Ekonomi Pancasila dan Kesejahteraan Rakyat
Oleh: Wayu Eko YudiatmajaMemperoleh gelar Sarjana Ilmu Politik
(S.IP) dari Program Studi Ilmu Administrasi Negara FISIP
Universitas Andalas dengan prediket cum laude (2009). Saat ini
sedang menempuh studi pascasarjana (S2) pada Program Studi
Manajemen dan Kebijakan Publik FISIPOL Universitas Gadjah Mada.
Aktif di Bidang Kajian Strategis Himpunan Mahasiswa Pascasajana
UGM.
Peringatan: Bagi yang mengutip isi tulisan ini mohon dituliskan
dengan jelas sumbernya sebagai referensi demi menjaga etika dan
kaidah penulisan ilmiah. Bangsa yang besar adalah bangsa yang
menghargai karya orang lain.
Ekonomi Pancasila dan Kesejahteraan Rakyat
Tanggal 13 Agustus 2010 atau empat hari menjelang peringatan HUT
kemerdekaan RI ke 65, Baiq Suryani (38), warga Desa Jenggik,
Kecamatan Kopang, Nusa Tenggara Barat tega menjual bayi yang baru
dilahirkannya seharga Rp300.000. Suryani berani melakukan itu
karena ia tidak berdaya menghadapi impitan kebutuhan ekonomi
keluarganya. Suryani memiliki enam orang anak, sedangkan suaminya
kabur entah kemana saat dirinya hamil anak ke enam. Ia terpaksa
menjual anak terakhirnya karena dililit kebutuhan ekonomi.
Peristiwa yang sama juga terjadi pada awal Juli lalu di Denpasar,
Bali. Siti Munawaroh, wanita asal Surabaya, Jawa Timur, juga
menjual bayi laki-lakinya Karena tidak mampu membayar biaya
persalinan sebesar Rp 6 juta di RSU Sari Darma Denpasar.1
Pendahuluan Cerita tentang Suryani dan Munawaroh di atas adalah
sebagian kecil kisah sendu warga negara Indonesia yang tertindas
oleh kemiskinan. Kemiskinan seringkali menjadi alasan bagi setiap
orang melakukan tindakan-tindakan yang tidak dapat diterima dengan
nalar sehat. Namun, itulah kemiskinan, musuh bersama yang
senantiasa bergentayangan di tengah-tengah kita. Kemiskinan memang
telah menjadi momok bagi suatu bangsa, tidak hanya di negara sedang
berkembang tetapi juga di negara maju, karena kemiskinan dapat
berimplikasi secara sosial dan politik. Sudah lebih dari setengah
abad Republik Indonesia merdeka, tetapi negara belum bisa
mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia sebagaimana amanat konstitusi. Argumentasi yang patut
diperdebatkan adalah ternyata kemerdekaan saja tidak serta merta
membuat ekonomi suatu bangsa menjadi maju. Namun, yang jauh lebih
penting adalah kemandirian (selfhelp) secara ekonomi dan politik
karena adakalanya suatu negara sudah merdeka tetapi tidak mandiri.
Secara fisik, kita memang tidak lagi mengalami penjajahan, namun
secara formal kita mengalami penjajahan secara ekonomi, politik,
moral, ideologi, dan kultur.2 Lebih tragis lagi, kita dijajah oleh
saudara sebangsa dan
1
M. Sanusi, Arti Kemerdekaan Buat Si Miskin, Opini dalam
Joglosemar 19 Oktober 2010, halaman 20. 2 Amien Rais mengungkapkan
dengan sangat mengesankan bahwa the history repeat agaian (sejarah
kembali terulang) dimana Indonesia telah terperangkap
neokolonialisme dan neoimperialisme. Baca M. Amien Rais, Selamatkan
Indonesia: Agenda Mendesak Bangsa, PPSK Press, Yogyakarta,
2008.
1
setanah air. Hal ini semakin menguatkan tesis Marx, bahwa negara
adalah alat penindas kaum lemah dan marginal. Negara telah gagal
mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Mengapa bisa demikian? Marilah kita tukikkan sedikit pandangan kita
pada aspek ekonomi karena ekonomi adalah pisau analisis yang bisa
digunakan untuk menjawab pertanyaan di atas. Ekonomi merupakan ilmu
yang menjelaskan mengapa manusia berbuat sesuatu untuk memilih (to
choose) menggunakan (to employ) sumber-sumber produksi yang langka,
memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa kepada orang
banyak di dalam masyarakat.3 Ekonomi merupakan instrumen politik
suatu negara untuk mewujudkan kesejahteraan bagi warga negaranya.
