Page 1
1
Sari Pustaka
EFEK KONTRASEPSI HORMONAL TERHADAP
RESPON SISTEM IMUN WANITA DENGAN INFEKSI
HIV
Oleh :
dr. Giri Chandra
Pembimbing :
dr. Made Bagus Dwi Aryana, SpOG(K)
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-I
BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FK UNUD/RSUP SANGLAH
DENPASAR
2017
Page 2
2
LEMBAR PERSETUJUAN SARI PUSTAKA
Sari Pustaka ini telah diujikan pada hari Selasa, 24 Januari 2017
Mengetahui Pembimbing Sari Pustaka
dr. Made Bagus Dwi Aryana, SpOG(K)
NIP.19740925 199703 1 001
Penguji :
dr. I Made Darmayasa, SpOG(K)
Dr. dr. I B G Fajar Manuaba, SpOG, MARS
Page 3
3
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN SARI PUSTAKA .................................................. ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v
DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
BAB II SARI PUSTAKA ....................................................................................... 4
2.1 Infeksi Human Immunodeficiency Virus ............................................................ 4
2.2 Prevention Mother to Child Transmission ......................................................... 6
2.2.1 Strategi pencegahan transmisi vertikal HIV ..................................... 7
2.2.2 Rekomendasi penggunaan antiretroviral terapi pada kehamilan .... 10
2.3 Medical Eligibility Criteria .............................................................................. 12
2.4 Respon Sistem Imun Terhadap infeksi HIV .................................................... 20
2.5 Mekanisme Kontrasepsi Hormonal Terhadap Respon Sistem Imun ............... 22
2.6 Mekanisme Seluler Efek Progesteron .............................................................. 25
2.7 Mekanisme Seluler Efek Estrogen ................................................................... 26
BAB III RINGKASAN ........................................................................................ 28
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 30
Page 4
4
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Penggunaan Kontrasepsi Hormonal dan Kondom Terhadap Luaran
Infeksi HIV.......................................................................................... 5
Gambar 2.2 Efek Kontrasepsi Hormonal pada Infeksi HIV ................................... 6
Gambar 2.3 Mekanisme Seluler Kontrasepsi Hormonal pada infeksi HIV .......... 21
Gambar 2.4 Mekanisme Kontrasepsi Hormonal pada Peningkatan Transmisi
HIV-1 ................................................................................................ 23
Page 5
5
DAFTAR TABEL
TABEL 2.1 Kriteria Kelayakan Medis Metode Kontrasepsi Sementara ............... 13
TABEL 2.2 Kriteria Kelayakan Medis Metode Kontrasepsi Permanen ................ 14
TABEL 2.3 Efek Hormon Estrogen dan Progesteron Terhadap Progresivitas
HIV ..................................................................................................... 26
Page 6
6
DAFTAR SINGKATAN
AIDS : Acquired Imunnodeficiency Syndrome
ARV : Antiretroviral
ART : Antiretroviral Therapy
BBLR : Berat Bayi Lahir Rendah
CCR5 : C-Chemokine Receptor type 5
CD4 : Cluster of Differentiation 4
CHC : Combination Hormonal Contraception
CIC : Combined Injectable Contraceptive
CXCR4 : CX-Chemokine Receptor type 4
Cu-IUD : Copper Intra Uterine Device
DMPA : Deoxy Medroxi Progesteron Acetate
DNA : Deoxyribo Nucleic Acid
DVT : Deep Vein Thrombosis
ECP : Emergency Contraceptive Pill
ETG : Etonogestrel
GDG : Guideline Development Group
GRC : Guidelines Review Committee
HAART : Highly Active Antiretroviral Therapy
HIV : Human Imunnodeficiency Virus
HR : Hazard Ratio
Page 7
7
H202 : Hydrogen Peroxide
IL : Interleukin
IMS : Infeksi Menular Seksual
INF-γ : Interferon-γ
INSTI : Integrase Strand Transfer Inhibitor
IRR : Incidence Rate Ratio
IUD : Intra Uterine Device
KET : Kehamilan Ektopik Terganggu
KJDR : Kematian Janin Dalam Rahim
LNG : Levonorgestrel
MEC : Medical Eligibility Criteria
MIP : Macrofag Inflammatory Protein
MTCT : Mother To Child Transmission
NET- EN : Norethisterone Enanthate
NK : Natural killer
PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa
PCR : Polymerase Chain Reaction
PMTCT : Prevention Mother To Child Transmission
POC : Progestin Only Contraceptive
POP : Progestin Only Pill
PVR : Progesteron Vaginal Ring
Page 8
8
RNA : Ribonucleic Acid
SLPI : Secretory Leucocyte Protease Inhibitor
START : Short Term Antiretroviral Therapy
TBC : Tuberculosis
Th : T-lympocyte helper
UNAIDS : United Nation Acquired Immunodeficiency Syndrome
UPA : Ulipristal Acetate
VEGF : Vascular Endothelial Growth Factor
WHO : World Health Organization
XCL : Lymphotactin
Page 9
9
Nama lengkap : Made Bagus Dwi Aryana
Judul : Efek Kontrasepsi Hormonal Terhadap Respon Sistem Imun Wanita
dengan Infeksi HIV
No Hp : 081933145766
Alamat : Jl. Trengguli Gang IV/11 Tembau. Denpasar
Email : [email protected]
EFEK KONTRASEPSI HORMONAL TERHADAP RESPON SISTEM IMUN
WANITA DENGAN INFEKSI HIV
Made Bagus Dwi Aryana
Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana/ Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar
Abstrak
Latar Belakang : Pada umumnya metode kontrasepsi mantap menjadi pilihan untuk
mencegah transmisi infeksi HIV secara vertikal. Pada wanita dilakukan operasi steril
untuk tidak melanjutkan fungsi reproduksi, namun hak reproduksi merupakan bagian
dari hak asasi manusia sehingga penggunaan metode kontrasepsi lain seperti
kontrasepsi hormonal dapat dipertimbangkan. Akan tetapi kontrasepsi hormonal
memiliki efek terhadap respon sistem imun wanita dengan infeksi HIV.
Tujuan : Untuk mengetahui efek kontrasepsi hormonal terhadap respon sistem imun
wanita dengan infeksi HIV.
Metode : Tinjauan Pustaka
Hasil : Kontrasepsi hormonal berhubungan dengan perubahan pada traktus genital,
serviks mengalami ektopi atau ekstensi epitel kolumnar endoserviks ke eksoservik
Tinjauan Pustaka
Page 10
10
dan penipisan lapisan sel epitel vagina. Kontrasepsi hormonal berhubungan dengan
peningkatan jumlah CCR5 expressing T cells dan perubahan flora normal. Pada
wanita dengan infeksi HIV yang menggunakan injeksi DMPA didapatkan viral load
dua kali lebih tinggi dibandingkan wanita tanpa menggunakan kontrasepsi. Kemudian
dengan kontrasepsi hormonal DMPA atau pil oral kombinasi didapatkan CD4 yang
lebih rendah 2-24 bulan setelah infeksi dan lebih cepat terjadi penurunan CD4.
Progesteron menyebabkan pergeseran respon sitokin Th2 dengan supresi terhadap
INF-γ, IL-1β, dan IL-6 sehingga terjadi kelemahan mekanisme clearance CD4 sel
yang terinfeksi HIV. Estrogen juga memiliki efek terhadap sistem imun, ketika
konsentrasi estradiol rendah T sel akan menginduksi repon Th1 dan pada konsentrasi
tinggi akan menginduksi respon Th2. Pada penggunaan kontrasepsi pil oral
kombinasi terjadi peningkatan jumlah T sel pada ekspresi CCR5. Karena CCR5
merupakan koreseptor pada saat invasi virus, ini berpengaruh terhadap penurunan
CD4 T sel yang signifikan.
