BAB IPENDAHULUAN
Efusi pleura terjadi karena tertimbunnya cairan pleura secara
berlebihan sebagai akibat transudasi (perubahan tekanan hidrostatik
dan onkotik) dan eksudasi (perubahan permeabilitas membran) pada
permukaan pleura. Efusi pleura timbul sebagai akibat dari suatu
penyakit, sebab itu hendaknya dicari penyebabnya. Penyebab efusi
pleura dapat dibagi berdasarkan jenis cairannya yaitu transudatif
dan eksudatif, serta lokasinya yaitu unilateral dan bilateral.
Temuan gambaran radiologis efusi pleura dipengaruhi oleh sifat
cairannya (bebas atau loculated), jumlah cairan, posisi pasien,
proyeksi radiografi, serta adanya penyakit paru penyerta. Dalam
laporan kasus ini, efusi pelura yang akan dibahas adalah efusi
pleura yang disebabkan oleh tuberkulosis.1,2Efusi pleura
tuberkulosis sering ditemukan di negara berkembang, angka kejadian
efusi pleura tuberkulosis di Burundi sebanyak 25%, di Afrika
Selatan sebanyak 20% di antara seluruh pasien TB. Dari studi
terbaru di Amerika Serikat, usia rata-rata dari 14.000 pasien yang
dilaporkan mengalami efusi pleura tuberkulosis (1993-2003) adalah
pada usia 49,9 tahun. Efusi pleura tuberkulosis biasanya bersifat
unilateral dan berukuran berapa saja. Dari 254 pasien dengan efusi
pleura tuberkulosis, sebanyak 18% efusi ditemukan lebih dari 2/3
hemithoraks, 47% 1/3-2/3 hemithoraks, dan 34% kurang dari 1/3
hemithoraks. Tuberkulosis merupakan penyebab ketiga tersering efusi
pleura masif (12%) setelah keganasan (55%), dan pneumonia
(22%).1,2
BAB IILaporan Kasus
2.1 Identitas Pasien Nama: Tn. D Umur : 44 Tahun Jenis kelamin :
Laki-laki Pekerjaan : Wiraswasta Alamat : Buluran Kenali,Telanai
Pura Suku : Jambi Bangsa : Indonesia MRS: 2 November 2014
2.2 Anamnesis Keluhan utama: Sesak nafas yang semakin memberat
sejak 1 minggu SMRS
Riwayat penyakit sekarang: Os datang dengan keluhan sesak sejak
1 bulan yang lalu dan semakin memberat 1 minggu SMRS. Sesak
dirasakan berkurang saat berbaring miring ke kiri atau duduk, sesak
tidak dipengaruhi cuaca, aktifitas, emosi dan obat-obatan. Sesak
terasa semakin memberat ketika os batuk. Os tidak pernah terbangun
malam hari karena sesak, dan dapat tidur dengan menggunakan 1-2
bantal.+ sejak 2 bulan SMRS Os mengeluh batuk berdahak, dahak
kental warna putih kekuningan, darah (-). Os sempat berobat ke
klinik dokter swasta dinyatakan sakit batuk biasa. Os menyangkal
mengkonsumsi obat yang menyebabkan warna kencing menjadi seperti
teh. Keluhan lain badan lemas (+), demam di malam hari (+),
berkeringat di malam hari (+), nafsu makan menurun (+), penurunan
berat badan (+) + 3 kg selama 2 bulan ini , mual (+), muntah
(-),nyeri dada (+), nyeri tenggorokan (-), BAB dan BAK normal, dada
berdebar-debar (-). Riwayat Penyakit dahulu: Riwayat keluhan yang
sama disangkal Riwayat asma disangkal Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat kencing manis disangkal Riwayat penyakit jantung
disangkal
Riwayat Penyakit keluarga: Riwayat keluarga dengan keluhan yang
sama seperti Os disangkal Riwayat asma disangkal Riwayat hipertensi
disangkal Riwayat kencing manis disangkal Riwayat penyakit jantung
disangkal
Riwayat Kebiasaan: Os perokok sejak umur 20 tahun 1 bungkus/
hari dan berhenti sejak 1 bulan yang lalu (selama sakit) Os tidak
pernah mengkomsumsi alkohol dan obat-obatan
2.3 Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum: Tampak Sakit sedang2. Kesadaran: Compos mentis,
GCS: 153. Tanda Vital: TD = 120/80 mmHgN= 84 x/m RR =36 x/mT =
35,9C 4. Kulit Warna : Sawo matang Eflorensensi: (-) Pigmentasi :
Hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-). Jaringan parut/koloid :
(-) Pertumbuhan rambut : Normal Lembab kering : Keringat (+) Turgor
: < 2 detik (baik)5. Kepala dan leher Rambut:warna hitam, lurus,
tidak mudah dicabut, alopesia (-) Kepala:Bentuk simetris, tidak ada
trauma maupun memar Mata:Konjungtiva anemis (-/-), Skera ikterik
(-/-), edema pelpebra (-/-), Pupil Isokor Hidung:Nafas cuping
hidung (-), Epistaksis (-), sekret (-) Mulut:Bentuk normal, bibir
sianosis (-), Mukosa anemis (-) Tenggorokan:Faring dan tonsil
hiperemis (-), Tonsil T1-T1 Leher:Pembesaran KGB (-), pembesaran
kel.Tyroid (-), JVP (5-2) cmH2O, Kaku kuduk (-), Pulsasi vena
jugularis (-).6. Thoraks : Paru Inspeksi:Statis simetris, dinamis
kiri tertinggal daripada kanan, retraksi (-), abdominothoracal,
sela iga melebar (-), sela iga menyempit (-). Palpasi: Vocal
fremitus taktil lapangan paru kiri menurun dari ICS VI ke bawah.
Perkusi: Redup pada lapangan paru kiri dari ICS VI ke bawah, sonor
pada lapangan paru kanan. Auskultasi:Vesikuler (+) melemah dari ICS
VI ke bawah pada lapangan paru kiri, Ronkhi basah halus (+/+)
daerah apeks, Wheezing (-/-)Jantung Inspeksi:Iktus kordis tidak
terlihat Palpasi:Iktus kordis teraba di sela iga V di linea
midklavikula sinistra sekitar 1 jari kearah medial, tidak kuat
angkat. Perkusi: Batas Atas: Parasternal sinistra ICS III Pinggang
Jantung: Midklavikularis sinistra ICS III. Batas kiri bawah: ICS V
midklavikula sinistra sekitar 1 jari ke arah medial. Batas kanan
bawah: ICS V linea parasternal dextra Auskultasi: BJ1-BJ2 reguler
normal, murmur (-), gallop (-)7. Abdomen Inspeksi :Datar (+),
jaringan parut (-), kaput medusa (-), striae (-), spider nervi (-)
Palpasi:Distensi abdomen (-), nyeri tekan (-), tes undulasi (-),
defans muskuler (-), hepatomegali (-), Splenomegali (-) Perkusi:
Timpani, Shifting dullness (-) Auskultasi: Bising usus (+) normal8.
