Top Banner
1 BAB I PENDAHULUAN Banjir adalah masalah yang cukup berpengaruh bagi beberapa kota besar di Indonesia, termasuk kota Bandung. Khusus di Kota Bandung, umumnya banjir melanda di bagian kota Selatan. Hal ini disebabkan oleh karena Kota Bandung dikelilingi oleh pegunungan sehingga membentuk suatu cekungan dan juga karena adanya perbedaan ketinggian antara Bandung Utara dengan Bandung Selatan. Ketinggian Bandung Utara rata-rata +1050 dpl, sedangkan Bandung Selatan memiliki ketinggian + 675 dpl. Perbedaan ketinggian tersebut menyebabkan air mengalir dari Bandung Utara ke Bandung Selatan. Karena air mengalir dari Utara ke Selatan, sedangkan di Selatan merupakan daerah cekungan, maka air akan menumpuk di Selatan sehingga daerah Bandung Selatan akan banjir. Banjir di Bandung bagian selatan juga termasuk di dalamnya di wilayah Gedebage. Dari pemantauan lapangan, kondisi drainase di Wilayah Gedebage secara umum adalah: a. Terjadinya pendangkalan sungai saluran-saluran drainase primer, sekunder dan tersier yang menyebabkan macetnya saluran pembuangan dan terjadinya genangan yang terjadi pada beberapa lokasi ( Kelurahan Cisaranten Wetan ). b. Tidak adanya integrasi saluran-saluran drainase di permukiman pada saluran- saluran drainase yang lebih besar antara satu wilayah dengan wilayah lain. c. Kondisi lahan yang relatif datar (0% - 2%), terjadinya fungsi saluran yang semula sebagai irigasi menjadi drainase serta adanya arus balik dari Sungai Citarum dan tinggi muka air sungai yang rata-rata sama dengan permukaan tanah menyebabkan pengembangan drainase di wilayah perencanaan cukup sulit dilaksanakan terutama pengaliran air hujan. d. Dimensi gorong-gorong di jalan tol Padalarang-Cileunyi yang kapasitasnya sudah tidak mencukupi lagi.
32

Drainase Dan Banjir (Bandung)

Aug 09, 2015

Download

Documents

permasalahan banjir dan c
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Drainase Dan Banjir (Bandung)

1

BAB I

PENDAHULUAN

Banjir adalah masalah yang cukup berpengaruh bagi beberapa kota besar di

Indonesia, termasuk kota Bandung. Khusus di Kota Bandung, umumnya banjir

melanda di bagian kota Selatan. Hal ini disebabkan oleh karena Kota Bandung

dikelilingi oleh pegunungan sehingga membentuk suatu cekungan dan juga karena

adanya perbedaan ketinggian antara Bandung Utara dengan Bandung Selatan.

Ketinggian Bandung Utara rata-rata +1050 dpl, sedangkan Bandung Selatan memiliki

ketinggian + 675 dpl. Perbedaan ketinggian tersebut menyebabkan air mengalir dari

Bandung Utara ke Bandung Selatan. Karena air mengalir dari Utara ke Selatan,

sedangkan di Selatan merupakan daerah cekungan, maka air akan menumpuk di

Selatan sehingga daerah Bandung Selatan akan banjir.

Banjir di Bandung bagian selatan juga termasuk di dalamnya di wilayah Gedebage.

Dari pemantauan lapangan, kondisi drainase di Wilayah Gedebage secara umum

adalah:

a. Terjadinya pendangkalan sungai saluran-saluran drainase primer, sekunder

dan tersier yang menyebabkan macetnya saluran pembuangan dan

terjadinya genangan yang terjadi pada beberapa lokasi ( Kelurahan

Cisaranten Wetan ).

b. Tidak adanya integrasi saluran-saluran drainase di permukiman pada saluran-

saluran drainase yang lebih besar antara satu wilayah dengan wilayah lain.

c. Kondisi lahan yang relatif datar (0% - 2%), terjadinya fungsi saluran yang

semula sebagai irigasi menjadi drainase serta adanya arus balik dari Sungai

Citarum dan tinggi muka air sungai yang rata-rata sama dengan permukaan

tanah menyebabkan pengembangan drainase di wilayah perencanaan cukup

sulit dilaksanakan terutama pengaliran air hujan.

d. Dimensi gorong-gorong di jalan tol Padalarang-Cileunyi yang kapasitasnya

sudah tidak mencukupi lagi.

Page 2: Drainase Dan Banjir (Bandung)

2

e. Adanya penumpukan sampah dan lumpur yang terbawa arus air serta

tumbuhnya pepohonan di sekitar gorong-gorong di jalan tol Padalarang-

Cileunyi mengakibatkan tertahannya aliran air.

Dampak permasalahan drainase di Wilayah Gedebage secara langsung dan tidak

langsung menjadi faktor seringnya menjadi masalah banjir musiman apabila musim

hujan datang. (RDTRK Wilayah Gedebage, Bandung Tahun 2005-2010).

Melihat permasalahan diatas, Kecamatan Cisaranten Wetan merupakan daerah yang

berada di sekitar jalan Soekarno-Hatta yang akan merasakan langsung dampak dari

perkembangan suatu wilayah tersebut. Dengan kondisi seperti diatas tidak menutup

kemungkinan Kelurahan Cisaranten Wetan akan mengalami masalah banjir musiman

apabila musim hujan datang. Selain itu berdasarkan ( Sistem Pendataan Profil Desa /

Profil Kelurahan tahun 2005 ), kondisi yang menyebabkan banjir di wilayah tersebut

adalah tidak adanya saluran drainase/saluran air limbah.

Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan banjir di Kelurahan Cisaranten

Wetan perlu adanya analisa kondisi dan penyebab banjir di lokasi tersebut, sehingga

dapat diketahui sumber dari masalah dan alternatif penanganannya.