Naif, kalau kita bicara kesejahteraan rakyat, tetapi tidak
memperhatikan aspek ekonomi dan politik perekonomian yang sedang
dijalankan oleh suatu negara. Ekonomi bukanlah ilmu yang berdiri
sendiri dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat karena sangat
bergantung pada faktor politik yang berkembang dalam negara
tersebut. Politik bukan lagi menjadi cateris paribus sebagaimana
diyakini oleh penganut teori-teori ekonomi konvensional. Akan
tetapi, politik sesungguhnya conditio sine quanon dalam proses
ekonomi suatu bangsa. Pergeseran Teori Ekonomi Teori-teori ekonomi
yang ada dewasa ini memang tidak bisa dilepaskan dari pengaruh
barat karena teori-teori tersebut lahir dan berkembang di barat,
terutama sejak terjadinya revolusi industri di Inggris. Teori
ekonomi liberal klasik merupakan teori yang memiliki pengaruh yang
sangat luas. Tidak bisa dipungkiri bahwa Adam Smith merupakan
peletak dasar bagi teori ekonomi liberal klasik. Melalui
mahakaryanya yang berjudul An Inquiry Into the Nature and Causes of
the Wealth of Nation, atau yang lebih dikenal dengan The Wealth of
Nations (1776), Smith mengajarkan tentang pentingnya rasionalitas
dalam pemenuhan kebutuhan manusia. Khuluk manusia menurut Smith
adalah makhluk rasional yang akan selalu bertindak sesuai dengan
prinsip maximized utility dalam memenuhi kebutuhannya. Smith
terkenal dengan pernyataannya bahwa It is not from the3
Paul A. Samuelson, Economics: An Introductory Analysis (Fifth
Edition), Kogakusha Company, Tokyo, 1961, halaman 6.
2
benevolence of the butcher, or the baker, that we expect our
dinner, but from their regard to their own self-interest.4
Mekanisme harga ditentukan oleh hukum permintaan dan penawaran di
pasar. Harga akan terbentuk dengan sendirinya karena dikendalikan
oleh invisible hand (tangan-tangan yang tidak kentara). Smith juga
menekankan pentingnya jaminan terhadap pemilikan pribadi dan
penguasaan sumber ekonomi oleh kaum kapitalis. Smith sangat
menentang campur-tangan negara dalam menentukan harga karena hal
itu dapat mendistorsi pasar. Negara menurut Smith, tidak boleh
campur tangan dalam perekonomian nasional. Negara sebaiknya hanya
menyediakan regulasi, menjaga kedaulatan negara dari serangan pihak
lain, menjalankan tertib hukum, dan melindungi warga negara. Oleh
karena doktrin anti negara (depolitisasi) ini, maka Smith dan para
pendukungnya dianggap sebagai penganut aliran ekonomi
liberalis-kapitalis. Tokoh-tokoh lainnya yang patut diperhitungkan
dalam ekonomi liberalis-kapitalis adalah David Ricardo, Thomas
Robert Malthus, dan John Stuart Mill. Pendapat Smith ditentang oleh
para ahli yang menganut ideologi sosialis, terutama Karl Marx. Marx
bersama Frederick Engels menulis Das Kapital guna menyerang
ideologi kapitalis secara akademis. Sebenarnya dalam Das Kapital,
Marx tidak hanya bicara tentang ekonomi, tetapi juga sosial,
politik dan demokrasi. Menurut Marx ideologi ekonomi kapitalis
hanya akan menyengsarakan masyarakat karena pemilikan modal oleh
kaum kapitalis dapat menyebabkan penindasan bagi kaum proletar
(buruh dan petani). Oleh karena itu, Marx mengajarkan pentingnya
kepemilikan bersama (commons property) atas alat-alat dan
sumber-sumber ekonomi. Ajaran Sosialis-Marxis didasarkan atas
argumentasi bahwa kepemilikan faktor-faktor produksi di tangan kaum
kapitalis dapat melahirkan kelas borjuasi yang akan mengeksploitasi
kelas proletar. Kaum kapitalis akan selalu memupuk keuntungan
dengan meningkatkan penguasaan mereka atas sumber-sumber ekonomi
guna meningkatkan kapital, sedangkan kaum proletar akan tetap
berada pada kondisi yang lemah karena menerima upah dari kelas
kapital. Bahkan, pemilik modal sering menggunakan cara-cara yang
tidak etis dalam mencari
4
Adam Smith, An Inquiry Into the Nature and Causes of the Wealth
of Nations, Pennsylvania State University Press, Pennsylvania,
2005, halaman 19. Edisi pertama diterbitkan tahun 1776.
3
keuntungan, misalnya dengan membayar upah buruh di bawah harga
pasar. Menurut Marx sistem ekonomi kapitalis hanya akan melahirkan
penindasan manusia atas manusia lainnya (homo homini lupus). Oleh
karena itu, negara harus berperan aktif dalam mengendalikan
perkekonomian guna menciptakan keadilan bagi semua. Tidak lama
setelah munculnya teori ekonomi sosialisme, muncul teori ekonomi
yang menentang gagasan ekonomi sosialis-marxis. Tokohnya yang
terkenal adalah Alfred Marshall dan John Maynard Keynes. Menurut
penganut, teori ini mereka percaya bahwa perekonomian sebaiknya
diserahkan kepada kekuatan pasar. Bagi mereka pasar adalah
institusi yang paling efektif dan efisien dalam menciptakan harga.
