EFEKTIVITAS SISTEM PEMBELAJARAN TAHFIZH AL-QUR’AN di PONDOK PESANTREN TAHFIDZ DAARUL QUR’AN TANGERANG Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Disusun oleh: MIFTAH HABIBIE NIM. 1113011000092 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019
87
Embed
EFEKTIVITAS SISTEM PEMBELAJARAN TAHFIZH AL-QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45310/1/Miftah Habibie.pdfnamun berkat dorongan dan bantuan dari berbagai
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
EFEKTIVITAS SISTEM PEMBELAJARAN TAHFIZH
AL-QUR’AN di PONDOK PESANTREN TAHFIDZ DAARUL
QUR’AN TANGERANG
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Disusun oleh:
MIFTAH HABIBIE
NIM. 1113011000092
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
vi
ABSTRAK
Miftah Habibie, 1113011000092, Efektivitas Sistem Pembelajaran Tahfidz Al-Qur’an
di Pondok Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an Tangerang di bawah bimbingan Tanenji,
S. Ag, M. A. Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyyah dan
Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2019
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas sistem pembelajaran
tahfidz Al-Qur’an di Pondok Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an Tangerang dalam
mengajarkan dan melatih para santri dalam menghafalkan Al-Qur’an secara utuh.
Selain itu juga tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sistem
pembelajaran tahfidz Al-Qur’an dimulai dari perencanaan, proses pembelajaran,
metode pembelajaran hingga evaluasi pembelajaran yang dilakukan di Pondok
Pesantren tahfidz Daarul Qur’an dengan maksud seberapa efektif metode pembinaan
tersebut.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metodologi
penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif, yaitu dengan menggunakan
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan.
Dengan memilih metode kualitatif ini, penulis dapat memperoleh data yang akurat.
Ditinjau dari sifat penyajian datanya, metode deskriptif merupakan penelitian yang
tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau prediksi.
Dari hasil penelitian ini penulis dapat simpulkan bahwa sistem pembelajaran
Tahfidz Al-Qur’an di Pondok Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an Tangerang sudah
efektif dimulai dari proses pembagian kelompok yang sangat ketat dalam memulai
menghafalkan Al-Qur’an, memberikan guru-guru yang hafidz dan selalu memberikan
motivasi, memberikan banyak pilihan metode menghafal Al-Qur’an, evaluasi harian
tahfidz hingga mendapatkan sanad bacaan Al-Qur’an.
Kata Kunci : Efektivitas, Sistem Pembelajaran, Tahfidz Al-Qur’an
vii
ABSTRACT
Miftah Habibie, 1113011000092, Effectiveness of the Tahfidz Al-Qur'an Learning
System in Tangerang Tahfidz Daarul Islamic Boarding School under the guidance of
Tanenji, S. Ag, MA Department of Islamic Education Faculty of Tarbiyyah and
Teacher Training, State Islamic University (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2019
This study aims to determine the effectiveness of the Tahfidz Al-Qur'an
learning system in Tangerang's Tahfidz Daarul Qur'an Islamic Boarding School in
teaching and training santri in memorizing the Qur'an in its entirety. In addition, the
purpose of this study is to find out the Tahfidz Al-Qur'an learning system starts from
planning, learning processes, learning methods to learning evaluations conducted at
Daarul Qur'an Tahfidz Islamic Boarding School with the intention of how effective
the coaching method is.
The method used in this study is to use a qualitative research methodology
with a descriptive approach, namely by using research that produces descriptive data
in the form of written or oral words. By choosing this qualitative method, the author
can obtain accurate data. Judging from the nature of the presentation of the data,
descriptive method is a study that does not seek or explain relationships, do not test
hypotheses or predictions.
From the results of this study the authors can conclude that the Tahfidz Al-
Qur'an learning system at the Tahfidz Islamic Boarding School in Daarul Qur'an
Tangerang has been effective starting from a very strict group division process in
starting to memorize the Qur'an, giving teachers who are hafidz and always provide
motivation, provide many choices of methods of memorizing the Koran, tahfidz daily
Qur’an saja akan tetapi mampu menciptakan santri-santri yang
berpengetahuan luas dan berani dalam berkompetisi para penghafal Qur’an
baik secara nasional maupun internasional. Alasan ini pula yang membuat
penulis memilih Pondok Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an sebagi objek
penelitian adalah karena pondok pesantren ini merupakan salah satu
lembaga pendidikan penyelenggaraan yang berbasis Tahfidzul Qur’an di
Tangerang.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk
meneliti lebih dalam terkait sistem pembelajaran Tahfidzul Qur’an di
pondok pesantren Daarul Qur’an Tangerang dengan judul “Efektivitas
Sistem Pembelajaran Tahfizhul Qur’an di Pondok Pesantren Tahfidz Daarul
Qur’an Tangerang ”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas,
maka penulis melihat masalah beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Berkurangnya kualitas membaca dan menghafal Al-Qur’an bagi anak-
anak zaman sekarang.
2. Mulai dijauhkannya Al-Qur’an dalam kehidupan umat Islam saat ini
pada kehidupan sehari-hari.
3. Keterbatasan lingkungan keluarga dan sekolah dalam mewujudkan
pembelajaran tahfizh Al-Qur’an secara maksimal.
4. Sarana dan prasarana serta alokasi waktu pada lingkungan keluarga dan
sekolah yang kurang mendukung dalam mengaplikasikan proses
pembelajaran tahfizh Al-Qur’an pada anak.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka penelitian ini
berfokus pada efektivitas sistem pembelajaran Tahfdzh Al-Qur’an di SMA
Pondok Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an Tangerang
12
D. Perumusan Masalah
Dari uraian identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang ada,
maka masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
:
1. Bagaimana efektivitas sistem pembelajaran Tahfidzh Al-Qur’an di
Pondok Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an Tangerang ?
2. Bagaimana pelaksanaan pengajaran Tahfidzh Al-Qur’an di Pondok
Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an Tangerang?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan
untuk :
a. Untuk mengetahui efektivitas sistem pembelajaran Tahfidzh Al-
Qur’an di Pondok Pesantren Daarul Qur’an Tangerang.
b. Untuk mengetahui sistem pengajaran Tahfidzh Al-Qur’an di
Pondok Pesantren Daarul Qur’an Tangerang secara menyeluruh.
2. Manfaat hasil penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna baik secara teoritis
maupun praktis.
a. Secara teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan
pemikiran, informasi dan wawasan bagi masa depan pondok
pesantren yang lebih baik.
b. Secara praktis
Bagi pondok pesantren yang menjadi fokus penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat dan sebagai dokumentasi
kelembagaan guna dalam meningkatkan serta membenahi proses
pendidikan bagi para santri. Selain itu juga agar dalam terus
13
konsisten dalam menjalankan proses pendidikan Tahfidz Al-
Qur’an sesuai dengan kebijakan kelembagaan.
14
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Efektivitas Sistem Pembelajaran
1. Pengertian Efektivitas Pembelajaran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring yang
disediakan oleh Kemendikbud, efektif berarti ada efeknya (akibatnya,
pengaruhnya, kesannya) atau dapat membawa hasil; berhasil guna (tentang
usaha, tindakan).1 Efektivitas merupakan kata benda dari kata “efektif”
yang berarti keektifan, atau keberhasilan, kebergunaan, dsb.
Efektivitas menurut Mulyasa adalah adanya kesesuaian antara orang
yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang ditujukan dan
memanfaatkan sumber daya dalam usaha mewujudkan tujuan operasional.2
Sedangkan menurut Moore D. Kenneth yang menjelaskan bahwa efektifitas
adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,
kualitas, dan waktu) telah tercapai, atau makin besar presentase target yang
dicapai, makin tinggi efektivitasnya3.