Kesimpulan : Kontrasepsi hormonal tidak bersifat protektif terhadap transmisi
infeksi HIV sehingga sebaiknya digunakan proteksi ganda dengan kondom.
Kata Kunci : kontrasepsi hormonal, respon imun, HIV
Page 11
11
BAB I
PENDAHULUAN
Millenium Development Goals merupakan suatu indikator dalam mengukur
perkembangan pembangunan suatu negara. Tujuan Millenium Development Goals
antara lain meningkatkan kesehatan maternal dengan menurunkan angka kematian
maternal dan angka kematian terkait HIV/AIDS. Berkaitan dengan kematian maternal
dan infeksi HIV/AIDS, pada umumnya metode kontrasepsi mantap menjadi pilihan
untuk mencegah transmisi infeksi HIV secara vertikal. Pada wanita dilakukan operasi
steril untuk tidak melanjutkan fungsi reproduksi memiliki keturunan, namun
demikian hak reproduksi merupakan bagian dari hak asasi manusia sehingga metode
kontrasepsi mantap bukan suatu hal yang mutlak bagi wanita dengan infeksi HIV.
Penggunaan metode kontrasepsi lain seperti kontrasepsi hormonal dapat
dipertimbangkan, namun kontrasepsi hormonal memiliki efek terhadap respon sistem
imun wanita dengan infeksi HIV. Banyak penelitian baru mengenai kontrasepsi
hormonal pada wanita dengan infeksi HIV sehingga penulis menyusun sari pustaka
ini untuk memberikan suatu wawasan dan ilmu pengetahuan yang baru.
Epidemiologi HIV/AIDS diperkirakan jumlah kasus menjadi 400.000 orang
dengan kematian 100.000 orang pada tahun 2010 dan menjadi 1.000.000 dengan
kematian 350.000 orang pada tahun 2015. Di daerah Sub Sahara Afrika, tingginya
prevalensi infeksi HIV pada ibu hamil meningkatkan kematian maternal dan menjadi
masalah kesehatan yang penting.
United Nation Acquired Immunodeficiency
Page 12
12
Syndrome memperkirakan bahwa pada tahun 2010 prevalensi infeksi HIV pada ibu
hamil adalah 4% dengan proporsi kematian maternal yang disebabkan infeksi HIV di
Sub Sahara Afrika meningkat dari 10% menjadi 32%. Rasio keseluruhan kematian
maternal sekitar 270/100.000 kehamilan, 1015/100.000 pada wanita terinfeksi HIV
dan 119/100.000 pada wanita yang tidak terinfeksi HIV. Pada tahun 2011 pertemuan
UNAIDS membahas tujuan spesifik berkaitan dengan kematian maternal dan infeksi
HIV, yaitu untuk mengurangi separuh angka kematian pada wanita hamil atau pasca
persalinan dengan infeksi HIV pada tahun 2015.1,2,3
Transmisi infeksi HIV dari populasi berisiko tinggi kepada pasangan terus
bertambah. Pada akhir tahun 2015 diperkirakan terjadi penularan HIV kumulatif pada
lebih dari 38.500 bayi yang dilahirkan dari ibu yang sudah terinfeksi dan ini
merupakan suatu proses transmisi vertikal (Komisi Penanggulangan AIDS Nasional).
Dengan penggunaan metode kontrasepsi, didapatkan prevalensi 8-78% wanita usia
reproduktif yang menggunakan metode steril 32%, IUD 22%, pil oral kombinasi
14%. Afrika Selatan merupakan populasi terbesar orang dengan infeksi HIV dari
seluruh dunia, dari 6.1 juta jiwa sekitar 17.9% prevalensi HIV pada rentang usia 15-
49 tahun, dan 60% adalah wanita berusia kurang dari 25 tahun. Metode kontrasepsi
yang digunakan sekitar 32% injeksi hormonal, 12% pil, 10% steril wanita, 8%
kondom, 0.5% IUD, 0.5% steril pria.4,5,6
Metode kontrasepsi diharapkan memenuhi kriteria tidak menimbulkan risiko
dan memperberat kondisi medis pasien dengan infeksi HIV atau mengurangi
efektivitas kontrasepsi pada penggunaan bersama terapi antiretroviral. Berdasarkan
Page 13
13
bukti secara epidemiologi, WHO merekomendasikan kriteria kelayakan medis
metode kontrasepsi hormonal sebagai kategori 1, metode kontrasepsi tidak
dibatasi.7,8,9
Page 14
14
BAB II
SARI PUSTAKA
2.1 Infeksi Human Immunodeficiency Virus
Progresivitas pasien dengan infeksi HIV menggunakan pendekatan standar
serokonversi dan pemeriksaan CD4 serta viral load.
Progresivitas HIV dinilai
berdasarkan luaran dari penurunan CD4 kurang dari 200 sel/mm3. Studi tentang
transmisi HIV dari wanita positif kepada pria HIV negatif, dengan wanita yang
menggunakan kontrasepsi hormonal menunjukkan efek terhadap viral load HIV
plasma atau shedding viral servikovaginal. Studi menjelaskan pada proses
pengolahan data dipertimbangkan bukti klinis secara tidak langsung. Bukti klinis
secara langsung adalah penilaian terhadap serokonversi sementara bukti klinis secara
tidak langsung mengenai shedding viral servikovaginal. Penggunaan kontrasepsi
hormonal injeksi NET-EN atau DMPA berhubungan dengan penurunan signifikan
CD4, sementara penggunaan kontrasepsi oral hormonal tidak banyak memberikan
perbedaan.10,11
Penelitian mengenai HIV viral shedding pada 199 pekerja seks komersil di
Burkina Faso, Afrika Barat, mengakses secara kuantitatif hubungan penggunaan
DMPA pada wanita HIV dengan menggunakan PCR RNA HIV dari spesimen bilasan
servikovaginal. Studi menunjukkan tidak ada peningkatan viral load secara
kuantitatif pada bilasan spesimen servikovaginal. Pada tahun 2014, WHO Expert
Working Group mengulas bukti klinis untuk mengevaluasi kriteria kelayakan medis /
Page 15
medical eligibility penggunaan kontrasepsi hormonal terhadap wanita dengan HIV
positif, rekomendasi WHO kategori 1 d
Antiretroviral bersama dengan penggunaan
proteksi.12
Gambar 2.1 :
Suatu studi di Rwanda dan Zambia
memilih kontrasepsi jangka panjang seperti penggunaan IUD ataupun
konseling yang baik. Sementara di Durban,
transmisi infeksi HIV dan
pasien HIV positif dengan penggunaan kontrasepsi
kontrasepsi hormonal tidak bersifat protektif terhadap transmisi infeksi HIV maka
proteksi ganda dengan kondom menjadi pilihan untuk wanita dengan kontrasepsi
15
penggunaan kontrasepsi hormonal terhadap wanita dengan HIV
positif, rekomendasi WHO kategori 1 dengan pertimbangan khusus pada
dengan penggunaan DMPA serta penggunaan kontrasepsi dual
1 : Penggunaan Kontrasepsi Hormonal dan Kondom Terhadap
Luaran Infeksi HIV.6
Suatu studi di Rwanda dan Zambia menunjukkan wanita muda cenderung
ontrasepsi jangka panjang seperti penggunaan IUD ataupun implan
Sementara di Durban, Afrika Selatan, studi mengenai hubungan
HIV dan penggunaan kontrasepsi menunjukkan tingkat pengetahuan
gan penggunaan kontrasepsi dual proteksi masih rendah.
kontrasepsi hormonal tidak bersifat protektif terhadap transmisi infeksi HIV maka
proteksi ganda dengan kondom menjadi pilihan untuk wanita dengan kontrasepsi
penggunaan kontrasepsi hormonal terhadap wanita dengan HIV
engan pertimbangan khusus pada penggunaan
kontrasepsi dual
Penggunaan Kontrasepsi Hormonal dan Kondom Terhadap
anita muda cenderung
implan dengan
studi mengenai hubungan
tingkat pengetahuan
proteksi masih rendah. Bila
kontrasepsi hormonal tidak bersifat protektif terhadap transmisi infeksi HIV maka
proteksi ganda dengan kondom menjadi pilihan untuk wanita dengan kontrasepsi
Page 16
16
hormonal karena menurunkan risiko transmisi infeksi HIV dan penyakit menular
seksual lainnya.12,13
Gambar 2.2 : Efek Kontrasepsi Hormonal pada Infeksi HIV.7
Kontrasepsi hormonal bukan menyebabkan peningkatan level RNA
melainkan DNA HIV-1 dimana sekresi traktus genitalia merupakan marker infeksi.
