DUKUNGAN KELUARGA MISKIN PERKOTAAN PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2: SEBUAH STUDI KUALITATIF (Skripsi) Oleh VERMITIA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2019
DUKUNGAN KELUARGA MISKIN PERKOTAAN PADA PASIEN
DIABETES MELITUS TIPE 2: SEBUAH STUDI KUALITATIF
(Skripsi)
Oleh
VERMITIA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
DUKUNGAN KELUARGA MISKIN PERKOTAAN PADA PASIEN
DIABETES MELITUS TIPE 2: SEBUAH STUDI KUALITATIF
Oleh
VERMITIA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
i
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Batam pada tanggal 15 September 1995 sebagai anak pertama dari
Bapak Abujani dan Ibu Nelly Siregar. Penulis memiliki tiga adik yaitu Aldenurria
Miladena, Farsya Harir, dan Nurfadhillah Ramadhani.
Penulis menempuh pendidikan di Taman Kanak-Kanak (TK) di TK Al-Azhar 2
Kota Batam pada tahun 2000-2001, Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 006 Kota
Batam pada tahun 2001-2007, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri
3 Kota Batam pada tahun 2007-2010, Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA
Negeri 1 Kota Batam pada tahun 2010-2013.
Penulis diterima di Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung pada tahun 2014 melalui jalur Seleksi Bersama Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif
dalam organisasi Forum Studi Islam (FSI) Ibnu Sina sebagai anggota (2014-2015)
dan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung sebagai bendahara umum (2015-2017).
Untuk semua doa dan ridho yang menemaniku dalam setiap langkah
Untuk kepercayaan yang membuatku tidak menyerah
Sebuah karya sederhana untuk keluarga terhebat,
kedua orang tua dan ketiga adik tercinta.
Semoga kalian selalu dilimpahi cinta dan perlindungan dari Allah
SANWACANA
Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan berkah,
rahmat, dan kekuatan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW,
teladan terbaik sepanjang masa.
Skripsi yang berjudul “Dukungan Keluarga Miskin Perkotaan pada Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2: Sebuah Studi Kualitatif” ini adalah salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran di Universitas Lampung. Dalam
menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan dukungan, bimbingan,
kritik, dan saran dari berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas Lampung;
2. Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes., Sp.PA., selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung;
3. Dr. dr. TA Larasati, S.Ked., M.Kes., selaku Pembimbing Utama yang dengan
baik dan sabar bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan,
ilmu, kritik, dan saran selama proses penyelesaian skripsi ini;
4. dr. Roro Rukmi Windi Perdani, S.Ked., M.Kes., Sp.A., selaku Pembimbing
Kedua yang dengan baik dan sabar bersedia meluangkan waktunya untuk
memberikan bimbingan, ilmu, kritik, dan saran selama proses penyelesaian
skripsi ini;
5. dr. Diana Mayasari, M.K.K., selaku Penguji Utama yang bersedia
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, ilmu, kritik, dan saran
untuk perbaikan skripsi ini;
6. dr. M. Yusran, S.Ked., M.Sc., Sp.M., dan dr. Rika Lisiswanti, S.Ked.,
M.Med.Ed., selaku Pembimbing Akademik atas bimbingan dan saran yang
diberikan selama penulis menjalani proses perkuliahan;
7. Seluruh staf dosen dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung atas ilmu dan wawasan yang telah diberikan kepada penulis;
8. Orangtua tercinta, Abujani dan Nelly Siregar, yang tidak pernah berhenti
mendoakan, mendukung, dan menguatkan penulis selama ini;
9. Adik-adik tersayang, Aldenurria Miladena, Farsya Harir, dan Nurfadhillah
Ramadhani yang selalu memberikan dukungan, semangat, dan menjadi
pelipur lara selama ini;
10. dr. Adriyanti, S.Ked., Sp.OG, atas semua dukungan dan doanya serta menjadi
panutan luar biasa untuk penulis.
11. Seluruh pengurus Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Bandar Lampung, Dinas
Kesehatan Kota Bandar Lampung, Puskesmas Gedong Air, Puskesmas,
Kemiling, dan Puskesmas Kedaton yang telah membantu dalam pelaksanaan
penelitian;
12. Seluruh informan dalam penelitian ini, atas kesediannya untuk berpartisipasi
dalam penelitian ini;
13. Sahabat-sahabat terbaik yang membersamai selama masa perkuliahan,
Natasya Hayatillah, Lulu Wilda Nurani, Leni Amelia, Vika Annisa Putri, Osy
Lu’lu Alfarossi, dan Ratu Faradhilla, yang selalu membantu, mendoakan,
mendengarkan cerita, dan memotivasi;
14. Semua murabbi dan teman-teman liqo yang saling mencintai karena Allah,
membersamai dalam doa, dan selalu menguatkan dalam setiap pertemuan;
15. Keluarga besar FSI Ibnu Sina dan DPM FK UNILA yang telah memberikan
pengalaman, pembelajaran, dan rasa kebersamaan dalam berorganisasi;
16. Teman-teman angkatan 2014 “CRAN14L” untuk semua kebaikan dan
pembelajaran dari masing-masing individunya;
17. Adik-adik angkatan 2015, 2016, dan 2017, atas dukungan dan doa selama ini;
18. Teman-teman KKN Wonosari-Gunung Sugih, Yecti, Syifa, Cindy, Bayu, Kak
Oki, dan Kak Yoga, untuk saling mendoakan dan menyemangati penulis
selama ini serta penulis bersyukur atas kesempatan dapat mengenal kalian;
19. Semua pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah
membantu dalam penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak demi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pembacanya.
Bandar Lampung, Januari 2019
Penulis
Vermitia
ABSTRACT
URBAN POOR FAMILY SUPPORT IN THE TYPE 2 DIABETES
MELLITUS: A QUALITATIVE STUDY
By
VERMITIA
Background: Diabetes mellitus is a metabolic disease characterized by
hyperglycemia caused by insulin secretion, insulin action, or both. The prevalence
of diabetes mellitus is found in urban areas and in the poor community.
Management of diabetes mellitus includes education, medical nutrition therapy,
pharmacological therapy, and monitoring. Family has an important role to support
the management of diabetes mellitus.
Objective: This study aims to describe the perceived support and received support
in the urban poor familiy support in patients with type 2 diabetes mellitus.
Method: This study used qualitative research design with phenomenology
approach. The informants in this study were patients with type 2 diabetes mellitus
who were the healthcare and social security agency (BPJS Kesehatan) participants
with poor (PBI) category who visited Gedong Air Community Health Centre,
Kemiling Community Health Centre, and Kedaton Community Health Centre
Bandar Lampung which amounts to six people.
Results: There are various types of family supports in the perceived support and
received support those are emotional support, appreciation or assessment support,
instrumental support, and information support by the informants.
Conclusion: Emotional support is the family support that plays a role for patients
with type 2 diabetes mellitus. While instrumental support is not the main thing
for the patients.
