Top Banner

of 23

Efektifitas Metode Pembelajaran Contextual

Jul 22, 2015

Download

Documents

Mela Dewi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

EFEKTIFITAS METODE PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING ( CTL ) DAN PENGARUH KECERDASAN INTERPERSONAL DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN BIOLOGI SISWA KELAS X SMA N I YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata pelajaran Biologi sebagai salah satu mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang sangat diminati siswa dan mendominasi jurusan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri I Yogyakarta seharusnya menghasilkan produk berupa prestasi belajar atau lebih operasional nilai yang tinggi. Proses pembelajaran biologi di kelas maupun diluar kelas telah diprogram secara professional dan dilaksanakan secara baik, berkesinambungan dibawah bimbingan guru guru yang sudah berpengalaman. Materi pelajaran Biologi sebagai dasar dari materi pelajaran untuk melanjutkan ke fakultas kedokteran umum maupun hewan, pertanian, kehutanan, peternakan, mikrobiologi dan sebagainya yang sangat banyak diminati siswa siswa lulusan SMA Negeri I Yogyakarta selayaknya mendapat perhatian yang serius dari siswa siswa sejak dari klas X sehingga pencapaian prestasi belajarnya dapat tinggi. Sifat dari materi pelajaran Biologi yang relative banyak menghafal dan melakukan observasi langsung dengan objek belajarnya atau melakukan eksperiment seharusnya menjadi daya tarik tersendiri bagi para siswa untuk tekun dan senang mempelajarinya sehingga perolehan nilai ulangan harian ataupun ulangan akhir semesternya tinggi. Proses hitung menghitung angka yang banyak dilakukan untuk mata pelajaran fisika, kimia, maupun matematika , maka tidak demikian dengan materi pelajaran biologi, sehingga harusnya para siswa tidak akan banyak menjumpai kesulitan dalam proses pemahamannya. Objek belajarnya yang berupa makhluk hidup sangat mudah untuk diindra dan banyak dijumpai di sekitar rumah, sekolah, lapangan, sungai, pantai, persawahan, pemukiman, taman, hutan, kolam, dan sebagainya. Banyak sesuatu yang menarik untuk diamati, dipelajari, diteliti dari objek belajar yang seperti diatas, sehingga akan memotivasi anak untuk dapat berprestasi tinggi dalam mata pelajaran biologi. Ketersediaan informasi baik berupa cetak maupun elektronika melalui internet sangat membantu untuk menjawab tantangn yang dimunculkan oleh objek belajar biologi saat dipelajari. Jumlah tenaga pengajar yang relative cukup dengan tingkat keilmuan yang tinggi, professional dalam mengelola siswa maupun materi pelajaran diharapkan akan mendorong para siswa untuk dapat meraih prestasi belajar biologi yang tinggi. Pendalaman materi pelajaran biologi, pembahasan soal soal untuk tiap pokok bahasan, kegiatan praktikum di laboratoium baik berupa pengamatan maupun eksperimen, terus menerus dilaksanakan oleh sekolah melalui program yang berkesinambungan, diharapkan dapat memantapkan pemahaman konsep konsep materi biologi. Penyelenggaraan remidiasi maupun klinis yang juga terprogram dengan baik dan berkesinambungan dibawah bimbingan guru guru yang dipilih oleh siswa siswa sendiri, diharapkan dapat mendongkrak perolehan nilai mata pelajaran biologi yang memenuhi kriteria ketuntasan yang lebih baik. Try out atau uji coba sekaligus pembahasannya yang dilaksanakan oleh sekolah bekerja sama dengan lembaga bimbingan belajar yang mempunyai reputasi tinggi juga sering diselenggarakan, dengan harapan para siswa terbiasa mengerjakan soal soal dengan tingkat kesulitan yang tinggi. Tujuan akhinya

tidak lain adalah supaya prestasi belajar siswa yang diwujudkan dalam bentuk nilai ulangan dapat mencapai tataran yang tinggi. Penyelenggaraan proses bimbingan dan konseling untuk para siswa yang bermasalah tentang ekonomi keluarga, kesulitan menjalankan disiplin sekolah, ketidak nyamanan berhubungan sosial dengan teman teman di sekolah maupun orang tua di rumah, kesulitan memahami mata pelajaran biologi, perolehan nilai mata pelajaran biologi yang rendah juga telah ditindak lanjuti secara serius dan professional oleh guru bimbingan dan penyuluhan bekerja sama dengan bagian kurikulum, wali kelas, teman teman sekelas dan orang tua murid. Semua usaha ini bermuara pada peningkatan perolehan prestasi belajar mata pelajaran biologi khususnya maupun semua mata pelajaran yang lain. Dari bagian keagamaan maupun kesiswaan juga sudah menyelenggarakan program program penguatan secara professional dan berkesinambungan untuk mendorong pencapaian prestasi belajar siswa yang tinggi. Misalnya : penyelenggaraan seleksi dan pembinaan peserta olimpiade sain nasional, pembimbingan, penyusunan dan pengujian karya tulis ilmiah, penyusunan majalah sekolah, perkemahan, bakti sosial, peringatan hari hari besar Islam, pesantren ramadhan, mentoring dan lain sebagainya. Tapi fenomena atau senyatanya, prestasi belajar biologi para siswa klas X belum dapat mencapai titik yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari perolehan nilai ulangan harian, nilai ulangan akhir semester biologi yang rata rata rendah. Para siswa merasa sukar sekali menjawab soal soal yang diujikan. Sifat materi pelajaran biologi sangat sukar untuk dilogika, banyak istilah latin yang sukar sekali untuk dihafalkan, banyak proses fisiologis yang terjadi pada tubuh makhluk hidup yang harus dihafal. Susahnya menghafalkan nama nama ilmiah makhluk hidup maupun bagian bagian tubuh makhluk hidup tersebut yang menjadi objek belajar biologi. Padatnya materi pelajaran biologi yang tercantum dalam kurikulum yang harus dikuasai siswa. Perbedaan tingkat kesukaran yang sangat mencolok antara materi pelajaran biologi khususnya dan mata pelajaran lain pada umumnya antara di Sekolah Menengah Pertama ( SMP) dengan di SMA. Padatnya jam pelajaran intrakurikuler maupun jam kegiatan ekstrakurikuler yang harus ditempuh oleh siswa. Tingginya tingkat persaingan dalam penguasaan materi pelajaran dan perolehan nilai antar siswa. Tingginya kemandirian siswa sehingga kurang ada kesempatan untuk berhubungan sosial atau berhubungan interpersonal dengan siswa lain dalam kelasnya maupun kelas yang berbeda. Ketersediaan waktu tatap muka untuk pembelajaran yang disediakan dalam kalender pendidikan sangat terbatas maka metode pembelajaran biologi lebih banyak mengarah ke penyampaian materi dengan tehnik informasi. Hal hal yang tersebut di atas kiranya menjadi penyebab dari rendahnya rata rata nilai atau prestasi belajar biologi siswa kelas X SMA N I Yogyakarta Dimyati dan Mudjiono ( 1994 halaman 228-235 ) menyatakan ; Untuk mencapai prestasi belajar siswa sebagaimana yang diharapkan, maka perlu diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain; faktor yang terdapat dalam diri siswa (faktor intern), dan faktor yang terdapat di luar siswa (faktor ekstern). Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri anak bersifat biologis sedangkan faktor yang berasal dari luar diri anak antara lain adalah faktor keluarga, sekolah, masyarakat dan sebagainya. Factor internal yang mempengaruhi proses belajar sebagai berikut : 1.sikap terhadap belajar 2.motivasi belajar