Kontrasepsi hormonal mempromosikan cakupan resting T sel, makrofag dan sel
dendritik, dimana memungkinkan sel yang terinfeksi memproduksi sejumlah besar
virus. Konsisten dengan hipotesis ini, kontrasepsi hormonal berhubungan dengan
peningkatan cakupan CCR5 expressing T cells ke traktus genital.2,12
2.2 Prevention Mother To Child Transmission
Secara global, sekitar 35 juta orang terinfeksi HIV dan hampir setengahnya
adalah perempuan. Mayoritas perempuan yang hidup dengan HIV di negara-negara
miskin dan berkembang. Sepertiga dari kasus merupakan diagnosa HIV baru yang
didefinisikan dengan jumlah CD4 di bawah 200 sel/mm3 pada saat diagnosis klinis
Page 17
17
HIV. Infeksi HIV dalam kehamilan dengan terapi antiretroviral optimal selama
kehamilan akan meningkatkan proporsi wanita dengan viral load yang rendah (<50
copies/ml) pada saat persalinan, hal ini mendukung pencegahan transmisi HIV dari
ibu ke bayi.14,15
Tingkat transmisi penularan ibu ke anak telah menurun secara signifikan dari
25,6% pada tahun 1993 diperkirakan menjadi 0,57% pada 2011. Risiko penularan
sangat tergantung pada viral load. Pada viral load > 100.000 copies/ml maka terdapat
risiko penularan 40% dengan penurunan risiko 1% pada setiap 1000 copies/ml viral
load, sehingga penting mempertimbangkan cara persalinan, intervensi yang tepat
pada proses persalinan dan waktu paparan bayi yang akan menyusui.14,15
Fakta bahwa 91% wanita hamil dengan positif terinfeksi HIV pada tahun
2013 sekitar 32% tidak mendapatkan terapi antiretroviral selama kehamilan sehingga
terpapar risiko lebih tinggi terjadinya persalinan prematur, BBLR, pertumbuhan janin
terhambat ataupun KJDR. Pada wanita dengan infeksi HIV-2 dengan virulensi lebih
rendah seringkali terjadi koinfeksi dengan infeksi hepatitis B atau hepatitis C.16,17
2.2.1 Strategi pencegahan transmisi vertikal HIV
United Nation Acquired Immunodeficiency Syndrome mendeklarasikan
"Penghapusan penularan infeksi HIVdari ibu ke bayi pada tahun 2015", yang
bertujuan untuk memastikan bahwa kurang dari 5% anak-anak yang lahir terinfeksi
dari ibu dengan HIV positif. Keseluruhan strategi PMTCT UNAIDS didasarkan pada
Page 18
18
strategi empat prong yang bertujuan untuk mengintegrasikan intervensi pencegahan
ibu ke bayi baru lahir, yaitu :
1. Prong pertama menekankan pentingnya pencegahan HIV di kalangan wanita
usia reproduksi sebelum mereka hamil.
2. Prong kedua difokuskan pada pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan di
kalangan perempuan yang hidup dengan HIV.
3. Prong ketiga berfokus pada wanita hamil yang sudah terinfeksi dan
menekankan tes HIV diintegrasikan ke dalam perawatan antenatal, sehingga
mereka menerima ARV untuk kesehatan ibu dan mencegah penularan virus
dari ibu ke bayi serta edukasi pilihan makan terbaik bagi bayi.
4. Prong keempat merupakan integrasi dari perawatan HIV, pengobatan dan
dukungan bagi wanita HIV positif dan keluarga.18
Mempertahankan penekanan viral load pada HIV selama kehamilan akan
meningkatkan penurunan risiko transmisi vertikal, persalinan dan pada kehamilan
berikutnya. Walaupun kebanyakan wanita dengan seropositif HIV menggunakan
metode kontrasepsi, pada umumnya mereka memilih kondom, dan jarang
menggunakan metode kontrasepsi pil, injeksi progestin, implan, maupun IUD.
Strategi menggunakan kondom bersama dengan kontrasepsi reversibel jangka
panjang seperti pil, injeksi progestin, implan atau IUD dianggap baik dalam
meminimalkan risiko kehamilan dan transmisi infeksi HIV serta penyakit menular
seksual.19
Page 19
19
Kontrasepsi hormonal dapat mempengaruhi kondisi sistemik atau
mempengaruhi respon imun. Selain mengubah lingkungan traktus genitalia yang
menyebabkan efek terhadap akuisisi, transmisi dan progresi dari infeksi HIV,
interaksi secara farmakokinetik dengan obat antiretroviral juga mempengaruhi
progress dari HIV itu sendiri. Suatu studi di Zimbabwe yang mengintergrasikan
metode kontrasepsi dengan program pencegahan transmisi HIV dari ibu ke bayi
menghasilkan suatu sugesti yaitu : intervensi kontrasepsi pada saaat komunikasi
menjalankan program PMCT secara signifikan meningkatkan kesehatan maternal dan
bayi serta menurunkan transmisi HIV perinatal.20,21
Pedoman pemberian terapi antiretroviral menurut WHO sejak awal kehamilan
untuk mengurangi risiko MTCT (Mother To Child Transmission). Viral load yang
tidak disupresi pada saat persalinan menjadi bagian paling penting pada transmisi
HIV perinatal. Intervensi ART golongan INSTI (Integrase Strand Tranfer Inhibitor)
memiliki rata-rata supresi viral load lebih baik dibandingkan golongan Non-INSTI
(Integrase Strand Tranfer Inhibitor). Dalam suatu kohort retrospektif Integrase
Inhibitor pada kehamilan dan reduksi viral load HIV dalam waktu rata-rata suatu
intervensi ART sampai dengan persalinan sekitar 57 hari dan waktu rata-rata reduksi
viral load dari perhitungan terakhir adalah 14.779 copies/ml dan sekitar 35% wanita
didapatkan supresi hingga < 40 copies/ml.22
Transmisi HIV dari ibu ke bayi dapat terjadi 30-40% transmisi vertikal tanpa
intervensi. Ketika semua langkah-langkah pencegahan dilaksanakan, termasuk
pengobatan dengan HAART, tingkat infeksi dapat dikurangi antara 1-2%. Sebelum
Page 20
20
adanya PMCT dan intervensi ART, sekitar 1 dari 4 bayi yang lahir terjadi transmisi
infeksi HIV. Sekitar 50% transmisi terjadi waktu persalinan atau melahirkan, 20-25%
terjadi intrauterine, dan 25-35% pada saat postnatal sekunder seperti menyusui.23
Di negara-negara maju saat ini, tingkat MTCT diperkirakan mengurangi 2%
tingkat infeksi dengan penggunaan ART selama kehamilan dan persalinan. Cara
persalinan dengan per abdominal bila viral load > 1000 copies/ml, diikuti 6 minggu
profilaksis ART masa neonatal dan menghindari pemberian ASI. Meskipun ART
telah nyata menurunkan risiko MTCT di Amerika Serikat di kalangan perempuan
dewasa yang terinfeksi HIV, wanita hamil muda yang terinfeksi membutuhkan
konseling tambahan tentang penggunaan ART yang tepat dan dukungan sosial untuk
mencapai penekanan viral load pada proses pencegahan transmisi.23,24
2.2.2 Rekomendasi penggunaan antiretroviral terapi pada kehamilan
Rekomendasi penggunaan antiretroviral terapi pada kehamilan adalah :
1. Wanita dengan AIDS atau jumlah CD4 < 350 sel/mm3, ART dimulai segera
mungkin sesuai pedoman. Apabila tidak ada suatu infeksi oportunistik, ART
dapat ditangguhkan sampai setelah trimester pertama. Sebuah rejimen yang
terdiri dari Duviral dan nevirapine harus dimulai jika jumlah CD4 < 250
sel/mm3. Efavirenz sekarang menjadi alternatif diperbolehkan untuk setiap
rentang jumlah CD4.