Maka dari beberapa pengertian efektivitas menurut para ahli diatas
dapat disimpulkan bahwa efektivitas itu sendiri bermakna suatu ukuran
yang menyatakan seberapa jauh target (kualitas, kuantitas, dan waktu) yang
telah dicapai oleh manajemen yang mana target tersebut sudah ditentukan
terlebih dahulu.
Hal ini dapat dipadankan dalam pembelajaran seberapa jauh tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan dapat dicapai sesuai dengan capaian
kualitas, kuantitas dan waktu. Dalam konteks kegiatan pembelajaran perlu
1 Lihat https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/efektif Diakses pada 27 April 2018, pada pukul 10.23
WIB 2 E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung; Remaja Rosda Karya, 2005), hal. 82 3 Mohamad Syarif Sumantri, Strategi Pembelajaran; Teori dan Praktik di Tingkat Pendidikan
dipertimbangkan efektivitasnya artinya sejauh mana tujuan yang telah
ditetapkan dapat dicapai sesuai harapan.
Efektivitas dapat dijadikan barometer untuk mengukur keberhasilan
pendidikan. Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan
dalam mewujudkan sesuatu tujuan atau sasarannya. Efektivitas
sesungguhnya merupakan sesuatu konsep yang lenih luas mencakup faktor
di dalam maupun diluar diri seseorang. Dengan demikian efektivitas
merupakan suatu konsep yang sangat penting, karena mampu memberikan
gambaran mengenai keberhasilan seseorang dalam mencapai sasaran.
Menurut Tim Pembina Mata Kuliah Didadktik Metodik Kurikulum
IKIP Surabaya, bahwa efesiensi dan keefektifan mengajar dalam proses
interaksi belajar yang baik adalah segala daya upaya guru untuk membantu
para siswa agar bisa belajar dengan baik. Untuk mengetahui keefektifan
mengajar , dengan memberikan tes, sebab hasil tes dipakai untuk
mengevaluasi berbagai aspek proses pengajaran4
Dalam dunia pendidikan efektivitas dapat ditinjau dari 2 (dua) segi,
yaitu dari segi efektifitas mengajar guru dan segi efektivutas belajar murid.
Efektivitas mengajar guru terutama menyangkut kegiatan belajar mengajar
yang direncanakan dapat dilaksanakan dengan baik. Efektivitas belajar
murid terutama menyangkut tujuan-tujuan pembelajaran yang diinginkan
telah dicapai melalui kegitan mengajar dan belajar yang ditempuh.5 Untuk
tercapainya pembelajaran yang efektif, perlu dipertimbangkan hal-hal
berikut:
a. Penguasaan bahan pelajaran
b. Cinta kepada yang diajarkan
c. Pengalaman pribadi dan pengetahuan yang dimiliki siswa
d. Variasi metode
4 Trianto. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progressif. (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2009), hal. 20 5 Mohammad Sjafei, Dasar-dasar Pendidikan, (Jakarta: Centre For Stetegic And International
Studies, 1979), cet.2, hal. 119
16
e. Seorang guru harus selalu menambah ilmunya agar dapat
meningkatkan kemampuan mengajarnya
f. Guru harus selalu memberikan pengetahuan yang aktual, sehingga
akan menimbulkan rangsangan yang efektif bagi belajar siswa
g. Guru harus berani memberikan pujian. Karena pujian yang diberikan
dengan tepat dapat memotivasu belajar siswa dengan efektif
h. Guru harus berani menimbulkan semangat belajar secara individual6.
Untuk meningkatkan cara belajar yang efektif perlu diperhatikan
beberapa hal, yang menurut Slameto adalah sebagai berikut:
1. Kondisi internal, yaitu kondisi (situasi) yang ada di dalam diri siswa
itu sendiri. Contohnya kesehatan, keamanan, ketentraman, dan
sebagainya. Siswa dapat belajar dengan baik jika kebutuhan-
kebutuhan internalnya dapat dipenuhi. Terdapat 7 (tujuh) jenjang
kebutuhan primer manusia yang harus dipenuhi, yakni:
a) Kebutuhan fisiologis
b) Kebutuhan akan keamanan
c) Kebutuhan akan kebersamaan dan cinta
d) Kebutuhan akan status (contohnya keinginan akan keberhasilan)
e) Kebutuhan self-actualisation
f) Kebutuhan untuk mengetahui dan mengerti
g) Kebutuhan estetik
2. Kondisi eksternal adalah kondisi yang ada diluar diri pribadi siswa.
Untuk dapat belajar yang efektif diperlukan lingkungan yang baik
dan teratur.
3. Strategi belajar. Belajar yang efektif dan efisien dapat tercapai
apabila dapat menggunakan strategi belajar yang tepat. Strategi
belajar diperlukan untuk dapat mencapai hasil belajar semaksimal
mungkin.7
6 Mohammad Sjafei, Dasar-dasar Pendidikan, (Jakarta: Centre For Stetegic And International
Studies, 1979), cet.2, hal. 119 7 Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rhineka Cipta, 2003), cet.
4, hal. 74-76
17
Selain itu juga pada hakikatnya belajar merupakan proses interaksi
terhadap semua situasi yang ada disekitar individu siswa. Belajar juga dapat
dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada pencapaian tujuan dan
proses berbuat (melakukan sebuah aktifitas) melalui berbagai pengalaman
yang diciptakan oleh guru. Proses pembelajaran yang efektif sangat
ditentukan sekali oleh faktor internal dan eksternal peserta didik.
1. Faktor Internal
Faktor internal yang mempengaruhi belajar efektif diantaranya:
a) Kecerdasan (Intellegent Quotient)
b) Bakat (Attitude)
c) Minat (Interest)
d) Motivasi (Motivation)
e) Rasa percaya diri (Self Confident)
f) Stabilitas emosi (Emotional Quotient)
g) Komitmen (Commitment)
h) Kesehatan fisik
2. Faktor Eksternal
Faktor internal yang mempengaruhi belajar efektif diantaranya:
a) Kompetensi guru (pedagogik, sosial, personal, dan
profesional)
b) Kualifikasi guru
c) Sarana pendukung
d) Kualitas teman sejawat
e) Atmosfer (suasana) belajar
f) Kepemimpinan kelas
g) Biaya
Mengajar adalah membimbing siswa agar mengalami proses belajar.
Dalam belajar, siswa menghendaki hasil belajar yang efektif bagi dirinya.
Untuk tuntutan itu guru harus bisa menempatkan dirinya sebagai fasilitator
untuk siswa, maka ketika guru mengajar, guru juga harus mengajar dengan
efektif. Mengajar yang efektif adalah mengajar yang dapat membawa
18
belajar siswa yang efektif pula. Belajar yang dimaksud adalah suatu aktifitas
mencari, menemukan, dan melihat pokok masalah.
Menurut Pophan dan Baker yang dikutip oleh Suyanto dan Asep
Jihad pada hakikatnya proses pembelajaran yang efektif terjadi jika guru
dapat mengubah kemampuan dan persepsi siswa dari yang sulit
mempelajari sesuatu menjadi mudah mempelajarinya. Lebih jauh mereka
menjelaskan bahwa proses belajar mengajar yang efektif sangat bergantung
pada pemilihan dan penggunaan metode pembelajaran.8
Menurut Sadiman yang dikutip oleh Trianto Ibnu Badar, keefektivan
pembelajaran adalah hasil guna yang diperoleh setelah pelaksanaan proses
belajar mengajar. Menurut Tim Pembina Mata Kuliah Didaktik Metodik
Kurukulum IKIP Surabaya, bahwa efisiensi dan kefektivan mengajar dalam
proses interaksi belajar yang yang baik adalah segala daya upaya guru untuk
membantu para siswa agar bisa belajar dengan baik. Untuk mengetahui
kefektivan mengajar, dengan memberikan tes, sebab hasil tes dapat dipakai
untuk mengevaluasi berbagai proses pembelajaran.9
Proses pembelajaran pada hakikatnya adalah proses yang
menantang siswa untuk mengembangkan kemampuan rasa dan rasio secara
seimbang, yakni merangsang kerja rasa dan otaknya secara maksimal.
