Top Banner
Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 1 Edisi Juni 2019 Implementasi Kebijakan Kampung Literasi Terhadap Upaya Layanan Literasi Masyarakat (Kajian pada Kampung Literasi di Provinsi Jawa Tengah) Yuniarti, Jamaludin, Andriyanto, Ikhsan Hendra Warsita Evaluasi Kebermanfaatan Bantuan Sarana Prasarana Lembaga Kursus dan Pelatihan di Jawa Tengah Tahun 20152017 Melati Indri Hapsari, Agus wahyono, Birowo Dwi Condro, Retno Wihartati Efektifitas Pemanfaatan Dana Bansos Pendidikan Kecakapan Wirausaha (PKW) di Provinsi Jawa Tengah 2017 Heru Priambodo, M.Kom., Ana Kristiani, M.Pd Agus Wijatmoko, M.Pd., Tatiek Dyah Wardani, M.Kes Evaluasi Program Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik BOP PAUD di Jawa Tengah Tahun 2018 Waluyo Basuki, Zumrotul Khasanah, Farida Widyawati, Aniek Sugiyanti Model Pembelajaran Matematika Untuk Anak Usia Dini dengan Media Game SISOMAT (Literasi Skenario Matematika) Endang Tri Haryanti, Suyanto, Sri Haryati Efektifitas dan Peranan Himpaudi dalam Meningkatkan Kompetensi Profesional Pendidik PAUD Sutarmin Menumbuhkan Jiwa Bela Bangsa Anak Usia Dini Berbasis Pendidikan Karakter Era Globalisasi Eem Kurniasih Studi Komparasi Hasil Belajar Peserta Didik dengan Menggunakan Metode Pembelajaran VISA dan Pembelajaran Praktik pada Pendidikan Kecakapan Kerja Program Aplikasi Perkantoran Heru Priambodo, Tatiek Dyah Wardani, Khozin Dwiono
99

Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Sep 25, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

1

Edisi Juni 2019

Implementasi Kebijakan Kampung Literasi Terhadap Upaya Layanan Literasi Masyarakat

(Kajian pada Kampung Literasi di Provinsi Jawa Tengah) Yuniarti, Jamaludin, Andriyanto, Ikhsan Hendra Warsita

Evaluasi Kebermanfaatan Bantuan Sarana Prasarana Lembaga Kursus dan Pelatihan di Jawa Tengah

Tahun 2015—2017 Melati Indri Hapsari, Agus wahyono, Birowo Dwi Condro, Retno Wihartati

Efektifitas Pemanfaatan Dana Bansos Pendidikan Kecakapan Wirausaha (PKW) di Provinsi Jawa Tengah 2017

Heru Priambodo, M.Kom., Ana Kristiani, M.Pd Agus Wijatmoko, M.Pd., Tatiek Dyah Wardani, M.Kes

Evaluasi Program Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik BOP PAUD di Jawa Tengah Tahun 2018

Waluyo Basuki, Zumrotul Khasanah, Farida Widyawati, Aniek Sugiyanti

Model Pembelajaran Matematika Untuk Anak Usia Dini dengan Media Game SISOMAT (Literasi Skenario Matematika) Endang Tri Haryanti, Suyanto, Sri Haryati

Efektifitas dan Peranan Himpaudi dalam Meningkatkan Kompetensi Profesional Pendidik PAUD

Sutarmin

Menumbuhkan Jiwa Bela Bangsa Anak Usia Dini Berbasis Pendidikan Karakter Era Globalisasi

Eem Kurniasih

Studi Komparasi Hasil Belajar Peserta Didik dengan Menggunakan Metode Pembelajaran VISA dan Pembelajaran Praktik pada Pendidikan

Kecakapan Kerja Program Aplikasi Perkantoran Heru Priambodo, Tatiek Dyah Wardani, Khozin Dwiono

Page 2: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

2

Page 3: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

3

andragogia

Pengarah:

Ir. Djajeng Baskoro, M.Pd

Penanggungjawab:

Drs. Suka, M.Pd

Ketua Penyunting:

Dra, Riyati Anggoro Peni, M.Pd

Penyunting Pelaksana:

Yuniarti, M.Hum

Bibit Solekhah, M.Pd

Ana Kristiani, M.Pd

Jendra

Penyunting Ahli:

Prof. Dr. Tri Joko Raharjo

Pelaksana Administrasi:

Febri Hartanti P, M.Pd

Arif Wibowo, ST

Dedy Haryanto, S.Kom

Rudiyanto, S.Si

Rahmawati K, S.Pd

Aris

Catur A

Lulu

Pelaksana Teknis:

Rakhmat Gunarja, S.Pd

Sri Rahayuningsih, S.Pd

Diterbitkan oleh:

PP-PAUDNI Regional II

Semarang

Bekerja sama dengan

Kaprodi PLS Pascasarjana

UNNES Semarang

Alamat Redaksi:

Jl. Diponegoro 250 Ungaran

Semarang, Jawa Tengah.

Telp. 024-6921187

Fax. 024-6922884

Edisi Juni 2019

Daftar Isi

Implementasi Kebijakan Kampung Literasi Terhadap

Upaya Layanan Literasi Masyarakat

(Kajian pada Kampung Literasi di Provinsi Jawa Tengah)

Yuniarti, Jamaludin, Andriyanto, Ikhsan Hendra Warsita

Evaluasi Kebermanfaatan Bantuan Sarana Prasarana

Lembaga Kursus dan Pelatihan di Jawa Tengah

Tahun 2015—2017

Melati Indri Hapsari, Agus wahyono, Birowo Dwi Condro,

Retno Wihartati

Efektifitas Pemanfaatan Dana Bansos Pendidikan

Kecakapan Wirausaha (PKW) di Provinsi Jawa Tengah

2017

Heru Priambodo, M.Kom., Ana Kristiani, M.Pd Agus

Wijatmoko, M.Pd., Tatiek Dyah Wardani, M.Kes

Evaluasi Program Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik

BOP PAUD di Jawa Tengah Tahun 2018

Waluyo Basuki, Zumrotul Khasanah, Farida Widyawati,

Aniek Sugiyanti

Model Pembelajaran Matematika

Untuk Anak Usia Dini dengan Media Game SISOMAT

(Literasi Skenario Matematika)

Endang Tri Haryanti, Suyanto, Sri Haryati

Efektifitas dan Peranan Himpaudi dalam Meningkatkan

Kompetensi Profesional Pendidik PAUD

Sutarmin

Menumbuhkan Jiwa Bela Bangsa Anak Usia Dini

Berbasis Pendidikan Karakter Era Globalisasi

Eem Kurniasih

Studi Komparasi Hasil Belajar Peserta Didik dengan

Menggunakan Metode Pembelajaran VISA dan

Pembelajaran Praktik pada Pendidikan Kecakapan Kerja

Program Aplikasi Perkantoran

Heru Priambodo, Tatiek Dyah Wardani, Khozin Dwiono

jurnal ilmiah pendidikan anak usia dini

dan pendidikan masyarakat

Page 4: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

4

Page 5: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

5

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KAMPUNG LITERASI TERHADAP

UPAYA LAYANAN LITERASI MASYARAKAT

(Kajian pada Kampung Literasi di Provinsi Jawa Tengah)

Yuniarti, Jamaludin, Andriyanto, Ikhsan Hendra Warsita

Pamong Belajar PP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Tengah

Abstrak

Kebijakan Kampung Literasi muncul sebagai upaya pemerintah dalam menaikkan

indeks pembangunan manusia melalui upaya meningkatn literasi masyarakat. Kampung Literasi terwujud untuk menjadi wadah bagi pengembangan kegiatan literasi di masyara-kat. Program Kampung Literasi yang digulirkan oleh masyarakat perlu dikaji lebih jauh apakah program tersebut terbukti secara empiris dapat meningkatkan literasi masyarakat.

Kajian dilakukan terhadap 11 (sebelas) Kampung Literasi di wilayah Provinsi Jawa Tengah. Menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, menjadikan populasi sebagai sampel dengan teknik total sampling, kemudian data dianalisis menggunakan triangulasi data. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi dan studi dokumen.

Hasil pengkajian menunjukkan bahwa secara keseluruhan kesebelas Kampung Literasi mengimplementasikan program Kampung Literasi sebagaimana tertuang dalam juknis. Kegiatan literasi yang dilakukan mencakup 6 (enam) jenis literasi meliputi: 1) lit-erasi baca tulis, 2) literasi numerasi, 3) literasi sains, 4) literasi TIK, 5) literasi keuangan dan 6) literasi budaya dan kewargaan.

Dampak positif keberadaan kampung literasi dapat dilihat pada hasil-hasil sebagai berikut: 1) terdapat peningkatan pola pikir masyarakat akan perlunya pengetahuan dan informasi baru, 2) terdapat perubahan sikap masyarakat dalam memecahkan masalah, 3) terdapat peningkatan keterampilan sebagai hasil kegiatan literasi. Peranan masyarakat menjadi kunci utama keberhasilan kampung literasi di masyarakat. Dukungan masyara-kat dalam bentuk pemikiran, tenaga, moral, spiritual dan materiil telah turut serta men-dukung keberhasilan kampung literasi. Beberapa kelemahan yang muncul antara lain adalah perlunya peningkatan kapasitas pengelola kampung literasi, perlunya regenarasi dan peningkatan kerjasama antar berbagai unsur yang turut serta menunjang implemen-tasi kampung literasi di masyarakat.

Kata kunci: Kampung Literasi, literasi, implementasi, masyarakat

A. BAB I Pendahuluan

1. Latar Belakang

Direktorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan Direktorat Jenderal

PAUD dan Dikmas menentukan empat fokus kebijakan pembinaan pendidikan masyarakat

tahun 2018 yaitu pertama, memperkuat program pendidikan keaksaraan yang mampu

meningkatkan kompetensi keaksaraan dasar dan paska keaksaraan bagi penduduk dewasa

secara adil, merata dan bermutu. Kecakapan tersebut harus terintegrasi dengan kecakapan

hidup dan kemampuan pencegahan masalah sosial dan lingkungan untuk mendorong perbai-

kan kesejahteraan, produktivitas penduduk dan ikut serta dalam mendukung perbaikan indeks

pembangunan manusia.

Kedua, mendorong terselenggaranya gerakan membaca masyarakat dan me-

masyarakatkan membaca melalui pengembangan Taman Bacaan Masyarakat di ruang publik

seperti di mall, stasiun, rumah sakit dan terminal yang sangat bermanfaat bagi anggota

masyarakat, termasuk untuk akasarawan baru, guna meningkatkan pengetahuan, keterampi-

lan dan sikap perilaku.

Ketiga, meningkatkan pelayanan pendidikan pemberdayaan perempuan untuk

mengangkat harkat dan martabat perempuan, meningkatkan partisipasi perempuan dalam

Page 6: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

6

pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi, kekerasan terhadap perempuan

dan mendukung upaya pencegahan perdagangan orang (trafficking) serta tindak kekerasan

(KDRT) sebagai wujud perlindungan HAM.

Keempat, meningkatkan pengarusutamaan gender bidang pendidikan untuk

mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam pendidikan melalui peningkatan kesem-

patan bagi laki-laki dan perempuan dalam layanan, partisipasi, kontrol dan memperoleh

manfaat yang setera dalam bidang pendidikan.

Mendukung kebijakan pemerintah pusat melalui kebijakan Direktorat Pembinaan Pen-

didikan Keaksaraan dan Kesetaraan menindaklanjuti dengan program kampung literasi yang

menyangkut: 1) memperkuat program pemberantasan buta aksara, 2) program peningkatan

budaya baca, 3) peningkatan pelayanan pendidikan bagi perempuan, dan 4) pengarusuta-

maan gender.

Kebijakan Kampung Literasi muncul sebagai upaya pemerintah dalam menaikkan in-

deks pembangunan manusia melalui upaya meningkatkan literasi masyarakat. Kampung Lit-

erasi terwujud untuk menjadi wadah bagi pengembangan kegiatan literasi di masyarakat. Pro-

gram Kampung Literasi yang digulirkan oleh masyarakat perlu dikaji lebih jauh apakah pro-

gram tersebut terbukti secara empiris dapat meningkatkan literasi masyarakat.

2. Tujuan

a. Tujuan Umum

Pengkajian ini secara umum bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi program

Kampung Literasi terhadap peningkatan literasi di masyarakat.

b. Tujuan Khusus

Secara khusus pengkajian ini bertujuan untuk:

1) Mendeskripsikan kegiatan dalam Kampung Literasi yang menunjang peningkatan budaya

dan minat baca masyarakat .

2) Mendeskripsikan peran sumber daya lokal dalam mendukung program kampung literasi

dan sejauh mana peran tersebut dapat membantu meningkatkan literasi masyarakat.

3) Mendeskripsikan factor-faktor yang mendukung dan menghambat pengembangan kam-

pung literasi.

3. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada pengkajian ini secara terperinci dapat dituliskan sebagai berikut:

a. Bagaimanakah implementasi kebijakan program Kampung Literasi terhadap budaya literasi

masyarakat yang ditandai dengan:

b. Upaya apa sajakah yang telah dilakukan untuk menunjang peningkatan budaya dan minat

baca masyarakat dan sejauh mana hasil yang diperoleh?

c. Bagaimanakah peran sumber daya lokal dalam mendukung program kampung literasi dan

sejauh mana peran tersebut dapat membantu meningkatkan literasi masyarakat?

d. Faktor-faktor apa sajakah yang mendukung dan menghambat kemungkinan pengembangan

kampung literasi?

4. Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh dari pengkajian ini, antara lain:

a. Hasil pengkajian daapat dimanfaatkan secara teoritis bagi pengembangan program pendidi-

kan masyarakat dan pemerintahan terutama terkait implementasi kebijakan program kampung

literasi yang dikembangkan di masyarakat agar lebih baik.

Page 7: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

7

b. Secara praktis pengkajian ini memberikan manfaat untuk;

1) Bahan kajian kampung literasi yang dapat meningkatkan literasi masyarakat.

2) Bahan rekomendasi penyempurnaan kebijakan program kampung literasi terhadap

pemerintah.

3) Bahan studi perbandingan oleh penyelenggara kampung literasi lain yang berkeinginan

untuk memajukan dan mengembangkan program kampung literasi yang dikelolanya.

B. BAB II Landasan Teori

1. Konsep Literasi

a. Definisi Literasi Dasar

Literasi merupakan kemampuan membaca dan menulis yang berhubungan dengan

keberhasilan seseorang dalam lingkungan masyarakat akademis sehingga literasi merupa-

kan piranti yang dimiliki untuk dapat meraup kesuksesan dalam lingkungan sosial.

National Assesment of Educational Progress mengartikan literasi sebagai kemampu-

an performansi membaca dan menulis yang diperlukan sepanjang hayat (Winterowd, 1989:

5). Seorang ahli hukum memandang bahwa literasi merupakan kompetensi dalam me-

mahami wacana, baik sebagai pembaca maupun sebagai penulis sehingga menampakkan

pribadi sebagai profesional berpendidikan yang tidak hanya menerapkan untuk selama

kegiatan belajar, tetapi menerapkannya secara baik untuk selamanya (White, 1985: 46).

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa literasi adalah (1) ke-

mampuan baca-tulis atau kemelekwacanaan, (2) kemampuan mengintegrasikan antara

menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berpikir, (3) kemampuan siap untuk

digunakan dalam menguasai gagasan baru atau cara mempelajarinya, (4) piranti kemam-

puan sebagai penunjang keberhasilannya dalam lingkungan akademik atau sosial, (5) ke-

mampuan performansi membaca dan menulis yang selalu diperlukan.

b. Konsep Literasi secara Luas

Literasi secara luas adalah penggunaan praktik-praktik situasi sosial, dan historis,

serta kultural dalam menciptakan dan menginterpretasikan makna melalui teks. Literasi

memerlukan setidaknya sebuah kepekaan yang tak terucap tentang hubungan-hubungan

antara konvensi-konvensi tekstual dan konteks penggunaanya serta idealnya kemampuan

untuk berefleksi secara kritis tentang hubungan-hubungan itu. Karena peka dengan mak-

sud/tujuan, literasi itu bersifat dinamis – tidak statis – dan dapat bervariasi di antara dan di

dalam komunitas dan kultur diskursus/ wacana. Literasi memerlukan serangkaian kemam-

puan kognitif, pengetahuan bahasa tulis dan lisan, pengetahuan tentang genre, dan

pengetahuan cultural. Yang dimaksud dengan teks di atas adalah mencakup teks tulis dan

teks lisan.

Terdapat tujuh unsur yang membentuk definisi tersebut, yaitu berkenaan dengan: 1)

interpretasi, 2) kolaborasi, 3) konvensi, 4) pengetahuan kultural, 5) pemecahan masalah, 6)

refleksi, dan 7) penggunaan bahasa. Ketujuh hal tersebut merupakan prinsip-prinsip dari

literasi.

c. Tingkatan Literasi

Literasi tidaklah seragam karena literasi memiliki tingkatan-tingkatan yang menan-

jak. Jika seseorang sudah menguasai satu tahapan literasi maka ia memiliki pijakan untuk

naik ke tingkatan literasi berikutnya.

Page 8: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

8

d. Membangun Budaya Literasi

Pembelajaran berbasis budaya literasi akan mengkondisikan warga belajar untuk

menjadi seorang literat. Peningkatan kemampuan literasi dalam belajar sejalan dengan

tujuan pendidikan, yaitu berkembangnya potensi warga belajar agar menjadi manusia

yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggung jawab (Depdiknas, 2003).

Pemerolehan tujuan ini dapat dilakukan warga belajar jika mereka telah menjadi

sosok literat. Warga belajar memiliki bekal literasi dalam dirinya sehingga mampu

melengkapi diri dengan kemampuan yang diharapkan. Proses pemahaman warga

belajar terhadap fenomena sosial dengan pengenalan secara langsung akan lebih

memudahkan bagi pembelajar dalam mengembangkan kompetensinya. Warga belajar

harus terbiasa dengan membaca berbagai informasi dan mengakses informasi dari

media elektronis maupun media tertulis. Selain itu, warga belajar perlu mengikuti

perkembangan peradaban yang sedang terjadi secara faktual. Oleh karena itu, dalam

mengembangkan kompetensi keaksaraan perlu didukung oleh ketersediaan fasilitas

dalam membangun insan literat, yaitu (1) mengarahkan aktivitas warga belajar; (2)

memilih dan menyiapkan bahan pembelajaran; (3) memerika hasil kerja warga belajar;

(4) mengarahkan sistem berkomunikasi keilmuan; (5) berkoordinasi dalam menyiapkan

program untuk kegiatan literasi.

e. Prinsip pendidikan literasi

Terdapat tujuh prinsip pendidikan literasi yang diambil dari definisi Kern (2000) di

atas, yaitu:

1) Literasi melibatkan interpretasi

2) Literasi melibatkan kolaborasi

3) Literasi melibatkan konvensi

4) Literasi melibatkan pengetahuan kultural.

5) Literasi melibatkan pemecahan masalah.

6) Literasi melibatkan refleksi dan refleksi diri.

7) Literasi melibatkan penggunaan bahasa.

f. Literasi Teknologi

Era perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat dan per-

saingan yang sangat ketat menuntut manusia untuk mampu terus-menerus belajar men-

guasai berbagai ilmu dan teknologi secara cepat.

g. Literasi Informasi

Literasi informasi sering disebut juga dengan keberaksaraan infromasi atau

kemelekan informasi. Dalam bidang ilmu perpustakaan dan informasi, literasi infromasi

sering dikaitkan dengan kemampuan mengakses dan memanfaatkan secara benar infor-

masi yang tersedia.

h. Literasi Finansial

Literasi keuangan dapat diartikan sebagai pengetahuan keuangan, dengan

tujuan mencapai kesejahteraan (Lusardi & Mitchell 2007). Hal ini dapat dimaknai bahwa

persiapan perlu dilakukan untuk menyongsong, dan lebih spesifiknya yaitu globalisasi

dalam bidang keuangan.

Page 9: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

9

2. Konsep Kampung

Beberapa definisi yang dapat menggambarkan tentang kampung adalah sebagai beri-

kut;

a. Desa; awal terbentuknya sebuah desa di masa lalu tidak terlepas dari potensi yang ada

pada saat itu dan teknologi yang mereka miliki, dari yang bersifat nomaden kemudian

menetap di suatu tempat dengan mengelompok yang disebut pradesa, kemudian

berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi dan potensi yang ada pada desa.

Pola tata ruang desa pada umumnya sangat sederhana, letak rumah di kelilingi

pekarangan cukup luas, jarak antara rumah satu dengan lain cukup longgar, setiap rumah

mempunyai halaman, sawah dan ladang di luar perkampungan.

b. Desa kota; Pada desa yang sudah berkembang pola tata guna lahan lebih teratur, yaitu

adanya perusahaan yang biasa mengolah sumberdaya desa, terdapat pasar tradisional,

tempat ibadah rapi, sarana dan prasarana pendidikan serta balai kesehatan. Semakin

maju daerah pedesaan, bentuk penataan ruang semakin teratur dan tertata dengan baik.

c. Proto urban condition; proto adalah berasal dari bahasa yunani yang artinya awal. pema-

haman tentang proto urban condition adalah lingkungan atau daerah yang belum menjadi

kota dan berproses untuk menjadi kota. Lingkungan yang dikenal sebagai proto urban

tidak sepenuhnya kegiatan utamanya adalah pertanian (desa) tetapi banyak juga

kegiatan yang bukan pertanian, batas antara sebutan untuk sebuah kota dan desa bukan

kota dan juga bukan desa itulah yang dimaksud dengan proto urban.

d. Kampung; suatu wilayah dimana masyarakatnya masih mempertahankan tradisi, dimensi

kebudayaan dan adat istiadat yang diwariskan turun temurun dan umumnya berlokasi di

sekitar pusat kota.

e. Karakteristik kampung; 1) Fasilitas umum memadai tetapi kondisinya kurang kondusif, 2)

Kondisi hunian yang homogen maksudnya rumahnya bentuk, besarnya, bahan bakunya,

bahkan sampai warna catnya sama, 3) karena daerah kampung luas mereka tinggal satu

sama lain cukup berjauhan, 4) Perkampungan hidup dengan norma, kepercayaan, adat

istiadat yang diwariskan, 5) turun temurun sehingga modernisasi tidak dianggap perlu 6)

Lingkungan bersih sehingga keadaan masyarakat selalu sehat.

C. BAB III Metode

Kajian dilakukan terhadap 11 (sebelas) Kampung Literasi di wilayah Provinsi Jawa Ten-

gah. Menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, menjadikan populasi sebagai sampel dengan

teknik total sampling, kemudian data dianalisis menggunakan triangulasi data. Metode pengum-

pulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi dan studi dokumen.

D. BAB IV Hasil Kajian

1. Implementasi Program Kampung Literasi

Sebagaimana petunjuk teknis pelaksanaan Kampung Literasi maka kegiatan literasi

dikelompokkan ke dalam 5 literasi pokok sebagai berikut: 1) Literasi Baca Tulis Hitung, 2) Lit-

erasi Sains, 3) Literasi Teknologi Informasi dan Komunikasi, 4) Literasi Keuangan, 5) Literasi

Budaya dan Kewarganegaraan.

Page 10: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

10

Program basic literasi (literasi baca tulis dan hitung) dilaksanakan dalam bentuk: 1)

layanan peminjaman bahan bacaan, 2) pelatihan menulis, 3) project hasil karya, 4) bedah bu-

ku, 5) perlombaan literasi kebahasaan.

Kegiatan perluasan kampung literasi ini berhasil di beberapa tempat (sebagian kam-

pung literasi) namun beberapa belum menunjukkan hasil yang signifikan. Kegiatan pemin-

jaman buku misalnya, adalah salah satu kegiatan literasi baca tulis yang terbatas peminatnya.

Sebagian besar kampung literasi yang dijadikan subjek penelitian menunjukan bawa peminat

terbesar peminjam bahan bacaan adalah usia anak-anak (usia TK, SD, SMP). Disusul beri-

kutnya oleh kaum ibu. Sangat sedikit di kalangan pria dewasa.

Kegiatan literasi baca tulis menjadi lebih berwarna dengan adanya penerbitan buku

yang dimulai dari proses pelatihan penulisan buku. Di beberapa kampung literasi terbit buku

atau kumpulan cerpen atau novel sebagai hasil dari proses pelatihan menulis. Sebagian besar

pengguna (baca masyarakat) tertarik untuk mengikuti proses penulisan cerpen atau novel.

Kegiatan pengembangan literasi berikutnya yang berhasil menarik masyarakat adalah

kegiatan literasi keuangan melalui kegiatan kewirausahaan seperti; pembuatan souvenir, ke-

rajinan, makanan, peternakan dan kegiatan produktif lainnya. Hal ini sangat wajar mengingat

masyarakat tertarik untuk melakukan kegiatan yang dianggap mampu meningkatkan ke-

hidupan perekonomian.

Seiring dengan perkembangan teknologi, maka ketertarikan generasi milenial adalah

pada literasi TIK. Ketertarikan pada TIK tumbuh seiring dengan menjamurnya gadget (gawai)

yang mendukung. Munculnya blogger dan youtuber menjadi salah satu yang menarik minat

masyarakat terutama generasi muda. Sehingga di beberapa kampung literasi, kegiatan literasi

yang berkaitan dengan TIK menjadi daya dukung yang berhasil.

Kampung Literasi yang dilengkapi dengan internet menjadi salah satu alasan

pengunjung yang sebagian besar generasi muda mendatangi kampung literasi. Tujuan uta-

manya tentu saja berselancar di dunia maya melalui internet gratis yang tersedia.

Literasi seni dan budaya bagi sebagian kampung literasi juga menjadi cara yang tepat

untuk mengembangkan dan mengenalkan masyarakat pada pengetahuan. Munculnya ke-

lompok kesenian yang didukung oleh kampung literasi menjadi salah satu program yang ber-

hasil mendongkrak keberadaan kampung literasi.

2. Peranan Sumber Daya Lokal (SINERGITAS)

Sumber daya lokal meliputi;

a. Tokoh penggerak; tokoh masyarakat, kaum ibu, pemuda.

b. Relawan atau pegiat; pemuda dan mahasiswa, kaum perempuan,

c. Mitra; organisasi profit non profit, perorangan

d. CSR; pendanaan dan sarpras dari perusahaan

e. Perguruan Tinggi; dukungan relawan mahasiswa, nara sumber teknis

f. Masyarakat; dukungan pelaksana kegiatan, dukungan pendanaan,

Sumber daya lokal ini memiliki peran sebagai tokoh penggerak dan motivator

sekaligus mentor bagi relawan dan masyarakat dalam menggerakkaan kampung literasi.

Tanpa tokoh ini kampung literasi seringkali tidak berkembang bahkan memiliki kecenderungan

untuk berhenti.

Peranan lainnya dalah sebagai sumber pendanaan yang menunjang kegiatan. Sum-

ber pendanaan dapat berupa dana pribadi atau dana perusahaan dalam bentuk CSR.

Page 11: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

11

Dalam rangka meningkatkan kapasitas SDM beberapa langkah yang dapat dilakukan

antara lain:

a. Pelatihan/workshop/seminar

b. Melakukan studi banding

3. Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat

a. Faktor Pendukung

Beberapa factor pendukung yang terdapat pada kampung literasi berdasarkan hasil

pengkajian antara lain:

1) Keberadaan sumber daya alam; kemnungkinan berkembang desa wisata, produk lokal

(UMKM)

2) Keberadaan budaya dan tradisi lokal (kesenian daerah, dolanan anak, tradisi upacara

keagamaan)

3) Keberadaayaan sumber daya manusia; tokoh penggerak, relawan

b. Penghambat

1) Pendanaan; keberlanjutan program apabila tidak ada dukungan dana dari pemerintah

2) Menjadi kampung literasi yang produktif; bagaimana menghasilkan sumber pendanaan

sendiri

E. BAB V Kesimpulan

1. Kesimpulan

a. Implementasi

Implementasi pelaksanaan kampung literasi memberikan dampak positif antara lain:

1) Meningkatnya frekuensi kunjungan masyarakat pada kampung literasi dengan tujuan

mencari informasi dan memecahkan masalah.

2) Terjadi perubahan sikap; semula acuh terhadap kondisi wilayah menjadi masyarakat

yang memiliki keinginan berubah lebih baik. Terjadi peningkatan aktivitas kemasyara-

katan.

3) Meningkatkan keterampilan; memiliki tambahan keterampilan sebagai hasil kegiatan di

kampung literasi.

b. Peranan Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia dan peranannya meliputi;

1) Tokoh penggerak; tokoh masyarakat, kaum ibu, pemuda.

2) Relawan atau pegiat; pemuda dan mahasiswa, kaum perempuan,

3) Mitra; organisasi profit non profit, perorangan

4) CSR; pendanaan dan sarpras dari perusahaan

5) Perguruan Tinggi; dukungan relawan mahasiswa, nara sumber teknis

6) Masyarakat; dukungan pelaksana kegiatan, dukungan pendanaan,

c. Faktor Pendukung dan Penghambat

Faktor pendukung kegiatan kampung litreasi adalah tersedianya sumber daya alam,

sumber daya manusia dan budaya yang menjadi landasan bagi pelaksanaan kegiatan

kampung literasi sedangkan factor penghambat adalah factor pendanaan yang memung-

kinkan keberlangsungan kegiatan kampung literasi apabila dana pemerintah tidak lagi dig-

ulirkan.

Page 12: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

12

2. Rekomendasi

Sebagai salah satu upaya nyata pemerintah dalam meningkatkan literasi masyarakat

maka beberapa rekomendasi dapat diberikan antara lain:

a. Rekomendasi untuk penyelenggara kampung literasi

1) Memperluas akses kegiatan literasi. Kegiatan yang selama ini hanya terbatas pada

kegiatan literasi baca tulis dapat dikembangkan dengan literasi lain yang disesuaikan

dengan potensi lokal yang ada.

2) Meningkatkan peranan lokal genius (SDM lokal) untuk mengembangkan kampung lit-

erasi sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

3) Menjalin kemitraan untuk mendukung keberhasilan kampung literasi (sinergi dengan

pihak lain)

4) Mengoptimalkan sumber daya dan potensi lokal sebagai basis pengembangan kam-

pung literasi.

b. Rekomendasi bagi pemerintah daerah

1) Menindaklanjuti program kampung literasi yang menjadi kebijakan pusat melalui

dukungan penganggaran pihak daerah.

2) Membuka kampung literasi sejenis di wilayah-wilayah lain (perluasan akses).

3) Bersinergi dengan pemerintah pusat

c. Rekomendasi bagi pemerintah pusat

1) Dana APBN yang diberikan merupakan modal awal pendirian Kampung Literasi se-

dangkan keberlangsungan kegiatan kampung literasi selanjutnya dapat dilakukan me-

lalui sinergi dengan pemerintah daerah dalam pengembangan kampung literasi melalui

dana yang bersumber dari daerah (APBD).

2) Memberi kesempatan penyelenggara kampung literasi untuk mengikuti peningkatan

kapasitas melalui workshop, seminar, pelatihan.

3) Menjadikan kegiatan kampung literasi sebagai program layanan edukasi (mendukung

program pendidikan masyarakat).

4) Memberikan prasyarat bagi lembaga yang akan menyelenggarakan Kampung Literasi

dengan menyertakan MoU (naskah kerjasama) dengan mitra kerja yang berupa kese-

pakatan perjanjian kegiatan dan pendanaan.

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, Chaedar. (2001). Membangun Kota Berbudaya Literat. Jakarta: Media Indonesia.

Arikunto, S. (1983). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Bina Aksara.

Baynhem, Mike. (1995). Literacy Practice. London: Prentice Hall.

Beals, R. (1962). Acculturation. Anthropology Today: Selection, SolTax.Chicago: The University of Chicago.

Bogdan, R.C dan Biklen, S.K. (1982). Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory and Methods, Boston: Allyn dan Bacon, Inc.

Bogdan, R.C dan Taylor, S. (1975). Introduction to Qualitative Research Methods, New York: John Wiley and Sons, Inc.

Borg, W.R and Gall, M.D. (1983). Educational Research: An Introduction (4thEdition), New York:

Longman.

Brannen, J., ed. (1993). Mixing Methods: Qualitative and Quantitative Research, Brookfield-USA: Avebury.

Page 13: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

13

Chandler, RC dan J.C Plano. 1988. The Public Administration Dictionary, Santa Barbara

Childe, V.G. (1956). Man Makes Himself. New york: New American Library.

Coser, L.A. (1973). Social Conflict and the Theory of Social Change. New York: Basic Books.

David Eston (dalam Solikhin Abdul Wahab, 2001) Analisis Kebijaksanaan: dari Formulasi ke Imple-mentasi Kebijaksanaan Negara, Jakarta:Sinar Grafika.

Davis, Phil. (1996). Information Literacy, from theory and Research to Developing and Instructional. http://www.mannlib.cornell.edu/pmd8/literacy.html.

Edward, G.C III (dalam Subarsono, 2005) Analisis Kebijakan Publik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Evans, D.R. (1979) The Planning of Nonformal Education. Amherst. Mass: Center for International Education. The University of Massachusetts.

Evan, Linds. (1994). Information Literacy. Ocofillo Report.

Fortes, N. (1976). Ethnicity: Theory and Experience. Massachusetts: Harvard University Press.

Grindle, Marrile S. 1980, Politics and Policy Implementation in the Third World, New jer-sey:Princetwons University Press

Hadi, Sutrisno. (1983). Metodologi Research 1. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Psikologi UGM.

Islamy, M. Irfan, 2001. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijakan Negara, Jakarta: Sinar Grafika

James E. Anderson (dalam Subarsono, 2005) Analisis Kebijakan Publik, Yogyakarta: Pustaka Pela-jar.

James E. Anderson (dalam Wahab, 2001) Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi ke Penerapan Ke-bijakan, Jakarta: Bumi Aksara

Koentjaraningrat. (1958). Beberapa Metode Anthropologi dalam Penyelidikan-penyelifikan Masyarakat dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Penerbit Universitas.

Mazmanian, Daniel H, dan Paul A. Sabatier, 1983, Implementation and Public Policy, New York: Harper Collins

Meter, Donald Van, dan Carl Van Horn (dalam Subarsono, 2005). Analisis Kebijakan Publik, Yogya-karta: Pustaka Pelajar

Narbuko, Cholid. (2003).5ed. Metodologi Penelitian. Bumi Aksara. Jakarta.

Neisser, U. (1968). Cultural and Cognitive Discontinuity, Theory in Anthropology. London: Routledge&Kegan Paul.

Nugroho, Riant. 2008. Public Policy. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Poerwanto, Hari. (2000). Kebudayaan dan Lingkungan dalam Perspektif Antropologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Berkowitz, B & Eisenber, M 2006, What is the big6? Di unduh dari http://www.big6.com/

Bhandary, KM 2006, Information literacy and librarian’s role. Diunduh dari http://www.tucl.org.np/infliteracy.htm tanggal 27 Juli 2008.

http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2012/05/01/literasi-ekonomi/.htm 27Juli 2018

http://3-sueprizal.blogspot.com/2008/11/definisi-kampung.html) tanggal 27 Juli 2018

http://wikipedia/kampung.html tanggal 27 Juli 2018

http://shvoong.com/social-sciences/education/2238827-pengertian-kampung-desa/#ixzz1wJvkBceH diunduh tanggal 27 Juli 2018

http://www.artikata.com/arti-332746-kampung.html diunduh tanggal 27 Juli 2018

Page 14: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

14

Page 15: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

15

EVALUASI KEBERMANFAATAN BANTUAN SARANA PRASARANA LEMBAGA KURSUS

DAN PELATIHAN DI JAWA TENGAH

TAHUN 2015 – 2017

Melati Indri Hapsari, Agus wahyono, Birowo Dwi Condro, Retno Wihartati Pamong Belajar PP PAUD dan Pendidikan Masyarakat

Jawa Tengah

Abstrak

Program bantuan sarana prasarana diharapkan dapat lebih memperkuat keberadaan lembaga kursus dan pelatihan untuk pengembangan dan peningkatan kapasitas dalam rangka meningkatkan mutu dan perluasaan akses layanan pendidi-kan bagi masyarakat. Program yang sudah diluncurkan oleh Direktorat Jenderal PAUD dan Pendidikan Masyarakat sejak tahun 2011 tersebut memang dilakukan monitoring tetapi belum dilaksanakan secara intensif untuk melihat kondisi pelaksa-naan program bantuan sarana prasarana di lapangan. Penelitian dan pengkajian ini berfungsi sebagai evaluasi terhadap hasil dan dampak pelaksanaan program bantuan sarana prasarana kursus dan pelatihan. Penelitian dan pengkajian dilakukan terhadap berbagai komponen pendukung pelaksanaan program dan dampaknya bagi pening-katan peran lembaga kursus dan pelatihan dalam melayani masyarakat.

Tujuan penelitian bertujuan untuk 1) Mendeskripsikan pengelolaan program bantuan sarana prasarana kursus dan pelatihan di Jawa Tengah tahun 2015-2017, 2) Mendeskripsikan kebermanfaatan program bantuan sarana prasarana kursus dan pelatihan di Jawa Tengah tahun 2015-2017, 3) Mendeskripsikan kendala yang dihadapi oleh LKP dalam mengelola program bantuan sarana prasarana kursus dan pelatihan di Jawa Tengah tahun 2015-2017, 4) Menganalisis dampak program bantuan sarana prasarana kursus dan pelatihan di Jawa Tengah tahun 2015-2017 terhadap perkembangan LKP.

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian evaluasi, dengan pertim-bangan rancangan ini sesuai dengan karakteristik analisis penelitian yang bersifat deskriptif dan evaluatif. Penelitian ini dilaksanakan di LKP yang menerima bantuan sarana prasarana kursus dan pelatihan, khususnya LKP yang berdomisili di Jawa Ten-gah tahun 2015 - 2017. Jumlah LKP yang menerima bantuan sarana prasarana kur-sus dan pelatihan tahun 2015 – 2017 untuk Jawa Tengah sebanyak 42 LKP. Sampel penelitian ini sebanyak 26 lembaga yang ditentukan dengan teknik random sampling. Subyek penelitian adalah pihak yang terkait dengan pelaksanaan program bantuan sarana prasarana kursus dan pelatihan serta pihak yang memanfaatkan sarana prasa-rana tersebut, yang antara lain Pimpinan LKP, Tenaga Kependidikan LKP, Pendidik, Peserta didik dan atau masyarakat pengguna sarana prasarana. Penelitian ini dilaksanakan mulai Bulan Juli 2018. Data penelitian ini adalah data kuantitatif dan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi didukung oleh wawancara mendalam, kueisioner dan studi dokumentasi. Teknik analisis data yang dipergunakan adalah teknik analisis data kuantitatif dan kualitatif.

Pelaksanaan program bantuan sarana prasarana kursus dan pelatihan mulai dari perencanaan sampai dengan pendampingan teknis dan pemantauan berjalan dengan baik. Apabila ada hambatan dapat diselesaikan dengan segera. Faktor penghambat antara lain kurang perawatan, pengawasan pemakaian, perbaikan setelah aus. Faktor pendukung antara lain pelaksanaan kursus yang terus menerus dan aktif, kerja sama dengan pihak lain, kreativitas instruktur dalam penggunaan sara-na. Tingkat kebermanfaatan dilihat dari intensitas penggunaan sarana adalah enam kali seminggu, lima kali seminggu, satu kali seminggu. Intensitas tersebut tergantung jadwal pembelajaran masing-masing LKP (sesuai dengan jumlah peserta didik dan sarana prasarana serta kesepakatan dengan peserta didik). Untuk keberfungsian sa-rana sudah sangat tepat karena sarana yang ada membantu kesuksesan proses pem-belajaran dan sesuai dengan kebutuhan lembaga.Dampak program bantuan sarana prasarana kursus dan pelatihan sudah dapat dillihat dengan terjadi peningkatan jumlah peserta didik yang dilayani dengan adanya penambahan sarana dari program bantuan sarana prasarana kursus dan pelatihan. Demikian juga dengan jumlah kerja sama semakin meningkat.

Kata Kunci: Kebermanfaatan, Sarana Prasarana, LKP

Page 16: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

16

A. PENDAHULUAN

Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat memiliki

berbagai kebijakan diantaranya adalah revitalisasi satuan PAUD dan Pendidikan Masyarakat,

melalui pemberian bantuan terhadap lembaga kursus dan pelatihan dalam bentuk bantuan sara-

na prasarana kursus. Kebijakan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan

kepada peserta didik kursus. Optimalisasi keberadaan dan pemanfaatan sarana prasarana lem-

baga kursus dan pelatihan yang berasal dari program bantuan sarana prasarana perlu dilakukan

agar tujuan pemberian bantuan tersebut dapat tercapai.

Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) sudah seyogyanya menjadi satuan pendidikan

yang berkualitas dan sejajar dengan satuan pendidikan lainnya. Pentingnya kualitas setiap satu-

an pendidikan telah dijelaskan dalam 8 Standar Nasional Pendidikan (SNP) sesuai dengan Per-

aturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yang telah

diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013.

Pengembangan sarana prasarana LKP sangat penting karena menurut para ahli pen-

didikan ada lima faktor yang dapat mempengaruhi pelaksanaan pendidikan yaitu pendidik,

peserta didik, tujuan, alat dan lingkungan. Ketidakadaan salah satu faktor saja dari faktor terse-

but, maka tidak mungkin terjadi proses belajar mengajar. Dengan 5 faktor tersebut, proses bela-

jar mengajar dapat dilaksanakan walaupun kadang-kadang dengan hasil yang minimal pula.

Hasil tersebut dapat ditingkatkan apabila ada sarana penunjang, yaitu faktor fasilitas/sarana dan

prasarana pendidikan (Sabri, 1999: 7). Sehingga indikator kualitas lembaga kursus dan pelati-

han adalah terpenuhinya sarana dan prasarana yang memadai, atau selarasnya antara

peralatan belajar yang digunakan di LKP dengan peralatan kerja yang digunakan di Dunia

Usaha dan Dunia Industri (DUDI). Tidak selarasnya peralatan tersebut akan menjadikan LKP

sebagai lembaga yang hanya menghasilkan supply, bukan memenuhi demand.

Menurut standar sarana dan prasarana yang dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan

dengan Peraturan Menteri, garis besarnya antara lain (Mulyasa, 2006: 45) (1) Setiap satuan

pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidi-

kan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai serta perlengkapan lain yang diper-

lukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan; (2) Setiap satuan

pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan, satuan

pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang

bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolah raga,

tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi dan ruang/tempat lain yang diperlukan un-

tuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan; (3) Standar keragaman

jenis peralatan laboratorium, ilmu pengetahuan alam (IPA), laboratorium bahasa, laboratorium

komputer, dan peralatan pembelajaran lain pada satuan pendidikan dinyatakan dalam daftar

yang berisi jenis minimal peralatan yang harus tersedia; (4) Standar jumlah peralatan di atas,

dinyatakan dalam rasio minimal jumlah peralatan per peserta didik.

Program bantuan sarana prasarana ini diharapkan dapat lebih memperkuat

keberadaan lembaga kursus dan pelatihan untuk pengembangan dan peningkatan kapasitas

dalam rangka meningkatkan mutu dan perluasaan akses layanan pendidikan bagi masyarakat.

Program yang sudah diluncurkan oleh Direktorat Jenderal PAUD dan Pendidikan Masyarakat

sejak tahun 2011 tersebut memang dilakukan monitoring tetapi belum dilaksanakan secara in-

tensif untuk melihat kondisi pelaksanaan program bantuan sarana prasarana di lapangan.

Page 17: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

17

Penelitian dan pengkajian ini berfungsi sebagai evaluasi terhadap hasil dan dampak

pelaksanaan program bantuan sarana prasarana kursus dan pelatihan. Penelitian dan

pengkajian dilakukan terhadap berbagai komponen pendukung pelaksanaan program dan dam-

paknya bagi peningkatan peran lembaga kursus dan pelatihan dalam melayani masyarakat.

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah.

1. Bagaimana pengelolaan program bantuan sarana prasarana kursus dan pelatihan di Jawa

Tengah tahun 2015-2017 oleh LKP?

2. Bagaimana pemanfaatan program bantuan sarana prasarana kursus dan pelatihan di Jawa

Tengah tahun 2015-2017 oleh LKP?

3. Bagaimana kendala yang dihadapi oleh LKP dalam mengelola program bantuan sarana

prasarana kursus dan pelatihan di Jawa Tengah tahun 2015-2017?

4. Bagaimana dampak program bantuan sarana prasarana kursus dan pelatihan tahun 2015-

2017 terhadap perkembangan LKP?

Tujuan penelitian bertujuan untuk.

1. Mendeskripsikan pengelolaan program bantuan sarana prasarana kursus dan pelatihan di

Jawa Tengah tahun 2015-2017.

2. Mendeskripsikan kebermanfaatan program bantuan sarana prasarana kursus dan pelatihan

di Jawa Tengah tahun 2015-2017.

3. Mendeskripsikan kendala yang dihadapi oleh LKP dalam mengelola program bantuan

sarana prasarana kursus dan pelatihan di Jawa Tengah tahun 2015-2017.

4. Menganalisis dampak program bantuan sarana prasarana kursus dan pelatihan di Jawa

Tengah tahun 2015-2017 terhadap perkembangan LKP.

Manfaat penelitian ini adalah.

1. Bagi Lembaga Kursus dan Pelatihan

Bahan masukan untuk meningkatkan pemanfaatan sarana prasarana yang diperoleh dari

program bantuan sarana prasarana agar bermanfaat secara maksimal bagi kepentingan

pendidikan masyarakat.

2. Bagi PP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Tengah

Memperoleh informasi tentang kebermanfaatan program bantuan sarana prasarana kursus

dan pelatihan sehingga memperoleh bahan rekomendasi bagi kebijakan program dalam

rangka peningkatan mutu layanan PAUD dan Pendidikan Masyarakat.

3. Bagi Direktorat Jenderal PAUD dan Pendidikan Masyarakat

Bahan masukan terkait kebijakan pelaksanaan program bantuan sarana prasarana kursus

dan pelatihan dalam rangka perbaikan program itu sendiri.

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian evaluasi, dengan pertimbangan

rancangan ini sesuai dengan karakteristik analisis penelitian yang bersifat deskriptif dan evalu-

atif. Jenis penelitian ini dipilih karena tujuan penelitian ini untuk mengetahui tingkat keber-

manfaatan program bantuan sarana prasarana kursus dan pelatihan, dampak dan faktor-faktor

yang mempengaruhinya program bantuan sarana prasarana kursus dan pelatihan sehingga

dapat diperoleh bahan rekomendasi bagi pelaksanaan program pengembangan sarana prasara-

na di masa mendatang.

Page 18: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

18

Penelitian ini dilaksanakan di LKP yang menerima bantuan sarana prasarana kursus

dan pelatihan, khususnya LKP yang berdomisili di Jawa Tengah tahun 2015 - 2017. Jumlah LKP

yang menerima bantuan sarana prasarana kursus dan pelatihan tahun 2015 – 2017 untuk Jawa

Tengah sebanyak 42 LKP. Sampel penelitian ini sebanyak 26 lembaga yang ditentukan dengan

teknik random sampling.

Subyek penelitian adalah pihak yang terkait dengan pelaksanaan program bantuan sara-

na prasarana kursus dan pelatihan serta pihak yang memanfaatkan sarana prasarana tersebut,

yang antara lain Pimpinan LKP, Tenaga Kependidikan LKP, Pendidik, Peserta didik dan atau

masyarakat pengguna sarana prasarana. Penelitian ini dilaksanakan mulai Bulan Juli 2018.

Data penelitian ini adalah data kuantitatif dan kualitatif yang berasal dari variabel

program bantuan sarana prasarana, tingkat kebermanfaatan dan faktor-faktor penghambat

maupun pendukung pemanfataan sarana prasarana serta dampak program bantuan sarana

prasarana kursus dan pelatihan. Sumber data adalah subjek dari mana data dapat diperoleh.

Untuk mempermudah mengidentifikasi sumber data, maka peneliti mengklasifikasikan sumber

data yang digunakan dalam penelitian ini menjadi 3 (tiga), yaitu.

1. Person, yaitu pengelola LKP, tenaga kependidikan, pendidik, peserta didik dan atau

masyarakat pengguna sarana prasarana.

2. Paper, yaitu dokumen-dokumen yang terkait program bantuan sarana prasarana lembaga

kursus dan pelatihan.

3. Place, yaitu LKP yang menerima bantuan sarana prasarana kursus dan pelatihan.

Teknik pengumpulan data merupakan alat-alat pengukuran yang diperlukan dalam

melaksanakan suatu penelitian. Data yang akan dikumpulkan dapat berupa angka-angka

keterangan tertulis, informasi lisan dan berbagai ragam fakta yang berhubungan dengan fokus

penelitian yang akan diteliti. Berkaitan dengan pengertian teknik pengumpulan data dan wujud

data yang dikumpulkan, maka ada teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi

didukung oleh wawancara mendalam, kueisioner dan studi dokumentasi.

Teknik analisis data yang dipergunakan adalah teknik analisis data kuantitatif dan

kualitatif. Kriteria utama untuk menjamin keterpercayaan/kebenaran hasil penelitian Lincoln dan

Guba (dalam Riyanto, 2007) yaitu kredibilitas, dependabilitas, konfirmabilitas, transferabilitas.

C. PEMBAHASAN

Sampel penelitian pengkajian ini sebanyak 26 lembaga. Lembaga-lembaga yang

mendapatkan bantuan sarana prasarana yang menjadi sampel penelitian adalah lembaga yang

mendapatkan bantuan sarana prasarana tahun 2015 sebanyak 4 lembaga (15%), tahun 2016

sebanyak 15 lembaga (58%), tahun 2016 sebanyak 7 lembaga (27%).

Gambar 1. Diagram Tahun Perolehan Bantuan Sarana Prasarana

Page 19: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

19

Untuk status akreditasi diketahui sebanyak 26 lembaga yang menjadi sampel diketahui

bahwa sebanyak 21 lembaga (81%) telah terakreditasi dan sebanyak 5 lembaga (19%) belum

terakreditasi. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Diagram Status Akreditasi Lembaga Sampel Penelitian

Selanjutnya di bawah ini informasi terkait jenis kursus yang telah menerima bantuan

sarana prasarana kursus dan pelatihan dapat dilihat pada gambar 3. Diketahui bahwa program

tata busana sebanyak 5 lembaga (19%), menjahit garmen sebanyak 4 lembaga (15%), komputer

desain grafis sebanyak 5 lembaga (19%), tata boga sebanyak 1 lembaga (4%), teknisi HP

sebanyak 1 lembaga (4%), bahasa sebanyak 3 lembaga (11%), perikanan sebanyak 1 lembaga

(4%), asisten perawat sebanyak 2 lembaga (8%), aplikasi perkantoran sebanyak 1 lembaga

(4%), komputer sebanyak 2 lembaga (8%) dan tata kecantikan rambut sebanyak 1 lembaga

(4%).

Gambar 3. Diagram Jenis Kursus Sampel Penelitian

1. Perencanaan

Perencanaan merupakan faktor penting dalam suatu kegiatan. Perencanaan pada pro-

gram bantuan sarana prasarana kursus dan pelatihan ini terdiri dari indikator sosialisasi pro-

gram (waktu, petunjuk teknis, lokasi), penyusunan proposal (verifikasi dan rekomendasi,

pengiriman), proses penetapan penerima (verifikasi lapangan, penandatanganan akad kerja

sama, pembekalan teknis).

Sosialisasi program dilaksanakan oleh Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan

Direktorat Jenderal PAUD dan Pendidikan Masyarakat. Sosialisasi dilaksanakan melalui

berbagai cara antara lain melalui rapat koordinasi, website. Informasi program bantuan

sarana prasarana bagi pengembangan LKP diperoleh lembaga sasaran beraneka ragam

waktunya. Hal tersebut tergantung dari mana dan dengan cara apa lembaga sasaran terse-

Page 20: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

20

but mendapatkan informasi. Rata-rata lembaga sasaran terutama yang telah mendapatkan

bantuan mendapatkan informasi pada pertengahan tahun antara Bulan Juni – Agustus. Hal

tersebut sesuai dengan informasi yang diperoleh dari beberapa responden. Pernyataan

pimpinan LPP Unistama Salatiga mendukung informasi tersebut.

“Saya mendapatkan informasi terkait dengan bantuan untuk sarana prasaran ini dari website

sekitar bulan Juni 2016,” (Ahmadi, Pimpinan LPP Unistama Salatiga).

Penyaluran bantuan program pasti didukung dengan adanya NSPK. Demikian juga

dengan pogram bantuan sarana prasarana bagi Pengembangan LKP juga didukung dengan

NSPK dalam bentuk Petunjuk Teknis. Petunjuk teknis dikeluarkan oleh Direktorat Pem-

binaan Kursus dan Pelatihan. Petunjuk teknis ini berguna sebagai pedoman bagi penyalur

bantuan dan penerima bantuan. Petunjuk teknis ini berisi persyaratan dan prosedur pelaksa-

naan bantuan sarana prasarana bagi pengembangan LKP. Petunjuk teknis yang ada sudah

sangat dipahami oleh lembaga sasaran penerima bantuan. Hal tersebut sesuai dengan be-

berapa pernyataan di bawah ini.

“Juknis sangat mudah dipahami sudah ada blangko yang jelas, langkah-lanngkahnya juga

jelas,” (Eko Fajar Supriyanto, S.Kom, Pimpinan LKP Dipcom Kudus).

Lokasi sosialisasi tergantung siapa yang melakukan sosialisasi. Sebagian besar soisial-

isasi dilakukan oleh Dinas Pendidikan kabupateb/kota, sehingga pelaksanaan sosialisasi

dilakukan di kantor dinas pendidikan kabupaten/kota.

Langkah selanjutnya untuk perencanaan adalah penyusunan proposal. Penyusunan

proposal perlu mendapat verifikasi dan rekomendasi dari dinas pendidikan kabupaten/kota.

Menurut lembaga yang mengajukan, verifikasi dan rekomendasi sangat mudah didapat dari

dinas pendidikan kabupaten/kota. Hal tersebut seperti pernyataan di bawah ini.

“Kami di Salatiga sangat mudah mendapatkan rekomendasi untuk mengajukan bantuan

apalagi kalau itu memang dibutuhkan oleh lembaga,” (Nevi Wiandini, Pendidik LKP Arvian

Salatiga).

Pengiriman proposal dilakukan menggunakan jasa pos dan dilakukan tepat waktu

sesuai dengan petunjuk teknis yang ada.

Tahapan perencanaan selanjutnya adalah proses penetapan penerima. Proses peneta-

pan penerima diawali dengan verifikasi lapangan. Untuk verifikasi lapangan berdasarkan

proposal yang diajukan dilakukan oleh Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan. Informa-

si tersebut didapat dari buku tamu dan responden.

Untuk penandatanganan akad kerja sama bagi penerima bantuan sarana prasarana

bagi pengembangan LKP dilakukan sekalian dengan pembekalan teknis. Penandatanganan

akad kerja sama dilakukan bersama-sama dengan semua penerima bantuan sarana

prasarana bagi pengembangan LKP.

2. Pelaksanaan

Pelaksanaan pada program bantuan sarana prasarana kursus dan pelatihan ini terdiri

dari indikator penyediaan dan penataan ruang untuk penempatan barang/peralatan bantuan

sarana prasarana kursus dan pelatihan (kesiapan ruang untuk sarana prasarana kursus dan

pelatihan, luas ruangan, daya tampung ruangan), barang/peralatan yang diterima (jenis ba-

rang, kuantitas barang, kualitas barang, kesesuaian), pemanfaatan barang/peralatan

bantuan sarana prasarana kursus dan pelatihan (jadwal, jumlah peserta didik, pemanfaatan

Page 21: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

21

lainnya, pengadaan bahan pendukung), perawatan barang/peralatan bantuan sarana

prasarana kursus dan pelatihan (pelaksana, jadwal dan biaya).

Tahapan pelaksanaan dimulai dari penyediaan dan penataan ruang untuk penempatan

barang/peralatan revitalisasi. Untuk kesiapan ruang untuk sarana revitalisasi, semua lem-

baga yang mendapatkan program revitalisasi sarana bagi pengembangan LKP telah me-

nyiapkan ruangan yang layak bagi penempatan sarana yang akan diperolehnya. Kondisi

tersebut sesuai dengan pernyataan dari pendidik pada LKP Pincom Rembang di bawah ini.

“Lembaga sudah menyiapkan ruang untuk penempatan alat,” (Tata Ragraita, Pendidik LKP

Pincom Rembang).

Rata-rata LKP menyediakan ruangan yang memiliki daya tampung yang sesuai dengan

jumlah sarana, pendidik dan peserta didik. Sehingga ruangan memadai sehingga nyaman

untuk proses pembelajaran. Kondisi tersebut didukung oleh pernyataan pendidik dari LKP

Pincom Kabupaten Rembang.

“Ruangan memadai tidak sempit sehingga sesuai, tenang dan nyaman,” (Tata Ragraita,

Pendidik LKP Pincom Rembang).

Namun ada LKP yang belum menyediakan ruangan layak untuk proses pembelajaran

dan tempat sarana prasarana. Infomarsi tersebut diperoleh dari pendidik LKP Bina Insani

Kabupaten Magelang.

“Luas kelas dan lab bahasa kurang memadai untuk banyak orang karena sempit dan tidak

nyaman,” (Rio Kusuma Nanda, Pendidik LKP Bina Insani Kabupaten Magelang).

Selanjutnya adalah penerimaan barang/peralatan. Untuk semua LKP yang mendapat-

kan bantuan, spesifikasi dan kuantitas barang yang diterima sama dengan spesifikasi dan

kuantitas barang yang ada di akad kerja sama. Namun ada satu LKP yang melakukan

pengadaan sendiri yang memperoleh jumlah dan spesifikasi yang tidak sesuai dengan akad

kerja sama. Hal tersebut dikarena jenis barang dari merk dan serinya sudah tidak dijual di

toko, sedangkan jumlahnya tidak sesuai karena harganya sudah berbeda. Hal tersebut

sesuai dengan pernyataan dari pimpinan lembaga LPP Vidya Persada Grobogan.

“Barang yang datang tidak sesuai dengan akad kerja sama karena sudah tidak tersedia di

toko dan jumlahnya pun berkurang karena ada kenaikan harga,” (Melias Seloaji, Pimpinan

LPP Vidya Persada Grobogan).

Sedangkan kualitas barang dalam kondisi baik semua. Ada satu LKP yang

mendapatkan bantuan sarana prasarana kursus dan pelatihan tahun 2015 yang langsung

didrop dari Jakarta ada kerusakan barang ketika diterima (dinamo rusak) yaitu di LKP

Kartika Gama Kabupaten Purbalingga. Sesuai dengan pernyataan pimpinannya Bapak

Harsono.

“Bantuan langsung didrop dari Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan pada saat

diterima ada satu dinamo mesin jahit yang rusak sehingga harus diservis,” (Harsono,

Pimpinan LKP Kartika Gama Purbalingga).

Semua barang yang diterima telah sesuai dengan kebutuhan LKP masing-masing

sesuai dengan jenis program yang dimiliki LKP. Beberapa LKP menambah sendiri sarana

prasarana yang dibutuhkan untuk melengkapi bantuan sarana yang telah diterima, misalnya

pembelian komputer, printer, proyektor, dan almari untuk menyimpan sarana yang telah

diterima. Hal tersebut sesuai pernyataan di bawah ini.

“Ada yaitu lemari kaca alumunium untuk menempatkan alat kesehatan tersebut, “ (Ahmadi,

Pimpinan LPP Unistama Salatiga).

Page 22: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

22

Setelah barang diterima maka dilihat bagaimana pemanfaatannya. Sarana yang telah

diterima sebagaian besar dimanfaatkan secara maksimal karena memang sangat dibutuh-

kan untuk kegiatan praktek. Ada lembaga yang menggunakan selama 8 jam dan ada lem-

baga yang menggunakan hanya 2 jam sesuai dengan masing-masing jadwal praktek lem-

baga. Seperti pernyataan-pernyataan di bawah ini.

“Sarana bantuan dalam 1 hari dimanfaatkan semua kecuali hari libur,” (Ahmadi, Pimpinan

LPP Unistama Salatiga).

Banyak LKP yang memanfaatkan sarana prasarana bantuan tidak hanya untuk

pembelajaran saja tetapi dimanfaatkan untuk kegiatan lainnya antara lain uji kompetensi,

kegiatan sosial (karang taruna, remaja masjid dan pengobatan gratis), kegiatan ekonomi

(menerima jasa pemotretan dan cetak foto, pembuatan undangan, menerima jahitan),

pameran, magang. Pemanfaatan tambahan tersebut dapat diketahui dari hasil observasi

yang dilakukan peneliti selama penelitian.

Personil pelaksana yang memanfaatkan sarana prasarana dalam penelitian ini terdiri

dari indikator ketercukupan sarana prasarana, kemudahan menggunakan, kondisi sarana

prasarana setelah dimanfaatkan, petugas perawatan sarana prasarana, kemampuan

pendidik menggunakan sarana prasarana, mekanisme pemanfaatan sarana prasarana,

pengguna sarana prasarana dilatih dahulu sebelum memanfaatkannya. Berdasarkan hasil

rata-rata jawaban responden terhadap personil pelaksana yang memanfaatkan sarana

prasarana adalah 32,29. Kriteria/kategori yang dibuat peneliti untuk menentukan personil

pelaksana yang memanfaatkan sarana prasarana adalah sebagai berikut.

Kurang : 11 – 18,25

Cukup : 18,26 – 26

Baik : 26,01 – 33,26

Sangat baik : 33,27 – 44

Sehingga nilai rata-rata pendapat responden terhadap sebesar 32,29 tersebut

termasuk ke dalam kriteria/kategori baik. Hal tersebut didukung pernyataan dari salah satu

responden di bawah ini.

“Sangat efektif dengan sarana prasarana tersebut pihak lembaga tidak melakukan

peminjaman atau sewa di tempat lain,” (Ahmadi, Pimpinan LPP Unistama Salatiga).

Untuk perawatan barang/peralatan bantuan setiap LKP mempunyai kebijakan yang ber-

beda-beda dan sesuai dengan jenis barang/peralatan yang diperoleh. Untuk petugas yang

melakukan perawatan setiap LKP juga berbeda-beda antara lain tenaga kependidikan, pen-

didik, teknisi, peserta didik, bahkan ada LKP yang semua pihak yang memanfaatkan sarana

dan peralatan harus melakukan perawatan. Jadwal perawatan dilakukan sesuai dengan

jenis sarana dan peralatan, setelah dipakai dirawat, satu bulan sekali, bahkan ada yang tidak

terjadwal karena perawatan dilakukan apabila ada kerusakan.

Untuk biaya perawatan dari LKP dari biaya kursus yang diperoleh LKP. Biaya tergan-

tung jenis perawatan dan kerusakan yang dialami LKP. Biaya berkisar antara Rp. 50.000,00

– Rp. 500.000,00. Kondisi tersebut sesuai dengan pernyataan di bawah ini.

“Rp. 300.000,00 dari penyisihan biaya pendidikan yang dibayarkan oleh peserta didik,” (Eko

Fajar Supriyanto, S.Kom, Pimpinan LKP Dipcom Kabupaten Kudus).

“Biaya tergantung sesuai sarana perawatan yang digunakan dalam jangka waktu 1 bulan,

biaya didapat dari bulanan siswa,” (Ahmadi, Pimpinan LPP Unistama Salatiga).

Page 23: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

23

3. Pendampingan Teknis dan Pemantauan

Pendampingan teknis dan pemantauan terdiri dari indikator pendampingan teknis

(pelaksana, waktu dan strategi), pengawasan dan pengendalian (pelaksana, waktu dan

strategi). Pendampingan teknis, pengawasan dan pengendalian dilakukan oleh pihak terkait

antara lain pimpinan lembaga dan petugas dari Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan.

Pendampingan dan pemantauan dilakukan pihak Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelati-

han rata-rata 3 bulan setelah barang tiba di LKP.

4. Tingkat Kebermanfaatan Dan Faktor-Faktor Pendukung Serta Penghambat

Pemanfaatan Sarana Prasarana

Prasarana adalah segala macam peralatan, kelengkapan dan benda-benda yang

digunakan pendidik dan peserta didik untuk memudahkan penyelenggaraan pendidikan.

Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar

Nasional Pendidikan perihal standar minimal prasarana pendidikan mencakup kriteria

minimum prasarana yang terdiri dari lahan, bangunan, ruang-ruang dan instalasi daya dan

jasa yang wajib dimiliki oleh setiap lembaga penyelenggara pendidikan.

Sarana adalah segala macam peralatan yang digunakan pendidik untuk memudahkan

penyampaian materi pelajaran. Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 19

Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan perihal standar minimal prasarana

pendidikan mencakup kriteria minimum sarana yang terdiri dari perabot, peralatan

pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, teknologi informasi dan

komunikasi, serta kelengkapan lain yang wajib dimiliki oleh setiap lembaga penyelenggara

pendidikan.

Variabel tingkat kebermanfaatan dan faktor-faktor pendukung serta penghambat pem-

anfaatan sarana dan prasarana program bantuan sarana prasarana kursus dan pelatihan

terdiri dari indikator efektifitas bahan/alat bantuan dan faktor pendukung dan penghambat.

Efektifitas bahan/alat bantuan dilihat dari intensitas penggunaan dan keberfungsian. Inten-

sitas penggunaan tergantung masing-masing lembaga, antara lain enam kali seminggu, lima

kali seminggu, satu kali seminggu.

Pendukung dan penghambat pemanfaatan sarana prasarana dalam penelitian ini terdiri

dari indikator faktor pendukung dan faktor penghambat. Berdasarkan hasil rata-rata jawaban

responden terhadap pendukung dan penghambat pemanfaatan sarana prasarana adalah

25,36. Kriteria/kategori yang dibuat peneliti untuk pendukung dan penghambat pemanfaatan

sarana prasarana adalah sebagai berikut.

Kurang : 8 – 13

Cukup : 14 – 19

Baik : 20 – 25

Sangat baik : 26 – 32

Sehingga nilai rata-rata pendapat responden terhadap sebesar 25,36 tersebut termasuk

ke dalam kriteria/kategori baik. Setiap program pasti ada penghambat dan pendukung

karena kedua faktor tersebut bagai satu keping mata uang yang akan selalu ada. Demikian

juga dengan pemanfaatan sarana program bantuan sarana prasarana kursus dan pelatihan

mempunyai faktor pendukung dan penghambat.

Faktor penghambatnya antara lain kurang perawatan, pengawasan pemakaian,

perbaikan setelah aus. Selain faktor penghambat sudah barang tentu ada faktor pendukung

Page 24: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

24

antara lain pelaksanaan kursus yang terus menerus dan aktif, kerja sama dengan pihak lain,

kreativitas instruktur dalam penggunaan sarana. Kedua faktor tersebut hendaknya dapat

menjadikan sumber kekuatan penyelenggaraan program sehingga strategi yang

dikembangkan disesuaikan dengan kedua faktor yang dimiliki.

5. Dampak Program Bantuan Sarana Prasarana Kursus Dan Pelatihan

Dampak program bantuan sarana prasarana kursus dan pelatihan dilihat dari pening-

katan jumlah peserta yang dilayani sebelum dan setelah mendapat bantuan sarana, pening-

katan jaringan kerja sama sebelum dan setelah mendapat bantuan sarana, peningkatan ken-

yamanan peserta didik.

Dampak program bantuan sarana prasarana kursus dan pelatihan terdiri dari indikator

perkembangan sarana prasarana, dampak keberadaan sarana prasarana. Berdasarkan hasil

rata-rata jawaban responden terhadap dampak pemanfaatan sarana prasarana adalah

31,14. Kriteria/kategori yang dibuat peneliti untuk dampak pemanfaatan sarana prasarana

adalah sebagai berikut.

Kurang : 9 – 15,75

Cukup : 15,76 – 22

Baik : 22 – 28,75

Sangat baik : 28,76 – 36

Sehingga nilai rata-rata pendapat responden terhadap sebesar 31,14 tersebut

termasuk ke dalam kriteria/kategori sangat baik.

Peningkatan jumlah peserta yang dilayani dapat dilihat diagram di bawah ini. Huruf A –

Z merupakan kode nama LKP. Rata-rata terjadi peningkatan jumlah peserta didik yang laya-

ni karena ada peningkatan jumlah sarana yang dimiliki.

Gambar 4. Diagram Peningkatan Jumlah Peserta Didik Sebelum dan Setelah

Mendapatkan Program Bantuan Sarana Prasarana Kursus dan Pelatihan

Keterangan.

Sumbu X: LKP

Sumbu Y: Jumlah Peserta Didik

Series 1: Jumlah peserta didik sebelum mendapatkan program bantuan sarana prasarana

kursus dan pelatihan

Series 2: Jumlah peserta didik setelah mendapatkan program bantuan sarana prasarana

kursus dan pelatihan

Peningkatan kerja sama terdapat pada diagram di bawah ini. Semua LKP mempunyai

tambahan mitra kerja sama. Kerja sama yang dilakukan dalam berbagai bentuk antara lain

penempatan kerja, pemagangan, pelatihan, praktek kerja industri, PKL, permintaan tenaga

kerja.

Page 25: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

25

Gambar 5. Diagram Peningkatan Jumlah Kerja Sama Sebelum dan Setelah Mendapat-

kan Program Bantuan Sarana Prasarana Kursus dan Pelatihan

Keterangan.

Sumbu X: LKP

Sumbu Y: Jumlah Kerja Sama

Series 1: Jumlah kerja sama sebelum mendapatkan program bantuan sarana prasarana

kursus dan pelatihan

Series 2: Jumlah kerja sama setelah mendapatkan program bantuan sarana prasarana

kursus dan pelatihan

D. PENUTUP

1. Kesimpulan

a. Pelaksanaan program bantuan sarana prasarana kursus dan pelatihan mulai dari

perencanaan sampai dengan pendampingan teknis dan pemantauan berjalan dengan

baik. Apabila ada hambatan dapat diselesaikan dengan segera.

b. Faktor penghambat antara lain kurang perawatan, pengawasan pemakaian, perbaikan

setelah aus. Faktor pendukung antara lain pelaksanaan kursus yang terus menerus

dan aktif, kerja sama dengan pihak lain, kreativitas instruktur dalam penggunaan sara-

na.

c. Tingkat kebermanfaatan dilihat dari intensitas penggunaan sarana adalah enam kali

seminggu, lima kali seminggu, satu kali seminggu. Intensitas tersebut tergantung jad-

wal pembelajaran masing-masing LKP (sesuai dengan jumlah peserta didik dan

sarana prasarana serta kesepakatan dengan peserta didik). Untuk keberfungsian sa-

rana sudah sangat tepat karena sarana yang ada membantu kesuksesan proses pem-

belajaran dan sesuai dengan kebutuhan lembaga.

d. Dampak program bantuan sarana prasarana kursus dan pelatihan sudah dapat dillihat

dengan terjadi peningkatan jumlah peserta didik yang dilayani dengan adanya

penambahan sarana dari program bantuan sarana prasarana kursus dan pelatihan.

Demikian juga dengan jumlah kerja sama semakin meningkat.

2. Rekomendasi

a. Bagi Direktorat Jenderal PAUD dan Pendidikan Masyarakat

1) Perlu peningkatan jumlah sasaran penerima bantuan sarana prasarana kursus

dan pelatihan terutama untuk LKP yang mempunyai peserta didik banyak tetapi

kekurangan sarana pembelajaran dalam rangka pemenuhan kebutuhan.

Page 26: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

26

2) Perlu pemberian bantuan sarana prasarana bagi LKP yang mempunyai

diversifikasi program kursus dalam rangka peningkatan kapasitas sarana

prasarana yang dimiliki.

3) Pemberian bantuan sarana prasarana hendaknya juga didampingi dengan

pembiayaan untuk perawatan sarana prasarana.

4) Hal-hal yang perlu direview di Petunjuk Teknis Program Bantuan Sarana

Prasarana bagi LKP: Persyaratan seleksi diprioritaskan LKP yang terdaftar di

DAPODIK PAUD dan Dikmas dan terakreditasi dalam rangka penjaminan mutu,

besarnya bantuan diberikan kepada LKP yang mempunyai jumlah peserta didik

yang banyak, persyaratan penentuan besarnya anggaran bantuan sarana

prasarana yang akan didapat LKP dijelaskan secara jelas di petunjuk teknis.

b. Bagi Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota

Pendampingan bagi LKP dalam bentuk supervisi dan bantuan pendukung sarana

yang belum ada dalam bentuk bantuan yang berasal dari APDB masing-masing.

c. Bagi LKP

1) Pengadaan program bantuan sarana prasarana disesuaikan dengan sarana

prasarana yang digunakan oleh pengguna lulusan.

2) Penyediaan anggaran untuk biaya perawatan dan perbaikan sarana agar sarana

yang diperoleh dapat digunakan secara maksimal dan dalam jangka waktu yang

lama.

3) Pemanfaatan secara maksimal bantuan sarana prasarana yang diperoleh tidak

hanya untuk proses pembelajaran tapi juga untuk kegiatan ekonomi dan sosial.

DAFTAR PUSTAKA

Miles, M.B & Huberman, A.M. 1984. Qualitativ Data Analisis. Berverly Hill: Sage Publication Inc

Mulyasa. 2004. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Penerbit PT. Remaja Rosdakarya

Mulyasa. 2006. Kurikulum yang Disempurnakan. Bandung: Penerbit PT. Remaja Rosdakarya

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

Page 27: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

27

EFEKTIFITAS PEMANFAATAN DANA BANSOS PENDIDIKAN KECAKAPAN WIRAUSAHA

(PKW) DI PROVINSI JAWA TENGAH 2017

Heru Priambodo, M.Kom., Ana Kristiani, M.Pd Agus Wijatmoko, M.Pd., Tatiek Dyah Wardani, M.Kes

Pamong Belajar PP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Tengah

Abstrak

Dana bansos sudah disalurkan kepada masyarakat selama beberapa tahun untuk membantu mengatasi kemiskinan dan pengangguran yang ada di Indonesia. Pemanfaatan dana bansos perlu dievaluasi untuk mengetahui sejauhmana tingkat kerberhasilan program dan menyusun rekomendasi kebijakan di masa yang akan datang.

Tujuan dari pengkajian ini adalah untuk mengetahui tingkat efektifitas pemanfaatan dana bansos PKW yang disalurkan oleh Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan di Provinsi Jawa Tengah periode tahun 2017. Untuk mengetahui tingkat efektifitas penyaluran dana PKW dilihat dari komponen proses dan dampak kegiatan secara keseluruhan.

Sumber data penelitian ini terdiri dari satuan pendidikan LKP dan PKBM yang menerima dana bansos PKW tahun 2017 di provinsi Jawa Tengah. Responden pengkajian ini adalah pengelola dan alumni program PKW baik yang sudah dan yang belum merintis usaha. Populasi penelitian ini adalah 148 satuan pendidikan. Karena populasi tersebut terlalu besar, pengkaji mengambil sampel dengan menggunakan teknik purposive random sampling.

Data penelitian ini dikumpulkan dengan cara mengumpulkan informasi melalui kuisioner, wawancara, dokumentasi dan observasi satuan pendidikan penerima dana bansos PKW. Selanjutnya, data dianalisis dengan menggunakan deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan rancangan gabungan. Data kuantitatif yang diperoleh nantinya diolah secara statistik untuk menjustifikasi efektivitas sebuah program. Sedangkan pendekatan kualitatif digunakan untuk memperoleh beberapa informasi tambahan terkait komponen yang akan diteliti secara lebih mendalam sebagai bahan masukan kepada direktorat terkait.

Hasil pengkajian ini adalah Kebermanfaatan program PKW sangat eefektif dimana 90 % mampu menyelesaikan pelatihan. Program PKW dapat memberikan bekal pengetahuan kewirausahaan, ketrampilan untuk membuka usaha dan menanamkan mindset dan sikap berwirausaha. Dampak PKW terhadap masyarakat cukup efektif dimana 75 % peserta didik dapat merintis usaha, namun berpenghasilan lebih dari UMR setelah setahun merintis usaha kurang efektif.

Merujuk hasil penelitian di atas, dapat disarankan sebagai berikut : 1) diperlukan perbaikan juknis PKW terutama terkait proses perekrutan, metode pembelajaran kewirausahan, anggaran dan waktu pelatihan3) diperlukan pengembangan model pembelajaran kewirausahaan yang implementatif 4) Peningkatan kompetensi pengelola satuan pendidikan penerima dana bansos; 5) Perbaikan model rekrutmen peserta didik 6) Peningkatan efektivitas evaluasi dan monitoring oleh dinas dan direktorat terkait dan arah ketrampilan yang diselenggarakan untuk program PKW sebaiknya mengarah pada industri kreatif 4.0.

Kata kunci : Efektifitas, Pendidikan Kecakapan Wirausaha

1. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kemiskinan dan pengangguran masih menjadi masalah penting yang harus ditangani

dalam pembangunan bangsa dan negara Indonesia. Meskipun, dalam beberapa tahun terakhir,

angka kemiskinan dan pengangguran mengalami penurunan.

Data yang diperoleh dari sakernas, BPS RI Tahun 2017 secara nasional jumlah pengangur

masih berjumlah 7 juta jiwa. Jumlah tersebut sejumlah 2,62 % berasal dari lulusan SD, 5,54%

lulusan SMP, 8,29 % lulusan SMA, 11,41 lulusan SMK, 6,88 lulusan Diploma dan 5,18 % lulusan

SMK.

Page 28: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

28

Sementara itu jumlah penduduk miskin periode September 2016–Maret 2017 mencapai 27,77

juta. Jumlah tersebut penduduk miskin di daerah perkotaan naik sebanyak 188,19 ribu orang (dari

10,49 juta orang pada September 2016 menjadi 10,67 juta orang pada Maret 2017). Sementara, di

daerah perdesaan turun sebanyak 181,29 ribu orang (dari 17,28 juta orang pada September 2016

menjadi 17,10 juta orang pada Maret 2017).

Keadaan tersebut akan memberikan beban tersendiri bagi pemerintah. Tingginya angka putus

sekolah (drop out) atau lulus tidak melanjutkan dapat berdampak pada bertambahnya

kemiskinan dan pengangguran, yang selanjutnya akan dapat memicu munculnya permasalahan

sosial seperti kejahatan, penyalahgunaan narkoba, pergaulan bebas, per- dagangan orang

(trafficking), dan maraknya demo yang anarkis, di masyarakat. Dampak lain dari kemiskinan dan

banyaknya pengangguran adalah lemahnya daya saing bangsa dalam perekonomian dunia.

Dalam rangka mengatasi permasalahan di atas dan mendukung pertumbuhan ekonomi melalui

kewirausahaan maka Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan, Direktorat Jenderal

Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat, Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan memberikan dana bantuan Program Pendidikan Kecakapan Wirausaha (PKW)

bagi masyarakat.

Jumlah dana yang disalurkan tidak sedikit. Tahun 2016 dana PKW disalurkan kepada 1098

satuan pendidikan dengan rata-rata satu lembaga memperoleh dana sekitar 20 orang peserta didik

@Rp. 2.700.000,-. Sedangkan pada tahun 2017 dana PKW disalurkan kepada 538 satuan

pendidikan dengan rata-rata satuan pendidikan memperoleh data sekitar 25 peserta didik @Rp.

2.700.000,-. Dana PKW yang akan disalurkan tahun 2018 kepada masyarakat yang membutuhkan

adalah 47.000 orang tahun 2018 dengan jumlah dana per orangnya berjumlah rata-rata 2,7 juta

rupiah.

Pemanfaatan dana bansos tersebut di atas perlu dievaluasi untuk mengetahui sejauhmana

tingkat kerberhasilan program yang sudah diselenggarakan dan menyusun rekomendasi terkait

kebijakan program yang akan diselenggarakan di masa yang akan datang. Hal ini sangat penting

agar dana yang digulirkan oleh pemerintah dapat secara optimal dimanfaatkan untuk kesejahteraan

masyarakat dan menghindari penyalahgunaan anggaran dalam rangka menciptakan good

government.

Sesuai dengan juknis yang diterbitkan oleh Direktorat pembinaan kursus dan pelatiahan, tujuan

penyelenggaraan Program (PKW) adalah (1) Memberikan bekal pengetahuan, keterampilan, sikap

dan pola pikir berwirausaha melalui kursus dan pelatihan kepada peserta didik; (2) Memotivasi

dan menciptakan rintisan usaha baru serta pendampingan untuk dapat berkembang dan

mampu bermitra dengan dunia usaha dan dunia industri serta instansi terkait.

Sedangkan Indikator keberhasilan Program PKW berdasarkan juknis penyelenggaraan program

PKW adalah (1) minimal 90% dari jumlah peserta didik dapat menyelesaikan Program PKW dengan

tuntas; (2) minimal 75% dari peserta didik yang lulus program PKW dapat merintis usaha; dan (3)

minimal 30% dari peserta didik yang merintis usaha memiliki penghasilan minimal sebesar upah

minimum provinsi/ kabupaten/ kota setempat yang dicapai dalam waktu 6 (enam) bulan.

Efektifitas penyelenggaraan program dievaluasi berdasarkan tujuan dan indikator keberhasilan.

Ketercapaian tujuan dan indikator keberhasilan program PKW menjadi indikator apakah program

tersebut efektif untuk dilanjutkan, dilanjutkan dengan perbaikan ataukah justru dihentikan.

Page 29: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

29

Perumusan Masalah

Rumusan masalah pengkajian efektifitas ini adalah :

1. Bagaimanakah efektifitas proses pelaksanaan program PKW yang diselenggarakan oleh

satuan pendidikan penerima dana ?

2. Bagaimanakah dampak program PKW terhadap keberhasilan peserta didik dalam merintis

usaha ?

Tujuan

Tujuan dari pengkajian adalah

1. Mendeskrisikan tingkat efektifitas pemanfaatan dana bansos PKW yang disalurkan kepada

LKP dan PKBM oleh Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan di provinsi Jawa Tengah

periode tahun 2017.

2. Mendeskripsikan dampak program PKW kepada peserta didik dalam merintis usaha.

Manfaat

1. Bagi Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan

Direktorat kursus dan pelatihan dapat memperoleh gambaran efektifitas pelaksanaan

program PKW yang sudah dilaksanakan sehingga dapat menyusun perencanaan program

kegiatan di masa yang akan datang.

2. Bagi PP PAUD dan Dikmas Jawa Tengah

PP PAUD dan Dikmas memperoleh informasi dan data terkait pelaksaan program PKW

sehingga dapat digunakan untuk perbaikan pelaksaan tugas dan fungsi lembaga serta

penyusunan rekomendasi kebijakan kepada direktorat terkait.

3. Bagi LKP

LKP memperoleh informasi pelaksanaan kegiatan pelaksananaan dana bansos yang

sudah diselenggarakan di LKP sehingga bisa menjadi evaluasi perbaikan pembelajaran

secara mandiri di masa yang akan datang.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Efektivitas

Efektivitas pada dasarnya menunjukkan pada taraf tercapainya hasil, sering atau senantiasa

dikaitkan dengan pengertian efisien, meskipun sebenarnya ada perbedaan diantara keduanya.

Efektivitas menekankan pada hasil yang dicapai, sedangkan efisiensi lebih melihat pada bagaiman

cara mencapai hasil yang dicapai itu dengan membandingkan antara input dan outputnya (Siagaan,

2001: 24). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah suatu keadaan

yang menunjukkan sejauh mana rencana dapat tercapai. Semakin banyak rencana yang dapat

dicapai, semakin efektif pula kegiatan tersebut, sehingga kata efektivitas dapat juga diartikan

sebagai tingkat keberhasilan yang dapat dicapai dari suatu cara atau usaha tertentu sesuai dengan

tujuan yang hendak dicapai.

Pendidikan Kecakapan Wirausaha (PKW)

Pendidikan Kecakapan Wirausaha (PKW) adalah program layanan pendidikan melalui kur-

sus dan pelatihan untuk memberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan sikap berwirausaha

sesuai dengan kebutuhan dan peluang usaha yang ada di masyarakat.

Page 30: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

30

Berkaitan dengan hal tersebut maka pendidikan kewirausahaan masyarakat menerapkan

pendekatan 4 in 1, sebagai berikut.

Gambar1

Diagram Alur 4 In One

Kelompok Usaha

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Mutiara Pertiwi, Suatu kelompok usaha diang-

gap ada dengan syarat (Depsos RI, 2005).

1. Terdiri dari 5-10 anggota kelompok.

2. Ikatan pemersatu. Yang dimaksudkan dengan ikatan pemersatu disini ialah kedekatan tem-

pat tinggal para anggota, serta latar belakang kehidupan budaya anggota, para anggota

memiliki motivasi yang sama, dan keberadaan anggota kelompok tersebut telah tumbuh

berkembang lama.

3. Terdapat struktur dan kepengurusan kelompok usaha yang telah ditetapkan. Struktur yang

terdapat dalam kelompok usaha terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara.

Pendampingan

Pendampingan dapat diartikan sebagai satu interaksi yang terus menerus antara pendamp-

ing dengan anggota kelompok atau masyarakat hingga terjadinya proses perubahan kreatif yang

diprakarsai oleh anggota kelompok atau masyarakat yang sadar diri dan terdidik.

Kerangka Pengkajian

Dari berbagai permasalahan dan kerangka teori yang telah dibangun dapat dirumuskan kerangka

pengkajian efektifitas pemanfaatan dana bansos PKW sebagai berikut ini.

Gambar2

Diagram Kerangka Pengkajian

Page 31: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

31

3. METODE PENELITIAN

Desain Penelitian

Penelitian ini tergolong pada tipe penelitian evaluatif dengan pendekatan mix, yaitu dengan

menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Data kuantitatif yang diperoleh nantinya diolah

secara statistik untuk menjustifikasi efektivitas sebuah program. Sedangkan pendekatan kualitatif

digunakan untuk memperoleh beberapa informasi tambahan terkait komponen yang akan diteliti

secara lebih mendalam sebagai bahan masukan kepada direktorat terkait.

Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Jumlah populasi penelitian ini adalah 148 satuan pendidikan yang menerima dana PKW

dari Direktorat pembinaan kursus dan pelatihan tahun 2017.

2. Sampel

Sampel 25 satuan pendidikan, teknik pengambilan sampel dengan purposive sampling

yaitu satuan pendidikan penerima dana bansos dikelompokkan sesuai dengan kabupaten dan

kota. Pengambilan jumlah sampel masing-masing kelompok satuan pendidikan dilakukan

secara proporsional. Kemudian untuk mengambil sampel masing-masing kualifikasi satuan

pendidikan dilakukan berdasarkan sasaran kabupaten/kota dan jenis program.

Variabel Penelitian dan Pengukurannya

1. Variabel Penelitian

Variabel penilitian ini meliputi proses kegiatan perencanaan kegiatan, pelaksanaan, hasil

dan pendampingan beserta dampak kegiatan bagi peserta didik dalam merintis usaha

2. Skala Pengukuran

Skala pengukuran menggunakan skala likert 5 gradasi Sangat setuju (Skor 5), Setuju

(Skor 4), Ragu-ragu (Skor 3), Tidak setuju (Skor 2) Sangat tidak setuju (Skor 1)

Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan cara menggunakan kuesioner tertutup dan

terbuka terhadap proses perencanaan, pelaksanaan, hasil, pendampingan dan dampak program.

Analisis Data

Analisis data merupakan proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang mudah dibaca,

dipahami dan diinterpretasikan. Untuk menilai masing-masing komponen, maka analisis yang

digunakan yaitu berdasarkan rata-rata (mean) dari masing-masing kriteria.

TABEL 1

KRITERIA PENILAIAN PROSES KEGIATAN

No Interval Interpretasi

1 273 – 325 Sangat efektif

2 221 – 272 efektif

3 169 – 220 Cukup Efektif

4 117 – 168 tidak efektif

5 65 – 116 Sangat tidak efektif

Page 32: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

32

TABEL 2

KRITERIA PENILAIAN DAMPAK PROGRAM

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

1. Proses Pelaksanaan Program

Deskripsi statistik efektifitas pemanfaatan dana bansos PKW tahun 2017 di propinsi jawa

tengah adalah sebagai berikut :

TABEL 3

Statistic

Berdasarkan tabel di atas nilai terendah yang diperoleh melalui kuisioner adalah 186 dan

nilai tertinggi adalah 320 sedangkan mean yang diperoleh adalah 276,96. Distribusi frekuensi

skor penilaian terhadap pemanfaatan dana bansos PKW dapat dilihat dalam tabel di bawah ini

TABEL 4

PEMANFAATAN DANA PKW

No Interval Interpretasi

1 Di atas 85 % Sangat Efektif

2 75 % - 84 Efektif

3 65 % - 74 % Cukup Efektif

4 55 % - 64 % Kurang efektif

5 Di bawah 24 % Tidak Efektif

Page 33: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

33

Dari 30 lembaga penerima dana bansos PKW tahun 2017 diperoleh informasi bahwa

pemanfaatan dana bansos sangat efektif (rata-rata 276,96 antara range 274 – 325). Secara

rinci, variasi kriteria penilaian peserta yang disajikan dalam tabel di atas dimana terlihat tidak

ada peserta (0%) yang menyatakan tidak efektif, tidak ada peserta yang menyatakan kurang

efektif (0%), 3 peserta menyatakan cukup efektif (10%), 9 peserta (30%) menyatakan efektif dan

sisanya 18 menyatakan sangat efektif.

2. Dampak Program

a. Kemampuan merintis usaha

Indikator keberhasilan program adalah 75 % peserta didik dapat merintis usaha cukup

efektif. Prosentase alumni yang mampu merintis usaha sebesar 68 %.

b. Penghasilan Peserta didik

Indikator dalam juknis PKW adalah 30 % Peserta didik dapat merintis usaha dan

berpenghasilan minimal UMR kabupaten/kota setempat.

Hasil dari kuesioner terbuka yang digunakan sebagai panduan wawancara diperoleh hasil

sebagai berikut :

TABEL 5

STATISTICS

Hasil yang diperoleh dari 35 alumni program PKW diperoleh bahwa rata-rata penghasilan per

orang adalah Rp. 898.571,43,- . Sedangkan rata-rata UMR di Jawa Tengah tahun 2017 adalah RP

1.456.057,- Penghasilan rata-rata peserta didik masih 62 % dari UMR Jawa Tengah. Dengan

demikian dampak penghasilan program dalam kategori kurang efektif. Sehingga perlu perbaikan

perbaikan di masa yang akan datang.

TABEL 6

PENGHASILAN

Page 34: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

34

Pembahasan

Tujuan program PKW adalah 1) memberikan bekal pengetahuan kewirausahaan kepada

peserta didik; 2) Memberikan bekal keterampilan di bidang produksi barang/jasa kepada peserta

didik 3) Menanamkan pola pikir (mindset) dan sikap berwirausaha kepada peserta didik. Ketiga

tujuan pendidikan wirausaha sudah tercapai. Namun demikian dalam proses merintis usaha peserta

didik di kehidupan nyata peserta didik masih menemui banyak kendala.

Hasil yang diperoleh dari penelitian menunjukkan bahwa, pelaksanaan program PKW di

Propinsi Jawa Tengah Tahun 2017 sudah Sangat Efektif. Secara lebih terperinci kegiatan

perencanaan dalam kategori sangat efektif, kegiatan pelaksanaan termasuk dalam kategori sangat

efektif, hasil yang diperoleh termasuk dalam kategori efektif dan pendampingan dalam kategori

efektif. Namun demikan evaluasi dampak masih kurang efektif. Kemampuan merintis usaha peserta

didik masih di bawah indikator keberhasilan yang ditetapkan oleh direktorat pembinaan kursus dan

pelatihan yaitu sebesar 75% dan penghasilan rata-rata 30 % peserta didik setelah satu tahun

menjalankan rintisan usaha minimal setara dengan UMR daerah.

Sebagaimana terdapat dalam juknis PKW tahun 2017, Pendidikan Kecakapan Wirausaha

diselenggarakan menggunakan pendekatan “4 in 1”.

1. Identifikasi Peluang Usaha

a. Mengidentifikasi peluang usaha baik pada skala lokal, nasional, dan internasional.

b. Mengidentifikasi potensi sumberdaya lokal (produk barang atau jasa) yang dapat

dikembangkan menjadi usaha baru sesuai peluang pasar pada skala lokal, nasional,

atau internasional.

2. Pembelajaran kewirausahaan berbasis pengembangan sikap, pengetahuan dan keterampilan

berwirausaha.

Pembelajaran program PKW memerlukan kurikulum dan bahan ajar yang mencakup: a)

perubahan pola pikir; b) membangun karakter pengusaha; c) memulai usaha; d)

merencanakan usaha; e) memasarkan dan mengembangkan usaha; dan f) kompetensi

keterampilan yang sesuai dengan identifikasi peluang usaha.

3. Evaluasi Hasil Pembelajaran

Untuk mengukur pencapaian hasil belajar bahwa peserta didik telah menguasai keterampilan

dan memiliki kemampuan berwirausaha, maka setiap lembaga harus melaksanakan

evaluasi hasil pembelajaran kepada setiap peserta didik.

4. Pendampingan dan Perintisan Usaha

Peserta didik yang sudah mengikuti evaluasi pembelajaran program PKW wajib diberikan

bimbingan untuk merintis usaha sesuai dengan keterampilan yang dikuasai.

Pendampingan yang dilakukan lembaga adalah memfasilitasi dalam mengakses dana kepada

lembaga keuangan, menjalin kemitraan dengan mitra usaha, pemasaran hasil produksi,

pemagangan usaha dan lain sebagainya.

Dalam alur pendidikan kewirusahaan dimulai dari identifikasi peluang usaha. Rangkaian proses

tersebut saling berkaitan dan berpengaruh pada proses selanjutnya. Namun demikian pengkajian ini

tidak difokuskan untuk meniliti seberapa besar pengaruh antar komponen program. Dilihat dari

pendekatan four in one yang diadopsi oleh direktorat kursus dan pelatihan, tahap-tahap tersebut

dapat saling mempengaruhi. Keberhasilan menentukan peluang usaha menjadi awal rangkaian

kegiatan atau alur selanjutnya. Identifikasi peluang usaha menjadi sangat penting dalam

menentukan jenis ketrampilan yang akan diselenggarakan oleh satuan pendidikan.

Page 35: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

35

Hasil pengisian instrumen memang sudah sangat efektif namun demikian dari pengkajian hasil

wawancara, observasi dan dokumen diperoleh data bahwa identifikasi peluang usaha yang

dilakukan oleh satuan pendidikan baik itu LKP, PKBM dan SKB belum tepat. Hal ini disebabkan oleh

kemampuan pengelola satuan pendidikan dalam mengidentifikasi peluang usaha di dalam suatu

daerah masih rendah. Hal inilah yang kemudian mempengaruhi pada proses pendidikan

kewirausahaan selanjutnya. 93 % lembaga menyelenggarakan ketrampilan berdasarkan program

PKW berdasarkan jenis kursus reguler yang diselengarakan dan bukan berdasarkan peluang usaha

yang ada dalam satu daerah. Alasan memimilih ketrampilan sesuai dengan program reguler karena

akan lebih mudah dalam proses pengadaan alat dan instruktur program PKW.

Pada proses rekrutmen peserta didik, satuan pendidikan juga tidak melakukan seleksi peserta

didik. Seleksi hanya sebatas ketentuan dari juknis yaitu menganggur, miskin, putus sekolah dan

usia. Motivasi untuk berwirausaha kurang menjadi fokus lembaga dalam melakukan rekrutmen.

Dari sisi pelaksanaan kegiatan dari 30 (100%) responden sudah terakreditasi oleh BAN PAUD

dan PNF sehingga relatif dalam pembelajaran ketrampilan tidak ada masalah. Ketrampilan sudah

dapat dikuasai oleh peserta PKW dengan baik. Permasalahan muncul dalam bidang pembelajaran

kewirausahaan. Permasalahan yang muncul adalah 1) Pembelajaran masih sebatas teori saja

belum dilaksanakan dalam praktek pembelajaran kewirausahaan. 2) Pembelajaran kewirausahaan

belum mampu merubah mindset wirausaha siswa. Siswa masih mempunyai pemikiran untuk bekerja.

3) satuan pendidikan kusiltan dalam memberikan pemahaman tentang kewirausahaan kepada

peserta program PKW. 4) Satuan pendidikan kesulitan dalam menentukan metode pembelajaran

kewirausahaan karena latar belakang pendidikan yang tidak sama sehingga perlu pendekatan dan

media yang berbeda-beda. 5) Satuan pendidikan kesulitan memberikan motivasi dengan untuk

berwirausaha kepada peserta didik.

Proses pembelajaran kewirausahaan masih belum maksimal disebabkan kekurangtersediaan

media pembelajaran kewirausahaan, praktek pembelajaran kewirausahaan yang hanya sebatas

membuat action plan kurang dipahami oleh peserta didik dan kemampuan pengelola dalam

mengelola pembelajaran kewirausahaan yang masih rendah. Dampaknya adalah penanaman

mindset untuk berwirausaha kepada peserta didik tidak dapat berhasil dengan baik.

Pada hasil sudah cukup baik. Pembelajaran ketrampilan sudah bisa dikuasai oleh peserta didik.

Namun pada pembelajaran kewirausahaan yang masih kurang.

Sedangkan pada proses pendampingan kelemahan yang muncul proses pendampingan antar

lembaga yang tidak sama. Dalam juknis hanya menyebutkan pendampingan dilakukan selama 3

bulan. Apa dan bagaimana proses pendampingan yang harus dilakukan oleh satuan pendidikan

masih kurang jelas proses. Sementara itu proses pendampingan dari pemangku kepentingan seperti

dinas, PP PAUD dan Dikmas serta direktorat sendiri dalam melalui monitoring dan evaluasi masih

sangat lemah bahkan hampir tidak dilakukan karena tidak dianggarkan.

Pada hasil penelitian dampak program PKW masih kurang baik. Hal ini merupakan akumulasi

dari kekurangan pada proses pelaksanaan dan hasil sebelumnya. Dampaknya terasa dari 35

responden hanya 68 % yang sanggup untuk merintis usaha dan penghasilan rata-rata peserta didik

masih 58% dari UMR Jawa Tengah. Kendala yang dihadapi oleh alumni program PKW menyatakan

adalah modal, pemasaran, motivasi berwirausaha dan peralatan, kurang terampil, kekompakan

dalam kelompok usaha.

Page 36: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

36

Sebagai data sekunder dari penelitian ini, peneliti membandingkannya dengan 5 hasil temuan

Inpsektorat Jenderal Kenmendikbud yang disampaikan oleh Direktorat Kursus dan Pelatihan tanggal

7 s.d 9 Oktober 2018 di Hotel Permata Bogor.

1. Besaran bantuan setiap peserta didik Program PKK dan PKW Tahun 2018 terlalu rendah

Rp1.7 juta/orang untuk Program PKK dan Rp2.76 juta/orang untuk Program PKW. Belum

dilakukan evaluasi dan penyesuaian besaran bantuan setiap peserta didik Program PKK dan

PKW untuk 5 thn terakhir. Sudah tidak relevan besaran bantuan peserta didik untuk jenis

keterampilan saat ini.

2. Pencapaian program penguatan pendidikan kecakapan kerja dan kecakapan wirausaha belum

optimal.

Belum ditemukan data atau evaluasi hasil penilaian terhadap keberhasilan peserta didik untuk

dapat bekerja dan berusaha dengan keterampilan dan kompetensi yang memadai untuk dapat

bersaing dipasar global.

3. Pencapaian peningkatan hasil Uji Kompetensi belum mencapai target yang ditetapkan.

Peserta didik yang telah berhasil dan lulus mengkuti uji kompetensi tidak mencapai target

dibandingkan data pesrta didik yang mengikuti pelatihan program PKK 3 (tiga) tahun terakhir.

Persentase per-thn hanya mencapai 70%

4. Kelemahan penyaluran dana bapem belum sesuai dengan Petunjuk Teknis.

Kelemahan tim penilai/seleksi proposal dan PPK dalam melaksanakan tugas dan tanggung ja-

wabnya.

5. Penerima dana bantuan belum melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan petunjuk

Teknis.

Fakta yang ditemukan: instruktur tidak memiliki sertifikat kompetensi, tidak memiliki sarpras

yang memadai, tidak membuat laporan pertanggungjawaban keuangan, tidak memiliki success

story dan menolak untuk dimonev.

Apa yang diperoleh peneliti tampaknya sudah sinkron dengan hasil pemaparan oleh inspektorat

kementerian pendidikan dan kebudayaan, sehingga dalam hal ini peneliti bisa memberikan

rekomendasi perbaikan pelaksanaan program PKW di masa yang akan datang. Perbaikan terutama

pada juknis PKW sendiri, peningkatan kompetensi pengelola satuan pendidikan, pelaksanaan

pembelajaran kewirausahaan dan proses pendampingan.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Simpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah :

1. Tingkat efektifitas pemanfaatan dana bansos PKW tahun 2017 di Provinsi Jawa Tengah adalah

sangat efektif. Nilai yang diperoleh dari kuisioner adalah 276,96, berada antara interval 274 –

325 dengan kategori sangat efektif. Tingkat kelulusan peserta didik program PKW juga

menunjukkan demikian. Data yang diperoleh menunjukkan satuan pendidikan penerima dana

bansos dapat menyelesaikan pelatihan dengan 90 % peserta didik dapat lulus pelatihan.

Tingkat capaian 90 % tercapai karena sarana dan prasarana yang dimiliki oleh satuan

pendidikan cukup tersedia, sudah memiliki tenaga pendidik yang memenuhi kualifikasi dan

kompetensi, jadwal pelatihan dan kurikulum bisa diimplementan dengan baik. Namun demikian

semua satuan pendidikan menentukan kelulusan peserta didik hanya berdasarkan ujian lokal

lembaga dan tidak berdasarkan uji kompetensi dari LSK.

Page 37: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

37

2. Dampak program PKW dalam merintis usaha yaitu :

1. 75 % peserta didik dapat merintis usaha kurang efektif tercapai. Persentase alumni yang

mampu merintis usaha sebesar 68 %. Ketidaktercapaian indikator tersebut disebabkan

oleh :

1) Pembelajaran kewirausahaan belum mampu merubah mindset wirausaha peserta

didik PKW. Hal ini disebabkan karena pengelola kesulitan untuk membentuk karakter

kewirausahaan peserta didik PKW. Kesulitan pengelola merubah mindset disebabkan

oleh 1) kurangnya kompetensi pengelola satuan pendidikan, 2) tidak adanya model

pendidikan kewirausahaan untuk peserta didik yang dapat membentuk mental

kewirausahaan peserta didik secara dalam tempo 3 bulan, 3) kewirausahaan

diajarkan dalam bentuk teori tidak diajarkan dalam bentuk praktek pembelajaran dan

4) penentuan dan pemilihan instruktur kewirausahaan kurang tepat.

2) Penentuan jenis ketrampilan tidak berdasarkan potensi lingkungan baik lokal,

nasional dan internasional. Penyebabnya karena pengelola satuan pendidikan

penerima dana bansos kurang mengetahui dan berkompetensi tentang cara

mengidentifikasi potensi lingkungan. Penentuan jenis ketrampilan hanya berdasarkan

jenis pogram reguler yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan.

3) Teknik rekrutmen peserta didik yang kurang tepat, 90 persen secara pasif merekrut

calon peserta hanya berdasarkan kriteria bansos yaitu miskin, menganggur dan usia

produktif. Teknik yang digunakan dengan sosialisasi dengan RT, RW, kelurahan,

kantor pos dan medsos. Sosialiasi dengan jemput bola ke kantong-kantong

kemiskinan. Seleksi peserta didik juga tidak dilakukan yang berdasarkan pasion dan

talent berwirausaha.

4) Evaluasi dan monitoring yang dilakukan oleh instansi terkait yaitu dinas pendidikan,

PP dan BP PAUD dan Dikmas, Direktorat Kursus masih lemah karena kurangnya

anggaran untuk monitoring dan evaluasi.

2. 30 persen berpenghasilan lebih dari UMR setelah setahun menjalankan rintisan usaha

termasuk dalam kategori kurang efektif. Rata-rata penghasilan peserta didik sebesar Rp

Rp. 898.000,- masih jauh dari UMR Provinsi Jawa Tengah sebesar 1.456.057,- (62%).

Hal ini disebabkan karena usaha yang dilakukan hanya digunakan sebagai usaha

sampingan bukan mata pencaharian utama. Selama proses pendampingan juga muncul

permasalahan-permasalahan antara lain 1) perubahan mental berwirausaha belum

terbangun 2) peserta didik lebih memilih untuk bekerja daripada berwirausaha, 3) alumni

PKW tidak mau mengambil resiko untuk terjun ke dalam dunia wirausaha dan 4)

kurangnya permodalan disebabkan dana modal usaha tidak cukup untuk memulai usaha

secara individu. Dana pelatihan sudah cukup untuk pembiayaan pelatihan tetapi belum

cukup untuk modal berwirausaha.

Saran

Berdasarkan simpulan hasil pengkajian dapat direkomendasikan bahwa program PKW yang

diselenggarakan pada kurun waktu tahun 2017 sudah cukup efektif namun perlu perbaikan antara

lain :

1. Bagi Direktorat Kursus dan Pelatihan

a. Penyempurnaan juknis

Page 38: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

38

Penyempurnaan juknis PKW untuk menyempurnakan berbagai unsur yang masih menjadi

kelemahan dalam penyelenggaraan program PKW meliputi unsur biaya, waktu pelaksanaan,

rekrutmen peserta didik, monitoring dan evaluasi. Jika dimungkinkan setiap jenis ketrampilan

memiliki jumlah standar biaya dan waktu yang berbeda dalam juknis, misalnya untuk

menjahit Rp 2.750.000,- , desain grafis Rp 2.500.000,- dan seterusnya. Besaran biaya juga

perlu distandarkan dengan tingkat inflasi yang terjadi setiap tahunnya.

b. Seleksi proposal yang lebih ketat

Seleksi penentuan lembaga yang akan memperoleh dana bantuan sosial PKW tidak hanya

berdasarkan penilaian proposal namun perlu visitasi lembaga untuk menentukan lembaga

yang benar-benar kredibel untuk menyelenggarakan dana bansos PKK.

c. Perbaikan model pembelajaran kewirausahaan

Untuk meningkatkan tingkat keberhasilan rintisan usaha alumni PKW sebaiknya

dikembangkan model pembelajaran kewirausahaan yang dapat merubah membangun

mental kewirausahaan secara cepat dan tepat. Ada berbagai alternatif model pembelajaran

kewirausahaan masyarakat yang dapat diadopsi misalnya training exhibition, experimental

learning dan mentoring.

d. Perbaikan model rekrutmen peserta didik

Diperlukan model atau panduan rekrutmen peserta didik yang mampu menjaring masyarakat

yang benar-benar siap untuk berwirausaha.

e. Perbaikan pendampingan

Pendampingan setelah usaha sangat penting dilakukan, narasumber teknik, waktu, dan

biaya pendampingan perlu dipertegas dalam juknis program PKW.

f. Peningkatan kompetensi pengelola satuan pendidikan terutama dalam mengidentifikasi

potensi lokal, nasional dan internasional baik dengan cara diklat, magang atau bentuk

lainnya.

g. Evaluasi dan monitoring terutama saat proses pendidikan kewirausahaan dan

pendampingan rintisan usaha.

h. Perlu diarahkan untuk memberi bansos terkait program yang mengarah pada industri kreatif

4.0.

2. Bagi PP PAUD dan Dikmas Jawa Tengah

PP PAUD dan Dikmas dapat berkontribusi terhadap program PKW melalui pengembangan

model terutama pada model kewirausahaan kepada masyarakat yang implementatif, model

rekrutmen peserta didik, model pendampingan, model peningkatan kompetensi pengelola

satuan pendidikan dalam memetakan potensi lokal, nasional dan internasional dan model

evaluasi dan monitoring program.

3. Bagi Satuan Pendidikan

Satuan pendidikan baik LKP, SKB dan PKBM sebaiknya terus memperbaiki pelaksanaan

program PKW di masa yang akan datang dan memberikan masukan secara aktif kepada dinas,

PP PAUD Dikmas Jawa Tengah dan dan direktorat terkait.

DAFTAR PUSTAKA

_______.(2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Dirbinsuslat, (2017). Petunjuk Teknis Program Pendidikan Kecakapan Wirausaha. Kemendikbud, Jakarta

Dwi Anggraini, Susan (2014) Pengertian Efektivitas dan Landasan Teori Efektivitas.

Page 39: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

39

Hapmi.org/2013/01/11/peranan-pendamping-masyarakat/, 25 Januari 2016, pk 12.17

http://literaturbook.blogspot.co.id/2014/12/pengertian-efektivitas-dan-landasan.html. 17 Mei 2018

Oemar Hamalik,Perencanaan (2009) Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, Jakarta: PT Bumi Aksara,

Kemenakertrans, (2013). Program Pendayagunaan Tenaga Kerja Sarjana,. Kementerian Tenaga kerja Transmigrasi Republik Indonesia. Jakarta

Priyatno, Duwi. (2010). Paham Analisa Data Statistik Data dengan SPSS. Yogyakarta: MediaKom.

Purwanto, Erwan Agus. (2007). Metode Penelitian Kuantitatif untuk Administrasi Publik dan Masalah-masalah Sosial. Yogyakarta: Gaya Media.

Rifa’i, Acmad dan Catharina Tri Anni. (2009). Psikologi Pendidikan. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta.

Susanti, Meilia Nur Indah. (2010). Statistika Deskriptif dan Induktif. Yogyakarta: Graha Ilmu.][

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. SistemPendidikan Nasional. Jakarta: CV. Novindo Pustaka Mandiri.

Page 40: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

40

Page 41: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

41

EVALUASI PROGRAM DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) NON FISIK BOP

PAUD DI JAWA TENGAH TAHUN 2018

Waluyo Basuki, Zumrotul Khasanah, Farida Widyawati, Aniek Sugiyanti Pamong Belajar PP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Tengah

Abstrak

Upaya meningkatkan layanan PAUD yang inklusif, adil dan bermutu serta berke-lanjutan bagi semua anak usia dini, Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Pen-didikan dan Kebudayaan sejak tahun 2016 berupaya membantu penyediaan biaya operasional penyelenggaraan pendidikan anak usia dini (BOP PAUD) melalui dana alo-kasi khusus Nonfisik (DAK Nonfisik). DAK Nonfisik BOP PAUD ini dimaksudkan untuk membantu penyediaan pendanaan biaya operasional non personalia bagi satuan pen-didikan yang menyelenggarakan program pendidikan anak usia dini, guna memberikan layanan PAUD yang lebih bermutu. Masalah yang dirumuskan adalah bagaimana pem-anfaatan DAK Nonfisik BOP PAUD dalam mendukung operasional penyelenggaraan PAUD secara efektif dan efisien dan pertanggungjawaban keuangan DAK Nonfisik BOP PAUD dilaksanakan dengan tertib administrasi, transparan, akuntabel, tepat waktu, ser-ta terhindar dari penyimpangan.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan hasil evaluasi pelaksanaan program DAK Non Fisik BOP PAUD di Jawa Tengah Tahun 2018 ditinjau dari CIPP dalam mendukung operasional penyelenggaraan PAUD. Subyek dalam pengkajian ini adalah lembaga PAUD yang menerima dana alokasi khusus (DAK) non fisik BOP PAUD tahun 2018 di dua puluh lima kabupaten/kota yang ada di Jawa Tengah. Data dikumpulkan melalui studi dokumen dan wawancara terhadap lembaga PAUD dan selanjutnya kedua data tersebut digabungkan. Data tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis model Miles dan Huberman, yang terdiri dari tiga alur kegiatan atau proses yang terjadi bersamaan yakni: data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification.

Penelitian ini membahas 4 komponen dengan indikator masing-masing, dian-taranya; 1. Komponen Context dengan indikator tujuan pengajuan program DAK, indi-kator manfaat. indikator sasaran dan indikator kepemilikan juknis,. 2. Komponen Input dengan indikator aspek kelembagaan/pengelola, indikator aspek kondisi sumber daya manusia, indikator rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah (RAPS) dan indikator sarana dan prasarana. 3. Komponen Process dengan indikator sosialisasi dari dinas , proses pengajuan , pencairan, penggunaan dana , laporan, pengawasan / audit , serta pembimbingan dan pendampingan. 4. Komponen Produk terlihat dari indikator dukungan dana BOP terhadap ketercapaian STPPA, dukungan dana BOP ter-hadap peningkatan sarpras dan dukungan dana BOP Terhadap Peningkatan Sum-berdaya Manusia.

Berdasarkan hasil pengkajian tentang Evaluasi Program Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik BOP PAUD di Jawa Tengah Tahun 2018 maka rekomendasi akan diberikan kepada Kemdikbud Dirjen PAUD dan DIKMAS, Dinas Pendidikan Kab/Kota, dan lembaga PAUD khususnya penerima dana alokasi khusus non fisik BOP PAUD.

Kata Kunci: Dana Alokasi Khusus, Non Fisik, Bantuan Operasional, Pendidikan

Anak Usia Dini

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pendidikan anak usia dini (PAUD) berkualitas menjadi investasi berharga karena

ketika otak manusia sedang dibangun menjadi kesempatan emas untuk mempertajam ket-

erampilan akademik, sosial dan kognitif anak yang bermanfaat bagi kehidupan nanti baik

secara sosial maupun ekonomi.

"Dua penelitian tentang perkembangan otak manusia dan investasi untuk PAUD

menunjukkan bukti yang signifikan tentang pentingnya PAUD berkualitas," Prof James

Heckman -- penerima nobel bidang ekonomi -- bahwa investasi satu dolar AS dalam PAUD

Berkualitas akan memperoleh imbalan 13 dolar AS (13 kali lipat)."Prof Heckman juga

Page 42: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

42

menyatakan PAUD yang berkualitas meningkatkan kelulusan siswa SLTA perempuan dari

13 persen menjadi 25 persen. PAUD berkualitas juga meningkatkan penghasilan laki-laki

dewasa antara 19 ribu dolar AS sampai 24 ribu dolar AS,"

Penyelenggaraan PAUD di Indonesia, dewasa ini sangat pesat. Saat ini Angka Pa-

ritisipasi Kasar (APK) PAUD sudah mencapai 72,35 persen dan masih terdapat 28,86 per-

sen desa yang belum memiliki PAUD. Renstra Kemendikbud menetapkan pentahapan wajib

PAUD satu tahun Pra SD. Tahun 2016 sudah dimulai di lima kabupaten atau kota. Data Ke-

mendikbud menyebutkan tahun 2010 terdapat 32,5 juta anak usia 0-6 tahun yang pada ta-

hun 2045 usia mereka mencapai 35-41 tahun. Sementara itu, anak usia 0-6 tahun pada ta-

hun 2016 yang berjumlah 33,5 juta orang pada tahun 2045 usia mereka telah mencapai 29-

35 tahun. Anak-anak tersebut yang diharapkan pada tahun 2045 akan menjadi penerus

bangsa yang bekualitas, sehingga harus dipersiapkan sejak dini melalui penyelenggaraan

PAUD yang berkualitas pula.

Peningkatan kualitas PAUD kini telah menjadi komitmen dunia. Agenda perkem-

bangan anak usia dini telah masuk dalam agenda PBB melalui Tujuan Pembangunan

Berkelanjutan (Sustainable Development Goals-SGD). Pada tahun 2030, dunia berkomit-

men memastikan semua anak perempuan dan laki-laki memperoleh akses terhadap

perkembangan, perawatan dan pendidikan anak usia dini bermutu sehingga mereka siap

untuk memasuki pendidikan dasar.

Pemerintah Indonesia telah menindaklanjuti melalui peraturan Presiden RI no 59

tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Namun

dalam hal akses, masih ada kendala dalam penanganan PAUD, diantaranya di daerah

terdepan, terluar dan terpencil (3T). Penyelenggraan PAUD di beberapa lembaga PAUD di

Indonesia khususnya di daerah 3T, selama ini berjalan dengan tidak ada penarikan biaya,

dikarenakan biaya operasional biasanya merupakan sumbangan dari berbagai pihak di

masyarakat, namun ternyata mengalami beberapa kendala. Misalnya sumbangan yang

didapat hanya dapat memenuhi bahan belajar murid, namun hal lain seperti honor para

pendidik tidak dapat terpenuhi. Padahal, para pengajar PAUD seringkali memerlukan uang

transport untuk menjangkau PAUD yang dibina. Selain itu, para orangtua murid juga

meminta adanya rekreasi bersama atau pemakaian baju seragam. Dan untuk kebutuhan

seperti ini, PAUD seringkali tidak memiliki dana. Kemudian, beberapa PAUD akhirnya

menarik iuran sekolah. Tentunya iuran ini tidak bisa besar jumlahnya, karena para murid

PAUD berasal dari keluarga miskin. Rata-rata mereka mengeluarkan sekitar 1000 perhari

(dengan jam belajar hanya 2-3 kali seminggu) atau 10.000 per bulan. Pemerintah melalui

Direktorat PAUD, sebetulnya sudah menyediakan dana untuk operasional PAUD. Namun

dana yang ada ternyata tidak mencukupi kebutuhan operasional seluruh PAUD. Akhirnya

dilakukan secara bergilir, pengguliran dana tersebut, dengan cara mengajukan proposal.

Pendidikan pra-sekolah atau yang populer sebagai pendidikan anak usia dini

(PAUD) yang lebih komprehensif, inklusif dan bermutu merupakan hal yang positif bagi

kepentingan pengembangan potensi dan karakter yang dimiliki anak sejak dini serta mem-

persiapkan anak untuk mengikuti jenjang pendidikan selanjutnya. Banyak di berbagai hasil

penelitian dan evaluasi yang menunjukkan bahwa perkembangan anak usia dini merupakan

tahap perkembangan yang paling penting dalam masa hidup manusia. Program-program

perlindungan, pengasuhan anak dan pendidikan usia dini yang berkualitas menghasilkan

Page 43: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

43

manfaat dan efek jangka panjang yang lebih tinggi daripada program belajar semata. Peny-

iapan manusia berkualitas sejak dini sejalan dengan program prioritas yang diamanatkan

Nawa Cita, khususnya Nawa Cita ke-8 yaitu “melakukan revolusi karakter bangsa”, Nawa

Cita ke-5 “meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia”, dan Nawa Cita ke- 6

“meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional”.

Dari hasil pemantauan masih banyak anak-anak yang kurang beruntung untuk

memperoleh manfaat yang paling mendasar dari program PAUD, mereka memiliki

keterbatasan untuk memperoleh layanan yang layak melalui program PAUD: anak per-

empuan, anak-anak migran, dan anakanak korban konflik, bencana, dan kekerasan; anak-

anak yang hidup dalam kemiskinan ekstrim dan di pedesaan serta daerah terpencil; anak

yang kesehatannya buruk, kurang gizi, dan menyandang cacat serta -12- keterlambatan

perkembangan; serta anak-anak dari minoritas bahasa/etnis. Pencapaian selama 17 tahun

sejak program PAUD dicanangkan oleh Pemerintah sudah menunjukkan hal yang positif

dalam keikutsertaan peserta didik khususnya usia 3-6 tahun dalam program-program

PAUD.

Cita-cita memberikan kado ulang tahun emas Kemerdekaan Indonesia yang ke 100

akan sangat ditentukan oleh bagaimana kita memanfaatkan peluang bonus demografi

dengan menyiapkan sumber daya manusia (SDM) berintegritas dan berdaya saing global.

Berdasarkan proyeksi data BPS jumlah anak usia 3-6 tahun tahun 2016 yang berjumlah

19,23 juta anak, pada tahun 2045 usia mereka akan mencapai 32-35 tahun (Proyeksi Ber-

dasarkan Hasil SP 2010). Usia ini merupakan usia angkatan kerja yang produktif. Angkatan

kerja ini jika dipersiapkan dengan baik sejak dini akan menjadi modal pembangunan, tetapi

sebaliknya jika tidak dipersiapkan dengan baik justru kelak akan menjadi beban pem-

bangunan atau bencana demografi. Maju dan berkembangnya pembangunan suatu bangsa

atau negara sangat ditentukan oleh keseriusan pemerintah dalam mempersiapkan generasi

penerusnya. Penyiapan generasi unggul untuk menjawab kemajuan peradaban harus di-

persiapkan sejak anak masih berusia dini.

Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan anak usia dini (PAUD)

merupakan pendidikan yang paling mendasar, dan PAUD yang berkualitas akan sangat

berkontribusi terhadap kualitas pendidikan pada jenjang selanjutnya. Hal ini sejalan dengan

rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2015-2019 yang menyatakan

bahwa peningkatan akses dan kualitas PAUD secara holistik dan integratif merupakan pon-

dasi terwujudnya pendidikan dasar 12 tahun yang berkualitas.

Maju dan berkembangnya program PAUD yang berkualitas tidak hanya menjadi

tugas dan tanggung jawab Pemerintah Pusat saja tetapi harus melibatkan Pemerintah Dae-

rah termasuk semua unsur keluarga, lembaga pendidikan dan unsur masyarakat untuk sal-

ing bersinergi secara aktif untuk pencapaian tujuan bersama yaitu mempersiapkan anak

yang sehat, cerdas, ceria dan berakhlak mulia. Dari hasil sinergitas dan partisipasi semua

komponen termasuk peran aktif Bunda PAUD di semua jenjang sangat berdampak positif

dalam penyelenggaraan pendidikan anak usia dini. Hal ini ditunjukkan dengan perkem-

bangan angka pertisipasi kasar (APK) PAUD untuk anak usia 3-6 tahun pada tahun 2017

mencapai 72,35%. Sedangkan jumlah lembaga penyelenggara pendidikan anak usia -13-

dini yang telah mencapai 197.652 satuan pendidikan yang tersebar di 72 ribu lebih desa/

kelurahan. Dari jumlah lembaga yang ada tersebut, hampir 98% diantaranya diselenggara-

kan oleh masyarakat.

Page 44: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

44

Untuk meningkatkan layanan PAUD yang inklusif, adil dan bermutu serta berkelanju-

tan bagi semua anak usia dini, Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan sejak tahun 2016 berupaya membantu penyediaan biaya operasional penye-

lenggaraan pendidikan anak usia dini (BOP PAUD) melalui dana alokasi khusus Nonfisik

(DAK Nonfisik). Hal ini sesuai dengaan Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, dan Pasal 46 ayat (1) UU 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

Pendidikan Nasional, yang menyatakan bahwa pendanaan pendidikan menjadi tanggung

jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat; dan ayat (2) ber-

bunyi pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab menyediakan anggaran pen-

didikan.

DAK Nonfisik BOP PAUD ini dimaksudkan untuk membantu penyediaan pendanaan

biaya operasional non personalia bagi satuan pendidikan yang menyelenggarakan program

pendidikan anak usia dini, guna memberikan layanan PAUD yang lebih bermutu. Untuk

mewujudkan perencanaan, pengelolaan, pertanggungjawaban dan pelaporan serta akunta-

bilitas penggunaan dana BOP PAUD, agar tepat sasaran dan tepat waktu serta sesuai ke-

tentuan yang berlaku, maka diterbitkan Petunjuk Teknis Penggunaan Bantuan Operasional

Penyelenggaraan PAUD. Petunjuk Teknis ini menjadi acuan semua pihak dalam pemanfaa-

tan Bantuan Operasional Penyelenggaraan PAUD.

2. Tujuan

Pengkajian ini secara umum bertujuan untuk melakukan pengkajian pelaksanaan Program

DAK Non Fisik BOP PAUD dam Secara rinci tujuan dari Pengkajian Program DAK Non Fisik BOP

PAUD di Jawa Tengah adalah:

a. Memperoleh gambaran lengkap tentang DAK Non Fisik BOP PAUD.

b. Untuk Mengetahui sejauh mana Bantuan penyediaan biaya operasional non personalia

bagi anak usia dini yang diberikan kepada Satuan PAUD dan Satuan Pendidikan Nonformal

yang menyelenggarakan program PAUD

c. Sejauah mana dampak yang bisa meringankan beban biaya pendidikan bagi orang tua da-

lam upaya mengikutsertakan anaknya pada layanan PAUD berkualitas di Satuan PAUD

atau Satuan Pendidikan Nonformal.

3. Masalah

Bagaimana pemanfaatan DAK Nonfisik BOP PAUD dalam mendukung operasional penye-

lenggaraan PAUD secara efektif dan efisien dan pertanggungjawaban keuangan DAK Nonfisik

BOP PAUD dilaksanakan dengan tertib administrasi, transparan, akuntabel, tepat waktu, serta

terhindar dari penyimpangan

4. Manfaat

Secara teoritis, pengkajian program ini diharapkan dapat memberikan sumbangan berupa

gagasan, ide, konsep tentang DAK non fisik BOP PAUD yang dislenggarakan Satuan PAUD dan

Satuan Pendidikan Nonformal yang menyelenggarakan program PAUD dan secara Praktis hasil

pengkajian program PAUDNI tentang “DAK non fisik BOP PAUD”ini diharapkan bermanfaat bagi

pihak-pihak:

a. Direktorat PAUD DAN DIKMAS, dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pemberian

DAK Non Fisik BOP PAUD.

b. PP-PAUD Dikmas sebagai bahan pengkajian DAK Non Fisik BOP PAUD

c. Lembaga PAUD, sebagai bahan acuan penyelenggaraan DAK non fisik BOP PAUD.

Page 45: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

45

d. Sebagai contoh atau model bagi penyelenggara program DAK Non Fisik BOP PAUD.

B. URAIAN DAN PEMBAHASAN

Pembahasan hasil pengkajian difokuskan pada aspek-aspek program Dana DAK Nonfisik BOP

PAUD dalam komponen konteks, input, proses dan produk yang sebagian besar sudah dan

tidak terpenuhi oleh lembaga. Hal tersebut perlu mendapat perhatian agar menjadi perbaikan

bagi bagi lembaga maupun bagi kebijakan program dana DAK Nonfisik BOP PAUD dari hasil

pengkajian mengenai gambaran pelaksanaan Program DAK Non Fisik BOP PAUD yang

dilakukan pada 25 lembaga PAUD disajikan hasil berikut ini.

1. Aspek Context

Berdasarkan hasil pengkajian kami, dapat diuraikan bahwa penelitian mengenai

pelaksanaan Program DAK Non Fisik BOP PAUD yang dilakukan pada 25 lembaga PAUD

untuk Aspek Context, secara umum sudah menunjukkan hal yang baik, dimana sebagian besar

lembaga telah melaksanakan Program DAK Non Fisik BOP PAUD dari aspek kontext secara

tepat. Hal ini terlihat dari indikator tujuan, manfaat, sasaran, kepemilikan Juknis, dan indikator

kebutuhan yang belum terpenuhi, akan tetapi tidak boleh menggunakan dana DAK.

a. Dari Indkator Tujuan Pengajuan

Program DAK Non Fisik BOP PAUD yang diterima:

1) untuk biaya operasional non personalia (semua (100%) lembaga merasa terbantu)

2) digunakan hanya untuk biaya operasional (15 lembaga (60,0%))

3) Sebagian besar lembaga tidak menggunakan untuk biaya personalia, 18 lembaga

(72,0%).

4) digunakan untuk membeli sarana pembelajaran, dimana sebagian besar lembaga

menggunakan sebagian dana untuk membeli sarana pembelajaran, sejumlah 15

lembaga (60,0%)

b. dari Manfaat

Dengan adanya Program DAK Non Fisik BOP PAUD yang diterima:

1) beban orang tua peserta didik merasa diringankan, dimana sebagian besar lembaga

menyatakan program tersebut sangat meringankan beban orangtua peserta didik,

yaitu sejumlah 14 lembaga (56,0%).

2) Sebagian besar lembaga menyatakan orangtua ternyata hanya kadang-kadang masih

membayar biaya operasional, yaitu sejumlah 10 lembaga (40,0%).

3) bermanfaat bagi lembaga PAUD, dimana sebagian besar lembaga menyatakan

sangat bermafaat, yaitu sejumlah 22 lembaga (88,0%)

4) bermanfaat bagi orang tua siswa PAUD, dimana sebagian besar lembaga menyatakan

sangat bermafaat bagi orangtua siswa, yaitu sejumlah 16 lembaga (64,0%)

5) bermanfaat bagi siswa PAUD, dimana sebagian besar lembaga sangat bermafaat bagi

siswa PAUD, yaitu sejumlah 22 lembaga (88,0%)

6) bermanfaat bagi masyarakat sekitar lembaga PAUD, dimana sebagian besar lembaga

menyatakan sangat bermafaat dan bermanfat bagi masyarakat sekitar lembaga

PAUD, yaitu masing-masing sejumlah 11 lembaga (44,0%).

c. Sasaran

Lembaga penerima Program DAK Non Fisik BOP PAUD:

Page 46: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

46

1) memiliki Nomor Pokok Satuan Pendidikan Nasional (NPSN), hasil penelitian

didapatkan semua (100%) lembaga memiliki NPSN.

2) memiliki peserta didik berjumlah minimal 12 yang terdaftar dalam data pokok

pendidikan (Dapodik) Ditjen PAUD dan Dikmas, dimana hasil penelitian didapatkan

semua (10%) lembaga memiliki peserta didik lebih dari 12 peserta didik yang terdaftar

dalam data pokok pendidikan (Dapodik) Ditjen PAUD dan Dikmas.

3) memiliki rekening yang digunakan atas nama Satuan PAUD atau Satuan Pendidikan

Non Formal, dimana hasil penelitian didapatkan semua (100%) lembaga memiliki

rekening dan masih berlaku atas nama PAUD.

4) memiliki nomor pokok wajib pajak, dimana hasil penelitian didapatkan semua (100%)

lembaga memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dengan dokumen lengkap.

d. Kepemilikan Juknis

Lembaga penerima Program DAK Non Fisik BOP PAUD:

1) Memiliki Juknis Program DAK Non Fisik BOP PAUD, dimana hasil penelitian

didapatkan sebagian besar lembaga Penerima Program DAK Non Fisik BOP PAUD

menyatakan memiliki memiliki Juknis Program DAK Non Fisik BOP PAUD secara

lengkap, yaitu sejumlah 20 lembaga (80,0%).

2) Pengelolanya memahami Juknis Program DAK Non Fisik BOP PAUD, dimana hasil

penelitian didapatkan sebagian besar lembaga Penerima Program DAK Non Fisik

BOP PAUD menyatakan pengelolanya memahami Juknis Program DAK Non Fisik

BOP PAUD, sejumlah 16 lembaga (64,0%), dan 7 lembaga (28,0%) menyatakan

pengelolanya sangat memahami Juknis.

3) Pendidiknya memahami Juknis Program DAK Non Fisik BOP PAUD, dimana hasil

penelitian didapatkansebagian besar lembaga Penerima Program DAK Non Fisik BOP

PAUD menyatakan pendidiknya memahami Juknis Program DAK Non Fisik BOP

PAUD, sejumlah 16 lembaga (64,0%), dan 7 lembaga (28,0%) menyatakan

pendidiknya sangat memahami Juknis.

2. Aspek Input

Berdasarkan hasil pengkajian kami, dapat diuraikan bahwa pada aspek Input, penelitian

mengenai pelaksanaan Program DAK Non Fisik BOP PAUD yang dilakukan pada 25 lembaga

PAUD, secara umum sudah menunjukkan hal yang baik, dimana sebagian besar lembaga telah

melaksanakan Program DAK Non Fisik BOP PAUD dari aspek input secara tepat. Hal ini terlihat

dari indikator:

a. Aspek Kelembagaan/Pengelola

1) Semua lembaga memiliki visi misi PAUD yang sesuai dengan program kerja, dimana

dari hasil penelitian ditemukan bahwa semua (100%) lembaga Penerima Program

DAK Non Fisik BOP PAUD menyatakan telah memiliki visi dan misi dan semua

(100%) lembaga Penerima Program DAK Non Fisik BOP PAUD menyatakan telah

memiliki visi dan misi yang sesuai dengan pelaksanaan program PAUD

2) Memiliki pengalaman membuka layanan PAUD selama 4 tahun lebih, sebagian besar

menyatakan telah memiliki pengalaman membuka layanan PAUD selama 4 tahun

lebih, yaitu sejumlah 23 lembaga (92,0%).

3) Memiliki struktur organisasi yang meliputi ketua, sekretaris, bendahara, seksi pem-

belajaran dan lainnya, semuanya (100%) menyatakan telah memiliki struktur organ-

Page 47: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

47

isasi yang meliputi ketua, sekretaris, bendahara, seksi pembelajaran dan lainnya.

Kemudian, sebagian besar lembaga menyatakan telah memiliki struktur organisasi

yang lengkap, yaitu sejumlah 17 lembaga (68,0%), dan 6 lembaga (24,0%) menya-

takan sangat lengkap. Namun, masih terdapat 2 lembaga (8,0%) menyatakan kurang

lengkap

4) Sebagian besar lembaga juga menyatakan memiliki rincian tugas seksi-seksi, yaitu

sejumlah 20 lembaga (80,0%).

b. Aspek Kondisi Sumber Daya Manusia

1) Pendidiknya memiliki Kualifikasi pendidikan minimal S1, dimana dari hasil penelitian

didapatkan, sebagian besar lembaga menyatakan 75-100% pendidiknya sudah

memiliki pendidikan S1, yaitu sejumlah 11 lembaga (44,0%).

2) Pendidik memiliki pengalaman pelatihan PAUD, dimana dari hasil penelitian didapat-

kan, sebagian besar lembaga menyatakan 75-100% pendidiknya memiliki pengala-

man pelatihan pendidik PAUD, yaitu sejumlah 12 lembaga (48,0%)

c. Rencana Anggaran Pendapatan Dan Belanja Sekolah (RAPBS)

1) Memiliki sumber anggaran, dimana dari hasil penelitian didapatkan, sebagian besar

lembaga menyatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah berasal dari

orangtua/wali dan CSR, masing-masing sejumlah 11 lembaga (44,0%).

2) Rincian pembiayaan/RAB sesuai dengan kebutuhan, dimana dari hasil penelitian

didapatkan, semua (100%) lembaga menyatakan Rincian Pembiayaan/RAB telah

sesuai dengan kebutuhan, dimana 18 lembaga (72,0%) menyatakan sesuai dan 7

lembaga (28,0%) menyatakan sangat sesuai.

3) RAB yang diajukan untuk DAK BOP sesuai dengan RAPBS, dimana dari hasil

penelitian didapatkan, sebagian besar lembaga menyatakan RAB yang diajukan un-

tuk DAK BOP telah sesuai dengan RAPBS, dengan rincian 11 lembaga (44,0%)

menyatakan sesuai dan 6 lembaga menyatakan sangat sesuai.

4) Asa Pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan RAPBS, dimana dari hasil

penelitian didapatkan, sebagian besar lembaga menyatakan melakukan sosialisasi

RAPBS, yaitu sejumlah 23 lembaga (92,0%).

5) Melakukan sosialisasi RAPBS, dimana dari hasil penelitian didapatkan, sebagian

besar lembaga menyatakan melakukan sosialisasi RAPBS kepada orangtua/komite,

yaitu sejumlah 17 lembaga (68,0%).

d. Sarana Dan Prasarana

1) Sarana belajar yang dimiliki, dimana dari hasil penelitian didapatkan, sebagian besar

lembaga menyatakan memiliki sarana belajar berupa tape recorder, yaitu sejumlah 21

lembaga (84,0%).

2) Kondisi sarana belajar, dimana dari hasil penelitian didapatkan, semua (100%) lem-

baga menyatakan memiliki sarana belajar dalam kondisi yang baik, dengan rincian 21

lembaga (84,0%) menyatakan baik dan 4 lembaga (16,0%) menyatakan sangat baik.

3) Kondisi ruang belajar, dimana dari hasil penelitian didapatkan, sebagian besar lem-

baga menyatakan memiliki ruang belajar dalam kondisi yang baik, dengan rincian 19

lembaga (76,0%) menyatakan baik dan 5 lembaga (20,0%) menyatakan sangat baik.

4) Kebersihan lingkungan, dimana dari hasil penelitian didapatkan, semua (100%) lem-

baga menyatakan memiliki kondisi lingkungan yang baik, dengan rincian 19 lembaga

(76,0%) menyatakan baik dan 6 lembaga (24,0%) menyatakan sangat baik.

Page 48: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

48

5) Luas lahan, dimana dari hasil penelitian didapatkan, sebagian besar lembaga menya-

takan memiliki luas lahan > 500 m2 dan 300-500 m

2, yaitu masing-masing sejumlah 11

lembaga (44,0%).

3. Aspek Proses

Berdasarkan hasil pengkajian kami, dapat diuraikan bahwa pelaksanaan Program DAK

Non Fisik BOP PAUD, dilihat dari aspek proses, secara umum juga sudah menunjukkan

pelaksanaan yang baik, dimana sebagian besar lembaga telah melaksanakan Program DAK

Non Fisik BOP PAUD dari aspek proeses secara tepat. Hal ini terlihat dari indikator:

a. Sosialisasi Dari Dinas

1) Lembaga Mengikuti Sosialisasi dari Dinas tentang Juknis Pengajuan DAK BOP PAUD,

dimana dari hasil penelitian didapatkan bahwa semua (100%) lembaga menyatakan

mengikuti sosialisasi dari Dinas tentang Juknis Pengajuan DAK BOP PAUD.

2) Pihak yang mewakili keikutsertaan dalam sosialisasi, dimana dari hasil penelitian

didapatkan sebagian besar lembaga menyatakan yang mewakili mengikuti sosialisasi

dari Dinas tentang Juknis Pengajuan DAK BOP PAUD adalah ketua, yaitu sejumlah

12 lembaga (48,0%). Sedangkan yang diwakili oleh sekretaris sejumlah 20 lembaga

(40,0%), dan yang diwakili oleh bendahara 2 lembaga (8,0%), serta diwaliki pendidik 1

lembaga (4,0%).

b. Proses Pengajuan

1) Tenggang waktu antara sosialisasi dan proses pengajuan, dimana dari hasil penelitian

didapatkan bahwa semua (100%) lembaga menyatakan waktu sosialisasi tentang

Juknis Pengajuan DAK BOP PAUD yang diadakan oleh dinas sudah sesuai.

2) Dokumen-dokumen yang dipersyaratkan dalam Proses Pengajuan, dimana dari hasil

penelitian didapatkan bahwa semua (100%) lembaga menyatakan Dokumen-dokumen

yang dipersyaratkan dalam Proses Pengajuan sudah sesuai.

c. Pencairan

1) Proses Pencairan dengan waktu yang ditentukan telah sesuai, dimana dari hasil

penelitian didapatkan bahwa sebagian besar lembaga menyatakan Proses Pencairan

dengan waktu yang ditentukan, sudah sesuai, dengan rincian 11 lembaga (44,0%)

menyatakan sesuai dan 5 lembaga (20,0%) menyatakan sangat sesuai.

2) Pengumuman pencairan dana BOP, dimana dari hasil penelitian didapatkan bahwa

lembaga yang menyatakan pengumuman pencairan dana BOP kepada pendidik

sejumlah 6 lembaga (24,0%). Kepada pengelola sekolah sejumlah 7 lembaga (28,0%),

kepada komite sekolah sejumlah 8 lembaga (2,0%), dan kepada pihak lainnya

sejumlah 4 lembaga (16,0%).

d. Penggunaan Dana

1) Dana yang diajukan lembaga dengan kebutuhan lembaga sudah sesuai, dimana dari

hasil penelitian disimpulkan bahwa sebagian besar lembaga menyatakan dana yang

diajukan lembaga dengan kebutuhan lembaga sudah sesuai, dengan rincian 16 lem-

baga (64,0%) menyatakan sesuai dan 8 lembaga (32,0%) menyatakan sangat sesuai.

2) Sebagian besar penggunaan dana DAK disampaikan kepada komite sekolah dan

pengelola sekolah, masing-masing sejumlah 12 lembaga (48,0%) dan 10 lembaga

(40,0%) .

Page 49: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

49

3) Dana BOP yang diajukan dengan pemanfaatan dana sudah sesuai, dimana dari hasil

penelitian disimpulkan bahwa semua (100%) lembaga menyatakan dana BOP yang

diajukan lembaga telah sesuai dengan pemanfaatan dana.

4) Pemanfaatan dana BOP ditetapkan berdasarkan musyawarah, dimana dari hasil

penelitian disimpulkan bahwa semua (100%) lembaga menyatakan pemanfaatan da-

na BOP ditetapkan berdasarkan musyawarah.

5) Pihak yang dilibatkan dalam musyawarah, dimana dari hasil penelitian disimpulkan

bahwa sebagian besar lembaga menyatakan yang dilibatkan dalam musyawarah

pemanfaatan dana BOP adalah komite sekolah, sejumlah 14 lembaga (56,0%).

e. Laporan Pertanggungjawaban

1) Laporan Pertanggungjawaban dana BOP, dimana dari hasil penelitian disimpulkan

bahwa sebagian besar lembaga menyatakan laporan pertanggungjawaban dana BOP

diberikan kepada komite sekolah, sejumlah 12 lembaga (48,0%).

2) Laporan Pertanggungjawaban dengan dana yang diajukan oleh lembaga, sudah

sesuai, dimana dari hasil penelitian disimpulkan bahwa semua (100%) lembaga

menyatakan laporan pertanggungjawaban dengan dana yang diajukan oleh lembaga

telah sesuai.

3) Tenggang Waktu yang diberikan untuk membuat laporan penggunaan dana BOP su-

dah sesuai, dimana dari hasil penelitian disimpulkan bahwa sebagian besar lembaga

menyatakan Tenggang Waktu yang diberikan untuk membuat laporan penggunaan

dana BOP sudah sesuai, dengan rincian 15 lembaga (60,0%) menyatakan sesuai dan

3 lembaga (12,0%) menyatakan sangat sesuai.

4) Lembaga menyerahkan laporan penggunaan dana tepat waktu, dimana dari hasil

penelitian disimpulkan bahwa semua (100%) lembaga menyatakan menyerahkan

laporan penggunaan dana secara tepat waktu.

5) Laporan pertanggungjawaban dana BOP, dimana dari hasil penelitian disimpulkan

bahwa sebagian besar lembaga menyatakan menyerahkan laporan penggunaan dana

BOP dilaporkan kepada UPT terkait dan Dinas Pendidikan, masing-masing sejumlah

8 lembaga (36,0%) dan 8 lembaga (32,0%).

f. Pengawasan / Audit

1) Perlunya Pengawasan atau audit dana BOP, dimana dari hasil penelitian ditemukan

bahwa sebagian besar lembaga menyatakan penggunaan dana BOP perlu dilakukan

pengawasan dan audit, yaitu sejumlah 21 lembaga (84,0%).

2) pengawasan atau audit dana BOP sudah dilakukan, dimana dari hasil penelitian

didapatkan bahwa sebagian besar lembaga menyatakan penggunaan dana BOP su-

dah dilakukan pengawasan dan audit, yaitu sejumlah 11 lembaga (56,0%).

3) Pengawasan atau audit dana BOP, dimana dari hasil penelitian disimpulkan bahwa

sebagian besar lembaga menyatakan yang melakukan pengawasan dan audit

penggunaan dana BOP adalah Inspektorat Jenderal Kemendikbud, yaitu sejumlah 18

lembaga (72,0%).

4) Temuan yang ditemukan dalam audit adalah penggunaan dana tidak sesuai dengan

proposal, sebagaimana dari hasil penelitian disimpulkan bahwa semua (100%) lem-

baga menyatakan bahwa temuan yang didapat dalam audit adalah penggunaan dana

tidak sesuai yang tertera pada proposal.

Page 50: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

50

5) Audit bermanfaat dalam perbaikan penyusunan laporan dan penggunaan dana BOP,

dimana dari hasil penelitian diperoleh bahwa semua lembaga (100%) lembaga menya-

takan audit bermanfaat dalam perbaikan penyusunan laporan dan penggunaan dana

BOP.

g. Pembimbingan Dan Pendampingan

1) Pembimbingan dalam pelaksanaan program BOP sangat diperlukan, dimana dari hasil

penelitian diperoleh bahwa semua (100%) lembaga menyatakan perlu ada pembimb-

ingan dalam pelaksanaan program BOP, dengan rincian 16 lembaga (64,0%) menya-

takan sangat perlu dan 9 lembaga (36,0%) menyatakan perlu.

2) Pembimbingan/pendampingan yang diharapkan dalam pelaksanaan program BOP,

dimana dari hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar lembaga menyatakan

pembimbingan dalam pelaksanaan program BOP, yang diharapkan adalah pada ma-

salah yang berkaitan dengan pencairan, sejumlah 15 lembaga (60,0%), dan pada ma-

salah penggunaan, sejumlah 10 lembaga (40,0%).

4. Aspek Produk

Berdasarkan hasil pengkajian kami, dapat diuraikan bahwa pelaksanaan Program DAK

Non Fisik BOP PAUD, dilihat dari aspek produk, secara umum juga sudah menunjukkan

pelaksanaan yang baik, dimana sebagian besar lembaga telah melaksanakan Program DAK

Non Fisik BOP PAUD dari aspek produk secara tepat. Hal ini terlihat dari indikator:

a. Dukungan Dana BOP Terhadap Ketercapaian STPPA

1) Dana BOP yang digunakan untuk pembelian bahan bermain dan bahan belajar PAUD,

hasil penelian menunjukkan bahwa sebagian besar lembaga menyatakan dana BOP

yang digunakan untuk pembelian bahan bermain dan belajar sebesar 50-75%, yaitu

sejumlah 16 lembaga (64,0%).

2) Dana BOP yang digunakan untuk pembelian peralatan pembelajaran seperti krayon,

spidol, kertas, pensil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar lembaga

menyatakan dana BOP yang digunakan untuk pembelian peralatan pembelajaran sep-

erti krayon, spidol, kertas, pensil sebesar 20-40%, yaitu sejumlah 13 lembaga (52,0%).

3) Dukungan dana BOP dalam penyediaan buku administrasi, hasil penelitian menunjuk-

kan bahwa sebagian besar lembaga menyatakan Dukungan dana BOP dalam penye-

diaan buku administrasi sebesar 20-35%, yaitu sejumlah 10 lembaga (40,0%).

4) Dukungan dana BOP dalam pembelian alat-alat DDTK, obat-obatan dan P3K, hasil

penelian menunjukkan sebagian besar lembaga menyatakan Dukungan dana BOP

dalam pembelian alat-alat DDTK, obat-obatan dan P3 di bawah 5%, yaitu sejumlah 9

lembaga (36,0%).

5) Dukungan dana BOP dalam kegiatan pertemuan pendidik, hasil penelian menunjuk-

kan bahwa sebagian besar lembaga menyatakan Dukungan dana BOP dalam

kegiatan pertemuan pendidik sebesar 5-10%, sejumlah 10 lembaga (40,0%).

6) Dukungan dana BOP dalam peningkatan kapasitas pendidik, hasil penelian menunjuk-

kan bahwa sebagian besar lembaga menyatakan Dukungan dana BOP dalam

kegiatan peningkatan kapasitas pendidik adalah di bawah 5%, sejumlah 10 lembaga

(40,0%).

Page 51: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

51

7) Dukungan dana BOP dalam penyediaan makanan sehat, hasil penelitian menun-

jukkan sebagian besar lembaga menyatakan dukungan dana BOP dalam penye-

diaan makanan sehat adalah 10-20%, yaitu sejumlah 9 lembaga (36,0%).

b. Dukungan Dana BOP Terhadap Peningkatan SARPRAS

1) Perawatan sarana dan prasarana di lembaga, hasil penelitian menunjukkan bah-

wa sebagian besar lembaga menyatakan dana BOP yang digunakan untuk

perawatan sarana dan prasarana di lembaga sebesar 10-15%, yaitu sejumlah 22

lembaga (88,0%).

2) Prosentase keseluruhan dana untuk perawatan sarana dan prasarana dari dana

BOP, hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar lembaga menyatakan

perawatan sarana dan prasarana di lembaga yang berasal dari dana BOP sebe-

sar 10-15%, yaitu sejumlah 23 lembaga (92,0%).

3) Prosentase sumber dana lain selain dana BOP untuk perawatan sarana dan

prasarana, hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar lembaga menya-

takan perawatan sarana dan prasarana di Lembaga yang berasal dari sumber

dana lain selain dana BOP sebesar 10-15%, yaitu sejumlah 40 lembaga (40,0%).

4) Alokasi dana untuk perawatan sarana dan prasarana lembaga yang ada di Petun-

juk Teknis DAK Non Fisik BOP PAUD pada komponen Kegiatan Lainnya

(Maksimal 15%) sudah sesuai dengan kebutuhan lembaga, hasil penelitian

menunjukkan bahwa sebagian besar lembaga menyatakan setuju jika alokasi da-

na untuk perawatan sarana dan prasarana lembaga yang ada di Petunjuk Teknis

DAK Non Fisik BOP PAUD Maksimal 15%, yaitu sejumlah 12 lembaga (48,0%)

5) Pada kenyataannya alokasi dana untuk perawatan sarana dan prasarana Lem-

baga membutuhkan dana yang lebih dari 15% dana BOP yang diterima, hasil

penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar lembaga menyatakan kurang set-

uju dan tidak setuju jika alokasi dana untuk perawatan sarana dan prasarana lebih

besar 15% dana BOP, masing-masing sejumlah 11 lembaga (44,0%) dan 8 lem-

baga (32,0%).

6) Dana BOP sangat membantu meningkatkan sarana dan prasarana Lembaga,

hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar lembaga menyatakan setuju

dan sangat setuju bahwa dana BOP sangat membantu meningkatkan sarana dan

prasaran, masing-masing sejumlah 19 lembaga (76,0%) dan 5 lembaga (20,0%).

c. Dukungan Dana BOP Terhadap Peningkatan Sumberdaya Manusia

1) Peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan di Lembaga

menggunakan dana BOP, hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar

lembaga menyatakan setuju dan sangat setuju, peningkatan kompetensi pendidik

dan tenaga kependidikan di Lembaga menggunakan dana BOP, masing-masing

sejumlah 14 lembaga (56,0%) dan 7 lembaga (28,0%).

2) Tidak ada sumber dana lain untuk peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga

kependidikan di Lembaga selain dana BOP, hasil penelitian menunjukkan bahwa

sebagian besar lembaga menyatakan tidak setuju, tidak ada Sumber Dana lain,

Peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan di Lembaga, selain

menggunakan dana BOP, yaitu sejumlah 16 lembaga (64,0%).

Page 52: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

52

3) Dana BOP sangat membantu meningkatkan sumber daya manusia di lembaga, hasil

penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar lembaga menyatakan setuju dan san-

gat setuju bahwa dana BOP sangat membantu meningkatkan sumber daya manusia

di lembaga, masing-masing sejumlah 15 lembaga (60,0%) dan 6 lembaga (24,0%)

4) Alokasi dana BOP yang tertera dalam Petunjuk Teknis DAK Non Fisik BOP PAUD

pada komponen Kegiatan Pendukung (Maksimal 35%) sudah sesuai untuk pening-

katan sumber daya manusia di lembaga, hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagi-

an besar lembaga menyatakan setuju bahwa Alokasi dana BOP yang tertera dalam

Petunjuk Teknis DAK Non Fisik BOP PAUD pada komponen Kegiatan Pendukung

(Maksimal 35%) sudah sesuai untuk peningkatan sumber daya manusia di lembaga,

yaitu sejumlah 16 lembaga (64,0%).

5) Lembaga membutuhkan biaya yang cukup besar untuk peningkatan sumber daya

manusia, hasil penelitian menunjukkan bahwa semua lembaga menyatakan setuju

dan sangat setuju bahwa Lembaga membutuhkan biaya yang cukup besar untuk pen-

ingkatan sumber daya manusia, masing-masing sejumlah 15 lembaga (60,0%) dan 10

lembaga (40,0%).

C. PENUTUP

1. KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan secara umum pelaksa-

naan program DAK Non Fisik BOP PAUD di aspek konteks dan input sudah baik, tetapi

aspek proses dan produk masih banyak masukan perbaikan. Secara detail, simpulan per

komponen adalah sebagai berikut :

a. Komponen Konteks

Pengkajian mengenai pelaksanaan Program DAK Non Fisik BOP PAUD yang dilakukan

pada 25 lembaga PAUD untuk Aspek Context, secara umum sudah menunjukkan hal

yang baik, dimana pelaksanaan Program DAK Non Fisik BOP PAUD dari aspek context

sudah tepat. Hal ini terlihat dari indikator tujuan, manfaat, sasaran, kepemilikan Juknis,

dan indikator kebutuhan yang belum terpenuhi, akan tetapi tidak boleh menggunakan

dana DAK.

b. Tujuan Pengajuan

Program DAK Non Fisik BOP PAUD membantu lembaga PAUD dalam pemenuhuna

biaya operasional non personalia. Penggunaan dana tersebut 60% lembaga

menyatakan digunakan untuk hanya biaya operasional. Terdapat 40% lembaga yang

menggunakan dana tersebut untuk biaya non operasional. Hal ini dikarenakan kondisi

lembaga dan adanya kebutuhan mendesak non operasional yang harus dipenuhi.

c. Manfaat

Dengan adanya Program DAK Non Fisik BOP PAUD yang diterima beban orang tua

peserta didik merasa diringankan. Ada beberapa hal yang mendasari Lembaga masih

membebankan biaya operasional kepada orangtua peserta didik diantaranya kebutuhan

biaya operasional yang memang tidak semua bisa terpenuhi dengan DAK Nonfisik BOP

PAUD, adanya lembaga yang tidak memasukkan dana BOP ke dalam RAB Lembaga

dan karena proses turunnya dana BOP yang tidak menentu kadang awal tahun tetapi

kadang cair akhir tahun di mana kegiatan pembelajaran sudah hampir berakhir.

Page 53: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

53

d. Sasaran

Semua lembaga penerima BOP adalah lembaga yang memenuhi persyaratan seperti

tertuang dalam permendikbud No. 2 tahun 2018 tentang petunjuk teknis penggunaan

DAK Nonfisik BOP PAUD halaman 16.

e. Kepemilikan Juknis

Masih terdapat 20% lembaga yang tidak memiliki Juknis. Hal ini bertentangan dengan

keharusan setiap lembaga untuk benar-benar memahami juknis pada proses penggunaan

samapai dengan pertanggungjawaban karena semua rambu-rambu terdapat pada juknis.

2. SARAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan simpulan hasil pengkajian evaluasi pelaksanaan Program DAK Non

Fisik BOP PAUD, maka rekomendasi yang diberikan adalah sebagai berikut :

A. Kemdikbud Dirjend PAUDDIKMAS

1. Dirjend PAUDDIKMAS menindaklajuti hasil pengkajian ini dengan memberikan

bimbingan teknis dan monitoring kepada dinas kabupaten/kota terkait proses

sosialisasi, pengajuan, pencairan, penggunaan, pendampingan, audit dan

pertanggungjawaban.

2. Memberikan perhatian khusus kepada dinas kabupaten/kota yang tidak segera

melakukan proses pencairan dana.

3. Meninjau kembali aturan tentang persentase penggunaan dana untuk memenuhi

kebutuhan lembaga PAUD yang sangat beragam.

B. Dinas Pendidikan

1. Dinas pendidikan memperhatikan jadwal proses sosialisasi, pencairan, penggunaan

dan pertanggungjawaban sehingga pemanfaatannya di tingkat satuan PAUD lebih

maksimal.

2. Dinas hendaknya mengawal penggunaan dana dengan melakukan pendampingan

dan monitoring.

C. Lembaga PAUD

1. Lembaga PAUD mengimplementasikan pedoman/petunjuk Teknis dengan baik mu-

lai dari pengajuan, penyusunan RAB dan Pelaporan.

2. Proaktif mencari informasi terkait jadwal pelaksanaan program DAK Nonfisik BOP

PAUD sehingga tidak menghambat lembaga PAUD yang lain dalam proses

pencairan.

DAFTAR PUSTAKA

Bogdan, Robert dan Taylor, Steven, J. (1992). Pengantar Metode Penelitian

Kualitatif. Terjemahan Arief Rurchan. Surabaya: Usaha Nasional.

Moleong Lexy, J. (1995) Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja

RosdakaryaOffset.

Kruse, Kevin. (2000). Technology-based Training: The Art and Science of Design, Development and Delivery. Jossey-Bass Publish.

McDavid & Hawthorm. (2006). Program Evaluation & Performance Measurement An Introduction to Practice. SAGE Publications.

Page 54: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

54

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Kemdiknas.

Rudiyanto. 2010. Manajemen Pembiayaan Pendidikan dalam Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini. Manajerial, 9(7), 55-62.

Tedjawati, J. M. 2013. Pendanaan Pendidikan Anak Usia Dini Funding For Early Childhood Educa-tion. Jakarta: Pusat Penelitian Kebijakan, Balitbang Kemdikbud.

Ferdi, W. P. 2013. Pembiayaan Pendidikan: Suatu Kajian Teoritis Financing of Education - A Theorit-ical Study. Jakarta: Pusat Penelitian Kebijakan, Balitbang Kemdikbud.

Munthe, A. P. 2015. Pentingya Evaluasi Program di Institusi Pendidikan: Sebuah Pengantar, Pengertian, Tujuan, dan Manfaat. Jakarta: Indeks.

Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2017 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Non Fisik Bantuan Operasional Penye-lenaraan Pendidikan Anak Usia Dini Tahun 2017. Jakarta: Kemdikbud

Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Nonfisik Bantuan Operasional Penyeleng-garaan Pendidikan Anak Usia Dini Tahun 2018. Jakarta: Kemdikbud

Page 55: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

55

MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK ANAK USIA DINI

DENGAN MEDIA GAME SISOMAT (LITERASI SKENARIO MATEMATIKA)

Endang Tri Haryanti, Suyanto, Sri Haryati Pamong Belajar PP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Tengah

Abstrak

Latar belakang muncul model Pembelajaran Matematika untuk Anak Usia Dini dengan Media Game “SISOMAT” (Stimulasi Skenario Matematika) adalah pentingnya matematika untuk dikenalkan kepada anak sedini mungkin agar mampu mengenali dan memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah sehari-hari, serta menambah media pembelajaran matematika yang menarik bagi anak.

Rumusan masalah pengembangan model ini adalah bagaimana implementasi model, bagaimana kelayakan model dan apakah model ini efektif untuk diterapkan?

Tujuan dari penelitian dan pengembangan model ini adalah untuk mendiskripsikan gambaran implementasi model Pembelajaran Matematika untuk Anak Usia Dini dengan Media Game “SISOMAT” (Stimulasi Skenario Matematika), serta meningkatkan pengetahuan literasi matematika anak usia dini.

Penelitian ini menggunakan metode Research & Development (Borg & Gall, 1983). Borg & Gall menyatakan bahwa Research & Development adalah suatu proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada yang dapat dipertanggungjawabkan.

Dari seluruh rangkaian pengembangan model, diperoleh hasil bahwa media game sisomat sangat menarik, layak untuk diimplementasikan dan efektif untuk diterapkan untuk menstimulasi kemampuan kognitif matematika.

Berdasarkan hasil penelitian dan pengembangan dapat disimpulkan bahwa Mes-kipun game sisomat hanya memuat empat konsep (pola, perbandingan, seriasi, dan geometri), akan tetapi beberapa konsep matematika yang lain seperti bilangan, penge-lompokan dan mencocokkan juga dapat distimulasi dan ditingkatkan secara serta merta. Walaupun tujuan media game sisomat adalah untuk mestimulasi kecerdasan kognitif matematika, akan tetapi media game sisomat ini juga dapat dimanfaatkan untuk men-stimulasi seluruh aspek perkembangan anak (Nilai agama dan moral, fisik motorik, so-sial emosional, kognitif, bahasa, dan seni).

Kata kunci : Sisomat, Model pembelajaran matematika, Media pembelajaran

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan

kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun. Menurut Undang-Undang Nomor 20

tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, pemberian rangsangan pendidikan meliputi

aspek moral agama, fisik, bahasa, kognitif, sosial emosional dan seni.

Pengembangan aspek kognitif pada anak usia dini meliputi belajar dan pemecahan

masalah, berpikir logis serta berpikir simbolik, yang didalamnya merupakan perkembangan

kemampuan matematika. Aspek kognitif tersebut dapat dilakukan melalui kegiatan antara lain :

1) membandingkan; 2) mengenal sebab akibat; 3) mengklasifikasikan benda berdasarkan

warna, bentuk dan ukuran; 4) mengelompokkan; 5) mengenal pola; 6) mengurutkan benda; 7)

pengenalan bilangan; dan 8) mencocokkan.

Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan. Banyak

permasalahan dan kegiatan dalam hidup harus diselesaikan dengan menggunakan ilmu

matematika. Tuntutan kemampuan peserta didik dalam matematika tidak sekedar memiliki

kemampuan berhitung saja, akan tetapi kemampuan bernalar yang logis dan kritis, mampu

menggunakan fakta dan alat matematika dalam pemecahan masalah. Pemecahan masalah ini

Page 56: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

56

tidak semata-mata masalah yang berupa soal rutin akan tetapi lebih kepada permasalahan

yang dihadapi sehari-hari. Kemampuan matematika yang demikian dikenal sebagai

kemampuan literasi matematika.

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Programme for International Student

Assessment (PISA) tahun 2013, kemampuan literasi peserta didik Indonesia masih rendah.

Indonesia berada di bawah rata-rata internasional dan mayoritas peserta didik hanya dapat

menyelesaikan masalah di level 2. Melihat fakta tersebut, kemampuan literasi matematika

peserta didik Indonesia masih perlu untuk ditingkatkan

Di era globalisasi saat ini, dibutuhkan orang-orang yang memiliki keterampilan

menemukan konsep-konsep baru, membuka jaringan dan memiliki kompetensi untuk

memenuhi standart pekerjaan yang tinggi (Hayat, Yusuf : 2010). Masyarakat yang dibutuhkan

saat ini bukan sekedar mereka yang mampu memahami ilmu pengetahuan tertentu saja akan

tetapi lebih dalam dari itu. Saat ini, masyarakat dituntut untuk memanfaatkan pengetahuannya

secara optimal agar lebih cerdas dan kritis dalam menerima dan mengolah informasi. Hal ini

sangat penting untuk menunjang pemecahan masalah yang semakin kompleks.

Pengenalan matematika sejak dini akan berhasil apabila memenuhi prinsip-prinsip

belajar anak usia dini. Beberapa prinsip yang harus diperhatikan adalah bahwa belajar

matematika harus menjadi kebutuhan anak serta menjadi kegiatan yang menyenangkan.

Belajar matematika harus dilakukan melalui bermain.

Howard Gardner dalam buku Multiple Intelligence, menyatakan bahwa setiap anak

memiliki kecerdasan matematika. Potensi tersebut hanya akan berkembang jika mendapatkan

stimulasi yang tepat sesuai karakteristik anak.

Kenyataan di lapangan berdasar hasil studi pendahuluan, diperoleh informasi: 1)

Pendidik kurang memahami makna dan tujuan belajar matematika. Mereka mengajarkan

matematika berdasar yang ada diperangkat pembelajaran, 2) Masih menggunakan metode

pembelajaran konvensional (menghafal angka, menjiplak dan menulis), 3) Kegiatan dan media

yang digunakan dalam pembelajaran matematika belum bervariasi, 4) Anak diajari secara

akademik, sedikit yang bersifat aplikatif sesuai dengan pengalaman di kehidupan sehari-hari,:

anak sudah mengetahui angka, penambahan, pengurangan dan sebagainya, tetapi anak

kesulitan apabila soal/pertanyaan dalam bentuk cerita/ diaplikasikan dalam kehidupan sehari-

hari, 5) Belum semua guru paham tentang keberhasilan pembelajaran. Apabila anak senang,

pembelajaran dianggap berhasil, 6) Orangtua menuntut bahwa anak lulus dari PAUD harus

sudah pintar membaca, berhitung dan menulis, sehingga lembaga PAUD menerapkan

berbagai cara sehingga pada saat keluar nanti siswanya sudah dapat membaca, menulis, dan

berhitung tanpa memperhatikan tingkat pencapaian perkembangan anak, prinsip-prinsip

pembelajaran anak dan metode-metode pembelajaran yang sesuai dengan tahapan

perkembangan anak, 7) Dalam pembelajaran matematika, sarana pembelajaran yang

digunakan telah bervariasi, akan tetapi pada umumnya belum menyentuh aspek kecerdasan

anak secara khusus dan masih banyak kelemahan karena belum ada inovasi.

Berdasarkan uraian diatas, perlu adanya model pembelajaran matematika dengan

menggunakan media yang selanjutnya disebut game “SISOMAT” (Literasi Skenario

Matematika) yang dapat membantu mengenalkan matematika khususnya literasi matematika

pada anak usia dini. Melalui media game “SISOMAT” ini, diharapkan dapat menjadi salah satu

Page 57: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

57

alternatif solusi dalam mengenalkan matematika khususnya literasi matematika pada anak

sesuai karakteristik anak usia dini.

2. Tujuan Pengembangan Model

Pengembangan model ini secara umum bertujuan untuk menemukan gambaran tentang

implementasi, kelayakan dan keefektifan model Pembelajaran Matematika untuk Anak Usia

Dini dengan Media Game “SISOMAT” (Stimulasi Skenario Matematika).

3. Rumusan Masalah

a. Bagaimana implementasi model Pembelajaran Matematika untuk Anak Usia Dini dengan

media game “SISOMAT” (Stimulasi Skenario Matematika) di lembaga PAUD?

b. Bagaimana model Pembelajaran Matematika untuk Anak Usia Dini dengan Media Game

“SISOMAT” (Stimulasi Skenario Matematika) yang layak digunakan untuk meningkatkan

perkembangan AUD?

c. Apakah model Pembelajaran Matematika untuk Anak Usia Dini dengan Pendekatan Game

“SISOMAT” (Stimulasi Skenario Matematika) efektif untuk meningkatkan perkembangan

AUD?

4. Manfaat Pengembangan Model

Pengembangan model ini akan sangat bermanfaat bagi pembaca khususnya bagi

pengelola PAUD, pendidik, orang tua serta pemerintah serta menambah khasanah keilmuan

di bidang pendidikan anak usia dini, non formal dan informal, khususnya pengembangan

pembelajaran matematika untuk anak usia dini dan Pengembangan aspek kognitif utamanya

kemampuan literasi matematika anak usia dini.

B. KAJIAN PUSTAKA

1. Pendidikan Anak Usia dini (PAUD)

Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 mengatakan bahwa Anak Usia Dini adalah anak

yang memiliki rentang usia 0-6 tahun. Pada masa ini anak usia dini dikatakan berada pada

masa golden age yaitu masa emas dimana anak akan mengalami pertumbuhan dan perkem-

bangan yang sangat pesat, dan kecerdasan anak juga akan terbentuk di masa ini. Menurut

Mansur (2005:88) anak usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam proses pertum-

buhan dan perkembangan yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkem-

bangannya. Anak usia dini memiliki perkembangan yang berbeda dari setiap individu. Perkem-

bangan anak usia dini dipengaruhi juga pemberian stimulasi dari orang terdekat dan ling-

kungannya.

2. Matematika untuk anak usia dini

Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan. Banyak perma-

salahan dan kegiatan dalam hidup harus diselesaikan dengan menggunakan ilmu matematika.

Bahkan setiap hari matematika digunakan oleh manusia dalam kehidupannya, misal menghi-

tung belanja, mengukur, dan lain sebagainya. Mengingat betapa pentingnya matematika da-

lam kehidupan manusia, maka matematika perlu dikenalkan sedini mungkin.

Pembelajaran matematika untuk anak merupakan sarana yang dapat digunakan untuk

mengembangkan kemampuan berpikir, mendorong anak untuk mengembangkan berbagai

potensi intelektual yang dimilikinya serta data dijadikan sebagai sarana untuk menumbuhkan

berbagai sikap dan perilaku positif dalam rangka meletakkan dasar kepribadian sedini mung-

Page 58: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

58

kin seperti sikap kritis, ulet, mandiri, ilmiah, dan rasional (Sriningsih, 2008; Rachmawati, 2008;

Mirawati, 2014).

Hasil penelitian Dr. Howard Gardner, seorang profesor pendidikan dari Harvard Univer-

sity bahwa pembelajaran matematika untuk anak usia dini sangat berguna bagi perkem-

bangan kecerdasan logika matematika pada anak. Beliau mengungkapkan bahwa kecerdasan

logika matematika merupakan salah satu dari delapan jenis potensi kecerdasan yang dimiliki

anak. Kecerdasan logika matematika cirinya adalah kepekaan pada memahami pola-pola

logis atau numeris, dan kemampuan mengolah alur pemikiran yang panjang. Kecerdasan ini

berkaitan dengan kemampuan berhitung, menalar dan berfikir logis, serta memecahkan ma-

salah.

Pemahaman terhadap matematika meliputi beberapa konsep dasar yang saling berkai-

tan. Bagi anak usia dini, konsep-konsep matematika harus dijelaskan dengan cara yang

konkrit dan adanya keterlibatan secara langsung. Konsep-konsep dasar yang dapat diajarkan

pada anak usia dini meliputi: konsep mengurutkan, konsep geometri, konsep bilangan, kon-

sep pola, konsep mencocokkan, konsep membandingkan, dan konsep klasifikasi.

3. Model Pembelajaran

Konsep model pembelajaran menurut Trianto (2010: 51), model pembelajaran adalah

suatu perencanaan atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pem-

belajaran di kelas atau pembelajaran tutorial. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan

pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-

tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.

Model pembelajaran yang dimaksud dalam model ini adalah prosedur atau pola

sistematis yang digunakan sebagai pedoman untuk mencapai tujuan pembelajaran, dida-

lamnya terdapat strategi, teknik, metode, bahan, media dan alat penilaian pembelajaran.

4. Media Pembelajaran untuk Anak Usia Dini

Secara umum media pembelajaran memiliki kegunaan untuk memperjelas penyajian

pesan agar tidak terlalu bersifat verbal (berbentuk kata-kata tertulis atau lisan), dan mampu

mengatasi keterbatasan ruang, waktu, daya indera, seperti objek yang terlalu besar dapat

digantikan dengan gambar atau model, lalu konsep yang terlalu luas dapat divisualisasikan

dalam bentuk film atau gambar.

Proses pembelajaran harus memikirkan penggunaan media dengan baik agar pesan

yang dibawa oleh media pembelajaran tersampaikan kepada anak sehingga tujuan pembela-

jaran tercapai dengan baik.

Menurut Musfiqon (2012) terdapat tiga prinsip yang menjadi rujukan guru memilih me-

dia pembelajaran yaitu:

a. Prinsip Efektivitas dan Efisien. Efektivitas adalah keberhasilan pembelajaran yang diukur

dari tingkat ketercapaian tujuan setelah pembelajaran selesai dilaksanakan sedangkan

efisien merupakan pencapaian tujuan pembelajaran dengan menggunakan biaya, waktu

dan sumber daya lain seminimal mungkin.

b. Prinsip Relevansi: media harus relevansi dengan tujuan, isi, strategi dan evaluasi serta

disesuaikan dengan kondisi perkembangan dimasyarakat.

c. Prinsip Produktifitas: produktifitas dalam memilih media pembelajaran dapat dipahami pen-

capaian tujuan pembelajaran secara optimal dengan menggunakan sumber daya yang

ada, baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam, semakin produktif

Page 59: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

59

penggunaan media pembelajaran maka semakin tepat dan cepat tujuan pembelajaran

tercapai.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pemilihan media hendaknya mem-

perhatikan tujuan digunakannya media dan hasil seperti apa yang akan dicapai, media yang

dipakai atau digunakan hendaknya mempunyai mutu yang baik, media yang akan digunakan

seyogyanya sudah dikuasai oleh guru agar proses kegiatan dapat berjalan dengan baik.

Perancangan media pembelajaran matematika untuk anak usia dini ini menerapkan se-

buah metode pembelajaran dengan pendekatan melalui game. Game membantu anak dalam

meningkatkan kecerdasan otak. Melalui media pembelajaran berbasis game, anak belajar

konsep matematika dengan tanpa disadarinya.

5. Game “SISOMAT” untuk Pembelajaran Matematika Anak Usia Dini

Literasi skenario matematika (SISOMAT) adalah skenario pembelajaran matematika

yang dikembangkan mulai dari pijakan lingkungan main, sebelum main, saat main dan setelah

main yang bertujuan untuk menstimulasi kemampuan peserta didik dalam kemampuan berna-

lar yang logis dan kritis, mampu menggunakan fakta dan alat matematika dalam pemecahan

masalah yang dihadapi sehari-hari.

Game “SISOMAT” merupakan boardgame yang efektif bagi anak-anak untuk belajar

melalui bermain. Menurut Praktisi tumbuh kembang anak Lely Tobing (2008) mengatakan

bahwa “boardgame mampu mengajarkan banyak hal. Boardgame juga dapat melatih konsen-

trasi dan daya ingat anak. Untuk anak usia sekolah, boardgame dapat melatih anak memeca-

hkan masalah, berstrategi, serta berpikir kreatif dan kritis”. Dengan media board game ada

tiga aspek yang tercakup di dalamnya, yaitu aspek visual (gambar), audio (berdiskusi dan tan-

ya jawab), serta afektif (sikap).

C. METODOLOGI PENELITIAN

1. Pendekatan Pengembangan

Pengembangan model pembelajaran matematika untuk anak usia dini melalui game

”Sisomat” bertujuan meningkatkan pengetahuan literasi matematika anak usia dini. Untuk

mencapai tujuan tersebut, maka digunakan metode Research & Development (Borg & Gall,

1983). Borg & Gall menyatakan bahwa Research & Development adalah suatu proses atau

langkah-langkah untuk mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk

yang telah ada yang dapat dipertanggungjawabkan.

Pengembangan model ini diharapkan dapat menghasilkan sebuah produk model

pembelajaran yang berupa game ”Sisomat” yang dapat meningkatkan kemampuan literasi

matematika. Produk pengembangan dihasilkan dengan menggunakan beberapa metode yaitu

metode deskriptif, evaluatif dan eksperimen. Metode penelitian deskriptif, digunakan dalam

penelitian awal untuk menghimpun data tentang kondisi yang ada. Hal ini memungkinkan

untuk mengetahui fakta dan permasalahan yang ada di lapangan. Metode evaluatif digunakan

untuk mengevaluasi proses uji coba pengembangan karena sebuah produk dikembangkan

melalui serangkaian uji coba dan setiap kegiatan uji coba diadakan evaluasi hasil dan proses.

Dari hasil uji coba akan diketahui kelayakan dan keefektifan serta kekuatan dan kelemahan

model sehingga dapat diambil tindakan-tindakan yang diperlukan untuk memperbaiki model.

Pengembangan model ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif.

Pendekatan kuantitatif dalam pengembangan model dilakukan untuk mengukur kelayakan dan

Page 60: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

60

keefektifan model dengan mengukur nilai pre-test dan pos-test kemampuan anak sebelum dan

sesudah diberikan perlakuan berupa pembelajaran dengan menggunakan game “Sisomat”

sesuai dengan tema pembelajaran. Variabel tergantung dalam model ini adalah peningkatan

kemampuan literasi matematika dan variable bebas dalam model ini adalah game “Sisomat”.

Sementara itu penggunaan pendekatan kualitatif dimaksudkan untuk melaksanakan studi

pendahuluan dan pengkajian tentang manfaat dan pentingnya pengenalan literasi matematika

untuk anak usia dini.

2. Lokasi Pengembangan Model

Study pendahuluan dilaksanakan di Kota Semarang, Kab. Kendal dan Kota Salatiga.

Penetapan tiga lokasi tersebut didasarkan pada asumsi peneliti bahwa lokasi tersebut men-

dekati karakteristik yang tim pengembang butuhkan.

Ujicoba model dilaksanakan dua kali, yaitu ujicoba model konseptual di dua lokasi dan

ujicoba operasional di tiga lokasi. Pemilihan lokasi didasarkan pada kelayakan hasil studi

pendahuluan.

3. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data

Validasi model konseptual dan perangkatnya dilakukan oleh expert atau praktisi dengan

cara Focus Group Discussion (FGD), instrumen yang digunakan adalah kuesioner.

Evaluasi proses dan hasil eksperimen menggunakan instrumen yang berupa angket

(kuantitatif), wawancara, observasi partisipasi.

Uji keefektivan model bertujuan untuk mengetahui atau membuktikan apakah model

mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkan atau tidak. Instrumen yang digunakan adalah

angket (angket tes untuk mengetahui tambahan pengetahuan, dan angket non tes untuk

mengetahui perubahan sikap).

Berikut bagan teknik pengumpuan data :

Gambar 1. Bagan Teknik Pengumpulan Data Pengembangan Model

4. Subyek Pengembangan Model

Subjek penelitian pengembangan dan ujicoba model ini adalah peserta didik di Satuan

Pendidikan PAUD. Penetapan subyek penelitian dan pengembangan model ini didasarkan

pada: a) Pendidik memahami konsep matematika anak usia dini, b) lembaga memiliki sarana

dan prasarana yang mendukung model.

Page 61: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

61

5. Teknik analisis data

Dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data yang berbeda-beda tergantung jenis

datanya, diantaranya:

a. Analisis data untuk asesmen kebutuhan dengan diskriptif kuantitatif

b. Analisis data untuk validasi draft model adalah diskriptif kualitatif

c. Analisis data untuk uji coba model.

Untuk mengevaluasi proses dan hasil eksperimen yang dilakukan:

a. Angket (kuantitatif), juga dilakukan trianggulasi dengan wawancara dan observasi

partisipan. Dianalisis dengan diskriptif kuantitatif

b. Keefektifan model, intrumen yang digunakan adalah angket yang dibedakan dua yaitu

angket tes (mengukur tambahan pengetahuan) dan angket non tes (terkait perubahan

sikap). Pengukuran efektif tidaknya suatu model dilakukan dengan membandingkan rata-

rata skor awal/ pre test dengan rata-rata skor akhir/ post tes, dan dihitung ada peningkatan

berapa persen.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Deskripsi Data Hasil Studi Pendahuluan

Studi pendahuluan dilaksanakan di PAUD Setya Bakti SPNF SKB Kota Semarang, KB/

TK Real Fun Rainbow Kota Salatiga dan KB Janneta Kabupaten Kendal. Dari kegiatan studi

pendahuluan diperoleh hasil sebagai berikut :

1. Pendidik kurang memahami makna dan tujuan belajar matematika.

2. Masih menggunakan metode pembelajaran konvensional (menghafal angka, menjiplak

dan menulis),

3. Kegiatan dan media yang digunakan dalam pembelajaran matematika belum bervariasi,

4. Anak diajari secara akademik, sedikit yang bersifat aplikatif sesuai dengan pengalaman

dikehidupan sehari-hari

5. Belum semua guru paham tentang keberhasilan pembelajaran.

6. Orangtua menuntut bahwa anak lulus dari PAUD harus sudah pintar membaca, berhitung

dan menulis.

7. Dalam pembelajaran matematika, sarana pembelajaran yang digunakan masih kurang

baik jumlah maupun jenisnya.

2. Deskripsi Data Hasil FGD Penyusunan Draf Model

Hasil FGD Studi Pendahuluan dijadikan bahan untuk membuat draft model dengan tujuan

agar tersusun model yang sesuai dengan kebutuhan lapangan dan hasil FGD. Beberapa hasil

FGD draf model antara lain :

a. Gambar dalam boardgame dibuat berwarna (warna primer)

b. Gambar simbol digunakan benda konkrit

c. Lebih baik diberikan mascot sisomat

d. Setiap konsep, memiliki warna yang berbeda-beda

e. Kartu : sisi belakang kartu gambarnya disamakan dengan dengan icon di boardgame dan

sisi yang depan berisi perintah main.

f. Ukuran kartu diperbesar lagi

g. Setiap konsep memiliki 9 ragam main, terdiri dari 5 ragam main menggunakan kartu main

dan 4 ragam main yang menampung kreatifitas guru

Page 62: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

62

h. Warna dasar masing-masing konsep : merah (Pola), kuning (geometri), biru

(Perbandingan) dan hijau (seriasi)

i. Tulisan konsep di masing-masing konsep (pola, geometri, perbandingan dan seriasi) ditulis

di pinggir dan background putih

j. Boardgame bisa dibongkar pasang menjadi 4 bagian

k. Menggunakan bahasa matematika dilengkapi dengan benda konkritnya

l. Dalam kartu menirukan gerak, konsep kinestetik dimasukkan

3. Deskripsi Data Hasil Validasi Draf Model

Sebelum dilakukan ujicoba terhadap model konseptual yang telah disusun, terlebih dahulu

dilakukan validasi.

Beberapa hasil validasi Draf Model antara lain :

a. Pada langkah main : Setelah kelompok memilih konsep main anak diminta melihat symbol

yang ada dalam kartu konsep main dan Pengambilan kartu pertanyaan setelah dijawab,

kartu ditempel di boardgame.

b. Kartu bagian belakang diberikan gambar mascot dan gambar sama dengan di icon

(mencocokkan)

c. Dalam boardgame, pemilihan warna tidak membingungkan. Tulisan pola, gemometri, dll

berwarna netral (putih) dan background icon juga putih

d. Teknik main sisomat untuk 4 konsep sama. Guru/pendamping dapat mengembangkan kre-

atifitas dalam menentukan ragam main lainnya sesuai dengan kondisi dan potensi lokal

yang ada (Ditambahkan di buku panduan). (Ciri sisomat)

e. Dari perencanaan sampai evaluasi : Harus memuat 6 aspek pengembangan meskipun

media game sisomat hanya fokus pada pengembangan kognitif matematika saja.

4. Deskripsi Data Hasil Ujicoba Model Konseptual

Kegiatan Uji coba konseptual dilaksanakan di KB/TK Rainbow Real Fun dan TK Jannatul

Atfhal, diperoleh hasil sebagai berikut :

a. Uji keterlaksanaan

Dari 20 responden, yang menyatakan tentang kemudahan penggunaan atau penerapan

media game sisomat, diperoleh bahwa : 10,42% pengguna menyatakan cukup, 69,17%

pengguna menyatakan baik, dan 20,41% pengguna menyatakan baik sekali. Jumlah

prosentase baik dan baik sekali adalah 89,58%, maka dapat disimpulkan bahwa media

game sisomat mudah digunakan dan diterapkan untuk anak usia dini, khususnya usia 5-6

tahun.

b. Aspek kelayakan materi/konsep

Dari 20 responden yang menyatakan tentang kelayakan materi atau konsep dalam media

game sisomat, diperoleh bahwa 6,7% menyatakan cukup, 68,30% menyatakan baik dan

25% menyatakan baik sekali.

Jumlah prosentase baik dan baik sekali adalah 93,3%, maka dapat disimpulkan bahwa me-

dia game sisomat layak untuk digunakan.

c. Aspek kemenarikan model

Dari 20 responden yang menyatakan kemenarikan media game sisomat, diperoleh bahwa

11,66% responden menyatakan cukup, 64,17% menyatakan baik dan 24,17% menyatakan

baik sekali.

Page 63: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

63

Jumlah prosentase baik dan baik sekali adalah 93,3%, maka dapat disimpulkan bahwa

media game sisomat layak untuk digunakan.

d. Uji keefektifan

Uji keefektifan diketahui dengan cara mengukur perbedaan rata-rata nilai sebelum dan

sesudah ujicoba dengan uji statistik uji t berpasangan (t-test dependen). Dari hasil uji

statistik t-tes dengan SPSS 16, diperoleh nilai rata-rata (means) sebelum ujicoba adalah

1,9091 dan rata-rata (mean) setelah uji coba adalah 3,000. Artinya rata-rata (mean) peser-

ta didik mengalami peningkatan sebesar 1,09091 setelah pembelajaran dengan

menggunakan media game sisomat. Hasil t hitung sebesar 5,896 dengan sig 0,000. Kare-

na sig 0,000 (α < 0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan

nilai rata-rata anak sebelum dan sesudah pembelajaran dengan media game sisomat.

Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pembelajaran dengan media game sisomat

efektif untuk diterapkan.

5. Deskripsi Data Hasil Ujicoba Model Operasional

Uji coba operasional di tiga lokasi diperoleh hasil sebagai berikut :

a. Implementasi model

Hasil ujicoba operasional menunjukkan bahwa, model pembelajaran matematika untuk

anak usia dini layak diimplementasikan karena memberikan banyak kemudahan dilihat dari

aspek materi, kemudahan penggunaan dan kemenarikan media game sisomat. Hal terse-

but disesuaikan dengan Standar Tingkat Perkembangan Anak (STPPA) tentang standar

tumbuh kembang anak usia 5-6 tahun, pemilihan warna, bentuk, ragam main, tingkat kesu-

litan ragam main, dll.

b. Kelayakan media game sisomat

1) Pendidik

Dari 26 responden, 62,3% responden menyatakan pemahaman guru tentang konsep

matematika tergolong baik, 70,8%, 70% menyatakan penguasaan kelas guru tergolong

baik, 70,8% menyatakan kesiapan mengajar guru tergolong baik, 66,9% menyatakan

baik untu ketepatan penggunaan bahasa matematika dan 69,2% menyatakan baik un-

tuk penjelasan permainan.

2) Media Game Sisomat

Dari 26 responden, 73,8% responden menyatakan kandungan materi dalam media

game sisomat tergolong baik, 71,5% menyatakan kemudahan penalaran media game

sisomat tergolong baik, 78,5% menyatakan media game sisomat memiliki manfaat da-

lam pembelajaran dengan baik sekali, 74,6% menyatakan kemenarikan media game

siomat tergolong baik, dan 73,8 menyatakan kesesuaian tahapan perkembangan anak

tergolong baik.

3) Peserta didik

Dari 26 responden diperoleh: antusiasme anak dalam bermain tergolong sangat baik

(76,2%), kemampuan anak dalam bermain tergolong baik (67,7%), kemampuan anak

mengikuti permainan tergolong baik (66,9%) dan perkembangan social emosional anak

tergolong baik (70%).

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa ketiga aspek ukuran kelayakan model, yaitu

aspek pendidik, media game sisomat dan peserta didik diperoleh hasil bahwa ketiganya

Page 64: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

64

memiliki taraf kesiapan dan kelayakan yang baik untuk dimanfaatkan sebagai model pem-

belajaran untuk menstimulasi kecerdasan kognitif matematika anak usia dini (5-6 tahun).

6. Efektifitas model Pembelajaran dengan media game sisomat dalam menstimulasi kecer-

dasan kognitif matematika anak usia dini 5 - 6 tahun.

Uji efektifitas menggunakan analisis uji t berpasangan (t test dependen) dengan Uji

Wilcoxon Signed Rank. Digunakan uji t berpasangan karena subjeknya sama tetapi dikenakan

dua perlakukan atau pengukuran yang berbeda, yaitu sebelum dan sesudah pembelajaran

matematika dengan media game sisomat. Kemudian dibandingkan nilai rata-rata subjek,

apakah ada perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah pembelajaran matemat-

ika dengan media game sisomat. Pengujian uji t menggunakan bantuan SPSS 16.

Kecerdasan kognitif matematika yang diukur dalam pembelajaran dengan media game

sisomat meliputi literasi matematika, konsep pola, perbandingan, seriasi dan geometri, yang

dirumuskan ke dalam kompetensi dasar (KD) enam aspek perkembangan, yaitu KD 2.13 (Nilai

agama dan moral), KD 3.3 dan 4.3 (Fisik motorik), KD 2.2, 2.3, 3.5, 4.5, 3.6, 4.6 (kognitif), KD

2.6, 2.7, 2.10, 2.11, 3.13, 4.13 (Sosial emosional), KD 3.10, 4.10 (Bahasa) dan KD 3.15, 4.15

(seni).

Dari hasil analisis terhadap kompetensi dasar (KD) keenam aspek perkembangan terse-

but, diperoleh adanya peningkatan nilai rata-rata setelah pembelajaran menggunakan media

sisomat.

E. PEMBAHASAN

Model Pembelajaran Matematika untuk Anak Usia Dini dengan Media Game Sisomat ini

telah mengalami perkembangan menjadi lebih sempurna setelah pembahasan yang panjang me-

lalui kegiatan FGD dan uji coba. Dari seluruh rangkaian pengembangan model, dapat disimpul-

kan bahwa media game sisomat sangat menarik, layak untuk diimplementasikan dan efektif untuk

diterapkan untuk menstimulasi kemampuan kognitif matematika.

Media game sisomat merupakan media yang sangat menarik bagi anak, hal tersebut dibuk-

tikan dengan antusias anak saat bermain, anak tidak mau berhenti bermain meskipun waktu un-

tuk bermain sudah selesai. Media game sisomat sangat bermanfaat untuk menstimulasi kecer-

dasan kognitif matematika anak. Kecerdasan matematika yang dapat distimulasi dengan bermain

sisomat diantaranya anak dapat mengenal berbagai konsep matematika yaitu konsep pola, per-

bandingan, seriasi (mengurutkan), geometri (pengenalan bangun datar dan ruang) dan se-

bagainya, serta anak diberikan stimulasi untuk belajar menyelesaikan masalah yang berkaitan

dengan masalah atau kegiatan anak sehari-hari.

Meskipun game sisomat hanya memuat empat konsep (pola, perbandingan, seriasi, dan

geometri), akan tetapi beberapa konsep matematika yang lain seperti bilangan, pengelompokan

dan mencocokkan juga dapat distimulasi dan ditingkatkan secara serta merta. Tujuan media

game sisomat adalah untuk mestimulasi kecerdasan kognitif matematika, akan tetapi media game

sisomat ini juga dapat dimanfaatkan untuk menstimulasi seluruh aspek perkembangan anak (Nilai

agama dan moral, fisik motorik, sosial emosional, kognitif, bahasa, dan seni). Hal ini terlihat pada

saat media ini diujicobakan, perkembangan fisik motorik anak dapat distimulasi dengan game

sisomat, yaitu saat anak bermain dengan kartu yang tipis (motorik halus) dan saat anak bergerak

pindah tempat dan mencari benda-benda di lingkungan sekitar sekolah sebagai bahan untuk ber-

main game sisomat.

Page 65: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

65

Aspek sosial emosional yang dapat ditingkatkan adalah saat anak bermain bersama,

menghadapi perbedaan pendapat, bergantian alat dan tempat bermain, sabar menunggu giliran,

dll. Sedangkan aspek bahasa adalah saat anak selalu berkomunikasi, berdiskusi dengan teman

satu kelompoknya dan pendidik, bertanya, bercerita, mengungkapkan pendapat atau gagasan,

dll. Aspek kecerdasan seni yang dapat dikembangkan pada anak adalah pada saat anak

menyanyikan lagu-lagu yang sesuai dengan tema dan konsep yang sedang dimainkan yang ada

di media game sisomat. Bahkan aspek moral dan nilai-nilai agama juga dapat dikembangkan

dengan mengenalkan dan menanamkan pada anak untuk selalu mencintai segala ciptaan Tuhan,

diantaranya binatang dan tumbuhan (sebagaimana yang ada dalam media game sisomat).

Aspek penilaian yang kedua adalah tentang kelayakan model. Model pembelajaran ma-

tematika untuk anak usia dini dengan media game sisomat ini sangat layak untuk diterapkan, ka-

rena media game sisomat ini memiliki kemudahan-kemudahan dalam penggunaannya. Hal terse-

but ditunjukkan dengan ukuran boardgame sisomat yang cukup sesuai dengan jumlah anak da-

lam satu kelompok dan luas area yang dimiliki sekolah. Kualitas bahan boardgame Sisomat

cukup kuat, tahan air dan dikemas sedemikian rupa sehingga mudah untuk dibawa kemana-

mana, dan aman untuk digunakan anak. Dalam game sisomat itu sendiri memiliki 36 ragam main

yang terbagi menjadi empat konsep matematika yang jelas kandungan materi dan cara ber-

mainnya, sehingga mampu membentuk pola pikir, bernalar, menjelaskan gagasan dan

menggunakan benda-benda sekitar untuk menyelesaikan masalah sehari-hari anak. Media game

sisomat sangat bermanfaat dalam pembelajaran, karena sesuai dengan tahapan perkembangan

anak sehingga anak mudah, mampu dan sangat antusias dalam bermain. Hal tersebut sesuai

dengan pendapat Piaget (Abidin Z., 2010) yang menyatakan bahwa permainan dengan

menggunakan media dapat meningkatkan kreatifitas anak, mampu meningkatkan komunikasi

sosial karena belajar dengan media membuat anak belajar dengan senang dan nyaman.

Aspek penilaian yang ketiga adalah tingkat keefektifan model. Model Pembelajaran ma-

tematika untuk anak usia dini dengan media game sisomat efektif untuk diterapkan, karena ada

perbedaan rata-rata (mean) yang signifikan (berarti) antara sebelum dan sesudah pembelajaran

menggunakan media game sisomat. Artinya ada peningkatan kecerdasan anak yang belajar

dengan media game sisomat di enam aspek perkembangan khususnya di aspek perkembangan

kognitif dan utamanya di kognitif matematika.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ketiga aspek penilaian menyatakan, mudah

dan layak diimplementasikan serta efektif meningkatkan kecerdasan kognitif matematika, maka

model Pembelajaran Matematika untuk Anak Usia Dini dengan Media Game Sisomat layak dit-

erapkan.

F. PENUTUP

1. Kesimpulan

a. Model Pembelajaran Matematika untuk Anak Usia Dini dengan Media Game Sisomat layak

diimplementasikan karena memberikan banyak kemudahan baik dari aspek materi, kemu-

dahan penggunaan dan kemenarikan media game sisomat.

b. Model Pembelajaran Matematika untuk Anak Usia Dini dengan Media Game Sisomat layak

diterapkan secara lebih luas.

c. Model Pembelajaran Matematika untuk Anak Usia Dini dengan Media Game Sisomat efek-

tif untuk diterapkan.

Page 66: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

66

2. Saran

Untuk dapat mengimplementasikan model ini, diperlukan :

a. Pendidik harus memiliki pemahaman konsep matematika yang baik dan benar

b. Persiapan bahan untuk bermain anak

c. Kreatifitas guru/pendidik sangat penting agar mampu mengembangkan materi/konsep ma-

tematika yang disampaikan, dan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan anak yang kre-

atif.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z., 2010, Teori Perkembangan Kognitif Piaget dan Implikasi dalam Pembelajaran Matematika (Online), http://wordpress.com/Teori Piaget, Html (01 Desember 2012)

Borg, W.R and Gall, M.D., 1983, Educational Research: An Introduction (4th

Edition), New York, Longman.

Gulo, W., 2002, Metodelogi Penelitian, Jakarta, PT Raja Grafindo.

Lely Tobing, 2008, Cara Mudah Meningkatkan Kecerdasan Anak dan Memiliki Masa Depan Cerah, WWW. adasatu.com

Masni Dede, 2012, Indahnya Bermain, Bermain Sambil Belajar, Anak Usia Emas Indonesia, Yogya-karta, Media Pustaka.

Musfiqon, 2012, Pengembangan Media Belajar dan Sumber Media Pembelajaran, Jakarta, Prestasi Pustakakarya.

Ibid, 2009, Mathematics Learning in Early Childhood, Paths Toward Excellence and Equity, National Research Council.

Sudaryanto, 1995, Metode dan Teknik Pengumpulan Data, Yogyakarta, Gajah Mada University press.

Page 67: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

67

MENUMBUHKAN JIWA BELA BANGSA ANAK USIA DINI BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER

ERA GLOBALISASI

Eem Kurniasih

FKIP, Universitas Terbuka

email: [email protected]

Abstract

During the nation building era of globalization, the main functions include

educating the nation, building awareness of defending the country and defending the

state as human resources in the process of building a national personality and identity.

The formulation of this research is how to grow the nation's defensive spirit in early

childhood with character education in the era of globalization. The purpose of this study

is to build a more advanced civilization that is able to form the soul of the nation's

defending students, one of which is by character education.

This research method uses ex post facto. In the era of globalization, the main

functions of education include educating the nation, building awareness of defending

the country and defending the state as human resources in the process of national

personality development and identity. Therefore, the development of national

awareness and the attitude of defending the nation's soul needs to be instilled and

grown since early childhood.

The conclusion of the study was after observing and learning characters for

approximately 3 months. Early childhood has change behavior to be more loving

Indonesian is an example of being able to mention products originating from Indonesia.

It is the hope that early childhood in the future can compete with foreign countries in the

era of that can threaten the existence and integrity of the Indonesian nation.

Keywords: Globalization Era, Nation Defending Soul, Character Education.

Abstrak

Pada masa pembangunan bangsa era globalisasi, fungsi utama pendidikan an-

tara lain adalah mencerdaskan bangsa, pembangunan kesadaran bela negara dan si-

kap bela negara sebagai sumber daya manusia dalam proses pembangunan

kepribadian nasional serta identitasnya. Rumusan dari penelitian ini yaitu bagaimana

menumbuhkan jiwa bela bangsa pada anak usia dini dengan pendidikan karakter pada

era globalisasi. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk membangun peradaban yang lebih

maju dengan disertai penanaman nilai-nilai yang mampu membentuk jiwa bela bangsa

peserta didik salah satunya dengan pendidikan karakter.

Metode penelitian ini menggunakan ex post facto. Pada era globalisasi, fungsi

utama pendidikan antara lain adalah mencerdaskan bangsa, pembangunan kesadaran

bela negara dan sikap bela negara sebagai sumber daya manusia dalam proses pem-

bangunan kepribadian nasioanal serta identitasnya. Oleh karena itu, pembangunan

kesadaran nasional serta sikap jiwa bela negara perlu ditanamkan dan ditumbuhkan

sejak anak usia dini.

Kesimpulan dari penelitian yaitu setelah dilakukan observasi dan pembelajaran

karakter selama kurang lebih 3 bulan. Anak usia dini memiliki perubahan perilaku yaitu

Page 68: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

68

lebih mencintai indonesia sebagai contoh dapat menyebutkan produk-produk yang be-

rasal dari indonesia. Diharapkan anak usia dini pada masa mendatang dapat bersaing

dengan negara asing dalam menghadapi era globalisasi yang dapat mengancam eksis-

tensi dan integritas bangsa Indonesia.

Kata kunci: Era Globalisasi, Jiwa Bela Bangsa, Pendidikan Karakter.

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pendidikan pada era globalisasi sekarang ini yaitu bertujuan untuk membangun peradaban

yang lebih maju dengan disertai penanaman nilai-nilai yang mampu membentuk jiwa peserta

didik salah satunya dengan pendidikan karakter sehingga peserta didik dapat berperilaku baik,

memiliki sikap dan tindakan moral yang luhur, sopan, santun, serta mampu menunjukkan jati diri

bangsanya untuk membela negara. Kebijakan untuk membela negara tercantum dalam Pasal 27

Ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi “setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya

pembelaan negara”.

Pada masa pembangunan bangsa era globalisasi, fungsi utama pendidikan antara lain adalah

mencerdaskan bangsa, pembangunan kesadaran bela negara dan sikap bela negara sebagai

sumber daya manusia dalam proses pembangunan kepribadian nasional serta identitasnya. Oleh

karena itu, pembangunan kesadaran nasional dan sikap bela negara perlu ditanamkan dan di-

tumbuhkan sejak dini kepada seluruh warga negara Indonesia. Salah satu sarana untuk pem-

bangunan sikap nasionalisme adalah melalui pendidikan. Dengan demikian kegiatan pendidikan

nasional perlu diorganisasikan dan dikelola sedemikian rupa agar pendidikan nasional sebagai

suatu organisasi merupakan sarana untuk mewujudkan cita-cita nasioanal bangsa Indonesia (H.

A. R Tilaar, 2012: 107).

Menumbuhkan jiwa bela bangsa untuk anak usia dini dengan pendidikan karakter begitu pent-

ing karena kapasitas kecerdasan anak sejak usia dini memiliki keterbatasan. Hasil penelitian di

bidang neurologi yang dilakukan Benyamin S. Bloom, seorang ahli pendidikan dari Universitas

Chicago, Amerika Serikat (Diktentis, 2003: 1), mengemukakan bahwa pertumbuhan sel jaringan

otak pada anak usia 0 – 4 tahun mencapai 50%, hingga usia 8 tahun mencapai 80%. Maka masa

kanak-kanak dari usia 0 – 8 tahun disebut masa emas (golden age) yang hanya terjadi sekali da-

lam perkembangan kehidupan manusia sehingga sangatlah penting untuk merangsang pertum-

buhan kecerdasan otak anak dengan memberikan perhatian terhadap kesehatan anak, penye-

diaan gizi yang cukup, dan pelayanan pendidikan.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam menumbuhkan jiwa bela bangsa pada

anak usia dini dengan pendidikan karakter pada era globalisasi sehingga anak usia dini diharap-

kan menjadi sadar akan bela negara dan membentuk sikap cinta tanah air, nasionalisme, dan

patriotisme sehingga pada masa datang dapat bersaing dengan negara asing dan menghadapi

era globalisasi yang dapat mengancam eksistensi dan integritas bangsa Indonesia.

2. Rumusan Masalah

a. Bagaimanakah menumbuhkan jiwa bela bangsa pada anak usia dini dengan pendidikan

karakter pada era globalisasi?

b. Apakah tujuan menumbuhkan jiwa bela bangsa pada anak usia dini dengan pendidikan

karakter pada era globalisasi?

Page 69: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

69

B. METODOLOGI

1. Lokasi dan Waktu Penelitian

a) Lokasi

Lokasi penelitian di TK PGRI 73 Kalicari Semarang, tahun ajaran 2018/2019

b) Waktu Penelitian

Waktu penelitian dimulai pada bulan Oktober - Desember tahun ajaran 2018/2019

selama kurang lebih 3 bulan.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa-siswi kelas TK A di TK PGRI 73 Kalicari Semarang

tahun ajaran 2018/2019.

3. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ex Post Facto.

4. Teknik Analisis Data

Pada tahap analisis data, data berupa hasil observasi dalam bentuk angket kemudian

dianalisis tentang perubahan sikap dan karakter anak usia dini.

5. Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan pada penelitian berupa data kuantitatif dalam bentuk angket

sebagai data pokok. Data tersebut memberi gambaran mengenai gejala perubahan

mengenai jiwa bela bangsa pada anak usia dini.

C. PEMBAHASAN

1. Menumbuhkan Jiwa Bela Bangsa Pada Anak Usia Dini Dengan Pendidikan Karakter

a. Pengertian Bela Bangsa

Kegiatan pembelaan negara pada dasarnya merupakan usaha sadar dari warga negara

untuk mewujudkan ketahanan nasional. Bela negara biasanya selalu dikaitkan dengan mili-

ter atau militerisme seolah-olah hak dan kewajiban untuk membela negara terletak pada

Tentara Nasional Indonesia. Padahal, masalah membela negara dan pertahanan negara

merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara. Disamping itu, kegiatan bela negara

tidak melulu berkaitan dengan fisik, perang, dan “memanggul senjata” tetapi mencakup

semua kegiatan yang bersifat mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan negara.

Winarno (2013: 228) mengatakan bahwa pembelaan negara atau bela negara adalah

tekad, sikap dan tindakan warga negara yang teratur, menyeluruh, terpadu dan berlanjut

yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah air dan kesadaran hidup berbangsa dan bernega-

ra. Bagi warga negara Indonesia, usaha pembelaan warga negara didasari pada kecintaan

pada tanah air (wilayah nusantara) dan kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia

dengan keyakinan pada Pancasila sebagai Dasar Negara dengan keyakinan pada Pancasila

sebagai dasar dan berpijak pada UUD 1945 sebagai konstitusi negara.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelaan negara adalah

sikap dan tekad dari warga negara Indonesia yang menyeluruh dan terpadu untuk memper-

tahankan kedaulatan bangsa dan negara yang dilandasi Pancasila dan UUD 1945 dalam

menjamin kehidupan bangsa dan negara.

b. Anak Usia Dini

Menurut Priyanto, Aris (2014: 42) definisi anak usia dini yang dikemukan oleh NAEYC

(National Assosiation Education for Young Chlidren) adalah sekelompok individu yang be-

Page 70: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

70

rada pada rentang usia antara 0 – 8 tahun. Anak usia dini merupakan sekelompok manusia

yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Pada usia tersebut para ahli

menyebutnya sebagai masa emas (Golden Age) yang hanya terjadi satu kali dalam perkem-

bangan kehidupan manusia. Pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini perlu diara-

hkan pada fisik, kognitif, sosio emosional, bahasa, dan kreativitas yang seimbang sebagai

peletak dasar yang tepat guna pembentukan pribadi yang utuh.

Adapun Hurlock dalam Priyanto, Aris (2014: 42) masa anak usia dini dimulai setelah

bayi yang penuh dengan ketergantungan, yaitu kira-kira usia 2 tahun sampai saat anak ma-

tang secara seksual. Ia memiliki karakteristik tertentu yang khas dan tidak sama dengan

orang dewasa serta akan berkembang menjadi manusia dewasa seutuhnya.

c. Pendidikan Karakter

Menurut Kurniawaty (2011 : 7) pendidikan karakter adalah upaya penanaman nilai-nilai

karakter kepada anak didik yang meliputi pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tinda-

kan untuk melaksanakan nilai-nilai kebaikan dan kebajikan, kepada Tuhan YME, diri sendiri,

sesama, lingkungan maupun kebangsaan agar menjadi manusia yang berakhlak. Se-

dangkan konsep pendidikan karakter berikutnya digagas oleh Thomas Lickona dalam

Suyanto, Slamet (2012: 3), yang menyatakan bahwa karakter yang baik meliputi memahami,

peduli, dan berperilaku berdasarkan nilai-nilai etika dasar. Pendidikan karakter memiliki

peran membantu peserta didik dan komunitas sekolah untuk memahami nilai-nilai yang baik

dan berperilaku berdasarkan nilai-nilai tersebut. Nilai-nilai tersebut dapat ditanamkan kepada

peserta didik sejak usia dini agar terbawa hingga mereka dewasa.

Dari beberapa pendapat tentang pendidikan karakter dapat disimpulkan bahwa pendidi-

kan karakter merupakan dasar dalam membangun sikap religius, membantu sesama manu-

sia dan mencintai lingkungan. Nilai-nilai etika yang terkandung dalam pendidikan karakter

dapat ditanamkan kepada peserta didik sejak usia dini sehingga menjadi bekal pada saat

dewasa.

d. Menumbuhkan Jiwa Bela Bangsa AUD dengan Pendidikan Karakter di Era Globalisasi

Memiliki jiwa bela bangsa sangat penting pada setiap warga negara khususnya pada

anak usia dini karena sebagai bekal dalam mengahadapi era globalisasi yang dapat

mengancam eksistensi dan integritas bangsa Indonesia. Terdapat 18 nilai pendidikan karak-

ter yang dapat ditanamkan kepada anak usia dini dalam upaya menumbuh kembangkan jiwa

bela bangsa sehingga anak usia dini memiliki tekad, sikap dan perilaku berdasarkan Pan-

casila dan UUD 1945 yang rela berkorban demi kelangsungan hidup bangsa dan memiliki

jiwa cinta tanah air.

Anak usia dini harus memiliki sikap jiwa bela negara agar pada masa mendatang dapat

membela kepentingan nasional pada seluruh aspek kehidupan nasional, hal ini memberikan

kejelasan bahwa bela negara tidak hubungan dengan kepentingan militer semata, tetapi

kepentingan seluruh bangsa yang konsekuen dengan cita-citanya pada saat ingin mendiri-

kan negara kesatuan Republik Indonesia. Wujud dari usaha bela bangsa bagi anak usia dini

adalah kesiapan dan kerelaan anak usia dini di masa yang akan datang untuk berkorban

demi bangsa dan negara. Bela bangsa merupakan hak dan kewajiban bagi seluruh warga

negara Indonesia sebagai mana tercantum dalam Pasal 27 Ayat 3 dan Pasal 30 UUD 1945.

2. Tujuan menumbuhkan Jiwa Bela Bangsa Anak Usia Dini Berbasis Pendidikan Karakter pada

Era Globalisasi

Page 71: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

71

Tujuan Pendidikan Bela Negara tidak lepas dari tujuan pendidikan nasioanal, sebagaimana

dinyatakan dalam UU No. 20 tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional desebutkan bah-

wa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, tujuannya

untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan men-

jadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (pasal 3 UU No. 20 tahun 2003)

Diselenggarakanya Pendidikan Bela Negara ini tidak lepas dari tujuan yang hendaknya dicapai

yaitu untuk menghadapi era globalisasi yang dapat mengancam eksistensi dan integritas bangsa

Indonesia, yaitu dengan mendapatkan pendidikan bela negara manusia Indonesia diharapkan

akan dapat menjadi manusia yang berkualitas, yakni manusia yang mampu menhadapi tantangan

-tantangan di masa depan yang dapat menjamin tetap tegaknya identitas dan integritas bangsa

(Subagyo dkk, 2004: 38)

Dari pengertian yang dikemukakan oleh para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan

dari menumbuh kembangkan jiwa bela bangsa anak usia dini dengan pendidikan karakter pada

era globalisasi yakni membentuk generasi bangsa atau anak usia dini agar sadar akan perananya

sebagai tunas bangsa di masa yang akan datang, mengenal dan mencintai tanah air dan mempu-

nyai rasa bangga dan tanggung jawab kepada bangsa dan negara.

D. PENUTUP

1. Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah diuraikan diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu:

a. Jiwa bela bangsa yang ditanamkan bagi anak usia dini berbasis pendidikan karakter yang

berisi 18 nilai karakter dapat mempersiapkan anak usia dini dalam menghadapi era glob-

alisasi dan dapat mempertahankan kedaulatan bangsa dan negara yang dilandasi Pan-

casila dan UUD 1945 dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

b. Memiliki jiwa bela bangsa sangat penting pada setiap warga negara khususnya pada

anak usia dini karena sebagai bekal dalam mengahadapi era globalisasi yang dapat

mengancam eksistensi dan integritas bangsa Indonesia.

c. Pendidikan karakter pada era globalisasi sekarang ini bertujuan untuk membangun

peradaban yang lebih maju dan penanaman nilai-nilai yang mampu membentuk jiwa anak

usia dini sehingga dapat berperilaku baik, memiliki sikap dan tindakan moral yang luhur,

sopan, santun, serta mampu menunjukkan jati diri bangsanya untuk membela negara.

2. Saran

a. Pada era globalisasi dapat mengancam eksistensi dan integritas bangsa Indonesia

sebaiknya anak usia dini diberi bekal dalam sikap bela bangsa agar kelak dapat memper-

tahankan kedaulatan bangsa dan negara Indonesia.

b. Guru dan orang tua seharusnya saling membimbing dalam menumbuh kembangkan jiwa

bela bangsa pada anak usia dini sehingga dapat berperilaku baik dan mampu menunjuk-

kan jati diri bangsanya untuk membela negara.

DAFTAR PUSTAKA

Aris, P 2014, ‘Pengembangan Kreativitas Pada Anak Usia Dini Melalui Aktivitas Bermain’, Jurnal Ilmiah Guru “COPE”, vol. 1, no. 02, hh. 42-46.

Page 72: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

72

Balitbang Kementerian Pendidikan Nasional 2010, Pedoman Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, Balitbang Kementerian Pendidikan Nasional, Jakarta.

Darmadi, H 2010, Kemampuan Dasar Mengajar, Alfabeta, Bandung.

Direktorat Tenaga Teknis 2003, Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia 0 – 6 Tahun, Ditjen PLSP – Depdiknas, Jakarta.

Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini 2011, Pedoman Pendidikan Karakter Pada Pen-didikan Anak Usia Dini, Jakarta.

Hidayatul, F 2017, Implementasi Kebijakan Pendidikan Bela Negara Di TK Garuda VI Medari Sleman Yogyakarta, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.

Kurniawaty & Aries, S 2011, Pengembangan Karakter Anak Usia Dini di Lembaga PAUD, Litbang RA Istiqlal, Jakarta.

Subagyo 2004, Pendidikan Bela Negara, UNY Press, Yogyakarta.

Suyanto, S 2005, Konsep dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Departemen Pendidikan Nasional RI, Jakarta.

Tilaar, H.A.R & Nugroho, R 2012, Kebijakan Pendidikan: Pengantar untuk Memahami Kebijakan Pendidikan dan Kebijakan sebagai Ke bijakan Publik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Winarno 2013, Dasar-Dasar Pembelajaran Pendidikan Taman Kanak-Kanak, Kencana, Jakarta.

Page 73: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

73

EFEKTIVITAS DAN PERANAN HIMPAUDI DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI PROFE-

SIONAL PENDIDIK PAUD

Sutarmin

Penilik PAUD, UPT Dikdas dan LS Kecamatan Teras

Kabupaten Boyolali.

Abstrak Penelitian ini mengkaji permasalahan yang berkaitan dengan: (1) Seberapa be-

sar efektivitas Himpaudi Kecamatan Teras Kabupaten Boyolali dalam meningkatkan kompetensi profesional pendidik PAUD?; (2) Seberapa besar peranan Himpaudi Keca-matan Teras Kabupaten Boyolali dalam meningkatkan kompetensi profesional pendidik PAUD?. Jenis penelitian adalah deskriptif. Subjek penelitian adalah pendidik PAUD yang menjadi anggota Himpaudi Kecamatan Teras Kabupaten Boyolali. Jumlah sam-pel penelitian sebanyak 35 orang. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dan dokumentasi. Analisis data menggunakan deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: (1) Organisasi Himpaudi Kecamatan Teras Kabupaten Boyolali cukup efektif dalam upaya meningkatkan kompetensi profesional bagi pendidik PAUD di wilayahnya; (2) Organisasi Himpaudi Kecamatan Teras Kabupaten Boyolali telah melaksanakan peranan yang cukup baik dalam meningkatkan kompetensi profesional kepada pendidik PAUD di wilayahnya.

Kata kunci: efektivitas,HIMPAUDI, profesional pendidik PAUD.

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Salah satu komponen utama yang menentukan keberhasilan pendidikan adalah guru

(pendidik). Peran guru sangat menentukan keberhasilan belajar peserta didik. Keberhasilan guru

(pendidik) dalam melaksanakan proses pembelajaran ditentukan oleh kompetensi yang dimiliki

guru dan kemampuan yang dimiliki peserta didik. Guru (pendidik) yang memiliki kompetensi se-

bagai pendidiik akan lebih berhasil dalam melaksanakan pembelajaran dibanding dengan guru

yang tidak memiliki kompetensi. Keberhasilan dalam melaksanakan pembelajaran akan mening-

katkan prestasi belajar peserta didik yang selanjutnya akan meningkatkan kualitas pendidikan.

Oleh karena itu, usaha meningkatkan kualitas pendidikan harus dimulai dari peningkatan kualitas

guru (pendidik).

Guru (pendidik) yang berkualitas adalah guru (pendidik) yang profesional dalam

melaksanakan tugas pembelajaran. Guru (pendidik) yang profesional mampu merancang dan

melaksanakan pembelajaran, serta menilai hasil pembelajaran. Untuk itu seorang guru (pendidik)

yang profesional harus menguasai bahan ajar, memahami karakteristik peserta didik, terampil

dalam memilih metode pembelajaran dan melaksanakan proses pembelajaran.

Dengan tidak bermaksud mengesampingkan kompetensi yang lain, makalah ini hanya

akan membatasi dan membahas peningkatan kompetensi profesional pendidikan yang dikaitkan

dengan keberadaan Himpaudi.

Salah satu agen pembaharu dalam upaya peningkatan profesional pendidik, khususnya

pendidikan PAUD adalah Himpaudi. Sebagai wadah organisasi para pendidik di lingkungan

PAUD, Himpaudi memiliki peranan yang penting dalam meningkatkan kompetensi profesional

pendidik PAUD. Himpaudi dapat menjadi ajang komunikasi, bertukar pikiran dan pengalaman

para pendidik PAUD dalam meningkatkan kompetensi profesionalnya. Hal ini mengingat salah

satu kompetnsi yang harus dikuasai oleh pendidik PAUD adalah kompetensi profesional.

Page 74: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

74

Peningkatkatan kompetensi profesional bagi pendidik sangat penting dilakukan, karena

usia dini merupakan masa emas perkembangan. Pada masa itu terjadi lonjakan luar biasa pada

perkembangan anak yang tidak terjadi pada periode berikutnya. Para ahli menyebutnya sebagai

usia emas perkembangan (golden age). Untuk melejitkan potensi perkembangan tersebut, setiap

anak membutuhkan asupan gizi seimbang, perlindungan kesehatan, asuhan penuh kasih sayang,

dan rangsangan pendidikan yang sesuai dengan tahap perkembangan dan kemampuan masing-

masing anak. Pemberian rangsang pendidikan dapat dilakukan sejak lahir, bahkan sejak anak

masih dalam kandungan. Rangsangan pendidikan ini hendaknya dilakukan secara berharap, ber-

ulang, konsisten, dan tuntas, sehingga memiliki daya ubah (manfaat) bagi anak (Direktorat Pen-

didikan Anak Usia Dini, 2010: 1).

Mengingat pentingnya PAUD sebagai dasar pendidikan selanjutnya, maka pendidik PAUD

perlu terus meningkatkan kompetensi profesionalnya, sehingga kualitas anak didik PAUD dapat

dibanggakan oleh semua pihak.

Untuk meningkatkan kompetensi profesional pendidik PAUD, maka keberadaan Himpaudi

di tiap tingkatan baik pusat sampai kecamatan memiliki posisi strategis, karena Himpaudi dapat

merupakan motor penggerak bagi kemajuan PAUD yang ada di wilayahnya masing-masing.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan dapat dirumuskan se-

bagai berikut:

a. Seberapa besar efektivitas Himpaudi Kecamatan Teras Kabupaten Boyolali dalam meningkat-

kan kompetensi profesional pendidik PAUD?

b. Seberapa besar peranan Himpaudi Kecamatan Teras Kabupaten Boyolali dalam meningkat-

kan kompetensi profesional pendidik PAUD?

II. TINJAUAN PUSTAKA

1. Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

Kesadaran masyarakat akan pentingnya memenuhi kebutuhan anak untuk tumbuh dan

berkembang secara optimal sejak dini mendorong munculnya berbagai ragam layanan program

PAUD, seperti Taman Penitipan Anak (TPA), Kelompok Bermain (KB), Taman kanak-kanan (TK)

dan Satuan PAUD Sejenis (SPD) (Dinas Pendidikan, 2010a: 1). Dinas Pendidkan (2010b: 1) juga

menambahkan bahwa program PAUD telah mengalami perkembangan yang sangat pesat.

Secara kuantitas, hal ini dapat dilihat dari pertambahan jumlah lembaga PAUD Non Formal yang

ada di masyarakat. Sedangkan secara kualitas, sudah banyak pelatihan yang diadakan guna

menunjang penyempurnaan kegiatan belajar mengajar yang ada.

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan keniscayaan. Pasalnya, perkembangan

otak pada usia dini tersebut (0-6 tahun) mengalami percepatan hingga 80% dari keseluruhan

otak orang dewasa. Hal ini menunjukan bahwa seluruh potensi dan kecerdasan serta dasar-

dasar perilaku seseorang telah mulai terbentuk pada usia tersebut. Sedemikian pentingnya masa

itu sehingga usia dini sering disebut dengan the golden age (usia emas). Atas dasar ini disimpul-

kan bahwa untuk menciptakan generasi yang cerdas dan berkualitas, pendidikan harus dilakukan

sejak dini. Dan satu-satunya cara untuk memulai adalah dengan menyelenggarakan lembaga

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) (Suyadi, 2011: 3).

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan

dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai

Page 75: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

75

dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk mem-

bantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan ruhani agar anak memiliki kesiapan dalam

memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan infor-

mal (Hasan, 2010: 15).

Lembaga pendidikan yang melayani atau mendidik anak mulai usia 0 tahun sebelum ma-

suk TK adalah Kelompok Bermain (KB) dan Tempat Pengasuhan Anak (TPA). KB menerima

anak didik mulai dari 3-4 tahun, sedangkan TPA menerima anak usia 0-3 tahun. Dengan

demikian keberadaan PAUD dapat melayani kebutuhan edukasi anak sejak 0 tahun. Tentu pen-

didikan yang diselenggarakan kepada kedua lembaga tersebut tidak sama dengan TK, baik ku-

rikulum maupun waktu pelayananya. Jika TK menggunakan kurikulum baku yang disahkan resmi

oleh Dikdasmen, maka KB dan TPA tidak menggunakan kurikulum baku. Muatan kurikulum yang

digunakan pada lembaga non-formal (KB) dan lembaga in-formal (TPA) ini lebih banyak stimulasi

melalui permainan (Suyadi, 2011: 4).

Pada jalur nonformal dan informal, dikenal PAUDNI yaitu Pendidikan Anak Usia Dini Non-

formal dan Informal, seperti Tempat Penitipan Anak (TPA), Kelompok Bermain (KB), POS PAUD

ataupun Satuan PAUD Sejenis (SPS). Berbagai bentuk PAUDNI seperti ini memiliki peranan

yang sangat penting bagi upaya peletakan dasar bagi pendidikan selanjutnya. Hal ini seperti

yang diungkapkan oleh Hasan (2010: 15-16) bahwa PAUD merupakan salah satu bentuk penye-

lenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke beberapa arah: (1) Per-

tumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar); (2) Kecerdasan (daya

pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual); (3) Sosioemosional (sikap dan per-

ilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, yang disesuaikan dengan keunikan dan tahap-tahap

perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini (Hasan, 2010:15-16).

2. Kompetensi Profesional Pendidik dan Kualitas PAUD

Istilah kompetensi mempunyai banyak makna, dalam UU No 14 Tahun 2005 tentang guru

dan dosen dijelaskan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan

perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan

tugas keprofesionalan. Menurut Kunandar (2007: 52) kompetensi juga dapat diartikan sebagai

pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi

bagian dari dirinya sehingga dia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomo-

torik dengan sebaik-baiknya.

Pengertian kompetensi ini, jika digabungkan dengan sebuah profesi yaitu guru atau tenaga

pengajar, maka kompetensi guru mengandung arti kemampuan seseorang guru dalam

melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak atau kemampuan dan

kewenangnan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya (Usman, 2005: 14). Guru adalah

pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan mela-

tih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan for-

mal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Jadi, pengertian kompetensi guru adalah

seperangkat penguasaan kemampuan yang harus ada dalam diri guru agar dapat mewujudkan

kinerjanya secara tepat dan efektif.

Sesuai Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16

Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru tanggal 4 Mei 2007,

dijelaskan bahwa setiap guru PAUD/TK/RA harus memiliki empat kompetensi, yaitu kompetensi

Page 76: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

76

pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam

kinerja guru.

Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik. Kom-

petensi Kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif dan ber-

wibawa serta menjadi teladan peserta didik. Kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai

bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik,

sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua / wali peserta didik dan masyarakat sekitar.

Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan men-

dalam (Niam, 2006: 199).

Kompetensi profesional perlu dikedepankan oleh pedidik, karena kompetensi ini berkaitan

langsung dengan profesi atau keahlian mendidik peserta didik. Namun demikian, bukan berarti

kompetensi yang lain tidak penting. Seluruh kompetensi harus dimiliki oleh pendidik, hanya saja

dalam tulisan ini penulis hanya membahas peningkatan kompotensi profesional.

Khusus yang berkaitan dengan kompetensi profesional, maka setiap guru PAUD/TK/RA

harus menguasai hal-hal sebagai berikut:

a. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran

yang diampu, meliputi: (1) Menguasai konsep dasar matematika, sains, bahasa, penge-

tahuan sosial, agama, seni, pendidikan jasmani, kesehatan dan gizi sebagai sarana pengem-

bangan untuk setiap bidang pengembangan anak TK/PAUD; (2) Menguasai penggunaan

berbagai alat permainan untuk mengembangkan aspek fisik, kognitif, sosial-emosional, nilai

moral, sosial budaya, dan bahasa anak TK/PAUD; (3) Menguasai berbagai permainan anak.

b. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/ bidang pengembangan

yang diampu, meliputi: (1) Memahami kemampuan anak TK/PAUD dalam setiap bidang

pengembangan; (2) Memahami kemajuan anak dalam setiap bidang pengembangan di TK/

PAUD; (3) Memahami tujuan setiap kegiatan pengembangan.

c. Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif, meliputi: (1) Memilih ma-

teri bidang pengembangan yang sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik; (2)

Mengolah materi bidang pengembangan secara kreatif sesuai dengan tingkat perkembangan

peserta didik.

d. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif,

meliputi: (1) Melakukan refleksi terhadap kinerja sendiri secara terus menerus; (2) Me-

manfaatkan hasil refleksi dalam rangka peningkatan keprofesionalan; (3) Melakukan

penelitian tindakan kelas untuk peningkatan keprofesionalan; (4) Mengikuti kemajuan zaman

dengan belajar dari berbagai sumber.

e. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengem-

bangkan diri, meliputi: (1) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam berkomu-

nikasi; (2) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk pengembangan diri.

3. Efektivitas HIMPAUDI dan Kompetensi Profesional Pendidik PAUD

Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 39

ayat (2) menjelaskan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencana-

kan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimb-

ingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat bagi pen-

didik pada perguruan tinggi. Selanjutnya pada pasal 42 ayat (1) dijelaskan bahwa pendidik harus

Page 77: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

77

memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan menajar, sehat

jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Untuk dapat melaksanakan tugas tersebut pendidik harus memiliki kompetensi minimum.

UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, UU ini menyatakan bahwa

pendidikan terdiri dari anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan

tinggi yang keseluruhanya merupakan kesatuan yang sistemik. Artinya pendidikan harus dimulai

dari usia dini, yaitu Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Dengan demikian, PAUD dilakukan sebe-

lum jenjang pendidikan dasar (Suyadi, 2011: 5). Sedangkan pada Anggaran Dasar Himpaudi,

pendidik anak usia dini adalah tenaga yang berperan sebagaipamong, fasilitator, pembimbing,

dan menjadi panutan bagi anak usia dini. Pendidik bagi anak usia dini disebut pendidik (guru).

Kemudian Tenaga Kependidikan adalah pengelola, pakar, praktisi yang menangani program Pen-

didikan Anak Usia Dini (PAUD).

Dengan adanya Himpaudi diharapkan dapat mendorong upaya peningkatan kompetensi

profesional pendidik PUAD, karena sesuai Anggaran Dasar Himpaudi maksud, tujuan dan fungsi

Himpaudi adalah sebagai berikut. Maksud Himpaudi adalah menghimpun pendidik dan tenaga

kependidikan anak usiadini Indonesia agar bersama-sama dapat berusaha secara berdayagun-

adan berhasil guna (pasal 8). Tujuan Himpaudi adalah menghimpun aspirasi dan meningkatkan

profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan anak usia dini Indonesia (Pasal 9). Fungsi

Himpaudi berfungsi sebagai wadah untuk: (1) Mempersatukan pendidik dan tenaga kependidikan

Anak Usia Dini; (2) Meningkatkan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan Anak Usia Dini; (3)

Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan dan perlindungan bagipendidik dan tenaga kepen-

didikan Anak Usia Dini (Pasal 10).

Organisasi Himpaudi dapat dikatakan efektif apabila organisasi ini mampu memanfaatkan

potensinya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Bernard mengatakan kekayaan atau

potensi suatu organisasi adalah: (1) organisasi terdiri dari serangkaian kegiatan yang dicapai

lewat proses kesadaran, kesengajaan, dan koordinasi yang bersasaran; (2) organisasi merupa-

kan kumpulan dari orang-orang untuk melaksanakan kegiatan yang bersasaran tersebut; (3) or-

ganisasi memerlukan adanya komunikasi, yakni suatu hasrat dari sebagian anggotanya untuk

mengambil bagian pencapaian tujuan bersama anggota lainnya. Dalam hal ini Bernard

menekankan peranan seseorang dalam organisasi, diantaranya ada sebagian anggota yang ha-

rus diberi informasi atau dimotivasi, dan sebagian lainnya yang harus membuat keputusan

(Thoha, 2003: 114).

Sebagai sebuah organisasi, Himpaudi akan efektif apabila ia mampu menggunakan poten-

si yang ada di dalamnya untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai melalui: (1) melakukan se-

rangkaian kegiatan yang bermanfaat bagi anggotanya yang dilandasi oleh kesadaran

(kebutuhan), kesengajaan (rencana yang matang), dan koordinasi yang baik; (2) pengurus mam-

pu mendorong seluruh anggota organisasi untuk berperan aktif melaksanakan kegiatan yang te-

lah diprogramkan; (3) pengurus melakukan komunikasi intensif dan timbal balik dengan seluruh

anggotanya.

4. Peranan HIMPAUDI Dalam Meningkatkan Kompetensi Profesional Pendidik PAUD

Peranan himpaudi merupakan aspek dinamis dari kedudukan atau keberadaannya sebagai

sebuah organisasi. Oleh karena itu, Himpaudi dapat menjalankan peranannya apabila dirinya

mampu melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya (Soekanto, 2003:

Page 78: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

78

243), yang meliputi: (1) peranan organisasi yang berkaitan dengan norma yang dihubungkan

dengan posisi kedudukan organisasi Himpaudi pada tingkat nasional hingga kecamatan; (2)

peranan yang berkaitan dengan apa yang dapat dilakukan oleh organisasi Himpaudi di tengah

masyarakat; (3) peranan yang berkaitan dengan perilaku organisasi yang penting bagi struktur

masyarakat di mana organisasi Himpaudi tersebut berada.

Himpaudi sebagai wahana komunikasi dan forum pembelajaran, dapat dimanfaatkan se-

bagai upaya peningkatan kompetensi profesional bagi para anggotanya (pendidik PAUD). Oleh

karena itu, aktivitas Himpaudi perlu direncanakan, diorganisir, dikoordinir, dan dievaluasi secara

bertahap agar efektif untuk meningkatkan kompetensi profesional bagi pendidik PAUD.

Sebagai wadah pendidik PAUD, Himpaudi dapat mengambil peran secara dinamis, inovatif

dan kooperatif dalam meningkatkan kompetensi profesional bagi pendidik PAUD melalui hal-hal

berikut ini.

a. Peningkatan Penguasaan materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang men-

dukung mata pelajaran yang diampu bagi pendidik PAUD

Pendidik PAUD dikatakan mampu menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir

keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu apabila ia: (a) Menguasai konsep da-

sar matematika, sains, bahasa, pengetahuan sosial, agama, seni, pendidikan jasmani,

kesehatan dan gizi sebagai sarana pengembangan untuk setiap bidang pengembangan anak

TK/PAUD; (b) Menguasai penggunaan berbagai alat permainan untuk mengembangkan aspek

fisik, kognitif, sosial-emosional, nilai moral, sosial budaya, dan bahasa anak TK/PAUD; (c)

Menguasai berbagai permainan anak.

Untuk itu, Himpaudi perlu mendorong para anggotanya untuk selalu meningkatkan pen-

didikan formal maupun mengikuti kursus atau pelatihan. Selain sebagai motivator, Himpaudi

juga dapat menjadi fasilitator penyelenggaraan kursus atau pelatihan yang terkait, dan juga

dapat menjadi mediator penyelenggaraan pendidikan formal dengan melakukan kerjasama

dengan perguruan tinggi yang sesuai demi peningkatan kemampuan pendidik PAUD.

b. Peningkatan Penguasaan standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/

bidang pengembangan yang diampu pendidik PAUD

Pendidik PAUD dikatakan standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/

bidang pengembangan yang diampu apabila ia: (a) Memahami kemampuan anak TK/PAUD

dalam setiap bidang pengembangan; (b) Memahami kemajuan anak dalam setiap bidang

pengembangan di TK/PAUD; (c) Memahami tujuan setiap kegiatan pengembangan.

Untuk itu, Himpaudi perlu mengupayakan adanya standarisasi pelaksanaan dan format

evaluasi pembelajaran yang dapat dijadikan pegangan bagi pendidik PAUD dalam melakukan

penilaian kepada peserta didik. Hal ini mengingat setiap PAUD dalam melaksanakan evaluasi

pembelajaran belum memiliki pedoman atau indikator yang jelas dan rinci.

c. Pengembangan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif oleh pendidik PAUD

Pendidik PAUD dikatakan mampu mengembangkan materi pembelajaran yang diampu

secara kreatif, apabila ia mampu: (a) Memilih materi bidang pengembangan yang sesuai

dengan tingkat perkembangan peserta didik; (b) Mengolah materi bidang pengembangan

secara kreatif sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik.

Untuk itu, Himpaudi perlu meningkatkan kreativitas para pendidik PAUD dalam

melaksanakan pembelajaran, dengan cara memberikan pelatihan atau outbond. Selain itu,

Himpaudi dapat menyelenggarakan pelatihan psikologi dengan menghadirkan nara sumber

Page 79: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

79

dari ahli psikologi (psikolog), sehingga pendidik PAUD memiliki kepribadian yang kreatif dan

inovatif dalam memberikan pembelajaran kepada peserta didik

d. Pengembangan keprofesionalan pendidik PAUD secara berkelanjutan dengan

melakukan tindakan reflektif

Pendidik PAUD dikatakan mampu mengembangkan keprofesionalan secara berkelanju-

tan dengan melakukan tindakan reflektif, apabila ia mampu: (a) Melakukan refleksi terhadap

kinerja sendiri secara terus menerus; (b) Memanfaatkan hasil refleksi dalam rangka pening-

katan keprofesionalan; (c) Melakukan penelitian tindakan kelas untuk peningkatan keprofe-

sionalan; (d) Mengikuti kemajuan zaman dengan belajar dari berbagai sumber.

Untuk itu, Himpaudi perlu menjadi wahana untuk meningkatkan komunikasi, interaksi

dan ajang diskusi bagi para pendidik PAUD untuk dapat bertukar pikiran dan pengalaman.

Selain itu, Himpaudi dapat menjembatani penyelenggaraan supervisi, yaitu dengan me-

manfaat pendidik yang telah senior dan berpengalaman, untuk memberikan supervisi dan

bimbingan kepada pendidikan yunior serta belum berpengalaman.

e. Peningkatan kemampuan pendidik PAUD dalam memanfaatkan teknologi informasi dan

komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri

Pendidik PAUD dapat dikatakan mampu memanfaatkan teknologi informasi dan komu-

nikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri, pabila ia, mampu: (a) Memanfaatkan

teknologi informasi dan komunikasi dalam berkomunikasi; (b) Memanfaatkan teknologi infor-

masi dan komunikasi untuk pengembangan diri.

Untuk itu, Himpaudi perlu menyelenggarakan pelatihan keterampilan komputer bagi

pendidik PAUD dengan cara bekerjasama dengan instasi/lembaga kursus komputer atau

perguruan tinggi komputer, sehingga para pedidik PAUD melek teknologi. Dengan melek

teknologi, maka pedidik PAUD dapat memanfaatkan informasi atau internet sebagai bahan/

materi pembelajaran, maupun menggunakan komputer sebagai media atau alat peraga

pembelajaran, serta untuk meningkatkan kelancaran dalam menyusun rencana, laporan

pembelajaran, dan pelaksanaan administrasi PAUD.

III. METODOLOGI PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, karena ditujukan untuk mengetahui secara

lebih mendalam suatu variabel tanpa membandingkan atau menghubungkann dengan variabel

lain. ”Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel

mandiri, baik satu variabel atau lebih, tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan

dengan variabel yang lain” (Sugiyono, 2005: 11).

2. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian adalah Kecamatan Teras Kabupaten Boyolali. Objek penelitiannya

adalah Pendidik PUAD yang menjadi anggota Himpaudi Kecamatan Teras baik laki-laki maupun

perempuan. Waktu penelitian adalah bulan Januari 2016.

3. Populasi dan Sampel

Populasi merupakan ”keseluruhan objek penelitian yang dapat terdiri dari manusia, benda,

hewan, tumbuhan, gejala atau peristiwa, sebagai sumber data yang memiliki karakteristik

tertentu dalam suatu penelitian” (Arikunto, 2006: 65). Populasi dalam penelitian ini adalah

pendidik PAUD yang menjadi anggota Himpaudi Kecamatan Teras Kabupaten Boyolali yang

berjumlah 65 orang.

Page 80: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

80

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel purposif

(purposive sampling). Hal ini dikarenakan responden yang akan diteliti sudah ditentukan

berdasarkan atas kriteria tertentu (Sugiyono, 2005 :67). Dengan demikian, sampel penelitian ini

adalah pendidik PAUD yang telah menjadi anggota Himpaudi.

”Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi yang karakteristiknya hendak

diselediki dengan menggunakan cara-cara tertentu” (Arikunto, 2006 : 65). Dengan demikian,

sampel adalah sebagian pendidik PAUD yang dijadikan sampel. Jumlah sampel penelitian adalah

35 orang atau sebanyak 53,8% dari jumlah populasi.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunkan dalam penelitian adalah: (1) kuesioner. Arikunto

(2006: 124) menjelaskan bahwa angket atau kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang

digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya

atas hal-hal yang diketahui. Untuk keperluan analisis, maka daftar pertanyaan dalam kuesioner

dibuat dengan alternatif jawaban yang dikelompokkan berdasarkan skala Likert, dan masing-

masing alternatif jawaban diberikan skor, yaitu sangat sesuai diberi angka 5, sesuai diberi angka

4, kurang sesuai diberi angka 3, tidak sesuai diberi angka 2, dan sangat tidak sesesuai diberi

angka 1; (2) Dokumentasi yaitu memanfaatkan data-data yang ada di lokasi penelitian, buku

literatur dan internet.

5. Teknik Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan adalah menggunakan analisis deskriptif kuantitatif.

Metode ini bertujuan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan secara lebih terinci tentang

efektivitas dan peranan Himpaudi Kecamatan Teras Kabupaten Boyolali dalam meningkatkan

kompetensi profesional Pendidik PAUD. Sehubungan dengan hal tersebut, maka data angket

akan dianalisis dengan rumus persentase sebagai berikut ini.

SR

S (%) = ————-X 100%

SI

Keterangan:

S (%) = Skor Persentase

SR = Skor Riil

SI = Skor Ideal

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Efektivitas dan Peranan Himpaudi dalam Meningkatkan Kompetensi Profesional Pendidik

PAUD Secara Umum

Jumlah item yang digunakan untuk mengukur efektivitas dan peranan Himpaudi seluruhnya

berjumlah 23 item. Kemudian masing-masing item memiliki 5 alternatif jawaban yang memiliki

nilai berkisar 1 sampai 5 seperti yang telah ditentukan dalam kuesioner. Dengan demikian,

apabila responden menjawab setiap item pertanyaan dengan jawaban “sangat sesuai”, maka

yang bersangkutan akan mendapatkan skor sebanyak 23 x 5 = 115. Sedangkan apabila

responden menjawab setiap item pertanyaan dengan jawaban “sangat tidak sesuai”, maka yang

bersangkutan akan mendapatkan skor sejumlah 23 x 1 = 23.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa skor rata-rata responden adalah 84,63. Hal

ini apabila dibandingkan dengan nilai skor ideal, maka skor rata-rata responden adalah =

84,63/115 x 100% = 73,59% dari tingkat ideal yang diharapkan.

Page 81: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

81

Menurut Umar Husein (2003 : 201) untuk memperjelas kategori-kategori dari skor

penelitian, maka dapat digunakan rumus untuk mencari rentang skala (RS) sebagai berikut :

SR = (m-n) / b

di mana :

m = skor tertinggi yang mungkin

n = skor terendah yang mungkin

b = jumlah kelas

Seperti telah dijelaskan di atas bahwa skor tertinggi yang mungkin adalah 115 dan

terendah 23. Dari skor ini kemudian akan dikelompokkan menjadi 3 kategori atau kelas yaitu

tinggi, sedang, dan rendah dengan perhitungan sebagai berikut ini.

Nilai tertinggi – nilai terendah

3

= (115 - 23) / 3

= 30,67

Dengan demikian, skor data penelitian dapat dikelompokkan, yaitu :

Rendah = Skor 23 sampai dengan 23+ 30,67 = 53,67 dibulatkan 54

Sedang = Skor 55 sampai dengan 53,67 + 30,67 = 84,33 dibulatkan 84

Tinggi = Skor 85 sampai dengan 115

Dari patokan tersebut kemudian masing-masing skor data penelitian dapat dikategorikan

seperti pada tabel dan grafik di bawah ini.

Tabel 1

Distribusi Frekuensi Efektivitas dan Peranan Himpaudi Kecamatan Teras Secara Umum

Gambar 1

Grafik Distribusi Frekuensi Efektivitas dan Peranan Himpaudi Kecamatan Teras Secara Umum

Kategori Skor Jml %

Rendah 23 - 54 2 5.71

Sedang 55 - 84 10 28.57

Tinggi 85 - 115 23 65.71

Jumlah 35 100.00

Page 82: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

82

Dari tabel dan grafik tersebut di atas diketahui bahwa dari 35 responden ada 2 responden

(5,71%) menilai bahwa efektivitas dan peranan Himpaudi Kecamatan Teras dalam meningkatkan

kompetensi professional pendidik PAUD adalah rendah, 10 responden (28,57%) menilai bahwa

efektivitas dan peranan Himpaudi Kecamatan Teras dalam meningkatkan kompetensi

professional pendidik PAUD adalah sedang, dan 23 responden (65,71%) menilai bahwa

efektivitas dan peranan Himpaudi Kecamatan Teras dalam meningkatkan kompetensi profesional

pendidik PAUD adalah tinggi. Dengan demikian, dapat disimpulkan sebagian besar pendidik

PAUD menilai bahwa Himpaudi Kecamatan Teras menunjukkan efektivitas dan peranan yang

tinggi dalam meningkatkan kompetensi professional pendidik PAUD.

2. Efektivitas Himpaudi dalam Meningkatkan Kompetensi Profesional Pendidik PAUD

Jumlah item yang digunakan untuk mengukur efektivitas Himpaudi berjumlah 8 item.

Kemudian masing-masing item memiliki 5 alternatif jawaban yang memiliki nilai berkisar 1 sampai

5 seperti yang telah ditentukan dalam kuesioner. Dengan demikian, apabila responden

menjawab setiap item pertanyaan dengan jawaban “sangat sesuai”, maka yang bersangkutan

akan mendapatkan skor sebanyak 8 x 5 = 40. Sedangkan apabila responden menjawab setiap

item pertanyaan dengan jawaban “sangat tidak sesuai”, maka yang bersangkutan akan

mendapatkan skor sejumlah 8 x 1 = 8.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa skor rata-rata responden adalah 29,63. Hal

ini apabila dibandingkan dengan nilai skor ideal, maka skor rata-rata responden adalah =

29,63/40 x 100% = 74,08% dari tingkat ideal yang diharapkan.

Kemudian berdasarkan rumus yang dikemukakan oleh Umar Husein seperti di atas, maka

skor efektivitas Himpaudi tersebut dapat dikelompokkan seperti tabel dan grafik di bawah ini.

Tabel 2

Distribusi Frekuensi Efektivitas Himpaudi Kecamatan Teras

Gambar 2

Grafik Distribusi Frekuensi Efektivitas Himpaudi Kecamatan Teras

Kategori Skor Jml %

Rendah 8 - 19 2 5.71

Sedang 20 - 29 10 28.57

Tinggi 30 - 40 23 65.71

Jumlah 35 100

Page 83: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

83

Pada tabel dan grafik di atas diketahui bahwa dari 35 responden, ada 2 responden

(5,71%) menilai bahwa efektivitas Himpaudi Kecamatan Teras dalam meningkatkan kompetensi

professional pendidik PAUD adalah rendah, ada 10 responden (28,57%) menilai bahwa

efektivitas Himpaudi Kecamatan Teras dalam meningkatkan kompetensi professional pendidik

PAUD adalah sedang, ada 23 responden (65,71%) menilai bahwa efektivitas Himpaudi

Kecamatan Teras dalam meningkatkan kompetensi professional pendidik PAUD adalah tinggi.

Dengan demikian, dapat disimpulkan sebagian besar pendidik PAUD menilai bahwa Himpaudi

Kecamatan Teras menunjukkan efektivitas yang tinggi dalam meningkatkan kompetensi

profesional pendidik PAUD.

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka organisasi Himpaudi Kecamatan Teras cukup

efektif, karena organisasi tersebut mampu memanfaatkan potensinya untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan. Sebagai sebuah organisasi, Himpaudi Kecamatan Teras telah

menggunakan potensi yang ada di dalamnya untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai melalui:

(1) melakukan serangkaian kegiatan yang bermanfaat bagi anggotanya yang dilandasi oleh

kesadaran (kebutuhan), kesengajaan (rencana yang matang), dan koordinasi yang baik; (2)

pengurus mampu mendorong seluruh anggota organisasi untuk berperan aktif melaksanakan

kegiatan yang telah diprogramkan; (3) pengurus melakukan komunikasi intensif dan timbal balik

dengan seluruh anggotanya.

3. Peranan Himpaudi dalam Meningkatkan Kompetensi Profesional Pendidik PAUD

Jumlah item yang digunakan untuk mengukur peranan Himpaudi berjumlah 15 item.

Kemudian masing-masing item memiliki 5 alternatif jawaban yang memiliki nilai berkisar 1

sampai 5 seperti yang telah ditentukan dalam kuesioner. Dengan demikian, apabila responden

menjawab setiap item pertanyaan dengan jawaban “sangat sesuai”, maka yang bersangkutan

akan mendapatkan skor sebanyak 15 x 5 = 75. Sedangkan apabila responden menjawab setiap

item pertanyaan dengan jawaban “sangat tidak sesuai”, maka yang bersangkutan akan

mendapatkan skor sejumlah 15 x 1 = 15.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa skor rata-rata responden adalah 55. Hal ini

apabila dibandingkan dengan nilai skor ideal, maka skor rata-rata responden adalah = 55 / 75 x

100% = 73,33% dari tingkat ideal yang diharapkan.

Kemudian berdasarkan rumus yang dikemukakan oleh Umar Husein seperti di atas, maka

skor peranan Himpaudi tersebut dapat dikelompokkan seperti tabel dan grafik di bawah ini.

Tabel 3

Distribusi Frekuensi Peranan Himpaudi Kecamatan Teras

Kategori Skor Jml %

Rendah 15 - 35 2 5.71

Sedang 36 - 55 15 42.86

Tinggi 56 - 75 18 51.43

Jumlah 35 100

Page 84: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

84

Gambar 3

Grafik Distribusi Frekuensi Peranan Himpaudi Kecamatan Teras

Pada tabel dan grafik di atas diketahui bahwa dari 35 responden, ada 2 responden (5,71%)

menilai bahwa peranan Himpaudi Kecamatan Teras dalam meningkatkan kompetensi

professional pendidik PAUD adalah rendah, ada 15 responden (42,86%) menilai bahwa peranan

Himpaudi Kecamatan Teras dalam meningkatkan kompetensi professional pendidik PAUD

adalah sedang, ada 18 responden (51,43%) menilai bahwa peranan Himpaudi Kecamatan Teras

dalam meningkatkan kompetensi professional pendidik PAUD adalah tinggi. Dengan demikian,

dapat disimpulkan sebagian besar pendidik PAUD menilai bahwa Himpaudi Kecamatan Teras

telah menjalankan peranan yang tinggi (baik) dalam meningkatkan kompetensi professional

pendidik PAUD.

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka Himpaudi Kecamatan Teras telah menjalankan

peranannya dengan baik, karena dirinya mampu melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai

dengan kedudukannya, yang meliputi: (1) peranan organisasi yang berkaitan dengan norma yang

dihubungkan dengan posisi kedudukan organisasi Himpaudi pada tingkat kecamatan sebagai

kepanjangan tangan Himpaudi pusat; (2) peranan yang berkaitan dengan apa yang dapat

dilakukan oleh organisasi Himpaudi di tengah masyarakat; (3) peranan yang berkaitan dengan

perilaku organisasi yang penting bagi struktur masyarakat di mana organisasi Himpaudi tersebut

berada.

Dengan demikian, Himpaudi Kecamatan Teras sebagai wahana komunikasi dan forum

pembelajaran, dapat dimanfaatkan oleh pengurus sebagai upaya peningkatan kompetensi

profesional bagi para anggotanya (pendidik PAUD). Sebagai wadah pendidik PAUD, Himpaudi

Kecamatan Teras dapat mengambil peran secara dinamis, inovatif dan kooperatif dalam

meningkatkan kompetensi profesional bagi pendidik PAUD di wilayah Kecamatan Teras.

V. PENUTUP

1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: (1) Organisasi

Himpaudi Kecamatan Teras Kabupaten Boyolali cukup efektif dalam upaya meningkatkan kom-

petensi profesional bagi pendidik PAUD di wilayahnya; (2) Organisasi Himpaudi Kecamatan

Page 85: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

85

Teras Kabupaten Boyolali telah melaksanakan peranan yang cukup baik dalam meningkatkan

kompetensi profesional kepada pendidik PAUD di wilayahnya.

2. Saran

Berkaitan dengan hasil penelitian ini dapat disampaikan beberapa saran, yaitu: (1)

Himpaudi dari tingkat pusat hingga kecamatan perlu terus melakukan konsolidasi dan koordinasi

agar sepak terjangnya dalam meningkatkan kualitas pendidikan PAUD dapat efektif; (2)

Efektivitas Himpaudi akan tercapai apabila organisasi tersebut dapat mengoptimalkan potensi

yang dimilikinya untuk mencapai maksud, tujuan dan fungsi Himpaudi seperti yang tercantum

dalam Anggaran Dasar organisasi; (3) Himpaudi memiliki peranan penting apabila keberadaan

organisasi ini dapat bermanfaat bagi anggota, masyarakat dan negara dalam melaksanakan hak

dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Depdiknas, (2002). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Buku 1 – Buku 3, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama.

Dinas Pendidikan, (2010a). Pedoman Penyelengraan Taman Penitipan Anak. Semarang: Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Dinas Pendidikan, Bidang Pendidikan Non Formal dan PT.

________________ (2010b). Pedoman Administrasi Program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Jalur Pendidikan Non Formal (TPA, KB, SPS/POS PAUD/TPQ). Semarang: Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Dinas Pendidikan, Bidang Pendidikan Non Formal dan PT.

Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini, (2010). Pedoman Teknis Penyelenggaraan POS PAUD. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Non Formal dan Informal, Kementerian pendidikan Nasional.

Hasan, Maimunah, (2010). PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Jogjakarta. DIVA Press.

Kunandar. (2007). Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidkan dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Mulyasa, E. (2007). Standar Kompetensi Sertifikasi Guru. Cetakan ke-1. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Niam, A. (2006). Membangun Profesionalitas Guru. Cetakan ke-1. Jakarta : eLSAS.

Sugiyono, (2005). Metodologi Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Soekanto, Soerjono, (2003). Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Suyadi, (2011). Manajemen PAUD TPA-KB-TK/RA. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Thoha, Miftah, (2003). Perlaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Usman, Moh. Uzer, (2005). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Page 86: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

86

Page 87: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

87

STUDI KOMPARASI HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE

PEMBELAJARAN VISA DAN PEMBELAJARAN PRAKTEK PADA PENDIDIKAN KECAKAPAN

KERJA PROGRAM APLIKASI PERKANTORAN

Heru Priambodo, Tatiek Dyah Wardani, Khozin Dwiono

Pamong Belajar PP Paud dan Dikmas Jawa Tengah

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah 1) Mendeskrispsikan perbedaan hasil belajar yang signifikan antara kelompok yang menggunakan metode VISA dan kelompok yang menggunakan metode praktek pada program pendidikan kecakapan kerja (PKK) kursus aplikasi perkantoran 2) mendeskripsikan besarnya jumlah peserta didik yang menggunakan metode VISA dapat lolos uji kompetensi yang diselenggarakan di LSK-TIK; dan 3) mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran pada pendidikan kecakapan kerja program aplikasi perkantoran.

Jenis penelitian ini adalah eksperimen murni, dengan menggunakan desain penelitian matching pretest-posttest comparison. Sumber data penelitian ini terdiri dari peserta didik program aplikasi perkantoran dari satuan pendidikan LKP dan PKBM yang menerima dana bansos PKK tahun 2018. Populasi dari penelitian ini adalah semua LKP dan PKBM yang menyelenggarakan program PKK aplikasi perkantoran. Sedangkan sampel dari penelitian ini adalah 30 orang peserta didik program PKK pada LKP Global Inspira Klaten, PKBM Pioneer Karanganyar dan LKP MS komputer Tegal, namun diakhir penelitian ini tersisa 17.

Hasil dari penelitian ini adalah 1) metode pembelajaran VISA lebih mudah dipahami dan mampu meningkatkan kompetensi peserta didik dibandingkan dengan metode belajar praktek dimana t hitung sebesar 0,043 lebih kecil dari nilai sig. 0,05; 2) Tingkat kelulusan mencapai 65 % lebih tinggi dari pencapaian nasional yang hanya mencapai 5% dengan demikian pembelajaran dengan menggunakan metode belajar visa dapat direkomendasikan untuk meningkatkan kompetensi peserta didik pendidikan kecakapan kerja program aplikasi perkantoran; 3) Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran program aplikasi perkantoran adalah kualitas inputan yang kurang baik, pergantian peserta, mentalitas dan tanggung jawab peserta yang rendah, tidak adanya seleksi, pembelajaran yang tidak sesuai dengan jadwal, satuan pendidikan fokus pada penyaluran pekerjaan bukan pada uji kompetensi, instruktur kurang memahami terhadap metode pembelajaran yang tepat, kurang kreatif dan belum kompeten, jeda belajar yang terlalu lama, latihan yang tidak dikerjakan secara tuntas, susunan bahan ajar yang kurang sempurna dilihat dari urutan dan contoh-contoh latihan, kurangnya variasi, aplikasi yang kurang up to date, TUK yang tidak melaksanakan ketentuan sesuai standar LSK, spesifikasi alat dan perangkat lunak yang tidak sama.

Berdasarkan hasil penelitian dapat rekomendasikan metode pembelajaran VISA dapat digunakan untuk meningkatkan penguasaan kompetensi peserta didik program aplikasi perkantoran.

Kata kunci : Studi komparasi, Metode Belajar VISA, Metode Belajar Praktek,

Aplikasi Perkantoran, Pendidikan Kecakapan kerja

A. Pendahuluan

Latar belakang

Uji kompetensi merupakan penjaminan mutu terhadap lulusan satuan pendidikan, oleh

lembaga yang berkekuatan hukum. Uji kompetensi dapat digunakan oleh masyarakat untuk

mencari pekerjaan. Jika kompetensinya diakui oleh lembaga yang sudah terlegitimasi,

diharapkan akan lebih mudah diterima oleh dunia usaha dan dunia industri.

Data awal yang berhasil dihimpun oleh peneliti sejauh ini ditemukan permasalahan bahwa

lulusan peserta didik yang mengikuti uji kompetensi pada LSK TIK pada satuan pendidikan

Page 88: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

88

masih rendah yaitu hanya sebesar 5%. Ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya

kelulusan uji kompetensi yaitu dari peserta didik, pelaksanaan uji kompetensi dan proses

pembelajaran yang dilaksanakan di LKP.

Pelaksanaan proses pembelajaran yang dilaksanakan di LKP pada program kursus

komputer masih banyak kelemahan. Proses kegiatan belajar hanya mengacu kepada praktek

ketrampilan. Perbandingannya adalah 30% teori dan 70% praktek. Namun demikian ada

beberapa kelemahan 1) LKP tidak memiliki standar yang jelas dalam pelaksanaan prosedur

(perencanaan) dan pelaksanaan pembelajarannya; 2) Hampir semua kegiatan pembelajaran

diserahkan kepada kreativitas instruktur atau pendidiknya saja; 3) pengembangan penalaran

berpikir kurang ditonjolkan karena hanya bertumpu pada praktek saja 4) dalam pembelajaran

aplikasi perkantoran peserta didik kurang berlatih dalam menjalankan fungsi tool karena harus

mengetik tugas yang akan dikerjakan untuk berlatih. Sehingga hasilnya kurang maksimal

dimana tingkat kelulusan saat uji kompetensi di LSK-TIK hanya sebesar 5%.

Dari permasalahan tersebut kemudian dipilih metode pembelajaran yang tidak hanya

menekankan metode praktek yang terstruktur tapi juga mengembangkan kemampuan berpikir

logis, peserta didik dengan memanfaatkan indera penglihatan, pendengaran dan latihan-latihan

untuk mencapai standar kompetensi yang ditetapkan pada kursus aplikasi perkantoran. Metode

belajar yang digunakan adalah metode belajar VISA yaitu metode belajar yang diadaptasi dari

metode belajar SAVI (Somatis Auditori Visual dan Intelektual) merupakan suatu model

pembelajaran yang menggabungkan gerak fisik dengan aktivitas intelektual dan penggunaan

semua indranya dalam proses pembelajaran namun mengedepankan visual baru kemudian

intelektual, somatik dan auditori. (Hendratet, 2018). Metode pembelajaran VISA ini dapat

diterapkan untuk pembelajaran keterampilan-keterampilan praktis dengan latihan berulang-

ulang kepada peserta didik.

Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan di atas maka rumusan dari penelitian ini adalah:

1. Apakah ada perbedaan hasil belajar yang signifikan antara kelompok yang menggunakan

metode VISA dan kelompok yang menggunakan metode praktek pada kursus aplikasi

perkantoran?

2. Seberapa besar jumlah peserta didik yang menggunakan metode VISA dapat lolos uji

kompetensi yang diselenggarakan di LSK-TIK ?

3. Faktor apa saja yang mempengaruhi pembelajaran pendidikan kecakapan kerja pada

program aplikasi perkantoran?

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mendeskrispsikan perbedaan hasil belajar yang signifikan antara kelompok yang

menggunakan metode VISA dan kelompok yang menggunakan metode praktek pada

program pendidikan kecakapan kerja kursus aplikasi perkantoran.

2. Mendeskripsikan besarnya jumlah peserta didik yang menggunakan metode VISA dapat

lolos uji kompetensi yang diselenggarakan oleh LSK-TIK.

3. Mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran pada pendidikan

kecakapan kerja program aplikasi perkantoran.

Manfaat

Page 89: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

89

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi lembaga kursus, pemerintah dan

masyarakat.

1. Bagi Direktorat Kursus dan Pelatihan

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan bagi direktorat kursus dan pelatihan dalam

memperbaiki metode pembelajaran pendidikan kecakapan kerja aplikasi perkantoran.

2. Bagi PP PAUD dan Dikmas Jawa Tengah

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan kebijakan kepada direktorat

kursus dan pelatihan untuk perbaikan program pendidikan kecakapan kerja di masa yang

akan datang.

3. Bagi Lembaga Kursus

Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam pemilihan model pembelajaran yang efektif

untuk meningkatkan kompetensi peserta didik kursus dan pelatihan.

B. Hasil dan Pembahasan

Studi komparasi adalah suatu suatu bentuk penelitian yang membandingkan antara

variable-variabel yang saling berhubungan dengan mengemukakan perbedaan-perbedaan

ataupun persamaan-persamaan dalam sebuah kebijakan dan lain-lain. Macam-macam

penelitian komparasi

1. Penelitian Non-hipotesis

Dalam penelitian non-hepotesis peneliti mengadakan komparasi fenomena dengan

standarnya. Tentu saja penentuan standar ini harus dilakukan berdasarkan landasan yang

kuat misalnya hukum, peraturan, hasil lokakarya, dan sebagainya. Selanjutnya standar ini

dijadikan sejauh mana fenomena mencapai standar.

2. Penelitian Berhipotesis

Penelitian yang sebelum dilaksanakan sudah mempunyai perkiraan jawaban/hipotesis.

Pada penelitian komparatif data dikumpulkan setelah semua kejadian yang dipersoalkan

berlangsung (lewat). Peneliti mengambil satu atau lebih akibat (sebagai dependent variables)

dan menguji data itu dengan menelusuri kembali ke masa lampau untuk mencari sebab-sebab,

saling hubungan dan maknanya.

Program kursus aplikasi perkantoran adalah program kursus komputer yang

diperuntukan khusus untuk pekerjaan di kantor. Aplikasi Perkantoran terdiri dari Pengolah Kata

(wordprocessing), Pengolah Angka ( Spreadsheet) , Pengolah Data (Database), Presentasi

(Presentation) serta Piranti Lunak Browser dan Email. Tujuan program kursus aplikasi

perkantoran adalah untuk mempersiapkan, mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM) dan

mendayagunakan infrastruktur informasi dan komunikasi, agar terampil sebagai operator

aplikasi komputer dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dan dunia kerja. Peserta

yang menyelesaikan pelatihan kemudian akan mengikuti uji kompetensi untuk mendapatkan

pengakuan, berupa Sertifikasi Komputer Literasi (Computer Literate Certified Professional/

CLCP) sebagai bentuk pengakuan keahlian secara nasional dan internasional di bidang

Operator Komputer Aplikasi Perkantoran. Uji kompetensi diatur dalam Petunjuk Teknis Uji

Kompetensi yang diterbitkan oleh Lembaga Sertifikasi Kompetensi (LSK) dan Kemdikbud,

dilaksanakan di suatu tempat yang disebut Tempat Uji Kompetensi (TUK) yg telah diverifikasi

oleh LSK.

Page 90: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

90

Pendidikan Kecakapan Kerja (PKK) adalah program layanan pendidikan dan

pelatihan berorientasi pada pengembangan keterampilan kerja yang diberikan kepada peserta

didik agar memiliki kompetensi di bidang keterampilan tertentu yang sesuai dengan peluang

kerja. Lulusan program PKK dapat bekerja pada perusahaan, industri manufaktur, industri jasa,

industri rumahan (home industry) atau industri lainnya.

Metode belajar VISA menurut Hendratet (2018) adalah metode belajar yang diadaptasi

dari metode belajar SAVI (Somatis Auditori Visual dan Intelektual) merupakan suatu model

pembelajaran yang menggabungkan gerak fisik dengan aktivitas intelektual dan penggunaan

semua indranya dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran VISA (Visual, Intelektual,

Somatis dan Auditori) lebih mendepankan Visual dahulu kemudian dikuti dengan Intelectual,

Somatic dan Aditori. Tujuan Pembelajaran VISA menciptakan pembelajaran yang lebih mudah,

lebih cepat menguasai materi dan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sehingga

hasil dari pembelajaran akan lebih optimal. Metode pembelajaran VISA melibatkan semua unsur

panca indera untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal,

memahami, berbagai materi dengan melibatkan atau merangsang intelegensi peserta didik,

bahwa pemahaman konsep bisa berasal dari mana saja, kapan saja, dengan melibatkan unsur-

unsur visual, ditemukan aktivitasnya di keseharian peserta didik yang mudah dipahami oleh

peserta didik. Peserta didik mencari tahu bukan diberi tahu dengan cara mengamati, menalar,

merumuskan, menyimpulkan dan mengkomunikasikan. Kemudian peserta didik diminta untuk

berlatih secara berulang-ulang sampai kompeten dengan latihan yang disediakan.

Metode Pembelajaran Praktek (MPP) adalah sebuah metode pembelajaran dimana

peserta didik melaksanakan kegiatan latihan atau praktek agar memiliki ketegasan atau

keterampilan yang lebih tinggi dari teori yang telah dipelajari. Praktek merupakan upaya untuk

memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mendapatkan pengalaman langsung. Ide

dasar belajar berdasarkan pengalaman mendorong peserta didik untuk merefleksi atau melihat

kembali pengalaman-pengalaman yang pernah mereka alami. Selama praktek, peserta didik

diharapkan mampu melihat, mengamati, memahami, membandingkan dan memecahkan suatu

masalah saat kegiatan praktek dilaksanakan. Metode pembelajaran praktek merupakan upaya

untuk memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mendapatkan pengalaman langsung.

Ide dasar belajar berdasarkan pengalaman mendorong peserta didik untuk merefleksi atau

melihat kembali pengalaman-pengalaman yang pernah mereka alami. Saat ini untuk program-

program kursus, metode inilah yang paling banyak digunakan.

Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh individu setelah proses belajar

berlangsung, yang dapat memberikan perubahan tingkah laku meliputi pengetahuan,

pemahaman, sikap dan keterampilan. Hasil belajar mencakup tiga ranah yaitu afektif,

psikomotor, dan kognitif. Ketiga ranah tersebut tidak bisa dititikberatkan hanya pada satu ranah

saja, namun harus dilihat secara keseluruhan dan dinilai mulai dari proses sampai hasil

pekerjaan selama dan sesudah uji kompetensi.

Terdapat perbedaaan langkah dalam penggunaan metode belajar VISA dan metode

pembelajaran praktek.

Seperti terlihat dalam chart di bawah ini:

Page 91: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

91

Gambar 1 Kerangka Berpikir Penelitian

Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini ada 2 rumusan, yaitu sebagai berikut:

a. Ho = Tidak terdapat perbedaan hasil belajar yang nyata antara kelompok yang

menggunakan metode pembelajaran VISA dan metode pembelajaran Praktek pada Kursus

Aplikasi Perkantoran .

b. H1 = Terdapat perbedaan hasil belajar yang nyata antara kelompok yang menggunakan

metode pembelajaran VISA dan metode pembelajaran Praktek pada Kursus Aplikasi

Perkantoran .

Jenis penelitian ini adalah komparasi dengan menggunakan penelitian eksperimen

murni. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hipotesis dengan rancangan penelitian di mana

kedua kelas sampel diberi perlakuan berbeda. Pada kelas sampel pertama (kelas eksperimen )

peserta didik belajar dengan menggunakan metode belajar VISA dan pada kelompok kontrol

peserta didik belajar dengan menggunakan metode belajar praktek yang pada umumnya

digunakan oleh satuan pendidikan untuk membelajarkan kursus aplikasi perkantoran.

Desain penelitian yang digunakan adalah matching pretest-posttest comparison group

design. Menurut Sukmadinata (2010: 208) matching pretest-posttest comparison group design

ini di dalamnya terdapat dua kelompok yang akan di beri perlakuan dan kemudian di beri

posttest. Untuk mengetahui keadaan awal adakah perbedaan antara dua kelompok tersebut

dilakukan pretest terlebih dahulu. Desain penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Metode Pembelajaran VISA Metode Pembelajaran Praktek

Langkah-langkah :

Penjelasan Umum Simulasi → praktek materi yang akan

diajarkan Penegasan Materi melaui tanya jawab Praktek pekerjaan → sampai menguasai Evaluasi praktek → lembar kerja yang

disediakan Rangkuman pembelajaran praktek

Langkah-langkah :

Penjelasan umum Visualisasi → simulasi menggunakan

visualisasi yang dapat menjadi jangkar pengingat

Intelligent → merangsang kemampuan berpikir siswa

Somatic → berlatih secara terus menerus sampai kompeten dan terjadi otomatisasi

Auditory → rangkuman dengan menjelaskan kembali proses pekerjaan

Pengetahuan Awal

Kursus Aplikasi Perkantoran

Hasil Belajar Aplikasi Perkantoran

Page 92: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

92

Tabel 1. Desain Penelitian

Keterangan :

X1 = Pembelajaran dengan Metode Belajar VISA

X2 = Pembelajaran dengan Metode Belajar Praktek

O1 = Pretest untuk kelompok Eksperimen

O2 = posttest untuk kelompok Eksperimen

O3 = pretest untuk kelompok kontrol

O4 = posttest untuk Kelompok Kontrol

Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di 3 lokasi LKP dan PKBM di Jawa Tengah.

Kelompok Eksperimen = PKBM Pioneer kabupaten karanganyar

LKP Global Inspira kabupaten Klaten

Kelompok Kontrol = LKP MS Komputer kabupaten Tegal

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh LKP dan PKBM yang menyelenggarakan

Pendidikan Kecakapan Kerja program Aplikasi perkantoran. Sampel penelitian ini adalah

peserta program PKK di LKP Global Inspira, PKBM Pioneer dan LKP MS Komputer.

Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara claster random sampling, menurut

Winarni (2011: 106) teknik cluster random sampling digunakan jika dijumpai populasi yang

heterogen dimana sub populasi merupakan suatu kelompok yang mempunyai sifat heterogen,

sedangkan dalam stratifikasi sampel tiap sub populasinya homogen. Pada awal penelitian

jumlah sampel sebanyak 30 orang, namun dalam perjalanannya berkurang sehingga di akhir

penelitian tersisa 17 orang.

Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional

1. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua jenis variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran melalui metode pembelajaran

VISA dan metode pembelajaran praktek.

Sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar pembelajaran program

aplikasi perkantoran. Hasil belajar yang diukur dalam penelitian ini adalah nilai hasil post-

tes yang diselenggarakan oleh LSK-TIK.

2. Defenisi Operasional

a) Kursus aplikasi perkantoran adalah program kursus komputer yang diperuntukan

khusus untuk pekerjaan di kantor. Aplikasi Perkantoran terdiri dari Pengolah Kata

(wordprocessing), Pengolah Angka ( Spreadsheet) , Pengolah Data (Database),

Presentasi (Presentation) serta Piranti Lunak Browser dan Email.

b) Metode belajar VISA merupakan suatu model pembelajaran yang menggabungkan

gerak fisik dengan aktivitas intelektual dan penggunaan semua indranya dalam proses

pembelajaran.

Kelas Pre Test Perlakuan Post Test

Kelompok Eksperimen O1 X1 O2

Kelompok Kontrol O3 X2 O4

Page 93: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

93

c) Metode Pembelajaran Praktek (MPP) adalah sebuah metode pembelajaran dimana

peserta didik melaksanakan kegiatan latihan atau praktek agar memiliki ketegasan

atau keterampilan yang lebih tinggi dari teori yang telah dipelajari.

d) Hasil belajar yang diteliti berupa hasil belajar, afektif, psikomotor dan kognitif.

Penelitian ini adalah mengukur tingkat pencapaian belajar peserta didik berupa skor

atau nilai yang diperoleh berdasarkan tes hasil belajar aspek kognitif, nilai hasil

pengamatan peserta didik aspek afektif (menerima, mengelola dan menghayati) dan

nilai hasil pengamatan peserta didik aspek psikomotor (pengalamiahan, memanipulasi

dan artikulasi).

Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal-soal uji kompetensi yang

dikeluarkan oleh LSK-TIK untuk mengukur tingkat kompetensi peserta didik program aplikasi

perkantoran. Untuk mengetahui kemampuan awal peserta didik (pretest) hanya digunakan soal

MS Word dengan menggunakan soal latihan uji kompetensi kode soal WP 006. Sedangkan

untuk posttest menggunakan soal uji kompetensi dari LSK-TIK yang hanya diketahui dan

diterbitkan oleh LSK-TIK saat akan melakukan uji kompetensi (pada saat benar-benar tes

ujikompetensi).

Tes uji kompetensi berupa penugasan yang harus dikerjakan oleh peserta didik untuk

membuat produk office tertentu dengan 3 komponen yaitu wordprocessing, spreadsheet dan

presentation. Seorang peserta didik dikatakan kompeten (CLCP) jika dapat mencapai passing

grade 85% dengan standar penilaian yang ditentukan oleh LSK-TIK.

Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah melalui tes

dan non tes yaitu dokumentasi.

1. Tes

Tes dilakukan untuk mengukur hasil belajar peserta didik pada aspek kognitif, afektif dan

psikomotor yang terdiri dari penilaian pretest dan posttest.

2. Dokumentasi

Dokumentasi yang diambil dalam penelitian selama proses pembelajaran dengan

menggunakan catatan instruktur selama menggunakan metode belajar VISA untuk

membelajarkan kursus aplikasi perkantoran pada kelas eksperimen dan metode

pembelajaran praktek pada kelas kontrol.

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif. Data

yang diperoleh akan dianalisis menggunakan uji perbedaan dua rata-rata (uji t), yang bertujuan

untuk melihat apakah ada perbedaan antara hasil belajar antara kelompok yang menggunakan

metode pembelajaran VISA dan metode pembelajaran praktek.

Pengukuran Kemampuan Awal (pretest)

Pengukuran kemampuan awal digunakan untuk memastikan bahwa setiap peserta

memiliki kemampuan yang sama sebelum dilakukan treatment pembelajaran.

Hasil uji normalitas data terhadap 2 kelas dimana kelas A adalah kelas eksperimen yang

menggunakan metode pembelajaran VISA dan kelas B adalah kelas kontrol yang menggunakan

metode pembelajaran praktek, dengan menggunakan Shapiro Wilk hasilnya sebagai berikut :

Page 94: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

94

Tabel 2. Tests of Normality

Dasar pengambilan keputusan :

a. Jika nilai signifikansi >0.05, maka data penelitian berdistribusi normal.

b. Jika nilai signifikansi <0,05, maka data penelitian tidak berdistribusi normal.

Hasil uji normalitas data adalah tidak berdistribusi normal karena nilai sig. di bawah 0,05.

Untuk mengetahui bahwa kedua kelompok kelas memiliki kompetensi yang sama

digunakan uji t dengan non parameterik mann-withney.

Hasi dari uji t adalah sebagai berikut :

Tabel 3. Ranks

Tabel 4. Test Statisticsa

Dasar pengambilan keputusan adalah :

A. Jika nilai sig. (2-tailed)<0,05, maka terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar

pada kelas A dan kelas B.

B. Jika nilai sig. (2-tailed)>0,05, maka tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil

belajar pada kelas A dan kelas B.

Nilai t yang diperoleh dari perhitungan menggunakan bantuan SPSS adalah 0,954 lebih

besar dari nilai sig. 0,05 sehingga dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada

perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Artinya

kemampuan awal dari 2 kelompok tersebut adalah sama.

Pengukuran kemampuan akhir (posttest)

Setelah dilakukan treatment terhadap kelompok eksperimen dengan menggunakan

metode pembelajaran VISA, sedangkan untuk kelompok kontrol diperlakukan dengan

pembelajaran menggunakan metode pembelajaran praktek kedua kelompok diberikan test uji

kompetensi untuk mengetahui kemampuan akhir (posttest).

Hasil tes uji kompetensi terhadap 2 kelompok tersebut di atas adalah sebagai berikut ini:

1. Kelompok Eksperimen

Page 95: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

95

Tabel 5. Hasil Uji Kompetensi Kelompok Eksperimen

2. Kelompok Kontrol

Tabel 6. Hasil Uji Kompetensi Kelompok Kontrol

Setelah dilakukan treatment pembelajaran dengan pembelajaran VISA pada kelompok

eksperiment, hasilnya adalah rerata kelompok eksperimen sebesar 89,70 sedangkan untuk

kelompok kontrol yang menggunakan metode praktek adalah sebesar 81,42 sehingga ada

perbedaaan rerata sebesar 8,27. Untuk mengetahui perbedaan rata-rata tersebut nyata atau

tidak, penguji menguji perbedaan tersebut dengan menggunakan uji non parametrik Mann-

withney.

Hasi dari uji t adalah sebagai berikut :

Tabel 7. Ranks

Tabel 8. Test Statisticsa

Page 96: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

96

Nilai t yang diperoleh dari perhitungan menggunakan bantuan SPSS adalah 0,043

lebih kecil dari nilai sig. 0,05 sehingga dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa

ada perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dimana

kelompok eksperimen yang menggunakan metode pembelajaran VISA lebih efektif

digunakan dalam pembelajaran aplikasi perkantoran daripada metode pembelajaran

praktek.

Sedangkan kalau dilihat dari prosentasi tingkat kelulusaan uji kompetensi kelompok

eksperimen adalah sebesar 63% berbanding kelompok eksperimen 22%. Kelompok

eksperimen dengan metode belajar VISA lebih tinggi 41%. Artinya metode belajar metode

belajar VISA memiliki efektifitas yang lebih tinggi daripada metode pembelajaran praktek.

Hambatan dalam Pembelajaran

Hambatan selama proses pembelajaran pada program pendidikan kecakapan aplikasi

perkantoran adalah sebagai berikut ini :

1. Peserta didik

• Kemampuan awal peserta sangat rendah, rata-rata lulusan SMA dan SMK yang

merupakan sisa dari lulusan SMK yang berprestasi dan sudah terserap oleh DUDI.

• Ada beberapa peserta didik yang tidak lanjut di tengah jalan, sehingga harus berganti

peserta dan satuan pendidikan harus mengulangi.

• Tanggung jawab peserta yang rendah untuk menyelesaikan program dengan baik

karena merasa dari program pemerintah yang gratis.

• Waktu belajar yang sangat lama yang kadang membuat peserta jenuh dan kurang

semangat untuk belajar.

2. Satuan pendidikan

• Satuan pendidikan kurang tegas dalam mengikat peserta didik untuk mengikuti

pembelajaran sesuai dengan jadwal yang ditentukan sehingga banyak yang putus di

tengah jalan.

• Satuan pendidikan yang memberikan keterampilan tambahan selain keterampilan

utama yang diberikan (diberikan materi desain grafis).

• Satuan pendidikan tidak melakukan seleksi terhadap peserta didik yang akan mengikuti

program pendidikan kecakapan kerja sehingga kualitas inputnya menjadi rendah

terutama dari unsur motivasi dan intelegensi.

• Satuan pendidikan hanya fokus pada penyaluran kerja dan bukan menjadi kewajiban

peserta untuk lulus uji kompetensi LSK sehingga kalaupun bekerja hanya pekerjaan

dengan penghasilan yang rendah.

3. Instruktur

• Instruktur kurang memahami penggunaan metode belajar VISA karena orientasi

pembelajaran yang sangat singkat.

• Instruktur kurang kreatif dalam menciptakan materi yang baru dalam visual dan

intelligensi karena dalam bahan ajar dan latihan yang diberikan sebagian contoh-contoh

tidak keseluruhan materi.

• Instruktur kurang memahami kisi-kisi pedoman penilaian uji kompetensi

• Ada sebagian instruktur belum lulus CLCP dan belum kompeten.

Page 97: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

97

4. Program Belajar

• Ada beberapa satuan pendidikan yang memberikan pembelajaran ketika waktu selang

dari peserta pembelajaran reguler kadang menimbulkan jeda belajar yang terlalu

panjang.

• Jadwal pembelajaran tidak sesuai dengan rencana awal yang telah disusun

• Latihan tidak dikerjakan semua tergantung dari mood peserta didik dan tidak sesuai

dengan standar yang ditetapkan dalam metode belajar VISA minimal 10 kali latihan

5. Peralatan Belajar dan Media

• Saat penyusunan bahan ajar VISA menggunakan versi yang lama sehingga saat latihan

ada beberapa komponen dan tool yang tidak sama

• Dalam penyusunan media belajar VISA kurang mengedepankan urutan dari materi yang

mudah ke yang lebih sulit

• Soal-soal sesuai dengan kisi-kisi uji kompetensi namun kurang variatif dan tipenya

sama

6. Uji Kompetensi

• Dalam ketentuan ujian bisa dilaksanakan secara parsial namun dalam prakteknya tidak

bisa

• Alat yang digunakan saat uji kompetensi tidak sesuai dengan spesifikasi alat latihan di

satuan pendidikan.

• Spesifikasi perangkat lunak sesuai dengan ketentuan bisa memilih sesuai dengan yang

dikehendaki peserta didik namun prakteknya tidak bisa.

C. Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

1. Hasil implementasi metode belajar VISA pada aplikasi perkantoran, menyatakan bahwa

metode pembelajaran VISA lebih mudah dipahami dan mampu meningkatkan kompetensi

peserta didik. Metode pembelajaran VISA terbukti lebih efektif digunakan dalam

pembelajaran aplikasi perkantoran daripada metode praktek yang umumnya digunakan oleh

satuan pendidikan saat ini.

2. Tingkat kelulusan mencapai 65 % lebih tinggi dari pencapaian nasional yang hanya

mencapai 5% dengan demikian pembelajaran dengan menggunakan metode belajar VISA

dapat direkomendasikan untuk meningkatkan kompetensi peserta didik pendidikan

kecakapan kerja program aplikasi perkantoran.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pembelajaran program aplikasi perkantoran pada

pendidikan kecakapan kerja adalah dari segi peserta didik,satuan pendidikan, instruktur,

program belajar dan peralatan atau media, serta dari segi kesiapan TUK dalam

menyelenggarakan uji kompetensi. Namun yang paling berpengaruh adalah metode

pembelajaran yang dipakai.

Saran

1. Bagi Direktorat Kursus dan pelatihan

Metode pembelajaran VISA dapat digunakan untuk meningkatkan penguasaan kompetensi

peserta didik pendidikan kecakapan kerja aplikasi perkantoran.

2. Bagi PP PAUD dan Dikmas Jawa Tengah

Page 98: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

98

Metode pembelajaran VISA dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan pada jenis

ketrampilan yang lain.

3. Bagi Lembaga Kursus

Lembaga kursus dan pelatihan dapat menggunakan metode belajar VISA untuk

meningkatkan kompetensi peserta didik.

DAFTAR PUSTAKA

DePorter, Bobbi dan Hernacki, Mike, 2006, Quantum Learning, Membiasakan Belajar Nyaman & Menyenangkan, Bandung: PT. Mizah Pustaka.

Dirbinsuslat, 2011, Standar Kompetensi Lulusan Komputer, Kementerian Pendidikan Nasional.

Hanafiah, Nanang dan Cucu, Suhana, 2009, Konsep Strategi Pembelajaran, Bandung: PT Refika Aditama.

Hendratet, Janis, 2018, Model VISA pada Aplikasi Perkantoran, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Huda, Miftahul, 2013, Model-model Pengajaran dan Pembelajaran, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Meier, Dave, 2003, The Accelerated Learning, Bandung : Kaifa.

Ngalimun, 2012, Strategi dan Model Pembelajaran, Banjarmasin: Aswaja Pressindo.

Rusman, 2012, Model-Model Pembelajaran, Depok : Rajagrafindo Persada.

PP No 90 tahun 2014 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Instruktur Kursus dan Pelatihan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Surakhmad, Winarno, 1986, Pengantar Pengetahuan Ilmiah, Bandung: Tasito.

Trianto, 2010, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Jakarta : Kencana.

Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Page 99: Edisi Juni 2019 - Kemdikbudrepositori.kemdikbud.go.id/16179/1/document (1).pdf · Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019 6 pembangunan, menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi,

Andragogia - Jurnal PAUD & DIKMAS / Edisi Juni 2019

99