 cm-20 cm dengan 6 kali

ulangan pada masing – masing site kemudian dikompositkan.Kemudian masing-masing

sampel tanah ditimbang sebanyak 50 g dengan 2 kali ulangan. Pengamatan spora awal,

teknik yang digunakan adalah tuang saring dari Pacione (1992) yang dilanjutkan dengan

sentrifugasi dari Brundrett et al.(1996) yang dimodifikasi. Sampel tanah 50 g dicampur

dengan air sebanyak 200-300 ml kedalam gelas piala kemudian diaduk hingga butiran-

butiran tanah hancur, kemudian tuangkan suspense tanah ke penyaring bertingkat dengan

ukuran mata saring 250 µm, 45 µm, dan 38 µm secara berurutan dari atas ke bawah.

Hasil saringan 45 µm, dan 38 µm dituang kedalam tabung sentrifuselalu

disentriufuse dengan kecepatan 2500 rpm selama 3 menit, selanjutnya larutan bagian atas

dibuang dan endapan tanah yang terdapat dibagian bawah tabung sentrifuse diberi larutan

gula 60% 1/3 bagiannya kemudian diaduk secara perlahan dengan menggunakan batang

pengaduk sampai tanah dan larutan gula tercampur rata lalu kemudian kembali

disentrifuse dengan kecepatan 1000 rpm selama 1 menit. Hasil sentrifuse selanjutnya

disaring pada saringan 38 µm sambil dibilas dengan air mengalir hingga tidak ada larutan

gula yang tersisa, hasil penyaringan dipindahkan kedalam cawan petri untuk diamati

jumlah dan morfologi spora.

Page 5: EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA …

PROSIDING

Seminar Nasional Fakultas Pertanian Universitas Jambi tahun 2018

Tema: Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Berbasis Sumberdaya Lokal

ISBN: 978-602-97051-7-1 E-ISSN : DOI :

216

2.3 Analisis Data

Variabel yang diamati adalah karakter morfologi spora (warna spora, lapisan

dinding spora, ornamen spora, serta rekasi spora terhadap larutan melzer), kemudian

analisis sifat kimia tanah meliputi kandungan C-organik (metode Walkley dan Black),P-

tersedia (metode Bray I), pH (metode pH meter).

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Karakteristik Lokasi Pengambilan Sampel

Adanya kegiatan penambangan dikawasan hutan yang mengakibatkan perubahan

bentang alam menjadi terbentuknya lubang yang cukup besar serta dalam (Waste

dump/Disposal) mengakibatkan terjadinya penurunan nilai pH yakni dari 3.96 (Hutan

sekunder) menjadi 3.20 (Disposal aktif). Pada sistem penambangan terbuka, seluruh

lapisan tanah diatas deposit biji tambang dikupas sehingga biji tambang dapat

terambil.Terkupasnya lapisan tanah memungkinkan lapisan batuan yangmengandung

sulphurbersentuhan denganoksigen melaluiudara atau air.Proses oksidasi

inimenghasilkan hidrogen dan sulfat yang mengakibatkan tanah dan air sangat

masamatau memiliki pH sangat rendah. (Maharani et al., 2010a). Kemudian pHtanah

Tabel 1. Hasil analisis sifat kimia tanah 5 lokasi site kawasan operasi pertambangan

batubara PT Nan Riang

*Sumber: Pusat Penelitian Tanah (1983)

cenderung mengalami peningkatan setelah adanya proses back filling hingga

dilakukannya proses reklamasi dengan tanaman jabon 1 tahun setelah tanam dan 6 tahun

Lokasi pH Ket* C-organik

(%) Ket*

P-

Tersedia

(ppm)

Ket*

Hutan sekunder 3.96 Sangat

masam 1.44 Rendah 5.51 Rendah

Disposal aktif 3.20 Sangat

masam 0.71

Sangat

rendah 9.04 Sedang

Disposal tidak aktif 4.17 Sangat

masam 3.18 Tinggi 7.17 Sedang

Jabon 1 tahun tanam 4.53 Masam 1.24 Rendah 8.45 Sedang

Jabon 6 tahun tanam 4.84 Masam 2.63 Sedang 5.59 Rendah

Page 6: EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA …

PROSIDING

Seminar Nasional Fakultas Pertanian Universitas Jambi tahun 2018

Tema: Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Berbasis Sumberdaya Lokal

