www.sulsel.litbang.deptan.go.id EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BEBERAPA MIKRO ORGANISME LOKAL (MOL) DALAM PENGOLAHAN LIMBAH KAKAO MENJADI PUPUK ORGANIK DAN APLIKASINYA PADA TANAMAN KAKAO PRODUKTIF Basir Nappu, dkk ABSTRAK Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengolah limbah kakao menjadi pupuk organik secara mudah dan murah adalah dengan menggunakan mikro organisme lokal (MOL). MOL dapat diperoleh dengan biaya murah bahkan tanpa biaya, dengan memanfaatkan bahan- bahan yang terdapat di sekitar lingkungan kita, antara lain : buah-buahan busuk seperti pisang, mangga, pepaya, atau limbah sayuran, rebung bambu, buah maja atau keong mas. Peran MOL selain sebagai dekomposer juga merupakan bioreaktor yang berfungsi menjaga proses tumbuh tanaman secara optimal. Fungsi bioreaktor yakni penyuplai nutrisi melalui mekanisme eksudat, kontrol mikroba sesuai kebutuhan tanaman, menjaga stabilitas kondisi tanah menuju kondisi yang ideal bagi pertumbuhan tanaman dan kontrol terhadap penyakit yang menyerang tanaman. Berkaitan dengan hal itu, dilakukan kajian efektivitas penggunaan beberapa MOL dalam pengolahan limbah kakao menjadi pupuk organik dan aplikasinya pada tanaman kakao produktif. Pengkajian dilaksanakan di desa Baji Minasa, kecamatan Gantarang Keke, kabupaten Bantaeng, berlangsung mulai bulan Maret hingga Desember 2011. Tujuan kegiatan yaitu (1) untuk mengetahui jenis MOL yang efektif dalam pengolahan limbah kakao menjadi pupuk organik yang diaplikasikan pada kakao produktif dan (2) untuk mengetahui kombinasi penggunaan pupuk organik dan an-organik dalam peningkatan mutu dan hasil tanaman kakao. Lingkup kegiatannya, terdiri atas : (1) pengolahan limbah kakao (menggunakan MOL) menjadi pupuk organik dan (2) aplikasi pupuk organik limbah kakao (POLK) pada tanaman kakao produktif. Hasil kegiatan menunjukkan bahwa jenis MOL yang paling efektif dalam pengolahan limbah kakao menjadi pupuk organik yang diaplikasikan pada kakao produktif adalah MOL Pepaya. Sedangkan penggunaan dosis 2 t POLK/ha + 300 NPK kg/ha merupakan kombinasi pupuk yang dapat meningkatkan produktivitas kakao. Intensitas serangan hama PBK di lokasi penelitian tergolong ringan. Pemberiaan POLK dengan menggunakan bioaktivator MOL pepaya dapat menekan penggunaan pupuk anorganik. Kata Kunci : limbah kakao, MOL, pupuk organik, tanaman kakao
18
Embed
Efektifitas Penggunaan Beberapa Mikro Organisme Lokal MOL Dalam Pengolahan Limbah Kakao Menjadi Pupuk Organik Dan Aplikasinya Pada Tanaman Kakao Produktif
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BEBERAPA MIKRO ORGANISME LOKAL (MOL) DALAM PENGOLAHAN LIMBAH KAKAO MENJADI PUPUK ORGANIK DAN APLIKASINYA
PADA TANAMAN KAKAO PRODUKTIF
Basir Nappu, dkk
ABSTRAK
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengolah limbah kakao menjadi pupuk organik secara mudah dan murah adalah dengan menggunakan mikro organisme lokal (MOL). MOL
dapat diperoleh dengan biaya murah bahkan tanpa biaya, dengan memanfaatkan bahan-bahan yang terdapat di sekitar lingkungan kita, antara lain : buah-buahan busuk seperti pisang, mangga, pepaya, atau limbah sayuran, rebung bambu, buah maja atau keong mas.
