1 DUKUNGAN APBN TERHADAP SEKTOR PERTANIAN ANALISIS RINGKAS CEPAT 03/ARC.PKA/VII/2021 ISO 9001:2015 CERTIFICATE NO. IR/QMS/00138 SEKILAS KONTRIBUSI PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN NASIONAL 2015-2020 SEKTOR PERTAIAN BERKONTRIBUSI TERBESAR KEDUA TERHADAP PDB DANA TERTINGGI TERHADAP TENAGA KERJA Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam perekonomian domestik. Peran tersebut tercermin dari kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB). Kontrisbusi tersebut sebesar 13,08 persen dan merupakan terbesar kedua setelah industri pengolahan. Selain itu, sektor pertanian juga merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja paling besar dibandingkan dengan sektor lainnya, dengan kontribusi sebesar 30,12 persen (Gambar 1). Gambar 1. Rata-Rata Distribusi PDB dan Tenaga Kerja 2015-2020 (%) Sumber: BPS, diolah. Dengan besarnya peran sektor pertanian terhadap perekonomian domestik, maka sektor ini merupakan salah satu sektor prioritas pembangunan nasional, sehingga sektor ini masuk dalam 10 anggaran belanja negara terbesar dalam APBN. Dukungan APBN terhadap sektor pertanian meliputi belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah, serta kementerian pertanian sebagai leading sektor pertanian DUKUNGAN APBN UNTUK SEKTOR PERTANIAN MELALUI BELANJA PEMERINTAH PUSAT DAN TRANSFER KE DAERAH Belanja pemerintah pusat untuk sektor pertanian melalui subsidi pupuk. Sedangkan transfer ke daerah melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) Irigasi dan DAK Pertanian. 1. SUBSIDI PUPUK Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional melalui peningkatan produktivitas dan kualitas hasil pertanian, maka Pemerintah melakukan kebijakan subsidi pupuk. Subsidi pupuk diberikan agar petani dapat mengakses kebutuhan pupuk untuk usaha taninya dengan harga yang lebih terjangkau, sehingga diharapkan dapat mendorong peningkatan produksi pertanian. Pupuk bersubsidi merupakan barang dalam pengawasan yang pengadaan dan penyalurannya mendapat subsidi dari pemerintah untuk kebutuhan petani. Petani yang dapat memperoleh subsidi pupuk adalah petani yang tergabung dalam kelompok tani dan melakukan usaha tani subsektor tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, dan/atau budidaya ikan. Subsidi pupuk diberikan pada petani dengan luas lahan maksimal 2 hektar setiap musim tanam atau 1 hektar pada pembudidaya ikan. Penerima subsidi pupuk ini disusun berdasarkan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani (RDKK) yang ditetapkan melalui sistem e-RDKK oleh kelompok tani. Penyaluran pupuk bersubsidi dilaksanakan secara tertutup melalui produsen kepada distributor yang selanjutnya disalurkan kepada pengecer berdasarkan data cetak e-RDKK dengan Harga Eceran. Tertinggi (HET) sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pertanian. Di wilayah yang sudah siap infrastrukturnya, pemberian pupuk bersubsidi menggunakan kartu tani.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
DUKUNGAN APBN TERHADAP SEKTOR
PERTANIAN
ANALISIS RINGKAS CEPAT 03/ARC.PKA/VII/2021 ISO 9001:2015 CERTIFICATE NO. IR/QMS/00138
SEKILAS KONTRIBUSI PERTANIAN TERHADAP
PEREKONOMIAN NASIONAL 2015-2020
SEKTOR PERTAIAN BERKONTRIBUSI TERBESAR KEDUA TERHADAP PDB DANA TERTINGGI TERHADAP TENAGA KERJA
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan penting
dalam perekonomian domestik. Peran tersebut tercermin dari kontribusinya
terhadap produk domestik bruto (PDB). Kontrisbusi tersebut sebesar 13,08 persen dan merupakan terbesar
kedua setelah industri pengolahan. Selain itu, sektor pertanian juga
merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja paling besar dibandingkan dengan sektor lainnya,
dengan kontribusi sebesar 30,12 persen (Gambar 1).
Gambar 1. Rata-Rata Distribusi PDB dan Tenaga Kerja 2015-2020 (%)
Sumber: BPS, diolah.
Dengan besarnya peran sektor pertanian terhadap perekonomian domestik, maka sektor ini merupakan salah satu sektor
prioritas pembangunan nasional, sehingga sektor ini masuk dalam 10 anggaran belanja negara terbesar dalam APBN. Dukungan APBN terhadap sektor pertanian meliputi belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah, serta kementerian
pertanian sebagai leading sektor pertanian
DUKUNGAN APBN UNTUK SEKTOR PERTANIAN MELALUI BELANJA
PEMERINTAH PUSAT DAN TRANSFER KE DAERAH
Belanja pemerintah pusat untuk sektor pertanian melalui subsidi pupuk. Sedangkan transfer ke daerah melalui
Dana Alokasi Khusus (DAK) Irigasi dan DAK Pertanian.
1. SUBSIDI PUPUK
Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional
melalui peningkatan produktivitas dan kualitas hasil pertanian, maka Pemerintah melakukan kebijakan subsidi
pupuk. Subsidi pupuk diberikan agar petani dapat mengakses kebutuhan pupuk untuk usaha taninya dengan harga yang lebih terjangkau, sehingga diharapkan
dapat mendorong peningkatan produksi pertanian. Pupuk bersubsidi merupakan barang dalam pengawasan yang pengadaan dan penyalurannya mendapat subsidi dari
pemerintah untuk kebutuhan petani. Petani yang dapat memperoleh subsidi pupuk adalah petani yang tergabung
dalam kelompok tani dan melakukan usaha tani subsektor tanaman pangan, perkebunan, hortikultura,
dan/atau budidaya ikan. Subsidi pupuk diberikan pada
petani dengan luas lahan maksimal 2 hektar setiap musim tanam atau 1 hektar pada pembudidaya ikan. Penerima
subsidi pupuk ini disusun berdasarkan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani (RDKK) yang ditetapkan melalui sistem e-RDKK oleh kelompok tani. Penyaluran pupuk
bersubsidi dilaksanakan secara tertutup melalui produsen kepada distributor yang selanjutnya disalurkan kepada pengecer berdasarkan data cetak e-RDKK dengan Harga
Eceran. Tertinggi (HET) sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pertanian. Di wilayah yang sudah siap
infrastrukturnya, pemberian pupuk bersubsidi menggunakan kartu tani.
