1 Efek Preventif dan Kuratif Ekstrak Etanol 70% Rumput Mutiara (Hedyotis corymbosa L. Lamk) Terhadap Sistem Imun pada Tikus Model Osteoartritis Yang Diinduksi Natrium Iodoasetat Fitri Arum Sari Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Depok, 16424 E-mail: [email protected]Abstrak Osteoartritis merupakan penyakit degeneratif yang ditandai dengan inflamasi kronik pada daerah persendian. Berdasarkan penelitian sebelumnya, rumput mutiara memiliki efek sebagai antiinflamasi dalam praktik pengobatan herbal, tetapi belum banyak data yang mendukung. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efek preventif dan kuratif ekstrak etanol 70% rumput mutiara terhadap sistem imun yang ditandai dengan penurunan jumlah sel darah putih, yaitu leukosit, limfosit, dan granulosit. Penelitian ini terbagi menjadi dua tahapan, yaitu pembuatan tikus model osteoartritis, kemudian pemberian ekstrak rumput mutiara secara preventif dan kuratif secara bersamaan. Pada perlakuan preventif dan kuratif, digunakan masing-masing 30 tikus putih jantan galur Sprague dawley dibagi menjadi 6 kelompok. Kelompok normal diberikan CMC 0,5%, kelompok negatif diberikan 0,025 mL natrium iodoasetat dalam salin 0,9%, kelompok positif diberi suspensi glukosamin kondroitin 520 mg/ 200 g bb untuk preventif, dan 780 mg/ 200 g bb. Kelompok dosis diberikan ekstrak etanol 70% rumput mutiara dengan variasi dosis berturut-turut 5,62 mg; 11,25 mg; dan 22,5 mg. Semua kelompok diinduksi 0,025 mL natrium iodoasetat kecuali kontrol normal. Bahan uji diberikan satu kali sehari secara oral pada hari ke-1 hingga 50 secara preventif, dan diberikan pada hari ke-29 hingga 50 secara kuratif. Pengukuran jumlah leukosit, limfosit dan granulosit dilakukan pada hari ke-14, 28 dan 49. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol 70% rumput mutiara secara preventif (dosis 2= 11,25 mg/ 200 g bb) dan kuratif (dosis 1= 5,62 mg/ 200 g bb) mampu menurunkan jumlah leukosit dan limfosit secara bermakna. Abstract Osteoarthritis is a degenerative disease characterized by chronic inflammation in the joints. Based on previous research, pearl grass has anti-inflammatory effects in the practice of herbal medicine, but doesn’t have a lot of data to support. This study aimed to analyze the preventive and curative effects of the 70% ethanolic extract of pearl grass on the immune system characterized by decreasing number of leukocytes, lymphocytes and granulocytes. This study is divided into two stages, there are making rat model of osteoarthritis, and analyze the effect preventive and curative extract of pearl grass on the immune system. This study used 30 male white Sprague Dawley rats were divided into 6 groups. The normal group was given 0,5% CMC, the negative group was given 0,025 mL of monosodium iodoacetate in 0,9% saline, positive group was given suspension of glucosamine chondroitin 520 mg/200 g BW for preventive and 780 mg/200 g BW for curative. The dose variation was given 70% ethanolic extract of pearl grass with 3 dose variation 5,62 mg/ 200 g BW; 11,25 mg/ 200 g BW; and 22,5 mg/ 200 g BW. All groups were induced by 0,025 mL of monosodium iodoacetate except normal group. The test material is given orally once daily on days 1 to 50 in preventive , and given on days 29 to 50 are curative. Measurement of the number of Efek preventif ..., Fitri Arum Sari, FFAR UI, 2015
21
Embed
Efek Preventif dan Kuratif Ekstrak Etanol 70% Rumput ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
Efek Preventif dan Kuratif Ekstrak Etanol 70% Rumput Mutiara (Hedyotis corymbosa L. Lamk) Terhadap Sistem Imun pada Tikus Model Osteoartritis
Yang Diinduksi Natrium Iodoasetat
Fitri Arum Sari
Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Depok, 16424 E-mail: [email protected]
Abstrak