Keywords: family support, type 2 diabetes mellitus
ABSTRAK
DUKUNGAN KELUARGA MISKIN PERKOTAAN PADA PASIEN
DIABETES MELITUS TIPE 2: SEBUAH STUDI KUALITATIF
Oleh
VERMITIA
Latar belakang: Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat kelainan sekresi insulin, kerja
insulin, atau keduanya. Prevalensi diabetes melitus banyak ditemukan di daerah
perkotaan dan pada masyarakat miskin. Penatalaksanaan pada diabetes melitus
meliputi edukasi, terapi nutrisi medis, olahraga, terapi farmakologis, dan
monitoring. Keluarga memiliki peran penting untuk mendukung penatalaksanaan
diabetes melitus.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dukungan yang
diharapkan dan dukungan yang didapatkan dalam dukungan keluarga miskin
perkotaan pada pasien diabetes melitus tipe 2.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif dengan
pendekatan fenomenologi. Informan pada penelitian ini adalah pasien diabetes
melitus tipe 2 yang merupakan peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan (BPJS Kesehatan) kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang
berobat di Puskesmas Gedong Air, Puskesmas Kemiling, dan Puskesmas Kedaton
Bandar Lampung yang berjumlah enam orang. Teknik pengumpulan data dengan
menggunakan data primer melalui wawancara mendalam.
Hasil: Ditemukan variasi jenis dukungan keluarga pada dukungan yang
diharapkan dan dukungan yang didapatkan yaitu dukungan emosional, dukungan
penghargaan atau penilaian, dukungan instrumental, dan dukungan informasi.
Simpulan:Dukungan emosional merupakan dukungan keluarga yang paling
berperan bagi pasien diabetes melitus tipe 2. Sedangkan dukungan instrumental
bukan merupakan hal yang utama bagi pasien.
Kata Kunci: diabetes melitus tipe 2, dukungan keluarga
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ iv
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 6
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................. 6
1.4 Manfaat Penelitian................................................................................ 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dukungan Sosial .................................................................................. 8
2.1.1. Dukungan Keluarga .................................................................. 9
2.2 Diabetes Melitus ................................................................................. 12
2.2.1. Definisi ................................................................................... 12
2.2.2. Klasifikasi ............................................................................... 13
2.2.3. Manifestasi Klinis ................................................................... 13
2.2.4. Faktor Risiko .......................................................................... 14
2.2.5. Diagnosis ................................................................................ 14
2.2.6. Tatalaksana ............................................................................. 15
2.2.7. Komplikasi ............................................................................. 21
2.3. Kerangka Teori ................................................................................... 23
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian ................................................................................ 25
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 25
3.2.1. Tempat Penelitian ................................................................... 25
3.2.2. Waktu Penelitian .................................................................... 26
3.3. Informan ............................................................................................. 26
3.4. Instrumen Penelitian ........................................................................... 27
3.5. Pengumpulan Data ............................................................................. 28
3.6. Analisis Data ...................................................................................... 28
3.7. Etika Penelitian .................................................................................. 32
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum ............................................................................... 33
4.2 Hasil dan Pembahasan ........................................................................ 34
4.2.1 Dukungan yang Diharapkan ................................................... 34
4.2.2. Dukungan yang Didapatkan ................................................... 39
4.3 Keterbatasan Penelitian ...................................................................... 57
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan......................................................................................... 58
5.2 Saran ................................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 60
LAMPIRAN
ii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Faktor Risiko Diabetes Melitus . ...................................................................... 14
2. Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus . .............................................................. 15
3. Tanda dan Gejala Hipoglikemia ....................................................................... 22
4. Karakteristik Informan ..................................................................................... 33
iii
i
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Keterangan Lolos Kaji Etik
Lampiran 2. Surat Izin Penelitian
Lampiran 3. Informed Consent dan Lembar Persetujuan
Lampiran 4. Form Panduan Wawancara Mendalam Penelitian Kualitatif
Lampiran 5. Koding Hasil Wawancara
Lampiran 7. Triangulasi ke Anggota Keluarga Informan
Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian
iv
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perubahan gaya hidup di era globalisasi telah menyebabkan terjadinya
transisi demografi epidemiologis yang ditandai masih tingginya penyakit
menular diikuti meningkatnya penyakit tidak menular (Dinas Kesehatan
Provinsi Lampung, 2016). Penyakit tidak menular (PTM) merupakan
penyakit kronis dengan durasi yang lama dan umumnya berkembang
lambat. Empat jenis PTM yang sedang menjadi fokus utama yaitu penyakit
kardiovaskular, kanker, penyakit pernapasan kronis (asma dan penyakit paru
obstruksi kronis), dan diabetes melitus (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2013; World Health Organization (WHO), 2016).
Diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin, atau kedua-duanya (Soelistijo, Novida, Rudijanto, et al.,
2015). International Diabetes Federation (IDF) membagi diabetes melitus
menjadi tiga tipe utama yaitu diabetes melitus tipe 1, tipe 2, dan tipe
gestasional (IDF, 2017). Diabetes melitus tipe 2 adalah jenis paling umum
2
yang biasanya terjadi pada orang dewasa tapi sekarang ini cukup banyak
ditemukan pada anak-anak dan remaja (WHO, 2016).
Prevalensi diabetes melitus di dunia terus meningkat selama 17 tahun
terakhir ini (IDF, 2017). Tahun 2015 tercatat sebanyak 415 juta penduduk
dunia menderita diabetes melitus (IDF, 2015). Sedangkan tahun 2017
jumlahnya meningkat menjadi 425 juta penduduk dunia. Jika peningkatan
tersebut terus berlanjut, IDF memprediksi prevalensi diabetes melitus akan
meningkat sebanyak 48% di tahun 2045 menjadi 629 juta penduduk (IDF,
2017).
Prevalensi diabetes melitus banyak ditemukan di daerah perkotaan dan pada
masyarakat berpenghasilan rendah atau miskin (IDF, 2017; Vest, Kahn,
Danzo et al, 2013). Prevalensi diabetes melitus yang lebih tinggi di
perkotaan disebabkan perubahan gaya hidup yaitu kurang melakukan
olahraga dan aktivitas fisik serta pola makan yang tinggi protein, lemak,
gula, garam, dan sedikit serat (Setiati, Alwi, Sudoyo et al., 2014).
Sedangkan beberapa faktor yang menjadi penyebab tingginya prevalensi
diabetes melitus pada masyarakat miskin yaitu terbatasnya akses layanan
kesehatan, food insecurity, dan lingkungan non walkability (Gaskin, Thorpe,
McGinty et al., 2014). Hal tersebut didukung oleh data bahwa 80% dari
jumlah pasien diabetes melitus di dunia ditemukan di negara-negara
berpenghasilan rendah dan menengah termasuk negara Indonesia (IDF,
2017).
3
Indonesia menempati peringkat tujuh dengan jumlah pasien diabetes melitus
terbanyak di dunia yaitu mencapai 10,3 juta penduduk (IDF, 2017). Hasil
riset kesehatan dasar (Riskesdas) menunjukkan kecenderungan prevalensi
diabetes melitus di sebagian besar provinsi Indonesia tahun 2013 lebih
tinggi dibanding tahun 2007 tidak terkecuali Provinsi Lampung
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013). Menurut laporan
Profil Kesehatan Provinsi Lampung Tahun 2015, diabetes melitus
menempati urutan delapan dari sepuluh besar penyakit terbanyak (Dinas
Kesehatan Provinsi Lampung, 2016).
Bandar Lampung merupakan daerah perkotaan yang memiliki pasien
diabetes melitus tipe 2 terbanyak di Provinsi Lampung. Puskesmas
Kedaton, Puskesmas Kemiling, dan Puskesmas Gedong Air merupakan lima
besar puskesmas dengan jumlah pasien diabetes melitus terbanyak di
Bandar Lampung. Selain itu ketiga puskesmas tersebut juga berada di
kecamatan yang termasuk sepuluh besar kecamatan dengan jumlah
masyarakat miskin terbanyak di Bandar Lampung (BPJS Kesehatan, 2017).
