EKARISTI DAN DEVOSI ROSARIO DI MATA UMAT KBG RATU PARA RASUL SKRIPSI Diajukan kepada Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Filsafat Program Studi Ilmu Teologi-Filsafat Agama Katolik Oleh ANTONIUS WILLIAM NOPE NPM: 16.75.5829 SEKOLAH TINGGI FILSAFAT KATOLIK LEDALERO 2020
119
Embed
EKARISTI DAN DEVOSI ROSARIO DI MATA UMAT KBG ...103.56.207.239/15/1/Antonius William Nope. Skripsi. (16...Ekaristi dan Devosi Rosario sejatinya merupakan dua hal yang memiliki hubungan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
EKARISTI DAN DEVOSI ROSARIO DI MATA UMAT KBG
RATU PARA RASUL
SKRIPSI
Diajukan kepada Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero
untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana Filsafat
Program Studi Ilmu Teologi-Filsafat
Agama Katolik
Oleh
ANTONIUS WILLIAM NOPE
NPM: 16.75.5829
SEKOLAH TINGGI FILSAFAT KATOLIK LEDALERO
2020
ii
LEMBARAN PENERIMAAN JUDUL
a. Nama :Antonius William Nope
b. NPM : 16.75.5829
c. Judul : Ekaristi Dan Devosi Rosario Di Mata Umat KBG Ratu Para
Rasul
d. Pembimbing:
1. Ignasius Ledot, S. Fil. Lic : .................................
(Penanggung Jawab)
2. Antonius Marius Tangi, Drs. Lic : ..................................
3. Dr. Philipus Ola Daen : ..................................
Tanggal Diterima : 28 September 2019
Mengesahkan:
Wakil Ketua I
Dr. Yosef Keladu
Mengetahui
Ketua STFK Ledalero
Dr. Otto Gusti N. Madung
iii
Dipertahankan di depan Dewan Penguji Skripsi
Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero
dan Diterima untuk Memenuhi Sebagian
dari Syarat-syarat guna Memperoleh
Gelar Sarjana Filsafat
Program Studi Ilmu Teologi-Filsafat
Agama Katolik
Pada
29 Mei 2020
Mengesahkan
SEKOLAH TINGGI FILSAFAT KATOLIK LEDALERO
Ketua
Dr. Otto Gusti Ndegong Madung
DEWAN PENGUJI:
1. Ignasius Ledot, S. Fil. Lic : .................................
2. Antonius Marius Tangi, Drs. Lic : .................................
3. Dr. Philipus Ola Daen : .................................
iv
v
KATA PENGANTAR
Ekaristi dan Devosi Rosario merupakan dua hal yang nampaknya berbeda
namun pada kenyataannya memiliki hubungan yang erat. Ekaristi merupakan hal
yang paling mendasar dalam kehidupan iman umat kristiani. Ekaristi menjadi hal
yang paling mendasar sebab Ekaristi merupakan puncak dari penghayatan iman
umat Katolik. Ia menjadi puncak dari penghayatan iman umat Katolik sebab di
dalam Ekaristi, segenap umat mengenang kembali perstiwa besar di mana Kristus
telah melewati sengsara, wafat dan pada akhirnya bangkit dari kematian demi karya
penyelamatan umat manusia yang telah direncanakan oleh Allah. Devosi Rosario,
di sisi lain merupakan suatu bentuk penghormatan terhadap sosok Maria Bunda
Kritus. Maria dihormati atas peran besarnya yang telah mengambil peran besar
sebagai ibu Tuhan. Melalui Maria, rencana karya penyelamatan umat manusia
dimulai.
Ekaristi dan Devosi Rosario sejatinya merupakan dua hal yang memiliki
hubungan erat di mana keduanya saling menghidupi. Rosario sebagai sebuah
devosi pada dasarnya harus mendorong umat ke dalam penghayatannya yang tepat
terhadap ekaristi sebagai puncak penghayatan iman mereka. Melalui devosi rosario.
umat dihantar dalam permenungan tentang perjalanan hidup Kristus yang
berpuncak pada lahirnya Ekaristi. Pemahaman tersebut sejatinya perlu dimiliki dan
dipahami dengan baik oleh segenap umat kristiani. Namun, dalam pengalaman
pastoral penulis, seringkali dijumpai bahwa pada umumnya umat belum belum
memiliki pemahaman yang cukup baik terkait kedua hal ini. Akibat dari
pemahaman yang kurang baik tersebut umat cenderung terlena terhadap salah satu
hal dan melupakan yang lainnya. Kecenderungan umum yang dijumpai oleh
penulis adalah umat seringkali lebih mengutamakan devosi rosario itu sendiri
dibandingkan dengan ekaristi yang justru merupakan hal terpenting dalam
kehidupan iman umat.
Bertolak dari realitas tersebut, penulis terdorong untuk melakukan sebuah
penelitian untuk melihat bagaimana umat memahami dan menghayati ekaristi dan
devosi rosario. Penulis berpikir bahwa penting apabila hal ini dilihat melalui
vi
kelompok terkecil dalam komunitas Gereja yakni Komunitas Basis Gerejawi. Oleh
karena itu, penulis memilih KBG Ratu Para Rasul sebagai tempat di mana penulis
melakuk penlitiannya. Tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah
pertama-tama sebagai sebuah persyaratan dalam rangka menyelesaikan program
kesarjanaannya di STFK Ledalero, kedua, penulis berharap penelitian yang
dilakukan ini dapat memberikan dampak baik terhadap bagaimana umat,
khususnya umat KBG Ratu Para Rasul, memahami dan akhirnya mampu
menghayati ekaristi dan devosi rosario secara seimbang sehingga iman mereka
dapat bertumbuh dengan lebih baik.
Penulis bersyukur kepada Tuhan karena atas berkat dan tuntunan-Nya,
skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis patut mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah terlibat dalam membantu proses penyelesaian skripsi ini.
Terima kasih kepada Ignasius Ledot, S. Fil. Lic., selaku pembimbing skripsi ini
yang dengan penuh kesetiaan dan kesabaran telah membimbing penulis hingga
skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis menyadari bahwa berkat sumbangan pikiran
dan tenaga dari pembimbing, penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini.
Terima kasih yang sama pula penulis sampaikan kepada Rm. Antonius Marius
Tangi, Lic., Pr, yang telah bersedia menjadi penguji dan berkenan memberikan
dukungan berupa sumbangan pikiran demi perbaikan dalam penyelesaian karya
tulis ini.
Penulis juga berterima kasih kepada lembaga Sekolah Tinggi Filsafat
Katolik Ledalero dan lembaga Seminari Tinggi Interdiosesan St. Petrus Ritapiret
yang telah mendukung penyelesaian skripsi melalui berbagai sarana dan prasarana
yang telah disediakan. Terima kasih juga kepada Mama Florentina Ortje, Bapa
Avelinus Moat Sareng, Mama Yustina Dhema,Saudari Theresia Yuliana Bhala dan
seluruh umat KBG Ratu Para Rasul yang telah membantu proses berjalannya
penelitian yang dilakukan oleh penulis. Terima kasih kepada Bapa Yoap Daniel
Nope, Mama Irena Aloysia Nope Fenat, saudara dan saudari penulis, serta seluruh
sahabat, saudara/i yang telah senantiasa mendukung penulis melalui doa dan
berbagai motivasi sehingga pada akhirnya tulisan ini dapat diselesaikan.
vii
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, segala bentuk kritikan dan saran yang membangun dari para pembaca akan
menjadi masukkan yang sangat berharga bagi penulis demi penyempurnaan karya
tulis ini. Akhirnya, semoga tulisan sederhana ini dapat memberikan sesuatu yang
bermanfaat kepada pembaca sekalian. Terima kasih dan selamat membaca. Tuhan
memberkati.
Ledalero, 24 Mei 2020
Penulis
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
LEMBARAN PENERIMAAN JUDUL ................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iii
PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................................................ iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................ v
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
BAB I ............................................................................................................................. 1
SDN Natawulu, SDI Natawulu, SDK Nilo, dan SDN Lirikelan), 2 SMP (SMPN 1
Nita dan SMPK Kimang Buleng), dan 1 SMA (SMAN 1 Nita).
Aspek Sosial-Religius
Umat Paroki St. Mikael Nita pada umumnya giat berdoa dan karena itu,
banyak dibentuk beberapa kelompok doa seperti Kelompok Doa Bunda Hati
Tersuci Maria (KBHTM), Komunitas Tritunggal Mahakudus (KTM), KTM Kid
untuk anak-anak, Legio Maria, Kelompok Doa Kerahiman, Kelompok St. Anna,
Kelompok Karmelit Awam, Kelompok St. Maria, Kelompok St. Yosef, dan
Kelompok Doa Gerakan Imam Maria (GIM). Berkaitan dengan pembinaan iman
dan pengembangan wawasan kelompok muda maka paroki membentuk organisasi
17
Orang Muda Katolik dengan nama OMK Emaus Nita. Di samping itu juga
dibentuk organisasi iman bagi anak-anak yakni kelompok putra-putri altar.
2.3 Sejarah Terbentuknya KBG Ratu Para Rasul
KBG Ratu Para Rasul terletak di Ritapiret, Desa Nita, Dusun Tour Orin
Bao, Maumere. Ibu Florentina Ortje adalah ketua KBG saat ini. KBG Ratu Para
Rasul terdaftar sebagai salah satu KBG yang berada di dalam wilayah Paroki St.
Mikael, Nita, dan termasuk ke dalam Lingkungan Ritapiret bersamaan dengan 7
KBG lainnya. KBG ini berada persis di depan Seminari Tinggi Interdiosesan
Santo Petrus Ritapiret. Sebelum menjadi sebuah KBG, wilayah ini merupakan
wilayah tempat tinggal dari para karyawan atau karyawati Seminari Tinggi Santo
Petrus Ritapiret.21
Ketika pada akhirnya wilayah ini menjadi sebuah KBG
sebagian besar anggotanya adalah para karyawan dan karyawati dari seminari
tersebut. Nama Ratu Para Rasul sendiri dijadikan nama pelindung dari KBG ini
karena sebagian besar anggota KBG ini bekerja demi membantu kehidupan para
frater yang dilihat sebagai "rasul". Karena itulah KBG ini mengambil nama Ratu
Para Rasul.
Terdapat perbedaan terhadap bagaimana kehidupan anggota KBG Ratu
Para rasul pada masa awal berdirinya dan kehidupan anggota KBG Ratu Para
Rasul saat ini.22 Di masa awal berdirinya KBG Ratu Para Rasul, semangat dan
partisipasi anggota KBG dalam menghadiri berbagai kegiatan di KBG sangatlah
tinggi. Umumnya para anggota KBG membawa serta anggota keluarganya dalam
setiap kegiatan yang diadakan oleh KBG. Dalam kehidupan berorganisasi pun,
semua tugas dijalankan secara seimbang oleh seluruh anggota KBG. Hal ini dirasa
telah jauh berbeda dengan keadaan KBG Ratu Para Rasul saat ini di mana pada
umumnya keluarga mengirimkan utusan anggota keluarganya sebagai perwakilan
dalam mengikuti kegiatan-kegiatan di KBG. Kegiatan-kegiatan di KBG pun saat
ini lebih banyak dihadiri oleh para istri atau ibu rumah tangga.
Karena letaknya yang berada tepat di depan Seminari Tinggi Interdiosesan
Santo Petrus Ritapiret, sebagian besar anggota KBG Ratu Para Rasul menjalin
21
Saat itu kata "Interdiosesan" belum diberikan pada nama seminari 22
Hasil wawancara dengan Yustina Dhema, Anggota KBG Ratu Para Rasul, Paroki St. Mikael Nita
pada 14 Mei 2020
18
hubungan yang baik dan erat terhadap para frater dan para imam yang berada di
seminari tersebut. Seringkali para frater dilibatkan dalam berbagai kegiatan rohani
di KBG seperti memberikan katekese, atau membawakan ibadat rosario. Para
frater juga sering dimintai bantuan untuk melatih koor dan menjadi bagian dari
anggota koor ketika KBG mendapatkan tanggungan kor di paroki.
Keakraban anggota KBG Ratu Para Rasul dengan para frater di Seminari
Tinggi Santo Petrus menjadi suatu ciri khas tersendiri yang membedakan KBG
Ratu Para Rasul dan KBG lainnya yang berada di Lingkungan Ritapiret. Pada
mulanya kebiasaan melibatkan para frater dalam kegiatan-kegiatan di KBG hanya
terjadi di KBG Ratu Para Rasul. Kebiasaan ini kemudian dianggap baik dan
perlahan, kebiasaan ini mulai diikuti oleh KBG-KBG lainnya di Lingkungan
Ritapiret. Kehadiran para frater di sekitar anggota KBG Ratu Para Rasul juga
memberikan dampak terhadap tingkat pelayanan anggota KBG Ratu Para Rasul.
Kerena sebagian besar anggota KBG Ratu Para Rasul adalah karyawan atau
karyawati yang bekerja atau yang pernah bekerja di seminari, para anggota
memiliki tingkat ketekunan dan kedisiplinan yang lebih baik dibandingkan
dengan anggota KBG lainya. Bagi anggota KBG Ratu Para Rasul yang hidup
diantara para rohaniwan dan bekerja bagi mereka, ketekunan dalam melayani dan
bekerja tersebut terbawa hingga kehidupan mereka sebagai bagian dari umat
Paroki St. Mikael Nita. Hal ini juga diharapkan memberikan pengaruh yang baik
terhadap perkembangan benih panggilan di tengah-tengah umat KBG Ratu Para
Rasul.
KBG Ratu Para Rasul terdiri dari dua belas kepala keluarga dengan total
anggota yang termasuk di dalamnya yakni 51 jiwa.23 Anggota KBG Ratu Para
Rasul didominasi oleh orang dewasa berusia 30 tahun ke atas. Berkaitan dengan
orang muda, banyak dari mereka sedang bekerja dan kuliah di luar wilayah Pulau
Flores sehingga tidak menetap di wilayah KBG ini. Orang muda lainnya adalah
beberapa anak dan remaja usia SD hingga Perguruan Tinggi. Umat KBG ini juga
berasal dari berbagai daerah baik dari dalam wilayah Maumere maupun dari luar
wilayah Maumere. Tidak terdapat pembagian ke dalam seksi-seksi pada struktur
keanggotaan KBG Ratu Para Rasul. Tingkat jabatan dalam struktur keanggotaan
23
Informasi ini diperoleh berdasarkan data yang dikeluarkan oleh paroki per Januari 2020.
19
KBG Ratu Para Rasul terdiri atas ketua, wakil, bendahara dan kemudian disusul
oleh para anggota. Struktur keanggotaan KBG Ratu Para Rasul adalah sebagai
berikut:
STRUKTUR ORGANISASI KBG RATU PARA RASUL
Ketua bertugas untuk mengatur hampir segala hal. Dimulai dari mengajak
seluruh anggota untuk datang dan berkumpul, menyampaikan informasi dari
lingkungan atau paroki, mengatur pembagian tugas dan menggerakkan seluruh
anggota. Wakil ketua bertugas untuk membantu ketua dalam menjalankan
tugasnya. Wakil juga mengambil alih peran ketua ketika ketua sedang
berhalangan. Sedangkan tugas bendahara adalah mengurus keuangan para anggota
KBG, mengatur pemasukan dan pengeluaran kas KBG. Keuangan dalam KBG
diperoleh dari kolekte pada saat diadakan doa-doa harian.
