Top Banner
1 DUKUNGAN APBN TERHADAP SEKTOR PERTANIAN ANALISIS RINGKAS CEPAT 03/ARC.PKA/VII/2021 ISO 9001:2015 CERTIFICATE NO. IR/QMS/00138 SEKILAS KONTRIBUSI PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN NASIONAL 2015-2020 SEKTOR PERTAIAN BERKONTRIBUSI TERBESAR KEDUA TERHADAP PDB DANA TERTINGGI TERHADAP TENAGA KERJA Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam perekonomian domestik. Peran tersebut tercermin dari kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB). Kontrisbusi tersebut sebesar 13,08 persen dan merupakan terbesar kedua setelah industri pengolahan. Selain itu, sektor pertanian juga merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja paling besar dibandingkan dengan sektor lainnya, dengan kontribusi sebesar 30,12 persen (Gambar 1). Gambar 1. Rata-Rata Distribusi PDB dan Tenaga Kerja 2015-2020 (%) Sumber: BPS, diolah. Dengan besarnya peran sektor pertanian terhadap perekonomian domestik, maka sektor ini merupakan salah satu sektor prioritas pembangunan nasional, sehingga sektor ini masuk dalam 10 anggaran belanja negara terbesar dalam APBN. Dukungan APBN terhadap sektor pertanian meliputi belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah, serta kementerian pertanian sebagai leading sektor pertanian DUKUNGAN APBN UNTUK SEKTOR PERTANIAN MELALUI BELANJA PEMERINTAH PUSAT DAN TRANSFER KE DAERAH Belanja pemerintah pusat untuk sektor pertanian melalui subsidi pupuk. Sedangkan transfer ke daerah melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) Irigasi dan DAK Pertanian. 1. SUBSIDI PUPUK Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional melalui peningkatan produktivitas dan kualitas hasil pertanian, maka Pemerintah melakukan kebijakan subsidi pupuk. Subsidi pupuk diberikan agar petani dapat mengakses kebutuhan pupuk untuk usaha taninya dengan harga yang lebih terjangkau, sehingga diharapkan dapat mendorong peningkatan produksi pertanian. Pupuk bersubsidi merupakan barang dalam pengawasan yang pengadaan dan penyalurannya mendapat subsidi dari pemerintah untuk kebutuhan petani. Petani yang dapat memperoleh subsidi pupuk adalah petani yang tergabung dalam kelompok tani dan melakukan usaha tani subsektor tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, dan/atau budidaya ikan. Subsidi pupuk diberikan pada petani dengan luas lahan maksimal 2 hektar setiap musim tanam atau 1 hektar pada pembudidaya ikan. Penerima subsidi pupuk ini disusun berdasarkan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani (RDKK) yang ditetapkan melalui sistem e-RDKK oleh kelompok tani. Penyaluran pupuk bersubsidi dilaksanakan secara tertutup melalui produsen kepada distributor yang selanjutnya disalurkan kepada pengecer berdasarkan data cetak e-RDKK dengan Harga Eceran. Tertinggi (HET) sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pertanian. Di wilayah yang sudah siap infrastrukturnya, pemberian pupuk bersubsidi menggunakan kartu tani.
13

DUKUNGAN APBN TERHADAP SEKTOR PERTANIAN

Oct 21, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: DUKUNGAN APBN TERHADAP SEKTOR PERTANIAN

1

DUKUNGAN APBN TERHADAP SEKTOR

PERTANIAN

ANALISIS RINGKAS CEPAT 03/ARC.PKA/VII/2021 ISO 9001:2015 CERTIFICATE NO. IR/QMS/00138

SEKILAS KONTRIBUSI PERTANIAN TERHADAP

PEREKONOMIAN NASIONAL 2015-2020

SEKTOR PERTAIAN BERKONTRIBUSI TERBESAR KEDUA TERHADAP PDB DANA TERTINGGI TERHADAP TENAGA KERJA

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan penting

dalam perekonomian domestik. Peran tersebut tercermin dari kontribusinya

terhadap produk domestik bruto (PDB). Kontrisbusi tersebut sebesar 13,08 persen dan merupakan terbesar

kedua setelah industri pengolahan. Selain itu, sektor pertanian juga

merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja paling besar dibandingkan dengan sektor lainnya,

dengan kontribusi sebesar 30,12 persen (Gambar 1).

Gambar 1. Rata-Rata Distribusi PDB dan Tenaga Kerja 2015-2020 (%)

Sumber: BPS, diolah.

Dengan besarnya peran sektor pertanian terhadap perekonomian domestik, maka sektor ini merupakan salah satu sektor

prioritas pembangunan nasional, sehingga sektor ini masuk dalam 10 anggaran belanja negara terbesar dalam APBN. Dukungan APBN terhadap sektor pertanian meliputi belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah, serta kementerian

pertanian sebagai leading sektor pertanian

DUKUNGAN APBN UNTUK SEKTOR PERTANIAN MELALUI BELANJA

PEMERINTAH PUSAT DAN TRANSFER KE DAERAH

Belanja pemerintah pusat untuk sektor pertanian melalui subsidi pupuk. Sedangkan transfer ke daerah melalui

Dana Alokasi Khusus (DAK) Irigasi dan DAK Pertanian.

1. SUBSIDI PUPUK

Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional

melalui peningkatan produktivitas dan kualitas hasil pertanian, maka Pemerintah melakukan kebijakan subsidi

pupuk. Subsidi pupuk diberikan agar petani dapat mengakses kebutuhan pupuk untuk usaha taninya dengan harga yang lebih terjangkau, sehingga diharapkan

dapat mendorong peningkatan produksi pertanian. Pupuk bersubsidi merupakan barang dalam pengawasan yang pengadaan dan penyalurannya mendapat subsidi dari

pemerintah untuk kebutuhan petani. Petani yang dapat memperoleh subsidi pupuk adalah petani yang tergabung

dalam kelompok tani dan melakukan usaha tani subsektor tanaman pangan, perkebunan, hortikultura,

dan/atau budidaya ikan. Subsidi pupuk diberikan pada

petani dengan luas lahan maksimal 2 hektar setiap musim tanam atau 1 hektar pada pembudidaya ikan. Penerima

subsidi pupuk ini disusun berdasarkan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani (RDKK) yang ditetapkan melalui sistem e-RDKK oleh kelompok tani. Penyaluran pupuk

bersubsidi dilaksanakan secara tertutup melalui produsen kepada distributor yang selanjutnya disalurkan kepada pengecer berdasarkan data cetak e-RDKK dengan Harga

Eceran. Tertinggi (HET) sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pertanian. Di wilayah yang sudah siap

infrastrukturnya, pemberian pupuk bersubsidi menggunakan kartu tani.

Page 2: DUKUNGAN APBN TERHADAP SEKTOR PERTANIAN

2

Juli 2021 ANALISIS RINGKAS CEPAT PUSAT KAJIAN

ANGGARAN

03/ARC.PKA/VII/2021

Jenis-jenis pupuk yang disubsidi pemerintah selama ini

yaitu pupuk urea, SP-36, ZA, NPK dan pupuk organik.

Selama periode 2016-2020, alokasi dan realisasi

penyaluran pupuk bersubsidi mengalami penurunan.