Genitalia dan anus : -9. Ekstremitas Superior:Akral hangat, edema
(-/-), capillary refill time (N), Clubbing finger (-/-), Palmar
eritem (-/-) Inferior:Akral hangat, pitting edema (-/-), sianosis
(-)Dextra: Tes sensibilitas (+), Refleks fisiologis (+) Sinistra:
Tes sensibilitas (+), refeks fisiologis (+)
2.4 Pemeriksaan Penunjang1. Pemeriksaan LaboratoriumPemeriksaan
Darah Rutin : WBC : 11,5 103/mm3(3,5-10,0 103/mm3) RBC : 4,49
106/mm3(3,80-5,80 106/mm3) HGB : 12,7 g/dl(11,0-16,5 g/dl) HCT :
22,6 %(35,0-50%) PLT : 283 103/mm3(150-390 103/mm3) PCT : .204
%(0,100-0,500 %) MCV : 90 m3 (80-97 m3) MCH : 30,9 pg(26,5-33,5 pg)
MCHC : 34,2 g/dl(31,5-35,0 g/dl) RDW : 13,8 %(10,0-15,0 %) MPV :
7,2 m3 (6,5-11,0 m3) PDW : 13,7 %(10,0-18,0 %)Diff: % LYM : 50,1
%(17,0-48,0 %) % MON : 11,0 %(4,0-10,0 %) % GRA : 58,9 %(43,0-76,0
%) # LYM : 4,1 103/mm3 (1,2-3,2 103/mm3) # MON : 0,6 103/mm3
(0,3-0,8 103/mm3) # GRA : 3,7 103/mm3 (1,2-6,8 103/mm3)
2. Pemeriksaan Radiologis.Foto polos thorak PA
Trakea di tengah Mediastinum tidak melebar Cor: CTR = 50%, aorta
tidak melebar, bentuk normal. Pulmo: Hilus suram, corakan
bronkovaskular meningkat, tampak bercak fibrosis di keadua apeks
paru, tampak infiltrat di kedua apeks paru dan perihiler, sudut
costophrenicus kiri tumpul, kanan lancip. Diafragma baik Tulang
tulang dan jaringan lunak dinding dada baik Kesan : - KP duplex
dengan efusi pleura kiri Cor dalam batas normal
2.5 Diagnosis KerjaTB paru dengan efusi pleura sinistra
2.6 Diagnosis Banding Efusi Pleura Sinistra e.c TB paru
2.7 Anjuran Pemeriksaan1. Pemeriksaan laboratorium: laju endap
darah, kimia darah lengkap2. Pemeriksaan BTA sputum3. Pemeriksaan
analisis dan sitologi cairan pleura
2.8 Tatalaksanaa. Non Farmakologi Istirahat dan pengaturan
posisi yang nyaman Diet TKTPb. Farmakologi O2 3 L/menit IVFD RL 20
gtt/menit Antibiotik non spesifik hingga hasil BTA didapatkan
Paracetamol 3 x 500 mg (jika demam) Rencana torakosentesis
terapeutik bila sesak tidak membaik
2.9 Prognosis Quo ad vitam: bonam Quo ad functional: bonam
BAB IIITINJAUAN PUSTAKA
3.1 EFUSI PLEURA3.1.1 DEFINISI Efusi pleura adalah penumpukan
cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer jarang
terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi
dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat,
eksudat, atau dapat berupa darah atau pus.1,2Efusi pleura adalah
pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang
terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap
penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah
kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi. Efusi
pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam
rongga pleura.1,2
3.1.2 ANATOMI
Pleura adalah membra tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura
visceralis dan parietalis. Secara histologis kedua lapisan ini
terdiri dari sel mesothelial, jaringaan ikat, dan dalam keadaan
normal, berisikan lapisan cairan yang sangat tipis. Membran serosa
yang membungkus parekim paru disebut pleura viseralis, sedangkan
membran serosa yang melapisi dinding thorak, diafragma, dan
mediastinum disebut pleura parietalis. Rongga pleura terletak
antara paru dan dinding thoraks. Rongga pleura dengan lapisan
cairan yang tipis ini berfungsi sebagai pelumas antara kedua
pleura. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hillus paru. Dalam
hal ini, terdapat perbedaan antara pleura viseralis dan parietalis,
diantaranya:1,2,3 Pleura visceralis : Permukaan luarnya terdiri
dari selapis sel mesothelial yang tipis < 30mm. Diantara
celah-celah sel ini terdapat sel limfosit Di bawah sel-sel
mesothelial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan
histiosit Di bawahnya terdapat lapisan tengah berupa jaringan
kolagen dan serat-serat elastik Lapisan terbawah terdapat jaringan
interstitial subpleura yang banyak mengandung pembuluh darah
kapiler dari a. Pulmonalis dan a. Brakhialis serta pembuluh limfe
Menempel kuat pada jaringan paru, Fungsinya. untuk mengabsorbsi
cairan pleura Pleura parietalis Jaringan lebih tebal terdiri dari
sel-sel mesothelial dan jaringan ikat (kolagen dan elastis) Dalam
jaringan ikat tersebut banyak mengandung kapiler dari a.
Intercostalis dan a. Mamaria interna, pembuluh limfe, dan banyak
reseptor saraf sensoris yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan
temperatur. Keseluruhan berasal n. Intercostalis dinding dada dan
alirannya sesuai dengan dermatom dada Mudah menempel dan lepas dari
dinding dada di atasnya Fungsinya untuk memproduksi cairan
pleura
3.1.3 ETIOLOGI1,2,3A. Berdasarkan Jenis CairanHambatan resorbsi
cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada
dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediastinum, sindroma
Meig (tumor ovarium) dan sindroma vena cava superior. Pembentukan
cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia,
virus), bronkiektasis, abses amoeba subfrenik yang menembus ke
rongga pleura, apabila tumor masuk ke cairan maka cairan berwarna
merah karena trauma.Berdasarkan jenis cairan yang terbnetuk, cairan
pleura dibagi menjadi transudatif, eksudatif dan hemoragis1. Efusi
pleura transudatif .Kalau seorang pasien ditemukan menderita efusi
pleura, kita harus berupaya untuk menemukan penyebabnya. Ada banyak
macam penyebab terjadinya pengumpulan cairan pleura. Tahap yang
pertama adalah menentukan apakah pasien menderita efusi pleura
jenis transudat atau eksudat. Efusi pleura transudatif terjadi
kalau faktor sistemik yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan
cairan pleura mengalami perubahan.2. Efusi pleura eksudatif Terjadi
jika faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan
cairan pleura mengalami perubahan. Efusi pleura tipe transudatif
dibedakan dengan eksudatif melalui pengukuran kadar Laktat
Dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan, pleura.Efusi
pleura eksudatif memenuhi paling tidak salah satu dari tiga
kriteria berikut ini, sementara efusi pleura transudatif tidak
memenuhi satu pun dari tiga kriteria ini :a. Protein cairan pleura
/ protein serum > 0,5b. LDH cairan pleura / cairan serum >
0,6c. LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai
LDH yang normal di dalam serum.Efusi pleura berupa:a. Eksudat,
disebabkan oleh :1) Pleuritis karena virus dan mikoplasma : virus
coxsackie, Rickettsia, Chlamydia. Cairan efusi biasanya eksudat dan
berisi leukosit antara 100-6000/cc. Gejala penyakit dapat dengan
keluhan sakit kepala, demam, malaise, mialgia, sakit dada, sakit
perut, gejala perikarditis. Diagnosa dapat dilakukan dengan cara
mendeteksi antibodi terhadap virus dalam cairan efusi.2) Pleuritis
karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh
bakteri yang berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar
secara hematogen. Bakteri penyebab dapat merupakan bakteri aerob
maupun anaerob (Streptococcus paeumonie, Staphylococcus aureus,
Pseudomonas, Hemophillus, E. Coli, Pseudomonas, Bakteriodes,
Fusobakterium, dan lain-lain). Penatalaksanaan dilakukan dengan
pemberian antibotika ampicillin dan metronidazol serta mengalirkan
cairan infus yang terinfeksi keluar dari rongga pleura.3) Pleuritis
karena fungi penyebabnya: Aktinomikosis, Aspergillus, Kriptococcus,
dll. Efusi timbul karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap
organisme fungi.4) Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang
paling banyak terjadi melalui focus subpleural yang robek atau
melalui aliran getah bening, dapat juga secara hemaogen dan
menimbulkan efusi pleura bilateral. Timbulnya cairan efusi
disebabkan oleh rupturnya focus subpleural dari jaringan nekrosis
perkijuan, sehingga tuberkuloprotein yang ada didalamnya masuk ke
rongga pleura, menimbukan reaksi hipersensitivitas tipe lambat.
Efusi yang disebabkan oleh TBC biasanya unilateral pada hemithoraks
kiri dan jarang yang masif. Pada pasien pleuritis tuberculosis
ditemukan gejala febris, penurunan berat badan, dyspneu, dan nyeri
dada pleuritik.5) Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor
primer pada paru-paru, mammae, kelenjar linife, gaster, ovarium.
Efusi pleura terjadi bilateral dengan ukuran jantung yang tidak
membesar.
6) Efusi parapneumoni adalah efusi pleura yang menyertai
pneumonia bakteri, abses paru atau bronkiektasis. Khas dari
penyakit ini adalah dijumpai predominan sel-sel PMN dan pada
beberapa penderita cairannya berwarna purulen (empiema). Meskipun
pada beberapa kasus efusi parapneumonik ini dapat diresorpsis oleh
antibiotik, namun drainage kadang diperlukan pada empiema dan efusi
pleura yang terlokalisir.
b. Transudat, disebabkan oleh :1. Gangguan
kardiovaskularPenyebab terbanyak adalah decompensatio cordis.