3.konsentrasi belajar 4.mengolah bahan ajar 5.menyimpan perolehan hasil belajar 6.menggali hasil belajar yang tersimpan 7.kemampuan berprestasi atau unjuk hasil kerja 8.rasa percaya diri siswa 9.inteligensi dan keberhasilan belajar 10.cita cita siswa Sedangkan factor eksternal yang berpengaruh terhadap proses belajar meliputi : 1.guru sebagai pembina siswa belajar 2.prasarana dan sarana pembelajaran 3.kebijakkan penilaian 4.lingkungan sosial siswa di sekolah 5.kurikulum sekolah. Kemudian , hubungan interpersonal sebagai salah satu lingkungan sosial siswa di sekolah kiranya memiliki peran yang penting dalam pencapaian prestasi belajar biologi yang tinggi. Kecerdasan interpersonal ( T. Safaria M.Si ; halaman 23 ) diartikan sebagai kemampuan dan keterampilan seseorang dalam menciptakan relasi, membangun relasi dan mempertahankan relasi sosialnya sehingga kedua belah pihak berada dalam situasi menang-menang atau saling meguntungkan. Victor Frankl (1977) mengemukakan : anak anak yang terbatas pergaulan sosialnya jelas akan banyak mengalami hambatan ketika mereka memasuki masa sekolah atau masa dewasa. Myrna Shure dan George Spivak ( dalam Mussen dkk, 1994) menjelaskan : bahwa sejumlah masalah penyesuaian perilaku yang dijumpai anak anak paling tidak, mungkin sebagian adalah akibat dari kurangnya ketrampilan kognitif dalam pemecahan masalah antar pribadi. Johnson (1981) menunjukkan beberapa manfaat dari hubungan komunikasi antar pribadi bagi anak yaitu , yaitu, pertama, komunikasi antar pribadi membantu perkembangan intelektual dan sosial anak. Kedua, identitas atau jatidiri anak terbentuk dalam dan lewat komunikasi dengan

orang lain. Ketiga, dalam rangka memahami realita di sekelilingnya, anak melakukan pembandingan sosial untuk memperoleh pemahaman akan dunia sekelilingnya. Keempat, kesehatan mental anak sebagian ditentukan oleh kwalitas komunikasi atau hubungan antar pribadi yang terjalin antara anak terutama dengan orang orang terdekatnya. Siswa siswa klas I SMA Negeri I Yogyakarta sebagai siswa sebuah sekolah yang favourite seharusnya memiliki kecerdasan interpersonal yang tinggi, karena rata rata dari mereka memiliki NEM (Nilai Ebtanas Murni ) yang tinggi. Kecerdasan akademik atau kognisi , ketrampilan penguasaan teknologi, kemampuan berbahasa inggris , penampilan diri ( performance ) mereka sudah terbukti tinggi dibanding dengan siswa siswa dari sekolah lain. Kesantunan, kedisiplinan, ketekunan, keimanan, tingkat kepercayaan diri, kemampuan berkomunikasi, bersosialisasi seharusnya tinggi pula. Tetapi kenyataannya mereka banyak yang saling acuh tak acuh, merasa paling pintar, tidak sempat mengenali teman teman dalam satu kelasnya, tingkat kesibukan menyelesaikan tugas tugas sekolah yang sangat padat sehingga merasa tidak penting berhubungan sosial. Merasa bangga dapat membentuk kelompok anak anak pintar dalam kelas (exclusive ) sehingga harus menyendiri duduk pada deretan paling depan. Bahkan tidak mau menjawab jika ditanya oleh temannya yang kesulitan memahami mata pelajaran atau mengerjakan soal. Kalau bersedia menjawab maka jawabannya adalah di buku cetak sudah adadengan nada dan raut muka merendahkan. Kekayaan materi dari orang tua yang melimpah, jabatan orang tua yang tinggi di institusinya, reputasi almamater waktu mereka duduk di SMP (Sekolah Menengah Pertama) yang sangat baik dan terkenal menumbuhkan kesombongan pada sekelompok anak sehingga mereka merasa kelompok tinggi dan tidak perlu berhubungan antar pribadi (interpersonal) dengan teman teman yang mereka anggap berasal dari kelompok rendah. Rasa hormat, membangun relasi dengan para guru, orang lain yang lebih tua di sekolah, kakak kelas terasa menurun dari tahun ketahun. Bimbingan belajar di luar sekolah, les privat di rumah, fasilitas internet di rumah menjadi salah satu andalan untuk menyelesaikan soal soal , tugas tugas yang harus mereka selesaikan sebagai pekerjaan rumah. Hubungan interpersonal sebagai salah satu media pendewasaan mental sehat, membantu perkembangan intelektual dan sosial menjadi tidak mereka butuhkan. Anak anak kelompok kurang cerdas menjadi semakin berat dengan beban belajarnya karena ada perasaan direndahkan, takut bertanya pada guru maupun teman yang lebih pintar saat mengalami kesulitan dalam proses belajarnya di sekolah. Seharusnya hubungan interpersonal yang rendah seperti diatas tidak terjadi pada para siswa kelas X SMA N I Yogyakar karena jelas jelas mereka memiliki prestasi akademik dan non akademik yang sangat tinggi. Menurut Howard Gardner (dalam Elaine, 2009 halaman 266) : Kemampuan interpersonal dapat mengembangkan sifat bekerja dengan baik dalam tim, mengajar orang lain, melayani konsumen, memimpin, bernegosiasi, dan bekerja bersama orang orang dengan latar belakang budaya yang bermacam macam. Keterampilan ini adalah gambaran dari apa yang disebut dengan kecerdasan interpersonal, yaitu kemampuan untuk memahami dan mempengaruhi orang lain. Meski demikian, kesuksesan sosial dan akademis bukanlah situasi yang dikotomis (bila satu ada, yang lainnya tidak mungkin ada ). Sebaliknya, para siswa yang menikmati hubungan sosial yang menyenangkan dengan teman temannya di sekolah cenderung berprestasi tinggi ( Gest,

Domitrovich , & Welsh, 2005; Guay et. Al., 1999; Patrick, Anderman, & Ryan, 2002; Pellegrini & Bohn, 2005 ). Menurut T. Safaria (2005 halaman 13 ) : Kecerdasan interpersonal menjadi penting karena pada dasarnya manusia tidak bisa menyendiri. Banyak kegiatan dalam hidup anak terkait dengan orang lain.Anak anak yang gagal mengembangkan kecerdasan interpersonalnya, akan mengalami banyak hambatan dalam dunia sosialnya. Akibatnya mereka mudah tersisihkan secara sosial. Seringkali konflik interpersonal juga menghambat anak untuk mengembangkan dunia sosialnya secara matang. Akibat dari hal ini anak kesepian, merasa tidak berharga, dan suka mengisolasi diri. Pada akhirnya menyebabkan anak mudah menjadi depresi dan kehilangan kebermaknaan hidup. Berikut inI karakteristik anak yang memiliki kecerdasan interpersonal yang tinggi yaitu : 1. Mampu mengembangkan dan menciptakan relasi social baru secara efektif 2. Mampu berempati dengan orang lain atau memahami orang lain secara total 3. Mampu mempertahankan relasi social secara efektif sehingga tidak musnah dimakan waktu dan senantiasa berkembang semakin intim/ mendalam/ penuh makna. 4. Mampu menyadari komunikasi verbal maupun non verbal yang dimunculkan orang lain, atau dengan kata lain sensitive terhadap perubahan situasi social dan tuntutan tuntutannya.Sehingga anak mampu menyesuaikan dirinya secara efektif dalam segala macam situasi. 5. 5. Mampu memecahkan masalah yang terjadi dalam relasi sosialnya dengan pendekatan win-win solution , serta yang paling penting adalah mencegah munculnya masalah dalam relasi sosialnya. 6. 6. Memiliki ketrampilan komunikasi yang mencakup ketrampilan mendengar efektif, berbicara efektif dan menulis secara efektif. Termasuk pula di dalamnya mampu menampilkan penampilan fisik (model busana) yang sesuai dengan tuntutan lingkungan sosialnya. Johnson (1981) mengungkapkan : Bahwa agar mampu memulai,mengembangkan dan memelihara hubungan interpersonal serta komunikasi yang akrab, hangat dan produktif dengan orang lain, anak perlu diajarkan sejumlah ketrampilan dasar berkomunikasi. Menurut Johnson (1981) ketrampilan dasar tersebut adalah : 1. Anak harus mampu untuk memiliki sikap saling memahami yang diperolehnya dari beberapa subkemampuan seperti sikap percaya diri, pembukaan diri, kesadaran diri, penerimaan diri. 2. Anak harus mampu mengkomunikasikan pikiran dan perasaannya secara tepat dan jelas 3. Anak harus mampu menunjukkan sikap prososial dan saling mendukung. 4. Anak harus mampu memecahkan konflik dan bentuk bentuk masalah antar pribadi dengan cara cara yang konstruktif.

