BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan keperawatan di Indonesia telah mengalami perubahan yang sangat pesat menuju perkembangan keperawatan sebagai profesi. Proses ini merupakan suatu perubahan yang sangat mendasar dan konsepsional, yang mencakup seluruh aspek keperawatan baik aspek pelayanan atau aspek-aspek pendidikan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kehidupan keprofesian dalam keperawatan. Dalam menjalankan profesinya sebagai tenaga perawat professional senantiasa memperhatikan etika keperawatan yang mencakup tanggung jawab perawat terhadap klien (individu, keluarga, dan masyarakat). Selain itu, dalam memberikan pelayanan keperawatan yang berkualitas tentunya mengacu pada standar praktek keperawatan yang merupakan komitmen profesi keperawatan dalam melindungi masyarakat terhadap praktek yang dilakukan oleh anggota profesi dalam hal ini perawat. 1 | Page
35
Embed
Dugaan Kasus Malpraktik Dalam Pelanggaran Etik Dan Disiplin Hukum (1)
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan keperawatan di Indonesia telah mengalami
perubahan yang sangat pesat menuju perkembangan keperawatan sebagai
profesi. Proses ini merupakan suatu perubahan yang sangat mendasar dan
konsepsional, yang mencakup seluruh aspek keperawatan baik aspek
pelayanan atau aspek-aspek pendidikan, pengembangan dan pemanfaatan
ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kehidupan keprofesian dalam
keperawatan.
Dalam menjalankan profesinya sebagai tenaga perawat
professional senantiasa memperhatikan etika keperawatan yang mencakup
tanggung jawab perawat terhadap klien (individu, keluarga, dan
masyarakat). Selain itu, dalam memberikan pelayanan keperawatan yang
berkualitas tentunya mengacu pada standar praktek keperawatan yang
merupakan komitmen profesi keperawatan dalam melindungi masyarakat
terhadap praktek yang dilakukan oleh anggota profesi dalam hal ini
perawat.
Dalam menjalankan tugas keprofesiannya, perawat bisa saja
melakukan kesalahan yang dapat merugikan klien sebagai penerima
asuhan keperawatan, bahkan bisa mengakibatkan kecacatan dan lebih
parahnya mengakibatkan kematian, terutama bila pemberian asuhan
keperawatan tidak sesuai dengan standar praktek keperawatan. Kejadian
ini di kenal dengan malpraktek.
Di dalam setiap profesi termasuk profesi tenaga kesehatan berlaku
norma etika dan norma hukum. Oleh sebab itu apabila timbul dugaan
adanya kesalahan praktek sudah seharusnya diukur atau dilihat dari sudut
1 | P a g e
pandang kedua norma tersebut. Kesalahan dari sudut pandang etika
disebut ethical malpractice dan dari sudut pandang hukum disebut
yuridical malpractice. Hal ini perlu dipahami mengingat dalam profesi
tenaga perawatan berlaku norma etika dan norma hukum, sehingga apabila
ada kesalahan praktek perlu dilihat domain apa yang dilanggar.
Karena antara etika dan hukum ada perbedaan-perbedaan yang
mendasar menyangkut substansi, otoritas, tujuan dan sanksi, maka ukuran
normatif yang dipakai untuk menentukan adanya ethical malpractice atau
yuridical malpractice dengan sendirinya juga berbeda. Yang jelas tidak
setiap ethical malpractice merupakan yuridical malpractice akan tetapi
semua bentuk yuridical malpractice pasti merupakan ethical malpractice.
Untuk menghindari terjadinya malpraktek ini, perlu diadakan
kajian-kajian etika dan hukum yang menyangkut malpraktek khususnya
dalam bidang keperawatan sehingga sebagai perawat nantinya dalam
menjalankan praktek keperawatan senantiasa memperhatikan kedua aspek
tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka
permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah dugaan
malpraktek dalam pelanggaran etika dan disiplin hukum.
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui peran
tenaga kesehatan khususnya perawat dalam menanggani dugaan
malpraktek dalam pelanggaran etika dan disiplin hukum.
2 | P a g e
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dugaan Malpraktek
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan
tidak selalu berkonotasi yuridis. Malpraktek secara harfiah “mal”
mempunyai arti salah, sedangkan “praktek” mempunyai arti pelaksanaan
atau tindakan, sehingga malpraktek berarti pelaksanaan atau tindakan yang
salah.