2
Juli 2021 ANALISIS RINGKAS CEPAT PUSAT KAJIAN
ANGGARAN
03/ARC.PKA/VII/2021
Jenis-jenis pupuk yang disubsidi pemerintah selama ini
yaitu pupuk urea, SP-36, ZA, NPK dan pupuk organik.
Selama periode 2016-2020, alokasi dan realisasi
penyaluran pupuk bersubsidi mengalami penurunan.
Sementara itu, persentase realisasi penyaluran pupuk
bersubsidi cenderung meningkat (Gambar 2).
Gambar 2. Perkembangan Penyaluran Subsidi Pupuk
Sumber: Kementerian Pertanian, 2021
Jika dilihat dari sisi anggaran, maka alokasi anggaran
subsidi pupuk mengalami penurunan selama tahun 2016 sampai 2020 dari semula sebesar Rp30.063,2 miliar di tahun 2016 menjadi Rp28.062,4 miliar di tahun 2020
(Gambar 3).
Gambar 3. Perkembangan Anggaran Subsidi Pupuk
Sumber: Kementerian Pertanian, 2021
Meskipun pendistribusian subsidi pupuk menggunakan kartu tani, tetapi dalam pelaksanaannya masih terdapat beberapa permasalahan. Begitu juga DAK Irigasi dan Pertanian masih terdapat permasalahan.
Dalam perjalanannya sampai saat ini, kebijakan subsidi pupuk masih
mengalami beberapa permasalahan. Pertama, terkait penggunaan kartu tani. Kartu tani telah digunakan sejak
tahun 2017 yang dilakukan secara bertahap. Kartu tani adalah kartu yang dikeluarkan oleh perbankan kepada
petani untuk digunakan dalam transaksi penebusan pupuk bersubsidi
melalui mesin Electronic Data Capture (EDC) di pengecer resmi. Dalam implementasinya, program Kartu Tani
memiliki permasalahan terkait database e-RDKK sebagai dasar
pengalokasian pupuk bersubsidi. Permasalahan tersebut selalu berulang setiap tahun. Per Desember 2020,
implementasi kartu tani baru mencapai 1,65 juta petani atau sekitar 11,87 persen dari jumlah petani yang
tercatat di e-RDKK 2020 (Ditjen PSP Kementan, 2020). Di pulau Jawa yang
dijadikan pilot project, karena dinilai memiliki teknologi yang memadai, juga
masih terdapat beberapa wilayah yang merupakan blank spot (CNBC, 2021). Selain itu, sekitar 42 persen petani
tidak masuk dalam kelompok tani atau gabungan kelompok tani (PT. Pupuk
Indonesia, 2020),sehingga kebutuhan para petani ini tidak masuk dalam proses perencanaan kebutuhan pupuk
yang tercantum dalam e-RDKK sebagai dasar pengalokasian pupuk bersubsidi. Permasalahan tersebut
selalu berulang setiap tahun.
Permasalahan lainnya terkait penggunaan
kartu tani yaitu mesin EDC yang sering
rusak. Hal tersebut ditemukan pada
beberapa wilayah seperti di Kabupaten
Gunungkidul dan Kabupaten Purwakarta.
Kedua, kelangkaan pupuk bersubsidi.
Subsidi pupuk diberikan melalui
mekanisme pengusulkan oleh masing-
masing Pemda dan kemudian ditetapkan
oleh pemerintah pusat. Usulan ini disusun
dari hasil rekapitulasi berjenjang mulai
dari petani, kelompok tani, Pemda hingga
ke pusat. Adanya mismatch
(ketidaksesuaian) antara usulan dan
rancangan alokasi pupuk bersubsidi akan
menyebabkan kelangkaan pupuk di
lapangan seperti yang terjadi hampir
setiap musim tanam karena penyediaan
pupuk bersubsidi jauh lebih rendah dari
kebutuhannya. Perbedaan volume pupuk
bersubsidi terjadi bukan hanya antara
usulan daerah dan alokasi penyediaan dari
pemerintah, namun juga terjadi antara
alokasi pupuk bersubsidi dari pemerintah
dengan realisasi penyerapannya.
Ketiga, potensi penyelundupan pupuk
dan kualitas pupuk bersubsidi. Adanya
dualisme harga pupuk di pasaran antara
pupuk bersubsidi dengan pupuk non
subsidi akan memicu munculnya potensi
penyelundupan pupuk.
Hal tersebut juga dipicu karena
panjangnya rantai distribusi dalam
penyaluran pupuk bersubsidi
(Ragimun dkk, 2020). Panjangnya
rantai distribusi dan kesenjangan
harga antara pupuk bersubsidi
dengan pupuk non subsidi juga
menyebabkan adanya pengoplosan
pupuk subsidi dengan non subsidi
dan terjadinya pemalsuan pupuk
bersubsidi yang akhirnya
berimplikasi pada kualitas pupuk
bersubsidi.
Melihat dari berbagai permasalahan
terkait subsidi pupuk, maka terdapat
beberapa rekomendasi yang diberikan.
Pertama, meningkatkan penyediaan data
kebutuhan pupuk yang tepat. Hal
tersebut dapat dimulai dengan
peningkatan kapasitas penyuluh
pertanian di setiap wilayah dalam
mendukung e-RDKK dan pendampingan
kartu tani. Pembenahan infrastruktur IT
juga perlu dilakukan guna meningkatkan
kualitas data e-RDKK. Koordinasi antar
instansi yang terkait juga perlu
dilakukan dalam pengawasan distribusi
pupuk bersubsidi.
Kedua, mempertimbangkan reformasi
dalam kebijakan subsidi pupuk. Subsidi
pupuk yang ada masih belum tepat
sasaran (Worldbank, 2020).