Campur tangan yang berlebihan dari pemerintah dapat mengganggu
kestabilan harga. Dengan kata lain, teori yang muncul belakangan
ini mimiliki cara pandang yang hampir sama dengan teori ekonomi
liberal klasik. Oleh karena itu, penganut teori ini disebut dengan
aliran ekonomi neoklasik. Perbedaannya adalah para penganut ekonomi
neoklasik menekankan bahwa perlu peran pemerintah dalam
perekonomian, tetapi peranan pemerintah hanya terbatas pada upaya
mengendalikan distorsi pasar, tidak lebih. Lalu bagaimana
praktiknya dalam dunia nyata? Amerika Serikat dan beberapa negara
Eropa Barat merupakan negara yang menjalankan prinsip ekonomi
liberalisme. Sedangkan ideologi Marx dianut dan diterapkan oleh
negaranegara Uni Soviyet. Ketika Soviyet pecah, Rusia sangat gigih
mempertahankan ideologi ini, utamanya pada masa pemerintahan Lenin,
Stalin dan Kruschev. Di Cina ideologi sosialisme dilanggengkan oleh
penguasa bertangan besi Mao TseTung. Di Asia, Vietnam juga pernah
mewarisi ideologi sosialis-komunis dari Soviyet. Sejak berakhirnya
Perang Dingin, hampir tidak ada persaingan antara kedua idelogi ini
karena Amerika tidak lagi memiliki saingan yang berarti. Francis
Fukuyama dalam The End of History and the Last Man, berpendapat
bahwa ideologi kapitalis tampil sebagai pemenang sedangkan komunis
adalah pecundang. Namun kenyataan hari ini adalah hampir tidak ada
ideologi murni. Apa yang dipraktikkan oleh beberapa negara di dunia
dewasa ini tidak bisa lagi dinegasikan secara tajam atas
liberalis-sosialis, karena pada kenyataannya banyak negara
4
kapitalis mempraktikkan kebijakan ekonomi berbau sosialis,
sebaliknya negaranegara sosialis juga tidak ketinggalan dalam
mempraktikkan cara kerja liberalis dalam sistem perekonomiannya.
Apalagi semenjak diterapkannya ide negara kesejahteraan (welfare
state). Amerika Serikat misalnya, di bawah kepemimpinan Presiden
Barrack Obama tengah berupaya untuk mewujudkan UU jaminan kesehatan
yang notabene adalah kebijakan tersebut merupakan salah satu
prinsip sosialis. Begitu juga Cina yang sudah menunjukkan gaya-gaya
kapitalisme walaupun secara ideologis Cina adalah negara sosialis.
Perangkap Neoliberalisme Liberalisme-kapitalisme telah menjadi
ideologi populer dewasa ini, semenjak dimodifikasi menjadi
neoliberalisme. Neoliberalisme adalah bentuk lain dari liberalisme.
Dalam bidang ekonomi, disebut dengan ekonomi neoliberalisme.
Ekonomi neoliberalisme masih menggunakan prinsip-prinsip
liberalisme klasik dalam menjalankan agendanya. Ekonomi
neoliberalisme merupakan anak ideologi kapitalis yang lebih
berorientasi pada pertumbuhan di level makro melalui penanaman
investasi oleh kalangan pemilik modal secara massif.The concept of
neo-liberalism has a plethora of uses; it can be understood as a
trend, a project, an ideology, or a particular phase of capitalist
development. Here, neo-liberalism is considered a strategy of
engagement with an established ideological standpoint and a
tangible set of policy objectives that emerged in the mid-1970s a
respon to the stagflationary crisis. The logic of neo-liberalism
was to move the economy toward and investment based growth paradigm
and maintain small sustained macroeconomic growth levels.5
Neoliberalisme sebenarnya tidak lebih dari upaya negara-negara
maju, terutama Amerika Serikat untuk melakukan neokolonialisme dan
neoimperialisme terhadap negara-negara miskin dan berkembang.
Agen-agen neoliberalisme yaitu General Agreement on Tariff and
Trade (GATT), Consultative Group for Indonesia (CGI), World Bank
(Bank Dunia), International Monetary Fund (IMF), World Trade
Organization (WTO), Asian Development Bank (ADB), dan Group of
Twenty (G20). Di Indonesia, agenda-agenda ekonomi neoliberalisme
masuk melalui berbagai perangkap yang diciptakan oleh
lembaga-lembaga perekonomian dan5
Johnna Montgomerie, The Logic of Neo-Liberalism and the
Political Economy of Consumer Debt-led Growth, Neoliberalism: State
Power and Global Governance, Editors: S. Lee and McBride, Springer,
Dordrecht, The Netherlands, 2007, halaman 158.
5
keuangan
internasional.
Puncaknya
adalah
ketika
Presiden
Soeharto
menandatangani Letter of Intent (LoI) peminjaman utang dengan
IMF pascakrisis keuangan yang melanda Indonesia tahun 1997. Maka
sejak saat itulah, sebenarnya kedaulatan bangsa ini telah
digadaikan kepada pihak asing. Dengan berkedok sebagai juru
selamat, IMF mencoba memaksakan resep-resep ekonomi untuk
memulihkan ekonomi Indonesia. Alih-alih ingin menyelamatkan, IMF
malahan mencoba menekan Indonesia agar menerapkan beberapa
kebijakan ala kapitalis yang dibungkus dalam paket program
penyesuaian struktural (structural adjustment programs/SAPS). SAPS
terdiri dari kebijakan anggaran ketat dan penghapusan subsidi,
liberalisasi sektor keuangan, liberalisasi perdagangan dan
privatisasi BUMN.6 Gonta-ganti pemerintahan tidak menjamin bahwa
ekonomi Indonesia akan keluar dari mainstream neoliberalisme karena
faktanya agenda-agenda neoliberalisme masih tetap dijalankan oleh
setiap pemimpin bangsa. Sejak pemerintahan Habibie hingga Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) praktik-praktik ekonomi neoliberalisme yang
kurang populis, tetapi tetap menjadi sandaran kebijakan ekonomi
pemerintah. Beberapa kebijakan ekonomi yang kurang populis itu
antara lain; dicabutnya subsidi minyak tanah, liberalisasi sektor
migas dan melego BUMN ke pihak asing guna mendapatkan dana segar.
