EFEKTIVITAS PELATIHAN PROPHETIC INTELLIGENCE TERHADAP PENINGKATAN SELF AWARENESS MAHASISWA Bambang Tri Yudhanto Sus Budiharto INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah Ada perbedaan kesadaran diri pada mahasiswa peserta pelatihan Prophetic Intelligence. Kesadaran diri mahasiswa meningkat setelah mengikuti pelatihan Prophetic Intelligence. Dugaan awal dalam penelitian ini adalah kelompok eksperimen mengalami peningkatan kesadaran diri, sedangkan kelompok kontrol tidak mengalami peningkatan kesadaran diri, serta subjek kelompok eksperimen mengalami peningkatan kesadaran diri setelah diberi pelatihan Prophetic Intelligence dibanding sebelum diberi pelatihan Prophetic Intelligence Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Islam Indonesia Yogyakarta angkatan 2004-2006 sebanyak 18 orang. Teknik pengambilan data yang digunakan adalah skala kesadaran diri yang diadaptasikan dari The Self Awareness Questionnaire. Skala diberikan sebelum dan sesudah pelatihan Prophetic Intelligence berlangsung pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS 12,00 for Windows untuk menguji apakah ada perbedaan kesadaran diri pada mahasiswa yang mengikuti pelatihan Prophetic Intelligence dan mahasiswa yang tidak mengikuti pelatihan Prophetic Intelligence. Uji beda berdasarkan gain scores diperoleh bahwa skor t sebesar -0,569 dan skor p = 0,577. Hal ini menunjukkan bahwa nilai p>0,05 yang berarti bahwa tidak ada perbedaan kesadaran diri pada mahasiswa yang mengikuti program Prophetic Intelligence dan mahasiswa yang tidak mengikuti pelatihan Prophetic Intelligence. Berdasarkan uji-t subjek eksperimen antara sebelum diberikan pelatihan Prophetic Intelligence dengan setelah diberikan pelatihan Prophetic Intelligence menunjukkan t sebesar -3,596 dengan p = 0,009. hal ini menunjukkan bahwa nilai p < 0,05 yang berarti bahwa tidak ada perbedaan kesadaran diri pada mahasiswa peserta pelatihan Prophetic Intelligence. Kesadaran diri mahasiswa tidak meningkat setelah mengikuti pelatihan Prophetic Intelligence. Kata Kunci: Kesadaran Diri, Pelatihan Prophetic Intelligence
24
Embed
EFEKTIVITAS PELATIHAN TERHADAP PENINGKATAN …psychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi... · membuat seseorang mengetahui akan kelebihan dan kekurangan diri,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
EFEKTIVITAS PELATIHAN PROPHETIC INTELLIGENCE TERHADAP
PENINGKATAN SELF AWARENESS MAHASISWA
Bambang Tri Yudhanto
Sus Budiharto
INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah Ada perbedaan kesadaran diri
pada mahasiswa peserta pelatihan Prophetic Intelligence. Kesadaran diri mahasiswa meningkat setelah mengikuti pelatihan Prophetic Intelligence. Dugaan awal dalam penelitian ini adalah kelompok eksperimen mengalami peningkatan kesadaran diri, sedangkan kelompok kontrol tidak mengalami peningkatan kesadaran diri, serta subjek kelompok eksperimen mengalami peningkatan kesadaran diri setelah diberi pelatihan Prophetic Intelligence dibanding sebelum diberi pelatihan Prophetic Intelligence
Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Islam Indonesia Yogyakarta angkatan 2004-2006 sebanyak 18 orang. Teknik pengambilan data yang digunakan adalah skala kesadaran diri yang diadaptasikan dari The Self Awareness Questionnaire. Skala diberikan sebelum dan sesudah pelatihan Prophetic Intelligence berlangsung pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS 12,00 for Windows untuk menguji apakah ada perbedaan kesadaran diri pada mahasiswa yang mengikuti pelatihan Prophetic Intelligence dan mahasiswa yang tidak mengikuti pelatihan Prophetic Intelligence. Uji beda berdasarkan gain scores diperoleh bahwa skor t sebesar -0,569 dan skor p = 0,577. Hal ini menunjukkan bahwa nilai p>0,05 yang berarti bahwa tidak ada perbedaan kesadaran diri pada mahasiswa yang mengikuti program Prophetic Intelligence dan mahasiswa yang tidak mengikuti pelatihan Prophetic Intelligence.