2.4 Demografi KBG Ratu Para Rasul
Berdasarkan hasil pendataan yang diperoleh dari Paroki St. Mikael Nita,
penulis memperoleh data mengenai jumlah secara keseluruhan anggota KBG Ratu
Para Rasul yakni 51 jiwa dengan total 26 orang laki-laki dan 25 orang perempuan
yang terbagi ke dalam 12 kepala keluarga. Penulis mengolah data yang diperoleh
ke dalam tiga kelompok yakni kelompok usia, pekerjaan, dan pendidikan terakhir.
Bila dipisahkan ke dalam kelompok usia maka 45% anggota KBG berusia
di atas 30 tahun, 37% berusia 15-30 tahun, sedangkan 18% dari seluruh anggota
KETUA
WAKIL
BENDAHARA
ANGGOTA
20
KBG Ratu Para Rasul berusia di bawah 15 tahun. Bila dipisahkan ke dalam
kelompok pekerjaan maka data yang diperoleh adalah sebagai berikut, 22% dari
anggota melakukan pekerjaan mandiri (kios, penjahit, penenun, dan petani), 13%
bekerja sebagai karyawan, pegawai, dan guru, 20% tidak bekerja, dan 45% dari
anggota masih berstatus pelajar atau mahasiswa. Bila dipisahkan ke dalam
kelompok berdasarkan pendidikan terakhir maka 10% dari anggota KBG pernah
mengenyam pendidikan hingga tingkat perguruan tinggi, 29% mengenyam
pendidikan hingga tingkat SMA, 12% mengenyam pendidikan hingga tingkat SD,
4% belum berekolah, sedangkan 45% dari anggota KBG Ratu Para Rasul masih
berstatus sebagai pelajar atau mahasiswa.
Perbandingan pengelompokan anggota KBG Ratu Para Rasul dapat dilihat
pada diagram-diagram berikut:
Diagram 1. Anggota KBG Ratu Para Rasul Berdasarkan Jenis Kelamin
Diagram tersebut menunjukkan persentase jumlah anggota KBG Ratu Para
Rasul berdasarkan jenis kelamin. Melalui diagram tersebut dapat diketahui bahwa
jumlah anggota KBG Ratu Para Rasul hampir seimbang antara anggota laki-laki
dan anggota perempuan. Dari 51 jiwa, 26 (51%) terdiri dari laki-laki dan 25
(49%) terdiri dari perempuan. Melalui jumlah yang hampir seimbang tersebut
penulis melihat adanya sebuah potensi di mana pembagian-pembagian tugas
dalam KBG dapat dijalankan secara seimbang antara kelompok laki-laki dan
perempuan. Hal penting untuk menghindari adanya
kecenderungan-kecenderungan di mana pada umumnya, tugas-tugas dalam KBG
lebih banyak diatur oleh kelompok perempuan.
21
Diagram 2. Anggota KBG Ratu Para Rasul Berdasarkan Rentang Usia
Diagram tersebut menunjukkan jumlah anggota KBG Ratu Para Rasul
berdasarkan rentang usia. Melalui diagram tersebut dapat diketahui bahwa
sebagian besar anggota KBG Ratu Para Rasul terdiri dari anggota berusia di atas
30 tahun dengan jumlah 23 orang (45%), dan anggota yang berada dalam rentang
usia 15-30 tahun dengan jumlah 19 orang (37%). Hanya sebagian kecil dari
anggota KBG Ratu Para Rasul yang berusia di bawah 15 tahun dengan jumlah 9
orang (18%). Melalui data tersebut penulis menemukan bahwa sebagian besar dari
anggota KBG Ratu Para Rasul berada dalam rentang usia-usia produktif. Hal ini
tentu menjadi potensi yang dimiliki oleh KBG ini dalam hal matapencaharian.
Akan sangat disayangkan jika anggota KBG Ratu Para Rasul yang berada dalam
usia produktif tersebut tidak memiliki mata pencaharian tetap atau tidak bekerja
sama sekali.
Di samping itu, persentase anggota KBG Ratu Para Rasul yang berada
dalam usia sekolah menunjukkan bahwa masih ada potensi di mana
pemahaman-pemahaman yang benar terhadap perayaaan ekaristi dan devosi
rosario ditanamkan sejak usia dini. Penulis melihat bahwa dalam masa-masa
inilah umat memiliki kesempatan yang besar untuk belajar memahami dan
menghayati kedua hal tersebut di mana hal tersebut dapat ditanamkan melalui
kegiatan-kegiatan seperti SEKAMI, OMK, pendidikan saat komuni pertama dan
pendidikan menjelang penerimaan sakramen Krisma. Hal ini oleh penulis dilihat
akan sangat berguna bagi pemahamn dan penghayatan terhadap perayaan ekaristi
dan devosi rosario di kemudian hari.
22
Diagram 3. Anggota KBG Ratu Para Rasul Berdasarkan Kelompok
Pekerjaan
Diagram di atas menunjukkan persentase jumlah anggota KBG Ratu Para
Rasul berdasarkan pekerjaan yang dimiliki. Melaluid diagram tersebut dapat
diketahui bahwa sebagian besar anggota KUB Ratu Para Rasul merupakan pelajar
dengan jumlah 23 orang (45%), anggota yang memiliki usaha mandiri dengan
jumlah 11 orang (22%), anggota dengan profesi sebagai karyawan, pegawai, dan
guru dengan jumlah 7 orang (13%), dan anggota KBG yang tidak bekerja dengan
jumlah 10 orang (20%).
Melalui data tersebut penulis, seperti yang telah dikatakan sebelumnya,
melihat adanya potensi yang besar untuk menanamkan sejak dini (usia sekolah)
pemahaman yang benar tentang perayaan ekaristi dan devosi rosario. Namun,
penulis juga melihat adanya beberapa keterlambatan terjadi diantara
anggota-anggota yang masih bersekolah tersebut. Beberapa diantara anggota KBG
Ratu Para Rasul masih berada di bangku Sekolah Menengah Atas dalam usia
22-24 tahun. Rentang usia ini, pada umumnya adalah rentang usia produktif di
mana seseorang seharusnya sudah berada dalam tahap memiliki pekerjaan dan
penghasilan sendiri atau sekurang-kurangnya berada di tahap Perguruan Tinggi.
Hal ini tentu dapat menjadi penghambat di kemudian hari ketika anggota KBG
yang bersangkutan tersebut hendak memasuki tahap mencari pekerjaan.
Sebagian besar anggota KBG Ratu Para Rasul yang bekerja memperoleh
pendapatan dari hasil usaha mandiri mereka sebagai penjahit atau penenun, petani,
23
dan sebagai penjual. Hal ini cukup menggambarkan situasi perekonomian dari
anggota KBG Ratu Para Rasul yang berada di kelas menengah ke bawah. Hal ini
menjadi salah satu faktor penyebab adanya keterlambatan yang terjadi pada
anggota-anggota yang seharusnya sudah berada dalam usia kerja, tetapi masih
berada di bangku sekolah. Di samping itu, perlu diperhatikan juga bahwa sebesar
20% anggota KBG Ratu Para Rasul tidak memiliki pekerjaan atau pengangguran.
Hal ini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya anggota KBG yang belum
memasuki usia sekolah atau anggota KBG yang sakit, dan anggota KBG yang
memang setelah menyelsaikan pendidikanny belum mendapatkan pekerjaan tetap.
Hal ini tentu akan menjadi beban tersendiri terhadap kehidupan anggota KBG
Ratu Para Rasul.
Diagram 3. Anggota KBG Ratu Para Rasul Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Terakhir.
Diagram di atas menunjukkan persentase jumlah anggota KBG Ratu Para
Rasul berdasarkan tingkat pendidikan terakhir. Melalui diagram tersebut dapat
diketahui bahwa sebagian besar anggota KBG dengan jumlah 23 orang (45%)
sedang dalam proses pendidikan, 15 orang (29%) pernah menyelesaikan
pendidikan hingga tahap SMA, 6 orang (12%) pernah menyelesaikan pendidikan
hingga tahap SD/SMP, 5 orang (10%) pernah menyelesaikan pendidikan hingga
tahap pergurun tinggi. Penulis melihat bahwa pada umumnya tingkat pendidikan
seseorang akan berpengaruh pada pemahamanya terhadap sesuatu. Namun tidak
24
menutup kemungkinan bahwa siapa pun dapat memiliki pemahaman yang baik
terhadap sesuatu sekalipun memiliki tingkat pendidikan yang rendah.
Berdasarkan pemahaman tersebut, penulis pada awal penelitiannya dan
juga melalui pengalaman pastoralnya melihat bahwa sebagian besar anggota KBG
Ratu Para Rasul belum memiliki pemahaman yang baik terhadap perayaan ekaristi
dan devosi rosario, serta berpikir bahwa faktor tingkat pendidikan yang pernah
diraih oleh anggota KBG Ratu Para Rasul dapat menjadi salah satu penyebab.
Namun, apabila pemahaman yang baik justru berasal dari mereka yang pernah
menyelesaikan pendidikan hingga tahap SD/SMP atau SMA, maka perlu dilihat
apakah mereka pernah menjadi murid dari sekolah umum, murid dari
sekolah-sekolah khusus seperti seminari atau sekolah asrama, atau mereka
memang pernah mendapat pengajaran berkaitan dengan hal ini dalam
kesempatan-kesempatan tertentu.
Melalui data yang ada, peneliti dapat melihat bagaimana tingkat
pendidikan terakhir dari para anggota KBG Ratu Para Rasul mempengaruhi
pekerjaan yang dimiliki oleh mereka saat ini. Sebagian besar anggota KBG yang
membuka usaha mandiri seperti kios, usaha menjahit dan menenun, serta petani
adalah mereka yang pernah menempuh pendidikan hingga tahap SD atau SMA,
sedangkan mereka yang menempuh pendidikan hingga tingkat Perguruan Tinggi
umumnya bekerja sebagai pegawai atau guru. Hanya sebagian kecil dari
kelompok anggota KBG berpendidikan terakhir SD atau SMA yang bekerja
sebagai karyawan.
2.4.1 Latar Belakang Pekerjaan
Mayoritas umat di KBG ini memiliki usaha mandiri untuk bekerja
sedangkan beberapa diantaranya bekerja sebagai pegawai atau karyawan. Umat di
KBG ini memiliki lahan kebun yang aktif dikelola sebagai salah satu sumber
pemenuhan kebutuhan hidup. Melalui data yang diperoleh 22% dari anggota KBG
Ratu Para Rasul memiliki usaha mandiri sebagai pekerjaanya.
Usaha mandiri yang dimaksud adalah petani, membuka usaha menjahit
dan menenun, serta ada pula yang membuka usaha kios serta kos-kosan. Beberapa
anggota KBG yang bekerja sebagai petani melakukan pekerjaan mereka di tanah
25
milik keuskupan Maumere yang berada di sekitar wilayah KBG Ratu Para Rasul.
Tanah tersebut dipercayakan kepada beberapa warga di sekitar wilayah tersebut
untuk dikelola sebagai kebun. Penghasilan dari kebun tersebut dimanfaatkan
seutuhnya oleh para petani yang bekerja di sana baik untuk dijual atau
dikonsumsi, terkadang mereka yang bekerja di kebun tersebut mengantarkan
beberapa hasil kebun tersebut kepada seminari.
Selain mereka yang membuka usaha mandiri untuk bekerja, 13% anggota
KBG Ratu Para Rasul bekerja sebagai karyawan, pegawai, ada juga yang bekerja
sebagai guru. Karena letaknya yang berada di depan Seminari Tinggi
Interdiosesan Santo Petrus Ritapiret, maka beberapa dari anggota KBG ini bekerja
sebagai karyawan seminari yakni sebagai supir, tukang listrik, penjahit, dan
pembuat kue. Para penjahit yang bekerja di seminari juga memiliki usaha mandiri
yakni usaha menjahit di rumah mereka masing-masing. Beberapa dari anggota
KBG Ratu Para Rasul bekerja sebagai pegawai dari beberapa instansi dan juga
mengajar sebagai guru.
Terdapat total perentase yakni 20% dari anggota KBG Ratu Para Rasul
yang tidak bekerja. Mereka terdiri dari orangtua yang pensiun atau lanjut usia, ibu
rumah tangga, anak-anak balita dan pemuda atau pemudi usia produktif yang
memang belum mendapakan pekerjaan atau memilih untuk berdiam diri di rumah,
sedangkan sisanya yakni 45% dari anggota KBG Ratu Para Rasul merupakan
pelajar yang masih dalam proses pendidikan baik di sekolah maupun perguruan
tinggi.
2.5 Kehidupan Harian Umat KBG Ratu Para Rasul
Kehidupan umat di KBG Ratu Para Rasul digambarkan melalaui kegiatan
mereka setiap hari. Hal ini dimulai dari bagaimana mereka mengawali hari dan
bekerja, apa yang mereka lakukan ketika perkerjaan mereka telah selesai, seperti
apa kehidupan rohani mereka secara khusus dalam hal berdoa dan merayakan
ekaristi. Penulis juga memberikan gambaran berkaitan dengan kegiatan-kegiatan
khusus yang umumnya terdapat di KBG Ratu Para Rasul.
26
2.5.1 Aktifitas Harian Rumah
Ketika sebagian besar aktifitas harian anggota KBG telah selesai di sore
hari, mereka menggunakan waktu untuk beristirahat, berbincang bersama
tetangga, membersihkan rumah dan halaman, atau bagi anak-anak sekolah,
mereka menghabiskan waktu sorenya bermain di jalan-jalan sekitar wilayah KBG.
Namun ada juga yang setelah beristirahat, melanjutkan pekerjaan berkebun
mereka di sore hari. Pada malam hari tidak ada banyak kegiatan yang dilakukan
oleh para anggota KBG ini, pemandangan umum yang biasanya terjadi di malam
hari adalah anak-anak muda yang berkumpul di jalanan sekitar wilayah KBG ini.
2.5.2 Aktifitas Bekerja
Umat di KBG Ratu Para Rasul tergolong umat yang sibuk karena
tugas-tugas harian mereka. Pada umumnya kesibukan tersebut telah dimulai di
pagi hari mulai dari mengurusi anak yang bersekolah, memberi makan ternak,
mulai pergi bekerja sambil terus membuka kios yang mereka miliki dan dijaga
oleh anggota keluarga lainnya, beberapa mulai sibuk dengan usaha menjahit atau
usaha menenun. Pada umumnya kesibukan di tempat kerja baru selesai pada pukul
14.00 WITA. Namun, kesibukan itu tetap berlanjut dengan kegiatan mengurusi
kebun dan menjaga kios. Kesibukan harian yang ada di KBG ini dapat dikatakan
sebagai suatu kesibukan harian normal pada umumnya.