Peran MOL selain sebagai dekomposer juga merupakan bioreaktor yang berfungsi menjaga proses tumbuh tanaman secara optimal. Fungsi bioreaktor yakni penyuplai nutrisi melalui mekanisme eksudat, kontrol mikroba sesuai kebutuhan tanaman, menjaga stabilitas kondisi
tanah menuju kondisi yang ideal bagi pertumbuhan tanaman dan kontrol terhadap penyakit yang menyerang tanaman. Berkaitan dengan hal itu, dilakukan kajian efektivitas penggunaan beberapa MOL dalam pengolahan limbah kakao menjadi pupuk organik dan aplikasinya pada
tanaman kakao produktif. Pengkajian dilaksanakan di desa Baji Minasa, kecamatan Gantarang Keke, kabupaten Bantaeng, berlangsung mulai bulan Maret hingga Desember 2011. Tujuan kegiatan yaitu (1) untuk mengetahui jenis MOL yang efektif dalam pengolahan limbah kakao
menjadi pupuk organik yang diaplikasikan pada kakao produktif dan (2) untuk mengetahui kombinasi penggunaan pupuk organik dan an-organik dalam peningkatan mutu dan hasil tanaman kakao. Lingkup kegiatannya, terdiri atas : (1) pengolahan limbah kakao
(menggunakan MOL) menjadi pupuk organik dan (2) aplikasi pupuk organik limbah kakao (POLK) pada tanaman kakao produktif. Hasil kegiatan menunjukkan bahwa jenis MOL yang paling efektif dalam pengolahan limbah kakao menjadi pupuk organik yang diaplikasikan pada
kakao produktif adalah MOL Pepaya. Sedangkan penggunaan dosis 2 t POLK/ha + 300 NPK kg/ha merupakan kombinasi pupuk yang dapat meningkatkan produktivitas kakao. Intensitas serangan hama PBK di lokasi penelitian tergolong ringan. Pemberiaan POLK dengan
menggunakan bioaktivator MOL pepaya dapat menekan penggunaan pupuk anorganik. Kata Kunci : limbah kakao, MOL, pupuk organik, tanaman kakao
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara pengekspor kakao ketiga terbesar di dunia dengan
volume mencapai 655.429 t atau senilai US$ 950,6 juta, dan sebagai penghasil devisa
terbesar ketiga pada sub sektor perkebunan (BPS, 2008). Disamping itu, komoditas kakao
juga berperan penting sebagai sumber mata pencaharian bagi ratusan keluarga tani dan
penggerak roda perekonomian terhadap sektor-sektor lain (Herman, 2000). Pemerintah
sampai saat ini masih menaruh perhatian besar terhadap komoditas ini dan tetap berupaya
terus meningkatkan pengembangannya.
Sulawesi Selatan termasuk penghasil kakao terbesar di Indonesia, dengan produksi
19% dari produksi nasional atau 27% produksi kakao Sulawesi (Dinas Perkebunan Sulawesi
Selatan, 2008). Luas areal penanaman kakao yang tercatat di Sulawesi Selatan sekitar
250.233 ha, produksi 117,118 t, dan produktivitas 470 kg/ha. Produktivitas tersebut
tergolong sangat rendah dibandingkan dengan potensi hasil yang bisa dicapai 2-3 t/ha (Puslit
Kopi dan Kakao, 2004). Selain produktivitas rendah, masalah lain yang dihadapi adalah
rendahnya kualitas biji (berat biji < 1 g, cita rasa lemah). Penyebab utamanya adalah
kurangnya pemeliharaan tanaman, terutama pemupukan, tingkat serangan hama dan
penyakit serta tindakan pasca panen.
Kebijakan pemerintah beberapa tahun terakhir secara bertahap mengurangi subsidi
terhadap pupuk Urea, TSP dan KCl, mengakibatkan harga pupuk terus meningkat dan
menjadi langka sehingga berdampak pada pengurangan penggunaan pupuk termasuk dalam
usahatani kakao, akibatnya produksi menurun. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan
pupuk alternatif untuk mempertahankan dan memperbaiki kondisi lahan agar tetap subur dan
produktif melalui pemanfaatan sumber daya lokal secara optimal. Salah satunya adalah
pemanfaatan pupuk organik, terutama bahan organik potensial yang ada di pertanaman
kakao atau limbah tanaman dan buah berupa dedaunan yang gugur, kulit buah kakao dan
plasenta/pulpa. Limbah-limbah tersebut belum banyak dimanfaatkan oleh petani kakao
sebagai bahan-bahan yang berguna dalam pertanaman kakao. Melalui penggunaan mikro
organisme lokal, limbah-limbah tersebut dalam waktu yang relatif singkat dapat dijadikan
kompos yang siap diaplikasikan ke tanaman sebagai pupuk organik. Dengan demikian
2
kebutuhan pupuk pada tanaman kakao dapat dipenuhi dari pemanfaatan limbah tanaman
kakao, sehingga diharapkan mampu meningkatkan produksi dan memperbaiki kualitas kakao.