Berdasarkan uji-t subjek eksperimen antara sebelum diberikan pelatihan Prophetic Intelligence dengan setelah diberikan pelatihan Prophetic Intelligence menunjukkan t sebesar -3,596 dengan p = 0,009. hal ini menunjukkan bahwa nilai p < 0,05 yang berarti bahwa tidak ada perbedaan kesadaran diri pada mahasiswa peserta pelatihan Prophetic Intelligence. Kesadaran diri mahasiswa tidak meningkat setelah mengikuti pelatihan Prophetic Intelligence.
Kata Kunci: Kesadaran Diri, Pelatihan Prophetic Intelligence
EFEKTIVITAS PELATIHAN PROPHETIC INTELLIGENCE TERHADAP
PENINGKATAN SELF AWARENESS MAHASISWA
Pengantar
Kesadaran diri seorang mahasiswa sangatlah penting baik bagi dirinya
sendiri maupun bagi proses akademis yang dijalaninya di bangku kuliah. Dengan
kesadaran diri inilah seseorang mampu mengevaluasi diri dan menyadari apa yang
sedang terjadi pada dirinya, bagaimana individu mengenali diri atau menyadari
dirinya sendiri (Meyer, 2006). Lebih lanjut, dengan memiliki kesadaran diri yang
membuat seseorang mengetahui akan kelebihan dan kekurangan diri, seseorang
akan mampu memahami konsep diri dan standar, nilai serta tujuan yang dimiliki
seseorang (Dayakisni dan Hudaniah, 2001)
Sebagai seorang mahasiswa, kesadaran diri akan membantu seorang
mahasiswa dalam proses akademik yang sedang dijalaninya. Kesadaran diri yang
dimiliki mahasiswa akan mampu untuk membuat pilihan yang benar, membuat
kesempatan belajar seseorang lebih baik, mengidentifikasi keterampilan yang
sebenarnya dan bagaimana seseorang dapat mengaplikasikan keterampilan
tersebut secara lebih efektif, menggambarkan secara baik tipe yang ada pada diri
seseorang, mengidentifikasi sesuatu hal yang dirasakan sulit dan mengembangkan
strategi mengenai hal tersebut, serta memahami bagaimana seseorang
berhubungan dengan orang lain dalam situasi yang berbeda seperti team work,
kemampuan sosialisasi, kepemimpinan dan manajemen (Mc Donalds, 2006).
Menurut Perls (Schultz, 1991), dalam mendefinisikan orang yang sehat secara
psikologis, Perls tidak memberikan sifat – sifat dari orang yang sehat tersebut tetapi
ada tujuh hal yang dapat menunjukkan hal tersebut, yang salah satunya yaitu orang
tersebut memiliki kesadaran diri. Orang yang sehat psikologis memiliki kesadaran
dan penerimaan penuh terhadap diri, menerima kelemahan dan kekuatan serta
potensinya sebagai manusia.
Kesadaran diri pada dasarnya merupakan penghayatan diri sebagai hamba
Tuhan Yang Maha Esa, sebagai anggota masyarakat dan warga negara, sebagai
bagian dari lingkungan, serta menyadari dan mensyukuri kelebihan dan kekurangan
yang dimiliki, sekaligus menjadikannya sebagai modal untuk meningkatkan diri
sebagai individu yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun lingkungannya.