Osteoartritis merupakan penyakit degeneratif yang ditandai dengan inflamasi kronik pada daerah persendian. Berdasarkan penelitian sebelumnya, rumput mutiara memiliki efek sebagai antiinflamasi dalam praktik pengobatan herbal, tetapi belum banyak data yang mendukung. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efek preventif dan kuratif ekstrak etanol 70% rumput mutiara terhadap sistem imun yang ditandai dengan penurunan jumlah sel darah putih, yaitu leukosit, limfosit, dan granulosit. Penelitian ini terbagi menjadi dua tahapan, yaitu pembuatan tikus model osteoartritis, kemudian pemberian ekstrak rumput mutiara secara preventif dan kuratif secara bersamaan. Pada perlakuan preventif dan kuratif, digunakan masing-masing 30 tikus putih jantan galur Sprague dawley dibagi menjadi 6 kelompok. Kelompok normal diberikan CMC 0,5%, kelompok negatif diberikan 0,025 mL natrium iodoasetat dalam salin 0,9%, kelompok positif diberi suspensi glukosamin kondroitin 520 mg/ 200 g bb untuk preventif, dan 780 mg/ 200 g bb. Kelompok dosis diberikan ekstrak etanol 70% rumput mutiara dengan variasi dosis berturut-turut 5,62 mg; 11,25 mg; dan 22,5 mg. Semua kelompok diinduksi 0,025 mL natrium iodoasetat kecuali kontrol normal. Bahan uji diberikan satu kali sehari secara oral pada hari ke-1 hingga 50 secara preventif, dan diberikan pada hari ke-29 hingga 50 secara kuratif. Pengukuran jumlah leukosit, limfosit dan granulosit dilakukan pada hari ke-14, 28 dan 49. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol 70% rumput mutiara secara preventif (dosis 2= 11,25 mg/ 200 g bb) dan kuratif (dosis 1= 5,62 mg/ 200 g bb) mampu menurunkan jumlah leukosit dan limfosit secara bermakna.
Abstract
Osteoarthritis is a degenerative disease characterized by chronic inflammation in the joints. Based on previous research, pearl grass has anti-inflammatory effects in the practice of herbal medicine, but doesn’t have a lot of data to support. This study aimed to analyze the preventive and curative effects of the 70% ethanolic extract of pearl grass on the immune system characterized by decreasing number of leukocytes, lymphocytes and granulocytes. This study is divided into two stages, there are making rat model of osteoarthritis, and analyze the effect preventive and curative extract of pearl grass on the immune system. This study used 30 male white Sprague Dawley rats were divided into 6 groups. The normal group was given 0,5% CMC, the negative group was given 0,025 mL of monosodium iodoacetate in 0,9% saline, positive group was given suspension of glucosamine chondroitin 520 mg/200 g BW for preventive and 780 mg/200 g BW for curative. The dose variation was given 70% ethanolic extract of pearl grass with 3 dose variation 5,62 mg/ 200 g BW; 11,25 mg/ 200 g BW; and 22,5 mg/ 200 g BW. All groups were induced by 0,025 mL of monosodium iodoacetate except normal group. The test material is given orally once daily on days 1 to 50 in preventive , and given on days 29 to 50 are curative. Measurement of the number of
leukocytes, lymphocytes and granulocytes counted on day 14, 28 and 49. The best results showed that the effect preventive (dose 2 = 11,25 mg / 200 g BW) and curative (dose 1 = 5,62 mg / 200 g BW) extract of pearl grass were able to decrease the number of leukocytes and lymphocytes significantly. Keywords : osteoarthritis, sodium iodoacetate, pearl grass, Hedyotis corymbosa L.Lamk., immune system Pendahuluan
Osteoatritris merupakan salah satu penyakit artritis degeneratif yang ditandai dengan
kerusakan tulang kartilago artikular yang menyebabkan rasa sakit, pergerakan yang terbatas,
deformitas, dan cacat progresif. Hal ini terkait dengan penuaan sendi seperti lutut, pinggul,
jari, dan tulang punggung bagian bawah (WHO, 2011). Menurut World Health Organization
(WHO) tahun 2004, diketahui bahwa osteoartritis diderita oleh 151 juta jiwa di seluruh dunia
dan mencapai 24 juta jiwa di kawasan Asia Tenggara (WHO, 2004). Di Indonesia, prevalensi
osteoartritis tahun 2004 mencapai 5% pada usia <40 tahun, 30% pada usia 40-60 tahun, dan
65% pada usia >61 tahun (Soeroso, Isbagio, Kalim, Broto, dan Pramudiyo, 2006). Inflamasi
dan respon imun memiliki peran penting dalam perkembangan penyakit osteoartritis.
