EKSISTENSI LEMBAGA ADAT DALAM MELESTARIKAN SELOKO ADAT DALAM PROSESI PERNIKAHAN (Studi di Desa Lubuk Bedorong, Kecamatan Limun, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi) SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Serjana Strata Satu (S1) Dalam Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah Disusun Oleh : ZUKNI NIM: UR. 140176 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAH THAHA SAIFUDDIN JAMBI TAHUN 2018
99
Embed
EKSISTENSI LEMBAGA ADAT DALAM MELESTARIKAN SELOKO …
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
EKSISTENSI LEMBAGA ADAT DALAM MELESTARIKAN
SELOKO ADAT DALAM PROSESI PERNIKAHAN
(Studi di Desa Lubuk Bedorong, Kecamatan Limun, Kabupaten
Sarolangun, Provinsi Jambi)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Serjana Strata Satu
(S1) Dalam Komunikasi dan Penyiaran Islam
Fakultas Dakwah
Disusun Oleh :
ZUKNI
NIM: UR. 140176
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAH THAHA SAIFUDDIN JAMBI
TAHUN 2018
ii
ii
Dr. Ruslan Abdul Gani, SH, M.HUM Jambi, 18 Oktober 2018
Drs. Saripuddin, M.Pd.I
Alamat : Fak. Dakwah UIN STS Jambi Kepada Yth.
JI. Raya Jambi-Ma. Bulian Bapak Dekan
Simp.Sungai Duren Fak.Dakwah
Muaro Jambi UIN STS Jambi
di-
JAMBI
NOTA DINAS
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Setelah membaca dan mengadakan perbaikan sesuai dengan
persyaratan yang berlaku di Fakultas Dakwah UIN STS Jambi, maka kami
berpendapat bahwa Skripsi saudara Zukni dengan Judul “Eksistensi Lembaga
Adat dalam Melestarikan Seloko Adat dalam Prosesi Pernikahan (Studi di
Desa Lubuk Bedorong, Kecamatan Limun, Kabupaten Sarolangun, Provinsi
Jambi)”telah dapat diajukan untuk dimunaqasyahkan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Strata Satu (S1) Jurusan Komunikasi dan Penyiaran
Islam pada Fakultas Dakwah UIN STS Jambi.
Demikianlah yang dapat kami sampaikan kepada Bapak dan Ibu, semoga
bermanfaat bagi kepentingan agama, nusa dan bangsa.
Wassalmu’alaikumWr. Wb.
iii
iv
iv
MOTTO
Artinya:
Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan
diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat
kepada orang-orang yang berbuat baik. 1 (Q. S Al-A’raf 56)
1Kementrian Agama RI.Al-Fattah:Al.Qur’an 20 Baris&Terjemahan 2 Muka.(Jakarta:
Wali), 80
v
v
SURAT PERNYATAAN ORISINILITAS SKRIPSI
Saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Zukni
Nim : UR. 140176
Tempat/TanggalLahir : Sungai Dingin 25 Juli 1994
Konsentrasi : Komunikasi dan Penyiaran Islam
Alamat : Perum Bouginvil Blok AC 12B, Rt. 24,
Kel. Kenali Besar, Kec. Alam Barejo
Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Skripsi ini yang berjudul
“Eksistensi Lembaga Adat dalam Melestarikan Seloko Adat di Prosesi
Pernikahan (Studi di Desa Lubuk Bedorong, Kecamatan Limun, Kabupaten
Sarolangun, Provinsi Jambi)” adalah benar karya hasil saya, kecuali kutipan-
kutipan yang telah disebutkan sumbernya sesuai ketentuan yang berlaku. Apabila
di kemudian hari ternyata pertanyaan ini tidak benar, maka saya sepenuhnya
bertanggung jawab sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia dan ketentuan
di Fakultas Dakwah UIN STS Jambi, termasuk pencabutan gelar yang saya
peroleh melalui Skripsi ini.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk dapat
dipergunakan seperlunya.
Jambi, 18 Oktober 2018
vi
vi
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirabbil alamin
Akhirnya aku sampaikan pada titik ini
Tak henti-hentinya ku ucapkan syukur padamu Ya Rabb
Atas segala anugrah yang diberikan kepadaku,
Serta sholawat dan salam kepada beginda nabi Muhammad Saw,
Keluarga, Sahabat, dan para pengikutnya
Semoga karya ini menjadi kebanggan keluargaku tercinta
Kupersembahkan karya ini...
Untuk ayahku tercinta (Kasim) dengan nasehat dan kasih sayang
yang tulus, dengan wajah datar menyimpan segala perjuangan dan
pengorbanan yang tak bisa kubalas dengan apapun, kesabaran dan
pengertian luar biasa diberikan segala untukku
Serta belahan jiwaku, bidadari syurgaku, yang tanpamu aku bukan
7. Bapak Dr. H. Hadri Hasan, MA selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
ix
ix
8. Bapak Dr. H. Suaidi, MA, Ph.D selaku Wakil Rektor Bidang Akademik dan
Pengembangan Lembaga Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi.
9. Bapak Dr. H. Hidayat M.Pd selaku Wakil Rektor Bagian Administrasi Umum
Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
10. Ibu Dr. Hj. Fadillah M.Pd selaku Wakil Rektor Bagian Kemahasiswaan dan
Kerjasama Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
11. Bapak dan Ibu dosen, asisten dosen dan seluruh karyawan dan karyawati
Fakultas Dakwah UIN STS Jambi.
12. Orang tua saya, bapak Kasim dan ibu Isnaya beserta keluarga saya yang tak
hentinya memberikan dukungan, motivasi, serta do’anya demi keberhasilan dan
kesuksesan saya.
13. Sahabat-sahabat saya yang ku sayang dan selalu memberikan motivasi untuk
selalu berjuang dan semangat belajar untuk saya.
Atas segala bantuan dan bimbingan yang telah diberikan, penulis
mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga, sehingga allah SWT
membalasnya. Akhir kata penulis ucapkan sekali lagi terima kasih kepada
semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang membantu dalam
proses penyelesaian skripsi ini. Atas segala kesalahan dan kekeliruan penulis
ucapkan mohon maaf yang sebesar besarnya dan kepada Allah penulis mohon
ampun dan semoga semua amal ini di terima oleh Allah SWT, Amin.
