PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG
PRVINSI LAMPUNGWALIKOTA BANDAR LAMPUNGPROVINSI LAMPUNG
RANCANGANPERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG
NOMOR TAHUN 2014
TENTANG
PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA BANDAR LAMPUNG
Menimbang :a. bahwa lingkungan hidup merupakan karunia Tuhan
Yang Maha Esa yang memberikan manfaat untuk kesejahteraan manusia
sehingga perlu dilindungi dan dikelola;
b. bahwa Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup merupakan
upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang
antara lain meliputi kebijakan penataan, pemanfaatan, pengembangan,
pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan
hidup;
c. bahwa berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor
38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota, urusan lingkungan hidup merupakan urusan wajib
Pemerintah Kabupaten/Kota;
d. bahwa untuk melaksanakan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam huruf b, dengan
berpedoman kepada Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 perlu
Peraturan Daerah yang dapat dijadikan landasan dalam penyelesaian
masalah lingkungan hidup, pelestarian fungsi lingkungan hidup pada
saat ini dan akan datang di Kota Bandar Lampung;e. bahwa kualitas
lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan
perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya sehingga perlu
dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang
sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, perlu membentuk
Peraturan Daerah tentang Pedoman Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
Mengingat:1. Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 Pasal 18 ayat (3)
2. Undang - Undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang Penetapan
Undang-Undang Darurat Nomor 4 Tahun 1956 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1956 Nomor 55), Undang-Undang Darurat Nomor 5 Tahun
1956 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 56) dan
Undang-Undang Darurat Nomor 6 Tahun 1956 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1956 Nomor 57) tentang Pembentukan Daerah Tingkat
II termasuk Kotapraja dalam Lingkungan Daerah Tingkat I Sumatera
Selatan sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1959 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Inonesia
Nomor 1821);3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) ;4. Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3419);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah
diubah kedua kalinya terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2008. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 03 Tahun 1982 tentang Perubahan
Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Tanjungkarang-Telukbetung
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 6, Tambahan
Negara Republik Indonesia Nomor 3213);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1983 tentang Perubahan
Nama Kotamadya Daerah Tingkat II Tanjungkarang-Telukbetung menjadi
Kotamadya Daerah Tingkat II Bandar Lampung (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3254);9. Peraturan Pemerintah Nomor 18
Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 31, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3815) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 190, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3910);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3853);11. Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 tentang
Pengendalian Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 267, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4068); 12. Peraturan Pemerintah
Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 138, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4153); 13. Peraturan
Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4161);14. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah,
Provinsi, dan Pemerintahan Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737);15. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4833);16. Peraturan Pemerintah Nomor 42
Tahun 2008 tentang Pengelolaaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4858);17. Peraturan Pemerintah Nomor 15
Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5103);18. Peraturan Pemerintah Nomor 38
Tahun 2011 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5230);19. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 48,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5285);
20. Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 4 Tahun 2008
tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah dan Satuan
Polisi Pamong Praja Daerah Kota Bandar Lampung sebagaimana telah
diubah kedua kalinya, terakhir dengan Peraturan Daerah Kota Bandar
Lampung Nomor 4 Tahun 2011;21. Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung
Nomor 10 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2011
2030 (Lembaran Daerah Kota Bandar Lampung Tahun 2011 Nomor 10).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG
dan
WALIKOTA BANDAR LAMPUNG
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN DAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Pengertian
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Kota adalah Kota Bandar Lampung.
2. Walikota adalah Walikota Bandar Lampung.3. DPRD adalah Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandar Lampung. 4. Pemerintah Kota
adalah Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah.
5. Pejabat yang ditunjuk adalah pejabat yang mendapat pelimpahan
kewenangan dengan Keputusan Walikota Bandar Lampung.
6. SKPD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah.
7. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda,
daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya,
yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
8. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya
sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
9. Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana
yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam
strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta
keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa
kini dan generasi masa depan.
10. Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang
selanjutnya disingkat RPPLH adalah perencanaan tertulis yang memuat
potensi, masalah lingkungan hidup, dan upaya perlindungan dan
pengelolaannya dalam kurun waktu tertentu.
11. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang
merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam
membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan
hidup.
12. Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya
untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup.
13. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan
hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain,
dan keseimbangan antara keduanya.
14. Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan
hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk
atau dimasukkan ke dalamnya.
15. Sumber daya alam adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri
atas sumber daya hayati dan non hayati yang secara keseluruhan
membentuk kesatuan ekosistem.
16. Kajian Lingkungan Hidup Strategis yang selanjutnya disingkat
KLHS adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan
partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan
berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau
program.
17. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat
tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja
ditanam.
18. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan
utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
19. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang selanjutnya
disebut Amdal adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha
dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
20. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan
Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah
pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang
tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan
bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha
dan/atau kegiatan.
21. Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan
Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut SPPL adalah pernyataan
kesanggupan dari penanggung jawab usaha atau kegiatan untuk
melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup atas dampak
lingkungan hidup dari usaha dan/atau kegiatannya diluar usaha
dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL.
22. Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar
makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada
dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu
sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.
23. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam
lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu
lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
24. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah ukuran batas
perubahan sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang
dapat ditenggang oleh lingkungan hidup untuk dapat tetap
melestarikan fungsinya.
25. Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan orang yang
menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat
fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
26. Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung
dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia dan/atau hayati
lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup.
27. Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya
alam tak terbaharui untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana
dan sumber daya alam yang terbaharui untuk menjamin
pemanfaatannya,serta kesinambungan ketersediaannya dengan tetap
memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta
keanekaragamannya.
28. Perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan
langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia sehingga
menyebabkan perubahan komposisi atmosfir secara global dan selain
itu juga berupa perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati
pada kurun waktu yang dapat dibandingkan.
29. Sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan antara dua
pihak atau lebih yang timbul dari kegiatan yang berpotensi dan/atau
telah berdampak pada lingkungan hidup.
30. Dampak lingkungan hidup adalah pengaruh perubahan pada
lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau
kegiatan.31. Organisasi lingkungan hidup adalah kelompok orang yang
terorganisasi dan terbentuk atas kehendak sendiri yang tujuan dan
kegiatannya berkaitan dengan lingkungan hidup.
32. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan usaha,
baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
33. Instrumen ekonomi lingkungan hidup adalah seperangkat
kebijakan ekonomi untuk mendorong Pemerintah, pemerintah daerah
atau setiap orang ke arah pelestarian fungsi lingkungan hidup.
