“Edward Lee Thorndike” Risetnya dimulai dengan studi telepati mental pada anak muda (yang dijelaskannya sebagai deteksi bawah sadar anak terhadap gerakan kecil yang dilakukan oleh eksperimenter). Eksperimen selanjutnya menggunakan ayam kucing, tikus, anjing, ikan, kera, dan akhirnya manusia dewasa. Adalah Edward L. Thorndike lahir pada 1874 di Williamsburg, Massachusetts, putra kedua dari seorang pendeta Methodis. Dia bukan hanya merintis karya besar dalam teori belajar tetapi juga dalam bidang psikologi pendidikan, perilaku verbal, psikologi komparatif, uji kecerdasan, problem nature-nurture, transfer training, dan aplikasi pengukuran kuantitatif untuk problem sosiopsikologi. Thorndike mengatakan belum pernah mendengar atau melihat kata psikologi sampai dia masuk Wesleyan University. Pada saat itu dia membaca karya William James, Principle of Psychology (1890), dan amat tertaarik dengannya. Saat dia masuk Harvard, Thorndike dan James kemudian menjadi sahabat karib. James banyak membantu Thorndike ketika Thorndike ingin menetaskan ayam. Setelah dua tahun di Harvard, Thorndike kemudiann mendapatkan beasiswa untuk studi di Columbia di bawah bimbingan James McKeen Cattel. Saat ke New York, 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
“Edward Lee Thorndike”Risetnya dimulai dengan studi telepati mental pada anak muda (yang
dijelaskannya sebagai deteksi bawah sadar anak terhadap gerakan kecil yang
dilakukan oleh eksperimenter). Eksperimen selanjutnya menggunakan ayam
kucing, tikus, anjing, ikan, kera, dan akhirnya manusia dewasa.
Adalah Edward L. Thorndike lahir pada 1874 di Williamsburg,
Massachusetts, putra kedua dari seorang pendeta Methodis. Dia bukan hanya
merintis karya besar dalam teori belajar tetapi juga dalam bidang psikologi
pendidikan, perilaku verbal, psikologi komparatif, uji kecerdasan, problem
nature-nurture, transfer training, dan aplikasi pengukuran kuantitatif untuk
problem sosiopsikologi.
Thorndike mengatakan belum pernah mendengar atau melihat kata
psikologi sampai dia masuk Wesleyan University. Pada saat itu dia membaca
karya William James, Principle of Psychology (1890), dan amat tertaarik
dengannya. Saat dia masuk Harvard, Thorndike dan James kemudian menjadi
sahabat karib. James banyak membantu Thorndike ketika Thorndike ingin
menetaskan ayam.
Setelah dua tahun di Harvard, Thorndike kemudiann mendapatkan beasiswa
untuk studi di Columbia di bawah bimbingan James McKeen Cattel. Saat ke New
York, Thorndike membawa ayam hasil tetasannya, namun ia segera beralih dari
ayam ke kucing. Masa-masa riset binatangnnya diringkas dalam disertasi
doktornya, yang berjudul “Animal Intelligence: An Experimental Study of the
Associative Process in Animals,” yang dipublikasikan pada 1898 dan kemudian
dikembangkan dan dipublikasikan kembali dalam bentuk buku berjudul Animal
Intelligence (1911).
Pada saat Thorndike meninggal pada 1949, bibliografinya mencakup 507
buku, monograf, dan artikel jurnal. Tingkat pengaruh Thorndike dikatakan oleh
Tolman (1938):
Psikologi pembelajaran hewan-belum termasuk pembelajaran anak-telah dan
masih berkaitan dengan pro dan kontra terhadap pandangan Thorndike, atau
1
masih dalam usaha memperbaiki pandangannya. Para psikologi Gestalt,
psikolog reflex-terkondisikan, psikologi tanda-Gestalt-semuanya di Amerika,
tampaknya menggunkan gagasan Thorndike sebagai titik awalnya. Dan kita
akan merasa bangga dan merasa cerdas apabila kit dapat menunjukkan
bahwa kita telah mengembangkan sedikit gagasan miliki kita sendiri.