Sedangkan penyebab lainnya adalah perikarditis konstriktiva, dan
sindroma vena kava superior. Patogenesisnya adalah akibat
terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler
dinding dada sehingga terjadi peningkatan filtrasi pada pleura
parietalis. Di samping itu peningkatan tekanan kapiler pulmonal
akan menurunkan kapasitas reabsorpsi pembuluh darah subpleura dan
aliran getah bening juga akan menurun (terhalang) sehingga filtrasi
cairan ke rongg pleura dan paru-paru meningkat. Tekanan hidrostatik
yang meningkat pada seluruh rongga dada dapat juga menyebabkan
efusi pleura yang bilateral. Tapi yang agak sulit menerangkan
adalah kenapa efusi pleuranya lebih sering terjadi pada sisi kanan.
Terapi ditujukan pada payah jantungnya. Bila kelainan jantungnya
teratasi dengan istirahat, digitalis, diuretik dll, efusi pleura
juga segera menghilang. Kadang-kadang torakosentesis diperlukan
juga bila penderita amat sesak.2. HipoalbuminemiaEfusi terjadi
karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura dibandingkan
dengan tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi kebanyakan
bilateral dan cairan bersifat transudat. Pengobatan adalah dengan
memberikan diuretik dan restriksi pemberian garam. Tapi pengobatan
yang terbaik adalah dengan memberikan infus albumin.3. Hidrothoraks
hepatikMekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura
melalui lubang kecil yang ada pada diafragma ke dalam rongga
pleura. Efusi biasanya di sisi kanan dan biasanya cukup besar untuk
menimbulkan dyspneu berat. Apabila penatalaksanaan medis tidak
dapat mengontrol asites dan efusi, tidak ada alternatif yang baik.
Pertimbangan tindakan yang dapat dilakukan adalah pemasangan pintas
peritoneum-venosa (peritoneal venous shunt, torakotomi) dengan
perbaikan terhadap kebocoran melalui bedah, atau torakotomi pipa
dengan suntikan agen yang menyebakan skelorasis.4. Meigs
SyndromSindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada
penderita-penderita dengan tumor ovarium jinak dan solid. Tumor
lain yang dapat menimbulkan sindrom serupa : tumor ovarium kistik,
fibromyomatoma dari uterus, tumor ovarium ganas yang berderajat
rendah tanpa adanya metastasis. Asites timbul karena sekresi cairan
yang banyak oleh tumornya dimana efusi pleuranya terjadi karena
cairan asites yang masuk ke pleura melalui porus di diafragma.
Klinisnya merupakan penyakit kronis.5. Dialisis PeritonealEfusi
dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi
unilateral ataupun bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari
rongga peritoneal ke rongga pleura terjadi melalui celah diafragma.
Hal ini terbukti dengan samanya komposisi antara cairan pleura
dengan cairan dialisat.6. Effusi hemoragisEffusi hemoragis dapat
disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru,
tuberkulosis.
B. Berdasarkan Lokasi Cairan Yang TerbentukBerdasarkan lokasi
cairan yang terbentuk, efusi dibagi menjadi unilateral dan
bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang
spesifik dengan penyakit penyebabnya akan tetapi efusi yang
bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit gagal jantung kongestif,
sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus
systemic, tumor dan tuberkolosis. Efusi pleura bukanlah suatu
disease entity tapi merupakan gejala penyakit, diantaranya :
Pleuritis karena virus dan mikoplasma Pleuritis karena bakteri
piogenik Pleuritis tuberkulosa Pleuritis karena jamur Efusi pleura
karena kelainan intra abdominal ( cirosis hepatis, syndrom Meig,
dialisis peritoneal ) Efusi pleura karena penyakit kolagen ( lupus
eritematosus, artritis rheumatoid, skleroderma ) Efusi pleura
karena gangguan sirkulasi ( gangguan kardiovaskuler, emboli
pulmonal, hipoalbuminemia ). Efusi pleura karena neoplasma (
mesotelioma, karsinoma bronkhus, neoplasma metastatik, lymfoma
maligna ). Efusi pleura karena sebab lain ( trauma, uremia,
miksedema, limfodema, demam familial mediteranian, reaksi
hipersensitif terhadap obat, sydrom dressler, sarkoidosis ).
3.1.4 PATOFISIOLOGI1,3,4Pada orang normal, cairan di rongga
pleura sebanyak 10-20 cc. Cairan di rongga pleura jumlahnya tetap
karena ada keseimbangan antara produksi oleh pleura parientalis dan
absorbsi oleh pleura viceralis. Keadaan ini dapat dipertahankan
karena adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatis pleura
parientalis sebesar 9 cmH2O dan tekanan koloid osmotic pleura
viceralis. Namun dalam keadaan tertentu, sejumlah cairan abnormal
dapat terakumulasi di rongga pleura. Cairan pleura tersebut
terakumulasi ketika pembentukan cairan pleura lebih dari pada
absorbsi cairan pleura, misalnya reaksi radang yang meningkatkan
permeabilitas vaskuler. Selain itu, hipoprotonemia dapat
menyebabkan efusi pleura karena rendahnya tekanan osmotic di
kapiler darah.Secara garis besar akumulasi cairan pleura disebabkan
karena dua hal yaitu:1.Pembentukan Cairan Pleura Berlebihan. Hal
ini dapat terjadi karena peningkatan: permeabilitas kapiler
(peradangan, neoplasma), tekanan hidrostatik di pembuluh darah ke
jantung/ vena pulmonaris (kegagalan jantung kiri), tekanan negatif
intrapleura (atelektasis). 2.Penurunan Kemampuan Absorbsi Sistem
Limfatik Hal ini disebabkan karena beberapa hal antara lain:
obstruksi stomata, gangguan kontraksi saluran limfe, infiltrasi
pada kelenjar getah bening, peningkatan tekanan vena sentral tempat
masuknya saluran limfe dan tekanan osmotic koloid yang menurun
dalam darah, misalnya pada hipoalbuminemi. Patofisiologi terjadinya
efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan protein
dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal, cairan pleura dibentuk
secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler.
Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan
jaringan interstisial submesotelial, kemudian melalui sel
mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura
dapat melalui pembuluh limfe di sekitar pleura. Proses penumpukan
cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh peradangan. Bila
proses radang disebabkan oleh kuman piogenik akan terbentuk
pus/nanah, sehingga terjadilah empyema/piotoraks. Bila proses ini
mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan
hemotoraks. Proses terjadinya pneumotoraks karena pecahnya alveoli
dekat pleura parietalis sehingga udara akan masuk ke dalam rongga
pleura. Proses ini sering disebabkan oleh trauma dada atau alveoli
yang kurang elastis lagi seperti pada pasien emfisema paru. Efusi
cairan dapat berbentuk transudat dan eksudat. Efusi transudat
terjadi karena penyakit lain bukan primer paru seperti pada gagal
jantung kongestif, sirosis hati, sindroma nefrotik, dialisis
peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis
konstriktiva, mikaedema, glomerulonefitis, obstruksi vena kava
superior, emboli pulmonal, atelektasis paru, hidrotoraks, dan
pneumotoraks. Transudat terjadi apabila hubungan normal antara
tekanan kapiler hidrostatik dan osmotik koloid terganggu sehingga
terbentuknya cairan akan melebihi reabsorbsinya. Biasanya hal ini
terdapat pada: 1) Meningkatnya tekanan kapiler sistemik 2)
Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner 3) Menurunnya tekanan osmotik
koloid dalam pleura 4) Menurunnya tekanan intra pleura Sedangkan
pada efusi eksudat, terjadi bila ada proses peradangan yang
menyebabkan permabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat
sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan
terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab
pleuritis eksudativa yang paling sering adalah akibat M.
tuberculosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa.
Sebab lain seperti parapneumonia, parasit (amuba, paragonimiosis,
ekinokokus), jamur, pneumonia atipik (virus, mikoplasma,
legionella), keganasan paru, proses imunologik seperti pleuritis
lupus (Systemic Lupus Eritematous), pleuritis rematoid,
sarkoidosis, radang sebab lain seperti pancreatitis, asbestosis,
pleuritis uremia, dan akibat radiasi. Eksudat merupakan cairan yang
terbentuk melalui membran kapiler yang permeabilitasnya abnormal
karena peradangan (infeksi, infark paru, atau neoplasma) dan berisi
protein berkonsentrasi tinggi dibandingkan protein transudat.