Lahan perkebunan kakao sebagian besar diperkirakan memiliki kandungan bahan
organik rendah (Puslit Kopi dan Kakao, 2000). Rendahnya kandungan bahan organik tanah di
perkebunan kakao disebabkan oleh ketidakseimbangan antara penambahan dan hilangnya
bahan organik dari tanah terutama melalui proses oksidasi biologis dalam tanah. Karena itu,
perlu diupayakan untuk peningkatan kandungan bahan organik tanah melalui pemberian
pupuk organik. Pupuk organik merupakan bahan yang ditambahkan ke tanah atau tanaman
yang berasal dari bahan-bahan alamiah organik (sisa tanaman, hewan, manusia) yang telah
melapuk untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman.
Bahan Organik tanah merupakan bahan esensial yang tidak dapat digantikan dengan
bahan lain didalam tanah, selain peranannya dapat mempertahankan atau memperbaiki sifat
fisik tanah baik tekstur maupun struktur tanah juga peranan bahan organik dapat mendukung
kehidupan mikro organisme/makro organisme tanah dan sebagai sumber nutrisi bagi
beberapa mahluk hidup di dalam tanah termasuk tumbuhan (Syaifuddin, 2010; Abdullah,
1996).
Potensi limbah kakao sebagai sumber bahan organik cukup besar. Limbah dapat
berupa daun guguran, kulit buah dan plasenta. Bobot kering daun gugur pada tanaman
kakao meningkat menurut umur. Pada umur 10 tahun diperkirakan 5,5 t/ha/tahun (Ling,
1984), sementara itu kulit dan plasenta bobotnya sebanding dengan biji yang dihasilkan
(Shepheerd dan Ngau, 1984).
Limbah kakao mengandung sejumlah unsur hara penting. Jumlah unsur hara setara
pupuk pada daun gugur dan kulit buah dengan produktivitas 1000 kg biji kering/ha yaitu 200
kg Urea, 75 kg TSP, 640 kg KCl, dan 210 kg Kiserit per ha. Jika limbah ini dimanfaatkan
sebagai pupuk, petani telah ikut berperan membantu program pemerintah dalam hal
penghematan penggunaan energi (pupuk buatan) dan pembangunan berwawasan
lingkungan. Jika luas tanaman kakao di Sulawesi Selatan sekitar 200.000 ha, dengan hasil
1000 kg/ha dan pemanfaatan limbah kakao setara pupuk sekitar 1000 kg, sementara harga
pupuk diperkirakan Rp 2.500/kg, maka jumlah penghematan atas penggunaan limbah kakao
ditaksir sekitar Rp 500 Milyar/tahun, suatu jumlah yang cukup banyak. Dengan demikian
pendapatan petani akan meningkat Rp 2.500.000/ha, lahan pertanaman kakao tetap terjamin
kesuburannya dan produksi kakao diharapkan meningkat dan stabil.
3
Untuk dapat menjadi pupuk organik, limbah kakao harus mengalami dekomposisi
(pelapukan), melalui pemanfaatan mikro organisme tanah (dekomposer). Beberapa mikro
organisme lokal (MOL) teridentifikasi potensial sebagai dekomposer dan beberapa produk
MOL sudah beredar/dipasarkan di lapang dan di antaranya dapat dikembangkan secara
sederhana oleh petani.
1. 2. Tujuan
a. Tujuan Tahunan :
1) Untuk mengetahui jenis MOL yang efektif dalam pengolahan limbah kakao menjadi
pupuk organik yang diaplikasikan pada kakao produktif
2) Untuk mengetahui kombinasi penggunaan pupuk organik dan an-organik dalam
peningkatan mutu dan hasil tanaman kakao.
b. Tujuan Akhir : Untuk mengetahui pengolahan limbah kakao menjadi pupuk organik
dengan menggunakan MOL dan aplikasinya pada tanaman kakao
produktif.
