Top Banner
1 MAJELIS ULAMA INDONESIA KABUPATEN LEBAK EDISI 4, 3 RABIUL AKHIR 1439 H / 22 DES 2017 Dakwah MUI KABUPATEN LEBAK BULETIN EDISI 4, 3 RABIUL AKHIR 1439 H / 22 DESEMBER 2017 Aktualisai Dakwah Membangun Masyarakat Bermartabat D i samping sebagai al-Huda (Petunjuk), al-Quran juga berfungsi sebagai al-Furqan (Pembeda). Ia menjadi tolok ukur dan pembeda antara kebenaran dan kebatilan. al-Qur’an memberikan petunjuk persoalan Aqidah, Syari’ah dan Akhlak, dan meletakkannya sebagai prinsip-prinsip dasar (al-Mabadi’ al-Awwaliyyah). Allah SWT memberikan tugas kepada Rasul- Nya untuk menjelaskan pada manusia apa yang tersirat di dalam Al-Qur’an, dari hal yang berkenaan dengan konsepsi dasar Aqidah (keyakinan) dan Fiqih baik Ibadah maupun Mu’amalah secara komprehensif. Begitupun dalam memaknai jender sebagai perbedaan yang bersifat sosial-budaya yang merupakan nilai yang mengacu pada sistem hubungan sosial yang membedakan fungsi serta peran perempuan dan laki-laki karena perbedaan biologis atau kodrat yang oleh masyarakat dibakukan menjadi “budaya/tradisi”. Dengan kata lain, jender adalah nilai yang dikonstruksi oleh masyarakat setempat yang telah mengakar di alam-bawah sadarnya. Memaknai Perbedaan Kodrat Kemanusiaan Oleh: Dr. H. Ade Budiman, Lc., M.Pd.* Tentang Bias Jender P ada Musyawarah Nasional VI Majelis Ulama Indonesia (MUI), dikeluarkan fatwa No: 8/MUNAS VI/MUI/2000 tentang Bias Jender. Point-point penting keputus- an fatwa itu adalah: 1) Mewajibkan kepada umat Islam untuk memahami masa- lah jender sesuai dengan ajar- an Islam. 2) Mengamanatkan kepada Dewan Pimpinan MUI untuk segera merumuskan ajaran Islam yang berkaitan dengan masalah jender sehingga tidak timbul pandangan yang tidak proporsional (bias) dalam masalah ini. 3) Mewajibkan kepada para ula- ma untuk melakukan kajian- kajian tentang masalah jender dengan penafsiran yang jujur.[] REDAKSI : PENANGGUNG JAWAB : Ketua MUI Kabupaten Lebak, PEMIMPIN REDAKSI : H. Ade Muslih, REDAKTUR PELAKSANA : K. Saepudin asy-Sadzly, DEWAN REDAKSI : H. Nurul Huda Ma’arif, Dase Ahmad Taufiq, KH. Bukhori, KH. Busrol Karim, KH. Tata Fathurrohman, LAYOUTER : @max PENERBIT : Komisi Dakwah MUI Kab. Lebak, ALAMAT REDAKSI : Jl. Abdi Negara (Masjid Agung Al-A’raf) Rangkasbitung, Lebak, Banten Jl. Abdi Negara (Masjid Agung Al-A’raf) Rangkasbitung, Lebak, Banten FATWA
4

EII EDISI 4, MUI Dakwah BULETINmui-lebak.org/beranda/images/dok/20171222buletin.pdf · maupun Mu’amalah secara komprehensif. Begitupun dalam memaknai jender sebagai perbedaan yang

Aug 20, 2019

Download

Documents

phamquynh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: EII EDISI 4, MUI Dakwah BULETINmui-lebak.org/beranda/images/dok/20171222buletin.pdf · maupun Mu’amalah secara komprehensif. Begitupun dalam memaknai jender sebagai perbedaan yang

1MAJELIS ULAMA INDONESIA KABUPATEN LEBAKEDISI 4, 3 RABIUL AKHIR 1439 H / 22 DES 2017

DakwahM U IKABUPATEN LEBAK

B U L E T I N

EDISI 4, 3 RABIUL AKHIR 1439 H / 22 DESEMBER 2017

Aktualisai Dakwah Membangun Masyarakat Bermartabat

Di samping sebagai al-Huda (Petunjuk), al-Quran juga berfungsi sebagai al-Furqan (Pembeda). Ia menjadi tolok ukur dan pembeda antara kebenaran

dan kebatilan. al-Qur’an memberikan petunjuk persoalan Aqidah, Syari’ah dan Akhlak, dan meletakkannya sebagai prinsip-prinsip dasar (al-Mabadi’ al-Awwaliyyah).

Allah SWT memberikan tugas kepada Rasul-Nya untuk menjelaskan pada manusia apa yang tersirat di dalam Al-Qur’an, dari hal yang berkenaan dengan konsepsi dasar Aqidah (keyakinan) dan Fiqih baik Ibadah maupun Mu’amalah secara komprehensif. Begitupun dalam memaknai jender sebagai perbedaan yang bersifat sosial-budaya yang merupakan nilai yang mengacu pada sistem hubungan sosial yang membedakan fungsi serta peran perempuan dan laki-laki karena perbedaan biologis atau kodrat yang oleh masyarakat dibakukan menjadi “budaya/tradisi”. Dengan kata lain, jender adalah nilai yang dikonstruksi oleh masyarakat setempat yang telah mengakar di alam-bawah sadarnya.

Memaknai Perbedaan Kodrat KemanusiaanOleh: Dr. H. Ade Budiman, Lc., M.Pd.*Tentang Bias Jender

Pada Musyawarah Nasional VI Majelis Ulama Indonesia (MUI), dikeluarkan fatwa No:

8/MUNAS VI/MUI/2000 tentang Bias Jender.

Point-point penting keputus-an fatwa itu adalah: 1) Mewajibkan kepada umat

Islam untuk memahami masa-lah jender sesuai dengan ajar-an Islam.

2) Mengamanatkan kepada Dewan Pimpinan MUI untuk sege ra merumuskan ajaran Islam yang berkaitan dengan masa lah jender sehingga tidak timbul pandangan yang tidak proporsional (bias) dalam masalah ini.

3) Mewajibkan kepada para ula-ma untuk melakukan kajian-kajian tentang masalah jender dengan penafsiran yang jujur.[]

REDAKSI : PENANGGUNG JAWAB : Ketua MUI Kabupaten Lebak,

PEMIMPIN REDAKSI : H. Ade Muslih, REDAKTUR PELAKSANA : K. Saepudin asy-Sadzly, DEWAN REDAKSI : H. Nurul Huda Ma’arif, Dase Ahmad Taufiq, KH. Bukhori, KH. Busrol Karim, KH. Tata Fathurrohman, LAYOUTER : @max

PENERBIT : Komisi Dakwah MUI Kab. Lebak, ALAMAT REDAKSI : Jl. Abdi Negara (Masjid Agung Al-A’raf) Rangkasbitung, Lebak, Banten

Jl. Abdi Negara (Masjid Agung Al-A’raf) Rangkasbitung, Lebak, Banten

FATWA

Page 2: EII EDISI 4, MUI Dakwah BULETINmui-lebak.org/beranda/images/dok/20171222buletin.pdf · maupun Mu’amalah secara komprehensif. Begitupun dalam memaknai jender sebagai perbedaan yang

2 EDISI 4, 3 RABIUL AKHIR 1439 H / 22 DES 2017

Jender adalah pandangan atau mindset yang dibentuk masyarakat tentang bagaimana seharusnya seorang perempuan atau laki-laki bertingkah-laku maupun berpikir. Misalnya pandangan bahwa seorang perempuan ideal harus pandai memasak, pandai merawat diri, lemah-lembut atau keyakinan bahwa perempuan adalah makhluk yang sensitif, emosional, selalu memakai perasaan, dan anti akan kekerasan. Sebaliknya seorang laki-laki sering dilukiskan berjiwa pemimpin, pelindung, kepala rumah tangga, rasional dan tegas.

Karenanya, dalam al-Qur’an diterangkan bahwa tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Allah SWT berfirman: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Qs. al-Hujurat [49]:13). Mereka adalah “sama” dan yang membedakan hanyalah ketaqwaannya saja.

Pandangan Ahli TafsirDalam Qs. al-Hujurât [49]:13, kita

dibawa untuk memahami dan mendalami kontekstual pemaknaan tafsirnya. Abu Bakar al-Jazairi (Aysar Al-Tafâsir li al-Kalâm al-‘Aliy al-Kabîr: V/131) menyatakan; ini merupakan

seruan terakhir dalam surat al-Hujurat. Dibandingkan seruan-seruan sebelumnya yang ditujukan pada orang-orang beriman, seruan ini lebih umum ditujukan pada

seluruh manusia. Allah Swt. mengingatkan manusia

tentang asal-u s u l

mereka. Inilah rahasia (hikmah) di balik penciptaan manusia yang dibedakan dengan binatang lainnya. Mereka semua adalah ciptaan-Nya yang bermula dari seorang laki-laki dan seorang perempuan (min dzakar wa untsa) yang berketurunan. Seluruh manusia berpangkal pada bapak dan ibu yang sama. Karena itu, kedudukan manusia dari segi nasabnya pun setara. Konsekuensinya, dalam hal nasab, mereka tidak boleh saling membanggakan diri dan merasa lebih mulia dari yang lain.

Imam Fakhruddin Al-Razi (Mafâtih al-Ghayb: XXVIII/137) memberikan paparan menarik. Menurutnya, segala sesuatu bisa diunggulkan dari yang lain karena dua faktor: 1) Faktor yang diperoleh sesudah kejadiannya seperti kebaikan, kekuatan, dan berbagai sifat lain yang dituntut oleh sesuatu itu. 2) Faktor sebelum kejadiannya, baik asal-usul atau bahan dasarnya maupun pembuatnya; seperti ungkapan tentang bejana: “Ini terbuat dari perak, sementara itu terbuat dari tembaga”; “Ini buatan Fulan, sedangkan itu buatan Fulan.”

Firman Allah SWT, Innâ khalaqnâkum min dzakarin wa untsâ, menegaskan bahwa tidak ada keunggulan seseorang atas lainnya disebabkan perkara sebelum kejadiannya. Dari segi bahan dasar atau asal-usul, mereka semua berasal dari orang tua yang sama, yakni Adam dan Hawa. Dari segi pembuatnya, semua diciptakan oleh Zat yang sama, Allah SWT. Sejatinya, perbedaan di antara mereka bukan karena faktor sebelum kejadiannya, namun karena faktor-faktor lain yang mereka hasilkan setelah kejadiannya. Perkara paling mulia yang mereka hasilkan adalah ketakwaan dan kedekatan pada Allah SWT.

Selanjutnya Allah Swt. berfirman: Wa ja‘alnâkum Syu’uban wa Qabâ`il li ta’arafu (dan Kami menjadikan

kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kalian saling mengenal).

Page 3: EII EDISI 4, MUI Dakwah BULETINmui-lebak.org/beranda/images/dok/20171222buletin.pdf · maupun Mu’amalah secara komprehensif. Begitupun dalam memaknai jender sebagai perbedaan yang

3MAJELIS ULAMA INDONESIA KABUPATEN LEBAKEDISI 4, 3 RABIUL AKHIR 1439 H / 22 DES 2017

Jumlah manusia akan terus berkembang hingga menjadi banyak suku dan bangsa yang berbeda-beda. Ini merupakan sunnatullah. Manusia tidak bisa memilih agar dilahirkan di suku atau bangsa tertentu. Karenanya, manusia tidak pantas membanggakan dirinya atau melecehkan orang lain, karena faktor suku atau bangsa. Ayat ini menegaskan, dijadikannya manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku adalah untuk saling mengenal satu sama lain.

Setelah menjelaskan kesetaraan manusia dari segi penciptaan, keturunan, kesukuan, dan kebangsaan, Allah Swt. menetapkan parameter lain untuk mengukur derajat kemulian manu-sia, yaitu ketakwaan. Kadar ketakwaan inilah yang menentukan kemulian dan kehinaan seseorang: Inna akramakum ‘inda Allah atqakum (Sesungguhnya yang paling mulia diantara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa).

Menurut pendapat yang dikutip al-Khazin, batasan ketakwaan adalah ketika seorang hamba menjauhi larangan-larangan; mengerjakan perintah-perintah dan berbagai keutamaan; tidak lengah dan tidak merasa aman. Jika khilaf dan melakukan perbuatan terlarang, ia tidak merasa aman dan tidak menyerah, namun ia segera mengikutinya dengan amal kebaikan, menampakkan tobat dan penyesalan. Ringkasnya, takwa adalah sikap menetapi apa-apa yang diperintahkan dan menjauhi apa-apa yang dilarang.

Jender Perspektif Islam dan Kekinianal-Qur’an itu kitab hidayah, petunjuk

bagi manusia untuk membedakan yang haq dan batil. Dalam berbagai versinya, al-Qur’an sendiri menegaskan beberapa sifat dan ciri yang melekat dalam dirinya, diantaranya bersifat transformatif, yaitu membawa misi perubahan untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan-kegelapan (zhulumat) di bidang akidah, hu-kum, politik, ekonomi, sosial budaya dll, pada sebuah cahaya (nur) petunjuk ilahi untuk menciptakan kebahagiaan dan kesentosaan hidup manusia dunia-akhirat.

Dari prinsip yang diyakini kaum muslim inilah, usaha-usaha manusia sebagai seorang muslim dalam penghambaannya kepada Allah SWT dikerahkan, untuk menggali for-mat-format petunjuk yang dijanjikan agar mendatangkan kebahagiaan bagi manusia da-lam konsep humanity. Sebagai upaya peng-ga lian prinsip dan nilai-nilai Qur’ani yang berdimensi keilahian dan kemanusiaan, maka lahirlah konsep penafsiran yang dihasilkan secara kontekstual (kekinian). Allah Swt. Ber-fir man: “Sungguh, laki-laki dan perempuan mus lim, laki-laki dan perempuan mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya,

Salurkan zakat, infaq, shodaqoh Anda (ZIS) melalui BAZNAS dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) terdekat

Dirikan Shalat, Tunaikan Zakat

(QS. Al-Baqarah : 43)

B A Z N A SBADAN AMIL ZAKAT NASIONAL

KABUPATEN LEBAK

Page 4: EII EDISI 4, MUI Dakwah BULETINmui-lebak.org/beranda/images/dok/20171222buletin.pdf · maupun Mu’amalah secara komprehensif. Begitupun dalam memaknai jender sebagai perbedaan yang

4 EDISI 4, 3 RABIUL AKHIR 1439 H / 22 DES 2017

laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Qs. al-Ahzab [33]: 35).

Dapat kita pahami dari ayat di atas, bahwasannya betapa Islam tidak membedakan antara laki-laki dan wanita. Semua sama di hadapan Allah Ta’ala. Yang membedakan yang paling tinggi ketaqwaannya. Kendati masih ada hirarki yang dapat menimbulkan kebekuan dalam proses penafsiran terdapat satu dan lain hal yang menjadikan subjek dan objek dalam asumsi (pro dan kontra) dengan melibatkan semua pihak, yaitu dengan melibatkan masya-rakat yang menjadi sasarannya, dan berangkat dari realitas keadaan/kondisi yang ditujukan kepada masyarakat yang sekarang ini ada.

Dengan demikian jelas, Islam tidak pernah membedakan derajat manusia berdasarkan jenis kelaminnya. Mereka mamilki kewajiban dan hak yang sama. Yang menjadikan mereka lebih mulia dari yang lain adalah prestasi dan kualitas individunya. Namun demikian, dalam konsepsi kesetaraan jender bukan menjadikan seolah-olah perempuan sebagai seorang laki-laki dalam kemampuanya. Kesetaraan jender harus diartikan sebagai upaya untuk mendapat-kan hak-hak hidup seorang perempuan yang terkait dengan fungsi jender mereka dengan melihat kodrat yang dimiliki olehnya.

Sejatinya, jender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Atau jender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat (Women’s Studies Encyclopedia, Vol 1, New York: Green Wood Press, h. 153).

Sedangkan dalam Qs. al-Hujurat [49]: 13, dapat dianalisa terkait kapasitas seorang hamba dalam beribadah, yaitu tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal beribadah. Hal itu karena keduanya berasal dari sumber yang sama yaitu Adam dan Hawa. Adapun perbedaan laki-laki dan perempuan, bukan dalam hal beribadah melainkan dalam hal tabi’at (sifat) dan kodrat. Namun dalam beribadah keduanya memilik hak dan kewajiban yang sama. Keduanya pun berhak masuk surga dan begitupun sebaliknya, dapat juga masuk ke dalam neraka, karena hakikatnya yang membedakan kapasitas iba-dah seseorang ialah tingkat ketakwaannya.[]

*Ketua Komisi Pendidikan & Seni Budaya Islam MUI Lebak, Pengasuh Ponpes Modern Fathi Qalbi, Binuangeun-Wanasalam, Lebak.

Rasulullah Saw bersabda:

مـانة بأ خذتموهن

أ فإنكم النسـاء، فـي اهلل اتقوا

تم فروجهن بكلمة اهلل، ولهن عليكـم اهلل، واسـتحلل

معروف.رزقهن وكسوتهن بال

Artinya: “Bertakwalah kepada Allah perihal wanita, karena sesungguhnya kalian mengambil mereka dengan amanat Allah dan dihalalkan atas kalian kemaluan mereka dengan kalimat Allah. Maka hak mereka atas kalian adalah memberi nafkah dan pakaian kepada mereka dengan cara yang ma’ruf.” (HR. Muslim).

MUTIARA