Page 3: Drainase Dan Banjir (Bandung)

3

BAB II

GAMBARAN UMUM

2.1 Karakteristik Lingkungan Fisik

2.1.1 Letak Geografis

Dalam RTRW Kota Bandung 2004 – 2013, Kawasan Gedebage dan termasuk Wilayah

Kelurahan Cisaranten menjadi bagian pengembangan Kota Bandung ditetapkan

sebagai pusat primer kedua yang dikembangkan untuk mengurangi beban aktifitas

dan lalu lintas di pusat Kota Bandung dan Bandung Bagian Barat. Kawasan ini

diharapkan menjadi magnet investasi yang menarik, penggerak Kota Bandung Bagian

Timur, dengan tingkat kualitas hidup tinggi dan berkelanjutan, kawasan ini akan

dikembangkan secara terpadu dilengkapi berbagai fasilitas bisnis, sosial, rekreasi dan

olah raga. ( Sumber RTRW Kota Bandung 2004-2013)

Wilayah Kelurahan Cisaranten Wetan yang merupakan kawasan studi kajian terletak

di Kecamatan Ujung Berung, tepatnya di bagian selatan Kota Bandung, ataupun di Jl.

Soekarno-Hata.

Daerah studi Wilayah Cisaranten Wetan mempunyai luas 269,62 ha, batasan-

batasannya adalah sebagai berikut.

Sebelah Utara : Kelurahan Ujungberung

Sebelah Timur : Desa Mekarmulya

Sebelah Barat : Desa Cisaranten Kulon

Sebelah Selatan : Desa Cisaranten Kidul

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.1

Page 4: Drainase Dan Banjir (Bandung)

4

Gambar 2.1. Peta Lokasi Kelurahan Cisaranten Wetan

2.1.2 Geomorfologi dan Topografi

Kota Bandung berada pada ketinggian sekitar 791 meter dari permukaan laut (dpl).

Titik tertinggi berada di sebelah utara dengan ketinggian 1.050 meter dari

permukaan air laut dan titik terrendah di sebelah selatan dengan ketinggian 675

meter dari permukaan laut (dpl). Morfologi tanahnya terbagi dalam dua hamparan.

Di sebelah utara relatif berbukit-bukit kecil dan di sebelah selatan merupakan daerah

dataran ( RUTR Kota Bandung 2004-2013)

Page 5: Drainase Dan Banjir (Bandung)

5

Keadaan topografi Wilayah Kota Bandung mempunyai arah kemiringan (slope) ke

selatan. Daerahnya datar di bagian selatan dan semakin miring dataranya di bagian

utara. Apabila diklasifikasikan, keadaan lerengnya dapat dibagi:

Daerah dataran, terdapat di bagian selatan Kota Bandung, mulai jalan raya

antara Cibereum-Cicaheum menuju arah selatan (sampai ke jalan tol Panci

batas Kota Bandung).

Daerah landai- agak miring, meliputi daerah bagian tengah Kota Bandung,

mulai dari Jalan Raya Cibeureum-Cicaheum ke arah utara sampai Jalan

Terusan Pasteur lurus arah timur.

Daerah agak miring - sangat miring, tersebar di bagian utara Bandung,

terutama di Kelurahan Ciumbuleuit, Hegarmanah, Ledeng, Isola dan

Gegerkalong.

Sebagai batas wilayah daerah lindung, baiknya ditetapkan oleh lereng 40%,

disarankan agar tanah dengan kemiringan sama atau > 40% tidak di pergunakan

untuk bangunan perumahan dan lain-lain, melainkan dibiarkan agar tertutup atau

dijadikan kawasan hutan lindung.

2.1.3 Geologi

Keadaan geologi tanah yang ada di Kotamadya Daerah Bandung terbentuk pada

zaman kwarter dan mempunyai lapisan tanah alluvial hasil letusan Gunung

Tangkuban Perahu, secara fisiografi, Daerah Bandung termasuk dalam zone depresi

tengah Jawa Barat (Van Bemmelen, 1949) dan dicirikan oleh kegiatan gunung api

dan endapan sedimen laut berumur miosen hingga endapan berumur holosen dan

resen. Daerah Bandung sebagian besar ditutupi oleh batuan vulkanik yang sangat

tebal berumur kuarter. Setelah berakhir pengendapan, kemudian terjadi periode

pengangkutan hingga bagian utara Kota Bandung terangkat membentuk jajaran

pegunungan dan perbukitan.

Page 6: Drainase Dan Banjir (Bandung)

6

2.1.4 Jenis Tanah

Jenis tanah di Kota Bandung terdiri dari latosol, dan aluvial. Latosol dan sedikit

andosol terdapat di Bandung Utara, sedangkan Bandung Selatan, Timur dan Barat

tersebar jenis tanah aluvial yang bahan induknya bahan endapan liat.

2.1.5 Iklim

Iklim asli Kota Bandung dipengaruhi oleh pegunungan di sekitarnya sehingga cuaca

yang terbentuk sejuk dan lembab. Namun beberapa waktu belakangan ini

temperatur rata-rata Kota Bandung meningkat tajam, hingga pernah mencapai 31,6

C° yaitu pada tanggal 9 Oktober dan 16 November 2005. Hal tersebut diduga

terutama disebabkan oleh polusi udara akibat kendaraan bermotor. Walaupun

demikian curah hujan di Kota Bandung masih sangat tinggi.