Riset Hewan Sebelum ThorndikeAdalah Darwin yang menunjukkan bahwa manusia dan nonmanusia adalah
sama dalam hampir semua aspeknyaama dalam hampir semua aspeknya: secara
anatomis, emosional, dan kognitif. The Expression of Emotions in Man and
Animals karya Darwin (1872) pada umumnya dianggapap sebagai teks pertama
tentang psikologi perbandingan. Tak lama setelah Darwin memiblikasikan
bukunya itu, sahabatnya, George John Romanes (1848-1894) memublikasikan
Animal Intelligence (1882), Mental Evolution in Animals (1884) dan mental
Evolution in Man (1885). Bukti sebagai teks pertama tentang psikologi
perbandingan. Tak lama setelah Darwin memiblikasikan bukunya itu, sahabatnya,
George John Romanes (1848-1894) memublikasikan Animal Intelligence (1882),
Mental Evolution in Animals (1884) dan Mental Evolution in Man (1885). Bukti
yang diberikan oleh Romanes untuk mendukung gagasan adanya kontinuitas
kecerdasan dan perilaku emosional dari hewan ke manusia pada umumnya
bersifat anecdotal dan sering dicirikan oleh anthropomorphizing atau
menisbahkan proses pemikiran manusia ke binatang. Misalnya, Romanes
menghubungkan emosi kemarahan, takut, dan cemburu dengan ikan;
menghubungkan afeksi, simpati, dan kebanggaan dengan burung; dan
menghubungkan malu dan penalaran dengan anjing.
Dalam usaha mendeskripsikan perilaku binatang secara lebih objektif,
Conwy Lloyd Morgan (1842-1936) member nasihat kepada periset hewan dalam
bukunya An Introduction to Comparative Psychology (1891). Nasihat itu terkenal
sebagai Morgan’s canon (kanon Morgan). Morgan sesungguhnya percaya bahwa
nonmanusia juga punya proses kognitif. Kanon-nya mengatakan kepada kita,
bahwa kita tidak dapat mengasumsikan bahwa proses mental manusia adalah
2
sama dengan proses mental bintang dan kita tidak boleh menghubungkan suatu
perilaku dengan proses kognitif kompleks apabila perilaku itu dapat dijelaskan
dengan proses kognitif yang tidak kompleks.
Meskipun penjelasan Morgan tentang perilaku binatang nonmanusia lebih
hemat ketimbang penjelasan Romanes, ia masih tergantung pada observasi
naturalistis. Morgan mendeskripsikan perilaku hewan sebagaimana perilaku itu
terjadi di lingkungan natural.
Margaret Floy Washburn (1871-1939), wanita pertama yang meraig gelar
Ph.D bidang psikologi, membawa studi nonmanusia selangkah lebih dekat ke
laboratorium. Buku Washburn, The Animal Mind, pertama kali terbit pada 1908.
Dalam teks ini, Washburn me-review dan mengkaji eksperimen indra, perceptual,
dan belajar pada nonmanusia, dan mengambil kesimpulan tentang kesadaran
berdasarkan hasil dari studi ini. Meskipun Washburn mengambil kesimpulan dari
studi eksperimen, bukan dari observasi naturalistis, dia tidak mengidentifikasi,
mengontrol, dan memanipulasi variabel-variabel penting yang terkait dengan
belajar. Adalh E. L. Thorndike yang melakukan langkah penting ini. Galef (1998)
meringkas inovasi Thorndike sebagai berikut:
Karya Thorndike memuat seperangkat inovasi metodologis yang
merevolusionerkan studi psikologi komparatif. Sampel subjek yang
representative diteliti dalam situasi yang distandarisasikan dan
dideskripsikan dengan cermat. Kinerja diukur secara kuantitatif. Kinerja
kelompok-kelompok, yang mendapat perlakuan yang berbeda sebelum tes,
diperbandingkan dalam situasi standar. Interpretasi atas implikasi dari hasil
perbandingan yang berbeda ini telah dilakukan sebelum eksperimen
diimulai . . .