1.3. Output (Keluaran)
a. Keluaran Tahunan :
1) Tersedianya MOL yang efektif dalam pengolahan limbah kakao menjadi pupuk
organik sebagai alternatif subsitusi pupuk anorganik pada tanaman kakao
produktif.
2) Tersedianya paket teknologi pemupukan organik dan an-organik dalam
peningkatan mutu dan hasil tanaman kakao.
b. Keluaran Tahunan :
Termanfaatkannya paket teknologi penggunaan MOL dalam pengolahan limbah kakao
menjadi pupuk organik untuk diaplikasikan pada tanaman kakao produktif.
1.4. Outcome (Hasil)
1. Peningkatan mutu dan produktivitas kakao > 1,5 ton/ha/thn
2. Berkurangnya penggunaan pupuk an-organik 50% (pemanfaatan pupuk organik
dari limbah kakao sebagai alternatif substtitusi pupuk an-organik)
4
3. Penurunan biaya produksi > 10%
4. Paket teknologi yang dihasilkan dari kegiatan ini terdiri dari :
a. Teknologi pengolahan limbah kakao menjadi pupuk organik dengan
menggunakan MOL
b. Teknologi aplikasi penggunaan pupuk organik limbah kakao pada tanaman kakao
produktif
1.5. Benefit (Manfaat)
1. Meningkatnya kesadaran petani akan manfaat limbah kakao yang diolah menjadi
pupuk organik
2. Meningkatnya pengetahuan dan skill petani kakao dalam pembuatan pupuk organik
limbah kakao melalui penggunaan MOL efektif
3. Meningkatnya pengetahuan dan skill petani dalam penerapan pemupukan pupuk
organik guna peningkatan mutu dan hasil kakao
4. Meningkatkan pendapatan dan kesejateraan petani
1.6. Impact (Dampak)
1. Terpeliharanya kesuburan tanah baik fisik, kimia maupun biologis
2. Terciptanya produk kakao yang sehat untuk dikonsumsi
3. Terciptanya sistem pertanian berkelanjutan (sustainable Agriculture)
4. Meningkatnya pendapatan regional
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
Kulit buah kakao merupakan salah satu limbah dari perkebunan kakao. Apabila tidak
dimanfaatkan dapat mencemarkan lingkungan di sekitar perkebunan. Salah satu cara untuk
memanfaatkan kulit buah kakao adalah dijadikan kompos yang dapat digunakan sebagai
pupuk organik (Sudirja, 2005).
Spillane (1995) mengemukakan bahwa kulit buah kakao dapat dimanfaatkan sebagai
sumber unsur hara tanaman dalam bentuk kompos, pakan ternak, produksi biogas dan
sumber pektin. Sebagai bahan organik, kulit buah kakao mempunyai komposisi hara dan
senyawa yang sangat potensial sebagai medium tumbuh tanaman. Kadar air untuk kakao
sekitar 86 %, dan kadar bahan organiknya sekitar 55,7% (Soedarsono dkk, 1997). Menurut
Didiek dan Yufnal (2004), kompos kulit buah kakao mempunyai pH 5,4, N total 1,30%, C
organik 33,71%, P2O5 0,186%, K2O 5,5%, CaO 0,23%, dan MgO 0,59%.
Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa-sisa organisme hidup yang telah
melapuk. Menurut Sutanto (2002), keuntungan yang diperoleh dengan memanfaatkan
pupuk organik adalah memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologis tanah. Kompos adalah
bahan organik mentah yang telah mengalami proses dekomposisi secara alami. Salah satu
limbah pertanian yang baru sedikit dimanfaatkan adalah limbah dari perkebunan kakao yaitu
kulit buah kakao. Selanjutnya Opeke (1984) melaporkan bahwa kulit buah kakao
mengandung protein 9,69%, glukosa 1,16%, sukrosa 0,18%, pektin 5,30%, dan Theobromin
0,20%.