3
Juli 2021 ANALISIS RINGKAS CEPAT PUSAT KAJIAN
ANGGARAN
03/ARC.PKA/VII/2021
Perubahan subsidi pupuk menjadi bantuan tunai dapat dipertimbangkan, terutama ketika harga komoditas yang
menentukan harga bahan bakar minyak (BBM) dan pupuk di kisaran sangat rendah. Melalui reformasi subsidi pupuk,
maka dapat menciptakan ruang untuk belanja yang lebih efisien dan efektif misalnya untuk memperkuat infrastruktur
pertanian dan kegiatan research & development pertanian. Ketiga, meningkatkan HET pupuk secara gradual dengan
proporsi yang signifikan. Melalui kebijakan ini, maka dapat mempersempit perbedaan dualisme harga sehingga
mengurangi penyalahgunaan pupuk bersubsidi
2. DAK IRIGASI
Sarana irigasi merupakan faktor input yang dapat
memengaruhi produksi pangan. Hasil penelitian
Damayanti (2012) di Kabupaten Parigi Moutong
mengungkapkan bahwa irigasi dapat meningkatkan
produksi usaha tani padi sawah sebesar 3,98 %. Selain
itu irigasi juga dapat meningkatkan pendapatan usaha
tani sebesar 1,44 %. Untuk mendukung pencapaian
swasembada pangan dan keberlanjutannya, Pemerintah
memutuskan pada periode 2015 - 2019 melakukan
rehabilitasi dan membangun infrastruktur irigasi secara
massif. Perkembangan alokasi anggaran DAK Irigasi
mengalami peningkatan dari tahun 2016 hingga 2018.
Namun, selanjutnya mengalami penurunan hingga tahun
2020. Pandemi Covid-19 tahun 2020 menyebabkan
proyek irigasi dikarenakan relokasi anggaran dan juga
mencegah penyebaran Covid 19.
Gambar 4. Perkembangan Alokasi Anggaran DAK Irigasi
(miliar rupiah)
Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan, diolah
Terdapat beberapa Faktor yang
menjadi kendala dalam hal
menjalankan kegiatan DAK Irigasi.
Pertama, faktor internal. Pada
faktor internal yang menjadi kendala
adalah (1) Ketersediaan petunjuk
pelaksanaan dan petunjuk teknis
tahunan sering terlambat; (2) Juklak
dan juknis DAK sering berubah ubah
dan kurang memerhatikan
kebutuhan daerah karena
kurangnya pemetaan/ pemahaman
kekhususan/kebutuhan daerah; (3)
Petunjuk-petunjuk tersebut terlalu
terperinci mengatur penggunaan
input dan kaku (input-oriented,
bukannya outputoriented); relatif
kecilnya pagu nasional DAK
dibanding dengan kebutuhan dan
dampak yang diharapkan; (4)
Batasan penggunaan DAK sesuai
peraturan perundangan yang ada
masih
menekankan ada kegiatan fisik,
sehingga kurang dapat
mengakomodasi kebutuhan terhadap
perencanaan kegiatan secara utuh; 5)
Akibat permasalahan/kendala
tersebut, sebagian daerah kesulitan
menyerap atau memanfaatkan DAK
sesuai sasaran-sasaran yang
ditetapkan. Tentunya hal ini dapat
berpengaruh pada pemulihan ekonomi
yang mengalami hambatan di saat
pandemi. Untuk itu perlunya
dilakukan strategi (1) Percepatan
proses usulan, verifikasi/validasi dan
penilaian Calon Petani dan Calon
Lokasi (CPCL) dan penetapan CPCL;
(2) Peningkatan kemampuan
pengelolaan (teknis dan administrasi);
(3) Konsolidasi internal (bagian
perencanaan dan bagian teknis); (4)
Penyiapan data dukung
dan teknis pelaksanaan( Desain,
RAB, tim teknis, data
layanan/manfaat); (5)
Peningkatan peran
pendampingan, monitoring dan
evaluasi oleh instansi teknis yang
terkait; dan (6) Mekanisme
pelaporan kegiatan. Kedua,
faktor eksternal. Faktor
eksternal yang menjadi kendala
dalam pelaksanaan DAK Irigasi
adalah terjadinya perubahan iklim
seperti meningkatnya permukaan
air laut, banjir, kekeringan,
beberapa permasalahan sumber
daya dan permasalahan dalam
pengembangan sumber daya air.
Perubahan iklim global
berpengaruh terhadap
temperatur, kelembaban relatif,
lama penyinaran matahari,
2016
(Tam
baha
n)
2017 2018 2019 2020
Anggaran 987.98 4,005. 4,246. 3,000. 1,688.
Realisasi 666.28 3,675. 3,787. 1,084. 208.59
Persentase 67.44 91.77 89.20 36.14 12.35
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
90.00
100.00
-
500.00
1,000.00
1,500.00
2,000.00
2,500.00
3,000.00
3,500.00
4,000.00
4,500.00
Anggaran
Realisasi
Persentase
4
Juli 2021 ANALISIS RINGKAS CEPAT PUSAT KAJIAN
ANGGARAN
03/ARC.PKA/VII/2021
kecepatan angin, curah hujan dan debit sungai Tingginya intensitas curah hujan setelah terjadinya perubahan iklim
berdampak terhadap fluktuasi debit sungai pada musim hujan dan kemarau (Hukom et al. 2012). Dengan berkurangnya
debit sungai dan sumber daya air lainnya, berpengaruh terhadap sistem irigasi sekitar bahkan dapat berpengaruh
terhadap degradasi sistem irigasi. Oleh karena itu untuk menghadapi dampak ekstrim tersebut diperlukan perencanaan
pengelolaan irigasi yang sistematis agar irigasi dapat dimanfaatkan secara optimal dan dapat memberikan keuntungan
khususnya bagi petani
3. DAK PERTANIAN
Perkembangan DAK Pertanian dari tahun 2016-2020
bergerak fluktuatif, namun tahun 2019 mengalami
penurunan dari segi alokasi dan penyerapanya (Gambar
5). Rata-Rata penyerapan realisasi DAK Pertanian 2016-
2020 sebesar 62,93 persen. Penurunan presentase
realisasi paling signifikan terjadi di tahun 2019, yaitu
turun menjadi minus 55,74 persen, dimana realisasi DAK
Pertanian hanya 40,84 persen dari sebelumnya 92,27
persen di tahun 2018. Padahal tahun 2019 alokasi DAK
Pertanian mengalami kenaikan 12,96 persen menjadi
Rp1,9 triliun dari tahun sebelumnya sebesar Rp1,68
triliun. Realisasi yang rendah di tahun 2019 terjadi
dikarenakan adanya pandemi Covid-19 yang melanda
hampir seluruh dunia termasuk Indonesia yang
berdampak pada semua sektor akibat pembatasan
kegiatan ekonomi.
Gambar 5. Aloaksi dan Realisasi DAK pertanian
(Miliar rupiah)
Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan, diolah
Dalam evaluasi perencanaan DAK
2019 melalui aplikasi KRISNA
menurut Kementan masih terdapat
permasalahan yaitu pertama,
sosialisasi kebijakan belum
optimal. Pelibatan peran Bappeda
Provinsi/Kab/Kota Ketika
mensosialisasikan kebijakan dan
pemanfaatan aplikasi KRISNA kepada
OPD Provinsi/Kab/Kota masih belum
optimal, himbauan OPD
berkoordinasi dengan Bappeda dan
mengacu kepada panduan dan
informasi yang diberikan (misalnya
terkait tata cara pengisian, data
daerah lokpri yang belum valid),
perlunya perhatikan jadwal seperti
periode pengusulan, penilaian,
penertapan alokasi dan penetapan
Rencana Kegiatan (RK) melalui
aplikasi KRISNA, perlunya penuhi
kebutuhan data seperti data menu
dan rincian-unit cost-satuan, data
referensi, data lokpri, data
komponen, dll. Kedua, kelengkapan
administrasi masih rendah.
Dalam kebijakan penilaian DAK
Pertanian menurut Kementan,
mememuhi kriteria lokasi prioritas
seperti memiliki Perda LP2B, sentra
produksi padi berdasarkan KSA BPS,
Major Project, dareah rentan rawan
pangan peta FSVA hanya 50 persen,
lalu kinerja tahun 2020 berdasarkan
realisasi serapan anggaran dan
realisasi fisik serta pelaporan
kegiatan hanya 25 persen, kemudian
berdasarkan kelengkapan data
dukung (data teknis) seperti data
proprosal usulan, perhitungan
desain dan RAB, kelengkapan
TOR/KAK serta data dukung lainnya
hanya 25 persen. Di sisi lain, dalam
perkembangan DAK FIsik Pertanian,
tahun 2017-2019 termasuk dalam
jenis regular kemudian tahun 2020
menjadi jenis penugasan. Arah
kebijakan fisik bidang pertanian
tahun 2020 diarahkan untuk
pembangunan/perbaikan sarana
dan prasarana
fisik dasar pembangunan pertanian
guna mendukung pencapaian
ketahanan pangan dan peningkatan
komoditas pertanian strategis. Lokasi
prioritas tahun 2020 yaitu sentra
produksi komoditas sesuai dengan
Kepmentan Kawasan Pertanian
Nasional No.
472/Kpts/RC.040/6/2018; daerah
rawan pangan, stunting dan miskin;
daerah dampak bencana; kabupaten
dan kota provinsi afirmasi (Papua dan
Papua Barat); dan daerah perbatasan.
Lalu, pada tahun 2021 dalam DAK
Nonfisik terdapat jenis DAK fisik baru
yaitu Dana Ketahanan Pangan dan
Pertanian dengan pagu anggaran
Rp204 miliar dimana dana tersebut
dilaokasikan untuk mendukung
keberdayaan masyarakat memenuhi
kebutuhan pangan dari hasil
pekarangannya sendiri dengan
membantu pemerintah daerah dalam
menyukseskan program Perkarangan
Pangan Lestari (P2L) untuk 2.300
kelompok masyarakat.
3,500
1,6501,682
1,900
579
2,770
1,3301,552
776
126
79.14 80.61
92.27
40.84
21.79
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
90.00
100.00
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
2016 2017 2018 2019 2020
Pagu Realisasi % Presentase
5
Juli 2021 ANALISIS RINGKAS CEPAT PUSAT KAJIAN
ANGGARAN
03/ARC.PKA/VII/2021
Berdasarkan paparan diatas mengenai perkembangan dan evaluasi DAK Pertanian, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan DAK Pertanian yaitu percepatan proses usulan, verifikasi/validasi dan penilaian CPCL (T-1) dan penetapan
CPCL, peningkatan kemampuan pengelolaan (teknis administrasi), konsolidasi internal(bagian perencanaan dan bagian
teknis), penyiapan data dukung dan teknis pelaksanaan (desain, RAB, tim teknis, data layanan/manfaat, dll), peningkatan
peran pendamping, monitoring dan evaluasi oleh instansi teknis yang terkait, serta mekanisme pelaporan kegiatan.
DUKUNGAN APBN UNTUK KEMENTRIAN
PERTANIAN SEBAGAI LEADING SEKTOR PERTANIAN
Gambar 6. Perkembangan Alokasi Anggaran Kementan
(miliar rupiah)
Sumber: LKPP
Dukungan APBN pada Kementerian Pertanian (Kementan)
tersebar pada 9 unit eselon I. Selama periode 2016-2020
anggaran tertinggi pada Ditjen tanaman pangan dengan
rata-rata Rp5.281,23 miliar dan terendah pada Badan
Ketahanan Pangan sebesar Rp556,71 miliar (Gambar 6).
Dengan besarnya dukungan APBN yang diberikan
kepada Kementan sebagai leading sektor pertanian,
maka kedaulatan pangan yang diharapkan dapat
dilaksanakan dengan baik. Namun, dalam
pelaksanaanya masih terdapat beberapa catatan yang
perlu menjadi perhatian dan perbaikan Kementan ke
depannya demi mewujudkan kedaulatan pangan yang
diharapkan. Catatan tersebut yaitu sebagai berikut:
1. DITJEN TANAMAN PANGAN
Pertama, luas tanam dan produktivitas padi menurun. Luas tanam padi yang merupakan sumber pangan pokok utama cenderung mengalami penurunan setiap tahunnya, dari 15,51 juta ha tahun 2016 menjadi 11,17 juta ha tahun 2020.
Bahkan produktivitas padi turun dari 52,36 kuintal/ha menjadi 51,14 kuintal/ha (Gambar 7). Sedangkan kedelai hanya terjadi penurunan luas tanam.