x
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
NOTA DINAS ........................................................................................................... ii
PENGESAHAN ........................................................................................................ iii
MOTTO .................................................................................................................... iv
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS .......................................................... v
PERSEMBAHAN ..................................................................................................... vi
ABSTRAK ................................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. x
DAFTAR TABEL .................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 7
C. Batasan Masalah .......................................................................................... 7
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................................................. 8
E. KerangkaTeori ............................................................................................. 8
F. Metode Penelitian ........................................................................................ 27
G. Studi Relevan ............................................................................................... 35
BAB II PROFIL DESA LUBUK BEDORONG A. Sejarah desa Lubuk Bedorong ..................................................................... 38
B. Sejarah dan Silsilah Adat Eks Marga Bukit Bulan ...................................... 39
C. Gambaran Wilayah Kultur Masyakat Adat Marga Bukit Bulan .................. 41
D. Sejarah Pemerintahan Bukit Bulan .............................................................. 43
E. Keadaan Geografis dan Demografi desa LubukBedorong .......................... 47
F. Kelembagaan desa Lubuk Bedorong ........................................................... 49
G. Visi Misi Lembaga Adat Desa Lubuk Bedorong ......................................... 51
H. Tujuan Lembaga Adat.................................................................................. 52
BAB III EKSISTENSI LEMBAGA ADAT DALAM MELESTARIKAN
SELOKO ADAT DALAM PROSESI PERNIKAHAN
A. Mensosialisasikan seloko adat kepada keluarga .......................................... 53
B. Memberi Pemahaman seloko adat pernikahan kepada masyarakat …… .... 57
C. Melakukan Pembinaan seloko adat kepada masyarakat .............................. 61
BAB IV STRATEGI LEMBAGA ADAT DALAM MELESTARIAN
SELOKO ADAT PERNIKAHAN
A. Kendala dalam pelestarian seloko adat ........................................................ 64
B. Strategi pelestarian seloko adat ................................................................... 71
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................. 78
B. Saran ............................................................................................................ 79
xi
xi
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
CURICCULUM VITAE
DAFTAR INSTRUMEN PENELITIAN
xii
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Nama Nenek Moyang Penghulu Masyarakat Eks.Marga
Bukit Bulan ............................................................................................ 40
Tabel 2 : Tabel Nama Nenek Moyang Batin Masyarakat Eks. Marga
Bukit Bulan ............................................................................................ 41
Tabel 3 : Pasirah Yang Menjabat di Bukit Bulan ................................................. 45
Tabel 4 : Jumlah dan Distribusi Penduduk Desa Lubuk Bedorong Berdasarkan
Jumlah Jiwa pada Tahun 2017 .............................................................. 48
Tabel 5 : Jumlah dan Distribusi Penduduk Desa Lubuk Bedorong Berdasarkan
Kepala Keluarga (KK) PadaTahun 2017 .............................................. 49
Tabel 6 : Struktur Organisasi Desa Lubuk Bedorong ......................................... 50
Tabel 7 : Struktur Organisasi Lembaga Adat Desa Lubuk Bedorong. ............... 51
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jambi merupakan salah satu daerah strategis, terletak di pesisir timur
bagian tengah Pulau Sumatera. Provinsi Jambi ini dihuni oleh berbagai macam
suku bangsa yang terdiri dari penduduk asli dan pendatang. Salah satunya
adalah suku bangsa Melayu (penduduk asli). Suku bangsa Melayu atau
masyarakat Melayu Jambi dalam kehidupannya memiliki tradisi berseloko.
Berseloko dilaksanakan pada pertemuan-pertemuan adat, pelaksanaan prosesi
pernikahan dan sebagainya. Kata seloko (dalam dialek Jambi) identik dengan
kata seloka dalam bahasa Indonesia.Seloko merupakan bentuk sastra lama yang
disebut dengan tradisi lisan yang diciptakan, disebarluaskan, dan diwariskan
secara lisan kepada anggota masyarakat Jambi. Seloko disebut dengan tradisi
lisan karena disampaikan secara lisan dan termasuk bagian dari budaya yang
tidak terlepas dari kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, seloko memiliki
nilai budaya dan ajaran moral yang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan
bermasyarakat.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) se-lo-ka adalah jenis puisi
yang mengandung ajaran (sindiran dan sebagainya), biasanya terdiri atas 4 larik
yang berirama a-a-a-a yang mengandung sampiran dan isi, sebaliknya ber-se-
lo-ka artinya mengarang atau mengucapkan seloka.2Menurut Syam dalam adat
Jambi seloko berisikan nasehat dan pandangan nenek mamak, tuo tengganai,
dan cerdik pandai untuk masyarakatnya. Disamping itu seloko juga berperan
sebagai norma, filsafat, landasan, dan penegas dalam menyampaikan pikiran
dan perasaan masyarakat serta berfungsi sebagai media untuk menciptakan
suasana yang akrab dan mengandung nilai estetika dalam berbahasa sehingga
2Yudi Armansyah, Konstribusi Seloko Adat Jambi dalam Penguatan Demokrasi Lokal,
Sosial Budaya, Vol.14 No.I, Juni 2017, 1
1
2
terwujud kehidupan bermasyarakat yang memiliki rasa persatuan yang kuat
dan hormat menghormati.3
Menurut beberapa catatan, Islam dan Melayu di Jambi ternyata memiliki
akar sejarah yang kuat. Penduduk asli Jambi adalah suku Melayu, yang
kemudian bercampur dengan suku Minang dan Arab-Turki. Sebelum Indonesia
merdeka, provinsi Jambi merupakan bekas wilayah Kesultanan Islam Melayu
Jambi 1500-1901. Penyebaran Islam di daerah Jambi dimulai dari datangnya
seorang ulama dari Turki (menurut referensi lainnya dari Gujarrat) yang
bergelar Datuk Paduko Berhala. Nilai-nilai Islam sejak dahulu menjadi nilai
terintegrasi dalam kehidupan sosial masyarakat Jambi.Hal ini terlihat dari
falsafah yang hidup di tengah masyarakat yaitu, Adat Basandi Syarak, Syarak
Basandi Kitabullah. Dengan demikian, tidak mengherankan jika model
pemerintahan adat-tradisional Jambi sangat kental dengan nilai-nilai keislaman
yang bercampur dengan budaya Melayu. Nilai-nilai inilah yang menjadi
karakteristik khas kehidupan sosial-politik masyarakat Jambi, sekaligus
membedakannya dengan daerah lain.4
Salah satu produk dari Islam–Melayu menurut Nurhasanah ialah lahirnya
hukum adat yang disebut seloko adat Jambi. Seloko adat adalah ungkapan yang
mengandung pesan, amanat petuah, atau nasihat yang bernilai etik dan moral
serta sebagai alat pemaksa dan pengawas norma-norma masyarakat agar selalu
dipatuhi. Isi ungkapan seloko adat Jambi meliputi peraturan bertingkah laku
dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya dan kaidah-kaidah hukum atau
norma-norma, senantiasa ditaati dan dihormati oleh masyarakatnya karena
mempunyai sanksi. Ungkapan-ungkapan seloko adat Jambi dapat berupa
peribahasa, pantun, atau pepatah-petitih.
Dalam pembacaan seloko, penyeloko biasanya menggunakan pantun atau
sejenisnya sehingga tidak jarang menarik perhatian bagi sebagian orang yang
mendengarkan. Namun demikian, tidak semua orang bisa memahami maksud
3Muhammad Yasir, Peranan Seloko dalam Upacara Pernikahan Masyarakat di Kota
Jambi. Skripsi,(Jambi:Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, 2011), 5 4Hermansyah, Konstribusi Seloko Adat Jambi dalam Penguatan Demokrasi Lokal, Sosial
Budaya,2
3
seloko tersebut karena dalam pemilihan diksi cendrung manggunakan majas
perbandingan atau perumpamaan. Hal senada juga dikemukakan oleh H.