Inflamasi merupakan sebuah reaksi yang kompleks dari sistem imun tubuh yang
menyebabkan akumulasi dan aktivasi leukosit serta protein plasma yang terjadi pada saat
infeksi maupun kerusakan sel. Respon inflamasi disebabkan oleh mediator sistem imun
spesifik seperti sitokin yang memicu kerusakan sel dan jaringan tulang rawan (Haseeb dan
Haqqi, 2013).
Osteoatritis diprediksi sulit untuk disembuhkan dan kondisinya akam memburuk
seiring berjalannya waktu. Terapi untuk osteoartritis umumnya hanya ditujukan untuk
meningkatkan kualitas hidup dengan cara mengurangi rasa sakit akibat inflamasi, tetapi tidak
mengobati penyakit tersebut. Terapi umum yang digunakan pasien osteoartritis adalah obat-
obatan antiinflamasi non-steroid (AINS). Namun, terapi ini banyak menghasilkan reaksi obat
yang tidak diinginkan seperti tukak dan pendarahan pada saluran cerna. Terapi lain yang biasa
digunakan yaitu suplemen glukosamin dan kondroitin sulfat yang berasal dari pengolahan
hewan laut, akibatnya, glukosamin dan kondroitin sulfat tidak dapat dikonsumsi oleh pasien
osteoarthritis yang memiliki riwayat alergi terhadap hewan laut (Pecchi, et al., 2011; Tallia,
2002). Pengobatan untuk osteoartritis saat ini banyak dikembangkan baik secara sintesis
maupun herbal. Obat herbal menjadi pilihan alternatif terutama setelah mengetahui efek
samping yang disebabkan oleh penggunaan obat golongan AINS serta glukosamin dan
kondroitin. Salah satu tanaman yang memiliki efek antiinflamasi yaitu rumput mutiara
Tabel Error! No text of specified style in document..2 Perlakuan Terhadap Tikus
dengan Efek Preventif
No. Jumlah Hewan Uji (ekor) Kelompok Perlakuan
1. 5 Kontrol normal
Hari ke-1 sampai 21 diberikan 3 mL larutan CMC 0,5% per oral, hari ke-22 disuntik 0,025 mL larutan salin, dan hari ke-23 sampai 50 diberikan larutan CMC 0,5% per oral.
2. 5 Kontrol negatif
Hari ke-1 sampai 21 diberikan 3 mL larutan CMC 0,5% per oral, hari ke-22 diinjeksi 0,025 mL natrium iodoasetat pada lutut kiri secara intraartrikular dan hari ke-23 sampai 50 diberikan larutan CMC 0,5% per oral.
3. 5 Kontrol positif
Hari ke-1 sampai 21 diberikan 5 mL glukosamin dalam CMC 0,5% setara dosis 520 mg/200 gram BB tikus per oral, hari ke-22 disuntik 0,025 mL natrium iodoasetat pada lutut kiri secara intraartikular dan hari ke-23 sampai ke-50 diberikan 5 mL glukosamin dalam CMC 0,5% setara dosis 520 mg/200 gram BB tikus per oral
4. 5 Dosis I
Hari ke-1 sampai ke-21 diberikan bahan uji ekstrak kental 70% rumput mutiara setara dosis 180 mg/200 g BB tikus dalam CMC 0,5% per oral dan hari ke-22 diinjeksi 0,025 mL natrium iodoasetat pada lutut kiri secara intraartrikular, hari ke-23 sampai ke-50 diberikan ekstrak kental 70% rumput mutiara setara dosis 5,62 mg/200 g BB tikus dalam CMC 0,5% per oral.
5. 5 Dosis II
Hari ke-1 sampai 21 diberikan bahan uji ekstrak kental 70% rumput mutiara setara dosis 180 mg/200 g BB tikus jantan dalam CMC 0,5% per oral dan hari ke-22 diinjeksi 0,025 mL natrium iodoasetat pada lutut kiri secara intraartrikular, hari ke-23 sampai ke-50 diberikan ekstrak kental 70% rumput mutiara setara dosis 360 mg/200 g BB tikus dalam CMC 0,5% per oral.