2.5.3 Kegiatan-Kegiatan Khusus
Di samping mengurus kesibukan masing-masing, anggota KBG Ratu Para
Rasul juga memiliki kerjasama yang baik ketika ada kesempatan-kesempatan
khusus. Kesempatan-kesempatan khusus yang dimaksud seperti ketika ada
kedukaan, pernikahan, dan sambut baru. Para anggota KBG biasanya bekerja
sama agar acara-acara bersama tersebut berjalan dengan lancar. Para istri dan
pemudi memasak sedangkan para suami dan para pemuda bersama mengerjakan
pekerjaan berat seperti membangun tenda. Terkadang karena posisinya yang
berada tepat di depan Seminari Tinggi Interdiosesan Santo Petrus Ritapiret
membuat anggota KBG Ratu Para Rasul menjadi akrab dengan para frater
sehingga dalam kesempatan tertentu para frater menggunakan rumah salah satu
27
anggota KBG untuk membuat acara seperti syukuran tahbisan diakon atau acara
perpisahan kelompok-kelompok keuskupan. Anggota KBG Ratu Para Rasul
dalam kesempatan kegiatan bersama tersebut terkadang memberikan santunan
berupa uang dari kas KBG kepada pemilik acara.
2.5.4 Doa Bersama
KBG Ratu Para Rasul merupakan KBG yang anggota-anggotanya cukup
rutin membuat kegiatan rohani bersama. Doa bersama anggota KBG rutin dibuat
pada hari Selasa dan Kamis malam setiap minggu pertama dalam bulan. Kegiatan
doa yang dilakukan adalah doa rosario bersama. Doa rutin ini bertujuan untuk
mengeratkan tali persaudaran antara umat KBG, mengajak anggota KBG untuk
menjadi lebih dekat kepada Tuhan. Doa rutin KBG ini menjadi kesempatan untuk
bertukar informasi berkaitan dengan kehidupan berorganisasi mereka (tanggungan
tugas dari paroki dan lain sebagainya). Doa rutin ini ditiadakan apabila hari Selasa
atau Kamis pada bulan jatuh pada tanggal 6. Pada tanggal 6 tiap bulannya dibuat
doa lingkungan sehingga doa bersama di KBG diganti dengan doa bersama di
Lingkungan. Di samping itu, ketika ada kesempatan khusus seperti kedukaan,
pernikahan, dan sambut baru maka diadakan misa bersama atau ibadat bersama
yang melibatkan seluruh anggota KBG.
2.5.5 Perayaan Ekaristi
Dalam merayakan perayaan ekaristi mingguan, anggota KBG Ratu Para
Rasul lebih banyak memilih untuk mengikuti Perayaan Ekaristi di kapela
Seminari Tinggi Interdiosesan Santo Petrus Ritapiret. Hal ini terjadi karena lokasi
KBG berada tepat di depan seminari dan juga karena bagi beberapa anggota KBG
Ratu Para Rasul, perayaan ekaristi di seminari berlangsung lebih cepat
dibandingkan dengan perayaan ekaristi di paroki. Pada perayaan besar seperti
Natal dan Paskah, umat KBG akan tetap menghadiri Perayaan Ekaristi di seminari
dibandingkan dengan di paroki. Para anggota KBG baru akan mengikuti Perayaan
Ekaristi di paroki ketika mereka mendapatkan tanggungan tugas seperti koor atau
petugas altar. Hanya sebagian kecil anggota KBG yang mengikuti perayaan
ekaristi harian, umumnya mereka hanya mengikuti Perayaan Ekaristi pada hari
28
Minggu. Perayaan Ekaristi kelompok KBG juga biasanya diadakan setiap kali ada
kunjungan pastor paroki.
2.5.6 Kegiatan-Kegiatan Rohani Khusus
Umumnya diadakan Perayaan Ekaristi dalam kelompok KBG sebanyak
satu kali dalam sebulan. Katekese juga dibuat secara khusus pada bulan Kitab
Suci. Anggota KBG Ratu Para Rasul yang terlibat dalam kegiatan ini umumnya
adalah para istri dan beberapa pemuda serta anak. Dalam beberapa kesempatan
para frater dari Seminari Tinggi Interdiosesan St. Petrus Ritapiret juga dilibatkan
dalam kegiatan-kegiatan rohani di KBG.
Dalam membangun relasi di tingkat Lingkungan, para anggota KBG Ratu
Para Rasul senantiasa berpartisipasi aktif dalam mengikuti kegiatan-kegiatan doa
bersama di Lingkungan yang diadakan pada tanggal 6 setiap bulannya. Begitu
pula pada kegiatan-kegiatan bersama di Paroki seperti kerja bakti dan
pertemuan-pertemuan yang melibatkan anggota KBG.
2.5.7 Relasi Antar Anggota KBG
Pada umumnya relasi sosial yang terjadi di tengah-tengah para anggota
KBG Ratu Para Rasul cukup baik. Hampir semua anggota terlibat dalam berbagai
kegiatan bersama yang berlangsung di KBG, Lingkungan mau pun Paroki.
Terkadang terjadi ketidakcocokan antara satu anggota dan anggota lainnya.
Namun pada umumnya hal ini tidak bertahan lama dan keadaan kembali seperti
sediakala.
2.6 Suka Duka Hidup Berorganisasi Dalam KBG Ratu Para Rasul
Dalam menjalani kehidupan berorganisasi dalam KBG, banyak
pengalaman suka-duka yang dialami oleh seluruh anggota KBG Ratu Para
Rasul. Kesulitan-kesulitan yang sering dialami oleh para anggota yang pernah
memegang jabatan pengurus inti adalah ketika para anggota KBG Ratu Para Rasul
merasa bahwa segala tugas yang dipercayakan kepada KBG merupakan tanggung
jawab ketua. Hal ini membuat mereka yang pernah menjabat sebagai ketua merasa
29
kesulitan ketika anggotanya sulit digerakan sehingga sebagai ketua mereka
terkadang terbebani karena harus bekerja sendiri.24
Keterlibatan kaum muda dan para suami dalam berbagai kegiatan doa
masih perlu ditingkatkan. Hampir pada setiap kegiatan doa, mayoritas anggota
yang berpartisipasi adalah para istri. Ketua KBG seringkali memberi tekanan
kepada seluruh anggota KBG bahwa KBG bukanlah organisasi wanita di mana
yang berpartisipasi aktif dalam menjalankan tugas-tugas bersama hanya para
anggota wanita. Ia menekankan bahwa dalam KBG semua anggotanya harus
berpartisipasi aktif secara khusus dalam kegiatan rohani.
Dalam wawancara bersama Ibu Florentina, ia menyampaikan
pandangannya bahwa KBG merupakan sarana bagi umat dari kelompok terkecil
untuk dapat menjalankan tugasnya sebagai umat beriman yang bersekutu. Baginya
seluruh anggota harus dapat melihat pentingnya hal ini dan itulah mengapa
seluruh anggota harus perpartisipasi secara aktif dalam kegiatan-kegiatan bersama
di KBG. Ia menambahkan bahwa keterlibatan para suami dan pemuda lebih
cenderung terlihat ketika ada kegiatan yang melibatkan pekerjaan berat.
Di sisi lain, masih terdapat beberapa anggota KBG Ratu Para Rasul yang
berstatus suami yang memiliki pandangan bahwa berdoa adalah tugas para istri.25
Begitu pula dengan pemuda-pemudi, mereka menjadi kurang aktif karena
merasa bahwa kegiatan tersebut didominasi oleh orangtua dan hanya melibatkan
urusan-urusan orangtua, sehingga sebagai anak muda mereka merasa tidak
dilibatkan atau tidak memiliki kepentingan khusus untuk bergabung 26
Kesulitan-kesulitan lain yang harus dihadapi adalah ketika terjadi pertikaian
antara anggota KBG. Hal ini akan menjadi kesulitan khususnya pada
kegiatan-kegiatan yang melibatkan kerjasama seluruh anggota KBG. Untuk
mengatasi hal ini , umumnya ketua akan berusaha mendamaikan kedua belah
pihak.
24
Hasil wawancara dengn Florentina Ortje, Ketua KBG Ratu Para Rasul, Paroki St. Mikael Nita,
pada 1 Maret 2020 25
Hasil wawancara dengan Avelinus Moat Sareng, Anggota KBG Ratu Para Rasul, Paroki St.
Mikael Nita pada 8 Maret 2020. 26
Hasil wawancara dengan Theresia Yuliana Bhala, Anggota KBG Ratu Para Rasul, Paroki St.
Mikael Nita pada 8 Maret 2020
30
Dari semua kesulitan-kesulitan yang dialami, hal baik yang terdapat dalam
kehidupan berorganisasi para anggota KBG Ratu Para Rasul adalah tingginya
semangat kekeluargaan di antara mereka. Bagi mereka perselisihan adalah hal
yang sangat wajar terjadi dalam kehidupan berorganisasi. Para anggota KBG akan
senantiasa membantu sesama anggota lainnya yang mengalami kemalangan.
Meskipun memiliki satu dan dua kekurangan, seluruh anggota KBG tetap dapat
menjalankan tugas-tugas yang dipercayakan kepada mereka
2.7 Kesimpulan
Penulis melihat bahwa dari berbagai aspek kehidupan anggota KBG Ratu
Para Rasul, dapat ditemukan potensi-potensi di mana anggota KBG Ratu Para
Rasul mampu untuk memperoleh pemahaman yang benar terhadap perayaan
ekaristi dan devosi rosario. Hal ini dapat dilihat dari persentase anggota KBG
Ratu Para Rasul yang sebagian besarnya terdiri dari para pelajar di mana pada
tahap ini kesempatan yang dapat digunakan untuk memberikan
pemahaman-pemahaman yang benar seputar perayaan ekaristi dan devosi rosario
yang cukup besar dan lokasi dari KBG tersebut yang berada tepat di depan
Seminari Tinggi Interdiosesan Ritapiret di mana dengan hadirnya para rohaniwan
di tengah-tengah kehidupan para anggota KBG Ratu Para Rasul diharapakan
dapat memberikan pengaruh tentang bagaimana para anggota KBG Ratu Para
Rasul memandang perayaan ekaristi dan devosi rosario.
Oleh sebab itu, sebelum melihat seperti apa pemahaman umat KBG Ratu
Para Rasul terhadap perayaan ekaristi dan devosi rosario, penulis pada bab
selanjutnya akan memberikan penjelasan terhadap apa itu ekaristi dan devosi
rosario dan memberikan gambaran berkaitan dengan hubungan yang ada di antara
kedua hal ini.
31
BAB III
TINJAUAN UMUM TERHADAP EKARISTI DAN DEVOSI ROSARIO
3.1 Tinjauan Umum Terhadap Ekaristi
Pada bagian ini penulis akan memeberikan ulasan-ulasan berkaitan dengan
apa itu perayaan ekaristi dimulai dari pengertian ekaristi secara umum yang dalam
penjelasannya penulis mengutip penjelasan yang diberikan oleh E. Martasudjita, Pr
dalam bukunya yang berjudul "Ekaristi, Tinjauan Teologis, Liturgis, dan
Pastoral", penulis kemudian memberikan penjelasan tentang perjalanan
perkembangan sejarah perayaan ekaristi yang juga diambil dari sumber yang
sama, kemudian diberikan gambaran dan penjelasan tentang struktur dan tata
perayaan ekaristi secara umum. Di bagian akhir penulis memberikan gambaran
berkaitan dengan bagaimana peran ekaristi bagi kehidupan umat kristiani.
3.1.1 Pengertian Ekaristi
Ekaristi merupakan puncak dari penghayatan iman Katolik. Oleh sebab
itulah Ekaristi merupakan suatu perayaan iman dan disebut sebagai suatu perayaan.
Dalam Ekaristi umat menghayati seluruh peristiwa penyelamatannya oleh Kristus
yang terwujud dalam peristiwa wafat dan kebangkitanNya. Untuk menjelaskan
pengertian istilah Ekaristi dan perkembangnnya, penulis mengutip penjelasan yang
diberikan oleh E. Martasudjita, Pr dalam bukunya yang berjudul "Ekaristi,
Tinjauan Teologis, Liturgis, dan Pastoral"27.
Istilah Ekaristi berasal dari kata Yunani yaitu eucharistia yang berarti puji
dan syukur. Kata ini berasal dari kata kerja Yunani eucharistein yang berarti
memuji dan mengucap syukur. Dalam perkembangannya banyak terjadi pasang
surut dan perubahan istilah yang digunakan untuk menyebut keseluruhan rangkaian
Perayaan Ekaristi ini. Istilah eucharistein ini dalam Kitab Perjanjian Baru
digunakan bersamaan dengan istilah eulogein (memuji-beryukur), untuk
menerjemahkan kata bahasa Ibrani barekh (memuji-memberkati). Istilah barekh ini
merupakan bentuk kata kerja dari berakhah. Istilah ini sendiri merujuk pada suatu
27
E. Martasudjita, Ekarisi: Tinjauan Teologis, Liturgis, dan Pastoral, (Yogyakarta: Penerbit
Kanisius, 2005), hlm. 28-30.
32
doa berkat yang berisi pujian, syukur dan permohonan yang berlangsung dalam
perjamuan makan Yahudi. Dengan demikian, kata ekaristi memiliki asal-usulnya
pada doa berkat dalam perjamuan makan yahudi. Kata ekaristi telah digunakan
untuk menyebutkan seluruh rangkaian Perayaan Ekaristi pada tiga abad pertama
sejarah Gereja.
Perubahan baru terjadi pada abad keempat di mana penggunaan istilah
ekaristi mulai menghilang. Di Gereja Barat, istilah ekaristi mulai disempitkan
untuk menyebutkan santapan ekaristis atau komuni. Mulai pada abad tersebut
istilah "kurban" (sacrificium) dan "persembahan" (oblatio) menjadi populer
digunakan untuk menunjuk seluruh rangkaian perayaan dan menggantikan istilah
ekaristi.
Di samping itu, pada abad kedua puluh, penggunaan istilah eucharistia
perlahan tenggelam dengan munculnya penggunaan bahasa Latin yakni pada abad
ketiga dan abad keempat dalam liturgi Gereja. Istilah ekaristi kembali populer
digunakan pada abad kedua puluh dengan munculnya konstitusi liturgi
Sacrosanctum Concillium, yang memberi judul pada bab II dengan "Misteri
Ekaristi Suci".
Poin utama yang ingin ditekankan adalah bahwa istilah ekaristi secara tepat
menunjukkan isi dari apa yang dirayakan oleh umat beriman dalam seluruh
rangkaian Perayaan Ekaristi. Istilah ekaristi mengungkapkan pujian syukur atas
karya penyelamatan Allah yang terlaksana melalui Yesus Kristus, sebagaimana
berpuncak dalam peristiwa wafat dan kebangkitan Kristus.Dalam pujian syukur
tersebut, Gereja mengenangkan serta menghadirkan misteri penebusan Kristus itu
sekarang ini dan di sini.
3.1.2 Sejarah Ekaristi
Secara teknis kita dapat mengatakan bahwa Perayaan Ekaristi yang pertama
terjadi pada peristiwa perjamuan malam terakhir oleh Yesus Kristus bersama para
muridnya. Dalam peristiwa tersebut, dengan jelas Yesus mengamanatkan kepada
para muridNya untuk melanjutkan tradisi perjamuan tersebut sebagai kenangan
akan diriNya. 28 Rasul Paulus sendiri dalam beberapa suratNya mengingatkan
28
bdk.Luk 22: 17-19
33
pentingnya Ekaristi untuk dijalankan bagi umat yang percaya29. Meski pun begitu,
peran Kristus pada apa yang sering dianggap sebagai Ekaristi yang pertama
tersebut nampaknya hanya sebatas pada pemberian amanat agar peristiwa
perjamuan tersebut diwariskan secara turun-temurun bagi orang yang percaya.