Protein yang terdapat dalam cairan pleura kebanyakan berasal dari
saluran limfe. Kegagalan aliran protein limfe ini (misal: pada
pleuritis tuberkulosa) akan menyebabkan peningkatan konsentrasi
protein cairan pleura, sehingga menimbulkan eksudat. Pada efusi
eksudat diperlukan pemeriksaan penunjang yang disesuaikan dengan
manifestasi klinik. Pemeriksaan penunjang yang dimaksud, antara
lain jumlah dan hitung jenis sel leukosit, kultur organisme,
pengukuran kadar glukosa dan kadar laktat dehydrogenase, analisis
sitologik, dan tes cairan pleura dengan marker tuberculosis. Efusi
transudat atau eksudat dapat dibedakan menurut perbandingan jumlah
laktat dehidrogenase (LDH) dan protein yang terdapat di dalam
cairan pleura dan serum. Efusi pleura eksudatif memenuhi setidaknya
salah satu dari ketiga kriteria berikut, sementara transudatif
tidak sama sekali memenuhi kriteria ini: 1. Perbandingan kadar
protein cairan pleura/protein serum > 0,5 2. Perbandingan kadar
LDH cairan pleura/LDH serum > 0.6 3. Kadar LDH cairan pleura
> 2/3 kadar normal tertinggi serum (>200)
3.1.5 MANIFESTASI KLINIS1,2,3,4Nyeri dada dan pergerakan rongga
dada berkurang merupakan tanda utama. Tanda nyeri dada pada
inspirasi yang disebabkan peradangan pleura, tetapi nyeri tersebut
menghilang bila terjadi akumulasi cairan yang memisahkan kedua
permukaan pleura. Bunyi gesek pleura dapat didengar sebelum adanya
cairan efusi, dan terdengar baik pada ekspirasi. Kadang-kadang
bunyi tersebut sukar dibedakan dengan bunyi ronkhi. Untuk
membedakannya pasien diperintahkan untuk batuk, biasanya suara
ronkhi akan menghilang sedangkan bunyi gesek pleura akan tetap
terdengar. Tetapi hal ini sulit dilakukan pada bayi. Sesak napas
dapat bersifat ringan, sedang atau berat namun adakalanya tidak ada
gejala sesak napas karena hal ini tergantung banyaknya cairan di
rongga pleura. Gejala lainnya seperti demam, batuk, berkeringat,
batuk darah, berat badan menurun, dan lainnya tergantung pada
etiologi. Efusi pleura sulit dideteksi dengan pemeriksaan fisik
bila akumulasi cairannya sedikit, tetapi bila akumulasi cairannya
banyak (300 500 ml) maka akan terlihat pergerakan dinding dada yang
sakit, pada perkusi akan didapatkan bunyi beda/pekak, stem
fremitusnya tidak ada, dan suara pernapasan menghilang sampai tidak
terdengar.Di atas permukaan efusi akan timbul penekanan paru-paru
oleh efusi mengakibatkan penurunan kapasitas paru dan pada
pemeriksaan fisik di dapatkan gambaran konsolidasi juga dijumpai
pernapasan bronchial.3.1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG1,3,5,63.1.6.1
Gambaran RadiologiTemuan gambaran radiologis efusi pleura
dipengaruhi oleh sifat cairannya (bebas atau loculated), jumlah
cairan, posisi pasien, proyeksi radiografi, serta adanya penyakit
paru penyerta. A. Efusi Pleura Tipikala. Posisi frontal tegakJumlah
cairan minimal yang dapat terlihat pada foto thorak tegak adalah
250-300 ml. Pada pemeriksaan foto thorax rutin tegak, cairan dalam
rongga pleura tampak sebagai perselubungan semi opak, homogen,
menutupi paru bawah yang biasanya relative radioopak dengan
permukaan atas cekung, berjalan dari medial atas ke lateral bawah
(meniscus sign). Meniscus sign ini merupakan gambaran khas seperti
garis lengkung, bagian perifer lebih tinggi dari bagian sentral,
berbentuk konkaf. Semakin sedikit cairannya, maka perbedaan antara
perifer dan sentral semakin besar oleh karena adanya daya
kapilaritas, sehingga meniscus sign tidak tampak. Pada cairan
bebas, bila difoto pada posisi PA atau AP akan didapatkan gambaran
yang berbeda, pada posisi tegak akan tampak meniscus sign, pada
posisi berbaring meniscus sign tidak tampak. Selain itu, Penumpukan
cairan di bawah cavum pleura menyebabkan sinus costofrenikus
menjadi tumpul.
A. Foto toraks PA menunjukkan elevasi dari hemidiafragma kanan
(Meniscus sign) B. Meningkatnya opasitas pada bagian hemitoraks
kanan akibat dari adanya cairan pleura
A. Foto toraks AP, menunjukkan sudut costophrenicus kanan tumpul
(tanda panah)
Karena cairan mengisi hemithoraks maka paru akan terdorong
kearah sentral/hilus dan kadang kadang mendorong mediastinum ke
arah kontralateral. Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga
pleura akan membentukbayangan seperti kurva, dengan permukaan
daerah lateral lebih tinggi daripada bagian medial. Cairan dalam
pleura kadang-kadang menumpuk menggelilingi lobus paru (biasanya
lobus bawah) dan terlihat dalam foto sebagai bayangan konsolidasi
parenkim lobus. Dapat juga menggumpul di daerah para-mediastinal
dan terlihat dalam foto sebagai figura interlobaris. Bisa juga
terdapat secara parallel dengan sisi jantung, sehingga terlihat
sebagai kardiomegali. Hal lain yang dapat juga terlihat dalam foto
dada pada efusi pleura adalah terdorongnya mediastenum pada sisi
yang berlawanan dengan cairan. Tapibila terdapat atelektasis pada
sisi yang berlawanan dengan cairan,mediastenum akan tetap pada
tempatnya. Di samping itu gambaran foto dada dapat juga menerangkan
asal mula terjadinya efusi pleura yaitu bila terdapat jantung yang
membesar, adanya masa tumor, adanya lesi tulang yang destruktif
pada keganasan, adanya ensitas parenkim yang lebih terang daripada
pneumonia atau abses paru.
Foto thorax PA pada seorang pria 50 tahun dengan limfoma
non-Hodgkin menunjukkan opacity (E) di hemithorax kiri bawah dengan
obliterasi dari hemidiaphragm kiri dan margin atas lengkung (panah)
dan pergeseran mediastinum ke kanan.Temuan ini khas dari efusi
pleura.Selain itu, ada penumpulan minimal dari sudut kostofrenikus
kanan.Kardiomegali dan kemungkinan massa mediastinum.
b. Posisi frontal lateralBila cairan kurang dari 250 ml
(100-200ml), dapat ditemukan pengisian cairan di sinus
costofrenikus posterior pada foto thorax lateral tegak. Sejumlah
kecil efusi terakumulasi di lokasi subpulmonary, menyebabkan
sedikit elevasi pada hemidiafragma ipsilateral.
Foto thorax lateral tegak, menunjukkan efusi minimal yang
terakumulasi di sulcus kostofrenikus posterior (CP).Efusi ini tidak
dapat dideteksi pada proyeksi frontal tetapi dapat terlihat pada
proyeksi lateral
Foto thorax lateral tegak menunjukkan efusi yang lebih besar
terakumulasi di dada bagian bawah, yang dapat dideteksi pada
proyeksi radiografi baik lateral maupun frontal.Efusi ini
menghasilkan penumpulan sudut kostofrenikus lateral pada proyeksi
frontal.
Foto thorax lateral tegak menunjukkan efusi moderat terakumulasi
di dada bagian bawah, yang dapat dilihat pada kedua pandangan
frontal dan lateral sebagai densitas dependen dengan margin
berbentuk meniscus.Perhatikan bahwa batas atas cairan yang
sebenarnya adalah horisontal.Namun, ada lebih banyak cairan
posterior dan lateral karena bentuk dada dan karakteristik dari
paru-paru.