Keseimbangan antara rasa dan rasio akan membawa siswa sebagai insan
yang paripurna. Kemampuan tersebut dapat ditumbuhkan dengan cara
mengembangkan rasa ingin tahu melalui berbagai kegiatan model
mencoba-coba, berpikir secara intuitif atau bereksplorasi, apapun yang
diberikan oleh guru dapat merangsang siswa untuk berpikir (learning how
to learn) dan melakukan (how to do)10
Pembelajaran yang merangsang dan juga dapat membangkitkan
pembelajaran yang efektif ditandai oleh sifatnya yang menekankan pada
8 Suyanto dan Asep Jihad, Menjadi Guru yang Profesional, (Jakarta: Erlangga, 2013), hal.101 9 Trianto Ibnu Badar al-Tabany, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan
Kontekstual, (Jakarta: PT Kharisma Putra Utama, 2015), hal.33 10 Warni Tuni Sumar dan Intan Abdul Razak, Strategi Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum
Berbasis Softskill (Yogyakarta: Deep Publish, 2016) hal. 83
19
pemberdayaan siswa secara aktif pembelajaran dan juga bukan sekedar
menekankan pada penguasaan pengetahuan tentang apa yang diajarkan
sehingga tertanam dan berfungsi sebagai muatan konsep murni yang dapat
dihayati serta dipraktekkan dalam kehidupan siswa. Pembelajaran efektif
dapat melatih dan menanamkan sikap demokratis bagi siswa dan
menekankan pada bagaimana siswa mampu belajar melalui kreativitas guru
dalam pembelajaran di kelas menjadi sebuah aktivitas yang menyenangkan,
perwujudan pembelajaran aktif dapat memberikan kecakapan hidup soft
skill dan hard skill kepada siswa.11
Menurut Soemosasmito dalam buku Mendesain Model
Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan Kontekstual yang ditulis oleh
Trianto Ibnu Badar al-Tabany menyatakan suatu pembelajaran dikatakan
efektif apabila memenuhi persyaratan utama keefektifan pengajaran, yaitu:
a. Presentasi waktu belajar siswa yang tinggi dicurahkan terhadap
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM);
b. Rata-rata perilaku melaksanakan tugas yang tinggi di antara siswa;
c. Ketetapan antara kandungan materi ajaran dengan kemampuan siswa
(orientasi keberhasilan belajar) diutamakan; dan
Mengembangkan suasana belajar yang akrab dan positif
mengembangkan struktur kelas yang mendukung butir b, tanpa
mengabaikan butir d.12
2. Pengertian Sistem Pembelajaran
Istilah sistem merupakan istilah dari bahasa Yunani yaitu “System”
yang artinya adalah himpunan, bagian, atau unsur yang saling berhubungan
secara teratur untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sendiri kata sistem berarti perarngkat
unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu
totalitas.
11 Warni Tuni Sumar dan Intan Abdul Razak, Strategi Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum
Berbasis Softskill (Yogyakarta: Deep Publish, 2016) hal. 84 12 Trianto Ibnu Badar al-Tabany, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan
Kontekstual, (Jakarta: PT Kharisma Putra Utama, 2015) h.33
20
Sistem menurut L. James Havery adalah prosedur logis dan rasional
untuk merancang suatu rangkaian komponen yang berhubungan satu
dengan yang lainnya dengan maksud untuk berfungsi sebagai suatu
kesatuan dalam usaha mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan.
Sistem menurut Jonhn Mc. Manama adalah sebuah struktur
konseptual yang tersusun dari fungsi-fungsi yang saling berhubungan yang
bekerja sebagai suatu kesatuan organik untuk mencapai suatu hasil yang
diinginkan secara efektif dan efisien.
Sedangkan menurut Oemar Hamalik mendefinisikan sistem sebagai
seperangkat komponen atau unsur-unsur yang saling berinteraksi untuk
mencapai suatu tujuan tertentu. Selain itu, sistem juga didefinisikan sebagai
suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks atau terorganisir13.
Dari beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa
pengertian sistem adalah satu kesatuan komponen yang satu sama lain
saling berhubungan untuk mencapai tujuan tertentu dengan efektif dan
efisien.
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-
unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang
saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan pembelajaran. Manusia yang
terlibat dalam sistem pembelajaran sendiri terdiri dari siswa, guru, dan
tenaga kependidikan lainnya, misalnya tenaga laboratorium14. Rumusan
tersebut tidak terbatas dalam ruang saja. Sistem pembelajaran dapat
dilaksanakan dengan cara membaca buku, belajar di kelas atau sekolah,
karena diwarnai oleh organisasi dan interaksi antara berbagai komponen
yang saling berkaitan, untuk membelajarkan peserta didik15.
Sedangkan komponen merupakan bagian dari sistem yang memiliki
peran dalam keseluruhan berlangsungnya suatu proses untuk mencapai
suatu tujuan sistem. Jadi dapat disimpulkan bahwa komponen
13 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 2014) hal. 55 14 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 2014) hal. 57 15 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 2014) hal. 57
21
pembelajaran merupakan bagian-bagian dari sistem proses pendidikan
yang menentukan berhasil atau tidaknya proses pendidikan.
Menurut Oemar Hamalik dalam bukunya yang berjudul Proses
Belajar Mengajar menyebutkan dan menjelaskan bahwa ada tujuh
komponen dalam pembelajaran di mana satu dengan yang lainnya saling
terintegrasi, yakni; (1) tujuan pendidikan dan pembelajaran, (2) peserta
didik atau siswa, (3) tenaga pendidikan khususnya guru, (4) perencanaan
pembelajaran sebagai segmen kurikulum, (5) strategi pembelajaran, (6)
media pembelajaran, dan (7) evaluasi pembelajaran.16
Berdasarkan komponen pembelajaran yang diungkapkan oleh
Oemar Hamalik tersebut maka dapat dijelaskan bahwa komponen
pembelajaran tersebut meliputi komponen tujuan, siswa, guru, materi
pelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran, dan evaluasi
pembelajaran. Berikut ini akan dibahas masing-masing komponen
pembelajaran tersebut:17
a) Tujuan Pendidikan dan Pembelajaran
Tujuan adalah cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan
suatu kegiatan. Tidak ada satu pun suatu kegiatan yang dibuat
programnya atau diprogramkan tanpa adanya tujuan. Karena hal
itu adalah suatu hal yang tidak memiliki kepastian dalam
menentukan ke arah mana kegiatan itu akan dibawa. Sebagai
suatu unsur penting dalam suatu kegiatan, maka dalam kegiatan
apapun tujuan tidak bisa diabaikan. Demikin juga hal nya dalam
kegiatan belajar mengajar, tujuan adalah suatu cita-cita yang
ingin dicapai dalam kegiatannya.
Tujuan merupakan komponen yang dapat mempengaruhi
komponen pembelajaran lainnya seperti: bahan pembelajaran,
kegiatan belajar mengajar, pemilihan metode, alat, sumber, dan
evaluasi. Semua komponen itu harus bersesuaian dan
16 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, 2017) hal. 77 17 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, 2017) hal. 79
22
didayagunakan untuk mencapai tujuan seefektif dan efisien
mungkin. Apabila salah satu komponen tidak sesuai dengan
tujuan, maka pelaksanaan kegiatan belajar mengajar tidak akan
dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.18
Tujuan memiliki nilai yang sangat penting di dalam proses
pembelajaran. Bahkan barangkali dapat dikatakan bahwa tujuan
pembelajaran merupakan faktor yang terpenting dalam kegiatan
dan proses belajar mengajar. Nilai-nilai tujuan dalam
pembelajaran diantaranya adalah sebagai berikut:19
1) Tujuan pendidikan mengarahkan dan membimbing
kegiatan pendidik dan peserta didik dalam proses
pembelajaran
2) Tujuan pendidikan memberikan motivasi kepada
pendidik dan peserta didik
3) Tujuan pendidikan memberikan pedoman dan petunjuk
kepada pendidik dalam rangka memilih dan menentukan
metode mengajar atau menyediakan lingkungan belajar
bagi para peserta didik
4) Tujuan pendidikan penting maknanya dalam rangka
memilih dan menentukan alat peraga pendidikan yang
akan digunakan, dan
5) Tujuan pendidikan penting dalam menentukan
alat/teknik penilaian pendidik terhadap hasil belajar
peserta didik.
Ada beberapa macam-macam tujuan pendidikan menurut M.
J. Langeveld, yaitu:20
1) Tujuan umum
18 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2017) hal. 80 19 Dimyati, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009) hal. 120 20 Siswoyo, Ilmu Pendidikan (Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta Press, 2007) h. 79
23
Tujuan umum adalah tujuan paling akhir dan
merupakan keseluruhan/kebulatan tujuan yang ingin
dicapai oleh pendidikan. Bagi Langeveld tujuan umum
atau tujuan akhir, akhirnya adalah kedewasaan, yang
salah satu cirinya adalah tetap hidup dengan pribadi
mandiri. Dan menurut Hoogveld (soekarlan 1969:29)
mendidik itu berarti membantu manusia agar mampu
menunaikan tugas hidupnya secara berdiri sendiri.
2) Tujuan khusus
Tujuan khusus adalah pengkhususan tujuan umum
atas dasar berbagai hal. Misalnya usia, jenis kelamin,
intelegensi, bakat, minat, lingkungan, sosial budaya,
tahap-tahap perkembangan, tuntutan persyaratan
pekerajaan dan sebagainya.
3) Tujuan tak lengkap
Tujuan tak lengkap adalah tujuan yang hanya
menyangkut sebagian aspek kehidupan manusia.
Misalnya aspek psikologis, biologis, sosiologis saja.
Salah satu aspek psikologi misalnya hanya
mengembangkan emosi dan pikiran saja.
4) Tujuan sementara
Tujuan sementara adalah tujuan yang hanya
dimaksud untuk sementara saja, sedangkan kalau tujuan
sementara itu sudah dicapai maka ditinggalkan dan
diganti dengan tujuan lain. Misalnya: orang tua ingin
agar anaknya berenti merokok, dengan dikurangi uang
sakunya. Kalau sudah tidak merorok, lalu ditinggalkan
dan diganti dengan tujuan lain misalnya agar tidak suka
begadang.
5) Tujuan intermedier
24
Tujuan intermedier yaitu tujuan perantara bagi tujuan
lainnya yang pokok. Misalnya: anak yang dibiasakan
untuk menyapu halaman, maksudnya agar klak ia
mempunyai rasa tanggung jawab. Membiasakan
mmbagi-bagi tugas pada anak satu dngan lainnya juga
berarti melatih tanggung jawab dengan maksud agar
kelak mereka memiliki rasa tanggung jawab.
6) Tujuan insidental
Tujuan insidental yaitu tujuan yang dicapai pada
saat-saat tertentu, seketika atau spontan. Misalnya:
pendidik menegur anak yang bermain kasar ketika
bermain sepak bola. Selain itu, orang tua yang menegur
anaknya untuk duduk dengan sopan.
Dalam bukunya, Djamarah21 mengatakan bahwa suatu tujuan
pengajaran adalah deskripsi tentang penampilan perilaku
(performance) peserta didik-peserta didik yang kita harapkan
setelah mereka mempelajari bahan pelajaran yang kita ajarkan.
Suatu tujuan pengajaran mengatakan suatu hasil yang kita
harapkan dari pengajaran itu dan bukan sekedar suatu proses dari
pengajaran itu sendiri. Akhirnya, pendidik tidak bisa
mengabaikan masalah perumusan tujuan bila ingin
memprogamkan pengajaran.
b) Peserta Didik atau Siswa
Dalam pandangan psikologi moderen, anak adalah suatu
organisme yang hidup, yang mereaksi, berbuat, dan sebagainya.
Organisme yang hidup memiliki sesuatu kebutuhan, minat,
kemampuan intelek, dan masalah-masalah tertentu. Ia tidak
tinggal diam, melainkan bersifat aktif. Ia bersifat unik, memiliki
21 Djamarah dan Syaiful Bahri, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2010) h. 41-43
25
bakat dan kematanganberkat adanya pengaruh-pengaruh dari luar
lainnya.22
Siswa merupakan komponen pembelajaran yang terpenting,
karena komponen siswa sebagai pelaku belajar dalam proses
pembelajaran. Aspek penting dari komponen siswa yang harus
diperhatikan dalam pembelajaran adalah karakteristiknya. Siswa
adalah individu yang unik dan memiliki sifat individu yang
berbeda antara siswa satu dengan yang lain. Dalam satu kelas
tidak ada siswa yang memiliki karakteristik sama persis, baik
kecerdasan, emosi, kebiasaan belajar, kecepatan belajar, dan
sebagainya
Hal ini menghendaki pembelajaran yang lebih berorientasi
pada siswa (student centred), yaitu pembelajaran yang dirancang
dan dilaksanakan berdasarkan karakteristik siswa secara
individual. Misalnya, pembelajaran yang menyediakan bahan
pembelajaran yang bersifat alternative dan bervariasi, sehingga
siswa dapat memilih bahan pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik (minat dan bakat) yang dimiliki. Di samping itu
siswa memiliki tipe belajar yang berbeda, ada yang bertipe visual,
auditif, audio-visualistis, dan sebagainya. Berdasarkan tipe
belajar siswa ini, maka dalam pembelajaran guru seharusnya
menyiapkan/menyediakan bahan pembelajaran yang bersifat
alternative dan variatif untuk melayani perbedaan tipe belajar
siswa tersebut.
c) Pendidik atau Guru
Guru merupakan komponen pembelajaran yang berperan
sebagai pelaksana dan penggerak kegiatan pembelajaran. Agar
kegiatan pembelajaran berlangsung dan berhasil dengan sukses,
22 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, 2017) h. 101
26
maka guru harus merancang pembelajaran secara baik, dalam arti
dengan mempertimbangkan tujuan pembelajaran yang akan
dicapai, karakteristik siswa, guru merumuskan tujuan,
menetapkan materi, memilih metode dan media, dan evaluasi
pembelajaan yang tepat dalam rancangan pembelajarannya.
Dalam pelaksanaan pembelajaran guru harus berperan
ganda, dalam arti guru tidak hanya sebagai pengajar
(informatory) saja, akan tetapi harus mampu menjadi
pembelajaran, organisator, konduktor, aktor, dan peran-peran lain
yang dibutuhkan oleh siswa dalam pembelajaran.23 Meskipun
guru bukan satu-satunya sumber belajar, tetapi tugas, peranan dan
fungsi guru dalam pembelajaran sangatlah penting dan berperan
sentral. Karena gurulah yang harus menyiapkan program
pembelajaran, bahan pembelajaran, sarana pembelajaran dan
evaluasi pembelajaran bagi para siswanya.