Junaidi T. Noor, seloko bagi masyarakat Ras Melayu sudah tidak asing lagi,
seloko merupakan tradisi lisan yang terwariskan dari kakek ke bapak, dari
bapak ke bisa ke aku atau yang lain atau bisa terhenti atau tersamar karena
jarang didengar, jarang diungkapkan diruang publik atau antar lingkungan
keluarga. Masyarakat awam hanya dapat mendengar seloko dalam upacara adat
terutama dalam prosesi adat pernikahan.
Aspek yuridis tentang perlindungan dan pengelolaan seloko adat dapat
dilihat melalui UU No. 32/2009 Tentang terutama Bab I pasal 1 butir 30 yaitu
nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk
melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari.5Dalam pengertian
kebahasaan, kearifan lokal berarti kearifan setempat (local wisdom) yang dapat
dipahami sebagai gagasan-gagasan lokal yang bersifat bijaksana, penuh
kearifan, bernilai yang tertanam dan diikuti oleh warga masyarakatnya.Dalam
konsep antropologi, kearifan lokal dikenal pula sebagai pengetahuan setempat
(indigenous of local knowledge) atau kecerdasan setempat (local genius), yang
menjadi dasar identitas kebudayaan (cultural identity).
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu tokoh adat yang menjabat
sebagai ketua adat dalam lembaga adat desa Lubuk Bedorong yang dilakukan
pada hari Kamis tanggal 6 April 2018, menurutnya seloko adalah adat pegang
pakai atau prinsip masyarakat Lubuk Bedorong yang dijadikan sebagai
kekuatan, pedoman dan kepercayaan karena dalam hidup harus memiliki
prinsip dan pedoman sehingga hidup dapat tertata dengan baik sesuai dengan
aturan dan norma yang berlaku.
Di desa Lubuk Bedorong, seloko yang merupakan warisan dari orang-
orang terdahulu yang seharusnya kita jaga dan kita lestarikan,dan seloko ini
bersipat seremonial karena hanya dipakai dan disampaikan pada waktu upacara
tertentu seperti pelaksanaan upacara adat pernikahan. Kecenderungan ini
disebabkan kehadiran budaya modern yang telah mengikis budaya masyarakat
5Ibid.,3
4
pada zaman dahulu, selain itu juga disebabkan adanya perasan gengsi dan juga
kurangnya rasa mencintai kebudayaan sendiri hal ini senada yang diungkapkan
oleh bapak M.Amajid, selaku ketua lembaga adat di desa Lubuk Bedorong
menungkapkan:
[S]eloko adat merupakan tradisi lisan yang diwariskan secara turun
temurun dari nenek moyang terdahulu, dan merupakan aset kita
masyarakat Negeri Jambi, seharusnya kita bangga karena selain sebuah
kekayaan juga merupakan adat pegang pakai kita sehari-hari, namun
sangat menyedihkan pada saat ini khususnya di desa Lubuk Bedorong
seloko adat Jambi begitu asing diteliga kita, terutama generasi muda,
bahkan mereka cendrung bersifat acuh dan juga tidak mengenalnya.6
Selanjutnya bapak M. Hud sebagai tengganai balimo umah tonggah
mengatakan:
[S]eloko hanya dipahami dan dipakai oleh kita yang tuo-tuo, anak mudo
kita sekarang mana tau seloko. Bahkan ketika kita berseloko mereka
bingung dari dengan apa yang kita sampaikan. Sejauh ini saya melihat
sangat rendahnya kesadaran mereka untuk belajar berseloko, saya takut
ketika yang tuo-tuo sudah meninggal, seloko ini benar-benar hilang
didesa kita tercinta ini.7
Sebagai salah satu kebudayaan daerah, yang juga merupakan salah satu
identitas negeri yang seharusnya kita kita lestarikan karena jika tidak, suatu
saat seloko adat jambi akan diklaim oleh negera lain sebagai kebudayaan
mereka. Dalam hal ini ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya
kesadaran masyarakat desa Lubuk Bedorong akan seloko adat seperti yang
diungkapkan bapak Muridan, tokoh masyarakat desa Lubuk Bedorong:
[K]ebudayaan luar lebih menarik dan juga kekinian, sehingga mereka
merasa kuno tradisi berseloko. Selain itu mayoritas generasi muda kita
menempuh pendidikan diluar jadi kesempatan mereka untuk belajar
berseloko juga tidak ada”.8
Oleh karena itu, seloko perlu dilestarikan karena berdampak positif
terutama bagi generasi muda untuk meningkatkan rasa bangga, rasa cinta, dan
rasa memiliki terhadap warisan budaya masyarakat khususnya terhadap seloko
6M. Amajid, Ketua Adat desa Lubuk Bedorong, Wawancara dengan penulis, 6 April 2018,
Kabupaten Sarolangun. 7M. Hud, Tengganai Balimo Umah Godang desa Lubuk Bedorong, Wawancara dengan
penulis, 6 April 2018, Kabupaten Sarolangun. 8Muridan, Tokoh Masyarakat, Wawancara dengan penulis, 6 April 2018, Kabupaten
Sarolangun.
5
dalam upacara adat pernikahan.9 Untuk itu perlu adanya pihak-pihak yang
bertanggung jawab untuk tetap mempertahankan adat pegang pakai masyarakat
desa Lubuk Bedorong tersebut. Seperti pemerintah, dalam hal ini peran
lembaga adat/ tokoh adat sangat diperlukan untuk mensosialisasikan,
mengajarkan, dan mendorong masyarakan agar tetap mempertahankan
pandangan hidupnya. Selain itu juga perlu adanya kesadaran dari masyarakat
itu sendiri untuk tetap mempertahankan nilai seloko sebagai adat pegang pakai
mereka sehari-hari khususnya seloko adat pernikahan.
Pernikahan menurut adat Jambi bukanlah semata-mata urusan kedua calon
mempelai, tetapi merupakan kewajiban kedua belah pihak orang tua, tuo-tuo
tengganai, nenek mamak, cerdik pandai, pimpinan formal, serta tokoh-tokoh
adat yang diatur oleh hukum adat berdasarkan kebudayaan masyarakat, agama,
dan undang-undang pernikahan. Selain itu, pernikahan merupakan suatu ikatan
lahir batin yang sakral yang mengikat kedua belah pihak suami istri dalam
kehidupan rumah tangga baik di dunia maupun di akhirat. Prosesi adat
perkawinaan masyarakat Jambi merupakan peristiwa yang sangat penting bagi
setiap anggota masyarakat. Prosesi yang sakral ini akan menentukan masa
depan suatu keluarga yang baru dalam pergaulan antarwarga dan antar
keluarga, serta akan merubah struktur warga masyarakat dengan
lingkungannya atas kehadiran keluarga baru. Untuk itu harus diawali dengan
perhatian yang penuh dari orang tua, kerabat, dan masyarakat agar pelaksanaan
pernikahan sesuai dengan tatanan adat istiadat yang berlaku.