Akibatnya, masyarakat marginal di akar rumput (grass root) menjadi
semakin terjepit dan mengakibatkan bertambahnya angka kemiskinan.
Pemerintahan SBY boleh berbangga hati, karena secara makro, setiap
tahunnya perekonomian Indonesia selalu menunjukkan trend positif.
Bahkan ketika resesi ekonomi tengah melanda AS dan beberapa Negara
maju lainnya pada tahun 2008, ekonomi Indonesia tetap tumbuh di
tengah badai krisis. Namun, demikian pertumbuhan ekonomi yang salah
satunya diukur dari PDB (Produk Domestik Bruto/Gross Domestic
Product) tidak menjadi jaminan bagi terwujudnya pemerataan dan
berkurangnya kemiskinan karena PDB hanyalah pertumbuhan barang dan
jasa di suatu wilayah dalam periode tertentu.
6
Revrisond Baswir, Manifesto Ekonomi Kerakyatan, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2009, halaman 111.
6
Grafik 1. Laju Pertumbuhan PDB Selama Triwulan I 2009 dan
Triwulan I 2010 (Dalam Persen)
Sumber: Badan Pusat Statistik (2010a: 10)
Dari segi teori ekonomi pembangunan, pembangunan ekonomi disebut
berhasil apabila ada kenaikan besar dalam volume dan nilai produksi
barang dan jasa, sehingga kesejahteraan masyarakat meningkat, akan
tetapi dalam praktik belum tentu barang dan jasa yang diproduksi
suatu bangsa bisa dibagi merata, karena sering terjadi ada sebagian
warga belum dapat ikut menikmatinya.7 Dengan demikian pertumbuhan
di tingkatan makro saja belum bisa menjamin kondisi mikro. Oleh
karena itu, ilmu ekonomi memiliki tanggung-jawab moral dalam
mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Ilmu ekonomi yang mewujudkan
kesejahteraan masyarakat inilah yang dikenal dengan ekonomi
kesejahteraan. Ekonomi kesejahteraan diarahkan untuk memberikan
pemerataan (equality) dan mencegah ketimpangan (disparity)
pendapatan antarmasyarakat. Fakta di lapangan mengungkapkan bahwa
angka kemiskinan di Indonesia masih tetap tinggi. Tabel di bawah
menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun jumlah penduduk miskin tidak
mengalami penurunan yang signifikan. Di samping itu, kesenjangan
(gap) penduduk miskin yang bermukim di desa dan di kota masih
sangat timpang dimana penduduk miskin desa hampir mencapai dua kali
banyaknya penduduk miskin kota. Artinya, kebijakan pembangunan
ekonomi belum merata dan masih terkonsentrasi di kawasan
perkotaan.
7
Mubyarto, Membangun Sistem Ekonomi, BPFE, Yogyakarta, 2000,
halaman 24.
7
Tabel 2. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah
(1996-2010)
Sumber: Badan Pusat Statistik (2010b: 63)
Pada titik ini, semakin nyatalah bahwa perekonomian yang teralu
bertumpu pada teori-teori ekonomi konvensional dan berhaluan
neoliberalisme ternyata tidak bisa menjamin terciptanya
kesejahteraan. Ekonomi yang terlalu bertumpu pada standar-standar
makro dan lebih pro-kapitalis terbukti telah gagal total dalam
memberikan kesejahteraan. Kita perlu merevitalisasi politik
perkonomian menuju tercapainya masyarakat adil dan makmur
sebagaimana yang dicita-citakan bersama. Ekonomi Pancasila: Kembali
ke Khittah Sistem ekonomi kapitalisme dan neoliberalisme dibangun
di atas prinsip persaingan bebas (free fight liberalim). Sistem
kapitalisme didasarkan pada persaingan kekuatan di pasar.