Kesadaran diri merupakan proses internalisasi dari informasi yang diterima yang
pada saatnya menjadi nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan diwujudkan
menjadi perilaku keseharian. Oleh karena itu, walaupun kesadaran diri lebih
merupakan sikap, namun diperlukan kecakapan untuk menginternalisasi informasi
menjadi nilai-nilai dan kemudian mewujudkan menjadi perilaku keseharian.
Kesadaran akan potensi diri dapat dikembangkan akan mampu menumbuhkan
kepercayaan diri pada anak didik, karena mengetahui potensi yang dimiliki.
Pendidikan untuk mengembangkan kesadaran diri seringkali disebut sebagai
pendidikan karakter, karena kesadaran diri akan membentuk karakter seseorang.
Karakter itulah yang pada saatnya terwujudkan menjadi perilaku yang bersangkutan
(www.dikmenum.go.id).
Pada masa akhir mahasiswa, diharapkan seseorang sudah dapat menetapkan
dan memperkirakan apa yang mampu dilakukan. Banyaknya informasi yang
diperoleh seseorang dari pengalaman hidup sehari-harinya dapat membuatnya ragu-
ragu mengenai sesuatu yang sebenarnya cocok bagi dirinya. Ketika seorang
mahasiswa mengetahui kemungkinan-kemungkinan yang terbuka disertai dengan
kesadaran diri yaitu tentang kekuatan dan kelemahannya. Dengan mengetahui
kemampuan diri, seseorang dapat menentukan pilihan yang tepat dan
mempersiapkan diri meraih tujuan-tujuan hidupnya (Prianto, 2006).
Permasalahannya adalah mahasiswa terkadang tidak mengetahui secara pasti
apa yang menyebabkan dirinya mengalami kesulitan dan hambatan dalam
menjalankan proses akademisnya di bangku kuliah. Kesulitan dan hambatan
mahasiswa dikarenakan ketidakmampuan untuk mengenali diri, baik potensi yang
dapat menunjang keberhasilan maupun kekurangan yang dimiliki sehingga
mahasiswa tidak mampu menetapkan arah, tujuan, serta perencanaan dalam
studinya (Zarfiel dan Salim, 2006). Ditambahkan oleh Mc Donalds (2006), bahwa
mahasiswa kurang memiliki kesadaran diri, padahal kesadaran diri yang dimiliki
mahasiswa akan mampu untuk membuat pilihan yang benar, membuat kesempatan
belajar seseorang lebih baik, mengidentifikasi keterampilan yang sebenarnya dan
bagaimana seseorang dapat mengaplikasikan keterampilan tersebut secara lebih
efektif, menggambarkan secara baik tipe yang ada pada diri seseorang,
mengidentifikasi sesuatu hal yang dirasakan sulit dan mengembangkan strategi
mengenai hal tersebut, serta memahami bagaimana seseorang berhubungan
dengan orang lain dalam situasi yang berbeda (seperti team work, kemampuan
sosialisasi, kepemimpinan dan manajemen).
Berrkaitan dengan kemampuan mahasiswa dalam menentukan pilihan yang
benar, diterangkan oleh Dharmawan (2007), bahwa rata-rata 10 persen mahasiswa
Institut Teknologi Bandung (ITB) dari tiap angkatan putus kuliah. Penyebabnya yaitu
tidak cocok dengan bidang yang dipilih dan mahasiswa memilih pindah ke lembaga
pendidikan yang lebih baik (www.ia-itb.com/node/435).
Disebutkan oleh Sari & Dewi (2002) bahwa fenomena yang menarik adalah
proses pemilihan jurusan bagi setiap mahasiswa baru. Beberapa mahasiswa
memilih jurusan berdasarkan minat kelompoknya atau orang tuanya. Hasil survey
Team Bimbingan dan Konseling pada tahun 1997 menunjukkan bahwa 12,56%
mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang mengalami masalah tentang pilihan
jurusan yang tidak sesuai dengan minatnya.