Sementara susunan Perayaan Ekaristi sendiri mengalami perubahan sejalan dengan
perkembangan jaman.
Theodore Klauser mengatakan bahwa kegiatan-kegiatan liturgis diambil
alih oleh praktek Yudaisme terakhir. Pola tersebut kemudian dilanjutkan oleh
jemaat Gereja Purba Meski pun terkadang Gereja menciptakan sendiri bentuk
ibadatnya. Dalam jemaat-jemaat bukan Yahudi, lebih banyak terjadi peminjaman
bentuk ibadat dari praktek keagamaan di kalangan Romawi-Yunani.30
Dalam alur perubahan jaman, bentuk serta perkembangan Perayaan Ekaristi
tersebut oleh E. Martasudjita terbagi ke dalam beberapa kelompok yakni: Perayaan
Ekaristi dalam Gereja Perdana, Perayaan Ekaristi pada Abad-Abad Pertama,
Perayaan Ekaristi pada Abad IV-VI, Perayaan Ekaristi pada Abad Pertengahan,
Perayaan Ekariti pada Abad XVI-XX, dan Perayaan Ekaristi dalam Semangat
Konsili Vatikan II.31
3.1.2.1 Perayaan Ekaristi Dalam Gereja Perdana
Perayaan Ekaristi jemaat Gereja Perdana berakar dalam
perjamuan-perjamun makan Yesus dengan orang-orang berdosa, perjamuan malam
terakhir, dan perjamuan makan dengan Kristus yang bangkit pada saat
penampakanNya. Perayaan Ekaristi mulai ada sejak awal berdirinya. Hal ini dapat
dilihat dalam beberapa bacaan yang menunjukkan bagaimana jemaat-jemaat Gereja
Perdana berkumpul dalam suatu pertemuan untuk mendengarkan Sabda Allah,
mengadakan perjamuan, dan merayakan Ekaristi yang oleh Lukas disebut
"pemecahan roti"(bdk. Kis 2:42 dan 2:46-47).
Ada pun kebiasaan berkumpul pada hari Minggu untuk merayakan Ekaristi
telah hadir bersamaan pula dengan kebiasaan merayakan ekaristi tersebut. Dalam
Kis 20:7 digambarkan situasi di mana para jemaat berkumpul pada hari pertama
29
bdk.1 Kor 1: 23-29 30
Theodore Klauser, Sejarah Singkat Liturgi Barat, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1991), hlm. 13 31
E. Martasudjita, op. cit.,, hlm. 40-58.
34
dalam minggu untuk memecah-mecahkan roti. Jemaat perdana nampaknya
memang memiliki kebiasaan untuk berkumpul pada hari Minggu. Salah satu
alasannya yakni karena pada hari Minggu merupakan hari di mana Tuhan bangkit
(bdk. Mat 28:1; Mrk 16:1; Luk 24;1; Yoh 20:1).
Berdasarkan bentuknya, Perayaan Ekaristi pada masa Gereja Perdana
digabungkan dengan suatu perjamuan makan yang disebut dengan agape. Perayaan
Ekaristi dirayakan dalam bentuk yang sama seperti yang dilakukan oleh Yesus
Kristus pada peristiwa perjamuan terakhir di mana sebelum perjamuan didaraskan
doa berkat atas roti, kemudian dilanjutkan dengan perjamuan agape tersebut, dan
ditutup dengan mendaraskan doa berkat atas piala. Pendarasan doa berkat atas roti
dan piala dengan tindakan disekitarnya dipisahkan oleh agape tersebut. Meski pun
begitu keduanya tetap dipandang sebagai suatu kesatuan.
Dalam kurun waktu yang relatif cepat, bagian pendarasan doa berkat
terhadap roti sebelum perjamuan agape digabungkan dengan bagian pendarasan
doa berkat atas piala sesudah perjamuan makan, sehingga kedua bagian pendarasan
doa berkat tersebut menjadi satu kesatuan Perayaan Ekaristi. Perubahan ini juga
mengakibatkan terjadinya pemisahan antara Perayaan Ekaristi tadi dengan
perjamuan makan agape. Perjamuan makan agape diadakan sebelum Perayaan
Ekaristi dilangsungkan dan hal ini nampaknya telah terjadi sejak jaman para rasul.
Ada pun beberapa alasan mengapa perjamuan makan agape dan Perayaan Ekaristi
dipisahkan yakni karena jumlah jemaat yang semakin banyak dan terjadi
perpecahan antara jemaat berdasarkan golongan miskin dan kaya sehingga
berujung pada tindakan diskriminatif terhadap kelompok miskin. Hingga pada
masa sesudah para rasul perjamuan makan agape dan Perayaan Ekaristi menjadi
benar-benar dipisahkan. Perjamuan makan agape biasanya telah dilakukan pada
hari Sabtu malam sebelum pada hari Minggu pagi Perayaan Ekaristi
dilangsungkan.
Dengan adanya pemisahan perjamuan makan agape dan Perayaan Ekaristi
maka terdapat sebuah tempat kosong yang ditinggalkan oleh perjamuan makan
agape tersebut. Kekosongan ini segera diisi dengan liturgi sabda yang terdiri atas
bacaan-bacaan, homili, dan doa-doa. Liturgi sabda ini diadakan sebelum liturgi
Ekaristi, sedangkan dalam perayaan ekaristi mazmur, himne, dan nyanyian rohani
35
juga disertakan dan dinyanyikan. Penyatuan liturgi sabda dan liturgi Ekaristi
nampaknya telah berkembang menjadi suatu perkembangan liturgis Perayaan
Ekaristi yang pasti dalam Gereja abad I-II. Dengan begitu pada akhir abad I, Gereja
telah memiliki bentuk dan Perayaan Ekaristi yang terus bertahan hingga saat ini.
Berikut adalah bentuk dasar Perayaan Ekaristi pada masa Gereja Perdana:
o Liturgi Sabda yang terdiri atas bacaan-bacaan, homili dan doa-doa
Liturgi Ekaristi yang terdiri atas:
o Doa Syukur Agung yang dibawakan oleh pemimpin umat. Doa Syukur
Agung ini meliputi doa berkat yang berupa pujian syukur atas roti dan
piala, dan tindakan serta sabda Yesus atas roti dan piala.
o Komuni yang berupa penerimaan roti dan anggur ekaristis oleh seluruh
umat.
3.1.2.2 Perayaan Ekaristi Pada Abad-Abad Pertama
Kreativitas menjadi suatu ciri khas yang memenuhi Perayaan Ekaristi para
jemaat di Abad-Abad Pertama kehidupan Gereja. Hal ini terlihat melalui ciri
karismatis para pemimpinnya dan sekaligus ditandai dengan adanya pergeseran
menuju pembakuan hal-hal yang esensial dari Perayaan Ekaristi. Meski pun begitu,
pada masa ini belum terdapat suatu pembakuan Tata Perayaan Ekaristi (TPE)
seperti yang dimiliki Gereja pada saat ini.Yang menarik dalam Perayaan Ekaristi
pada masa ini adalah pemimpin dapat merumuskan sendiri doa-doa dalam Perayaan
Ekaristi, termasuk Doa Syukur Agung. Sekali pun begitu, dalam mendaraskan Doa
Syukur Agung, unsur kisah serta kata-kata institusi yang merupakan inti dari doa
ini tetaplah sama dan satu.
Kebebasan dalam menyusun doa tersebut nampaknya berdampak terhadap
pandangan jemaat terhadap pemimpin mereka. Kemampuan seorang pemimpin
untuk mendaraskan Doa Syukur Agung yang bagus seringkali menjadi tolak ukur
untuk melihat melihat apakah pemimpin tersebut unggul dan memiliki karisma.
Kebebasan ini juga membuat Perayaan Ekaristi dalam Gereja pada masa ini begitu
beragam. Gereja yang tersebar di berbagai tempat tersebut memiliki praktek Tata
Perayaan Ekaristinya masing-masing, Meski pun bentuk dasarnya tetap sama dan
satu.
36
Seorang imam dari Roma bernama Hipolitus mengeluarkan sebuah teks
liturgi yang lengkap menggambarkan bagaimana Perayaan Ekaristi pada
masa-masa abad pertama (terkhusus pada abad III) diadakan dan juga mengenai
praktek-praktek Gereja saat itu. Hipolitus nampaknya ingin menyampaikan apa
yang menurutnya tradisional dan sesuai dengan tradisi para rasul. Hal ini beranjak
dari kenyataan tentang banyaknya ragam tata Perayaan Ekaristi yang berbeda-beda
dalam Gereja di berbagai tempat. Barangkali, pada masa itu, imam atau pemimpin
ibadat yang berkarisma dipandang semakin langka. Hal ini menyebabkan Gereja
semakin membutuhkan suatu teks liturgis dari segi ortodoks yang kualitasnya
terjamin. Maka dari itu, perlahan mulai disusun suatu pembakuan teks-teks
liturgis seiring dengan pertumbuhan Gereja yang pesat khususnya pada abad IV.
Gereja pada abad-abad pertama ini adalah Gereja yang hidup di tengah
situasi penganiayaan. Umumnya orang-orang Kristiani yang berada di dalam
kekaisaran Romawi hidup secara tidak bebas serta banyak yang menjadi martir
pada tiga abad pertama Masehi tersebut. Hal ini memaksa jemaat untuk merayakan
Ekaristi secara sembunyi-sembunyi di rumah-rumah, di katakombe-katakombe,
atau di kuburan bawah tanah di sekitar kota Roma.
Pada masa ini bahasa liturgi yang digunakan adalah bahasa Yunani. Bahasa
ini menjadi bahasa sehari-hari masyarakat dan umat di seluruh wilayah kekaisaran
Romawi. Pada abad ke III, bahasa Latin mulai diberlakukan dan hal ini pun
memiliki dampaknya pada bahasa yang dipakai dalam litugi Gereja, hingga pada
abad IV Paus Damaskus dengan resmi menyatakan bahasa Latin sebagai bahasa
resmi liturgi, termasuk untuk Perayaan Liturgi di Roma.
3.1.2.3 Perayaan Ekaristi Pada Abad IV-VI
Edik Milan dimaklumkan pada tahun 313 oleh Konstantinus. Ia sendiri
bahkan memberikan dukungan dan keistimewaan berkaitan dengan berbagai hal
kepada umat kristiani. Perubahan situasi yang sangat besar dialami oleh Gereja,
dari Gereja yang teraniaya menjadi Gereja yang memperoleh kebebasan dan
dihormati. Perubahan yang besar ini memiliki dampaknya bagi Gereja. Terjadi
pembengkakan jemaat terutama pada tahun 380 di mana agama Kristen dijadikan
agama negara dan membuat semua orang di wilayah kekaisaran romawi menjadi
37
kristiani. Namun, permasalahannya di sini adalah apakah pada masa tersebut orang
menjadi kristiani sungguh disebabkan oleh imannya kepada Kristus atau sekedar
agar memperoleh suatu kerhormatan karena pada masa itu menjadi pemimpin
Gereja setara dengan Kaisar sehingga orang akan menjadi sangat terhormat dengan
menduduki posisi tersebut.
Terhadap liturgi Gereja, perubahan ini juga memiliki dampaknya tersendiri.
Pada masa ini khususnya pada abad IV hingga abad VI Perayaan Ekaristi yang
semula hanya dapat dirayakan di dalam katakombe-katakombe, kini telah dapat
dilakukan di basilika-basilika yang merupakan bangunan dan gedung raja yang
megah dan besar. Pakaian uskup dan imam pun mejadi khusus, bagus, berseni,
agung dan semarak. Sejak tahun 321 hari Minggu menjadi hari libur agar umat
dapat berkumpul dan merayakan Ekaristi serta dilakukan juga perayaan-perayaan
khusus saat hari-hari raya dan peringatan orang-orang kudus menggantikan
pesta-pesta kafir.
Pada masa-masa ini Perayaan Ekaristi yang semula hanya terdiri dari liturgi
sabda dan liturgi Ekaristi menjadi lebih lengkap dengan penambahan ritus pembuka
serta nyanyian-nyanyian. Pada ritus pembuka mulai muncul kebiasaan perarakan
petugas ke altar mengingat gedung Gereja yang semakin besar dan luas. Hingga
akhir abad ke V, perarakan masih dilakukan dalam situasi hening seperti pada saat
perarakan Jumat Agung masa sekarang ini. Sejak abad V-VI perarakan diiringi
dengan sebuah litani yang dijawab "Kyrie" oleh umat, Meski pun kemudian
"Kyrie" ini juga diucapkan sesudah perarakan. Madah "Gloria" awalnya digunakan
dalam Ibadat Pagi, namun kemudian dimasukkan dalam Perayaan Ekarisi di Roma
sekitar abad IV. Madah "Gloria" pada awalnya hanya digunakan pada perayaan
Natal saja, namun setelah itu juga digunakan pada saat Paskah dan pada hari-hari
Minggu, serta pada pesta-pesta para martir. Pada masa ini juga dimasukan nyanyian
offertorium (nyanyian persembahan) dan nyanyian komuni. Embolisme setelah
Bapa Kami juga ditambahkkan pada abad IV dan mulai dinyanyikan pada abadV.
Dari semua perkembangan yang terjadi dalam liturgi Gereja abad ini,
terdapat satu yang terpenting yakni terbentuknya Doa Syukur Agung yang disebut
Kanon Romawi. Doa Syukur Agung Kanon Romawi ini masih tetap bertahan
hingga saat ini yang dikenal sebagai Doa Syukur Agung I.
38
3.1.2.4 Perayaan Ekarsti Pada Abad Pertengahan
Sejak abad VIII terjadi pembakuan ritus liturgi misa kudus dalam liturgi
Gereja. Hal ini berdampak pada penyeragaman praktek Perayaan Ekaristi menurut
ritus Romawi. Liturgi Gereja, khususnya Perayaan Ekaristi ritus Romawi, digarap
secara serius menurut bahan baku liturgi Romawi, yaitu dari perayaan dan doa-doa
yang terdapat dalam buku Sacramentum Adrianus (sebuah buku yang berisi
kumpulan doa untuk Perayaan Ekaristi, pembabtisan, dan upacara lainnya yang
ditulis oleh Paus Adrianus pada abad VIII). Hal ini adalah buah dari kerjasama
antara Paus Leo III dan Karolus Agung yang merupakan raja bangsa Franken dan
kemudian digelari Kaisar Romawi pada tahun 800 oleh Paus LeoIII. Tata Perayaan
Ekaristi hasil pembaharuan di masa Karolus Agung ini dikenal dengan ritus
Roma-Galikan. Demi kesatuan rakyatnya, Karolus Agung mewajibkan agar Tata
Perayaan Ekaristi ritus Roma-Galikan digunakan di seluruh wilayah kekaisarannya.
Hal ini disambut baik oleh rakyatnya bahkan ritus ini juga digunakan di luar
wilayah kekaisarannya seperti misalnya kerajaan-kerajaan di Germania Utara di
mana isi dari ritus ini ditambah lagi sesuai dengan kebiasaan setempat Meski pun
tidak merubah bentuk aslinya. Kini Misa kudus tersebut dikenal dengan liturgi
Roma-Galikan-Germania.