Pemenangnya, yang kuat, akan memperoleh imbalan kekayaan material,
yang akibatnya menambah kekuatan atau daya saingnya dalam
kompetisi. Sedangkan yang lemah hanya bisa mempertahankan hidupnya,
dengan daya saing yang tidak bertambah.8 Masyarakat pelaku ekonomi
kelas menengah dan kelas bawah akan kesulitan bersaing dengan para
pelaku ekonomi besar karenaArief Budiman, Demokrasi Ekonomi: Sebuah
Sketsa Pemikiran, Sosok Demokrasi Ekonomi Indonesia: Empat Puluh
Tahun Surabaya Post, Editor: Hotman M. Siaahan dan Tjahjo Purnomo,
Yayasan Keluarga Bhakti, Surabaya, 1993, halaman 301.8
8
mereka mempunyai modal, koneksi, dan kekuatan produksi. Jadi,
dalam ekonomi kapitalis para pemiliki modal (investor) adalah
pelaku ekonomi utama, sedangkan buruh atau pekerja, pengusaha kecil
dan menengah adalah subordinasi kaum kapitalis untuk mengeruk
keuntungan yang sebesar-besarnya. Sistem ekonomi kapitalisme jelas
bertentangan dengan falsafah dan ideologi Indonesia. Sistem ekonomi
kapitalisme terlalu percaya pada kekuatan pasar. Padahal, pasar
bukanlah institusi yang bebas nilai (unvalue free) dan selalu tepat
(can do no wrong). Oleh karena itu, pasar harus dikelola dan
diintervensi oleh pemerintah yang bersih.9 Menurut Surbakti,
pemerintah memiliki tiga peranan penting dalam mewujudkan keadilan
sosial, yakni pengarahan ekonomi, pengaturan kegiatan ekonomi,
redistribusi pendapatan, serta pengadaan barang dan jasa publik
(public goods).10 Namun demikian, yang lebih penting adalah
pemerintah bukan hanya menjamin keamanan dan membuat regulasi
sebagaimana yang diajarkan oleh teoritikus ekonomi liberal klasik,
tetapi juga harus aktif dalam perekonomian guna mewujudkan
kesejahteraan masyarakat. Negara bukanlah lembaga pasif yang tidak
peka terhadap gejolak pasar dan efek negatif pasar. Sistem ekonomi
suatu negara sangat bergantung pada ideologi negara tersebut.
Indonesia menganut ideologi Pancasila yang salah satu misi sucinya
adalah mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Ideologi Pancasila juga menjadi dasar bagi perekonomian Indonesia
yang kemudian disebut dengan sistem ekonomi Pancasila. Bicara
tentang ekonomi Pancasila tidak bisa dilepaskan dari sosok Bung
Hatta, Bapak Proklamator sekaligus konseptor ekonomi Pancasila.11
Ekonomi Pancasila menurut Hatta adalah salah satu bentuk9
Sri-Edi Swasono, Globalisasi, Kompetsisi, dan Kooperativisme,
Majalah Perencanaan Pembangunan Edisi 20, 2000, halaman 3. 10
Ramlan Surbakti, Demokrasi Ekonomi: Keadilan dan Kerakyatan, Sosok
Demokrasi Ekonomi Indonesia: Empat Puluh Tahun Surabaya Post,
Editor: Hotman M. Siaahan dan Tjahjo Purnomo, Yayasan Keluarga
Bhakti, Surabaya, 1993, halaman 340. 11 Mohammad Hatta (Bapak
Koperasi Indonesia) adalah orang Minangkabau, dilahirkan pada 12
Agustus 1902 di Bukittinggi, Sumatera BaratBumi Minangkabau
(Sumatera Barat) memang terkenal sebagai tempat lahirnya
tokoh-tokoh nasional. Selain Hatta, tokoh-tokoh nasional lainnya
yang berasal dari Sumatera Barat, yaitu Buya Hamka, Tan Malaka,
Sjahrir, Agus Salim, Syafruddin Prawiranegara. Hatta memperoleh
gelar kesarjanaan (Drs.) dalam bidang ekonomi dari Rotterdam
Handels Hogeschool (Sekolah Tinggi Dagang) di Rotterdam, Negeri
Belanda. Hatta aktif menulis, dari tulisan-tulisannya dapat
diketahui bahwa Hatta tidak saja menguasai ekonomi, tetapi juga
ilmu sosial, ilmu politik dan ilmu filsafat. Atas kepakarannya itu
Hatta dianugerahi gelar Doctor Honoris Causa (Dr.Hc.) dari beberapa
universitas terkemuka di Indonesia, yaitu Universitas Gadjah Mada
(1956), Universitas Padjajaran (1967), Universitas Hasanuddin
(1974) dan Universitas Indonesia
9
demokrasi ekonomi
yang memiliki cita-cita yang luhur guna mewujudkan
kesejahteraan bersama. Hatta juga yang merumuskan blueprint
ekonomi Indonesia dengan membuat rumusan pasal 33 dan 34 UUD 1945.