Diantara pasien diabetes tersebut terdapat pasien miskin yang ditandai
dengan keikutsertaan sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan (BPJS Kesehatan) kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI) (BPJS
Kesehatan, 2017).
4
Diabetes melitus yang terlambat didiagnosis atau pengobatannya kurang
adekuat dapat menimbulkan beberapa komplikasi seperti penyakit
kardiovaskular, penyakit ginjal kronis, retinopati, neuropati, dan disabilitas
yang dapat berujung pada kematian (WHO, 2016). Diabetes melitus
merupakan penyakit menahun yang memerlukan penatalaksanaan dalam
waktu lama dan dapat menimbulkan kejenuhan pada pasien sehingga
kondisi psikologis pasien juga harus diperhatikan (Yusra, 2011). Dukungan
sosial dari orang terdekat contohnya keluarga memiliki efek positif pada
kesehatan psikologis, kesehatan fisik, dan kualitas hidup pasien (Ozbay,
Johnson, Dimoulas et al., 2007; Chung, Cho, Chung et al., 2013). Menurut
American Diabetes Association (ADA), perencanaan pengelolaan diabetes
harus dibicarakan antara pasien dan keluarga sehingga keluarga menyadari
pentingnya keikutsertaan mereka dalam penatalaksanaan diabetes melitus
(ADA, 2017).
Sebuah studi kualitatif menunjukkan bahwa dukungan keluarga yang kurang
baik mengakibatkan rendahnya kepatuhan minum obat pada pasien diabetes
melitus tipe 2. Hal tersebut berkontribusi pada kontrol glikemik yang buruk
(Mayberry dan Osborn, 2012). Pada penelitian kualitatif lainnya,
didapatkan gambaran dukungan keluarga yang diterima oleh pasien diabetes
melitus tipe 2 berupa dukungan instrumental, dukungan informasional,
dukungan penilaian, dukungan emosional, dukungan finansial, dan
dukungan spiritual (Wijayanti, 2015).
5
Beberapa penelitian kuantitatif juga menunjukkan hubungan yang bermakna
antara dukungan keluarga dengan pengelolaan penyakit diabetes melitus.
Menurut penelitian, pasien yang menerima dukungan keluarga non suportif
lebih berisiko untuk memiliki kadar glukosa darah yang buruk dibandingkan
pasien yang menerima dukungan keluarga suportif (Isworo, 2008).
Pengetahuan dan dukungan keluarga juga berpengaruh pada kadar HbA1c
yang terkendali (Muhibuddin, Sugiarto dan Wujoso, 2016). Selain itu,
dukungan keluarga juga berpengaruh terhadap diet yang optimal bagi pasien
diabetes melitus (Rosland, Piette, Lyles et al., 2013; Badr, Elmabsout, dan
Denna, 2014).
Penelitian yang dilakukan pada remaja perkotaan di India menunjukkan
bahwa mereka merasa dukungan sosial yang diterima dari keluarganya lebih
sedikit dibandingkan dengan rekan-rekannya yang berasal dari pedesaan.
Hal ini disebabkan karena gaya hidup perkotaan yang sangat sibuk.
Dukungan sosial di pedesaan nilainya lebih tinggi dibandingkan perkotaan
disebabkan ikatan komunitas dan keakraban yang lebih kuat di pedesaan
(Nautiyal, Velayudhan, Gayatridevi, 2017). Sedangkan kemiskinan
merupakan faktor yang berperan negatif pada fungsi dan dukungan
keluarga. Hal-hal dalam fungsi keluarga yang dipengaruhinya diantaranya
yaitu komunikasi, kontrol perilaku, peran keluarga, dan penyelesaian
masalah (Banovcinova, Levicka, Veres, 2014).
6
Keluarga merupakan kelompok sosial terdekat yang memiliki peran penting
terhadap perubahan perilaku pasien diabetes melitus (Astuti, 2013).
Dukungan keluarga merupakan bagian dari dukungan sosial yang dibagi
menjadi dua jenis yaitu perceived support atau dukungan yang diharapkan
dan received support atau dukungan yang didapatkan (Thoits, 2010).
Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
dukungan keluarga miskin perkotaan pada pasien diabetes melitus tipe 2.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian penulis pada latar belakang, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini, “Bagaimana dukungan yang diharapkan dan dukungan
yang didapatkan dalam dukungan keluarga miskin perkotaan pada pasien
diabetes melitus tipe 2?”.
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui gambaran dukungan yang diharapkan dan dukungan
yang didapatkan dalam dukungan keluarga miskin perkotaan pada pasien
diabetes melitus tipe 2.
1.4 Manfaat Penelitian
a. Peneliti
Penelitian ini dapat memberi pengalaman dan menambah wawasan
dalam penerapan ilmu yang didapatkan selama masa perkuliahan.
7
b. Peneliti Lain
Penelitian ini dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya yang
memiliki tema serupa mengenai gambaran persepsi dukungan keluarga
menurut pasien diabetes melitus tipe 2.
c. Masyarakat
Penelitian ini dapat menambah pengetahuan mengenai gambaran persepsi
dukungan keluarga menurut pasien diabetes melitus tipe 2.
8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dukungan Sosial
Dukungan sosial digambarkan sebagai dukungan yang dapat diakses oleh
seseorang melalui ikatan sosial dengan individu lain, kelompok, dan
komunitas yang lebih besar. Dukungan sosial adalah informasi verbal atau
nonverbal, bantuan nyata atau tindakan yang diberikan oleh orang-orang yang
akrab dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya atau berupa kehadiran
dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh
pada tingkah laku penerimanya (Ozbay, Johnson, Dimoulas et al., 2007).
Sumber dukungan sosial dapat berasal dari keluarga, teman, tetangga, dan
anggota masyarakat lainnya (Ozbay, Johnson, Dimoulas et al., 2007).
Keluarga merupakan kelompok sosial terdekat yang berperan penting
terhadap perubahan perilaku kesehatan pasien diabetes melitus (Astuti, 2013).
Dukungan sosial dibagi menjadi dua kategori yaitu perceived support dan
received support. Perceived support adalah bantuan sebagaimana yang
sesuai dengan anggapan atau persepsi dari orang yang menerimanya.
Received support adalah bantuan yang benar-benar diterima dari orang lain
(Thoits, 2010). Dalam suatu penelitian, penilaian perceived support akan
9
membantu peneliti untuk mengetahui penilaian responden tentang pada
situasi yang seperti apa ketika responden membutuhkan dan mengharapkan
bantuan dari orang lain. Sementara penilaian received support membantu
peneliti untuk mengetahui dukungan yang sudah didapatkan oleh responden
sebelumnya (Wethington dan Kessler, 1986).
2.1.1. Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga merupakan bantuan yang diberikan oleh anggota
keluarga yang lain sehingga dapat memberikan kenyamanan fisik
dan psikologis (Yusra, 2011). Keluarga merupakan penyedia
layanan kesehatan utama bagi pasien yang mengalami penyakit
kronis seperti diabetes melitus (Friedman, 2010).
2.1.1.1. Bentuk Dukungan Keluarga
Bentuk dukungan keluarga terdiri dari empat jenis yaitu
(Friedman, 2010):
1. Dukungan emosional
Dukungan emosional melibatkan ekspresi, rasa empati,
dan perhatian. Dukungan emosional yang didapatkan
seseorang dapat membuatnya merasa lebih baik,
memperoleh keyakinannya kembali, dan merasa
dicintai. Menurut Nugroho tahun 2014 bentuk
dukungan emosional berupa rasa aman, cinta kasih,
memberikan semangat, mengurangi putus asa, dan
10
mengurangi rasa rendah diri dan keterbatasan akibat
masalah kesehatan yang dialami.
Dengan demikian seseorang yang memiliki masalah
kesehatan tersebut merasa dirinya tidak menanggung
beban sendiri tetapi ada orang lain yang
memperhatikan, mendengar keluhannya, dan membantu
memecahkan persoalan yang dihadapinya. Dukungan
ini memperlihatkan adanya pengertian dari anggota
keluarga yang lain terhadap anggota keluarganya yang
mengalami diabetes melitus. Dukungan ini diperlukan
bagi pasien diabetes melitus agar dapat menjaga
kondisi psikologisnya dengan baik karena penyakit ini
merupakan penyakit kronis yang perlu perhatian untuk
waktu yang lama.
2. Dukungan penghargaan atau penilaian
Dukungan ini berupa umpan balik, dorongan, atau
penghargaan dengan menunjukkan respon positif
terhadap gagasan maupun perasaan individu.
Dukungan ini muncul dari penerimaan dan
penghargaan terhadap kondisi seseorang secara
keseluruhan meliputi kelebihan dan kekurangan yang
dimilikinya. Dukungan penghargaan yang diberikan
11
oleh keluarga dapat membuat seseorang merasa
berkompeten dan dihargai, serta meningkatkan
semangat dan motivasi sehingga diharapkan
membentuk perilaku baik pada pola perawatan penyakit
diabetes melitus.
3. Dukungan instrumental
Dukungan instrumental merupakan dukungan keluarga
dalam bentuk nyata seperti memberikan bantuan
tenaga, dana, maupun menyediakan waktu untuk
melayani dan mendengarkan anggota keluarga
menyampaikan perasaannya. Dukungan instrumental
merupakan bagian dari fungsi perawatan kesehatan
keluarga seperti menyediakan makanan, pakaian,
tempat tinggal, dan perawatan kesehatan. Dukungan
ini bertujuan untuk memudahkan pasien diabetes
melitus dalam melakukan aktivitas yang berkaitan
dengan penyakitnya contohnya dengan menyediakan
obat-obatan yang dibutuhkan.
4. Dukungan informasi
Dukungan informasi berupa pemberian saran, umpan
balik, dan informasi contohnya saat seseorang kesulitan
mengambil keputusan, keluarga akan memberikan ide,
12
saran, atau umpan balik mengenai persoalan yang
dihadapi. Dukungan informasi yang diberikan kepada
pasien diabetes melitus dapat berupa pemberian segala
informasi yang terkait dengan kondisi penyakit dan
cara penanganannya sehingga dapat membantu
meningkatkan kondisi kesehatannya.
2.2 Diabetes Melitus
2.2.1. Definisi
Diabetes melitus merupakan penyakit kronis dimana terjadi kenaikan
kadar glukosa darah (hiperglikemia) yang disebabkan pankreas tidak
menghasilkan cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan
insulin yang dihasilkan dengan efektif (WHO, 2016). Insulin
merupakan hormon yang dihasilkan oleh pankreas dan berfungsi
mengangkut glukosa dari aliran darah menuju sel-sel tubuh untuk
selanjutnya diubah menjadi energi. Kondisi hiperglikemia yang
terus berlanjut dalam waktu lama dapat menimbulkan kerusakan
serius pada organ tubuh lainnya seperti jantung, pembuluh darah,
mata, ginjal, dan saraf (IDF, 2017).
13
2.2.2. Klasifikasi
Diabetes melitus diklasifikasikan menjadi empat tipe yaitu (ADA,
2017):
1. Diabetes melitus tipe 1 disebabkan kerusakan sel β autoimun
yang mengakibatkan defisiensi insulin absolut.
2. Diabetes melitus tipe 2 disebabkan hilangnya sekresi insulin
secara progresif yang sering dilatarbelakangi oleh resistensi
insulin.
3. Diabetes gestasional merupakan diabetes melitus yang
didiagnosis pada trimester kedua atau ketiga pada kehamilan.
4. Diabetes melitus tipe lain yang disebabkan oleh defek genetik
fungsi sel β, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin
pankreas, endokrinopati, disebabkan obat atau zat kimia, infeksi,
imunologi, dan sindrom genetik (Setiati, Alwi, Sudoyo et al.,
2014).
2.2.3. Manifestasi Klinis
Pada pasien diabetes melitus tipe 2 dapat ditemukan beberapa
keluhan. Kecurigaan adanya diabetes melitus perlu dipertimbangkan
apabila ditemukan keluhan seperti:
1. Keluhan klasik yaitu poliuria, polidipsia, polifagia, dan
penurunan berat badan.
2. Keluhan lain yaitu lemah, kesemutan pada ekstremitas, gatal,
penglihatan kabur, disfungsi ereksi pada pria, pruritus vulva
14
pada wanita, luka sulit sembuh, dan penyakit kulit akibat jamur
di bawah lipatan kulit (Soelistijo, Novida, Rudijanto et al.,
2015).
2.2.4. Faktor Risiko
Faktor risiko diabetes melitus tipe 2 dikelompokkan menjadi dua
yaitu faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat
dimodifikasi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
Tabel 1. Faktor Risiko Diabetes Melitus.
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi Faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi
Berat badan lebih Ras dan etnik
Obesitas abdominal/sentral Usia
Kurangnya aktivitas fisik Jenis kelamin
Hipertensi Riwayat keluarga dengan diabetes
melitus
Dislipidemia Riwayat melahirkan bayi dengan berat
badan >4000 gram
Diet tidak sehat atau tidak seimbang Riwayat lahir dengan berat badan
lahir rendah <2500 gram
Riwayat toleransi glukosa terganggu
(TGT) atau glukosa darah puasa (GDP)
terganggu
Merokok
Sumber: (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014)
2.2.5. Diagnosis
Diagnosis diabetes melitus ditegakkan melalui pemeriksaan kadar
glukosa darah. Bahan yang dianjurkan untuk pemeriksaan glukosa
darah yaitu menggunakan plasma darah (WHO, 2006).
15
Tabel 2. Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus.
Pemeriksaan untuk penegakan diagnosis diabetes melitus
Pemeriksaan GDP ≥126 mg/dL, pasien sebelumnya berpuasa yaitu kondisi
dimana tidak ada asupan kalori minimal delapan jam.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dL 2-jam setelah Tes Toleransi Glukosa
Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.
Atau
Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang terstandardisasi
oleh National Glycohaemoglobin Standardization Program (NGSP).
Atau
Pemeriksaan glukosa darah sewaktu (GDS) ≥200 mg/dL disertai keluhan klasik.
Sumber: (ADA, 2017)
2.2.6. Tatalaksana
1. Edukasi
Edukasi bertujuan sebagai promosi gaya hidup sehat agar pasien
dapat menerapkannya. Edukasi yang disampaikan meliputi
semua hal yang berkaitan dengan penyakit diabetes melitus
contohnya tentang pentingnya pengendalian dan pemantauan
penyakit secara berkala, penyulit dan risiko, intervensi
farmakologis dan non-farmakologis serta target terapi,
mengenali gejala dan penanganan awal hipoglikemia,
pentingnya olahraga yang teratur, perawatan kaki, dan lain-lain
(Soelistijo, Novida, Rudijanto et al., 2015). Edukasi harus
melibatkan keluarga pasien.