2.1.6 Hidrologi

1. Air Permukaan

Dalam Wilayah Kelurahan Cisarantan Wetan keadaan, fungsi dan kondisi air

permukaan umumnya kurang begitu baik. Di seluruh anak sungai yang berada di

Wilayah Cisaranten Wetan semuanya mengalami pendangkalan dan penyempitan

akibat timbulan sampah dan kurang terawatnya aliran sungai, menyebabkan pada

saat hujan Wilayah Cisaranten Wetan dan jalur Jl. Soekarno Hatta mengalami banjir,

dan dipengaruhi keadaan topografi dan kemiringan lahan yang relatif landai

mencapai kemiringan 2 %. Hal demikian sangat rentan dengan genangan air pada

saat musim penghujan tiba. Sumber-sumber air permukaan khususnya sungai yang

mengalir pada wilayah tersebut dilayani beberapa sungai yang termasuk sub DAS

Sungai Cipanjalu, Sungai Cijalupang, Sungai Cinambo, Sungai Ciwaru, Sungai

Cihampelas, dimana kondisinya bisa diketahui dengan lebar rata-rata 7 m dan

kedalaman 2 m. Terkecuali sungai cipanjalu lebar 6 m dan dalam 2 m. Semua sungai

yang ada dalam wilayah studi termasuk ke dalam Daerah Aliran Sungai (DAS)

Citarum. (Profil Desa dan Profil Kelurahan tahun 2005)

Page 7: Drainase Dan Banjir (Bandung)

7

2. Air Tanah

Umumnya pengadaan air bersih di Kelurahan Cisaranten Wetan sudah terlayani oleh

jaringan air bersih PDAM Kota Bandung. Namun masih ada juga masyarakat yang

menggunakan fasilitas sumber air tanah dangkal dan sumur bor dengan kedalaman

tiap sumur mencapai rata 5 – 7 meter.

2.2 Tata Guna Lahan

2.2.1 Kondisi Tata Guna Lahan

Sebelum pengembangan Kelurahan Cisaranten Wetan adalah lahan basah dan lahan

kering. Lahan basah terdiri dari sawah tadah hujan, pertanian dan irigasi, sedangkan

lahan kering terdiri dari lahan perumahan dan tegalan.

Berikut tata guna lahan Wilayah Kelurahan Cisaranten :

Tabel 2.1 Tata Guna Lahan Kelurahan Cisaranten Wetan

Fasilitas Luas Permukiman 120 Ha

Kuburan 1,5 Ha

Pekarangan 5 Ha Pabrik 10 Ha

Perkantoran 15,5 Ha Prasarana umum 47,62 Ha

Pertanian 60 Ha Total 269,62 Ha

Sumber : sistem pendataan profil desa dan profil kelurahan 2005

2.2.2 Jenis Fasilitas Permukiman

Fasilitas hunian penduduk terdiri dari rumah permanen, semi permanen dan non

permanen. Sedangkan luas tataguna lahan terbangun untuk perumahan berdasarkan

jenis rumah adalah sebagai berikut :

Page 8: Drainase Dan Banjir (Bandung)

8

Tabel 2.2 Luas areal permukiman

No Fasilitas Total (Ha) 1 Permanen 75 2 Semi Permanen 34 3 Non Permanen 11

Total ∑ = 120 Ha Sumber : Data Profil Kependudukan Wilayah Kelurahan Kelurahan Cisaranten Wetan Th 2005

2.2.3 Fasilitas Peribadatan

Sarana tempat peribadatan yang ada terdapat di setiap permukiman penduduk,

dimana jumlahnya disesuaikan dengan jumlah penganut agama mayoritas yaitu

Agama Islam. Jumlah peribadatan yang ada sekarang berjumlah mesjid 10 dan

langgar/surau/mushola 4 buah dengan lokasi dan penempatan membaur secara

merata di seluruh lingkungan penduduk.

2.2.4 Fasilitas Perdagangan

Jenis fasilitas perdagangan yang ada berupa usaha perdagangan, industri mebel, kios

kelontongan, toko/swalayan, percetakan sablon dan percetakan. Lokasi fasilitas

perdagangan banyak di sepanjang Jalan Soekarno Hatta, sedangkan warung

menyebar di daerah-daerah permukiman penduduk.

2.2.5 Fasilitas Kesehatan

Fasilitas kesehatan yang ada di Kelurahan Cisaranten Wetan adalah puskesmas 1

unit, poliklinik/balai pengobatan 1 unit, apotik 1 unit, posyandu 7 unit dan tempat

praktek dokter 2 unit.

2.2.6 Fasilitas Pendidikan

Fasilitas pendidikan yang ada adalah sebagai berikut :

Page 9: Drainase Dan Banjir (Bandung)

9

Tabel 2.3 Sarana Pendidikan di Daerah Perencanaan

No Jenis Fasilitas Jumlah 1 Lembaga pendidikan agama 1 2 TPA 4 3 TK 1 4 SD / sederajat 5 5 SLTP / sederajat 1

Sumber : Sistem pendataan profil desa dan profil kelurahan tahun 2005

2.2.7 Ruang Terbuka

Ruang terbuka di daerah perencanaan masih berupa sawah, pertanian,

ladang/tegalan dan lapangan sepak bola.

2.2.8 Penyediaan Air Bersih

Sebagian besar kebutuhan sarana air bersih di daerah perencanaan ini menggunakan

air PDAM dan air tanah dangkal, yang diperoleh melalui sumur gali dan sumur

pompa.

2.2.9 Sistem Air Buangan

Penyaluran air buangan khususnya limbah rumah tangga di lokasi perencanaan

secara umum menyatu dengan saluran drainase dan sebagian kecil penduduk

membuang air limbah ke cubluk atau kakus umum.

2.2.10 Sistem Persampahan

Pengelolaan sampah dari aktifitas penduduk seperti sampah domestik dan non

domestik, dilakukan pengangkutan oleh petugas pengangkut sampah yang dikelola

oleh RW setempat ke TPS yang berada di daerah itu. Dengan pengangkutan yang

dilakukan oleh pengangkut sampah dari dinas kebersihan Kota Bandung setiap 3 hari

sekali.

Page 10: Drainase Dan Banjir (Bandung)

10

2.2.11 Jaringan Listrik

Jaringan listrik untuk daerah Cisaranten Wetan masih dilayani oleh PLN dari gardu

induk Ujung Berung.