Pasal 33 dan 34 UUD 1945 adalah tujuan politik ekonomi
Indonesia....Demokrasi politik saja tidak dapat melaksanakan
persamaan dan persaudaraan. Di sebelah demokrasi politik harus pula
berlaku demokrasi ekonomi. Kalau tidak, manusia belum merdeka,
persamaan dan persaudaraan tidak ada. Sebab itu cita-cita demokrasi
Indonesia adalah demokrasi sosial, meliputi seluruh lingkungan
hidup manusia. Cita-cita keadilan sosial ..., dijadikan program
untuk dilaksanakan di dalam praktek hidup nasional di kemudian
hari.12 Sistem Ekonomi Pancasila, berbeda dengan sistem ekonomi
kapitalis-liberal yang selama ini secara malumalu atau
sembunyi-sembunyi kita laksanakan di Indonesia, adalah sistem
ekonomi moral yang amat mementingkan pemerataan, dan harus tanpa
ragu-ragu dan secara konkrit mampu menciutkan perbedaan kayamiskin,
kuat-lemah, dan menutup jurang yang ada antara ekonomi rakyat dan
ekonomi konglomerat.13
Sistem ekonomi Pancasila adalah sistem ekonomi sosialisme yang
diridhoi oleh Tuhan YME. Kekuatan ekonomi Pancasila terletak pada
upayanya untuk memampukan rakyat secara keseluruhan, terutama
rakyat di lapisan bawah dan menengah, sehingga ekonomi Pancasila
seringkali disamakan dengan ekonomi kerakyatan. Ekonomi Pancasila
digali dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang sangat memegang
erat semangat kekeluargaan dan kegotong royongan. Oleh karena itu,
dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 1 dinyatakan bahwa; Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.
Usaha bersama berdasarkan asas kekelurgaan dalam konteks ini
diasosiasikan dengan koperasi. Ekonomi Pancasila tidak menghendaki
kemakmuran orang seorang tetapi kemakmuran bagi semua masyarakat.
Kemakmuran tersebut dapat diraih dengan bersatu dalam organisasi
koperasi. Mengenai koperasi secara tegas Hatta mengatakan
bahwa;
(1975). Hatta pernah mengajar di FISIPOL UGM antara tahun
1955-1960 untuk mata kuliah Sistem Kepartaian. Uniknya, guru besar
Ilmu Administrasi Negara FISIPOL UGM, Prof. Drs. Moeljarto
Tjokrowinoto, MPA, Ph.D (alm.) adalah asisten beliau dalam mata
kuliah Politik Kepartaian. 12 Mohammad Hatta, Lampau dan Datang:
Pidato pada Penerimaan Gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta 27 November 1956, Membangun Ekonomi
Indonesia, Editor: I Wangsa Widjaja dan Meutia Farida Swasono, Inti
Idayu Press, Jakarta, 1985, halaman 67. 13 Mubyarto, Reformasi
Sistem Ekonomi: Dari Kapitalisme Menuju Ekonomi Kerakyatan (Cetakan
Kedua Edisi Kedua), Aditya Media, Yogyakarta, 1999, halaman 32.
10
Yang dimaksud dengan usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan ialah koperasi. Indonesia terlalu lama dijajah oleh
kapital asing dengan organisasinya yang rapi, berupa badanbadan
industri, dagang, dan transpor. Terhadap kapital asing yang begitu
kuat, yang mempergunakan orang-orang Cina dan orang-orang Asia
lainnya sebagai kaki tangannya ke dalam masyarakat Indonesia,
rakyat Indonesia tidak akan dapat memperbaiki ekonominya, apabila
tidak ada organisasinya. Bagi saudagar Indonesia yang ingin
memperoleh tempat dalam lapisan kam tengah, mereka dapat mendirikan
firma atau perseroan terbatas untuk menjamin kedudukannya. Tetapi
itu hanya mungkin untuk beberapa puluh atau beberapa ratus orang
saja. Tetapi bagi rakyat yang berpuluh juta yang lemah dan tidak
mempunyai modal hanya koperasi yang terpakai untuk mempertahankan
hidupnya.14
Ekonomi Pancasila mengamanatkan bahwa Cabang-cabang perekonomian
yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasasi oleh negara (Pasal 33 ayat 2). Negara seharusnya
memegang kendali atas sektorsektor perekonomian strategis karena
menyangkut hajat hidup orang banyak. Sektor-sektor strategis ini
seperti migas, telekomunikasi, pertambangan, industri pertanian,
dan perdagangan. Namun, ekonomi Pancasila bukanlah ekonomi etatisme
yang meminggirkan keterlibatan swasta dalam sektor ekonomi. Pihak
swasta tetap diberi kesempatan dalam perekonomian, termasuk dalam
sektorsektor strategis tadi, tetapi kepemilikan tetap berada di
tangan pemerintah. Negara juga harus menguasai Bumi, air dan
kekayaan yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat (Pasal 33 ayat 3). Artinya, kekayaan alam
Indonesia dan segala yang terkandung di dalamnya tidak boleh dijual
kepada pihak asing. Pihak asing boleh mengeksploitasi kekayaan alam
Indonesia asalkan; (1) Kontrak kerjasama harus memberikan porsi
keuntungan yang lebih besar kepada bangsa Indonesia, (2) Ada itikad
baik dari pihak asing untuk alih teknologi sehingga kelak di
kemudian hari bangsa Indonesia bisa mengolahnya sendiri, (2)
Memperhatikan dampak ekologi yang ditimbulkan atas eksploitasi
tersebut, (3) Tidak diperkenankan beraktivitas dalam waktu yang
sangat lama atau puluhan tahun, (4) Menghormati, memberdayakan, dan
memperkuat
14
Mohammad Hatta, Teori Ekonomi, Politik Ekonomi dan Orde Ekonomi:
Pidato pada Upacara Pengukuhan Jabatan Guru Besar Luar Biasa dalam
Politik Perekonomian di Universitas Padjajaran, Bandung 17 Juni
1967, Membangun Ekonomi Indonesia, Editor: I Wangsa Widjaja dan
Meutia Farida Swasono, Inti Idayu Press, Jakarta, 1985, halaman
61.