34. Ancaman serius adalah ancaman yang berdampak luas terhadap
lingkungan hidup dan menimbulkan keresahan masyarakat.
35. Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap
orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal dan
UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau
kegiatan.
36. Izin usaha dan/atau kegiatan adalah izin yang diterbitkan
oleh instansi teknis untuk melakukan usaha dan/atau kegiatan.
37. Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di
bawah permukaan, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air,
sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara. 38. Air limbah adalah
sisa dari suatu hasil usaha dan/atau kegiatan yang berwujud
cair.
39. Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar polutan
yang ditenggang untuk dimasukan ke media air.
40. Pengendalian pencemaran air adalah upaya pencegahan dan
penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air untuk
menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air.41.
Pencemaran air adalah masuk atau dimasukannya makhluk hidup, zat,
energi, dan/atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia
sehingga melampaui baku mutu air limbah yang telah ditetapkan.42.
Sumber pencemar air adalah setiap usaha dan/atau kegiatan yang
berpotensi menghasilkan air limbah yang masuk ke dalam sumber
air.
43. Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukannya zat,
energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan
manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat
tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi
fungsinya.44. Pengendalian pencemaran udara adalah upaya pencegahan
dan/atau penanggulangan pencemaran udara serta pemulihan mutu
udara.
45. Sumber pencemar udara adalah setiap usaha dan/atau kegiatan
yang mengeluarkan bahan pencemar ke udara yang menyebabkan udara
tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
46. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. 47. Bahan
Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat,
energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi,
dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung,
dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/a tau
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan serta kelangsungan hidup
manusia dan makhluk hidup lain.
48. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, yang selanjutnya disebut
Limbah B3, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang
mengandung B3.
49. Pengelolaan B3 adalah kegiatan yang menghasilkan,
mengangkut, mengedarkan, menyimpan, menggunakan, dan/atau membuang
B3.
50. Pengelolaan Limbah B3 adalah kegiatan yang meliputi
pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan,
pengolahan, dan/atau penimbunan.
51. Penyimpanan Limbah B3 adalah kegiatan menyimpan Limbah B3
yang dilakukan oleh penghasil, pengumpul, pemanfaat, pengolah
dan/atau penimbun Limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara.
52. Pengumpulan Limbah B3 adalah kegiatan mengumpulkan Limbah B3
dari penghasil Limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara sebelum
diserahkan kepada pemanfaat, pengolah, dan/atau penimbun Limbah
B3.
53. Penghasil Limbah B3 adalah orang yang usaha dan/atau
kegiatannya menghasilkan Limbah B3.
54. Tempat Penyimpanan Sementara Limbah B3, disingkat TPS Limbah
B3 adalah tempat atau bangunan untuk menyimpan yang dilakukan oleh
penghasil dan/atau pengumpul dan/atau pemanfaat dan/atau pengolah
dan/atau penimbun Limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara.
55. Izin penyimpanan dan izin pengumpulan limbah B3 adalah
keputusan tata usaha negara yang berisi persetujuan permohonan
untuk melakukan kegiatan penyimpanan dan kegiatan pengumpulan
limbah B3 yang diterbitkan oleh Walikota, kecuali minyak pelumas
dan/atau oli bekas.
56. Pemohon adalah badan usaha yang mengajukan permohonan izin
penyimpanan dan izin pengumpulan limbah B3.
57. Pengawasan adalah upaya terpadu yang dilaksanakan oleh
instansi yang berwenang yang meliputi pemantauan, pengamatan dan
evaluasi terhadap sumber pencemaran.
58. Pengawasan lingkungan hidup adalah kegiatan yang
dilaksanakan secara langsung atau tidak langsung oleh Pejabat
Pengawas Lingkungan Hidup Daerah untuk mengetahui tingkat ketaatan
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan pengendalian pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup.
59. Pengawas adalah Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah
(PPLHD) yang bertugas di instansi dan bertanggung jawab
melaksanakan pengawasan pengelolaan lingkungan.
60. Pemanfaatan air limbah untuk aplikasi pada tanah adalah
pemanfaatan air limbah suatu jenis usaha dan/atau kegiatan, yang
pada kondisi tertentu masih mengandung unsur-unsur yang dapat
dimanfaatkan, sebagai substitusi pupuk dan penyiraman tanah pada
lahan pembudidayaan tanaman.
Bagian Kedua
Ruang Lingkup
Pasal 2
Ruang lingkup Peraturan Daerah ini, meliputi : a. wewenang; b.
perencanaan;
c. pemanfaatan;
d. pengendalian;
e. pemeliharaan;
f. pengelolaan;
g. pengawasan;
h. penegakan hukum.
Bagian Ketiga
Maksud dan Tujuan
Paragraf 1
Maksud
Pasal 3
Kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
dimaksudkan untuk terpeliharanya fungsi lingkungan hidup dan
terwujudnya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan di
Kota Bandar Lampung.
Paragraf 2
Tujuan
Pasal 4
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan untuk
:
a. melindungi wilayah Kota Bandar Lampung dari pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
b. menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia;
c. menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian
ekosistem;
d. menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
e. mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan
hidup;
f. menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan
generasi masa depan;
g. menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup
sebagai bagian dari hak asasi manusia;
h. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana
dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan dan turut serta
mengantisipasi dampak pemanasan global untuk mewujudkan Kota yang
Ramah Lingkungan Hidup;
i. mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan; dan
j. mengantisipasi isu lingkungan global.
BAB II
WEWENANGPasal 5
Wewenang penyelenggaraan lingkungan hidup antara lain :
a. menetapkan kebijakan di bidang lingkungan hidup;
b. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS;
c. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai RPPLH;
d. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai Amdal, UKL-UPL
dan SPPL;
e. menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam dan emisi gas
rumah kaca;
f. menyelenggarakan inventarisasi dan identifikasi sumber
pencemar;
g. mengembangkan dan melaksanakan kerjasama dan kemitraan di
bidang lingkungan;
h. mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup;
i. mengkordinasikan dan melaksanakan pengendalian pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
j. memfasilitasi penyelesaian sengketa lingkungan;
k. melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan terhadap ketentuan perizinan lingkungan dan
peraturan perundangan;
l. melaksanakan standar pelayanan minimal;
m. melaksanakan kebijakan mengenai tata cara pengakuan
keberadaan kearifan lokal yang terkait dengan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup;
n. mengelola informasi lingkungan hidup;
o. mengembangkan dan melaksanakan kebijakan sistem informasi
lingkungan hidup;
p. memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan
penghargaan;
q. menerbitkan izin lingkungan;
r. menerbitkan izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup; dan
s. melakukan penegakan hukum lingkungan hidup.