Ketua Tim Pelaksana Bimbingan Konseling (TPBK) Universitas Padjadjaran
Bandung menyebutkan, bahwa sejak awal mahasiswa masuk ke jenjang perguruan
tinggi hingga mahasiswa tersebut lulus, permasalahan selalu ada. Mulai dari
mahasiswa yang tidak bisa bersosialisasi dan beradaptasi dengan baik di lingkungan
kampusnya, tidak bisa bergaul dengan lingkungan yang baru, sampai kepada
persoalan karier bagi mahasiswa yang telah lulus (http://beta.pikiran-
rakyat.com/index.php?mib=beritadetail&id=4189).
Dariyo (2003) menambahkan, bahwa tidak semua individu yang menginjak
masa dewasa awal mampu mewujudkan karya kreatif, padahal pada masa dewasa
awal seringkali dianggap sebagai masa untuk berprestasi yang setinggi-tingginya
sehingga tidak menutup kemungkinan mereka dapat mengekspresikan segala
potensinya untuk menciptakan karya-karya yang baru, inovatif, dan kreatif.
Ezra & Ezra (2007) menjelaskan bahwa apabila seseorang kurang memiliki
self-awareness sering membuat tidak percaya diri, suka bersikap plin plan, tidak
punya prinsip yang kuat, sulit menetapkan tujuan dan target yang ingin dicapai,
karena banyak potensi dan bakat yang dimiliki hanya terpendam saja dan tidak
dikembangkan. Self-awareness dapat dibangun dengan belajar memahami tipe
karakter pribadi, pikiran dan perasaan yang ada, minat dan bakat yang dimiliki.
Permasalahan mahasiswa mengenai kesadaran dirinya mengakibatkan
ketidakmampuan mengenali kelebihan dan kekurangannya serta tidak mengetahui
solusi atas permasalahan yang dihadapinya. Piaget (Efendi, 2005) mengatakan
bahwa seseorang membutuhkan hadirnya sebuah kecerdasan (Intelligence) yang
dapat digunakan pada saat tidak tahu apa yang harus dilakukan, serta seseorang
dapat dikatakan cerdas apabila terampil dalam menemukan jawaban yang benar
untuk masalah pilihan hidup.
Prophetic Intelligence merupakan konsep kecerdasan yang
mengimplementasikan empat dimensi Prophetic intelligence yang meliputi Adversity
Intelligence, Emotional Intelligence, Intellectual Intelligence dan Spiritual Intelligence.
Tumbuh dan berkembangnya Prophetic Intelligence dalam diri seseorang akan
mampu mengevaluasi kekurangan dan kelebihan diri dari apa yang telah dilakukan,
melakukan perbaikan dan penyempurnaan, merancang aktivitas ke depan yang
lebih baik, akan memperoleh kemudahan-kemudahan dalam meningkatkan kualitas
diri yakni memudahkan dalam peningkatan kualitas berpikir, bersikap, berperilaku,
bertindak, dan berpenampilan positif, serta mengaktualisasikan tugas dan
tanggungjawabnya sebagai hamba yang mampu mengemban amanah kekhalifahan.
( Adz-Dzakiey dan Budiharto, 2005).
Asumsi peneliti dengan memberikan pelatihan Prophetic intelligence tersebut,
seorang mahasiswa akan mampu menyadari kelemahan serta kelebihannya baik
dalam dirinya sendiri maupun yang berkaitan dengan proses akademis di bangku
kuliah yang sedang dijalaninya sehingga mampu mengoptimalkan kecenderungan
atau kebiasaan - kebiasaan dan kemampuannya yang menguntungkan bagi
pendidikannya dan menghindari atau mengendalikan kebiasaan - kebiasaan atau
kecenderungan yang dapat menghambat pendidikannya di perguruan tinggi. Selain
itu, peneliti juga berasumsi bahwa dengan berbekal kesadaran diri yang telah dimiliki
oleh mahasiswa, akan mampu untuk mempersiapkan diri untuk memasuki dunia
kerja atau karier khusus atau mencapai kualifikasi profesional yang akan membantu
dalam karier yang telah ditempuh.