B. Foto toraks lateral menunjukkan sudut costophrenicus
posterior tumpul
c. Posisi frontal supinasiDalam sebuah penelitian, volume
minimal yang diperlukan untuk menghasilkan perubahan penting pada
radiograf terlentang adalah 175 mL. Temuan normal pada posisi ini
tidak menyingkirkan adanya efusi pleura. Proyeksi pada posisi ini
paling tidak sensitif untuk mendeteksi efusi pleura. Cairan yang
jumlahnya banyak diperlukan agar bisa terdeteksi secara radiologi
terutama pada efusi bilateral.
Foto thorax PA supinasi pada seorang pria 60 tahun efusi pleura
dekstra.Cairan pleura tampak berlapis. Ada kepadatan asimetris
dengan kekaburan yang meningkat pada hemithorax kanan bawah (panah
biru). Struktur vaskular paru tidak dikaburkan oleh cairan efusi,
melainkan masih dapat terlihat (panah terbuka).
d. Posisi decubitus lateralMerupakan proyeksi radiografi paling
sensitif untuk mendeteksi efusi pleura yang mampu mendeteksi cairan
pleura kurang dari 5 ml dengan arah sinar horisontal di mana cairan
akan berkumpul di sisi samping bawah. Sejumlah kecil cairan (10-25
ml) dapat digambarkan pada proyeksi ini.
Foto Thoraks dekubitus dekstra pada wanita 42 tahun dengan
kanker payudara menegaskan efusi pleura kanan dengan menunjukkan
dependen layering cairan efusi (panah biru).
Tanda panah A menunjukkan cairan dari efusi pleurapada cavum
pleura kanan. Tanda panah B besarnya cavum thoraks yang ditarik
dari garis median tubuh ke lateral dari kavum thoraks.
B. Efusi Pleura Atipikala. Large Subpulmonary EffusionSebuah
efusi subpulmonary besar dapat dianggap sebagai efusi
atipikal.Efusi subpulmonary unilateral lebih sering di sisi
kanan.Pada pandangan tegak frontal dan lateral, efusi subpulmonary
muncul sebagai diafragma tinggi (kontur pseudodiaphragmatic).b.
Loculated Pleural EfussionSebuah distribusi atipikal cairan pleura
dapat juga disebabkan oleh loculation sekunder hingga adhesi atau
oleh perubahan parenkim paru setelah kemunduran karakteristik paru.
Mekanisme kedua dapat terjadi pada atelektasis.Loculation sekunder
hingga adhesi biasanya akibat sekunder dari efusi yang terinfeksi
atau hemoragik. Efusi Loculated menghasilkan opasitas jaringan
lunak perifer dengan margin yang halus tumpul, dan meruncing margin
jika dilihat secara tangensial.Efusi Loculated di celah paru
(seperti pada gambar di bawah) muncul sebagai opasitas elips yang
jelas dengan margin runcing.
Loculated effusion in the minor fissure (arrow). The opacity is
smoothly marginated and biconvex
Computed TomographyCT scan sensitif dalam mendeteksi efusi
pleura. Namun , efusi kecil kadang-kadang sulit untuk dibedakan
dari penebalan pleura. Peningkatan kontras sangat membantu dalam
memisahkan efusi dari atelektasis. Tidak seperti cairan pleura,
jaringan paru-paru semakin jelas dengan pemberian material kontras.
Adanya perbedaan densitas cairan dengan jaringan sekitarnya, sangat
memudahkan dalam menentukan adanya efusi pleura. CT scan lebih
unggul daripada foto polos dalam mengevaluasi adanya efusi
loculated atau efusi dengan penyakit paru-paru yang berhubungan.
modalitas ini juga lebih bermanfaat daripada radiografi polos dalam
mengevaluasi penyebab yang mendasari efusi. Hanya sajapemeriksaan
ini tidak banyak dilakukan karena biayanya masih mahal.
CT Scan menunjukkan adanya akumulasi cairan sebelah kanan
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor
Magnetic Resonance ImagingMRI dapat membantu dalam mengevaluasi
penyebab dari efusi pleura. Nodularitas dan/atau penyimpangan dari
kontur pleura, penebalan pleura yang melingkar, keterlibatan pleura
mediastinum, dan infiltrasi dari dinding dada dan/atau diafragma
merupakan tanda penyebab keganasan baik pada CT scan maupun MRI.
Telah dikemukakan bahwa intensitas sinyal MRI adalah alat yang
berharga untuk membedakan penyakit pleura ganas dari jinak.
Kombinasi intensitas sinyal MRI dan fitur morfologis lebih berguna
dan unggul daripada CT scan dalam membedakan penyakit pleura ganas
dari yang jinak.
UltrasonographyPemeriksaan dengan ultrasonografi pada pleura
dapat menentukan adanya cairan dalam rongga pleura. Pemeriksaan ini
sangat membantu sebagaipenentuan waktu melakukan aspirasi cairan
tersebut, terutama pada efusi yang terlokalisasi. Ultrasonografi
terutama digunakan untuk mengkonfirmasi efusi pada pasien dengan
radiografi dada yang tidak normal dan untuk memandu prosedur
intervensi (misalnya , thoracentesis, biopsi, penempatan saluran
dada). Ultrasonografi sangat membantu dalam karakterisasi efusi
pleura dan dalam membedakan efusi pleura dan penebalan pleura.
Modalitas ini juga berguna dalam mengevaluasi beberapa penyebab
efusi.
Ultrasonogram dengan metastasis efusi pleura. Cairan anechoic
(E) dapat dilihat pada hemithoraks kiri bawah
3.1.6.2 TorakosintesisTorakosentesis dilakukan untuk tujuan
mencari penyebab ataupun menghilangkan rasa sesak dengan cara
mengeluarkan cairan serta memasukan antibiotik dan antiseptik ke
rongga pleura pasien. Kontra indikasi adalah pada pasien yang
mengalami kelainan pembekuan darah. Torakosentesis dilakukan pada
posisi duduk, untuk menentukan batas atas dari efusi dapat
diketahui dengan pemeriksaan fisik. Torakosentesis dilakukan di
sela iga di linea aksilaris, linea aksilaris posterior ujung tulang
belikat dan linea aksilaris anterior di bawah permukaan cairan, dan
permukaan kulit tempat tusukan harus bebas dari segala penyakit dan
jarum tusukan sedalam 5 10 cm ke arah vertebra.1,2,3
3.1.6.3 Analisa Cairan Pleura1,2,3Normal cairan pleura seperti
air, tidak berwarna dan tidak berbau. Komposisi normal cairan
pleura Volume : 0,1 0,2 ml/kg Sel/mm3 : 1.000 5.000 % sel
mesothelial : 3 70% % monosit : 30 75% % limfosit : 2 30% %
granulosit : 10% Protein : 1 2 g/dl % albumin : 50 70% Glukosa :
sama dengan kadar plasma LDH : < 50% kadar plasma Warna Cairan.
Cairan transudat biasanya berwarna jernih dan kekuning-kuningan.
Sedangkan cairan yang banyak mengandung protein dan sel serta
cairan makin keruh disebut cairan eksudat. Kultur Bakteriologi.
Biasanya cairan pleura steril tapi kadang-kadang dapat mengandung
mikroorganisme seperti pneumococcus, klebsiella, pseudomonas,
enterobacter, dan tuberculosa.
3.1.6.4 Sitologi1,2,3Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura
amat penting untuk diagnosis penyakit pleura, terutama bila
ditemukan sel-sel patologis atau sel-sel tertentu, yaitu: 2Sel-sel
patologis pada cairan pleura Sel neutrofil : menunjukan adanya
infeksi akut Sel limfosit : menunjukan adanya infeksi kronis,
seperti pleuritis tuberkulosa atau limfoma malignum Sel mesotel :
bila jumlahnya meningkat, ini menunjukan adanya infark paru Sel
mesotel maligna : pada mesotelioma Sel-sel besar dengan banyak inti
: pada arthritis rheumatoid Sel LE : pada lupus eritematosus
sistemik
3.1.6.5 Biokimia1,2,3Secara biokimia efusi pleura terbagi atas
transudat dan eksudat yang perbedaannya dapat dilihat pada tabel di
bawah:
Tabel 3.1 Biokimia Cairan EfusiParameterTransudatEksudat
Kadar protein dalam efusi (g/dl)< 3 3
Kadar protein dalam serum< 0,5> 0,5
Kadar LDH dalam efusi (IU)< 200> 200
Kadar LDH dalam serum< 0,6> 0,6
Berat jenis cairan efusi< 1,016> 1,016
Rivalta(-)(+)
3.1.6.6 Tes Tuberkulin3.1.6.7 Kultur darah/sputum3.2.6.8 Biopsi
PleuraBiopsi pleura parietalis merupakan yang paling baik untuk
mendiagnosa efusi pleura. Umumnya biopsi pleura dilakukan setelah
torakosentesis. Dapat dilakukan bila ternyata hasil biopsi pertama
tidak memuaskan atau dapat dilakukan beberapa biopsi
ulangan.2,3
3.1.7 TATALAKSANA1,2,3 Penatalaksanaan untuk efusi pleura
berbeda berdasarkan penyakitdasarnya.1. Efusi karena gagal jantung
diuretik torakosentesis diagnostik bila efusi menetap dengan terapi
diuretic, efusi unilateral, efusi bilateral, ketinggian cairan
berbeda bermakna efusi + febris, efusi + nyeri dada pleuritik2.