BAB III
PERENCANAAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 6
RPPLH Kota disusun dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan
hidup agar dapat menunjang pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan.Bagian KetigaDokumen RPPLH
Pasal 8(1) Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
wilayah Kota diatur lebih lanjut dalam Dokumen RPPLH Kota.
(2) Penyusunan RPPLH Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
mengacu pada RPPLH Nasional dan RPPLH Provinsi.(3) Penyusunan RPPLH
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dengan
memperhatikan :
a. keragaman karakteristik dan fungsi ekologis;
b. sebaran penduduk;
c. sebaran potensi sumber daya alam;
d. kearifan lokal;
e. aspirasi masyarakat; dan
f. perubahan iklim.
(4) RPPLH Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat rencana
tentang :
a. perlindungan dan pengelolaan sumber daya lahan;
b. perlindungan dan pengeloaan sumber daya air;
c. perlindungan dan pengelolaan sumber daya hutan dan
keanekaragaman hayati;
d. perlindungan dan pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil;
e. pengelolaan sampah;
f. pengendalian pencemaran dan limbah cair;
g. pengelolaan kualitas udara dan mitigasi perubahan iklim;
h. penataan ruang dan tataguna lahan;
i. peningkatan kesadaran melalui kesadaran masyarakat melalui
pendidikan lingkungan hidup;
j. pemberdayaan masyarakat;
k. peningkatan upaya penaatan dan penegakan hukum.
(5) Dokumen RPPLH Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari peraturan daerah ini.
BAB IVPEMANFAATAN
Pasal 9Pemanfaatan sumber daya alam dilakukan berdasarkan RPPLH
Kota. (1) Pengaturan lebih lanjut lihat dokumen RPPLH
BAB V
PENGENDALIANBagian KesatuUmum
Pasal 10(1) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup dilakukan dalam rangka pelestarian fungsi
lingkungan hidup.
(2) Dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah Kota dan
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.(3) Pengendalian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. pencegahan;
b. penanggulangan, dan;
c. pemulihan.
Bagian KeduaPencegahan
Pasal 11Pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup dilakukan melalui instrumen :
a. KLHS;
b. tata ruang;
c. baku mutu lingkungan hidup;
d. kriteria baku kerusakan lingkungan hidup;
e. dokumen lingkungan terdiri dari : AMDAL, UKL-UPL, atau
SPPL;
f. perizinan lingkungan;g. instrumen ekonomi lingkungan
hidup;
h. anggaran berbasis lingkungan hidup; dani. analisis resiko
lingkungan hidup.
Paragraf 1
KLHS
Pasal 12(1) KLHS disusun oleh SKPD di lingkungan Pemerintah Kota
untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah
menjadi dasar dan terintergrasi dalam pembangunan suatu wilayah
dan/atau kebijakan, rencana dan/atau program.(2) Pemerintah Kota
melalui SKPD melaksanakan KLHS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ke dalam penyusunan atau evaluasi :
a. Rencana Tata Ruang Wilayah beserta rencana rincinya, Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), dan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD);
b. Kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi
menimbulkan dampak dan/atau resiko lingkungan hidup.
(3) Apabila terjadi perubahan yang penting terhadap daya dukung
dan daya tampung lingkungan hidup, SKPD yang membidangi lingkungan
hidup melakukan evaluasi KLHS.
(4) KLHS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan
dengan mekanisme :
a. pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau program
terhadap kondisi lingkungan hidup di suatu wilayah;
b. perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana,
dan/atau program; danc. rekomendasi perbaikan untuk pengambilan
keputusan kebijakan, rencana, dan/atau program yang
mengintergrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan.
Pasal 12(1) KLHS sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (1)
memuat kajian antara lain :
a. kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk
pembangunan;
b. perkiraan mengenai dampak dan resiko lingkungan hidup;
c. kinerja layanan/jasa ekosistem;
d. efisiensi pemanfaatan sumber daya alam;
e. tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan
iklim; danf. tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman
hayati.(2) Apabila KLHS sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 ayat
(1), menyatakan bahwa daya dukung dan daya tampung sudah
terlampaui, maka :
a. kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan tersebut
wajib diperbaiki sesuai dengan rekomendasi KLHS; danb. segala usaha
dan/atau kegiatan yang telah melampaui daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup tidak diperbolehkan lagi.(3) Penyelenggaraan KLHS
sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 ayat (1), dilaksanakan dengan
mengikutsertakan masyarakat dan pemangku kepentingan.
Paragraf 2
Tata Ruang
Pasal 14(1) Untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup
dan keselamatan masyarakat, setiap Rencana Tata Ruang Wilayah wajib
didasarkan pada KLHS.
(2) Rencana Tata Ruang Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ditetapkan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup.(3) Dalam hal Rencana Tata Ruang Wilayah
ditetapkan tetapi belum dilakukan KLHS, KLHS dapat dilaksanakan
pada tahap evaluasi Rencana Tata Ruang Wilayah.
Paragraf 3
Baku Mutu Lingkungan Hidup
Pasal 15(1) Baku mutu lingkungan hidup digunakan untuk mengukur
terjadinya pencemaran lingkungan hidup.
(2) Baku mutu lingkungan hidup yang menjadi acuan di wilayah
kota, meliputi :
a. baku mutu air;
b. baku mutu air laut;
c. baku mutu air limbah;
d. baku mutu udara ambient;
e. baku mutu emisi;
f. baku mutu gangguan; dan
g. baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
(3) Setiap orang dapat membuang limbah ke media lingkungan hidup
kota dengan persyaratan :
a. memenuhi baku mutu lingkungan hidup; dan
b. mendapat izin dari Walikota.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai baku mutu lingkungan hidup
berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Paragraf 4
Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup
Pasal 16(1) Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup digunakan
untuk menentukan terjadinya kerusakan lingkungan hidup.