Metode Penelitian
Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Islam Indonesia
angkatan 2004 - 2006 dan masih aktif sebagai mahasiswa Universitas Islam Indonesia
pada tahun ajaran 2007/2008. Subjek dalam penelitian ini berjenis kelamin pria dan
wanita. Subjek yang diteliti yaitu subjek yang memiliki kesadaran diri tergolong
rendah berdasarkan hasil pretest.
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian eksperimen
ini adalah angket. Aspek kesadaran diri dalam penelitian ini diukur dengan
menggunakan skala kesadaran diri yang diadaptasi dari The Self Awareness
Questionnaire oleh Hall (1970) yang terdiri dari self image, kontrol diri, kreativitas,
kerjasama, perencanaan, dan konsentrasi. Angket diberikan kepada subjek
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebelum dan setelah pelatihan
Prophetic Intelligence.
Desain Pelaksanaan Eksperimen
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen, yaitu metode penelitian
untuk mengetahui efek yang ditimbulkan dari suatu perlakuan yang diberikan secara
sengaja oleh peneliti. Perlakuan yang diberikan bisa berupa situasi atau tindakan
tertentu yang diberikan kepada individu atau kelompok untuk kemudian dilihat
pengaruhnya (Latipun, 2004).
Desain dalam penelitian ini adalah non-randomized pretest-posttest control
group design, yaitu desain eksperimen tanpa random yang dilakukan prates
sebelum perlakuan diberikan dan pascates sesudahnya, sekaligus ada kelompok
perlakuan dan kontrol (Latipun, 2004). Pengukuran dilakukan untuk mengetahui
apakah ada perbedaan kesadaran diri pada mahasiswa sebelum diberikan
perlakuan (pre test) dan setelah diberikan pelatihan (pos test).
Metode Analisis Data
Analisis data penelitian dilakukan dengan cara melakukan t-test terhadap data
kuantitatif pada pre-test dan post-test yang didasarkan pada alat ukur kesadaran diri
yang diberikan kepada subjek penelitian. Software Statistical Product and Service
Solution (SPSS) 12.00 digunakan oleh peneliti untuk membantu dalam perhitungan
data-data yang diperoleh.
Hasil Penelitian
Tabel 1 Deskripsi Kategori Kesadaran Diri Subjek Berdasarkan hasil Post test
Kelompok kontrol Kelompok eksperimen
Kategori Norma
n Presentase n presentase Sangat rendah X < 172,8 0 0 % 0 0% Rendah 172,8 < X < 273,6 1 10% 0 0 % Sedang 273,6 < X < 374,4 1 10% 1 12,5 % Tinggi 374,4 < X < 475,2 4 40% 5 62,5 % Sangat tinggi 475,2 < X 4 40% 2 25 %
Tabel 2 Deskripsi Data pre test kelompok kontrol – kelompok eksperimen
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
KE 8 248 389 347,38 43,638 KK 10 256 564 377,80 83,321
Tabel 3 Deskripsi Data post test kelompok kontrol – kelompok eksperimen
N Minimum Maximum Mean Std. Deviatiaon
KE 8 359 498 433,25 46,330 KK 10 265 520 440,90 84,012
Tabel 4 Deskripsi Data gain score kelompok kontrol – kelompok eksperimen
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
KE 8 -7 207 85,88 67,554 KK 10 -107 200 63,10 95,344
Tabel 5 Uji Normalitas K–S–Z P Status Gain score 0,580 0,890 Normal Pre test 0,632 0,819 Normal Post test 0,843 0,476 Normal Tabel 6 Uji Homogenitas t P Status Gain score 0,325 0,365 Homogen Pre test 0,233 0,821 Homogen Post test 0,146 0,577 Homogen
Berdasarkan analisis uji hipotesis, gains score yang digunakan untuk
mengetahui adakah pengaruh pelatihan Prophetic Intelligence terhadap peningkatan
kesadaran diri mahasiswa, menunjukkan skor p sebesar 0,577, sehingga skor p >
0,05. tidak ada perbedaan kesadaran diri antara subjek yang mengikuti pelatihan
dengan subjek yang tidak mengikuti pelatihan Prophetic Intelligence, atau dengan
kata lain tidak ada perbedaan kesadaran diri antara kelompok kontrol dengan
kelompok eksperimen. Berdasarkan analisis, terdapat peningkatan skor kesadaran
diri pada kelompok eksperimen antara pre test – post test. Pada kelompok
eksperimen menunjukkan p = 0,009, sehingga nilai p < 0,05. Sedangkan pada
kelompok kontrol menunjukkan p = 0,066, sehingga nilai p > 0,05. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada peningkatan kesadaran diri antara pre test – post test
karena tidak diberikan perlakuan pada kelompok kontrol.