Gambar 7. Perkembangan Luas Tanam dan Produktivitas Tanaman Pangan
Luas Tanam (Juta ha)
Produktivitas (Kuintal/ha)
Sumber: Ditjen Tanaman Pangan, diolah
6
Juli 2021 ANALISIS RINGKAS CEPAT PUSAT KAJIAN
ANGGARAN
03/ARC.PKA/VII/2021
Kedua, impor tetap terjadi meskipun surplus beras. Selama periode tahun 2015-2020 impor beras rata-rata 917,45 ribu
ton. Padahal produksi beras surlpus rata-rata sebesar 21,64 juta ton (Gambar 8). Artinya produksi dapat memenuhi
kebutuhan beras nasional.
Gambar 8. Produksi, Konsumsi, dan Impor Beras
Sumber: BPS, diolah penulis.
Dari Gambar 8 juga diperoleh bahwa Cadangan Beras
Nasional (CBN) rata-rata sebesar 4,30 juta ton. Dengan
produksi sebesar rata-rata 43,14 juta ton, konsumsi 21,50
juta ton, dan CBN 4,30 juta ton, maka produksi setelah
dikurangi konsumsi dan CBN masih surplus rata-rata
sebesar 17,34 juta ton. Artinya, selama tahun 2015-2020
produksi selalu dapat memenuhi kebutuhan dan cadangan
beras nasional, tetapi impor tetap terjadi setiap tahun.
Karena itu, upaya yang perlu dikalukan yaitu pertama,
pentingnya menjaga luas tanam dengan mengimplemtasikan
regulasi perlindunan lahan pertanian yang ada. Kedua,
pentingnya ditjen tanaman pangan berkoordinasi dengan
Balitbang Pertanian untuk meningkatkan produktivitas.
Ketiga, Impor dapat dilakukan jika kapasitas produksi tidak
mampu untuk memenuhi konsumsi dan cadangan beras
domestik.
2. DITJEN HORTIKULTURA
Ketergantungan impor produk segar hortikultura. Selama periode tahun 2017-2020 pemenuhan produk segar
hortikultura sangat bergantung dari impor. Hal ini mencerminkan bahwa kapasitas produksi dalam
negeri belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi domestik. Namun, sangat disayangkan
ketergantungan tersebut merupakan produk segar, padahal Indonesia memiliki lahan pertanian
yang luas.
Ketergantungan ini dapat dilihat dari neraca perdagangan
produk hortikultura (Gambar 9).
Gambar 9. Neraca Perdagangan Subsektor Hortikultura 2017-2020
Sumber : Kementan, diolah penulis.
Komoditas utama dari impor produk segar sebanyak 11 komoditas dari 59 komoditas, kontribusinya lebih dari 1 persen sampai 38,68 persen terhadap impor produk segar.
Sedangkan komoditas lainnya kurang dari 1 persen (Gambar 10).
Gambar 10. Komoditas Utama Impor Produk Segar 2017-2020 (%)
Sumber : Kementan, diolah.
Dari Gambar 10 diperoleh bahwa bawang putih, pir, dan
apel merupakan tiga komoditas impor yang terbesar
dengan kontribusi lebih dari 10 persen. Ketergantungan
terhadap ketiga komoditas tersebut harus dikurangi
dengan meningkatkan produksi dalam negeri atau
meningkatkan ekspor, salah satunya potensi ekspor pisang
ke China.
3. DITJEN PERKEBUNAN
Pertama, penurunan luas tanam komoditas unggulan. Subektor sektor perkebunan merupakan sektor yang berkontribusi
positif terhadap neraca perdagangan. Kontribusi ini juga disertai dengan peningkatan kesejahteraan petani subsektor
perkebunan. Namun, terdapat beberapa luas tanam komoditas unggulan yang terus terjadi penurunan. Luas tanam karet
dari 545,5 ribu hektar tahun 2015 menjadi 375,9 ribu hektar tahun 2020, Coklat dari 41,9 ribu hektar menjadi 19,1 ribu
hektar, dan kopi dari 46,8 ribu hektar menjadi 21,9 ribu (Gambar 11).
7
Juli 2021 ANALISIS RINGKAS CEPAT PUSAT KAJIAN
ANGGARAN
03/ARC.PKA/VII/2021
Gambar 11. Perkembangan Luas Tanam Komoditas Perkebunan
Sumber: BPS, diolah.
Kedua, penurunan produksi komoditas perkebunan.
Turunnya luas tanam berdampak pada kapasitas
produksi komoditas perkebunan. Seperti turunnya luas
tanam karet, coklat, dan kopi di atas berdampak pada
produksinya. Jumlah produksi ketiga komoditas tersebut
juga terjadi penurunan (Gambar 12).
Gambar 12. Produksi Komoditas Perkebunan
Sumber: BPS, diolah
Selain dampak turunya luas tanam, menurut Ditjen
Perkebunan dalam Laporan menyebutkan bahwa
produksi komoditas perkebunan cenderung menurun
disebakan para petani lebih megalokasikan keuangan
pada kebutuhan pangan dulu dibanding meremajakan
atau pemeliharaan kebun. Karena itu, upaya yang perlu
dilakukan oleh pemerintah yaitu pertama, menjaga
stabilitas harga komoditas. Salah satu faktor turunnya
luas tanam disebabkan harga komoditas yang rendah,
seperi karet. Kedua, perlunya memberikan insentif bagi
petani supaya mereka dapat meremajakan atau merawat
kebunnya.
4. DITJEN PERETNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN
Kesejahteraan petani turun, akibat tingginya harga
pakan. Subsektor perternakan dalam dua tahun terkahir
terus mengalami penurunan tingkat kesejahteraan petani
subsektor perternakan di bawah 100. Sedangkan subsektor
lainya cenderung di atas 100. Rata-rata NTPT tahun 2020
sebesar 98,10 sedangkan rata-rata NTPT tahun 2019
sebesar 98,84 atau mengalami penurunan sebesar 0,75%
dibandingkan tahun 2019 (Gambar 13). Salah satu faktor
anjloknya tingkat kesejahteraan petani subsektor
pertenakan dikarenakan mahalnya harga pakan. Mahalnya
harga pakan ini tidak lain karena pemenuhan pakan masih
didominasi dari impor. Untuk mengurangi ketergantungan
impor pakan hewan, pemerintah dapat mengoptimalkan
potensi sumber daya unggulan yaitu padi. Komoditi ini
memiliki potensi yang tinggi untuk ditingkatkan nilai
tambahnya berupa sekam padi.
Gambar 13. Perkembangan NTP, NTPP, NTPH, NTPPR, dan NTPPT
Sumber: kementan, diolah.