Definisi malpraktek profesi kesehatan adalah kelalaian dari seorang
dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu
pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim
dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran
dilingkungan yang sama.
Dalam memberikan pelayanan wajib bagi pemberi jasa untuk
menginformasikan kepada konsumen secara lengkap dan komprehensif
semaksimal mungkin.Namun, penyalahartian malpraktek biasanya terjadi
karena ketidaksamaan persepsi tentang malpraktek.
Guwandi (1994) mendefinisikan malpraktik sebagai kelalaian dari
seorang dokter atau perawat untuk menerapkan tingkat keterampilan dan
pengetahuannya di dalam memberikan pelayanah pengobatan dan
perawatan terhadap seorang pasien yang lazim diterapkan dalam
mengobati dan merawat orang sakit atau terluka di lingkungan wilayah
yang sama.
Ellis dan Hartley (1998) mengungkapkan bahwa malpraktik
merupakan batasan yang spesifik dari kelalaian (negligence) yang
ditujukan pada seseorang yang telah terlatih atau berpendidikan yang
menunjukkan kinerjanya sesuai bidang tugas/pekerjaannya.Malpraktik
dalam keperawatan adalah suatu batasan yang digunakan untuk
menggambarkan kelalaian perawat dalam melakukan kewajibannya.
3 | P a g e
Ada dua istilah yang sering dibicarakan secara bersamaan dalam
kaitannya dengan malpraktik yaitu kelalaian dan malpratik itu sendiri.
Kelalaian adalah melakukan sesuatu dibawah standar yang ditetapkan oleh
aturan/hukum guna melindungi orang lain yang bertentangan dengan
tindakan-tindakan yang tidak beralasan dan berisiko melakukan kesalahan
(Keeton, 1984 dalam Leahy dan Kizilay, 1998).
Menurut Hanafiah dan Amir (1999) kelalaian adalah sikap yang
kurang hati-hati, yaitu tidak melakukan sesuatu yang seharusnya seseorang
lakukan dengan sikap hati-hati dan wajar, atau sebaliknya melakukan
sesuatu yang dengan sikap hati-hati tetapi tidak dilakukannya dalam situasi
tersebut.
Guwandi (1994) mengatakan bahwa kelalaian adalah kegagalan
untuk bersikap hati-hati yang pada umumnya wajar dilakukan seseorang
dengan hati-hati dalam keadaan tersebut. Dari pengertian di atas, dapat
diartikan bahwa kelalaian lebih bersifat ketidaksengajaan, kurang teliti,
kurang hati-hati, acuh tak acuh, sembrono, tidak peduli terhadap
kepentingan orang lain, tetapi akibat, yang ditimbulkan bukanlah
tujuannya.
Malpraktik tidak sama dengan kelalaian. Malpraktik.sangat spesifik
dan terkait dengan status profesional dan pemberi pelayanan dan standar
pelayanan profesional. Malpraktik adalah kegagalan seorang profesional
(misalnya, dokter dan perawat) untuk melakukan praktik sesuai dengan
standar profesi yang berlaku bagi seseorang yang memiliki keterampilan
dan pendidikan (Vestal, K.W, 1995).
Kelalaian memang termasuk dalam arti malpraktik, tetapi di dalam
malpraktik tidak selalu harus ada unsure kelalaian. Malpraktik lebih luas
daripada negligence karena selain mencakup arti kelalaian, istilah
malpraktik pun mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan dengan
sengaja (criminalmalpractice) dan melanggar undang-undang.Di dalam
arti kesengajaan tersirat adanya motif (guilty mind) sehingga tuntutannya
dapat bersifat perdata atau pidana.
4 | P a g e
Dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan malpraktik adalah
1. Melakukan suatu yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang
tenaga kesehatan.
2. Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan
kewajibannya (negligence) ; dan
3. Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
B. Malpraktik Dalam Keperawatan.
Banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan
kelalaian atau malpraktik. Perawat dan masyarakat pada umumnya tidak
dapat membedakan antara kelalaian dan malpraktik. Walaupun secara
nyata jelas perbedaannya sebagaimana telah diuraikan terdahulu.
Malpraktik lebih spesifik dan terkait dengan status profesional seseorang
misalnya perawat, dokter atau penasehat hukum.
Menurut Vestal, K.W. (1995) mengatakan bahwa untuk
mengatakan secara pasti malpraktik, apabila penggugat dapat
menunjukkan dibawah ini :
1. Duty – Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajibanya yaitu
kewajiban untuk mempergunakan segala ilmu dan kepandaiannya untuk
menyembuhkan atau setidak-tidaknya meringankan beban penderitaan
pasiennya berdasarkan stadar profesi. Hubungan perawat-klien
menunjukkan bahwa melakukan kewajiban berdasarkan standar
keperawatan.