Pembahasan
Berdasarkan perhitungan statistik, seluruh aspek kesadaran diri mengalami
perubahan yaitu pada aspek self image dengan nilai t = -2,640 dan nilai p = 0,033
sehingga p<0,05, aspek kontrol diri dengan nilai t = -4,292 dan nilai p sebesar 0,004
sehingga p<0,01, aspek kreativitas dengan nilai t = -4,322 dan nilai p sebesar 0,003
sehingga p<0,01, aspek kerjasama dengan nilai t = -2,924 dan nilai p = 0,022
sehingga p<0,05, aspek perencanaan dengan nilai t = -3,559 dan nilai p sebesar
0,009 sehingga p<0,01, dan aspek konsentrasi dengan nilai t = -3,406 dan nilai p =
0,011 sehingga p<0,05.
Kesadaran diri subjek penelitian secara statistik mengalami peningkatan baik
dalam aspek self image, kontrol diri, kreativitas, kerjasama, perencanaan dan
konsentrasi. Hal ini dapat dijelaskan bahwa secara langsung atau tidak langsung
seluruh materi yang diberikan dalam pelatihan Prophetic Intelligence yakni
memahami konsep Prophetic Intelligence, mengelola potensi Adversity Intelligence
dan Emotional Intelligence, mengelola potensi Spiritual Intelligence dan Intellectual
Intelligence, implementasi Prophetic Intelligence dalam mengembangkan kesehatan
holistik meningkatkan keenam aspek tersebut.
Hasil deskripsi data juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai rata-
rata kesadaran diri antara laki-laki dan perempuan. Pada kelompok kontrol pada pre
test menunjukkan skor mean kesadaran diri lebih tinggi pada subjek laki-laki,
sedangkan pada post test menunjukkan skor mean kesadaran diri lebih tinggi pada
subjek perempuan. Pada kelompok eksperimen pada pre test menunjukkan skor
mean kesadaran diri lebih tinggi pada subjek laki-laki, sedangkan pada post test
menunjukkan skor mean kesadaran diri lebih tinggi pada subjek perempuan.
Berdasarkan rancangan eksperimen, hanya kelompok eksperimen saja yang
diberikan perlakuan berupa pelatihan Prophetic Intelligence. Hal ini dimaksudkan
untuk mengetahui apakah pelatihan yang diberikan benar-benar memberikan
pengaruh terhadap peningkatan kesadaran diri pada kelompok eksperimen,
sedangkan pada kelompok kontrol tidak mengalami perubahan kesadaran diri
karena tidak diberikan perlakuan.
Kesadaran diri mahasiswa adalah kemampuan seorang mahasiswa untuk
menyadari akan kelebihan dan kekurangan yang ada dalam dirinya sendiri sehingga
dengan kesadaran yang dimilikinya tersebut dapat membantu dalam memecahkan
berbagai permasalahan yang terkait dengan kegiatan akademis dan tercapainya
tujuan yang diharapkan.
