Top Banner
BAB 1 PENDAHULUAN Dalam usia reproduktif, perdarahan uterus abnormal dapat terjadi sekunder akibat dari kehamilan, kelainan sistem hemostasis dan struktur patologis traktus genitalis atau karena perdarahan uterus disfungsional. Perdarahan uterus disfungsional dapat terjadi pada siklus ovulatorik maupun anovulatorik. Perdarahan uterus disfungsional ovulatorik terjadi karena kelainan hemostasis lokal pada endometrium. Mekanisme pada perdarahan disfungsional anovulatorik, umumnya bersifat sistemik karena pengaruh endokrin terhadap kondisi endometrium. Estrogen menyebabkan terjadinya hiperplasia endometrium dan kelainan mekanisme hemostasis lokal yang terjadi sekunder karena tidak adanya produksi progesteron secara siklik dan berhubungan dengan biosintesa endotelin-1, prostaglandin dan substansi lain yang berperan pada hemostasis endometrium (9,27) . Perdarahan menstruasi yang banyak atau menoragia, merupakan masalah kesehatan yang cukup penting di negara yang sedang berkembang terlihat dari laporan mengenai indikasi terbanyak alasan kasus rujukan kepada ginekolog di negara berkembang untuk penanganan bedah akibat kelainan haid pada usia di atas 40 tahun adalah menoragia ( urutan pertama ), perdarahan intermenstrual yang persisten ( urutan kedua ), kegagalan terapi medikamentosa ( urutan ketiga ) yang terakhir faktor-
46

Dub

Jul 20, 2016

Download

Documents

praptiwi

fertilisasi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Dub

BAB 1

PENDAHULUAN

Dalam usia reproduktif, perdarahan uterus abnormal dapat terjadi sekunder akibat dari

kehamilan, kelainan sistem hemostasis dan struktur patologis traktus genitalis atau

karena perdarahan uterus disfungsional. Perdarahan uterus disfungsional dapat terjadi

pada siklus ovulatorik maupun anovulatorik. Perdarahan uterus disfungsional

ovulatorik terjadi karena kelainan hemostasis lokal pada endometrium. Mekanisme

pada perdarahan disfungsional anovulatorik, umumnya bersifat sistemik karena

pengaruh endokrin terhadap kondisi endometrium. Estrogen menyebabkan terjadinya

hiperplasia endometrium dan kelainan mekanisme hemostasis lokal yang terjadi

sekunder karena tidak adanya produksi progesteron secara siklik dan berhubungan

dengan biosintesa endotelin-1, prostaglandin dan substansi lain yang berperan pada

hemostasis endometrium(9,27).

Perdarahan menstruasi yang banyak atau menoragia, merupakan masalah kesehatan

yang cukup penting di negara yang sedang berkembang terlihat dari laporan mengenai

indikasi terbanyak alasan kasus rujukan kepada ginekolog di negara berkembang

untuk penanganan bedah akibat kelainan haid pada usia di atas 40 tahun adalah

menoragia ( urutan pertama ), perdarahan intermenstrual yang persisten ( urutan

kedua ), kegagalan terapi medikamentosa ( urutan ketiga ) yang terakhir faktor-faktor

lain seperti biopsi yang abnormal serta dismenore berat. (26,30).

Secara obyektif menoragia didefinisikan sebagai hilangnya darah pada saat menstruasi

lebih dari 80 ml per bulan. Studi populasi menunjukkan bahwa 40 % wanita usia

reproduktif dengan perdarahan ≥ 80 ml, dan hampir sepertiga dari seluruh wanita

pernah mengalami keluhan menstruasi yang berlebihan(29).

Saat ini dalam hal pengobatan klinis paradigma evidence base medicine (EBM )

menitik beratkan aplikasi pengobatan yang paling efektif dan pentingnya alasan yang

rasional dalam penggunaan suatu obat dalam kerangka manajemen suatu penyakit. Di

Inggris lebih dari sepertiga dokter meresepkan noretisteron ( yang sebenarnya

merupakan pilihan pengobatan perdarahan uterus disfungsional yang paling tidak

efektif menurut EBM ) sebagai pengobatan lini pertama, dan hanya 1 dari 20 orang

yang meresepkan asam traneksamat (yang menurut EBM merupakan pengobatan lini

pertama perdarahan uterus disfungsional yang paling efektif ). Di New Zaland

ternyata penggunaan asam traneksamat juga sangat terbatas, 50 % ginekolog masih

Page 2: Dub

menggunakan progesteron sebagai pilihan utama dan kurang dari 10 % yang

menggunakan asam traneksamat(9,26,30).

Ada beberapa hal penting yang harus dievaluasi dalam penanganan perdarahan uterus

disfungsional secara rasional dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Menoragia karena perdarahan uterus disfungsional adalah masalah kesehatan

wanita yang penting

2. Meskipun sudah terdapat banyak bukti-bukti mengenai keefektifan pengobatan

secara evidence based ternyata pengobatan yang kurang tepat masih banyak

dilakukan

3. Adanya panduan pengobatan rasional untuk menoragia karena perdarahan

uterus disfungsional menurut evidence based

4. Pengobata yang tepat dan efektif akan meningkatkan kepuasan pasien

5. Keberhasilan terapi medikamentosa merupakan alternatif yang efektif untuk

menghindari tindakan bedah(30)

Pada kesempatan ini akan dibahas mengenai penggunaan antifibrinolitik, asam

traneksamat sebagai pilihan pengobatan lini pertama berdasarkan evidence based

medicine dalam penanganan menoragia karena perdarahan uterus disfungsional.

2

Page 3: Dub

BAB 2

PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

Dari semua hubungan hormonal dengan endometrium, endometrium paling stabil dan

fungsi menstruasi yang paling reproduktif dalam kualitas dan durasi perdarahan

karena estrogen dan progesteron pasca ovulasi. Dengan karakteristik gambaran

perjalanan yang khas. Setiap deviasi, durasi yang lebih panjang atau pendek,

perdarahan lebih banyak atau sedikit akan mempengaruhi perhatian pasien(10,27).

Menar, diikuti 5-7 tahun siklus awal yang lebih panjang, kemudian lebih teratur

dengan siklus lebih pendek seperti siklus usia reproduktif. Setelah usia 40 tahun siklus

menjadi lebih panjang lagi(10,27).

2.1. Definisi

Perdarahan uterus disfungsional adalah perdarahan abnormal dari uterus tanpa

ditemukan kelainan organik pada traktus genitalia maupun ekstra genitalia.

Perdarahan uterus disfungsional terjadi hanya akibat gangguan fungsi mekanisme

kerja poros hipotalamus, hipofise dan ovarium serta target organnya dalam hal ini

endometrium. Perdarahan uterus disfungsional dapat terjadi pada siklus ovulatorik

atau anovulatorik. Pendarahan abnormal terjadi pada frekuensi, jumlah, durasi atau

kombinasinya. Perdarahan yang bervariasi sebagai manifestasi siklus anovulasi, tanpa

kelainan medis atau patologis(4,27).

2.2. Epidemiologi

Perdarahan uterus disfungsional sering terjadi pada usia reproduktif. Prevalensi tinggi

pada adolesen dan premenopause. Prevalensi perdarahan uterus disfungsional 5 %

dari seluruh wanita menstruasi dilaporkan Wren tahun 1998. Dari semua kasus

ginekologi 15 – 20 % dengan perdarahan uterus disfungsional , 11 % berusia < 20

tahun, 50 % antara 20 – 40 tahun dan 39 % diatas 40 tahun(26,27).

Penelitian WHO tahun 1998, mendapatkan wanita dengan keluhan menoragia 1.011

dari 5.322 ( 19 % ) berdasarkan survey yang dilakukan di 14 negara yang berbeda(26).

2.3. Patofisiologi

Pada menstruasi normal terjadi pelepasan, pembentukan dan perbaikan lapisan

fungsional endometrium. Destruksi dan regenerasi endometrium dikendalikan oleh

faktor lokal yang tergantung pada estrogen dan progesteron. Prostaglandin dan

endotelin adalah substansi vasoaktif yang mengatur kehilangan darah menstruasi.

Konsentrasi endotelin jaringan bekerja sama dengan relaxing factor, seperti

nitricoxide, meningkatkan dan memperpanjang kehilangan darah menstruasi (10).

3

Page 4: Dub

Endometrium normal kaya akan fosfolipase yang dibutuhkan pada konversi asam

lemak prekursor asam arachidonat. Pada fase luteal akhir cyclo – oxygenase berperan

pada konversi asam arachidonat menjadi endoperoksidase, yang dibawah sintetase

spesifik berubah menjadi prostaglandin F2α ( vasokontriktor dan aggregator trombosit

lemah ), prostaglandin E2 ( vasodilator dan antiagregasi platelet ), prostaglandin D2

( aglutinasi inhibitor, prostaglandin I2 ( vasodilator dan antiagregasi platelet) dan

tromboxan A2 ( vasokontriktor dan platelet aggregator ). Pada mensruasi normal, rasio

prostaglandin F2α : prostaglandin E2 dalam cairan menstuasi 2 : 1(10,27,29).

Ecosanoid yang diproduksi leukosit melalui kerja lipooxygenase pada asam

arachidonat. Jumlah perdarahan menstruasi sesuai dengan derajat infiltrasi leukosit. (27)

Progesteron withdrawal bleeding / perdarahan sinambung progesteron menyebabkan

hancurnya lysosom dan pelepasan fosfolipase A2. Ditandai dengan meningkatnya

plasminogen aktivator dan aktivitas fibrinolitik dalam darah menstruasi pada

perdarahan uterus disfungsional. Perdarahan uterus disfungsional primer terjadi

karena gangguan metabolisme ecosanoid dalam sistem fibrinolitik dan enzim

lisosomal endometrium(3,27).

Pada perdarahan uterus disfungsional dengan siklus ovulatorik, produksi

prostaglandin yang disekresi endometrium dengan perbandingan terbesar dari

prostaglandin F2α / prostaglandin E2 / prostaglandin D2 menjadi prostaglandin E2 /

prostaglandin D2 / prostaglandin F2α. Terjadi peningkatan sintesa prostaglandin I2

miometrium yang menmyebabkan dilatasi arteri radialis dan meningkatnya

perdarahan(11,20,28).

Pada perdarahan uterus disfungsional anovulatorik, kurangnya progesteron

menyebabkan berkurangnya rasio prostaglandin F2α : prostaglandin E2 dan terjadi

peningkatan relatif prostaglandin E2, yang merupakan vasodilator dan anti agregasi

platelet, menyebabkan bertambahnya perdarahan. Kontraksi uterus tidak terjadi dan

tidak nyeri adalah tanda dari siklus anavolusi(10,19,27).

Etiologi perdarahan uterus disfungsional yang paling sering adalah perdarahan karena

sinambung estrogen / estrogen withdrawal bleeding atau perdarahan lucut estrogen /

estrogen break through bleeding pada pasien dengan siklus anovulatorik(10,19,27).

Pada kasus progesteron negatif menyebabkan inhibisi sintesa DNA dan mitosis,

respon proliferatif estrogen menyebabkan pertumbuhan endometrium dengan

integritas matrik stroma yang lemah sehingga terjadi pelepasan spontan. Pada keadaan

4

Page 5: Dub

normal terjadi mekanisme kontrol yang membatasi menstruasi, perdarahan dapat

berkepanjangan dan eksesif pada keadaan tanpa progesteron(19,27).

2.3.1.Perdarahan uterus disfungsional ovulatorik

Perdarahan uterus disfungsional ovulatorik disebabkan oleh fase proliferasi abnormal

atau korpus luteum abnormal.

a.Fase proliferasi abnormal

Pada fase proliferasi abnormal dapat terjadi fase proliferasi yang panjang atau pendek.

Gangguan panjang siklus lebih sering dibandingkan dengan perdarahan yang banyak.

1. Fase proliferasi panjang

Gambaran normal pada menark, mungkin pada sindrom ovarium polikistik dengan

fase proliferasi panjang sehingga terjadi oligomenare. Pada wanita tua merupakan

petanda menopause.

2. Fase proliferasi pendek

Mengarah pada polimenore, ovulasi yang terjadi normal tetapi terjadi hipersensitif

ovarium.

b.Abnormalitas Korpus luteum

1. Insuffiensi Korpus luteum

Perkembangan korpus luteum yang inadekuat menyebabkan kurangnya produksi

progesteron dan kurangnya perubahan sekresi endometrium ditandai dengan

berkurangnya rasio prostaglandin F2α : prostaglandin E2 pada endometrium dan

darah haid. Terjadi premenstrual spotting dan / atau siklus pendek(3,9,18,26).

2. Persisten korpus luteum

Terjadi karena sekresi estrogen dan progesteron yang terus menerus. Tidak terjadi

penurunan tajam kadar hormon yang menyebabkan menstruasi terjadi(3,9,18,26).

Menyebabkan pelepasan fosfolipase A2 tidak adekuat dan pelepasan prostaglandin

tidak adekuat, dengan irregular shedding endometrium. Terjadi perpanjangan

menstruasi yang tidak normal dan fragmen endometrium ditemukan lebih dari 48

jam setelah onset menstruasi(19,27).

Perdarahan uterus ovulatorik tejadi karena kelainan hemostasis lokal endometrium.

Fisiologis, progesterone withdrawal sebagai pencetus perdarahan menstruasi. Melalui

rangsangan vasokontriksi arteri spiralis yang dimodulasi prostaglandin F2α dan

endotelin-1, yang ditemukan pada endometrium premenstruasi dan permukaan

miometrium. Prostaglandin dengan kerja vasodilator, prostaglandin E2 dapat diukur

5

Page 6: Dub

dari stroma endometrium dan prostaglandin I2 dari superfisial miometrium. Pada

menoragia rasio prostaglandin F2α : E2 menurun dan kadar prostaglandin I2 meningkat.

Nitrik oksida (NO) adalah vasodilator poten lain, dan penghambat agregasi trombosit

yang dapat ditemukan di kelenjar dan sel stroma endometrium. Nitrik oksida

mempengaruhi hemostasis menstruasi seperti kerja prostaglandin I2. Belum ada data

yang telah dipublikasikan tentang hubungan antara kadar nitrik oksida dengan volume

dan lama perdarahan menstruasi(10,19,27).

Mekanisme lain yang merangsang dan mengendalikan perdarahan menstruasi adalah

mediator sitokin. Matriks ekstraselular endometrium lepas karena pengaruh matriks

metaloproteinase (MMPs) dan enzim proteolisis lain yang dilepaskan sesuai dengan

penurunan kadar progesteron pada fase luteal. Produksi dan pelepasan matriks

metaloproteinase dengan mediator sitokin, termasuk interleukin 1 (IL-1) dan tumor

necrosing factor α (TNF α) yang disekresi sel mast dan sel lain yang bermigrasi ke

endometrium yang meningkat kemudian pada fase luteal(10,19,27).

2.3.2.Perdarahan uterus disfungsional anovulatorik

Perdarahan uterus disfungsional dengan siklus anovulatorik umumnya tejadi karena

abnormalitas endokrin.

1. Insufisiensi perkembangan folikel

Terjadi peningkatan progresif estrogen yang diikuti dengan turunnya sekresi

estrogen secara tiba-tiba karena umpan balik inhibisi dari hipofise, sehingga

proliferasi endometrium tidak diikuti proses iskemia. Dengan akibat, pelepasan

yang terjadi umumnya irregular, inkomplit dan berkepanjangan menyebabkan

perdarahan banyak. Siklus menjadi irregular. Pada thresthold bleeding, sekresi

estrogen meningkat tetapi titernya sekitar nilai ambang kritis, dibawah kadar yang

dapat memelihara endometrium. Sehingga terjadi perdarahan irregular dan asiklik.

2. Folikel ovarium persisten (metropatia hemoragik)

Tipe perdarahan uterus disfungsional klasik terjadi karena peningkatan sekresi

estrogen sangat lambat dan umpan balik inhibisi hipofise tidak terjadi. Stimulasi

endometrium yang lama oleh estrogen menyebabkan hiperplasia yang berlangsung

sampai estrogen turun atau bagian endometrium yang sedang tumbuh tidak

mendapat supply darah dan lepas. Siklus panjang dengan periode amenore yang

diikuti oleh pelepasan endometrium hiperplastik dan perdarahan banyak.

Pelepasan endometrium mungkin tidak komplit dengan akibat perdarahan terus

dan asiklik(10,19,27).

6

Page 7: Dub

Mekanisme perdarahan uterus disfungsional anovulatorik umumnya bersifat sistemik.

Kelainan mekanisme hemostsis local terjadi sekunder karena tidak adanya produksi

progesteron dan berhubungan dengan biosintesa endotelin-1, prostaglandin dan

substansi lain yang berperan pada hemostasis endometrium. Perdarahan uterus

disfungsional anovulatorik terjadi karena pengaruh endokrin terhadap kondisi

endometrium, estrogen menyebabkan terjadinya hiperplasia endometrium. Pada

keadaan anovulasi dapat terjadi perdarahan eksesif, karena pada keadaan tanpa

pelepasan progesteron dan tidak terjadi deskuamasi periodik maka tebal endometrium

menjadi abnormal tanpa struktur penyangga yang kuat. Vaskularisasi jaringan

meningkat, kelenjar bertambah tanpa matriks penyokong stroma yang kuat. Jaringan

ini fragil dan permukaannya akan mudah lepas dan berdarah. Tidak terjadinya ovulasi

menyebabkan perdarahan yang tidak dapat diprediksi(10,19,27).

2.4. Patologi Endometrium

Hubungan antara gambaran histologi endometrium dengan jumlah dan tipe

perdarahan sangat sedikit. Variasi yang lebar dari endometrium ditemukan pada

perdarahan uterus disfungsional, banyak kasus perdarahan uterus disfungsional

dengan sekresi endometrium normal (60 %).

Endometrium pada siklus ovulasi

a. Pematangan endometrium irregular, 15 – 25 kasus dengan menoragi ovulasi.

Endometrium dengan perubahan proliferatif dan sekretorik.

b. Pelepasan irregular

Terjadi maldesisualisasi endometrium dengan aktivitas sekresi glandula yang

berkepanjangan. Terjadi perubahan sel stroma dari nukleus yang besar bulat

menjadi sel pipih, pertanda fase proliferasi.

Endometrium pada siklus anovulasi

a. Proliferasi endometrium

Tipe ini ditemukan pada wanita dewasa dan sebelum menopause.

b. Hiperplasi endometrium

Diagnosa umum (30%) abnormalitas perdarahan uterus disfungsional.

Bervariasi dari penyimpangan ringan fase proliferasi (atipik) petanda

pertumbuhan adenokarsinoma endometrium. Struma dan glandula bertambah

dan dilatasi, dengan bentuk tipikal swiss cheese appearance. Terjadi

vaskularisasi vena pada permukaan endometrium. Terjadi infark dan trombosis

7

Page 8: Dub

pembuluh darah dengan nekrosis dan pelepasan lapisan superfisial endometrium

sehingga terjadi menoragia.

Hiperplasia endometrium mungkin mengalami pertumbuhan progresif dari

bentuk jinak menjadi hiperplasi adenomatous bahkan carninoma(19,27).

Endometrium Atropik

Sering pada perdarahan uterus post menopause. Dilatasi vena pada permukaan

endometrium yang tipis, jika ruptur menyebabkan perdarahan banyak(19,27).

Apoptosis endometrium

Penemuan baru oleh Stewart (1999). Proses rutin, hematoxylin dan eosin untuk

pengecatan biopsi endometrium terhadap 26 pasien, dengan gangguan menstruasi

abnormal umumnya menoragia, dan 24 kontrol. Hasil biopsi fase proliferasi dengan

batas normal. Apoptosis dan mitosis ditemukan pada minimal 100 potongan

melintang kelenjar endometrium. Dari 16 biopsi (12 kasus dengan perdarahan uterus

disfungsional dan 4 kontrol) gambaran apoptosis diidentifikasi pada sebagian besar

kontrol 5,6 /100 kelenjar, terjadi peningkatan apoptosis pada biopsi pasien dengan

perdarahan uterus disfungsional 13,9 /100 kelenjar(10).

Tidak terdapat perbedaan gambaran mitotik. 20-25 % apoptosis tipikal tidak dapat

ditandai. Apoptosis glandula endometrium tampak pada sebagian besar biopsi fase

proliferasi dan tampak meningkat pada perdarahan uterus disfugsional. Meningkatnya

apopotosis merupakan penanda morfologis perkembangan endometrium

abnormal(10,27).

Ovarium

Ukuran ovarium bervariasi tergantung umur dan perubahan endokrinologis. Pada

pubertas tampak kista folikular dengan > 3 cm tanpa korpus luteum baru/lama.

Ovarium pada usia reproduktif adalah normal disertai persisten korpus luteum.

Ovarium premenopouse dengan kista multipel dengan ukuran bervariasi dengan

ukuran bervariasi berhubungan dengan hiperplasia endometrium(10,27).

Normal Withdrawal Bleeding/Menstruasi

Dari semua hubungan hormonal-endometrium, endometrium paling stabil dan fungsi

menstruasi yang paling reproduktif dalam kualitas dan durasi perdarahan karena

estrogen progesteron post ovulasi. Dengan karakteristik gambaran perjalanan yang

khas (10,27).

Ada 3 alasan selflimited dari perdarahan withdrawal estrogen-progesteron

8

Page 9: Dub

1. Kejadian endometrium yang umum, karena onset dan timbulnya menstruasi

berhubungan dengan hormonal, sehingga perubahan menstruasi terjadi secara

simultan diseluruh segmen endometrium.

2. Lapisan endometrium yang dipengaruhi estrogen-progesteron dengan struktur

stabil dan terhindar dari lepasnya jaringan secara acak atau fragil/ kelemahan

jaringan. Terjadi disintegrasi iskemik endometrium yang sering dan progesif

berhubungan dengan lamanya vasokontriksi.

3. Saat mulainya menstruasi, fungsional setelah estrogen-progesteron

withdrawal . Diawali vasokontriksi kemudian terjadi iskemia. Stasis pembuluh

darah, terjadi vasokontriksi lama dan kollaps endometrium menyebabkan

faktor pembekuan menutupi daerah yang berdarah. Dapat dilihat adanya

aktivitas estrogen(27).

Estrogen Withdrawal Bleeding

Kategori perdarahan ini terjadi pada penderita setelah ooforektomi bilateral, radiasi

folikel matur atau pemberian estrogen kemudian terapi dihentikan. Perdarahan terjadi

karena penghentian estrogen eksogen. Perdarahan pertengahan siklus terjadi sekunder

karena estrogen tiba-tiba dihentikan(27).

Estrogen Breakthrough Bleeding

Terdapat hubungan semikuantitatif antara stimulasi estrogen pada endometirum

dengan tipe perdarahan. Dosis estrogen yang relatif rendah menimbulkan perdarahan /

spotting intermitten yang berkepanjangan, tetapi secara umum jumlah perdarahan

sedikit. Di lain pihak kadar estrogen yang tinggi dan menetap menyebabkan periode

amenore yang kemudian diikuti perdarahan akut, profuse dengan kehilangan darah

yang banyak(27).

Progesteron Withdrawal Bleeding

Pelepasan korpus luteum menyebabkan deskuamasi endometrium. Secara

farmakologis, kejadian yang sama dapat terjadi dengan pemberian kemudian

penghentian pemberian progesterone atau sebuah nonestrogenik progestin sintetis.

Progesterone withdrawal bleeding terjadi jika endometrium awalnya telah mengalami

proliferasi karena pengaruh estrogen endogen atau estrogen eksogen. Jika terapi

estrogen dilanjutkan dengan progesterone, progesterone with drawal bleeding tetap

terjadi. Hanya jika kadar estrogen meningkat 10-20 kali maka progesterone

withdrawal bleeding akan terhambat(27).

9

Page 10: Dub

Progesteron Breakthrough Bleeding

Progesteron breakthrough bleeding terjadi pada rasio progesteron : estrogen tinggi.

Pada keadaan tanpa estrogen, terapi progesteron terus menerus akan menyebabkn

perdarahan intermitten dengan durasi bervariasi. Terjadi pada penggunaan progestin

jangka panjang seperti Norplant, Depo Provera(27).

2.5. Presentasi Klinik

Perdarahan uterus disfungsional dievaluasi berdasarkan kelompok umur dan

gambaran perdarahan / menogram.

Kelompok Umur:

a. Perimenar :

Penyakit organik dan keganasan sangat jarang dan perdarahan abnormal

sebagian besar karena disfungsional. Perdarahan uterus disfungsional pada

perimenar karena imaturitas hipotalamus dan umpan balik positif yang tidak

adekuat dan sering disertai menstruasi irregular karena kegagalan ovulasi atau

ovulasi terhambat, 40-50% kasus terselesaikan setelah 2 tahun. Prognosis lebih

baik dibandingkan dengan perdarahan uterus disfungsional yang terjadi pada

periode menstruasi normal dibandingkan dengan perdarahan uterus

disfungsional pada menar.Gangguan perdarahan harus disingkirkan dan

sebagian besar kasus ditangani dengan medikamentosa.

b. Dewasa

Sebagian besar perdarahan uterus disfungsional pada wanita usia reproduktif

dengan siklus ovulasi dan masalah dapat diatasi dengan spontan.

c. Perimenopause:

Perdarahan sebagian besar disfungsional. Singkirkan kelainan organik seperti

fibromioma, karsinoma endometrium sebelum diagnosa perdarahan uterus

disfungsional ditegakkan. Perdarahan diluar siklus dan lebih dari 50 % kasus

disertai hiperplasia endometrium(2,3,27).

Gambaran perdarahan / menogram

a. Perdarahan siklik berulang

Menoragia mungkin berhubungan dengan mioma atau penyakit radang

panggul mungkin juga perdarahan disfungsi ovulasi prognosis favorable.

b. Perdarahan irregular / diluar siklus

Mungkin disertai kelainan organik traktus genitalia bisa suatu perdarahan

anovulasi.

10

Page 11: Dub

Prognosis kurang baik, pada perimenopause harus diambil sampling

endometrium.

c. Perdarahan diantara siklus mentruasi / metrogia

Polip serviks dan endometrium, mioma sub mukus dan karsinoma serviks,

dapat menyebabkan perdarahan banyak.

Perdarahan pertengahan siklus, regular terjadi pada perdarahan uterus

disfungsional ovulasi kerena turunnya sekresi estrogen(3,10,27).

2.6. Diagnosa

Diagnosa perdarahan uterus disfungsional adalah diagnosa eksklusi. Kesulitan utama

diagnosis adalah memutuskan pemeriksaan apa yang dibutuhkan untuk

menyingkirkan kelainan organik di uterus(3,4,11,27).

Anamnesa

Umur, paritas, fertilitas, jumlah, durasi dan gambaran perdarahan. Gejala menstruasi

yang menyertai, gejala berkaitan dengan penyakit organik dan endokrin.

Kontrasepsi, hamil, stres emosional, gangguan psikiatri, latar belakang sosial dan

personal(3,4,26,27).

Pemeriksaan

Pemeriksaan untuk mengetahui kondisi umum pasien dan pemeriksaan abdominal dan

pelvis. Tujuan pemeriksaan untuk mengetahui kelainan yang menyebabkan

perdarahan uterus disfungsional, eksklusi penyakit intra uterin dan kelainan yang

berhubungan dengan perdarahan.

- Hematologi : darah lengkap, blood smear, profil koagulasi seperti bleeding

time, cloting time, trombosit count, protrombin time, APTT (activated partial

thromboplastin time).

- Transvaginal sonografi untuk menyingkirkan massa pelvis dan

komplikasinya. Endometrium bersifat dinamis, respon cepat terhadap stimulasi

ovarium sesuai dengan stimulasi hormonal endogen dan eksogen. Respon itu

tampak dari ketebalan, echogenitas, tekstur endometrium. Transvaginal

sonografi tidak bisa membedakan kelainan intracavitas

- Saline infusion sonography, infus salin dalam cavum uteri, jarak cavum

uteri diukur dan untuk melihat lesi cavum uteri, sangat nyeri pada pasien syok.

- Dilatasi dan kuretasi

Umum dikerjakan dan menggantikan pemeriksaan histeroskopi. Dilatasi dan

kuretasi, pengambilan sampel untuk pemeriksaan histologi, untuk mengetahui

11

Page 12: Dub

kelainan organik intrauterin seperti hiperplasia endometrium, carcinoma

endometrium, tuberkulosis. Dilatasi dan kuretasi merupakan prosedur

diagnostik tetapi tidak banyak membantu pada perdarahan banyak dan tidak

mengurangi perdarahan pada siklus berikutnya.

- Histeroskopi

untuk mengevaluasi area yang mengalami kelainan. Untuk rencana terapi dan

mengurangi pembedahan yang tidak diperlukan. Sensitivitasnya 98 %

sehingga menggantikan dilatasi dan kuretasi.

- Pap smear, FSH dan LH, T3/T4, dan TSH(1,8,27,29).

12

Page 13: Dub

BAB 3

PENANGANAN PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

Pilihan terapi perdarahan uterus disfungsional sangat lebar, termasuk penggunaan

nonsteroid anti inflammatory drugs ( NSAID ), anti fibrinolitik, hormonal dan

penanganan bedah. Sangat banyak pilihan obat yang efektif tetapi gejala akan muncul

lagi pada saat terapi dihentikan. Terapi jangka panjang mungkin dibutuhkan sehingga

berat dan frekuensi efek samping harus diperhitungkan(26,30).

Tujuan terapi perdarahan uterus disfungsional adalah :

1. mengendalikan perdarahan akut.

2. mencegah kekambuhan secara episodik / berulang.

3. mencegah komplikasi(26,30).

Menurut evidence-based pengobatan yang efektif untuk perdarahan uterus

disfungsional adalah :

- Asam traneksamat

- NSAID

Selanjutnya adalah :

- Kontrasepsi oral kombinasi

- Progesteron siklik ( hari ke-21 )

- Hormonal IUD

Dengan demikian yang rasional berdasarkan patofisiologi penyakit untuk mengatasi

kelainan yang terjadi diharapkan dapat meningkatkan efektivitas terapi, kepuasan

pasien dan alternatif bagi tindakan bedah(9,26,30).

3.1.Penanganan medikamentosa

Perdarahan uterus disfungsional dapat terjadi dengan keluhan kronis, perdarahan

irregular, berkepanjangan atau perdarahan di luar siklus haid yang tidak mengancam.

Tetapi pasien dengan perdarahan uterus disfungsional dapat juga mengalami

perdarahan banyak dan harus mendapat penanganan secepatnya. Penderita dengan

perdarahan akut dan banyak memerlukan terapi intensif(9,26,27,30).

Beberapa peneliti membagi perdarahan uterus disfungsional kedalam beberapa

kategori berdasarkan kadar hemoglobin yaitu perdarahan uterus disfungsional ringan

jika kadar hemoglobin > 11 gr/dl, sedang jika hemoglobin 9-11 gr/dl, berat jika

hemoglobin < 9gr/dl Konsentrasi hemoglobin yang rendah secara obyektif dapat

dipakai untuk memprediksi perdarahan yang terjadi(11).

13

Page 14: Dub

Kandidat terapi medikamentosa adalah wanita tanpa lesi organik, yang mengalami

perdarahan uterus disfungsional dan menghindari pembedahan serta berharap

mempertahankan fertilitas. Terapi medikamentosa dibagi menjadi terapi hormonal dan

non hormonal(9,23,26,27).

3.1.1. Terapi hormonal

Penggunaan terapi hormonal kurang tepat untuk mengatasi penyebab perdarahan

uterus disfungsional karena defek hormonal tidak ditemukan. Terapi hormonal untuk

mengandalikan siklus menstruasi secara eksternal sehingga perdarahan eksesif dapat

dihindarkan. Terapi hormonal tergantung pada karakteristik endometrium(6,9,20,27).

3.1.1.1. Progestin

Terapi dengan progestin ditujukan pada keadaan anovulasi, fungsi korpus luteum

tidak adekuat atau durasi korpus luteum yang tidak adekuat yang ditandai dengan

episode oligomenore yang diikuti perdarahan eksesif. Frekuensi anovulasi tinggi pada

adolesen dan pada dekade dekat menopause(27).

Progestin merupakan anti estrogen jika diberikan dalam dosis farmakologis. Progestin

menstimulasi kerja 17 β hydroxysteroid dehydrogenase dan sulfotransferase yang

berperan dalam perubahan estradiol menjadi estron sulfat. Progestin juga menghambat

efek estrogen di di sel target dengan menghambat kerja reseptor estrogen. Progestin

menghambat transkripsi onkogen dengan mediator estrogen(27).

Progestin bersifat antimitotik, mencegah hiperplasia endometrium, membatasi

pertumbuhan endometrium post ovulasi. Perdarahan eksesif sering terjadi karena

pelepasan yang irregular dari endometrium yang tumbuh secara berlebihan. Pada

wanita dengan siklus anovulasi, progestin membuat siklus menjadi ovulasi dan

menstruasi yang terjadi siklik(6).

Norethisteron dan medroxy progesteron asetat efektif untuk penanganan perdarahan

uterus disfungsional anovulatorik. Tidak efektif untuk perdarahan ovulatorik jika

diberikan dengan dosis rendah selama 5-10 hari pada fase luteal. Norethisteron dapat

untuk terapi menoragia ovulasi jika diberikan dengan dosis yang lebih tinggi selama 3

minggu ( 5 mg tiga kali sehari mulai hari 5 sampai hari 26 ) (6,9,13).

a. Pemberian sesuai siklus

Pada kasus dengan hiperplasia endometrium, diberi norehisteron asetat 5 mg/hr atau

medroxy progesteron asetat 10 mg/hr dari hari 5 sampai 25 selama 3 siklus(3,19,26,27).

14

Page 15: Dub

b. Pemberian sistemik terus menerus

Progestin diberikan terus menerus untuk menangani menoragia ovulatorik.

Norethisteron untuk terapi menoragia ovulatorik diberikan selama tiga minggu dengan

dosis 5 mg 3 kali sehari mulai hari 5 sampai hari 26 menstruasi. Depo-provera 80%

membuat amenore dalam 1 tahun dan mungkin 50 % dengan perdarahan iregular

dalam 1 tahun (3,19,26,27).

c. Pemberian lokal terus menerus

Progestin diberikan melalui impregnated IUD mengurangi perdarahan menstruasi.

Kadang-kadang diberikan sementara pada pasien yang akan dihisterektomi. Terapi

efektif untuk menoragia (kategori A), mengurangi perdarahan sampai 90 % dan

efektif sebagai kontrasepsi(9,12,26).

Levonorgestrel intrauterine system ( LNG IUS, Mirena, Shering health ), sistem ini

melepaskan 20 µg levonorgestrel setiap 24 jam dalam formulasi pelepasan tetap, dan

kedaluwarsa dalam 5 tahun. Pemberian progesterone secara langsung ke dalam cavum

uteri mengurangi absorpsi sistemik(9,12,26).

Penelitian awal pada 20 wanita yang mengalami menoragia menunjukkan jumlah

perdarahan berkurang dari yang rata-rata sebelum terapi 176 ml menjadi 24 ml setelah

3 bulan dan 5 ml setelah 12 bulan. Dan 7 wanita ( 35 % ) mengalami amenore pada

akhir penelitian(26).

Efektivitas levonorgestrel intra uterine system untuk terapi menoragia telah

dibandingkan dengan noresthisteron oral dan reseksi endometrium. 44 wanita dengan

menoragia diberi noresthisteron 5 mg tiga kali sehari dari hari 5 sampai hari 21 atau

dengan levonorgestrel. Perdarahan menstruasi yang diukur sebelum dan setelah 3

siklus berkurang mencapai batas normal pada kedua group. Tidak terdapat perbedaan

yang bermakna tentang efek samping diantara kedua kelompok, spotting diluar siklus

53 % pada levonorgestrel dan 13 % pada progesteron oral. 80% memutuskan untuk

melanjutkan levonorgestrel dan 20 % noresthirenon(12).

Penelitian lain melibatkan 70 wanita premenopause dengan perdarahan uters

disfungsional secara random dibandingkan penggunaan levonorgestrel atau reseksi

endometrium. Perdarahan diukur secara semiobyektif dengan kuisioner kesehatan

umum yang diselesaikan setelah 12 bulan. Perkiraan perdarahan berkurang 79 % pada

kelompok levonorgestrel dan 89 % pada reseksi endometrium(29).

Efek yang tidak diinginkan dari penggunaan levonorgestrel intra uteri adalah

terjadinya perdarahan lucut irregular dan spoting, terutama beberapa bulan setelah

15

Page 16: Dub

insersi. Sebanyak 20 % akan mengalami amenore dalam 1 tahun pemakaian. Angka

ekspulsi spontan sekitar 3,3-5,9 % dalam 12 bulan(9,12,26).

3.1.1.2. Estrogen

Pada perdarahan akut dan banyak, dapat digunakan estrogen dosis tinggi yaitu 25 mg

Conjugated estrogen intravena setiap 4 jam sampai perdarahan berkurang atau dalam

24 jam.Estrogen memicu penyembuhan dengan mekanisme kerja stimulasi proses

pembentukan klot di tingkat kapiler endometrium. Jika perdarahan yang terjadi

sedang/tidak banyak dapat diberikan 1,25 mg Conjugated estrogen atau 2 mg

estradiol secara oral setiap 4 jam selama 24 jam diikuti dengan dosis tunggal selama

7-10 hari. Setiap terapi dengan estrogen harus diikuti dengan pemberian progestin dan

akan terjadi perdarahan withdrawal(27).

3.1.1.3. Kombinasi estrogen dan progesteron

Oral kontrasepsi sangat popular digunakan untuk mengatasi perdarahan uterus

disfungsional ovulasi dan anovulasi. Kombinasi estrogen dan progesteron mengurangi

perdarahan menstruasi sekitar 50 %. Mekanisme kerjanya melalui supresi

endometrium. Wanita yang menggunakan pil kombinasi sebagai kontrasepsi

perdarahan menstruasinya akan berkurang. Karena dengan pil kombinasi akan terjadi

pelepasan regular dari endometrium yang tidak tebal(2,27,29.

Iyer tahun 2001 melakukan penelitian random seperti yang dikutip oleh Surendra

tahun 2002, perdarahan menstruasi berkurang 43 % dengan penggunaan pil kombinasi

seefektif penggunaan asam mefenamat, naproxen dan danasol(28).

Terapi dengan mengatur siklus serta mengurangi perdarahan diberikan pada usia

reproduktif dan perimenopause. Pil kombinasi kurang popular karena efek samping

tromboemboli dan kelainan arteri terutama pada wanita di atas 35 tahun(29).

16

Page 17: Dub

(30)

3.1.1.4. Danazol

Danasol adalah androgen sintetik dengan kerja antiestrogen dan anti progesteron.

Bentuk sintetik isoxazole derivatif 17 alpha ethinyl testosteron. Danazol menghambat

pelepasan gonadotropin. Aktivitas androgenik, menekan ovulasi, mengurangi

produksi 17 β estradiol ovarium dan efek langsung pada reseptor estrogen

endometrium(26,27).

Dosis 200 – 800 mg / hr, Danazol dapat mengurangi perdarahan secara bermakna dan

terjadi amenore pada dosis 400 mg atau lebih per hari.Danazol sering digunakan

untuk terapi sementara pada preoperative untuk atrofi endometrium sebelum

dilakukan reseksi endometrium(29).

Efek samping berat badan meningkat, jerawat, kulit berminyak, suara parau,

pertumbuhan rambut meningkat(27,29).

3.1.1.5.GnRH agonis

Penggunaan GnRH analog pada perdarahan uterus disfungsional melalui desensitisasi

hipofise dan terjadi hambatan aktivitas siklik ovarium. Keadaan hipogonadotropik

yang reversibel. Diberi dalam bentuk depot. Akan terjadi supresi ovarium dan

amenore dengan masalah hipoestrogenism seperti hot fluses, kekeringan vagina dan

kehilangan densitas mineral tulang. Panggunaan GnRH analog memerlukan add back

terapi dengan estrogen/progesteron(27,29).

3.1.2. Terapi non hormonal

Senyawa antifibrinolitik dan antiprostaglandin hanya bermanfaat apabila digunakan

pada saat menstruasi dan sangat bermanfaat untuk pasien-pasien yang tidak

menginginkan terapi hormonal atau membutuhkan kontrasepsi(20,29).

17

Page 18: Dub

3.1.2.1.Pengobatan dengan senyawa antiprostaglandin

Sesuai dengan rekomendasi berdasarkan evidence based medicine NSAID efektif

untuk mengurangi perdarahan menstruasi banyak ( Grade A ) . Prostaglandin

endometrium meningkat pada menstruasi yang eksesif. Mekanisme kerja utama

NSAID mengurangi produksi prostaglandin endometrium dengan menghambat enzim

cycloxygenase yang berperan pada perubahan asam arachidonat menjadi

prostaglandin. Endometrium kaya akan prostaglandin F2α dan prostaglandin E2, dari

penelitian diketahui konsentrasi prostaglandin endometrium meningkat pada wanita

menoragia. NSAID mengurangi konsentrasi prostaglandin dengan menghambat kerja

enzim cyclo-oxygenase. NSAID merupakan terapi medikamentosa lini pertama pada

penanganan menoragia, NSAID mengurangi perdarahan menstruasi sekitar 20-50%

jika digunakan selama menstruasi. Pemakaian NSAID ini sangat dianjurkan terutama

pada penderita yang memiliki kontra indikasi terhadap pemakaian hormon estrogen

maupun progesteron(9,26,30).

Pemberian asam mefenamat peroral dengan dosis 3 kali 500 mg per hari. Obat ini

mencapai kadar puncak plasma setelah 30-60 menit dan memiliki waktu paruh di

serum 1-3 jam. Asam mefenamat dapat mengurangi perdarahan sampai 25 % pada ¾

wanita dengan menoragia. Efektif pada perdarahan ovulasi. Perdarahan mentruasi

berkurang 24 % pada wanita dengan perdarahan uterus disfungsional ovulatorik yang

diberi asam mefenamat dibandingkan 20 % dengan yang diberi norhisteron(13,26,30).

Pada penggunaan danazol yang dibandingkan dengan asam mefenamat, didapatkan

perdarahan berkurang 22 % pada kelompok danazol dibandingkan dengan 56 % pada

yang menggunakan asam mefenamat(8).

Pemberian Naproxen atau Ibuprofen 600 – 1200 mg/hr dimulai hari pertama haid

dilanjutkan selama 5 hari atau sampai haid berhenti(21).

Efek samping berupa diare dan nyeri abdomen. Asam mefenamat sebagai terapi

inisial lebih baik karena tidak mahal dan efek samping minimal(26,30).

Asam mefenamat, flurbiprofen, asam meclopenamat, ibuproven, naproxen dan

sodium diclopenak yang diberikan selama menstruasi semuanya efektif. Tidak ada

bukti perbedaan efektivitas diantara NSAID yang tersedia. NSAID juga membantu

wanita dengan keluhan dismenore dan 70 % rasa nyeri dapat diatasi(9,26,30).

18

Page 19: Dub

19

Page 20: Dub

3.2. Penanganan Bedah

Penanganan bedah dilakukan jika tidak berrespon atau refrakter dengan terapi

medikamentosa atau dengan kontrindikasi atau intoleran terhadap efek samping. Ada

4 prosedur bedah yang dapat diikuti :

- kuretasi

- histerektomi

- embolisasi arteri uterin

- ablasi endometrium(1,13,20,26).

3.2.1. Kuretasi

Dalam kurun waktu yang cukup lama kuret dianggap sebagai terapi perdarahan uterus

disfungsional. Tidak pernah ada laporan tentang efektifitas kuretasi dalam

penanganan perdarahan uterus disfungsional dan kuretasi bukan merupakan terapi

yang efektif sehingga untuk saat ini tidak direkomendasikan(20,26).

3.2.2. Histerektomi

Penyembuhan total dan mengangkat setiap patologi. Wanita diatas 40 tahun,

histerektomi dianjurkan pada semua kasus dengan perdarahan persisten atau berulang

dan respon terapi medis tidak komplit. Pilihan terakhir pada wanita reproduktif(19,25).

Varol dkk. Tahun 2001, melalui penelitian prosfektif multisenter mendapat angka

morbiditas histerektomi per abdominal dan transvaginal 44,0 % dan 27,3 % dengan

angka mortalitas histerektomi pada kelainan jinak ginekologi 15/10.000 kasus(20).

Morbiditas laparoskopi histerektomi yang dilaporkan oleh Garry dan Phillips sekitar

15,6 %. Lama rawat inap lebih singkat(20).

Karena komplikasi tindakan histerektomi termasuk perlengketan, trauma vesika

urinaria dan usus, infeksi, perdarahan post operasi dan woud dehiscens, maka dalam

perkembangannya histerektomi mulai ditinggalkan dalam penanganan perdarahan

uterus disfungsional(9,25).

3.2.3. Embolisasi arteri uterina

Tehnik bedah vascular dengan bantuan flouroskopi, dilakukan obstruksi pembuluh

darah yang mensupply darah ke uterus dengan mikropartikel sintetik melalui

kateterisasi arteri femoralis. Salah satu pilihan terapi jika pembedahan sulit. Operasi

dilakukan dengan anestesi lokal atau regional dan sedasi. Efektivitas jangka panjang

dan keamanan tehnik bedah ini masih dalam tahap penelitian(20,29).

20

Page 21: Dub

3.2.4. Ablasi endometrium

Ablasi endometrium mulai diperkenalkan dalam praktek klinik pada akhir tahun

1980an sebagai alternatif terapi yang kurang invasive pada penanganan perdarahan

uterus disfungsional, dibandingkan dengan histerektomi. Karena biaya, resiko dan

komplikasi histerektomi dan kenyataan bahwa 20 % uterus tanpa kelainan patologis,

validitas histerektomi dipertanyakan(20,26).

Penghancuran selektif endometrium dan uterus masih dipertahankan, terapi jangka

panjang. Pada awalnya tehnik ablasi endometrium menggunakan fotokauter atau

elektrokauter, dengan menghancurkan ketebalan endometrium dengan bimbingan

visualisasi histeroskopi dan irigasi cairan. Baku emas ablasio endometrium adalah

hyteroscopically directed thermal ablation. Luas digunakan, efektif dan tahan lama.

Tehnik ablasi endometrium ini dengan risiko komplikasi perforasi dan absorpsi cairan

yang banyak(26,31).

Kemudian dikembangkan tehnik baru, untuk menghancurkan endometrium tanpa

risiko perforasi dan absorpsi cairan dengan pemakaian intra uterin elektroballon

endometrial ablation. Tehnik ini membutuhkan skill yang lebih baik dan sangat

sedikit data publikasinya(20,29,31).

Prospek terapi bedah pada penanganan perdarahan uterus disfungsional diteliti secara

random trial oleh dengan membandingkan ablasi endometrium dengan histerektomi,

¼ wanita dengan ablasi endometrium mengulangi ablasi atau histerektomi untuk

mengatasi perdarahan uterus disfungsional. Hasil ablasi dapat lebih baik dengan

supresi endometrium selama 4 – 6 jam dengan pemberian progentin, GnRH atau

Danazol(29,31).

Beberapa teknik ablasio endometrium :

1. Hot water thermal ballon

2. Radio frequency thermal ballon

3. Hydrothermal ablation

4. Bipolar three dimentional device

5. Microwave 9,2 GHz applicator

6. Laser interstitial hyperthermy

7. Cryo-ablation(29,31).

21

Page 22: Dub

BAB 4

PENGGUNAAN ASAM TRANEKSAMAT

PADA PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

Penanganan medikamentosa perdarahan menstruasi banyak sangat bervariasi,

termasuk NSAID ( asam mefenamat, naproxen ), antifibrinolitik ( asam traneksamat ),

hormon ( norethisteron, danazol, kontrasepsi oral, obat intrauterine ( progestogen-

releasing intrauterine system ). Gejala akan timbul berulang setelah terapi dihentikan,

sehingga untuk terapi jangka panjang harus dipertimbangkan berat dan frekuensi efek

samping(26).

Aktivitas fibrinolitik yang hebat terjadi pada wanita dengan menoragia. Proses ini

terjadi akibat adanya aktivitas enzimatik dari plasmin atau plasminogen sehingga

terjadi degradasi fibrin, fibrinogen, faktor V, faktor VII dan beberapa protein lainnya.

Plasminogen adalah senyawa tidak aktif yang kemudian menjadi bentuk aktif berupa

plasmin karena pengaruh aktivator jaringan seperti urokinase, tripsin, dan

streptokinase. Proses aktivasi plasminogen ini ternyata dapat dihambat oleh asam

aminokaproat dan asam traneksamat. Telah terbukti bahwa kedua jenis asam ini

berhasil mengurangi perdarahan pada perdarahan uterus disfungsional.

Antifibrinolitik merupakan lini pertama untuk menoragia usia muda.Dosis yang

diberikan adalah 1 gram per hari, dibagi dalam 4 kali pemberian selama 4-7 hari dan

dapat diulang setiap siklus. Asam traneksamat adalah padanan dari asam

aminokaproat(9,26,30).

Asam traneksamat adalah asam amino, derivat lisin sintetik yang memiliki efek

antifibrinolitik yang menghambat ikatan lisin pada plasminogen dan mencegah

degradasi fibrin. Asam traneksamat diproduksi pertama kali di Swedia tahun 1969.

Struktur kimia asam traneksamat :

Tranexamic-stereo isomer 1,4, amino methycyclohexane carboxylic acid.

Formula C8H15NO2

Molekular Wt-157.

Mekanisme kerja asam traneksamat :

- Menghambat konversi plasminogen menjadi plasmin, mencegah lepasnya

bekuan darah.

- Meningkatkan sintesa kolagen yang mempertahankan matriks fibrin dan

meningkatkan kekuatan bekuan darah.

- Membantu stabilisasi bekuan darah(28).

22

Page 23: Dub

Asam traneksamat difiltrasi glomerulus dan diekskresi melalui ginjal(7).

Pada penelitian klinis terhadap wanita dengan menoragia idiopatik, pemberian asam

traneksamat 2-4,5 gr / hari selama 4-7 hari dapat mengurangi perdarahan menstruasi

sekitar 34-59 % dalam 2-3 siklus dan bermakna secara signifikan dibandingkan

dengan plasebo, asam mefenamat, flurbiprofen, etamsilat dan noresthisteron oral fase

luteal(8).

Dengan asam traneksamat 1,5 gr tiga kali / hari selama 5 hari juga bermakna dalam

mengurangi perdarahan menstruasi pada wanita yang menggunakan IUD yang

mengalami menoragia dibandingkan dengan sodium diklofenak 150mg tiga kali / hari

pada hari 1 dilanjutkan 25 mg tiga kali / hari pada hari 2-5 atau jika dibandingkan

dengan plasebo(10).

Agen antifibrinolitik seperti asam traneksamat merupakan terapi yang rasional dan

efektif, dapat mengurangi perdarahan menstruasi sampai 50 %. Studi komparatif

membandingkan asam traneksamat lebih baik dalam mengurangi jumlah perdarahan

dibandingkan inhibitor sintesa prostaglandin 56 % dan 44 % setelah pemberian asam

traneksamat serta 21% dan 24 % setelah pemberian flubiprofen dan sodium

diklofenak(9,26,31).

Pada penelitian yang lebih besar oleh Wellington tahu 2003, dengan studi non

komparatif, non blinding didapatkan data bahwa 86 % wanita yang mendapat 3-6 gr

asam traneksamat selama 3-4 hari per siklus selama 3 siklus mengalami jumlah

perdarahan 94 % dibandingkan dengan yang tidak diobati(31).

23

Page 24: Dub

Lakhani dkk. tahun 2002, melakukan penelitian untuk mengetahui efek asam

traneksamat terhadap resistensi vascular uterus pada wanita yang mengalami

perdarahan uterus disfungsional. Studi prospektif longitudinal melibatkan wanita

premenopause dengan keluhan menoragia, dengan umur rata-rata 38,8 tahun, USG

normal, histeroskopi dan biopsi endometrium normal. Tanpa oral kontrasepsi atau

obat lain yang dapat mempengaruhi resistensi vaskular uterus. Semua wanita itu

dengan fungsi koagulasi dan tirod normal. Dengan penggunaan asam traneksamat, 30

% perdarahan berkurang sekitar 210,0-137,6 ml. Asam traneksamat bermakna

mengurangi resistensi vaskular arteri uterine pada wanita dengan perdarahan uterus

disfungsional(19).

Joseph Y. Lee tahun 2000 di Kanada melakukan penelitian untuk mengevaluasi

efektivitas asam traneksamat pada penanganan menoragia. Wanita yang berusia 18-45

tahun dengan perdarahan menstruasi banyak diberikan asam traneksamat 1 gr per oral

setiap 6 jam dari hari 1-3 setiap menstruasi. Rata-rata darah menstruasi berkurang

47,4 %. Efek samping mayor tidak ada yang dilaporkan. Dari penelitian itu

disimpulkan asam traneksamat efektif, ditoleransi dengan baik dan dapat dipakai

sebagai terapi lini pertama untuk menoragia(17).

Efek samping yang terjadi karena inhibisi plasminogen aktivator berupa trombosis

intravaskular, hipotensi, miopati, diare, vomiting, nause dan dispepsia. Obat ini tidak

boleh diberikan pada pasien dengan disseminated intravascular coagulation karena

potensi cloting yang berlebihan(9,10,27).

Efek samping tergantung dari dosis, ⅓ dengan keluhan gastrointestinal dengan dosis

terapi 3-6 gram asam traneksamat setiap hari. Karena jumlah perdarahan 90 % hilang

pada hari 1-3 menstruasi, efek samping dapat dikurangi dengan pembatasan hari

pemberian antara 3-4 hari pertama haid(10,27).

Efek samping penggunaan asam traneksamat adalah tromboemboli. Studi histokimia

gagal membuktikan supresi fibrinolisis vena superfisialis pada wanita yang

menggunakan 3-4 gr asam traneksamat per hari selama 3 bulan. Di Skandinavia

dimana asam traneksamat digunakan sebagai lini pertama terapi menoragia sejak awal

tahun 1970, tidak dijumpai bertambahnya insiden tromboemboli pada wanita usia

reproduktif. Tidak ada bukti meningkatnya risiko trombosis pada wanita yang

menggunakan asam traneksamat, kecuali ada riwayat trombofili(27).

Total insiden efek samping yang timbul dari penggunaan asam traneksamat pada

perdarahan uterus disfungsional sebesar 12 % yang diperoleh dari penelitian double

24

Page 25: Dub

blind yang dilakukan Carl tahun 1996. Dengan pemberian 1 gr empat kali sehari

selama 2 siklus tidak bermakna perbedaannya dibandingkan dengan plasebo(9).

25

Page 26: Dub

BAB 5

RINGKASAN

Perdarahan uterus disfungsional adalah perdarahan abnormal dari uterus tanpa

ditemukan kelainan organik pada traktus genitalia maupun ekstra genitalia.

Perdarahan uterus disfungsional terjadi hanya akibat gangguan fungsi mekanisme

kerja poros hipotalamus, hipofise dan ovarium serta target organnya dalam hal ini

endometrium. Perdarahan uterus disfungsional dapat terjadi pada siklus ovulatorik

atau anovulatorik. Prevalensi tinggi pada adolesen dan premenopause.

Tujuan terapi perdarahan uterus disfungsional adalah :

1. mengendalikan perdarahan akut.

2. mencegah kekambuhan secara episodik / berulang.

3. mencegah komplikasi.

Menurut evidence-based pengobatan medikamentosa yang efektif untuk perdarahan

uterus disfungsional adalah :

- Asam traneksamat

- NSAID

Selanjutnya adalah :

- Kontrasepsi oral kombinasi

- Progesteron siklik ( hari ke-21 )

- Hormonal IUD

Aktivitas fibrinolitik yang hebat terjadi pada wanita dengan menoragia. Proses ini

terjadi akibat adanya aktivitas enzimatik dari plasmin atau plasminogen sehingga

terjadi degradasi fibrin, fibrinogen, faktor V, faktor VII dan beberapa protein lainnya.

Proses aktivasi plasminogen ini ternyata dapat dihambat oleh asam aminokaproat dan

asam traneksamat. Asam traneksamat adalah asam amino, derivat lisin sintetik yang

memiliki efek antifibrinolitik yang menghambat ikatan lisin pada plasminogen dan

mencegah degradasi fibrin. Mekanisme kerja asam traneksamat :

- Menghambat konversi plasminogen menjadi plasmin, mencegah lepasnya

bekuan darah.

- Meningkatkan sintesa kolagen yang mempertahankan matriks fibrin dan

meningkatkan kekuatan bekuan darah.

- Membantu stabilisasi bekuan darah.

Efek samping yang terjadi karena inhibisi plasminogen aktivator berupa trombosis

intravaskular, hipotensi, miopati, diare, vomiting, nause dan dispepsia. Obat ini tidak

26

Page 27: Dub

boleh diberikan pada pasien dengan disseminated intravascular coagulation karena

potensi cloting yang berlebihan.

27

Page 28: Dub

DAFTAR PUSTAKA1. Alicia M.W., Gynecology : Abnormal Vaginal Bleeding, Menstrual Problems

and Secondary Amenorhea, University of Iowa Family Practice Handbook, Fourth Ed., Chapter 13, Departement of Family Medicine, Univ. Iowa College of Medicine and Hospitals and Clinics, 2002.

2. Barbara W. dkk., V.T.S. Swaansea Bay, SA 28QA, www. Primarycare-wales.org.uk/vt/schemes/swensea, July 2004.

3. Baziad,Pengobatan Perdarahan Uterus Disfungsional dalam Endokrinologi Ginekologi, ed 2, hal. 61-70, Media Aesculapius Jakarta, 2003.

4. Berek j.s. dkk, Novak’s Gynecology, twelfth ed., 336-349, Wiliams & Wilkins,USA, 1996.

5. Beth A.C., dkk., Cyclic Perimenopause Pain and Discomfort ; The Scientific Basis for Practice, JOGNN, 31, 637-649, The Assosiation of Women Health, Obstetry and Neonatal Nurses, Washington DC, 2002.

6. Bongers M. dkk., Current Treatment of Dysfunctional Uterine Bleeding , Maturitas, Mar 15 ; 47 (3) 159-74, 2004.

7. Bonnar J. and Sheppard B.L., Treatment of Menorrhagia during Menstruation : Randomised Controlled Trial of Ethamsylate, Mefenemic Acid and Tranexamide Acid, BMJ 313 : 579-587, Dublin, Sept 1996.

8. Carl E.W., Menorrhagia : a Clinical Update, MJA; 165 : 510-514, 1996.9. Cooke I., Lethaby A., Farquhar C., Antifibrinolitics for Heavy Menstrual

Bleeding ( Cohrane Review ), In : The Cochrane Library, Issue 3, 2000, Oxford : Update Software.

10. Desai P. dan Bhatt JK., Dysfunctional Uterine Bleeding in Clinical and Advance Endocrinology in Reproductive Endocrinology, 2nd ed., 331-342, Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd, New Delhi , 2001.

11. Friedman dkk., Menoragia pada Sari Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan Ginekologi, ed. Kedua, 78-79, Bina rupa aksara, 1998.

12. Hickey M. dan Fraser I.S., Surface Vascularization and Endometrial

Appearance in Women with Menorrhagia or Using Levonorgestrel

Contraceptive Implants. Implications for The Mechanisms of Breakthrough

Bleeding, Human Reproduction, Vol.17, No.9, 2428-2434, European Society

of Human Reproduction and Embryology, Sept 2002.

13. Jared C.R., Therapies for The Treatment of Abnormal Uterine Bleeding, Current Women Health Reports : 196-201, 2001.

14. Johnson K., Antifibrinolitic First Line for Teen Menorrhagia, Toronto Articles Obgyn News, August 2001.

15. Johnson & Johnson, Dysfunctional Uterine Bleeding, Gynaecare, Women’s Health, Womenone.Org, 2004.

16. Joseph Y.L. dkk., Treatment of Menorrhagia with Tranexamic Acid, J.Soc. Obstet. Gynaecol ; 22 (10) : 794-8, Canada 2000.

17. Khurd S., Dysfunctional Uterine Bleeding in Clinical Dilemmas and Work up in Reproductive Endocrinology, 2nd ed., 421- 426, Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd, New Delhi , 2001.

18. Lakhani dkk., Uterine Artery Blood Flow Parameters in Woman with Dysfunctional Uterine Bleeding and Uterine Fibroid, The Effect of Tranexamic Acid, Ultrasound in Obgyn, Vol 11 Issue 4: 283-285, Des 2002.

28

Page 29: Dub

19. Latha V., Dysfunctional Uterine Bleeding in Practical Management of Gynecological Problems, Ed. Sulochana Gunasheela, Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd, New Delhi , 2002.

20. Malcom G.M., Dysfunctional Uterine Bleeding : Advances in Diagnosis and

Treatment, Current Opinion in Obgyn, 13 : 475-489, Dept. Obgyn UCLA

School of, Medicine, Lippincott Williams & Wilkins, California USA, 2001.

21. Martha H. dkk., Update on Treatment of Menstrual Disorders, MJA ; 178 (12) : 625-629, 2003.

22. Mary E.R., Dysfunctional Uterine Bleeding, Pediatric Review, Vol. 23 No.7; 227-233, July 2002.

23. National Medicine Information Centre and Trinity College Dept. of Therapeutic, Management of Menorrhagia in Therapeutic To day, St. James Hospital, No. 4, Dublin, April 2004.

24. Oesman F. dan Setiabudy R., Fisiologi Hemostasis dan Fibrinolisis dalam Hemostasis dan Trombosis, Ed. Kedua, Balai penerbit FK UI, Jakarta 1992.

25. Olive D.,dkk, Medical Management of Endometriosis, Uterine Fibroid, and Dysfunctional Uterine Bleeding : Does Histerectomy Still Have a Place in Modern Management ? The First World Conggres on Controversies in Obstetry Gynecology and Infertility, Praque, Czech Republic, 1999.

26. Royal College of Obstetricians & Gynaecologists. The initial Management of Menorrhagia. Evidence-based Clinical Guidelines No. I. London : RCOG Press, February 1998 : 1-43 ( ISBN : I 900364 14 X ).

27. Speroff L., dkk., Regulation of the Menstrual Cycle in Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility, sixth ed., 201 -238, Lippincott Wiliams & Wilkins,USA, 1999.

28. Surendra N.P., Tranexamic Acid in Gynaecology & Obstetrics, Dept. Obgyn MKCG Medical College, Benhampur, Des 2002.

29. Tod C.A. dkk., Dysfunctional Uterine Bleeding, e Medicine, Last Update : July 21, 2003.

30. Tono D., Perananan Antifibrinolitik dan NSAID pada Perdarahan Uterus Disfungsional Menurut Evidence-based, Dexa media No. 1 Vol. 17, 24-29, Januari – Maret 2004.

31. Wellington K. dkk., Tranexamic Acid : a Review of Its Use in The Management of Menorrhagia, Adis International Limited, Vol. 63 No. 13, pp 1417-1433, New Zeland, 2003.

32. Vilos G.A. dkk, Guidelines for The Management of Abnormal Uterine Bleeding,SOGC Clinical Practice Guidelines, No. 106, August 2001.

29