Profesi guru sebagai pelimpahan dari tugas orang tua yang
tidak mampu lagi memberikan pengetahuan, keterampilan dan
sikap-sikap tertentu kepada anak. Apalagi dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, perkembangan
masyarakat dan budaya pada umumnya, maka berkembang pula
tugas dan peranan guru. Louhran24 mengemukakan “As teacher
gain proficiency in the basic knowledge and skills of teaching,
the more an understanding of the relationship between teaching
and learning may influence practice, and the more deliberately a
teacher considers his or her actions the more difficult it is to be
sure that there is one right approach to teaching or teaching
about teaching”. Guru sebagai salah satu sumber belajar memang
23 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, 2017) h. 117 24 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, 2017) h. 120
27
dapat berperan banyak, seperti tersebut pada alinea di atas. Dalam
kaitan dengan peran tersebut guru sudah semestinya dapat
menyiapkan sumber-sumber belajar lain yang dibutuhkan siswa
dalam rangka menguasai materi pembelajaran yang ditargetkan
dalam kurikulum.
d) Materi Pembelajaran
Bahan pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan
dalam proses belajar mengajar. Tanpa bahan pelajaran proses
belajar mengajar tidak akan berjalan. Karena itu, pendidik yang
akan mengajar pasti memiliki dan menguasai bahan pelajaran
yang akan disampaikannya pada anak didik. Ada dua persoalan
dalam penguasaan bahan pelajaran ini, yakni penguasaan
bahan pelajaran pokok dan bahan pelajaran pelengkap. Bahan
pelajaran pokok adalah bahan pelajaran yang menyangkut bidang
studi yang dipegang pendidik sesuai dengan profesinya (disiplin
keilmuannya). Sedangkan bahan pelajaran pelengkap atau
penunjang adalah bahan pelajaran yang dapat membuka wawasan
seorang pendidik agar dalam mengajar dapat menunjang
penyampaian bahan pelajaran pokok. Bahan penunjang ini
biasanya bahan yang terlepas dari disiplin keilmuan pendidik,
tetapi dapat digunakan sebagai penunjang dalam penyampaian
bahan pelajaran pokok. Pemakaian bahan pelajaran penunjang ini
harus disesuaikan dengan bahan pelajaran pokok yang dipegang
agar dapat memberikan motivasi kepada sebagian besar atau
semua anak didik.
Bahan pelajaran merupakan unsur inti yang ada di dalam
kegiatan belajar mengajar, karena memang bahan pelajaran itulah
yang diupayakan untuk dikuasai olek anak didik. Karena itu,
pendidik khususnya atau pengembang kurikulum umumnya,
tidak boleh lupa harus memikirkan sejauh mana bahan-bahan
28
yang topiknya tertera dalam silabus berkaitan dengan kebutuhan
anak didik pada usia tertentu dan dalam lingkungan tertentu pula.
Minat anak didik akan bangkit bila suatu bahan diajarkan sesuai
dengan kebutuhan anak didik. Maslow berkeyakinan bahwa
minat seseorang akan muncul bila sesuatu itu terkait dengan
kebutuhannya (Djamarah, 2010: 44). Jadi, bahan pelajaran yang
sesuai dengan kebutuhan anak didik akan memotivasi anak didik
dalam jangka waktu tertentu. Dengan demikian, bahan pelajaran
merupakan komponen yang tidak bisa diabaikan dalam
pengajaran, sebab bahan adalah inti dalam proses beajar mengajar
yang akan disampaikan kepada anak didik.
e) Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran adalah komponen cara pembelajaran
yang harus dilakukan oleh guru dalam menyampaikan
pesan/materi pembelajaran agar mencapai tujuan pembelajaran.
Berbagai metode pembelajaran dapat digunakan oleh guru, baik
metode ceramah, tanya-jawab, diskusi, demonstrasi, eksperimen,
pemberian tugas, inkuiry, problem solving, kerja kelompok,
karyawisata, resitasi dan sebagainya25. Metode pembelajaran
berperan sebagai cara dan prosedur dari kegiatan pembelajaran.
Setiap metode mengajar selalu memberikan langkah-langkah
kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan oleh guru.
Metode pembelajaran harus sesuai dengan tujuan, materi
pelajaran, karakteristik siswa, dan ketersediaan fasilitas
pendukungnya, dan ketersediaan waktu. Pertimbangan yang
terpenting dalam memilih metode pembelajaran adalah metode
harus mampu mengaktifkan siswa, dalam arti megaktifkan mental
media/bahan pembelajaran. Dalam aktivitas pembelajaran tatap
muka, kehadiran guru merupakan syarat mutlak yang tidak dapat
diabaikan, karena guru merupakan komponen penting dalam
aktivitas pembelajaran.
Guru memiliki banyak peran dalam pembelajaran tatap
muka, termasuk diantaranya guru sebagai informatory harus
berusaha menginformasikan materi/pesan pembelajaran secara
jelas dan mudah diterima oleh siswa. Ini berarti guru harus
menyiapkan bahan pembelajaran seperti alat peraga dan media
pembelajaran yang dapat membantunya dalam menyajikan pesan
pembelajaran dengan media (alat perantara penyampaian pesan)
ini pembelajaran menjadi efektif dan efisien.
Beberapa fungsi dari media pembelajaran dalam proses
komunikasi pembelajaran diantaranya sebagai berikut:
1) Berperan sebagai komponen yang membantu
mempermudah/memperjelas materi atau pesan
pembelajaran dalam proses pembelajaran,
2) Membuat pembelajaran menjadi lebih menarik
3) Membuat pembelajaran lebih realistis/objektif
4) Menjagkau sasaran yang luas
5) Mengatasi keterbatasan jarak dan waktu, karena dapat
menampilkan pesan yang berada di luar ruang kelas dan
dapat menampilkan informasi yang terjadi pada masa
lalu, mungkin juga masa yang akan datang
6) Mangatasi informasi yang bersifat membahayakan,
gerakan rumit, objek yang sangat besar dan sangat kecil,
semua dapat disajikan menggunakan media yang telah
dimodifikasi
7) Menghilangkan verbalisme yang hanya bersifat kata-
kata
31
Dalam pembelajaran jarak jauh, media pembelajaran dapat
diujudkan dalam bentuk bahan pembelajaran yang
dipersiapkan/didesain untuk belajar mandiri, seperti: modul
(bahan ajar cetak), radio/audio pembelajaran, televisi
pembelajaran, CD / video pembelajaran, dan e-learning lewat
web-based/internet. Khusus media sebagai bahan pembelajaran,
dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu bahan
pembelajaran yang didesain dengan tidak menggunakan
komponen pembelajaran lengkap dan dengan menggunakan
komponen pembelajaran lengkap. Menurut Edgar Dale dalam
Kerucut Pengalaman (the cone of experience) nya
mengklasifikasikan media pembelajaran dalam beberapa macam,
dari yang paling konkrit sampai yang paling abstrak sebagai
berikut:
1) Media pembelajaran dalam bentuk pengalaman
langsung
2) Media pembelajaran dalam bentuk pengalaman atau
tiruan
3) Media pembelajaran dalam bentuk pengalaman yang
didramatisasikan
4) Media pembelajaran dalam bentuk pengalaman yang
didemonstrasikan
5) Media pembelajaran dalam karya wisata
6) Media pembelajaran melalui pameran
7) Media pembelajaran audio-visual
g) Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi pembelajaran merupakan komponen yang berperan
untuk menetapkan keberhasilan dan kegagalan aktivitas
32
pembelajaran. Menurut Eric Jensen27, proses evaluasi harus
dilakukan setiap hari selama tahun sekolah. Ada tiga bentuk
evaluasi dalam pembelajaran. Pertama, evaluasi program
pembelajaran yaitu evaluasi yang dilakukan untuk mengetahui
seberapa kualitas program pembelajaran yang telah dirancang dan
dilaksanakan. Dari evaluasi program inilah akan diketahui
komponen pembelajaran mana yang perlu mendapat perhatian
khusus karena tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Jadi
dengan evaluasi program pembelajaran akan diperoleh tiga
kemungkinan rekomendasi, yaitu: program pembelajaran tidak
baik dan tidak boleh digunakan/dilaksanakan, program
pembelajaran dapat digunakan/dilaksanakan tapi harus direvisi
terlebih dahulu, dan program pembelajaran yang baik dan
siap/dapat digunakan/dilaksanakan.
