EFEKTIVITAS LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DALAM MENINGKATKAN SELF EFFICACY SISWA (Studi Eksperimendi SMA YasmidaAmbarawa) TESIS Oleh : SOFWAN ADIPUTRA NIM : 1103693 DitulisUntukMemenuhiSebagianPesyaratandalamMendapatkan GelarMegisterPendidikan PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2013
116
Embed
EFEKTIVITAS LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DALAM …pustaka.unp.ac.id/file/abstrak_kki/abstrak_TESIS/1_SOFWAN_ADIPURA...Tanpa kalian aku bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa Untuk Adik
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Pendidikan merupakan dasar bagi kemajuan dan kelangsungan hidup
individu. Melalui pendidikan, individu memperoleh informasi dan pengetahuan
yang dapat digunakan untuk mengembangkan diri berdasarkan kemampuan dan
kesempatan yang ada. Pendidikan merupakan tonggak dari bentuk pribadi manusia
dan prilaku manusia, karena dengan pendidikan inilah manusia dibentuk dan
dididik sesuai dengan kebenaran yang berlaku di dalam kehidupan ini.
Jika merujuk kepada tujuan pendidikan maka sebenarnya pendidikan
seharusnya mampu menciptakan seorang individu yang bukan saja cerdas secara
intelektual namun juga cerdas secara emosional dan spiritual. Hal ini sesuai
dengan yang tercantum pada undang-undang sistem pendidikan nasional No. 20
tahun 2003, Bab 2 pasal 3 bahwa:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Pernyataan tersebut menyatakan bahwa seyogyanya pendidikan dapat
menciptakan individu yang utuh yaitu individu yang dapat mengembangkan
potensi yang dimiliki agar dapat bermanfaat untuk diri sendiri dan bangsa.
2
Bimbingan dan konseling yang merupakan pendidikan, memiliki peran
yang sangat penting untuk dapat membantu terciptanya tujuan pendidikan itu
sendiri, karena konselor yang juga merupakan salah satu pendidik memiliki peran
yang sangat penting dalam mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki oleh
peserta didik, sehingga peserta didik mampu memberdayakan segenap potensi
yang ada pada dirinya untuk dapat menjadi pribadi yang bermanfaat. Selain itu
pendidik juga memiliki kewajiban untuk membantu peserta didik ketika
mengalami masalah-masalah dalam mengembangkan kemampuan yang
dimilikinya.
Guru BK atau konselor sebagai pendidik setidaknya memiliki lima fungsi
yang harus dikerjakan untuk dapat mengoptimalkan potensi yang ada pada peserta
didik antara lain yaitu fungsi pencegahan, fungsi pengembangan, fungsi perbaikan,
fungsi pemeliharaan dan fungsi advokasi (Yusuf, 2009:29). Dari keterlaksanaan
fungsi ini dapat dievaluasi hasil yang memang diharapkan dari hasil yang
diperoleh siswa dalam mengembangkan potensi dirinya.
Jika mengkaji tugas dan peranan guru BK atau konselor yang terdapat
dalam peraturan menteri pendidikan nasional No. 27 tahun 2008 tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor, tugas guru BK atau konselor
adalah untuk mendukung perkembangan pribadi para pelajar sesuai dengan
kebutuhan, bakat, minat dan kepribadian mereka. Khususnya untuk membantu
peserta didik memahami dan mengevaluasi informasi dunia kerja dan membuat
pilihan-pilihan terkait pekerjaan. Bimbingan konseling sendiri adalah pelayanan
3
bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok, agar
mampu mandiri dan berkembang secara optimal.
Dalam pemberian layanan untuk meningkatkan kemandirian dan
mengembangkan kemampuan peserta didik secara optimal, terdapat salah satu
layanan yang dalam bimbingan dan konseling merupakan salah satu layanan dasar
yang harus mampu dilaksanakan oleh seluruh guru BK atau konselor yaitu layanan
bimbingan kelompok. Bimbingan kelompok sendiri bertujuan untuk
memungkinkan siswa secara bersama memperoleh berbagai bahan dari nara
sumber (terutama guru BK) yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari baik
sebagai individu maupun sebagai pelajar, anggota keluarga dan masyarakat
(Sukardi, 2003: 48).
Sejalan dengan hal tersebut Juntika (2005:17) mamaparkan bahwa
layanan bimbingan kelompok dimaksudkan untuk mencegah berkembangnya
masalah atau kesulitan pada diri konseli. Sehingga dapat dipahami bahwa
pelayanan bimbingan kelompok ini lebih menekankan kepada aspek pencegahan
dalam menghadapi permasalahan.
Oleh sebab itu sudah seharusnya seorang guru BK/konselor mampu
dengan baik untuk melaksanakan layanan bimbingan kelompok dalam
kegiatannya. Dengan dilaksanakannya bimbingan kelompok diharapkan peserta
dapat mengembangan diri untuk dapat berlatih berbicara, menanggapi, memberi
menerima pendapat orang lain, membina sikap dan perilaku yang normatif serta
aspek-aspek positif lainnya yang pada gilirannya individu dapat mengembangkan
4
potensi diri serta dapat meningkatkan perilaku komunikasi antarpribadi yang
dimiliki.
Bimbingan kelompok sendiri diduga akan menjadi primadona dari
layanan-layanan yang lain karena menekankan aspek dinamika kelompok yang
memiliki semangat yang tinggi, kerjasama yang lancar dan mantap, serta adanya
saling mempercayai diantara anggota-anggotanya. Apabila anggota merasa bahwa
kelompok itu baik maka setiap anggota kelompok akan sangat mudah mematuhi
peraturan dan norma-norma yang telah tetapkan nantinya.
