Laporan Praktikum Mata Kuliah Ekonomi Kesehatan Pengukuran Ability to Pay (ATP) dan Willingness to Pay (WTP) pada Pedagang Keliling untuk Penetapan Tarif Pelayanan Puskesmas Disusun oleh: Lilis Muntamah G1B008012 Resti Yudiarti G1B008032 Tri Wulan Nurmanita G1B008050 Desi Mirantika G1B008064 Ainurrofik G1B008114
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Laporan Praktikum
Mata Kuliah Ekonomi Kesehatan
Pengukuran Ability to Pay (ATP) dan Willingness to Pay (WTP)
pada Pedagang Keliling untuk Penetapan Tarif Pelayanan
Puskesmas
Disusun oleh:
Lilis Muntamah G1B008012
Resti Yudiarti G1B008032
Tri Wulan Nurmanita G1B008050
Desi Mirantika G1B008064
Ainurrofik G1B008114
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU- ILMU KESEHATANJURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rasionalisasi tarif puskesmas sangat diperlukan agar pemberian subsidi
oleh pemerintah dapat tepat sasaran. Tarif puskesmas sekarang yang sangat
murah karena adanya subsidi pemerintah ini dinilai kurang efektif karena
subsidi tersebut dinikmati juga oleh orang yang mampu (kaya), selain itu
dengan penetapan tarif yang rasional akan meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam keanggotaan JPKM, sebab selama ini ketidakberhasilan
program JPKM karena penetapan tarif puskesmas yang belum rasional.
Sektor kesehatan sebagai industri mempunyai ciri khas tersendiri, yang
tidak dimiliki oleh sektor lainnya, diantaranya mempunyai sifat bukan profit
motive (nirlaba), consumer ignorance, sehat dan pelayanan kesehatan sebagai
hak, padat karya, eksternalitas, mixoutputs, kejadian penyakit yang tidak
terduga, upaya kesehatan sebagai konsumsi dan investasi, dan restriksi
berkompetisi (Alimin, 2001).
Untuk mendapatkan patokan tarif yang wajar dan terjangkau maka kita
harus memperhitungkan unit cost dan jumlah biaya pengembangan yang
digunakan oleh pihak penyedia pelayanan kesehatan. Hal ini penting dilakukan
karena tingkat kemampuan dan kemauan masyarakat membeli pelayanan
kesehatan di Indonesia sangat bervariasi dan belum ada data yang akurat
mengenai hal itu.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mempelajari dan mengukur kemampuan membayar dan kemauan membayar
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di Puskesmas.
2. Tujuan Khusus
a) Mempelajari dan mengukur tingkat kemampuan membayar masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan di puskesmas.
b) Mempelajari dan mengukur tingkat kemauan membayar masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan di puskesmas.
c) Menganalisis tingkat kemampuan dan kemauan membayar masyarakat
dalam menetapkan tarif pelayanan kesehatan di puskesmas dengan
memperhatikan beberapa faktor.
C. Manfaat
1. Mengetahui tingkat kemampuan membayar masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan di puskesmas.
2. Mengetahui tingkat kemauan membayar masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan di puskesmas.
3. Mengetahui tingkat kemampuan dan kemauan membayar masyarakat
dalam menetapkan tarif pelayanan kesehatan di puskesmas dengan
memperhatikan beberapa faktor.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Puskesmas merupakan sarana pelayanan kesehatan dasar yang amat
penting di Indonesia. Puskesmas merupakan unit yang strategis dalam
mendukung terwujudnya perubahan status kesehatan masyarakat menuju
peningkatan kesehatan masyarakat yang optimal. Puskesmas yang telah
didirikan di hampir setiap pelosok tanah air memiliki peranan yang penting
dalam pembangunan masyarakt Indonesia yang sehat dan menuju Indonesia
sehat (Alwi, 2008).
Di Indonesia, pelayanan kesehatan dasar belum dimanfaatkan secara
maksimal. Sebagian besar masyarakat lebih memilih menggunakan pelayanan
dari praktek dokter dan praktek tenaga kesehatan.hal cukup memperihatinkan
karena pemerintah telah mengeluarkan banyak dana untuk meningkatkan
kualitas dari pelayanan kesehatan dasar (puskesmas) namun pemanfaatannya
belum bisa maksimal. Berdasarkan data susenas tahun 2002 menunjukan
bahwa dari masyarakat yang berobat jalan hanya 15,17% yang memanfaatkan
puskesmas, 4,79% yang memanfaatkan puskesmas pembantu, dan hanya 6,62
yang memanfaatkan rawat inap di puskesmas (Profil Kesehatan Dinas
Kesehatan Propinsi Sumatera Utara(2004), dalam alwi (2008).
B. Tarif Pelayanan Kesehatan
Tarif atau price adalah harga dalam nilai uang yang harus dibayar oleh
konsumen untuk memperoleh atau mengkonsumsi suatu komoditi yaitu barang
dan jasa. Pengertian tarif tidak sama dengan harga. Sekalipun keduanya
menunjuk pada besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh konsumen, tetapi
pengertian tarif ternyata lebih terkait pada besarnya biaya yang harus
dikeluarkan untuk memperoleh jasa pelayanan, sedangkan harga lebih terkait
pada besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh barang.
Peranan tarif dalam pelayanan kesehatan amatlah penting. Untuk dapat
menjamin kesinambungan pelayanan, setiap sarana kesehatan harus dapat
menentukan besarnya tarif yang dapat menjamin total pendapatan yang lebih
besar dari total pengeluaran. Saat ini, sebagai akibat dari mulai berkurangnya
pihak-pihak yang mau menyumbang dana pada pelayanan kesehatan (misal
rumah Sakit dan Puskesmas), maka sumber keuangan utama kebanyakan
sarana hanyalah dari pendapatan saja. Hal ini menjelaskan bahwa kecermatan
menetapkan besarnya tarif memegang peranan yang amat penting. Apabila tarif
itu terlalu rendah, dapat menyebabkan total pendapatan (income) yang rendah
pula, yang apabila ternyata juga lebih rendah dari total pengeluaran (expenses),
pasti akan menimbulkan kesulitan keuangan (Azwar, 1996).
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan tarif yaitu :
1. Biaya satuan adalah informasi yang menggambarkan besarnya biaya
pelayanan per pasien (besar pengorbanan faktor produksi untuk
menghasilkan pelayanan).
2. Tingkat kemampuan masyarakat, salah satu persyaratan dalam penetapan
tarif adalah mempertimbangkan kemampuan membayar masyarakat diukur
dengan cara melihat ATP (ability to pay) serta WTP (willingness to pay)
masyarakat.
3. Tarif pelayanan pesaing yang setara
Meskipun telah menghitung biaya satuan dari tingkat kemampuan
masyarakat, Puskesmas maupun Rumah Sakit perlu juga membandingkan
tarif pelayanan pesaing setara, misalnya : poliklinik swasta, praktek bidan
swasta, dokter praktek swasta (Gani, 1993).
C. Ability to Pay (ATP) dan Willingness to Pay (WTP)
1. Pengertian ATP
Kemampuan membayar kesehatan (ability to pay) atau dikenal
dengan ATP, yaitu besarnya dana yang sebenarnya dapat dialokasikan untuk
membiayai kesehatan yang bersangkutan, nilai ini merupakan ATP per
kapita penduduk , sehingga tidak langsung identik dengan WTP yang
berdasarkan rumah tangga.
Dua batasan ATP yang dapat digunakan sebagai berikut:
a. ATP 1
Besarnya kemampuan membayar yang setara dengan 5 % dari
pengeluaran non makanan. Batasan ini didasarkan bahwa pengeluaran
untuk non makanan dapat diarahkan untuk keperluan lain , termasuk
untuk kesehatan.
b. ATP 2
Besarnya kemampuan membayar yang setara dengan jumlah
pengeluaran untuk konsumsi alkohol dan tembakau ,sirih dan pesta atau
upacara keagamaan. Batasan ini didasarkan kepada pengeluaran yang
sebenarnya dapat digunakan secara lebih efesien dan efektif untuk
kesehatan. Misalnya dengan mengurangi pengeluaran alkohol,
tembakau dan sirih untuk kesehatan .
Mukti (2001) menyebutkan bahwa untuk mengetahui kemampuan
membayar masyarakat dapat dilihat dari dari sisi pengeluaran untuk
keperluan yang bersifat tersier seperti: pengeluaran rekreasi, sumbangan
kegiatan sosial, dan biaya rokok. Kemampuan masyarakat membayar biaya
pelayanan kesehatan dapat dilihat dari pengeluaran tersier non pangan (Gani
dkk, 1997).
Susilowati dkk. (2001) berpendapat bahwa, kemampuan membayar
biaya pelayanan kesehatan dapat diukur dari keseluruhan biaya yang
dikeluarkan untuk konsumsi kebutuhan di luar kebutuhan dasar. Dalam hal
ini antara lain minuman atau makanan jadi, minuman beralkohol, tembakau,
rokok, sirih, serta pengeluaran pesta yang diukur setahun. Kemampuan
untuk membayar berhubungan dengan tingkat pendapatan dan biaya jasa
pelayanan lain yang dibutuhkan masyarakat untuk hidup.
Mendukung formula diatas batasan ATP yang di pakai oleh negara-
negara di dunia yang sudah menjadi rekomendasi WHO yang di sampaikan
oleh Xu, et. al (2005) adalah 5% dari kapasitas membayar rumah tangga
atau dalam rumus :
ATP = 5% X CTP
CTP = Kapasitas Membayar yang di peroleh dari pengeluaran non pangan di
tambah dengan pengeluaran pangan non esensial.
Formula ini merupakan formula yang di rekomendasikan sebagai
batasan kemampuan membayar rumah tangga. Kapasitas membayar rumah
tangga atau Disposible Income merupakan sebuah nilai yang dapat dipakai
sebagai dasar untuk melihat kemampuan membayar masyarakat. Batasan ini
dapat berubah sesuai dengan situasi dan kondisi dari suatu negara
(Kikihariyadi, 2008).
2. Pengertian WTP
Departemen Kesehatan Indonesia menyatakan bahwa kemauan
membayar kesehatan (Willingness to pay ), atau dikenal dengan WTP, yaitu
besarnya dana yang mau dibayarkan keluarga untuk kesehatan. Data
pengeluaran rumah tangga untuk kesehatan didalam data susenas dapat
digunakan sebagai proksi terhadap WTP.
Menurut Susenas (2000), kemauan membayar kesehatan atau dikenal
dengan WTP, yaitu besarnya dana yang mau dibayarkan keluarga untuk
kesehatan. WTP dipengaruhi oleh karakteristik ekonomi, karakteristik sosial
demografi dan karakteristik dari barang itu sendiri.
Perbedaan tarif akibat adanya perbedaan kemauan dan kemampuan
membayar dapat dilihat pada penjelasan berikut (Yudariansyah, 2006):
a. Tarif lebih kecil dari ATP dan WTP
Apabila terjadi kondisi ini maka kemampuan masyarakat sangat
baik, karena tarif yang diberlakukan ternyata lebih kecil dari daya beli
masyarakat. Pada kondisi ini masyarakat mampu membeli jasa atau
barang yang ditawarkan tanpa memikirkan untuk mencari alternatif lain.