6. 5 Dosis III
Hari ke-1 sampai 21 diberikan bahan uji ekstrak kental 70% rumput mutiara dosis 720 mg/200 g BB tikus jantan dalam CMC 0,5% per oral dan hari ke-22 diinjeksi 0,025 mL natrium iodoasetat pada secara intraartrikular, hari ke-23 sampai 50 diberikan ekstrak kental 70% rumput mutiara setara dosis serbuk 720 mg/200 g BB tikus dalam CMC 0,5% per oral
Tabel 3.3 Perlakuan Terhadap Tikus dengan Efek Kuratif
No Jumlah Hewan Uji
(ekor)
Kelompok Perlakuan
1
5
Kontrol Normal Hari ke-1 disuntik 0,025 mL larutan 0,9% salin secara intraartikular pada lutut kiri, pada hari ke-29 sampai 50 diberi 2 mL larutan CMC 0,5% per oral
2 5 Kontrol Negatif Hari ke-1 disuntik 0,025 mL natrium iodoasetat dalam larutan 0,9% salin secara intraartikular pada lutut kiri, pada hari ke-29 sampai 50 diberi 2 mL larutan CMC 0,5% per oral
3
5
Kontrol Positif
Hari ke-1 disuntik 0,025 mL natrium iodoasetat dalam larutan 0,9% salin secara intraartikular pada lutut kiri, pada hari ke-29 sampai 50 diberi 50 mL suspensi glukosamin dan kondroitin sulfat 780 mg/200 g BB dalam CMC 0,5% per oral
4 5 Dosis I Hari ke-1 disuntik 0,025 mL natrium iodoasetat dalam larutan 0,9% salin secara intraartikular pada lutut kiri, pada hari ke-29 sampai 50 diberi 2 mL suspensi ekstrak etanol 70% rumput mutiara setara dosis serbuk kering 180 mg/200 g BB dalam CMC 0,5% per oral
5 5 Dosis II Hari ke-1 disuntik 0,025 mL natrium iodoasetat dalam larutan 0,9% salin secara intraartikular pada lutut kiri, pada hari ke-29 sampai 50 diberi 2 mL suspensi ekstrak etanol 70% rumput mutiara setara dosis serbuk kering 360 mg/200 g BB dalam CMC 0,5% per oral
6 5 Dosis III Hari ke-1 disuntik 0,025 mL natrium iodoasetatdalam larutan 0,9% salin secara intraartikular pada lutut kiri, pada hari ke-29 sampai 50 diberi 2 mL suspensi ekstrak etanol 70% rumput mutiara setara dosis serbuk kering 720 mg/200 g BB dalam CMC 0,5% per oral
3. Pengukuran Berat Limpa
Pengukuran berat limpa dilakukan pada hari terakhir pada kelompok perlakuan preventif
dan kuratif. Tikus terlebih dahulu dikorbankan dengan cara dianastesi menggunakan ketamin
udemnya paling besar. Tujuan dari pembuatan hewan model osteoartritis adalah memastikan
bahwa tikus benar-benar telah mengalami osteoartritis sehingga dapat digunakan acuan
penelitian selanjutnya yaitu pengamatan efek ekstrak rumput mutiara terhadap sistem imun.
Tabel. 4.2 Volume udem rata-rata tiap kelompok perlakuan pada hari ke-n
Perlakuan Volume Udem Lutut Tikus (mL) ± SD
Kontrol Normal 0,01 ± 0,01 Kelompok 1 0,06 ± 0,02* (Hari ke-14) Kelompok 2 0,11 ± 0,04* (Hari ke-21) Kelompok 3 0,16 ± 0,04* (Hari ke-28)
Keterangan: Kontrol normal = injeksi intraartikular larutan salin diamati pada hari ke-14, 21, dan 28. Kelompok 1= injeksi intraartikular natrium iodoasetat diamati pada hari ke-14. Kelompok 2= injeksi intraartikular natrium iodoasetat diamati pada hari ke-21. Kelompok 3= injeksi intraartikular natrium iodoasetat diamati pada hari ke-28. (*) Berbeda bermakna secara statistik dengan kontrol normal.