Pada tahun 1073-1085 Paus Gregorius VII mengharuskan seluruh uskup di
Gereja Barat untuk menggunakan liturgi Romawi. Ia juga mewajibkan agar semua
teks liturgi mendapatkan pengesahan dari kuria Roma. Ia berharap agar dengan cara
ini kemurnian ajaran dan bentuk perayaan liturgi di mana pun dapat dipelihara.
Pada masa ini doa-doa imam dan tambahan ritus gerak juga ditambah. Penambahan
tersebut diantara lain adalah doa-doa singkat imam saat mencium altar, memegang
hosti, dan sebagainya. Gereja sangat memusatkan seluruh perhatian teologis dan
liturgisnya pada kehadiran Kristus dalam Sakramen Mahakudus. Oleh karena itu,
mulai pada masa ini pun berkembang devosi terhadap Sakramen Mahakudus. Pada
masa ini juga berkembang suatu misa yang disebut dengan misa votiv, yakni misa
yang dirayakan menurut ujud tertentu. Dari sinilah dapat dimaklumi hadirnya
model misa pribadi para imam yang harus membacakan itensi atau ujud misa
tertentu.
39
Penghayatan umum liturgi Abad Pertengahan memberikan kesan bahwa
liturgi hanya merupakan urusan kaum klerus dan hal ini membuat umat menjadi
terasing dari perayaan liturgi. Selain daripada kenyataan bahwa umat tidak
memahami bahasa yang digunakan (Bahasa Latin), umat juga tidak memahami apa
yang sedang dirayakan dalam Ekaristi tersebut. Hal ini disebabkan oleh doa-doa,
khususnya Doa Syukur Agung yang pada saat itu didoakan secara lembut dan
bisik-bisik. Tujuannya adalah untuk menjaga kesucian dan suasana agung, sakral
dan misteri. Dalam Konsili Lateran IV disampaikan bahwa umat beriman minimal
menerima hosti sekali dalam setahun. Kala itu komuni kudus diterimakan langsung
di lidah umat untuk menjaga kekudusan Tubuh Kristus yang diterima. Keterasingan
umat dari perayaan liturgi menjadi salah satu latar belakang proses penjauhan umat
dari altar. Sejak abad VIII, altar digeser ke tembok dan imam harus merayakan
Ekaristi dengan posisi membelakangi umat. Terasingnya umat dari perayaan liturgi
juga menyebabkan suburnya praktek devosi yang dilakukan oleh umat selama
Perayaan Ekaristi berlangsung.
3.1.2.5 Perayaan Ekaristi Pada Abad XVI-XX
Abad XVI merupakan masa di mana terjadi suatu perubahan dalam sejarah
Gereja. Hal ini ditandai dengan lahirnya gerakan Reformasi oleh Marthin Luther,
Johanes Calvin, Zwingli, dan sebagainya. Gerakan ini menentang teologi dan
praktek Gereja yang bagi mereka telah jauh menyimpang dari satu-satunya sumber
hidup iman yakni Kitab Suci. Mereka menolak Tradisi Gereja dan termasuk di
dalamnya, Misa Kudus. Gerakan pemisahan ini juga terjadi di Inggris ketika Raja
Henry VIII memisahkan Gereja Inggris dari Gereja Roma dan sejak itu berdirilah
Gereja Anglikan Inggris.
Konsili Trente diadakan sebagai bentuk tanggapan Gereja terhadap gerakan
reformasi tersebut. Namun, oleh karena situasi Gereja yang pada saat itu tidak
mudah, pelaksanaan sidang tersebut sering tertunda bahkan hingga bertahun-tahun.
Sidang tersebut harus berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama yaitu dari
tahun 1545 hingga 1563. Dengan alasan kekurangan waktu, maka Paus Pius V
(1566-1572) diberi wewenang untuk mempersiapkan pembaharuan bidang liturgi,
termasuk di dalamnya Tata Perayaan Ekaristi. Hasilnya adalah pemakluman
40
Missale Romanum Pius V. Pada tahun 1588 Paus Sixtus (1585-1590) mendirikan
sebuah Kongregasi Suci yang tugas utamanya adalah untuk mengawasi kesetiaan
Gereja di mana pun dalam melaksankan perayaan liturgi sesuai dengan
pembahruan yang telah ditentukan oleh Konsili Trente. Dalam pembaharuan ini
pun ditegaskan bahwa bahasa Latin menjadi bahasa wajib yang digunakan dalam
perayaan liturgi bagi Gereja Katolik di seluruh dunia.
Sejak abad XVI atau pasca-Trente, liturgi Gereja Katolik sangat
menekankan kesatuan dan keseragaman dalam melaksanakan ritus Romawinya.
Para imam dan uskup dilarang untuk melakukan perubahan dalam Tata Perayaan
Ekaristi. Hal ini beranjak pada kenyaatan tentang adanya kecenderungan para
imam dan uskup yang memberikan perubahan dalam Tata Perayaan Ekaristi
walaupun tidak mengubah apapun dari struktur dasarnya. Peraturan dari Paus V ini
masih membuat umat hanya berperan sebagai pendengar dan penonton serta
mengamati apa yang dilakukan oleh para imam dalam Perayaan Ekaristi.
Terdapat masa di mana bagian khotbah dilepaskan dari liturgi dan diadakan
sebelum Perayaan Ekaristi di mulai, yakni pada zaman Barok (abad XVII-XVIII).
Pada tahun 1903, Paus Pius X mengeluarkan Motu Proprio,Tra le sollecitudini,
yang membahas tentang pembaharuan musik Gereja. Di dalamnya, Paus Pius X
mengharapkan agar umat dapat berpartisipasi aktif dalam liturgi Gereja. Di sinilah
mulai bermunculan gerakan-gerakan liturgi yang tujuannya adalah agar umat lebih
memahami liturgi dan berpartisipasi aktif, sehingga umat tidak hanya berperan
sebagai penonton saja. Pembaharuan-pembaharuan ini berbuah baik dengan adanya
tanggapan positif dari Takhta Suci di mana Paus Pius XII berusaha memberikan
pembaruan pada pengaturan perayaan malam Paskah (1951) dan kemudian liturgi
Pekan Suci pada tahun 1955. Namun, puncak dari seluruh gerakan pembaharuan
tersebut ialah Konsili Vatikan II pada awal abad XX yang dokumen pertamanya
adalah mengenai liturgi Gereja.
3.1.2.6 Perayaan Ekaristi Dalam Semangat Konsili Vatikan II
Paus Yohanes XXIII memberikan perubahan dalam sejarah Gereja dengan
mengubah wajah Gereja melalui prakarsanya yang terkenal yakni pemanggilan
konsili ekumenis: Konsili Vatikan II. Penekanan perubahan yang ada di dalamnya
41
yakni mengenai bagaimana Gereja mulai membuka diri terhadap dunia dan
menjadikan Gereja sebagai sebuah sakramen keselamatan Allah bagi dunia. Dunia
tidak lagi dipandang sebagai kelompok kafir, pendosa atau bahkan musuh.
Sebaliknya, Gereja menjadikan dunia sebagai partner dialognya.
Dokumen pertama dalam Konsili Vatikan II adalah Konstitusi Liturgi
Sacrosanctum Concilium (SC). Konstitusi Liturgi SC ini dianggap sebagai puncak
dari seluruh rangkaian perjuangan pembaharuan liturgi Gereja. Kini umat
diharapkan dapat secara aktif mengikuti Perayaan Ekaristi. Di samping itu,
Perayaan Ekaristi pun kini dapat dijalankan dengan menggunakan bahasa pribumi.
Bahasa Latin tidak lagi menjadi bahasa wajib dalam Perayaan Ekaristi. Imam pun
merayakan Ekaristi di tengah umat, pembacaan Sabda Allah dipandang sebagai
bagian pokok dari Perayaan Liturgi, termasuk Misa Kudus. Homili dijadikan
bagian internal dalam liturgi sabda sehingga tidak lagi dipisahkan di luar Perayaan
Ekaristi. Proses inkulturasi mulai terasa dengan mulai dimasukannya tarian,
nyanyian, dan musik dari budaya setempat.
Untuk menjaga pelaksanaan keputusan Konsili Vatikan II, Paus Paulus VI
membentuk sebuah komisi dan panitia yang mempersiapkan pembaruan buku-buku
liturgi menurut semangat Konsili Vatikan II. Buku Missale Romanum yang baru
diterbitkan pada tahun 1970 untuk menggantikan buku Missale Romanum Paulus
VI. Terbitan baru ini merupakan suatu edisi pembaharuan yang betul-betul
memasukan seluruh unsur kekayaan liturgi Gereja. Terdapat tiga buah tambahan
Doa Syukur Agung di dalam Tata Perayaan Ekaristi yang baru yakni, Kanon
Romawi yang menjadi DSA I dan DSA II-IV. Setelah itu dalam rangka Tahun Suci
(Yubelium) pada tahun 1975, Kongregasi Ibadat menerbitkan sebuah DSA baru
yang bertema "Rekonsiliasi", yang biasa dikenal dengan DSA V dan VI.
Bersamaan dengan itu diterbitkan pula tiga buah DSA untuk anak-anak yang
sekarang dikenal dengan DSA VIII, IX, dan X.
Atas kehendak Paus Yohanes Paulus II, diterbitkanlah Missale Romanum
2002. Hal ini dilakukan karena beberapa alasan, salah satunya adalah Missale
Romanum 1970 telah digunakan selama 30 tahun dan dalam masa itu Gereja dalam
perkembangannya telah banyak mengalami perubahan. Dengan demikian secara
42
keseluruhan mulai dari tahun 1969 hingga saat ini telah terbit tiga edisi Missale
Romanum.
3.1.3 Struktur Dasar Ekaristi
Berdasarkan Pedoman Umum Misale Romawi. 32 seluruh rangkaian
Perayaan Ekaristi terbagi dalam empat bagian besar yakni Ritus Pembuka, Liturgi
Sabda, Liturgi Ekaristi dan Ritus Penutup. Apabila diurutkan maka susunan
Perayaan Ekaristi adalah sebagai berikut:
3.1.3.1 Ritus Pembuka
Dalam Ritus Pembuka terdapat perarakan masuk, salam, kata pengantar,
pernyataan tobat, Tuhan Kasihanilah, Kemuliaan, dan doa pembuka. Seluruh
bagian tersebut memiliki tujuan yakni untuk mempersatukan umat yang berhimpun
dan mempersiapkan mereka agar dapat masuk dan dengan segenap hati menghayati
seluruh rangkaian Perayaaan Ekaristi.
Perarakan Masuk.
Ritus pembuka dalam Perayaan Ekaristi diawali dengan perarakan masuk.
Para pertugas liturgi beserta imam berjalan menuju altar dengan urutan yang telah
diatur. Perarakan ini hendaknya diiringi oleh nyanyian pembukaan yang dibawakan
oleh paduan suara atau koor dan juga umat. Nyanyian pembuka bertujuan untuk
membuka Perayaan Ekaristi, membina kesatuan umat, dan mengantar umat untuk
masuk ke dalam masa liturgi atau peristiwa yang dirayakan.
Penghormatan Altar dan Salam.
Setelah arakan petugas liturgi dan imam tiba di panti imam, imam dan para
petugas berlutut atau membungkuk untuk menghormati altar. Kemudian imam
langsung menuju altar dan mencium altar. Dalam perayaan-perayaan khusus,
setelah mencium altar, imam mengitari altar dan salib sambil mendupainya. Imam
kemudian menyampaikan salam kepada umat dan juga sebuah pengantar singkat
berkaitan dengan Perayaan Ekaristi yang akan dirayakan.
32
Komisi Liturgi KWI, Pedoman Umum Misale Romawi (Ende: Nusa Indah, 2002), hlm. 41-60.),
43
Pernyataan Tobat
Imam kemudian mengajak umat untuk sejenak merenung dan menyesali
segala dosa dan kesalahan-kesalahannya di waktu-waktu yang lalu, maksud dari
pernyataan tobat diletakan pada bagian awal dalam Perayaan Ekaristi adalah agar
segenap umat yang mengikuti Perayaan Ekaristi hadir dalam keadaan bersih dan
pantas di hadapan Allah. Setelah pernyataan tobat imam memberikan absolusi.
Perlu diingat bahwa absolusi yang diberikan ini tidak memiliki kuasa pengampunan
yang sama dengan absolusi yang diberikan dalam Sakramen Tobat.
Tuhan Kasihanilah
Pernyataan tobat selalu disusul dengan nyanyian Tuhan Kasihanilah,
kecuali jika seruan ini telah tercantum dalam pernyataan tobat. Tuhan Kasihanilah
bersifat seruan sehingga dapat dinyanyikan atau didaraskan secara silih berganti
antara umat dan imam atau antara umat dan para petugas paduan suara.
Kemuliaan
Madah Kemuliaan merupakan salah satu bagian yang paling meriah
sekaligus penting dalam ritus pembukaan. Dalam Kemuliaan segenap umat yang
hadir dalam Perayaan Ekaristi memuji-muji dan memuliakan Allah. Sama seperti
Tuhan Kasihanilah, madah Kemuliaan didaraskan atau dinyanyikan secara silih
berganti antara umat dan imam atau antara umat dan para petugas paduan suara.
Madah Kemuliaan ini wajib dinyanyikan atau didaraskan pada hari Minggu di luar
masa Adven dan Prapaskah dan juga pada hari-hari raya atau pada
peringatan-peringatan lainnya dalam kalendar liturgi. Umumnya dalam perayaan
biasa atau Perayaan Ekaristi harian bagian Kemuliaan ini ditiadakan.
Doa Pembuka
Setelah seluruh rangkaian persiapan batin umat dan puji-pujian di awal
Perayaan Ekaristi selesai, umat diajak untuk masuk ke dalam permenungan sabda
Allah pada Liturgi Sabda. Imam mengajak umat untuk berdoa dan imam mulai
mendaraskan Doa Pembuka. Sesuai dengan tradisi tua Gereja, doa pembuka
diarahkan kepada Allah Bapa, dengan pengantaraan Putera, dalam Roh Kudus dan
diakhiri dengan rumusan sebagai berikut:
44
o Apabila doa diarahkan kepada Bapa.
Dengan pengantaraan Yesus Kristus PutraMu, Tuhan kami, yang bersama
dengan Dikau, dalam persatuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, Allah,
kini dan sepanjang masa.
o Apabila doa diarahkan kepada Bapa, tetapi pada akhir doa disebut Putra.
Sebab Dialah Tuhan, pengantara kami, yang bersama dengan Dikau,
dalam persatuan dengan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, Allah, kini dan
sepanjang masa.
3) Apabila doa diarahkan kepada Putera.
Sebab Engkaulah Tuhan, pengantara kami, yang bersama dengan Bapa,
dalam persatuan dengan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, Allah, kini dan
sepanjang masa.
Umat menanggapi doa ini dan menjadikannya sebagai doa mereka sendiri
dengan menjawab Amin.