Prinsip yang perlu diperhatikan pada proses edukasi yaitu:
a. Memberikan dukungan dan nasihat yang positif dan tidak
menimbulkan kecemasan.
16
b. Memberikan informasi secara bertahap dari yang sederhana
dan mudah dimengerti.
c. Melakukan pendekatan untuk mengatasi masalah dengan
melakukan simulasi.
d. Mendiskusikan program pengobatan secara terbuka.
e. Melakukan kompromi dan negoisasi agar tujuan pengobatan
dapat diterima.
f. Memberikan motivasi dengan memberikan penghargaan.
g. Melibatkan keluarga atau pendamping dalam proses
edukasi.
h. Perhatikan kondisi jasmani, psikologi, dan tingkat
pendidikan pasien beserta keluarganya.
i. Dapat menggunakan alat bantu audio visual (Soelistijo,
Novida, Rudijanto et al., 2015).
2. Terapi Nutrisi Medis (TNM)
Sasaran terapi TNM sebaiknya diberikan sesuai dengan
kebutuhan masing-masing pasien diabetes melitus tipe 2. Hal-
hal yang perlu ditekankan kepada pasien diabetes melitus tipe 2
yaitu mengenai pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis, dan
jumlah kandungan kalori, terutama pada pasien yang
menggunakan obat yang meningkatkan sekresi insulin atau
terapi insulin itu sendiri (Soelistijo, Novida, Rudijanto et al.,
2015).
17
3. Olahraga
Olahraga merupakan aktivitas fisik yang menjadi salah satu
prinsip pengelolaan diabetes melitus tipe 2 apabila tidak disertai
dengan komplikasi nefropati. Olahraga dilakukan secara rutin
sebanyak 3-5 kali perminggu dengan durasi sekitar 30-45 menit.
Sebelum berolahraga sebaiknya dilakukan pemeriksaan kadar
glukosa darah. Apabila hasilnya <100 mg/dL pasien harus
mengonsumsi karbohidrat terlebih dahulu sedangkan apabila
>250 mg/dL sebaiknya pasien menunda untuk berolahraga
(Soelistijo, Novida, Rudijanto et al., 2015).
Kegiatan atau aktivitas sehari-hari tidak termasuk dalam
olahraga meskipun pasien tetap dianjurkan untuk selalu aktif
dalam kesehariannya. Olahraga bagi pasien diabetes melitus
bertujuan untuk menjaga kebugaran, menurunkan berta badan,
dan memperbaiki sensitivitas insulin sehingga akan
memperbaiki kendali glukosa darah. Olahraga yang dianjurkan
yaitu yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang contohnya
jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Olahraga
sebaiknya disesuaikan dengan usia dan status kebugaran jasmani
masing-masing pasien (Soelistijo, Novida, Rudijanto et al.,
2015).
18
4. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis dapat dimulai secara bersamaan dengan
upaya modifikasi gaya hidup (Garber, Abrahmson, Barzilay et
al., 2018). Terapi farmakologis terdiri dari obat
antihiperglikemia oral dan suntikan. Obat antihiperglikemia oral
terbagi menjadi lima golongan berdasarkan cara kerjanya yaitu
pemacu sekresi insulin (Sulfonilurea dan Glinid), pemacu
sensitivitas insulin (Metformin), penghambat absorpsi glukosa
di saluran pencernaan (Acarbose), penghambat Dipeptidyl
Peptidase-IV (Sitagliptin dan Linagliptin), dan penghambat
Sodium Glucose Co-transporter 2 (Dapagliflozin). Obat
antihiperglikemia suntik terdiri dari insulin, agonis Glucose Like
Peptide-1 (GLP-1), dan kombinasi keduanya (Soelistijo,
Novida, Rudijanto et al., 2015).
Metformin merupakan obat yang direkomendasikan sebagai
pilihan pertama untuk memulai terapi farmakologis diabetes
melitus tipe 2. Titrasi dosis dari 500-2000 mg/hari bersama
makanan atau setelahnya (IDF, 2017).
5. Monitoring
Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah (Soelistijo, Novida,
Rudijanto et al., 2015):
a. Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah
19
Tujuan pemeriksaan kadar glukosa darah:
Mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai.
Melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum
tercapai sasaran terapi.
b. Pemeriksaan HbA1c
Pemeriksaan ini merupakan cara yang digunakan untuk
menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya.
Untuk melihat hasil terapi dan rencana perubahan terapi,
HbA1c diperiksa setiap 3 bulan atau tiap bulan pada keadaan
HbA1c yang sangat tinggi (>10%). Jika sasaran terapi telah
tercapai maka HbA1c dapat diperiksa paling sedikit 2 kali
dalam setahun. HbA1c tidak dapat dipergunakan sebagai
alat untuk evaluasi pada kondisi tertentu seperti anemia,
hemoglobinopati, riwayat tranfusi darah 2-3 bulan terakhir,
keadaan lain yang mempengaruhi umur eritrosit dan
gangguan fungsi ginjal.
c. Self monitoring of blood glucose (SMBG)
SMBG bertujuan untuk menilai kadar glukosa darah sebagai
acuan untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan
diet, olahraga, dan obat-obatan (Hortensius, Slingerland,
Kleefstra et al., 2011). SMBG hanya boleh dilakukan oleh
pasien yang memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam
20
prosedur pemeriksaan sesuai standar. Intensitas dan
frekuensi SMBG harus bersifat individual disesuaikan
dengan kebutuhan masing-masing pasien diabetes melitus
tipe 2 sehingga harus didiskusikan terlebih dahulu dengan
dokter yang menanganinya (IDF, 2009).
Waktu yang dianjurkan untuk pemeriksaan ini yaitu pada
saat sebelum makan, 2 jam setelah makan, menjelang tidur
(untuk menilai risiko hipoglikemia), dan di antara siklus
tidur (untuk menilai adanya hipoglikemia nokturnal yang
kadang tanpa gejala) (Soelistijo, Novida, Rudijanto et al.,
2015). Setiap hasil kadar glukosa darah yang didapat dari
SMBG sebaiknya didokumentasikan untuk selanjutnya
disampaikan kepada dokter untuk diobservasi (Kirk dan
Stegner, 2010).
d. Glycated Albumin (GA)
GA dapat digunakan untuk menilai indeks kontrol glikemik
yang tidak dipengaruhi oleh gangguan metabolisme
hemoglobin dan masa hidup eritrosit seperti pada
pemeriksaan HbA1c. Beberapa gangguan seperti sindrom
nefrotik, pengobatan steroid, severe obesitas, dan gangguan
fungsi tiroid dapat mempengaruhi nilai pengukuran GA
(Soelistijo Novida, Rudijanto et al., 2015).