Ringkasnya, Thorndike mengembangkan metodologi yang cocok bukan
hanya untuk studi eksperimental mengenai proses belajar hewan, tetapi juga
untuk berbagai perilaku hewan dan manusia.
Konsep Toritis Utama
3
Koneksionisme
Thorndike menyebut asosiasi antara kesan indriawi dan impuls dengan
tindakan sebagai ikatan/kaitan atau koneksi. Cabang-cabang asosiasionisme
sebelumnya telah berusaha menunjukkan bagaimana ide-ide menjadi saling
terkait; jadi pendekatan Thorndike cukup berbeda dan dapat dianggap sebagai
teori belajar modern pertama. Penekanannya pada aspek fungsional dan perilaku
terutama dipengaruhi oleh Darwin. Teori Thorndike bisa dipahami sebagai
kombinasi dan asosiasionisme, darwinisme, dan metode ilmiah.]
Pemilihan dan Pengaitan
Menurut Thorndike bentuk paling dasar dari proses belajar adalah trial-and-
error learning (belajar dengan uji coba), atau yang disebutnya sebagai selecting
and connecting (pemilihan dan pengaitan). Dia mendapatkan ide dasar ini melalui
eksperimen awalnya, dengan memasukkan hewan ke dalam perangkat yang telah
dirata sedemikian rupa sehingga ketika hewan itu melakukan jenis respons
tertentu ia bisa keluar dari perangkat itu. Perangkat tersebut ditunjukkan di
gambar 4-1, yakni sebuah kotak kerangkeng kecil dengan satu galah yang
diletakkan di tengah atau sebuah rantai yang digantung dari atas. Hewan bisa
keluar dengan mendorong galah atau menarik rantai itu. Namun ada tata-situasi
yang mengharukan hewan melakukan serangkaian respons yang kompleks
sebelum ia bisa keluar kotak. Respons yang berbeda dilakukan dalam waktu yang
berbeda dalam percobaan Thorndike ini, namun idenya tetap sama─hewan itu
harus melakukan tindakan tertentu sebelum ia dapat keluar dari kotak. Kutipan di
bawah ini berasal dari Animal Intellgence (1911) yang menunjukkan contoh
percobaannya dengan kotak teka-teki.
4
Gambar 4-1
Salah satu jenis kotak teka-teki yang dipakai thorndike dalam risetnya tenteng belajar
Semua perilaku kucing, kecuali kucing nomor ke-11 dan 13, selalu sama.
Ketika dimasukkan ke dalam kotak, seekor kucing akan menunjukkan tanda-
tanda gelisah dengan kemunculan dorongan untuk keluar dari kerangkeng. Ia
berusaha menerobos lewat pintu; ia mencakar dan menggigit kerangkeng
atau kawat; ia menjulurkan cakarnya keluar dari sela-sela kerangkeng dan
mencoba mencakar segala sesuatu yang diraihnya; ia terus berusaha seperti
itu saat dia menemukan sesuatu yang agak longgar dan goyah; ia akan
mencakar benda-benda di dalam kotak. Ia tidak memperhatikan makanan
yang ada di luar kotak, tetapi tampaknya dia secara naluriah ingin
membebaskan diri dari kerangkeng itu. Daya juangnya luar biasa. Sekeras
dan lama delapan atau sepuluh menit ia mencakar dan menggigit tanpa
henti. Kucing nomor 13, seekor kucing tua, dan kuncing nomor 11, kucing
yang malas sekali, perilakunya berbeda. Mereka tidak berjuang atau terus-
menerus. Kadang-kadang mereka banhkan tidak berjuang sama sekali.
Karenanya mereka bahkan tidak berjuang sama sekali. Karenanyamereka
perlu dikeluarkan dari kotak beberapa kali, untuk diberi makan, jadi mereka
kemudian mengasosiasikan tindakan memanjat kotak dengan makan. Sejak
5
itu mereka akan berusaha keluar setiap kali dimasukkan ke dalam kotak.
Tetapi, mereka tetap tidak berjuang dengan keras seperti kucing-kucing
lainnya. Dala, masing-masing kasus, entah dorongan untuk berjuang itu
adalah akibat dari reaksi naluriah untuk keluar atau akibat dari asosiasi,
tampaknya dorongan itulah yang membuat kucing bisa keluar dari kotak.
Kucing yang mencakar-cakar seluruh sisi kotak kemungkinan besar akhirnya
akan mencakar pula galahatau tombol yang membuka pintu. Dan pelan-
pelan, semua dorongan tindakan yang membuahkan hasil akan dikenali dan,
setelah banyak perubahan, si kucing, jika dimasukkan ke dalam kotak, akan
segera mencakar tombola tau galah itu. (h. 35-40)
Jadi, entah itu untuk mendapatkan sepotong ikan atau dedmi keluar dari
kerangkeng, semua binatang yang ditelitinya belajar melakukan apa pun yang
diperlukan untuk keluar dari kotak.
Thorndike menyebut waktu yang dibutuhkan hewan untuk memecahkan
problem sebagai fungsi dari jumlah kesempatan yang harus dimiliki hewan untuk
memecahkan problem. Setiap kesempatan adalah usaha coba-coba, dan upaya
percobaan berhenti saat si hewan mendapatkan solusi yang benar. Grafik untuk
situasi semacam ini ditunjukkan di gambar 4-2. Dalam eksperimen dasar ini,
Thorndike secara konsisten mencatat bahwa waktu yang dibutuhkan untuk
memecahkan masalah (variable terikat) menurut sistematis seiring dengan
bertambahnya upaya percobaan yang dilakukan hewan; artinya, semakin banyak
kesempatan yang dimiliki hewan, semakin cepat ia akan memecahkan problem.
Belajar adalah Inkremental, Bukan Langsung ke Pengertian Mendalam
(Insightful)
Dengan mencatat penurunan gradual dalam waktu untuk mendapatkan
solusi sebagai fungsi percobaan suksesif, Thorndike menyimpulkan bahwa belajar
bersifat incremental (incremental/bertahap), bukan insightful (langsung ke
pengertian). Dengan kata lain, belajar dilakukan dalam langkah-langkah kecil
yang sistematis, bukan langsung melompat ke pengertian mendalam. Dia mencatat
bahwa jika belajar adalah insightful, grafik akan menunjukkan waktu untuk
6
mencapai solusi tampak relatif stabil dan tinggi pada saat hewan dalam keadaan
belum belajar. Pada saat hewan mendapatkan pengertian mendalam untuk
memecahkan masalah, grafiknya akan langsung turun dengan cepat dan akan tetap
di titik itu selama durasi percobaan. Gambar 4-2 juga menunjukkan tampilan
grafik jika belajar langsung menghasilkan pengertian.