ISBN: 978-602-97051-7-1 E-ISSN : DOI :

217

setelah tanam, hal ini disebabkan oleh adanya pemberian kapur dolomit (CaMg(CO3)2)

pada permukaan tanah disposal yang belum dilakukan penanaman setelah penimbunan

serta pemerataan lubang tambang dilakukan. Sheoran et al. (2010) menyebutkan bahwa

penambahan kapur merupakan metode umum yang dapat digunakan guna menurunkan

mobilitas logam berat dalam tanah dan akumulasinya karena meningkatkan pH dari

tanah. Selain itu, berdasarkan sampel tanah yang telah dianalisis membuktikan bahwa

proses pertambangan dengan metode open pit mining ini juga menyebabkan terjadinya

perbedaan kandungan C-organik dan P-tersedia pada setiap site pengambilan sampel

tanah.

3.2 Karakter Morfologi Spora

Berdasarkan hasil identifikasi FMA yang telah dilakukan pada lima lokasi

kawasan operasi tambang batubara ditemukan 5 jenis genus FMA yaitu Glomus,

Acaulospora, Scutellospora, Entrophospora, dan Gigaspora.Hasil identifikasi genus

FMA Tabel 2 pada beberapa lokasi kawasan operasi pertambangan batubara PT Nan

Riang menunjukan bahwa genus Glomus terdapat pada setiap lokasi dari semua ulangan

yang dilakukan. Hal ini dikarenakan genus Glomus lebih tinggi penyebarannya jika

dibandingkan dengan genus yang lain.

Tabel 2. Genus FMA sampel tanah beberapa lokasi kawasan operasi pertambangan

batubara PT Nan Riang

Lokasi Ulangan Genus FMA

HS1 1 2 (Glomus, Acaulospora)

2 2 (Glomus, Acaulospora)

HS2I 1 3 (Glomus, Acaulospora, Gigaspora)

2 1 (Glomus)

HS2II 1 2 (Glomus, Scutellospora)

2 1 (Glomus)

DA 1 2 (Glomus, Scutellospora)

2 2 (Glomus, Acaulospora)

DT 1 2 (Glomus, Acaulospora)

2 3 (Glomus, Acaulospora, Scutellospora)

JT1 1 2 (Glomus, Acaulospora, Entrophospora)

2 3 (Glomus, Acaulospora, Scutellospora)

JT6

1 4 (Glomus, Acaulospora, Scutellospora,

Entrophospora)

2 2 (Glomus, Acaulospora)

Page 7: EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA …

PROSIDING

Seminar Nasional Fakultas Pertanian Universitas Jambi tahun 2018

Tema: Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Berbasis Sumberdaya Lokal

ISBN: 978-602-97051-7-1 E-ISSN : DOI :

218

Keterangan :HS = Hutan sekunder; DA = Disposal aktif; DT = Disposal tidak aktif; JT1 = Jabon

umur 1 tahun setelah tanam; JT6 = Jabon umur 6 tahun setelah tanam

Lebih lanjut Margarettha (2011) juga menyebutkan bahwa genus Glomus merupakan tipe

spora yang paling sering ditemukan per 50 gsampel tanah bekas tambang batubara baik

pada tanah timbunan (stock pile) maupun tanah kupasan. Hasil identifikasi dapat dilihat

pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil identifikasi spora genus FMA sampel tanah beberapa lokasi kawasan

operasi pertambangan batubara PT Nan Riang

NO Tipe Spora* Karakteristik

Morfologi Spora Lokasi

1

Glomus aggregatum

Berbentuk oval, berwarna coklat bening

hingga kuning cerah, permukaan halus,

tidak bereaksi dengan larutan melzer,

tidak memiliki perhiasan, terdapat

sporocarp.

HS2, JT6

2

Glomus aurantium

Berbentuk bulat, berwarna kuning cerah,

memiliki 4 lapis dinding spora,

Permukaan halus,Tidak bereaksi dengan

larutan melzer.

HS2

3

Glomus boreale

Berbentuk bulat hingga oval, memiliki

attachment, berwarna coklat kemerahan,

Permukaan spora halus, Tidak bereaksi

dengan larutan melzer.

HS1, HS2

4

Glomus clarum

Berbentuk bulat hingga oval, berwarna

kuning gelap, Permukaan halus, Tidak

bereaksi dengan larutan melzer,

memiliki attachment, memiliki 3 lapis

dinding spora.

DA, DT,

HS1,

HS2, JT1,

JT6

5

Glomus constrictum

Berbentuk bulat, berwarna coklat gelap,

memiliki dinding spora sebanyak 2 lapis,

memiliki attachment, tidak bereaksi

dengan larutan melzer

DT, HS1,

HS2, JT1

Page 8: EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA …

PROSIDING

Seminar Nasional Fakultas Pertanian Universitas Jambi tahun 2018

Tema: Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Berbasis Sumberdaya Lokal

ISBN: 978-602-97051-7-1 E-ISSN : DOI :

219

6

Glomus canadense

Berbentuk agak lonjong, berwarna

kuning gelap, memiliki 2 lapisan dinding

spora, permukaan halus, tidak bereaksi

dengan larutan melzer,

terdapatattachment.

HS2, JT1

7

Glomus mosseae

Berbentuk oval, spora berwarna kuning,

permukaan spora granular, tidak

bereaksi dengan larutan melzer,

memiliki 2 lapis dinding spora.

HS2, JT1

8

Glomus deserticola

Berbentuk oval, spora berwarna coklat

gelap kemerahan, permukaan halus,

tidak bereaksi dengan larutan melzer,

memiliki attachment, memiliki 2 lapis

dinding spora.

DT, HS1,

HS2, JT1,

JT6

9

Glomus intraradices

Berbentuk bulat globular hingga oval,

spora berwarna coklat kemerahan,

permukaan halus, tidak bereaksi dengan

larutan melzer, memiliki 2 lapis dinding

spora.

DA, DT,

HS1,

HS2, JT1

10

Glomus sp-1

Berbentuk bulat hingga oval ataupun,

berwarna hialin, permukaan halus, tidak

bereaksi dengan larutan melzer,

memiliki 2 lapis dinding spora

DA, DT,

HS1,

HS2, JT1,

JT6

11

Glomus sp-2

Berbentuk bulat, spora berwarna kuning

kecoklatan, permukaan berbintik-bintik

kecil, tidak bereaksi dengan larutan

melzer, memiliki 2 lapisan dinding spora

yang tipis

HS1, HS2

12

Glomus sp-3

Berbentuk oval, spora berwarna kuning

kecoklatan cerah, permukaan halus,

tidak bereaksi dengan larutan melzer,

memiliki 2 lapisan spora yang tipis

DA, DT,

HS2, JT1,

JT6

13

Glomus sp-4

Berbentuk bulat, berwarna hialin,

permukaan halus, tidak bereaksi dengan

larutan melzer, memiliki attachment

(tanda panah), dinding terluar berwarna

bening, bagian dalam berwarna kuning

cerah, memiliki 4 lapis dinding spora

DA, DT,

HS2, JT1

Page 9: EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA …

PROSIDING

Seminar Nasional Fakultas Pertanian Universitas Jambi tahun 2018

Tema: Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Berbasis Sumberdaya Lokal

ISBN: 978-602-97051-7-1 E-ISSN : DOI :

220

14

Glomus sp-5

Berbentuk globular, berwarna putih

bening, permukaan halus, tidak bereaksi

dengan larutan melzer, memiliki

attachment, bagian dalam berwarna

coklat kehitaman, memiliki 3 lapis

dinding spora.

DT, JT1

15

Rhizophagus

fasciculatus

Berbentuk agak bulat lonjong, berwarna

kuning kecoklatan, permukaan halus,

tidak bereaksi dengan larutan melzer,

memiliki attachment, memiliki 3 lapisan

dinding spora, lapisan terluar berwarna

coklat.

DA, HS2

16

Rhizophanus

diaphanus

Berbentuk oval, berwarna hialin,

permukaan halus, tidak bereaksi dengan

larutan melzer, memiliki 3 lapis dinding

spora, spora memiliki attachment.

DA, DT,

JT1

17

Acaulospora

colombiana

Berbentuk globular, berwarna kuning

kecoklatan, permukaan tidak rata, bagian

dalam spora bereaksi terhadap larutan

melzer berwarna coklat gelap, memiliki

3 lapis dinding spora, memiliki

attachment.

DA, JT1,

JT6

18

Acaulospora exavata

Berbentuk hingga ellipsoid, berwarna

kuning cerah, permukaan spora halus,

bagian dalam spora bereaksi terhadap

larutan melzer berwarna kuning,

memiliki 3 lapis dinding spora, memiliki

attachment

DT, JT1,

JT6

19

Acaulospora

lacunose

Berbentuk bulat, berwarna kuning

kecoklatan, permukaan halus, bagian

dalam spora bereaksi terhadap larutan

melzer berwarna coklat gelap, memiliki

3 lapis dinding spora, memiliki saccule.

HS1, HS2

20

Acaulospora

scrobiculata

Berbentuk bulat, berwarna hialin.

permukaan berbintik - bintik, lapisan

luar tidak bereaksi dengan larutan

melzer, lapisan dalam bereaksi dengan

larutan melzer, memiliki 3 lapis dinding

spora.

DA, JT1

Page 10: EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA …

PROSIDING

Seminar Nasional Fakultas Pertanian Universitas Jambi tahun 2018

Tema: Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Berbasis Sumberdaya Lokal

ISBN: 978-602-97051-7-1 E-ISSN : DOI :

221

21

Scutellospora

biomata

Berbentuk oval, berwarna kuning,

permukaan tidak rata, bereaksi secara

menyeluruh dengan larutan melzer.

Lapisan dinding spora tipis (± 2 lapis),

terdapat germination shield.

DA, DT,

HS2

22

Acaulospora sp-1

Berbentuk bulat, berwarna bening,

permukaan halus, bagian dalam spora

bereaksi terhadap larutan melzer

berwarna gelap, memiliki 3 lapis dinding

spora, memiliki attachment.

DT, JT1

23

Entrophospora sp-1

Berbentuk oval, berwarna hialin,

terdapat beberapa cicatrix, lapisan luar

spora berwarna bening, lapisan dalam

berwarna kuning cerah, permukaan

spora berbintik bintik kecil, tidak

bereaksi dengan larutan melzer, Lapisan

dinding spora 3 lapisan.

JT1, JT6

24

Scutellospora sp-1

Berbentuk bulat, berwarna hialing

dengan lapisan dalam kuning,

permukaan spora bergelombang,

bereaksi dengan larutan melzer,

Terdapat germination shield.

JT1

25

Entrophospora sp-2

Berbentuk oval, berwarna kuning gelap,

terdapat beberapa cicatrix,lapisan luar

spora berwarna bening, permukaan

berbintik bintik kecil, tidak bereaksi

dengan larutan melzer. Lapisan dinding

spora 3 lapisan.

JT1

26

Gigaspora nigra

Berbentuk oval, spora berwarna merah

cerah, permukaan spora berbintik-bintik,

bereaksi dengan melzer secara

menyeluruh. memiliki lapisan 2 lapisan

dinding spora.

HS2

27

Scutellospora sp-2

Berbentuk oval, berwarna hialin dengan

lapisan dalam kuning cerah, permukaan

bergelombang hingga berbintik-bintik,

bereaksi dengan larutan melzer.

Terdapat germination shield.

HS2

*Keterangan: Penduan Identifikasi Semane et al., 2018

3.3Kelimpahan Spora

Page 11: EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA …

PROSIDING

Seminar Nasional Fakultas Pertanian Universitas Jambi tahun 2018

Tema: Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Berbasis Sumberdaya Lokal

ISBN: 978-602-97051-7-1 E-ISSN : DOI :

222

Jumlah FMA tergolong banyak apabila dalam 50 gram tanah terdapat 5–100 spora

berukuran besar atau 50–500 spora berukuran kecil (Brundrett et al., 1996). Kepadatan

spora per 50 g tanah berbeda – beda tiap lokasi site pengambilan sampel. Hal itu

dikarenakan adanya perbedaan kondisi lingkungan sebagai dampak dari proses kegiatan

pertambangan, yakni perubahan kondisi lahan yang awalnya bervegetasi hutan kemudian

ditambang hingga proses reklamasi dilakukan. Adanya proses tersebut menyebabkan

perubahan kondisi lingkungan (pH, hara tanaman, ketinggian tempat, dan cahaya) yang

berdampak langsung terhadap kepadatan spora. Hal ini menunjukkan bahwa pH tanah,

kandungan hara tanah dan musim sangat berpengaruh terhadap proses kolonisasi dan

pembentukan spora (Margarettha, 2011; Setiadi (1990) dalam Husna et al., 2005).