Page 21
21
2. Wanita dengan jumlah CD4 > 350 sel/mm3 diberikan Short-term HAART
(START) yang dimulai pada usia kehamilan 14 minggu pada awal trimester
kedua untuk menunjang PMTCT.
3. Wanita yang tegak diagnosis pada akhir kehamilan, ART harus dimulai segera
tanpa menunggu hasil CD4 dan viral load.
4. Wanita hamil yang telah mendapat ART dianjurkan untuk melanjutkan
rejimen ART yang sama.25
Cakupan global ART untuk setiap individu dengan infeksi HIV mencapai
41%. Mengacu pada WHO Country Intelligence Database 2014, sekitar 60% dari 58
negara dengan fokus : Wanita infeksi HIV menggunakan inisiasi ART bila CD4 <
500 sel/mm3. Namun secara signifikan untuk mengurangi mortalitas, progresi
penyakit dan menurunkan insidensi penyakit oportunistik seperti TBC dan kondisi
AIDS maka inisiasi ART bila CD4 < 350 sel/mm3.26
Wanita dengan infeksi HIV memiliki risiko penularan dari ibu ke anak.
Rekomendasi di Amerika Serikat menunjukkan bahwa bila kehamilan dengan viral
load lebih dari 1.000 copies/ml persalinan dengan operasi sesar lebih aman.
Meskipun viral load lebih rendah, rekomendasi pervaginam tidak dianjurkan.
Prematuritas dan jumlah CD4 yang rendah merupakan faktor risiko terjadinya
penularan vertikal sehingga pentingnya manajemen ART yang tepat dan dukungan
sosial selama periode pengobatan dalam mencapai penekanan viral load yang
maksimal.27
Page 22
22
2.3 Kriteria Kelayakan Medis Metode Kontrasepsi
World Health Organization mengidentifikasi kontrasepsi yang efektif sebagai
strategi kunci dalam mengurangi beban global HIV melalui beberapa hasil yang
dicapai WHO pada tahun 2010. Hasil ini termasuk mengurangi penularan HIV,
mengurangi morbiditas maternal akibat infeksi HIV dan penurunan jumlah anak
yatim karena kematian perinatal terkait HIV berdasarkan data Morrison 2011 dan
WHO 2010. Pada tahun 2009, sekitar 56,1% dari perempuan di seluruh dunia dengan
rentang usia 15 - 49 tahun menggunakan metode kontrasepsi untuk mencegah
kehamilan. Sterilisasi adalah metode yang paling umum digunakan pada wanita
dengan infeksi HIV sementara setidaknya 150 juta wanita menggunakan hormonal
kontrasepsi untuk keluarga berencana.28,32
Kriteria kelayakan medis penggunaan metode kontrasepsi dipublikasikan
sebagai panduan penggunaan berbagai metode kontrasepsi secara aman dalam
konteks kondisi dan karakteristik kesehatan tertentu. Kriteria kelayakan medis
penggunaan metode kontrasepsi pertama kali dipublikasikan WHO tahun 1996.
Berdasarkan edisi kelima kriteria kelayakan medis metode kontrasepsi WHO tahun
2015, mempertimbangkan pada setiap kondisi medis atau karakteristik medis tertentu
seperti : usia, masa postpartum, menyusui, DVT, dislipidemia, sepsis puerperalis,
riwayat KET, riwayat penyakit jantung atau pembuluh darah, migrain, penyakit liver,
obesitas, peningkatan risiko transmisi infeksi menular seksual, infeksi HIV,
penggunaan ART.28
Page 23
23
Tabel 2.1 Kriteria Kelayakan Medis Metode Kontrasepsi Sementara
Kategori Dengan Penilaian Klinis Dengan Penilaian
Klinis Terbatas
1 Gunakan metode pada keadaan apapun Ya
(Gunakan Metode) 2 Gunakan metode secara umum
3 Penggunaan metode biasanya tidak
direkomendasikan kecuali metode tepat
lainnya tidak tersedia atau tidak dapat
diterima
Tidak
(Jangan Gunakan
Metode)
4 Metode tidak boleh digunakan
Pada kelayakan medis penggunaan metode kontrasepsi edisi kelima tahun
2015, keamanan metode kontrasepsi dipengaruhi berbagai pertimbangan, kondisi dan
karakteristik kesehatan. Aspek pertama, metode kontrasepsi tertentu dapat
menimbulkan risiko pada status kesakitan atau memperberat kondisi medis tertentu.
Aspek kedua, kondisi medis penyakit terkait penggunaan metode kontrasepsi tertentu
dapat mengurangi efektivitas kontrasepsi. Rekomendasi pengunaan metode
kontrasepsi yang terdapat pada dokumen ini berdasarkan data klinis terbaru dan data
epidemiologi. 28
Page 24
24
Pada setiap kondisi medis atau hubungannya dengan karakteristik medis
tertentu, kelayakan medis metode kontrasepsi terbagi dalam empat kategori :
1. Suatu kondisi yang tidak ada pembatasan untuk penggunaan metode kontrasepsi.
2. Suatu kondisi dimana keuntungan penggunaan metode kontrasepsi umumnya lebih
besar daripada risiko penyakit secara teoritis.
3. Suatu kondisi dimana peningkatan risiko penyakit secara teoritis umumnya lebih
besar keuntungan penggunaan metode kontrasepsi.
4. Suatu kondisi dimana metode kontrasepsi tidak dapat digunakan berkaitan dengan
risiko penyakit tertentu.28
Tabel 2.2 Kriteria Kelayakan Medis Metode Kontrasepsi Permanen
Kondisi berdasarkan data klinis dan epidemologi terkait menjadi pedoman
klasifikasi untuk segera atau menunda prosedur kontrasepsi mantap
Definisi Uraian
A = Accept Tidak ada alasan medik untuk tidak melakukan tubektomi.
C= Caution Dapat dilakukan vasektomi apabila sudah dilakukan
persiapan yang memadai.
D = Delay Tubektomi/vasektomi ditunda hingga kondisi calon
pengguna telah dievaluasi/dikoreksi.
S = Special Tubektomi/vasektomi oleh dokter bedah profisien dan
memakai peralatan canggih.
Page 25
25
Kriteria kelayakan medis penggunaan metode kontrasepsi edisi kelima
merupakan revisi topik pilihan dari edisi 2014, antara lain :
1. Topik yang teridentifikasi penting di lapangan, hal baru, bukti yang diidapatkan
dengan potensi tidak konsisten :
• Progesteron (POC) pada wanita menyusui.