2.2.12 Jaringan Telekomunikasi

Di daerah kajian sebagian penduduk telah memanfaatkan fasilitas telepon,

sedangkan penduduk yang lainnya belum bisa memanfaatkan fasilitas tersebut

dikarenakan keterbatasan ekonomi

Page 11: Drainase Dan Banjir (Bandung)

11

BAB III

IDENTIFIKASI DRAINASE SISTEM EKSISTING

3.1.1 Sistem Saluran Drainase

Saluran drainase yang ada kondisinya sudah dalam keadaan rusak, dimana

pengaliran air terhambat oleh tumpukan sampah yang menumpuk di sepanjang

saluran drainase, yang menyebabkan di beberapa titik pada saat musim penghujan

tiba terdapat genangan air. Selain aliran air yang terhambat oleh sampah, dilihat dari

rata-rata kemiringan tanah relatif datar. Kondisi seperti ini dapat menyulitkan

perencanaan saluran baru.

A. Sistem Drainase Alami

Sungai utama yang terdekat dengan daerah perencanaan adalah Sungai Cijalupang

yang berada di sebelah barat, di sebelah timur dilintasi aliran Sungai Cinambo, dan

diantara dua aliran dari barat dan Timur berada ditengah-tengah terdapat sungai

Cipanjalu. Kedua aliran Sungai Cijalupang dan Cinambo tepat berada di perbatasan

garis lokasi perencanaan, sedangkan Sungai Cipanjalu melintasi di sekitar

permukiman penduduk. Kondisi topografi dari lokasi tersebut menunjukan bahwa air

mengalir dari utara menuju selatan berada di tiga bagian aliran lokasi perencanaan,

arah aliran ke arah barat ditampung oleh Sungai Cijalupang, sedangkan arah aliran ke

arah timur ditampung oleh Sungai Cinambo, dan untuk aliran yang berada di tengah

perkampungan ditampung oleh Sungai Cipanjalu.

B. Sistem Drainase Buatan

Dari pengamatan di lapangan sistem drainase yang ada terdiri dari saluran-saluran

pembuangan air hujan yang mengikuti pola jaringan drainase jalan di mana limpasan

air yang berasal dari daerah limpasannya mengalir masuk ke dalam saluran skunder

dan menuju saluran primer.

Page 12: Drainase Dan Banjir (Bandung)

12

3.1.2 Kondisi Sungai di Lapangan

Kondisi sungai yang ada di lapangan kurang begitu baik. Banyaknya sampah dan

pendangkalan pada badan sungai dapat membuat aliran air terhambat, terutama

pada gorong-gorong. Selain itu penyempitan badan sungai juga menyebabkan

volume air pada saat hujan tidak dapat tertampung dengan baik, sehingga sering

terjadi genangan air pada saat musim hujan tiba.

3.1.3 Gambaran Kondisi Sungai di Lapangan

Berikut gambaran kondisi sungai-sungai yang melintasi kelurahan Cisaranten Wetan

a. Kondisi Sungai Cijalupang

Dari data lapangan Sungai Cijalupang sedang dilakukan normalisasi yang

dikerjakan/ditangani oleh Balai Besar Wilayah Sungai Citarum (BBWSC) dimana

pengerjaannya mulai dari tanggal 15 September tahun 2007 sampai 30 Mei 2008.

Panjang total Sungai Cijalupang yang dinormalisasi adalah sepanjang 8 km. Dengan

dimensi saluran sebelum normalisasi adalah lebar = 6 m dan tinggi = 1,5 m, dan

setelah dinormalisasi dimensi Sungai Cijalupang menjadi lebar = 10 m dan dalam 3

m. dengan bentuk saluran (empat persegi panjang)

Gambar 3.1 Sungai Cijalupang

Page 13: Drainase Dan Banjir (Bandung)

13

Gambar 3.1 adalah gambar Sungai Cijalupang yang diambil dekat perumahan Pinus

Regensi, saat ini telah dilakukan normalisasi. Tujuan dilakukannya normalisasi

terhadap Sungai Cijalupang adalah agar debit air yang mengalir pada Sungai

tersebut dapat tertampung dengan baik. Selama ini sungai tersebut menjadi

penyebab banjir pada saat musim hujan, akibat pendangkalan oleh sediment

(endapan lumpur) yang terbawa oleh air, dan penyempitan saluran, sehingga pada

musim hujan tiba sungai tersebut sering mengakibatkan banjir.

Gambar 3.2 Sungai Cipanjalu di jalan Soekarno hatta

Dari Gambar 3.2 terlihat gambar pondasi jembatan yang menghubungkan antara

perumahan Pinus Regensi dengan jalan Soekarno Hatta. Pengerjaan normalisasi dan

pembangunan jembatan dilakukan oleh Balai Besar Wilayah Sungai Citarum (BBWSC)

b. Kondisi Sungai Cinambo

Dari pengamatan lapangan Sungai Cinambo tidak dilakukan normalisasi, sehingga

pada saat musim hujan tiba sering terjadi luapan yang menggenangi permukiman

dan sepanjang Jl. Soekarno Hatta dan dapat menimbulkan gangguan pada pengguna

jalan seperti sepeda motor dan kendaraan roda 4. dibawah ini gambar Sungai

Cinambo :

Dimensi Gorong-gorong : lebar = 6 m, dalam = 1.5 m

Page 14: Drainase Dan Banjir (Bandung)

14

Gambar 3.3 Sungai Cinambo yang melintasi Jalan Soekarno Hatta Dari Gambar 3.3 terlihat Sungai Cinambo yang melintasi Jalan Soekarno Hatta. Pada

gorong-gorong terlihat sedimen yang menghalangi laju aliran air. Pada saat musim

hujan tiba daerah Jalan Soekarno Hatta menjadi langganan banjir, yang

mengakibatkan antrian kendaraan di sepanjang Jalan Soekarno Hatta. Selain

mengakibatkan antrian kendaraan luapan air juga menggenangi permukiman

penduduk.

Gambar 3.4 Sungai Cinambo yang melintasi Jl. Soekarno Hatta setelah banjir surut

Page 15: Drainase Dan Banjir (Bandung)

15

Dari gambar 3.4 kondisi mulut gorong-gorong Saluran Cinambo yang melintasi Jl.