2. Breach of the duty--- pelanggaran terjadi sehubungan dengan
kewajibannya artinya menyimpang dari apa yang seharusnya dilakukan
menurut standar profesinya.Pelanggaran yang terjadi terhadap pasien
(misalnya kegagalan dalam memenuhi standar keperawatan yang
ditetapkan sebagai kebijakan rumah sakit.
3. Injury – Seseorang mengalami injury atau kerusakan (damage) yang
dapat dituntut secara hukum (misalnya pasien mengalami cedera sebagai
5 | P a g e
akibat pelanggaran. Keluhan nyeri, atau adanya penderitaan atau stress
emosi dapat dipertimbangkan sebagai akibat cedera hanya jika terkait
dengan cedera fisik).
4. Proximate caused—pelanggaran terhadap kewajibannya
menyebabkan/terkait dengan injury yang dialami (misalnya cedera yang
terjadi secara langsung berhubungan dengan pelanggaran terhadap
kewajiban perawat terhadap pasien).
Sebagai penggugat, harus mampu menunjukkan bukti pada setiap
elemen dari keempat elemen di atas. Jika semua elemen itu dapat
dibuktikan hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi malpraktik, dan
perawat berada pada tuntutan malpraktik. Terhadap tuntutan malpraktik,
pelanggaran dapat bersifat :
1. Pelanggaran etika profesi. Terhadap pelanggaran ini sepenuhnya oleh
organisasi profesi (Majelis Kode Etik Keperawatan) sebagaimana
tercantum pada pasal 26 dan 27 Anggaran Dasar PPNI. Sebagaimana
halnya doter, maka perawat pun merupakan tenaga kesehatan yang
preofesional yang menghadapi banyak masalah moral/etik sepanjang
melaksanakan praktik profesional. Beberapa masalah etik yang sering
terjadi pada tenaga keperawatan antara lain moral unpreparedness, moral
blindness, amoralism, dan moral fanatism. Untuk menangani masalah etika
yang terjadi pada tenaga keperawatan dilakukan organisasi profesi
keperawatan (PPNI) melalui Majelis Kode Etik Keperawatan.
2. Sanksi administratif. Berdasarkan Keppres No.56 tahun 1995 dibentuk
Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) dalam rangka pemberian
perlindungan yang seimbang dan objetif kepada tenaga kesehatan dan
masyarakat penerima pelayanan kesehatan. MDTK bertugas meneliti dan
menentukan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan
standar profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan
pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil pemeriksaan MDTK akan
dilaporkan kepada pejabat kesehatan berwenang untuk mengambil
6 | P a g e
tindakan disiplin terhadap tenaga kesehatan dengan memperhatikan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tindakan sebagaimana yang
dimaksud tidak mengurangi ketentuan pada : pasal 54 ayat (1) dan ayat
(2) UU No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan, yaitu :(1). Terhadap tenaga
kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan
profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
(2). Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga
Kesehatan.
Keanggotaan MDTK terdiri dari unsur Sarjana Hukum, ahli kesehatan
yang diwakili organisasi profesi di bidang kesehatan, ahli agama, ahli
psikologi, dan ahli sosiologi. Organisasi ini berada baik di tingkat pusat,
juga ditingkat Propinsi. Sejauh ini di Sulawesi Selatan belum terbentuk
MDTK.
3. Pelanggaran hukum. Pelanggaran dapat bersifat perdata maupun
pidana. Pelanggaran yang bersifat perdata sebagaimana pada UU No.23
tahun 1992 pada pasal 55 ayat (1) dan ayat (2) berbunyi:
(1) Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesdalahan atau kelalaian
yang dilakukan tenaga kesehatan.
(2). Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hal yang berhubungan dengan ganti rugi dapat bersifat negosiasi atau
diselesaikan melalui pengadilan. Pelanggaran yang bersifat pidana
sebagaimana pada UU No.23 tahun 1992 pada Bab X (Ketentuan Pidana)
berupa pidana penjara dan atau pidana denda, atau sebagimana pada
pasal 61 dan 62 UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
berbunyi :
Pasal 61 : Penentuan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha
dan/atau pengurusnya.
7 | P a g e
Pasal 62 :
(1). Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud