OSILOSKOP I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebeluma adanya osiloskop, besaran-besaran dalam listrik (tegangan, arus, dan hambatan, dll) biasanya diukur dengan menggunakan multimeter. Multimeter ini hanya bisa mengukur besaran-besaran listrik saja berupa nilai. Namun dengan menggunakan osiloskop, selain bisa untuk mengukur besaran-besaran diatas juga dapat melihat sinyal keluaran dan beda sudut fasa tegangan dengan adanya tampilan pada layar osiloskop berupa gelombang sinusoida. I.2 Identifikasi Masalah Osiloskop merupakan instrumen elektronika yang digunakan untuk mengukur dan menganalisa bentuk-bentuk gelombang dan gejala-gejala lain dalam rangkaian- rangkaian elektronik. Sehingga, kita mendapatkan informasi mengenai beda sudut fase dari dua buah sinyal. Dengan metode lissayous, osiloskop dapat mengetahui frekuensi sinyal yang belum diketahui. Jika salah satu dari dua sinyal yang masuk ke osiloskop telah diketahui frekuensinya. Dengan memakai osiloskop dapat dilihat
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
OSILOSKOP
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebeluma adanya osiloskop, besaran-besaran dalam listrik (tegangan, arus,
dan hambatan, dll) biasanya diukur dengan menggunakan multimeter. Multimeter
ini hanya bisa mengukur besaran-besaran listrik saja berupa nilai.
Namun dengan menggunakan osiloskop, selain bisa untuk mengukur
besaran-besaran diatas juga dapat melihat sinyal keluaran dan beda sudut fasa
tegangan dengan adanya tampilan pada layar osiloskop berupa gelombang
sinusoida.
I.2 Identifikasi Masalah
Osiloskop merupakan instrumen elektronika yang digunakan untuk mengukur
dan menganalisa bentuk-bentuk gelombang dan gejala-gejala lain dalam
rangkaian-rangkaian elektronik. Sehingga, kita mendapatkan informasi mengenai
beda sudut fase dari dua buah sinyal.
Dengan metode lissayous, osiloskop dapat mengetahui frekuensi sinyal yang
belum diketahui. Jika salah satu dari dua sinyal yang masuk ke osiloskop telah
diketahui frekuensinya. Dengan memakai osiloskop dapat dilihat sejauh mana
pengaruh resistor terhadap peredaman tegangan pada rangkaian RLC.
I.3 Tujuan Percobaan
a. Mengukur tegangan power supply.
b. Menghitung frekwensi power supply.
c. Mengukur beda sudut fase sinyal input dan output pada rangkaian RC.
d. Menghitung frekwensi resonansi pada rangkaian RLC.
e. Mengetahui sejauh mana pengaruh resistor terhadap peredaman tegangan pada
rangkaian RLC.
II. Teori Dasar
Osiloskop merupakan instrumen elektronika yang digunakan untuk
mengukur dan menganalisa bentuk-bentuk gelombang dan gejala-gejala lain
dalam rangkaian-rangkaian elektronik. Osiloskop merupakan alat untuk
menggambarkan grafik visual dari tegangan dan arus dengan tanggapan terhadap
waktu. Osiloskop sangat penting untuk analisa rangkaian elektronik. Osiloskop
digunakan oleh para montir alat-alat listrik, para teknisi dan peneliti pada bidang
elektronika dan sains karena dengan osiloskop dapat mengetahui besaran-besaran
listrik dari gejala-gejala fisis yang dihasilkan oleh sebuah transducer. Osiloskop
sinar katoda (cathode ray oscilloscope atau CRO) merupakan instrumen (peralatan) yang
digunakan secara visual untuk mengamati bentuk gelombang dan melakukan
pengukurannya.
1. Cara Kerja Dasar CRO
Subsistem utama dari sebuah CRO untuk pemakaian umum ditunjukan pada
diagram dibawah ini. Yang terdiri dari : Tabung sinar katoda (Cathode Ray Tube)
atau CRT , Penguat vertical (vertical amplifier), Saluran tunda (delay line),
Generator basis waktu (time base generator), Penguat horizontal (horizontal
amplifier), Rangkaian pemicu (trigger circuit), Sumber daya (power supply).