(2) Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. kriteria baku kerusakan ekosistem; dan
b. kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim
(3) Kriteria baku kerusakan ekosistem sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a, meliputi :
a. kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa;
b. kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan
dengan kebakaran hutan dan/atau lahan;
c. kriteria baku kerusakan mangrove dan terumbu karang;
d. kriteria baku kerusakan ekositem lainnya sesuai dengan
perkembangan ilmu dan teknologi.
(4) Kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b, didasarkan pada parameter antara
lain :
a. kenaikan temperatur;
b. angin puting beliung/badai;
c. banjir;
d. kekeringan; e. kenaikan muka air laut, dan;f. tanah
longsor.
Paragraf 5
Dokumen LingkunganPasal 17(1) Dokumen lingkungan digunakan
sebagai pedoman dalam pencegahan (2) Dokumen lingkungan hidup,
meliputi : Amdal UKL UPL, dan SPPL.(3) Kriteria mengenai dampak
penting wajib memiliki Amdal, kriteria usaha dan/atau kegiatan yang
berdampak penting,dan jenis usaha dan/atau kegiatan wajib Amdal
berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.(4) Amdal
dinilai oleh Komisi Penilai Amdal yang memiliki lisensi yang
dibentuk oleh Walikota. (5) Setiap rencana usaha dan/atau kegiatan
yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup atau yang
tidak termasuk dalam kriteria wajib Amdal wajib memiliki
UKL-UPL.
(6) Setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang tidak diwajibkan
untuk memiliki Amdal atau UKL-UPL, wajib untuk membuat SPPL.
Paragraf 6
Perizinan Lingkungan
Pasal 18(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang memiliki Amdal
atau UKL-UPL, wajib memiliki izin lingkungan yang diterbitkan oleh
Walikota atau pejabat yang ditunjuk.
(2) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterbitkan berdasarkan Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4) atau Rekomendasi
UKL-UPL.
(3) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
mencantumkan persyaratan yang dimuat dalam Keputusan Kelayakan
Lingkungan Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL.
Pasal 19(1) Izin lingkungan merupakan persyaratan untuk
memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan serta izin perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.(2) Izin lingkungan berakhir bersamaan
dengan berakhirnya izin usaha dan/atau kegiatan. (3) Izin
lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dapat
dibatalkan apabila :
a. persyaratan yang diajukan dalam permohonan izin mengandung
cacat hukum, kekeliruan, penyalahgunaan, serta ketidakbenaran
dan/atau pemalsuan data, dokumen dan/atau informasi;
b. penerbitannya tanpa memenuhi syarat sebagaimana tercantum
dalam keputusan komisi tentang kelayakan lingkungan hidup atau
rekomendasi UKL-UPL; c. kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen
amdal atau UKL-UPL tidak dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan; ataud. Selain ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 ayat (3) huruf a, b, c, izin lingkungan dapat
dibatalkan melalui keputusan pengadilan tata usaha negara.(4) Dalam
hal izin lingkungan dicabut, maka izin usaha dan/atau kegiatan
dibatalkan.(5) Dalam hal usaha dan/atau kegiatan mengalami
perubahan, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib
memperbarui izin lingkungan.
(6) Tata cara mengenai perizinan perlindungan dan pengelolan
lingkungan hidup diatur lebih lanjut dalam Peraturan Walikota.
Pasal 20Izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1) yang menjadi
kewenangan Pemerintah Kota meliputi :a. Izin pembuangan Air Limbah
Ke Air atau Sumber Air;
b. Izin Pembuangan Air Limbah untuk Aplikasi pada Tanah;
c. Izin Penyimpanan sementara Limbah B3;
d. Izin Pengumpulan Limbah B3 Skala Kota kecuali Minyak Pelumas
/ Oli Bekas;
e. Izin Lokasi Pengelolaan Limbah B3
f. Izin-izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup lain
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 7Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup
Pasal 21(1) Instrumen ekonomi lingkungan hidup dikembangkan dan
diterapkan dalam rangka melestarikan fungsi lingkungan hidup. (2)
Instrumen ekonomi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi :a. perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi; b.
pendanaan lingkungan hidup; dan
c. insentif dan/atau disinsentif. (3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai instrumen ekonomi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) berpedoman kepada peraturan perundang-undangan.
Pasal 22(1) Instrumen perencanaan pembangunan dan kegiatan
ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf a,
meliputi :
a. neraca sumber daya alam dan lingkungan hidup;b. penyusunan
Produk Domestik Bruto Hijau (PDB Hijau) dan Produk Domestic
Regional Bruto Hijau (PDRB Hijau) yang mencakup penyusutan sumber
daya alam dan kerusakan lingkungan hidup;
c. mekanisme kompensasi/imbal jasa lingkungan hidup daerah;
dan
d. internalisasi biaya lingkungan hidup.
(4) Instrumen pendanaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 ayat (2) huruf b meliputi :
a. dana jaminan pemulihan lingkungan hidup;
b. dana penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan dan
pemulihan lingkungan hidup; dan c. dana amanah/bantuan untuk
konservasi.
(5) Insentif dan/atau disinsentif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29 ayat (2) huruf c antara lain diterapkan dalam bentuk :
a) pengadaan barang dan jasa yang ramah lingkungan hidup;
b) penerapan pajak, retribusi, dan subsidi lingkungan hidup;
c) pengembangan sistem lembaga keuangan dan pasar modal yang
ramah lingkungan hidup;
d) pengembangan sistem perdagangan izin pembuangan limbah
dan/atau emisi;
e) pengembangan sistem pembayaran jasa lingkungan hidup;
f) pengembangan asuransi lingkungan hidup;
g) pengembangan sistem label ramah lingkungan hidup; dan
h) sistem penghargaan kinerja di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
Paragraf 8Anggaran Berbasis Lingkungan Hidup
Pasal 23(1) Pemerintah Kota wajib mengalokasikan anggaran untuk
membiayai:
a. kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
dan
b. program pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup.
(2) Alokasi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dalam APBD.
Paragraf 9Analisis Risiko Lingkungan Hidup
Pasal 24(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi
menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup, ancaman
terhadap ekosistem dan kehidupan, dan/atau kesehatan dan
keselamatan manusia wajib melakukan analisis risiko lingkungan
hidup.
(2) Analisis risiko lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi :
a. pengkajian resiko
b. pengelolaan risiko; dan/ atau
c. komunikasi risiko
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai analisis risiko lingkungan
hidup berpedoman kepada peraturan perundang-undangan.
Bagian KetigaPenanggulanganPasal 25(1) Penanggulangan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup wajib dilaksanakan oleh setiap
orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
hidup.(2) Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan : a.
Pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup kepada masyarakat;b. pengisolasian pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup; c. penghentian sumber
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan/ataud. cara
lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan berpedoman
kepada peraturan perundang-undangan.
Bagian Keempat
PemulihanPasal 26(1) Pemulihan fungsi lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud merupakan salah satu bagian dari Pengendalian
Pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.(2) Pemulihan fungsi
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan tahapan : a. penghentian sumber pencemaran dan pembersihan
unsur pencemar;b. remediasi; c. rehabilitasi; d. restorasi;
dan/atau e. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara pemulihan fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) berpedoman kepada peraturan perundang-undangan. Pasal
27(1) Untuk pemulihan fungsi lingkungan hidup, pemegang izin
lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) wajib
menyediakan dana penjaminan.
(2) Dana penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan
di bank pemerintah.
(3) Walikota dapat menetapkan pihak ketiga untuk melakukan
pemulihan fungsi lingkungan hidup dengan dana penjaminan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai dana penjaminan berpedoman
pada peraturan perundang-undangan.
BAB VIPEMELIHARAAN
Pasal 28Pemeliharaan lingkungan hidup dilakukan melalui upaya :
a. konservasi sumber daya alam;b. pencadangan sumber daya alam;
dan/atau c. pelestarian fungsi atmosfer. Bagian KesatuKonservasi
Sumber Daya AlamPasal 29Konservasi sumber daya alam sebagaimana
dimaksud pada Pasal 28 huruf a meliputi kegiatan :
a. perlindungan sumber daya alam; b. pengawetan sumber daya
alam; dan c. pemanfaatan secara lestari sumber daya alam. Bagian
KeduaPencadangan Sumber Daya AlamPasal 30(1) Pencadangan sumber
daya alam meliputi sumber daya alam yang dapat dikelola dalam
jangka panjang dan waktu tertentu sesuai dengan kebutuhan.(2) Untuk
melaksanakan pencadangan sumber daya alam, Pemerintah Kota dan
pihak lain dapat membangun taman keanekaragaman hayati di luar
kawasan hutan, ruang terbuka hijau (RTH), dan/atau menanam dan
memelihara pohon di luar kawasan hutan khususnya tanaman langka.(3)
Teknis pelaksanaan pencadangan sumber daya alam sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berdasarkan peraturan perundangan-undangan
yang berlaku.Bagian KetigaPelestarian Fungsi Atmosfer
Pasal 31(1) Pelestarian fungsi atmosfer sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 ayat (1) huruf c meliputi :
a. upaya mitigasi perubahan iklim, antara lain dilakukan melalui
kegiatan penanaman pohon penghijauan, mendorong penggunaan bahan
bakar ramah lingkungan, mendorong penggunaan moda transportasi
rendah emisi, serta penerapan persyaratan lulus uji emisi gas buang
dan kebisingan;b. upaya adaptasi dampak perubahan iklim, antara
lain dilakukan melalui kegiatan pemanfaatan air hujan dan
peningkatan peresapan air hujan ke tanah, peningkatan ketahanan
masyarakat, peningkatan ketahanan infrastruktur, pendidikan terkait
dampak perubahan iklim, dan perbaikan daerah rawan longsor;c. upaya
perlindungan lapisan ozon, antara lain dilakukan melalui kegiatan
mendorong penggunaan refrigerant yang ramah lingkungan.d. upaya
perlindungan terhadap hujan asam, antara lain dilakukan melalui
kegiatan pengendalian emisi SOx dan NOx.(2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pelestarian fungsi atmosfer sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Peraturan Walikota.
BAB VIIPENGELOLAAN
Pasal 32Pengelolaan lingkungan hidup meliputi :
a. pengelolaan B3; dan
b. pengelolaan limbah B3.
Bagian KesatuPengelolaan B3Pasal 33(1) Pengelolaan B3 dilakukan
oleh setiap orang yang menghasilkan, mengangkut, mengedarkan,
menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah dan/atau menimbun B3.
(2) Pengelolaan B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berpedoman
kepada peraturan perundang-undangan.
Pasal 34Penanggulangan dan pemulihan fungsi lingkungan hidup
akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang
disebabkan lepas atau tumpahnya limbah B3 ke media lingkungan hidup
dilakukan oleh penghasil, pengumpul, pengangkut, pengolah,
pemanfaat, dan/atau penimbun.
BAB VIII
HAK, KEWAJIBAN, DAN LARANGAN
Bagian Kesatu
Hak
Pasal 35(1) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik
dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia.
(2) Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup,
akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam
memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
(3) Setiap orang berhak mengajukan usul dan/atau keberatan
terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan dapat
menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup.(4) Setiap orang
berhak untuk berperan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Setiap orang berhak melakukan pengaduan akibat dugaan
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengaduan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berpedoman kepada peraturan
perundang-undangan.
Pasal 44Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan
hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun
digugat secara perdata.
Bagian Kedua
Kewajiban
Paragraf Satu
Kewajiban bagi Masyarakat Umum
Pasal 45Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi
lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup.
Pasal 46Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan
berkewajiban :
a. memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka, dan
tepat waktu;
b. menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup; dan
c. menaati ketentuan tentang daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup.
Paragraf 2
Kewajiban bagi Pemegang Izin
Pasal 47(1) Setiap pemegang izin lingkungan diwajibkan untuk
:
a. menaati persyaratan dan kewajiban yang dimuat dalam izin
lingkungan serta izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup; b. membuat dan menyampaikan laporan pelaksanaan terhadap
persyaratan dan kewajiban dalam izin lingkungan kepada Walikota;
dan
c. menyediakan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi lingkungan
hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Setiap pemegang izin pembuangan air limbah ke air atau
sumber air diwajibkan untuk : a. mengolah limbah yang dihasilkan;b.
memenuhi persyaratan mutu dan kuantitas air limbah yang boleh
dibuang ke media air; c. memenuhi persyaratan cara pembuangan air
limbah;
d. memenuhi persyaratan untuk mengadakan sarana dan prosedur
penanggulangan keadaan darurat; e. memenuhi persyaratan untuk
melakukan pemantauan mutu dan debit air limbah; f. memenuhi
persyaratan lain yang ditentukan oleh hasil pemeriksaan analisis
mengenai dampak lingkungan yang erat kaitannya dengan pengendalian
pencemaran air bagi usaha dan/atau kegiatan yang wajib melaksanakan
analisis mengenai dampak lingkungan; g. melakukan suatu swapantau
dan melaporkan hasil swapantau.