Agar prestasi belajar tercapai semaksiamal mungkin, maka guru harus dapat memilih metode pembelajaran yang paling tepat. Berbagai metode pembelajaran yang sudah banyak dikenal antara lain, metode ceramah, metode diskusi, metode tanya jawab, role playing, sosio drama dan sebagainya. Keberhasilan pembelajaran selain ditentukan oleh metode pembelajaran, kesiapan guru, juga dipengaruhi oleh keterlibatan peserta didik secara aktif. Partisipasi aktif dari peserta didik merupakan salah satu kunci utama keberhasilan dari proses pembelajaran. Memang, tidak ada metode terbaik dalam proses pembelajaran, tapi untuk meningkatkan prestasi belajar biologi dan kecerdasan interpersonal metode Contextual Teaching and Learning ( CTL ) memiliki komponen yang paling tepat untuk mengatasi masalah di atas. Para siswa akan dilibatkan secara aktif dalam kelompok maupun kelas sehingga hubungan interpersonal akan tumbuh dan berkembang secara alamiah dalam proses menemukan konsep konsep pengetahuan. Kemampuan bertanya, menganalisa, membuat sintesa akan banyak muncul dari siswa secara aktif dan alamiah, karena banyaknya permasalahan yang akan muncul selama anak mengamati objek belajar biologi secara langsung. Secara kejiwaan perasaan paling pintar, kelompok atas, harus berbeda nyata dan nomor satu dalam semua prestasi belajar, tidak mau menjawab jika ditanya temannya yang mengalami kesulitan, merendahkan siswa lain, akan terkikis secara pasti karena dinamisasi kelompok harus dapat berjalan dalam metode pembelajaran CTL ini, sebab kalau tidak maka tugas yang harus dikumpulkan tidak akan dapat diselesaikan. Misalnya, pada saat mengamati ciri ciri tanaman monokotil dan dikotil maka tiap tiap siswa akan mendapat tugas masing masing ( mengamati struktur akar, daun, batang, bunga, buah ) yang pada akhirnya tugas tugas tadi harus disatukan untuk dapat diambil kesimpulan. Proses mengambil kesimpulan melalui suatu proses diskusi dan adu argumentasi yang sangat panjang berdasarkan hasil pengamatan dan kajian buku sumber/pustaka. Saat diskusi inilah rasa toleransi, menghargai pendapat siswa lain, akan dibimbing oleh guru secara bijak sehingga dominansi kelompok pintar tidak akan merendahkan kelompok bawah. Kalau hal tersebut berjalan secara berkesinambungan dan konsisten maka kecerdasan interpersonal para siswa akan dapat ditingkatkan, dan prestasi belajar akan mengikutinya Pendekatan belajar dengan Contextual Teaching and Learning (CTL) akan melibatkan para siswa di dalam kegiatan kegiatan penting yang membawa pelajaran pelajaran akademik ke dalam kehidupan, menghubungkan tugas sekolah dengan persoalan dan masalah masalah nyata, mendorong para siswa untuk menerapkan pemikiran kritis dan kreatif ke dalam kehidupan keseharian, mengutamakan kerja sama, dan memelihara setiap anggota kelas _ menghasilkan kesuksesan siswa dan membantu setiap anggota kelas berkembang ( Elaine B. Johnson, PH.D, halaman 225). Nurhadi (2002: 5) menyatakan : Bahwa CTL memungkinkan para pelajar untuk menghubungkan konten dari subjek akademik yang dipelajari dengan kehidupan mereka sehari hari. Kontekstual/konteks mempunyai dua arti. Pertama, merupakan masalah yang benar benar muncul atau harus dihadapi dalam kehidupan sehari hari. Kedua, merupakan fenomena yang dialami atau terdapat di dunia nyata atau pernyataan yang dapat ditangkap sebagai pernyataan yang mungkin dialaminya, atau pernyataan tentang dunia nyata yang mengandung soal dan dapat dipecahkan.

Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru dan siswa dalam mengaitkan mata pelajaran yang diajarkan atau dipelajari dengan situasi nyata di lingkungan belajarnya.Seperti strategi pembelajaran yang lain, pembelajaran kontekstual dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan bermakna tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada. Dan dengan pendekatan kontekstual ini diharapkan siswa akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalamiapa yang dipelajarinya,bukan mengetahuinyasebagai bekal anak dalam memecahkan persoalan dalam kehidupan mereka,di masyarakat dalam jangka panjang. CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pelajaran dengan dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan sehari hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yaitu: konstruktivisme (Constructivism), menemukan (Inquiri), bertanya (Questioning), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), refleksi (Reflektion), dan penilaian yang sebenarnya (Authentic Asessment) (Nurhadi,2002:5) Oleh karena itu perlu dicari alternative pemecahan untuk meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran biologi dan kecerdasan interpersonal siswa melalui metode pembelajaran Contextual Teaching and Learning ( CTL).

B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektifitas metode pembelajaran Contextual Teaching And Learning ( CTL ) dalam meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran biologi dan kecerdasan interpersonal siswa klas X SMA N I Yogyakarta C. Manfaat Penelitian Manfaat yang akan didapat adalah : 1. Meningkatkan prestasi belajar biologi siswa siswa kelas X SMA Negeri I Yogyakarta dengan metode pembelajaran Contextual Teaching and Learning 2. Meningkatkan kecerdasan interpersonal siswa siswa kelas X SMA Negeri I Yogyakarta dengan metode pembelajaran Contextual Teaching and Learning. B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Belajar dan Prestasi Belajar

Untuk memahami tentang pengertian belajar di sini akan diawali dengan mengemukakan beberapa definisi tentang belajar. Ada beberapa pendapat para ahli tentang definisi tentang belajar. Cronbach, Harold Spears dan Geoch dalam Sardiman A.M (2005:20) sebagai berikut : 1) Cronbach memberikan definisi : Learning is shown by a change in behavior as a result of experience. Belajar adalah memperlihatkan perubahan dalam perilaku sebagai hasil dari pengalaman. 2) Harold Spears memberikan batasan: Learning is to observe, to read, to initiate, to try something themselves, to listen, to follow direction. Belajar adalah mengamati, membaca, berinisiasi, mencoba sesuatu sendiri, mendengarkan, mengikuti petunjuk/arahan. 3) Geoch, mengatakan : Learning is a change in performance as a result of practice. Belajar adalah perubahan dalam penampilan sebagai hasil praktek. Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa belajar itu senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Juga belajar itu akan lebih baik kalau si subyek belajar itu mengalami atau melakukannya, jadi tidak bersifat verbalistik. Belajar sebagai kegiatan individu sebenarnya merupakan rangsangan-rangsangan individu yang dikirim kepadanya oleh lingkungan. Dengan demikian terjadinya kegiatan belajar yang dilakukan oleh seorang idnividu dapat dijelaskan dengan rumus antara individu dan lingkungan. Fontana seperti yang dikutip oleh Udin S. Winataputra (1995:2) dikemukakan bahwa learning (belajar) mengandung pengertian proses perubahan yang relative tetap dalam perilaku individu sebagai hasil dari pengalaman. Pengertian belajar juga dikemukakan oleh Slameto (2003:2) yakni belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Selaras dengan pendapat-pendapat di atas, Thursan Hakim (2000:1) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir, dll. Hal ini berarti bahwa peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seseorang diperlihatkan dalam bentuk bertambahnya kualitas dan kuantitas kemampuan seseorang dalam berbagai bidang. Dalam proses belajar, apabila seseorang tidak mendapatkan suatu peningkatan kualitas dan