Efusi karena Parapneumonia/ Empiema torakosentesis antibiotika
drainase3. Efusi Pleura karena Pleuritis Tuberkulosa obat anti
tuberkulosis (minimal 9 bulan) + kortikosteroid dosis0,75-1
mg/kgBB/hari selama 2-3 minggu, torakosentesis terapeutik, bila
sesak atau efusi > tinggi dari sela iga III4. Efusi Pleura
Keganasan drainase dengan chest tube pleurodesis kimiawi. Kandidat
yangbaik untuk pleurodesis adalah:a. terjadi rekurens yang cepatb.
angka harapan hidup: minimal beberapa bulanc. pasien tidak
debilitasid. cairan pleura dengan pH >7,30 terapi kanker paru5.
Hemothoraks chest tube/ thoracostomy bila perdarahn >
200ml/jam,pertimbangkan torakotomi6. Efusi karena Penyebab Lain :
atasi penyakit primer
3.2 TUBERKULOSIS PARU3.2.1 DefinisiTB paru adalah suatu penyakit
infeksi kronik jaringan paru yang disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis.73.2.2 EtiologiTuberkulosis (TB) merupakan penyakit
menular kronis yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium
tuberculosis. Kuman ini berbentuk batang (panjang 1-4 mikron,
diameter 0,3-0,6 mikron), mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam pada pewarnaan (Basil Tahan Asam). Kuman TB cepat
mati dengan sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup
beberapa jam di tempat yang gelap dan lembek. Dalam jaringan tubuh,
kuman ini dapat dorman selama beberapa tahun. Kuman dapat
disebarkan dari penderita TB BTA positif kepada orang yang berada
disekitarnya, terutama yang kontak erat. Masa tunas (masa inkubasi)
penyakit tuborkulosis paru adalah mulai dari terinfeksi sampai pada
lesi primer muncul, sedangkan waktunya berkisar antara 4 12 minggu
untuk tuberkulosis paru.7,83.2.3 Klasifikasi Tuberkulosis Paru
yaitu tuberkulosis yang menyerang jaringan paru tidak termasuk
pleura. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA) TB paru dapat
dibagi menjadi:7,8,91. Tuberkulosis paru Basil Tahan Asam (BTA)
positif adalah: Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak
menunjukkan hasil BTA positif Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak
menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran
tuberkulosis aktif Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak
menunjukkan BTA positif dan biakan positif.2. Tuberkulosis paru BTA
negatif adalah: Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA
negatif, gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan
tuberkulosis aktif. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA
negatif dan biakan M. tuberculosis positif.Klasifikasi berdasarkan
tipe penderita ini ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya.1 Kasus baru: pasien yang belum pernah mendapat
pengobatan dengan Obat Anti-tuberkulosis (OAT) atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari 1 bulan.2 Kasus kambuh (Relaps): pasien
tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak
positif atau biakan positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif
tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif/perburukan dan
terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan:
i. Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur,
keganasan, dll)ii. TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter
spesialis yang berkompeten menangani tuberkulosis.3Kasus putus obat
(default atau drop out): pasien yang telah menjalani pengobatan 1
bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih
sebelum masa pengobatannya selesai.4Kasus gagal: pasien BTA positif
yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir
bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir
pengobatan. 5Kasus kronik: pasien dengan hasil pemeriksaan BTA
masih positif setelah pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2
dengan pengawasan yang baik.6Kasus bekas TB: Hasil pemeriksaan BTA
negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran radiologi paru
menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan
gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih
mendukung. Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah
mendapat pengobatan OAT 2 bulan serta foto toraks ulang tidak ada
perubahan gambaran radiologi
3.2.4 Patogenesis4,7,8,9a. Tuberkulosis primerPenularan TB paru
terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi
doplet nuclei dalam udara sekitar kita. Bila partikel infeksi ini
terhisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau
jaringan paru . partikel dapat masuk kedalam alveoli bila ukuran
partikel 5 mm dan 10% diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi
karena kuman yang dormant.c. Berkomplikasi dan menyebar secara Per
kontinuitatum yakni menyebar kesekitarnya Secara bronkogen pada
paru yang bersangkutan maupun paru yang disebelahnya. Kuman dapat
juga tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus
Secara limfogen, keorgan tubuh lain-lainnya Secara hematogen,
keorgan tubuh lainnya
b. Tuberkulosis Pasca Primer (Tuberkulosis Sekunder)Kuman yang
dormant pada TB primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai
infeksi endogen menjadi TB dewasa. TB sekunder ini terjadi karena
imunitas yang menuruun seperti malnutrisi, alkohol, maligna, DM,
AIDS dan gagal ginjal. TB ini dimulai dari sarang dini yang
berlokasi diregio atas paru (bagian apikal posterior lobus superior
atau inferior). Invasinya adalah kedaerah parenkim paru-paru dan
tidak ke nodul hiler paru. Sarang ini mula-mula juga berbentuk
sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi
tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit
dan sel datia langhans yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan
berbagai jaringan ikat. TB ini juga dapat berasal dari infeksi
endogen dari usia muda menjadi TB usia tua. Tergantung dari jumlah
kuman, virulensinya dan imunitas pasien.
3.2.5 Gejala klinis7,8,9,10Gambaran klinik TB paru dapat dibagi
menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik.A.
Gejala respiratorik, meliputi:1. Batuk. Gejala batuk timbul paling
dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan.
Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur
darah bila sudah ada kerusakan jaringan.2. Batuk darah. Darah yang
dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis
atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam
jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh
darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya
pembuluh darah yang pecah.3. Sesak napas. Gejala ini ditemukan bila
kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang
menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan
lain-lain.4. Nyeri dada. Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri
pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan
di pleura terkena.B.Gejala sistemik, meliputi:1. Demam merupakan
gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam
hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin
panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.2.
Gejala sistemik lainGejala sistemik lain ialah keringat malam,
anoreksia, penurunan berat badan serta malaise. Timbulnya gejala
biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi
penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang
dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.
3.2.6 Pemeriksaan Fisik7,8 Pada keadaan umum pasien mungkin
ditemukan konjungtiva mata atau kulit pucat, karena anemia, suhu
demam (subfebris), badan kurus atau berat badan menurun. Tempat
kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks
(puncak) paru. Bila dicurigai adanya infiltrate yang agak luas,
maka didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara nafas
bronchial. Akan didapatkan juga suara nafas tambahan berupa ronki
basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrate ini diliputi oleh
penebalan pleura, suara nafasnya menjadi vesicular lemah. Bila
terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara
hipersonor atau timpani, dan auskultasi memberikan suara
amporik.Pada tuberculosis paru yang lanjut dengan fibrosis yang
luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot intercostals.
Bagian paru yang sakit jadi menciut dan menarik isi mediastinum
atau paru lainnya. Paru yang sehat menjadi lebih hiperinflasi. Bila
jaringan fibrotic amat luas yakni lebih dari setengah jumlah
jaringan paru-paru, akan terjadi pengecilan daerah aliran darah
paru dan selanjutnya meningkatkan tekanan arteri pulmonalis
(hipertensi pulmonal) diikuti terjadinya kor pulmonal dan gagal
jantung kanan. Disini akan didapatkan tanda-tanda kor polmunal
dengan gagal jantung kanan seperti takipneu, takikardi, sianosis,
right ventricular lift, right atrial gallop, mur-mur Graham Steel,
bunyi P2 mengeras, tekanan vena jugularis yang meningkat,
hepatomegali, asites dan edema. Bila tuberculosis mengenai pleura,
sering terbentuk efusi pleura. Paru yang sakit terlihat agak
tertinggal dalam pernafasan. Perkusi memberikan suara pekak.