3.1.3.2 Liturgi Sabda
Inti dari Liturgi Sabda adalah bacaan-bacaan dari Alkitab dan
nyanyian-nyanyian tanggapannya. Pokok inti ini diperdalam dengan adanya
homili, syahadat, dan doa umat. Sabda Allah yang didengarkan dalam Liturgi
Sabda diuraikan dalam homili sebab dalam homili Allah sendiri berbicara kepada
umatNya melalui perantaraan imamNya. Sabda Allah ini diresapi dan dihayati oleh
umat dalam rupa keheningan nyanyian serta dihayati dalam syahadat. Dan setelah
itu umat memanjatkan segala permohonan mereka dalam doa umat.
Ada pun bagian-bagian dalam Liturgi Sabda itu dibagi dalam urutan berikut:
Saat Hening
Umat perlu memiliki waktu dan kesempatan untuk dapat
merenungkan dan menghayati setiap pesan dari bacaan-bacaan yang telah
didengarkan. Oleh karena itu perlu disisipkan saat hening dalam Liturgi
Sabda. Saat hening sangat tepat apabila diletakan sesudah bacaan pertama,
bacaan kedua, atau setelah bacaan Injil.
45
Bacaan-bacaan Alkitab
Rangkaian bacaan yang diberikan kepada umat haruslah sesuai
dengan kaidah penataan bacaan Alkitab. Kaidah penataan bacaan Alkitab
yang dimaksud adalah bagaimana bacaan tersebut dapat menunjukkan
kesatuan dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dengan sejarah
keselamatan. Oleh sebab itu bacaan-bacaan serta mazmur tanggapan tidak
boleh diganti dengan bacaan-bacaan lain di luar Alkitab. Perlu diingat
bahwa bacaan-bacaan dalam Perayaan Ekaristi harus dibawakan oleh
petugas selain imam selebran, sedangkan Injil dibawakan oleh diakon atau
imam selain imam konselebran. Hanya jika tidak ada petugas lain barulah
imam selebran mengambil alih tugas ini.
Bacaan Injil merupakan puncak dari Liturgi Sabda. Bacaan Injil
harus dibawakan secara terhormat karena pada dasarnya bacaan Injil lebih
mulia dari bacaan-bacaan lainnya. Maka dari itu tata cara membawakannya
juga berbeda yakni sebagai berikut : (1) Diakon yang ditugaskan
memaklumkan Injil mempersiapkan diri dengan berdoa atau meminta
berkat dari imam selebran; (2) umat beriman, lewat aklamasi-aklamasi,
mengakui dan mengimani kehadiran Kristus yang bersabda kepada umat
dalam pembacaan Injil; selain itu umat berdiri selama pembacaan Injil
berlangsung; (3) Kitab Injil sendiri diberi penghormatan yang sangat
khusus.
Mazmur Tanggapan
Mazmur terletak setelah bacaan pertama. Mazmur tanggapan
hendaknya sesuai dengan bacaan yang bersangkutan yang biasanya diambil
dari Buku Bacaan Misa (Lectionarium). Mazmur tanggapan dapat
didaraskan atau sebaiknya dilagukan. Pemazmur membawakan ayat-ayat
mazmur sedangkan umat menanggapi dengan menyanyikan atau
mendaraskan bagian ulangan dalam mazmur.
Bait Pengantar Injil
Bait pengantar Injil dibawakan sesudah bacaan yang langsung
mendahului bacaan Injil, dengan atau tanpa alleluya sesuai dengan
46
ketentuan rubrik dan sesuai dengan masa liturgi. Bait pengantar Injil
memiliki tempatnya tersendiri di mana denganya umat mempersiapkan diri
untuk mendengarkan Tuhan yang akan bersabda melalui bacaan Injil dan
oleh sebab itu umat berdiri dan melagukan bait pengantar Injil, dipandu oleh
paduan suara atau solis.
Perlu diingat bahwa bait pengantar Injil ini dibawakan dengan atau
tanpa alleluya sesuai dengan ketentuan rubrik dan masa liturgi yang
berlangsung. Oleh sebab itu, hal-hal berikut ini perlu diperhatikan :
a. Di luar Masa Prapaskah, dilagukan bait pengantar Injil dengan alleluya.
Ayat-ayat diambil dari Buku Bacaan Misa.
b. Dalam Masa Prapaskah, dilagukan bait pengantar Injil tanpa alleluya
sebagaimana ditentukan dalam Buku Bacaan Misa.
Jika sebelum Injil hanya ada satu bacaan, maka hendaklah diperhatikan hal-hal
berikut:
Di luar Masa Prapaskah, sesudah bacaan pertama dapat dilagukan nyanyian
mazmur alleluya atau mazmur tanggapan disusul bait pegantar Injil dengan
alleluya.
Dalam Masa Prapaskah, sesudah bacaan pertama dapat dilagukan mazmur
tanggapan dan bait pengatar Injil tanpa alleluya atau mazmur taggapan saja.
Kalau tidak dilagukan, bait pengantar Injil dengan atau tanpa alleluya dapat
dihilangkan.
Homili
Homili merupakan penjelasan tentang bacaan dari Alkitab atau pun
penjelasan tentang teks lain yang diambil dari ordinarium atau proprium
Perayaan Ekaristi hari itu, yang memiliki hubungan dengan misteri yang
dirayakan, atau yang bersangkutan dengan keperluan khusus umat yang
hadir. Homili biasanya dibawakan oleh imam yang memimpin Perayaan
Ekaristi. Dalam kesempatan atau situasi tertentu, homili dapat juga
dibawakan oleh imam konselebran atau diakon. Awam tidak diperkenankan
untuk membawakan homili. Dianjurkan juga bahwa setelah homili diberi
kesempatan hening bagi umat untuk merenungkan homili yang baru saja
didengar.
47
Pernyataan Iman
Tujuan dari pernyataan iman adalah agar umat yang berhimpun
dapat menanggapi Sabda Allah yang didengar dan dijelaskan dalam homili.
Pernyataan iman dilafalkan sesuai dengan rumus yang disahkan. Dalam
pernyataan iman, umat mengenang kembali serta mengakui pokok-pokok
misteri iman mereka sebelum akhirnya umat masuk ke dalam Liturgi
Ekaristi.
Pernyataan imam dapat dinyanyikan atau pun didaraskan oleh imam
bersama dengan umat pada hari Minggu dan hari raya serta pada
perayaan-perayaan khusus yang meriah.
Doa Umat
Umat menanggapi sabda Allah yang telah didengar dengan iman
melalui doa umat. Dalam doa umat, umat menyampaikan
permohonan-permohonan mereka yang secara umum merupakan wujud
bagi Gereja, bangsa-bangsa dan para pemimpinnya, untuk para pejabat
pemerintah, untuk orang-orang yang sakit dan menderita, untuk semua
orang dan untuk keselamatan dunia. Doa umat dipimpin oleh imam selebran
yang mengajak umat untuk berdoa dan menutupnya dengan doa. Ujud-ujud
doa umat dibawakan oleh petugas lain entah diakon, solis, lektor, atau oleh
awam beriman lainnya.
3.1.3.3 Liturgi Ekaristi
Kristus menetapkan kurban dan perjamuan Paskah yang terus menerus
menghadirkan kurban salib dalam Gereja. Hal ini terjadi setiap kali imam, atas
nama Kristus Tuhan, melakukan perayaan yang sama seperti yang dilakukan oleh
Tuhan sendiri dan diwariskan kepada murid-muridNya sebagai peringatan akan
Dia. Dalam perayaan itu, Kristus mengangkat roti dan anggur yang adalah lambang
tubuh dan darahNya, dan diberikanNya kepada murid-muridNya. Gereja mengatur
susunan Liturgi Ekaristis sedemikian rupa agar sesuai dengan tindakan Kristus
tersebut. Susunan bagian-bagian dalam Liturgi Ekaristi adalah sebagai berikut:
48
Persiapan Persembahan
Bahan persembahan yang akan dikonsekrasi menjadi tubuh
dan darah Kristus dibawa ke altar. Sebelumnya meja altar sudah
disiapkan terlebih dahulu, maksudnya di sini adalah pada altar telah
ditata korporale, purifikatorium, Misale, dan piala. Setelah itu
barulah bahan persembahan dibawa ke altar. Umat boleh
menghantar bahan persembahan ini yang nanti di depan altar akan
diterima oleh imam atau diakon. Adakalanya pada saat persiapan
persembahan, umat menunjukkan rasa syukur mereka dengan
membawa rupa-rupa persembahan lain selain roti dan anggur seperti
sayur mayur, uang persembahan, atau buah-buahan. Semua ini juga
diterima oleh imam atau diakon namun diletakan di tempat lain
selain altar.
Roti dan anggur disiapkan di altar oleh imam sambil
mengucapkan rumus-rumus yang telah ditentukan. Bahan
persembahan juga dapat didupai oleh imam. Pendupaan
melambangkan persembahan dan doa Gereja yang naik ke hadirat
Allah seperti halnya asap dupa. Setelah itu imam pun didupai oleh
diakon atau petugas lain. Maksud dari tindakan ini menggambarkan
pelayanan kudus yang ia sandang, lalu umat pun didupai sebagai
simbol martabat luhur yang mereka peroleh lewat pembabtisan.
Imam lalu membasuh tangannya sebagi simbol bahwa ia
menginginkan hati yang bersih.
Doa Persiapan Persembahan
Ketika seluruh persiapan persembahan telah dilaksanakan
maka imam mengajak umat untuk berdoa sebagai penanda untuk
masuk ke dalam Doa Syukur Agung. Dalam setiap perayaan
ekaristi hanya terdapat satu doa persembahan. Doa tersebut diakhiri
dengan penutup singkat, yaitu:
Dengan pengantaraan Kristus, Tuhan kami.
49
Kalau Putera disebut diakhir doa:
Yang hidup dan berkuasa, kini dan sepanjang masa.
Umat kemudian menjawab Amin.
Doa Syukur Agung
Doa Syukur Agung merupakan bagian pusat dan puncak dari
seluruh perayaan. Doa Syukur Agung adalah sebuah doa syukur dan
pengudusan. Pada tahap ini, imam mengajak segenap umat yang
hadir untuk memusatkan hati mereka kepada Tuhan dengan berdoa
dan bersyukur. Semua umat yang beriman mengambil bagian dalam
doa ini. Maksud dari doa ini adalah agar seluruh umat beriman
menggabungkan diri dengan Kristus dalam memuji karya Allah
yang agung dan dalam mempersembahkan kurban. Oleh imam hal
ini disampaikan kepada Allah Bapa, dalam Roh Kudus, dengan
pengantaraa Roh Kudus. Ada pun hal-hal penting yang perlu
diperhatikan dalam Doa Syukur Agung:
e. Ucapan syukur, khususnya pada bagian prefasi. Imam atas nama
seluruh umat, memuji Allah Bapa dan bersyukur atas segala karya
keselamatan dariNya atau atas alasan-alasan lain. Pada pesta atau
perayaan liturgi tertentu salah satu segi dari karya keselamatan
tersebut lebih ditonjolkan.
f. Aklamsi. Seluruh umat beriman berpadu dengan para penghuni
surga, melagukan Kudus. Sebagai bagian dari Doa Syukur Agung,
aklamasi ini dilambungkan oleh seluruh umat beriman bersama
imam.
g. Epiklesis. Gereja memohon kuasa Roh Kudus, dan berdoa supaya
bahan persembahan yang disampaikan oleh umat dikuduskan
menjadi Tubuh dan Darah Kristus, juga agar kurban murni itu
menjadi sumber keselamatan bagi mereka yang akan
menyambutnya dalam komuni.
h. Kisah Institusi dan konsekrasi. Kata-kata dan tindakan Kristus
dalam bagian ini diulang, dan dengan demikian dilangsungkan
kurban yang dilakukan oleh Kristus sendiri pada saat malam
50
terakhir. Kristus mempersembahkan Tubuh dan DarahNya dalam
rupa roti dan anggur dan memberikannya kepada para muridNya
lalu berpesan agar misteri ini dirayakan secara terus menerus.
i. Anamnesis. Gereja memenuhi amanat Kristus Tuhan yang
disampaikan melalui para rasul, yakni, "Lakukanlah ini untuk
mengenangkan Daku!". Oleh sebab itu Gereja mengenangkannya
secara khusus sengsaraNya yang menyelamatkan, kebangkitanNya
yang mulia, dan kenaikanNya ke surga.
j. Persembahan. Gereja mempersembahkan kurban murni kepada
Allah Bapa dalam Roh Kudus. Tujuannya adalah agar dalam
mempersembahkan kurban murni ini umat beriman belajar juga
untuk mempersembahkan diri sendiri. Melalui Kristus, umat
beriman akan semakin sempurna bersatu dengan Allah dan sesama
umat, sehingga akhirnya Allah menjadi segala-galanya dalam
semua.
k. Permohonan. Dalam permohonan ini nampak dengan nyata bahwa
ekaristi dirayakan dalam persekutuan dengan seluruh Gereja baik
yang ada di surga mau pun yang ada di bumi. Menjadi jelas pula
bahwa kurban ekaristi diadakan bagi kesejahteraan seluruh Gereja
dan semua anggotanya, baik yang hidup mau pun yang telah mati.
l. Doksologi Penutup. Pada bagian ini diungkapkan pujian kepada
Allah yang dikukuhkan dan ditutup oleh umat dengan aklamasi
Amin panjang.
Ritus Komuni
Perayaan Ekaristi berarti Perayaan Paskah, oleh sebab itu
seperti yang telah diamanatkan Kristus, umat beriman yang
mempersiapkan hati dengan baik, hendaknya menyambut Tubuh
dan Darah Kristus sebagai makanan rohani. Inilah tujuan dari
pemecahan roti dan ritus-ritus lain yang menyiapkan dan mengantar
umat untuk komuni.
51
Bapa Kami
Dalam doa Bapa Kami, umat beriman memohon rezeki
sehari-hari. rezeki sehari-hari ini juga berarti Roti Ekaristi. Umat
juga memohon pengampunan dosa, agar anugerah kudus itu
diberikan kepada umat yang kudus. Imam mengajak jemaat untuk
berdoa. Kemudian seluruh umat beriman membawakan Bapa Kami
secara bersama-sama dengan imam. Imam lalu sendirian
mengucapkan embolisme, yang diakhiri oleh umat dengan
doksologi. Embolisme menguraikan isi permohonan terakhir dalam
Bapa Kami dan memohon agar seluruh umat dibebaskan dari segala
kejahatan.
Baik ajakan imam dan Bapa Kami, mau pun embolisme dan
doksologi dilagukan atau didaraskan dengan suara yang jelas.
Ritus Damai
Gereja memohon damai dan kesatuan bagi Gereja dan bagi
seluruh umat manusia, sedangkan umat beriman, menyatakan
persekutuan jemaat dan cinta kasih satu sama lain sebelum
dipersatukan dalam Tubuh Kristus.
Tata cara memberikan salam damai ditentukan oleh
Konferensi Uskup sesuai dengan kekhasan dan kebiasaan
masing-masing bangsa. Namun, sebaiknya orang-orang
memberikan salam hanya kepada orang-orang yang berada di
dekatnya dan dengan cara yang pantas.
Pemecahan Roti
Pemecahan roti menandakan bahwa umat yang banyak
menjadi satu, karena menyambut komuni dari roti yang satu, yakni
Kristus sendiri, yang wafat dan bangkit demi keselamatan dunia.