(3) Setiap pemegang izin pemanfaatan air limbah ke tanah untuk
aplikasi pada tanah diwajibkan untuk : a.memenuhi persyaratan
teknis yang ditetapkan di dalam izin pemanfaatan air limbah untuk
aplikasi pada tanah termasuk persyaratan mutu air limbah yang
dimanfaatkan;
b.membuat sumur pantau;
c.menyampaikan hasil pemantauan terhadap air limbah, air tanah,
tanah, tanaman, ikan, hewan dan kesehatan masyarakat;
d. menyampaikan informasi yang memuat :
1. metode dan frekuensi pemantauan;
2. lokasi dan/atau titik pemantauan;
3. metode dan frekuensi pemanfaatan;
4. lokasi dan jenis tanah pemanfaatan.
e. menyampaikan laporan hasil pemantauan kepada Walikota paling
sedikit 6 (enam) bulan sekali dengan tembusan disampaikan kepada
Gubernur dan Menteri. (4) Setiap pemegang izin penyimpanan
sementara limbah B3 diwajibkan untuk :
a. membuat dan menyimpan catatan tentang :
1. Jenis, karakteristik, jumlah dan waktu dihasilkannya limbah
B3;
2. Jenis, karakteristik, jumlah dan waktu penyerahan limbah
B3;dan
3. Nama pengangkut limbah B3 yang melaksanakan pengiriman kepada
pengumpul atau pemanfaat atau pengolah atau penimbun limbah B3.
b. melakukan 3R (reuse, recycle dan recovery) terhadap limbah B3
yang dihasilkannya;
c. melakukan analisis laboratorium TCLP untuk limbah yang tidak
terdaftar dalam limbah B3 paling sedikit satu kali selama limbah
tersebut karakteristiknya konsisten;
d. melakukan pemisahan limbah B3 dengan sampah domestik;
e. memiliki catatan harian (logbook) limbah B3 yang
dihasilkan;
f. mengisi neraca limbah sesuai dengan format yang berlaku;g.
mendapatkan salinan manifest limbah B3 dari pengangkut limbah B3
atau pemanfaat LB 3;dan
h. menerima dan memberikan keterangan atau penjelasan kepada
petugas pengawas/pegawai LH yang ditunjuk.i. melaporkan catatan
sebagaimana dimaksud pada huruf a, paling sedikit 3 (tiga) bulan
sekali kepada Organisasi Perangkat Daerah yang membidangi
lingkungan hidup dengan tembusan kepada BPLHD Provinsi Lampung,
Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Sumatra, dan Kementrian
Lingkungan Hidup.(5) Setiap pemegang izin pengumpulan limbah B3
skala kota memiliki kewajiban untuk :a. membuat dan menyimpan
catatan tentang :
1. Jenis, karakteristik, jumlah dan waktu dihasilkannya limbah
B3;2. Jenis, karakteristik, jumlah dan waktu penyerahan limbah
B3;dan3. Nama pengangkut limbah B3 yang melaksanakan pengiriman
kepada pengumpul atau pemanfaat atau pengolah atau penimbun limbah
B3.b. melakukan pemisahan limbah B3 dengan sampah domestik;
c. memiliki catatan harian (logbook) limbah B3 yang
dihasilkan;
d. mengisi neraca limbah sesuai dengan format yang berlaku;
e. mendapatkan salinan manifest limbah B3 dari pengangkut limbah
B3 atau pemanfaat LB3;danf. menerima dan memberikan keterangan atau
penjelasan kepada petugas pengawas/pegawai LH yang ditunjuk.g.
menyampaikan catatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
sedikit sekali dalam 3 (tiga) bulan kepada SKPD yang membidangi
lingkungan hidup dengan tembusan kepada BPLHD Provinsi Lampung,
Pusat Pengelolaan Ekoregion Sumatera, dan Kementrian Lingkungan
Hidup.
Bagian Ketiga
Larangan
Paragraf 1
Larangan bagi Masyarakat Umum
Pasal 48(1) Setiap orang dilarang :
a. melampaui baku mutu lingkungan hidup;b. melampaui baku
tingkat kerusakan lingkungan hidup;c. melakukan pengelolaan limbah
B3 tanpa izin;d. melakukan kegiatan yang mengganggu upaya
konservasi sumber daya alam;e. melakukan kegiatan yang mengganggu
upaya pencadangan sumber daya alam;f. melakukan kegiatan yang
mengganggu upaya pelestarian fungsi atmosfer;g. melakukan perbuatan
yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup
di wilayah kota;
h. memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan
perundang-undangan ke dalam wilayah kota;
i. membuang limbah yang berasal dari luar wilayah kota ke media
lingkungan hidup di wilayah kota; j. membuang B3 dan limbah B3 ke
media lingkungan hidup di wilayah kota;k. melepaskan produk
rekayasa genetik ke media lingkungan hidup di wilayah kota yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin
lingkungan;
l. melakukan pembakaran lahan di wilayah kota ;
m. membakar sampah di ruang terbuka;n. menyusun Amdal tanpa
memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal;
o. memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan
informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak
benar berkaitan dengan kondisi lingkungan hidup di wilayah
kota;
p. mengoperasikan kendaraan bermotor yang tidak lulus uji emisi
gas buang dan kebisingan; q. menebang pohon yang dikuasai/milik
Pemerintah Kota tanpa izin Walikota atau pejabat yang ditunjuk;r.
menebang pohon pelindung/penghijauan tanpa izin dari Walikota atau
pejabat yang ditunjuk;s. memasang, menempel atau menggantungkan
benda-benda/ barang-barang di sepanjang jalur hijau, taman dan
pepohonan tanpa izin Walikota atau pejabat yang ditunjuk;t. merusak
sarana dan prasarana taman atau ruang terbuka hijau milik/dikuasai
oleh Pemerintah Kota; dan/atauu. melakukan pemindahan terhadap
sarana dan prasarana Ruang Terbuka Hijau tanpa izin Walikota atau
pejabat yang ditunjuk.(2) Teknis pelaksanaan larangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Walikota.