Hakim, dkk. (1986), menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik dapat menambah
cadangan unsur hara di dalam tanah, memperbaiki struktur tanah dan menambah kandungan
bahan organik tanah. Pengaruhnya terhadap sifat kimia tanah di antaranya, dapat
memperbaiki pH tanah, meningkatkan kandungan C-organik meningkatkan KTK tanah karena
bahan organik mempunyai daya jerap kation yang lebih besar daripada koloid liat dan dapat
melepaskan P dari P terfiksasi menjadi P-tersedia bagi tanaman.
Untuk mengolah dan memproduksi pupuk organik secara mandiri perlu dilakukan
dengan menggunakan mikro organism lokal (MOL). Cara ini akan meminimalisasi
6
penggunaan senyawa kimia sintetis sehingga kualitas lahan tetap terjaga. Fungsi mikroba
lokal yang digunakan membantu pertumbuhan tanaman, kesehatan ekosistem, dan mikroba
tersebut telah beradaptasi baik dengan ekosistemnya.
Salah satu aplikasi dari prinsip pertanian berwawasan lingkungan adalah
mengoptimalkan pengelolaan sumber daya lahan, termasuk biodiversitas, siklus biologi, dan
aktivitas biologi tanah, melalui penggunaan pupuk alami hasil dekomposisi mikroba. Sumber-
sumber bahan organik yang tersedia di lokasi perlu dioptimalkan penggunaannya (Rosita,
2007). Bahan-bahan mikro organisme lokal mengandung zat yang diduga berupa zat yang
dapat merangsang pertumbuhan tanaman dan zat yang mampu mendorong perkembangan
tanaman seperti zyberlin, sitoxinin, auxin, dan inhibitor (Mauludin, 2009).
Larutan MOL adalah larutan hasil fermentasi yang berbahan dasar dari berbagai
sumber daya yang tersedia setempat. Larutan MOL mengandung unsur hara mikro dan
makro dan juga mengandung bakteri yang berpotensi sebagai perombak bahan organik,
perangsang pertumbuhan, dan sebagai agens pengendali hama dan penyakit tanaman,
sehingga MOL dapat digunakan baik sebagai dekomposer, pupuk hayati dan pestisida organik
terutama sebagai fungisida (Purwasasmita, 2009). Amalia (2008) juga melaporkan bahwa
keunggulan penggunaan MOL adalah dapat diperoleh dengan biaya murah bahkan tanpa
biaya. Dengan memanfaatkan bahan-bahan yang ada di lingkungan sekitar seperti buah-
Berdasarkan analisis usaha tani pada Tabel 7 tampak bahwa subtitusi POLK secara umum
dapat mengurangi biaya produksi. Dengan demikian pendapatan yang diperoleh petani lebih
tinggi. Hasil perhitungan B/C ratio tersebut di atas tampak bahwa usaha tani kakao dengan
subtitusi pupuk organik lebih menguntungkan dari usahatani yang hanya menggunakan
pupuk an-organik tanpa subtitusi pupuk organik. Perlakuan pemberian POLK 5 t/ha
menghasilkan B/C ratio tertinggi yaitu 17,5. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian POLK
sebagai substitusi pupuk an-organik berpeluang untuk diaplikasikan pada tanaman kakao
dalam usaha meningkatkan pendapatan petani kakao.
15
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1) Jenis MOL yang paling efektif dalam pengolahan limbah kakao menjadi pupuk organik
yang diaplikasikan pada kakao produktif adalah MOL Pepaya
2) Penggunaan dosis 2 t POLK/ha + 300 NPK kg/ha merupakan kombinasi pupuk yang
dapat meningkatkan 41 – 54 % produktivitas kakao
3) Intensitas serangan hama PBK di lokasi penelitian tergolong ringan
4) Pemberian POLK dengan bioaktivator MOL buah pepaya dapat menekan penggunaan
pupuk an-organik
5.2. Saran
Guna meningkatkan implementasi penggunaan MOL dalam pengolahan limbah buah kakao
dan atau limbah pertanian lainnya menjadi pupuk organik, perlu upaya sosialisasi dan kegiatan
demonstrasi teknologi yang lebih luas di tingkat petani.
16
VI. DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, S., 1996. Bahan Organik Peranannya Bagi Perkebunan Kopi dan Kakao. Warta
Puslit Kopi dan Kakao, 2 (22) : 70-80.