kuantitas kemampuan, maka orang tersebut sebenarnya belum mengalami proses belajar atau dengan kata lain ia mengalami kegagalan di dalam proses belajar. Belajar yang efektif dapat membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan yang diharapkan sesuai dengan tujuan instruksional yang ingin dicapai. Untuk meningkatkan prestasi belajar yang baik perlu diperhatikan kondisi internal dan eksternal. Kondisi internal dalah kondisi atau situasi yang ada dalam diri siswa, seperti kesehatan, keterampilan, kemapuan dan sebaginya. Kondisi eksternal adalah kondisi yang ada di luar diri pribadi manusia, misalnya ruang belajar yang bersih, sarana dan prasaran belajar yang memadai. A.1. Pengertian Prestasi Belajar Muray dalam Beck (1990 : 290) mendefinisikan prestasi sebagai berikut : To overcome obstacle, to exercise power, to strive to do something difficult as well and as quickly as possible Kebutuhan untuk prestasi adalah mengatasi hambatan, melatih kekuatan, berusaha melakukan sesuatu yang sulit dengan baik dan secepat mungkin. Prestasi adalah hasil yang telah dicapai seseorang dalam melakukan kegiatan. Gagne (1985:40) menyatakan bahwa prestasi belajar dibedakan menjadi lima aspek, yaitu : kemampuan intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, sikap dan keterampilan. Menurut Bloom dalam Suharsimi Arikunto (1990:110) bahwa hasil belajar dibedakan menjadi tiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Prestasi merupakan kecakapan atau hasil kongkrit yang dapat dicapai pada saat atau periode tertentu. Berdasarkan pendapat tersebut, prestasi dalam penelitian ini adalah hasil yang telah dicapai siswa dalam proses pembelajaran. Winkel (1996:226) mengemukakan bahwa prestasi belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang. Maka prestasi belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar. Sedangkan menurut Arif Gunarso (1993 : 77) mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar. Prestasi belajar di bidang pendidikan adalah hasil dari pengukuran terhadap peserta didik yang meliputi faktor kognitif, afektif dan psikomotor setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan instrumen tes atau instrumen yang relevan. Jadi prestasi belajar adalah hasil pengukuran dari penilaian usaha belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, huruf maupun kalimat yang menceritakan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak pada periode tertentu. Prestasi belajar merupakan hasil dari pengukuran terhadap peserta didik yang meliputi faktor kognitif, afektif dan psikomotor setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan instrumen tes yang relevan. A.2. Pengukuran Prestasi Belajar

Prestasi belajar dapat diukur melalui tes yang sering dikenal dengan tes prestasi belajar. Menurut Saifudin Anwar (2005 : 8-9) mengemukakan tentang tes prestasi belajar bila dilihat dari tujuannya yaitu mengungkap keberhasilan sesorang dalam belajar. Testing pada hakikatnya menggali informasi yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Tes prestasi belajar berupa tes yang disusun secara terrencana untuk mengungkap performasi maksimal subyek dalam menguasai bahan-bahan atau materi yang telah diajarkan. Dalam kegiatan pendidikan formal tes prestasi belajar dapat berbentuk ulangan harian, tes formatif, tes sumatif, bahkan ebtanas dan ujian-ujian masuk perguruan tinggi. Kemampuan intelektual siswa sangat menentukan keberhasilan siswa dalam memperoleh prestasi. Untuk mengetahui berhasil tidaknya seseorang dalam belajar maka perlu dilakukan suatu evaluasi, tujuannya untuk mengetahui prestasi yang diperoleh siswa setelah proses belajar mengajar berlangsung. Adapun prestasi dapat diartikan hasil yang diperoleh karena adanya aktivitas belajar yang telah dilakukan. Namun banyak orang beranggapan bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah mencari ilmu dan menuntut ilmu. Ada lagi yang lebih khusus mengartikan bahwa belajar adalah menyerap pengetahuan. Belajar adalah perubahan yang terjadi dalam tingkah laku manusia. Proses tersebut tidak akan terjadi apabila tidak ada suatu yang mendorong pribadi yang bersangkutan. Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar. Memahami pengertian prestasi belajar secara garis besar harus bertitik tolak kepada pengertian belajar itu sendiri. Untuk itu para ahli mengemukakan pendapatnya yang berbeda-beda sesuai dengan pandangan yang mereka anut. Namun dari pendapat yang berbeda itu dapat kita temukan satu titik persamaan. Sehubungan dengan prestasi belajar, Poerwanto (1986:28) memberikan pengertian prestasi belajar yaitu hasil yang dicapai oleh seseorang dalam usaha belajar sebagaimana yang dinyatakan dalam raport. Selanjutnya Winkel (1996:162) mengatakan bahwa prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya. Sedangkan menurut S. Nasution (1996:17) prestasi belajar adalah: Kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan berbuat. Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi tiga aspek yakni: kognitif, affektif dan psikomotor, sebaliknya dikatakan prestasi kurang memuaskan jika seseorang belum mampu memenuhi target dalam ketiga kriteria tersebut. Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dijelaskan bahwa prestasi belajar merupakan tingkat kemanusiaan yang dimiliki siswa dalam menerima, menolak dan menilai informasi-informasi yang diperoleh dalam proses belajar mengajar. Prestasi belajar seseorang sesuai dengan tingkat keberhasilan sesuatu dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau raport setiap bidang studi setelah mengalami proses belajar mengajar. Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil dari evaluasi dapat memperlihatkan tentang tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa. A.3. Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar Untuk mencapai prestasi belajar siswa sebagaimana yang diharapkan, maka perlu diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain; faktor yang terdapat dalam diri siswa (faktor intern), dan faktor yang terdiri dari luar siswa (faktor ekstern). Faktor-faktor yang

berasal dari dalam diri anak bersifat biologis sedangkan faktor yang berasal dari luar diri anak antara lain adalah faktor keluarga, sekolah, masyarakat dan sebagainya. 1.Faktor Intern Faktor intern adalah faktor yang timbul dari dalam diri individu itu sendiri, adapun yang dapat digolongkan ke dalam faktor intern yaitu kecedersan/intelegensi, bakat, minat dan motivasi. Kecerdasan/intelegensi Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya. Kemampuan ini sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya intelegensi yang normal selalu menunjukkan kecakapan sesuai dengan tingkat perkembangan sebaya. Adakalany perkembangan ini ditandai oleh kemajuan-kemajuan yang berbeda antara satu anak dengan anak yang lainnya, sehingga seseorang anak pada usia tertentu sudah memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kawan sebayanya. Oleh karena itu jelas bahwa faktor intelegensi merupakan suatu hal yang tidak diabaikan dalam kegiatan belajar mengajar. Menurut Kartono (1995:1) kecerdasan merupakan salah satu aspek yang penting, dan sangat menentukan berhasil tidaknya studi seseorang. Kalau seorang murid mempunyai tingkat kecerdasan normal atau di atas normal maka secara potensi ia dapat mencapai prestasi yang tinggi. Slameto (1995:56) mengatakan bahwa tingkat intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil daripada yang mempunyai tingkat intelegensi yang rendah. Muhibbin (1999:135) berpendapat bahwa intelegensi adalah semakin tinggi kemampuan intelegensi seseorang siswa maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses. Sebaliknya, semakin rendah kemampuan intelegensi seseorang siswa maka semakin kecil peluangnya untuk meraih sukses. Dari pendapat di atas jelaslah bahwa intelegensi yang baik atau kecerdasan yang tinggi merupakan faktor yang sangat penting bagi seorang anak dalam usaha belajar. Bakat Bakat adalah kemampuan tertentu yang telah dimiliki seseorang sebagai kecakapan pembawaan. Ungkapan ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Ngalim Purwanto (1986:28) bahwa bakat dalam hal ini lebih dekat pengertiannya dengan kata aptitude yang berarti kecakapan, yaitu mengenai kesanggupan-kesanggupan tertentu. Kartono (1995:2) menyatakan bahwa bakat adalah potensi atau kemampuan kalau diberikan kesempatan untuk dikembangkan melalui belajar akan menjadi kecakapan yang nyata. Menurut Syah Muhibbin (1999:136) mengatakan bakat diartikan sebagai kemampuan indivedu untuk melakukan tugas tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan dan latihan. Dari pendapat di atas jelaslah bahwa tumbuhnya keahlian tertentu pada seseorang sangat ditentukan oleh bakat yang dimilikinya sehubungan dengan bakat ini dapat mempunyai tinggi rendahnya prestasi belajar bidang-bidang studi tertentu. Dalam proses belajar terutama belajat keterampilan, bakat memegang peranan penting dalam mencapai suatu hasil akan prestasi yang baik. Apalagi seorang guru atau orang tua memaksa anaknya untuk melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan bakatnya maka akan merusak keinginan anak tersebut.