Paragraf 2
Larangan bagi Pemegang Izin
Pasal 49(1) Setiap pemegang izin pembuangan air limbah ke air
atau sumber air dilarang untuk :
a. melakukan pembuangan secara sekaligus dalam satu saat atau
pelepasan dadakan; dan
b. melakukan pengenceran air limbah dalam upaya penaatan batas
kadar yang dipersyaratkan.(2) Setiap pemegang izin pemanfaatan air
limbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah dilarang untuk :
a. memanfaatkan air limbah ke tanah untuk aplikasi pada lahan
dengan permeabilitas lebih besar 15 cm/jam (limabelas sentimeter
per jam);
b. memanfaatkan air limbah ke tanah untuk aplikasi pada lahan
dengan permeabilitas kurang dari 1,5 cm/jam (satu koma lima
sentimeter per jam);c. memanfaatkan air limbah ke tanah untuk
aplikasi pada lahan dengan kedalaman air tanah kurang dari 2 m (dua
meter);
d. membiarkan air larian (run off) masuk ke sungai;
e. mengencerkan air limbah yang dimanfaatkan;
f. membuang air limbah pada tanah di luar lokasi yang ditetapkan
untuk pemanfaatan;
g. membuang air limbah ke sungai yang air limbahnya melebihi
baku mutu air limbah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.(3) Setiap pemegang izin penyimpanan sementara
limbah B3 dan izin pengumpulan limbah B3 skala kota dilarang untuk
:
a. membuang limbah B3 yang dihasilkan secara langsung ke dalam
media lingkungan hidup tanpa pengolahan terlebih dahulu; dan
b. melakukan pengenceran untuk maksud menurunkan konsentrasi zat
racun dan bahaya limbah B3.
BAB IXSISTEM INFORMASI
Pasal 50(1) Pemerintah Kota mengembangkan sistem informasi
lingkungan hidup untuk mendukung pelaksanaan dan pengembangan
kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
(2) Sistem informasi lingkungan hidup dilakukan secara terpadu
dan terkoordinasi dan wajib dipublikasikan kepada masyarakat.
(3) Sistem informasi lingkungan hidup paling sedikit memuat
informasi mengenai status lingkungan hidup, peta rawan lingkungan
hidup, dan informasi lingkungan hidup lain.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem informasi lingkungan
hidup berpedoman kepada peraturan perundang-undangan.
BAB X
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 51(1) Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan
seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
(2) Peran masyarakat dapat berupa :
a. pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan;
dan/atau
b. penyampaian informasi dan/atau laporan.
(3) Peran masyarakat dilakukan untuk :
a. meningkatkan kepedulian dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup;
b. meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan
kemitraan;
c. menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat;
d. menumbuhkembangkan ketanggapsegeraan masyarakat; dan
e. mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan lokal dalam
rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup.
(4) Dalam upaya meningkatkan peran serta masyarakat, pemerintah
kota berkewajiban untuk : a. melakukan pembinaan terhadap kelompok
masyarakat peduli lingkungan;
b. memberikan penghargaan kepada kelompok masyarakat, dunia
usaha/industri maupun dunia pendidikan yang berjasa di dalam upaya
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
BAB XI
KERJASAMA DAERAH
Pasal 52(1) Dalam rangka meningkatkan upaya pengelolaan
lingkungan hidup dan mengatasi permasalahan lingkungan hidup di
daerah,Walikota dapat menyelenggarakan kerjasama daerah.
(2) Kerjasama daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri
atas :
a. kerjasama antar daerah secara vertikal maupun horizontal;
dan/atau
b. kerjasama dengan pihak ketiga.
(3) Kerjasama daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
diselenggarakan dengan memperhatikan kepentingan dan kebutuhan
masyarakat, dengan prinsip kerjasama dan saling menguntungkan.
(4) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB XII
PEMANTAUAN KUALITAS LINGKUNGAN
Pasal 53(1) Pemerintah Kota wajib melakukan pemantauan kualitas
lingkungan, yang meliputi kualitas udara ambient, kualitas air, dan
kualitas air laut.
(2) Frekuensi pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali.(3) Selain itu, pemantauan
lingkungan hidup dapat dilakukan oleh pihak penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan serta masyarakat.
BAB XIIIPEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Pembinaan
Pasal 54(1) Walikota melalui SKPD yang tugas pokok dan fungsinya
membidangi lingkungan hidup melaksanakan pembinaan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dilakukan paling sedikit melalui : a. pendidikan dan
pelatihan; dan b. penetapan norma, standar, prosedur dan/atau
kriteria.
(3) Walikota melalui SKPD yang tugas pokok dan fungsinya
membidangi lingkungan hidup dapat melakukan pembinaan kepada
masyarakat terhadap potensi dampak yang akan timbul terhadap
lingkungan hidup, kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya
melalui penyebaran informasi.
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 55(1) Walikota melalui SKPD yang tugas pokok dan fungsinya
membidangi lingkungan hidup melakukan pengawasan terhadap
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara periodik
dan/atau sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan.
(2) Pengawasan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
dilakukan untuk tujuan:
a. meningkatkan pemahaman terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berhubungan dengan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup; b. meningkatkan ketaatan terhadap
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
c. mengoptimalkan pemanfaatan sarana dan prasarana perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup;
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. pemantauan penaatan persyaratan yang dicantumkan dalam
perizinan dan/atau peraturan perundang-undangan di bidang
lingkungan hidup;
b. pengamatan dan pemantauan terhadap sumber-sumber yang diduga
dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup;
c. pengamatan dan pemantauan terhadap media lingkungan yang
terkena dampak lingkungan
d. evaluasi terhadap daya dukung dan daya tampung lingkungan.(4)
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam pelaksanaannya
dibantu oleh pejabat pengawas lingkungan hidup daerah. (5) Pejabat
pengawas lingkungan hidup daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
adalah pejabat fungsional.(6) Pejabat pengawas lingkungan hidup
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4), berwenang untuk :
a. melakukan pemantauan yang meliputi pengamatan, pemotretan
perekaman audio visual dan pengukuran;
b. meminta keterangan kepada masyarakat yang berkepentingan,
karyawan yang bersangkutan, konsultan, kontraktor, dan perangkat
pemerintah setempat;
c. membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatan yang
diperlukan, yang meliputi dokumen perizinan, dokumen AMDAL, dokumen
UKL-UPL, data hasil swapantau, dokumen surat keputusan;
d. organisasi perusahaan serta dokumen lainnya yang berkaitan
dengan kepentingan pengawasan;
e. memasuki tempat tertentu; f. mengambil contoh dari limbah
yang dihasilkan, limbah yang dibuang, bahan baku dan bahan penolong
memeriksa peralatan yang digunakan dalam proses produksi, utilitas
dan instalasi pengolahan limbah;
g. memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi;
h. meminta keterangan dari pihak yang bertanggung jawab atas
usaha dan/atau kegiatan;
i. wewenang lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(7) Pejabat pengawas lingkungan hidup daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), berkewajiban untuk:
a. membawa surat tugas dan tanda pengenal pengawas lingkungan
hidup;
b. memperhatikan situasi dan kondisi di tempat pengawasan; danc.
melaporkan hasil pengawasan.
BAB XIV
SANKSI
Bagian Kesatu
Sanksi Administratif
Paragraf 1
Umum
Pasal 56Walikota berwenang menerapkan sanksi administratif
terhadap pelanggaran dalam Pasal 47, 48, dan 49 peraturan daerah
ini.Pasal 57Jenis sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 56, meliputi :
a. teguran tertulis;
b. paksaan pemerintah;c. pembekuan izin lingkungan, perizinan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan/atau perizinan
usaha/kegiatan lainnya; atau
d. pencabutan izin lingkungan, perizinan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dan/atau perizinan usaha/kegiatan
lainnya.
Pasal 58(1) Tata cara pengenaan sanksi administratif dapat
dikenakan secara :
a. bertahap;
b. bebas; atau
c. kumulatif. (2) Untuk menentukan pengenaan sanksi administrasi
secara bertahap, bebas atau kumulatif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), pengenaan sanksi diberikan berdasarkan atas pertimbangan
:
a.tingkat atau berat ringannya jenis pelanggaran yang dilakukan
oleh penyelenggara usaha dan/atau kegiatan;
b. tingkat penaatan penyelenggara usaha dan/atau kegiatan
terhadap pemenuhan perintah atau kewajiban yang ditentukan dalam
perizinan lingkungan;
c. rekam jejak ketaatan penyelenggara usaha dan/atau kegiatan;
dan/atau
d. tingkat pengaruh atau implikasi pada kesehatan masyarakat dan
lingkungan hidup.
Pasal 59Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56
tidak membebaskan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dari
tanggung jawab pemulihan dan pidana.
Paragraf 2
Teguran Tertulis
Pasal 60Pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan dikenakan sanksi
adminstratif berupa teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 57 huruf a atas pelanggaran yang dilakukan.
Paragraf 3
Paksaan PemerintahPasal 61Paksaan pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 57 huruf b, dapat berupa :
a. penghentian sementara kegiatan produksi;
b. pemindahan sarana produksi;
c. penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi;
d. pembongkaran;
e. penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi
menimbulkan pelanggaran;
f. penghentian sementara seluruh kegiatan; atau
g. tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran
dan tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup.
Pasal 62Pengenaan paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 57 huruf b, dapat dijatuhkan tanpa didahului teguran apabila
pelanggaran yang dilakukan menimbulkan :
a. ancaman yang sangat serius bagi manusia dan lingkungan
hidup;
b. dampak yang lebih besar dan lebih luas jika tidak segera
dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya; dan/atau
c. kerugian yang lebih besar bagi lingkungan hidup jika tidak
segera dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya.
Pasal 63Setiap orang yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah
dapat dikenai denda atas setiap keterlambatan pelaksanaan sanksi
paksaan pemerintah.
Paragraf 4
Pembekuan dan Pencabutan Izin
Pasal 64Pengenaan sanksi administratif berupa pembekuan atau
pencabutan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57
huruf c dan huruf d, dilakukan apabila penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan tidak melaksanakan paksaan pemerintah.
Bagian Kedua
Sanksi PidanaPasal 65(1) Setiap pelanggaran terhadap kewajiban
bagi pemegang izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1),
(2), (3), (4), dan (5) peraturan daerah ini diancam dengan pidana
kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling tinggi Rp
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).(2) Setiap pelanggaran
terhadap larangan dalam Pasal 48 ayat (1) huruf p, q, r, s, t, u
dan dalam Pasal 49 ayat (1) dan (2) peraturan daerah ini diancam
dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling
tinggi Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(3) Setiap pelanggaran terhadap larangan selain yang telah
diatur pada ayat (1), diancam dengan pidana sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
BAB XVPENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP
Pasal 66(1) Sengketa lingkungan hidup merupakan perselisihan
antara dua pihak atau lebih yang timbul dari kegiatan yang
berpotensi dan/atau telah berdampak pada lingkungan hidup.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelesaian sengketa
lingkungan hidup berpedoman kepada peraturan
perundang-undangan.
BAB XVIPENYIDIKAN
Pasal 67(1) Selain pejabat penyidik POLRI, Penyidik Pegawai
Negeri Sipil (PPNS) lingkungan hidup diberi wewenang sebagai
penyidik terhadap tindak pidana sebagaimana tercantum dalam
peraturan daerah ini.
(2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan para pejabat penyidik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang :
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya
tindak pidana;
b. melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian
dan melakukan pemeriksaan;
c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda
pengenal diri tersangka;
d. melakukan penyitaan benda dan/atau surat;
e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan perkara;
g. mengadakan penghentian penyidikan; danh. mengadakan tindakan
lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
BAB XVIIIKETENTUAN PERALIHAN
Pasal 69(1) Semua perizinan lingkungan yang telah dikeluarkan
sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini masih berlaku sampai dengan
berakhirnya jangka waktu izin. (2) Peraturan pelaksanaan berkaitan
dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang telah
dikeluarkan sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini tetap berlaku,
sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini dan belum
ada peraturan penggantinya.
BAB XIXKETENTUAN PENUTUP
Pasal 70Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Daerah Kota Bandar Lampung.
Ditetapkan di Bandar Lampungpada tanggal
WALIKOTA BANDAR LAMPUNG HERMAN HNDiundangkan di Bandar
Lampung
pada tanggal
SEKRETARIS DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG Drs.BADRI TAMAMLEMBARAN
DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2014 NOMOR....SALINAN SESUAI
DENGAN ASLINYA
KEPALA BAGIAN HUKUM
SEKRETARIAT KOTA BANDAR LAMPUNG
WAN ABDURRAHMAN
NIP.19620913 198603 1 004
NOREGPERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG
PROVINSI LAMPUNG NOMOR .......... /BL/2014.Tambahkan dlm
penjelasan
27