Pemecahan roti dimulai sesudah salam damai, dan harus dijalankan
dengan khidmat dan hanya dijalankan oleh imam atau diakon.
Sementara imam atau diakon melakukan pemecahan roti,
dilagukanlah Anak Domba Allah, yang seturut ketentuan, dibawakan
52
oleh solis atau paduan suara dengan jawaban oleh umat. Anak
Domba Allah juga dapat didaraskan karena fungsinya adalah
mengiringi jalannya pemecahan roti. Nyanyian ini dapat diulang
seperlunya hingga pemecahan roti berakhir.
Komuni
Imam dan umat menyiapkan diri dengan berdoa agar Tubuh
dan Darah Kristus yang akan disambut dapat benar-benar berguna
bagi hidup dan pelayanan mereka masing-masing. Setelah itu imam
mengangkat roti Ekaristi di atas patena dan menunjukkannya
kepada segenap umat serta mengundang segenap umat untuk ikut
makan perjamuan Kristus. Imam dan umat kemudian menyatakan
ketidakpantasannya dengan kata-kata yang dikutip dari Injil.
Nyanyian komuni telah dimulai ketika imam menyambut Tubuh dan
Darah Kristus. Ada pun tujuan dari nyanyian komuni adalah sebagai
berikut:
1) Agar umat yang secara batin bersatu dalam komuni juga
menyatakan persatuannya secara lahir dalam nyanyian bersama.
2) Menunjukkan kegembiraan hati.
3) Menggarisbawahi corak "jemaat" dan perarakan komuni.
Setelah pembagian Tubuh dan darah Kristus selesai, imam
dan umat dianjurkan untuk berdoa dalam kesempatan hening. Pada
bagian ini dapat juga diisi dengan madah syukur atau nyanyian
pujian, atau didoakan mazmur. Imam kemudian menyampaikan doa
komuni untuk menutup seluruh rangkaian ritus komuni. Hal ini
bertujuan agar misteri yang telah dirayakan dapat menghasilkan
buah.
Perlu diingat bahwa dalam setiap Misa hanya terdapat satu
doa komuni yang selalu diakhiri dengan penutup singkat yakni
sebagai berikut:
Apabila doa diarahkan kepada Bapa:
Dengan pengantaraan Kristus, Tuhan Kami.
53
Apabila diarahkan kepada Bapa, tetapi disebut Putra pada akhir doa:
yang hidup dan berkuasa, kini dan sepanjang masa.
Apabila doa diarahkan kepada Putra:
Sebab Engkaulah yang hidup dan berkuasa, kini dan sepanjang
masa.
Segenap umat menjadikan doa penutup ini sebagai doa mereka
sendiri dengan aklamasi Amin.
3.1.3.4 Ritus Penutup
Ritus penutup merupakan bagian akhir dari seluruh rangkaian Perayaan
Ekaristi. Sebelum memberikan berkat kepada umat, imam biasanya memberikan
amanat singkat apabila diperlukan. Setelah itu imam memberikan salam dan
berkat yang pada hari-hari dan kesempatan tertentu disemarakan dengan berkat
meriah atau dengan doa untuk umat. Imam atau diakon kemudian mengutus
segenap umat.
Seluruh rangkaian Perayaan Ekaristi ditutup dengan penghormatan altar.
Imam dan diakon mencium altar, kemudian mereka bersama para pelayan yang lain
membungkuk khidmat ke arah altar.
3.1.4 Ekaristi Dalam Kehidupan Umat Kristen
Ekaristi adalah suatu perayaan persekutuan, sebab di dalamnya segenap
umat Kristiani berhimpun, bertemu dengan sesama dan yang terutama, bertemu
dengan Kristus. Ekaristi menjadi saat di mana umat bersekutu dengan Kristus
dalam peristiwa pemecahan roti yang adalah puncak dari seluruh rangkaian
Perayaan Ekaristi. Umat dengan hati terbuka dan kesadaran penuh menerima
Tubuh dan Darah Kristus dalam komuni (communio: persekutuan). Dengan adanya
persekutuan tersebut, Ekaristi tampil sebagai puncak dari segala sakramen dalam
54
penyempurnaan persatuan umat beriman dengan Allah Bapa, oleh persekutuan
dengan diri kepada Kristus, melalui perantaraan Roh Kudus.33
Sebagai puncak perayaan iman umat Kristen, Ekaristi tentu memiliki
perannnya tersendiri dalam kehidupan seluruh umat Kristen. Allah mengutus Roh
PutraNya yang bagi setiap Gereja dan masing-masing orang beriman menjadi asas
penghimpun dan pemersatu dalam ajaran para Rasul dan persekutuan, dalam
pemecahan roti dan doa-doa. 34 Dalam merayakan Ekaristi umat datang dan
berkumpul untuk mengikuti seluruh rangkaian perayaan liturgi dan ritus-ritus yang
ada. Umat bersama-sama mengambil peran yang juga penting dalam rangka
memperlancar jalannya Perayaan Ekaristi. Hal ini tentu berdampak pada tingkat
persatuan umat. Dengan adanya peran umat dalam Perayaan Ekaristi, semangat
persatuan umat dikuatkan. Contoh praktisnya adalah bagaimana umat yang terbagi
dalam lingkungan-lingkungan atau kelompok basis mendapatkan giliran dalam
menanggung tugas-tugas liturgi mingguan dalam suatu paroki.Tugas-tugas tersebut
berupa penanggung koor, petugas lektor, putra-putri altar, hingga petugas penjaga
keamanan.
Dalam semangat persekutuan, umat dalam Perayaan Ekaristi pun
mengemban suatu tugas mulia yakni perutusan. Hal ini merupakan perintah
terakhir Kristus dalam peristiwa kenaikanNya ke Surga35. Segenap umat beriman
diutus untuk menjadi pewarta kabar baik mengenai keselamatan dari Kristus,
melaksanakan perintah untuk saling mengasihi dan membangun Kerajaan Allah di
dunia. Oleh karena itulah umat diharapkan dapat terus menjalankan peran sosial
mereka di tengah masyarakat dengan selalu berpadu pada tugas perutusan mereka
oleh Gereja. Pentingnya tugas perutusan umat di tengah masyarakat membuatnya
tidak terpisahkan dalam liturgi perayaan. Pada ritus penutup dalam Perayaan
Ekaristi, imam membubarkan umat dengan mengutus mereka setelah berkat
penutup diberikan. Pada akhir perayaan imam mengutus seluruh umat dengan
seruan, "Pergilah, kalian diutus". Herman P. Panda mengatakan, "Umat diutus
33
Paus Yohanes Paulus Kedua, "Ecclesia De Eucharistia": Ekaristi dan Hubungannya dengan
Gereja, penerj. Anicetus B. Sinaga (Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi
Waligereja Indonesia, 2005), hlm. 30 34
Lumen Gentium dalam R. Hardawiryana (penerj. Dokumen Konsili Vatikan II, Cetakan 12
(Jakarta: Penerbit Obor, 2013), hlm. 87 35
bdk.Matius 29:19-20
55
setelah pikiran dicerahkan dengan Sabda dan jiwa disegarkan dengan tubuh, darah,
jiwa dan keAllahan Yesus Kristus dalam Komuni Kudus. Umat diutus untuk
membawa Kristus ke tengah dunia."36
Di samping semangat persekutuan dan tugas perutusan, Ekaristi juga
menghantar umat kepada pertumbuhan imannya yang sejati terhadap misteri
penyelamatan Kristus. Umat beriman dibawa masuk untuk mendalami dan
menghayati karya penyelamatan Kristus serta kehadiranNya dalam rupa roti dan
anggur dalam Ekaristi. Umat mengenang kembali bagaimana Kristus telah
menyerahkan nyawaNya bagi keselamatan dunia dan sesudah itu menunjukkan
bagaiamana kuasaNya dapat mengalahkan maut dengan kebangkitanNya pada hari
ketiga. Peristiwa wafat dan kematian Kristus membawa umat ke dalam sebuah
refleksi mengenai besarnya kasih yang dimilikiNya tidak hanya kepada umat yang
beriman kepadanya tetapi juga bagi seluruh dunia. Kesadaran akan hal ini
sepatutnya membuat segenap umat beriman tergerak untuk mewujudnyatakan iman
mereka sehingga iman mereka berkembang menjadi sebuah aksi nyata tindakan
kasih terhadap sesama.
3.2 Tinjauan Umum Terhadap Devosi Rosario
Pada bagian ini penulis memberikan pengertian dari devosi rosario dengan
pertama-tama menjelaskan pengertian umum tentang devosi dan kemudian secara
lebih khusus tentang devosi rosario, dan selanjutnya penulis menerangkan sejarah
perkembangan devosi rosario itu sendiri. Pada bagian ini penulis mulai
memberikan gambaran tentang apa peran devosi rosario terhadap kehidupan umat
kristen, dan bagian yang terpenting dari sub bab ini adalah penulis memberikan
penjelasan tentang seperti apa hubungan yang ada di antara devosi rosario dan
perayaan ekaristi.
3.2.1 Pengertian Devosi Rosario
Sebelum membahas lebih khusus apa pengertian devosi rosario, maka perlu
diketahui terlebih dahulu arti dan makna devosi secara umum. Devosi secara
36
Herman P. Panda, Sakramen dan Sakramentali dalam Gereja(Yogyakarta: Penerbit Amara Books
Yogyakarta, 2013), hlm. 45.
56
etimologis berasal dari kata Latin devotio yang berarti penyerahan diri kepada
sosok yang dianggap agung, pengabdian yang rela, doa, ibadah, kesalehan,
pematangan, hal berpuasa, janji, kaul dan pengabdian demi kaul.37 Dari pengertian
tersebut dapat dilihat bahwa secara sederhana devosi berarti dedikasi seseorang
dalam rupa doa, pujian, dan kurban terhadap sosok lainnya yang dianggap agung.
Devosi merupakan penyerahan diri dalam bentuk penghormatan dan pengabdian.
Devosi selalu berkaitan dengan batin dan hati yang mau menyerahkan diri kepada
Tuhan melalui para kudusNya.38 Dalam hubungannya dengan rosario, maka devosi
rosario berarti dedikasi seseorang terhadap Maria sebagai obyek dari devosi ini
dalam rupa berdoa, memanjatkan pujian, dan kurban dengan menggunakan
manik-manik rosario sebagai sarananya.
Devosi rosario adalah devosi yang ditujukan kepada Maria sehingga devosi
ini tergolong dalam devosi Marial. Secara umum terdapat tiga tingkatan dalam
devosi yakni latria, dulia, dan hyperdulia. Devosi Marial termasuk di dalam
tingkatan devosi hyperdulia.39
3.2.2 Latar Belakang Dan Sejarah Devosi Rosario
Devosi rosario yang digunakan saat ini telah mengalami perjalanan
perkembangan yang sangat panjang. Perjalanan sejarah devosi rosario dimulai pada
saat Gereja memandang doa 'Bapa kami' sebagai sebuah doa yang dasariah. Kala
itu, para calon babtis harus menghafal doa 'Bapa kami' di samping "Credo" atau
syahadat para rasul. Stefan Leks dalam bukunya, Rosario Berdasarkan Alkitab40,
menguraikan sejarah panjang rosario. Dalam bukunya ia mengurakan bahwa pada
Abad Pertengahan atau sekitar abad kesepuluh, terdapat sebuah kendala di mana
beberapa bruder dalam biara-biara tidak dapat membaca. Hal ini membuat
37
Th. L. Verhoeven dan Marcus Carvallo, Kamus Latin-Indonesia (Ende: Nusa Indah, 1969), hlm.
306. 38
F.D Wellam, Kamus Sejarah Gereja (Jakarta: Gunung Mulia, 2006), hlm. 69. 39
Dr. C. Groenen Ofm, Mariologi Teologi & Devosi (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1988), hlm.
149. 40
Dalam tradisi teologi Kristen kata "douleia" itu menjadi istilah dengan arti "kebaktian kepada
seorang manusia atau orang kudus" berbeda dengan "latreia" atau jenis praktik devosi yang hanya
boleh disampaikan kepada Allah saja. Sedangkan Maria dipandang sebagai yang paling kudus
diantara semua orang kudus, maka dari itu devosi kepadanya disebut hyperdulia. lih. Stefan Leks,
Rosario Berdasarkan Alkitab (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1989), hlm. 11.
57
bruder-bruder tersebut mengalami kendala dalam membaca doa "officium" atau doa
khusus para biarawan serta rohaniwan yang hampir seluruhnya terdiri dari
bacaan-bacaan Kitab Suci. Oleh karena itu, bruder-bruder yang tak dapat membaca
ini menggantikannya dengan mendaraskan 'Bapa kami' berulang-ulang. Pada saat
yang sama pula, ada banyak awam yang mendaraskan doa demikian.
Jumlah doa "Bapa kami" tadi dihitung dengan seuntai tali berikat-ikat atau
sebuah manik-manik yang disebut Paternoster atau 'Bapa kami'. Doa 'Bapa kami'
yang diucapkan berjumlah 150 seturut dengan jumlah mazmur. Dengan begitu, doa
'Bapa kami' yang diucapkan sebanyak 150 kali itu disebut dengan Kitab Mazmur
Kristus. Hingga pada abad kesebelas tali Paternoster tersebut juga dipakai untuk
mendaraskan doa 'Salam Maria'.
Dalam sejarah perkembangannya telah diketahui bahwa devosi kepada
Maria telah berkembang sejak dahulu. Misalnya pada abad ketujuh di Roma di
mana perarakan persembahan diiringi dengan nyanyian "Ave Maria gratia plena"
atau yang berarti "Salam Maria penuh rahmat. "Devosi-devosi terhadap Maria
secara khusus dilestarikan di biara-biara. Pada abad kesepuluh dan abad kesebelas
dalam buku-buku doa para biarawan sering disebut dengan doa 'Salam Maria'. Pada
abad kesebelas munculah kebiasaan untuk memberikan salam kepada Bunda Maria
ketika seseorang melewati lukisan atau patung Maria. Orang akan menyebut atau
menyanyikan kata-kata Ave Maria arau Salam Maria.
Pada saat itu, pengucapan "Salam Maria" tidak dilanjutkan dengan "Santa
Maria Bunda Allah..." seperti yang dikenal sekarang ini. Pada saat itu hanya
didaraskan bagian pertama saja atau hingga pada kata-kata "...terpujilah buah
tubuhmu." Kala itu, orang biasanya akan berlutut untuk menghormati Yesus, 'buah
tubuh' Maria. Jumlah 'Salam Maria' yang didaraskan dihitung sesuai pada untaian
tali Paternoster. Rangkaian doa 'Salam Maria' yang diucapkan 150 kali diberi nama
Kitab Mazmur Maria. Dalam perkembangannya, 150 'Salam Maria' tersebut dibagi
ke dalam tiga bagian yang masing-masing hanya terdiri atas 50 'Salam Maria' yang
disebut dengan korona atau mahkota. Kata ini mengingatkan orang-orang pada
masa itu akan hiasan-hiasan dari kembang yang mirip dengan mahkota atau pun
topi yang bianya menghiasi kepala dari patung atau lukiasan-lukisan Maria.