Kedua, evaluasi proses pembelajaran yaitu, evaluasi yang
dirancang untuk mengamati proses pembelajaran sedang
berlangsung. Artinya, dengan evaluasi proses dapat diketahui
bagaimana aktivitas siswa selama pembelajaran, aktivitas guru
selama pembelajaran berlangsung, bagaimana keterampilan guru
dalam membuka sampai dengan menutup pembelajaran.
Ketiga, evaluasi hasil belajar, yaitu evaluasi yang dirancang
untuk mengetahui hasil pembelajaran dalam bentuk hasil/prestasi
belajar siswa. Hasil belajar akan nampak pada tingkat penguasaan
siswa terhadap kompetensi dan pengalaman belajar yang
dipelajari selama proses pembelajaran. Dengan evaluasi hasil
belajar dapat ditetapkan boleh/tidaknya siswa melanjutkan
belajar ke tingkat pembelajaran selanjutnya atau harus
mengulang. Jadi dari komponen evaluasi pembelajaran dapat
diperoleh suatu rekomendasi/kebijakan/keputusan pembelajaran.
27 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, 2017) h. 145
33
Baik kebijakan tentang program pembelajaran, proses
pembelajaran, maupun hasil pembelajaran.
Memang ketiga bentuk evaluasi ini tidak dapat dipisahkan,
karena satu sama lain saling berkaitan. Contoh, dari evaluasi hasil
belajar, dapat dilacak kualitas program pembelajaran dan proses
pembelajarannya. Dari evaluasi program, dapat diprediksi
bagaimana proses dan hasil pembelajaran. Dan dari evaluasi
proses dapat dilacak kualitas program pembelajaran, dan
diprediksi hasil pembelajarannya
B. Konsep Dasar Tahfidzul Qur’an
1. Menghafal Al-Qur’an
Kata tahfidz berasal dari bahasa Arab yang artinya memelihara,
menjaga, dan menghafal.28 Pengertian tahfidz secara etimologi yaitu berarti
lawan kata dari lupa, yaitu selalu ingat dan sedikit lupa. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan bahwa kata hafal berarti telah
masuk dalam ingatan (tentang pelajaran) dan dapat mengucapkan kembali
diluar kepala atau tanpa melihat buku.29
Sedangakan menurut Aziz Abdul Rauf30 dalam bukunya menjelaskan
bahwa definisi menghafal adalah proses mengulang sesuatu baik dengan
membaca ataupun mendengar. Hal ini pula yang disesuaikan bahwa segala
sesuatu pekerjaan yang dilakukan secara berulang-ulang akan menjadi hafal.
Jadi dapat kita simpulkan bahwa kata menghafal berarti berusaha
meresapkan sesuatu kedalam pikiran agar selalu diingat.
Menghafal merupakan suatu aktivitas menanamkan suatu materi
verbal alam ingatan, sehingga nantinya akan dapat diproduksikan (diingat)
kembali secara harfiah sesuai dengan materi yang asli danmenyimpan
28 Mahmud Yunus, Kamus Arab – Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 2005) h. 105 29 Lihat https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/hafal Diakses pada 16 Juli 2018, pada pukul 10.23 WIB 30 Aziz Abdul Rauf, Kiat Sukses Menjadi Hafidz Qur’an, (Yogyakarta, Ypgyakarta Press, 1999) h.
86
34
kesan-kesan yang nantinya suatu waktu jika diperlukan maka akan mudah
untuk diingat kembali melalui alam bawah sadar.31
Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad dengan lafaz dan maknanya yang membacanya dijadikan
sebagai ibadah dan membuat umat manusia tidak mampu menandingi satu
surah yang terpendek sekalipun daripadanya. Allah telah memasukkan
segala sesuatu didalam Al-Qur’an sehingga didalamnya membahas dan
mengandung hukum, syariat, kisah-kisah, tamsil (perumpamaan), hikmah,
nasihat, dan pandangan-pandangan yang benar tentang alam semesta,
kehidupan, dan manusia.
Tiada bacaan seperti Al-Qur’an yang diatur tatacara membacanya,
mana yang diendekkan, dipanjangkan, dipertebal atau diperhalus
ucapannya, dimana tempat terlarang atau boleh, atau harus memulai dan
berhenti, bahkan diatur lagu dan iramanya, sampai kepada etika
membacanya.32
Menghafal Al-Qur’an adalah suatu proses mengingat di mana
seluruh materi ayat (rincian bagian-bagiannya seperti fonetik, waqaf, dan
lain-lain) harus diingat secara sempurna. Karena itu, seluruh proses
pengingatan terhadap ayat dan bagian-bagiannya itu mulai dari proses awal
hingga pengingatan kembali (recalling) harus tepat. Keliru dalam
memasukkan atau menyimpannya akan keliru pula dalam mengingatnya
kembali, atau bahkan sulit ditemukan dalam memori.33
Seorang ahli psikolog ternama, Atkinson, menyatakan bahwa para
ahli psikologi menganggap penting membuat perbedaan dasar mengenai
ingatan. pertama, mengenai tiga tahapan, yaitu encoding (memasukkan
informasi ke dalam ingatan), storage (menyimpan informasi yang telah
dimasukkan), dan retrieval (mengingat kembali informasi tersebut). Kedua,
31 Zakiyah Drajat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007) h. 89 32 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1997) cet. 6, hal. 3 33 Sa’dulloh, 9 Cara Praktis Menghafal Al-Qur’an (Jakarta: Budi Permadi, 2008) h.45
35
mengenai dua jenis ingatan, yaitu short term memory (ingatan jangka
pendek), dan long term memory (ingatan jangka panjang).34
Di antara karakteristik Al-Quran adalah ia merupakan kitab suci
yang mudah untuk dihafal, diingat, dan dipahami Allah swt. Berfirman:
كر دكرولقد يسرنا ٱلقرءان للذ فهل من م
"Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk
pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?" (al-
Qamar: 17)
Ayat-ayat Al-Qur’an mengandung keindahan dan kemudahan untuk
dihafal bagi mereka yang ingin menghafalnya dan menyimpannya di dalam
hati. Kita melihat ribuan, bahkan puluhan ribu kaum muslimin yang
menghafal Al-Qur’an dan mayoritas dari mereka adalah anak-anak yang
belum menginjak usia baligh. Dalam usia yang masih belia itu, mereka tidak
mengetahui nilai kitab suci. Namun, penghafal Al-Qur’an yang terbanyak
adalah dari golongan usia mereka.35
Tidak ada batasan tentang umur bagi seorang yang akan menghafal
Al-Qur’an. Sebab pada waktu al-Qur’an diturunkan pertama kali, banyak
sahabat Nabi yang baru memulai menghafalkannya setelah mereka dewasa
dan bahkan sudah lebih dari 40 tahun. Namun demikian, dalam dunia
keilmuan, yang paling baik untuk memulaimenghafalkan Al-Quran dimulai
sejak umur 5-7 tahun sampai umur 23 tahun.36
Tidak ada di dunia ini, suatu kitab yang dihafal oleh puluhan ribu
orang di dalam hati mereka, kecuali hanya Al-Qur’an yang telah
dimudahkan oleh Allah SWT untuk diingat dan dihafal.37 Maka, tidak aneh
jika kita menemukan banyak orang, baik itu lelaki maupun wanita, yang
menghafal Al-Qur’an dalam hatinya. Ia juga dihafal oleh anak-anak kecil
34 Sa’dulloh, 9 Cara Praktis Menghafal Al-Qur’an (Jakarta: Budi Permadi, 2008) h.46 35 Yusuf Qardhawi, Berinteraksi dengan Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999) h.187 36 M. Mas’udi Fathurrahman, Cara Mudah Menghafal Al-Qur’an dalam Satu Tahun (Yogyakarta:
kaum muslimin, dan mereka tidak melewti satu huruf pun dari Al-Qur’an.
