DUKUNGAN SOSIAL ORANG TUA, PENGASUH PANTI, DAN TEMAN SEBAYA SEBAGAI PREDIKTOR TERHADAP KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA REMAJA YANG TINGGAL DI PANTI ASUHAN DI BOYOLALI OLEH DEBORA CHEN ETNI GINTING 80 2010 027 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015
40
Embed
Dukungan Sosial Orang Tua, Pengasuh Panti, dan Teman ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9123/2/T1_802010027_Full... · mainan, perhatian, kasih sayang dari pengasuh dan lain
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
DUKUNGAN SOSIAL ORANG TUA, PENGASUH PANTI, DAN TEMAN
SEBAYA SEBAGAI PREDIKTOR TERHADAP KESEJAHTERAAN
PSIKOLOGIS PADA REMAJA YANG TINGGAL
DI PANTI ASUHAN DI BOYOLALI
OLEH
DEBORA CHEN ETNI GINTING
80 2010 027
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
DUKUNGAN SOSIAL ORANG TUA, PENGASUH PANTI, DAN TEMAN
SEBAYA SEBAGAI PREDIKTOR TERHADAP KESEJAHTERAAN
PSIKOLOGIS PADA REMAJA YANG TINGGAL
DI PANTI ASUHAN DI BOYOLALI
Debora Chen Etni Ginting
Berta Esti Ari Prasetya
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
i
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dukungan sosial orang tua, pengasuh
panti, dan teman sebaya sebagai prediktor terhadap kesejahteraan psikologis pada remaja
yang tinggal di panti asuhan di Boyolali. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif
dengan teknik pengambilan sampel menggunakan sampling jenuh dan metode analisis regresi
berganda. Partisipan penelitian ini melibatkan 100 remaja yang tinggal di panti asuhan yang
berada di daerah Boyolali dengan kriteria remaja tersebut tinggal di panti asuhan dan masih
memiliki orang tua. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dukungan sosial orang tua,
pengasuh panti, dan teman sebaya dapat secara bersama-sama menjadi prediktor terhadap
kesejahteraan psikologis pada remaja yang tinggal di panti asuhan di Boyolali (R = 0,405, p =
0,001 < 0,05, dan F = 6,275). Namun, hanya dukungan sosial pengasuh (t = 2,235, β = 0,227,
p = 0,028 < 0,05) dan teman sebaya (t = 2,452, β = 0,243, p = 0,016 < 0,05) yang dapat
menjadi prediktor secara mandiri terhadap kesejahteraan psikologis pada remaja yang tinggal
di panti asuhan di Boyolali.
Kata Kunci : Dukungan sosial, kesejahteraan psikologis, remaja, panti asuhan
ii
Abstract
The aim of this research is to discover how social support of the parents, orphanage
caretaker, and peers become the predictor of psychological well-being for the adolescence
who live in the orphanage house in Boyolali. This study used a quantitative metode with
saturated sampling sample collection and multiple regression analysis technique. The
participants of this research were 100 adolescences who live in the orphanage house in
Boyolali and they still have parents. The result showed that social support from the parents,
orphanage caretaker, and peer simultaneously can be the predictor for the psychological
well-being of the adolescences who live in the orphanage in Boyolali (R = 0,405, p = 0,001 <
0,05, dan F = 6,275). Only social support of orphanage caretaker (t = 2.235, β = 0.227, p =
0.028 < 0.05) and peer (t = 2.452, β = 0.243, p = 0.016 < 0.05), can independently be the
predictor for the adolescences that live in the orphanage in Boyolali.
Key words: Social support, psychological well-being, adolescence, orphanage
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Panti sosial asuhan anak adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial pada
anak terlantar dengan melaksanakan penyantunan dan pengentasan anak terlantar,
memberikan pelayanan pengganti orang tua/wali anak dalam memenuhi kebutuhan fisik,
mental dan sosial kepada anak asuh sehingga memperoleh kesempatan yang luas, tepat
dan memadai bagi pengembangan kepribadiannya sesuai dengan yang diharapkan sebagai
bagian dari generasi penerus cita-cita bangsa dan sebagai insan yang akan turut serta aktif
dalam bidang pembangunan nasional (Depsos RI, 2004). Adapun pengertian mengenai
sebuah panti asuhan menurut Santoso (2005) adalah sebagai suatu lembaga yang sangat
terkenal untuk membentuk perkembangan anak-anak yang tidak memiliki keluarga
ataupun yang tidak tinggal bersama dengan keluarga. Anak-anak panti asuhan diasuh oleh
pengasuh yang menggantikan peran orang tua dalam mengasuh, menjaga dan
memberikan bimbingan kepada anak agar anak menjadi manusia dewasa yang berguna
dan bertanggung jawab atas dirinya dan terhadap masyarakat di kemudian hari (Santoso,
2005). Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa panti asuhan merupakan
salah satu lembaga perlindungan anak yang berfungsi memberikan perlindungan terhadap
hak anak-anak sebagai wakil orang tua dalam memenuhi kebutuhan mental dan sosial
pada anak asuh agar mereka memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri sampai
mencapai tingkat kedewasaan yang matang serta mampu melaksanakan perannya sebagai
individu dan warga negara didalam kehidupan bermasyarakat.
Dari hasil wawancara pada tanggal 04 April 2015 yang telah peneliti lakukan
dengan beberapa pengasuh panti asuhan di Boyolali, ada beberapa hal yang menyebabkan
remaja tersebut harus tinggal di panti asuhan. Beberapa diantaranya karena mereka sudah
tidak memiliki kedua orang tua (yatim piatu), hanya memiliki ibu/ayah saja (yatim/piatu),
2
terlantar, faktor ekonomi keluarga, dan lain sebagainya. Ada juga dari mereka yang masih
memiliki orang tua utuh, namun karena terlalu banyak memiliki saudara atau karena
faktor ekonomi yang lemah maka sebagian dari mereka dimasukkan ke panti asuhan.
Demikian juga didukung dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Departemen sosial
Republik Indonesia dan UNICEF "Save The Children” menemukan 94 % penghuni panti
asuhan ternyata bukan anak-anak yang tidak memiliki orang tua, melainkan anak yang
berasal dari keluarga ekonomi lemah. Sedangkan jumlah anak yang tidak memiliki orang
tua sama sekali hanya 6% (dalam Hartati & Respati, 2010). Kebanyakan anak-anak
ditempatkan di panti asuhan oleh keluarganya yang mengalami kesulitan ekonomi dan
juga secara sosial dalam konteks tertentu, dengan tujuan untuk memastikan anak-anak
mereka mendapatkan pendidikan.
Mereka yang tinggal di panti asuhan bukan hanya berkisar pada usia anak-anak
saja melainkan mereka yang berusia remaja pun juga banyak yang tinggal di panti asuhan.
Remaja merupakan masa transisi (peralihan) untuk menuju masa dewasa. Hurlock (1999)
menyatakan bahwa masa remaja dimulai pada usia 13 tahun dan berakhir pada usia 18
tahun. Pada masa remaja, kesadaran sosial seseorang akan semakin tinggi dan merupakan
masa munculnya tekanan sosial disetiap harinya, sehingga remaja dianggap sebagai
populasi yang rentan untuk mengalami masalah. Berbagai masalah dapat terjadi pada
masa remaja, karena tingkah laku remaja yang masih belum mampu menyesuaikan diri
dengan berbagai tuntutan dari lingkungan. Pada saat anak memasuki masa remaja mereka
tidak mau dikekang atau dibatasi secara kaku oleh aturan keluarga. Mereka ingin
memperoleh kesempatan untuk mengembangkan diri guna mewujudkan jati diri (self
identity). Hanya saja cara berpikir mereka cenderung egosentris dan sulit untuk
memahami pola pikir orang lain. Ciri lain yang cukup menonjol dari remaja adalah sifat
revolusioner, pemberontak, progresif yang cenderung ingin mengubah kondisi yang
3
mapan. Apabila sifat ini terarah dengan baik maka anak dapat menjadi pemimpin yang
baik di masa depan, sebaliknya jika tidak terbimbing dengan baik anak akan cenderung
untuk merusak tatanan dan nilai-nilai sosial masyarakat (Dariyo, 2007).
Ryff (1989) merumuskan teori kesejahteraan psikologis (psychological well-
being) pada konsep kriteria kesehatan mental yang positif. Deskripsi orang yang memiliki
psychological well-being yang baik adalah orang yang mampu merealisasikan potensi
dirinya secara kontinu, mampu membentuk hubungan yang hangat dengan orang lain,
memiliki kemandirian terhadap tekanan sosial, mampu menerima diri apa adanya,
memiliki arti dalam hidup, serta mampu mengontrol lingkungan eksternal (Papalia, Olds,
& Feldman, 2009). Kesejahteraan psikologis perlu dimiliki bagi setiap individu terutama
di masa remajanya, karena sangat berpengaruh pada kehidupannya sehari-hari dan dapat
membawa keberhasilan pada tahap perkembangan psikologis individu. Namun jika
remaja tersebut tidak dapat mencapai kesejahteraan psikologis, maka ia akan dapat
mengalami hambatan dalam perkembangannya dan tidak dapat mencapai tujuan hidupnya
atau impiannya.
Mappiare (1982) mengungkapkan bahwa kebutuhan yang terpenting bagi remaja
adalah kebutuhan akan pengakuan, perhatian dan kasih sayang. Jika kebutuhan tersebut
tidak terpenuhi maka akan menyebabkan remaja mengalami hambatan dalam tugas
selanjutnya sebaliknya jika kebutuhan psikis tersebut terpenuhi maka akan berpengaruh
pada kesejahteraan psikologisnya dan dapat membawa keberhasilan dalam perkembangan
remaja tersebut. Demikian pula dengan Goldfard (dalam Burns, 1993) dalam
penelitiannya menunjukkan bahwa anak yang dibesarkan dalam suatu institusi cenderung
mengalami hambatan dalam perkembangan kepribadiannya, misalnya cenderung menarik
diri dari lingkungan. Ada pula penelitian Hartini (2001) yang hasil penelitiannya
menunjukkan gambaran kebutuhan psikologis anak Panti Asuhan Putra Immanuel
4
Surabaya memiliki kepribadian yang inferior, pasif, apatis, menarik diri, mudah putus asa,
penuh dengan ketakutan dan kecemasan. Hal itu menandakan bahwa anak panti tersebut
akan sulit menjalin hubungan sosial dengan orang lain. Padahal jika seseorang memiliki
kesejahteraan psikologis, salah satu aspek tersebut ialah ia mampu membentuk hubungan
yang hangat dengan orang lain. Disamping itu, mereka menunjukkan perilaku yang
negativis, takut melakukan kontak dengan orang lain, lebih suka sendirian, menunjukkan
rasa bermusuhan dan lebih egosentrisme. Hal tersebut menunjukkan rendahnya
kesejahteraan psikologis dalam diri individu tersebut.
Menurut wawancara peneliti dengan beberapa remaja yang tinggal di panti asuhan
di Boyolali pada tanggal 04 April 2015, mereka terkadang merasa minder dengan
keadaannya yang berbeda dengan teman-temannya, minder dalam hal percintaan dan
pertemanan, dan mereka juga tidak dapat langsung memiliki apa yang mereka inginkan
(contohnya dalam hal ingin jajan atau tidak bisa memiliki suatu barang yang disukai
karena tidak ada uang untuk membeli). Selain itu, terkadang mereka juga harus menerima
pandangan orang lain baik yang negatif maupun positif terhadap diri mereka sebagai anak
yang tinggal di panti asuhan, harus bisa mandiri, harus mematuhi peraturan-peraturan
yang ada di panti, mereka juga harus saling berbagi dalam segala hal baik itu makanan,
mainan, perhatian, kasih sayang dari pengasuh dan lain sebagainya. Terkadang perhatian
dan kasih sayang pengasuh terhadap anak asuh kurang maksimal, dikarenakan
perbandingan jumlah pengasuh dan anak asuh yang tidak seimbang. Contohnya pada
salah satu panti asuhan di Boyolali yang memiliki 42 anak asuh dan diasuh hanya oleh 2
pengasuh, yang berarti 1 pengasuh harus mengasuh kurang lebih 20 anak. Oleh sebab itu
pengasuh terkadang merasa belum dapat memberikan perhatian secara mendalam kepada
semua anak asuh, dan mereka (anak-anak asuh) harus saling berbagi kasih sayang dengan
anak yang lain.
5
Ada banyak faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang, salah
satunya ialah dukungan sosial dari orang-orang di lingkungan sekitarnya. Thoits (1986)
menyatakan bahwa dukungan sosial bersumber dari orang-orang yang memiliki hubungan
yang berarti bagi individu seperti keluarga, teman dekat, pasangan hidup, rekan kerja,
tetangga dan saudara. Dukungan sosial dari orang-orang yang bermakna dalam kehidupan
seseorang dapat memberikan peramalan akan well-being seseorang (Robinson 1983;
Lazarus 1993). Demikian juga dengan remaja yang tinggal di panti asuhan, mereka
membutuhkan dukungan dari orang-orang di sekitarnya. Di saat seseorang didukung oleh
lingkungan di sekitarnya, maka segalanya akan terasa lebih mudah untuk dijalani.
Dukungan sosial yang diterima oleh individu dari lingkungan, baik berupa dorongan
semangat, perhatian, penghargaan, bantuan dan kasih sayang akan membuat remaja
menganggap bahwa dirinya dicintai, diperhatikan, dan dihargai oleh orang lain. Jika
individu diterima dan dihargai secara positif, maka individu tersebut cenderung
mengembangkan sikap positif terhadap dirinya sendiri dan lebih menerima dan
menghargai dirinya sendiri, dan dapat merealisasikan potensi yang ada dalam dirinya
sehingga individu tersebut dapat mencapai kesejahteraan psikologis.
Pierce (dalam Kail and Cavanaug, 2000) mendefinisikan dukungan sosial sebagai
sumber emosional, informasional atau pendampingan yang diberikan oleh orang-orang
disekitar individu untuk menghadapi setiap permasalahan dan krisis yang terjadi sehari-
hari dalam kehidupan. Ada empat aspek dukungan sosial menurut Cohen and McKay
(1984), yaitu (a) Tangible Support, merupakan bantuan yang diberikan secara langsung,
bersifat fasilitas atau materi misalnya menyediakan fasilitas yang diperlukan,
meminjamkan uang, memberikan makanan, permainan atau bantuan yang lain, (b)
Belonging Support, kondisi dimana individu merasa ia mempunyai orang lain yang dapat
memberi rasa aman dan nyaman pada saat ia menghadapi masa-masa sulit. Atau dapat
6
juga dikatakan bahwa dukungan ini meliputi ekspresi dari empati, kepedulian, dan rasa
perhatian yang penuh pada seseorang agar ia merasa nyaman, aman, dicintai, dan merasa
menjadi bagian dari kelompok pada saat ia mengalami stress, (c) Self-Esteem Support,
kondisi dimana hubungan sosial membantu untuk menolong individu merasa lebih baik
tentang dirinya, tentang keterampilan dan kemampuannya, dengan ekspresi dari
penghargaan positif yang diberikan pada individu dan memberikan perbandingan yang
positif antara individu dengan orang lain, yaitu orang-orang yang lebih kurang mampu
atau keadaannya lebih buruk daripada dirinya. Dukungan seperti ini akan membangun
perasaan yang lebih baik tentang dirinya, dan membuat individu merasa lebih berharga,
(d) Appraisal Support, kondisi dimana seseorang merasa dapat bergantung pada
lingkungan untuk mendapatkan petunjuk berupa pemberian arah, nasihat, saran, atau pun
umpan balik mengenai apa yang sebaiknya mereka lakukan.
Seperti yang telah di jelaskan diawal, bahwa tidak semua anak yang tinggal di
panti asuhan sudah tidak memiliki orangtua. Ada beberapa diantara mereka yang masih
memiliki orangtua dan peranan orangtua sangat penting dalam mendukung kesejahteraan
psikologis remaja tersebut walaupun remaja yang tinggal dipanti asuhan tinggal terpisah
dengan orangtua mereka. Bronfenbrenner (dalam Berk, 2012), dalam teori ekologinya
menyatakan bahwa keluarga merupakan lingkungan pertama dalam perkembangan
individu dan dalam bersosialisasi. Keluarga terutamanya ibu dan ayah merupakan agen
sosialisasi paling penting dalam kehidupan seorang anak-anak dan sebagai individu
terdekat dalam kehidupan seorang anak, mereka mempunyai pengaruh besar atas tingkah
laku dan karakter remaja tersebut.
Faktor terpenting untuk mempersiapkan anak menjadi individu yang sehat adalah
dari orang tua yang memberikan kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai
kehidupan, baik agama ataupun sosial budaya (dalam Dahlan, 2002). Hal tersebut dapat
7
mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang baik. Perhatian orang
tua yang penuh kasih sayang merupakan faktor penting bagi perkembangan psikologis
anak tersebut. Ketika orang tua memberikan dukungan sosial, maka remaja akan merasa
diri mereka berharga. Mereka akan merasa dicintai dan dihargai oleh orang tuanya.
Walaupun mereka tidak tinggal bersama dengan orang tua (remaja tinggal di panti
asuhan), namun perhatian dari orangtua tetap dibutuhkan. Jadi, tidak semerta-merta anak
yang di titipkan di panti asuhan langsung lepas tangan dari perhatian orangtua. Orangtua
tetap berperan penting, misalkan saat anak sakit orangtua dapat datang atau menelepon
melalui telepon panti asuhan dengan memberikan perhatian, menanyakan kabar, dan
saling mengobrol. Ada kalanya remaja memiliki masalah, merasa bosan dengan situasi di
panti asuhan atau dengan peraturan-peraturan ketat yang ada. Disaat kondisi seperti
tersebut, orangtua dapat memberikan perhatian lewat menelpon atau datang memberikan
nasehat kepada remaja tersebut, memberikan semangat, pengertian dan motivasi bagi
mereka agar remaja tersebut tetap bertahan dan semangat demi masa depannya.
Menurut hasil penelitian dari Shaw, Krause, Chatters, Connel, dan Ingersol-
Dayton (2003) menemukan bahwa dukungan yang diberikan orangtua berkaitan dengan
kesehatan individu selama masa anak-anak hingga dewasa. Individu yang menerima
dukungan sosial akan mengalami lebih sedikit ketegangan dibandingkan dengan individu
yang tidak menerima dukungan, karena dukungan melindungi individu dari sesuatu atau
keadaan yang berpotensi bahaya/menjadi stressor (Cooper, Dewe & O’Driscoll 2001).
Meeus dan Dekovic (dalam Del Valle, Bravo, dan Lopez, 2010), mengatakan bahwa
dukungan sosial yang diberikan oleh orang tua menjadi hal yang paling penting dalam
mengembangkan hubungan personal dalam kehidupan remaja. Disaat individu dapat
memiliki hubungan positif dengan orang lain, hal itu akan mengarahkan ia pada
pencapaian kesejahteraan psikologis. Menurut Barrera & LI (dalam Mendieta, 2012),
8
remaja yang menerima dukungan dari orang tuanya memiliki strategi coping yang baik.
Individu yang memiliki strategi coping yang baik menandakan bahwa ia memiliki
kemandirian yang merupakan salah satu aspek dari kesejahteraan psikologi. Dalam
penelitian mengenai dukungan sosial oleh Kashani, dkk (Mendieta, 2012), menyatakan
bahwa kurangnya dukungan sosial dari orang tua menjadi faktor resiko yang penting
dalam perkembangan perilaku remaja.
Menurut teori ekologi yang dikemukakan oleh Bronfenbrenner (dalam Berk,
2012), lingkungan adalah tingkatan struktur yang bukan hanya meliputi keluarga tetapi
juga luar rumah, sekolah, lingkungan tempat tinggal, dan tempat kerja dimana orang-
orang menghabiskan keseharian mereka. Setiap lapisan lingkungan ini dianggap memiliki
dampak yang kuat bagi perkembangan individu. Pada individu yang tinggal di panti
asuhan, setiap hari mereka berjumpa dan berkomunikasi dengan pengasuh panti yang
berada di panti tersebut. Sebagai pengganti peran orangtua bagi anak-anak asuh, seorang
pengasuh perlu mengupayakan terbangunnya relasi dan kedekatan dengan anak secara
optimal, mendiskusikan isu dan masalah yang dihadapi anak, mencari solusinya, dan
memberikan dukungan individual kepada anak (dalam Surjastuti, 2012). Bukan hanya
dukungan yang berupa pemenuhan kebutuhan akan makanan, pakaian, tempat tinggal,
melainkan dukungan yang berupa perhatian, kasih sayang dan rasa aman serta dihargai.
Ketersediaan pengasuh panti untuk memberi dukungan sosial pada anak asuhnya dapat
memberikan kenyamanan dan rasa aman pada anak, sehingga dapat mengurangi
kecemasan pada anak asuh tersebut (Denuwelaere & Bracke, 2007). Sehingga anak
merasa memiliki keluarga dalam panti tersebut, dapat merasakan sejahtera, nyaman, aman
dan tidak merasa seorang diri dalam menjalani kehidupannya. Ketika remaja yang tinggal
dipanti mendapatkan dukungan sosial dari pengasuh panti yang merupakan sosok
pengganti orangtua mereka, maka ia akan memiliki kesejahteraan psikologis yang lebih
9
baik, yang ditunjukkan dengan lebih bersemangat dan berpikiran lebih positif dalam
melakukan berbagai tugas dan tanggung jawabnya baik di panti, di sekolah dan
dimanapun ia berada dan hal tersebut sangat berpengaruh pada kehidupan di masa depan.
Selain dukungan sosial dari orangtua dan pengasuh, peran teman sebaya juga
sangat penting. Sullivan (dalam Santrock, 2007) berpendapat bahwa teman memiliki
peranan yang penting dalam membangun kesejahteraan dan perkembangan remaja.
Demikian pula menurut Masters (2004) yaitu teman sebaya merupakan faktor penting
yang dapat menghindarkan anak dari gangguan kesehatan mental sehingga anak mampu
meraih kesejahteraan. Seperti penelitian terdahulu mengenai dukungan sosial (Bokhorst,
Sumter, & Westenberg, 2010), dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa remaja
mendapatkan lebih banyak dukungan dari teman (M = 3,58) dibandingkan dukungan dari
orang tua (M = 3,56), karena pada masa remaja, remaja lebih banyak menghabiskan
waktu bersama dengan teman sebayanya. Selain itu bersama teman yang sebaya atau
seumuran, remaja akan merasa lebih nyaman dan bisa lebih terbuka, karena permasalahan
yang dihadapi pun tidak jauh berbeda.
Teman sebaya merupakan orang terpercaya yang dapat membantu remaja
mengatasi masalahnya dengan memberikan dukungan emosi dan nasihat (Santrock,
2007). Howes & Tonyan (dalam Santrock, 2009) mengatakan bahwa hubungan baik
dengan teman merupakan peran penting agar perkembangan individu menjadi normal,
sehingga individu tersebut dapat mencapai kesejahteraan psikologisnya. Parker & Asher
(dalam Santrock, 2009), menyatakan bahwa persahabatan membantu remaja merasa
bahwa mereka adalah individu yang berharga. Dukungan sosial yang diberikan teman
sebaya pada remaja akan memberikan dampak pada diri remaja, remaja akan merasa
diterima dan dihargai, memiliki hubungan hangat dengan orang lain, dapat
mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya, individu akan merasa memiliki arti
10
dalam hidupnya (karena memiliki teman/sahabat), serta ia akan memiliki tujuan hidup
dalam meraih impiannya di masa depan. Kondisi seperti ini, akan membawa individu
mengarah pada pencapaian kesejahteraan psikologis.
Oleh sebab itu dari uraian di atas penelitian tertarik meneliti mengenai dukungan
sosial orangtua, pengasuh panti, dan teman sebaya sebagai prediktor terhadap
kesejahteraan psikologispada remaja yang tinggal di panti asuhan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan apa yang telah diuraikan pada latar belakang masalah, maka dapat
dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut :
a. Apakah dukungan sosial orangtua secara mandiri dapat menjadi prediktor yang
signifikan terhadap kesejahteraan psikologis remaja yang tinggal di panti asuhan?
b. Apakah dukungan sosial pengasuh panti secara mandiri dapat menjadi prediktor yang
signifikan terhadap kesejahteraan psikologis remaja yang tinggal di panti asuhan?
c. Apakah dukungan sosial teman sebaya secara mandiri dapat menjadi prediktor yang
signifikan terhadap kesejahteraan psikologis remaja yang tinggal di panti asuhan?
d. Apakah dukungan sosial orangtua, dukungan sosial pengasuh panti, dan dukungan
sosial teman sebaya secara bersama-sama dapat menjadi prediktor yang signifikan
bagi kesejahteraan psikologis remaja yang tinggal di panti asuhan?
METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel
Variabel yang terlibat dalam penelitian ini mencakup :
1. Variabel terikat : Kesejahteraan Psikologis
2. Variabel bebas : a. Dukungan Sosial Orang Tua
b. Dukungan Sosial Pengasuh Panti Asuhan
c. Dukungan Sosial Teman Sebaya
11
B. Partisipan
Penelitian ini melibatkan 9 panti asuhan di daerah Boyolali. Partisipan dalam
penelitian ini adalah 100 remaja yang tinggal di panti asuhan Boyolali dan yang masih
memiliki orang tua. Dalam penelitian yang mempunyai variabel bebas lebih dari satu,
ukuran sampel idealnya 1000 dan minimal 100 dengan ketentuan semakin besar
ukurannya semakin baik hasilnya (Sarwono, 2013). Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah sampling jenuh karena semua anggota populasi digunakan sebagai
sampel. Dalam menentukan jumlah sampel yang akan diambil, peneliti mengambil
sampel yang sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Kriteria subjek adalah laki-laki atau
perempuan, berusia 13 - 18 tahun, tinggal di panti asuhan, dan masih memiliki orang tua.
C. Pengukuran
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala. Skala ini
berisi pernyataan-pernyataan mengenai variabel yang akan diteliti. Penelitian ini
menggunakan empat skala yaitu Skala Dukungan Sosial Orang Tua, Skala Dukungan
Sosial Pengasuh, Skala Dukungan Sosial Teman Sebaya, Skala Kesejahteraan Psikologis.
Penelitian ini menggunakan try out terpakai, sehingga pengambilan data hanya dilakukan
satu kali. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan hasil try out yang telah
dilakukan sebagai bahan dalam menganalisis data.
Dukungan Sosial
Skala ini terdiri atas tiga alat ukur yaitu alat ukur dukungan sosial orang tua, alat
ukur dukungan sosial pengasuh, dan alat ukur dukungan sosial teman sebaya. Masing-
masing dari sumber dukungan sosial tersebut memuat empat jenis dukungan sosial yaitu