Keluarga adalah salah satu agen komunikasi yang sangat efektif dalam
mensosialisasikan suatu hal. Menurut Teori Peluru (Butet Theory) menyatakan
bahwa media massa dianggap memiliki pengaruh yang sangat besar pengaruh
atau efek komunikasi massa terhadap khalayak.10
Teori peluru ini pertama kali dikemukan oleh Wilbur Schram, menurut
teori ini media massa memiliki kekeuatan yang sangat perkasa, dan komunikasi
dianggap pasif dan tidak tahu apa-apa. Seorang komunikator dapat
9Hasil observasi peneliti di desa Lubuk Bedorong, Tanggal 6 April 2018 10Nugraha,:Teori-peluru”diakses melalui http://media id.blogspot.co.id/2014/04/.html.1
seiringnya waktu seloko tidak lagi digunakan masyarakat desa Lubuk
Bedorong sebagai serana komunikasi. Seloko hanya bisa kita jumpai pada
prosesi pernikahan. Hal itu disebabkan minimnya pengetahuan masyarakat
tentang seloko adat. Rendahnya kesadaran masyarakat untuk belajar
seloko merupakan salah satu kendala dalam pelestaraian seloko adat di
desa Lubuk Bedorong.
Dalam hal ini penulis melakukan wawancara dengan bapak Zawawi,
Tengganai Balimo Sialang mengungkapkan:
“[K]emauan untuk belajar itu masih sangat rendah. Terutama kaum
muda. Kita sama-sama tau, dulu seloko kita pakai dalam kehidupan
sehari-hari, jadi dalam pernikahan hal biasa kita dengar, tapi
sekarang boleh dihitung dengan jari berapo orang yang tahu dan
benar-benar paham makna yang ada dalam seloko. Terkadang ada
tahu mengucapkan saja tapi tidak tahu penempatan dan maknanya.79
Hal senada juga diungkapkan bapak Marjohan, Tengganai Balimo
Umah Tonggah dalam wawancara yang penulis ia mengungkapkan:
“[B]elajar seloko itu dibilang susah-susah gampang menurut saya. Di
bilang gampang kenyataanya tidak semua orang bisa berseloko,
karena apa yang kita ucapkan memiliki arti yang berbeda. Intinya
kemauannya lagi. Memang belajar seloko itu tidak mudah, karena
kita tidak hanya dituntut untuk bisa berseloko tetapi juga bisa
memahami maknanya. Karena seloko itu punya arti jadi tidak
seenaknya kita dalam berbahasa, karena seloko adalah alat dalam
berkomunikasi”
Selian itu penulis juga melakukan wawancara dengan bapak M. Hud,
Tengganai Balimo Umah Godang untuk mengetahui penyebab rendahnya
minat masyarakat desa Lubuk Bedorong belajar seloko adat. Dalam
wawancara yang penulis lakukan ia mengungkapkan:
“[A]nak sekarang sudah modern, bahaso kerennya anak zaman now,
mana mau mereka belajar berseloko, mereka lebih tertarik untuk
mempelajari bahasa luar, padahal kita tahu seloko adalah adat
istiadat yang digunakan nenek moyang kita terdahulu dalam
79Zawawi, Tengganai Balimo Sialang desa Lubuk Bedorong, wawancara dengan penulis,
20 Oktober 2018, Kabupaten Sarolangun
66
berkomunikasi jadi mereka mengagap bahasa jadul, kuno dan tidak
kekinian”80
Dalam hal ini penulis juga melakukan wawancara dengan
masyarakat desa Lubuk Bedorong yang menjadi mahasiswa di Universitas
Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin Jambi. Wawancara yang penulis
lakukan dengan Romdania, mahasiswa semester V jurusan ilmu
perpustakaan ia mengungkapkan:
[S]aya suka mempelajari berbagai bahasa, seloko itu menurut saya
unik dan sangat menarik untuk bisa dipelajari. Hanya saja saya tidak
mempunyai waktu untuk mempelajarinya. Semenjak sekolah saya
sudah keluar dari kampung sampai sekarang. Hanya sekali-kali saya
pulang, itupun hanya sebentar untuk melihat keluarga dikampung.
Berbeda dengan bahasa asing, kita bisa belajar manual sedangkan
seloko kita harus belajar langsung dengan orang yang bisa berseloko.
Sehari dua hari tidak cukup untuk belajar. 81
Berbeda dengan informan sebelumnya, Solehan, mahasiswa
semester 3 jurusan Aqidah dan Filsafat Islam dalam wawancara yang
penulis lakukan ia mengungkapkan alasan lain yang menyebabkan
rendahnya minat masyarakat desa Lubuk Bedorong untuk belajar seloko.
Dalam wawancara yang penulis lakukan, ia mengungkapkan:
[S]eloko adalah tutur kata yang diwariskan secara turun temurun dari
nenek moyang terdahulu. Kalau saya tidak bisa mengunakannya. Tapi
saya yakin karena berseloko adalah adat istiadat masyarakat desa
Lubuk Bedorong, jadi saya sangat yakin akan tetap ada dan lestari
selamanya dalam masyarakat. Masih banyak kita temui nenek mamak,
tengganai balimo yang mengunakan seloko terutama dalam pesta
pernikahan. 82
Dari pernyataan informan diatas dapat diketahui bahwa rendahnya
minat masyarakat desa Lubuk Bedorong belajar seloko adat menjadi
kendala dalam pelestarian seloko adat. Rendahnya minat masyarakat desa
Lubuk bedorong untuk belajar seloko adat disebabkan kebudayaan lokal
diangap jadul, dan ketinggalan jaman sedangkan kebudayaan luar lebih
80 M. Hud, Tengganai Balimo Umah Godang desa Lubuk Bedorong, wawancara dengan
penulis, 20 Oktober 2018, Kabupaten Sarolangun 81Romdania, Mahasiswa UIN STS Jambi, Wawancara dengan penulis, 21 Oktober 2018 82Solehan, Mahasiswa UIN STS Jambi, Wawancara dengan penulis, 21 Oktober 2018
67
menarik, mayoritas masyarakat desa Lubuk Bedorong, khususnya generasi
muda menempuh pendidikan diluar sehingga tidak mempunyai waktu
untuk belajar berseloko. Selain itu adanya persepsi dari masyarakat, karena
seloko adalah tradisi turun temurun, jadi akan tetap lestari .
2. Biaya
Salah satu kendala dalam pelestarian adat adalah tidak adanya biaya
untuk melakukan pelestarian adat. Sedangkan dalam pembinaan lembaga
adat biaya disediakan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara
(APBN), Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Propinsi,
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/ Kota, serta
sumber-sumber lainnya yang tidak mengikat
Seperti yang diungkapkan bapak Ridwan, staf humas Lembaga Adat
Provinsi Jambi dalam wawancara yang penulis lakukan, ia
mengungkapkan:
“[D]alam pembinaan adat itu sudah ada biaya yang dianggrakan
pemerintah setiap tahunnya melalui APBD. Dari dana ini lah nanti
dikelolah oleh lembaga adat setempat untuk melakukan pelestarian
adat setempat”83
Dari pernyataan informan diatas diketahui bahwa dalam pelestarian
adat, dana bersumber dari APBD yang kemudian dikelolah lembaga adat
untuk melakukan pelestarian adat. Dalam wawancara ini dia tidak
menyatakan besarnya anggaran yang digunakan untuk pelestarian adat
setiap desa.
Namun kenyataannya di desa Lubuk Bedorong anggaran yang
diberikan pemerintah melalui APBD tidak digunakan untuk peletarian
adat. Dalam wawancara bapak M.Amajid, kepala adat desa Lubuk
Bedorong mengungkapkan:
[T]entulah untuk melakukan pelestarian saloko adat pogang pakai,
kita membutuhkan dana. Makanya inilah yang dipermasalahkan
dengan kepala desa itu, dana tersebut tidak sampai dengan tengganai
83Ridwan, Staf. Bag.Humas Lembaga Adat Provinsi Jambi, Wawancara dengan penulis,
09 Mei 2018, Provinsi Jambi
68
balimo. Memang ada dana dari ADD itu yang dianggarkan melalui
APBD sekian persen”.84
Hal senada juga diungkapkan bapak Marjohan, Tengganai Balimo
Umah Tonggah dalam wawancara yang penulis lakukan ia
mengungkapkan,:
[M]emang ada sumber pendanaan pelestarian adat dari pemerintah.
Setiap tahunnya pemerintah menggangarkan 20 juta yang diambil
dari APBD. Namun kenyataanya uang tersebut hanyalah sebuah
cerita istilahnya, uang tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi
oleh pihak tertentu”85
Tidak jauh berbeda yang diungkapkan informan sebelumnya, bapak
Hasan Basri, tengganai balimo Samaunag mengungkapkan:
[L]ebaran kemaren ada kepala desa menemui kami dan memberi
kami amplop,isinya seratus ribu perorang tapi tidak kami terima,
karena kami tau uang yang seharusnya digunakan untuk lembaga
adat disini besar dari pemerintah.setiap tahun dia yang
menghabisinya bukan sebaliknya digunakan untuk pelestrian adat
disini. Itulah kenapa tidak ada pelestarian adat disini. Orang atas
taunya uang itu digunakan untuk kegiatan adat tapi kenyataanya
tidak.”86
Bapak Zulkipli, tengganai balimo Lubuk Pondam membenarkan
tentang adanya uang pelestarian adat. Ia mengungkapkan bahwa uang
untuk pelestarian adat diambil dari APBD melalui ADD sebanyak 3 juta
pertahunnya. Selain itu ia juga mengungkapkan bahwa dan tersebut
digunakan untuk membayar guru ngaji.
[S]ebenarnya dana itu memang ada. Berasal dari APBD Diposkan
ADD nominalnya 3 juta per tahun. Dana itulah digunakan untuk
operasional untuk lembaga adat seperti guru ngaji, dan lain
sebagainya”87
84M. Amajid, Ketua Adat desa Lubuk Bedorong, Wawancara dengan penulis, 23 mei
2018, Kabupaten Sarolangun 85Marjohan, Tengganai Balimo Tongah desa Lubuk Bedorong, Wawancara dengan
penulis, 23 mei 2018, Kabupaten Sarolangun 86Hasan Basri, Tengganai Balimo Samauang desa Lubuk Bedorong, Wawancara dengan
Penulis, 24 Mei 2018. Kabupaten Sarolangun 87Zulkipli, Tengganai Balimo Lubuk Pondam desa Lubuk Bedorong, Wawancara dengan
Penulis, 23 Mei 2018. Kabupaten Sarolangun
69
Dari penyataan informan diatas dapat disimpulkan bahwa
pemerintah telah mengangarkan biaya pelestarian adat melalui APBD yang
diposkan melalui ADD. Namun dana tersebut tidak dapat dimemfaatkan
lembaga adat desa Lubuk Bedorong untuk melakukan pelestarian. Uang
tersebut digunakan oleh pihak tertentu mengatas namakan lembaga adat
desa Lubuk Bedorong.
3. Tidak adanya Kerjasama Antara Lembaga Adat dengan Pihak lain
Selain lembaga resmi di desa Lubuk Bedorong juga terdapat lembaga
non resmi, yaitu lembaga atau kelompok-kelompok yang dibentuk oleh
masyarakat. Saat ini lembaga tidak resmi yang ada di desa Lubuk
Bedorong terdiri dari lembaga adat, kelompok tani, karang taruna dan
kelompok pengajian..
Lembaga adat masih cukup berperan didalam kehidupan masyarakat
sehari-hari. Peran lembaga adat dalam pengelolaan sumber daya alam
tercermin dari keberadaan hutan adat, hutan desa dan lubuk larangan desa
Lubuk Bedorong.
Dalam hal ini penulis wawancara dengan bapak Hasan Basri ia
mengungkapkan:
[K]erjasama antara lembaga adat baik itu dengan tokoh masyarakat,
tokoh agama maupun tokoh pemuda ada, karena apabila terjadi
permasalahan maka sama-sama didudukkan, tengganai balimo lah
yang mencincang dan memutuskan”.88
Dari pernyataan informan diatas dapat diketahui bahwa lembaga adat
desa Lubuk Bedorong bekerjasama dengan tokoh-tokoh yang berada di
desa Lubuk Bedorong dalam memutuskan permasalahan adat yang terjadi.
Namun dalam pelestarian adat seloko di desa Lubuk Bedorong, Salah satu
kendala adalah kurangnya kerjasama antara lembaga adat dengan pihak
lain. Dalam hal ini adalah tokoh agama, tokoh pemuda, dan tokoh
masyarakat yang berada di desa Lubuk Bedorong.
88Zawawi. Tengganai Balimo Sialang desa Lubuk Bedorong, wawancara dengan penulis,
23 Mei 2018, Kabupaten Sarolangun
70
Dalam wawancara yang penulis lakukan dengan bapak M.Tiar, tokoh
masyarakat desa Lubuk Bedorong ia mengungkapkan:
[M]emang peran tokoh adat di desa Lubuk Bedorong dikatakan
penting apalagi dalam penyelesaian permasalahan adat yang terjadi.
Namun dalam upaya pelestarian adat seloko sejauh ini belum ada
kerjasama antara tokoh adat dengan pihak lain dalam lingkup desa
Lubuk Bedorong”89
Hal senada juga diungkapkan bapak Husni, tokoh pemuda desa Lubuk
Bedorong dalam wawancara yang penulis lakukan ia mengungkapan:
[K]alau untuk pelestarian adat ada contohnya dalam pembinaan graup
rabana, nazam, kasida dll tapi khususnya seloko adat belum pernah
ada kerjasama tokoh pemuda dengan tokoh adat selama ini.”90
Dalam wawancara dengan penulis bapak Rahmat, tokoh agama desa
Lubuk Bedorong juga mengungkapkan:
“[T]idak ada. Untuk saat ini pembinaan yang sedangkan kita lakukan
bekerjasama dengan lembaga adat diantaranya nazam, kasida, dan
pengajian rutin”91
Pernyataan informan diatas di benarkan oleh bapak Marjohan,
tengganai balimo umah tonggah:
[T]idak ada. Biasanya kerjasama kalau ada permasalahan adat yang
terjadi. Namun untuk adat berseloko belum ada.Tapi belum tahu
kedepannya, insyallah akan kita lakukan kerjasama dalam rangka
pelestarian Adat.92
Dari pernyataan informan diatas dapat diketahui bahwa peran lembaga
adat desa di desa Lubuk Bedorong dalam upaya pelestarian adat sudah
baik terlihat dari pembinaan yang dilakukan namun khususnya pelestrian
seloko adat pernikahan tidak pernah melakukan kerjasama dengan pihak
lain.
89M.Tiar. Tokoh Masyarakat Desa Lubuk Bedorong, wawancara dengan penulis, 31 Mei
2018, Kabupaten Sarolangun 90Husni. Tokoh Pemuda Desa Lubuk Bedorong, wawancara dengan penulis, 30 Mei 2018,
Kabupaten Sarolangun 91Rahmat, Tokoh Agama desa Lubuk Bedorong, wawancara dengan penulis, 30 Mei
2018, Kabupaten Sarolangun 92Marjohan, Tengganai Balimo Umah Tongah Desa Lubuk Bedorong, Wawancara
dengan penulis, 23 Mei 2018, Kabupaten Sarolangun
71
B. Strategi Lembaga Adat dalam Melestarikan Seloko Adat Dalam Prosesi
Pernikahan di Desa Lubuk Bedorong, Kecamatan Limun, Kabupaten
Sarolangun, Provinsi Jambi
Mengingat begitu pentingnya pelestarian seloko adat untuk mengatasi
begitu kompleksnya permasalahan dalam pelestarian seloko adat di desa Lubuk
Bedorong, untuk itu dibutuhkan solusi/ strategi agar permasalahan tersebut
dapat diatasi. Adapun strategi yang dapat dilakukan lembaga adat desa Lubuk
Bedorong dalam pelestarian adat seloko adalah sebagai berikut:
1. Mengunakan Seloko dalam Kehidupan Sehari-hari
Dalam prosesi pernikahan masyarakat jambi seloko merupakan serana
dalam berkomunikasi. Bagi masyarakat desa Lubuk Bedorong, seloko tidak
hanya serana komunikasi dalam sebuah prosesi pernikahan, tetapi juga
sebagai serana komunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Namun saat ini
seloko adat hanya bisa dijumpai dalam sebuah prosesi pernikahan saja, hal
itu disebabkan tidak ada.
Seloko sebagai sebuah tradisi yang diwariskan turun temurun dari
nenek moyang sudah seharusnya untuk dilestarikan agar tetap ada dalam
hati masyarakat dan tidak hilang terkikis oleh kebudayaan seiring maraknya
kebudayaan luar yang masuk ke dalam kebudayaan lokal.
Mengingat begitu rendahnya minat masyarakat khususnya masyarakat
di desa Lubuk Bedorong untuk belajar seloko, lembaga adat sebagai sebuah
instansi yang punya kewajiban untuk melestariakan adat istiadat yang ada
didalam masyarakat. Untuk itu dibutuhkan strategi-strategi yang handal
sehingga masyarakat terdorong untuk belajar seloko.
Mengenai hal ini penulis melakukan wawancara dengan bapak
Zawawi, tengganai balimo sialang ia mengungkapkan:
“[B]elajar dari yang terdahulu, kami dahulu belajar seloko karena
kemauan dari dalam diri, ada rasa malu kalau tidak tahu berseloko,
selain itu seloko digunakan dalam tutur kata sehari-hari. Jadi sudah
menjadi sebuah tuntutan untuk kita belajar dan memahami seloko.
72
Pada masa kami dulu tempat belajar seloko masih banyak, beda
dengan sekarang. Jadi menurut sayo, menjadikan seloko sebagai tutur
kato sehari-hari adalah hal yang patui kita coba.93
Tidak jauh berbeda dengan informan sebelumnya, itu penulis juga
melakukan wawancara dengan bapak Marjohan, tengganai balimo umah
tonggah. Dalam wawancara yang penulis lakukan ia mengungkapkan:
“[B]isa ala biasa, ungkapan itu lebih tepat dengan kondisi saat ini.
Saya dulu bisa berseloko karena selain belajar juga dikarenakan
dipakai dalam sehari-hari. Apa yang kita dapat kita praktekkan itu
lebih baik dan muda lengketnya.“94
Selain itu dalam hal ini penulis juga melakukan wawancara dengan
mahsiswa Universitas Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin Jambi.
Wawancara yang penulis lakukan Romdania, mahasiswa semester 5 jurusan
ilmu perpustakaan ia mengungkapkan:
“[P]engalaman saya dulu pernah tinggal diasrama semester 1 dan 2.
Di asrama ada peraturan wajib 3 bahasa. 2 bahasa asing dan satu
bahasa Indonesia. Dalam seminggu kita di wajibkan mengunakan 3
bahasa. Contohnya senin-rabu bahasa inggris, jadi segala aktivitas
selama hari senin samapi rabu mengunakan bahasa Inggris. Apabila
hari mengunakan bahasa Arab jadi diwajibkan seluruh santri
mengunakan bahasa Arab. Mungkin bisa menjadi solusi untuk
lembaga adat desa untuk menerapkan kebijakan seperti ini. Sehari
berangkali dalam seminggu.” 95
Dari pernyataan informan diatas dapat diketahui bahwa menjadikan
seloko sebagai bagian atau serana komunikasi dalam kehidupan sehari-hari
adalah salah satu strategi yang dapat dilakukan agar seloko menjadi minat
dan tuntutan bagi masyarakat untuk belajar berseloko namun menurut
saya, lebih efektif lagi kalau kebijakan tersebut dibarengi dengan sebuah
sangsi adat sehingga membuat sebuah beban dan efek jera bagi masyarakat
yang tidak mengunakan seloko.
93Zawawi, Tengganai Balimo Sialang desa Lubuk Bedorong, Wawancara dengan penulis,
21 Oktober 2018, Kabupaten Sarolangun. 94Marjohan, Tengganai Balimo Umah Tonggah desa Lubuk Bedorong, Wawancara
dengan penulis, 21 Oktober 2018, Kabupaten Sarolangun 95Romdania, Mahasiswa UIN STS Jambi, Wawancara dengan penulis, 22 Oktober 2018.
Kabupaten Jambi
73
2. Mengadakan Perlombaan Seloko Adat
Sudah menjadi fitranya seorang manusia untuk menjadi pribadi
berbeda dibanding mahluk disekelilingnya. Ia ingin terlihat lebih menonjol
dibanding di banding teman-temannya. Hal itu tak terlepas dari sebuah
perasaan yang ingin dihargai, di puji dan diterima didalam sebuah
lingkungan.
Dalam rangka untuk mendapat sebuah penghargaan diri berbagai
cara mereka lakukan agar mereka diakui kehebatnya. Salah satu cara
mereka mendapat reword adalah dengan mengikuti berbagai perlombaan
untuk menunjukan kehebatan mereka.
Menurut bapak Zawawi, tengganai balimo Sialang dalam wawancara
yang penulis lakukan ia mengungkapkan bahwa perlombaan tentang
seloko adat adalah salah satu cara agar masyarakat terdorong untuk belajar
seloko.
“[S]aya melihat desa lain untuk menarik minat masyarakat untuk
belajar berseloko mereka membuat perlombaan seloko. Tahun ini
rencananya kita lembaga adat akan melakukan perlombaan seloko
adat yang dilakukan kecamatan. Dan kedapannya saya ingin membuat
perlombaan seloko pada hari-hari besar nasional maupun keagamaan,
biar masyarakat kita berminat untuk belajar berseloko”96
Selain penulis juga melakukan wawancara dengan informan diatas,
penulis juga melakukan wawancara dengan bapak Zulkifli, tengganai
balimo Lubuk Pondam, dalam wawancara yang penulis lakukan ia
mengungkapkan:
“[D]i desa kita saja yang belum ada seloko adat diperlombakan.
Didesa lain, desa Temalang contohnya, seloko adat di perlombakan
untuk masyarakatnya, jadi semenjak diadakan perlombaan tersebut,
setidaknya sudah ada beberapa orang yang mulai tertarik belajar
berseloko. Untuk seloko pernikahan yang paten itu bapak Zawawi,
jadi mereka belajar seloko di desa ini.”97
96 Zawawi, Tengganai Balimo Sialang desa Lubuk Bedorong, wawancara dengan penulis,
21 Oktober 2018, Kabupaten Sarolangun. 97 Zulkifli, Tengganai Balimo Lubuk Pondam desa Lubuk Bedorong, wawancara dengan
penulis, 21 Oktober 2018, Kabupaten Sarolangun.
74
Dalam hal ini penulis juga melakukan wawancara dengan mahasiswa
Universitas Islam negeri Jambi, dalam wawancara yang penulis lakukan
dengan mahasiswa semester 3 Jurusan Aqidan dan Filsafat Islam ia
mengungkapkan:
“[S]ebenarnya biar seloko makin dikenal masyarakat, bekerjasama
dengan tokoh pemuda,agama misalnya untuk mengikut sertakan
seloko adat dalam berbagai acara yang biasa mereka lakukan seperti di
hari 17 Agustus, Halal bin Halal dan lain sebagainya. Selain itu
selama ini kalau didesa kalau kita mengadakan perlombaan biasanya
anak-anak samapai remaja, disini kita membuat perlombaan untuk
umum anak-anak hingga yang tua.
Dari pernyataan informan diatas dapat diketahui bahwa dalam rangka
melestarikan seloko adat strategi yang dapat dilakukan diantaranya
membuat perlombaan tentang seloko adat. Karena perlombaan dianggap
strategi yang handal, karena sebagai mahluk sosial manusia butuh reward
dalam dirinya. Reward yang diberikan dalam perlombaan mnejadi daya
tarik bagi masyarakat untuk mempelajari seloko adat
3. Mencari Sumber Dana Lain
Lembaga adat masih cukup berperan didalam kehidupan masyarakat
sehari-hari. Peran lembaga adat dalam pengelolaan sumber daya alam
tercermin dari keberadaan hutan adat, hutan desa dan lubuk larangan desa
Lubuk Bedorong.
Dalam pelestarian adat selain dana disediakan dalam Anggaran
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dana juga dapat diperoleh
dari sumber-sumber lainnya yang tidak mengikat. Keberadaan hutan adat,
hutan desa dan juga lubuk larangan di desa Lubuk Bedorong apabila
dioleh secara maksimal akan menjadi sumber pendanaan dalam pelestarian
adat di desa Lubuk Bedorong.
Dalam hal ini penulis melakukan wawancara dengan bapak
M.Amajid, kepala adat desa Lubuk Bedorong ia mengungkapkan:
[S]elain mempunyai hutan adat kita juga mempunyai hutan desa dan
juga lubuk larangan. Seperti lubuk larangan dibuka setahun sekali dan
kita juga menjual ikan-ikannya kepada pihak-pihak luar yang ingin
75
membelinya. Biasanya uang hasil penjualan kita memfaatkan untuk
kepentingan umum seperti mesjid”98
Hal Senada Juga diungkapkan bapak Marjohan, tengganai balimo
umah tongah dalam wawancara yang penulis lakukan ia mengungkapkan:
“[S]eperti hutan desa itu sejatinya milik desa namun diserahkan
kepada tengganai balimo jadi dapat dimemfaatkan untuk kepentingan
adat”99
Selain itu penulis juga melakukan wawancara dengan bapak Zulkifli,
tengganai balimo Lubuk Pondam untuk mengetahui sumber daya alam
desa Lubuk Bedorong yang bisa dijadikan untuk sumber pendanaan dalam
pelestarian atau kegiatan adat yang dilakukan di desa Lubuk Bedorong..
Menurut bapak Zulkpili SDA milik desa Lubuk Bedorong selama ini
dieksploitasi oleh masyarakat baik dalam maupun luar namun hasilnya
tidak pernah diserahkan kepada desa salah satu contohnya adalah tambang
emas di Batang Sifa desa Lubuk Bedorong
[B]atang sifa adalah wilayah hutan desa Lubuk Bedorong, selama ini
orang menambang emas tidak pernah membagi hasilnya untuk desa.
Untuk kedepannya kita harus tegas terhadap mereka, kalau mereka
tidak mau berbagi hasil maka mereka tidak boleh menambang disana
lagi”100
Dalam hal ini penulis juga wawancara dengan bapak Muridan ia
mengungkapkan:
[S]elain menghasilkan emas, karet, damar, hutan desa dan hutan adat
desa Lubuk Bedorong mempunyai rotan, bambu dan kayu yang
mempunyai kualitas bagus salah satunya tembesu. Rotan dan bambu
contohnya melalui PKK atau bekerjasama dengan pihak warsi untuk
membuat berbagai kerajinan dan semua itu menghasilkan uang yang
dapat digunakan untuk kepentingan desa maupun adat”.101
98M. Amajid. Ketua Adat desa Lubuk Bedorong, Wawancara dengan penulis, 23 Mei
2018, Kabupaten Sarolangun 99Marjohan. Tengganai Balimo Umah Tonggah Desa Lubuk Bedorong, Wawancara
dengan penulis, 23 Mei 2018, Kabupaten Sarolangun 100Zulkipli. Tengganai Balimo Lubuk Pondam Desa Lubuk Bedorong, Wawancara
dengan penulis, 23 Mei 2018, Kabupaten Sarolangun 101Muridan. Tokoh Masyarakat Desa Lubuk Bedorong, Wawancara dengan penulis, 23
Mei 2018, Kabupaten Sarolangun
76
Dari pernyataan informan diatas dapat diketahui bahwa begitu
banyak sumber pendaan yang dapat digunakan sebagai dana dalam
pelestarian adat khususnya seloko adat pernikahan di desa Lubuk
Bedorong. Namun sangat disayangkan karena SDA desa Lubuk Bedorong
belum dapat dimemfaatkan secara maksimal oleh masyarakat desa Lubuk
Bedorong.
4. Melakukan Kerjasama dengan Pihak Lain
Selaku mahluk sosial kita tidak bisa dipisahkan dengan orang lain.
Melakukan kerjasama dengan pihak lain sangat dibutuhkan hidup dalam
masyarakat. Dalam rangka pelestarian adat, melakukan kerjasama dengan
pihak lain dalam ruang lingkup desa Lubuk Bedorong yang seharusnya
dilakukan lembaga adat desa Lubuk Bedorong.
Dalam hal ini penulis wawancara dengan bapak Zawawi, tengganai
balimo sialang ia mengugkapkan:
[T]ahun ini rencananya kita lembaga adat akan melakukan
perlombaan seloko adat yang dilakukan kecamatan.Dan kedapannya
saya ingin membuat perlombaan seloko pada hari-hari besar nasional
maupun keagamaan”102
Selain itu penulis juga melakukan wawancara dengan bapak Husni,
tokoh pemuda desa lubuk bedorong untuk mengetahui strategi yang tepat
dalam pelestarian seloko adat desa lubukBedorong. Dalam wawancara ia
mengungkapkan:
[S]etiap tahun kita melakukan berbagai kegiatan, bekerjasama
contohnya dalam hari besar keagamaan dalam rangka membangun
kebersamaan antar masyarakat. Berbagai perlombaan akan diadakan.
Ada baiknya kalau seloko adat ikut diperlombakan juga”103
Hal senada juga diungkapkan bapak Rahmat, tokoh agama desa Lubuk
Bedorong, dalam wawancara yang penulis lakukan ia mengungkapkan:
[H]ari besar keagamaan biasanya kita membuat berbagai perlombaan.
Selama ini seloko adat belum pernah dilakukan perlombaan. Solusinya
102Zawawi. Tengganai Balimo Sialang desa Lubuk Bedorong, wawancara dengan
penulis, 23 Mei 2018, Kabupaten Sarolangun 103
Husni. Tokoh Pemuda desa Lubuk Bedorong, wawancara dengan penulis, 30 Mei
2018, Kabupaten Sarolangun
77
adalah dengan membuat perlombaan sehingga orang banyak berminat
untuk belajar berseloko”104
Dari pernyataan informan diatas dapat diketahui bahwa tokoh adat desa Lubuk
Bedorong harus melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam hal ini tokoh
agama, dan tokoh pemuda dalam upaya pelestarian adat seloko dengan membuat
perlombaan pada hari besar keagamaan atau pun nasional.
104Rahmat. Tokoh Agama desa Lubuk Bedorong, Wawancara dengan penulis, 30 Mei
2018, Kabupaten Sarolangun
78
BAB V
PENUTUP
A.Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan dapat
disimpulkan bahwa eksistensi lembaga adat dalam melestarikan seloko adat
dalam prosesi pernikahan di desa Lubuk Bedorong berperan cukup baik. Hanya
saja dalam pelaksanaannya kurang terorganisasi dan kurangnya pengawasan
dari lembaga adat tersebut. Dengan sub-fokus sebagai berikut:
1. Eksistensi Lembaga Adat Dalam Melestarikan Seloko Adat dalam
Prosesi Pernikahan
Eksistensi lembaga adat di desa Lubuk Bedorong terlihat dalam
berbagai kegiatan yang mereka lakukan dalam rangka pelestarian seloko
adat. Seperti melakukan sosialisasi melalui rapat rutin yang dilakukan
lembaga adat dan memberikan wewenang kepada lembaga adat untuk
memberikan sosialisasi kepada anggota keluarga masing-masing, selain itu
lembaga adat juga memberikan pemahaman dan pembinaan kepada
masyarakat tentang seloko adat..
2. Strategi Lembaga Adat dalam Pelestaraian Seloko Adat dalam Prosesi
Pernikahan
Dalam melakukan pelestarian seloko adat dalam prosesi pernikahan di
desa Lubuk Bedorong, terdapat banyak sekali hambatan, adap pun hambatan
tersebut diantaranya rendahnya minat masyarakat untuk belajar berseloko,
tidak adanya sumber pendanaan serta kurangnya kerjasama antara lembaga
adat dengan pihak lain. Untuk mengatasi pemasalahan yang terjadi, adapun
strategi yang dilakukan lembaga adat desa Lubuk Bedorong adalah
mengunakan seloko dalam kehidupan sehari-hari serta mengadakan
perlombaan seleko adat bagi masyarakat, mencari sumber pendanaan lain,
dan menjalin kerjasama dengan pihak lain, dalam hal ini pemerintahan desa
maupun tokoh masyarakat, tokoh agama, maupun pemuda untuk membuat
berbagai kegiatan dalam rangka pelestarian seloko adat.
78
79
B. Saran
1. Bagi lembaga adat agar dapat memberikan peranannya sebagai
organisisasi yang diberikan wewenang mendorong anggota-anggota
masyarakat adatnya untuk melakukan kegiatan pelestarian serta
pengembangan seloko adat di Provinsi Jambi
2. Bagi masyarakat, agar lebih banyak lagi berpartisipasi dalam pelestarian
setiap adat budaya Jambi, khususnya seloko adat dalma upacara
Perkawinan
3. Kepada generasi muda agar menanamkan rasa cinta terhadap adat
budayanya sendiri dengan tetap menjaga dan melestarikan adat istiadat
budaya Jambi dalam hal ini mengenai seloko adat dalam kehidupan sehari-
hari, mempelajari kembali adat budaya Jambi sehingga adat Jambi bisa
tergali dan tetap lestari.
4. Bagi pemerintah khususnya dinas terkait yaitu Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata lebih memperhatikan kegiatan-kegiatan masyarakat dan dapat
membantu secara moril dan materil.
80
DAFTAR PUSTAKA
A. Karya Ilmiah
Aggoro, M. Linggar. Teori & Profesi Ketua adat serta Aplikainya di Indonesia
Jakarta: Bumi Aksara, 2001
Arifullah, Mohd, dkk. Panduan Penulisan Karya Ilmiah Mahassiwa Fakultas
Ushuluddin IAIN Sultan Thaha Sayfuddin Jambi.Jambi, Fak.Ushuluddin
IAIN STS Jambi, 2015
F. Rachmadi. Public Relations dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Gramedia, 1994
Kaelen. Pawito. Metode Penelitian Kualitatif Intrdisipliner. Yogyakarta: Ghalia
Indonesia, 2012
Lembaga Adat Provinsi Jambi. Pokok-pokok Adat Sepucuk Jambi Sembilan
Lurah. Jambi: Lembaga Adat Provinsi Jambi, 2001
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung Remaja Rosdakarya,