Belajar Tidak Dimediasi oleh Ide
Berdasarkan risetnya, Thorndike (1898) juga menyimpulkan bahwa belajar
adalah bersifat langsung dan tidak dimediasi oleh pemikiran atau penalaran:
Kucing tidak melihat-lihat situasi, apalagi memikirkan situasi, lalu
memutuskan apa yang mesti dilakukan. Kucing langsung melakukan aktivitas
berdasarkan pengalaman dan reaksi naluriah terhadap situasi “terpenjara
saat lapar dengan makanan berada di luar kerangkeng.” Bahkan setelah
sukses sekalipun, kucing itu tidak menyadari bahwa tindakannya akan
membuatnya mendapat makanan dan karenanya memutuskan untuk
melakukannya lagi dengan segera, namun ia bertindak berdasarkan
dorongannya (impuls). (h 45)
Di tempat lain Thorndike (1911) mengemukakan hal serupa dalam percobaan
monyet:
7
Dalam mendiskusikan fakta-fakta ini kita mungkin pertama-tama mejelaskan
salah satu pendapat popular, bahwa belajar adalah dengan “penalaran”
(reasoning). Jika kita menggunakan kata penalaran dalam psikologis
teknisnya sebagai fungsi untuk mendapatkan konklusi melalui persepsi relasi,
perbandingan, dan inferensi, jika kita menganggap isi mental di dalammya
sebagai perasaan akan relasi, persepsi dan kesamaan, gagasan abstrak dan
umum, dan penilaian, maka kita tidak menemukan bukti adanya penalaran
dalam perilaku monyet terhadap mekanisme yang dipakai. Dan fakta ini
membantah argumen bahwa keberhasilan hewan dalam menangani peralatan
mekanis mengimplikasikan bahwa hewan itu memikirkan property-properti
mekanisme, namun argumen ini tidak bisa dipertahankan lagi saat kita
menemukan bahwa dengan pemilihan aktivitas-aktivitas naluriah umum
hewan itu sudah cukup untuk menghasilkan solusi yang berkaitan dengan
galah, kait, tombol, dan sebagainya. Juga ada bukti positif dari tidak adanya
fungsi penalaran umum. (h. 184-186)
Jadi, dengan mengikuti prinsip parsimoni, Thorndike menolak campur
tangan nalar dalam belajar dan ia lebih mendukung tindakan seleksi langsung dan
pengaitan dalam belajar. Penentangan terhadap arti penting nalar dan ide dalam
belajar ini menjadi awal dari apa yang kemudian menjadi gerakan behavioristik di
Amerika Serikat.
Semua Mamalia Belajar dengan Cara yang Sama
Banyak orang yang terganggu oleh pandangan Thorndike bahwa semua
proses belajar adalah langsung dan tidak dimediasi oleh ide-ide, dan juga terutama
karena dia juga menegaskan bahwa proses belajar semua mamalia, termasuk
manusia, mengikuti kaidah yang sama. Menurut Thorndike, tidak ada proses
khusus yang perlu dipostulatkan dalam rangka menjelaskan proses belajar
manusia. Kutipan di bawah ini menunjukkan keyakinan Thorndike (1913b) bahwa
hukum atau kaidah belajar adalah sama untuk semua hewan. Kutipan ini juga
menunjukkan aspek lain dari teorinya, yang akan kita bahas nanti:
8
Fenomena tyang sederhana dan semi-mekanis ini … yang menunjukkan
proses belajar hewan, adalah dasar-dasar dari proses pembelajaran
manusia. Tentu saja untuk proses belajar manusia akan lebih rumit dan
maju, seperti adanya akusisi keterampilan memainkan biola, atau
pengetahuan hitungan kalkulus, atau penemuan mesin-mesin. Namun
mustahil untuk memahami pembelajaran kultural manusia yang lebih halus
dan jelas tanpa menggunakan ide-ide yang jelas tentang kekuatan yang
memungkinkan terjadinya proses belajar dalam bentuk paling dasar yang
menghubungkan respons jasmani dengan situasi yang dialami dan dirasakan
langsung oleh indra. Lebih jauh, betapapun halusnya, betapapun rumitnya,
dan betapapun majunya bentuk belajar yang harus dijelaskan, fakta-fakta
sederhana ini─yakni pemilihan koneksi karena koneksi itu berguna dan
memuaskan dan pengabaian koneksi Karena ia tidak berguna atau
menjengkelkan, reaksi berganda, situasi pikiran sebagai kondisi, aktivitas
kecil-kecilan dalam mengatasi situasi, dengan prapotensi elemen tertentu
dalam menentukan respons, respons berdasarkan analogi, dan pengalihan
ikatan─akan tetap menjadi fakta utama, atau bahkan mungkin satu-satunya
fakta, yang diperlukan untuk menjelaskan proses belajar. (h. 16)
Thorndike Sebelum 1930Pemikiran Thorndike tentang proses belajar dapat dibagi menjadi dua
bagian: pertama adalah pemikiran sebelum yahun 1930 dan kedua adalah pasca
1930, ketika beberapa pandangan awalnya berubah banyak.
Hukum Kesiapan
Law of readiness ( hukum kesiapan ) yang dikemukakan dalam bukunya
yang berjudul The Original Nature of Man ( Thorndike, 1913b ), mengandung tiga
bagian, yang diringkas sebagai berikut :
1. Apabila satu unit konduksi siap menyalurkan ( to conduct ), maka penyaluran
dengannya akan memuaskan.
9
2. Apabila satu unit konduksi siap untuk menyalurkan, maka tidak
menyalurkannya akan menjengkelkan.
3. Apabila satu unit konduksi belum siap penyaluran san dipaksa untuk
menyalurkan, maka penyaluran dengannya akan menjengkelkan.
Disini kita melihat term-term yang subjektivitasnya mungkin
menggelisahkan teoritisi belajar modern. Namun, kita harus ingat bahwa
Thorndike menulis sebelum ada gerakan behavioristik sebelumnya. Juga perlu
dicatat bahwa apa yang tampaknya merupakan term subjektif dalam tulisan
Thorndike mungkin tidak subjektif. Misalnya, apa yang dimaksudkannya dengan
“ unit konduksi yang siap menyalurkan “ adlah kesiapan untuk bertindak. Dengan
menggunakan terminology kontemporer, kita bisa menyatakan ulang hukum
kesiapan Thorndike sebagai berikut :
1. Ketika seseorang siap untuk melakukan suatu tindakan, maka melakukannya
akan memuaskan.
2. Ketika seseorang siap untuk melakukan suatu tindakan, maka tidak
melakukannya akan menjengkelkan.
3. Ketika seseorang belum siap melakukan suatu tindakan tetapi dipaksa
melakukannya, maka melakukannya akan menjengkelkan.
Secara umum kita bisa mengatakan bahwa mengintervensi perilaku yang
bertujuan akan menyebabkan frustasi, dan menyebabkan seseorang melakukan
sesuatu yang tidak ingin mereka lakukan juga akan membuat mereka frustasi.
Bahkan istilah seperti memuaskan dan enjengkelkan didefinisikan agar bisa
diterima oleh kebanyakan behavioris ( Thorndike, 1911 ) : Yang dimaksud dengan
keadaan memuaskan adalah dimana binatang tidak melakukan apapun untuk
menghindarinya, sering melakukan sesuatu untuk mendapatkan keadaan itu dan
mempertahankannya. Yang dimaksud dengan keadaan tak nyaman atau
menjengkelkan adalah keadaan yang umumnya dijauhi atau dihindari binatang ”
(h.245). Definisi kepuasan dan kejengkelanini harusselalu diingatselam membahs
Thorndike di sini.
Hukum Latihan
10
Sebelum 1930, teori Thorndike mencakup hukum law of exercise ( hukum
latihan ), yang terdiri dari dua bagian :
1. Koneksi antara stimulus dan responsakan menguat saat keduanyadipaki.
Dengan kata lain, melatih koneksi (hubungan) antara situasi yang menstimulasi
dengan suatu respons akan memperkuat koneksi di antara keduanya. Bagian
dari hukum latihan ini dinamakan law of use (hukum penggunaan).
2. Koneksi antara situasi dan respons akan melemah apabila praktek hubungan
dihentikan atau jika ikatan neural tidak dipakai. Bagian dari hukum latihan ini
dinamakan law of disuse ( hukum ketidakgunaan ).
Apa yang dimaksud Thorndike dengan menguatkan dan melemahkan
koneksi ? Di sini sekali lagi pemikirannyalebih maju ketimbang zamannya. Dia