Sukarno Hatta sesudah banjir surut. Terlihat tumpukan sampah yang terbawa arus

air, yang merupakan penyebab terjadinya pendangkalan sungai.

Gambar 3.5 Kondisi Sungai Cinambo diantara pondasi rumah

Dari gambar 3.5 kondisi Saluran Cinambo disamping RM. Andalas dan Pabrik Nobel

Karpet. Terlihat Sungai Cinambo terhimpit oleh benteng / pondasi dari sebelah kiri

oleh Pabrik Nobel Karpet dan di sebelah kanan oleh Rumah Makan Andalas, pondasi

terlihat menghabiskan badan Sungai, kondisi tersebut menyulitkan apabila dilakukan

pelebaran Sungai, karena sempadan Sungai habis dibuat pondasi bangunan.

Page 16: Drainase Dan Banjir (Bandung)

16

Gambar 3.6 Sungai Cinambo di samping Kantor Geologi

Dari gambar 3.6 kondisi Sungai Cinambo di samping Kantor Geologi di ujung gorong-

gorong Jl. Soekarno Hatta, terlihat sedimen/tumpukan sampah di badan Sungai yang

menghambat laju aliran air. Kondisi seperti ini sangat rentan banjir pada saat musim

hujan tiba. Dan terlihat juga lantai jembatan yang menghubungkan Kantor Geologi

dengan Jl. Soekarno Hatta bagian bawah jembatan berada di bawah bibir saluran,

sehingga dapat mengganggu laju aliran air.

Gambar 3.7 Kondisi Sungai Cinambo saat hujan reda

Page 17: Drainase Dan Banjir (Bandung)

17

Dari gambar 3.7 kondisi Sungai Cinambo di Jl. Rumah Sakit, terlihat lantai jambatan

terlalu rendah dengan muka air sehingga laju aliran air terganggu. Daerah ini juga

menjadi langganan banjir pada saat musim hujan tiba. Jalur Jl. Rumah Sakit

merupakan jalur alternatif yang menghubungkan jalur Jl. Ujungberung dengan Jl.

Soekarno Hatta.

Gambar 3.8 Kondisi Sungai Cinambo mengalami penyempitan

Dari gambar 3.8 kondisi Saluran Sungai Cinambo di dekat Jl Rumah Sakit di belakang

Cipaganti Rental, terjadi pendangkalan dan penyempitan oleh ilalang sehingga laju

aliran air terhambat. Semula dimensi sungai dengan lebar 6 m dan dalam 2m. Akibat

tidak terawat kini dimensinya dengan lebar 4 m dan dalam hanya 1.5 m.Tidak adanya

sempadan sungai yang habis oleh pondasi bangunan menyulitkan bila dilakukan

peleberan pada sungai tersebut.

Page 18: Drainase Dan Banjir (Bandung)

18

Gambar 3.9 Kondisi banjir akibat luapan Sungai Cinambo di Jl. Sukarno Hatta

Dari gambar 3.9 dampak dari luapan Sungai Cinambo, Sungai Cipanjalu dan Sungai

Cijalupang sebelum dilakukan normalisasi di Sungai Cijalupang membuat jalur JL.

Soekarno Hatta menjadi tergenang air luapan dari ketiga sungai, ketiga sungai

tersebut sudah tidak mampuh menampung debit air lagi. Selain menggenangi Jl.

Sukarno Hatta, banjir juga menggenangi beberapa permukimam penduduk.

d. Kondisi Sungai Cipanjalu

Gambar foto-foto di bawah ini menerangkan kondisi Sungai Cipanjalu yang melintasi

permukiman penduduk di JL. Golf, sungai ini tidak dilakukan normalisasi. Meski

sungai tersebut rawan dengan banjir akibat luapan air. Dimensi Sungai Cijalupang

dengan lebar = 6 m dan dalam = 2 m.

Page 19: Drainase Dan Banjir (Bandung)

19

Gambar 3.10 Sungai Cipanjalu yang melintasi permukiman penduduk

Dari gambar 3.10 kondisi Sungai Cipanjalu terlihat adanya pendangkalan akibat dari

sedimen yang membuat dimensi sungai menjadi sempit. Terlihat juga dasar Sungai

Cipanjalu hampir sama dengan lantai dasar permukiman penduduk. Kondisi ini

sangat rentan terhadap banjir akibat dari luapan air.

Gambar 3.11 kondisi sungai Cipanjalu di Jl. Golf

Dari Gambar 3.11 kondisi sungai di Jalan Golf terlihat sedimen di sepanjang sungai,

dan terlihat juga benteng yang cukup tinggi dengan tinggi 130 cm menjadi benteng

penahan air. Elevasi Jalan Golf hampir sama dengan lantai sungai. Daerah tersebut

Page 20: Drainase Dan Banjir (Bandung)

20

sangat rawan banjir pada saat musim hujan tiba. Banjir tersebut terjadi akibat dari

luapan Sungai Cipanjalu. Di daerah tersebut banjir bisa mencapai ketinggian 1 m.

Gambar 3.12 kondisi pembuatan sungai baru yang menghubungkan Sungai Cipanjalu

dengan Sungai Cijalupang.

Gambar 3.13 Rencana untuk sadapan Sungai Cipanjalu menuju aliran Sungai

Cijalupang.

Dari gambar 3.12 dan 3.13 terlihat kondisi pengerjaan sadapan sungai pada program

normalisasi Sungai Cijalupang. Pembangunan sadapan sungai belum selesai,

sehingga belum jelas bentuk dari desain gambar sadapan tersebut. Dengan dilakukan

pembuatan bangunan sadapan air, diharapkan debit air Sungai Cipanjalu bisa

Page 21: Drainase Dan Banjir (Bandung)

21

terkurangi, sehingga debit air yang mengalir pada Sungai Cipanjalu bisa tertampung

dengan baik.