Demikian pula yang dilakukan oleh banyak orang non-arab, mereka tidak
melewati satu huruf pun dari Al-Qur’an. Mereka menghafalkan Al-Qur’an
semata-mata hanya untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah,
meskipun mereka tidak memahami apa yang dibaca dan dihafalnya karena
Al-Qur’an terbukan dalam bahasanya.
Orang-orang tua kita yang terdahulu telah mengetahui keutamaan
Al-Qur’an, maka mereka berkonsentrasi mempelajari dan membacanya di
waktu siang dan malam hari, dan mengajarkan anak-anak mereka
menghafal Al-Qur’an sejak usia dini agar lidah mereka fasih membaca Al-
Qur’an dan agar mereka bisa mengetahui dalil-dalil akidah, pokok-pokok
syariah, prinsip-prinsip akhlak yang bersumber dari Al-Qur’an.
Tujuan pendidikan Tahfidzul Qur’an adalah untuk membina dan
mengembangkan serta meningkatkan para penghafal Al-Qur’an, baik secara
kualitas maupun kuantitasnya dan mencetak kader muslim yang hafal,
memahami, dan memaknai isi dari Al-Qur’an serta memiliki kemampuan
pengetahuan yang luas dan berakhlaqul karimah.
Penjagaan Allah kepada Al-Qur’an bukan berarti Allah menjaga
secara langsung fase-fase penulisannya, tapi Allah melibatkan para hamba-
Nya untuk ikut menjaga Al-Qur’an. Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa
adanya unsur keterlibatan selain Allah dalam menjaga Al-Qur’an, dilihat
dari pemakaian kata yang berbentuk Dhamir Jamak, artinya "Kita", yaitu
aku dan selain aku. Keterlibatan unsur selain Allah, mempunyai pengertian
bahwa Allah telah memberikan anugerah kepada sebagian hamba-
hambaNya untuk terlibat dalam menjaga Kitab Suci-Nya, seperti para
penghafal Al-Qur’an, para ahli Qiraat, penafsir al-Qur’an dan pemerhati
Al-Qur’an lainnya.38
2. Keutamaan dan Manfaat Menghafal Al-Qur’an
38 M. Mas’udi Fathurrahman, Cara Mudah Menghafal Al-Qur’an dalam Satu Tahun (Yogyakarta:
Elmatera, 2012) h.7
37
Banyak hadits Rasulullah saw. yang mendorong untuk menghafal
Al-Qur’an atau membacanya di luar kepala, sehingga hati seorang individu
muslim tidak kosong dari sesuatu bagian dari kitab Allah swt Seperti dalam
hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas secara marfu', "Orang yang tidak
mempunyai hafalan Al-Qur’an sedikit pun adalah seperti rumah kumuh
yang mau runtuh." Dan Rasulullah saw. memberikan penghormatan kepada
orang-orang yang mempunyai keahlian dalam membaca Al-Qur'an dan
menghafalnya, memberitahukan kedudukan mereka, dan mengedepankan
mereka dibandingkan orang lain.39
Abi Hurairah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah saw. mengutus satu
utusan yang terdiri dari beberapa orang. Kemudian Rasulullah saw.
mengecek kemampuan membaca dan hafalan Al-Qur’an mereka. Setiap
laki-laki ditanyakan seberapa banyak hafalan Al-Qur’an mereka kemudian,
yang paling muda ditanya oleh Rasulullah saw., "Berapa banyak Al-Our'an
yang telah engkau hafal, hai Fulan?" Ia menjawab, "Aku telah hafal surat
ini dan surat ini, serta surat al-Baqarah." Rasulullah saw. kembali bertanya,
"Apakah engkau hafal surat al-Baqarah?" Ia menjawab, "Betul." Rasulullah
saw. bersabda, "Pergilah, dan engkau menjadi ketua rombongan itu." Salah
seorang dari kalangan mereka yang terhormat berkata, "Demi Allah, aku
tidak mempelajari dan menghafal surat al-Baqarah semata karena aku takut
tidak dapat menjalankan isinya".40
Banyaknya penghafal Al-Qur 'an di seluruh dunia Islam dari dahulu
hingga sekarang menjadi salah satu penyebab terpeliharanya Al-Qur’an.
Sehingga jika ada kesalahan dalam penulisan Al-Qur’an walau satu huruf
pun bahkan satu titik akan cepat bisa diketahui. Oleh sebab itu, sudah pada
tempatnya jika Allah menempatkan para ahli Al-Qur 'an pada tempat yang
tinggi, karena mereka ikut berperan dalam menjaga kemurnian Al-Qur’an.41
39 Yusuf Qardhawi, Berinteraksi dengan Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999) h.191 40 Yusuf Qardhawi, Berinteraksi dengan Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999) h.192 41 M. Mas’udi Fathurrahman, Cara Mudah Menghafal Al-Qur’an dalam Satu Tahun (Yogyakarta:
Elmatera, 2012) h.7
38
Di antara manfaat menghafal Al-Qur’an pada masa kanak-kanak
adalah meluruskan lidah, membaca huruf dengan tepat, dan
mengucapkannya sesuai dengan makhraj hurufnya, sehingga membaca
Al-Qur’an dengan fasih tidak seperti orang awam. Sayangnya, sebagian
pendidik ada yang kurang fasih dalam membaca huruf jim, tidak
mengeluarkan lidah saat membaca huruf tsa, dzal, zha dan lainnya, tidak
menebalkan huruf-huruf izhar yang terkenal dalam kha, shad, dhadh, tha,
zha, ghain, dan qaf, kapan harus menebalkan huruf ra dan kapan
menipiskannya, juga seperti huruf lam dalam kataAllah, dan kapan
ditipiskan. Dengan menghafal Al-Qur’an dan membacanya dengan baik
sejak kecil, membuat lidah kami menjadi lembut.42
3. Etika Penghafal Al-Qur’an
Dalam menghafalkan Al-Qur’an, ada etika-etika yang harus
diperhatikan. Para penghafal Al-Qur’an mernpunyai tugas yang harus
dijalankan, sehingga "Allah mempunyai keluarga dari kalangan manusia.
"Para sahabat bertanya; "la Rasulullah, siapakah. mereka?" Beliau
menjauiab, "Ahli Al-Qur’an. Mereka adalah keluarga Allah SWT dan
orang-orang dekat-Nya.”
a. Selalu Bersama Al-Qur’an
Diantara etika itu adalah selalu bersama Al-Qur’an, sehingga
Al-Qur’an tidak hilang dari ingatannya. Caranya, dengan terus
membacanya melalui hafalan, dengan membaca dari mushaf, atau
mendengarkan pembacaannya dari radio atau kaset rekaman.
b. Berakhlak dengan Akhlak Al-Qur’an
Orang yang menghafal Al-Qur'an hendaklah berakhlak dengan
akhlak Al-Qur’an seperti halnya Nabi Muhammad. Istri Nabi
Muhamad yaitu Siti Aisyah pemah ditanya tentang akhlak Rasulullah
saw., ia menjawab, "Akhlak Nabi saw. adalah Al-Qur’an". Penghafal
42 Yusuf Qardhawi, Berinteraksi dengan Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999) h. 190
39
Al-Our'an harus menjadi kaca tempat orang dapat melihat akidah Al-
Qur’an, nilai-nilainya, etika-etikanya, dan akhlaknya agar ia membaca
Al-Qur'an dan ayat-ayat itu sesuai dengan perilalrunya. Bukan
sebaliknya, ia membaca Al-Qur’an namun ayat-ayat Al-Qur'an
melalrnatnya.
c. Ikhlas dalam Mempelajari Al-Qur’an
Para pengkaji dan penghafal Al-Our'an harus mengikhlaskan
niatnya dan mencari keridhaan Allah swt. semata dalam mempelajari
dan mengajarkan Al-Qur'an itu. Bukan untuk pamer di hadapan
manusia dan juga tidak untuk mencari dunia.43
d. Memperindah suara dalam membaca Al-Qur’an
Imam Syafi’i berkata bahwa yang dimaksud dengan
memerdukan suara disini adalah melembutkan dan membuat seperti
suara orang sedih. Dari Barra bin Azib ra, ia berkata: “Aku pernah
mendengar Rasulullah saw. dalam sholat Isya’ membaca Wattini
Wazzaitun, dan aku tidak pernah mendengar seseorang yang lebih
merdu suaranya dari beliau.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Qadi ‘Iyadh berkata bahwa paa ulama telah sepakat bahwa
memperindah suara bacaan Al-Qur’an adalah Sunnah. Mereka
berselisih pendapat tentang membaca Al-Qur’an dengan dinyanyi-
nyanyikan (bil alhan); menurut Imam Malik dan Jumhur ulama,
makruh hukumnya karena keluar dari kekhusyukan. Imam Abu
Hanifah dan sebagian ulama salaf membolehkannya berdasarkan
hadits-hadits yang telah disebutkan diatas, dan selain itu juga dapat
melembutkan hati dan menimbulkan rasa takut serta menarik
perhatian untuk menyimaknya. Adapun dengan Imam Syafi’I, maka
beliau berpendapat bahwa makruh hukumnya apabila terlalu
dipanjang-panjangkan secara berlebih-lebihan dan menyimpang dari
seharusnya, seperti memanjangkan apa yang tidak boleh dipanjangkan
43 Yusuf Qardhawi, Berinteraksi dengan Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999) h. 201-203
40
, meng-idgham-kan apa yang tidak boleh di-idgham-kan dan
seterusnya. Namun beliau membolehkan jika tidak mengubah cara
baca yang benar. Dalam hal ini, beliau sependapat dengan Imam Abu
Hanifah dan sebagian ulama salaf.
Kesimpulannya, memerdukan suara dalam membaca Al-
Qur’an adalah sunnah jika sesuai dengan aturan-aturan baca yang
benar asalkan tidak seperti ketika melagukan nyanyian-nyanyian biasa
dan tidak seperti paduan suara gereja karena yang seperti itu adalah
sesat dan menyimpang. Oleh karena itu, Rasulullah bersabda:
“Bacalah Al-Qur’an dengan nada dan suara orang Arab. Dan jauhilah
oleh kamu sekalian seperti nada suara Ahli Kitab dan orang-orang
fasik, karena akan muncul orang-orang yang melagukan Al-Qur’an
seperti nyanyian yang tidak melampaui tenggorokan mereka, tertipu
hati mereka dan hati orang-orang yang kagum kepada mereka.” (HR.
Thabrani dan Baihaqi).
Dari Jabir ra.: “Sebaik-baiknya suara manusia dalam membaca
Al-Qur’an adalah yang apabila kamu mendengarnya membaca kamu
mengira ia takut kepada Allah azza wa jalla.”
e. Memelihara hafalan agar tidak lupa
Al-Qur’an mudah dihafal karena Allah swt. Telah berfirman:
“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk
pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS Al-
Qomar : 57). Meskipun demikian, ia juga mudah untuk dilupakan.
Oleh karena itu ,menjadi kewajiban seorang ahli Al-Qur’an untuk
selalu membacanya dan menjaga hafalannya. Dari Abu Musa dari
Nabi Muhammad saw.; “Jagalah Al-Qur’an ini, dan demi Tuhan yang
Jiwa Muhammad berada ditangan-Nya, sungguh ia lebih mudah lepas
daripada seekor unta yang ditambatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Cara menghafal Al-Qur’an diluar kepala adalah sama dengan
cara menghafal teks-teks sastra dan yang lainnya. Yaitu dengan
membaca ayat-ayat Al-Qur’an yang ingin dihafal berkali-kali dengan
41
suara keras. Sebaiknya diiringi juga dengan pemahaman
kandungannya walaupun secara garis besar dengan bantuan kamus
untuk mengetahui arti kata-kata yang belum diketahui. Kemudian
mengulangi terus berkali-kali sampai terekam dalam ingatan kita.
Demikian pula, apabila telah berhasil menghafalnya harus terus
menerus membacanya dari waktu ke waktu agar tidak lupa.
f. Membaca Al-Qur’an bersama –sama
Sebaiknya membaca Al-Qur’an dilakukan dengan berkumpul
sambil mempelajarinya seperti di pengajian, masjid dan sebagainya.
Masjid merupakan tempat yang sangat istimewa untuk beribadah
sehingga pahala dan manfaatnya bisa bertambah banyak dan lebih
bersemangat serta membantu kekhusyukan.
Dari Abu Hurairoh ra. Ia berkata Rasulullah saw. bersabda:
“Dan tidaklah suatu kaum berkumpul di suatu rumah dari rumah-
rumah Allah membaca Al-Qur’an dan mempelajarinya diantara
mereka kecuali akan turun ketenangan kepada mereka dan mereka
akan diliputi rahmat serta dikelilingi oleh malaikat dan Allah akan
menyebutkan mereka dihadapan para malaikat yang ada disisi-Nya.”
(HR. Muslim).
4. Bekal bagi Penghafal Al-Qur’an
Mereka yang telah berhasil menghafal Al-Qur’an tidak luput dari
doa, doa penuh harapan untuk lebih dekat dengan sesuatu yang sangat
dicintai-Nya. Beberapa bekal yang harus dipersiapkan bagi para penghafal
Al-Qur’an ialah:
a. Niat yang lurus
Menghafal Al-Qur’an merupakan amalan yang istimewa,
bahkan luar biasa besar pahalanya. Dan setiap muslim yang beriman
kepada Al-Qur’an pasti menginginkan pahala. Namun, ia bsa
menjadi tidak bernilai apa-apa tatkala niatnya salah. Jangan sampai
42
menghafal Al-Qur’an hanya bertujuan untuk meraih hal-hal yang
duniawi.44 Niat inilah yang akan menjadi penentu amalan seseorang
di hadapan Allah. Sesuai dengan sabda Rasulullah :
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada
niatnya”(HR. Bukhori)
b. Menjauhi Maksiat
Harus membersihkan diri dari segala sesuatu yang bersifat
maksiat dan perbuatan yang kemungkinan dapat merendahkan nilai
pahalanya. Walaupun Al-Qur’an sudah dijamin mudahnya oleh
Allah, seseorang tetap saja bisa mendapat kesulitan menghafal Al-
Qur’an jika ia tidak menjauhi maksiat. Bahkan karena maksiat
tersebutlah orang yang sudah memiliki hafalan bisa kehilangan
keseluruhan hafalnnya karena maksiat.
c. Tekad yang kuat dan kesabaran
Keteguhan dan kesabaran merupakan faktor yang sangat
penting bagi orang yang sedang dalam proses menghafal Al-Qur’an.
Hal ini disebabkan karena dalam proses menghafal Al-Qur’an akan
banyak sekali ditemui berbagai macam kendala. Kendala-kendala
yang sering terjadi antara lain adalah sikap jenuh, gangguan
lingkungan bising atau gangguan lainnya. Kesabaran yang harus
dimiliki seoarang penghafal Al-Qur’an agar mencapai sebuah
kesuksesan antara lain; Pertama sabar dalam menghafal, Kedua
sabar dalam menjaga hafalan yang sudah didapatkan, Ketiga sabar
mengamalkan ayat yang sudah dihafalkan.
d. Istiqomah
Syarat yang juga tidak boleh kalah penting adalah istiqomah
. bagian-bagian dalam istiqomah sebenarnya sama dengan bagian-
bagian kesabaran akan tetapi istiqomah dalam menghafal lebih