21
2.2.7. Komplikasi
Komplikasi diabetes melitus tipe 2 terbagi menjadi dua kelompok
besar yaitu komplikasi akut dan kronik/menahun (Soelistijo, Novida,
Rudijanto et al., 2015):
2.2.7.1. Komplikasi Akut
1. Krisis Hiperglikemia
Ketoasidosis diabetikum (KAD) merupakan komplikasi
akut yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa
darah (300-600 mg/dL) disertai tanda dan gejala
asidosis dan plasma keton (+), osmolaritas plasma
meningkat (300-320 mOs/mL), dan terjadi peningkatan
anion gap. Status hiperglikemi hiperosmolar (SHH)
merupakan keadaan dimana terjadi peningkatan
glukosa darah sangat tinggi (600-1200 mg/dL), tanpa
tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma sangat
meningkat (330-380 mOs/mL), plasma keton (+/-), dan
anion gap normal atau sedikit meningkat (Soelistijo,
Novida, Rudijanto et al., 2015).
2. Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar
glukosa darah <70 mg/dL. Hipoglikemia merupakan
22
kondisi dengan atau tanpa adanya gejala-gejala sistem
otonom (Soelistijo, Novida, Rudijanto et al., 2015).
Tabel 3. Tanda dan Gejala Hipoglikemia
Tanda Gejala
Autonomik Lapar, berkeringat,
gelisah, paresthesia,
palpitasi,
tremulousness.
Pucat, takikardia,
widened pulse
pressure.
Neuroglikopenik Lemah, lesu, dizziness,
pusing, confusion,
perubahan sikap,
gangguan kognitif,
pandangan kabur,
diplopia.
Cortical
blindness,
hipotermia,
kejang, koma.
Sumber: (Soelistijo Novida, Rudijanto et al., 2015)
2.2.7.2. Komplikasi Kronis
1. Makroangiopati
Pembuluh darah jantung: penyakit jantung
koroner.
Pembuluh darah perifer: penyakit arteri perifer
yang ditandai dengan nyeri pada saat beraktivitas
dan berkurang saat istirahat, ulkus iskemik pada
kaki.
Pembuluh darah otak: stroke iskemik atau stroke
hemoragik (Soelistijo, Novida, Rudijanto et al.,
2015).
23
2. Mikroangiopati
Retinopati diabetikum
Nefropati
Neuropati (Soelistijo, Novida, Rudijanto et al.,
2015).
2.3. Kerangka Teori
Diabetes melitus merupakan penyakit kronis akibat kelainan sekresi insulin,
kerja insulin, atau kedua-duanya. Penyakit ini diketahui banyak dialami oleh
masyarakat perkotaan akibat gaya hidup yang salah seperti kurang melakukan
olahraga dan aktivitas fisik serta pola makan yang tinggi protein, lemak, gula,
garam, dan sedikit serat. Selain itu banyak juga dialami oleh masyarakat
berpenghasilan rendah atau miskin yang dipengaruhi oleh keterbasan akses
layanan kesehatan, food insecurity, dan lingkungan non walkability. Diabetes
melitus tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol agar terhidar dari
komplikasinya sehingga memerlukan penanganan seumur hidup.
Tatalaksananya meliputi edukasi, olahraga, TNM, terapi farmakologi, dan
monitoring. Tatalaksana diabetes yang optimal ditandai dengan gula darah
pasien yang terkontrol, sedangkan tatalaksana yang tidak adekuat ditandai
dengan gula darah tidak terkontrol. Kondisi tersebut dapat menimbulkan
berbagai komplikasi yang bisa berujung pada kematian. Penanganan diabetes
melitus yang kompleks dan memerlukan waktu yang lama dapat
menimbulkan kejenuhan yang berdampak pada kesehatan psikologis pasien,
sehingga diperlukan dukungan keluarga pasien dalam prosesnya. Dukungan
24
keluarga merupakan dibagi menjadi dua jenis yaitu perceived support yang
merupakan bantuan sebagaimana yang sesuai dengan anggapan atau persepsi
dari orang yang menerimanya dan received support yang merupakan bantuan
yang benar-benar diterima dari orang lain. Keberadaan dukungan keluarga
diketahui memengaruhi kepatuhan pasien dalam tatalaksana diabetes melitus
dan kesehatan psikologis pasien.
25
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan
pendekatan fenomenologi. Penelitian kualitatif bertujuan untuk
mengeksplorasi masalah dan memahami suatu fenomena sentral secara rinci
(Creswell, 2016). Sedangkan menurut Yusuf tahun 2014, penelitian
kualitatif melibatkan peneliti secara langsung dan/atau tidak langsung dalam
mencari makna, pemahaman, pengertian tentang sebuah fenomena,
kejadian, maupun kehidupan manusia dalam setting yang diteliti,
kontekstual, dan menyeluruh. Pendekatan fenomenologi dilakukan untuk
mendeskripsikan pengalaman kehidupan manusia tentang suatu fenomena
tertentu seperti yang dijelaskan oleh para informan (Creswell, 2016).
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Bandar Lampung. Pemilihan para
calon informan dilakukan dengan menggunakan data pasien diabetes
melitus tipe 2 di beberapa puskesmas di Bandar Lampung yaitu
Puskesmas Kedaton, Puskesmas Kemiling, dan Puskesmas Gedong
26
Air. Beberapa puskesmas tersebut dipilih berdasarkan jumlah pasien
diabetes melitus tipe 2 terbanyak di Bandar Lampung dan berada di
wilayah perkotaan yang merupakan 10 besar kecamatan dengan
angka kemiskinan tertinggi di kota Bandar Lampung. Setelah
informan setuju untuk mengikuti penelitian, selanjutnya informan
dan peneliti menentukan tempat untuk melakukan wawancara.
Tempat yang dipilih harus kondusif untuk dilakukannya wawancara
secara mendalam.
3.2.2. Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Agustus 2018 sampai
Januari 2019 yang mencakup tahap persiapan sampai pelaporan.
3.3. Informan
Dalam penelitian kualitatif, sampel disebut dengan istilah informan.
Informan dipilih dengan cara purposive sampling, yaitu memilih informan
dan lokasi penelitian dengan sengaja dan penuh perencanaan sehingga dapat
membantu peneliti memahami masalah yang diteliti (Creswell, 2016).
Informan dalam penelitian ini adalah pasien diabetes melitus tipe 2 yang
merupakan peserta BPJS Kesehatan kategori PBI yang tinggal di Bandar
Lampung, telah menderita diabetes melitus tipe 2 selama minimal 1 tahun,
tidak disertai penyakit kronis lainnya, dan tidak mengalami komplikasi
diabetes melitus tipe 2.
27
Proses pemilihan informan diawali dengan mengidentifikasi calon informan
yang sesuai dengan kriteria penelitian. Setelah informan teridetifikasi dan
sesuai dengan kriteria informan yang dicari, peneliti memperkenalkan diri
dan membina hubungan saling percaya dengan informan. Selanjutnya
peneliti menyampaikan maksud, tujuan, dan prosedur terkait penelitian dan
menanyakan kesediaan informan untuk mengikuti penelitian. Apabila calon
informan setuju maka informan diminta untuk menandatangani dan mengisi
lembar persetujuan sebagai informan penelitian (informed consent). Setelah
itu, peneliti dan informan menjadwalkan waktu untuk melakukan
wawancara. Tempat dan waktu wawancara ditentukan sesuai kesepakatan
yang dibuat oleh peneliti dan informan.
3.4. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini adalah peneliti itu sendiri sebagai instrumen
langsung. Peneliti berperan untuk menggali informasi dari informan dengan
sedalam-dalamnya untuk memenuhi kebutuhan dan tujuan dari penelitian
ini. Peneliti menggunakan panduan wawancara yang didesain oleh peneliti.