• Kombinasi kontrasepsi hormonal (CHC) pada wanita menyusui.
• Penggunaan kombinasi kontrasepsi hormonal (CHC) pada wanita dengan
gangguan vena superfisial.
• Penggunaan kontrasepsi hormonal pada wanita dengan terapi antiretroviral.
• Pil kontrasepsi darurat (ECP) pada wanita obesitas (kondisi baru ditambahkan
pada rekomendasi kelayakan medis).
2. Panduan intern yang dikeluarkan oleh WHO sejak MEC edisi keempat (2 topik) :
• Penggunaan CHC selama periode postpartum (rekomendasi pada 2010).
• Penggunaan kontrasepsi hormonal pada wanita berisiko tinggi terinfeksi HIV
dan wanita yang hidup dengan HIV/AIDS (Rekomendasi tahun 2012 dan
pembahasan ulang tahun 2014).
3. Metode kontrasepsi baru ditambahkan pada rekomendasi edisi kelima (4 metode):
• Medroxy Progesterone Acetate (DMPA) 104 mg secara subcutan.
• 2 batang implan dengan levonorgestrel (LNG) dan 75 mg LNG / batang,
diterima untuk 4 tahun penggunaan, contoh Sino-implan.
• Progesteron Vaginal Ring (PVR) atau dikenal dengan diafragma vaginal.
Page 26
26
• Ulipristal Asetat (UPA) untuk kontrasepsi darurat.
4. Rekomendasi ditinjau oleh GDG sebagai klarifikasi pada review komite (2 topik):
• Penggunaan IUD meningkatkan risiko infeksi menular seksual (belum ada
bukti baru yang diidentifikasi sejak review sistematis tahun 2014).
• Penggunaan CHC pada wanita dengan dislipidemia.
Berdasarkan konsensus dan review tahun 2014, karena pentingnya kesehatan
masyarakat dari rekomendasi penggunaan kontrasepsi hormonal untuk perempuan
yang hidup dengan HIV dan berdasarkan dorongan dari GDG, WHO mengeluarkan
panduan kelayakan penggunaan metode kontrasepsi untuk perempuan yang hidup
dengan HIV atau berisiko tinggi tertular infeksi dari seluruh revisi pedoman.
Kelayakan medis metode kontrasepsi hormonal untuk wanita dengan risiko tinggi
HIV dan hidup dengan HIV, konsensus disetujui oleh GRC WHO pada tanggal 7 Juli
2014. Pernyataan ini dirilis pada tanggal 24 Juli 2014, pada Konferensi Internasional
AIDS ke-20.28
Kelayakan medis metode kontrasepsi hormonal untuk wanita berisiko tinggi
HIV yang menggunakan progesteron injeksi perlu diinformasikan bahwa beberapa
studi dengan keterbatasan terdapat hubungan antara penggunaan metode kontrasepsi
dan akuisisi transmisi infeksi HIV. Beberapa studi menunjukkan bahwa wanita yang
menggunakan metode kontrasepsi progesteron injeksi mungkin terjadi peningkatan
risiko penularan HIV sementara ada penelitian lain yang tidak menemukan hubungan
ini. Dampak kesehatan masyarakat dari hubungan tersebut akan tergantung pada
Page 27
27
konteks lokal, termasuk tingkat penggunaan kontrasepsi injeksi, angka kematian ibu
dan prevalensi HIV. Hal Ini perlu dipertimbangkan ketika panduan WHO digunakan
dalam konteks lokal wilayah tertentu.28
World Health Organization terus aktif memantau setiap bukti yang muncul.
Pada pertemuan GDG WHO tahun 2014, seperti pada tahun 2012 tentang konsultasi
teknis oleh GRC, disepakati bahwa data epidemiologi tidak menjamin perubahan
pada Medical Eligibility Criteria. Mengingat pentingnya masalah ini, wanita yang
berisiko tinggi terinfeksi HIV perlu diinformasikan bahwa penggunaan metode
kontrasepsi ini mungkin meningkatkan risiko penularan HIV. Perempuan berisiko
tinggi terinfeksi HIV umumnya dapat menggunakan IUD (LNG-IUD) dengan
Kriteria Kelayakan Medis Kontrasepsi Kategori 2. Perempuan dan pasangan berisiko
tinggi penularan HIV perlu mempertimbangkan dan dapat memiliki akses pencegahan
transmisi HIV dengan cara penggunaan kondom laki-laki dan perempuan, yang juga
bertujuan untuk mencegah dan mengurangi risiko infeksi menular seksual (IMS),
terlepas dari bentuk kontrasepsi yang mereka pilih.28
Kesimpulan dari pertanyaan pertama mengenai akuisisi HIV bahwa dua puluh
dua studi prospektif observasional mengenai kontrasepsi oral kombinasi terhadap
risiko penularan HIV di kalangan wanita yang menggunakan metode kontrasepsi
hormonal dibandingkan wanita yang menggunakan metode kontrasepsi nonhormonal
(yaitu kondom, Cu-IUD). Didapatkan delapan studi menilai penggunaan kontrasepsi
oral kombinasi dan dianggap "informatif tetapi dengan keterbatasan penting". Tujuh
dari studi ini tidak menemukan hubungan yang signifikan, walaupun satu studi pada
Page 28
28
pekerja seks komersil di Kenya didapatkan data signifikan. Lima studi lain mengenai
penggunaan injeksi NET-EN dianggap "informatif penting tetapi dengan
keterbatasan". Satu studi menunjukkan hubungan yang signifikan secara statistik pada
penggunaan kontrasepsi NET-EN terhadap transmisi infeksi HIV. Sembilan studi
penggunaan DMPA, studi ini dianggap "informatif penting tetapi dengan
keterbatasan". Tiga studi menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam risiko
transmisi HIV, satu studi menunjukkan signifikan secara statistik, sementara lima
studi tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam risiko transmisi HIV.28
Dari dua studi implan, satu studi diklasifikasikan sebagai "kurang informatif".
Dari studi ini melaporkan peningkatan risiko yang tidak signifikan secara statistik
mengenai transmisi HIV karena dengan interval kepercayaan yang terlalu luas.
Rekomendasi pada perempuan HIV yang hidup dengan atau tanpa gejala klinis
(WHO stadium 1 atau 2) dapat menggunakan metode kontrasepsi hormonal berikut
tanpa pembatasan : gabungan pil kontrasepsi oral (kontrasepsi oral kombinasi),
kontrasepsi injeksi kombinasi (CIC), patch kontrasepsi, progesteron pil (POP),
progesteron injeksi (DMPA), dan levonorgestrel (LNG) dengan MEC Kategori 2
serta etonogestrel (ETG) implan dengan MEC Kategori 1.28
Mungkin didapatkan ada interaksi antara metode kontrasepsi hormonal dan
obat antiretroviral tertentu (ARV), mengacu pada rekomendasi interaksi obat ART.
Penggunaan secara sukarela metode kontrasepsi oleh wanita yang hidup dengan HIV,
yang ingin mencegah kehamilan sangat penting untuk menegakan hak-hak reproduksi
mereka dan terus menjadi strategi penting untuk mengurangi transmisi HIV. Semua
Page 29
29
wanita berhak atas informasi kontrasepsi yang komprehensif, pendidikan, konseling
sesuai konteks sosial budaya untuk memastikan pilihan metode kontrasepsi pilihan
dalam kurun waktu tertentu.28
Kesimpulan dari pertanyaan kedua mengenai perkembangan penyakit dan
pertanyaan ketiga mengenai transmisi HIV. Dari delapan studi, Satu studi randomized
control terdapat peningkatan risiko dengan menurunnya jumlah CD4 di antara
pengguna COC bila dibandingkan dengan pengguna Cu-IUD. Rekomendasi pada
wanita HIV dengan gejala klinis berat atau lanjut (stadium 3 atau 4) umumnya tidak
menggunakan LNG-IUD dengan MEC Kategori 3 untu inisiasi. Namun, wanita yang
telah menggunakan LNG-IUD dengan MEC Kategori 2 untuk kelanjutan.28
Penggunan metode kontrasepsi injeksi terhadap akuisisi infeksi HIV
didapatkan data Hazard Ratio (HR) atau Incidence Rate Ratio (IRR) berkisar 0,94-
2,0. Data yang didapatkan dari sembilan studi adalah enam studi menunjukkan
peningkatan risiko HR 1,1-2,0, dengan efek yang signifikan secara statistik (HR 0,94.
95% CI 0,46-1,92). Dua penelitian NET-EN dan DMPA dilaporkan secara terpisah
untuk setiap jenis kontrasepsi hormonal, yaitu :
1. DMPA : HR 0,46-2,0 dari enam studi menunjukkan empat studi terjadi
peningkatan risiko (HR 1,3-2,0) dengan efek yang signifikan secara statistik
dalam satu studi dan dua studi tren ke arah efek penurunan (HR 0,46 dan
0,75).
2. NET-EN : HR 0,87-2,5 dari lima studi menunjukkan empat studi terjadi
peningkatan risiko (HR 1,3-2,5), dengan efek yang signifikan secara statistik
Page 30
30
dalam satu studi dan satu studi lainnya tidak berpengaruh (HR 0,87, 95% CI
0,60-1,2).28
2.4 Respon Sistem Imun Terhadap infeksi HIV
Patogenesis setelah virus masuk, terjadi inisiasi respon imun terhadap infeksi
HIV yang muncul pada jaringan mukosa lymphoid, dimana plasmacytoid dendritic
cell mensekresi berbagai sitokin yang menstimulasi aktivasi CD4. CD4 yang
teraktivasi terhadap respon antigen HIV menjadi indikator dan penilaian infeksi. CD4
teraktivasi berdiferensiasi menjadi 3 fenotip (Th1, Th2, Th17). Imun respon Th1
memiliki karakteristik potensi clearing terhadap infeksi HIV melalui NK cell dan
CD8 T sel. Th2 merespon dengan produksi B cell terhadap antibodi spesifik HIV. Hal
ini dapat menurunkan viral load pada pasien dengan infeksi kronis namun tidak
secara sistem mengontrol virus.32
Pada penelitian terbaru, CD4 mensekresikan IL7 yang merupakan hasil dari
Th17, hal ini penting pada kontrol bakteri patogen ekstraseluler dan determinan
patogenesis infeksi HIV selama infeksi dini. Lebih menarik lagi, empat studi terpisah
pada HIV menunjukkan hilangnya Th17 yang mungkin disebabkan karena
kontrasepsi hormonal melakukan modifikasi respon sitokin sel yang pada selanjutnya
menjadi kontrol terhadap progresi penyakit HIV. CD4 pada jaringan lymphoid
sebagai regulator selanjutnya Plasmacytoid dendritic cell mensekresi indolamine 2,3-
deoksigenase. Reseptor estrogen dan progesteron ditemukan pada sel imun respon
seperti pada CD4 dan CD8 T sel, limfosit B, monosit dan neutrofil sehingga
Page 31
31
memungkinkan terjadinya modulasi hormon pada sistem imun tubuh terhadap infeksi
HIV.32
Berikut gambar bagaimana mekanisme kontrasepsi hormonal dalam
mempengaruhi respon sistem imun tubuh :
Gambar 2.3 : Mekanisme Seluler Kontrasepsi Hormonal pada infeksi HIV.32
Page 32
32
2.5 Mekanisme Kontrasepsi Hormonal Terhadap Perubahan Respon Imun
Mekanisme kontrasepsi hormonal memiliki myriad of effects, termasuk
perubahan struktural pada traktus genital, perubahan respon sistem imun, flora
vagina, dan peningkatan risiko infeksi menular seksual.
1. Perubahan struktur vagina dan serviks
Kontrasepsi hormonal berhubungan dengan dua perubahan besar pada
traktus genital. Pertama, serviks mengalami ektopi atau ekstensi pada epitel
kolumnar endoserviks ke eksoservik. Selanjutnya ektopi servik berhubungan
dengan kecurigaan peningkatan HIV-1. Pada studi selanjutnya mengenai
ektopi servikal berhubungan dengan peningkatan cakupan CD4 + CCR5 +
HIV target cell dan atau marker inflamasi lain di vagina. Kedua, penipisan
lapisan epitel vagina. Pada penelitian progesteron menyebabkan penipisan
lapisan sel epitel vagina sehingga memudahkan invasi dan meningkatkan
risiko infeksi.
2. Perubahan lokal sistem imunitas.
Kontrasepsi hormonal berhubungan dengan peningkatan inflamasi
pada traktus genitalia, termasuk peningkatan jumlah CCR5 expressing T cells.
Inflamasi dan potensi cakupan HIV-1 target cell ini dapat meningkatkan
risiko transmisi infeksi HIV.
3. Peningkatan risiko infeksi menular seksual dan perubahan flora normal.
Peningkatan risiko penularan infeksi dan inflamasi seperti Chlamydia,
cervicitis dan jamur menyebabkan penurunan jumlah H202 yang bersifat
Page 33
33
protektif hasil produksi lactobacillus sehingga memudahkan terjadi infeksi
HIV. DMPA menekan ovulasi, dimana komponen aktif DMPA,
medroxyprogesterone terikat pada reseptor glukokortikoid dan memiliki efek
imunosupresif yang lebih kuat dibanding progesteron.30
Gambar berikut
menunjukkan mekanisme kontrasepsi hormonal mempengaruhi perubahan
struktur, respon imun dan perubahan flora normal :
Gambar 2.4 : Mekanisme Kontrasepsi Hormonal pada Peningkatan Transmisi HIV-1.30
Kontrasepsi hormonal bekerja dengan mekanisme mencegah ovulasi dengan
mempengaruhi poros hipotalamus-hipofisis-adrenal. Progestin menekan ovulasi,
pengentalan lendir serviks, dan mencegah implantasi karena terjadi penebalan lapisan
Page 34
34
endometrium uterus. Trunova dkk, pada studi observasional analitik DMPA terhadap
CXCR4-simian-HIV dan CCR5-simian-HIV grup kasus menunjukkan puncak akut
viral load pada 1-4 minggu setelah injeksi. Selain itu, peningkatan perubahan
reseptor CCR5 menjadi CXCR4-simian-HIV akan menunjukkan progesivitas
penyakit. Respon imun seluler menjadi lebih lemah pada kasus pemberian DMPA
dengan marker INF-γ berjalan lebih lambat 1 minggu setelah injeksi DMPA.31,32
Penggunaan kontrasepsi hormonal terhadap infeksi menular seksual secara
signifikan menggambarkan regulasi inflamasi dan imunitas zona transformasi serviks
berkaitan dengan penggunaan progestin. Mediator inflamasi yang terlibat : sitokin
Interleukin IL-1β, IL-6, kemokin XCL8 (IL-8), Macrofag Inflammatory Protein
(MIP-3α), Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), protein Secretory Leucocyte
Protease Inhibitor (SLPI).31
Mombasa pada penelitian kohort wanita dengan kontrasepsi DMPA yang
status HIV positif memiliki viral load dua kali lebih tinggi dibanding wanita tanpa
kontrasepsi. Titik viral load biasanya tinggi pada 16 minggu setelah infeksi sebagai
nilai prediktif progres penyakit HIV. Lavreys dkk, pada studi kohort yang berbeda
menambahkan wanita dengan kontrasepsi hormonal DMPA atau oral pil kombinasi
memiliki 2 kali lebih banyak virus multipel yang terdeteksi setelah infeksi dimana
selanjutnya meningkatkan titik tertinggi viral load dan CD4 yang lebih rendah 2-24
bulan setelah infeksi dan lebih cepat terjadi penurunan CD4. Aktivasi marker lain
Page 35
35
seperti CD38, CD69 yang ada pada CD4 dan CD8 . Sitokin Th2 meningkatkan sistem
humoral.32
2.6 Mekanisme Seluler Efek Progesteron
Hughes dkk mendemonstrasikan inhibisi sekresi INF-α dari sel dendritik.
Mickropeptida dihambat oleh progesteron seperti INF-α dan indolamine 2,3-
deoksigenase. Progesteron juga menyebabkan pergeseran respon sitokin Th2 dengan
supresi terhadap INF-γ, IL-12, IL-1β, dan IL-6. Dengan pergeseran Th2 sistem
humoral dari Th1 sistem mediasi sel, terjadi kelemahan mekanisme clearance CD4
sel yang terinfeksi HIV. Studi lain mengungkapkan progesteron menyebabkan
penurunan regulasi aktivitas CD8 sitotoksik sel melalui hambatan faktor yang
diinduksi progesteron sehingga terjadi penekanan perforin (agen sitotoksik).32
Penekanan aktivitas CD8 sitotoksik sel secara teori menurunkan clearance
CD4 sel yang terinfeksi HIV, yang mungkin seolah-olah memperlambat progress
penyakit. Padahal penurunan CD8 sitotoksik sel juga menyebabkan replikasi virus
yang tidak terkontrol dan berpotensi memacu agresifnya progres penyakit. Perlu
diingat progesteron menurunkan ekspresi marker aktivasi CD69 pada CD8 sel yang
berpotensi mempengaruhi kemampuan mengeliminasi CD4 sel terinfeksi HIV. Tetapi
interaksi CD25 dan CD38 dengan progesteron belum dipelajari lebih lanjut. DMPA
juga mempengaruhi barrier flora normal alamiah vagina seperti spesies
Lactobacillus, yang mempengaruhi risiko terjadi infeksi menular seksual dan
berpotensi terhadap multipel strain infeksi HIV.32
Page 36
36
Tabel 2.3 : Efek Hormon Estrogen dan Progesteron Terhadap Progresivitas HIV.31
2.7 Mekanisme Seluler Efek Estrogen
Seperti Progesteron, Estrogen juga memiliki efek terhadap sistem imun.
Ketika konsentrasi estradiol rendah, T sel akan menginduksi repon Th1 dan pada
konsentrasi tinggi akan menginduksi respon Th2. Enomoto dkk mengungkapkan
konsentrasi ini didapatkan dari pemberian hormon eksternal, estrogen menekan
respon level dari INF-γ, IL-2, IL-6 yang berdampak pada CD4 dan ekspresi marker
aktivasi CD69 pada CD8, efek terhadap CD38 tidak pernah dilaporkan. Pernah
Page 37
37
dilaporkan estrogen secara langsung menstimulasi replikasi HIV-1 pada T sel melalui
reseptor estrogen. Ini mungkin dapat menjelaskan beberapa hasil klinis menunjukkan
tingginya shedding viral serviks pada pengguna kontrasepsi DMPA.31
Estrogen menunjukkan inhibisi migrasi T sel pada jaringan terinfeksi HIV.
Pada penggunaan kontrasepsi oral pil kombinasi terjadi peningkatan jumlah T sel
pada ekspresi CCR5 dan densitas reseptor CCR5 pada setiap T sel. Karena CCR5
merupakan ko-reseptor pada masuknya virus, ini berpengaruh terhadap waktu
terjadinya infeksi ketika terjadi penurunan CD4 T sel yang signifikan.31
Page 38
38
BAB III
RINGKASAN
United Nation Acquired Immunodeficiency Syndrome memperkirakan bahwa
pada tahun 2010 prevalensi infeksi HIV pada ibu hamil adalah 4%. Transmisi infeksi
HIV dari populasi berisiko tinggi kepada pasangan terus bertambah. Pada akhir tahun
2015 diperkirakan terjadi penularan HIV kumulatif pada lebih dari 38.500 bayi yang
dilahirkan dari ibu yang sudah terinfeksi (Komisi Penanggulangan AIDS Nasional).
Kontrasepsi hormonal digunakan lebih dari 150 juta wanita diantaranya 100 juta
menggunakan pil kontrasepsi oral kombinasi dan 50 juta lainnya menggunakan
injeksi hormonal.
Pada Tahun 2012 WHO yang terdiri dari 75 ahli membahas telaah secara
biologi, epidemiologi, data dan rekomendasi menyarankan untuk tidak membatasi
metode kontrasepsi hormonal, secara epidemiologi dan beberapa studi laboratorium
menyatakan bahwa kontrasepsi hormonal dapat mempengaruhi transmisi HIV.
Tampaknya kontrasepsi hormonal tidak bersifat protektif terhadap transmisi infeksi
HIV sehingga proteksi ganda dengan menggunakan kondom sebaiknya dilakukan
pada wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal.
Kontrasepsi hormonal berhubungan dengan dua perubahan besar pada traktus
genital. Pertama, serviks mengalami ektopi atau ekstensi pada epitel kolumnar
endoserviks ke eksoservik. Selanjutnya ektopi servik berhubungan dengan kecurigaan
peningkatan HIV-1. Pada studi selanjutnya mengenai ektopi servikal berhubungan
Page 39
39
dengan peningkatan cakupan CD4 + CCR5 + HIV target cell dan atau marker
inflamasi lain di vagina. Kedua, penipisan lapisan epitel vagina. Pada penelitian
progesteron menyebabkan penipisan lapisan sel epitel vagina sehingga memudahkan
invasi dan meningkatkan risiko infeksi.
Kontrasepsi hormonal berhubungan dengan peningkatan inflamasi pada
traktus genitalia, termasuk peningkatan jumlah CCR5 expressing T cells. Inflamasi
dan potensi cakupan HIV-1 target cell ini dapat meningkatkan risiko transmisi infeksi
HIV. Peningkatan risiko penularan infeksi dan inflamasi seperti Chlamydia, cervicitis
dan jamur menyebabkan penurunan jumlah H202 yang bersifat protektif hasil
produksi lactobacillus sehingga memudahkan terjadi infeksi HIV. DMPA menekan
ovulasi, dimana komponen aktif DMPA, medroxyprogesterone terikat pada reseptor
glukokortikoid dan memiliki efek imunosupresif.
Pada kelayakan medis penggunaan metode kontrasepsi edisi kelima tahun
2015, keamanan metode kontrasepsi dipengaruhi berbagai pertimbangan, kondisi dan
karakteristik kesehatan. Aspek pertama, metode kontrasepsi tertentu dapat
menimbulkan risiko pada status kesakitan atau memperberat kondisi medis tertentu.
Aspek kedua, kondisi medis penyakit terkait penggunaan metode kontrasepsi tertentu
dapat mengurangi efektivitas kontrasepsi. Kesimpulan dari dua puluh dua studi
prospektif observasional mengenai kontrasepsi oral kombinasi terhadap risiko
penularan HIV Didapatkan delapan studi menilai penggunaan kontrasepsi hormonal
dianggap "informatif tetapi dengan keterbatasan penting".