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa pemberian natrium iodoasetat mampu
membuat osteoartritis hewan uji. Hal ini ditandai dengan adanya tanda primer dari inflamasi,
yaitu terjadinya pembengkakan. Semakin lama waktu pengamatan dari induksi natrium
iodoasetat terlihat sebanding dengan tingkat keparahan osteoartritis. Perbandingan volume
udem rata-rata dapat dilihat pada Gambar 4.5
Keterangan : Kontrol normal = injeksi intraartikular larutan salin diamati pada hari ke-14, 21, dan 28. Kelompok 1= injeksi intraartikular natrium iodoasetat diamati pada hari ke-14. Kelompok 2= injeksi intraartikular natrium iodoasetat diamati pada hari ke-21. Kelompok 3= injeksi intraartikular natrium iodoasetat diamati pada hari ke-28.
Gambar 4.5 Grafik perbandingan volume udem rata-rata
Selain udem, parameter lain yang dijadian acuan pembuatan model osteoartritis adalah
parameter histopatologi yang dilihat dari perubahan proteoglikan. Hasil preparat yang telah
diwarnai dilakukan pengamatan dan difoto (Gambar 4.3). Hasil foto diamati menggunakan
aplikasi ImageJ untuk menentukan rata-rata dari intesitas warna merah yang muncul.
Keterangan : (a) Histopatologi kelompok normal (diberi larutan salin 0.9%) perbesaran 100x; (b) Histopatologi kelompok 1 (diinduksi natrium iodoasetat 0,025 mL diamati selama 14 hari) perbesaran 100x; (c) Histopatologi kelompok 2 (diinduksi natrium iodoasetat 0,025 mL diamati selama 21 hari) perbesaran 100x; Histopatologi kelompok 3 (diinduksi natrium iodoasetat 0,025 mL diamati selama 28 hari) perbesaran 20x, skala 100µm; (*anak panah menunjukkan bagian proteoglikan)
Gambar 4.6 Hasil pengamatan histopatologi
Berdasarkan gambar diatas, dapat dilihat pada gambar (a) merupakan preparat
histopatologi kelompok normal. Tulang rawan terlihat memiliki warna merah pekat hal ini
menunjukkan tulang masih mempunyai proteoglikan yang banyak. Pada gambar (b) hingga
(d) terlihat adanya pemudaran warna merah berturut-turut. Hal ini menunjukan bahwa terjadi
penurunan proteoglikan pada tikus dan ini merupakan tanda keberhasilan pembuatan tikus
model osteoarthritis.
Pada analisis ImageJ, Semakin tinggi jumlah mean pada sofware ImageJ menunjukkan
intensitas warna merah yang semakin pudar. Semakin pudar warna merah menandakan
jumlah proteoglikan yang semakin berkurang. Berdasarkan uji statistik, kelompok 1, 2 dan 3
mempunyai perbedaan bermakna dengan kontrol normal. Kelompok 1 memiliki nilai (p=
0,02). Kelompok 2 memiliki nilai (p= 0,00) dan kelompok 3 (p=0,00).
Tabel. 4.3 Nilai intensitas warna histopatologi (mean) rata-rata tiap kelompok pembuatan tikus model osteoartritis
Perlakuan
Intensitas warna (mean) ± SD Kontrol Normal 128,06 ± 4,13
Kelompok 1 134,03 ± 5,62 (Hari ke-14) Kelompok 2 143,77 ± 5,91* (Hari ke-21) Kelompok 3 181,21 ± 5,71* (Hari ke-28)
Keterangan: Kontrol normal = injeksi intraartikular larutan salin diamati pada hari ke-14, 21, dan 28. Kelompok 1= injeksi intraartikular natrium iodoasetat diamati pada hari ke-14. Kelompok 2= injeksi intraartikular natrium iodoasetat diamati pada hari ke-21. Kelompok 3= injeksi intraartikular natrium iodoasetat diamati pada hari ke-28. (*) Berbeda bermakna secara statistik dengan kontrol negatif. Perbedaan bermakna uji statistik pada kelompok 2 dan 3 juga terdapat pada parameter
pengukuran volume udem. Hasil histopatologi menunjukkan hal yang sama dengan hasil
pengamatan udem. Perbedaan bermakna ini menunjukkan tikus sudah berhasil dibuat menjadi
model hewan osteoartritis.
d. Uji Efek Ekstrak Etanol Rumput Mutiara Terhadap Sistem Imun
Pengujian efek ekstrak etanol rumput mutiara terhadap sistem imun ditinjau dari
jumlah leukosit, limfosit dan granulosit. Pengujian dilakukan pada kelompok preventif hari
ke-21 dan 49, sedangkan pada kelompok kuratif dilakukan hari ke 14, 28 dan 49.