Selama proses penelitian, peneliti membuat catatan lapangan (field notes)
mengenai proses wawancara dan hal-hal yang perlu dicatat selama proses
wawancara tersebut. Peneliti juga menyiapkan recorder untuk merekam
proses wawancara.
28
3.5. Pengumpulan Data
Peneliti melakukan wawancara awal untuk melakukan pendekatan dan
memastikan bahwa informan menderita diabetes melitus tipe 2. Setelah
informan setuju untuk mengikuti penelitian ini, peneliti dan informan
menentukan waktu dan tempat untuk melakukan proses wawancara. Teknik
pengumpulan data dengan menggunakan proses wawancara mendalam (in
depth interview). Wawancara mendalam merupakan kegiatan untuk
mendapatkan informasi dari para informan dengan cara tatap muka atau
bertemu langsung. Saat wawancara peneliti menggunakan pertanyaan
terbuka yang dibuat untuk memunculkan pandangan dan opini dari informan
dan dilakukan dengan bertatap muka (face to face interview) (Creswell,
2016).
Proses wawancara dilakukan secara informal, meskipun peneliti memiliki
panduan wawancara. Proses wawancara sepenuhnya didasari pada
perkembangan pertanyaan secara spontan dan alami. Oleh karena itu,
suasana saat wawancara dibuat senyaman mungkin bagi peneliti dan
informan.
3.6. Analisis Data
Analisis data pada penelitian kualitatif dilakukan sejak awal penelitian (on
going). Sejak awal penelitian, peneliti membaca dan menganalisis data
yang terkumpul baik berupa transkrip, catatan lapangan, dokumen, atau
29
material lainnya secara kritis analitis sembari melakukan uji kredibilitas
maupun pemeriksaan keabsahan data secara kontinu (Yusuf, 2014).
Tahapan analisis data yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari enam
langkah. Pertama yaitu mengolah dan mempersiapkan data untuk dianalisis.
Pada langkah ini melibatkan proses transcribing, wawancara, dan mengetik
data lapangan. Kedua, membaca keseluruhan data. Ketiga, memulai koding
semua data. Langkah ini melibatkan proses penulisan kategori untuk
mengorganisasikan data, kemudian memberi label pada kategori tersebut
dengan istilah khusus. Keempat, menerapkan proses coding untuk
mendeskripsikan setting (ranah), orang (informan), kategori, dan tema yang
akan dianalisis. Penerapan proses coding dilakukan untuk membuat
sejumlah kecil tema atau kategori. Kelima, menunjukkan bagaimana
deskripsi dan tema-tema tersebut akan disajikan kembali dalam
narasi/laporan kualitatif. Langkah terakhir yaitu pembuatan interpretasi
dalam penelitian kualitatif atau memaknai data (Creswell, 2016).
Setelah melakukan wawancara pada informan pertama, peneliti langsung
melakukan proses transkripsi dengan mendengarkan rekaman wawancara.
Peneliti tidak menunggu seluruh informan selesai diwawancara terlebih
dahulu lalu melakukan proses transkripsi. Setelah melakukan proses
transkripsi peneliti membaca dan mengamati hasilnya untuk mencari tahu
apakah ada informasi yang ingin ditanyakan lebih lanjut kepada informan
pada pertemuan selanjutnya. Pada proses koding peneliti memberi label
30
pada setiap kutipan. Penulisan label yang penulis gunakan yaitu kode
informan yang terdiri dari simbol I yang artinya informan dan nomor
masing-masing informan lalu diikuti angka yang menunjukkan urutan
kalimat jawaban wawancara dari hasil transkripsi.
Terdapat empat uji data dalam penelitian kualitatif, yaitu uji kredibilitas, uji
transferabilitas, uji dependibilitas, dan uji konformitas (Yusuf, 2014).
Peneliti melakukan beberapa uji data untuk membuktikan bahwa data yang
didapatkan dapat dipercaya.
Peneliti melakukan uji keabsahan data atau uji kredibilitas dengan cara
member checking triangulasi untuk memeriksa akurasi hasil penelitian.
Member checking dilakukan dengan membawa hasil laporan akhir atau
deskripsi atau tema spesifik kepada informan untuk mengecek apakah hasil
tersebut sudah akurat sesuai dengan persepsi mereka. Peneliti juga
melakukan triangulasi sumber, yaitu sebuah proses untuk menguatkan data
dari individu yang berbeda (Creswell, 2016). Triangulasi sumber dilakukan
kepada salah satu anggota keluarga informan. Peneliti menanyakan kembali
hal-hal yang didapatkan dari hasil wawancara informan kepada anggota
keluarga. Tujuan dari member checking dan triangulasi yaitu untuk
mengurangi subyektivitas.
Untuk menentukan apakah hasil penelitian dapat ditransfer ke wilayah lain,
peneliti melakukan uji transferabilitas. Adapun uji transferabilitas tersebut
31
berupa penguraian hasil penelitian secara rinci, jelas, sistematis, dan dapat
dipercaya. Dengan demikian maka pembaca akan menjadi jelas dengan
hasil penelitian ini dan dapat memutuskan apakah penelitian ini dapat
diaplikasikan pada tempat lain atau tidak.
Dependibilitas dalam penelitian kualitatif sejalan dengan reliabilitas pada
penelitian kuantitatif. Untuk menentukan dependibilitas dilakukan dengan
audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Audit dilakukan oleh auditor
yang independen dalam melakukan penelitian, dalam hal ini adalah dosen
pembimbing untuk mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam
melakukan penelitian. Audit dilakukan dengan cara menunjukkan bukti
kerja yang dilakukan sejak menentukan masalah dan fokus penelitian,
memasuki lapangan, menentukan informasi/sumber data penelitian,
melakukan analisis data, menguji keabsahan data, dan membuat kesimpulan
(Yusuf, 2014).
Dalam penelitian kualitatif dilakukan uji konformitas untuk menentukan
obyektivitas penelitian. Sebuah penelitian dikatakan obyektif apabila hasil
penelitian disepakati banyak orang. Uji konformitas berarti menguji hasil
penelitian dikaitkan dengan proses yang dilakukan. Bila hasil penelitian
merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian
tersebut telah memenuhi standar konfirmitas. Dalam hal ini, peneliti
melibatkan peran dosen pembimbing untuk menguji konformitas hasil
penelitian.
32
3.7. Etika Penelitian
Peneliti telah mendapatkan persetujuan etik dari komisi etik Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung dengan nomor
2225/UN26.18/PP.05.02.00/2018. Sebelum melakukan wawancara peneliti
meminta informan mengisi formulir informed consent sebagai tanda
persetujuan untuk mengikuti penelitian ini.
58
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Pada penelitian ini diperoleh dukungan yang diharapkan dan dukungan yang
didapatkan dalam dukungan keluarga miskin perkotaan pada pasien diabetes
melitus tipe 2 meliputi dukungan emosional, dukungan instrumental,
dukungan penilaian atau penghargaan, dan dukungan informasi. Dukungan
emosional merupakan bentuk dukungan yang dianggap penting bagi
penyakitnya karena membuat mereka merasa senang dan bahagia.
Sedangkan dukungan instrumental bukan merupakan suatu hal yang utama
karena pasien berpendapat bahwa kebutuhan-kebutuhan pengobatan
diabetes melitus tipe 2 telah terpenuhi oleh fasilitas dari BPJS Kesehatan.