Page 40
40
DAFTAR PUSTAKA
1. Basia Zaba, Clara Calvert, et al. Effect of HIV Infection on Pregnancy Related
Mortality in Sub-Saharan Africa : Secondary Analyses of Pooled Community
Based Data from The Network for Analysing Longitudinal Population-based
HIV/AIDS Data on Africa (ALPHA). Lancet. London, UK. 2013;381:1763-71.
2. Charles S. Morrison, Stephanie Skoler, et al. Hormonal Contraception and
The Risk of HIV Acquisition Among Women in South Africa. Lippincott
Williams & Wilkins. Durham, USA. AIDS 2012;26:497-504.
3. HS Mitchell, E Stephens. Contraception Choice for HIV Positive Women.
London, UK. 2016;80:167-173.
4. Pamela M Murname, Rene Heffron, et al. Pre-exposure Prophylaxis for HIV-
1 Prevention Does Not Diminish The Pregnancy Prevention Effectiveness of
Hormonal Contraception. American College of Obstetricians and
Gynecologist. Lippincott Williams & Wilkins. Washington, USA.
2014;28:1825-1830
5. Monica Gandhi, Rajesh T. Gandhi. Single-Pill Combination Regimens for
Treatment of HIV-1 Infection. The New England Journal of Medicine.
Massachusetts Medical Society. 2014;371:248-59.
6. Chelsea B. Polis, Daniel Westreich, et al. Assessing the Effect of Hormonal
Contraception on HIV Acquisition in Observational data : Challenges and
Page 41
41
Recommended Analytic Approaches. NIH. Seattle, WA, USA.
2014;27(01):S35-S43.
7. Jared M. Baeten, Ludo Lavreys, et al. The Influence of Hormonal
Contraceptive Use on HIV-1 Transmission and Disease Progression. Seattle,
WA, USA. Clinical Infectious Diseases 2007;45:360-9.
8. Cocohoba Jennifer. Hormonal Contraception for HIV Positive Women.
California, San Fransisco, USA. Women and HIV 2010;Beta:36-40.
9. Heather M Marlow, Suzanne Maman, et al. HIV Status and Postpartum
Contraceptive Use in an Antenatal Population in Durban, South Africa.
Elsevier. NICH, North Caroline, USA. Contraception 2015;91:39-43.
10. Polis CB, Philips SJ, Curtis KM, Westreich DJ, Steyn PS, Raymond E,
Hannaford P, Turner AN. Hormonal Contraceptive Methods and Risk of HIV
Acquisition in Women : A Systematic Review of Epidemiological Evidence.
Elsevier. USAID. Washington, DC, USA. Contraception 2014;90:360-390.
11. Homfrey GJ, Singata M, et al. Hormonal Contraception for Women Exposed
to HIV Infection. Cochrane Database of Systematic Reeviews. London, United
Kingdom. 2014;5:1-15.
12. Sharon J. Philips, Chelsea B Polis, et al. The Safety of Hormonal
Contraceptive for Women Living with HIV and Their Sexual Partners.
Elsevier. Baltimore, USA. Contraception 2015;10:002.
Page 42
42
13. Naw H. Khu, Bellington Vwalika, et al. Fertility Goal based Counseling
Increases Contraceptive Implant and IUD Use in HIV-discordant Couples in
Rwanda and Zambia. Elsevier Atlanta, USA. Contraception 2013;88:74-82.
14. Lauren Bull, Abdul W Khan, et al. Management of HIV Infection in
Pregnancy. Obstetric, Gynecology and Reproductive Medicine. London, UK.
2015;07:004.
15. Sarah MT, Joris H. Management and Outcomes of Pregnancies among
Women with HIV in Oxford, UK in 2008-2012. International Journal of
Gynecology and Obstetrics. UK. 2015;130:59-63.
16. Chrystelle O O Wedi, Shona Kirtley, et al. Perinatal Outcomes Associated
with Maternal HIV Infection a Systematic Review and Meta-analysis. Lancet,
UK. 2016;3:33-48.
17. Camille Stora, Sylvie Epelboin, et al. Women Infected With Human
Immunodeficiency Virus Type 1 Have Poorer Assisted Reproduction
Outcomes : a Case Control Study. American Society for Reproductive
Medicine. Elsevier. 2016;12:015-282.
18. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2013.
Pedoman Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak. Jakarta, Indonesia.
2013;2:12-43.
19. Robert Stewart D, Edward Wells, et al. Benefit of Interpregnancy HIV Viral
Load Suppression on Subsequent maternal and Infant Outcomes. American
Journal Obstetric and Gynecology. USA. 2014;210:1e3-6.
Page 43
43
20. Mengyang Sun, Jeffrey F. Peipert, et al. Trends in Contraceptive Use Among
Women with Human Immunodeficiency Virus. American College of
Obstetricians and Gynecologist. Lippincott Williams & Wilkins. Washington,
USA. 2012;120:783-90.
21. Clea C Sarnquist, Precious Moyo, et al. Integrating Family Planning and
Prevention of Mother to Child HIV Transmission in Zimbabwe. Elsevier, CA,
USA. Contraception 2014;89:209-214.
22. Lisa Rahangdale, Jordan Gates, et al. Integrase Inhibitors in Late Pregnancy
and Rapid HIV Viral Load Reduction. American Journal of Obstetric and
Gynecology. Elsevier. 2016;214:385e1.7.
23. Carlos Mejia V, Maria Eygenia L, et al. Highly Active Antiretroviral
Treatment (HAART) for The Prevention of HIV Mother to Child Transmission
(PMTCT) at Roosevelt Hospital’s Infectious Diseases Clinic in Guatemala :
The Role of (LPV/r) Standard Dose. Chicago, USA. 2012;2:259-264.
24. Martelina L Badell, Michael Lindsay. Pregnancies in Females Perinatally
Infected with Human Immunodeficiency Virus-1. Hindawi Corp. AIDS
Research and Treatment. Atlanta, USA. 2012;6:1-6.
25. Iskandar Azwa, Su Yen Kong. Human Immunodeficiency Virus (HIV) in
Pregnancy : A Review of the Guidelines for Preventing Mother-to-Child
Transmission in Malaysia. And Acad Med, Singapore 2012;41:587-94.
Page 44
44
26. Meg Doherty, Rachel Beanland, et al. Guideline on When To Start
Antiretroviral Therapy And On Pre-Exposure Prophylaxis for HIV. World
Health Organization. USA. 2015;9:1-34.
27. Veronica Serrano L C, Alicia Martinez V, et al. Management and Outcome of
Pregnant Women with HIV Acquired by Vertical Transmission. SciRes Open
Journal Obstetric Gynecology, Spain. 2015;5:470-474.
28. World Health Organization. Medical Eligibility Criteria for Contraceptive
Use Fifth Edition. Geneva, Swittzerland. 2015;5:19-21.
29. Raina N. Fichorova, Pai-Lien Chen, et al. The Contribution of Cervicovaginal
Infections to the Immunomodulatory Effects of Hormonal Contraception.
mBio.asm.org. Harvard, North Carolina, USA. mBio 2015;6:e00221-5.
30. Charles S. Morrison, Stephanie Skoler, et al. Hormonal Contraception and
The Risk of HIV Acquisition Among Women in South Africa. Lippincott
Williams & Wilkins. Durham, USA. AIDS 2012;26:497-504.
31. Elizabeth Stringer, Erik Antonsen. Hormonal Contraception ad HIV Disease
Progression. Birmingham, UK. Clinical Infectious Disease 2008;47:945-951.
32. Lauren J Ralph, Sandra I McCoy, et al. Hormonal Contraception Use and
Women’s Risk of HIV Acquisition : A Meta-Analysis of Observational Studies.
Lancet. Berkeley, California, USA. 2015;14:71052-7.