Tabel. 4.4 Jumlah rata-rata leukosit pada tiap kelompok preventif pada hari ke-21 dan 49
Perlakuan Jumlah rata-rata leukosit (x109/L)± SD Hari ke-21 Hari-49
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemberian ekstrak etanol 70%
rumput mutiara secara preventif dan kuratif dengan waktu yang lebih lama sehingga dapat
diketahui hubungan respon imun dengan efek jangka panjangnya.
Daftar Acuan Asyhar, A., Febriansah, A. Ashari, R.A. Susidarti, dan E. Meiyanto. (2008). Modulasi
ekspresi protein n-ras ekstrak etanolik rumput mutiara (Hedyotis corymbosa) pada sel hepar tikus galur sprague dawley terinduksi 7,12-dimetilbenz[a]antra-sena). Pro siding Kongres Ilmiah XVI ISFI 2008. Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC), Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada.
Dalimartha, S. (2008). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 3. Jakarta: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Materia Medika Indonesia jilid IV. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 119-123 Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2000) Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia Dipiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., & Posey, M. M. (2005). Pharmacotherapy,
A Pathophysiologic Approach. New York: McGraw Hills. Federer, W. T. (1991). Statistics and society: data collection and interpretation 2nd ed. New York: Marcel
Dekker. Felson, D.T., (2008). Osteoartritis, HARRISON’s Principles of Internal Medicine, 17th Edition, Mc Graw-Hill
Companies Inc, New York, 2158-2165 Haseeb, A, Haqqie M., (2013). Immunopathogenesis of Osteoarthritis. Elsavier, 146, 185 Janusz, et al., Hoookfin, E. B., Heitmeyer, S. A., (2001). Moderation of iodoacetate-induced experimental
osteoartritis in rats by matrix metalloproteinase inhibitors. Journal Osteoartritis Research Society International, 2, 751-760
Kim, HP., Son KH., Chang, HW. & Kang SS. (2004). Anti-inflammatory Plants Flavanoids and Cellular Action Mechanism. Journal of Pharmacological Sciences 4, 1-7.
Mishra, K, Dash, A. P., Swain B.K dan Dey, N. (2009). Antimalarial activities of Hedyotis corymbosa extract and their combination with curcumin. Malaria Journal 8, 26.
Pritzker, K.P., Gay, S., Jimenez, S.A., Ostergaard K., Pelletier J.P., Salter D., et al., (2006). Osteoartritis cartilage histopathology: grading and staging. Journal Osteoartritis Research Society International, 721-732
Pecchi, E., Priam, S., MLadenovic, Z., Gosset, M., Saurel, A., Aguillar, L., et al., (2011). A potential role of chondroitin sulfate on bone in osteoarthritis: inhibition of prostaglandin E2 and matrix metalloproteinases synthesis in interleukin-1b- stimulated osteoblasts. Ostearthritis and cartilage. 20, 127-135
Radji, M., (2011). Buku Ajar Mikrobiologi Panduan Mahasiswa Farmasi dan. Kedokteran. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan
Sherwood, L. (2001). Human Physiology: From Cells to Systems. Virginia: A Division of International Thomson Publishing Inc.
Soeroso, Isbagio, Kalim, Broto, dan Pramudiyo, S., Isbagio, H., Kalim, H., Broto, R., dan Pramudiyo, R., (2006), Osteoartritis, Jilid II, 1195-1201, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Vigorita, Vincent, (2003). Orthopaedic Pathology Handbook 2nd edition. New York: The McGraw Hills. Wijayakusuma, Hembing. (2008). Tumpas Hepatitis dengan Ramua Herbal. Jakarta: Pustaka Bunda, 70-73. WHO (2011). The burden of musculoskeletal conditions at the start of the new millennium. Article World Health Organization Technology,1, 917- 919.