Kajian peneliti sendiri meliputi fenomena di lapangan yang didapat
melalui observasi dan wawancara pra-penelitian kepada guru BK pada tanggal 2
Agustus 2012 di SMA Yasmida Ambarawa Pringsewu Lampung, didapatkan
permasalahan rendahnya aspek self-efficacy yang dimiliki siswa. Hal ini dapat
terlihat dari kurang adanya keyakinan diri siswa terkait permasalahan belajar dan
sosial. Siswa terkadang merasa tidak mampu terhadap suatu mata pelajaran tanpa
adanya usaha untuk memperbaiki diri. Diperoleh pemahaman bahwa siswa
sebenarnya mampu namun mereka kurang yakin dengan apa yang mereka miliki.
Begitu juga dalam hal sosial, siswa memiliki rasa minder jika mereka dihadapkan
dengan perlombaan atau kegiatan yang melibatkan sekolah lainnya. Peneliti
menyimpulkan bahwa self efficacy yang ada pada diri siswa merupakan salah satu
aspek self-knowledge atau pengetahuan tentang diri yang mengalami gangguan.
5
Bandura (dalam Ghufron, 2010:73) menyatakan bahwa self efficacy
adalah keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya dalam melakukan tugas
atau tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil tertentu. Jadi self efficacy
menekankan kepada aspek keyakinan diri dalam melakukan tugas dan tindakan
dimana seharusnya siswa dapat melakukan sebuah tindakan dari apa yang
dimilikinya.
Selanjutnya Bandura (dalam Ghufron, 2010:75) mengatakan bahwa
efikasi diri pada dasarnya adalah hasil dari proses kognitif berupa keputusan,
keyakinan atau harapan tentang sejauhmana individu memperkirakan kemampuan
dirinya dalam melaksanakan tugas atau tindakan tertentu yang diperlukan untuk
mencapai hasil yang diinginkan. Self efficacy tidak berkaitan dengan kecakapan
yang dimiliki, tetapi berkaitan dengan keyakinan individu mengenai hal yang
dapat dilakukan dengan kecakapan yang ia miliki seberapapun besarnya.
Efikasi diri menekankan pada komponen keyakinan diri yang dimiliki
seseorang dalam mengahadapi situasi yang akan datang yang mengandung
kekaburan, tidak dapat diramalkan, dan sering penuh dengan tekanan. Seseorang
yang memiliki self efficacy yang baik, akan merasa dirinya selalu siap dan sigap
dalam menyelesaikan permasalahan tanpa adanya keraguan tentang keadaan diri.
Dia tidak akan memikirkan dirinya dengan orang lain, namun meyakini dirinya
mampu seperti orang lain.
6
Pengunaaan layanan bimbingan kelompok penting diberikan dengan
pemahaman bahwa menurut Bandura (dalam Friedman, 2008:283) self efficacy
dapat ditingkatkan dengan mengunakan 4 hal yaitu pengalaman keberhasilan,
pengalaman orang lain, persuasi verbal, dan kondisi fisiologis, oleh sebab itu
pelaksanaan layanan bimbingan kelompok dirasakan mampu untuk dapat
menfasilitasi peningkatan self efficacy peserta didik. Dikarenakan dalam
bimbingan kelompok pembahasannya dapat mencakup keempat hal tersebut.
Bimbingan kelompok sebagai salah satu layanan dasar pada bimbingan
dan konseling sering tidak dapat dipergunakan oleh guru BK sebagai layanan yang
mampu meningkatkan kemampuan siswa sebagaimana fungsinya. Hal ini dilatar
belakangi banyak hal, baik dari segi kemampuan guru BK, waktu pelaksanaan,
hingga efektivitas hasil yang ingin dicapai. Peneliti berpendapat bahwa dengan
penelitian ini dapat diperoleh pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi guru
tentang hasil dari layanan bimbingan kelompok.
Berdasarkan fakta yang ada di lapangan tersebut maka peneliti mencoba
untuk menggunakan layanan bimbingan kelompok untuk membantu meningkatkan
kemampuan siswa, khususnya dalam upaya meningkatkan self efficacy. Inilah inti
permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini, sehingga peneliti mengambil judul
“Efektivitas layanan bimbingan kelompok dalam meningkatkan self efficacy siswa
kelas XI SMA Yasmida Ambarawa Kabupaten Pringsewu tahun pelajaran
2012/2013.
7
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi berbagai
masalah penelitian yang berkaitan dengan layanan bimbingan kelompok dalam
meningkatkan self efficacy antara lain:
1. Siswa kurang memiliki keyakinan terhadap keadaan diri
2. Siswa kurang memiliki rasa mampu mengerjakan tugas
3. Siswa kurang memiliki semangat untuk terus maju
4. Siswa kurang memiliki komitmen dalam diri
5. Belum ada usaha yang efektif untuk meningkatkan self efficcay
6. Belum digunakannya layanan bimbingan kelompok untuk meningkatkan Self
efficacy
C. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya ruang lingkup permasalahan dalam penelitian ini,
maka permasalahan dalam penelitian ini terfokus, dibatasi dan diarahkan pada
efektivitas layanan bimbingan kelompok dalam meningkatkan self efficacy siswa.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka yang
menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah layanan bimbingan
kelompok efektif meningkatkan self efficacy siswa, yang dijabarkan sebagai
berikut:
8
1. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara self efficacy siswa kelompok
eksperimen sebelum (pretest) dan setelah (posttest) diberikan perlakuan layanan
bimbingan kelompok?
2. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara self efficacy siswa kelompok
kontrol sebelum (pretest) dan setelah (posttest) tanpa perlakuan layanan
bimbingan kelompok?
3. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara self efficacy siswa kelompok
eksperimen, dengan siswa kelompok kontrol sesudah mengikuti kegiatan
bimbingan kelompok?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan utama dalam penelitian ini adalah untuk mengungkapkan
keefektifan layanan bimbingan kelompok terhadap peningkatan self efficacy siswa
SMA Yasmida Ambarawa.
Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengungkapkan hal-hal
sebagai berikut:
1. Perbedaan self efficacy siswa kelompok eksperimen sebelum (pretest) dan
setelah (posttes) diberikan perlakuan layanan bimbingan kelompok.
2. Perbedaan self efficacy siswa kelompok kontrol pada sebelum (pretest) dan
setelah (posttest) siswa tanpa perlakuan layanan bimbingan kelompok.
3. Perbedaan self efficacy antara siswa kelompok eksperimen yang diberikan
perlakuan layanan bimbingan kelompok, dengan siswa kelompok control yang
tidak diberikan perlakuan layanan bimbingan kelompok.
9
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
pengembangan teori dalam pengembangan layanan bimbingan konseling pada
bidang diagnostik kesulitan belajar siswa dan dapat dijadikan sumber informasi
pendidikan dalam penerapan layanan bimbingan dan konseling di sekolah.
2. Manfaat praktis
a. Bagi guru BK/Konselor
Bahan masukan bagi Musyawarah Guru Pembimbing (MGP) baik dalam
penyusunan program pelayanan BK, maupun sebagai solusi dari permasalahan
salah satunya berkenaan dengan self efficacy.
b. Bagi peserta didik
Setelah mengikuti bimbingan kelompok siswa menjadi termotivasi untuk
meningkatkan self efficacy, juga mengembangkan sikap terbuka, belajar untuk
mempercayai kemampuan diri sendiri.
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Bimbingan Kelompok
a. Pengertian Bimbingan kelompok
Kegiatan bimbingan kelompok akan terlihat hidup jika di
dalamnya terdapat dinamika kelompok. Dinamika kelompok
merupakan media efektif bagi anggota kelompok dalam
mengembangkan aspek-aspek positif ketika mengadakan komunikasi
antar pribadi dengan orang lain.
Menurut Prayitno (2012:149), yang dimaksud dengan layanan
bimbingan kelompok adalah Suatu kegiatan yang mengaktifkan
dinamika kelompok untuk membahas berbagai hal yang berguna bagi
pengembangan pribadi yang menjadi peserta kegiatan kelompok.
Kemudian Hartinah (2009:6) mendefinisikan bahwa Bimbingan
kelompok merupakan kegiatan bimbingan yang diberikan kepada
kelompok individu yang mengalami masalah yang sama dengan
memanfaatkan dinamika kelompok.
Menurut Rusmana (2009:13) bimbingan kelompok adalah:
Proses pemberian bantuan kepada individu melalui suasana
kelompok yang memungkinkan anggota untuk belajar
berpartisipasi aktif dan berbagi pengalaman dalam upaya
pengembangan wawasan, sikap, dan atau keterampilan yang
diperlukan dalam upaya mencegah timbulnya masalah atau
dalam upaya pengembangan pribadi.
11
Dari beberapa pengertian bimbingan kelompok di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa bimbingan kelompok adalah suatu kegiatan
kelompok yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan
memanfaatkan dinamika kelompok yaitu adanya interaksi saling
mengeluarkan pendapat, memberikan tanggapan, saran, dan
sebagainya, dimana pemimpin kelompok menyediakan informasi-
informasi yang bermanfaat agar dapat membantu individu mencapai
perkembangan yang optimal.
b. Tujuan Bimbingan kelompok
Pelaksanaan layanan bimbingan kelompok memiliki tujuan
dalam hal pengembangan diri. Menurut Amti (2004:108) bahwa
tujuan bimbingan kelompok terdiri dari tujuan umum dan tujuan
khusus. Secara umum bimbingan kelompok betujuan untuk
membantu para siswa yang mengalami masalah melalui prosedur
kelompok. Selain itu juga mengembangkan pribadi masing-masing
anggota kelompok melalui berbagai suasana yang muncul dalam
kegiatan itu, baik suasana yang menyenangkan maupun yang
menyedihkan. Secara khusus bimbingan kelompok bertujuan untuk:
(1) Melatih siswa untuk berani mengemukakan pendapat di hadapan
teman-temannya, (2) Melatih siswa dapat bersikap terbuka di dalam
kelompok, (3)Melatih siswa untuk dapat membina keakraban bersama
teman-teman dalam kelompok khususnya dan teman di luar kelompok
pada umumnya, (4) Melatih siswa untuk dapat mengendalikan diri
12
dalam kegiatan kelompok, (5) Melatih siswa untuk dapat bersikap
tenggang rasa dengan orang lain, (6) Melatih siswa memperoleh
keterampilan sosial, (7) Membantu siswa mengenali dan memahami
dirinya dalam hubungannya dengan orang lain.
Ada beberapa tujuan bimbingan kelompok seperti yang
dikemukakan oleh Prayitno (1995:178), adalah sebagai berikut:
1) Mampu berbicara di depan orang banyak
2) Mampu mengeluarkan pendapat, ide, saran, tanggapan,
perasaan dan lain sebagainya kepada orang banyak.
3) Belajar menghargai pendapat orang lain,
4) Bertanggung jawab atas pendapat yang dikemukakannya.
5) Mampu mengendalikan diri dan menahan emosi (gejolak
kejiwaan yang bersifat negatif).
6) Dapat bertenggang rasa
7) Menjadi akrab satu sama lainnya,
8) Membahas masalah atau topik-topik umum yang
dirasakan atau menjadi kepentingan bersama
Layanan bimbingan kelompok dimaksudkan untuk
memungkinkan siswa secara bersama-sama memperoleh berbagai
bahan dari nara sumber (terutama guru BK) yang bermanfaat untuk
kehidupan sehari-hari baik sebagai individu maupun sebagai pelajar,
anggota keluarga dan masyarakat. (Sukardi, 2003:48).
Layanan bimbingan kelompok merupakan media pengembangan
diri untuk dapat berlatih berbicara, menanggapi, memberi, menerima
pendapat orang lain, membina sikap dan perilaku yang normatif serta
aspek-aspek positif lainnya yang pada gilirannya individu dapat
mengembangkan potensi diri serta dapat meningkatkan perilaku
komunikasi antarpribadi yang dimiliki.
13
c. Fungsi Bimbingan kelompok
Fungsi Bimbingan Kelompok Menurut Sukardi (2000:48)
layanan bimbingan kelompok itu mempunyai tiga fungsi (1) fungsi
informatif, (2) fungsi pengembangan, (3) fungsi Preventif dan kreatif.
Fungsi pertama dan kedua dilaksanakan melalui kegiatan home room,
sedangkan fungsi ketiga, digunakan untuk keperluan terapi masalah-
masalah psikologi seperti psikodarama, atau sosiodrama untuk
keperluan terapi masalah atau konflik sosial.
Berdasarkan pendapat ahli di atas layanan bimbingan kelompok
yang akan digunakan untuk membahas masalah self efficacy, yang
dapat berfungsi untuk pemahaman, pencegahan, pemeliharaan dan
pengembangan.
d. Dinamika Kelompok dalam Bimbingan kelompok
Dinamika kelompok dalam bimbingan kelompok ini merupakan
ciri khas yang membedakan dengan kegiatan kelompok pada proses
pembelajaran. Dinamika kelompok menurut Cartwright dan Zender
(dalam Hartinah, 2009:63) mendeskripsikan sebagai suatu bidang
terapan yang dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan tentang
sifat atau ciri kelompok serta hukum perkembangan inteleraksi dengan
anggota, kelompok lain dan lembaga-lembaga yang lebih besar.
Dinamika kelompok sebagai kekuatan operasional suatu kelompok
akan memicu adanya proses kelompok dalam melakukan pertukaran
semangat dan interaksi di antara anggota dan pemimpin kelompok.
14
Woodworth (177:1918) menyatakan bahwa dilihat dari sudut
pandang yang sehat, tidak ada perilaku manusia yang lebih menarik
dan penting dari perilaku kelompok yang besar ataupun kecil. Hal ini
menekankan bahwa perilaku manusia lebih efektif jika dilakukan
secara berkelompok baik besar ataupun kecil.
Selanjutnya Bonner mendefinisikan dinamika kelompok sebagai
berikut:
We can now define group dynamics as that division of social
psychology which investigates the formation and change
of the structure and function of the pasychological
grouping of people into self-directing wholes. ( Bonner,
1959:5)
Kita sekarang dapat menentukan dinamika kelompok
sebagai yang pembagian psikologi sosial yang
menyelidiki pembentukan dan perubahan struktur dan
fungsi pengelompokan pasychological orang ke diri
mengarahkan keutuhan. (Bonner, 1959: 5).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kelompok yang dijiwai oleh
dinamika kelompok dapat menentukan gerak arah pencapaian tujuan
penelitian. Dinamika kelompok dimanfaatkan untuk mencapai tujuan
bimbingan kelompok.
e. Peranan Pemimpin Kelompok dan Anggota Kelompok
Dinamika kelompok yang tercipta dalam proses bimbingan
kelompok menggambarkan hidupnya suatu kegiatan kelompok.
Hangatnya suasana atau kakunya komunikasi yang terjadi juga
tergantung pada peranan pemimpin kelompok. Oleh karena itu
15
pemimpin kelompok memiliki peran penting dalam rangka membawa
para anggotanya menuju suasana yang mendukung tercapainya tujuan
bimbingan kelompok. Sebagaimana yang dikemukakan Prayitno
(1995:35-36) bahwa peranan pemimpin kelompok ialah:
1. Pemimpin kelompok dapat memberikan bantuan,
pengarahan ataupun campur tangan langsung terhadap
kegiatan kelompok. Campur yang ini meliputi, baik hal-
hal yang bersifat isi dari yang dibicarakanmaupun yang
mengenai proses kegiatan itu sendiri.
2. Pemimpin kelompok memusatkan perhatian pada suasana
yang berkembang dalam kelompok itu, baik perasaan
anggota-anggota tertentu maupun keseluruhan kelompok.
Pemimpin kelompok dapat menanyakan suasanan
perasaan yang dialami itu.
3. Jika kelompok itu tampaknya kurang menjurus kearah
yang dimaksudkan maka pemimpin kelompok perlu
memberikan arah yang dimaksudkan itu.
4. Pemimpin kelompok juga perlu memberikan tanggapan
(umpan balik) tentang berbagai hal yang terjadi dalam
kelompok, baik yang bersifat isi maupun proses kegiatan
kelompok.
5. Lebih jauh lagi, pemimpin kelompok juga diharapkan
mampu mengatur “lalu lintas” kegiatan kelompok,
pemegang aturan permainan (menjadi wasit), pendamai
dan pendorong kerja sama serta suasana kebersamaan.
Disamping itu pemimpin kelompok, diharapkan bertindak
sebagai penjaga agar apapun yang terjadi di dalam
kelompok itu tidak merusak ataupun menyakiti satu orang
atau lebih anggota kelompok sehingga ia mereka itu
menderita karenanya.
6. Sifat kerahasiaan dari kegiatan kelompok itu dengan
segenap isi dan kejadian-kejadian yang timbul di
dalamnya, juga menjadi tanggung jawab pemimpin
kelompok.
16
Kegiatan layanan bimbingan kelompok sebagian besar juga
didasarkan atas peranan para anggotanya. Peranan kelompok tidak
akan terwujud tanpa keikutsertaan secara aktif para anggota kelompok
tersebut. Karena dapat dikatakan bahwa anggota kelompok merupakan
badan dan jiwa kelompok tersebut.
Agar dinamika kelompok selalu berkembang, maka peranan
yang dimainkan para anggota kelompok adalah:
1) Membantu terbinanya suasana keakraban dalam
hubungan antaranggota kelompok.
2) Mencurahkan segenap perasaan dalam melibatkan diri
dalam kegiatan kelompok.
3) Berusaha agar yang dilakukannya itu membantu
tercapainya tujuan bersama
4) Membantu tersusunnya aturan kelompok dan berusaha
mematuhinya dengan baik.
5) Benar-benar berusaha untuk secara aktif ikut serta dalam
seluruh kegiatan kelompok.
6) Mampu berkomunikasi secara terbuka
7) Berusaha membantu anggota lain.
8) Memberi kesempatan anggota lain untuk juga
menjalankan peranannya.
9) Menyadari pentingnya kegiatan kelompok itu.
f. Tahap-tahap Pelaksanaan Bimbingan Kelompok
Bimbingan kelompok berlangsung melalui lima tahap. Menurut
(Prayitno, 2012:172) tahap-tahap bimbingan kelompok adalah sebagai
berikut:
1. Tahap Pembentukan
Tahap ini merupakan tahap pengenalan, tahap melibatkan
diri atau proses memasuki diri ke dalam kehidupan kelompok.
Variasi dalam hal jenis kelamin, unsur pendidikan dan pengalaman
menjadi pertimbangan dalam pembentukan kelompok. Pada tahap
17
ini juga tempat duduk peserta kelompok diatur dengan membentuk
sebuah lingkaran, sehingga setiap anggota kelompok dapat melihat
satu sama lainnya secara langsung. Pola keseluruhan pada tahap
ini, termasuk tema, tujuan, kegiatan dan peranan pemimpin
kelompok, dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1 Tahap Pembentukan Kelompok
2. Tahap Peralihan
Setelah suasana kelompok terbentuk dan dinamika kelompok
sudah mulai tumbuh, kegiatan kelompok hendaknya dibawa lebih
jauh oleh pemimpin kelompok menuju kegiatan kelompok
PERANAN PEMIMPIN KELOMPOK
1. Menampilkan doa untuk mengawali kegiatan 2. Menampilkan diri secara utuh dan terbuka 3. Membantu dan penuh empati menampilkan penghormatan kepada orang
lain, hangat, tulus, bersedia 4. Sebagai contoh atau model
18
sebenarnya. Untuk itu perlu dilakukan tahap peralihan sebelum
melangkah lebih jauh ke tahap kegiatan. Pada tahap ini pemimpin
kelompok menjelaskan peranan para anggota kelompok dalam
kelompok. Kemudian pemimpin kelompok menawarkan apakah
para anggota sudah siap memulai kegiatan. Tahap peralihan
merupakan “jembatan” antara tahap pembentukan dan kegiatan.
Adakalanya jembatan ditempuh dengan amat mudah dan lancar,
artinya para anggota kelompok dapat memesuki tahap kegiatan
dengan penuh kemauan dan kesukarelaan. Namun, adakalanya juga
jembatan itu ditempuh dengan susah payah, artinya para anggota
kelompok enggan memasuki tahap kegiatan yang merupakan tahap
sebenarnya. Adapun pola tahap peralihan secara keseluruhan
digambarkan ke dalam bagan sebagai berikut :
Gambar 2. Tahap Peralihan Bimbingan Kelompok
PERANAN PEMIMPIN KELOMPOK
1. Menerima suasana yang ada secara sabar dan terbuka
2. Tidak menggunakan cara-cara yang bersifat langsung atau
mengambil alih kekuasaannya
3. Mendorong dibahasnya suasana perasaan
4. Membuka diri, sebagai contoh dan penuh empati
19
3. Tahap kegiatan
Tahap ini merupakan kehidupan yang sebenarnya dari
kelompok. Namun kelangsungan kegiatan kelompok pada tahap ini
amat tergantung pada hasil dari kedua tahap sebelumnya. Jika
tahap-tahap sebelumnya berhasil dengan baik, maka tahap ketiga
itu kemungkinan besar akan berlangsung dengan lancar. Pada tahap
ketiga ini ada topik tugas dan ada topik bebas. Topik bebas
dikemukakan oleh anggota kelompok dan topik tugas ditentukan
oleh pemimpin kelompok. Dalam penelitian ini akan digunakan
satu topik saja, yaitu topik tugas. Seluruh peserta kelompok
berperan aktif dan terbuka mengemukakan pikiran dan
pendapatnya terkait topik yang dibahas dalam kelompok. Pada
tahap ini, hubungan antar anggota kelompok tumbuh dengan baik
dan pada tahap ini topik dibahas secara mendalam, luas dan tuntas.
Sehingga wawasan, pengetahuan, dan nilai yang tertanam dalam
diri tiap anggota kelompok semakin baik. Setiap anggota kelompok
dilatih berfikir kritis, analisis, sistematis, dan logis, sehingga di
dalam diri para anggota kelompok tertanam tekad untuk
mengaplikasikan segala yang baik yang didapat dari hasil bahasan
dalam bimbingan kelompok. Pola keseluruhan tahap ketiga,
digambarkan secara keseluruhan dalam bagan di bawah ini :
20
Gambar 3. Tahap Kegiatan Bimbingan Kelompok
4. Tahap Penyimpulan
Tahap penyimpulan yaitu tahapan untuk melihat kembali apa
yang sudah dilakukan dan dicapai oleh kelompok. Peserta
kelompok diminta melakukan refleksi berkenaan dengan kegiatan
pembahasan yang baru saja mereka ikuti.
Pola keseluruhan tahap keempat, dapat digambarkan sebagai
berikut :
PERANAN PEMIMPIN KELOMPOK
1. Sebagai pengatur lalu lintas yang sabar dan terbuka
2. Aktif tetapi tidak banyak bicara
3. Memberikan dorongan dan penguatan serta penuh empati.
21
Gambar 4. Tahap Penyimpulan Bimbingan Kelompok
5. Tahap Pengakhiran
Tahap pengakhiran ini adalah tahap yang harus terjadi pada
saat yang dianggap tepat. Pada tahap ini dibahas terkait frekuensi
pertemuan kelompok dan juga pembahasan keberhasilan kelompok.
Dalam pembahasan frekuensi pertemuan, hendaknya dibahas
tentang kapan dan berapa kali pertemuan akan dilakukan.
Sedangkan pada pembahasan keberhasilan kelompok, hendaknya
terfokus pada komitmen anggota kelompok. Seperti yang
PERANAN PEMIMPIN KELOMPOK
1. Tetap mengusahakan suasana hangat, bebas dan terbuka.
2. Memberikan pernyataan dan mengucapkan terima kasih atas
keikut sertaan anggota
3. Penuh rasa persahabatan dan empati.
22
dikemukakan oleh Prayitno (1995 :58), bahwa: “Ketika kelompok
memasuki tahap pengakhiran, kegiatan kelompok hendaknya
berpusat pada pembahasan dan penjelajahan tetang apakah anggota
kelompok mampu menerapkan hal-hal yang telah dipelajari dalam
kehidupan mereka sehari-hari”. Pola keseluruhan tahap keempat,
dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 5. Tahap Pengakhiran Bimbingan Kelompok
PERANAN PEMIMPIN KELOMPOK
1. Tetap mengusahakan suasana hangat, bebas dan terbuka.
2. Memberikan pernyataan dan mengucapkan terima kasih atas
keikut sertaan anggota
3. Memberikan semangat untuk kegiatan lebih lanjut
4. Memimpin Doa Syukur.
23
g. Evaluasi kegiatan layanan bimbingan kelompok
Penilaian atau evaluasi kegiatan layanan bimbingan kelompok
diorientasikan kepada perkembangan pribadi siswa dan hal-hal yang
dirasakan kegunaanya oleh anggota. Penilaian kegiatan bimbingan
kelompok dapat dilakukan secara tertulis, baik melalui essai, daftar
cek, maupun daftar isian sederhana (Prayitno, 1995:81). Setiap
pertemuan, pada akhir kegiatan pemimpin kelompok meminta
anggota kelompok untuk mengungkapkan perasaannya, pendapatnya,
minat, dan sikapnya tentang sesuatu yang telah dilakukan selama
kegiatan kelompok (yang menyangkut isi maupun proses). Selain itu
anggota kelompok juga diminta mengemukakan tentang hal-hal yang
paling berharga dan sesuatu yang kurang disenangi selama kegiatan
berlangsung.
Penilaian atau evaluasi dan hasil dari kegiatan layanan
bimbingan kelompok ini bertitik tolak bukan pada kriteria “benar atau
salah”, tetapi berorientasi pada perkembangan, yakni mengenali
kemajuan atau perkembangan positif yang terjadi pada diri anggota
kelompok. Prayitno (1995:81) mengemukakan bahwa penilaian
terhadap layanan bimbingan kelompok lebih bersifat “dalam proses”,
hal ini dapat dilakukan melalui:
1) Mengamati partisipasi dan aktivitas peserta selama
kegiatan berlangsung.
2) Mengungkapkan pemahaman peserta atas materi yang
dibahas
24
3) Mengungkapkan kegunaan layanan bagi anggota
kelompok, dan perolehan anggota sebagai hasil dari
keikutsertaan mereka.
4) Mengungkapkan minat dan sikap anggota kelompok
tentang kemungkinan kegiatan lanjutan.
5) Mengungkapkan tentang kelancaran proses dan suasana
penyelenggaraan layanan.
h. Teknik-teknik dalam bimbingan kelompok
Sebagaimana yang dikemukakan Prayitno (1995:78) bahwa
teknik-teknik dalam bimbingan kelompok adalah sama dengan teknik
yang digunakan dalam konseling perorangan. Hal tersebut memang
demikian karena pada dasarnya tujuan dan proses pengembangan
pribadi melalui layanan bimbingan kelompok dan konseling
perorangan adalah sama. Perbedaannya hanya terletak pada proses
interaksi antarpribadi yang lebih luas dalam dinamika kelompok pada
bimbingan kelompok.
Dalam penelitian ini tekhnik dalam bimbingan kelompok yang
akan dilaksanakan diarahkan pada teknik psikososial yang
dikembangkan oleh bandura yaitu Modelling. Tekhik ini diambil
berdasarkan pendapat pendapat Bandura (1997:99) menyebutkan
bahwa mastery model dapat dilakukan untuk meningkatkan
kepercayaan Self Efficacy. Pangamat bisa belajar dari apa yang
ditunjukan oleh model.
Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan Alwisol
(2004:366) yang menyatakan bahwa Modelling bukan hanya
menghasilkan respon baru namun juga Vicarius Extinction
(pelenyapan tak langsung) terhadap respon negatif yang dimiliki oleh
seseorang pada awalnya
25
i. Bimbingan Kelompok yang Efektif
Bimbingan kelompok merupakan suatu sistem yang terdiri dari
komponen yang saling berkaitan. Dapat terlaksana secara efektif dan
efisien jika semua komponen dalam sistem tersebut mengarah pada
perubahan dan pada sesuatu yang positif. Komponen sistem dalam
bimbingan kelompok menurut Wibowo (2005:189) adalah:
“Variabel raw input (siswa/anggota kelompok);
instrumental input (konselor, program, tahapan dan sarana);
envimental input (norma, Tujuan dan lingkungan); proses
atau perantara (interaksi, perlakuan kontrak perilaku yang
disepakati akan diubah dan dinamika kelompok); output
yaitu berkenaan dengan perubahan perilaku atau
penguasaan tugas-tugas”.
Komponen-komponen sistem dalam bimbingan kelompok
tersebut adalah:
1. Raw Input
Keanggotaan merupakan salah satu unsur pokok dalam
bimbingan kelompok. Raw Input dalam bimbingan kelompok
adalah siswa. Karena bimbingan kelompok sifatnya
pengembangan dan topik yang dibahas merupakan topik-topik
umum, maka siapapun dapat menjadi anggota kelompok. Berikut
ini beberapa pertimbangan dalam membentuk suatu kelompok
bimbingan kelompok adalah (Prayitno, 1995:30):
a) Jenis kelompok, untuk Tujuan-tujuan tertentu mungkin
diperlukan pembentukan kelompok dengan jumlah
anggota yang seimbang antara laki-laki dan perempuan,
atau mungkin juga semua jenis kelamin anggota sama.
26
b) Umur, pada umumnya dinamika kelompok lebih baik
dikembangkan dalam kelompok-kelompok dengan
anggota seumur.
c) Kepribadian, keragaman atau keseragaman dalam
kepribadian anggota dapat membawa keuntungan atau
kerugian tertentu. Jika perbedaan diantara para anggota itu
amat besar, maka komunikasi akan terganggu dan
dinamika kelompok juga kurang hangat.
d) Hubungan awal, keakraban dapat mewarnai hubungan
dalam anggota kelompok yang sudah saling bergaul
sebelumnya, dan sebaliknya suasana keasingan akan
dilaksanakan oleh para anggota yang belum saling kenal.
Untuk kelompok tugas mungkin anggota yang seragam
akan menyelesaikan tugas lebih baik. Sebaliknya, bagi
kelompok bebas, khususnya dengan tujuan kemampuan
hubungan sosial dengan orang-orang baru, anggota
kelompok yang beragam akan lebih tepat sasaran.
2. Instrumental Input
Konselor (pemimpin kelompok), program, dan tahapan, dan
sarana merupakan instrumental input bimbingan kelompok.
Konselor atau pemimpin kelompok harus menguasai
keterampilan dan sikap yang memadai untuk terselenggaranya
proses bimbingan kelompok yang efektif. Diantaranya pemimpin
kelompok mampu melaksanakan teknik umum dengan istilah
“3M” Mendengar dengan baik, memahami secara penuh, dan
merespon secara tepat dan positif. Program kegiatan selayaknya
dikembangkan sesuai kebutuhan siswa, kondisi objektif sekolah,
perkembangan yang terjadi di masyarakat, serta keterampilan
dankemampuan konselor di sekolah yang bersangkutan
(Wibowo, 2005: 252).
27
3. Enviromental Input
Kegiatan layanan bimbingan kelompok dapat berjalan
dengan lancar dan terarah, apabila terdapat norma kelompok.
Norma kelompok merupakan aturan yang dibuat, dan disepakati
serta digunakan dalam kegiatan bimbingan kelompok. Selain itu
lingkungan kondusif dalam kelompok juga perlu diciptakan
demitercapainya bimbingan kelompok yang efektif. Lingkungan
kondusif yang dimaksud adalah adanya suasana akrab dan hangat
yangmewarnai dinamika kelompok. Dinamika kelompok
merupakan interaksi dinamis antar anggota kelompok dan
pemimpin kelompok dalam kegiatan layanan bimbingan
kelompok.
4. Proses
Kegiatan layanan bimbingan kelompok terlihat hidup
apabila tercipta dinamika kelompok di dalamnya. Dinamika
kelompok dapat dimanfaatkan dalam proses interaksi antar
anggota dalam membahas topik yang disajikan, sehingga antar
anggota dapat terjalin rasa empati, keterbukaan, rasa positif,
saling mendukung dan merasa setara dengan anggota lain dalam
kelompok tersebut (Wibowo, 2005:154).
Oleh karena itu perlu diperhatikan pula peranan yang
hendaknya dimainkan oleh anggota maupun pemimpin
kelompok. Peran anggota dan pemimpin kelompok dapat dilihat
28
pada uraian dimuka. Agar proses bimbingan kelompok dapat
mencapai keberhasilan, perlu disediakan sarana pendukung yaitu
merupakan seperangkat alat bantu untuk memperlancar proses
bimbingan kelompok. Alat bantu tersebut antara lain ruangan,
tempat duduk dan perlengkapan administrasi lainnya
5. Output
Setelah mengikuti kegiatan layanan bimbingan kelompok
siswa diharapkan memiliki sikap dan keterampilan yang lebih
baik. Dalam hal ini siswa diharapkan memiliki kemampuan
verbal dan non verbal yang lebih baik. Selain itu siswa
diharapkan memiliki keterbukaan, rasa positif, empati, sikap
saling mendukung, dan memiliki rasa setara dan kebersamaan
yang tinggi.
Menurut Amti (1992:150) mengemukakan bahwa setelah
mengikuti kegiatan bimbingan kelompok diharapkan anggota
mampu mengembangkan sikap dan keterampilan sebagai berikut:
a) Sikap, meliputi tidak mau menang sendiri, tidak gegabah
dalam berbicara, ingin membantu orang lain, lebih melihat
aspek positif dalam menanggapi pendapat teman-temannya,
sopan dan bertanggung jawab, menahan dan mengendalikan
diri, mau mendengar pendapat orang lain, dan tidak
memaksakan pendapatnya.
29
b) Keterampilan, meliputi mengemukakan pendapat kepada
orang lain, menerima pendapat orang lain dan memberikan
tanggapan secara tepat dan positif.
2. Self Efficacy
a. Definisi Self Efficacy
Menurut Bandura (dalam McElroy, 2002) mengemukakan bahwa
self efficacy adalah:
“Among those internal influences, self-efficacy, which is a
form of self-evaluation, describes how cognitive functioning
affects new behavior patterns. While self-esteem is related to
an individual’s perception of self-worth, self-efficacy refers to
an individual’s perception of competence and capability in
completing certain tasks”.
Kemudian Bandura (dalam Setiadi 2010:7) mengemukakan
bahwa “self efficacy beliefs are difened as eliefs in one’s capabilities to
organize and execute the course of action required to produce given
attainments.“
Self efficacy merupakan keyakinan akan kemampuan individu
untuk dapat mengorganisasi dan melaksanakan serangkaian tindakan
yang dianggap perlu sehingga mencapai suatu hasil sesuai harapan.
Diantara pengaruh-pengaruh internal self-efficacy merupakan bentuk
evaluasi diri yang berkaitan dengan persepsi individu terhadap
kompetensi dan kemampuan dalam menyelesaikan tugas-tugas tertentu.
Baron dan Byrne (dalam Ghufron, 2011:74) mendefinisikan self
efficacy adalah evaluasi seseorang mengenai kemampuan atau
30
kompetensi dirinya untuk melakukan tugas, mencapai tujuan dan
mengatasi hambatan.
Self efficacy merupakan sebuah konsep untuk mengkategorikan
bagian teori yang lebih luas tentang berfikir. Self efficacy merupakan
“Penilaian isi khusus kompetensi dalam pembentukan tugas khusus”
yang meliputi kemampuan melakukan sesuatu dalam situasi berbeda
(Pajares dalam Setiadi, 2010:7).
Menurut Bandura (dalam Ghufron, 2011:75) mengatakan bahwa
self efficacy pada dasarnya adalah hasil dari proses kognitif berupa
keputusan, keyakinan, atau pengharapan tentang sejauh mana individu
memperkirakan kemampuan dirinya dalam melaksanakan tugas atau
tindakan tertentu yang diperlukan untuk mencapai hasil yang
diinginkan.
Menurut Dale Schunk (dalam Setiadi, 2007:7) self efficacy
mempengaruhi peserta didik dalam memilih kegiatannya. Peserta didik
dengan self efficacy yang rendah mungkin menghindari pelajaran yang
banyak tugasnya, khususnya untuk tugas-tugas yang menantang,
sedangkan peserta didik dengan self efficacy yang tinggi mempunyai
keinginan yang besar untuk mengerjakan tugas-tugas yang menantang.
Sedangkan Gist dan Michell (dalam Ghufron, 2011:75)
mengatakan self efficacy dapat membawa pada perilaku yang berbeda
diantara individu yang memiliki kemampuan yang sama, karena self
31
efficacy mempengaruhi pilihan, tujuan, pengatasan masalah, dan
kegigihan dalam berusaha.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan self efficacy
adalah suatu keadaan dimana seseorang yakin dan percaya bahwa
mereka berhasil melakukan sesuatu. Self efficacy sebagai pertimbangan
seseorang akan kemampunnya untuk mengorganisasikannya dan
menampilkan tindakan yang diperlukan dalam mencapai kinerja yang
diinginkan. Hal ini tidak tergantung pada jenis keterampilan atau
keahlian yang dimiliki oleh seseorang, tetapi berhubungan dengan
keyakinan tentang apa yang dapat dilakukan menyangkut sebarapa
besar usaha yang dikeluarkan seseorang dalam suatu tugas dan seberapa
lama ia akan bertahan. Keyakinan yang kuat akan kemampuan diri
menyebabkan seseorang terus berusaha sampai tujuannya tercapai.
Namun, apabila keyakinan akan kemampuannya diri tidak kuat,
seseorang cendrung akan mengurangi usahanya bila menemui masalah.
b. Makna Self Efficacy
Menurut Maddux (dalam Setiadi 2010:19) mengemukakan
beberapa makna self efficacy, antara lain:
1. People are capable of symbolization that enable them to make
internal patterns of their expiriences, to develop different
courses of action, to predict the outcomes of the action, and to
transfer “complex ideas and experiences” to other people. 2.
In general behavioral is “goal-oriented” and anticipated or
predicted (or planned). 3. People have an ability to assess
their own thought and experiences or do self-reflection. 4.
People can regulate them selves by controlling their
behavioral and environment which has impacts on their
32
behavioral. 5. People learn different lessons from other
people’s behavior and take its effects into account. 6. The
above mentioned capibilities originate in “the evolution of
complex neuro-physikological mechanisms and struktures. 7.
Environmental processes, personal variables and human
behavior interplay each other.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa self efficacy memiliki makna
sebagai berikut
1) Self efficacy merupakan keterampilan yang berkenaan dengan apa
yang diyakini atau keyakinan yang dimiliki oleh seseorang untuk
melakukan atau menyelesaikan sesuatu dengan keterampilan yang
dimilikinya dalam situasi atau kondisi tertentu. Biasanya terungkap
dari pernyataan “Saya yakin dapat mengerjakannya”.
2) Self efficacy bukan menggambarkan tentang motif (motive),
dorongan (drive), atau kebutuhan lain yang dikontrol. Hal ini dapat
dijelaskan dengan ungkapan, “Saya mempunyai kebutuhan yang
kuat untuk mengontrol domain tertentu dan masih mampu
memelihara keyakinan agar tidak lemah”.
3) Self efficacy ialah keyakinan seseorang tentang kemampuannya
dalam mengkoordinir, mengerahkan keterampilan dan kemampuan
dalam mengubah serta menghadapi situasi yang penuh dengan
tantangan.
4) Self efficacy adalah keyakinan seseorang terhadap apa yang mampu
dilakukannya.
5) Niat pada umumnya dipengaruhi oleh sejumlah faktor, termasuk
self efficacy.
33
6) Proporsi efficacy dalam domain harga diri (self esteem) secara
langsung proporsinya berperan penting dalam menempatkan diri
seseorang.
7) Self efficacy secara sederhana menggambarkan keyakinan
seseorang yang dapat melaksanakan atau menampilkan prilaku
produktif.
8) Self efficacy didefinisikan dan diukur bukan sebagai suatu ciri
tetapi sebagai keyakinan tentang kemampuan untuk mengkoordinir
berbagai keterampilan dan kemampuan mencapai tujuan yang
diharapkan, dalam domain dan kondisi atau keadaan khusus.
9) Self efficacy berkembang sepanjang waktu dan diperoleh melalui
suatu pengalaman. Perkembangannya dimulai pada masa bayi dan