Keterangan: NTP adalah Nilai Tukar Petani, NTPP adalah Nilai Tukar
Petani Subsektor Tanaman Pangan, NTPH adalah Nilai Tukar Petani
Subsektor Hortikultura, NTPPR adalah Nilai Tukar Petani Perkebunan,
dan NTPT adalah Nilai Tukar Petani Peternakan.
Hasil penelitiian Telew dkk (2013) menunjukan bahwa rekayasa sekam padi dengan “Effective Microorganisms (EM4)”
terjadinya pengayaan nilai nutritif sekam padi yang ditandai dengan turunnya kadar serat kasar dan meningkatnya kadar
protein dan energi. Hasil tersebut merupakan sinyalemen positif bagi industri pakan hewan, mengigat Indonesia merupakan
salah satu produsen padi terbesar di dunia. Hal ini juga akan berdampak pada tingkat kesejahteraan petani, karena adanya
potensi tidak menjual gabah langsug melainkan beras. Dengan menjual beras petani juga mendapatkan tambahan
pendapatan dari menjual sekam padi. Selain itu, pemerintah dapat meningkatkan produksi jagung untuk kebutuhan pakan
ternak, karena jagung merupakan salah satu sumber bahan pakan ternak.
Selain itu, kapsitas produksi benih varietas unggul yang
mengalami penurunan. Produksi benih dalam 5 tahun
terakhir terus mengalami penurunan, dari 132.857 ton
tahun 2016 menjadi 66.674 ton tahun 2020 (Gambar 14).
Gambar 14. Produksi Benih (Ton)
Sumber: Pusdatin, Kementan
Sedangkan kebutuhan benih dengan asumsi penggunaan
varieatas unggul 10 kg/ha dan luas lahan tahun 2020
10,66 juta ha, maka kebutuhan varietas unggul sebesar
106.573 ton. Sedangkan produksi benih hanya 66.674 ton
atau 62,56%. Dengan demikian produksi benih jauh lebih
rendah dari kebutuhan. Sehingga diperlukan peningkatan
kapasitas produksi dan biaya untuk penelitian benih
varietas unggul.
7. BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN
Indikator kinerja Petani yang Menerapkan Teknologi telah berhasil
mencapai target, namun demikian terdapat beberapa kendala yang
dihadapi Penyuluh Pertanian dalam melakukan desiminasi inovasi dan teknologi pertanian kepada kelompok
tani. Beberapa faktor yang menjadi kendala antara lain pertama,
rendahnya tingkat pendidikan petani menyebabkan kemampuan dalam mengolah informasi dan mengadopsi
teknologi relative sangat terbatas sehingga menghasilkan produk yang berkualitas rendah. Dari sisi
pendidikan, tenaga kerja di sektor
Gambar 15. Penduduk Bekerja di Subsektor
Tanaman Pangan Menurut Tingkat Pendidikan
Sumber: BPS, 2020
pertanian didominasi dari lulusan
pendidikan dasar sebesar 87,74 %
(Gambar 15). Di sisi lain, pendidikan
merupakan sarana untuk
mendapatkan sumber daya manusia
yang berkualitas, menghasilkan
tenaga kerja yang bermutu tinggi,
serta mempunyai pola pikir dan cara
bertindak yang modern, guna
menggerakkan roda pembangunan ke
depan. Tingkat pendidikan tenaga
kerja pertanian yang rendah inilah
yang menjadi salah satu penyebab
rendahnya produktivitas pertanian.
Untuk itu, perlu peningkatan kualitas pendidikan non formal dengan peranan penyuluh dan perguruan tinggi. Pasalnya,
jika sistem pendidikan dan tingkat pengetahuan petani lebih tinggi, maka mereka di yakini mampu meningkatkan
produktivitas pangan nasional di sektor hulu. Disisi lain, pertanian akan mendapatkan nilai tambah sebagai bonus dari
ilmu pengetahuan dan skill yang semakin terasah, sehingga mampu mensejahterakan para petani Indonesia. Ke depan
pemerintah bisa memberikan ruang pertanian untuk mendapatkan pelatihan dan beasiswa pendidikan khusus di bidang
pertanian. Selain itu, pemerintah bisa memfasilitasi pelaku usaha dengan CSR nya (Corporate Social Responsibility)
dengan bantuan-bantuannya terkait penggunaan teknologi yang tepat guna.
10
Juli 2021 ANALISIS RINGKAS CEPAT PUSAT KAJIAN
ANGGARAN
03/ARC.PKA/VII/2021
Kedua, keterbatasan jumlah dan
kualitas Penyuluh Pertanian di
lapangan. Upaya pemerintah
mencapai swasembada pangan di
Indonesia tidak hanya
membutuhkan bantuan sarana
produksi pertanian, namun
dibutuhkan pula keterlibatan
penuh penyuluh pertanian sebagai
pendamping petani di lapangan.
Persoalan yang dihadapi saat ini,
jumlah penyuluh pertanian sangat
minim. Satu orang tenaga penyuluh
pertanian harus menangani empat
desa atau bahkan lebih.
Keterbatasan jumlah penyuluh
membuat petani tak bisa
memanfaatkan peran mereka
secara optimal Sedangkan Petani ingin
penyuluh memberikan pendampingan
dalam menghadapi segala
permasalahan di lapangan. Untuk
diketahui, tahun 2019 jumlah desa di
Indonesia sebanyak 71.479 desa, dan
jumlah seluruh tenaga penyuluh
pertanian hanya hanya berjumlah
44.059 orang yang terdiri dari 12.548
orang THL-TBPP dan 31.511 orang
berstatus ASN. Dari keseluruhan
tenaga penyuluh berstatus ASN
tersebut, tidak seluruhnya bertugas di
tingkat desa dan termasuk tenaga
penyuluh berstatus ASN sudah
memasuki masa pensiun pada 2019.
Sehingga hanya setengah dari jumlah
keseluruhan
desa di Indonesia yang terlayani oleh
tenaga penyuluh pertanian. Untuk
itu pemerintah dapat
memaksimalkan penyuluh swadaya,
yang mana penyuluh yang benar-
benar tidak tergantung dengan
APBN. Salah satunya yang
memanfaatkan petani yang menonjol
dan berhasil di daerahnya. Para
petani berhasil ini dimanfaatkan
menjadi penyuluh bagi petani
lainnya. Harapannya dengan
memanfaatkan kedekatan antar
petani, sehingga ketika petani yang
menjadi penyuluh swadaya
menjelaskan sesuatu kepada
temannya itu petani akan lebih cepat
paham.
8. BADAN KETAHANAN PANGAN
Peningkatan kedaulatan pangan ditempatkan sebagai salah satu prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 dan dilanjutkan 2020-2024. Dalam rangka mencapai ketahanan pangan yang
mantap dan berkesinambungan, ada 3 (tiga) komponen pokok yang harus diperhatikan, yaitu: (1) Ketersediaan pangan yang cukup dan merata; (2) Keterjangkauan pangan yang efektif dan efisien; dan (3) Konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, aman dan halal.
Gambar 16. Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan
Masyarakat BKP 2016-2020 (Miliar Rupiah)
Sumber: LAPKIN Badan Ketahan Pangan
“Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan
Pangan Masyarakat”. Program tersebut diwujudkan melalui koordinasi dan sinkronisasi dalam perencanaan dan penyiapan program, partisipasi
pemangku kepentingan dan masyarakat, identifikasi dan intervensi pangan dan gizi, serta pengembangan
model kebijakan guna pencapaian sasaran pemantapan ketahanan pangan masyarakat sampai tingkat perseorangan. Untuk menyelenggarakan
Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat, sesuai dengan tugas dan fungsinya, Badan Ketahanan Pangan dilaksanakan
melalui 4 (empat) kegiatan yaitu: 1. Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan; 2.
Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan; 3. Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan
Pangan; 4. Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada Badan Ketahanan Pangan.
Dalam mewujudkan diversifikasi pangan, terdapat berbagai permasalahan dan kendala yang dihadapi, yaitu: (1) Daya beli
masyarakat rendah; (2) Konsumsi padi-padian masih tinggi; (3) Konsumsi gandum (terigu) cenderung meningkat; (4)
Teknologi pengolahan pangan lokal belum banyak berkembang ; (5) Ketersediaan tepung lokal belum dapat memenuhi
permintaan konsumen; (6) Kampanye dan promosi penganekaragaman konsumsi pangan masih kurang; (7) Beras sebagai
komoditas superior ketersediaannya masih terjamin dengan harga yang murah; (8) Kualitas konsumsi pangan masih
rendah, kurang beragam dan masih didominasi pangan sumber karbohidrat; ; (9) Pemanfaatan dan produksi sumber-
sumber pangan lokal seperti aneka umbi, jagung, dan sagu masih rendah,
0.00
100.00
200.00
300.00
400.00
500.00
600.00
700.00
800.00
Pa
gu
Re
ali
sasi
Pa
gu
Re
ali
sasi
Pa
gu
Re
ali
sasi
Pa
gu
Re
ali
sasi
Pa
gu
Re
ali
sasi
2016 2017 2018 2019 2020Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga PanganPengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan PanganPengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan keamanan PanganDukungan Manajemen dan teknis Lainnya Dadan Ketahanan PanganTotal
11
Juli 2021 ANALISIS RINGKAS CEPAT PUSAT KAJIAN
ANGGARAN
03/ARC.PKA/VII/2021
Maka dari itu, perlunya dukungan dari berbagai sektor dan instansi terkait. Dukungan tersebut antara yaitu Peningkatan produksi tanaman khusus tanaman pangan selain padi; Peningkatan produksi komoditas hortikultura dan bimbingan
teknis budi daya; Pengembangan produk olahan sebagai bahan pangan pengganti beras dan terigu; Teknologi tepat guna untuk optimalisasi pemanfaatan pekarangan dan pengolahan pangan lokal berbasis tepung-tepungan; Penyediaan benih
unggul dan bersertifikat untuk komoditas tanaman pangan dan hortikultura; Mendorong peran aktif swasta dan dunia usaha dalam pengembangan industri dan bisnis pangan lokal; serta Meningkatkan investasi agroindustri pangan berbasis pangan lokal dilakukan melalui pengembangan bisnis pangan lokal bagi UKM, pengembangan kemitraan dengan
dunia usaha, pengembangan gerai atau outlet pangan lokal, pengembangan teknologi pengolahan pangan lokal (bekerja sama dengan Balitbang dan Perguruan Tinggi) dan memastikan peningkatan keanekaragaman pangan sesuai
karakteristik daerah.
Meskipun realisasi anggaran BKP sudah
relatif tinggi, tetapi ada kegiatan yang
realisasinya belum optimal, terutama di
daerah. Beberapa hal yang menyebabkan
belum optimalnya penyerapan anggaran
tersebut yaitu seringnya terjadi revisi
DIPA yang mengakibatkan perubahan
POK, mutasi pegawai atau pejabat
pengelola keuangan, terlambatnya
penerbitan SK pengelola Keuangan,
Keterlambatan proses administrasi di
Kabupaten/Kota yang masuk dana
Dekonsentrasi, perubahan sasaran
akibat perubahan anggaran dan tidak
sesuai dengan pedoman/kriteria sasaran,
infrastruktur dan kondisi alam, serta unit
layanan pengadaan barang dan jasa yang
tersedia di Pemda terbatas sehingga
untuk melakukan lelang mengantri.
Gambar 17. Alokasi dan Realiasai Anggaran Badan Ketahanan Pangan
Tahun 2016-2020 (Rp miliar)
Sumber: LAPKIN Badan Ketahan Pangan, diolah penulis
9. BADAN KARANTINA PERTANIAN
Sesuai dengan rencana
strategis Badan Karantina
Pertanian tahun 2015-2019
bahwa sasaran program Badan
Karantina Pertanian, yaitu
meningkatnya efektifitas
pengendalian resiko masuk,
tersebar dan keluarnya HPHK
dan OPTK, meningkatnya
kualitas pelayanan tindakan
karantina dan pengawasan
keamanan hayati terhadap
ekspor MP HPHK dan OPTK
dan keamanan hayati,
meningkatnya kepatuhan dan
kepuasan pengguna jasa
karantina pertanian.
Gambar 18. Presentase Realisasi Program Peningkatan Kualitas Karantina Pertanian dan Pengawasan
Keamanan Hayati Bandan Karantina Pertanian Tahun 2015-2019
Sumber: LAPKIN BARANTAN, diolah
Dilihat dari grafik diatas, realisasi program peningkatan kualitas karantina pertanian dan penawasan keamanan hayati
selama 2016-2019 rata-rata realisasi mencapai 98,92 persen. Capaian ini dapat dikatakan berhasil karena mampu
melewati katagori 80 persen.
2016 2017 2018 2019 2020
Pagu 705.86 452.13 600.29 679.71 475.90
Realisasi 671.86 432.09 586.28 659.66 466.93
% 95.18 95.57 97.67 97.05 98.11
93.50
94.00
94.50
95.00
95.50
96.00
96.50
97.00
97.50
98.00
98.50
0.00
100.00
200.00
300.00
400.00
500.00
600.00
700.00
800.00
Pagu Realisasi %
Peningkatan
Kepatuhan,
Kerja sama
dan
Pengembang
an Sistem
Informasi
Perkaranti…
Peningkatan
Sistem
Karantina
Hewan dan
Keamanan
Hayati
Hewani
Peningkatan
Sistem
Karantina
Tumbuhan
dan
Keamanan
Hayati nabati
Dukungan
Manajemen
dan
Dukungan
Teknis
Lainnya pada
Badan
Karantina…
Peningkatan
Kualitas
Penyelengga
raan
laboratorium
Uji Standard
an Uji
Terapan…
Peningkatan
Kualitas
Pelayanan
Karantina
dan
Pengawasan
Keamanana
Hayati
TOTAL
2016 98.72 99.04 96.85 98.78 98.58 98.73 98.72
2017 98.38 94.85 98.67 98.03 99.35 98.5 98.47
2018 99.53 98.50 99.50 99.67 99.71 99.38 99.29
2019 99.80 97.99 97.92 99.67 99.65 99.13 99.18
9293949596979899
100101
2016 2017 2018 2019
12
Juli 2021 ANALISIS RINGKAS CEPAT PUSAT KAJIAN
ANGGARAN
03/ARC.PKA/VII/2021
Melalui Program Peningkatan Kualitas Pengkarantinaan Pertanian dan Pengawasan Keamanan Hayati untuk
Mendukung Ketahanan Pangan Berkelanjutan yang tertuang dalam Renstra 2020 – 2024, sasaran program Badan
karantina Pertanian yaitu; Aman dari ancaman OPTK/ HPHK dan Keamanan Hayati; Peningkatan daya saing Komoditas
Pertanian; Tindakan Karantina, Pengawasan dan Pengendalian yang efektif dan efisien; Terwujudnya birokrasi karantina
pertanian yang efektif, efisisien dan berorientasi pada layanan prima; serta terkelolanya anggran karantina pertanian
secara efisien dan akuntabel. Selama tahun 2020, pencapaian realisasi dari target program mencapai 100 persen. Hal
ini menandakan program yang dijalankan tersebut dapat dikatakan berhasil.
Namun masih ada yang beberapa perlu
diperbaiki dalam meningkatkan kualitas
kinerja Badan karantina Pertanian yaitu
SDM dan sarana/prasarana tindakan
karantina yang saling berkaitan satu sama
lain. Seperti diketahui bahwa secara
geografis Negara Republik Indonesia
merupakan Negara Kepulauan yang terletak
diantara 2 benua yaitu Asia dan Australia.
Resiko masuk dan menyebarnya HPHK dan
OPTK ke dalam wilayah RI dari tahun ke
tahun terus meningkat. Hal ini dapat
ditunjukkan dengan frekuensi sertifikasi
yang meningkat 9,27 persen, pada tahun
2016 total sertifikasi 1,3 juta dan di tahun di
tahun 2020 menjadi 1,5 juta. Disisi lain
jumlah petugas karantina masih belum
sebanding dengan jumlah pintu-pintu
pemasukan dan pengeluaran yang menjadi
kendali tugas dan fungsi Badan Karantina
Pertanian.
Gambar 19. Sertifikasi Karantina Hewan dan Karantina Tumbuhan Tahun
2016-2020
Sumber: LAPKIN BARANTAN, diolah.
Apabila melihat sarana dan prasarana tindakan karantina, Badan Karantina Pertanian terus melakukan upaya
perbaikan dengan melihat keterbatasan anggaran yang ada di UPT. Maka dari itu, hal-hal yang perlu mendapatkan
perhatian yaitu pertama, meningkatkan kualitas SDM Badan Karantina Pertanian dengan terus mengasah dan
meningkatkan kompetensinya sebagai petugas karantina melalui diklat teknis, pendidikan formal S-2/S-3 sesuai
bidang tugas dan fungsinya, mengikut sertakan petugas karantina dalam even-even strategis baik nasional maupun
internasional (Workshop, Seminar, Short Course terkait dengan Karantina); kedua, melakukan identifikasi dan
prioritas pembangunan atau renovasi terhadap tempat-tempat pemasukan yang menjadi titik kritis dalam upaya
pengendalian risiko masuk, menyebar dan keluarnya HPHK/OPTK, seperti sarana dan prasarana pemeriksaan
laboratories, sarana dan prasarana tindakan perlakuan dan pemusnahan.
0
200,000
400,000
600,000
800,000
1,000,000
1,200,000
1,400,000
1,600,000
2016 2017 2018 2019 2020
Karantina Hewan (KH) 700,703 632,226 618,213 701,041 665,262
Karnatina Tumbuhan (KT) 688,372 817,291 755,488 772,822 858,702
Total 1,389,0751,449,5171,373,7011,473,8631,523,964
Karantina Hewan (KH) Karnatina Tumbuhan (KT) Total
13
Juli 2021 ANALISIS RINGKAS CEPAT PUSAT KAJIAN
ANGGARAN
03/ARC.PKA/VII/2021
TIM PENYUSUN
Penanggung Jawab Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E., M.Si.
(Kepala Pusat Kajian Anggaran)
Penulis
Dahiri, S.Si., M.Sc. (Analis APBN di Pusat Kajian Anggaran) Rosalina Tineke Kusumawardhani, S.E
(Analis APBN di Pusat Kajian Anggaran) Linia Siska Risandi, S.AP
(Analis APBN di Pusat Kajian Anggaran) Emilia Octavia, S.T. M.Ak
(Analis APBN di Pusat Kajian Anggaran)
Deasy Dwi Ramiayu, S.E. (Analis APBN di Pusat Kajian Anggaran)