11
masyarakat yang berada di sekitar wilayah eksploitasi beserta
nilai-nilai yang dianutnya. Ideologi ekonomi Pancasila dalam
praktiknya tidak dijalankan secara sungguh-sungguh oleh para
pemimpin bangsa. Sejak Soeharto berkuasa dan pascawafatnya Hatta,
haluan ekonomi Indonesia sudah mulai berubah menuju corak
neoliberalisme.15 Hingga saat ini, perekonomian kita masih bercorak
neoliberalisme. Namun, kita patut bersyukur karena masih ada
beberapa orang ekonom yang istiqomah (concern) memperjuangkan
ekonomi Pancasila. Beberapa nama yang bisa disebut sebagai pejuang
(defendor) ekonomi Pancasila diantaranya; Sritua Arief (alm.),
Sri-Edi Swasono, Mubyarto, Adi Sasono, dan Revrisond Baswir. Sritua
Arief pernah resah melihat sistem ekonomi Indonesia yang telah jauh
melenceng dari khittah yang sudah digariskan oleh para pemimpin
bangsa. Arief berkomentar bahwa;Saya melihat ada kecenderungan
sistem ekonomi kerakyatan yang telah diperjuangkan oleh The
Founding Fathers Republik Indonesia akan ditinggalkan oleh
pemerintah yang sekarang. Kecenderungan untuk meninggalkan
demokrasi ekonomi dalam arti kata yang sebenarnya. Demokrasi
politik (dalam tanda petik) telah dijadikan wahana untuk memperalat
rakyat kembali menjadi tumbal.16
Dalam rangka menemukan kembali (reinventing) Indonesia, sudah
saatnya kita merubah haluan ekonomi menjadi ekonomi Pancasila.
Ekonomi Pancasila berupaya menyejahterakan semua rakyat, bukan
hanya orang seorang seperti ideologi ekonomi
kapitalis-liberalis-neoliberalis. Namun, ekonomi Pancasila tidak
sama dengan ekonomi sosialis-marxis karena digali dari falsafah dan
nilai-nilai
15
Revrisond Baswir mensinyalir bahwa haluan ekonomi Indonesia
sengaja di belokkan oleh teknokrat-teknokrat ekonomi Orde Baru
lulusan California University di Berkeley, California, AS. Mereka
berhasil menuntut ilmu ekonomi di AS berkat kerjasama yang digalang
oleh Sumitro Djojohadikusumo, mantan Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, dengan California University dan USAID
(United States Agency for International Development) serta Ford
Foundation sebagai penyandang dana. Meskipun sebelumnya sempat
ditentang oleh Bung Karno karena politik anti neoimperialisme yang
dijalankan oleh Orde Lama, tetapi proyek ini tetap berjalan. Oleh
karena mereka lulusan dari Berkeley, seringkali mereka ini
dipersonifikasikan dengan istilah Mafia Berkeley. Beberapa nama
yang dikategorikan sebagai Mafia Berkeley diantaranya Emil Salim,
Mohammad Sadli, Frans Seda, Dorodjatun Kuntcorojakti, dan Budiono.
Selengkapnya lihat Revrisond Baswir, Mafia Berkeley dan Krisis
Ekonomi Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2006, halaman
17-28. 16 Sritua Arief, Memperingati Satu Abad Bung Hatta:
Mengenang Bung Hatta, Bapak Perekonomian Rakyat, Majalah
Perencanaan Pembangunan Edisi 28, 2002, halaman 3.
12
luhur yang hidup, tumbuh, dan berkembang di bumi nusantara.
Adapun ciri-ciri sistem ekonomi Pancasila adalah:17 1. Roda
perekonomian digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial, dan moral.
2. Ada kehendak kuat dari seluruh anggota masyarakat untuk
mewujudkan keadaan kemerataan sosial-ekonomi. 3. Prioritas
kebijakan ekonomi adalah pengembangan ekonomi nasional yang kuat
dan tangguh, yang berarti nasionalisme selalu menjiwai setiap
kebijakan ekonomi. 4. Koperasi merupakan sokoguru perekonomian
nasional. 5. Adanya imbangan yang jelas dan tegas aantara
sentralisme dan desentralisme kebijakan ekonomi untuk menjamin
keadilan ekonomi dan keadilan sosial dengan menjaga prinsip
efisiensi dan pertumbuhan ekonomi. Sejarah telah membuktikan bahwa
ketika krisis ekonomi melanda Indonesia tahun 1997, ketika itu pula
sektor ekonomi bertumbangan satu-persatu. Namun, hanya ekonomi
kecil dan menengah yang tidak terlalu merasakan dampak krisis
ekonomi, sehingga ekonomi kecil dan menengah tetap eksis. 18
Ekonomi kecil dan menengah adalah ekonomi yang digerakkan oleh
rakyat banyak dengan modal yang terbatas, tetapi tidak terlalu
bergantung pada bahan baku impor. Dengan demikian, sudah seharusnya
pemerintah memberikan perhatian terhadap sektor ini karena
merekalah sokoguru perekonomian Indonesia setelah koperasi. Penutup
Kita semestinya memikir ulang (rethinking) sistem perkonomian yang
selama ini sudah kita terapkan. Ideologi ekonomi neoliberalisme
ternyata kurang pas untuk negara yang menganut demokrasi ekonomi
seperti Indonesia. Alih-alih ingin menciptakan kesejahteraan,
ekonomi neoliberalisme telah merusak (destroy) struktur dan tatanan
sosial Indonesia. Ketimpangan pembangunan semakin
17 18
Mubyarto, Sistem dan Moral Ekonomi Indonesia (Cetakan Kedua),
LP3ES, Jakarta, 1990, halaman 45. Mubyarto, Development Manifesto:
The Resilience of Indonesian Ekonomi Rakyat During the Monetary
Crisis, PT Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2005, halaman 16.