Konsep Prophetic Intelligence dalam menumbuhkan kesadaran diri
seseorang bertujuan untuk menumbuhkan dan mengembangkan daya kesadaran
dan keingatan diri secara esensial serta melepaskan diri dari bekasan pengingkaran
dan kedurhakaan kepada Tuhannya dan melepaskan diri dari energi negatif
kealaman, kemakhlukan dalam suatu ruang dan waktu ( Adz-Dzakiey, 2005).
Seseorang yang memiliki kecerdasan, akan memiliki kemampuan untuk
memecahkan atau menciptakan sesuatu yang bernilai (Gardner 1993), kemampuan
mengarahkan pikiran dan atau tindakan, kemampuan mengubah arah tindakan jika
tindakan tersebut telah dilakukan, dan kemampuan mengkritik diri sendiri ( Binet dan
Simon, dalam Efendi, 2005). Piaget (dalam Efendi, 2005), mengatakan bahwa
seseorang yang memiliki kecerdasan akan mengetahui tindakan yang akan
digunakan pada saat kita tidak tahu apa yang harus dilakukan. Sehingga menurut
definisi tersebut seseorang dapat dikatakan cerdas apabila terampil dalam
menemukan jawaban yang benar untuk masalah pilihan hidup.
Upaya dalam meningkatkan kesadaran diri dapat dilakukan dengan banyak
hal. Sebagai seorang muslim sudah selayaknya kita menggunakan ajaran agama
kita dalam memperbaiki kualitas dan nilai-nilai hidup yang kita miliki. Umat Islam
memiliki kitab suci Al-Qur’an dan Al-Hadits yang merupakan dua sumber hukum
Islam yang paling utama. Keduanya tidak dapat dipisahkan atau dipertentangkan
karena semuanya berasal dari Allah swt. Al-Qur’an merupakan Kalamullah
(perkataan Allah) yang diturunkan kepada Rasulullah saw melalui perantara malakat
Jibril, sedangkan Al-Hadits adalah segala ucapan, sifat, perbuatan dan perangai
yang ada pada diri Rasulullah saw. Allah swt telah menjamin keaslian Al-Qur’an dan
Allah swt juga telah berfirman bahwa apapun yang diucapkan oleh Rasulullah saw
bukanlah berasal dari hawa nafsunya, melainkan wahyu yang diberikan oleh Allah
swt. Oleh karenanya sudah sepantasnya pula kita selalu menggunakan Al-Qur’an
dan Al-hadits dalam setiap aktifitas hidup kita. Karena Al-Qur’an dan Al-Hadits dapat
meningkatkan kesadaran diri kita, serta membantu kita dalam setiap permasalahan.
Kesadaran diri seseorang dapat ditingkatkan dengan cara menggali
kecerdasan-kecerdasan yang dimiliki, yang mungkin secara tidak disadari telah ada
dalam diri seseorang. Adz-Dzakiey (2005) menyebutkan bahwa dalam
mengimplementasikan Prophetic Intelligence, seseorang juga harus memiliki
Kecerdasan Berjuang (Adversity Intelligence), Kecerdasan Ruhani (Spiritual
Intelligence), Kecerdasan Emosional ( Emotional intelligence), dan Kecerdasan
Berpikir (Intellectual Intelligence).
Lebih lanjut Adz-Dzakiey (2005) menjelaskan mengenai keempat kecerdasan
tersebut bahwa pertama, dengan Adversity Intelligence, seseorang akan memberi
tahu seberapa jauh seseorang akan mampu bertahan mengahadapi dan mengatasi
kesulitan, meramalkan siapa yang akan melampaui harapan-harapan atas kinerja
dan potensi seseorang serta siapa yang akan gagal, dan meramalkan siapa yang
akan menyerah dan siapa yang akan bertahan. Kedua, dengan Spiritual intelligence
seseorang akan mampu beradaptasi, berintaraksi, dan bersosialisasi dengan
lingkungan ruhaniahnya serta dapat mengenal dan merasakan hikmah dari ketaatan
beribadah di hadapan tuhannya secara langsung. Ketiga, dengan Emotional
Intelligence seseorang akan mamapu mengetahui, memahami, mengenali dan
merasakan keinginan lingkungannya dan dapat mengambil hikmah darinya sehingga
diri akan memperoleh kemudahan untuk berinteraksi, beradaptasi, bersosialisasi
dengan baik, bermanfaat, membahagiakan, menyenangkan dan menyelamatkan.
Keempat, dengan Intellectual Intelligence seseorang akan mampu dalam
memahami, menganalisis, membandingkan, dan menyimpulkan tentang sesuatu
objek yang diterima oleh kalbu dan inderawi.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan
kesadaran diri pada mahasiswa peserta pelatihan Prophetic Intelligence. Kesadaran
diri mahasiswa tidak meningkat setelah mengikuti pelatihan Prophetic Intelligence
Saran
1. Mengontrol validitas internal dan eksternal penelitian. Seperti faktor subjek
keluar (drop out) dikarenakan kepentingan mendadak, melakukan randomisasi
dalam penentuan subjek, serta interaksi antar subjek kelompok kontrol dan
kelompok eksperimen.
2. Memilih kondisi tempat yang lebih nyaman, sehingga para peserta dapat lebih
konsentrasi dan lebih merasa nyaman. Dengan jumlah peserta yang sedikit
jangan memilih tempat yang terlalu luas. Pengaturan tempat duduk peserta juga
harus di perhatikan agar subjek dapat lebih konsentrasi. Agar lebih nyaman
dapat dipilih menggunakan kursi yang baik, sehingga peserta tidak merasa lelah.
Serta memperhatikan kondisi suhu ruangan. Akan lebih baik jika suhu ruangan
dibuat lebih sejuk (tidak panas). Selain itu juga sebaiknya dipilih ruangan yang
kedap suara, sehingga pada saat pelatihan berlangsung tidak terganggu dengan
suara-suara bising dari luar ruangan yang dapat menganggu jalannya pelatihan
dan membuat peserta menjadi tidak fokus.
3. Mempersiapkan hal-hal teknis dengan lebih baik. Permasalahan teknis seringkali
di alami oleh setiap orang, karena itu perlu di lakukan persiapan yang lebih
matang agar kendala-kendala teknis tidak menganggu jalannya pelatihan,
sehingga pelatihan dapat berjalan sesuai jadwal yang telah di tentukan dan
materi yang diberikan dapat disampaikan dengan lebih baik.
4. Menambah materi yang diberikan dalam pelatihan. Sehingga akan memperkaya
isi dari pelatihan yang diberikan dan manfaat yang diperoleh oleh peserta juga
lebih banyak.
5. Memilih subjek sebagai kelompok kontrol dan eksperimen sebaiknya berasal
dari sekolah atau universitas yang berbeda, untuk meminimalisir terjadinya
interaksi antar subjek.
DAFTAR PUSTAKA
Adz-Dzakiey, H. 2005. Psikologi Kenabian : Memahami Hakikat dan Citra Diri.
Yogyakarta : Penerbit Daristy
----------------------, et. Al. 2005. Prophetic intelligence : Construct Development and
Empirical Test for its Role in the Perceptionof Unethical Conduct Among
Indonesian Goverment Employees. Jurnal Psikologi Islami, Volume 1, Nomor
1. Yogyakarta : Penerbit Pengurus Pusat Asosiasi Psikologi Islami
---------------------- dan Budiharto. 2005. Konsep Prophetic intelligence dan
Implementasinya. Makalah (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Universitas Islam
Indonesia
American Heritage Dictionary of the English Language : Fourth Edition . 2000, USA :
Houghton Mifflin Company
Anastasi, A. 1982. Psychological Testing. New York : Macmillan Publishing Co. ,Inc.
As’ad, M. 2002. Psikologi Industri, Seri Ilmu Sumber Daya Manusia. Yogyakarta :
Liberty
Azwar, S. 2003. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar