BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Semua makhluk hidup beserta lingkungannya
bersifat dinamis artinya bahwa diantara mereka selalu terjadi
interaksi sehingga menghasilkan perubahan. Setiap organism, dimana
saja berada akan berusaha menyesuaikan diri dengan kondisi
lingkungan melalui perubahan pada tubuh atau fungsinya, sedangkan
lingkungan juga mengalami perubahan melalui proses fisik atau
biogeokimia untuk mempertahankan kualitas penunjang kehidupan dan
keseimbangan system dalam komunitas.1 Komunitas merupakan suatu
sistem yang hidup dan tumbuh, sekaligus sebagai sistem yang
dinamis. Suatu wilayah yang luas dimana vegetasinya terdiri dari
beberapa bagian vegetasi tumbuhan yang menonjol dan dicirikan oleh
bentuk pertumbuhan dari tumbuhan yang dominan. Antara satu vegetasi
dengan vegetasi yang lain memiliki perbedaan sehingga dikenal
berbagai macam tipe vegetasi. Vegetasi diberinama atau dogolongkan
berdasarkan spesies atau bentuk kehidupan yang dominan, habitat
fisik atau kekhasannya.2
1 2
Indriyanto, Ekologi Hutan (Jakarta : Bumi Aksara, 2006), h. 120
Ibid.
B. Tujuan Adapun tujuan pada praktikum ini yaitu mahasiswa mampu
memahami dan menjelaskan nilai kemiripan atau indeks similaritas
dari tegakan (komunitas).
C. Manfaat Adapun manfaat pada praktikum ini yaitu : 1. Sebagai
bahan perbandingan terhadap teori-teori yang telah ada sebelumnya.
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan nilai kemiripan atau
indeks similaritas dari tegakan (komunitas).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Di dunia ini terdapat berbagai jenis tumbuh-tumbuhan. Tumbuhan
tersebut ada yang tumbuh liar dan ada pula yang sengaja di tanam.
Tumbuhan yang terdapat di suatu area yang cukup luas, tidaklah
mudah untuk mengetahui tumbuhan yang mendominansi maupun yang tidak
di suatu area tersebut. Untuk mengetahui komunitas dari suatu
tumbuhan dapat dilakukan dengan analisis vegetasi. Analisis
vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan komunitas tumbuhan
(komposisi) dan bentuk (struktur) vegetasi suatu masyarakat
tumbuhan.3 Tingkat kedewasaan ekosistem yang makin tinggi, rantai
pangan yang ada dalam ekosisten itu menjadi lebih kompleks dan
banyak energy dan materi yang dihasilkan melalui proses penguraian.
Keanekaragaman spesies juga meningkat dengan meningkatnya tingkat
kedewasaan ekosistem. Organisme tingkat rendah berangsur-angsur
digantikan oleh organism tingkat tinggi dan berukuran besar.
Keanekaragaman spesies yang semakin tinggi dan disertai perubahan
positif lainnya di dalam ekosistem, meyebabkan ekosistem atau
komunitas mencapai tingkat
3
Indriyanto, Ekologi Hutan (Jakarta : Bumi Aksara, 2006), h.
126.
kematangan. Ditinjau dari segi energy, suatu ekosistem yang
dewasa memiliki entropi rendah, sedangkan ekosistem yang muda
memiliki entropi tinggi.4 Perlu dipahami bahwa spesies tumbuhan dan
hewan yang ada dalam suatu tempat atau habitat akan berubah secara
berkesinambungan selama proses suksesi. Suksesi primer terjadi bila
komunitas asal terganggu. Gangguan ini mengakibatkan hilangnya
komunitas asal tersebut secara total sehingga di tempat komunitas
asal terbentuk habitat baru. Gangguan ini dapat terjadi secara
alami, misalnya tanah longsor, letusan gunung berapi, endapan
Lumpur yang baru di muara sungai, dan endapan pasir di pantai.
Gangguan dapat pula karena perbuatan manusia misalnya penambangan
timah, batubara, dan minyak bumi. Tumbuhan perintis itu mulai
mengadakan pelapukan pada daerah permukaan lahan, sehingga
terbentuk tanah sederhana. Bila tumbuhan perintis mati maka akan
mengundang datangnya pengurai. Zat yang terbentuk karma aktivitas
penguraian bercampur dengan hasil pelapukan lahan membentuk tanah
yang lebih kompleks susunannya. Dengan adanya tanah ini, biji yang
datang dari luar daerah dapat tumbuh dengan subur. Kemudian rumput
yang tahan kekeringan tumbuh. Bersamaan dengan itu tumbuhan herba
pun tumbuh menggantikan tanaman pioner dengan menaunginya. Kondisi
demikian tidak menjadikan pioner subur tapi sebaliknya.5 Suksesi
sekunder terjadi bila suatu komunitas mengalami gangguan, balk
secara alami maupun buatan. Gangguan tersebut tidak merusak total
tempat tumbuh
4 5
Ibid. Soerinegara, Ekologi Hutan Indonesia (Bandung : IPB,
1988), h. 98.
organisme sehingga dalam komunitas tersebut substrat lama dan
kehidupan masih ada. Contohnya, gangguan alami misalnya banjir,
gelombang taut, kebakaran, angin kencang, dan gangguan buatan
seperti penebangan hutan dan pembakaran padang rumput dengan
sengaja.6 Vegetasi merupakan masyarakat tumbuhan yang hidup di
dalam suatu tempat dalam suatu ekosistem. Masyarakat tumbuhan (
komunitas ) adalah kumpulan populasi tumbuhan yang menempati suatu
habitat. Jadi pengertian komunitas identik dengan pengertian
vegetasi. Bentuk vegetasi dapat terbentuk dari satu jenis komunitas
atau disebut dengan konsosiasi seperti hutan vinus , padang
alang-alang dan lain-lain. Sedangkan yang dibentuk dari macam-macam
jenis komunitas disebut asosiasi seperti hutan hujan tropis, padang
gembalaan dan lain-lain.7 Untuk mempelajari suatu kelompok hutan
yang luas dan belum diketahui keadaan sebelumnya paling baik
digunakan cara jalur atau transek. Metode transek biasa digunakan
untuk mengetahui vegetasi tertentu seperti padang rumput dan
lainlain atau suatu vegetasi yang sifatnya masih homogeny. Transek
adalah jalur sempit melintang lahan yang akan dipelajari/
diselidiki yang bertujuan untuk mengetahui hubungan perubahan
vegetasi dan perubahan lingkungannya atau untuk mengetahui jenis
vegetasi yang ada di suatu lahan secara cepat. Transek merupakan
garis sampling yang ditarik menyilang pada sebuah bentukan atau
beberapa bentukan. Transek dapat juga digunakan untuk studi
altitude dan mengetahui perubahan
6 7
Ria, ekologi Tumbuhan, http:// ekologi tumbuhan.com (28 Desember
2011). Ibid.
komunitas yang ada. Ukuran dari transek tergantung pada beberapa
kondisi. Transek pada komunitas yang kecil penarikan garis
menyilang hanya beberapa meter panjangnya.8 Salah satu cara yang
digunakan untuk menghitung vegetasi suatu lahan yaitu dengan
menggunakan metode transek dan plot. Metode transek digunakan untuk
menjangkau areal yang luas dengan waktu yang relatif singkat.
Metode tersebut biasanya hanya menemukan jenis-jenis yang umum
terlihat, yaitu jenis yang populasinya relatif besar dan tersebar
merata serta jarang bersembunyi. Metode plot kuadrat dilakukan
dengan cara membuat plot kuadrat di beberapa tempat dan kemudian
melakukan pencarian intensif di plot-plot tersebut, metode tersebut
cocok untuk mendata jenis-jenis kriptik dengan kepadatan yang
tinggi. Akan tetapi metode tersebut tidak cocok untuk mendata jenis
kriptik yang sangat mobil. Metode tree buttres merupakan modifikasi
dari metode plot kuadrat. Metode tersebut dilakukan dengan membuat
plot disekitar banir pohon dan mendata jenis-jenis yang ada
disana.9 Prinsip penentuan ukuran petak adalah petak harus cukup
besar agar individu jenis yang ada dalam contoh dapat mewakili
komunitas, tetapi harus cukup kecil agar individu yang ada dapat
dipisahkan, dihitung dan diukur tanpa duplikasi atau pengabaian.
Karena titik berat analisa vegetasi terletak pada komposisi jenis
dan jika kita tidak bisa menentukan luas petak contoh yang kita
anggap dapat mewakili komunitas tersebut, maka dapat menggunakan
teknik Kurva Spesies Area (KSA).
8 9
Zoeraini, Prinsip-Prinsip Ekologi (Jakarta : Bumi Aksara, 2003),
h. 92. Campbell, Biologi Jilid 3 (Jakarta : Erlangga, 2004), h.
220.
Dengan menggunakan kurva ini, maka dapat ditetapkan luas minimum
suatu petak yang dapat mewakili habitat yang akan diukur, serta
jumlah minimal petak ukur agar hasilnya mewakili keadaan tegakan
atau panjang jalur yang mewakili jika menggunakan metode jalur.10
Di alam, garis besar penyebaran organisme akan segera dapat
dilihat. Pola penyebaran yang tidak Nampak jelas pun akan menjadi
nyata. Berbagai spesies memerlukan syarat lingkungan yang sama dan
dalam beberapa hal saling memerlukan, akan terdapat bersama-sama.
Umpamanya dalam suatu hutan tropic tumbuhan yang memerluka keadaan
lembap akan terdapat bersama-sama dengan konsumen dan makhluk
pembusuk yang hidupnya bergantung pada tumbuhan tadi. Komunitas
seperti halnya tingkat organisasi jasad hidup lain, mengalami serta
menjalani siklus hidup juga, artinya komunitas itu lahir, meningkat
dewasa, dan kemudian bertambah dewasa dan tua. Bedanya ialah
komunitas secara alami tidak pernah mati.11 Dalam mekanisme
kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik
diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun
dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup
dan tumbuh serta dinamis. Vegetasi, tanah dan iklim berhubungan
erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang
spesifik. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan vegetasi di
tempat 1ain karena berbeda pula faktor lingkungannya.
Vegetasi10
11
Ibid. Swarmo, Pengantar Ilmu Lingkungan (Malang : UMM Press,
1996), h. 89.
hutan merupakan sesuatu sistem yang dinamis, selalu berkembang
sesuai dengan keadaan habitatnya. Unsur struktur vegetasi adalah
bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk
keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter
dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penvusun
komunitas hutan tersebut.12
12
Zoeraini, op.cit., h. 95.
BAB III METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan 1. Alat Adapun alat yang digunakan pada
praktikum ini yaitu plot ukuran 1 m x 1 m sebanyak 3 buah, meteran,
patok, poin frame dan alat tulis. 2. Bahan Adapun bahan yang
digunakan yaitu lahan atau komunitas dengan variasi yang heterogen
serta label.
B. Cara Kerja Adapun cara kerja pada praktikum ini yaitu : 1.
Metode Point Frekuensi Frame a. Menyiapkan alat dan bahan yang
digunakan serta sebuah lahan yang akan dihitung tingkat vegetasinya
dengan luas kurang lebih 10 m x 30 m. b. Membuat transek dengan
membagi dua luas lahan tersebut dengan ukuran masing-masing 5 m x
30 m. c. Membagi transek tersebut menjadi 10 sub transek dengan
jarak masingmasing yaitu 5 m x 3 m.
d. Melakukan metode point frekuensi frame pada tiap sub transek
sebanyak 3 kali denan jarak antar frame 1 meter. e. Melakukan
metode poin frame dengan cara memasukkan jarum penusuk pada lubang
frame kemudian cara tanaman yang pertama yang tersentuh oleh jarum
penusuk. Melakukan hal ini pada kesepuluh lubang pada frame. f.
Membuat table hasil pengamatan dan analisis data yang diperoleh. 2.
Metode Plot a. Menyiapkan suatu komunitas dengan tingkat
heterogenitas tumbuhannay cukup tinggi. b. Membuat dau garis yang
berpotongan yaitu sumbu X dan sumbu Y yang masing-masing panjangnya
kurang lebih 30 meter. c. Membagi tiap sumbunya menjadi 10 titik
koordinat dengan jarak masingmasing 3 meter. d. Melakukan
pengundian titik koordinat (sumbu X dan sumbu Y) masingmasing
sebanyak 10 kali. e. Meletakkan plot pada titik koordinat
(perpotongan antara sumbu X dan sumbu Y) yang telah diundi. f.
Menghitung jumlah individu dari setiap spesies yang terdapat dalam
plot serta persentase penutupan covernya. g. Menganalisis data yang
diperoleh dengan parameter densitas, frekuensi, dominasi dan nilai
penting dari setiap tanaman yang diperoleh.
h. Membandingkan hasil pengamatan dan analisis vegetasi antar
kedua perlakuan tersebut dengan rumus tingkat kesamaan (rumus
indeks similaritas) kedua vegetasi tersebut. C. Waktu dan Tempat
Adapun waktu dan tempat pelaksanaan praktikum ini yaitu sebagai
berikut : Hari/ tanggal Pukul Tempat : Jumat/ 23 Desember 2011 :
08.00 10.00 WITA : Lapangan Kampus II Fakultas Sain dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Samata-Gowa.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan Adapun hasil pengamatan pada praktikum ini
yaitu : 1. Metode Point frame No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Nama spesies
Rumput keras Ilalang Putri malu Kacang babi Semanggi gunung Spesies
A Jumlah tusukan yang Jumlah frame yang mengenai spesies X
ditempati spesies X 91 33 182 75 94 37 115 51 33 45 15 60
2.
Metode Plot No. Plot Sumbu (x,y) Spesies Rumput keras 1. Plot I
9:5 Spesies A Putri malu Jumlah 22 5 19
Rumput keras 2. Plot II 1 : 10 Kacang babi Spesies A
11 18 5
Semanggi gunung 21 3. Plot III 4:9 Rumput keras Spesies A Sida
acuta 4. Plot IV 6:2 15 7 20
Semanggi gunung 18 Rumput keras Spesies A Sida acuta 21 5 15
9
5.
Plot V
7:3
Rumput keras
Semanggi gunung 25 Spesies A Ilalang 5 45 22 11 5 20 6 21 7 31
10 17 8
6.
Plot VI
3:1
Putri malu Kacang babi Spesies A Putri malu
7.
Plot VII
4:5
Rumput keras Kacang babi Spesies A Putri malu Rumput keras
8.
Plot VIII
10 : 9
Kacang babi Spesies A
Rumput keras 9. Plot IX 8:2
6
Semanggi gunung 14 Spesies A Ilalang Kacang babi 10 30 22 10
6
10.
Plot X
2:1
Rumput keras Spesies A
B. Analisis Data Adapun analisis data pada praktikum ini yaitu :
Metode Pont Frame 1. Untuk spesies rumput keras a. Frekuensi mutlak
(FM)
= 0,55 b. Frekuensi relative (FR)
= 13,92% c. Dominansi mutlak (DM)
d.
Dominansi relatif (DR)
e.
Kerapatan mutlak (KM)
f.
Kerapatan relatif (KR)
g.
Nilai penting (NP) NP = FR+DR+KR NP = 13,92+ 45,15
2. Untuk spesies ilalang a. Frekuensi mutlak (FM)
0,85
b. Frekuensi relative (FR)
c. Dominansi mutlak (DM)
d. Dominansi relatif (DR)
e. Kerapatan mutlak (KM)
f. Kerapatan relatif (KR)
g. Nilai penting (NP) NP = FR+DR+KR NP = + + = 82,48
3. Untuk spesies putri malu a. Frekuensi mutlak (FM)
b.
Frekuensi relative (FR)
c.
Dominansi mutlak (DM)
d.
Dominansi relatif (DR)
x 100% =13%
e.
Kerapatan mutlak (KM)
f.
Kerapatan relatif (KR)
g.
Nilai penting (NP) NP = FR+DR+KR NP = 13+ 39,61
4. Untuk spesies kacang babi a. Frekuensi mutlak (FM)
b.
Frekuensi relative (FR)
c.
Dominansi mutlak (DM)
d.
Dominansi relatif (DR)
e.
Kerapatan mutlak (KM)
f.
Kerapatan relatif (KR)
g.
Nilai penting (NP) NP = FR+DR+KR NP =
5. Untuk spesies semanggi gunung a. Frekuensi mutlak (FM)
b.
Frekuensi relative (FR)
c.
Dominansi mutlak (DM)
d.
Dominansi relatif (DR)
e.
Kerapatan mutlak (KM)
f.
Kerapatan relatif (KR)
6,09% g. Nilai penting (NP) NP = FR+DR+KR NP = 6. Untuk spesies
spesies A a. Frekuensi mutlak (FM)
b. Frekuensi relative (FR)
c. Dominansi mutlak (DM)
d. Dominansi relatif (DR)
e. Kerapatan mutlak (KM)
f. Kerapatan relatif (KR)
g. Nilai penting (NP) NP = FR+DR+KR NP = Metode Plot Rumput
Keras 1. Kerapatan mutlak (KM) = =
2. Kerapatan relative (KR) = = x 100% = 21,05%
3. Frekuensi mutlak (FM) = = 4. Frekuensi relatif (FR) = = x100%
= 25%
5. Dominansi mutlak (DM) = 46,05% 6. Dominansi relative (DR) = =
23,02%
7. Indeks nilai penting (INP) INP = KR + FR + DR =
21,05%+25%+23,02% = 69,07%. Ilalang 1. Kerapatan mutlak (KM)
= = 2. Kerapatan relative (KR) = =
3. Frekuensi mutlak (FM) = = 4. Frekuensi relatif (FR) = = 5.
Dominansi mutlak (DM) = 19,59% 6. Dominansi relative (DR) = =
7. Indeks nilai penting (INP) INP = KR + FR + DR = Kacang babi
1. Kerapatan mutlak (KM) = = 2. Kerapatan relative (KR) = = 3.
Frekuensi mutlak (FM) = = 4. Frekuensi relatif (FR) = = 5.
Dominansi mutlak (DM) = 29,67% + + 115,55%
6.
Dominansi relative (DR) = =
7. Indeks nilai penting (INP) INP = KR + FR + DR = Putri malu 1.
Kerapatan mutlak (KM) = = 2. Kerapatan relative (KR) = = 3.
Frekuensi mutlak (FM) = = 4. Frekuensi relatif (FR) = + + 44,5%
= 5. Dominansi mutlak (DM) = 28,65% 6. Dominansi relative (DR) =
= 7. Indeks nilai penting (INP) INP = KR + FR + DR = Semanggi
gunung 1. Kerapatan mutlak (KM) = = 2. Kerapatan relative (KR) = =
3. Frekuensi mutlak (FM) = = + + 42,97%
4. Frekuensi relatif (FR) = = %
5. Dominansi mutlak (DM) = 25,14% 6. Dominansi relative (DR) = =
x100%=12,57%
7. Indeks nilai penting (INP) INP = KR + FR + DR = Sida acuta
Burn 1. Kerapatan mutlak (KM) = = 2. Kerapatan relative (KR) = = +
%+12,57% = 37,71%
3. Frekuensi mutlak (FM) = = 4. Frekuensi relatif (FR) = = 5.
Dominansi mutlak (DM) = 10,82% 6. Dominansi relative (DR) = = 7.
Indeks nilai penting (INP) INP = KR + FR + DR = Spesies A 1.
Kerapatan mutlak (KM) = = + + 16,23%
2. Kerapatan relative (KR) = = 3. Frekuensi mutlak (FM) = = 4.
Frekuensi relatif (FR) = = 5. Dominansi mutlak (DM) = 40,06% 6.
Dominansi relative (DR) = = 7. Indeks nilai penting (INP) INP = KR
+ FR + DR = + +20,03%= 60,09%
C. Pembahasan Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari
susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk (struktur)
vegetasi dari masyarakat tumbuhtumbuhan. Unsur struktur vegetasi
adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk
keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter
dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penyusun
komunitas hutan tersebut. Berdasarkan analisis vegetasi dapat
diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi
suatu komunitas tumbuhan.13 Indeks kesamaan jenis atau index of
similarity (IS) diperlukan untuk mengetahui tingkat kesamaan antara
beberapa tegakan, antara unit sampling atau antara beberapa
komunitas yang dipelajari dan dibandingkan komposisi dan struktur
komunitasnya. Oleh karena itu, besar kecilnya indeks kesamaan
menggambarkan tingkat kesamaan komposisi jenis dan struktur dari
dua komunitas, tegakan atau unit sampling yang dibandingkan. Indeks
kesamaan komposisi jenis (IS) > 50% menjelaskan bahwa tingkat
pancang-semai memiliki tipe komunitas yang relatif sama dengan
jenis-jenis didalamnya relatif sama pula. Hal ini diduga faktor
yang mempengaruhi kondisi lingkungan seperti kelembaban, pH tanah,
suhu di lingkungan hutan di kawasan konservasi sangat cocok dengan
pertumbuhan pancang dan semai sehingga memberikan pengaruh yang
sama terhadap kedua tingkatan (pancang-semai) tersebut. Sebaliknya
IS