13
kentara, pengangguran, dan kemiskinan semakin meningkat serta
yang paling penting lagi adalah harkat, martabat dan kedaulatan
negara sudah kita gadaikan kepada kaum neoimperialisme melalui
serangkaian kerjasama yang telah kita lakukan. Tidak ada jalan lain
kecuali kembali ke khittah, kembali ke dasar dan filosofi bangsa
yang telah digariskan oleh para pendiri bangsa. Sudah saatnya kita
kembali menerapkan ekonomi Pancasila dengan bertumpu pada kekuatan
ekonomi rakyat atau usaha mikro, kecil dan menengah serta koperasi
sebagai institusinya guna mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh
rakyat Indonesia. Langkah ini perlu segera diambil jika tidak ingin
negara-bangsa Indonesia ini terkubur bersama sejarah. Referensi
Arief, Sritua. 2002. Memperingati Satu Abad Bung Hatta: Mengenang
Bung Hatta, Bapak Perekonomian Rakyat. Majalah Perencanaan
Pembangunan Edisi 28. Badan Pusat Satistik. 2010a. Laporan Bulanan
Data Sosial Ekonomi Edisi 1 Juni. Badan Pusat Statistik. 2010b.
Data Strategis BPS. Jakarta: BPS. Baswir, Revrisond. 2006. Mafia
Berkeley dan Krisis Ekonomi Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
. 2009. Manifesto Ekonomi Kerakyatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Budiman, Arief. 1993. Demokrasi Ekonomi: Sebuah Sketsa Pemikiran.
Sosok Demokrasi Ekonomi Indonesia: Empat Puluh Tahun Surabaya Post.
Editor: Hotman M. Siaahan dan Tjahjo Purnomo. Surabaya: Yayasan
Keluarga Bhakti. Hatta, Mohammad. 1985. Lampau dan Datang: Pidato
pada Penerimaan Gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta 27 November 1956. Membangun Ekonomi Indonesia.
Editor: I Wangsa Widjaja dan Meutia Farida Swasono. Jakarta: Inti
Idayu Press. . 1985. Teori Ekonomi, Politik Ekonomi dan Orde
Ekonomi: Pidato pada Upacara Pengukuhan Jabatan Guru Besar Luar
Biasa dalam Politik Perekonomian di Universitas Pajajaran, Bandung
17 Juni 1967. Membangun Ekonomi Indonesia. Editor: I Wangsa Widjaja
dan Meutia Farida Swasono. Jakarta: Inti Idayu Press.
14
Montgomerie, Johnna. 2007. The Logic of Neo-Liberalism and the
Political Economy of Consumer Debt-led Growth. Neoliberalism: State
Power and Global Governance. Editors: S. Lee and McBride.
Dordrecht, The Netherlands: Springer. Mubyarto. 1990. Sistem dan
Moral Ekonomi Indonesia (Cetakan Kedua). Jakarta: LP3ES. . 1999.
Reformasi Sistem Ekonomi: Dari Kapitalisme Menuju Ekonomi
Kerakyatan (Cetakan Kedua Edisi Kedua). Yogyakarta: Aditya Media. .
2000. Membangun Sistem Ekonomi. Yogyakarta: BPFE. . 2005.
Development Manifesto: The Resilience of Indonesian Ekonomi Rakyat
During the Monetary Crisis. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
Rais, M. Amien. 2008. Selamatkan Indonesia: Agenda Mendesak Bangsa.
Yogyakarta: PPSK Press. Samuelson, Paul A. 1961. Economics: An
Introductory Analysis (Fifth Edition). Tokyo: Kogakusha Company.
Sanusi, M. 2010. Arti Kemerdekaan buat Si Miskin. Opini dalam
Joglosemar 19 Oktober. Smith, Adam. 2005. An Inquiry Into the
Nature and Causes of the Wealth of Nations. Pennsylvania:
Pennsylvania State University Press. Surbakti, Ramlan. 1993.
Demokrasi Ekonomi: Keadilan dan Kerakyatan. Sosok Demokrasi Ekonomi
Indonesia: Empat Puluh Tahun Surabaya Post. Editor: Hotman M.
Siaahan dan Tjahjo Purnomo. Surabaya: Yayasan Keluarga Bhakti.
Swasono, Sri-Edi. 2000. Globalisasi, Kompetisi, dan Kooperativisme.
Majalah Perencanaan Pembangunan Edisi 20.
15