Sementara itu, persentase realisasi penyaluran pupuk

bersubsidi cenderung meningkat (Gambar 2).

Gambar 2. Perkembangan Penyaluran Subsidi Pupuk

Sumber: Kementerian Pertanian, 2021

Jika dilihat dari sisi anggaran, maka alokasi anggaran

subsidi pupuk mengalami penurunan selama tahun 2016 sampai 2020 dari semula sebesar Rp30.063,2 miliar di tahun 2016 menjadi Rp28.062,4 miliar di tahun 2020

(Gambar 3).

Gambar 3. Perkembangan Anggaran Subsidi Pupuk

Sumber: Kementerian Pertanian, 2021

Meskipun pendistribusian subsidi pupuk menggunakan kartu tani, tetapi dalam pelaksanaannya masih terdapat beberapa permasalahan. Begitu juga DAK Irigasi dan Pertanian masih terdapat permasalahan.

Dalam perjalanannya sampai saat ini, kebijakan subsidi pupuk masih

mengalami beberapa permasalahan. Pertama, terkait penggunaan kartu tani. Kartu tani telah digunakan sejak

tahun 2017 yang dilakukan secara bertahap. Kartu tani adalah kartu yang dikeluarkan oleh perbankan kepada

petani untuk digunakan dalam transaksi penebusan pupuk bersubsidi

melalui mesin Electronic Data Capture (EDC) di pengecer resmi. Dalam implementasinya, program Kartu Tani

memiliki permasalahan terkait database e-RDKK sebagai dasar

pengalokasian pupuk bersubsidi. Permasalahan tersebut selalu berulang setiap tahun. Per Desember 2020,

implementasi kartu tani baru mencapai 1,65 juta petani atau sekitar 11,87 persen dari jumlah petani yang

tercatat di e-RDKK 2020 (Ditjen PSP Kementan, 2020). Di pulau Jawa yang

dijadikan pilot project, karena dinilai memiliki teknologi yang memadai, juga

masih terdapat beberapa wilayah yang merupakan blank spot (CNBC, 2021). Selain itu, sekitar 42 persen petani

tidak masuk dalam kelompok tani atau gabungan kelompok tani (PT. Pupuk

Indonesia, 2020),sehingga kebutuhan para petani ini tidak masuk dalam proses perencanaan kebutuhan pupuk

yang tercantum dalam e-RDKK sebagai dasar pengalokasian pupuk bersubsidi. Permasalahan tersebut

selalu berulang setiap tahun.

Permasalahan lainnya terkait penggunaan

kartu tani yaitu mesin EDC yang sering

rusak. Hal tersebut ditemukan pada

beberapa wilayah seperti di Kabupaten

Gunungkidul dan Kabupaten Purwakarta.

Kedua, kelangkaan pupuk bersubsidi.

Subsidi pupuk diberikan melalui

mekanisme pengusulkan oleh masing-

masing Pemda dan kemudian ditetapkan

oleh pemerintah pusat. Usulan ini disusun

dari hasil rekapitulasi berjenjang mulai

dari petani, kelompok tani, Pemda hingga

ke pusat. Adanya mismatch

(ketidaksesuaian) antara usulan dan

rancangan alokasi pupuk bersubsidi akan

menyebabkan kelangkaan pupuk di

lapangan seperti yang terjadi hampir

setiap musim tanam karena penyediaan

pupuk bersubsidi jauh lebih rendah dari

kebutuhannya. Perbedaan volume pupuk

bersubsidi terjadi bukan hanya antara

usulan daerah dan alokasi penyediaan dari

pemerintah, namun juga terjadi antara

alokasi pupuk bersubsidi dari pemerintah

dengan realisasi penyerapannya.

Ketiga, potensi penyelundupan pupuk

dan kualitas pupuk bersubsidi. Adanya

dualisme harga pupuk di pasaran antara

pupuk bersubsidi dengan pupuk non

subsidi akan memicu munculnya potensi

penyelundupan pupuk.

Hal tersebut juga dipicu karena

panjangnya rantai distribusi dalam

penyaluran pupuk bersubsidi

(Ragimun dkk, 2020). Panjangnya

rantai distribusi dan kesenjangan

harga antara pupuk bersubsidi

dengan pupuk non subsidi juga

menyebabkan adanya pengoplosan

pupuk subsidi dengan non subsidi

dan terjadinya pemalsuan pupuk

bersubsidi yang akhirnya

berimplikasi pada kualitas pupuk

bersubsidi.

Melihat dari berbagai permasalahan

terkait subsidi pupuk, maka terdapat

beberapa rekomendasi yang diberikan.

Pertama, meningkatkan penyediaan data

kebutuhan pupuk yang tepat. Hal

tersebut dapat dimulai dengan

peningkatan kapasitas penyuluh

pertanian di setiap wilayah dalam

mendukung e-RDKK dan pendampingan

kartu tani. Pembenahan infrastruktur IT

juga perlu dilakukan guna meningkatkan

kualitas data e-RDKK. Koordinasi antar

instansi yang terkait juga perlu

dilakukan dalam pengawasan distribusi

pupuk bersubsidi.

Kedua, mempertimbangkan reformasi

dalam kebijakan subsidi pupuk. Subsidi

pupuk yang ada masih belum tepat

sasaran (Worldbank, 2020).

Page 3: DUKUNGAN APBN TERHADAP SEKTOR PERTANIAN

3

Juli 2021 ANALISIS RINGKAS CEPAT PUSAT KAJIAN

ANGGARAN

03/ARC.PKA/VII/2021

Perubahan subsidi pupuk menjadi bantuan tunai dapat dipertimbangkan, terutama ketika harga komoditas yang

menentukan harga bahan bakar minyak (BBM) dan pupuk di kisaran sangat rendah. Melalui reformasi subsidi pupuk,

maka dapat menciptakan ruang untuk belanja yang lebih efisien dan efektif misalnya untuk memperkuat infrastruktur

pertanian dan kegiatan research & development pertanian. Ketiga, meningkatkan HET pupuk secara gradual dengan

proporsi yang signifikan. Melalui kebijakan ini, maka dapat mempersempit perbedaan dualisme harga sehingga

mengurangi penyalahgunaan pupuk bersubsidi

2. DAK IRIGASI

Sarana irigasi merupakan faktor input yang dapat

memengaruhi produksi pangan. Hasil penelitian

Damayanti (2012) di Kabupaten Parigi Moutong

mengungkapkan bahwa irigasi dapat meningkatkan

produksi usaha tani padi sawah sebesar 3,98 %. Selain

itu irigasi juga dapat meningkatkan pendapatan usaha

tani sebesar 1,44 %. Untuk mendukung pencapaian

swasembada pangan dan keberlanjutannya, Pemerintah

memutuskan pada periode 2015 - 2019 melakukan

rehabilitasi dan membangun infrastruktur irigasi secara

massif. Perkembangan alokasi anggaran DAK Irigasi

mengalami peningkatan dari tahun 2016 hingga 2018.

Namun, selanjutnya mengalami penurunan hingga tahun

2020. Pandemi Covid-19 tahun 2020 menyebabkan

proyek irigasi dikarenakan relokasi anggaran dan juga

mencegah penyebaran Covid 19.