Gambar 3.14 kondisi percabangan antara Sungai Cipanjalu dengan Sungai Cijalupang.

Dari gambar 3.14 kondisi percabangan antara Sungai Cipanjalu dengan Sungai

Cijalupang menjadi satu aliran. Daerah tersebut sering terjadi banjir pada saat musim

hujan. Oleh karena itu pada gorong-gorong tersebut dilakukan pengerukan sedimen.

Hasilnya terlihat di gambar mulut gorong-gorong yang melintasi Jalan Soekarno

Hatta menjadi lebih dalam, dengan kedalaman 3 m. Padahal sebelum dilakukan

pengambilan sediment kedalaman gorong-gorong kedalamannya hanya 1.5 m.

Page 22: Drainase Dan Banjir (Bandung)

22

BAB IV

USULAN PENANGANAN BANJIR

4.1 Penanganan Banjir

4.1.1 Umum

Berdasarkan pengamatan di lapangan Kelurahan Cisaranten Wetan merupakan

daerah rawan banjir pada saat musim hujan tiba. Masalah banjir di Kelurahan

Cisaranten Wetan disebabkan oleh pendangkalan Sungai Cinambo, Sungai

Cijalupang, dan Sungai Cipanjalu. Pendangkalan dan penyempitan sungai

mengakibatkan luapan air yang menggenangi permukiman penduduk saat musim

penghujan tiba. Tinggi genangan bervariasi antara 30 cm sampai 100 cm di beberapa

titik.

Jika dirunut dari hilir ke hulu permasalahan banjir yang terjadi di Kelurahan

Cisaranten Wetan terdapat beberapa masalah di lapangan, antara lain dimensi

gorong-gorong yang melintasi JL. Soekarno Hatta dan Gorong-gorong yang melintasi

jalan tol Cipularang sudah tidak bisa mengalirkan air secara maksimal, akibat dari

pendangkalan dan tidak adanya penanganan/perbaikan sungai tersebut. Selain itu

faktor elevasi tanah yang relatif datar sangat mempengaruhi laju aliran air.

Untuk penanganan genangan banjir di wilayah kajian solosi penanganannya

menggunakan Kolam Tandon atau Normalisasi Sungai, mengingat ketersediaan lahan

untuk dijadikan Kolam Tandon cukup memenuhi. Begitu juga bila dilakukan

Normalisasi Sungai di perlukan ketersediaan lahan pada bantaran sungai, konsep

pembuatan kolam tandon diharapkan bisa menangani kelebihan limpasan air agar

tidak terjadi genangan pada wiyah tersebut, fungsi kolam tandon hanya sebagai

pengumpul air (reservoir) dan selanjutnya dibuang ke sungai Cijalupang sebagai

badan air penerima.

Page 23: Drainase Dan Banjir (Bandung)

23

4.1.2 Usulan Alternatif Penanganan Banjir

4.1.2.1 Alternatif I Penggunaan Kolam Tandon/Retensi

Usulan alternatif untuk penanganan banjir di wilayah kajian adalah menggunakan

Kolam Tandon, dimana dasarnya sama dengan kolam retensi. Kapasitas pembuatan

kolam tandon disesuaikan dengan debit banjir/genangan di wilayah tersebut. Bentuk

kolam tandon disesuaikan dengan ketersediaan lahan yang ada di wilayah kajian.

Pertimbangan mempergunakan kolam tandon adalah :

Ketersediaan lahan untuk pembuatan kolam tandon memenuhi syarat

Pembuatan tandon memanfaatkan lahan sawah yang ada di daerah kajian.

Penggunaan kolam tandon cukup efektif untuk menampung kelebihan

air/genangan yang ada di daerah perencanaan.

4.1.2.2 Alternatif II Normalisasi Sungai

Normalisasi sungai merupakan upaya dalam penanganan banjir, salah satunya

dengan cara menambah dimensi sungai atau mengambil sedimen yang terdapat

dalam sungai.

Keuntungan dari normalisasi sungai adalah Kapasitas sungai mampu menampung

debit limpasan yang lewat, sehingga genangan banjir bisa dicegah

4.1.2.3 Segi Teknis dan Segi Ekonomis

Segi Teknis

Pemilihan alternatif dilakukan dengan menggunakan Metode Teknik

Pembobotan Berperingkat. Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam Metode

Pembobotan Berperingkat adalah sebagai berikut :

1. Menentukan parameter-parameter yang akan digunakan untuk

dipertimbangkan dalam proses pemilihan alternatif.

2. Menentukan besarnya Koefisien Pentingnya Faktor (KPF) untuk setiap

parameter. Pembobotan parameter didasarkan atas besarnya kepentingan

Page 24: Drainase Dan Banjir (Bandung)

24

faktor dalam proses pengambilan keputusan. Nilai yang diberikan dalam

melakukan perbandingan adalah :

0 = Untuk parameter yang lebih tidak penting

0,5 = Untuk parameter yang sama penting

1,0 = Untuk parameter yang lebih penting

Jumlah nilai KPF = 1, untuk melihat apakah proses penilaian yang

dilakukan adalah benar maka dilakukan perhitungan yaitu :

Nilai =

2)1(NN

Nilai = 62

122

14(4

Dimana :

N = Jumlah parameter yang dipakai dalam pemilihan alternatif

KPF =iTotalJumlahNilaarameterNilaiTiapPJuml.

KPA =iTotalJumlahNila

lternatifNilaiTiapAJuml.

Untuk mengetahui parameter-parameter yang digunakan pada setiap alternatif

dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan penentuan nilai KPF dapat dilihat pada Tabel

4.2.

Keterangan tiap parameter Luas kebutuhan lahan

Lahan yang dibutuhkan untuk pembuatan kolam tandon dan normalisasi sungai.

Kemudahan pelaksanaan pekerjaan

Kolam tandon

pelaksanaan pekerjaan kolam tandon mudah dikerjakan. Karena pengerjaannya

hanya di satu titik pengerjaan, mobilisasi untuk alat berat dan pengiriman matrial

Page 25: Drainase Dan Banjir (Bandung)

25

tidak terlalu sulit, tidak adanya pengaturan aliran air, pengaturan aliran air sedikit

dan hanya diakhir pekerjaan pada saat pengerjaan finishing.

Normalisasi sungai

Pelaksanaan normalisasi sungai cukup sulit, mobilisasi alat berat dan pengiriman

bahan matrial, selain mobilisasi pengerjaan kirmir cukup merepotkan karena

pada saat pembuatan dinding kirmir aliran air tidak boleh menggenangi

pasangan batu sehingga harus dilakukan pembuatan tanggul supaya air tidak

menggenangi kegiatan pembuatan kirmir.

Biaya

Biaya investasi untuk pembangunan dari masing-masing alternatif.

Ada pun yang termasuk dalam kegiatan pembangunan adalah pembebasan

lahan, pengerukan, penggunaan alat berat, kebutuhan material untuk

pembangunan Kirmir dan lainnya perhitungan kasar dari kedua alternatif adalah :

1. Kolam tandon Rp. 2.500,000 / m2

2. Normalisasi sungai Rp. 3.000,000 / m2

Kemudahan Perawatan dan Pemeliharaan

Kegagalan sistem penanganan banjir air hujan sering disebabkan oleh karena

tidak adanya perawatan dan pemeliharaan

Kolam tandon

Pemeliharaan kolam tandon tidak sulit, mengingat fungsi kolam tandon hanya

sebagai kantung air/penampungan air, untuk pemeliharaan kolam tandon apa

bila terjadi pendangkalan pada saluran dan kolam tandon akibat dari endapan

sedimen maka dilakukan pengangkatan sedimen, tujuannya untuk menjaga debit

yang ditampung tatap stabil, pengangkatan sedimen dilakukan dengan cara

menutup pintu air inlet agar memudahkan pengambilan endapan, pengambilan

endapan dilakukan oleh alat berat dan memungkinkan alat berat memasuki

Page 26: Drainase Dan Banjir (Bandung)

26

kolam tandon. Pada saat pengerukan sebaiknya dilakukan pada saat musim

kemarau, untuk kegiatan pemeliharaan kolam tandon tidak diperlukan tenaga

ahli.

Normalisasi sungai

Pemeliharaannya dilakukan sepanjang aliran sungai, adanya sedimen yang

terendapkan memungkinkan akan memperlambat laju aliran air, sehingga perlu

dilakukan pengangkatan sedimen di sepanjang sungai agar aliran air berjalan

dengan baik, perawatan normalisasi sungai tidak memerlukan tenaga ahli.

Tabel 4.1 Penilaian parameter setiap alternatif

No Parameter Alternatif I Alternatif II

1 Luas kebutuhan lahan 6 Ha 2 Ha

2 Kemudahan pengerjaan mudah sedang

3 Biaya pengerjaan Rp. 2.500,000 / m2 Rp. 3,000,000/ m2

4 Perawatan mudah sedang

Sumber : hasil kajian

Tabel 4.2 Penentuan Nilai Koefisien Pentingnya Faktor (KPF)

No Parameter 1 2 3 4

Jumlah KPF

1 0.5 1 0 1.5 0.250 2 0.5 0 0.5 1 0.167 3 0 1 0.5 1.5 0.250 4 1 0.5 0.5 2 0.333

Jumlah 6 1.000 Sumber : hasil perhitungan

Keterangan :

No parameter 1 = Luas Ketersedian lahan

No parameter 2 = Kemudahan pengerjaan

No parameter 3 = biaya

No parameter 4 = Perawatan

Page 27: Drainase Dan Banjir (Bandung)

27

Untuk mengetahui apakah pembobotan dilakukan secara benar, maka digunakan

rumus : Nilai = 62

122

)14(4

3. Menentukan besarnya nilai Koefisien Pemilihan Alternatif (KPA) untuk setiap

parameter, yaitu pemberian pembobotan pada masing-masing alternatif

kemudian setiap parameter alternatif dijumlahkan. Hasil pembagian antara nilai

alternatif dari suatu parameter tertentu terhadap jumlah parameternya. Nilai

yang diberikan adalah sebagai berikut :

0 = Untuk parameter yang lebih tidak menguntungkan

0,5 = Untuk parameter yang sama menguntungkan

1,0 = Untuk parameter yang lebih menguntungkan

Tahap penentuan alternatif masing-masing jalur yaitu dengan membandingkan

nilai akhir yang didapatkan. Nilai akhir tersebut adalah :

Nilai = KPF x KPA

Alternatif terpilih adalah alternatif yang total hasil perkalian antara KPF dan KPA nya

paling besar. Untuk lebih mengetahui nilai Koefisien Pemilihan Alternatif (KPA) dapat

dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Penentuan nilai Koefisien Pemilihan Alternatif (KPA)

Parameter Alternatif

Jumlah KPA KPF Alternatif

I Alternatif

II I II

1 I 0 0 0

0.250 0

II 1 1 1 0.250

2 I 1 1 1

0.167 0.167

II 0 0 0 0

3 I 1 1 1

0.250 0.25

II 0 0 0 0

4 I 1 1 1

0.333 0.333

II 0 0 0 0 Jumlah 0,750 0.250

Sumber : hasil perhitungan

Page 28: Drainase Dan Banjir (Bandung)

28

Keterangan :

No parameter 1 = Luas Ketersedian lahan

No parameter 2 = Kemudahan pengerjaan

No parameter 3 = biaya

No parameter 4 = Perawatan

Berdasar dari nilai Koefisien Pemilihan Alternatif (KPA) yang tertinggi yaitu alternatif

I, sehingga alternatif I merupakan alternatif terpilih ditinjau dari segi teknis,

Dari Tabel 4.1 terlihat bahwa alternatif I merupakan alternatif yang paling ekonomis

dibanding dengan alternatif II, sehingga alternatif I merupakan alternatif terpilih

ditinjau dari segi ekonomis.

4.1.2.4 Perhitungan Genangan Banjir di Lapangan

Perhitungan debit genangan banjir dilakukan untuk mengetahui besaran debit banjir

di wilayah kajian, perhitungan debit genangan adalah sebagai berikut :

Blok I Data lapangan

Tinggi genangan = 50 sampai 80 cm ≈ 65 Cm ≈ 0,65 m

Luas genangan = 14200 m2

Lama genangan t = 1 – 3 hari ≈ 1,5 hari

Sumber banjir berasal dari Sungai Cipanjalu

Q banjir :

V = A x D

V = 14200*0,65

V = 9230 m3

Blok II

Data lapangan

Tinggi genangan = 40 sampai 60 cm ≈ 50 Cm

Page 29: Drainase Dan Banjir (Bandung)

29

Luas genangan = 16700 m2

Lama genangan t = 4 – 5 jam ≈ 4,5 jam

Sumber banjir berasal dari Sungai Cipanjalu

Q banjir

V = A x D

V = 16700*0,5

V = 8350 m3

Blok III

Data lapangan

Tinggi genangan = 40 sampai 80 cm ≈ 60 Cm

Luas genangan = 20.000 m2

Lama genangan t = 2 – 3 jam ≈ 2,5 jam

Sumber banjir berasal dari Sungai Cipanjalu

Q banjir

V = A x D

V = 10.000 * 0,60

V = 20.000 m3

Blok IV

Data lapangan

Tinggi genangan = 40 sampai 100 cm ≈ 70 Cm

Luas genangan = 20700 m2

Lama genangan t = 2 – 6 jam ≈ 4 jam

Sumber banjir berasal dari Sngai Cijalupang

Q banjir

V = A x D

V = 20700 * 0,70

V = 14490 m3

Page 30: Drainase Dan Banjir (Bandung)

30

Blok V

Data lapangan

Tinggi genangan = 40 sampai 70 cm ≈ 55 Cm

Luas genangan = 25000 m2

Lama genangan t = 2 – 4 jam ≈ 3 jam

Sumber banjir berasal dari Sungai Cinambo

Q banjir

V = A x D

V = 25000 x 0,55

V = 13750 m3

4.2 Rekomendasi

Dilihat dari hasil perhitungan dari masing masing sungai menunjukkan adanya

kelebihan kapasitas debit maksimum, dari ke-dua sungai hanya satu sungai yang

mampu menerima debit limpasan yaitu Sungai Cijalupang. Sedangkan untuk Sungai

Cipanjalu sisa kelebihan air dilakukan melalui penyadapan air hingga debit limpasan

mencapai maksimum. Sisa air dialirkan ke Sungai Cijalupang, untuk alternatif

penanganan banjir di Sungai Cinambo menggunakan teknologi tandon, diharapkan

pembuatan tandon mampu menangani genangan air yang menggenangi jalan dan

permukiman penduduk, sedangkan pembuangan dari kolam tandon dialirkan

menuju Sungai Cijalupang sehingga genangan banjir di wilayah kajian dapat

ditangani dengan baik.

Page 31: Drainase Dan Banjir (Bandung)

31

BAB V

KESIMPULAN

Dari uraian yang telah disebutkan pada bab-bab terdahulu, maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut :

1. Sistem penaganan banjir yang direncanakan di Kelurahan Cisaranten Wetan Kota

Bandung menggunakan Kolam Tandon, bentuk kolam tandon berbentuk empat

persegi panjang dengan dimensi panjang 300 m dan lebar 150 m.

2. Badan air penerima dari Kolam Tandon yang digunakan adalah Sungai Cijalupang,

x

3. Setelah dilakukan penentuan dan pemilihan alternatif maka alternatif yang

terpilih adalah alternatif I dengan mempertimbangkan segi teknis dan ekonomis

saluran dan kolam tandon dengan luas ±6 Ha dan jumlah gorong-gorong 2 buah.

4. Perlengkapan yang di gunakan adalah pintu air, saluran dan gorong-gorong

Page 32: Drainase Dan Banjir (Bandung)

32

DAFTAR PUSTAKA

Badan Meteorologi dan Geofisika 2002., Data Curah Hujan-Pos Badan Pusat Statistik Kota Bandung 2006,. Jumlah Penduduk Kota Bandung Damanhuri, Enri., diktat kuliah Statistika Jurusan Teknik Lingkungan ITB Dinas PU. Pengairan Kota Bandung. 2006,. Data Curah Hujan-Pos stasiun Hujan Kota Bandung Balai Besar WIlayah Sungai Citarum (BBWSC) Profil Drainase Kec.Ujung Berung

Subarkah, Imam., (1980), Hidrologi Untuk Perencanaan Bangunan Air, Idea Dharma, Bandung.

Kinori, B.Z., (1970), Manual of Surface Drainage Engineering, Volume I, Elsevier Publishing Co., Amsterdam. Linsley, Ray K. Jr., Max A. Kohler and Joseph L.H. aulus, (1992), Hydrologyfor Engineers, Third Edition, McGraw-Hil, Inc. Moduto, “Desain Drainase Perkotaan”, Vol. I, Dept. Teknik Lingkungan ITB, Bandung, 1996

Masduki, Moh., 1999, Drainase Perkotaan – Diseminasi Petunjuk Teknis Drainase., Dept.PU JABAR Bandung. Masduki, Moh., 1995/1996, diktat kuliah Drainase Permukiman “ Analisis Hidrologi” Jurusan Teknik Lingkungan ITB Soewarno., 1995., Aplikasi Metode Statistik Untuk Analisa Data.,Nova., Bandung. Stephenson, D., 1981., Storm Water Hydrology and Drainage., Elsevier., Amsterdam V.T Chow., Mays W, larry., 1998., Applied Hidrology., McGraw – Hill Int., New York. Profil Kelurahan Cisaranten Wetan Tahun 2006