Auskultasi memberikan suara nafas yang lemah sampai tidak terdengar
sama sekali.
3.2.7 Pemeriksaan Penunjang6,7,10,11 a. Pemeriksaan
bakteriologiuntuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang
sangat penting dalam menegakkan diagnosa. Bahannya dapat berasal
dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus,
bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar, urin, feses dan jaringan
biopsi. Pemeriksaan bakteriologi dapat dilakukan dengan cara
pemeriksaan mikroskopis dan biakan. Pemeriksaan Mikroskopis.
Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan hapusan dahak mikroskopis
langsung yang merupakan metode diagnosis standar. Pemeriksaan ini
untuk mengidentifikasi BTA yang memegang peranan utama dalam
diagnosis TB Paru. Selain tidak memerlukan biaya mahal, cepat,
mudah dilakukan, akurat, pemeriksaan mikroskopis merupakan
teknologi diagnostik yang paling sesuai karena mengindikasikan
derajat penularan, risiko kematian serta prioritas pengobatan.
Pemeriksaan biakan kuman. Melakukan pemeriksaan biakan dimaksudkan
untuk mendapatkan diagnosis pasti dan dapat mendeteksi
mikobakterium tuberkulosis dan juga Mycobacterium Other Than
Tuberculosis (MOTT) b. Pemeriksaan RadiologiTiga macam proyeksi
pemotretan pada foto toraks pasien dicurigai TB:1. Proyeksi
Postero-Anterior (PA): Pada posisi PA, pengambilan foto dilakukan
pada saat pasien dalam posisi berdiri, tahan nafas pada akhir
inspirasi dalam. Bila terlihat suatu kelainan pada proyeksi PA,
perlu ditambah proyeksi lateral.2. Proyeksi Lateral: Pada proyeksi
lateral, posisi berdiri dengan tangan disilangkan di belakang
kepala. Pengambilan foto dilakukan pada saat pasien tahan napas dan
akhir inspirasi dalam.3. Proyeksi Top Lordotik: Dibuat bila foto PA
menunjukkan kemungkinan adanya kelainan pada daerah apeks kedua
paru. Proyeksi tambahan ini hendaknya dibuat setelah foto rutin
diperiksa dan bila terdapat kesulitan dalam menginterpretasikan
suatu lesi di apeks. Pengambilan foto dilakukan pada posisi berdiri
dengan arah sinar menyudut 35-45 derajat arah caudocranial, agar
gambaran apeks paru tidak berhimpitan dengan klavikula.
Klasifikasi TB paru berdasarkan gambaran radiologis :i.
Tuberkulosis PrimerHampir semua infeksi TB primer tidak disertai
gejala klinis, sehingga paling sering didiagnosis dengan tuberkulin
test. Pasien dengan TB primer sering menunjukkan gambaran foto
normal. Pada 15% kasus tidak ditemukan kelainan, bila infeksi
berkelanjutan barulah ditemukan kelainan pada foto toraks. Lokasi
kelainan biasanya terdapat pada satu lobus, dan paru kanan lebih
sering terkena, terutama di daerah lobus bawah, tengah dan lingula
serta segmen anterior lobus atas. Kelainan foto toraks pada
tuberculosis primer ini adalah adalah limfadenopati, parenchymal
disease, miliary disease, dan efusi pleura. Pada paru bisa dijumpai
infiltrat dan kavitas. Salah satu komplikasi yang mungkin timbul
adalah Pleuritis eksudatif, akibat perluasan infitrat primer ke
pleura melalui penyebaran hematogen. Komplikasi lain adalah
atelektasis akibat stenosis bronkus karena perforasi kelenjar ke
dalarn bronkus. Baik pleuritis maupun atelektasis pada anak-anak
mungkin demikian luas sehingga sarang primer tersembunyi
dibelakangnya.
Tuberculosis dengan komplek primer (hanya hilus kiri membesar).
Foto toraks PA dan lateral
Tuberculosis disertai komplikasi pleuritis eksudativ dan
atelektasis - Pleuritis TB
ii. Tuberkulosis sekunder atau tuberkulosis
reinfeksiTuberkulosis yang bersifat kronis ini terjadi pada orang
dewasa atau timbul reinfeksi pada seseorang yang semasa kecilnya
pernah menderita tuberculosis primer, tetapi tidak diketahui dan
menyembuh sendiri. Kavitas merupakan ciri dari tuberculosis
sekunder.
Tuberculosis dengan cavitas
Bercak infiltrat yang terlihat pada foto roentgen biasanya
dilapangan atas dan segmen apikal lobi bawah. Kadang-kadang juga
terdapat di bagian basal paru yang biasanya disertai oleh
pleuritis. Pembesaran kelenjar limfe pada tuberkulosis sekunder
jarang dijumpai. Klasifikasikasi tuberkulosis sekunder menurut
American Tuberculosis Association ( ATA ):1. Tuberculosis minimal :
luas sarang-sarang yang kelihatan tidak melebihi daerah yang
dibatasi oleh garis median, apeks dan iga 2 depan, sarang-sarang
soliter dapat berada dimana saja. Tidak ditemukan adanya kavitas2.
Tuberkulosis lanjut sedang (moderately advance tuberculosis ) :
Luas sarang -sarang yang berupa bercak infiltrat tidak melebihi
luas satu paru. Sedangkan bila ada kavitas, diameternya tidak
melebihi 4 cm. Kalau bayangan sarang tersebut berupa awan - awan
menjelma menjadi daerah konsolidasi yang homogen, luasnya tidak
boleh melebihi 1 lobus paru .3. Tuberkulosis sangat lanjut (far
advanced tuberculosis ) : Luas daerah yang dihinggapi sarang-sarang
lebih dari 1 paru atau bila ada lubang -lubang, maka diameter semua
lubang melebihi 4 cm.
Beberapa bentuk kelainan yang dapat dilihat pada foto roentgen,
antara lain:1. Sarang eksudatif: awan atau bercak-bercak yang
batasnya tidak tegas dengan densitas rendah.2. Sarang produktif:
butir-butir bulat kecil, batasnya tegas dan densitasnya sedang.3.
Sarang induratif atau fibrotik, yaitu berbentuk garis-garis
berbatas tegas, dengan densitas tinggi.4. Kavitas atau lubang5.
Sarang kapur (kalsifikasi)
Cara pembagian yang lazim di Amerika Serikat adalah :1.
Sarang-sarang berbentuk awan atau bercak infiltrat dengan densitas
rendah hingga sedang dengan batas tidak tegas. Sarang -sarang ini
biasanya menunjukan suatu proses aktif.2. Lubang ( kavitas ).
Berarti proses aktif kecuali bila lubang sudah sangat kecil, yang
dinamakan residual cavity .3. Sarang-sarang seperti garis (
fibrotik ) atau bintik - bintik kapur ( kalsifikasi, yang biasanya
menunjukkan proses telah tenang ( fibrocalcification)
Tuberculosis dengan cavitas
Tuberculosis dengan kalsifikasic. Pemeriksaan BACTECMerupakan
pemeriksaan teknik yang lebih terbaru yang dapat mengidentifikasi
kuman tuberkulosis secara lebih cepat. Metode yang digunakan adalah
metode radiometrik. M. Tuberkulosis metabolisme asam lemak yang
kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh
mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif
pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis
dan melakukan uji kepekaan.
d. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)Pemeriksaan ini
adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk DNA M.
Tuberkulosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini
adalah kemungkinan kontaminasi. Hasil pemeriksaan PCR dapat
membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut
dikerjakan dengan cara benar dan sesuai dengan standar
internasional.Pada tuberkulosis pasca primer, penyebaran kuman
terjadi secara bronkogen, sehingga penggunaan sampel darah untuk
uji PCR tidak disarankan. Sebaliknya bila sampel yang diperiksa
merupakan dahak dari penderita yang dicurigai menderita
tuberkulosis paru, masih ada beberapa faktor yang perlu
dipertimbangkan sebelum menggunakan PCR sebagai sarana diagnosis
tuberkulosis paru.
e. Pemeriksaan SerologiPemeriksaan serologi dilakukan dengan
beberapa metode seperti: Enzym Linked Immunsorbent Assay
(ELISA)Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat
mendeteksi respons humoral berupa proses antigen antibodi yang
terjadi.3 Kelemahan utama dari teknik ELISA ini adalah pengenceran
serum yang tinggi dan perlu dilakukan untuk mencegah ikatan
nonspesifik dari imunoglobulin manusia pada plastik. ICT (Immun
Chromatografic Tuberculosis)Uji ICT adalah uji serologi untuk
mendeteksi antibodi M. Tuberkulosis dalam serum. Uji ini merupakan
uji diagnostik tuberkulosis yang menggunakan 5 antigen spesifik
yang berasal dari membran sitoplasma M. Tuberculosis. MycodotUji
ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia.
Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomanan yang ditempel dengan
alat yang berbentuk sisir plastik. Uji peroksidase anti
peroksidaseUji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi
reaksi serologi yang terjadi. Uji serologi yang baru/ IgG TB Uji
ini adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara mendeteksi
antibodi IgG dengan antigen spesifik untuk mikobakterium
tuberkulosis. Di luar negeri metode ini lebih sering digunakan
untuk mendiagnosa TB ekstraparu, tetapi kurang baik untuk diagnosa
TB pada anak.
3.2.8 Pemeriksaan penunjang lainnya9,101. Pemeriksaan analisis
cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura2. Pemeriksaan
histopatologi jaringan3. Pemeriksaan darah: Laju Endap Darah (LED)
jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan
pasien. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi LED yang
normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfosit juga kurang
spesifik.4. Uji tuberkulin: positif menunjukkan ada infeksi
tuberkulosis.
3.2.9 Tatalaksana8,9Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi 2
fase yaitu fase intensif (2 3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7
bulan. 1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah : INH
Rifampisin Pirazinamid Streptomisin Etambutol2. Jenis obat tambahan
lainnya (lini 2) Kanamisin Amikasin Kuinolon Obat lain masih dalam
penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam klavulanat Beberapa
obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain:i.
Kapreomisinii. Sikloseriniii. PAS (dulu tersedia)iv. Derivat
rifampisin dan INHv. Thioamides (ethionamide dan prothionamide)
Tabel 3.2 Dosis OATObat Dosis Dosis yang dianjurkanDosis Maks
Dosis (mg)/Kg BB
(mg/Kg BB/Hari)Harian (mg/Kg BB/Hari)Intermitten (mg/Kg
BB/Kali)(mg)< 4040 - 60>60
R8 121010600300450600
H4 6 510300150300450
Z 20 30 253575010001500
E15 20 153075010001500
S15 18 15151000Sesuai BB7501000
Paduan obat TB Paru dapat dibagi atas 4 kategori, yaitu:
Kategori I: Kasus: TB paru BTA +, BTA -, lesi luas Pengobatan: 2
RHZE/ 4 RH atau 2 RHZE/ 6 HE; 2RHZE/ 4R3H3. Kategori II: Kasus:
Kambuh Pengobatan: RHZES/ 1RHZE/ sesuai hasil uji resistensi atau
2RHZES/ 1RHZE/5RHE Kasus: Gagal pengobatan Pengobatan: kanamisin,
ofloksasin, etionamid, sikloserin/ ofloksasin, etionamid,
sikloserin atau 2RHZES/ 1RHZE/ 5RHE Kasus: TB Paru putus berobat
Pengobatan: 2RHZES/ !RHZE/ 5R3H3E3 Kategori III: Kasus: TB paru BTA
lesi minimal Pengobatan: 2 RHZE/ 4RH atau 6 RHE atau 2RRHZE 4 R3H3
Kategori IV: Kasus: Kronik Pengobatan: RHZES/ sesuai hasil uji
resistensi (minimal OAT yang sensitif) + obat lini 2 (pengobatan
minimal 18 bulan). Kasus: MDR TB Pengobatan: Sesuai uji resistensi+
OAT lini 2 atau H seumur hidup.
BAB IVKESIMPULANPada laporan kasus ini, pasien Tn. D (44 tahun)
didiagnosis dengan efusi pleura sinistra e.c susp TB paru dan TB
paru. Dari hasil anamnesis Os merasa sesak nafas sejak 1 bulan yang
lalu dan semakin memberat 1 minggu SMRS. Sesak dirasakan berkurang
saat berbaring miring ke kiri atau duduk, sesak tidak dipengaruhi
cuaca, aktifitas, emosi dan obat-obatan. Sesuai dengan literatur,
hal tersebut mengarah ke efusi pleura. Selain itu, Os juga mengeluh
batuk berdahak sejak + sejak 2 bulan SMRS, dahak kental warna putih
kekuningan. Keluhan lain yang menyertai berupa badan lemas, demam
di malam hari, berkeringat di malam hari, nafsu makan menurun,
berat badan menurun, dan mual. Sesuai dengan literatur, hal
tersebut mengarah ke Tuberculosis paru. Os tidak mengeluhkan dada
berdebar dan selama ini tidak pernah memiliki riwayat darah tinggi,
panyakit jantung, maupun kencing manis sehingga efusi pleura yang
disebabkan oleh gangguan kardiovaskular mungkin dapat
disingkirkan.Dari pemeriksaan fisik ditemukan vocal fremitus taktil
menurun di lapangan paru kiri mulai ICS VI ke bawah, begitu juga
dengan suara nafas yang melemah di lapangan paru kiri mulai ICS VI
ke bawah. Hal tersebut membantu untuk menegakkan diagnosis efusi
pleura sinistra. Pemeriksaan fisik JVP maupun jantung dalam batas
normal sehingga penyebab efusi pleura karena gangguan
kardiovaskular dapat disingkirkan. Dari pemeriksaan laboratorium
didapatkan leukosit sedikit meningkat yang menunjukkan adanya
proses infeksi bakteri, dari pemeriksaan x-ray thoraks disimpulkan
bahwa pasien ini mengalami KP duplex dan efusi pleura sinistra,
sedangkan jantung dalam batas normal. Untuk lebih memastikan lagi
diagnosis efusi pleura e.c TB paru, disarankan untuk dilakukan
pemeriksaan BTA sputum, kimia darah lengkap, laju endap darah,
analisis dan sitology cairan pleura.Untuk menegakkan diagnosis
efusi pleura tuberkulosis diperlukan anamnesis yang tepat,
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. Harus dapat
ditentukan penyebab efusi pleura berasal dari penyakit pada paru
sendiri, penyakit lain, atau gangguan metabolik karena penanganan
penyebabnya akan berbeda.DAFTAR PUSTAKA
1. Djoerban Z, Samsuridjal D. Dalam: Budoyo AW, Bambang S, Idrus
A, Marcellus SK, Siti S, editor. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
ke-empat. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.
2. Light RW. Update on Tuberculous Pleural Effusion.
Respirology:2010(15);451-4583. Alsagaff, hood dan h. Abdul mukty.
2002. Dasar-dasar ilmu penyakit paru. Surabaya: airlanggauniversity
press4. Price, sylvia a. Dan lorraine m. Wilson. 2005.
Patofisiologi konsep klinisproses-proses penyakit.vol 2. Ed. 6.
Jakarta: EGC5. Mller, n. L., franquet, t., lee, k. S. & silva,
c. I. S. 2007. Imaging of pulmonary infections, philadelphia,
lippincott williams & wilkins.6. Rasad, Sjahriar. Radiologi
Diagnostik. Edisi 2. Balai Penerbit FKUI: Jakarta. 2009.7. Joshua
B, Christopher JW, Gillian B, et all . Tuberculosis; Radiological
Review. Radiographics Vol 27 No.5 Pg.1255-1265 . September-October
20078. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis paru. dalam : Sudoyo Aru W
dkk, editor. Buku ajar penyakit dalam. Jilid II. Edisi 4. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
UI; 2006. hal. 988-993.9. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. dalam: Yoga
Aditama T dkk, editor. Tuberkulosis. edisi 1. Jakarta: Indah Offset
Citra Grafika; 2006. hal. 14-53.10. Danusantoso H. Tuberkulosis
Paru. dalam : Rachman lani, editor. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru.
Jakarta: Hipokrates; 2000. Hal 93-154.11.
www.tbindonesia.or.id/pdf/buku.pedoman.nasional.pdf. diakses pada
tanggal 6 November 2014
20