Komponen utama dari peralatan ini adalah tabung sinar katoda (cathode ray tube atau
CRT).
Dalam tabung sinar katoda ini dihasilkan electron dari hasil pemberian beda
tegangan antara dua elektroda yang cukup besar. Pada prinsipnya, tabung ini
terdiri atas sebuah vakum yang didalamnya terdapat penembak elektron dengan
sistem pembeloknya. Sisi tabung yang berhadapan dengan penembak elektron
ditutup dengan lapisan yang fluoresent, sehingga apabila elektron yang dilepaskan
dari kanon elektron menumbuk dari lapisan ini, maka akan terjadi fluoresensi.
Electron yang dihasilkan oleh penembak electron dalam tabung sinar katoda
ini dapat bergerak berdasarkan pengaturan tegangan. Electron dapat bergerak
horizontal dan vertical karena di dalam tabung terdapat alat pembelok berupa
lempengan horizontal dan vertical. Ketika lempeng horisontal diberikan tegangan
maka electron akan bergerak dengan arah horizontal. Ketika tegangannya
diperbesar maka elektronnya pun sehingga tingginya titik cahaya electron ini
merupakan ukuran besarnya tegangan. sumbu X atau masukan horizontal adalah
tegangan tanjak (ramp voltage) linear yang dibangkitkan secara internal, atau
basis waktu (time base) yang secara periodik menggerakkan bintik cahaya dari
kiri ke kanan melalui permukaan layar, sehingga sumbu X merupakan fungsi
waktu. Dengan demikian CRO memvisualisasikan gambar/grafik fungsi tegangan
terhadap waktu.
Pembelokan elektrositas berkas elektron dilakukan dengan dua pasang
lempengan pembelok, satu pasang pembelok horisontal dan satu pasang lagi
pembelok vertikal. Apabila pada lempengan horisontal diberi tegangan, maka titik
cahaya akan bergerak menurut arah horisontal dan begitu pula terhadap
lempengan pembelok vertikal.
Lempengan pembelok diberi tegangan dan diperbesar tegangannya itu,
maka perpindahan cahaya ke arah vertikal akan semakin besar, sehingga
perpindahan titik cahaya merupakan ukuran bagi tegangan terpasang. Karena
itulah tabung sinar katoda (CRO) dapat dipergunakan sebagai voltmeter.
2. Fungsi Tombol pada Osiloskop
POWER, Untuk menghidupkan atau mematikan Osiloskop.
Kontrol INTENSITY, Untuk mengatur intensitas/keterangan cahaya pada
layar. Sebaiknya dijaga agar tidak pada kedudukan maksimal.
Pengontrol FOCUS , Untuk memperjelas/mempertajam garis atau sinyal
keluaran.
TRACE ROTATION , Untuk mengatur kedudukan garis horisontal secara
paralel dengan garis graticule.
Pemilih AC, GND, DC
AC : Untuk menahan sinyal dc dan melalukan sinyal ac yang masuk ke
attenuator.
GND: Sinyal masukan akan di-off-kan dan attenuator akan di ground-kan.
DC : Semua sinyal akan terhubung langsung ke attenuator.
Saklar VOLT/DIV CH1/CH2 , Attenuator CH1 (X) dan CH2 (Y).
Faktor pemilihannya dari 5v/div sampai 5mv/div.
VOLT/DIV : untuk menunjukkan besarnya tegangan yang tergambar pada
layar perkotak dalam arah vertikal.
CAL (Vp-p) , Untuk mengkalibrasi Osiloskop sebelum digunakan.
VERT MODE
CH1 : Hanya menampilkan sinyal pada CH1
CH2 : Menampilkan sinyal CH2 dan saklar (X-Y).
DUAL: Menampilkan 2 pengoperasian sekaligus (CH1 dan CH2).
CHOP: Menampilkan isyarat dari masukan yang dipotong-potong dg freq.
500 kHz. Tarik saklar HOLD OFF jika ingin menggunakan fungsi
CHOP.
ADD : Untuk mengukur jumlah atau perbedaan dari sinyal CH1 dan CH2.
Tarik saklar PULL INV jika ingin menggunakan fungsi ADD.
TRIGGER SOURCE (sumber pemicu)
CH1 : Sinyal CH1 sebagai sumber pemicu.
CH2 : Sinyal CH2 sebagai sumber pemicu.
LINE: Sinyal AC line sebagai sumber pemicu.
EXT : Sumber picu diambil dari EXT TRIG.
TRIGGER COUPLING
AUTO: Pemicuan dilakukan secara otomatis.
NORM: Pemicuan dilakukan secara normal.
SLOPE and TRIG LEVEL
+ : Pemicuan terjadi ketika sinyal picu memotong taraf picu positip.
- : Pemicuan terjadi ketika sinyal picu memotong taraf picu negatip.
TRIG LEVEL:
Untuk menampilkan bentuk gelombang sinkron dan men-set bentuk
gelombang awal.
Pengontrol HOLD OFF
Untuk menstabilkan sinyal dengan periode berulang yang komplek.
TIME/DIV
Menyatakan faktor pengali untuk waktu dari gambar pada layar dalam arah
horisontal.
3. Kegunaan Osiloskop
Adapun beberapa kegunaan osiloskop, yaitu:
Pengukuran Tegangan
Tegangan adalah besar beda potensial listrik, dinyatakan dalam Volts,
antara dua titik pada rangkaian. Biasanya salah satu titiknya adalah titik ground,
tapi tidak selalu. Tegangan juga diukur dari puncak ke puncak, yaitu dari titik
puncak maksimum ke titik muncak minimum. Dan kita harus hati-hati
menspesifikasikan tegangan apa yang dimaksud.
Pada dasarnya osiloskop adalah alat ukur tegangan. Sekali anda mengukur
tegangan, maka besaran lain bisa di ketahui melalui penghitungan. Sebagai contoh
pengukuran arus dengan menerapkan hukum Ohm arus dapat diketahui melalui
pengukuran tegangan dan membaginya dengan besar hambatan yang digunakan.
Pengukuran tegangan dilakukan dengan menghitung jumlah pembagi yang
meliputi muka gelombang pada bagian skala vertikal. Untuk mengatur sinyal
adalah dengan mengubah-ubah kontrol vertical dan untuk pengukuran terbaik
mengatur skala volts/div yang paling cocok.
Pengukuran waktu dan frekuensi
Ambil waktu pengukuran dengan menggunakan skala horizontal pada
osiloskop. Pengukuran waktu meliputi perioda, lebar pulsa(pulse width), dan
waktu dari pulsa. Frekuensi adalah bentuk resiprok dari perioda, jadi dengan
mengukur perioda frekuensi akan diketahui, yaitu satu per perioda. Seperti pada
pengukuran tegangan, pengukuran waktu akan lebih akurat saat meng-adjust porsi
sinyal yang akan diukur untuk mengatasi besarnya area pada layar. Ambil
pengukuran waktu sepanjang garis horizontal pada tengah-tengah layar, atur
time/div untuk memperoleh pengukuran yang lebih akurat.
Pengukuran beda fasa
CRO juga dapat memberikan informasi mengenai beda sudut fase dari dua
buah sinyal. Dengan menggunakan metode Lissoyous, Osiloskop atau CRO ini
dapat mengetahui frekuensi sinyal yang belum diketahui, jika salah satu dari dua
sinyal yang masuk ke Osiloskop telah diketahui frekuensinya.
Dalam metode Lissoyous, jika dua buah sinyal dimasukkan ke input X dan
input Y, dengan :
X = A sin (ω1t) dan Y = B sin (ω2t + Φ)
dan berlaku : nω2 = nω1
nm
=2 πf 2
2 πf 1
=f 2
f 1
Jika pada persamaan (1) 1 = 2 maka diperoleh
X2
A2+ Y 2
B2−( 2 XY
AB )cos φ=sin2φ
Sinar sudut fasa antara kedua sinyal sama dengan perbandingan antara titik
potong pada sumbu Y yang dinyatakan oleh b terhadap defleksi vertikal maksimal
yang dinyatakan oleh B. Sesuai dengan gambar elips maka berlaku :
dengan :
f1 adalah frekuensi sinyal yang masuk ke input X
f2 adalah frekuensi sinyal yang masuk ke input Y
m adalah jumlah loop pada arah vertikal
n adalah jumlah loop pada arah horizontal
b B
Sinus sudut fasa antara kedua sinyal sama dengan perbandingan antara
titik potong pada sumbu Y yang dinyatakan oleh b terhadap defleksi
vertical maksimal yang dinyatakan oleh B, sehinnga dapat dituliskan :
Sin = b/B
Bagian pengontrol horizontal memiliki mode XY sehingga kita dapat
menampilkan sinyal input dibandingkan dengan dasar waktu pada sumbu
horizontal. (Pada beberapa osiloskop digital digunakan mode setting tampilan).
Fase gelombang adalah lamanya waktu yang dilalui dimulai dari satu loop
hingga awal dari loop berikutnya diukur dalam derajat. Salah satu cara mengukur
beda fasa adalah menggunakan mode XY. Yaitu dengan memplot satu sinyal pada
bagian vertical (sumbu Y) dan sinyal lain pada sumbu horizontal (sumbu X).
Metoda ini akan bekerja efektif jika kedua sinyal yang digunakan adalah sinyal
sinusioda. Bentuk gelombang yang dihasilkan adalah berupa gambar yang disebut
pola Lissajous (diambil dari nama seorang fisikawan asal Perancis Jules Antoine
Lissajous). Dengan melihat bentuk pola Lissajous kita bisa menentukan beda fasa
antara dua sinyal. Juga dapat ditentukan perbandingan frekuensi. Gambar di
bawah ini memperlihatkan beberapa pola Lissajous dengan perbandingan
frekuensi dan beda fasa yang berbeda-beda.
4. Aplikasi dalam Rangkaian Listrik
Rangkaian RC
Karena beda fase tegangan dan fase arus pada R adalah nol, sedangkan
pada C adalah -90o, yaitu arus mendahului tegangan, maka pada rangkaian RC
ini, arus akan mendahului tegangan
Rangkainan RLC
Karena beda fase tegangan dan fase arus pada R adalah nol, pada L adalah
90o (tegangan mendahului arus), dan pada C adalah -90o (arus mendahului
tegangan), maka pada rangkaian RLC ini, karakteristik akan ditentukan oleh besar
C dan L.
Ada tiga kemungkinan yang terjadi yaitu :
1. Reaktansi induktif lebih besar daripada reaktansi kapasitif, XL>XC, sudut
fase impedansi Z bernilai positif ( > 0o) sehingga rangkaian seri RLC
dikatakan bersifat induktif.
2. Reaktansi induktif lebih kecil daripada reaktansi kapasitif, XL<XC, sudut
fase impedansi Z bernilai negatif ( < 0o) sehingga rangkaian seri RLC
dikatakan bersifat kapasitif.
3. Reaktansi induktif sama dengan reaktansi kapasitif, XL=XC, sudut fase
impedansi Z bernilai positif ( = 0o) sehingga rangkaian seri RLC dikatakan
bersifat resistif murni. Keadaan ketika sifat induktif saling meniadakan
dengan sifat kapasitif inilah yang disebut keadaan resonansi.
Dengan demikian syarat terjadinya resonansi adalah : X L=XC
Pada rangkaian RL, RC, RLC maka arus listrik bolak-balik yang masuk
pada rangkaian tersebut, maka output dari rangkaian itu akan mengalami
pergeseran sudut fase terhadap inputannya, untuk rangkaian RC beda fasa dapat
dinyatakan :
Z = √ xR2+xC 2
tg φ= XcXr
→Xc= 1ωc
tg φ= 1ω RC
Untuk rangkaian RL, maka beda fasa dapat dinyatakan :
Z = √ xR2+xC 2 ,
tg φ= XLXR
→XL=ωL
tg φ=ωLR
Dalam suatu rangkaian seri RLC dikatakan dalam keadaan resonansi bila
impendansi totalnya adalah real dicapai, bila:
ωr=1
√LC
Beda sudut fasa antara arus yang melalui rangkaian dari sumber adalah
nol. Dalam rangkaian RLC berlaku :
d2 qdt2
+ RL
dqdt
+ qLC
=0
III. Prosedur Percobaan
3.1 Alat dan Bahan Percobaan beserta fungsinya
1. Osiloskop
Osiloskop merupakan alat untuk menggambarkan grafik visual dari
tegangan dan arus dengan tanggapan terhadap waktu dan untuk menghitung
tegangan, frekuensi.
2. Power supply
Berfungsi sebagai sumber tegangan.
3. Frekuensi counter
Berfungsi sebagai alat penghitung frekuensi.
4. Rangkaian RC
Berfungsi sebagai rangkaian yang akan diukur tegangan dan beda fasanya.
5. Induktor (1,4 H dan 1,7 H)
Berfungsi sebagai komponen pembentuk rangkaian.
6. Variabel resistor (R-box)
Berfungsi sebagai alat yang digunakan dalam peredam.
III.2 Prosedur Percobaan
A. Kalibrasi osiloskop
Meminta bantuan asisten apabila tidak mengerti cara mengkalibrasi alat.
B. Menentukan tegangan dan frekuensi
1. Menjadikan salah satu dari output trafo sebagai ground, dan yang lainnya
sebagai masa.
2. Mengambil sinyal pada output 4 Volt dengan input A atau input B pada
osiloskop.
3. Mengatur AMP/DIV dan TIME/DIV, sehingga sinyal pada layar dapat
diamati dengan jelas.
4. Mencatat amplitudo dan periode sinyal tersebut.
5. Mengulangi percobaan 2 s.d. 4 minimal 5 kali.
6. Mengukur output trafo tersebut dengan voltmeter (minimal 5 kali).
7. Melakukan percobaan 2 s.d. 6 untuk output trafo 6 V, 10 V dan 20 V.
C. Menentukan frekuensi dengan Lissayous
1. Memasukkan sinyal input 4 V dari output trafo ke input A dan sinyal (2V atau 4 V)
dari generator ke input B.
2. Menempatkan selektor TIME/DIV pada posisi X-DEFL.
3. Mengatur frekuensi generator hingga terbentuk gambar lissayous dengan n/m = 1.
4. Mencatat frekuensi generator tersebut.
5. Melakukan percobaan 3 dan 4 untuk n/m = ½, 1/3, ¼, 1/5, 2, 3, 4, dan 5.
D. Menentukan beda sudut fasa input dan output
1. Menyusun rangkaian seperti pada gambar berikut :
2. Memasukkan sinyal input(150 Hz , 5 V) dari sinyal generator.
3. Memasukkan sinyal input rangkaian ke input A dan output rangkaian ke input B.
4. Menempatkan selektor TIME/DIV pada posisi X-DEFL.
5. Menentukan nilai b dan B dari gambar elips yang terbentuk untuk masing-masing sinyal A(input) dan sinyal B(output). (melihat gambar 1).
6. Melakukan Percobaan 2 s.d. 5 untuk frekueksi 300, 400, 500, 600, 700, 800, 900, dan 1000 Hz.
E. Resonansi listrik
1. Menyusun rangkaian seperti pada gambar berikut :
2. Memasukkan sinyal input pada rangkaian (3 KHz, 5 V) sinyal input dari generator.
3. Memasukkan sinyal input pada rangkaian ke input A dan sinyal output rangkaian ke input B.
4. Menempatkan selektor TIME/DIV pada posisi X-DEFL.
5. Menentukan nilai b dan B dari gambar elips yang terbentuk untuk sinyal input dan output.
6. Melakukan prosedur 2 s/d 5 untuk frekuensi 3,5 KHz s/d 10 KHz, dengan kenaikan 0,5 KHz.
F. Tahanan sebagai peredam
1. Menyusun rangkaian seperti pada gambar berikut :
2. Memasukkan sinyal persegi dari sinyal generator pada rangkaian tersebut.
3. Menentukan posisi selektor Rbox pada posisi nol.
4. Memasukkan sinyal input rangkaian pada input A dan output rangkaian
pada input B.
5. Mengatur tegangan dan frekuensi sinyal input sehingga diperoleh sinyal
output yang dapat diamati. Mencatat tegangan dan frekuensinya.
6. Mengukur amplitudo Vopada saat t = 0 s,kemudian V1 untuk t = T, V2
untuk t = 2T, V3 untuk t = 3T dan seterusnya hingga amplitudo yang masih
dapat diamati.
7. Melakukan percobaan 4-7 untuk Rbox 100,250 dan 500 ohm.