DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN FEBRUARI 2019 PEDOMAN TEKNIS PENANGANAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (PENERAPAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU TANAMAN PERKEBUNAN) TAHUN 2019 REVISI I
DUKUNGAN PERLINDUNGAN
PERKEBUNAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNANKEMENTERIAN PERTANIANFEBRUARI 2019
PEDOMAN TEKNIS
PENANGANAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN
(PENERAPAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU
TANAMAN PERKEBUNAN)
TAHUN 2019
REVISI I
i
KATA PENGANTAR
Pedoman Teknis Kegiatan Penanganan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) melalui Penerapan PHT Tanaman Perkebunan tahun 2019 (revisi I) disusun dalam rangka memberikan acuan dan arahan pelaksanaannya kepada Dinas yang membidangi Perkebunan dan Perangkat Perlindungan Perkebunan di Provinsi dan UPT Pusat.
Sistematika Pedoman Teknis ini terdiri dari Bab I. Pendahuluan, berisi Latar Belakang, Sasaran Kegiatan, Tujuan dan Pengertian Umum; Bab II. Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan memuat tentang Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan dan Spesifikasi Teknis; Bab III. Pelaksanaan Kegiatan, berisi Ruang Lingkup, Pelaksana dan Penanggung Jawab Kegiatan, Lokasi, Jenis, Volume, dan Simpul Kritis; Bab IV. Pengadaan Barang; Bab V. Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan; Bab VI. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan; Bab VII. Pembiayaan; serta Bab VIII. Penutup.
Pedoman Teknis ini sebagai acuan Dinas yang membidangi Perkebunan di Provinsi/Kabupaten/Kota dan UPT pusat dalam menyusun Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis yang lebih spesifik berdasarkan kondisi daerah setempat.
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................... i DAFTAR ISI .................................... iii DAFTAR LAMPIRAN .......................... v
I. PENDAHULUAN .......................... 1
A. Latar Belakang ...................... 1 B. Sasaran Nasional ................... 3 C. Tujuan ............................... 3 D. Pengertian Umum.................... 3
II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN 8
A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan ............................. 8
B. Spesifikasi Teknis .................. 15
III. PELAKSANAAN KEGIATAN ............. 22
A. Ruang Lingkup ...................... 22 B. Pelaksana dan Penanggung Jawab
Kegiatan ............................. 23 C. Lokasi, Jenis dan Volume ......... 28 D. Simpul Kritis ......................... 28
IV. PENGADAAN BARANG ................... 30
Halaman
iv
V. PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN.. 31
A. Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan .. 31
B. Pelaksanaan Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan ....................... 32
VI. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN ............................. 34
A. Monitoring ............................ 34 B. Evaluasi ............................... 34 C. Pelaporan ............................ 35
VII. PEMBIAYAAN ............................ 37
VIII. PENUTUP ................................. 38
LAMPIRAN ....................................... 39
v
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Uraian Pelaksanaan Pertemuan Penerapan PHT …………………………………………………………………
40
2. Spesifikasi Teknis Sex Feromon……………………… 42
3. Spesifikasi Teknis Alat Pengocok (Shaker) Sederhana……………………………………………………….
43
4. Cara Pembuatan Metabolit Sekunder (MS) APH 44 5. Cara Aplikasi Metabolit Sekunder (MS) APH…… 49 6. 7.
8.
9.
Lokasi Kegiatan Penerapan Pengendalian Hama Terpadu OPT Kelapa (Brontispa sp.)……. Lokasi Kegiatan Penerapan Pengendalian Hama Terpadu OPT Kelapa (Sexava sp)…………. Lokasi Kegiatan Penerapan Pengendalian Hama Terpadu OPT Tanaman Kakao……………….
Lokasi Kegiatan Penerapan Pengendalian Hama Terpadu Tanaman Kopi………………………….
54
54
54
55 10. Lokasi Kegiatan Penerapan Pengendalian
Hama Terpadu Tanaman Karet……………………….
55 11. Lokasi Kegiatan Penerapan Pengendalian
Hama Terpadu Tanaman Lada………………………..
55 12. 13. 14.
Lokasi Kegiatan Penerapan Pengendalian Hama Terpadu Tanaman Cengkeh…………………. Lokasi Kegiatan Penerapan Pengendalian Hama Terpadu Tanaman Pala……………………….. Matrik Analisa Pasangan Terperinci ………………
56
56 57
15. Laporan Perkembangan Penerapan PHT pada setiap Pertemuan……………………………………………
58
16. Laporan Perkembangan Realisasi Fisik dan Keuangan Kegiatan Penerapan PHT Tahun 2019………………………………………………………………….
62 17. Outline Laporan Akhir…………………………………….. 63
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
rendahnya produksi dan kualitas hasil tanaman
perkebunan. Akibat serangan OPT, diperkirakan
produksi menurun sekitar 30 % - 40 %. Hal
tersebut menyebabkan menurunnya pendapatan
petani yang berpotensi mengakibatkan kerugian
petani yang besar. Selain menurunkan produksi,
OPT juga menurunkan kualitas produksi
sehingga mempengaruhi harga produk menjadi
rendah. Banyak kasus menunjukkan bahwa
karena kualitas produk masih rendah dan
adanya sisa-sisa serangan OPT, sehingga
produk perkebunan Indonesia tidak dapat
memasuki pasar ekspor.
Untuk menghindarkan kerugian akibat serangan
OPT, sampai saat ini masih banyak petani dan
masyarakat yang mengartikan pengendalian OPT
sama dengan penggunaan pestisida kimia.
Penggunaan pestisida kimia yang berlebihan
dapat menimbulkan resistensi, resurjensi dan
ledakan hama sekunder, pencemaran lingkungan
dan gangguan kesehatan.
Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992
tentang Sistem Budidaya Tanaman pada Pasal 20
2
Mengamanatkan bahwa Perlindungan Tanaman
dilaksanakan dengan sistem Pengendalian Hama
Terpadu (PHT) dan pelaksanaannya menjadi
tanggung jawab masyarakat dan pemerintah.
Dalam PHT, penggunaan pestisida masih
diperbolehkan, tetapi aplikasinya menjadi
alternatif terakhir bila cara-cara pengendalian
lainnya tidak mampu mengatasi serangan OPT.
Agar petani mampu menerapkan PHT dalam
pengelolaan kebunnya secara mandiri, petani
perlu dipandu/dibimbing untuk dapat
mengamati/ mengidentifikasi dan menganalisa
masalah dalam pengelolaan dikebunnya
sehingga dapat mengambil keputusan tindakan
yang harus dilakukan dengan sistem PHT. Untuk
memasyarakatkan PHT di perkebunan rakyat
sehingga jumlah areal kebun petani yang
menerapkan Pengendalian Hama Terpadu dalam
pengelolaan kebunnya, maka perlu dilakukan
kegiatan penerapan pengendalian hama terpadu
(PHT) di kebun petani sekaligus memberdayakan
petaninya.
B. Sasaran Nasional
Sasaran kegiatan Penanganan OPT melalui Penerapan PHT adalah diterapkannya PHT pada areal tanaman perkebunan sehingga OPT terkendali dengan sistem PHT.
3
C. Tujuan
Tujuan kegiatan penerapan PHT (P-PHT):
1. Membantu/mendorong petani untuk
menerapkan PHT dikebunnya sehingga dapat
dilakukan secara mandiri dan berkelanjutan.
2. Memberdayakan petani untuk
memperbanyak bahan pengendali OPT secara
mandiri.
D. Pengertian Umum :
1. Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) adalah semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan atau menyebabkan kematian tumbuhan.
2. Fenologi tanaman adalah penampakan aktivitas tanaman yang terjadi secara berkala pada waktu-waktu tertentu dalam satu tahun berdasar pada hasil observasi tentang tahapan perkembangan tumbuhan (phenophase) eksternal yang tampak seperti perkecambahan biji, pertunasan, pertumbuhan daun baru, pengguguran daun, pertumbuhan diameter batang, waktu berbunga, waktu berbuah.
3. Pengendalian OPT adalah segala kegiatan atau upaya untuk mencegah dan menanggulangi serangan OPT terhadap tanaman.
4
4. Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah upaya pengendalian populasi atau tingkat serangan OPT dengan menggunakan satu atau lebih dari berbagai teknik pengendalian yang dikembangkan dalam suatu kesatuan untuk mencegah timbulnya kerugian secara ekonomis dan kerusakan lingkungan hidup.
5. Empat Prinsip PHT adalah Budidaya tanaman sehat, Pelestarian dan pemanfaatan Musuh Alami, Pengamatan Rutin/berkala, dan Petani menjadi ahli PHT/petani menjadi manajer dikebunnya sendiri
6. Budidaya tanaman sehat adalah kegiatan budidaya tanaman yang dilakukan untuk menghasilkan tanaman yang sehat. Budidaya tanaman sehat dilaksanakan sejak persiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan tanaman dan pengendalian OPT serta panen.
7. Pelestarian dan pemanfaatan Musuh Alami adalah perlakuan memasukkan jenis musuh alami, memperbanyak musuh alami, dan melestarikan musuh alami di kebun. Untuk melestarikan musuh alami, pengendalian OPT dilakukan secara mekanik; penggunaan musuh alami; dan penggunaan pestisida secara bijaksana.
8. Pengamatan Rutin/berkala adalah kegiatan mengamati faktor biotik dan abiotik di lingkungan kebun secara teratur agar petani secara tepat dan cepat dapat melakukan tindakan
5
9. Pestisida Nabati (Pesnab) adalah pestisida yang dibuat dari unsur tumbuh-tumbuhan untuk keperluan menghambat OPT tertentu dan tidak membahayakan terhadap lingkungan.
10. Bokashi adalah pupuk kompos yang dihasilkan dari proses fermentasi atau peragian bahan organik dengan dekomposer.
11. Calon Petani/Calon Lahan (CP/CL) adalah kelompok tani/Gapoktan dan lokasi yang akan diusulkan menjadi peserta dan lokasi kegiatan Penerapan PHT.
12. Kelompok Tani adalah kumpulan petani/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kondisi, lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota.
13. Agens Pengendali Hayati (APH) adalah setiap organisme yang meliputi spesies, sub spesies, varietas, semua jenis serangga, nematoda, protozoa, cendawan (fungi), bakteri, virus, mikroplasma serta organisme lainnya dalam semua tahap perkembangannya yang dapat digunakan untuk keperluan pengendalian hama dan penyakit atau organisme pengganggu, proses produksi, pengolahan hasil pertanian dan berbagai keperluan lainnya.
14. Metabolit Sekunder (MS) adalah : senyawa organik yang dibentuk saat mendekati tahap stasioner/selama akhir pertumbuhan dan
6
merupakan sisa metabolisme yang mengandung zat antibiotika, enzim, hormon, toksin dll.
15. Metabolit Sekunder (MS) Agen Pengendali Hayati (APH) adalah : Metabolit Sekunder yang berasal dari APH.
16. Feromon serangga adalah senyawa yang dihasilkan dari tubuh /badan serangga hama betina atau sintetis yang digunakan untuk menarik/menangkap serangga hama jantan, sehingga perkawinan gagal terjadi.
17. Dekomposer adalah organisme yang bertugas merombak/mengurai sisa organisma lain untuk mendapat makanan. Dekomposer berperan penting dalam penyuburan tanah karena zat yang telah terurai akan menjadi unsur hara.
18. Predator adalah suatu organisme yang makan organisme lain sebagai mangsa, baik tubuhnya lebih kecil maupun lebih besar dari dirinya.
19. Parasitoid adalah suatu serangga parasitik yang hidup di dalam atau pada serangga inang yang tubuhnya lebih besar dan akhirnya membunuh inangnya.
20. Monitoring adalah proses rutin pengumpulan data dan pengukuran kemajuan atas objektif program.
21. Evaluasi adalah suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk menentukan kualitas (nilai dan arti) dari sesuatu, berdasarkan pertimbangan dan kriteria
7
tertentu dalam rangka pembuatan keputusan.
22. Pelaporan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menyampaikan hal-hal yang berhubungan dengan hasil pekerjaan yang telah dilakukan selama satu periode tertentu.
23. Kerugian secara ekonomis adalah kerugian yang di derita oleh pemilik tanaman sebagai akibat serangan OPT pada tanamannya, yang secara ekonomis tidak dapat di toleransi.
24. Pengamatan adalah kegiatan perhitungan dan pengumpulan informasi tentang keadaan populasi dan tingkat serangan OPT dan faktor-faktor iklim yang mempengaruhinya pada waktu dan tempat tertentu.
25. Pengambilan keputusan adalah penentuan dilakukan atau tidak dilakukan tindakan pengendalian OPT berdasarkan hasil analisis data pemantauan dan pengamatan.
26. Dampak Perubahan Iklim adalah dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya perubahan iklim/variabilitas iklim, yang menyebabkan banjir, kekeringan, peningkatan suhu dan serangan OPT.
8
II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan
1. Pendekatan Umum
Prinsip pendekatan umum meliputi hal yang bersifat administratif dan manajemen kegiatan.
a. SK Tim Pelaksana Kegiatan
1) Penetapan SK Tim Pelaksana Kegiatan oleh Kepala Dinas/KPA paling lambat 1 (satu) minggu setelah diterimanya penetapan Satker dari Menteri Pertanian.
2) Penanggung jawab dan pelaksana kegiatan Penerapan PHT ditetapkan oleh Kepala Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan/UPT pusat.
b. Rencana kerja
Rencana kerja pelaksanaan kegiatan disusun paling lambat 1 (satu) minggu setelah ditetapkannya SK Tim pelaksana dan setelah diterimanya Pedoman Teknis yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan.
c. Juklak, Juknis
Penangungjawab kegiatan harus menyusun Juklak/Juknis untuk kegiatan TP
9
Provinsi/Kabupaten/Kota paling lambat 2 (dua) minggu setelah ditetapkannya SK Tim pelaksana dan setelah diterimanya Pedoman Teknis yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan.
d. Koordinasi
Koordinasi dilakukan oleh satker pelaksana kegiatan dengan Direktorat Jenderal Perkebunan melalui Direktorat Perlindungan Perkebunan, Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan, Surabaya, Ambon dan Balai Proteksi Tanaman Perkebunan (BPTP) Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja), dan Dinas Kabupaten/Kota dimana terdapat lokasi kegiatan dilaksanakan.
e. Sosialisasi
Sosialisasi dilaksanakan oleh pelaksana kegiatan dan petugas lapangan kepada petani peserta kegiatan penerapan PHT dan pihak terkait lainnya.
f. Pengadaan Barang
Pengadaan barang dilaksanakan sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Pengadaan barang harus selesai pada bulan Januari 2019.
10
g. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh satker pelaksana kegiatan selama kegiatan berlangsung minimal 2 (dua) kali.
h. Laporan
1) Laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan disampaikan oleh penanggung jawab kegiatan kepada Direktur Perlindungan Perkebunan secara berkala.
2) Laporan fisik dan keuangan disampaikan oleh satker pelaksana kegiatan sesuai dengan jadual dan form Pedoman SIMONEV.
3) Laporan akhir kegiatan penerapan PHT disampaikan oleh satker pelaksana kegiatan ke Direktur Perlindungan Perkebunan paling lambat 2 (dua) minggu setelah kegiatan selesai dan tidak melewati bulan Desember 2019.
2. Prinsip Pendekatan Teknis
a. Calon petani/Calon Lokasi
1) Survei Calon Petani/Calon Lokasi dilakukan oleh Dinas Provinsi/UPT pusat/UPTD berkoordinasi dengan Dinas Kabupaten/Kota
11
2) Calon Petani/Calon Lokasi ditetapkan oleh Kepala Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan
b. Petugas lapangan/Pemandu lapang
Petugas lapangan membimbing/memandu/ mendampingi petani dalam melakukan penerapan PHT dan ditetapkan oleh Kepala Dinas yang membidangi perkebunan. Jumlah petugas lapang disesuaikan dengan luas areal yang akan menerapkan PHT.
c. Sosialisasi
Sosialisasi dilakukan kepada petani dan pihak terkait lainnya.
d. Pelaksana
Kegiatan penerapan PHT dilaksanakan oleh Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan/UPTD Proteksi/UPT Pusat.
e. Waktu pelaksanaan
Waktu pelaksanaan disesuaikan dengan karakter/sifat/fenologi tanaman dan serangan OPT.
f. Penerapan PHT Dilakukan pada areal kebun kelompok tani/gapoktan di areal eksisting/kawasan pengembangan komoditas perkebunan/sentra serangan OPT.
12
g. Pertemuan
Pertemuan dilakukan sebanyak 6 kali (sosialisasi, pertemuan dan field day) dengan interval satu minggu. Dalam pertemuan dilakukan pembahasan hasil pengamatan/permasalahan dan pengambilan keputusan penerapan prinsip PHT dalam pengelolaan kebun. Uraian Pelaksanaan Pertemuan Penerapan PHT seperti pada Lampiran 1.
h. Alat dan Bahan Penerapan PHT Tanaman Perkebunan serta teknologi
1) APH/Metabolit Sekunder APH yang digunakan untuk kegiatan Penerapan PHT adalah APH/ Metabolit Sekunder APH yang telah mendapat rekomendasi dari Puslit/Balit/Perti/ Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Medan/Surabaya/Ambon)/ Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak.
2) Feromon/Atraktan yang digunakan telah terdaftar dan memperoleh izin dari Menteri Pertanian.
3) Parasitoid dan predator yang digunakan telah mendapat rekomendasi dari Puslit/Balit/Perti/Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (Medan/ Surabaya/
13
Ambon) /Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak.
4) Bahan dan alat untuk kegiatan Penerapan PHT Tanaman Perkebunan meliputi: bahan pembuatan APH/MS APH, alat pemangkasan, alat aplikasi APH, bahan sarungisasi, feromon/atraktan dan lain-lain.
5) Pengadaan alat dan bahan yang digunakan untuk kegiatan Penerapan PHT Tanaman Perkebunan harus memenuhi Spesifikasi yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan cq. Direktorat Perlindungan Perkebunan.
6) Menerapkan prinsip PHT yaitu budidaya tanaman sehat, pemanfaatan musuh alami, pengamatan berkala, dan petani mandiri melakukan PHT dikebunnya. Teknologi PHT yang diterapkan yaitu memadukan cara kultur teknis, biologis, mekanis dan fisik.
3. Tindak Lanjut
Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi perlu dilakukan tindak lanjut sebagai berikut:
14
a. Tahap Pelaksanaan Kegiatan
Segera menindaklanjuti rekomendasi hasil monitoring dan evaluasi bila ditemukan ketidaksesuaian dalam pelaksanaan kegiatan.
b. Tahap Pasca penerapan PHT
1) Kelompok tani yang telah mengikuti kegiatan penerapan PHT agar menerapkan PHT secara mandiri di kebunnya dan menularkan ke petani di sekitarnya.
2) Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota memfasilitasi pembinaan/ pendampingan pada petani, agar penerapan PHT dan kelembagaan petani semakin baik dan berkelanjutan.
3) Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota diharapkan memfasilitasi penerapan PHT untuk petani lainnya melalui dana APBD.
4. Penerima Manfaat
Penerima manfaat kegiatan Penerapan PHT yaitu petani, kelompok tani, gapoktan, individu dan atau kelompok masyarakat lainnya.
B. Spesifikasi Teknis
1. Kriteria
15
a. Calon petani/Calon lahan 1) Calon petani adalah Petani pemilik/
penyewa atau petani penggarap/ kelompok tani/gapoktan di areal eksisting/kawasan pengembangan komoditas perkebunan/sentra serangan OPT.
2) Calon petani sanggup mengikuti
kegiatan penerapan PHT dan pertemuan sebanyak 6 kali dengan interval 1 minggu dan menerapkan pengendalian hama terpadu di kebunnya bersama anggota kelompok pada hari-hari diluar hari pertemuan.
3) Calon lokasi relatif hamparan kebun
yang berada pada areal eksisting/kawasan pengembangan perkebunan/sentra serangan OPT dalam satu desa. Jika luas areal kurang dari luas yang ditargetkan dapat ditambahkan di desa terdekat dalam satu kecamatan.
b. Petugas Lapangan/Pemandu lapang
Petugas lapangan adalah petugas yang memiliki kemampuan teknis untuk membimbing/memandu/mendampingi petani dalam melakukan penerapan PHT (pertemuan pembahasan hasil
16
pengamatan/masalah penerapan PHT dan pembuatan APH/MS APH).
c. Kegiatan penerapan PHT dilakukan dengan cara melakukan pertemuan sebanyak 6 kali (sosialisasi, pertemuan, dan field day) dengan interval satu minggu. Pada setiap pertemuan setelah sosialisasi dilakukan pengamatan, identifikasi masalah, pembahasan masalah, pembuatan APH/MS APH serta tindakan penerapan teknologi PHT di kebun petani secara berkelompok. Kegiatan tindakan penerapan PHT dilakukan diluar hari pertemuan.
d. Bahan Penerapan PHT Tanaman
Perkebunan /teknologi
1) APH/MS APH dan parasitoid diperbanyak oleh petani bersama-sama dengan petugas lapangan dan petugas UPT pusat/UPTD proteksi.
2) Starter APH dibuat oleh UPT pusat/UPTD proteksi.
3) Perbanyakan APH/MS APH dilakukan pada waktu pertemuan penerapan PHT.
4) Atraktan/Feromon yang digunakan adalah yang sudah terdaftar dan memperoleh izin Menteri Pertanian
5) Fungisida berbahan aktif sesuai komoditas dan OPT sasaran.
17
2. Metode
a. Pertemuan penerapan PHT
1) Pertemuan dilakukan sebanyak 6 kali (sosialisasi, pertemuan, field day) dengan interval satu minggu. Contoh jadwal pertemuan seperti pada Lampiran 1.
2) Sosialisasi dilaksanakan oleh pelaksana kegiatan kepada petani peserta Penerapan PHT Tanaman Perkebunan dan pihak terkait lainnya setelah penetapan Calon Petani/Calon Lokasi di lokasi kegiatan.
3) Pada awal pertemuan, setiap kelompok tani dibagi menjadi 5 sub kelompok.
4) Setiap sub kelompok melakukan pengamatan dan identifikasi masalah dikebun masing-masing sub kelompok, selanjutnya dianalisa dan dibahas dengan sub kelompok lainnya dan dipandu oleh petugas lapang/pemandu lapang untuk mengambil keputusan tindakan yang akan dilakukan selanjutnya.
5) Pada setiap pertemuan dilakukan pengamatan, identifikasi masalah, pembahasan masalah, pembuatan APH/MS APH serta tindakan penerapan
18
teknologi PHT di kebun petani secara berkelompok.
6) Kegiatan tindakan penerapan PHT di masing-masing sub kelompok dilakukan pada hari - hari diluar hari pertemuan.
7) Pertemuan dibimbing/dipandu oleh petugas lapangan/pemandu lapang sebanyak 6 kali dengan interval satu minggu. Petani dibimbing/dipandu untuk menerapkan PHT di kebunnya bersama-sama dengan anggota sub kelompok.
8) Pada setiap pertemuan pembahasan hasil pengamatan dan masalah, diambil keputusan yang perlu dilakukan di kebun masing-masing sub kelompok.
9) Hasil keputusan yang diambil selanjutnya diterapkan dikebun masing-masing sub kelompok dan dilakukan secara bersama-sama dengan anggota lainnya pada hari-hari diluar hari pertemuan.
10) Tindakan penerapan PHT antara lain sanitasi kebun, pemangkasan, pemupukan, penggunaan feromon/atraktan, Aplikasi Agens Pengendali Hayati (APH)/Metabolit Sekunder APH (MS APH),
19
pemangkasan, pengendalian gulma dan tindakan lainnya.
11) Proses penerapan PHT pada setiap pertemuan adalah melakukan/mengalami, mengungkapkan, menganalisa, menyimpulkan, menerapkan.
12) Bahan pengendali berupa APH, MS APH dan parasitoid serta pupuk bokashi (kompos) diperbanyak dan dibuat oleh petani dengan bimbingan petugas/pemandu lapang/petugas UPT/petugas UPTD yang dilakukan pada saat dilaksanakannya pertemuan.
13) Bahan pengendali berupa feromon/atraktan diadakan melalui proses pengadaan barang mengacu pada peraturan yang berlaku.
14) Field day dilakukan pada akhir pertemuan, dengan mengundang aparat pemda di lokasi setempat dan petani lainnya. Petani menunjukkan hasil kegiatan yang telah dilakukan selama pertemuan.
b. Sarana Penerapan PHT :
1) Kebun petani 2) Tempat Pertemuan (lokasi
dimusyawarahkan dengan kelompok)
20
3) Alat dan bahan penerapan PHT
c. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan Penerapan PHT dilakukan dengan menggunakan matriks analisa pasangan terperinci seperti pada Lampiran 15.
3. Teknologi PHT yang diterapkan adalah:
a. Penerapan pengendalian Hama Terpadu OPT Kelapa (Brontispa longissima): sanitasi, Aplikasi Metabolit Sekunder APH.
b. Penerapan pengendalian Hama Terpadu OPT Kelapa (Sexava sp): sanitasi, mekanis dengan memusnahkan telur dan nimfa sexava sp, dan penggunaan musuh alami (parasitoid) Leefmansia bicolor sp.
c. Penerapan pengendalian Hama Terpadu OPT Kopi: sanitasi, pengaturan naungan, petik bubuk (buah terserang PBKo), lelesan dan rampasan akhir panen, aplikasi atraktan, APH (Beauveria bassiana)/Metabolit Sekunder APH dan pemupukan.
d. Penerapan pengendalian Hama Terpadu OPT Kakao: Panen sering, Pemangkasan, sanitasi, sarungisasi, Aplikasi APH/Metabolit Sekunder APH dan pemupukan.
e. Penerapan pengendalian Hama Terpadu OPT Karet : sanitasi, eradikasi tanaman
21
sakit berat/mati, aplikasi APH/Metabolit Sekunder APH, dan penggunaan fungisida.
f. Penerapan pengendalian Hama Terpadu OPT Cengkeh: aplikasi Metabolit Sekunder APH melalui infus akar/batang
g. Penerapan pengendalian Hama Terpadu OPT Lada: aplikasi Metabolit Sekunder APH pada sekitar perakaran melalui penyiraman/penyemprotan.
h. Penerapan pengendalian Hama Terpadu OPT Pala: aplikasi Metabolit Sekunder APH melalui infus akar/batang.
Rincian spesifikasi teknis, cara dan waktu penggunaan atraktan dan Metabolit Sekunder APH disajikan pada Lampiran 2 s.d 5.
4. Field Day
Field day dilakukan dengan mengundang petani di sekitar kegiatan penerapan PHT untuk melihat hasil penerapan PHT yang dilakukan oleh petani peserta kegiatan penerapan PHT, sehingga petani lainnya dapat mencontoh dan melakukan penerapan PHT dikebunnya.
22
III. PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Ruang Lingkup
1. Penerapan PHT (PPHT) diperuntukkan bagi petani Perkebunan Rakyat di areal eksisting/kawasan pengembangan perkebunan/sentra serangan OPT. Dilakukan di kebun petani kakao, kopi, lada, pala dan cengkeh.
2. Tahapan kegiatan Penerapan PHT meliputi:
a. Koordinasi dengan Dinas yang membidangi Perkebunan Provinsi/Kabupaten/Kota BBPPTP (Medan/Surabaya/Ambon)/BPTP Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja) dan pihak-pihak terkait lainnya.
b. Pemilihan dan Penetapan Calon Petani/Calon Lokasi kegiatan penerapan PHT
c. Penyiapan Juklak dan Juknis penerapan PHT
d. Pengadaan alat dan bahan Penerapan PHT
e. Sosialisasi kegiatan Penerapan PHT dan pelaksanaan pertemuan Penerapan PHT serta field day.
f. Pembinaan, monitoring evaluasi (monev) dan pelaporan.
23
3. Indikator Kinerja
Indikator kinerja dari kegiatan penerapan PHT Tanaman Perkebunan seperti pada Tabel 1.
Tabel1. Indikator Kinerja penerapan PHT Tanaman Perkebunan
No Indikator Uraian 1 Input/Masukan - Dana
- SDM - Data dan informasi - Teknologi
2 Output/Keluaran Terlaksananya Penerapan PHT pada areal kebun petani kelapa kakao, kopi, karet, lada, pala dan cengkeh seluas 3.300 ha
3 Outcome/hasil Diterapkannya PHT pada tanaman kelapa kakao, kopi, karet, lada, pala, dan cengkeh seluas 3.300 ha
B. Pelaksana dan penanggung jawab Kegiatan
1. Pelaksana dan penanggung jawab kegiatan Penerapan PHT adalah Dinas Provinsi yang
24
membidangi perkebunan / UPTD proteksi /UPT pusat.
2. Dinas yang membidangi perkebunan provinsi dalam melaksanakan kegiatan agar berkoordinasi dengan BBPPTP Medan, Surabaya, Ambon dan BPTP Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja) dan pihak-pihak terkait lainnya.
3. Kewenangan dan tanggung jawab :
a. Direktorat Perlindungan Perkebunan
1) Menyiapkan Terms of Reference (TOR) dan Pedoman Teknis;
2) Melakukan bimbingan, pembinaan, monitoring dan evaluasi.
b. Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan
1) Menetapkan Tim Pelaksana dan petugas Lapangan kegiatan Penerapan PHT tingkat provinsi;
2) Melakukan koordinasi dengan Direktorat Jenderal Perkebunan cq. Direktorat Perlindungan Perkebunan, BBP2TP Medan, Surabaya, Ambon dan BPTP Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja) dan Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi
25
perkebunan, serta institusi terkait lainnya;
3) Membuat Petunjuk Pelaksanaan kegiatan Penerapan PHT;
4) Melakukan verifikasi CP/CL bersama petugas lapangan dan Dinas Kabupaten/Kota;
5) Menetapkan CP/CL Penerapan PHT;
6) Melakukan pengawalan, pembinaan, monitoring dan evaluasi, berkoordinasi dengan Dinas Kabupaten/kota yang membidangi perkebunan setempat;
7) Sosialisasi Penerapan PHT bersama-sama petugas lapang dan Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan;
8) Menindaklanjuti rekomendasi dari hasil monev yang dilakukan oleh Direktorat Perlindungan Perkebunan;
9) Menyampaikan laporan pelaksanaan Penerapan PHT ke Direktorat Jenderal Perkebunan cq. Direktorat Perlindungan Perkebunan.
c. Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan.
1) Melakukan koordinasi dengan Dinas Provinsi yang membidangi
26
perkebunan, BBP2TP Medan, Surabaya, Ambon dan BPTP Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja), Direktorat Jenderal Perkebunan, dan pihak terkait lainnya;
2) Melakukan verifikasi Calon Petani/Calon Lokasi bersama sama dengan Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan/UPTD Proteksi/UPT Pusat;
3) Melakukan sosialisasi, pembinaan dan monev Penerapan PHT bersama sama dengan Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan/UPTD Proteksi/UPT Pusat;
4) Menindaklanjuti rekomendasi dari hasil monev yang dilakukan oleh Direktorat Perlindungan Perkebunan;
d. Petugas Lapangan
1) Melakukan survey CP/CL kegiatan
Penerapan PHT bersama sama dengan
Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota yang
membidangi perkebunan/UPTD
Proteksi/UPT Pusat;
2) Melakukan analisa kebutuhan
Penerapan PHT sebelum pelaksanaan
kegiatan;
27
3) Menyiapkan seluruh keperluan yang
terkait dengan pelaksanaan Penerapan
PHT mengacu kepada pedoman teknis
pelaksanaan Penerapan PHT;
4) Berkoordinasi dengan dinas provinsi
dan kabupaten/kota yang membidangi
perkebunan dalam pelaksanaan
Penerapan PHT;
5) Membimbing/memandu/mendampingi
petani dalam melakukan kegiatan
penerapan PHT (pertemuan dan
tindakan penerapan PHT);
6) Menyampaikan laporan perkembangan
pelaksanaan Penerapan PHT ke dinas
provinsi/ kabupaten/kota yang
membidangi perkebunan.
e. UPT Pusat/UPTD Proteksi
1) Menyiapkan starter APH untuk perbanyakan APH di petani;
2) Berkoordinasi dengan Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan untuk memberikan bimbingan teknis perbanyakan APH/MS APH dan pembuatan pupuk organik di lokasi binaan masing-masing.
f. Kelompok Tani/Petani :
28
1) Mengikuti sosialisasi dan pertemuan Penerapan PHT;
2) Melakukan seluruh proses Penerapan PHT.
C. Lokasi, Jenis dan Volume
Lokasi, Jenis dan Volume kegiatan Penerapan PHT seperti pada Lampiran 6 s.d 14.
D. Simpul Kritis
Simpul kritis PHT yang dimungkinkan muncul pada kegiatan penerapan sebagai berikut:
1. Pencermatan POK oleh pelaksana kegiatan seringkali terlambat sehingga bila ada ketidaksesuaian terlambat dilakukan revisi. Pencermatan POK segera dilakukan setelah diterimanya POK oleh Satker.
2. Penetapan SK Tim Pelaksana Provinsi dan CP/CL seringkali terlambat sehingga pelaksanaan kegiatan menjadi terlambat. Untuk itu kepala Satker perlu mempercepat penetapan SK Tim Pelaksana agar kegiatan terlaksana tepat waktu.
3. Perbanyakan APH/MS APH tidak sesuai standar, sehingga hasilnya tidak dapat diaplikasikan oleh petani. Agar petugas lapangan dan petugas UPTD proteksi memandu/membina petani dengan baik .
29
4. Permasalahan yang dihadapi pelaksana kegiatan seringkali tidak dilaporkan secara berkala sehingga Direktorat Perlindungan Perkebunan tidak mengetahui permasalahan yang dihadapi. Hal tersebut menyebabkan pelaksanaan kegiatan terlambat.
30
IV. PENGADAAN BARANG DAN JASA
Pengadaan barang dan jasa mengacu pada Perpres No 54 tahun 2010 dan Perpres No 70 tahun 2012. Penyaluran barang mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan No.247/PMK.07/2010.
31
V. PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN
A. Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan
Kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan dana TP Provinsi/Kabupaten/ Kota dilakukan secara terencana dan terkoordinasi dengan unsur penanggung jawab kegiatan di Direktorat Jenderal Perkebunan, Dinas Provinsi/Kabupaten/ Kota yang membidangi perkebunan dan BBPPTP (Ambon, Surabaya, Medan)/BPTP Pontianak dan pihak terkait lainnya.
Pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan diutamakan pada tahapan yang menjadi simpul-simpul kritis kegiatan yang telah ditetapkan.
Dalam melaksanakan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan dilakukan koordinasi secara berjenjang sesuai dengan tugas fungsi dan kewenangan masing-masing unit pelaksana kegiatan.
Sasaran kegiatan pembinaan, pengendalian, dan pengawalan terhadap pelaksana kegiatan (Man), pembiayaan (Money), Metode, dan bahan-bahan yang dipergunakan (Material). Kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan harus mampu meningkatkan kualitas pelaksanaan kegiatan melalui pemberian
32
rekomendasi dan pemecahan masalah terhadap pelaksanaan kegiatan sehingga dapat mengakselerasi kegiatan sesuai dengan tujuan dan sasaran kegiatan yang ditetapkan.
B. Pelaksanaan Pembinaan, Pengendalian,
Pengawalan dan Pendampingan
Waktu pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan minimal satu kali pada setiap jenis kegiatan yang dilaksanakan.
Pelaksanaan kegiatan hendaknya selalu dikoordinasikan dengan pusat, provinsi dan kabupaten/kota sehingga pembinaan, pengendalian dan pengawalan efektif dan efisien.
Pendampingan terhadap kelompok tani peserta penerapan PHT tanaman perkebunan dilakukan oleh petugas di tingkat lapangan mencakup tahapan persiapan dan pelaksanaan kegiatan.
Direktorat Perlindungan Perkebunan melakukan pembinaan dan pengawalan kegiatan Penerapan PHT pada seluruh wilayah pelaksana kegiatan.
Dinas yang membidangi Perkebunan tingkat provinsi melakukan pembinaan, pengendalian, pengawalan dan pendampingan kegiatan Penerapan PHT tingkat provinsi.
33
Dinas yang membidangi Perkebunan tingkat kabupaten/kota melakukan pembinaan, pengendalian, pengawalan dan pendampingan kegiatan Penerapan PHT tingkat kabupaten/ kota bersama dengan provinsi/UPT/UPTD Proteksi.
34
VI. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
A. Monitoring
1. Monitoring dilakukan dalam rangka mengetahui perkembangan kemajuan pelaksanaan kegiatan, permasalahan dan kendala yang dihadapi, serta solusi yang telah dilaksanakan atau tindak lanjut yang di perlukan.
2. Monitoring dilakukan secara periodik dan berjenjang pada setiap tingkatan administrasi wilayah penyelenggara dan pelaksana (pusat,provinsi, kabupaten/kota)
Monitoring dilaksanakan oleh petugas UPT Pusat, UPTD dan petugas Dinas yang membidangi perkebunan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota pada wilayah kerja masing-masing. Pelaksanaan monitoring minimal satu kali selama kegiatan berlangsung.
B. Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui ketepatan/kesesuaian pelaksanaan kegiatan dan hasil yang dicapai dibandingkan dengan yang direncanakan serta realisasi/penyerapan anggaran. Hasil evaluasi sebagai umpan balik perbaikan pelaksanaan selanjutnya.
35
Evaluasi dilakukan oleh Direktorat Perlindungan Perkebunan, serta Dinas yang membidangi perkebunan Provinsi pada wilayah kerja masing-masing.
C. Pelaporan
Setiap kegiatan didokumentasikan dalam bentuk laporan tertulis sebagai pertanggung jawaban pelaksanaan kegiatan. Laporan kegiatan Gerakan pengendalian OPT dibuat oleh pelaksana kegiatan dan dilaporkan secara berjenjang kepada penanggung jawab/pembina kegiatan mengacu kepada pedoman outline penyusunan laporan dan SIMONEV serta bentuk laporan lainnya sesuai dengan kebutuhan.
1. Jenis Laporan :
a. Laporan Perkembangan Pelaksanaan Kegiatan
1) Persiapan Pelaksanaan Kegiatan
Persiapan meliputi : penetapan tim pelaksana kegiatan; penyusunan juklak/ juknis; penetapan CP/CL; persiapan administrasi; pengadaan alat dan bahan; sosialisasi, dilaporkan setelah persiapan kegiatan selesai dilaksanakan.
2) Laporan Pelaksanaan Kegiatan
Laporan pencapaian pelaksanaan kegiatan meliputi: perkembangan
36
kegiatan pertemuan (6 kali) dan pelaksanaan tindakan penerapan PHT, pembuatan APH/MS APH, penggunaan musuh alami (parasitoid) dan pupuk organik serta hasil penerapan PHT.
b. Laporan Fisik dan Keuangan
1) Laporan Mingguan
Laporan Mingguan berisi laporan kemajuan (fisik dan keuangan) pelaksanaan kegiatan setiap minggu berjalan (setiap pertemuan) dan disampaikan kepada Direktorat Perlindungan Perkebunan setiap minggu pada hari Jum’at.
2) Laporan Bulanan
Laporan Bulanan berisi laporan kemajuan (fisik dan keuangan) pelaksanaan kegiatan penerapan PHT setiap bulan berjalan dan disampaikan kepada Direktorat Jenderal Perkebunan paling lambat tanggal 5 pada bulan berikutnya.
3) Laporan Triwulan
Laporan Triwulan berisi laporan kemajuan (fisik dan keuangan) pelaksanaan kegiatan penerapan PHT setiap triwulan dan disampaikan
37
setiap triwulan kepada Direktorat Jenderal Perkebunan, paling lambat tanggal 5 pada bulan pertama triwulan berikutnya.
4) Laporan Akhir
Laporan Akhir merupakan laporan keseluruhan pelaksanaan kegiatan penerapan PHT tanaman perkebunan setelah seluruh rangkaian kegiatan selesai dilaksanakan. Laporan akhir disampaikan kepada Direktorat Perlindungan Perkebunan, paling lambat 2 minggu setelah kegiatan selesai. Laporan disampaikan melalui surat dan e-mail.
Format Laporan Perkembangan Persiapan Kegiatan, Fisik dan Keuangan, Pelaksanaan Kegiatan dan Out Line Laporan Akhir seperti pada Lampiran 14 s.d 17.
VII. PEMBIAYAAN
Penanganan OPT Tanaman Perkebunan (penerapan PHT Tanaman Perkebunan) dibiayai dari dana APBN tahun anggaran 2018.
38
VIII. PENUTUP Kegiatan Penanganan OPT Tanaman Perkebunan melalui Penerapan PHT tanaman perkebunan diharapkan mampu menstimulasi untuk mendorong peran serta dan kesadaran masyarakat dalam mengendalikan OPT tanaman perkebunan, secara mandiri, gradual dan berkesinambungan. Hasil akhir yang diharapkan adalah berkontribusi dalam menurunkan tingkat serangan OPT terutama pada pusat-pusat serangan di kawasan pengembangan perkebunan sehingga dapat terkendali dan tidak meluas pada daerah lainnya.
Keberhasilan pelaksanaannya diperlukan koordinasi, komitmen dan kerjasama, serta upaya yang sungguh-sungguh dari semua pihak terkait sesuai dengan kewenangan, tugas dan fungsi masing-masing.
39
LAMPIRAN
40
Lampiran 1. Uraian Pelaksanaan Pertemuan Penerapan PHT No. Pertemuan Uraian Kegiatan 1. Kesatu Sosialisasi dan pembagian sub
kelompok
2. Kedua - Pengamatan/Identifikasi masalah;
- Pembahasan masalah; - Pengambilan keputusan
pengendalian OPT dengan menerapkan prinsip PHT
- Praktek Perbanyakan APH/MS APH
3. Ketiga - Pengamatan/Identifikasi masalah;
- Pembahasan masalah; - Pengambilan keputusan
pengendalian OPT dengan menerapkan prinsip PHT
- Praktek Perbanyakan APH/MS APH
4. Keempat - Pengamatan/Identifikasi masalah;
- Pembahasan masalah; - Pengambilan keputusan
pengendalian OPT dengan menerapkan prinsip PHT
- Praktek Aplikasi APH/MS APH
41
No. Pertemuan Uraian Kegiatan 5. Kelima - Pengamatan/Identifikasi
masalah; - Pembahasan masalah; - Pengambilan keputusan
pengendalian OPT dengan menerapkan prinsip PHT
- Praktek Aplikasi APH/MS APH
6. Keenam Field Day
42
Lampiran 2. Spesifikasi Teknis Atraktan/Feromon
No Jenis Feromon/
Bahan Aktif Dosis Waktu Simpan OPT Sasaran Keterangan
1. - Atraktan/Feromon khusus untuk hama PBKo
- Bahan aktif:Etanol
25 set/ ha/ tahun.
Satu tahun penyimpanan pada suhu kamar dan tidak terkena sinar matahari langsung.
PBKo (Hypothenemus hampei) pada kopi
Diprioritaskan pada daerah serangan penggerek buah kopi.
43
Lampiran 3. Spesifikasi Teknis Alat Pengocok (Shaker) Sederhana
No Jenis Spesifikasi Keterangan 1. Alat
Pengocok (Shaker) Sederhana
1. Dimensi (P x L x T) : 1230 x 740 x 800 mm
2. Kapasitas : 100 lt/batch
3. Kerangka Utama : Rangka Besi Siku 40 mm 4. Jenis Motor Penggerak : Elektro Motor
Alat pengocok sederhana untuk mengocok larutan metabolit sekunder
44
Lampiran 4. Cara Pembuatan Metabolit Sekunder (MS) APH
No Jenis MS/ Bahan
Aktif Bahan & Alat
pembuatan MS Cara pembuatan MS APH
Keterangan
1. Formula Cair MS APH Jamur Antagonis dan Enomopatogen
Bahan: isolat jamur dari kelapa/tongkol jagung atau ulat/serangga mati karena jamur, gula pasir, air cucian beras, air kelapa tua
Alat: kompor/tungku, panci, pengaduk kayu, jerigen steril, saringan
1. Rebus 4 bagian air cucian beras dan 1 bagian air kelapa tua ditambah 10 gram gula pasir (1 sendok makan) per liter campuran sampai mendidih.
2. Saring dan masukkan larutan tersebut langsung ke dalam jerigen steril dan ditutup.
3. Rendam jerigen dalam air dingin atau didiamkan sampai
Pengocokan MS dapat dilakukan secara manual atau dengan menggunakan alat pengocok (shaker).
45
No Jenis MS/ Bahan
Aktif Bahan & Alat
pembuatan MS Cara pembuatan MS APH
Keterangan
santan, corong plastik, gayung plastik.
larutan dingin. 4. Setelah larutan dingin,
masukkan larutan yang mengandung jamur dari kelapa/tongkol jagung atau ulat/serangga mati ke dalam jerigen.
5. Lalu kocok mendatar jerigen selama 1-5 menit dengan interval minimum 4 kali selama 21-28 hari.
6. Larutan MS APH jamur siap digunakan dengan indikasi MS APH jamur berwarna seperti warna jamur isolat yang
46
No Jenis MS/ Bahan
Aktif Bahan & Alat
pembuatan MS Cara pembuatan MS APH
Keterangan
dimasukkan dan berbau fermentasi seperti tape.
2. Formula Cair MS APH Bakteri
Bahan: Air cucian akar putri malu, terasi, air, daging keong emas/bekicot/siput jenis lainnya Alat: kompor/tungku, panci, pengaduk kayu, jerigen steril, saringan santan, corong
1. Rebus 100 gram (satu genggam) daging keong emas/bekicot/siput jenis lainnya ditambah 2 gram terasi dalam 1 liter air sampai mendidih seperti membuat kaldu.
2. Saring larutan/kaldu keong emas/bekicot/siput jenis lainnya dalam kondisi panas
47
No Jenis MS/ Bahan
Aktif Bahan & Alat
pembuatan MS Cara pembuatan MS APH
Keterangan
plastik, gayung plastik, kapas/kain halus yang bersih.
menggunakan saringan santan yang dilapisi kapas/kain halus bersih.
3. Hasil saringan langsung dimasukkan ke dalam jerigen steril dan ditutup.
4. Rendam jerigen dalam air dingin atau didiamkan sampai larutan/kaldu dingin.
5. Setelah larutan/kaldu dingin, masukkan larutan jernih akar putri malu ke dalam jerigen.
48
No Jenis MS/ Bahan
Aktif Bahan & Alat
pembuatan MS Cara pembuatan MS APH
Keterangan
6. Lalu kocok mendatar jerigen selama 1-5 menit dengan interval minimum 4 kali selama 5 hari.
7. Larutan MS APH bakteri siap digunakan.
49
Lampiran 5. Cara Aplikasi Metabolit Sekunder (MS) APH
No Jenis Cara Aplikasi MS Keterangan 1. Penyemprotan
tanaman TBM
1. Encerkan larutan tunggal MS APH jamur (10 mL/L) atau MS APH bakteri (5 mL/L) dan siap untuk diaplikasikan.
2. Penggunaan MS APH jamur dan MS APH bakteri dapat digabung dengan perbandingan 1 bagian MS APH jamur yang telah diencerkan dengan 1 bagian MS APH bakteri yang telah diencerkan.
3. Contoh aplikasi menggunakan hand sprayer kapasitas 14 L: masukkan 14 L air dan MS APH jamur 140 mL atau MS APH bakteri 70 mL atau campuran MS APH jamur (70 mL) dan MS APH bakteri (35 mL).
4. Semprotkan ke tanaman melalui permukaan bagian bawah daun.
MS APH diaplikasikan 3-5 kali dengan interval 2 (dua) minggu (diberi tanda untuk pengisian ulang) dan agar diperiksa secara berkala.
50
No Jenis Cara Aplikasi MS Keterangan 2. Penyiraman
tanah
1. Encerkan larutan tunggal MS APH jamur (10 mL/L) atau MS APH bakteri (5 mL/L) dan siap untuk diaplikasikan.
2. Siramkan ke tanah sekitar pohon sebanyak 0,5 – 1 L per pohon bibit atau TBM dan diulang 3-5 kali dengan interval 1 minggu sekali.
3. Infus akar tanaman
Bahan: larutan MS APH jamur atau bakteri Alat: plastik es ukuran 200 ml, tali rafia, linggis, cutter
Cara: 1. Encerkan larutan tunggal MS APH jamur (10
mL/L) atau MS APH bakteri (5 mL/L) dan siap untuk diaplikasikan.
2. Temukan akar yang sehat di bawah tajuk tanaman dengan cara menggali menggunakan
51
No Jenis Cara Aplikasi MS Keterangan linggis; jika akar terlalu panjang dipotong menyerong dengan cutter.
3. Isi plastik es dengan larutan MS APH yang sudah diencerkan sebanyak 100-150 mL.
4. Masukkan langsung akar yang utuh atau dipotong ke dalam plastik es sampai ke dasar plastik dan dikat menggunakan tali rafia dengan simpul hidup.
5. Kembalikan akar ke posisi semula, lalu timbun dengan seresah.
6. Ulangi pengisian ulang MS APH dengan interval 1 minggu selama 3 – 5 kali.
Infus batang
tanaman Bahan: larutan MS APH jamur atau bakteri Alat: botol infus, tali rafia, kertas bekas/daun, alat bor dengan mata bor berdiameter 0,5 cm, jarum.
52
No Jenis Cara Aplikasi MS Keterangan Cara: 1. Encerkan larutan tunggal MS APH jamur (10
mL/L) atau MS APH bakteri (5 mL/L) dan siap untuk diaplikasikan.
2. Masukkan larutan MS APH ke dalam botol infus sebanyak 500-600 mL dan tutup kembali botol infus.
3. Buat lubang dengan alat bor pada batang sekitar 10 cm dari permukaan tanah dan sedalam 2-3 cm untuk tanaman dikotil (kakao, pala, cengkeh, dll) atau sedalam ½ lingkar batang untuk tanaman monokotil (kelapa dan kelapa sawit) dengan posisi miring ke bawah.
4. Pasang/ikat botol di batang secara terbalik dengan menggunakan tali rafia setinggi 1,5 – 2 m.
5. Masukkan ujung selang lainnya ke dalam
53
No Jenis Cara Aplikasi MS Keterangan lubang pada batang yang telah dibuat.
6. Cek aliran larutan dalam infus. Bila tidak mengalir lubangi bagian pangkal botol dengan jarum.
7. Bila aliran larutan terlalu deras, ganti filter pada ujung kedua selang dengan gabus/filter yang lebih padat.
8. Lindungi botol infus dari sinar matahari secara langsung dengan kertas bekas/daun.
9. Ulangi pengisian ulang larutan MS APH dalam botol infus selama 3 kali dengan interval 1 bulan sekali.
54
Lampiran 6 . Lokasi Kegiatan Penerapan Pengendalian Hama Terpadu OPT Kelapa (Brontispa longissima)
No Provinsi Kabupaten Volume
1 Sulawesi Tengah Banggai 200 Ha Jumlah 200 Ha
Lampiran 7 .Lokasi Kegiatan Penerapan Pengendalian Hama Terpadu OPT Kelapa (Sexava sp)
No Provinsi Kabupaten Volume
1 Maluku Utara Halmahera Selatan
200 Ha
Jumlah 200 Ha
Lampiran 8. Lokasi Kegiatan Penerapan Pengendalian
Hama Terpadu OPT Tanaman Kakao
No Provinsi Kabupaten Volume
1 Sulawesi Tengah
Parigi Moutong
350 Ha
Jumlah 350 Ha
55
Lampiran 9 Lokasi Kegiatan Penerapan Pengendalian Hama Terpadu OPT Tanaman Kopi
No Provinsi Kabupaten Volume
1 Aceh Bener Meriah 300 Ha Jumlah 300 Ha
Lampiran 10. Lokasi Kegiatan Penerapan
Pengendalian Hama Terpadu OPT Tanaman Karet
No Provinsi Kabupaten Volume
1 Sumsel Musi Banyuasin 150 Ha Jumlah 150 Ha
Lampiran 11. Lokasi Kegiatan Penerapan
Pengendalian Hama Terpadu Tanaman Lada
No Provinsi Kabupaten Volume
1 Babel Bangka Barat
200 Ha
2 Lampung Lampung Timur
100 Ha
3 Kalbar/ BPTP Pontianak
Bengkayang 100 Ha
Jumlah 400 Ha
56
Lampiran 12 .Lokasi Kegiatan Penerapan Pengendalian Hama Terpadu Tanaman Cengkeh
No Provinsi Kabupaten Volume
1 Sultra Kolaka Utara
200 Ha
2 Bali Buleleng 300 Ha
3 Jatim/ BBPPTP Surabaya
Pacitan 100 Ha
4 Jateng Boyolali 100 Ha Batang 100 Ha
5 Sulut Minahasa Selatan
100 Ha
6 Sulteng Toli-Toli 200 Ha
7 Maluku/BBPPTP Ambon
Maluku Tengah
100 Ha
Jumlah 1.200 Ha
Lampiran 13 . Lokasi Kegiatan Penerapan Pengendalian Hama Terpadu Tanaman Pala
No Provinsi Kabupaten Volume
1 Aceh Aceh Selatan 400 Ha
2 Maluku Utara
Halmahera Selatan
100 Ha
Jumlah 500 Ha
57
Lampiran 14. Matrik Analisa Pasangan Terperinci
NO HAL-HAL YANG SUDAH
BAIK
HAL-HAL YANG PERLU
DIPERBAIKI
CARA
MEMPERBAIKI
1.
2.
3.
dst.
Keterangan:
1. Matrik analisa pasangan terperinci merupakan model evaluasi penyelenggaraan P-PHT yang
digunakan oleh Petugas Lapangan bersama-sama dengan petani.
2. Penggunaan matrik analisa pasangan terperinci ini untuk mengevaluasi hal-hal yang
mendukung dan menghambat proses penerapan PHT serta mendiskusikan solusi cara
memperbaiki hal-hal yang belum baik.
3. Hal-hal yang dievaluasi diantaranya meliputi: pengamatan, identifikasi masalah,
pembahasan masalah dan hasil pengamatan, pembuatan APH, pembuatan pupuk organik
ketersediaan sarana P-PHT, penerapan PHT dan lain-lain.
4. Evaluasi menggunakan matrik analisa pasangan terperinci ini dilaksanakan setiap minggu.
58
Lampiran 15. Laporan Perkembangan Penerapan PHT pada setiap Pertemuan
No. Pertemuan Uraian Kegiatan Permasalahan
Pemecahan masalah
dan Rencana Tindak
Lanjut Penerapan
PHT
1. Kesatu Sosialisasi dan pembagian
sub kelompok
2. Kedua - Pengamatan/Identifikasi masalah;
- Pembahasan masalah; - Pengambilan keputusan
pengendalian OPT dengan menerapkan
59
No. Pertemuan Uraian Kegiatan Permasalahan
Pemecahan masalah
dan Rencana Tindak
Lanjut Penerapan
PHT
prinsip PHT - Praktek Perbanyakan
APH/MS APH
3. Ketiga - Pengamatan/Identifikasi masalah;
- Pembahasan masalah; - Pengambilan keputusan
pengendalian OPT dengan menerapkan prinsip PHT
- Praktek Perbanyakan APH/MS APH
4. Keempat - Pengamatan/Identifikasi
60
No. Pertemuan Uraian Kegiatan Permasalahan
Pemecahan masalah
dan Rencana Tindak
Lanjut Penerapan
PHT
masalah; - Pembahasan masalah; - Pengambilan keputusan
pengendalian OPT dengan menerapkan prinsip PHT
- Praktek Aplikasi APH/MS APH
5. Kelima - Pengamatan/Identifikasi
masalah; - Pembahasan masalah; - Pengambilan keputusan
pengendalian OPT dengan menerapkan
61
No. Pertemuan Uraian Kegiatan Permasalahan
Pemecahan masalah
dan Rencana Tindak
Lanjut Penerapan
PHT
prinsip PHT - Praktek Aplikasi
APH/MS APH
6. Keenam Field Day
62
Lampiran. 16 : LAPORAN PERKEMBANGAN REALISASI FISIK DAN KEUANGAN
KEGIATAN PENERAPAN PHT TAHUN 2019
Provinsi :
Posisi :
No. Uraian
Kegiatan
Target Realisasi
Permasalahan RTL Volume Keuangan Fisik Keuangan
(KT/Kali) (Rp.) (KT/Kali) (%) (Rp.) (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
63
Lampiran 17. Outline Laporan Akhir
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL (jika ada)
DAFTAR GAMBAR (jika ada)
DAFTAR LAMPIRAN (jika ada)
I. PENDAHULUAN A. Latar belakang B. Tujuan dan Sasaran C. Ruang Lingkup Kegiatan D. Indikator Kinerja
II. TINJAUAN PUSTAKA
III. PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Waktu dan Lokasi B. Alat dan Bahan C. Metode D. Tahap Aktivitas/Kegiatan/ Pelaksanaan E. Simpul Kritis Kegiatan F. Pelaksana G. Pembiayaan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. KESIMPULAN DN SARAN
A. Kesimpulan B. Saran/rekomendasi C. Rencana Tindak Lanjut
VI. DAFTAR PUSTAKA
VII. LAMPIRAN