Gambar 4. Perkembangan Alokasi Anggaran DAK Irigasi

(miliar rupiah)

Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan, diolah

Terdapat beberapa Faktor yang

menjadi kendala dalam hal

menjalankan kegiatan DAK Irigasi.

Pertama, faktor internal. Pada

faktor internal yang menjadi kendala

adalah (1) Ketersediaan petunjuk

pelaksanaan dan petunjuk teknis

tahunan sering terlambat; (2) Juklak

dan juknis DAK sering berubah ubah

dan kurang memerhatikan

kebutuhan daerah karena

kurangnya pemetaan/ pemahaman

kekhususan/kebutuhan daerah; (3)

Petunjuk-petunjuk tersebut terlalu

terperinci mengatur penggunaan

input dan kaku (input-oriented,

bukannya outputoriented); relatif

kecilnya pagu nasional DAK

dibanding dengan kebutuhan dan

dampak yang diharapkan; (4)

Batasan penggunaan DAK sesuai

peraturan perundangan yang ada

masih

menekankan ada kegiatan fisik,

sehingga kurang dapat

mengakomodasi kebutuhan terhadap

perencanaan kegiatan secara utuh; 5)

Akibat permasalahan/kendala

tersebut, sebagian daerah kesulitan

menyerap atau memanfaatkan DAK

sesuai sasaran-sasaran yang

ditetapkan. Tentunya hal ini dapat

berpengaruh pada pemulihan ekonomi

yang mengalami hambatan di saat

pandemi. Untuk itu perlunya

dilakukan strategi (1) Percepatan

proses usulan, verifikasi/validasi dan

penilaian Calon Petani dan Calon

Lokasi (CPCL) dan penetapan CPCL;

(2) Peningkatan kemampuan

pengelolaan (teknis dan administrasi);

(3) Konsolidasi internal (bagian

perencanaan dan bagian teknis); (4)

Penyiapan data dukung

dan teknis pelaksanaan( Desain,

RAB, tim teknis, data

layanan/manfaat); (5)

Peningkatan peran

pendampingan, monitoring dan

evaluasi oleh instansi teknis yang

terkait; dan (6) Mekanisme

pelaporan kegiatan. Kedua,

faktor eksternal. Faktor

eksternal yang menjadi kendala

dalam pelaksanaan DAK Irigasi

adalah terjadinya perubahan iklim

seperti meningkatnya permukaan

air laut, banjir, kekeringan,

beberapa permasalahan sumber

daya dan permasalahan dalam

pengembangan sumber daya air.

Perubahan iklim global

berpengaruh terhadap

temperatur, kelembaban relatif,

lama penyinaran matahari,

2016

(Tam

baha

n)

2017 2018 2019 2020

Anggaran 987.98 4,005. 4,246. 3,000. 1,688.

Realisasi 666.28 3,675. 3,787. 1,084. 208.59

Persentase 67.44 91.77 89.20 36.14 12.35

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

80.00

90.00

100.00

-

500.00

1,000.00

1,500.00

2,000.00

2,500.00

3,000.00

3,500.00

4,000.00

4,500.00

Anggaran

Realisasi

Persentase

Page 4: DUKUNGAN APBN TERHADAP SEKTOR PERTANIAN

4

Juli 2021 ANALISIS RINGKAS CEPAT PUSAT KAJIAN

ANGGARAN

03/ARC.PKA/VII/2021

kecepatan angin, curah hujan dan debit sungai Tingginya intensitas curah hujan setelah terjadinya perubahan iklim

berdampak terhadap fluktuasi debit sungai pada musim hujan dan kemarau (Hukom et al. 2012). Dengan berkurangnya

debit sungai dan sumber daya air lainnya, berpengaruh terhadap sistem irigasi sekitar bahkan dapat berpengaruh

terhadap degradasi sistem irigasi. Oleh karena itu untuk menghadapi dampak ekstrim tersebut diperlukan perencanaan

pengelolaan irigasi yang sistematis agar irigasi dapat dimanfaatkan secara optimal dan dapat memberikan keuntungan

khususnya bagi petani

3. DAK PERTANIAN

Perkembangan DAK Pertanian dari tahun 2016-2020

bergerak fluktuatif, namun tahun 2019 mengalami

penurunan dari segi alokasi dan penyerapanya (Gambar

5). Rata-Rata penyerapan realisasi DAK Pertanian 2016-

2020 sebesar 62,93 persen. Penurunan presentase

realisasi paling signifikan terjadi di tahun 2019, yaitu

turun menjadi minus 55,74 persen, dimana realisasi DAK

Pertanian hanya 40,84 persen dari sebelumnya 92,27

persen di tahun 2018. Padahal tahun 2019 alokasi DAK

Pertanian mengalami kenaikan 12,96 persen menjadi

Rp1,9 triliun dari tahun sebelumnya sebesar Rp1,68

triliun. Realisasi yang rendah di tahun 2019 terjadi

dikarenakan adanya pandemi Covid-19 yang melanda

hampir seluruh dunia termasuk Indonesia yang

berdampak pada semua sektor akibat pembatasan

kegiatan ekonomi.

Gambar 5. Aloaksi dan Realisasi DAK pertanian

(Miliar rupiah)

Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan, diolah

Dalam evaluasi perencanaan DAK

2019 melalui aplikasi KRISNA

menurut Kementan masih terdapat

permasalahan yaitu pertama,

sosialisasi kebijakan belum

optimal. Pelibatan peran Bappeda

Provinsi/Kab/Kota Ketika

mensosialisasikan kebijakan dan

pemanfaatan aplikasi KRISNA kepada

OPD Provinsi/Kab/Kota masih belum

optimal, himbauan OPD

berkoordinasi dengan Bappeda dan

mengacu kepada panduan dan

informasi yang diberikan (misalnya

terkait tata cara pengisian, data

daerah lokpri yang belum valid),

perlunya perhatikan jadwal seperti

periode pengusulan, penilaian,

penertapan alokasi dan penetapan

Rencana Kegiatan (RK) melalui

aplikasi KRISNA, perlunya penuhi

kebutuhan data seperti data menu

dan rincian-unit cost-satuan, data

referensi, data lokpri, data

komponen, dll. Kedua, kelengkapan

administrasi masih rendah.

Dalam kebijakan penilaian DAK

Pertanian menurut Kementan,

mememuhi kriteria lokasi prioritas

seperti memiliki Perda LP2B, sentra

produksi padi berdasarkan KSA BPS,

Major Project, dareah rentan rawan

pangan peta FSVA hanya 50 persen,

lalu kinerja tahun 2020 berdasarkan

realisasi serapan anggaran dan

realisasi fisik serta pelaporan

kegiatan hanya 25 persen, kemudian

berdasarkan kelengkapan data

dukung (data teknis) seperti data

proprosal usulan, perhitungan

desain dan RAB, kelengkapan

TOR/KAK serta data dukung lainnya

hanya 25 persen. Di sisi lain, dalam

perkembangan DAK FIsik Pertanian,

tahun 2017-2019 termasuk dalam

jenis regular kemudian tahun 2020

menjadi jenis penugasan. Arah

kebijakan fisik bidang pertanian

tahun 2020 diarahkan untuk

pembangunan/perbaikan sarana

dan prasarana

fisik dasar pembangunan pertanian

guna mendukung pencapaian

ketahanan pangan dan peningkatan

komoditas pertanian strategis. Lokasi

prioritas tahun 2020 yaitu sentra

produksi komoditas sesuai dengan

Kepmentan Kawasan Pertanian

Nasional No.