Minat Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenai beberapa kegiatan. Kegiatan yang dimiliki seseorang diperhatikan terus menerus yang disertai dengan rasa sayang. Menurut Winkel (1996:24) minat adalah kecenderungan yang menetap dalam subjek untuk merasa tertarik pada bidang/hal tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam bidang itu. Selanjutnya Slameto (1995:57) mengemukakan bahwa minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan, kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus yang disertai dengan rasa sayang. Kemudian Sardiman (1992:76) mengemukakan minat adalah suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atai arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginankeinginan atau kebutuhan-kebutuhannya sendiri. Berdasarkan pendapat di atas, jelaslah bahwa minat besar pengaruhnya terhadap belajar atau kegiatan. Bahkan pelajaran yang menarik minat siswa lebih mudah dipelajari dan disimpan karena minat menambah kegiatan belajar. Untuk menambah minat seorang siswa di dalam menerima pelajaran di sekolah siswa diharapkan dapat mengembangkan minat untuk melakukannya sendiri. Minat belajar yang telah dimiliki siswa merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya. Apabila seseorang mempunyai minat yang tinggi terhadap sesuatu hal maka akan terus berusaha untuk melakukan sehingga apa yang diinginkannya dapat tercapai sesuai dengan keinginannya. Motivasi Motivasi dalam belajar adalah faktor yang penting karena hal tersebut merupakan keadaan yang mendorong keadaan siswa untuk melakukan belajar. Persoalan mengenai motivasi dalam belajar adalah bagaimana cara mengatur agar motivasi dapat ditingkatkan. Demikian pula dalam kegiatan belajar mengajar sorang anak didik akan berhasil jika mempunyai motivasi untuk belajar. Nasution (1995:73) mengatakan motivasi adalah segala daya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Sedangkan Sardiman (1992:77) mengatakan bahwa motivasi adalah menggerakkan siswa untuk melakukan sesuatu atau ingin melakukan sesuatu. Dalam perkembangannya motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu (a) motivasi instrinsik dan (b) motivasi ekstrinsik. Motivasi instrinsik dimaksudkan dengan motivasi yang bersumber dari dalam diri seseorang yang atas dasarnya kesadaran sendiri untuk melakukan sesuatu pekerjaan belajar. Sedangkan motivasi ekstrinsik dimaksudkan dengan motivasi yang datangnya dari luar diri seseorang siswa yang menyebabkan siswa tersebut melakukan kegiatan belajar. Dalam memberikan motivasi seorang guru harus berusaha dengan segala kemampuan yang ada untuk mengarahkan perhatian siswa kepada sasaran tertentu. Dengan adanya dorongan ini dalam diri siswa akan timbul inisiatif dengan alasan mengapa ia menekuni pelajaran. Untuk membangkitkan motivasi kepada mereka, supaya dapat melakukan kegiatan belajar dengan kehendak sendiri dan belajar secara aktif. 2. Faktor Ekstern Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yang sifatnya di luar diri siswa, yaitu beberapa pengalaman-pengalaman, keadaan keluarga, lingkungan sekitarnya dan sebagainya. Pengaruh lingkungan ini pada umumnya bersifat positif dan tidak memberikan paksaan kepada

individu. Menurut Slameto (1995:60) faktor ekstern yang dapat mempengaruhi belajar adalah keadaan keluarga, keadaan sekolah dan lingkungan masyarakat. a.Keadaan Keluarga Keluarga merupakan lingkungan terkecil dalam masyarakat tempat seseorang dilahirkan dan dibesarkan. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Slameto bahwa: Keluarga adalah lembaga pendidikan pertama dan utama. Keluarga yanng sehat besar artinya untuk pendidikan kecil, tetapi bersifat menentukan dalam ukuran besar yaitu pendidikan bangsa, negara dan dunia. Adanya rasa aman dalam keluarga sangat penting dalam keberhasilan seseorang dalam belajar. Rasa aman itu membuat seseorang akan terdorong untuk belajar secara aktif, karena rasa aman merupakan salah satu kekuatan pendorong dari luar yang menambah motivasi untuk belajar. Dalam hal ini Hasbullah (1994:46) mengatakan: Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, karena dalam keluarga inilah anak pertama-tama mendapatkan pendidikan dan bimbingan, sedangkan tugas utama dalam keluarga bagi pendidikan anak ialah sebagai peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan. Oleh karena itu orang tua hendaknya menyadari bahwa pendidikan dimulai dari keluarga. Sedangkan sekolah merupakan pendidikan lanjutan. Peralihan pendidikan informal ke lembagalembaga formal memerlukan kerjasama yang baik antara orang tua dan guru sebagai pendidik dalam usaha meningkatkan hasil belajar anak. Jalan kerjasama yang perlu ditingkatkan, dimana orang tua harus menaruh perhatian yang serius tentang cara belajar anak di rumah. Perhatian orang tua dapat memberikan dorongan dan motivasi sehingga anak dapat belajar dengan tekun. Karena anak memerlukan waktu, tempat dan keadaan yang baik untuk belajar. b.Keadaan Sekolah Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa, karena itu lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong untuk belajar yang lebih giat. Keadaan sekolah ini meliputi cara penyajian pelajaran, hubungan guru dengan siswa, alat-alat pelajaran dan kurikulum. Hubungan antara guru dan siswa kurang baik akan mempengaruhi hasil-hasil belajarnya. Menurut Kartono (1995:6) mengemukakan guru dituntut untuk menguasai bahan pelajaran yang akan diajarkan, dan memiliki tingkah laku yang tepat dalam mengajar. Oleh sebab itu, guru harus dituntut untuk menguasai bahan pelajaran yang disajikan, dan memiliki metode yang tepat dalam mengajar. c. Lingkungan Masyarakat di samping orang tua, lingkungan juga merupakan salah satu faktor yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa dalm proses pelaksanaan pendidikan. Karena lingkungan alam sekitar sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi anak, sebab dalam kehidupan sehari-hari anak akan lebih banyak bergaul dengan lingkungan dimana anak itu berada. Dalam hal ini Kartono (1995:5) berpendapat: Lingkungan masyarakat dapat menimbulkan kesukaran belajar anak, terutama anak-anak yang sebayanya. Apabila anak-anak yang sebaya merupakan anak-anak yang rajin belajar, maka anak akan terangsang untuk mengikuti jejak mereka. Sebaliknya bila anak-anak di sekitarnya merupakan kumpulan anak-anak nakal yang berkeliaran tiada menentukan anakpun dapat terpengaruh pula.