Gambar 2. Kelimpahan spora FMA pada kawasan operasi tambang batubara PT Nan

Riang

Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa terjadi penurunan kepadatan spora pada hutan

sekunder setelah penambangan dan kemudian kepadatan spora kembali meningkat

setelah proses suksesi alami dan reklamasi dilakukan. Lokasi disposal aktif memiliki pH

yang paling rendah dibandingkan dengan lokasi lainnya yaitu 3,2. Hal ini menjadi salah

satu peyebab kurang maksimalnya perkembangan spora. Menurut Setiadi (1992)dalam

Nurhandayani et al.(2013) mengatakan bahwa perkembangan FMA yang optimal

berkisar pada pH 3,9-5,9.Brundrett et al.(1996) menyebutkan bahwa terjadinya asosiasi

mikoriza melibatkan tiga aspek yang saling berinteraksi antara jamur, tanaman inang, dan

77.5 74.5

60.5

18

78.586

41.5

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Rata-rata ∑ spora/50g sampel tanah

Kepadatan spora FMA/50g tanah

HS1 HS2I HS2II DA DT JT1 JT6

Page 12: EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA …

PROSIDING

Seminar Nasional Fakultas Pertanian Universitas Jambi tahun 2018

Tema: Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Berbasis Sumberdaya Lokal

ISBN: 978-602-97051-7-1 E-ISSN : DOI :

223

faktor tanah. Pada site disposal aktif sangat sedikit sekali dijumpai tumbuhan yang

tumbuh, hal ini menjadi penyebab tambahan rendahnya nilai kepadatan spora pada site

disposal aktif karena tidak tersedianya salah satu faktor yang memungkinkan terjadi

asosiasi mikoriza yakni tanaman inang. Tingginya kandungan P-tersedia pada site

disposal aktif tidak begitu berdampak nyata terhadap tingginya kepadatan spora, karena

pH yang rendah mengakibatkan unsur P difiksasi oleh unsur lain. Hardjowigeno (2007)

mengatakan bahwa pada tanahmasam, unsur fosfor (P) tidak dapat diserap oleh tanaman

karena difiksasi olehunsur lainnya.

Pada site disposal tidak aktif dan jabon berumur 1 tahun setelah tanam terdapat

peningkatan kepadatan spora yang cukup signifikan, apabila dibandingkan dengan

kepadatan spora seluruh site pengambilan sampel tanah perbedaan tersebut diduga

disebabkan oleh kondisi kawasan disposal tidak aktif yang didominasi tumbuhan-

tumbuhan muda pioneer dan didukung dengan kondisi pH yang cukup ideal untuk

perkembangan spora mikoriza yaitu 4.17 yang bersifat sangat masam dan kandungan P-

tersedia bernilai 7.17 ppm yang masuk kedalam kelas sedang serta kandungan C-organik

dengan nilai 3.18% yang termasuk kedalam kelas tinggi. Terjadinya penurunan jumlah

kepadatan spora pada site jabon 1 tahun setelah tanam dibandingkan dengan site jabon

berumur 6 tahun setelah tanam salah satunya diduga disebabkan oleh rendahnya

kandungan C-organik pada site jabon berumur 1 tahun. Kandungan C-organik rendah

secara tidak langsung menunjukkan rendahnya produksi bahan organik pada tanah site

jabon 1 tahun, karena bahan organik tanah merupakan salah satu parameter yang

menentukan kesuburan tanah (Prabowo dan Subantoro, 2017). Dengan begitu, rendahnya

kesuburan tanah pada site jabon 1 tahun setelah tanam diduga menjadi penyebab

tingginya kepadatan spora yang memungkinkan spora menginfeksi perakaran guna

memperoleh serapan hara untuk mencukupi kebutuhan tanaman jabon.Jumlah populasi

spora cenderung menurun apabila kandungan hara cukup. Smith dan Read (1997) dalam

Yassir dan Mulyana (2006) menjelaskan hal yang sama pada konsentrasi hara yang

rendah mengakibatkan meningkatnya persen kolonisasi antara tanaman dan jamur, yang

mungkin akan meningkatkan kolonisasi pada akar dan produksi spora. Selain itu memang

jamur mikoriza bersifat opurtunis ekonomis, pada kondisi tingkat kesuburan baik, maka

jamur mikoriza tidak akan menjadi aktif. Kondisi ini tentu berkaitan dengan sifat

Page 13: EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA …

PROSIDING

Seminar Nasional Fakultas Pertanian Universitas Jambi tahun 2018

Tema: Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Berbasis Sumberdaya Lokal

ISBN: 978-602-97051-7-1 E-ISSN : DOI :

224

simbiosis mutualistik, dimana pada saat kesuburan tanah baik maka tidak ada kebutuhan

tanaman untuk meminta bentuan dengan jamur mikoriza.

Tabel 4. Persentasi kolonisasi akar oleh FMA pada tanaman jabon di lokasi kawasan

operasi pertambangan batubara PT Nan Riang.

Lokasi Rataan

Suhu (OC) Kelembapan (%)

Hutan Sekunder 31 62

Disposal Aktif 37 40

Disposal Tidak Aktif 34 53

Jabon 1 Tahun 33 56

Jabon 6 Tahun 31 61

Faktor lain yang diduga menjadi penyebab rendahnya kepadatan spora pada site

jabon 6 tahun setelah tanam yaitu karena suhu yang rendah akan tetapi kelembapan relatif

tinggi yang memungkinkan menjadi penyebab terhambatnya perkembangan spora FMA.

Menurut Rainiyati (2007) dalam Hartoyo et al. (2011) mengatakan pada kondisi musim

kering FMA aktif melakukan sporulasi sedangkan pada kondisi musim hujan terjadi

kondisi sebaliknya, dengan kondisi kelembapan yang tinggi dan suhu yang rendah pada

site jabon berumur 6 tahun setelah tanam dengan rataan 61% dan 31OC sedangkan pada

site jabon berumur 1 tahun setelah tanam memiliki rataan suhu yang tinggi dan

kelembapan yang rendah yaitu 56% dan 33OC. Dengan kondisi tersebut mikoriza pada

site jabon 6 tahun setelah tanam akan meningkatkan proses infeksi terhadap tanaman dan

mengurangi sporulasi. Pendapat ini diperkuat oleh Goltapeh et al. (2008) dalam

Margarettha (2011), pembentukan spora baru berkurang ketika kelembaban tinggi, akan

tetapi kemampuan untuk berkolonisasi dengan tanaman inang meningkat. Sebaliknya

pada kondisi kering pembentukan spora baru atau sporulasi akan meningkat sehingga

persentase kolonisasi menurun. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5, pada jabon berumur 6

tahun setelah tanam memiliki rata-rata persen infeksi yang lebih tinggi dibandingkan

dengan jabon berumur 1 tahun setelah tanam yaitu 60% - 70%.

Page 14: EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA …

PROSIDING

Seminar Nasional Fakultas Pertanian Universitas Jambi tahun 2018

Tema: Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Berbasis Sumberdaya Lokal

ISBN: 978-602-97051-7-1 E-ISSN : DOI :

225

Tabel 5. Persentasi kolonisasi akar oleh FMA pada tanaman jabon di lokasi kawasan

operasi pertambangan batubara PT Nan Riang

KESIMPULAN DAN SARAN

Terdapat 5 genus FMA Indigenous yang berhasil ditemukan pada lokasi tambang

batubara PT Nan Riang (16 jenis Glomus, 5 jenis Acaulospora, 3 jenis Scutellospora, 1

jenis Gigaspora, dan 2 jenis Entrophospora). Genus Glomus merupakan spora FMA yang

memiliki kelimpahan tertinggi pada setiap site lokasi pengambilan sampel tambang

batubara PT Nan Riang. Perubahan kondisi lingkungan sebagai dampak kegiatan

pertambangan batubara berpengaruh terhadap kelimpahan dan kekayaan jenis FMA.

Adanya penelitian lanjutan mengenai traping spora, kultur spora tunggal dan uji

efektifitas FMA penting untuk dilaksanakan. Dengan demikian dapat diketahui seberapa

besar efektifitas genus FMA yang ditemukan dalam mendukung kegitatan reklamasi pada

lahan bekas tambang batubara.

DAFTAR PUSTAKA

Ardhana IPG. 2011. Kajian Kerusakan Sumberdaya Hutan Akibat Kegiatan

Pertambangan. Jurnal Ecotrophic 6 (2) : 87 – 93.

Brundrett M, N Bougher, B Dell, T Grove dan N Malajczuk. 1996. Working with

Mycorrhizas in Forestry and Agriculture. ACIAR Monograph 32. Australian

Centre for International Agricultural Research, Canberra.

Budiana IGE, Jumani, MP Biantary. 2017. Evaluasi Tingkat Keberhasilan Revegetasi

Lahan Bekas Tambang Batubara di PT Kitadin Site Embalut Kabupaten Kutai

Kartanegara Kalimantan Timur. Jurnal Agrifor Volume 16 Nomor 2.

Delvian. Aspek molekular dan selular simbiosis cendawan mikoriza arbuskula.

Universitas Sumatra Utara, Juni 2006. ID P 132 299 348.

Hardjowigeno. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Pressindo.

Hartoyo B, M Ghulamahdi , LK Darusman, SA Aziz, dan I Mansur. 2011.

Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) pada Rizhosfer Tanaman

Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban). Jurnal Litri, 17(1): 32-40

Husna, FD Tuheteru, dan Mahfudz. 2005. Diversitas Mikoriza Pada Pohon Plus Jati di

Sulawesi Tenggara. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, 3(1): 275-284

Sampel Kolonisasi Persentasi

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Kolonisasi (%)

JT1I √ √ √ - √ √ √ - - - 60%

JT1II - √ - - - √ √ √ - √ 50%

JT6I √ √ - √ √ √ - √ - - 60%

JT6II √ √ - √ √ - √ √ √ - 70%

Page 15: EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA …

PROSIDING

Seminar Nasional Fakultas Pertanian Universitas Jambi tahun 2018

Tema: Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Berbasis Sumberdaya Lokal

ISBN: 978-602-97051-7-1 E-ISSN : DOI :

226

Maharani R, A Susilo, A Fernandes. 2010a. Pembenah Tanah Pada Lahan Bekas

Tambang Batubara, hal. 11-22. Dalam Susilo A, Suryanto, S Sugiarto, R

Maharani. 2010. Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara. Balai Besar

Penelitian Dipterokarpa, Samarinda.

Margarettha. 2011. Eksplorasi dan Identifikasi Mikoriza Indigen Asal Tanah Bekas

Tambang Batu bara. Jurnal Berita Biologi. 10(5): 641-647.

Nurhandayani R, R Linda, S Khotimah. 2013. Inventarisasi Jamur Mikoriza Vesikular

Arbuskular Dari Rhizosfer Tanah Gambut Tanaman Nanas (Ananas comosus

(L.) Merr). Jurnal Protobiont. Vol 2(3): 146-151

Purnamayani R, J Hendri, H Purnama. 2016. Karakteristik Kimia Tanah Lahan Reklamasi

Tambang Batubara di Provinsi Jambi. Prosiding Seminar Nasional Lahan

Suboptimal 2016 Palembang. 206-213.

Puspitasari R, Nursanti, dan Albayudi. 2012. Identifikasi Jenis dan Perbanyakan

Endomikoriza Lokal Di Hutan Kampus Universitas Jambi. Jurnal Penelitian

Universitas Jambi Seri Sains. Volume 14 Nomor 1: 23-28.

Prabowo R & R Subantoro. 2017. Analisis Tanah Sebagai Indikator Tingkat Kesuburan

Lahan Budidaya Pertanian Di Kota Semarang. Jurnal Ilmiah Cendikia Eksakta.

Universitas Wahid Hasyim Semarang.

Semane F, M Chliyeh, W Kachkouch, J Touati, K Selmaoui, AO Touhami, AF Maltouf,

CE Modafar, A Moukhli, R Benkirane, & ADouira. 2018. Follow-up Composite

Endomycorrhizal Inoculum in the Rhizosphere of Olive Plants, Analysis after

42 Months of Culture. Journal Annual Research & Review in Biology. Vol.

22(2): 1-18

Sheoran V, AS Sheoran, P Ponia. 2010. Soil Reclamation of Abandoned Mine Land By

Revegetation: A Review. International Journal of Soil, Sediment and Water.

Vol. 3(2), Art. 13

Yassir I & RM Omon. 2006. Hubungan Potensi Antara Cendawan Mikoriza Arbuskula

dan Sifat – Sifat Tanah Di Lahan Kritis. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. Vol

3(2): 107-115