Amalia, A., 2008. Pembuatan Starter/MOL (Mikro Organisme Lokal) oleh Petani.
http://organicfield.wordpress.com. (Diakses pada tanggal 16 Mei 2010)
Baharuddin, 2005. Pengendalian Hama Penggerek Buah Kakao. Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian.
BPS. 2008. Statistik Perdagangan. BPS, Jakarta.
Didiek H.G dan Y. Away., 2004. Orgadek, Aktivator Pengomposan. Pengembangan Hasil Penelitian Unit Penelitian Bioteknologi Perkebunan Bogor.
Dinas Perkebunan Sulawesi Selatan. 2008. Laporan Tahunan. Dinas Perkebunan Sulawesi Selatan, Makassar.
Goenadi., 1997. Kompos Bioaktif dari Tandan Kosong Kelapa Sawit. Kumpulan Makalah
Pertemuan Teknis Biotek. Perkebunan Untuk Praktek. Bogor. 18-27.
Hakim, Adiningsih, Rochayati S., 1986. Peranan Bahan Organik dalam Meningkatkan Efisiensi Pupuk dan Produktivitas Tanah. Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Pupuk.
Puslittan, Bogor.
Herman, 2000. Peranan dan Prospek Pengembangan Komoditas Kakao dalam Perekonomian Regional Sulawesi Selatan. Warta Puslit Kopi dan Kakao 16 (1) : 21 – 31
Kunia, K., 2009. Mikroorganisme Lokal Sebagai Pemicu Siklus Kehidupan dalam Bioreaktor
Tanaman. Pusat Penelitian Bioteknologi ITB. Bandung. 7 hlm.
Ling, A.H., 1984. Cocoa Nutrition and Manuring on Inland Soil in Peninsular Malaysia. The Planter 60 (694) : 12-24
Mauludin, 2009. Pengembangan Bahan Organik Melalui Mikro Organisme Lokal, Kompos dan Pestisida Nabati. http://gofreedomindonesia.com. (Diakses pada tanggal 16 Mei 2010)
Opeke., L.K. 1984. Optimising Economic Returns (Profit) from Cacao Cultivation Through Efficient Use of Cocoa By Products. Proceeding. 9th International Cocoa Research Conference.
Purwasasmita, M., 2009. Mengenal SRI (System of Rice Intensification). http://sukatani-
banguntani.blogspot.com. (Diakses pada tanggal 25 Juni 2010)
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. 2000. Laporan Kegiatan Penelitian Tahun Anggaran
1999/2000.
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. 2004. Panduan Lengkap Budidaya Kakao. Agromedia Pustaka, Jakarta. 328 hlm.
Puslitkoka, 2008. Budidaya Tanaman Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Jember
Rosita, S.M.D., 2007. Kesiapan Teknologi Mendukung Pertanian Organik Tanaman Obat. Kasus Jahe (Zingiber officinale Rosc.)
Shepherd, R and Y.T. Ngau, 1984. Utilization of by Product of Cocoa Bean Processing. Int. Conf. On Cocoa and Coconut, Malaysia. 17 p.
Soedarsono, S. Abdoellah, E. Aulistyowati., 1997. Penebaran Kulit Buah Kakao Sebagai
Sumber Bahan Organik Tanah dan Pengaruhnya terhadap Produksi Kakao. Pelita Perkebunan 13(2):90-99
Spillane, J., 1995. Komoditi Kakao, Peranannya dalam Perekonomian Indonesia. Kanisius.
Yogyakarta.
Sudirja R., Solihin M.A., Rosniawaty S., 2005. Pengaruh Kompos Kulit Buah Kakao dan Kascing Terhadap Perbaikan Beberapa Sifat Kimia Fluventic Eutrudepts. Lembaga
Penelitian Universitas Padjadjaran Bandung. 43 hlm.
Sutanto, R., 2002. Penerapan Pertanian Organik (Pemasyarakatan dan Pengembangannya). Kanisius Yogyakarta.
Syaifuddin A., Mulyani L., Sulastri E., 2010. Pemberdayaan Mikroorganisme Lokal Sebagai Upaya Peningkatan Kemandirian Petani. Ringkasan Karya Tulis. 14 hlm.