Refrat Bedah Anak Sub Divisi Onkologi – Urologi Bedah Anak Oleh: Nadifa Agil Pembimbing: dr. Bustanul Arifin, SpB, SpBA (K) Penelaah : dr. Dikki Drajat K. SpB, SpBA Penyangga : dr. Riski Diposarosa SpB., SpBA KLASIFIKASI DAN ALGORITME PENANGANAN DISORDERS OF SEX DEVELOPMENT PENDAHULUAN Perkembangan seks terdiri dari 2 komponen yaitu perkembangan fisik organ seksual (internal dan eksternal) dan perkembangan psikoseksual. Perkembangan fisik organ seksual meliputi sex determination dan sex differentiation pada organ genital dan sistem hormonal, 1,2 sedangkan perkembangan psikoseksual meliputi identitas gender seseorang, yang tampak dalam perilaku seseorang sehari-hari dalam masyarakat umum serta orientasi seksual. 3,4 Penyimpangan dapat terjadi pada kedua komponen ini. Penyimpangan klinis dari perkembangan seksual dikenal sebagai Disorders of sex development (DSDs). Insidens DSD antara 1:4.500 hingga 1:5.000. 5 Definisi DSD adalah kelainan perkembangan seks kongenital ditandai oleh perkembangan kromosomal, gonadal dan anatomi seksual yang atipikal. 3,5-7 Pada DSD terjadi 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Refrat Bedah Anak
Sub Divisi Onkologi – Urologi Bedah Anak
Oleh: Nadifa Agil
Pembimbing: dr. Bustanul Arifin, SpB, SpBA (K)
Penelaah : dr. Dikki Drajat K. SpB, SpBA
Penyangga : dr. Riski Diposarosa SpB., SpBA
KLASIFIKASI DAN ALGORITME PENANGANAN
DISORDERS OF SEX DEVELOPMENT
PENDAHULUAN
Perkembangan seks terdiri dari 2 komponen yaitu perkembangan fisik organ
seksual (internal dan eksternal) dan perkembangan psikoseksual. Perkembangan
fisik organ seksual meliputi sex determination dan sex differentiation pada organ
genital dan sistem hormonal,1,2 sedangkan perkembangan psikoseksual meliputi
identitas gender seseorang, yang tampak dalam perilaku seseorang sehari-hari
dalam masyarakat umum serta orientasi seksual. 3,4
Penyimpangan dapat terjadi pada kedua komponen ini. Penyimpangan klinis
dari perkembangan seksual dikenal sebagai Disorders of sex development (DSDs).
Insidens DSD antara 1:4.500 hingga 1:5.000.5 Definisi DSD adalah kelainan
perkembangan seks kongenital ditandai oleh perkembangan kromosomal, gonadal
dan anatomi seksual yang atipikal. 3,5-7 Pada DSD terjadi diskrepansi antara organ
genital interna dan eksterna.8 DSD menarik untuk ditangani, melihat manusia
seutuhnya tidak hanya sebatas memilih jenis kelamin namun bagaimana mencapai
identitas seksual yang optimal didukung dengan fungsi organ seksual dan
meminimalkan risiko pada fisik, psikis, mempertahankan fertilitas, memberi kualitas
dalam menikmati kehidupan seksual yang baik tanpa merasa dikucilkan dalam
masyarakat.5
1
FISIOLOGI PERKEMBANGAN SEKSUAL
Perkembangan fisik organ seksual meliputi determinasi seks (sex
determination) dan diferensiasi seks (sex differentiation) pada organ genital dan
sistem hormonal.1,2 Perkembangan seksual janin sejak awal sudah ditentukan oleh
genetik seks saat fertilisasi. Hal ini tergantung pada kromosom yang dibawa oleh
sperma, apakah kromosom X atau Y. Pada tahap ini, embrio mengalami tahap
determinasi seks (sex determination) yang akan menentukan janin memiliki
konfigurasi kromosom seks XX atau XY. Tahap selanjutnya adalah diferensiasi seks
(sex differentiation) yang merupakan proses respon sex-specific jaringan terhadap
hormon yang diproduksi oleh gonad yang telah terdiferensiasi menjadi laki-laki atau
perempuan.1,9 Rangkaian proses ini akan menyebabkan perkembangan saluran
genitalia interna dan eksterna serta menentukan fenotipe seks sebagai laki-laki atau
perempuan. Proses ini sempurna saat pubertas dengan adanya perkembangan dari
karakteristik seks sekunder.10
TAHAP DETERMINASI SEKSUAL1,9
Secara embriologis, gamet berasal dari jaringan primordial germ cells (PGCs)
yang dibentuk dalam epiblas pada janin berusia 2 minggu, kemudian bergerak ke
yolk sac. Selama minggu ke empat, sel-sel ini mulai bermigrasi dari yolk sac menuju
gonad yang sedang berkembang. Pada perjalanannya, sel-sel ini mengalami mitosis
dan meiosis serta diferensiasi untuk mencapai maturasi. Tiap sel memiliki 22
pasang kromosom autosom dan 1 pasang kromosom seks. Jika pasangan
kromosom seks terdiri atas XX, maka individu itu secara genetik adalah perempuan;
sedangkan jika pasangan kromosom seks terdiri atas XY, maka individu itu secara
genetik adalah laki-laki. Kromosom seks dari primordial germ cells (PGC) ini akan
menentukan perkembangan gonad bipotensial selanjutnya (Gambar 1)
2
Gambar 1 Pengaruh primordial germ cell terhadap gonad bipotensial9
Kunci dismorfisme seksual ada pada kromosom Y, yang mengandung gen
SRY (sex-determining region on Y). Gen ini akan memproduksi protein yang
merupakan protein faktor transkripsi yang menginisiasi kaskade pembentukan gen
selanjutnya yang menentukan terbentuknya organ seksual. Protein SRY itu adalah
testis-determining factor yang mempengaruhi pertumbuhan menjadi laki-laki; tanpa
protein dari gen ini, akan terjadi perkembangan menjadi perempuan.
TAHAP DIFERENSIASI SEKSUAL1,4,9
Perkembangan Gonad
Gonad janin merupakan gonad bipotensial hingga mencapai usia 7 minggu
kehidupan. Gonad muncul pertama kali sebagai sepasang parit longitudinal yang
disebut genital atau gonadal ridges. Mereka dibentuk oleh proliferasi epitel dan
mesenkim di bawahnya. Sel-sel gamet baru akan tampak dalam parit ini pada
minggu ke enam. Jika sel-sel gamet ini gagal bermigrasi ke parit, maka gonad tidak
akan terbentuk. Dengan demikian, sel-sel primordial germ cells (PGC) memiliki
peranan penting dalam perkembangan gonad menjadi ovarium atau testis.
Perkembangan gonad bipotensial selanjutnya dipengaruhi oleh kromosom seks.
SRY adalah gen kunci pada perkembangan testis dan berpengaruh langsung
terhadap bakal gonad. SRY juga mempengaruhi sintesa steroidogenesis factor 1
(SF1), yang menginduksi diferensiasi sel Sertoli dan sel Leydig melalui pengaruh
faktor transkripsi SOX9. Sel Sertoli akan memproduksi mullerian inhibiting
3
substance (MIS, juga disebut antimullerian hormone, AMH) yang menyebabkan
regresi duktus paramesonefron/ duktus mulleri. Sel Leydig memproduksi
testosteron, yang diubah dalam sel target menjadi dihidrotestosteron oleh enzim 5α
reductase.
Diferensiasi seksual pada perempuan selama ini diketahui hanya karena
ketiadaan kromosom Y, namun ternyata ada gen spesifik yang menginduksi
perkembangan ovarium. Contohnya, DAX1 yang berlokasi pada lengan pendek
kromosom X, berperan menekan aktivitas SF1 sehingga akibatnya mencegah
diferensiasi sel Sertoli dan Leydig. Growth factor WNT4 juga berperan dalam
diferensiasi ovarium. Determinasi gonad dan diferensiasi seksual dapat dilihat pada
gambar 2.11
Gambar 2 Gen yang mempengaruhi determinasi dan diferensiasi seksual4
Perkembangan Organ Genital Interna
Selanjutnya dibawah pengaruh hormon, terjadi diferensiasi organ seksual
interna dan eksterna selanjutnya. Pada laki-laki, testosteron dan dihidrotestosteron
berikatan dengan reseptor protein spesifik intrasel, membentuk kompleks dengan
DNA untuk regulasi transkripsi gen spesifik jaringan lain serta produk protein
lainnya. Kompleks reseptor testosterone akan memediasi virilisasi duktus
mesonefron sedangkan kompleks reseptor dihidrotestosteron akan memodulasi
diferensiasi genitalia eksterna laki-laki. Sedangkan pada perempuan estrogen akan
4
menstimulasi duktus mulleri untuk membentuk tuba uteri, uterus, serviks dan vagina
bagian atas. Estrogen juga berperan dalam mempengaruhi genitalia eksterna
membentuk labia mayora, labia minora, klitoris, dan vagina bagian bawah.(Gambar
3)
Gambar 3 Pengaruh hormon seks terhadap diferensiasi seksual9
Pada minggu ke tujuh intrauterin, janin telah memiliki primordium saluran
genitalia baik laki-laki maupun perempuan. Duktus műlleri akan membentuk duktus
fallopi, uterus, serviks dan 1/3 vagina bagian atas. Duktus Wolfii akan berkembang
menjadi epididimis, vas deferens, dan vesikula seminalis di bawah pengaruh
androgen dan menjadi sistem vas deferens (vas deferen, vesikula seminalis dan
duktus ejakulatorius). Bagian anterior dari duktis Wolfii berhubungan dengan tubulus
seminiferus dan bagian posterior membentuk vas deferen, vesikula seminalis.11
5
Gambar 4. Perkembangan genitalia interna4
Perkembangan Organ Genital Eksterna
Pada usia 3 minggu, sel-sel mesenkim dari lipatan primitif bermigrasi ke
sekitar membran kloaka membentuk sepasang lipatan kloaka. Bagian kranial lipatan
ini bersatu membentuk tuberkel genital. Lipatan bagian kaudal terbagi atas 2 bagian
yaitu lipatan uretral di anterior dan lipatan anal di posterior. Dalam perkembangan,
tampak sepasang lipatan di kedua sisi lipatan uretral yang membentuk lipatan
genital sebagai bakal pembentuk skrotum pada laki-laki dan labia mayora pada
perempuan. (Gambar 5)
Gambar 5. Stadium indiferen genitalia eksterna. A. Kira-kira 4 minggu. B. Kira-kira 6
minggu9
Perkembangan genitalia eksterna bipotensial sampai minggu ke-8 kehamilan.
Di bawah pengaruh hormon andogen yang dihasilkan testis yaitu testosteron dan
dihidrotestosteron (DHT) serta reseptor androgen normal (Ars), anak laki-laki akan
tervirilisasi menjadi pria. Dengan DHT, tuberkel genital akan berdiferensiasi menjadi
6
penis, dengan fusi slit urogenital untuk membentuk uretra, penis, dan dengan fusi
lipatan labioskrotal menjadi skrotum.12 Pada anak perempuan, di bawah pengaruh
2. XO/XY mosaicism,structurally abnormal Y chromosome, SRY mutation
3. Denys-Drash syndrome (WT1 mutation)
4. Frasier syndrome (mutation of WT1 splice site junction mutation-deleting KTS)
5. WAGR syndrome (WT1 deletion)
6. Campomelic dysplasia (SOX9 mutation)
7. SFI mutation
8. DAX1 (duplication)
9. WNT4 (duplication)
10. 9p_ (DMRT1 deletion)
11. 10q_
12. ATRX syndrome (XH2 mutation)
13. Testicular regression syndrome
E. Defects in synthesis,secretion, or response to antimüllerian hormone: persistent müllerian duct
syndrome (female genital ducts in otherwise normal men; herniae uteri inguinale)
F. Maternal ingestion of progestagens
G. Environmental chemicals (endocrine disrupters)
14
IV. Unclassified Forms of Abnormal Sexual Development
A. In males
1. Hypospadias
2. Ambiguous external genitalia in XY males with multiple congenital anomalies
B. In females,absence or anomalous development of the vagina, uterus,and uterine tubes (Rokitansky-
Kuster syndrome)
Dengan pemahaman DSD yang begitu kompleks, diharapkan penatalaksanaan yang
cermat dan menyeluruh untuk seorang individu, baik dari aspek klinis maupun psikososial
untuk mencapai hasil yang optimal. Berikut bagan alur evaluasi bagi seorang anak dengan
DSD:
Gambar 8 Langkah diagnosis DSD pada bayi dan anak 4
Dibutuhkan kerjasama tim multidisipliner seperti endokrinologis anak, bedah anak,
ginekologi anak, konselor genetik hingga pekerja sosial agar dapat memberi penanganan
seutuhnya dan terbaik. 14,15
15
DAFTAR PUSTAKA
1. MacLaughlin DT, Donahoe PK. mechanisms of disease: Sex Determination and Differentiation. n engl j med 350;4 www.nejm.org january 22, 2004
2. Achermann JC. Molecular and phenotypic features of disorders of sex development (DSD) in humans. Endocrine Abstracts (2006) 12 S22
3. Houk CP, Hughes IA, Ahmed SF, Lee PA. Summary of Consensus Statement on Intersex Disorders and Their Management Committee for the International Intersex Consensus Conference Participants. Pediatrics 2006;118;753-757.
4. Grumbach MM, Hughes IA, Conte FA. Disorders of Sex Differentiation
5. Warne GL, Raza J. Disorders of sex development (DSDs), their presentation and management in different cultures 2008 Rev Endocr Metab Disord. DOI 10.1007/s11154-008-9084-
6. Lee PA, Houk CP, Ahmed SF, Hughes IA, Consensus statement on management of intersex disorders. Pediatrics, 2006;118:e488-e500.
7. Koyama E. Frequently Asked Questions about the "DSD" Controversy. Diunduh pada 11 Desember 2009. Tersedia dari http://www.intersexinitiative.org/articles/dsdfaq.html
8. Kaneshiro NK, Intersex. Diunduh pada 11 Desember 2009. Tersedia dari http://www.umm.edu/ency/article/001669.htm
9. Sadler TW. Langman’s Medical Embryology edisi 9. (http://connection.LWW.com/go/sadler)
10. Saenger PH. Physiology of sexual determination and differentiation. Dalam: Brook CD, Hindmarsh PC. Clinical pediatric endocrinology. Edisi ke-4.2001; London: Oxford. h. 60-72
11. Styane DM. Disorders of sexual differentiation dalam pediatric endocrinology. 2004. Philadelphia; Lippincott williams & wilkins:. H.134-56
12. Misra M, Lee MM. Intersex disorder. Dalam: Moshang T. Pediatric Endocrinology. 2005; Philadelphia: Mosby. h.103-22.
14. Bahlburg M. Treatment guidelines for children with disorders of sex development. Neuropsychiatrie de l’Enfance et de l’Adolescence 2008; 56:345-349.
15. SEX DEVELOPMENT IN CHILDHOOD. Consortium on the Management of Disorders of Sex Development edisi pertama. Intersex Society of North America. 2006