5.2 Saran
5.2.1. Bagi Peneliti Lain
Peneliti lain diharapkan dapat menggali lebih dalam mengenai
dukungan yang diharapkan dan dukungan yang didapatkan dalam
dukungan keluarga pada pasien diabetes melitus tipe 2.
59
5.2.2. Bagi Masyarakat
Bagi masyarakat terutama yang memiliki anggota keluarga dengan
diabetes melitus tipe 2 dapat memberikan dukungan penuh untuk
pengobatan pasien.
60
DAFTAR PUSTAKA
ADA. 2010. Standards of medical care in diabetes. Diabetes Care. 33(1):512–61.
ADA. 2017. Standards of medical care in diabetes—2017 abridged for primary
care providers. Diabetes Care. 35(1):5–26.
Astuti CM. 2013. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pengendalian kadar
glukosa darah pasien diabetes melitus tipe 2 rawat jalan di poliklinik penyakit
dalam RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang tahun 2013 [tesis]. Depok: Universitas
Indonesia.
Badr SAEF, Elmabsout AA, Denna I. 2014. Family support, malnutrition and
barriers to optimal dietary intake among elderly diabetic patients in Benghazi,
Libya. Journal of Community Medicine & Health Education. 4(2):2–7.
Banovcinova A, Levicka J, Veres M. 2014. The impact of poverty on the family
system functioning. Procedia – Social and Behavioral Sciences. 132(2014):148-
53.
BPJS Kesehatan. 2017. Data peserta prolanis per September 2017. Bandar
Lampung: BPJS Kesehatan.
Budhisusetyo PY, Nur E. 2013. Hubungan antara dukungan keluarga dengan
kepatuhan diet pada pasien diabetes mellitus tipe 2 rawat jalan di RSUD dr.
Soediran Mangun Sumarso. Prosiding Seminar Nasional Food Habit and
Degenerative Disease; Surakarta. Indonesia.
Chung JO, Cho DH, Chung DJ, Chung MY. 2013. Assessment of factors
associated with the quality of life in Korean type 2 diabetic patients. Internal
Medicine. 52(2):179–85.
61
Creswell JW. 2016. Research design pendekatan metode kualitatif, kuantitatif,
dan campuran. Edisi ke-4. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. 2016. Profil kesehatan Provinsi Lampung
tahun 2015. Bandar Lampung: Dinas Kesehatan Provinsi Lampung.
Friedman M. 2010. Buku ajar keperawatan keluarga: Riset, teori, dan praktik.
Edisi ke-5. Jakarta: EGC.
Garber AJ, Abrahamson MJ, Barzilay JI, Blonde L, Bloomgarden ZT, Bush MA,
et al. 2018. Consensus statement by the american association of clinical
endocrinologists and american college of endocrinology on the comprehensive
type 2 diabetes management algorithm – 2018 executive summary. Endocrine
Practice. 24(1):91-120.
Gaskin DJ, Thorpe RJ, McGinty EE, Bower K, Rohde C, Young JH, et al. 2014.
Disparities in diabetes: The nexus of race, poverty, and place. American Journal
of Public Health. 104(11):2147-55.
Hasbi M. 2012. Analisis faktor yang berhubungan dengan kepatuhan penderita
diabetes melitus dalam melakukan olahraga di wilayah kerja Puskesmas Praya
Lombok Tengah [tesis]. Depok: Universitas Indonesia.
Hortensius J, Slingerland RJ, Kleefstra N, Logtenberg SJJ, Groenier KH,
Houweling ST, et al. 2011. Self-monitoring of blood glucose: The use of the first
or the second drop of blood. Diabetes Care. 34(3):556–60.
IDF. 2009. Self-monitoring of blood glucose in non-insulin treated type 2
diabetes. Brussel: International Diabetes Federation.
IDF. 2015. IDF Diabetes Atlas. Edisi ke-7. Brussel: International Diabetes
Federation.
IDF. 2017. IDF clinical practice recommendations for managing type 2 diabetes
in primary care. Brussel: International Diabetes Federation.
IDF. 2017. IDF Diabetes Atlas. Edisi ke-8. Brussel: International Diabetes
Federation.
62
Isworo, A. (2008) Hubungan depresi dan dukungan keluarga terhadap kadar gula
darah pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Sragen [tesis]. Depok:
Universitas Indonesia.
Kemenkes RI. 2013. Riset kesehatan dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkes RI. 2014. Situasi dan analisis diabetes. Jakarta: Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kirk JK, Stegner J. 2010. Self-monitoring of blood glucose: Practical aspects.
Journal of Diabetes Science and Technology. 4(2):435–9.
Mayberry LS, Osborn CY. (2012). Family support, medication adherence, and
glycemic control among adults with type 2 diabetes. Diabetes Care. 35(6):1239–
45.
Muhibuddin N, Sugiarto, Wujoso H. 2016. Hubungan pengetahuan dan sikap
keluarga dengan terkendalinya kadar gula darah pada pasien diabetes melitus tipe
2 (studi di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kediri ). Jurnal Sistem
Kesehatan. 2(1):1–7.
Nautiyal R, Velayudhan A, Gayatridevi S. 2017. Perceived Social Support of the
Adolescents from Rural and Urban Setting. International Journal of Indian
Psychology. 4(89):186-91.
Nugroho W. 2014. Keperawatan gerontik dan geriatrik. Edisi ke-3. Jakarta: EGC.
Nurullah AS. 2012. Received and provided social support: a review of current
evidence and future directions. American Journal of Health Studies. 27(3):173-88.
Ozbay F, Johnson DC, Dimoulas E, Morgan CA, Charney D, Southwick S. 2007.
Social support and resilience to stress : From neurobiology to clinical practice.
Psychiatry. 4(5):35–40.
Rosland AM, Piette JD, Lyles CR, Parker MM, Moffet HH, Adler NE, et al. 2013.
63
Social support and lifestyle vs. medical diabetes self management in the diabetes
study of Northern California (DISTANCE). Ann Behav Med. 48(3):438–47.
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, et al.
2014. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-6. Jakarta: Interna Publishing.
Soelistijo SA, Novida H, Rudijanto A, Soewondo P, Suastika K, Manaf A, et al.
2015. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia
2015. Jakarta: PB PERKENI.
Thoits PA. 2010. Stress and health : major findings and policy implications.
Journal of Health and Social Behavior. 51(Special Issue):41-53.
Wethington E, Kessler RC. 1986. Perceived support, received support, and
adjustment to stressful life events. Journal of Health and Social Behavior.
27(1):78-89.
WHO. 2006. Definition and diagnosis of diabetes mellitus and intermediate
hyperglycaemia. Jenewa: World Health Organization.
WHO. 2016. Global report on diabetes. Jenewa: World Health Organization.
Vest BM, Kahn LS, Danzo A, Berhalter LT, Schuster RC, Karl R, et al. 2013.
Diabetes self-management in a low-income population: impacts of social support
and relationships with the health care system. Chronic Illness. 9(2):145-55.
Wijayanti Y. 2015. Dukungan keluarga bagi penderita diabetes melitus tipe dua
[skripsi]. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana.
Yusra A. 2011. Hubungan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien
diabetes melitus tipe 2 di poliklinik penyakit dalam Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati Jakarta [tesis]. Depok: Universitas Indonesia.
Yusuf AM. 2014 Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan penelitian
gabungan. Padang: Prenadamedia Group.