Dengan demikian dapat dikatakan lingkungan membentuk kepribadian anak, karena dalam pergaulan sehari-hari seorang anak akan selalu menyesuaikan dirinya dengan kebiasaankebiasaan lingkungannya. Oleh karena itu, apabila seorang siswa bertempat tinggal di suatu lingkungan temannya yang rajin belajar maka kemungkinan besar hal tersebut akan membawa pengaruh pada dirinya, sehingga ia akan turut belajar sebagaimana temannya. B. Kecerdasan Interpersonal B.1. Pengertian Kecerdasan Interpersonal Kecerdasan interpersonal atau yang biasa dikatakan sebagai kecerdasan social, diartikan sebagai kemampuan dan ketrampilan seseorang dalam menciptakan relasi, membangun relasi dan mempertahankan relasi socialnya sehingga kedua belah pihak berada dalam situasi menangmenang atau saling menguntungkan. Dua tokoh dari psikologi intelegensi yang secara tegas menegaskn adanya sebuah kecerdasan interpersonal ini adalah Thorndike (Azwar,1997) dengan menyebutnya sebagai kecerdasan social dan Howard Gardner (1999) yang menyebutnya sebagai kecerdasan interpersonal . Baik kata social ataupun interpersonal hanya istilah penyebutannya saja, namun kedua kata tersebut menjelaskan hal yang sama yaitu kemampuan untuk menciptakan, membangun, dan mempertahankan suatu hubungan antar pribadi (social) yang sehat dan saling menguntungkan. B.2. Dimensi kecerdasan Interpersonal Menurut teorinya , kecerdasan social ini mempunyai tiga dimensi utama yaitu a) social sensitivity, b) social insight, c) social communication (Anderson, 1999). Perlu diingat bahwa ketiga dimensi ini merupakan satu kesatuan yang utuh dan ketiganya saling mengisi satu sama lain. Sehingga jika salah satu dimensi timpang, maka akan melemahkan dimensi yang lainnya. Kecerdasan interpersonal ini merupakan kecerdasan yang lebih bersifat crystallized menurut konsep yang dikemukakan oleh Cattle (Azwar, 1973) Intelegensi crystallized dapat dipandang sebagai endapan pengalaman yang terjadi sewaktu intelegensi fluid bercampur dengan apa yang disebut intelegensi budaya. Intelegensi crystallized akan meningkat kadarnya dalam diri seseorang seiring dengan bertambahnya pengetahuan, pengalaman, dan ketrampilan ketrampilanyang dimiliki oleh individu. Berikut ini tiga dimensi kecerdasan interpersonal : 1. 1. Social sensitivity atau sensitivitas social, yaitu kemampuan anak untuk mampu merasakan dan mengamati reaksi reaksi atau perubahan orang lain yang ditunjukkan secara verbal maupun non verbal. 2. 2. Social insight , yaitu kemampuan anak untuk memahami dan mencari pemecahan masalah yang efektif dalam suatu interaksi social, sehingga masalah masalah tersebut tidak menghambat apalagi menghancurkan relasi social yang telah dibangun anak. Tentu saja pemecahan masalah yang ditawarkan adalah pendekatan menang menang atau win win solution. 3. 3. Social communication atau penguasaan ketrampilan komunikasi social merupakan kemampuan individu untuk menggunakan proses komunikasi dalam menjalin dan

membangun hubungan interpersonal yang sehat. Sarana yang digunakan untuk hal tersebut adalah mencakup komunikasi verbal, non-verbal maupun komunikasi melalui penampilan fisik. Ketrampilan komunikasi yang harus dikuasai adalah ketrampilan mendengarkan efektif, ketrampilan berbicara efektif, ketrampilan public speaking dan ketrampilan menulis secara efektif (Anderson, 1999 ). Berikut ini akan dijelaskan karakteristik anak yang memiliki kecerdasan interpersonal yang tinggi yaitu : 1. Mampu mengembangkan dan menciptakan relasi social baru secara efektif 2. Mampu berempati dengan orang lain atau memahami orang lain secara total 3. Mampu mempertahankan relasi social secara efektif sehingga tidak musnah dimakan waktu dan senantiasa berkembang semakin intim/ mendalam/ penuh makna. 10. Mampu menyadari komunikasi verbal maupun non verbal yang dimunculkan orang lain, atau dengan kata lain sensitive terhadap perubahan situasi social dan tuntutan tuntutannya.Sehingga anak mampu menyesuaikan dirinya secara efektif dalam segala macam situasi. 11. Mampu memecahkan masalah yang terjadi dalam relasi sosialnya dengan pendekatan winwin solution , serta yang paling penting adalah mencegah munculnya masalah dalam relasi sosialnya. 12. Memiliki ketrampilan komunikasi yang mencakup ketrampilan mendengar efektif, berbicara efektif dan menulis secara efektif. Termasuk pula di dalamnya mampu menampilkan penampilan fisik (model busana) yang sesuai dengan tuntutan lingkungan sosialnya. B.3. Faktor faktor yang mempengaruhi kecerdasan interpersonal Kecerdasan interpersonal menjadi penting karena pada dasarnya manusia tidak dapat menyendiri. Banyak kegiatan dalam hidup anak terkait dengan orang lain. Anak anak yang gagal mengembangkan kecerdasan interpersonal , akan mengalami banyak hambatan dalam dunia sosialnya. Akibatnya mereka mudah tersisihkan secara sosial. Seringkali konflik interpersonal juga menghambat anak untuk mengembangkan dunia sosialnya secara matang. Akibat dari hal itu anak kesepian, merasa tidak berharga, dan suka mengisolasi diri. Pada akhirnya menyebabkan anak mudah menjadi depresi dan kehilangan kebermaknaan hidup.Seperti yang dikemukakan oleh Victor Frankl (1977) Komunikasi antar pribadi merupakan unsur yang sangat penting bagi perkembangan psikologis anak yang sehat. Johnson (1981) menunjukkan beberapa manfaat dari hubungan komunikasi antar pribadi bagi anak yaitu, pertama, komunikasi antar pribadi membantu perkembangan intelektual dan social anak. Kedua, identitas atau jati diri anak terbentuk dalam dan lewat komunikasi dengan orang lain.Ketiga, dalam rangka memahami realita di sekelilingnya, anak melakukan pembandingan social untuk memperoleh pemahaman akan dunia sekelilingnya. Keempat, kesehatan mental anak sebagian ditentukan oleh kwalitas komunikasi atau hubungan antar pribadi yang terjalin antara anak terutama dengan orang orang terdekatnya.

Johnson (1981) juga mengungkapkan bahwa agar mampu memulai,mengembangkan dan memelihara hubungan interpersonal serta komunikasi yang akrab, hangat dan produktif dengan orang lain, anak perlu diajarkan sejumlah ketrampilan dasar berkomunikasi. Menurut Johnson (1981) ketrampilan dasar tersebut adalah : 1. Anak harus mampu untuk memiliki sikap saling memahami yang diperolehnya dari beberapa subkemampuan seperti sikap percaya, pembukaan diri, kesadaran diri, penerimaan diri. 2. Anak harus mampu mengkomunikasikan pikiran dan perasaannya secara tepat dan jelas 3. Anak harus mampu menunjukkan sikap prososial dan saling mendukung. 4. Anak harus mampu memecahkan konflik dan bentuk bentuk masalah antar pribadi dengan cara cara yang konstruktif.

Gardner (1999) memunculkan 8 macam kecerdasan yang menurutnya bersifat universal, yaitu : 1. Kecerdasan Linguistik, akan menunjukkan kemampuan anak dalam mengolah bahasa, membuat suatu kalimat, mudah memahami kata kata , dan mengubah kata kata menjadi sesuatu yang indah. 2. Kecerdasan Logis-Matematis,akan menunjukkan kemampuan anak dalam pemecahan masalah masalah yang berkaitan dengan angka angka, dan pemikiran logis. 3. Kecerdasan Dimensi Ruang (spatial), akan menunjukkan kemampuan anak dalam memahami perspektif ruang dan dimensi. 4. Kecerdasan Musikal, akan menunjukkan kemampuan anak dalam menyususn lagu, menyanyi, memainkan alat music dengan baik. 5. Kecerdasan Kelincahan Tubuh (kinestetik), akan menunjukkan kemampuan anak dalam aktivitas olahraga, atletik, menari dan kegiatan kegiatan yang membutuhkan kelincahan tubuh. 6. Kecerdasan Interpersonal, akan menunjukkan kemampuan anak dalam berhubungan dengan orang lain. Anak yang tinggi intelegensi interpersonalnya akan mampu menjalin komunikasi yang efektif dengan orang lain, mampu berempati secara baik, mampu mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang lain. Mereka ini dapat dengan cepat memahami temperamen, sifat, dan kepribadian orang lain, mampu memahami suasana hati, motif dan niat orang lain. Semua kemampuan ini akan membuat mereka lebih berhasil dalam berinteraksi dengan orang lain. 7. Kecerdasan Intrapersonal, akan menunjukkan kemampuan anak dalam memahami diri sendiri

8. Kecerdasan Naturalis (alam), akan menunjukkan kemampuan anak dalam memahami gejala gejala alam, memperlihatkan kesadaran ekologis, dan menunjukkan kepekaan terhadap bentuk bentuk alam misalnya anak memahami keterkaitan ekologis binatang binatang, siklus hidupnya, memahami kebiasaan hewan di alam liar. Komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang baik, kegagalan komunikasi sekunder terjadi bila isi pesan kita dipahami, tetapi hubungan di antara komunikasi menjadi rusak. komunikasi interpersonal yang efektif meliputi banyak unsur, tetapi hubungan interpersonal barangkali yang paling penting, tulis Anita Taylor et al.(1977:187). Banyak penyebab dari rintangan komunikasi berakibat kecil saja bila ada hubungan baik di antara komunikan. Sebaliknya, pesan yang paling jelas, paling tegas, paling cermat tidak dapat menghindari kegagalan, jika terjadi hubungan yang jelek.Pandangan bahwa komunikasi mendefinisikan hubungan interpersonal telah dikemukakan Ruesch dan Bateson (1951) pada tahun 1950-an. Gagasan ini dipopulerkan di kalangan komunikasi oleh Watzlawick, Beavin, dan Jackson(1967) dengan buku mereka Pragmatics of Human Communication. psikolog pun mulai menaruh minat yang besar pada hubungan interpersonal seperti tampak pada tulisan Fordon W.Allport (1960), Erich Fromm (1962), Martin Buber (1957), Carl Rogers (1951). Dari segi psikologi komunkasi, kita dapat menyatakan bahwa makin baik hubungan interpersonal, makin terbuka orang untuk mengungkapkan dirinya, makin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya, sehingga makin efektif komunkasi yang berlangsung diantara komunikan. Hubungan interpersonal dan tiga factor dalam komunikasi interpersonal yang menumbuhkan hubungan interpersonal yang baik : percaya (trust), sikap suportif (suppotivenes), dan sikap terbuka (open-mindedness). Apapun teori hubungan interpersonal yang kita gunakan, kita akan melihat hal yang sama: hubungan interpersonal melibatkan dan membentuk kedua belah pihak. Jadi hubungan interpersonal berlangsung melewati 3 tahap pembentukan Hubungan Interpersonal, tahap ini sering disebut dengan tahap perkenalan.Peneguhan Hubungan Interpersonal, hubungan interpersonal tidaklah bersifat statis tetapi selalu berubah. Untuk memelihara dan memperteguh hubungan interpersonal, perubahan memerlukan tindakan-tindakan tertentu mengembalikan keseimbangan.Pemutusan Hubungan Interpersonal, dapat menyimpulkan bahwa jika empat factor diatas tidak ada, hubungan interpersonal akan diakhiri.Faktor-faktor yang Menumbuhkan Hubungan Interpersonal dalam Komunikasi Interpersonal Pola-pola komunikasi interpersonal mempunyai efek yang berlainan pada hubungan interpersonal. Sekolah sungguh merupakan suatu lokasi. Faktanya, bagi banyak siswa, interaksi dan penerimaan teman teman sebaya dianggap lebih penting daripada pembelajaran di kelas dan prestasi belajar itu sendiri ( B. B. Brown,1993; Dowson & McInerney, 2001; W. Doyle, 1986a). Sebagai contoh, dalam cuplikan video Motivation di Ormrod Teacher Prep Course, saat Greg (yang berusia 15 tahun) ditanyai mengenai hal hal yang paling disukainya di sekolah, ia menjawab dengan cepat, Makan siangsemua aspek sosialteman dang geng. Meski demikian, kesuksesan sosial dan akademis bukanlah situasi yang dikotomis (bila satu ada, yang lainnya tidak mungkin ada ). Sebaliknya, para siswa yang menikmati hubungan sosial yang menyenangkan dengan teman temannya di sekolah cenderung berprestasi tinggi ( Gest,

Domitrovich , & Welsh, 2005; Guay et. Al., 1999; Patrick, Anderman, & Ryan, 2002; Pellegrini & Bohn, 2005 ). Hubungan dengan teman sebaya, terutama persahabatan karib, memiliki sejumlah peran penting dalam perkembangan pribadi dan sosial remaja. Pertama tama, hubungan pertemanan menjadi suatu medan pembelajaran dan pelatihan berbagai ketrampilan sosial bagi para remaja, termasuk negosiasi, persuasi, kerjasama, kompromi, kendali emosional, dan penyelesaian konflik (Asher & Parker, 1989; Erwin, 1993; Gauvain, 2001; Maxmell, Jarrett, & Dickerson, 1998; SuttonSmith, 1979). Sebuah kekeliruan pemahaman yang lazim adalah bahwa teman sebaya niscaya memberikan pengaruh buruk terhadap seseorang. Faktanya, tidak selalu demikian. Teman sebaya bisa member pengaruh baik, bisa juga pengaruh buruk. Banyak teman sebaya mendorong kualitas kualitas yang baik seperti kejujuran, keadilan, kerjasama, dan lain lain. C. Contextual Teaching and Leraning C.1. Pengertian Contextual Teaching and Learning Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru dan siswa dalam mengaitkan mata pelajaran yang diajarkan atau dipelajari dengan situasi nyata di lingkungan belajarnya.Seperti strategi pembelajaran yang lain ,pembelajaran kontekstual dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan bermakna tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada. Dan dengan pendekatan kontekstual ini diharapkan siswa akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah.Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalamiapa yang dipelajarinya,bukan mengetahuinyasebagai bekal anak dalam memecahkan persoalan dalam kehidupan mereka,di masyarakat dalam jangka panjang. C.2. Aspek aspek Contextual Teaching and Learning CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pelajaran dengan dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan sehari hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yaitu: konstruktivisme (Constructivism), menemukan (Inquiri), bertanya (Questioning), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), refleksi (Reflektion), dan penilaian yang sebenarnya (Authentic Asessment) (Nurhadi,2002:5) Penjelasan dari ketujuh komponen CTL itu adalah sebagai berikut : a. Konstruktivisme (Constructivism) Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan CTL, yaitu pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit). Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta,konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna

melalui pengalaman nyata. Dalam pandangan konstruktivis, strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu, tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa,memberikan kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri dan menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar (Nurhadi, 2002: 10). b. Menemukan (Inquiri) Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran melalui pendekatan CTL. Dalam hal ini siswa mempunyai peranan yang sangat luas dalam melakukan kegiatan belajarnya. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya. Menurut Encyclopedia of Education Research (Suryosubroto, 1977: 193) menyatakan bahwa penemuan merupakan strategi yang dapat diberi bentuk oleh guru dalam berbagai cara, termasuk mengajarkan ketrampilan menyelidiki dan memecahkan masalah sebagai suatu alat bagi siswa untuk mencapai tujuan pendidikan. c. Bertanya (Questioning) Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis CTL. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong ,membimbing dan menilai kemampuan berfikir siswa. Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk mengecek pemahaman siswa,membangkitkan respon kepada siswa, mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru dan untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa (Nurhadi, 2002 :13) d. Masyarakat belajar (Learning Community) Konsep Learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing antara teman, antar kelompok dan antara yang tahu ke yang belum tahu. Semua yang ada di sekitar kelas adalah anggota masyarakat belajar. Di dalam kelas CTL, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok kelompok belajar (Nurhadi, 2002 : 15) e. Pemodelan (Modeling) Dalam sebuah pembelajaran ketrampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Dalam pembelajaran CTL, guru bukan satu satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa dan dapat juga didatangkan dari luar. Model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, misalnya guru menunjukkan model cara kerja sebuah alat, dengan begitu guru memberi model tentang bagaimana cara belajar (Nurhadi, 2002 :16). Penggunaan model belajar akan membantu dalam pemahaman gejala dari suatu konsep yang abstrak. Dalam hal ini pemodelan berfungsi sebagai jembatan antara konkrit dan abstrak (Rimi, 2002 : 22). f. Refleksi (Reflektion)

Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir ke belakang tentang apa apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Refleksi diberikan pada akhir pembelajaran dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan kesan, saran dan kesimpulan mengenai pembelajaran yang telah dilaksanakan (Nurhadi, 2002 : 18 ) g. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Asessement ) Asessement adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Pembelajaran ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari (learning how to learn), bukan ditekankan pada diperolehnya informasi sebanyak mungkin di akhir periode pembelajaran. Karena, asessement menekankan proses pembelajaran, maka data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran.Analisa itulah yang disebut data autentik (Nurhadi, 2002 : 19 ) Suatu proses pembelajaran yang melibatkan siswa dalam membangun pengetahuan dan ketrampilan diperlukan suatu bentuk penilaian yang didasarkan pada metodologi dan tujuan dari pembelajaran itu sendiri, yang selanjutnya disebut sebagai penilaian autentik. Penilaian autentik menunjukkan bahwa pembelajaran telah terjadi, menyatu dalam proses belajar mengajar, dan memberikan kesempatan dan arahan kepada siswa untuk maju, sekaligus digunakan sebagai alat control untuk melihat kemajuan bagi prestasi belajar siswa dan umpan balik bagi praktek pengajaran (Cecep, 2002 : 20).

C.3. Faktor faktor yang mempengaruhi Contextual Teaching and Learning. CTL terdiri dari delapan komponen : membuat keterkaitan yang bermakna, pembelajaran mandiri, melakukan pekerjaan yang berarti, bekerja sama, berpikir kritis dan kreatif, membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan penilaian autentik. Dalam CTL guru berperan sebagai fasilitator tanpa henti (reinforcing), yaitu membantu siswa menemukan makna (pengetahuan). Tugas utama pendidik adalah memberdayakan potensi kodrati sehingga siswa terlatih menangkap makna dari materi yang diajarkan. CTL berikhtiar membangun makna yang berkualitas dengan menghubungkan pelajaran bahasa Inggris, juga pelajaran lain, dengan lingkungan personal dan sosial siswa, misalnya dengan fenomena sampah yang tidak terurus di lingkungan. Ketika siswa mengatakan The waste in the city is dangerous, dia mengatakannya dengan lisan, mencium bau sampah dengan indra, dan meyakini bahaya akibatnya dengan nalar. Inilah contoh pembelajaran kalimat yang bermakna! Siswa bukan hanya belajar bahasa, melainkan juga belajar lingkungan hidup dan manajemen pengelolaan sampah. Dengan kata lain, lingkungan fisik dan psikis dibermaknakan bagi siswa. (Elaine,2009 ). CTL mengajak para siswa membuat hubungan hubungan yang mengungkapkan makna .CTL adalah sebuah sistem yang bersifat menyeluruh dan menyerupai cara alam bekerja. CTL menyatukan konsep dan praktik. CTL memiliki potensi untuk membuat para siswa berminat belajar, dan seperti yang dikatakan Whitechead, Tidak akan ada perkembangan mental tanpa

adanya minat. Minat adalah dasar dari perhatian dan pemahaman. CTL adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyususn pola pola yang mewujudkan makna. CTL adalah sebuah sistem pengajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari hari siswa. CTL mencerminkan prinsip kesaling bergantungan, prinsip diferensiasi, dan prinsip pengorganisasian diri (Elaine, 2009 : 86). D. Pengaruh Contextual Teaching and Learning ( CTL ) terhadap prestasi belajar biologi. CTL membuat para siswa menjadi rajin belajar, punya begitu banyak tenaga, kebanyakan dari mereka amat suka bersekolah, mereka suka ide ide baru, mereka selalu punya ide ide yang menarik, mereka sangat antusias dua kali lipat, mereka bersemangat, mereka jadi amat menyadari lingkungannya, mereka suka mencoba hal hal baru, mereka ringan tangan /suka bekerja (Hopkins, 1998, hh. 1-2). E. Pengaruh Contextual Teaching and Learning ( CTL ) terhadap kecerdasan interpersonal siswa. Sistem CTL mendorong para guru untuk merumuskan tujuan tujuan yang tidak hanya berat, tapi juga tujuan tujuan yang menggabungkan pengetahuan dan tindakan dengan cara yang bermakna bagi para siswa. Kemampuan CTL terletak pada kesempatan yang diberikan pada semua siswa untuk mengembangkan harapan mereka, untuk mengembangkan bakat mereka, dan mengetahui informasi terbaru, serta menjadi anggota sebuah masyarakat demokrasi yang cakap (Elaine, 2009).

F. Hipotesis 1. Metode pembelajaran Contextual Teaching and Learning dapat meningkatkan prestasi belajar biologi siswa klas X SMA Negeri I Yogyakarta 2. Metode pembelajaran Contextual Teaching and Learning dapat meningkatkan kecerdasan interpersonal siswa kelas X SMA Negeri I Yogyakarta.

B A B III METODOLOGI PENELITIAN Sampel ada 2 kelas siswa kelas X SMA N I Yogyakarta dipilih secara acak . Satu kelas sebagai kelompok eksperimen dan kelompok lain sebagai kelompok control .Analisa data secara kwantitatif kovarian dengan variabel bebas kecerdasan interpersonal dan metode pembelalajaran CTL dan variabel tergantung prestasi belajar siswa. Data Kecerdasan interpersonal diambil dari kuesioner yang berupa skala kecerdasan interpersonal yang terdiri dari 3 aspek yaitu social insight, social sensitivity,social communications.Data prestasi belajar diambil dari nilai ulangan harian bentuk pilihan ganda dengan topik klasifikasi makhluk hidup dan protista atau jamur. Data CTL diambil dari Pengambilan data kecerdasan interpersonal dengan menghitung contrengan yang diberika oleh siswa pada kuesioner dikalikan dengan skala tertentu. Skala direntang dari 0 sampai 7.

DAFTAR PUSTAKA Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang, 2009, Erlangga, Jakarta Robert A. Baron dan Donn Byrne, Psikologi Sosial, 2005, Erlangga, Jakarta Saifuddin Azwar, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, 2010, Pustaka Pelajar, Yogyakarta Hegar Pangarep, 101 Tips Kilat Personality Plus, 2010, Media Pressindo, Yogyakarta Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna, 2009, MLC, Bandung

T. Safaria, Interpersonal Intelligence : Metode Pengembangan Kecerdasan Interpersonal Anak, 2005, Amara Books, Yogyakarta Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, 2010, RajaGrafindo Persada, Jakarta Hamzah B. Uno, Teori Motivasi dan Pengukurannya Analisis di Bidang Pendidikan, 2009, Bumi Aksara, Jakarta Abu Ahmadi, Psikologi Belajar, 2004, Rineka Cipta, Jakarta Sugihartono dkk, Psikologi Pendidikan, 2007, UNY Press, Yogyakart