472/Kpts/RC.040/6/2018; daerah

rawan pangan, stunting dan miskin;

daerah dampak bencana; kabupaten

dan kota provinsi afirmasi (Papua dan

Papua Barat); dan daerah perbatasan.

Lalu, pada tahun 2021 dalam DAK

Nonfisik terdapat jenis DAK fisik baru

yaitu Dana Ketahanan Pangan dan

Pertanian dengan pagu anggaran

Rp204 miliar dimana dana tersebut

dilaokasikan untuk mendukung

keberdayaan masyarakat memenuhi

kebutuhan pangan dari hasil

pekarangannya sendiri dengan

membantu pemerintah daerah dalam

menyukseskan program Perkarangan

Pangan Lestari (P2L) untuk 2.300

kelompok masyarakat.

3,500

1,6501,682

1,900

579

2,770

1,3301,552

776

126

79.14 80.61

92.27

40.84

21.79

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

80.00

90.00

100.00

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

4,000

2016 2017 2018 2019 2020

Pagu Realisasi % Presentase

Page 5: DUKUNGAN APBN TERHADAP SEKTOR PERTANIAN

5

Juli 2021 ANALISIS RINGKAS CEPAT PUSAT KAJIAN

ANGGARAN

03/ARC.PKA/VII/2021

Berdasarkan paparan diatas mengenai perkembangan dan evaluasi DAK Pertanian, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam

pelaksanaan DAK Pertanian yaitu percepatan proses usulan, verifikasi/validasi dan penilaian CPCL (T-1) dan penetapan

CPCL, peningkatan kemampuan pengelolaan (teknis administrasi), konsolidasi internal(bagian perencanaan dan bagian

teknis), penyiapan data dukung dan teknis pelaksanaan (desain, RAB, tim teknis, data layanan/manfaat, dll), peningkatan

peran pendamping, monitoring dan evaluasi oleh instansi teknis yang terkait, serta mekanisme pelaporan kegiatan.

DUKUNGAN APBN UNTUK KEMENTRIAN

PERTANIAN SEBAGAI LEADING SEKTOR PERTANIAN

Gambar 6. Perkembangan Alokasi Anggaran Kementan

(miliar rupiah)

Sumber: LKPP

Dukungan APBN pada Kementerian Pertanian (Kementan)

tersebar pada 9 unit eselon I. Selama periode 2016-2020

anggaran tertinggi pada Ditjen tanaman pangan dengan

rata-rata Rp5.281,23 miliar dan terendah pada Badan

Ketahanan Pangan sebesar Rp556,71 miliar (Gambar 6).

Dengan besarnya dukungan APBN yang diberikan

kepada Kementan sebagai leading sektor pertanian,

maka kedaulatan pangan yang diharapkan dapat

dilaksanakan dengan baik. Namun, dalam

pelaksanaanya masih terdapat beberapa catatan yang

perlu menjadi perhatian dan perbaikan Kementan ke

depannya demi mewujudkan kedaulatan pangan yang

diharapkan. Catatan tersebut yaitu sebagai berikut:

1. DITJEN TANAMAN PANGAN

Pertama, luas tanam dan produktivitas padi menurun. Luas tanam padi yang merupakan sumber pangan pokok utama cenderung mengalami penurunan setiap tahunnya, dari 15,51 juta ha tahun 2016 menjadi 11,17 juta ha tahun 2020.

Bahkan produktivitas padi turun dari 52,36 kuintal/ha menjadi 51,14 kuintal/ha (Gambar 7). Sedangkan kedelai hanya terjadi penurunan luas tanam.

Gambar 7. Perkembangan Luas Tanam dan Produktivitas Tanaman Pangan

Luas Tanam (Juta ha)

Produktivitas (Kuintal/ha)

Sumber: Ditjen Tanaman Pangan, diolah

Page 6: DUKUNGAN APBN TERHADAP SEKTOR PERTANIAN

6

Juli 2021 ANALISIS RINGKAS CEPAT PUSAT KAJIAN

ANGGARAN

03/ARC.PKA/VII/2021

Kedua, impor tetap terjadi meskipun surplus beras. Selama periode tahun 2015-2020 impor beras rata-rata 917,45 ribu

ton. Padahal produksi beras surlpus rata-rata sebesar 21,64 juta ton (Gambar 8). Artinya produksi dapat memenuhi

kebutuhan beras nasional.

Gambar 8. Produksi, Konsumsi, dan Impor Beras

Sumber: BPS, diolah penulis.

Dari Gambar 8 juga diperoleh bahwa Cadangan Beras

Nasional (CBN) rata-rata sebesar 4,30 juta ton. Dengan

produksi sebesar rata-rata 43,14 juta ton, konsumsi 21,50

juta ton, dan CBN 4,30 juta ton, maka produksi setelah

dikurangi konsumsi dan CBN masih surplus rata-rata

sebesar 17,34 juta ton. Artinya, selama tahun 2015-2020

produksi selalu dapat memenuhi kebutuhan dan cadangan

beras nasional, tetapi impor tetap terjadi setiap tahun.

Karena itu, upaya yang perlu dikalukan yaitu pertama,

pentingnya menjaga luas tanam dengan mengimplemtasikan

regulasi perlindunan lahan pertanian yang ada. Kedua,

pentingnya ditjen tanaman pangan berkoordinasi dengan

Balitbang Pertanian untuk meningkatkan produktivitas.

Ketiga, Impor dapat dilakukan jika kapasitas produksi tidak

mampu untuk memenuhi konsumsi dan cadangan beras

domestik.

2. DITJEN HORTIKULTURA

Ketergantungan impor produk segar hortikultura. Selama periode tahun 2017-2020 pemenuhan produk segar

hortikultura sangat bergantung dari impor. Hal ini mencerminkan bahwa kapasitas produksi dalam

negeri belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi domestik. Namun, sangat disayangkan

ketergantungan tersebut merupakan produk segar, padahal Indonesia memiliki lahan pertanian

yang luas.

Ketergantungan ini dapat dilihat dari neraca perdagangan

produk hortikultura (Gambar 9).

Gambar 9. Neraca Perdagangan Subsektor Hortikultura 2017-2020

Sumber : Kementan, diolah penulis.

Komoditas utama dari impor produk segar sebanyak 11 komoditas dari 59 komoditas, kontribusinya lebih dari 1 persen sampai 38,68 persen terhadap impor produk segar.

Sedangkan komoditas lainnya kurang dari 1 persen (Gambar 10).

Gambar 10. Komoditas Utama Impor Produk Segar 2017-2020 (%)

Sumber : Kementan, diolah.

Dari Gambar 10 diperoleh bahwa bawang putih, pir, dan

apel merupakan tiga komoditas impor yang terbesar

dengan kontribusi lebih dari 10 persen. Ketergantungan

terhadap ketiga komoditas tersebut harus dikurangi

dengan meningkatkan produksi dalam negeri atau

meningkatkan ekspor, salah satunya potensi ekspor pisang

ke China.