58
Lanjutan dari doa 'Salam Maria' yakni 'Santa Maria bunda Allah, doakanlah
kami yang berdosa ini sekarang dan waktu kami mati. Amin.", ditambahkan dan
dijadikan doa resmi sejak Paus Pius V (tahun 1568) meresmikan terbitan
'Breviarium'. Namun lanjutan dari doa 'Salam Maria' ini baru diterima secara umum
pada abad ketujuhbelas. Pada abad ketigabelas, telah ada kebiasaan untuk
menghubungkan doa 'Salam Maria' yang diulang-ulang tersebut dengan berbagai
renungan tentang sejumlah peristiwa dalam kehidupan Yesus. Di masa itu juga
terdapat kebiasaan untuk menambah kata-kata "...buah tubuhmu" dengan nama
Yesus dan dengan sebuah kalimat pelengkap, seperti, "Yang didera dengan kejam",
"Yang dimahkotai duri", dan sebagainya.
Pada abad kelimabelas hadir seorang biarawan bernama Dominikus. Oleh
anjuran pemimpin biaranya, ia berusaha menggabungkan dua praktek kesalehan,
yakni doa rosario yang terdiri dari 50 'Salam Maria' dan renungan mengenai
kehidupan Yesus serta ibuNya. Pada tahun 1410 ia menyusun 50 seruan penutup
doa 'Salam Maria', yang langsung dihubungkan dengan nama Yesus, yang pada saat
itu menjadi penutup doa. Seruan-seruan tersebut ditujukan kepada para pemakai
rosario dan diterima dengan antusias. Doa yang telah disempurnakan tersebut
dengan cepat menjadi populer baik dalam bahasa Latin mau pun bahasa Jerman
(Rosenkranz).
Mulai pada tahun 1475, mulai muncul serikat-serikat yang mempopulerkan
doa rosario di Gereja. Dengan munculnya seni cetak, daftar lima belas peristiwa
yang ditetapkan sebagai landasan renungan selama doa rosario mulai dikenal di
mana-mana. Terdapat sebuah buku kecil yang dicetak di Ulm pada tahun 1483 di
mana buku tersebut menganjurkan tiga rangkaian gambar, masing-masing gambar
memuat lima lukisan tersendiri, yaitu: Lima sukacita Maria, Lima penumpahan
darah Kristus, dan Lima sukacita Maria sesudah bangkitnya Yesus. Inilah
kelimabelas peristiwa rosario yang dikenal pada saat ini, kecuali dua darinya yakni
peristiwa Tertidurnya Maria dan Penghakiman Terakhir.
Daftar tetap dari lima belas peristiwa rosario ini disusun di Spanyol dan
ditetapkan di sana sejak tahun 1488. Daftar itulah yang disahkan oleh Paus Pius V,
biarawan dominikan, ketika ia menetapkan rosario sebagai doa yang sah pada tahun
59
1569. Setahun sebelumnya, paus yang sama mengesahkan teks doa 'Salam Maria'
yang sampai sekarang tidak diubah.
3.2.3 Peristiwa-Peristiwa Dalam Rosario
Peristiwa-peristiwa yang ada dalam rosario sejatinya ingin mengajak umat
yang mendoakannya untuk merenungkan segala situasi dan pengalaman hidup
Kristus mau pun Maria sendiri. Rosario dalam perkembangannya hingga pada
saat ini terdiri dari empat peristiwa besar yakni peristiwa mulia, peristiwa terang,
peristiwa gembira, dan persitiwa sedih.
3.2.3.1 Peristiwa Mulia
Peristiwa Mulia ke empat yakni "Maria diangkat ke Surga" merupakan
puncak dari semua keteladanan dan ketaatan serta ketulusan Bunda Maria dan juga
puncak dari keikutsertaan Maria yang mengambil bagian dalam karya keselamatan
Allah bagi semua orang. Segala sikap dan keutamaan yang dilakukan oleh Maria
sepanjang hidupnya senantiasa membuahkan kemuliaan bagi Putranya.
Pengalaman Maria tersebut membuahkan pengharapan bagi orang beriman untuk
bisa mengalami kemuliaan, bersama Kristus yang telah dimuliakan. "Tetapi
tiap-tiap orang menurut urutannya Kristus sebagai buah sulung, sesudah itu mereka
yang menjadi milik-Nya pada waktu kedatangan- Nya".41
Ketabahan, kesetiaan, dan sikap rendah hati Maria merupakan
keutamaannya yang mengagumkan. Keterlibatannya dalam karya penebusan
Yesus, Puteranya, membuatnya menerima anugerah istimewa, dan kemudian
diangkat ke surga, jiwa dan raganya. Keseluruhan sikap dan tindakan iman Maria
inilah yang dapat menjadi teladan bagi semua orang dalam menjalani hidup
sehingga pada akhirnya dapat memperoleh kehidupan kekal di surga.
3.2.3.2 Peristiwa Terang
Setiap peristiwa yang ada pada peristiwa terang rosario adalah pewahyuan
Kerajaan Allah yang nampak dalam pribadi Yesus.42 Kisah Peristiwa Terang yang
41
bdk. 1 Kor 15:23 42
Paus Yohanes Paulus II, "Rosarium Virginis Mariae", penerj. Ernest Mariyanto (Jakarta:
Departemen Dokumentasi Dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia, 2003), hlm. 25.
60
ke dua "Yesus menyatakan diri-Nya dalam pesta pernikahan di Kana" merupakan
pewahyuan yang dinyatakan sendiri oleh Bapa pada pembaptisan Yesus di Sungai
Yordan dan digemakan oleh Yohanes Pembaptis, serta diucapkan oleh Maria di
Kana, "Lakukan apa yang la katakan".43 Maria tidak banyak ditonjolkan dalam
kisah-kisah peristiwa terang. Namun perkataanya pada saat peristiwa di Kana
kiranya menjadi sebuah panutan besar yang menghantar umat kepada Kristus.
Kata-kata ini merupakan nasihat yang paling besar yang diucapkan Maria dan
dijadikan sebagai sebuah amanat bagi Gereja seluruh zaman. Ujaran ini merupakan
pengantar yang tepat untuk kata-kata dan tanda-tanda yang dibuat Yesus dalam
pelayanan di hadapan umum, dan ini menjadi dasar keyakinan bahwa sungguh
terlibat dalam seluruh "Peristiwa Terang". 44 Maria menunjukkan sikap rendah
hatinya dengan tidak menonjolkan diri dalam setiap karya ajaib yang melibatkan
dirinya terutama ketika hal itu secara lagsung melibatkan Putranya. Kerendahan
hati Maria ini sekiranya menjadi satu nilai penting yang dapat diteladani.
3.2.3.3 Peristiwa Gembira
Dalam Peristiwa Gembira yang pertama "Maria Menerima Kabar Gembira
dari Malaikat Gabriel", 45 salam dari Malaikat Gabriel kepada Maria dikaitkan
dengan ajakan, "Bersukacitalah, Maria". Seluruh sejarah keselamatan yang telah
dituntun kepada salam ini merupakan rencana Bapa untuk menyatukan segala
sesuatu dalam Kristus.46 Allah Bapa menaruh hati pada Maria dan mengangkatnya
menjadi Bunda Putra-Nya. Karena hal ini, seluruh umat manusia menyatakan
bahwa Maria dengan tulus ikhlas menyetujui kehendak Allah.47 Sikap iman Maria
yang tulus ikhlas menerima undangan Allah untuk mengandung Putra Allah dengan
tepat memperlihatkan bahwa Maria meyerahkan dirinya secara total pada kehendak
Allah. Ungkapan "Terjadilah padaku menurut kehendak-Mu" yang diucapkan oleh
43
bdk Yoh 2:5 44
Paus Yohanes Paulus II, op. cit., hlm. 27 45
bdk Luk 1:26-38 46
bdk. Ef 1: 6 47
Paus Yohanes Paulus II, op. cit., hlm. 25
61
Maria merupakan sikap iman dan penyerahan total atas rencana Allah pada dirinya.
Inilah teladan Gereja yang ulung.48
Selain itu, pada Peristiwa Gembira yang ke lima "Yesus ditemukan dalam
Bait Allah"49 terlihat sikap iman Maria yakni dengan menyimpan segala perkara
dalam hatinya. Maria tidak segera memarahi Yesus ketika ia menemukanNya di
Bait Allah tetapi Maria justru menyimpannya dalam hati. Menyimpan dalam hati
segala perkara di sini bukan berarti Maria tidak mau tahu dengan apa yang
dilakukan Yesus tetapi mengandung arti sebenarnya bahwa ia merenungkan dalam
hatinya dan dibawanya dalam doa. Sikap dan keteladanan Maria yang selalu
membawa setiap perkara dalam hatinya dan dibawa dalam doa merupakan suatu
sikap yang patut diteladani.
3.2.3.4 Peristiwa Sedih
Rangkaian kisah dalam peristiwa ini hampir seluruhnya mengisahkan
penyertaan Maria yang setia menemani Kristus dalam penderaanNya hingga
wafatNya di kayu salib. "Dan dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara
ibu-Nya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena..." (Yoh.19:25-27). Kutipan ini
menunjukkan bahwa ada sebuah relasi yang dekat dengan Yesus. Maria senantiasa
hadir dan menyaksikan penderitaan Putra-Nya, bahkan sampai wafat di kayu salib.
Paus Yohanes Paulus II menyebutkan bahwa penderitaan Bunda Maria di kaki salib
ini merupakan pengosongan iman yang terdalam yang pernah terjadi dalam sejarah
manusia.50 Di kaki salib itulah dipenuhinya nubuat Simeon, "Dan suatu pedang
akan menembus jiwamu sendiri" (Luk 2:35).
Di sini keagungan dan kesempurnaan Maria yang mengutamakan kehendak
Allah, walaupun harus menempuh jalan penderitaan terihat. Semua penderitaan
karena menyaksikan siksaan yang dialami oleh Putranya di tanggung Maria dengan
hati tabah. Selain itu, dalam diri Maria dapat pula ditemukan keteladanan kesetiaan
total sebagai hamba Allah dalam menanggapi dan melaksanakan SabdaNya.
48
Tahta Suci, "Lumen Gentium". Penerj. Roberto Hardawiryana (Jakarta: Departemen Dokumentasi
Dan Penerangan KWI, 1990), hlm. 77 49
bdk Luk 2:41-52 50
Paus Yohanes Paulus II, Redemptoris Mater (Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan
KWI, 1987), hlm. 28.
62
Keteladanan hidupnya inilah yang patut mejadi contoh teladan hidup umat beriman
dalam menghidupi panggilannya sebagai umat Allah.
3.2.5 Rosario Sebagai Doa Umat
Rosario merupakan salah satu doa yang paling populer di kalangan
masyarakat kristiani. Doa rosario merupakan doa yang sederhana namun
mendalam.51 Doa ini dikenal sebagai doa yang sederhana, cara membawakannya
juga sangat praktis, dapat dibawakan pribadi mau pun bersama doa rosario dapat
dibawakan oleh hampir setiap kalangan. Rosario nampaknya menjadi doa yang
dipandang memiliki berbagai manfaat. Kesederhanaan ini yang pertama-tama
membuatnya menjadi doa yang populer. Dalam berdoa rosario, umat memberikan
penghormatannya kepada Bunda Tersuci Perawan Maria, dan juga menyampaikan
segala permohonan mereka kepada Maria untuk dihantarkan kepada Puteranya,
Yesus Kristus. Dalam doa rosario terjalin suatu hubungan ibu dan anak antara
Maria dan umat. Maria hadir sebagai sosok ibu yang begitu dekat dan bersedia
mendengarkan seluruh perkara putra-putrinya. Relasi yang menggambarkan
hubungan antara ibu dan anak ini membuat umat merasa begitu dekat dengan
kehadiran Maria dalam doa rosario.
Dalam pesannya pada Minggu misi ke-77, Paus Yohanes Paulus II
mengundang umat dari berbagai kalangan untuk berdoa rosario, dalam pesannya ia
berkata:
Tingkatkanlah doa Rosariomu, secara pribadi dan dalam
komunitas, untuk memperoleh dari Tuhan rahmat yang
dibutuhkan oleh Gereja dan umat manusia. Saya mengundang
siapa saja untuk melakukan ini: anak-anak, orang dewasa, tua
dan muda, keluarga-keluarga, paroki-paroki dan
komunitas-komunitas religius.
Undangan Paus Yohanes Paulus II dalam pesan ini menegaskan bagaimana rosario
diyakini sebagai doa yang dekat dengan umat kristiani, doa yang sederhana namun
memiliki dampak yang besar.
51
Paus Yohanes Paulus II, op. cit., hlm. 7
63
3.2.6 Rosario Dalam Kaitannya Dengan Perayaan Ekaristi
Berdoa rosario tidak lain adalah berkontemplasi bersama Bunda Maria,
memandang wajah Kristus. 52 Maria telah sejak dahulu kala mengambil peran
penting dalam kehidupan umat beriman. Maria secara pasti terlibat dalam Karya
Penyelamatan Allah, ia memiliki peranan istimewa dalam setiap Misteri Kristus di
Dunia.53 Secara harafiah kita dapat memahami keistimewaan peranan Maria ini
karena ia adalah wanita yang menjadi ibu Kristus secara biologis. Kristus yang
adalah Sabda yang menjadi manusia berdiam di dalam rahim Maria. Hal ini dalam
artian tertentu menunjukkan bahwa Maria adalah tabernakel hidup sebab di dalam
tubuhnya Sabda yang hadir dalam wujud tubuh manusia itu berdiam. Maria sendiri
telah dipersiapkan Allah untuk menjalankan tugas mulia sebagai ibu Kristus, dan
Maria dengan kehendak bebas menerima peran tugas yang dipercayakan
kepadanya.54 Peranan yang diambil Maria dalam sejarah penyelamatan Kristus
tidak hanya berasal dari kenyataan bahwa ia adalah ibu Tuhan secara biologis tetapi
juga melalui keibuan manusiawi dan keibuan teologisnya.55
3.2.6.1 Rosario "Laudato Si"
Pada awal Maret 2020 Paus Fransiskus mengajak segenap umat kristen
untuk menyediakan waktu yakni pada tanggal 16-24 Mei 2020 sebagai pekan
Laudato Si dalam rangka memperingati 5 tahun dikeluarkannya ensiklik tersebut
yang membahas tentang lingkungan hidup namun di samping itu ajakan ini juga
sebagai sebuah promosi yang bertujuan agar segenap umat semakin mengenal
ensiklik tersebut. Untuk melancarkan ajakan ini, Bapak Ignasius Kardinal Suharyo
dalam homily Perayaan Ekaristi Paskah Pontifikal56
pada Minggu 12 Maret 2020
mengundang segenap umat beriman Indonesia untuk melakukan pertobatan
52
Ibid., hlm. 8 53
Tahta Suci, op. cit., hlm.86 54
Dr. C. Groenen Ofm, op. cit., hlm.103 55
Stanislaus Surip, Perempuan Itu Maria? (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2007), hlm. 80. 56Misa Pontifikal adalah misa khidmat yang dirayakan oleh seorang uskup dengan upacara yang ditentukan dalam “Caeremoniale Episcoporum” I dan II. Upacara penuh dilaksanakan ketika uskup merayakan Misa di atas takhta di Gereja Katerdralnya sendiri, atau atas izin di atas takhta di keuskupan lain. Lih. https://www.newadvent.org/cathen/12232a.htm diakses pada 2 Mei 2020.