3. DITJEN PERKEBUNAN

Pertama, penurunan luas tanam komoditas unggulan. Subektor sektor perkebunan merupakan sektor yang berkontribusi

positif terhadap neraca perdagangan. Kontribusi ini juga disertai dengan peningkatan kesejahteraan petani subsektor

perkebunan. Namun, terdapat beberapa luas tanam komoditas unggulan yang terus terjadi penurunan. Luas tanam karet

dari 545,5 ribu hektar tahun 2015 menjadi 375,9 ribu hektar tahun 2020, Coklat dari 41,9 ribu hektar menjadi 19,1 ribu

hektar, dan kopi dari 46,8 ribu hektar menjadi 21,9 ribu (Gambar 11).

Page 7: DUKUNGAN APBN TERHADAP SEKTOR PERTANIAN

7

Juli 2021 ANALISIS RINGKAS CEPAT PUSAT KAJIAN

ANGGARAN

03/ARC.PKA/VII/2021

Gambar 11. Perkembangan Luas Tanam Komoditas Perkebunan

Sumber: BPS, diolah.

Kedua, penurunan produksi komoditas perkebunan.

Turunnya luas tanam berdampak pada kapasitas

produksi komoditas perkebunan. Seperti turunnya luas

tanam karet, coklat, dan kopi di atas berdampak pada

produksinya. Jumlah produksi ketiga komoditas tersebut

juga terjadi penurunan (Gambar 12).

Gambar 12. Produksi Komoditas Perkebunan

Sumber: BPS, diolah

Selain dampak turunya luas tanam, menurut Ditjen

Perkebunan dalam Laporan menyebutkan bahwa

produksi komoditas perkebunan cenderung menurun

disebakan para petani lebih megalokasikan keuangan

pada kebutuhan pangan dulu dibanding meremajakan

atau pemeliharaan kebun. Karena itu, upaya yang perlu

dilakukan oleh pemerintah yaitu pertama, menjaga

stabilitas harga komoditas. Salah satu faktor turunnya

luas tanam disebabkan harga komoditas yang rendah,

seperi karet. Kedua, perlunya memberikan insentif bagi

petani supaya mereka dapat meremajakan atau merawat

kebunnya.

4. DITJEN PERETNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

Kesejahteraan petani turun, akibat tingginya harga

pakan. Subsektor perternakan dalam dua tahun terkahir

terus mengalami penurunan tingkat kesejahteraan petani

subsektor perternakan di bawah 100. Sedangkan subsektor

lainya cenderung di atas 100. Rata-rata NTPT tahun 2020

sebesar 98,10 sedangkan rata-rata NTPT tahun 2019

sebesar 98,84 atau mengalami penurunan sebesar 0,75%

dibandingkan tahun 2019 (Gambar 13). Salah satu faktor

anjloknya tingkat kesejahteraan petani subsektor

pertenakan dikarenakan mahalnya harga pakan. Mahalnya

harga pakan ini tidak lain karena pemenuhan pakan masih

didominasi dari impor. Untuk mengurangi ketergantungan

impor pakan hewan, pemerintah dapat mengoptimalkan

potensi sumber daya unggulan yaitu padi. Komoditi ini

memiliki potensi yang tinggi untuk ditingkatkan nilai

tambahnya berupa sekam padi.

Gambar 13. Perkembangan NTP, NTPP, NTPH, NTPPR, dan NTPPT

Sumber: kementan, diolah.

Keterangan: NTP adalah Nilai Tukar Petani, NTPP adalah Nilai Tukar

Petani Subsektor Tanaman Pangan, NTPH adalah Nilai Tukar Petani

Subsektor Hortikultura, NTPPR adalah Nilai Tukar Petani Perkebunan,

dan NTPT adalah Nilai Tukar Petani Peternakan.

Hasil penelitiian Telew dkk (2013) menunjukan bahwa rekayasa sekam padi dengan “Effective Microorganisms (EM4)”

terjadinya pengayaan nilai nutritif sekam padi yang ditandai dengan turunnya kadar serat kasar dan meningkatnya kadar

protein dan energi. Hasil tersebut merupakan sinyalemen positif bagi industri pakan hewan, mengigat Indonesia merupakan

salah satu produsen padi terbesar di dunia. Hal ini juga akan berdampak pada tingkat kesejahteraan petani, karena adanya

potensi tidak menjual gabah langsug melainkan beras. Dengan menjual beras petani juga mendapatkan tambahan

pendapatan dari menjual sekam padi. Selain itu, pemerintah dapat meningkatkan produksi jagung untuk kebutuhan pakan

ternak, karena jagung merupakan salah satu sumber bahan pakan ternak.

KaretKelapa

SawitCoklat Kopi Teh Tebu

Temba

kau

2018 3630.4 42883.5 767.4 756 140.1 2171.7 195.5

2019 3301.6 47120.2 734.7 752.5 129.9 2227 269.8

2020 2884.6 48296.9 713.4 753.9 127.9 2130.7 261.4

0

10000

20000

30000

40000

50000

60000

2018 2019 2020

Page 8: DUKUNGAN APBN TERHADAP SEKTOR PERTANIAN

8

Juli 2021 ANALISIS RINGKAS CEPAT PUSAT KAJIAN

ANGGARAN

03/ARC.PKA/VII/2021

5. DITJEN PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

Pertama, distribusi alsintan masih fokus pada pra panen. Pendistribusian alsintan oleh Pemerintah masih terfokus

pada alsintan pra panen. Padahal alsintan pasca panen juga memberikan dampak postif bagi produksi maupun

kesejahteraan petani. Pendistribusian alsintan pasca panen masih jauh dari perhatian pemerintah.

Hal tersebut dapat dilihat dari data

Laporan Tahunan Ditjen PSP

Kementan tahun 2018 dan 2019

bahwa alsintan hanya ada untuk

pra panen yaitu traktor roda dua,

traktor roda 4, pompa air, dan rice

tranplanter (Tabel 1).

Tabel 1. Alokasi Lasintan

Jenis Alsintan 2018 (unit) 2018

( RpMiliar)

2019

(unit)

2019

(RpMiliar)

Traktor Roda 4 3.459 1.179,51 4 1,37

Traktor Roda 2 17.435 488,18 4.148 106,16

Pompa Air 21.179 444,76 4.771 84,62

Rice tranplanter 1.512 103,57 37 2,56

Sumber: Laporan Tahunan Ditjen PSP tahun 2018 dan 2019

Kemudian alokasi alsintan tahun 2021 untuk alsintan pra panen sebanyak 15.880 unit atau sebesar 542,81 milyar.

Sedangkan alokasi alsintan pra panen juga tidak ada.Minimnya alsintan pasca panen juga dibenarkan oleh Gapoktan

Kidang Tirtajaya Asep Marwan, petani memperoleh traktor tangan yang jumlahnya tidak lebih dari 2 unit. Bantuan traktor

tersebut tidak bisa dirasakan oleh banyak petani karena mengingat waktu pengolahan sawah itu relatif serentak dalam

waktu yang sama, sedangkan alsintan yang diberikan sangat sedikit. Masalah lainnya dalam pemberian bantuan alsintan

adalah jenis alat yang diberikan baru dalam proses pengolahan lahan, belum secara menyeluruh dari proses awal sampai

pasca panen. Kami sebagai petani mengharapkan pemerintah dapat menambah jumlah unit bantuan alsintan dan jenis

unit alsintan yang diberikan sudah lengkap dari proses awal pengolahan sampai pasca panen. Selain itu, brigade alsintan

menurutnya tidak efektif karena panjangnya admisitrasi untuk meminjam alsintan. Waktu meminjam yang lama, padahal

pengolahan sawah sudah waktu mendesak. Persoalan lainnya adalah biaya angkut alsintan dari gudang penyimpanan

menuju lokasi sawah petani.

Kedua, distribusi tidak tepat sasaran. Pendistribusian

alsintan terdapat ketidaktepatan kebutuhan. Artinya,

ada daerah yang pas sesuai kebutuhan, ada yang lebih

dan ada yang kurang. Seperti di Subak Kabupaten

Tabanan. Menurut Gunadnya, ada dearah di Subak

yang kelebihan unit traktor, ada yang cukup, dan ada

yang kurang (Tabel 2).

Tabel 2. Traktor yang Diperlukan dan Traktor yang Tersedia

Sumber: Jurnal Beta (Biosistem Dan Teknik Pertanian), Volume 8,

Nomor 2, September 2020

Contoh lainya di Kecamatan Pariaman Utara Kota

Pariaman. Distribusi khusus alsintan pengolahan tanah

dari 17 Desa terdapat 41,18 % mengalami kekurangan

alsintan, sedangkan 41,18 % mengalami kelebihan

alsintan dan hanya 17,64% memiliki kebutuhan alsintan

yang ideal. Selanjutnya untuk alsintan pascapanen dari

17 Desa terdapat 29,42 % mengalami kekurangan

alsintan, sedangkan 17,64 % mengalami kelebihan

alsintan dan 52,94% memiliki kebutuhan alsintan yang

ideal (Fahmy, 2020). Karena itu, pentingnya Pemerintah

memberikan bantuan alsintan dalam 1 paket dari pra dan

pasca panen dan pemberian alsintan harus berdasarkan

kebutuhan petani, bottom up bukan top down.

6. BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

Benih merupakan tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak atau mengembangkanbiakkan tanaman.

Artinya, hasil produksi suatu tanaman sangat dipengaruhi oleh kualitas benih (varietas unggul). Varietas unggul memiliki

keseragaman benih, ketahanan benih terhadap hama dan penyakit, dan hasil panen 5 Selain itu, varietas unggul memiliki

tingkat produktivitas lebih tinggi dari hasil benih budidaya petani sendiri, serta kebutuhan varietas hanya 10 kg/ha dan

budidaya petani 45 kg/ha. Kemudian, menurut hasil penelitian Balitbang Kementan 2020, produktivitas varietas unggul

sudah mampu mencapai rata-rata 8.07 ton/ha jauh dari rata-rata nasional.

Tabel 3. Perbandingan Benih Padi varietas Unggul 2020

Sumber: https://www.litbang.pertanian.go.id/varietas/, diolah

Namun produktivitas hasil penelitian varietas unggul

tahun 2020 sebesar 8,07 ton/ha menunjukan penurunan

dibandingkan penelitian tahun sebelumnya, di mana rata-

rata produktivitas 2019 sebesar 9,89 ton/ha (Tabel 4).

Page 9: DUKUNGAN APBN TERHADAP SEKTOR PERTANIAN

9

Juli 2021 ANALISIS RINGKAS CEPAT PUSAT KAJIAN

ANGGARAN

03/ARC.PKA/VII/2021

Tabel 4. Perbandingan Benih Padi varietas Unggul 2019

Sumber: Laporan Tahunan Puslitbang Tanaman Pangan

Selain itu, kapsitas produksi benih varietas unggul yang

mengalami penurunan. Produksi benih dalam 5 tahun

terakhir terus mengalami penurunan, dari 132.857 ton

tahun 2016 menjadi 66.674 ton tahun 2020 (Gambar 14).

Gambar 14. Produksi Benih (Ton)

Sumber: Pusdatin, Kementan

Sedangkan kebutuhan benih dengan asumsi penggunaan

varieatas unggul 10 kg/ha dan luas lahan tahun 2020

10,66 juta ha, maka kebutuhan varietas unggul sebesar

106.573 ton. Sedangkan produksi benih hanya 66.674 ton

atau 62,56%. Dengan demikian produksi benih jauh lebih

rendah dari kebutuhan. Sehingga diperlukan peningkatan

kapasitas produksi dan biaya untuk penelitian benih

varietas unggul.

7. BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN

Indikator kinerja Petani yang Menerapkan Teknologi telah berhasil

mencapai target, namun demikian terdapat beberapa kendala yang

dihadapi Penyuluh Pertanian dalam melakukan desiminasi inovasi dan teknologi pertanian kepada kelompok

tani. Beberapa faktor yang menjadi kendala antara lain pertama,

rendahnya tingkat pendidikan petani menyebabkan kemampuan dalam mengolah informasi dan mengadopsi

teknologi relative sangat terbatas sehingga menghasilkan produk yang berkualitas rendah. Dari sisi

pendidikan, tenaga kerja di sektor

Gambar 15. Penduduk Bekerja di Subsektor

Tanaman Pangan Menurut Tingkat Pendidikan

Sumber: BPS, 2020

pertanian didominasi dari lulusan

pendidikan dasar sebesar 87,74 %

(Gambar 15). Di sisi lain, pendidikan

merupakan sarana untuk

mendapatkan sumber daya manusia

yang berkualitas, menghasilkan

tenaga kerja yang bermutu tinggi,

serta mempunyai pola pikir dan cara

bertindak yang modern, guna

menggerakkan roda pembangunan ke

depan. Tingkat pendidikan tenaga

kerja pertanian yang rendah inilah

yang menjadi salah satu penyebab

rendahnya produktivitas pertanian.

Untuk itu, perlu peningkatan kualitas pendidikan non formal dengan peranan penyuluh dan perguruan tinggi. Pasalnya,

jika sistem pendidikan dan tingkat pengetahuan petani lebih tinggi, maka mereka di yakini mampu meningkatkan

produktivitas pangan nasional di sektor hulu. Disisi lain, pertanian akan mendapatkan nilai tambah sebagai bonus dari

ilmu pengetahuan dan skill yang semakin terasah, sehingga mampu mensejahterakan para petani Indonesia. Ke depan

pemerintah bisa memberikan ruang pertanian untuk mendapatkan pelatihan dan beasiswa pendidikan khusus di bidang

pertanian. Selain itu, pemerintah bisa memfasilitasi pelaku usaha dengan CSR nya (Corporate Social Responsibility)

dengan bantuan-bantuannya terkait penggunaan teknologi yang tepat guna.

Page 10: DUKUNGAN APBN TERHADAP SEKTOR PERTANIAN

10

Juli 2021 ANALISIS RINGKAS CEPAT PUSAT KAJIAN

ANGGARAN

03/ARC.PKA/VII/2021

Kedua, keterbatasan jumlah dan

kualitas Penyuluh Pertanian di

lapangan. Upaya pemerintah

mencapai swasembada pangan di

Indonesia tidak hanya

membutuhkan bantuan sarana

produksi pertanian, namun

dibutuhkan pula keterlibatan

penuh penyuluh pertanian sebagai

pendamping petani di lapangan.

Persoalan yang dihadapi saat ini,

jumlah penyuluh pertanian sangat

minim. Satu orang tenaga penyuluh

pertanian harus menangani empat

desa atau bahkan lebih.

Keterbatasan jumlah penyuluh

membuat petani tak bisa

memanfaatkan peran mereka

secara optimal Sedangkan Petani ingin

penyuluh memberikan pendampingan

dalam menghadapi segala

permasalahan di lapangan. Untuk

diketahui, tahun 2019 jumlah desa di

Indonesia sebanyak 71.479 desa, dan

jumlah seluruh tenaga penyuluh

pertanian hanya hanya berjumlah

44.059 orang yang terdiri dari 12.548

orang THL-TBPP dan 31.511 orang

berstatus ASN. Dari keseluruhan

tenaga penyuluh berstatus ASN

tersebut, tidak seluruhnya bertugas di

tingkat desa dan termasuk tenaga

penyuluh berstatus ASN sudah

memasuki masa pensiun pada 2019.

Sehingga hanya setengah dari jumlah

keseluruhan

desa di Indonesia yang terlayani oleh

tenaga penyuluh pertanian. Untuk

itu pemerintah dapat

memaksimalkan penyuluh swadaya,

yang mana penyuluh yang benar-

benar tidak tergantung dengan

APBN. Salah satunya yang

memanfaatkan petani yang menonjol

dan berhasil di daerahnya. Para

petani berhasil ini dimanfaatkan

menjadi penyuluh bagi petani

lainnya. Harapannya dengan

memanfaatkan kedekatan antar

petani, sehingga ketika petani yang

menjadi penyuluh swadaya

menjelaskan sesuatu kepada

temannya itu petani akan lebih cepat

paham.

8. BADAN KETAHANAN PANGAN

Peningkatan kedaulatan pangan ditempatkan sebagai salah satu prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 dan dilanjutkan 2020-2024. Dalam rangka mencapai ketahanan pangan yang

mantap dan berkesinambungan, ada 3 (tiga) komponen pokok yang harus diperhatikan, yaitu: (1) Ketersediaan pangan yang cukup dan merata; (2) Keterjangkauan pangan yang efektif dan efisien; dan (3) Konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, aman dan halal.

Gambar 16. Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan

Masyarakat BKP 2016-2020 (Miliar Rupiah)

Sumber: LAPKIN Badan Ketahan Pangan

“Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan

Pangan Masyarakat”. Program tersebut diwujudkan melalui koordinasi dan sinkronisasi dalam perencanaan dan penyiapan program, partisipasi

pemangku kepentingan dan masyarakat, identifikasi dan intervensi pangan dan gizi, serta pengembangan

model kebijakan guna pencapaian sasaran pemantapan ketahanan pangan masyarakat sampai tingkat perseorangan. Untuk menyelenggarakan

Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat, sesuai dengan tugas dan fungsinya, Badan Ketahanan Pangan dilaksanakan

melalui 4 (empat) kegiatan yaitu: 1. Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan; 2.

Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan; 3. Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan

Pangan; 4. Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada Badan Ketahanan Pangan.

Dalam mewujudkan diversifikasi pangan, terdapat berbagai permasalahan dan kendala yang dihadapi, yaitu: (1) Daya beli

masyarakat rendah; (2) Konsumsi padi-padian masih tinggi; (3) Konsumsi gandum (terigu) cenderung meningkat; (4)

Teknologi pengolahan pangan lokal belum banyak berkembang ; (5) Ketersediaan tepung lokal belum dapat memenuhi

permintaan konsumen; (6) Kampanye dan promosi penganekaragaman konsumsi pangan masih kurang; (7) Beras sebagai

komoditas superior ketersediaannya masih terjamin dengan harga yang murah; (8) Kualitas konsumsi pangan masih

rendah, kurang beragam dan masih didominasi pangan sumber karbohidrat; ; (9) Pemanfaatan dan produksi sumber-

sumber pangan lokal seperti aneka umbi, jagung, dan sagu masih rendah,

0.00

100.00

200.00

300.00

400.00

500.00

600.00

700.00

800.00

Pa

gu

Re

ali

sasi

Pa

gu

Re

ali

sasi

Pa

gu

Re

ali

sasi

Pa

gu

Re

ali

sasi

Pa

gu

Re

ali

sasi

2016 2017 2018 2019 2020Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga PanganPengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan PanganPengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan keamanan PanganDukungan Manajemen dan teknis Lainnya Dadan Ketahanan PanganTotal

Page 11: DUKUNGAN APBN TERHADAP SEKTOR PERTANIAN

11

Juli 2021 ANALISIS RINGKAS CEPAT PUSAT KAJIAN

ANGGARAN

03/ARC.PKA/VII/2021

Maka dari itu, perlunya dukungan dari berbagai sektor dan instansi terkait. Dukungan tersebut antara yaitu Peningkatan produksi tanaman khusus tanaman pangan selain padi; Peningkatan produksi komoditas hortikultura dan bimbingan

teknis budi daya; Pengembangan produk olahan sebagai bahan pangan pengganti beras dan terigu; Teknologi tepat guna untuk optimalisasi pemanfaatan pekarangan dan pengolahan pangan lokal berbasis tepung-tepungan; Penyediaan benih

unggul dan bersertifikat untuk komoditas tanaman pangan dan hortikultura; Mendorong peran aktif swasta dan dunia usaha dalam pengembangan industri dan bisnis pangan lokal; serta Meningkatkan investasi agroindustri pangan berbasis pangan lokal dilakukan melalui pengembangan bisnis pangan lokal bagi UKM, pengembangan kemitraan dengan

dunia usaha, pengembangan gerai atau outlet pangan lokal, pengembangan teknologi pengolahan pangan lokal (bekerja sama dengan Balitbang dan Perguruan Tinggi) dan memastikan peningkatan keanekaragaman pangan sesuai

karakteristik daerah.

Meskipun realisasi anggaran BKP sudah

relatif tinggi, tetapi ada kegiatan yang

realisasinya belum optimal, terutama di

daerah. Beberapa hal yang menyebabkan

belum optimalnya penyerapan anggaran

tersebut yaitu seringnya terjadi revisi

DIPA yang mengakibatkan perubahan

POK, mutasi pegawai atau pejabat

pengelola keuangan, terlambatnya

penerbitan SK pengelola Keuangan,

Keterlambatan proses administrasi di

Kabupaten/Kota yang masuk dana

Dekonsentrasi, perubahan sasaran

akibat perubahan anggaran dan tidak

sesuai dengan pedoman/kriteria sasaran,

infrastruktur dan kondisi alam, serta unit

layanan pengadaan barang dan jasa yang

tersedia di Pemda terbatas sehingga

untuk melakukan lelang mengantri.

Gambar 17. Alokasi dan Realiasai Anggaran Badan Ketahanan Pangan

Tahun 2016-2020 (Rp miliar)

Sumber: LAPKIN Badan Ketahan Pangan, diolah penulis

9. BADAN KARANTINA PERTANIAN

Sesuai dengan rencana

strategis Badan Karantina

Pertanian tahun 2015-2019

bahwa sasaran program Badan

Karantina Pertanian, yaitu

meningkatnya efektifitas

pengendalian resiko masuk,

tersebar dan keluarnya HPHK

dan OPTK, meningkatnya

kualitas pelayanan tindakan

karantina dan pengawasan

keamanan hayati terhadap

ekspor MP HPHK dan OPTK

dan keamanan hayati,

meningkatnya kepatuhan dan

kepuasan pengguna jasa

karantina pertanian.

Gambar 18. Presentase Realisasi Program Peningkatan Kualitas Karantina Pertanian dan Pengawasan

Keamanan Hayati Bandan Karantina Pertanian Tahun 2015-2019

Sumber: LAPKIN BARANTAN, diolah

Dilihat dari grafik diatas, realisasi program peningkatan kualitas karantina pertanian dan penawasan keamanan hayati

selama 2016-2019 rata-rata realisasi mencapai 98,92 persen. Capaian ini dapat dikatakan berhasil karena mampu

melewati katagori 80 persen.

2016 2017 2018 2019 2020

Pagu 705.86 452.13 600.29 679.71 475.90

Realisasi 671.86 432.09 586.28 659.66 466.93

% 95.18 95.57 97.67 97.05 98.11

93.50

94.00

94.50

95.00

95.50

96.00

96.50

97.00

97.50

98.00

98.50

0.00

100.00

200.00

300.00

400.00

500.00

600.00

700.00

800.00

Pagu Realisasi %

Peningkatan

Kepatuhan,

Kerja sama

dan

Pengembang

an Sistem

Informasi

Perkaranti…

Peningkatan

Sistem

Karantina

Hewan dan

Keamanan

Hayati

Hewani

Peningkatan

Sistem

Karantina

Tumbuhan

dan

Keamanan

Hayati nabati

Dukungan

Manajemen

dan

Dukungan

Teknis

Lainnya pada

Badan

Karantina…

Peningkatan

Kualitas

Penyelengga

raan

laboratorium

Uji Standard

an Uji

Terapan…

Peningkatan

Kualitas

Pelayanan

Karantina

dan

Pengawasan

Keamanana

Hayati

TOTAL

2016 98.72 99.04 96.85 98.78 98.58 98.73 98.72

2017 98.38 94.85 98.67 98.03 99.35 98.5 98.47

2018 99.53 98.50 99.50 99.67 99.71 99.38 99.29

2019 99.80 97.99 97.92 99.67 99.65 99.13 99.18

9293949596979899

100101

2016 2017 2018 2019

Page 12: DUKUNGAN APBN TERHADAP SEKTOR PERTANIAN

12

Juli 2021 ANALISIS RINGKAS CEPAT PUSAT KAJIAN

ANGGARAN

03/ARC.PKA/VII/2021

Melalui Program Peningkatan Kualitas Pengkarantinaan Pertanian dan Pengawasan Keamanan Hayati untuk

Mendukung Ketahanan Pangan Berkelanjutan yang tertuang dalam Renstra 2020 – 2024, sasaran program Badan

karantina Pertanian yaitu; Aman dari ancaman OPTK/ HPHK dan Keamanan Hayati; Peningkatan daya saing Komoditas

Pertanian; Tindakan Karantina, Pengawasan dan Pengendalian yang efektif dan efisien; Terwujudnya birokrasi karantina

pertanian yang efektif, efisisien dan berorientasi pada layanan prima; serta terkelolanya anggran karantina pertanian

secara efisien dan akuntabel. Selama tahun 2020, pencapaian realisasi dari target program mencapai 100 persen. Hal

ini menandakan program yang dijalankan tersebut dapat dikatakan berhasil.

Namun masih ada yang beberapa perlu

diperbaiki dalam meningkatkan kualitas

kinerja Badan karantina Pertanian yaitu

SDM dan sarana/prasarana tindakan

karantina yang saling berkaitan satu sama

lain. Seperti diketahui bahwa secara

geografis Negara Republik Indonesia

merupakan Negara Kepulauan yang terletak

diantara 2 benua yaitu Asia dan Australia.

Resiko masuk dan menyebarnya HPHK dan

OPTK ke dalam wilayah RI dari tahun ke

tahun terus meningkat. Hal ini dapat

ditunjukkan dengan frekuensi sertifikasi

yang meningkat 9,27 persen, pada tahun

2016 total sertifikasi 1,3 juta dan di tahun di

tahun 2020 menjadi 1,5 juta. Disisi lain

jumlah petugas karantina masih belum

sebanding dengan jumlah pintu-pintu

pemasukan dan pengeluaran yang menjadi

kendali tugas dan fungsi Badan Karantina

Pertanian.

Gambar 19. Sertifikasi Karantina Hewan dan Karantina Tumbuhan Tahun

2016-2020

Sumber: LAPKIN BARANTAN, diolah.

Apabila melihat sarana dan prasarana tindakan karantina, Badan Karantina Pertanian terus melakukan upaya

perbaikan dengan melihat keterbatasan anggaran yang ada di UPT. Maka dari itu, hal-hal yang perlu mendapatkan

perhatian yaitu pertama, meningkatkan kualitas SDM Badan Karantina Pertanian dengan terus mengasah dan

meningkatkan kompetensinya sebagai petugas karantina melalui diklat teknis, pendidikan formal S-2/S-3 sesuai

bidang tugas dan fungsinya, mengikut sertakan petugas karantina dalam even-even strategis baik nasional maupun

internasional (Workshop, Seminar, Short Course terkait dengan Karantina); kedua, melakukan identifikasi dan

prioritas pembangunan atau renovasi terhadap tempat-tempat pemasukan yang menjadi titik kritis dalam upaya

pengendalian risiko masuk, menyebar dan keluarnya HPHK/OPTK, seperti sarana dan prasarana pemeriksaan

laboratories, sarana dan prasarana tindakan perlakuan dan pemusnahan.

0

200,000

400,000

600,000

800,000

1,000,000

1,200,000

1,400,000

1,600,000

2016 2017 2018 2019 2020

Karantina Hewan (KH) 700,703 632,226 618,213 701,041 665,262

Karnatina Tumbuhan (KT) 688,372 817,291 755,488 772,822 858,702

Total 1,389,0751,449,5171,373,7011,473,8631,523,964

Karantina Hewan (KH) Karnatina Tumbuhan (KT) Total

Page 13: DUKUNGAN APBN TERHADAP SEKTOR PERTANIAN

13

Juli 2021 ANALISIS RINGKAS CEPAT PUSAT KAJIAN

ANGGARAN

03/ARC.PKA/VII/2021

TIM PENYUSUN

Penanggung Jawab Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E., M.Si.

(Kepala Pusat Kajian Anggaran)

Penulis

Dahiri, S.Si., M.Sc. (Analis APBN di Pusat Kajian Anggaran) Rosalina Tineke Kusumawardhani, S.E

(Analis APBN di Pusat Kajian Anggaran) Linia Siska Risandi, S.AP

(Analis APBN di Pusat Kajian Anggaran) Emilia Octavia, S.T. M.Ak

(Analis APBN di Pusat Kajian Anggaran)

Deasy Dwi Ramiayu, S.E. (Analis APBN di Pusat Kajian Anggaran)

Diterbitkan oleh Pusat Kajian Anggaran

Badan Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI

Juli, 2021