Top Banner
INTERIM POLICY RESEARCH PAPER 1 A DECADE OF PERFORMANCE-BASED BUDGETING IN INDONESIA: POLICY RECOMMENDATION FOR IMPROVEMENT SATU DEKADE PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA DI INDONESIA: REKOMENDASI KEBIJAKAN UNTUK PERBAIKAN Tedy Jiwantara Sitepu; Bima Priya Santosa; Iin Mayasari 2 ; Muhamad Ikhsan dan Junaidi 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kejatuhan rezim Orba Soeharto telah menyediakan ruang bagi pertumbuhan demokrasi, dalam konteks lebih luas reformasi ekonomi dan reformasi manajemen keuangan publik. Demokrasi pasca Orba ditandai dengan tuntutan publik yang semakin nyata guna menghadirkan pelayanan yang semakin baik dari Pemerintah. Guna mendorong hadirnya pelayanan yang berkualitas, Pemerintah telah melakukan reformasi manajemen belanja publik. Manajemen belanja publik sewajarnya dikelola melalui prinsip akuntabilitas, transparansi, semangat profesionalitas dan adanya audit eksternal (Depkeu, 2002). Untuk itu, keinginan publik terhadap anggaran pemerintah mencerminkan value for money dan seirama dengan prioritas nasional. Dorongan publik bermuara pada lahirnya UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 1 Mohon tidak mengkutip tanpa izin/korespondensi kepada para penulis, kertas kerja draft 1.0 2 Korespondensi kepada para penulis melalui: [email protected] dan [email protected] 1
122

Draft Final Policy Paper-MIH

Feb 08, 2023

Download

Documents

Oliver Rettig
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Draft Final Policy Paper-MIH

INTERIM POLICY RESEARCH PAPER1

A DECADE OF PERFORMANCE-BASED BUDGETING IN INDONESIA:

POLICY RECOMMENDATION FOR IMPROVEMENT

SATU DEKADE PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA DI INDONESIA:

REKOMENDASI KEBIJAKAN UNTUK PERBAIKAN

Tedy Jiwantara Sitepu; Bima Priya Santosa; Iin Mayasari2;

Muhamad Ikhsan dan Junaidi

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kejatuhan rezim Orba Soeharto telah menyediakan ruang bagi

pertumbuhan demokrasi, dalam konteks lebih luas reformasi

ekonomi dan reformasi manajemen keuangan publik. Demokrasi

pasca Orba ditandai dengan tuntutan publik yang semakin nyata

guna menghadirkan pelayanan yang semakin baik dari Pemerintah.

Guna mendorong hadirnya pelayanan yang berkualitas, Pemerintah

telah melakukan reformasi manajemen belanja publik. Manajemen

belanja publik sewajarnya dikelola melalui prinsip

akuntabilitas, transparansi, semangat profesionalitas dan

adanya audit eksternal (Depkeu, 2002). Untuk itu, keinginan

publik terhadap anggaran pemerintah mencerminkan value for money

dan seirama dengan prioritas nasional. Dorongan publik

bermuara pada lahirnya UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Negara. 1 Mohon tidak mengkutip tanpa izin/korespondensi kepada para penulis, kertas kerja draft 1.02 Korespondensi kepada para penulis melalui: [email protected] dan [email protected]

1

Page 2: Draft Final Policy Paper-MIH

Secara umum, UU tersebut mencakup tujuan dan fungsi anggaran,

peranan Parlemen dan Pemerintah dalam pembahasan dan

pengesahan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN),

integrasi sistem akuntabilitas kinerja dalam penganggaran,

perbaikan klasifikasi anggaran, anggaran terpadu, dan adaptasi

Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah. Guna mencapai anggaran

yang berfungsi sebagai sarana akuntabilitas, manajerial dan

instrument kebijakan ekonomi sesuai penjelas UU tersebut maka

adaptasi Penganggaran Berbasis Kinerja merupakan suatu

keniscayaan.

Penerapan penganggaran berbasis kinerja di Indonesia berawal

dengan pengesahan UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara3.

Pasal 14 ayat 2 menyebutkan “Rencana kerja dan anggaran

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun berdasarkan prestasi

kerja yang akan dicapai.” Dalam penjelasan UU Keuangan Negara4,

dijelaskan bahwa sangat penting untuk melakukan upaya

memperbaiki proses penganggaran di sektor publik melalui

penerapan anggaran berbasis prestasi kerja. Undang-Undang

tersebut mengamanatkan penerapan tiga pendekatan dalam

penganggaran yaitu: Penganggaran Terpadu (PT), Kerangka

Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM), dan Penganggaran Berbasis

Kinerja (PBK). Penelitian ini membahas mengenai implementasi

3 Selain UU 17/2003, Pemerintah Indonesia juga mengenalkan kerangka hukum baru terkait anggaran yaitu: UU 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan UU 15/2004 tentang Pemeriksaan Keuangan Negara (BPK)4 Penjelasan Atas UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Bagian I, nomor 6

2

Page 3: Draft Final Policy Paper-MIH

penganggaran berbasis kinerja dan capaian PBK hingga saat ini

di Indonesia.

Pada Juni 2009, Kementerian Keuangan dan Badan Perencanaan

Pembangunan Nasional (Bappenas) menerbitkan buku panduan

mengenai pelaksanaan Peraturan 17/2003. Kelengkapan panduan

implementasi PBK ditandai dengan terbitnya Surat Edaran

Bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala

Bappenas dan Menteri Keuangan No.0142/MPN/06/2009 dan No. SE-

1848/MK/2009 (selanjutnya disebut SEB). Sementara itu,

implementasi secara penuh penganggaran berbasis kinerja baru

terjadi pada tahun 2011. Hal ini dapat ditelusuri pada dokumen

anggaran seperti Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga

(RKA-KL) yang telah memuat format baru indikator kinerja.

Selanjutnya, setiap tahun Menteri Keuangan menerbitkan

peraturan terkait dengan petunjuk penyusunan dan penelaahan

RKA-KL.

Kelima buku panduan ini berkaitan dengan reformasi manajemen

keuangan publik khususnya mengenai restrukturisasi program dan

aktivitas, panduan pelaksanaan anggaran berbasis kinerja,

kerangka kerja pengeluaran jangka menengah, format baru untuk

perencanaan anggaran tahunan, jadwal waktu untuk pelaksanaan.

Menurut panduan tersebut, perencanaan pelaksanaan panduan

tersebut dilakukan pada 2010, 2011, 2012 dan selanjutnya.

Pemerintah Indonesia sudah memiliki sejumlah kementerian untuk

pilot project. Yang termasuk dalam kementerian pilot project adalah

Kementerian Keuangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,

3

Page 4: Draft Final Policy Paper-MIH

Bappenas, Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan, dan

Kementerian Pekerjaan Umum

Tiga tujuan utama penerapan penganggaran berbasis kinerja yang

disebutkan oleh SEB adalah: pertama, menunjukan keterkaitan

antara pendanaan dan prestasi kinerja yang akan dicapai (directly

linkages between performance and budget). Kedua, meningkatkan

efisiensi dan transparansi dalam pelaksanaan

(operational efficiency). Ketiga, peningkatan fleksibilitas dan

akuntabilitas unit dalam melaksanakan tugas dan pengelolaan

anggaran (more flexibility and accountability).

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk eksplorasi implementasi anggaran

berbasis kinerja, terutama dari aspek peraturan perundang-

undangan yang memayungi penerapan PBK serta kerangka kerja

pelaksanaan PBK selama kurun waktu satu dekade terakhir (2003-

2013). Selain itu, penelitian ini menganalisis hubungan

implementasi PBK terhadap kinerja institusi

Kementerian/Lembaga di Pemerintah Pusat, dan melakukan

komparasi penerapannya pada masing-masing kementerian pilot

project dan non-pilot project serta memberikan rekomendasi perbaikan.

Penelitian dilakukan melalui kombinasi pendekatan eksploratif

dan deskriptif, pPendekatan eksploratif ditujukan untuk

menjawab kerangka kerja pelaksanaan anggaran berbasis kinerja

di Indonesia. Data untuk menganalisis hal ini diambil melalui

penelusuran literatur maupun data sekunder berupa dokumen,

4

Page 5: Draft Final Policy Paper-MIH

buku, maupun kertas kerja. Tujuan penelitian ini juga

melakukan pengujian hipotesis untuk analisis implementasi PBK

di level eselon 1 Kementerian/Lembaga. Pendekatan ini bersifat

deskriptif maupun eksploratif. Kinerja dianalisis melalui

tiga ukuran kinerja yaitu efisiensi, keefektifan, dan

akuntabilitas. Penelitian ini juga didukung oleh data

kualitatif melalui wawancara mendalam dengan masing-masing

personil di kementerian/lembaga serta inisiator UU Keuangan

Negara.

1.3. Perumusan Masalah

1) Bagaimana kerangka kerja pelaksanaan anggaran berbasis

kinerja di Indonesia?

2) Sejauh mana implementasi PBK di masing-masing Kementerian

sejalan dengan kerangka kerja pelaksanaan PBK?

3) Sejauh mana pelaksanaan anggaran berbasis kinerja pada

masing-masing Kementerian?

4) Apakah ada korelasi antara pelaksanaan anggaran berbasis

kinerja dan kinerja Kementerian?

5) Apakah ada perbedaan pada kementerian yang menjadi pilot

project dan non-pilot project?

6) Apakah rekomendasi yang diberikan bagi perbaikan

implementasi PBK di masing-masing Kementerian?

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini memiliki ruang lingkup yang terfokus kepada

beberapa aspek yaitu: (1). Regulasi yang menjadi fokus kajian

adalah UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. (2).

5

Page 6: Draft Final Policy Paper-MIH

Kementerian/Lembaga yang menjadi lokus kajian adalah enam

Kementerian/Lembaga di Pemerintah Pusat, terutama dalam

konteks pelaksanaan tugas pokok dan fungsi masing-masing

selaku Bagian Anggaran yang mengelola dana publik dari APBN.

(3). Tahapan APBN yang menjadi fokus studi adalah tahapan

perencanaan dan penganggaran. Adapun, tahapan lain diantaranya

tahapan pengesahaan APBN, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban

APBN tidak secara khusus dibahas dalam penelitian ini.

1.5. Sistematika Penulisan

Hasil penelitian ini terbagi menjadi lima bagian. Bagian

pertama menjadi bagian pendahuluan berisikan latar belakang,

tujuan penelitian, perumusan masalah, ruang lingkup dan

sistematika penulisan. Bagian kedua adalah tinjauan literatur

terdiri dari Penganggaran Berbasis Kinerja, prinsip,

pengalaman Negara lain, Reformasi Keuangan Publik, teori

production model, dan Surat Edaran Bersama sebagai panduan

perencanaan PBK. Bagian ketiga adalah metode riset terdiri

atas pendekatan, unit analisis, pengukuran indiaktor, dan

limitasi penelitian. Bagian keempat adalah hasil analisis yang

memaparkan kerangka kerja pelaksanaan PBK, implementasi PBK di

K/L sampel, korelasi antara pelaksanaan PBK dan kinerja

Kemeterian, analisis variabel implementasi PBK terhadap 3

indikator kinerja, simpulan hasil serta komparasi antara pilot

dan non-pilot. Bagian kelima adalah penutup yang berisikan

capaian penerapan PBK juga tantangan dan rekomendasi

kebijakan.

6

Page 7: Draft Final Policy Paper-MIH

2. TINJAUAN LITERATUR

2.1. Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK)

PBK memiliki sejarah yang panjang dalam bidang keuangan

publik. Pada mulanya, PBK dimaksudkan untuk memberikan solusi

pada sistem anggaran tradisional. Di Amerika misalnya, Kongres

meloloskan Undang-Undang Chief Financial Officer pada tahun 1983 yang

meletakkan dasar untuk kekuatan legislatif melakukan reformasi

PBK (Rhee, 2009). Pengalaman pemerintah federal dalam

menggunakan informasi kinerja untuk mengalokasikan sumber daya

keuangan yang ada tidak cukup berhasil beberapa dekade lalu,

sehingga hal ini menginisiasi untuk memperbaiki evaluasi

kinerja. Inisiasi ini didorong oleh Komisi Hoover Pertama

melalui Planning Programming Budgeting System, Zero Base Budgeting, dan

Management by Objectives (Lee & Wang, 2009).

Evolusi praktik dan reformasi anggaran dapat ditelusuri pada

1966 ketika Allen Schick, Profesor dari Universitas Maryland

menulis buku yang berjudul “The Road to Programming Planning

Budgeting System: The Stages of Budget Reform” yang akhirnya menjadi

referensi utama. Pada tahun 1960-1980, perkembangan

pengeluaran publik di negara-negara OECD membutuhkan alat yang

lebih optimal untuk melakukan kontrol pengeluaran dan bukan

hanya sekedar anggaran program perencanaan. Sesudah periode

tersebut, pengukuran PBK mengalamai perkembangan. Sejak 1980,

konsepsi performance-based budgeting sudah banyak diadopsi oleh

banyak negara untuk meningkatkan aspek keefektifan dan

akuntabilitas program pemerintah.

7

Page 8: Draft Final Policy Paper-MIH

Pada tahun 1990-an, antusiasme PBK mulai semakin optimal di

banyak negara maju (Robinson & Denhart, 2003). Inisiasi

penggunaan PBK khususnya telah menjadi bagian penting untuk

reformasi pengelolaan sektor publik agar dikelola dengan lebih

baik dan optimal. Anggaran kinerja sedapat mungkin bisa

digunakan untuk menilai kinerja kelembagaan pada sektor

publik khususnya sektor anggaran dan manajemen keuangan yang

tidak hanya ditujukan untuk perbaikan kinerja keuangan namun

juga keberlanjutan fiskal dalam jangka panjang.

Penerapan PBK mensyaratkan adanya partisipasi dari masyarakat

yang aktif. Masyarakat aktif ini bermakna adanya keterlibatan

dalam merumuskan perencanaan anggaran agar bisa menampung

aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Masyarakat dan seluruh

komponennya aktif terlibat dalam perkembangan dan pelaksanaan

kebijakan publik. Selain itu, pemerintah dianggap sebagai

aktor utama dalam memberikan pelayanan kepada publik meskipun

belum optimal dalam implementasinya. Eksistensi teknologi juga

telah memberikan peluang kepada masyarakat untuk mengetahui

proses publik (Denhart & Denhart, 2003).

Alasan untuk melaksanakan PBK juga menjadi orientasi untuk

memenuhi kebutuhan warga negara dengan baik. Pemerintah telah

memperhatikan masukan warga negara dalam penyusunan kebijakan

termasuk dalam PBK. Hal ini dikaitkan dengan tuntutan

pelaksanaan PBK sebagai cara memberikan pelayanan kepada

masyarakat (Denhart & Denhart, 2000) sebagai berikut.

8

Page 9: Draft Final Policy Paper-MIH

1. Peran utama pemerintah adalah membantu warga negara dalam

mengartikulasi dan memenuhi kepentingannya.

2. Pengelola publik harus menciptakan suatu mekanisme untuk

memperhatikan tuntutan kebutuhan masyarakat sebagai

pemenuhan kepentingan bersama.

3. Kebijakan dan program diharapkan dapat memenuhi kebutuhan

publik dan dikelola secara efektif dan bertanggungjawab

melalui proses kolaboratif.

4. Kepentingan publik merupakan hasil dialog dan komunikasi

untuk berbagi kepentingan bersama bukan kepentingan

individu atau kelompok tertentu.

5. Pengelola publik harus memberikan perhatian lebih pada

kepentingan masyarakat, memberi respon pada nilai

komunitas, nilai politik, norma, dan nilai profesional.

6. Organisasi publik dan jaringan pemerintah lainnya akan

menunjukkan kinerja yang sukses apabila mereka bersatu

melalui proses kolaborasi dan memiliki kepemimpinan

bersama berdasarkan prinsip saling menghormati satu sama

lain.

2.2. Prinsip

Ada banyak definisi mengenai PBK. International Monetary Fund

mendefinisikan PBK sebagai prosedur atau mekanisme yang

ditujukan untuk menguatkan antara pendanaan yang ditujukan

untuk entitas sektor publik dan outcome atau output melalui

penggunaan informasi kinerja formal dalam pembuatan keputusan

alokasi sumber daya. OECD juga mendefinisi PBK sebagai bentuk

anggaran yang mengaitkan alokasi pendanaan dengan hasil yang

9

Page 10: Draft Final Policy Paper-MIH

mampu diukur. US General Accounting Office mendefinisi PBK

sebagai konsep yang mengaitkan informasi kinerja dengan

anggaran (International Monetary Fund, 2005).

PBK adalah alat manajemen yang digunakan untuk mengalokasikan

sumber daya sesuai dengan tingkat kinerja untuk target

pelayanan yang sudah ditentukan sebelumnya. Tidak seperti

pendekatan anggaran berbasis lini yang tradisional, PBK

memfokuskan pada outcome, bukan pada input anggaran.

Pendekatan baru ini membantu mendefinisi standard ukuran

mengenai efisiensi dan keefektifan lebih baik, sekaligus

ukuran akuntabilitas. Ketiga ukuran tersebut yaitu efisiensi,

keefektifan, dan akuntabilitas merupakan elemen penting dalam

politik anggaran (Lewis & Hildreth, 2010).

Menurut Rodriguez (2003), metode anggaran menekankan

identifikasi output atau outcome dari target pelayanan dan

alokasi sumber daya yang didasarkan pada tingkat pencapaian

target pelayanan. Pengukuran kinerja mendorong proses yang

meliputi elemen yaitu 1) perkembangan perencanaan kinerja dan

identifikasi tujuan pelayanan; 2) kumpulan data komparatif

untuk mengukur pencapaian tujuan; dan 3) sistem yang

melaporkan sejauh mana pencapaian tujuan untuk pemenuhan

target pelayanan kepada publik.

Sejalan dengan pernyataan Rodriguez, Young (2003) berpendapat

bahwa PBK memiliki empat karakteristik.

10

Page 11: Draft Final Policy Paper-MIH

1. PBK menentukan tujuan atau sejumlah tujuan yang dengan

mengaitkan alokasi anggaran.

2. PBK menyediakan informasi dan data kinerja masa lalu dan

mempertimbangkan pencapaian kinerja yang diharapkan dan

kinerja aktual.

3. Penyesuaian program disusun selama persiapan anggaran

agar tidak terjadi kesenjangan kinerja.

4. PBK memberikan ruang untuk penyesuaian.

PBK mengikuti rerangka logis dengan empat prinsip utama

sebagai berikut (Departemen Keuangan Republik Indonesia &

Bappenas, 2009; Sancoko et al, 2008).

1. Prinsip pertama-Money Follows Function, Function Follow Structure.

Ini berarti bahwa anggaran dialokasikan untuk mendanai

aktivitas yang didasarkan pada kewajiban dan fungsi dari

unit kerja.

2. Prinsip kedua-Let the Manager Manage. Ini berarti bahwa

manajer unit kerja diharapkan memiliki fleksibilitas pada

metode pelaksanaan supaya mencapai output dan outcome

yang ditentukan pada unit kerja dan aktivitas.

3. Prinsip ketiga-Accountability. Akuntabilitas merupakan aspek

yang dimiliki unit kerja untuk bertanggung jawab

pencapaian output dan pencapaian efisiensi dan

keefektifan indikator.

4. Prinsip keempat-The Link between Top-Down Planning & Bottom-Up

Implementation. Ini berarti bahwa kebijakan dan perencanaan

tujuan dicapai melalui delegasi otonomi aktivitas pada

unit kerja.

11

Page 12: Draft Final Policy Paper-MIH

2.3. Pengalaman di Negara Lain

Perlu ditambah pengalaman Negara lain melalui buku

Politt, buku BPPK dan makalah OECD

Beberapa hasil penelitian terkait dampak implementasi

penganggaran berbasis kinerja di berbagai negara menunjukkan

hasil yang beragam. Hasil implementasi penganggaran berbasis

kinerja umumnya beragam tergantung pada komitmen pimpinan

negara, keterlibatan legislatif, dukungan sistem manajemen,

keterbukaan dan partisipasi publik, dan kemampuan manajerial

aparatur birokrasi. Di tengah hasil implementasi yang beragam

tersebut, umumnya, para peneliti menyebutkan bahwa investasi

untuk pengembangan pengukuran dan informasi kinerja memberikan

potensi peningkatan kualitas efisiensi alokasi dan

produktivitasnya.

Salah satu hasil penelitian yang perlu diperhatikan adalah

hasil assessment penerapan PBK di Amerika, Taiwan, dan China

(Lee dan Wang, 2009:S60). Lee dan Wang menemukan bahwa

walaupun secara prinsip utama dan tujuan sama, implementasi

PBK berbeda di masing-masing negara tersebut dalam banyak hal.

Perbedaan implementasi di masing-masing negara tersebut

sebagai berikut:

Tabel 2Perbandingan Implementasi Penganggaran Berbasis Kinerja di America, Taiwan

dan Provinsi Guandong

12

Page 13: Draft Final Policy Paper-MIH

Amerika Taiwan ProvinsiGuandong

Desain

Tujuan Utama Akuntabilitaskinerja,pengendalianbelanja

Efisiensimanajemen,pengendalianbelanja

Efisiensimanajemen dankeefektifan

DoronganPerubahan

Legislatordanadministrator

Administrator Eksekutif/administrator

Perundangan Ada Ada Tidak Ada

Lingkup Semua agensi Semua agensi Sebagianagensi

Implementasi

KomitmenPimpinanEksekutif

Kuat Kuat Moderat

Pendidikan danTraining

Kuat

Sejak 1993

Kuat

Sejak 2001

Moderat

Sejak 2003

Evaluasi

Hasil KinerjaDikaitkan denganKeputusanPendanaan

SecaraModeratTerkait

Secara KuatTerkait

SecaraModeratTerkait

Hasil KinerjaDikaitkan denganPerbaikanManajemen danPelayaan

Secara KuatTerkait

Secara KuatTerkait

Secara KuatTerkait

Sumber: Lee dan Wang (2009)

13

Page 14: Draft Final Policy Paper-MIH

Hasil penelitian Lee dan Wang juga menemukan bahwa PBK

berhasil memengaruhi spending behavior masing-masing pengelola

program. Di Amerika, PBK telah menjadi alat yang esensial

dalam administrasi pemerintahan. Hingga saat penelitian

dilakukan (2009), data yang diolah Lee dan Wang menunjukkan

penerapan PBK belum mampu memangkas pertumbuhan anggaran

belanja pemerintah. Walaupun demikian, PBK memungkinkan

pemerintah federal membuat keputusan yang lebih hati-hati.

Dari penelitian lainnya, upaya manajemen kinerja di Amerika

mulai menunjukkan hasil penting. Pada tahun 2010, di masa

Administrasi Presiden Barrack Obama, reformasi manajemen

kinerja berhasil menghemat USD 17 Milyar dari program yang

tidak bagus maupun yang gagal. Di tahun 2011, jumlah

penghematan tersebut meningkat hingga USD 23 Milyar (Joyce,

2011)

Di Taiwan, penerapan PBK telah mencapai tujuannya. Hasil

penelitian Lee dan Wang menunjukkan adanya korelasi terbalik

antara penerapan PBK dengan tingkat pertumbuhan anggaran

belanja. PBK menempatkan batasan yang ketat pada belanja

pemerintah. Di samping itu, PBK memberikan insentif pada upaya

pembatasan pengeluaran.

Di Guandong, PBK diterapkan sebagai bentuk pilot project di

beberapa institusi. Hasil penelitian Lee dan Wang menunjukkan

bahwa tidak ada dampak dari penerapan tersebut pada tingkat

pertumbuhan anggaran belanja.

14

Page 15: Draft Final Policy Paper-MIH

Penerapan penganggaran kinerja menurut Wahyuni (2006) dimulai

dari Australia dan New Zealand pada akhir tahun 1980-an,

diikuti oleh Canada, Denmark, Finlandia, Perancis, Belanda,

Swedia, Inggris, dan Amerika Serikat pada awal sampai

pertengahan decade 1990-an. Selanjutnya pada akhir tahun 1990-

an sampai awal tahun 2000-an penganggaran kinerja mulai

diterapkan di Austria, Jerman, dan Switzerland. Meskipun

sebagian besar Negara-negara tersebut telah memasukkan

informasi non keuangan dalam dokumen anggaranya, kenyataan

hanya sedikit yang benar-benar melaksanakan anggaran kinerja

dalam arti mengaitkan pengeluaran dan hasil, melaporkan

kinerja atas target-target dan menggunakan informasi kinerja

untuk pengambilan keputusan alokasi anggaran pada masa

mendatang, seperti Australia dan New Zealand (Sancoko et al,

2008).

Perubahan menuju penganggaran kinerja memang merupakan proses

yang kompleks karena berkaitan dengan perubahan yang mendasar

dalam sistem, manajemen, maupun perilaku manusia pengelola

anggaran. Selain itu, penganggaran kinerja membutuhkan

dukungan sistem manajemen kinerja, sistem akuntanis

pemerintahan dan perhitungan biaya. Ada tiga pendekatan untuk

penyusunan anggaran berbasis kinerja (Sancoko et al, 2008:41-42)

sebagai berikut:

1) Penyusunan anggaran berbasis kinerja yang bersifat

langsung. Dalam pendekatan ini terdapat hubungan bersifat

langsung dan sering kali didasarkan atas suatu formula.

Sehingga alokasi anggaran untuk sebuah program didasarkan

15

Page 16: Draft Final Policy Paper-MIH

atas kinerja program yang diukur dari keluaran (output)

dan hasil (outcome). Misalnya pendanaan universitas yang

didasarkan atas jumlah lulusan dari setiap bidang

keilmuan.

2) Penyusunan anggaran berbasis kinerja yang bersifat tidak

langsung. Hal ini adalah bentuk umum dari penyusunan

anggaran berbasis kinerja. Indormasi pemantauan dan

temua-temuan evaluasi tentang hasil-hasil program menjadi

salah satu masukan, tetapi hanya merupakan salah satu

masukan bagi keputusan alokasi anggaran sebuah program.

Prioritas kebijakan pemerintah juga mempengaruhi alokasi

anggaran.

3) Penyusunan anggaran berbasis kinerja yang bersifat

penyajian. Pemerintah menggunakan informasi pemantauan

dan temuan-temuan evaluasi untuk melaporkan kinerja

aktual di masa lalu atau kinerja yang diharapkan pada

masa mendatang dalam dokumen anggaran yang dikirimkan

kepada Legislatif. Informasi ini mungkin saja tidak

berpengaruh pada pembuatan keputusan menyangkut anggaran

dan merupakan bentuk paling lemah dari penyusunan

anggaran berbasis kinerja.

2.4. Reformasi Keuangan Publik Indonesia: Penganggaran

Terpadu, Penganggaran Berbasis Kinerja dan Kerangka

Pembangunan Jangka Menengah

Dalam kasus Reformasi Anggaran Indonesia, Undang-Undang

17/2003 memfokuskan tiga isu utama: Penganggaran Terpadu,

16

Page 17: Draft Final Policy Paper-MIH

Penganggaran Berbasis Kinerja, dan Kerangka Pembangunan Jangka

Menengah (KPJM). Melalui buku putih yang dikeluarkan oleh

Menteri Keuangan (2002) menjelaskan beberapa permasalahan

berkaitan dengan manajemen keuangan publik Indonesia. Ada tiga

hal dalam buku putih itu yang patut mendapat perhatian karena

mendeskripsikan kelemahan mendasar kerangka institusi bagi

manajemen kebijakan publik yang kredibel. Pertama, adanya

kewenangan anggaran dobel antara Departemen Keuangan dan

Bappenas yang bermuara pada sulitnya koordinasi yang baik

dalam perencanaan dan eksekusi anggaran. Bukti nyata

pernyataan pertama adanya Daftar Isian Kegitan dan Daftar

Isian Program dalam dokumen perencanaan dan penganggaran masa

itu. Kedua, sistem informasi keuangan pemerintah yang

terintegrasi dan handal saat itu masih dalam pengembangan.

Ketiga, tumpang tindihnya fungsi anggaran dan perbendaharaan

dalam tubuh Direktorat Jenderal Anggaran membawa akibat bagi

tidak berkembangnya kompetensi anggaran dan manajemen

perbedaharaan bersama-sama.

Seturut dengan semangat perubahan medasar bagi perbaikan

manajemen keuangan public, Blondal et al. (2009) menunjukkan

adaptasi KPJM untuk pengelolaan anggaran. Tujuan adanya KPJM

adalah bertujuan untuk transparansi alokasi sumber daya

anggaran yang lebih baik (allocative efficiency); meningkatkan

kualitas perencanaan penganggaran (Improving the quality of planning);

fokus yang lebih baik terhadap kebijakan prioritas (best

policyoption); meningkatkan disiplin fiskal (fiscal dicipline); dan

menjamin adanya kesinambungan fiskal (fiscal sustainability);

17

Page 18: Draft Final Policy Paper-MIH

meningkatkan manfaat dana yang dianggarkan merupakan

meningkatnya efisiensi alokasi(allocative efficiency) dalam proses

penganggaran.

Pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 21

tahun 2004 yang menegaskan bahwa rencana kerja dan anggaran

yang disusun menggunakan tiga pendekatan, yaitu: (1) anggaran

terpadu (unified budget); (2) kerangka pengeluaran jangka

menengah biasa disebut KPJM (atau medium term expenditure

framework); dan (3) penganggaran berbasis kinerja biasa disebut

PBK (performance based budget).

Secara ilustratif, kerangka reformasi perencanaan dan

penganggaran yang digulirkan oleh Pemerintah dapat disajikan

sebagai berikut:

Gambar 1 Kerangka Reformasi Perencanaan dan Penganggaran

18

Page 19: Draft Final Policy Paper-MIH

Sumber: Basyir (2010) dalam Prosiding Implementasi PBK pada

Sektor Hukum, Peradilan dan HAM

Berdasarkan kerangka reformasi di atas, KPJM dan PBK merupakan

instrumen reformasi penganggaran maupun perencanaan guna

meningkatkan manfaat dana yang dianggarkan ke sektor publik

terhadap hasil suatu program (outcomes) dan keluaran suatu

aktivitas (output), melalui informasi kinerja secara format

yang terkait dengan tiga hal yaitu pengukuran kinerja,

pengukuran biaya untuk menghasilkan output dan outcomes serta

penilaian keefektifan dan efisiensi pengeluaran/belanja dengan

berbagai alat analisis (Robinson & Brumby, 2005).

Di satu sisi, KPJM adalah cara memperhitungkan konsekuensi

putusan terhadap anggaran pada tahun berikutnya. Di sisi

lain, PBK adalah pendekatan penganggaran yang mengutamakan

upaya pencapaian hasil kerja atau output dari rangkaian PT dan

KPJM. PBK dimaksudkan untuk lebih memberikan hasil maksimal

(outcome oriented) dalam efisiensi alokasi anggaran dari sumber

daya yang terbatas. Dengan ketiga pendekatan tersebut di

atas, satuan kerja dapat memilih dan memutuskan alokasi

program/kegiatan terbaik (prioritas) dari berbagai alternatif

program/kegiatan yang tersedia secara efisien yaitu

mendapatkan tingkat keluaran (output) maksimal dari masukan

(input) pada tingkat tertentu alokasi biaya atau input

(Bappenas:2009).

19

Page 20: Draft Final Policy Paper-MIH

Permasalahan-permasalahan yang ada dalam pelaksanaan tersebut

menurut Sancoko et al (2008) adalah:.

1. Tidak jelasnya keterkaitan antara kebijakan,

perencanaan, dan penganggaran, karena sering kali

kebijakan disusun tanpa mempertimbangkan sumber daya

yang tersedia, dan pengalokasian anggaran tidak

mencerminkan prioritas yang telah ditetapkan oleh

pemerintah.

2. Rendahnya kinerja penyediaan pelayanan masyarakat

karena penekanan diberikan pada kontrol terhadap input

bukan pada pencapaian output dan outcomes, serta kurang

memperhatikan prediksi dan kesinambungan daripada

pendanaannya.

3. Kurangnya disiplin fiskal, karena total belanja negara

tidak disesuaikan dengan kemampuan penyediaan

pembiayaannya, dan perumusan kebijakan fiskal hanya

terfokus pada stabilitas ekonomi makro jangka pendek.

Adapun permasalahan dalam penerapan PBK menurut Departement

Keuangan RepubIik Indonesia dan Bappenas (2009) sebagai

berikut.

1. Belum digunakannya resource envelope sebagai landasan

penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

(RPJMN) dan Renstra K/L.

2. Program dan kegiatan belum dapat digunakan sebagai alat

untuk mengukur tingkat keefektifan pencapaian sasaran

pembangunan nasional dan efisiensi belanja.

20

Page 21: Draft Final Policy Paper-MIH

3. Program dan kegiatan juga belum dapat digunakan sebagai

alat untuk mengukur akuntabilitas kinerja suatu unit

kerja.

4. Pada tingkat operasional masih ada beberapa pertanyaan

mendasar mengenai keterkaitan dokumen perencanaan dan

anggarannya.

2.5. Teori Production Model

Kerangka utama untuk menjelaskan Penganggaran Berbasis

Kinerja adalah Production Model of Performance (dalam Van Dooren,

Bouckaert, Halligan, 2010). Kinerja ini mengikuti skema

logika produksi. Gambar 2.1. merupakan Production Model of

Performance yang menggambarkan skema input, proses atau

aktivitas dan ouput. Para pembuat keputusan diharapkan

menampung aspirasi masyarakat baik dan mempertimbangkan

kondisi ekonomi yang sedang terjadi (1). Dengan demikian,

aspek eksternal ini menjadi pertimbangan bagi para pembuat

keputusan untuk merumuskan hal tersebut sebagai kebutuhan yang

harus diperhatikan dan diupayakan untuk terpenuhi (2).

Pemerintah seharusnya merumuskan kebutuhan masyarakat sebagai

agenda penting dengan mempertimbangkan semua masukan dari

pemangku kepentingan termasuk masyarakat sipil, kelompok-

kelompok tertentu bahkan media untuk menentukan sejumlah

prioritas dan tujuan (3). Dalam merumuskan tujuan, proses ini

tentunya akan membutuhkan pertimbangan yang bersifat tarik

21

Page 22: Draft Final Policy Paper-MIH

ulur kepentingan, sehingga menguatkan tujuan tersebut dapat

memenuhi kebutuhan yang relevan (7).

Dalam logika produksi ini, juga dibutuhkan input yang

berupa sumber daya baik manusia dan finansial (4) yang pada

akhirnya dialokasikan dalam program dan aktivitas (5).

Aktivitas dijalankan untuk menjalankan program-program yang

sudah ditentukan dan menghasilkan output(6). Output ini

merupakan rasio input terhadap output (9). Dalam sektor publik,

penentuan tingkat efisiensi tidak berkaitan dengan

maksimalisasi profit namun memaksimalkan pemenuhan kebutuhan

masyarakat secara menyeluruh. Pencapaian efisiensi dalam

sektor publik lebih sulit dan cenderung mendapatkan hasil yang

tidak memuaskan. Artinya, tidak semua lapisan masyarakat dapat

terpenuhi kebutuhan dengan optimal. Jalur terakhir dalam

logika produksi ini adalah outcome (14). Rasio antara output dan

outcome merupakan bentuk pengukuran keefektifan.

Gambar 2 The Production Model of Performance

22

Page 23: Draft Final Policy Paper-MIH

Sumber: Wouter Van Dooren et al (2010), PerformanceManagement in The Public Sector, Rouledge.Gambar TheProduction Model of Performance

Logika produksi pada Gambar di atas bisa digunakan untuk

menganalisis elemen Surat Edaran Bersama dengan mengaitkan

pada kinerja dalam hal ini efisiensi, keefektifan dan

akuntabilitas. Berdasarkan skema tersebut, aspek input,

aktivitas dan output bisa dijabarkan ke dalam masing-masing

aspek Surat Edaran Bersama. Aspek input bisa dijelaskan dalam

bentuk sosialisasi dan pelatihan. Sosialisasi dan pelatihan

diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai pentingnya

penerapan PBK. Aspek kegiatan atau proses meliputi perencanaan

strategis, program restrukturisasi, sistem pembiayaan, dan

sistem evaluasi kinerja. Berkaitan dengan aspek output,

implementasi format baru menjadi aspek output dalam Surat

Edaran Bersama. Penerapan format baru diharapkan juga memberi

implikasi pada pencapaian kinerja yang optimal. Kinerja

optimal dalam hal ini diukur melalui efisiensi, keefektifan,

dan akuntabilitas.

23

Page 24: Draft Final Policy Paper-MIH

2.6. Surat Edaran Bersama sebagai Panduan Perencanaan PBK5

Pada Juni 2009, Kementerian Keuangan dan Badan Perencanaan

Pembangunan Nasional menerbitkan buku panduan mengenai

pelaksanaan Peraturan 17/2003. Kelengkapan panduan

implementasi PBK tersebut ditandai dengan terbitnya Surat

Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan

Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Keuangan

No.0142/MPN/06/2009 dan No. SE-1848/MK/2009 (selanjutnya

disebut SEB).

Hal ini terdiri atas lima buku panduan berkaitan dengan

reformasi manajemen keuangan publik khususnya mengenai

restrukturisasi program dan aktivitas, panduan pelaksanaan

anggaran berbasis kinerja, kerangka kerja pengeluaran jangka

menengah, format baru untuk perencanaan anggaran tahunan,

jadwal waktu untuk pelaksanaan. Dalam panduan tersebut,

dielaborasi lebih lanjut mengenai aspek input, proses, dan

output. Aspek-aspek tersebut meliputi input, proses dan output

sebagai berikut.5 Penggunaan SEB terutama 7 variabel bebas (independen) sebagai operasionalisasi konsep penerapan PBK kami pilih dikarenakan riset ini tidak murni bersifat akademis, melainkan suatu riset kebijakan yang sedapatmungkin memberikan rekomendasi kebijakan bersifat kongkrit. Guna menyajikansisi lain penerapan PBK, kami melakukan analisis indikator kuantitatif anggaran sebagai metode penjelas implementasi PBK yang lain.

24

Page 25: Draft Final Policy Paper-MIH

1. Input dalam PBK terdiri atas sosialisasi dan pelatihan

PBK.

2. Proses PBK terdiri atas perencanaan strategis, KPJM,

restrukturisasi program, sistem biaya (cost refinement),

evaluasi kinerja.

3. Output PBK terdiri atas kinerja yaitu efisiensi,

keefektifan, dan akuntabilitas serta bentuk atau format

baru.

2.56.1. Sosialisasi PBK

Sosialisasi adalah proses yang memberikan kesempatan kepada

anggota dalam suatu sistem untuk mempelajari dan memahami pola

atau nilai yang baru untuk dijalankan. Sosialisasi berkaitan

dengan anggaran berbasis kinerja dan merupakan suatu nilai

kerja bagi karyawan baru dan karyawan yang lama untuk

mempelajari penerapan anggaran berbasis kinerja yang dianggap

penting untuk untuk menjelaskan perubahan dan manfaat dalam

penerapan anggaran. Sosialisasi ini berkaitan dengan cara,

prosedur, evaluasi anggaran agar mencapai efisiensi

pelaksanaan, keefektifan kerja dan tanggung jawab terhadap

penggunaan anggaran.

Sosialisasi anggaran berbasis kinerja dapat berkaitan dengan

pelaksanaan program kerja yang dilaksanakan dalam unit

kerja/kementerian. Program kerja ini membutuhkan penganggaran

dan pencapaian kinerja. Karyawan dituntut untuk memahami cara

pengelolaan anggaran dan evaluasi penerapan anggaran.

Evaluasi ini juga menjelaskan mengenai perlu adanya reward dan

25

Page 26: Draft Final Policy Paper-MIH

consequences. Pelatihan mengenai pengelolaan program,

penganggaran, dan pencapaian kinerja perlu dilakukan untuk

memfasilitasi karyawan agar mampu merencanakan program,

melaksanakan dan mengevaluasinya.

2.56.2. Perencanaan Strategis

Perencanaan strategis adalah proses untuk mengembangkan

perencanaan jangka panjang dan mengarahkan organisasi dengan

berpedoman pada misi yang dinyatakan dengan jelas, tujuan, dan

sasaran. PBK dikaitkan dengan perencanaan strategis menjadi

sangat penting. Melalui perencanaan strategis, pengembangan

kebijakan multi-year dapat dikaitkan dengan situasi saat ini

yang berorientasi pada masa depan. Proses perencanaan

strategis memudahkan pengelola atau unit di kementerian

memahami dengan jelas kondisi kinerja. Perencanaan strategis

menjelaskan tentang visi, misi, tujuan, sasaran, keluaran,

dampak, dan implikasi, serta sumber daya yang digunakan

termasuk manusia, uang, teknologi, fasilitas, data dan

informasi.

Dalam perencanaan strategis, perlu dilakukan pemetaan

kebutuhan para pemangku kepentingan melalui mekanisme

partisipatif. Pendekatan inovatif ini bertujuan untuk

melibatkan partisipasi masyarakat. Kepemimpinan diharapkan mau

menyampaikan misi, arah strategi, visi kepada karyawan.

2.56.3. Format Baru

26

Page 27: Draft Final Policy Paper-MIH

Berdasarkan buku petunjuk pelaksanaan anggaran berbasis

kinerja yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan dan Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional, bentuk anggaran baru adalah

dikategorikan berdasarkan informasi kinerja eselon 1.

Informasi pengeluaran dan penerimaan ditempatkan pada lembar

yang berbeda. Kinerja yang dicapai oleh kementerian didasarkan

pada visi, misi, dan perencanaan kerja.

Berdasarkan temuan studi awal, bentuk anggaran pemerintah

pusat pada 2009 dan 2010 disusun dalam format anggaran lini.

Oleh karena itu, dokumen anggaran untuk tahun berjalan tidak

menggambarkan informasi kinerja. Sebaliknya, perubahan

mendasar terjadi pada tahun 2011 dan 2012, dengan ditunjukkan

pelaporan PBK. Anggaran 2011 dan 2012 sudah mengadopsi

kerangka pengeluaran berjangka menengah dan ada estimasi

aktivitas yang direncanakan ke depan.

2.56.4. Restrukturisasi Program

Keterkaitan antara program dan perencanaan pembangunan

diharapkan ada sebuah formulasi. Program restrukturisasi

menyediakan keterkaitan antara program dan arahan

institusi/kementerian. Dalam merumuskan program, prioritas

program dipertimbangkan. Jika ada keterbatasan anggaran,

program yang relatif kurang penting bisa ditunda. Alokasi

anggaran diutamakan pada program yang diprioritaskan. Target

yang ditentukan dalam tahun berjalan harus diinisiasi oleh

setiap lapisan eselon. Dalam program restrukturisasi, tahapan

selanjutnya adalah memeriksa secara detail mengenai

27

Page 28: Draft Final Policy Paper-MIH

ketersediaan anggaran. Semua program dipertimbangkan

berdasarkan tingkat kepentingan dan “urgency”. Program

ditampilkan dalam bentuk aktivitas, sub-aktivitas, prioritas,

alokasi, dan kuantitas secara lebih terperinci.

2.56.5. Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah

Kerangka Pengeluaran Jangka menengah (KPJM) dilakukan dengan

menggunakan petunjuk atau arahan yang dikeluarkan oleh

Kementerian Keuangan dan Badan Perencana Pembangunan Nasional.

Hal ini penting untuk memperbaiki arsitektur program aktivitas

sehingga memberikan keterkaitan antara struktur organisasi,

sruktur anggaran, struktur perencanaan kebijakan, dan struktur

manajemen kinerja.

KPJM digunakan untuk mengelola anggaran pemerintah dan

kebijakan selama periode beberapa tahun, biasanya 3 sampai 5

tahun. Mekanisme ini dimaksudkan untuk menunjukkan implikasi

kebijakan dan pengeluaran pemerintah. Hal ini juga digunakan

untuk menentukan efek penyesuaian kebijakan dan anggaran yang

membutuhkan beberapa tahun dalam pelaksanaannya. Selain itu,

KPJM ini juga mempertimbangkan adanya realitas makroekonomi,

dan kebutuhan sejumlah sektor yang perlu disesuaikan. Proses

ini bertujuan untuk meningkatkan disiplin dalam perencanaan

pengeluaran pemerintah dan mengurangi ketidakseimbangan antara

pertimbangan makro ekeonomi, estimasi penerimaan, dan

kewajiban pemerintah serta program sektor yang mencapai tujuan

kebijakan. Anggaran berbasis kinerja diajukan untuk

menciptakan keterkaitan antara pembiayaan sumber daya dan

28

Page 29: Draft Final Policy Paper-MIH

output serta outcome yang diharapkan sekaligus efisiensi dari

output dan outcome yang dihasilkan.

2.56.6. Perbaikan Standar Biaya

Standar biaya dari PBK menerapkan sistem bergulir. Standar

biaya termasuk memiliki standar biaya acuan dan parameter

pengukuran. Ada mekanisme penyesuaian angka dasar dan anggaran

tambahan untuk inisiatif baru. Selain itu, terdapat

klasifikasi standar biaya umum dan khusus. Adanya baseline bagi

standar biaya.

Sebelum penerapan PBK, Kementerian dan Lembaga hanya mengenal

pencatatan aktivitas berbasis input (input based costing) setelah

penerapan PBK dimana Kementerian dan Lembaga didorong untuk

mempunyai kriteria apa yang hendak dicapai (kinerja) maka

aktivitas pencatatan pun berubah menjadi sistem pencatatan

berbasis aktivitas (activity based costing).

2.56.7. Sistem Evaluasi Kinerja

Ketersediaan kriteria kinerja dan review pencapaian program

perlu dikelola. Ada identifikasi dan analisis kelemahan

program dan rekomendasi untuk perbaikan. Evaluasi kinerja

program adalah proses pencapaian tujuan yang menunjukkan

bahwa perumusan dan pelaksanaan kebijakan mencapai efisiensi

dan keefektifan.

29

Page 30: Draft Final Policy Paper-MIH

2.56.8. Kinerja

Pengukuran kinerja mendorong proses yang meliputi penyusunan

rencana kinerja, identifikasi tujuan pelayanan, pengumpulan

data komparatif untuk mengukur pencapaian tujuan dan sistem

yang memberikan informasi mengenai sejauh mana tujuan yang

ditetapkan tercapai.

Efisiensi

Efisiensi mengkur biaya unit dari output yang dihasilkan.

Efisiensi juga merupakan rasio input per output. Input juga

didefinisi sebagai sumber daya yang digunakan untuk

menghasilkan jasa. Output didefinisi sebagai hasil barang dan

jasa yang dihasilkan oleh sebuah unit kerja.

Keefektifan

Keefektifan merupakan indikator yang mengukur apakah pelayanan

yang ditargetkan tercapai atau tidak. Pengukuran yang baik

memfokuskan pada hasil atau outcome dan berorientasi pada

konsumen/pengguna. Ada keterkaitan antara pengukuran dan

program. Keefektifan juga merupakan rasio antara output/outcome.

Outcome didefinisi sebagai pengukuran dampak aktual, hasil

atau manfaat publik.

Akuntabilitas

Akuntabilitas menunjukkan bahwa unit kerja bertanggung jawab

atas tercapainya output dan mencapai efisiensi dan keefektifan

sesuai indikator yang sudah ditentukan. Akuntabilitas terkait

dengan otonomi dan tanggung jawab terhadap pelaksanaan

30

Page 31: Draft Final Policy Paper-MIH

program.Akuntabilitas mencerminkan pula aspek bottom up dari

rencana kebijakan.

31

Page 32: Draft Final Policy Paper-MIH

3. METODE RISET

3.1. Pendekatan

Penelitian ini merupakan kombinasi pendekatan eksploratif dan

deskriptif. Pendekatan eksploratif ditujukan untuk menjawab

rerangka kerja pelaksanaan anggaran berbasis kinerja di

Indonesia. Data untuk menganalisis hal ini diambil melalui studi

literatur. Untuk tujuan penelitian yang kedua adalah melakukan

pengujian korelasi masing-masing variabel dengan kinerja.

Pendekatan ini bersifat deskriptif. Kinerja dianalisis melalui

tiga aspek yaitu efisiensi, keefektifan, dan akuntabilitas.

Penelitian ini juga didukung oleh data kualitatif melalui

wawancara mendalam dengan masing-masing personil di kementerian

dengan sejumlah pertimbangan.

3.2. Unit Analisis

Unit analisis ini adalah individu yang bekerja dalam perencanaan

anggaran dan pelaksanaannya pada Kementerian yang dipilih sebagai

sample. Daftar kementerian memiliki informasi yang cukup untuk

dijadikan pilihan sample, khususnya Kabinet Bersatu Kedua yang

dilantik pada 22 Oktober 2009. Penelitian menggunakan nonprobability

sampling melalui purposive sampling dalam memilih masing-masing

kementerian. Sampel yang dipilih adalah:

a. Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional dipilih karena

berperan dalam perencanaan pembangunan;

b. Kementerian Keuangan dipilih karena perannya dalam mengelola

dan mengoordinasi anggaran negara dan keuangan publik;

32

Page 33: Draft Final Policy Paper-MIH

c. Kementerian Pendidikan dipilih karena memiliki alokasi

anggaran negera sebesar 20%.

d. Kementerian Kehakiman dan HAM dipilih karena perannya dalam

pelayanan publik dan penegakan hukum.

e. Kementerian Perhubungan berkaitan dengan pelayanannya pada

publik.

f. Kementerian Sosial berkaitan dengan pelayanannya pada

publik.

3.3. Pengukuran Indikator

Elemen indikator didasarkan pada Surat Edaran Bersama dari

Menteri Keuangan dan Bappenas pada Juni 2009 sebagai cara untuk

melaksanakan Undang-Undang 17/2003. Ada sembilan elemen yang

dijadikan variabel dalam penelitian untuk menganalisis

korelasinya dengan kinerja pada kementerian.

1. Sosialisasi dan pelatihan 2. Perencanaan strategis 3. Implementasi format baru 4. Program restrukturisasi 5. Kerja pengeluaran berjangka menengah 6. Sistem evaluasi kinerja 7. Pengukuran efisiensi8. Pengukuran keefektifan9. Pengukuran akuntabilitas

Pengukuran indikator masing-masing elemen belum dikembangkan.

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengembangan indikator

berdasarkan literatur PBK yang dilakukan dengan wawancara

mendalam oleh beberapa ahli pakar. Indikator menggunakan tipe

33

Page 34: Draft Final Policy Paper-MIH

data perseptual. Skala pengukuran menggunakan skala pengukuran

mirip Likert, namun dengan adanya modifikasi.

1= tidak mengetahui

2=sangat tidak setuju

3=tidak setuju

4=setuju

5=sangat setuju

6=tidak mengerjakan

Sesudah penetapan indikator pengukuran masing-masing variabel,

studi ini juga melaksanakan pilot study dengan menggunakan 33

responden. Pelaksanaan pilot study diawali dengan melakukan

audiensi pada kementerian untuk menjelaskan tujuan melakukan

survei. Survei dilakukan dengan cara menyebar kuesioner. Dalam

menyebarkan kuesioner, peneliti ikut serta membantu dalam

menjelaskan cara mengisi agar memudahkan responden untuk mengisi.

Beberapa pertanyaan diajukan karena responden membutuhkan

pemahaman lebih lanjut mengenai makna pertanyaan.

3.4. Limitasi Penelitian

Beberapa keterbatasan penelitian ini adalah sebagai berikut:

o Unit analisis dalam penelitian ini berada pada eselon 1

sebagai penanggung jawab program, walaupun responden yang

mengisi kuesioner mayoritas adalah eselon 3 dan 4 sehingga

34

Page 35: Draft Final Policy Paper-MIH

dimungkinkan gambaran yang sangat detail terkait pelaksanaan

PBK.

o Walaupun UU Keuangan Negara telah berusia satu decade, namun

pelaksanaan Penganggaran Berbasis Kinerja baru diawali sejak

penandatanganan SEB 2009, maka tahapan pelaksanaan PBK masih

di tahap awal yang bisa jadi membuat hasil penelitian ini

terlalu dini dari sisi penerapan PBK

o Keenam Kementerian/Lembaga yang dipilih sangat bervariasi

dari aspek struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi serta

besaran anggaran yang dialokasikan. Pemilihan sampel yang

bervariasi ini menimbulkan keterbatasan dalam membahas

detail bila sampel terbatas.

o Selain variasi Kementerian/Lembaga yang dipilih,

Kementerian/Lembaga yang termasuk pilot project dengan tugas

pokok dan fungsi yang lebih terukur sekaligus pelayanan yang

diberikan lebih berdampak luas seperti Kementerian

Kesehatan, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Pelayanan

Umum. Tidak seluruh Kementerian/Lembaga pilot dikarenakan

peneliti bermaksud melakukan komparasi antara Kementerian

Pilot dan Kementerian Non-pilot.

Berikut kami menyajikan Operasionalisasi Konsep masing-masing

variabel penelitian yaitu:

35

Page 36: Draft Final Policy Paper-MIH

Variabel Elemen Indikator

Sosialisasi dan Pelatihan

- Kegiatan sosialisasi.- Kegiatan pelatihan.

1. Kementerian telah melaksanakan pelatihan (workshop-training) penganggaran berbasis kinerja.

2. Unit kerja pernah mengikuti penjelasan (sosialisasi)tentang anggaran berbasis kinerja.

3. Unit kerja pernah mengikuti pelatihan anggaran berbasiskinerja.

4. Unit kerja menerapkan seluruh proses penerapan anggaranberbasis kinerja pada Program/Kegiatan yangdirencanakan.

5. Unit kerja melaksanakan mekanisme anggaran berbasiskinerja pada Program/Kegiatan.

6. Unit kerja telah menerapkan penganggaran berbasiskinerja sejalan antara teori (sosialisasi-pelatihan) danpelaksanaan.

Perencanaan Strategis

- Identifikasi kebutuhan stakeholder.

- Keterlibatan masyarakat.- Identikasi program, aktivitas, dan output.

- Penilaian internal dan eksternal.

- Penentuan visi, misi, tujuan, sasaran.

- Pendefinisian output dan outcomes.

- Ada peran kepemimpinan.

1. Unit kerja memahami visi-misi Kementerian dengan jelas,sebagai pertimbangan menyusun anggaran.

2. Pejabat dari Kementerian memberikan arahan pada prosespenyusunan anggaran.

3. Unit kerja mengetahui Rencana Strategis (Renstra) dariKementerian di mana saya bekerja.

4. Unit kerja memiliki Renstra Eselon I.5. Unit Kerja menyusun alokasi anggaran berdasarkan Renstra

Kementerian setiap tahun.6. Unit Kerja menyusun anggaran sesuai visi-misi

Kementerian.7. Unit Kerja menyusun anggaran sesuai target yang

ditetapkan dalam Renstra Kementerian.8. Unit Kerja mengidentifikasi kebutuhan pemangku

kepentingan dalam penyusunan anggaran.9. Unit Kerja melibatkan pihak ketiga dalam penyusunan RKA-

36

Page 37: Draft Final Policy Paper-MIH

Variabel Elemen IndikatorKL.

10. Unit Kerja menentukan rencana kegiatan sesuai denganRencana kerja (Renja).

11. Unit Kerja menentukan jenis keluaran (output) sesuaidengan Renja.

12. Unit Kerja menentukan volume output kegiatan sesuaidengan Renja.

13. Penyusunan anggaran menentukan capaian hasil (outcome)kegiatan sesuai dengan Renja.

Format baru

- Penggunaan format RKA-KLbaru. .

- Penggunaan proses baru.- Peran eselon 1.

1. Penyusunan format RKA-KL terbaru sudah mencerminkanpenganggaran berbasis kinerja.

2. Penyusunan RKA-KL sudah memperhatikan Rencana KerjaKementerian.

3. Penyusunan RKA-KL sudah memperhatikan KerangkaPengeluaran Jangka Menengah (Medium Term ExpenditureFramework/MTEF).

4. Penyusunan RKA-KL sudah memperhatikan RestrukturisasiProgram.

5. Penyusunan indikator kinerja di RKA-KL sudah mengadopsiindikator kinerja utama untuk Program.

6. Penyusunan indikator kinerja di RKA-KL sudah mengadopsiindikator kinerja kegiatan untuk kegiatan.

Restrukturisasi program

- Kaitan antara program dan Rencana Pembangunan.

- Kaitan antara program dan mandat institusi.

- Identifikasi prioritas program.

- Kejelasan tujuan

1. Unit Kerja telah melakukan restrukturisasi program.2. Setelah restrukturisasi program memiliki keterkaitan

yang jelas antara Program dan Kegiatan.3. Setelah restrukturisasi program memiliki keterkaitan

yang jelas antara Program dan sasaran nasional.4. Unit Kerja melakukan peringkat prioritas terhadap

rencana kegiatan yang akan diajukan.

37

Page 38: Draft Final Policy Paper-MIH

Variabel Elemen Indikator

program.- Kejelasan desain program.

5. Dalam kondisi dana yang tersedia tidak mencukupi untuksemua rencana kegiatan, Unit Kerja mengajukan kegiatandengan prioritas yang lebih tinggi.

6. Dalam menyusun anggaran Unit Kerja menetapkan dampakyang diharapkan dari kegiatan yang diajukan.

7. Dalam menyusun anggaran Unit Kerja menetapkan hasil yangdiharapkan dari kegiatan yang diajukan.

8. Dalam menyusun anggaran Unit Kerja menetapkan keluaranyang diharapkan dari kegiatan yang diajukan.

9. Dalam menyusun anggaran Unit Kerja menetapkan input darikegiatan yang diajukan.

Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah

- Koordinasi program dan strategi organisasi.

- Input, aktivitas, output,outcome, dan impact yang jelas.

- Integrasi KPJM dengan proses kesatuan anggaran

1. Penyusunan anggaran di Unit Kerja memperhitungkankebutuhan pendanaan dalam jangka waktu tiga tahun kedepan.

2. Penyusunan anggaran membedakan kegiatan operasional danserta non-operasional maupun prioritas nasional.

3. Unit Kerja mengajukan estimasi kebutuhan anggaran tigatahun kepada Kementerian.

4. Unit Kerja mengajukan estimasi kebutuhan anggarantahunan kepada Kementerian.

5. Dalam penyusunan anggaran Unit Kerja pernah mengajukanusul tambahan anggaran untuk inisiatif baru.

6. Unit kerja telah menerapkan sistem anggaran bergulirdalam rangka mencapai pelaksanaan anggaran.

7. Unit kerja telah menetapkan angka dasar dalam penyusunananggaran kegiatan program.

8. Unit kerja melakukan penyesuaian angka dasar denganparameter ekonomi dalam penyusunan anggaran.

9. Unit kerja melakukan penyesuaian angka dasar denganparameter non ekonomi dalam menyusun anggaran.

38

Page 39: Draft Final Policy Paper-MIH

Variabel Elemen Indikator

Sistem Biaya

- Ada standar biaya sebaga referensi input dan output program.

- Ada klasifikasi biaya.- Ada dasar pembiayaan.- Ada ruang untuk

inisiasi.

1. Dalam penyusunan anggaran, unit kerja menentukan standarbiaya masukan sebagai acuan perhitungan kebutuhananggaran.

2. Dalam penyusunan anggaran, unit kerja menentukan standarbiaya keluaran sebagai acuan perhitungan kebutuhananggaran.

3. Pengalokasian anggaran Program/Kegiatan didasarkan padatugas fungsi unit kerja yang dilekatkan pada strukturorganisasi.

4. Ketentuan jenis belanja yang digunakan dalam penyusunanRKA-KL telah berpedoman pada Badan Akuntansi Standar.

5. Unit kerja menggunakan sistem pembiayaan berbasis input(input based costing) sekarang ini.

6. Unit kerja menggunakan sistem pembiayaan berbasisaktivitas (activity based costing) sekarang ini.

7. Selama kurun waktu tiga tahun terakhir, unit kerja telahmengubah sistem pembiayaan berbasis input menjadi sistempembiayaan berbasis aktivitas.

Evaluasi Kinerja

- Ketersediaan kriteria kinerja.

- Review prestasi program.- Identifikasi dan analisis kelemahan program.

- Rekomendasi perbaikan.

1. Unit kerja telah memiliki kriteria untuk menilaitercapainya pelaksanaan anggaran.

2. Unit kerja telah melakukan monitoring secara berkalaterhadap pelaksanaan anggaran setiap triwulan.

3. Unit kerja telah melakukan evaluasi pencapaian outputanggaran.

4. Unit kerja telah melakukan evaluasi pencapaian outcomeanggaran.

5. Unit kerja telah menggunakan hasil evaluasi sebagaiumpan balik untuk perbaikan kinerja secaraberkelanjutan.

39

Page 40: Draft Final Policy Paper-MIH

Variabel Elemen Indikator6. Terdapat rekomendasi untuk perbaikan dalam penyusunan

anggaran di masa yang akan datang.

Efisiensi

Persepsi rasio inputterhadap output.

Prestasi optimalkinerja.

Alokasi anggaran tahunini sama dengan tahunlalu dan memilikikinerja yang lebihbaik.

1. Biaya kegiatan yang dianggarkan dapat mencapai outputyang ditetapkan dalam perencanaan.

2. Biaya program yang dianggarkan dapat mencapai outcomeyang ditetapkan dalam perencanaan.

3. Untuk kegiatan dengan biaya yang dianggarkan tetapseperti tahun sebelumnya, mampu menghasilkan kenaikanoutput.

4. Unit kerja membandingkan biaya dengan unit kerja lainpada kegiatan yang sejenis.

5. Untuk kegiatan dengan biaya yang dianggarkan tetapseperti tahun sebelumnya, mampu menghasilkan kenaikanoutput

6. Untuk kegiatan dengan biaya yang dianggarkan turun daritahun sebelumnya, ternyata mampu menghasilkan kenaikanoutput.

7. Unit kerja telah menggunakan standar biaya yangditetapkan sebagai acuan perhitungan kebutuhan anggaran.

Keefektifan Persepsi rasio output terhadap outcome.

Program direncanakanberdasarkan visi danmisi.

Pelaksanaan programdapat mencapaipelayanan publik.

1. Output kegiatan Unit Kerja sesuai dengan anggaran yangdirencanakan.

2. Unit Kerja mampu merealisasikan semua rencana kegiatanyang terdapat dalam anggaran.

3. Kegiatan yang dilaksanakan dapat menghasilkan pelayananpublik yang berkualitas.

4. Kegiatan yang dilaksanakan dapat menghasilkan pelayanankepada instansi lain.

40

Page 41: Draft Final Policy Paper-MIH

Variabel Elemen Indikator

Pelaksanaan programmenciptakan kepuasanpublik.

5. Unit Kerja melakukan evaluasi terhadap tercapainyatujuan organisasi.

6. Unit kerja telah menggunakan indikator kinerja utamaprogram dalam pengukuran kinerja.

7. Unit kerja telah menggunakan indikator kinerja kegiatandalam pengukuran output pada level kegiatan.

Akuntabilitas.

Personil yang terlibatmemiliki tanggungjawab dalampelaksanaan program.

Pelaksana programmemiliki wewenangdalam menjalankanprogram.

1. Unit Kerja menjalankan kegiatan memiliki tanggung jawab(responsibilitas) terhadap kesuksesan pelaksanaankegiatan.

2. Unit Kerja dalam menjalankan kegiatan memilikitanggung jawab (responsibilitas) terhadap kesuksesanpelaksanaan program.

3. Unit kerja mengadopsi masukan-masukan dari MusyawarahRencana Pembangunan dalam melakukan prioritasi kegiatan.

4. Auditor eksternal telah melakukan audit kinerja di unitkerja.

5. Setiap program yang telah dilaksanakan, telah dievaluasisecara berkala oleh auditor eksternal.

6. Unit kerja berhasil memperoleh kualifikasi wajar olehauditor eksternal.

7. Unit kerja telah menggunakan evaluasi kinerja untukmengetahui konsistensi perencanaan dan implementasi.

8. Unit kerja telah menggunakan evaluasi kinerja untukpenilaian capaian sasaran kinerja.

9. Unit kerja telah menggunakan evaluasi kinerja untukpenilaian realisasi penyerapan anggaran.

41

Page 42: Draft Final Policy Paper-MIH

4. HASIL ANALISIS

4.1. Kerangka Kerja Pelaksanaan Anggaran Berbasis Kinerja di

Indonesia

Pendekatan eksploratif ditujukan untuk menjawab rerangka kerja

pelaksanaan anggaran berbasis kinerja di Indonesia. Data untuk

menganalisis hal ini diambil melalui studi literatur. Berdasarkan

studi literatur dengan menganalisis dokumen yang tersedia, ide

mengenai PBK memiliki kronologi waktu perkembangan. Beberapa

dokumen yang diperoleh guna studi eksploratif diantaranya: The

White Paper Kementerian Keuangan (2002), Rancangan Undang-Undang

Bidang Keuangan Negara (Mei 2001), Prinsip Keuangan Negara dalam

Paket Rancangan Undang-Undang Bidang Keuangan Negara (Agustus

2001).

Pemerintah sudah membentuk dua belas tim untuk reformasi hukum

kolonial yang dikenal sebagai Indische Comptabiliteitswet (ICW-

1925), Indische Bedrijvenwet (IBW-1925) dan Reglement voor het

Administratief Beheer (RAB-1933) (Haryanto, 2004; Menteri

Keuangan, 2001). Tantangan untuk merevisi ICW oleh tim tersebut

diantarnya. Pertama, bukanlah hal mudah untuk menghasilkan hukum

atau undang-undang yang komprehensif dan mampu untuk mengelola

sejumlah keuangan anggara, manajemen bendahara, dan audit negara.

Kedua, pengelolaan anggaran relatif cukup sensitif untuk

pengelola kepentingan misalnya Presiden, parlemen, anggota

kabinet, Kementerian Keuangan, Bapenas dan kementerian lainnya.

42

Page 43: Draft Final Policy Paper-MIH

Krisis ekonomi 1997/1998 menjadi pemicu pemerintah untuk

melaksanakan reformasi di bidang hukum. Soesastro (2003)

berpendapat bahwa krisis merupakan sebuah bentuk “anugerah” yang

menghasilkan urgensi untuk memperbaiki kondisi ekonomi. Blondal

et al (2009) menyebut istilah reinventing budgeting untuk mengatasi

masalah krisis politik dan ekonomi tersebut. Ada tiga

transformasi utama sesudah krisis:

1. Penerbitan kerangka hukum dengan sejumlah perubahan yaitu UU

17/2003; Undang-Undang Perbendaharaan I/2004; Undang-Undang

Perencanaan Negara 25/2004; Undang-Undang 15/2004

Pemeriksaan Keuangan. Detail perkembangan kerangka hukum

pada Tabel 4 Ringkasan Kerangka Hukum Penganggaran Berbasis

Kinerja

2. Anggaran komprehensif terpadu.

3. Desentralisasi fiskal secara masif misalnya Undang-Undang No

17/2003; Undang-Undang Pemerintah Daerah 32/2004 dan Undang-

Undang Perimbangan Keuangan Pusat Daerah 33/2004. Penggunaan

PBK ditandai dengan pengesahan UU Nomor 17/2003. Segera

setelah UU tersebut disahkan, UU dan peraturan lainnya

diterbitkan untuk melaksanakan amanat UU Nomor 17/2003

tersebut. Tahapan terbitnya berbagai produk hukum yang

memayungi PBK dapat digambarkan sebagai berikut.

Tabel 4.1 Ringkasan Kerangka Hukum PBKNo Dokumen Bahasan1 PASAL 23 UUD 1945 Mengamanatkan terbuka dan bertanggung jawab

43

Page 44: Draft Final Policy Paper-MIH

No Dokumen Bahasan(Amdemen Ke-III 2001) untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat.

2 UU No 17/2003 tentangKeuangan Negara

Memberikan dasar pendekatan penyusunananggaran harus berdasarkan prestasi kerja yangakan dicapai.

3 UU No 1/2004 tentangPerbendaharaan Negara

Memberikan arahan bahwa dokumen pelaksanaananggaran berisi uraian sasaran yang hendakdicapai, fungsi, program, dan rinciankegiatan, dan anggaran yang disediakan untukmencapai sasaran tersebut.

4 UU No. 25/2004 tentangSistem PerencanaanPembangunan Nasional

Memberikan arahan tentang Rencana KerjaPemerintah, Rencana Kerja Kementerian/Lembaga,Program, Progran Lintas Kementerian/Lembaga,serta tujuan Sistem Perencanaan PembangunanNasional.

5 PP 20/2004 tentangRencana KerjaPemerintah

Memberikan panduan tentang program dankegiatan yang disusun pemerintah disususndengan berbasis kinerja, kerangka pengeluaranjangka menengah, dan penganggaran terpadu.

6 PP 21/2004 tentangRencana Kerja AnggaranKementerian Lembaga(RKA-KL)

Memberikan panduan dalam penyusunan anggaranberbasis kinerja diperlukan indikator kinerja,standar biaya, dan evaluasi kinerja darisetiap program dan jenis kegiatan.

7 PP 39/2006Tata Cara Pengendaliandan EvaluasiPelaksanaanRencana Pembangunan

Memberikan panduan-panduan tentang kriteriaefisiensi, kefektifan, kemanfaatan, keluaran(output), dan hasil (outcome).

8 PP 40/2006Tata Cara PenyusunanRencana PembangunanNasional

Memberikan panduan teknis penyusunanperencanaan pembangunan nasional yangberdasarkan kinerja.

9 PP 90/2010 tentangRKA-KL perubahan PP21/2004

Memberikan panduan yang lebih fokus terhadappenerapan KPJM, penguatan proses penelaahan,evaluasi kebijakan, pengukuran dan evaluasikinerja anggaran serta sistem informasi yangterintegrasi.

10 UU No 17/2007 tentangRPJPN 2005-2025

Memberikan kerangka rencana pembangunan jangkapanjang

11 SEB MENEG PPN & MENKEU(0142/2009 &SE.1848/2009)Pedoman ReformasiPerencanaanPenganggaran

Panduan penerapan penganggaran berbasiskinerja, anggaran terpadu, dan kerangkapengeluaran jangka menengah.

12 PERPRES 70/2012 Memberikan dasar hukum pengadaan barang dan

44

Page 45: Draft Final Policy Paper-MIH

No Dokumen BahasanPBJP jasa dalam memberikan pelayanan pada

masyarakat.13 Berbagai Peraturan

Menteri KeuanganMemberikan petunjuk teknis dan petunjukpelaksanaan daripada penyusunan RKA-KL dsb

Sumber: Telaah Tim PPPI (2013)

Lingkungan politik Indonesia sesudah krisis juga mengalami

perubahan. Pada tahun 2004, Presiden dipilih langsung oleh rakyat

untuk kurun lima tahun mendatang. Hal ini merupakan bentuk

reformasi. Namun demikian, Presiden tidak memiliki kemampuan

untuk memilih langsung para menterinya. Dalam hal ini, Presiden

dituntut untuk berkoordinasi dengan partai yang dominan untuk

memilih menteri. Pada zaman Soeharto, penyusunan anggaran

didasarkan pada perencanaan nasional yang sifatnya

tersentralisasi. Penyusunan anggaran dengan menyesuaikan pada

perencanaan nasional dianggap idealnya karena anggaran menjadi

lebih terarah untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan dalam

perencanaan nasional. Selama kepemimpinan Soeharto, Indonesia

mengadopsi Rencana Pembangunan Jangka Lima Tahun dan Pembangunan

Jangka 25 tahun. Hal ini merupakan instrumen kebijakan untuk

mencapai tujuan pembangunan.Anggaran baru dan perencanaan

akhirnya berubah sesudah pemilihan langsung pada Presiden

Indonesia. Perencanaan yang direncanakan dari atas ke bawah (top-

down planning) merupakan permulaan disusunnya PBK. Pelaksanaan PBK

sebenarnya sudah bisa dilaksanakan pada 2004, namun belum

sepenuhnya berlangsung.

45

Page 46: Draft Final Policy Paper-MIH

Ada beberapa penjelasan terkait mengapa pada tahun 2004 belum

sepenuhnya terimplementasi konsep PBK dan KPJM. Pertama,

Pemerintah dalam hal ini Departemen Keuangan saat itu tidak

secara sungguh-sungguh mempersiapkan peraturan pendukung yang

komprehensif guna segera mengoperasionalisasikan PBK dan KPJM.

Kedua, sengketa kewenangan pra berlakunya UU Keuangan Negara

antara Bappenas dan Kementerian Keuangan. Bappenas menganggap

berlakunya UU 17/2003 beserta produk UU Pokok Keuangan Negara

mengancam eksistensi Kementerian Perencanaan Pembangunan. Lebih

jauh, berdasarkan dokumen rancangan UU Keuangan Negara versi awal

tim Depkeu, peranan Bappenas memang diubah secara drastis.

Fungsi Perencanaan yang dahulu sangat dominan secara radikal

dirubah menjadi Dewan Perencanaan Nasional (Depernas), yang tidak

hanya berisikan para birokrat sebagai anggota Depernas melainkan

perwakilan dari akademis/kampus, Organisasi Masyarakat Sipil, dan

juha kalangan pengusaha. Depernas adalah advisory body dibawah

kendali langsung Presiden Republik Indonesia. Namun perubahan

radikal ini membawa reaksi Bappenas kemudian mempersiapkan RUU

tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (RUU SPPN),

dengan misi utama adalah mempertahankan eksistensi Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional.

Dari tahapan terbitnya berbagai produk hukum di pada Gambar 4.1

Tahapan Terbitnya Undang-undang dan Peraturan yang Memayungi

46

Page 47: Draft Final Policy Paper-MIH

Penganggaran Berbasis Kinerja terlihat bahwa kelengkapan kerangka

kerja implementasi PBK baru terjadi pada tahun 2009.

Gambar 4.1 Tahapan Terbitnya Undang-undang dan Peraturan yang

Memayungi Penganggaran Berbasis Kinerja

Sumber: Telaah Tim PPPI (2013)

Kelengkapan panduan implementasi penganggaran berbasis kinerja

ditandai dengan terbitnya SEB tahun 2009 sebagai milestone

terpenting dari reformasi keuangan negara. Bila pada paragraf

sebelumnya kami menyajikan semacam institutional setting dari

berlakunya UU 17/2003. Jelas bahwa SEB tahun 2009 merupakan bukti

tidak terbantahkan bahwa saat itu (2009) ada kesadaran kolektif

terutama dari Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri PPN/Kepala

Bappenas Paskah Suzeta guna melanjutkan apa yang dahulu telah

47

2001

Am andem en Ke-III UUD 1945Ps. 23

UU No 17/2003Keuangan Negara

2003 2004

•UU No 1/2004Perbendaharaan Negara•UU 15/2004Pem eriksaan Keu –Neg•UU 25/2004SPPN•PP 20/2004RKP

•PP 39/2006Ttcr. PengendalianRcn. Pem bangunan•PP 40/2006Ttcr. PenyusunanRPN

2006 2009

•SEB M ENEG PPN & M ENKEU (0142/2009 & SE.1848/2009)Pedom an Reform asi Perencanaan Penganggaran

•INPRES 7/1999AKIP

1999 2010

•PP 90/2010Penyusunan RKA-KL

2011

•PM K Nom or 93/PM K.02/2011 Pedom an Penyusunan RKA-KL

2012

•PERPRES 70/2012PBJP•PM K Nom or 112/PM K.02/2011 Petunjuk Penyusunan RKA-KL

2007

•UU 17/2007RPJPN 2005-2025

Page 48: Draft Final Policy Paper-MIH

mereka mulai (reformasi penganggaran). Setelah hampir 6 tahun

vakum tanpa suatu kebijakan kongkrit, SEB menandai babak baru

kerjasama Bappenas dan Kementerian Keuangan. Selanjutnya, setiap

tahun Menteri Keuangan menerbitkan peraturan terkait dengan

petunjuk penyusunan dan penelaahan rencana kerja dan anggaran

kementerian/lembaga.

Berdasarkan panduan pada Buku 5, SEB tentang Jadwal Pelaksanaan

dan Penerapan menyatakan bahwa penerapan PBK diterapkan pada

tahun 2011. Buku 5 tersebut juga menjelaskan langkah-langkah

penerapan agar pendekatan sebagaimana amanat UU Nomor 17/2003

dapat diwujudkan dengan benar. Tahun 2009 hingga tahun 2010 diisi

dengan berbagai kegiatan penyiapan panduan, pelatihan dan

sosialisasi, uji coba, serta perubahan berbagai format dokumen.

Sesuai dengan jadwal tersebut, tahun 2011 dicanangkan sebagai

awal penerapan PBK secara penuh. Uji coba tersebut meliputi 3

Kementerian yang menjadi pilot project yaitu Kementerian Keuangan,

Bappenas, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Selama program restrukturisasi dalam tahun 2010, Kementerian

Keuangan menyusun 620-640 program dalam Kementerian Negara dan

mengalami penurunan hanya 422 program pada 2011 dan 426 program

dalam 2012. Esensi restrukturisasi program sejalan dengan PBK.

Oleh karena itu, tidak memungkinkan untuk satu program

dilaksanakan oleh dua atau lebih eselon 1. Masing-masing eselon 1

hanya memiliki tugas dan fungsi sesuai dengan program yang

48

Page 49: Draft Final Policy Paper-MIH

spesifik. Guna melakukan pendalaman terhadap dampak

restrukturisasi program pada tahun 2010 maka survey kepada para

pengelola program di level eselon I masing-masing unit analisis

akan memberi gambaran riil tentang persepsi manajer program atas

status terkini serta capaian inisiatif restrukturisasi program.

Pada dasarnya restrukturisasi program akan berkaitan erat dengan

prinsip “value for money” mengapa demikian? Karena UU 17/2003

menganut peran kontekstual dan tanggung jawab Kementerian Negara

Departemen/Non Departemen dan Kementerian Keuangan terpisah

dengan delegasi kewenangan dan pencairan anggaran. Hubungan

antara masing-masing Kementerian Negara dan Kementerian Keuangan

didesain dapat diasosiasikan dengan hubungan antara Chief Operating

Officer (COO) dan Chief Financial Officer (CFO) yang bertanggung jawab

kepada seorang Chief Executive Office Republik Indonesia yaitu

Presiden (Kementerian Keuangan, 2002).

Gambar 4.2 Delegasi Kewenangan dalam Pelaksanaan Anggaran

49

Presiden

(CEO)

Menteri (COO) Menteri Keuangan

(CFO)

KepalaSatker Dirjen

Perbedaharaan

Page 50: Draft Final Policy Paper-MIH

Sumber: Menteri Keuangan (2002, 28)

Berdasarkan Gambar diatas, jelas bahwa Pemerintah Indonesia

berusaha untuk meningkatkan akuntabilitas sementara pelaksanaan

anggaran dilakukan. Usaha ini juga didukung oleh Kementerian

Keuangan dalam prosesnya. Pelaksanaan PBK di level nasional,

sudah diupayakan juga mengenai perencanaan dan rerangka kerjanya

sebagai berikut.

1) Pemerintah menargetkan tujuan dalam prioritas dalam periode

tahunan yang dinyatakan dalam Perencanaan Pemerintah

Tahunan. Hasil ini diharapkan sejalan dengan mandat

konstitusional.

2) Berdasarkan tujuan tersebut, pemerintah menyusun aktivitas

pada masing-masing Kementerian Negara didasarkan pada

indikator kinerja dan output. Pemerintah menghitung jumlah

anggaran yang disesuaikan dengan kesediaan anggaran negara.

3) Pemerintah mendelegasikan perannya kepada Kementerian Negara

dan Eselon 1 dan Eselon 2. Program Kementerian Negara

diharapkan sejalan dengan tugas dan fungsinya.

4) Selain itu, pemerintah menyiapkan action plan untuk

melaksanakan PBK di tingkat kementerian. Proses dimulai dari

pengembangan perencanaan strategis pada masing-masing

50

BendaharaSatker

Delegasi Kewenangan Eksekusi ProgramDelegasi Kewenangan Fungsi Perbedaharaan

Page 51: Draft Final Policy Paper-MIH

kementerian termasuk program, indikator kinerja untuk

masing-masing program dan kegiatan.

Gambar 4.3 Alur Kerangka Implementasi PBK di Indonesia

51

PBB Implementation Framework

Budget allocationstructure

Performance informationstructure

Annual GovernmentPlan

1st

Priority

2nd

Priority

3rd

Priority

Focus Priorities

Activities to achieve priorities

Spending Ministries

Echelon1

Echelon1

Echelon1

Outputs

(Activity Performance Indicators)

Ministry Outcomes

(Key Performance Indicators)

National Outcomes

Government Outcomes

Page 52: Draft Final Policy Paper-MIH

Dari telaah literatur yang dilakukan, diperoleh gambaran awal

tentang pencapaian penerapan PBK hingga akhir tahun 2012.

Beberapa capaian tersebut adalah sebagai berikut.

1) Identifikasi Kelengkapan Dasar Hukum dan Petunjuk Teknis

Analisis oleh tim peneliti PPPI menunjukkan bahwa ada

identifikasi kelengkapan dasar hukum dan petunjuk teknis untuk

implementasi penganggaran berbasis kinerja. Perundangan yang

mengatur penganggaran berbasis kinerja yang telah disiapkan

meliputi undang-undang, peraturan pemerintah, surat edaran,

hingga peraturan menteri keuangan. Dengan demikian, secara legal

formal payung hukum pelaksanaan telah tersedia secara memadai.

Namun demikian, secara substansi perlu dikaji lebih lanjut

tentang harmonisasi antar masing-masing peraturan tersebut.

Dari sisi dokumen APBN tahun 2009, 2010, 2011, dan 2012, Tim

Peneliti telah menemukan adanya perubahan format dokumen. Pada

dokumen APBN 2009 dan 2010, informasi kinerja berupa indikator

kinerja dan output dari kegiatan instansi belum dapat ditemukan.

Pada dokumen APBN 2011 dan 2012 informasi kinerja tersebut telah

tersedia. Perbandingan dokumen APBN tahun 2009-2010 dan 2011-2012

dapat dilihat sebagai berikut.

52

One echelon one program

Several activities

Page 53: Draft Final Policy Paper-MIH

Tabel 4.2. Perbandingan Format RKA-KL

Deskripsi RKA-KL 2009 and 2010

(Pra SEB)

RKA-KL 2011 and 2012

(Pasca SEB)

Format Line Budget Performance-Based Budget

Framework Organisasi Target, IndikatorKinerja, Output

Informasi Informasipengeluaranberdasarkaninput/sumber daya

Informasi pengeluaran berdasarkan input/sumberdaya

Informasi KinerjaTersedia:

Output

Volume

Indikator

Jangka Waktu Tidak Tersedia Jangka waktu 3 tahun

Sumber: Telaah Tim Peneliti PPPI (2013)

2) Pelaksanaan Anggaran Terpadu (Unified Budget)

Penyusunan anggaran terpadu sudah dilakukan sejak tahun 2005

yaitu dengan mengintegrasikan Dafitar Isian Program (DIP) yang

adalah belanja pembangunan dan Daftar Isian Kegiatan (DIK) yang

adalah belanja rutin. Integrasi ini dimaksudkan agar tidak

53

Page 54: Draft Final Policy Paper-MIH

terjadi duplikasi dalam penyediaan dana untuk K/L, baik dana

untuk investasi pembangunan maupun biaya operasional kegiatan

Kementerian/Lembaga. Dengan pendekatan ini, kemudian Satuan Kerja

menjadi satu-satunya entitas akuntansi yang bertanggung jawab

terhadap aset dan kewajiban yang dimilikinya, serta adanya akun

untuk satu transaksi sehingga dipastikan tidak ada duplikasi

dalam pengunaannya.

3) Pelaksanaan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term

Expenditure Framework)

Pendekatan ini adalah penyusunan anggaran berdasarkan kebijakan,

dengan pengambilan keputusan yang menimbulkan implikasi anggaran

dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran. Dalam kerangka

penganggaran jangka menengah, tingkat ketidakpastian ketersediaan

alokasi anggaran di masa mendatang dapat dikurangi, baik dari

sisi penyediaan kebutuhan dana untuk membiayai pelaksanaan

berbagai inisiatif kebijakan prioritas baru maupun untuk

terjaminnya keberlangsungan kebijakan prioritas yang tengah

berjalan. Dengan demikian, perancangan kebijakan dapat menyajikan

perencanaan penganggaran yang berorientasi kepada pencapaian

sasaran secara utuh, komprehensif dan dalam konteks yang tepat,

sesuai dengan perencanaan kebijakan yang telah ditetapkan.

4) Pelaksanaan Penganggaran Berbasis Kinerja

Anggaran berbasis kinerja disusun berdasarkan program dan

kegiatan yang mencerminkan tugas pokok dan fungsi Kementerian dan

Lembaga atau penugasan tertentu dalam kerangka prioritas

54

Page 55: Draft Final Policy Paper-MIH

pembangunan nasional. Dalam format baru ini, anggaran juga

disusun berdasarkan rumusan indikator kinerja program dan

indikator kinerja kegiatan. Indikator inilah yang menjadi tanda-

tanda keberhasilan program/kegiatan yang telah dilaksanakan

beserta output/outcome yang diharapkan.

Capaian-capaian tersebut di atas, pada hemat peneliti, adalah

suatu langkah maju dalam upaya reformasi keuangan negara dan

dalam melaksanakan mandat UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan

Negara. Capaian tersebut juga perlu dipandang sebagai suatu

investasi besar dalam sistem pengelolaan keuangan negara. Semua

capaian tersebut akan menjadi fondasi awal bagi penyempurnaan di

masa-masa mendatang. Saat ini periode pelaksanaan PBK adalah

tahap pemantapan mulai tahun 2010 sampai dengan tahun 2014, mulai

tahun 2015 dan selanjutnya adalah periode pemantapan. Dalam pada

itu, hasil penelitian ini terutama hasil survei seyogyanya

menjadi masukan penting bagi penanggungjawab reformasi

penganggaran di Kementerian Keuangan.

4.2. Implementasi PBK di Kementerian/Lembaga Sampel Penelitian

dengan Kerangka PBK

1.2. Hasil Survei

Tujuan penelitian ini juga melakukan pengujian hipotesis

untuk menguji variasi anggaran berbasis kinerja. Pendekatan ini

bersifat deskriptif. Kinerja dianalisis melalui tiga aspek yaitu

efisiensi, keefektifan, dan akuntabilitas.

55

Page 56: Draft Final Policy Paper-MIH

1.2.1. Untuk memahami implementasi PBK, Prosedur survei

Ppelaksanaan survei diawali dengan melakukan audiensi pada

kementerian untuk menjelaskan tujuan melakukan survei. Survei

dilakukan dengan cara menyebar kuesioner. Dalam menyebarkan

kuesioner, peneliti ikut serta membantu dalam menjelaskan cara

mengisi agar memudahkan responden untuk mengisi. Beberapa

pertanyaan diajukan karena responden membutuhkan pemahaman lebih

lanjut mengenai makna pertanyaan. Durasi pengisian kuesioner

kurang lebih sekitar 20 menit.

Tabel deskriptif berikut ini secara umum menyatakan persepsi

para responden terhadap pelaksanaan PBK. Semua responden

memberikan jawaban setuju pada semua pernyataan kuesioner.

Kisaran skor adalah 2 sampai 5. Skor 2 menunjukkan sangat tidak

setuju; 3 tidak setuju; 4 setuju dan 5 sangat setuju. Rerata

partisipan menyampaikan argumen bahwa mereka memberikan

kesepakatan mengenai pemahaman pelaksanaan PBK pada tahapan

sikap atau persepsi. Hasil juga menunjukkan bahwa secara umum,

partisipan penelitian mengetahui manfaat pelaksanaan anggaran

berbasis kinerja sehingga pada tahap tertentu mampu meningkatkan

efisiensi, keefektifan, dan akuntabilitas.

No Variabel Rerata

1 Sosialisasi 3,9007

2 PerencanaanStrategis

4,0782

56

Page 57: Draft Final Policy Paper-MIH

3 Penggunaan FormatBaru

3,8871

4 Restrukturisasi 4,0700

5 KPJM 3,9235

6 Sistem Biaya 4,1179

7 Evaluasi 3,9201

8 Efisiensi 3,7308

9 Keefektifan 4,0340

10 Akuntabilitas 3,8503

Pernyataan masing-masing responden mengenai pelaksanaan PBK

secara lebih detail menunjukkan variasi jawaban responden.

Meskipun koefisien mean atau rerata menunjukkan hampir sebagian

responden menunjukkan pernyataan setuju pada setiap indikator

dalam PBK, data mengenai jumlah persentase jawaban responden yang

mengatakan tidak setuju mengenai pelaksanaan PBK cukup

signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua individu yang

menjadi responden dari masing-masing kementerian menyatakan

setuju dalam setiap pelaksanaan PBK.

Keseluruhan 147 responden dalam penelitian ini memberikan

jawaban berkisar antara sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan

sangat tidak setuju. Berkaitan dengan aspek sosialisasi PBK,

sebanyak 16,3% responden menyatakan bahwa unit kerja tidak

menetapkan seluruh proses PBK pada program atau kegiatan yang

direncanakan. 25% responden menyatakan bahwa unit kerja dalam

57

Page 58: Draft Final Policy Paper-MIH

kementerian belum menerapkan PBK yang sejalan dengan teori dalam

sosialisasi dan pelaksanaan.

Perencanaan strategis juga menjadi aspek dalam penentu

pelaksanaan PBK. Sebanyak 8%, unit kerja dalam kementerian tidak

mengetahui renstra dari kementerian tempat responden bekerja

bekerja. Sebanyak 15% responden berpendapat bahwa unit kerja

dalam kementerian tidak mengidentifikasi kebutuhan pemangku

kepentingan dalam penyusunan anggaran. Berkaitan dengan

penggunaan format baru, sebanyak 16,3% responden berpendapat

bahwa penyusunan format RKA-KL terbaru belum mencerminkan PBK.

15,3% responden menyatakan bahwa penyusunan RKA-KL belum

memperhatikan KPJM serta 15,6% responden berpendapat bahwa

penyusunan RKA-KL belum mengadopsi indikator kinerja utama untuk

program.

Restrukturisasi program diharapkan dapat memangkas kegiatan

yang tidak memberikan implikasi positif pada kebutuhan

masyarakat. Sebanyak 14,9% responden menyatakan bahwa setelah

restrukturisasi program belum memiliki keterkaitan yang jelas

antara program dan sasaran nasional. Selain itu, 10,8% responden

juga berpendapat bahwa, dalam menyusun anggaran, unit kerja dalam

kementeriannya belum menetapkan dampak yang diharapkan dari

kegiatan yang diajukan.

KPJM diharapkan dapat mengoptimalkan pemanfaatan dana pada

beberapa tahun ke depan agar bisa optimal dalam pelaksanaannya.

Secara lebih detail, indikator-indikator dalam KPJM banyak

memberikan informasi mengenai ketidaksepakatan jawaban responden

58

Page 59: Draft Final Policy Paper-MIH

terhadap pernyataan kuesioner. Sebanyak 15,6% responden

berpendapat bahwa penyusunan anggaran di Unit Kerja kementerian

belum memperhitungkan kebutuhan pendanaan dalam jangka waktu tiga

tahun ke depan. Sebanyak 17,6% responden berpendapat bahwa, Unit

Kerja kementerian belum mengajukan estimasi kebutuhan anggaran

tiga tahun kepada Kementerian. Sebanyak 15,6% responden

menyatakan bahwa dalam penyusunan anggaran Unit Kerja, belum

pernah mengajukan usul tambahan anggaran untuk inisiatif baru.

Sebanyak 14,2% responden berpendapat bahwa, unit kerja

kementerian belum melakukan penyesuaian angka dasar dengan

parameter ekonomi dalam penyusunan anggaran. Selain itu, sebanyak

17,6% responden berpendapat bahwa unit kerja kementerian belum

melakukan penyesuaian angka dasar dengan parameter non-ekonomi

dalam menyusun anggaran.

Berkaitan dengan sistem pembiayaan, 20% responden menyatakan

bahwa unit kerja belum menggunakan sistem pembiayaan berbasis

input (input based costing) sekarang ini. Evaluasi atau review

kegiatan sebagai bagian dari PBK juga penting dilakukan untuk

memastikan pencapaian kinerja dengan baik. Hal ini perlu

diupayakan agar menunjang pelaksanaan PBK berjalan dengan lancar.

Namun, menurut 19,7% responden menyatakan bahwa unit kerja belum

melakukan evaluasi pencapaian outcome anggaran dan unit kerja

belum menggunakan hasil evaluasi sebagai umpan balik untuk

perbaikan kinerja secara berkelanjutan.

Kinerja yang dioperasionalisasikan ke dalam bentuk

efisiensi, keefektifan, dan akuntabilitas memberikan informasi

59

Page 60: Draft Final Policy Paper-MIH

menarik untuk dianalisis lebih lanjut. Indikator-indikator

berkaitan dengan ketiga aspek kinerja tersebut, menunjukkan bahwa

kinerja dalam masing-masing kementerian belum sepenuhnya bisa

dicapai dengan optimal. Terkait dengan aspek efisiensi, sebanyak

13,6% responden menyatakan bahwa biaya program yang dianggarkan

belum mencapai outcome yang ditetapkan dalam perencanaan.

Sejalan dengan hal tersebut, 29,9% responden menyatakan bahwa

untuk kegiatan dengan biaya yang dianggarkan tetap seperti tahun

sebelumnya, belum mampu menghasilkan kenaikan output. Sebanyak

27,8% responden menyatakan bahwa unit kerja belum membandingkan

biaya dengan unit kerja lain pada kegiatan yang sejenis. Sebanyak

38% responden juga menyatakan bahwa, untuk kegiatan dengan biaya

yang dianggarkan tetap seperti tahun sebelumnya, belum mampu

menghasilkan kenaikan output

Informasi paling menarik mengenai pernyataan efisiensi adalah

57,8% responden menyatakan bahwa untuk kegiatan dengan biaya yang

dianggarkan turun dari tahun sebelumnya, ternyata belum mampu

menghasilkan kenaikan output.

Selain efisiensi sebagai ukuran kinerja, aspek keefektifan

juga menjadi ukuran kinerja yang sama penting. Sebanyak 18,3%

responden berpendapat bahwa unit kerja belum mampu merealisasikan

semua rencana kegiatan yang terdapat dalam anggaran dan sebanyak

9% responden berpendapat bahwa kegiatan yang dilaksanakan belum

dapat menghasilkan pelayanan publik yang berkualitas.

Berkaitan dengan aspek akuntabilitas sebagai aspek tanggung

jawab pelaksanaan PBK, sebanyak 13,6% unit kerja belum mengadopsi

60

Page 61: Draft Final Policy Paper-MIH

masukan-masukan dari Musyawarah Rencana Pembangunan dalam

melakukan prioritasi kegiatan. Selain itu, sebanyak 9% responden

menyatakan bahwa setiap program yang telah dilaksanakan, belum

dievaluasi secara berkala oleh auditor eksternal dan sebanyak

10,2% responden menyatakan bahwa unit kerja belum menggunakan

evaluasi kinerja untuk mengetahui konsistensi perencanaan dan

implementasi.

61

Page 62: Draft Final Policy Paper-MIH

No Variabel Indikator Jumlah Respondenyang Sangat TidakSetuju & Tidak

Setuju

Persentase SangatTidak Setuju & Tidak

Setuju

1 Sosialisasi Unit kerja saya menetapkanseluruh proses penerapan berbasis kinerja pada program/kegiatan yang direncanakan.

24 16,3%

Unit kerja saya melaksanakan mekanisme anggaran berbasis kinerja pada program/kegatan.

18 12,2%

Unit kerja saya telah menerapkan PBK sejalan dengan teori dalam sosialisasi dan pelaksanaan.

38 25%

2 Renstra Unit kerja saya mengetahuirenstra dari kementerian

13 8%

62

Page 63: Draft Final Policy Paper-MIH

No Variabel Indikator Jumlah Respondenyang Sangat TidakSetuju & Tidak

Setuju

Persentase SangatTidak Setuju & Tidak

Setuju

di mana saya bekerja.

Unit kerja saya mengidentifikasi kebutuhanpemangku kepentingan dalampenyusunan anggaran.

22 15%

Unit kerja saya melibatkanpihak ketiga dalam penyusunan RKA-KL.

72 49%

3 Format Baru Penyusunan format RKA-KL terbaru sudah mencerminkanPBK.

19 16,3%

Penyusunan RKA-KL sudah memperhatikan KPJM.

23 15,6%

Penyusunan RKA-KL sudah mengadopsi indikator kinerja utama untuk

21 15,6%

63

Page 64: Draft Final Policy Paper-MIH

No Variabel Indikator Jumlah Respondenyang Sangat TidakSetuju & Tidak

Setuju

Persentase SangatTidak Setuju & Tidak

Setuju

program.

4 Restrukturisasi Program & Kegiatan

Setelah restrukturisasi program memiliki keterkaitan yang jelas antara program dan sasarannasional.

22 14,9%

Dalam menyusun anggaran, unit kerja saya menetapkandampak yang diharapkan dari kegiatan yang diajukan.

16 10,8%

5 KPJM Penyusunan anggaran di Unit Kerja saya memperhitungkan kebutuhan pendanaan dalam jangka waktu tiga tahun ke depan.

23 15,6%

64

Page 65: Draft Final Policy Paper-MIH

No Variabel Indikator Jumlah Respondenyang Sangat TidakSetuju & Tidak

Setuju

Persentase SangatTidak Setuju & Tidak

Setuju

Unit Kerja saya mengajukanestimasi kebutuhan anggaran tiga tahun kepadaKementerian.

26 17,6%

Dalam penyusunan anggaran Unit Kerja saya pernah mengajukan usul tambahan anggaran untuk inisiatif baru.

23 15,6%

Unit kerja saya melakukan penyesuaian angka dasar dengan parameter ekonomi dalam penyusunan anggaran.

21 14,2%

Unit kerja saya melakukan penyesuaian angka dasar dengan parameter non-ekonomi dalam menyusun

26 17,6%

65

Page 66: Draft Final Policy Paper-MIH

No Variabel Indikator Jumlah Respondenyang Sangat TidakSetuju & Tidak

Setuju

Persentase SangatTidak Setuju & Tidak

Setuju

anggaran.

6 Sistem Pembiayaan

Unit kerja saya menggunakan sistem pembiayaan berbasis input (input based costing) sekarang ini.

30 20%

7 Review Unit kerja saya telah melakukan evaluasi pencapaian outcome anggaran.

29 19,7%

Unit kerja saya telah menggunakan hasil evaluasisebagai umpan balik untuk perbaikan kinerja secara berkelanjutan.

21 14,2%

8 Efisiensi Biaya program yang dianggarkan dapat mencapaioutcome yang ditetapkan

20 13,6%

66

Page 67: Draft Final Policy Paper-MIH

No Variabel Indikator Jumlah Respondenyang Sangat TidakSetuju & Tidak

Setuju

Persentase SangatTidak Setuju & Tidak

Setuju

dalam perencanaan.

Untuk kegiatan dengan biaya yang dianggarkan tetap seperti tahun sebelumnya, mampu menghasilkan kenaikan output.

44 29,9%

Unit kerja saya membandingkan biaya denganunit kerja lain pada kegiatan yang sejenis.

41 27,8%

Untuk kegiatan dengan biaya yang dianggarkan tetap seperti tahun sebelumnya, mampu menghasilkan kenaikan output

56 38%

Untuk kegiatan dengan 85 57,8%

67

Page 68: Draft Final Policy Paper-MIH

No Variabel Indikator Jumlah Respondenyang Sangat TidakSetuju & Tidak

Setuju

Persentase SangatTidak Setuju & Tidak

Setuju

biaya yang dianggarkan turun dari tahun sebelumnya, ternyata mampumenghasilkan kenaikan output.

9 Keefektifan Unit Kerja saya mampu merealisasikan semua rencana kegiatan yang terdapat dalam anggaran.

27 18,3%

Kegiatan yang dilaksanakandapat menghasilkan pelayanan publik yang berkualitas.

14 9%

10 Akuntabilitas

Unit kerja saya mengadopsimasukan-masukan dari Musyawarah Rencana Pembangunan dalam melakukan prioritasi

20 13,6%

68

Page 69: Draft Final Policy Paper-MIH

No Variabel Indikator Jumlah Respondenyang Sangat TidakSetuju & Tidak

Setuju

Persentase SangatTidak Setuju & Tidak

Setuju

kegiatan.

Setiap program yang telah dilaksanakan, telah dievaluasi secara berkala oleh auditor eksternal.

14 9%

Unit kerja saya telah menggunakan evaluasi kinerja untuk mengetahui konsistensi perencanaan dan implementasi.

15 10,2%

69

Page 70: Draft Final Policy Paper-MIH

Pernyataan masing-masing responden mengenai pelaksanaan PBKyang belum optimal tersebut sebenarnya juga bisa didukung olehdata-data sekunder. Data Wordwide Governance Indicators (Kaufmann etal., 2010) juga menunjukkan dukungan mengenai keefektifanpemerintah atau government effectiveness. Berdasarkan survei yangdilakukan pada 200 negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia,terdapat indikator-indikator kinerja pemerintah yang meliputiVoice and Accountability, Political Stability and Absence of Violence/Terrorism,Government Effectiveness, Regulatory Quality, Rule of Law, dan Control of Corruption.Indikator-indikator ini diperoleh dari survey dengan 31 sumberdata, data NGO, informasi bisnis komersial, dan sektor publik.Terkait dengan aspek kinerja dalam PBK, dimensi governmenteffectiveness (GE) memberikan dukungan terhadap pernyataan pararesponden dalam penelitian ini. GE adalah persepsi mengenaikualitas pelayanan publik, kualitas pelayanan pada masyarakat,kualitas formulasi dan pelaksanaan kebijakan, dan kredibilitaskomitmen pemerintah dalam menjalankan pelayanan publik. Kisaranjawaban adalah -2,5 sampai 2,5. Koefisien -2,5 menunjukkankorelasi yang lemah dan koefisien 2,5 menunjukkan korelasi yangluat. Berdasarkan survey WGI ini, diketahui bahwa dari tahun 1996sampai 2012, indikator mengenai GE menunjukkan hasil yang tidakefektif secara terus-menerus. Data menunjukkan bahwa tahun 1996,indikator menunjukkan koefisien -0,42; tahun 1998 dengankoefisien -0,60; tahun 2000 dengan koefisien -0,27; tahun 2004dengan koefisien -0,38; tahun 2009 dengan koefisien -0,28; tahun2010 dengan koefisien -0,20; tahun 2011 dengan koefisien -0,25;dan tahun 2012 dengan koefisien -0,29.

4.3. Korelasi antara Pelaksanaan Anggaran Berbasis Kinerja dan

Kinerja Kementerian

70

Page 71: Draft Final Policy Paper-MIH

4.3.1. Uji Validitas

Sebelum melakukan analisis korelasi, analisis validitas

dilakukan dalam penelitian ini dengan menggunakan exploratory factor

analysis. Tujuan analisis validitas ini adalah untuk menguji

masing-masing indikator memiliki korelasi kuat antar indikator

dan mampu mengukur konsep yang akan diukur. Pengukuran

indikator-indikator ini belum memiliki pengukuran yang standard.

Pengembangan indikator diperoleh dari hasil tinjauan pustaka dan

wawancara dengan para ahli. Berdasarkan hasil uji validitas

beberapa indikator setiap variabel tidak valid. Cut off dalam

menentukan indikator dikatakan valid atau tidak adalah 0,03 (Hair

et al., 2010). Indikator dengan angka tebal menunjukkan koefisien

yang valid. Indikator yang tidak valid tidak digunakan lebih

lanjut dalam analisis selanjutnya.

No Variabel Indikator Koefisien

1 Sosialiasi sosial1 0,155

sosial2 0,366

sosial3 0,346

sosial4 0,774

sosial5 0,777

sosial6 0,631

2 Renstra renstra1 0,360

renstra2 0,518

71

Page 72: Draft Final Policy Paper-MIH

No Variabel Indikator Koefisien

renstra3 0,801

renstra4 0,750

renstra5 0,841

renstra6 0,852

renstra7 0,401

renstra8 0,096

renstra9 0,449

renstra10 0,672

renstra11 0,441

renstra12 0,185

3 Format Baru format1 0,614

format2 0,781

format3 0,618

format4 0,634

format5 0,263

format6 0,717

4 RestrukturisasiProgram

restruktur1 0,342

restruktur2 0,412

restruktur3 0,206

restruktur4 0,467

72

Page 73: Draft Final Policy Paper-MIH

No Variabel Indikator Koefisien

restruktur5 0,713

restruktur6 0,626

restruktur7 0,638

restruktur8 0,531

restruktur9 0,238

5 KPJM kpjm1 0,735

kpjm2 0,309

kpjm3 0,657

kpjm4 0,348

kpjm5 -0,094

kpjm6 0,211

kpjm7 0,211

6 Sistem Biaya cost1 0,762

cost2 0,769

cost3 0,507

cost4 0,225

cost5 0,123

cost6 0,117

cost7 0,180

7 Evaluasi review1 0,235

73

Page 74: Draft Final Policy Paper-MIH

No Variabel Indikator Koefisien

review2 0,194

review3 0,522

review4 0,501

review5 0,492

review6 0,422

4.3.2. Uji Reliabilitas

Hasil uji validitas dengan Cronbach Alpha menunjukkan bahwa

masing-masing variabel dalam Surat Edaran Bersama memiliki

koefisien lebih dari 0,07. Hal ini menunjukkan bahwa para

responden penelitian yang melakukan pengisian kuesioner terbukti

konsisten dalam menjawab setiap pertanyaan dalam kuesioner. Hasil

pengujian reliabilitas variabel dalam penelitian sangat

ditentukan oleh aspek situasional ketika responden mengisi

kuesioner. Adapun strategi yang dilakukan dalam penelitian untuk

mendukung uji reliabilitas yang baik sebagai berikut.

1) Dalam menyebarkan kuesioner, peneliti ikut turut serta

menyebarkan kuesioner. Sebelum menyebarkan kuesioner,

peneliti melakukan audiensi dengan para individu di

setiap kementerian. Dengan demikian, informasi awal

mengenai tujuan penelitian disampaikan dengan baik kepada

para individu yang memiliki wewenang di masing-masing

biro atau kementerian.

74

Page 75: Draft Final Policy Paper-MIH

2) Sesudah melakukan audiensi, peneliti melakukan penyebaran

kuesioner. Pada beberapa penyebaran kuesioner, peneliti

diberikan kesempatan untuk menyebarkan kuesioner pada

waktu dan tempat yang telah disediakan oleh para individu

di setiap kementerian. Peneliti menunggu pengisian

kuesioner sekaligus memberikan penjelasan pengisian

kuesioner apabila responden merasa kesulitan. Di samping

itu, peneliti juga menitipkan kuesioner kepada individu

yang sudah hadir pada audiensi.

No Variabel Cronbach Alpha

1 Sosialisasi 0,817

2 Perencanaan

Strategis

0,844

3 Penggunaan Format

Baru

0,901

4 Restrukturisasi 0,887

5 KPJM 0,834

6 Sistem Biaya 0,750

7 Evaluasi 0,797

8 Efisiensi 0,789

9 Keefektifan 0,787

75

Page 76: Draft Final Policy Paper-MIH

10 Akuntabilitas 0,805

4.3.3. Analisis Secara Keseluruhan

Analisis data dalam penelitian ini menunjukkan bahwa masing-

masing individu memberikan pernyataan secara persepsional.

Artinya, bahwa setiap individu sebagai responden memiliki

keyakinan bahwa masing-masing variabel yang ada dalam Surat

Edaran Bersama diyakini mampu menunjukkan korelasi atau pengaruh

pada variabel kinerja yang terdiri atas efisiensi, keefektifan

dan akuntabilitas. Meskipun dalam data deskriptif yang berupa

persentase responden mengatakan tidak setuju terhadap sejumlah

indikator dalam kuesioner, penjelasan berikut ini merupakan

analisis bahwa masing-masing variabel diyakini mampu memberikan

korelasi pada pencapaian masing-masing kinerja. Apabila masing-

masing indikator dijalankan dengan baik dalam pelaksanaannya,

maka kinerja yang akan dicapai benar-benar akan optimal tidak

hanya pada tataran perseptual, namun juga dalam tataran realita

yang ada.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai F hitung sebesar

9,091 dan nilai signifikansi (pvalue) sebesar 0,000, dengan

menggunakan derajat signifikansi sebesar 10% (α = 0,1). Dengan

demikian, dapat disimpulkan bahwa variabel sosialisasi,

perencanaan strategis, penggunaan format baru, restrukturisasi

program, KPJM, sistem biaya, evaluasi kinerja berkorelasi atau

76

Page 77: Draft Final Policy Paper-MIH

berpengaruh signifikan terhadap variabel efisien sebagai kinerja.

Variabel-variabel dalam Surat Edaran Bersama dianggap oleh

responden mampu memiliki korelasi atau pengaruh pada efisiensi

sebagai variabel dependen secara bersama-sama.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai F hitung sebesar

19,151 dan nilai signifikansi (pvalue) sebesar 0,000, dengan

menggunakan derajat signifikansi sebesar 10% (α = 0,1). Dengan

demikian, dapat disimpulkan bahwa variabel sosialisasi,

perencanaan strategis, penggunaan format baru, restrukturisasi

program, KPJM, sistem biaya, evaluasi kinerja berkorelasi atau

berpengaruh signifikan terhadap variabel keefektifan sebagai

kinerja. Variabel-variabel dalam Surat Edaran Bersama dianggap

oleh responden mampu memiliki korelasi atau pengaruh pada

keefektifan sebagai variabel dependen secara bersama-sama.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai F hitung sebesar

7,428 dan nilai signifikansi (pvalue) sebesar 0,000, dengan

menggunakan derajat signifikansi sebesar 10% (α = 0,1). Dengan

demikian, dapat disimpulkan bahwa variabel sosialisasi,

perencanaan strategis, penggunaan format baru, restrukturisasi

program, KPJM, sistem biaya, evaluasi kinerja berkorelasi atau

berpengaruh signifikan terhadap variabel akuntabilitas sebagai

kinerja. Variabel-variabel dalam Surat Edaran Bersama dianggap

oleh responden mampu memiliki korelasi atau pengaruh pada

akuntabilitas sebagai variabel dependen secara bersama-sama.

77

Page 78: Draft Final Policy Paper-MIH

4.3.4. Analisis Variabel dalam Surat Edaran Bersamaimplementasi PBK terhadap Kinerja Efisiensi

4.3.4.1. Analisis R2

Hasil analisis R2 menunjukkan koefisien sebesar 0,314. Hal

ini menunjukkan proporsi variabel efisiensi sebagai variabel

dependen mampu dijelaskan oleh variabel sosialisasi, perencanaan

strategis, penggunaan format baru, restrukturisasi program, KPJM,

sistem biaya, evaluasi kinerja sebesar 31,4%. 68,6% variabel

efisiensi dalam kinerja dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang

tidak dijelaskan dalam penelitian ini.

4.3.4.2. Analisis Variabel

Analisis per variabel ini menunjukkan informasi mengenai

persepsi responden terhadap pernyataan dalam kuesioner. Masing-

masing variabel dipersepsi memiliki korelasi terhadap kinerja

efisiensi.

No Variabel Unstandardi

zed

Koefisien t Signifikan

si

Partial

Correlat

ion

1 Sosialisasi

*

0,143 1,803 0,074 0,151

2 Perencanaan -0,120 -1,132 0,260 -0,096

78

Page 79: Draft Final Policy Paper-MIH

Strategis

3 Format Baru 0,053 0,729 0,467 0,062

4 Restrukturi

sasi*

0,203 2,039 0,043 0,170

5 KPJM 0,159 1,614 0,109 0,136

6 Standar

Biaya*

0,195 2,350 0,020 0,195

7 Evaluasi -0,014 -0,161 0,872 -0,014

Variabel sosialisasi memiliki korelasi positif terhadap variabel

efisiensi dengan koefisien sebesar 0,151 dan nilai signifikansi

sebesar 0,074 dengan α 10%. Koefisien t hitung sebesar 1,803

menunjukkan pengaruh positif variabel sosialisasi terhadap

variabel efisiensi secara signifikan. Sosialisasi berkaitan

dengan anggaran berbasis kinerja dan merupakan suatu nilai kerja

bagi karyawan baru dan karyawan yang lama untuk mempelajari

penerapan anggaran berbasis kinerja yang dipersepsi penting untuk

untuk menjelaskan perubahan dan manfaat dalam penerapan anggaran.

Sosialisasi ini berkaitan dengan cara, prosedur, evaluasi

anggaran agar mencapai efisiensi pelaksanaan, keefektifan kerja

dan tanggung jawab terhadap penggunaan anggaran.

Variabel perencanaan strategis memiliki korelasi negatif

terhadap variabel efisiensi dengan koefisien sebesar -0,096 dan

79

Page 80: Draft Final Policy Paper-MIH

nilai signifikansi sebesar 0,260 dengan α 10%. Koefisien t

hitung sebesar -1,132 menunjukkan pengaruh negatif variabel

perencanaan strategis terhadap variabel efisiensi namun tidak

signifikan. Perencanaan strategis yang negatif tidak signifikan

memberikan bukti bahwa perencanaan strategis yang telah dimiliki

masing-masing Unit Eselon 1 di 6 K/L perlu mendapat perhatian

serius berupa revitalisasi fungsi perencanaan strategis bagi

perbaikan kinerja efisiensi di masa mendatang

Variabel format baru memiliki korelasi positif terhadap

variabel efisiensi dengan koefisien sebesar 0,062 dan nilai

signifikansi sebesar 0,467. dengan α 10%. Koefisien t hitung

sebesar 0,729 menunjukkan pengaruh positif variabel format baru

terhadap variabel efisiensi namun tidak signifikan. Format baru

Variabel restrukturisasi program memiliki korelasi positif

terhadap variabel efisiensi dengan koefisien sebesar 0,170 dan

nilai signifikansi sebesar 0,043 dengan α 10%. Koefisien t

hitung sebesar 2,039 menunjukkan pengaruh positif variabel

restrukturisasi terhadap variabel efisiensi secara signifikan.

Program restrukturisasi merupakan bentuk keterkaitan antara

program dan arahan institusi/kementerian. Dalam merumuskan

program, prioritas program dipertimbangkan sehingga diharapkan

dapat menghemat biaya yang dikeluarkan dan tercipta efisiensi

biaya. Jika ada keterbatasan anggaran, program yang relatif

kurang penting bisa ditunda. Alokasi anggaran diutamakan pada

program yang diprioritaskan. Target yang ditentukan dalam tahun

berjalan harus diinisiasi oleh setiap lapisan eselon. Dalam

80

Page 81: Draft Final Policy Paper-MIH

program restrukturisasi, tahapan selanjutnya adalah memeriksa

secara detail mengenai ketersediaan anggaran. Semua program

dipertimbangkan berdasarkan tingkat kepentingan dan “urgency”.

Program ditampilkan dalam bentuk aktivitas, sub-aktivitas,

prioritas, alokasi, dan kuantitas secara lebih terperinci.

Variabel KPJM memiliki korelasi positif terhadap variabel

efisiensi dengan koefisien sebesar 0,136 dan nilai signifikansi

sebesar 0,109 dengan α 10%. Koefisien t hitung sebesar 1,614

menunjukkan pengaruh positif variabel KPJM terhadap variabel

efisiensi namun tidak signifikan.

Variabel standar biaya memiliki korelasi positif terhadap

variabel efisiensi dengan koefisien sebesar 0,195 dan nilai

signifikansi sebesar 0,020 dengan α 10%. Koefisien t hitung

sebesar 2,350 menunjukkan pengaruh positif variabel standar

biaya terhadap variabel efisiensi secara signifikan. M engenai

penerapan sistem biaya, di Indonesia tidak seperti dengan negara-

negara OECD yang tidak menggunakan sistem biaya sebagai mekanisme

penghubung. Namun kasus di Indonesia, sistem biaya (refinement cost)

dipersepsi memiliki peran penting dalam penyusunan anggaran pada

setiap kementerian. Pemerintah sudah menentukan sistem biaya

sebagai alat untuk mengukur efisiensi selama dalam transisi dari

anggaran berbasis input ke anggaran berbasis output. Selain

sistem biaya berperan sebagai dalam alat ukur efisiensi, sistem

81

Page 82: Draft Final Policy Paper-MIH

biaya juga dipersepsi berperan sebagai standar pengukuran

perbandingan input dan output.

Variabel evaluasi memiliki korelasi negatif terhadap

variabel efisiensi dengan koefisien sebesar -0,014 dan nilai

signifikansi sebesar 0,872 dengan α 10%. Koefisien t hitung

sebesar -0,161 menunjukkan pengaruh negatif variabel evaluasi

terhadap variabel efisiensi namun tidak signifikan.

4.3.5. Analisis Variabel dalam Surat Edaran Bersamaimplementasi PBK terhadap Kinerja Keefektifan

4.3.6. 4.3.6.1. Analisis R2

Hasil analisis R2 menunjukkan koefisien sebesar 0,491. Hal

ini menunjukkan proporsi variabel keefektifan sebagai variabel

dependen mampu dijelaskan oleh variabel sosialisasi, perencanaan

strategis, penggunaan format baru, restrukturisasi program, KPJM,

sistem biaya, evaluasi kinerja sebesar 49,1%. 50,9% variabel

keefektifan dalam kinerja dipengaruhi oleh faktor-faktor lain

yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini.

4.3.6.2. Analisis Variabel

82

Page 83: Draft Final Policy Paper-MIH

Analisis per variabel ini menunjukkan informasi mengenai

persepsi responden terhadap pernyataan dalam kuesioner. Masing-

masing variabel dipersepsi memiliki korelasi terhadap kinerja

keefektifan.

No Variabel Unstandardi

zed

Koefisien t Signifikan

si

Partial

Correlat

ion

1 Sosialisasi

*

0,099 1,752 0,082 0,147

2 Perencanaan

Strategis*

0,153 2,036 0,044 0,170

3 Format Baru -0,015 -0,297 0,767 -0,025

4 Restrukturi

sasi

0,071 1,013 0,313 0,086

5 KPJM* 0,177 2,533 0,012 0,210

6 Standar

Biaya

0,036 0,605 0,546 0,051

7 Evaluasi* 0,214 3,545 0,580 0,288

Variabel sosialisasi memiliki korelasi positif terhadap

variabel keefektifan dengan koefisien sebesar 0,147 dan nilai

signifikansi sebesar 0,082 dengan α 10%. Koefisien t hitung

83

Page 84: Draft Final Policy Paper-MIH

sebesar 1,752 menunjukkan pengaruh positif variabel sosialisasi

terhadap variabel keefektifan secara signifikan.

Variabel perencanaan strategis memiliki korelasi positif

terhadap variabel keefektifan dengan koefisien sebesar 0,170 dan

nilai signifikansi sebesar 0,044 dengan α 10%. Koefisien t

hitung sebesar 2,036 menunjukkan pengaruh positif variabel

perencanaan strategis terhadap variabel keefektifan secara

signifikan.

Variabel format baru memiliki korelasi negatif terhadap

variabel keefektifan dengan koefisien sebesar -0,025 dan nilai

signifikansi sebesar 0,767 dengan α 10%. Koefisien t hitung

sebesar -0,297 menunjukkan pengaruh negatif variabel format

baru terhadap variabel keefektifan namun tidak signifikan.

Variabel restrukturisasi memiliki korelasi positif terhadap

variabel keefektifan dengan koefisien sebesar 0,086 dan nilai

signifikansi sebesar 0,313 dengan α 10%. Koefisien t hitung

sebesar 1,013 menunjukkan pengaruh positif variabel

restrukturisasi terhadap variabel keefektifan namun tidak

signifikan. Secara teoretis, isu pencapaian kinerja keefektifan

berkaitan dengan restrukturisasi program, namun kenyataannya,

restrukturisasi program tidak memiliki korelasi dengan kinerja

keefektifan. Sebenarnya, restrukturisasi program sudah selesai

2010. Selain itu, variabel perencanaan strategis juga diprediksi

memiliki korelasi, namun hasil menunjukkan lain. Basyir (2010)

melakukan elaborasi mengenai road map pelaksanaan PBK dan

84

Page 85: Draft Final Policy Paper-MIH

pencapaiannya, mengenai kemungkinan belum tercapainya perencanaan

strategis secara optimal.

1) Periode antara 2005-2009 merupakan fase perkenalan. Ada lima

aktivitas dan prestasi termasuk urgensi pentingnya untuk

memperbaiki program dan aktivitas di setiap kementerian agar

sejalan dengan karakteristik PBK.

2) Periode 2010-2014 merupakan fase kelanjutan yang

mengutamakan program dan aktivitas baru sesudah

restrukturisasi.

3) Periode sesudah 2015 merupakan fase perbaikan. Fase ini

dijadwalkan sesudah administrasi baru sesudah pemilihan

presiden.

Variabel KPJM memiliki korelasi positif terhadap variabel

keefektifan dengan koefisien sebesar 0,210 dan nilai signifikansi

sebesar 0,012 dengan α 10%. dengan α 10%. Koefisien t hitung

sebesar 2,533 menunjukkan pengaruh positif variabel KPJM

terhadap variabel keefektifan secara signifikan. Meskipun KPJM

baru dikenalkan pada 2011, perencanaan mengenai penerapannya

sudah digunakan dan dipersepsikan akan mampu memberikan korelasi

pada kinerja keefektifan yaitu tercapainya semua program yang

direncanakan secara optimal. Kerangka Pengeluaran Jangka

menengah (KPJM) dilakukan dengan menggunakan petunjuk atau arahan

yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan dan Badan Perencana

Pembangunan Nasional. Hal ini penting untuk memperbaiki

85

Page 86: Draft Final Policy Paper-MIH

arsitektur program aktivitas sehingga memberikan keterkaitan

antara struktur organisasi, sruktur anggaran, struktur

perencanaan kebijakan, dan struktur manajemen kinerja. Dengan

demikian, proses ini dipersepsi bisa menciptakan keefektifan

kinerja.

KPJM digunakan untuk mengelola anggaran pemerintah dan

kebijakan selama periode beberapa tahun, biasanya 3 sampai 5

tahun. Mekanisme ini dimaksudkan untuk menunjukkan implikasi

kebijakan dan pengeluaran pemerintah. Hal ini juga digunakan

untuk menentukan efek penyesuaian kebijakan dan anggaran yang

membutuhkan beberapa tahun dalam pelaksanaannya. Selain itu, KPJM

ini juga mempertimbangkan adanya realitas makroekonomi, dan

kebutuhan sejumlah sektor yang perlu disesuaikan. Proses ini

bertujuan untuk meningkatkan disiplin dalam perencanaan

pengeluaran pemerintah dan mengurangi ketidakseimbangan antara

pertimbangan makro ekeonomi, estimasi penerimaan, dan kewajiban

pemerintah serta program sektor yang mencapai tujuan kebijakan.

Anggaran berbasis kinerja diajukan untuk menciptakan keterkaitan

antara pembiayaan sumber daya dan output serta outcome yang

diharapkan sekaligus efisiensi dari output dan outcome yang

dihasilkan.

Variabel standar biaya memiliki korelasi positif terhadap

variabel keefektifan dengan koefisien sebesar 0,051 dan nilai

signifikansi sebesar 0,546 dengan α 10%. Koefisien t hitung

86

Page 87: Draft Final Policy Paper-MIH

sebesar 0,605 menunjukkan pengaruh positif variabel standar

biaya terhadap variabel keefektifan namun tidak signifikan.

Variabel evaluasi memiliki korelasi positif terhadap

variabel keefektifan dengan koefisien sebesar 0,288 dan nilai

signifikansi sebesar 0,580 dengan α 10%. Koefisien t hitung

sebesar 3,545 menunjukkan pengaruh positif variabel evaluasi

terhadap variabel keefektifan secara signifikan.

4.3.7. Analisis Variabel dalam Surat Edaran Bersaimplementasi PBK ma terhadap Kinerja Akuntabilitas

4.3.8. 4.3.8.1. Analisis R2

Hasil analisis R2 menunjukkan koefisien sebesar 0,272. Hal

ini menunjukkan proporsi variabel akuntabilitas sebagai variabel

dependen mampu dijelaskan oleh variabel sosialisasi, perencanaan

strategis, penggunaan format baru, restrukturisasi program, KPJM,

sistem biaya, evaluasi kinerja sebesar 27,2%. 72,8% variabel

akuntabilitas dalam kinerja dipengaruhi oleh faktor-faktor lain

yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini.

4.3.8.2. Analisis Variabel

Analisis per variabel ini menunjukkan informasi mengenai

persepsi responden terhadap pernyataan dalam kuesioner. Masing-

87

Page 88: Draft Final Policy Paper-MIH

masing variabel dipersepsi memiliki korelasi terhadap kinerja

akuntabilitas.

No Variabel Unstandardi

zed

Koefisien t Signifikan

si

Partial

Correlat

ion

1 Sosialisasi -0,029 -0,327 0,744 -0,028

2 Perencanaan

Strategis*

0,200 1,728 0,086 0,145

3 Format

Baru*

0,165 2,080 0,039 0,174

4 Restrukturi

sasi

0,035 0,317 0,751 0,027

5 KPJM 0,050 0,459 0,647 0,039

6 Standar

Biaya

-0,014 -0,152 0,879 -0,013

7 Evaluasi* 0,272 2,904 0,004 0,239

Variabel sosialisasi memiliki korelasi negatif terhadap

variabel akuntabilitas dengan koefisien sebesar -0,028 dan nilai

signifikansi sebesar 0,744 dengan α 10%. Koefisien t hitung

sebesar -0,327 menunjukkan pengaruh negatif variabel

88

Page 89: Draft Final Policy Paper-MIH

sosialisasi terhadap variabel akuntabilitas namun tidak

signifikan.

Variabel perencanaan strategis memiliki korelasi positif

terhadap variabel akuntabilitas dengan koefisien sebesar 0,145

dan nilai signifikansi sebesar 0,086 dengan α 10%. Koefisien t

hitung sebesar 1,728 menunjukkan pengaruh positif variabel

perencanaan strategis terhadap variabel akuntabilitas secara

signifikan.

Variabel format baru memiliki korelasi positif terhadap

variabel akuntabilitas dengan koefisien sebesar 0,174 dan nilai

signifikansi sebesar 0,039 dengan α 10%. Koefisien t hitung

sebesar 2,080 menunjukkan pengaruh positif variabel format

baru terhadap variabel akuntabilitas secara signifikan.

Variabel restrukturisasi memiliki korelasi positif terhadap

variabel akuntabilitas dengan koefisien sebesar 0,027 dan nilai

signifikansi sebesar 0,751 dengan α 10%. Koefisien t hitung

sebesar 0,317 menunjukkan pengaruh positif variabel

restrukturisasi terhadap variabel akuntabilitas namun tidak

signifikan.

Variabel KPJM memiliki korelasi positif terhadap variabel

akuntabilitas dengan koefisien sebesar 0,039 dan nilai

signifikansi sebesar 0,647 dengan α 10%. Koefisien t hitung

sebesar 0,459 menunjukkan pengaruh positif variabel KPJM

terhadap variabel akuntabilitas namun tidak signifikan.

Variabel standar biaya memiliki korelasi negatif terhadap

variabel akuntabilitas dengan koefisien sebesar -0,013 dan nilai

89

Page 90: Draft Final Policy Paper-MIH

signifikansi sebesar 0,879 dengan α 10%. Koefisien t hitung

sebesar -0,152 menunjukkan pengaruh negative variabel

standar biaya terhadap variabel akuntabilitas namun tidak

signifikan.

Variabel evaluasi memiliki korelasi positif terhadap

variabel akuntabilitas dengan koefisien sebesar 0,239 dan nilai

signifikansi sebesar 0,004 dengan α 10%. Koefisien t hitung

sebesar 2,904 menunjukkan pengaruh positif variabel evaluasi

terhadap variabel akuntabilitas secara signifikan.

1.2.2. Statistik Deskriptif

Analisis Skor Rata-Rata

Tabel berikut ini menunjukkan rata-rata variabel. Semua

responden memberikan jawaban setuju pada semua pernyataan

kuesioner. Kisaran skor adalah 2 sampai 5. Skor 2 menunjukkan

sangat tidak setuju; 3 tidak setuju; 4 setuju dan 5 sangat

setuju. Rata-rata partisipan menyampaikan argumen bahwa mereka

memberikan kesepakatan mengenai pemahaman pelaksanaan PBK pada

tahapan sikap atau persepsi. Hasil juga menunjukkan bahwa secara

umum, partisipan penelitian mengetahui manfaat pelaksanaan

anggaran berbasis kinerja sehingga pada tahap tertentu mampu

meningkatkan efisiensi dan keefektifan.

90

Page 91: Draft Final Policy Paper-MIH

Tabel 4.3. Statistik DeskriptifNo Variabel Rata-Rata

1 Sosialisasi 4,0388

2 Perencanaan Strategis 4,0578

3 Penggunaan Format Baru 4,0361

4 Restrukturisasi 4,0499

5 KPJM 3,9957

6 Sistem Biaya 4,0326

7 Evaluasi 4,0529

8 Efisiensi 3,8438

9 Keefektifan 4,0821

10 Akuntabilitas 4,1311

Sumber: Hasil pengolahan data riset PPPI (2013)

1.3. Analisis Efisiensi

Tabel 4.4. ini menunjukkan bahwa korelasi antar masing-masing

variabel pada kinerja efisiensi. Hanya sistem biaya dan KPJM yang

memiliki korelasi positif pada efisiensi.Variabel KPJM memiliki

korelasi positif terhadap kinerja efisiensi sebesar 0,157

sedangkan sistem biaya (refinement cost system) memiliki korelasi

positif terhadap kinerja efisiensi 0,274. Berkaitan dengan aspek

pengaruh, variabel KPJM memiliki pengaruh pada kinerja efisiensi

dengan α 10% dan tingkat signifikansi 0,063; sedangkan variabel

91

Page 92: Draft Final Policy Paper-MIH

sistem biaya memiliki pengaruh pada kinerja efisiensi dengan

tingkat signifikansi 0,001.

Meskipun KPJM baru dikenalkan pada 2011, perencanaan mengenai

penerapannya sudah digunakan. Selain itu, mengenai penerapan

sistem biaya, di Indonesia tidak seperti dengan negara-negara

OECD yang tidak menggunakan sistem biaya sebagai mekanisme

penghubung. Namun kasus di Indonesia, sistem biaya (refinement cost)

memiliki peran penting dalam penyusunan anggaran pada setiap

kementerian. Pemerintah sudah menentukan sistem biaya sebagai

alat untuk mengukur efisiensi selama dalam transisi dari anggaran

berbasis input ke anggaran berbasis output. Selain sistem biaya

berperan sebagai dalam alat ukur efisiensi, sistem biaya juga

berperan sebagai standar pengukuran perbandingan input dan

output.

Tabel 4.4. Hasil Analisis Kinerja Efisiensi

No Variabel Unstandardiz

ed

Coefficie

nt t

Significan

ce

Partial

Correlat

ion

1 Sosialisasi 0,065 0,699 0,486 0,059

2 Perencanaan

Strategis -0,078 -0,614 0,540 -0,052

3 Format Baru 0,013 0,118 0,906 0,010

4 Restrukturi -0,035 -0,337 0,737 -0,029

92

Page 93: Draft Final Policy Paper-MIH

sasi

5 KPJM* 0,235 1,876 0,063 0,157

6 Standar

Biaya* 0,381 3,353 0,001 0,274

7 Evaluasi 0,171 1,700 0,091 0,143

*signifikan pada level kepercayaan 10%

Sumber: Hasil pengolahan data riset PPPI (2013)

1.4. Analisis Keefektifan

Tabel 4.5. ini menunjukkan korelasi masing-masing variabel pada

implementasi anggaran berbasis kinerja keefektifan. Evaluasi

kinerja dan KPJM memiliki korelasi positif pada

keefektifan.Variabel KPJM memiliki korelasi positif terhadap

kinerja keefektifan sebesar 0,181; sedangkan evaluasi kinerja

memiliki korelasi positif terhadap kinerja keefektifan 0,363.

Berkaitan dengan aspek pengaruh, variabel KPJM memiliki pengaruh

pada kinerja keefektifan dengan α 10% dan tingkat signifikansi

0,031; sedangkan variabel evaluasi kinerja memiliki pengaruh

pada kinerja keefektifan dengan tingkat signifikansi 0,000.

Secara teoretis, isu pencapaian kinerja keefektifan berkaitan

dengan restrukturisasi program, namun kenyataannya,

restrukturisasi program tidak memiliki korelasi dengan kinerja

keefektifan. Sebenarnya, restrukturisasi program sudah selesai

93

Page 94: Draft Final Policy Paper-MIH

2010. Selain itu, variabel perencanaan strategis juga diprediksi

memiliki korelasi, namun hasil menunjukkan lain Basyir (2010)

melakukan elaborasi mengenai road map pelaksanaan PBK dan

pencapaiannya, mengenai kemungkinan belum tercapainya perencanaan

strategis secara optimal.

4) Periode antara 2005-2009 merupakan fase perkenalan. Ada lima

aktivitas dan prestasi termasuk urgensi pentingnya untuk

memperbaiki program dan aktivitas di setiap kementerian agar

sejalan dengan karakteristik PBK.

5) Periode 2010-2014 merupakan fase kelanjutan yang

mengutamakan program dan aktivitas baru sesudah

restrukturisasi.

6) Periode sesudah 2015 merupakan fase perbaikan. Fase ini

dijadwalkan sesudah administrasi baru sesudah pemilihan

presiden.

Tabel 4.5 Hasil Analisis Kinerja Keefektifan

No Variabel Unstandardiz

ed

Coefficie

nt t

Significa

nce

Partial

Correlatio

n

1 Sosialisasi 0,017 0,244 0,807 0,021

2 Perencanaan

Strategis 0,011 0,119 0,906 0,010

3 Format Baru 0,118 1,402 0,163 0,118

4 Restrukturi 0,007 0,094 0,925 0,008

94

Page 95: Draft Final Policy Paper-MIH

sasi

5 KPJM* 0,204 2,174 0,031 0,181

6 Standar

Biaya 0,112 1,323 0,188 0,112

7 Evaluasi* 0,346 4,590 0,000 0,363

*signifikan pada level kepercayaan 10%

Sumber: Hasil pengolahan data riset PPPI (2013)

1.5. Analisis Akuntabilitas

Tabel 4.6 ini menunjukkan korelasi masing-masing variabel dengan

kinerja akuntabilitas. Hanya format baru dan evaluasi atau

review memiliki korelasi positif pada akuntabilitas.Variabel

format baru dan evaluasi review memiliki korelasi positif

terhadap kinerja akuntabilitas. Variabel format baru memiliki

korelasi pada kinerja akuntabilitas sebesar 0,290; sedangkan

evaluasi kinerja memiliki korelasi positif terhadap kinerja

akuntabilitas 0,480. Berkaitan dengan aspek pengaruh, variabel

format baru dan review memiliki pengaruh pada kinerja

akuntabilitas dengan α 10%. Variabel format baru memiliki

pengaruh pada kinerja akuntabilitas dengan tingkat signifikansi

0,000; sedangkan variabel evaluasi kinerja memiliki pengaruh

pada kinerja akuntabilitas dengan tingkat signifikansi 0,000.

Implementasi format baru mengidentifikasi peran kementerian dan

peran Eselon 1. Penggunaan format baru menandakan adanya tanggung

95

Page 96: Draft Final Policy Paper-MIH

jawab dalam melaksanakan program. Variabel evaluasi kinerja

berkaitan dengan identifikasi keunggulan dan kelemahan-masing

program yang relevan dengan masing-masing kementerian yang

menjalankan program.

Tabel 4.6. Hasil Analisis Kinerja Akuntabilitas

No Variabel Unstandardi

zed

Coefficien

t t

Significa

nce

Partial

Correlat

ion

1 Sosialisas

i -0,046 -0,687 0,493 -0,058

2 Perencanaa

n

Strategis-0,139 -1,505 0,135 -0,127

3 Format

Baru* 0,294 3,568 0,000 0,290

4 Restruktur

isasi 0,067 0,883 0,379 0,075

5 KPJM 0,088 0,960 0,339 0,081

6 Standar

Biaya 0,054 0,652 0,516 0,055

7 Evaluasi* 0,474 6,450 0,000 0,480

4.4. Simpulan Hasil

96

Page 97: Draft Final Policy Paper-MIH

Departemen Keuangan Republik Indonesia & Kementerian Negara

Perencanaan Pembangunan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

(2009) menyimpulkan implementasi penganggaran berbasis kinerja

dan penganggaran dalam kerangka jangka menengah selama 5 tahun

ini belum mencapai hasil yang optimal karena tidak ada

keterkaitan antara dokumen perencanaan dan dokumen anggaran. Hal

ini juga ditunjukkan dari hasil penelitian ini bahwa variabel

restrukturisasi program tidak dipersepsikan memiliki korelasi

dengan variabel kinerja keefektifan. Program-program yang ada

dalam RKA-KL 2010 masih menggunakan line-item (rincian belanja) dan

bukan dalam bentuk kegiatan yang berorientasi pada keluaran

(output), sehingga kurang terlihat keterkaitan dengan hasil

outcome) yang diharapkan.

Program yang digunakan oleh beberapa K/L dilaksanakan tanpa

pembagian kerja dan indikator yang jelas sehingga tidak dapat

diukur pencapaian dan akuntabilitas kinerja program.

Pendefinisian program terlalu sempit sehingga kinerja program

(outcomes) sama dengan atau lebih rendah dari kinerja kegiatan

(output). Program tidak terkait secara langsung dengan kegiatan-

kegiatannya. Program untuk menampung biaya pengelolaan

administrasi K/L (overhead cost) masih beragam. Sebagai langkah

awal, diperlukan upaya penyempurnaan struktur Program dan

Kegiatan Kementerian Negara/Lembaga. Hasil dari restrukturisasi

Program dan Kegiatan tersebut diimplementasikan dalam penyusunan

RPJMN 2010‐2014 dan Rencana Strategis K/L 2010‐2014. Pada tahun

2011, penyusunan rencana anggaran sudah menggunakan informasi

97

Page 98: Draft Final Policy Paper-MIH

kinerja lebih lengkap yaitu output, volume dan indikator. Dengan

demikian, diprediksi bahwa waktu dua tahun terhitung sejak 2011

sampai sekarang belum cukup menguatkan argumen bahwa

restrukturisasi program dengan menampilkan informasi lebih detail

belum cukup berkorelasi dengan kinerja yang meliputi efisiensi,

keefektifan, dan akuntabilitas.

Meskipun Departemen Keuangan Republik Indonesia &

Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Badan Perencanaan

Pembangunan Nasional (2009) berpendapat bahwa kebijakan

prioritas yang ditetapkan oleh pemerintah melalui RKP tidak jelas

kerangka waktu (timeframe) penyelesaiannya dan setiap tahun selalu

berubah sesuai dengan tema yang ditetapkan sehingga mengakibatkan

proses penganggaran selalu kembali ke nol seperti model zero based

budgeting, dan penerapan KPJM pada saat ini baru sebatas

mencantumkan prakiraan maju tiga tahun ke depan, namun hasil

penelitian ini menunjukkan temuan yang berbeda. Penelitian ini

juga menunjukkan hasil bahwa variabel KPJM dan standar biaya

memiliki korelasi positif pada variabel kinerja keefektifan.

Hasil studi ini mengonfirmasi argumen. Robinson & Brumby (2005)

bahwa Perencanaan dan Penganggaran Berjangka Menengah dan

Berbasis Kinerja merupakan mekanisme dalam meningkatkan manfaat

dana yang dianggarkan ke sektor publik terhadap outcomes dan

output, melalui informasi kinerja format yang terkait dengan tiga

hal yaitu pengukuran kinerja, pengukuran biaya untuk menghasilkan

output dan outcomes serta penilaian keefektifan dan efisiensi

pengeluaran/belanja dengan berbagai alat analisis.

98

Page 99: Draft Final Policy Paper-MIH

KPJM merupakan cara memperhitungkan konsekuensi putusan

terhadap anggaran pada tahun berikutnya sehingga bisa menciptakan

PBK yang optimal. KPJM diyakini bisa memperhitungkan kebutuhan

pendanaan dalam jangka waktu tiga tahun ke depan. Penyusunan

anggaran dalam KPJM mampu membedakan kegiatan operasional dan

non-operasional maupun prioritas nasional. Dengan adanya

pengajuan mengajukan estimasi kebutuhan anggaran tiga tahun

kepada Kementerian, diharapkan dapat berkorelasi pada pencapaian

kinerja efisiensi dan keefektifan.

Berkaitan dengan buku petunjuk pelaksanaan PBK yang

dikeluarkan oleh Menteri Keuangan dan Badan Perencanaan

Pembangunan Nasional, bentuk anggaran baru adalah dikategorikan

berdasarkan informasi kinerja eselon 1. Informasi pengeluaran dan

penerimaan ditempatkan pada lembar yang berbeda dalam bentuk

format baru. Kinerja yang dicapai oleh kementerian diharapkan

disesuaikan dengan visi, misi, dan perencanaan kerja. Format

baru sebagai bagian variabel penelitian ini, memiliki korelasi

positif pada kinerja akuntabilitas. Hal ini sejalan dengan asumsi

bahwa format baru memiliki kaitan dengan akuntabilitas karena

dalam format baru menjelaskan peran personil yang bertanggung

jawab pada setiap program dan kegiatan yang diajukan.

Variabel evaluasi kinerja dalam penelitian memiliki korelasi

positif dengan variabel kinerja akuntabilitas. Secara definitif,

evaluasi kinerja adalah proses pencapaian tujuan yang

menunjukkan bahwa perumusan dan pelaksanaan kebijakan mencapai

efisiensi dan keefektifan. Penelitian ini menunjukkan bahwa

99

Page 100: Draft Final Policy Paper-MIH

variabel evaluasi tidak memiliki korelasi dengan variabel kinerja

efisiensi namun berkorelasi dengan variabel kinerja keefektifan

dan akuntabilitas. Dalam evaluasi kinerja berkaitan dengan

kegiatan yaitu penentuan kriteria untuk menilai tercapainya

pelaksanaan anggaran, melakukan monitoring secara berkala

terhadap pelaksanaan anggaran setiap triwulan, evaluasi

pencapaian output anggaran, dan evaluasi pencapaian outcome

anggaran serta menggunakan hasil evaluasi sebagai umpan balik

untuk perbaikan kinerja secara berkelanjutan. Aspek-aspek

tersebut berkorelasi dengan indikator dengan kinerja

akuntabilitas yang berkaitan dengan masalah tanggung jawab

(responsibilitas) terhadap kesuksesan pelaksanaan kegiatan dan

evaluasi kinerja untuk mengetahui konsistensi perencanaan dan

implementasi.

4.5. *signifikan pada level kepercayaan 10%Sumber: Hasil pengolahan data riset PPPI (2013)

Analisis Secara KeseluruhanDepartemen Keuangan Republik Indonesia & Kementerian Negara

Perencanaan Pembangunan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2009) menyimpulkan implementasi penganggaran berbasis kinerja dan penganggaran dalam kerangka jangka menengah selama 5 tahun ini belum mencapai hasil yang optimal karena tidak ada keterkaitan antara dokumen perencanaan dan dokumen anggaran. Hal ini juga ditunjukkan dari hasil penelitian ini bahwa variabel perencanaan strategis dan restrukturisasi program tidak dipersepsikan

100

Page 101: Draft Final Policy Paper-MIH

memiliki korelasi dengan variabel kinerja efisiensi, keefektifan maupun akuntabilitas. Program-program yang ada dalam RKA-KL 2010 masih menggunakan line-item (rincian belanja) dan bukan dalam bentuk kegiatan yang berorientasi pada keluaran (output), sehingga kurang terlihat keterkaitandengan hasil outcome) yang diharapkan.

Program yang digunakan oleh beberapa K/L dilaksanakan tanpa pembagian kerja dan indikator yang jelas sehingga tidak dapat diukur pencapaian dan akuntabilitas kinerja program. Pendefinisian program terlalu sempit sehingga kinerja program (outcomes) sama dengan atau lebih rendah dari kinerja kegiatan (output). Program tidak terkait secara langsung dengan kegiatan-kegiatannya. Program untuk menampung biaya pengelolaan administrasi K/L (overhead cost) masih beragam. Sebagai langkah awal, diperlukan upaya penyempurnaan struktur Program dan Kegiatan Kementerian Negara/Lembaga. Untuk itulah Pedoman Penyusunan Program dan Kegiatan ini disusun. Hasil dari restrukturisasi Program danKegiatan tersebut diimplementasikan dalam penyusunan RPJMN 2010‐2014 dan Rencana Strategis K/L 2010‐2014. Pada tahun 2011, penyusunan rencana anggaran sudah menggunakan informasi kinerja lebih lengkap yaitu output, volume dan indikator. Dengan demikian, diprediksi bahwa waktu dua tahun terhitung sejak 2011 sampai sekarang belum cukup menguatkan argumen bahwa restrukturisasi program dengan menampilkan informasi lebih detail belum cukup berkorelasi dengan kinerja yang meliputi efisiensi, keefektifan, dan akuntabilitas.

Meskipun Departemen Keuangan Republik Indonesia & Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Badan Perencanaan PembangunanNasional (2009) berpendapat bahwa kebijakan prioritas yang ditetapkan oleh pemerintah melalui RKP tidak jelas kerangka

101

Page 102: Draft Final Policy Paper-MIH

waktu (timeframe) penyelesaiannya dan setiap tahun selalu berubah sesuai dengan tema yang ditetapkan sehingga mengakibatkan proses penganggaran selalu kembali ke nol seperti model zero based budgeting, dan penerapan KPJM pada saat ini baru sebatas mencantumkan prakiraan maju tiga tahunke depan, namun hasil penelitian ini menunjukkan temuan yangberbeda. Penelitian ini juga menunjukkan hasil bahwa variabel KPJM dan standar biaya memiliki korelasi positif pada variabel kinerja efisiensi. Hasil studi ini mengonfirmasi argument Robinson & Brumby (2005) bahwa Perencanaan dan Penganggaran Berjangka Menengah dan BerbasisKinerja merupakan mekanisme dalam meningkatkan manfaat dana yang dianggarkan ke sektor publik terhadap outcomes dan output, melalui informasi kinerja format yang terkait dengan tiga hal yaitu pengukuran kinerja, pengukuran biaya untuk menghasilkan output dan outcomes serta penilaian keefektifan dan efisiensi pengeluaran/belanja dengan berbagai alat analisis.

KPJM merupakan cara memperhitungkan konsekuensi putusan terhadapanggaran pada tahun berikutnya sehingga bisa menciptakan PBKyang optimal. KPJM diyakini bisa memperhitungkan kebutuhan pendanaan dalam jangka waktu tiga tahun ke depan. Penyusunananggaran dalam KPJM mampu membedakan kegiatan operasional dan non-operasional maupun prioritas nasional. Dengan adanyapengajuan mengajukan estimasi kebutuhan anggaran tiga tahunkepada Kementerian, diharapkan dapat berkorelasi pada pencapaian kinerja efisiensi dan keefektifan.

Berkaitan dengan buku petunjuk pelaksanaan PBK yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, bentuk anggaran baru adalah dikategorikan berdasarkan informasi kinerja eselon 1. Informasi pengeluaran dan penerimaan ditempatkan pada lembar yang

102

Page 103: Draft Final Policy Paper-MIH

berbeda dalam bentuk format baru. Kinerja yang dicapai oleh kementerian diharapkan disesuaikan dengan visi, misi, dan perencanaan kerja. Format baru sebagai bagian variabel penelitian ini, memiliki korelasi positif pada kinerja akuntabilitas. Hal ini sejalan dengan asumsi bahwa format baru memiliki kaitan dengan akuntabilitas karena dalam format baru menjelaskan peran personil yang bertanggung jawab pada setiap program dan kegiatan yang diajukan.

Variabel evaluasi kinerja dalam penelitian memiliki korelasi

positif dengan variabel kinerja akuntabilitas. Secara definitif, evaluasi kinerja adalah proses pencapaian tujuanyang menunjukkan bahwa perumusan dan pelaksanaan kebijakan mencapai efisiensi dan keefektifan. Penelitian ini menunjukkan bahwa variabel evaluasi tidak memiliki korelasidengan variabel kinerja efisiensi dan keefektifan, namun berkorelasi dengan variabel kinerja akuntabilitas. Dalam evaluasi kinerja berkaitan dengan kegiatan yaitu penentuan kriteria untuk menilai tercapainya pelaksanaan anggaran, melakukan monitoring secara berkala terhadap pelaksanaan anggaran setiap triwulan, evaluasi pencapaian output anggaran, dan evaluasi pencapaian outcome anggaran serta menggunakan hasil evaluasi sebagai umpan balik untuk perbaikan kinerja secara berkelanjutan. Aspek-aspek tersebutberkorelasi dengan indikator dengan kinerja akuntabilitas yang berkaitan dengan masalah tanggung jawab (responsibilitas) terhadap kesuksesan pelaksanaan kegiatan dan evaluasi kinerja untuk mengetahui konsistensi perencanaan dan implementasi.

Berkaitan dengan variabel sosialisasi dan training sebagai salah satu variabel dalam penelitian ini, hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel tersebut tidak berkorelasi denganvariabel kinerja baik efisiensi, keefektifan, maupun

103

Page 104: Draft Final Policy Paper-MIH

akuntabilitas. Hal ini dimungkinkan dengan sudah terlaksananya sosialisasi dan training pada tahun 2009, sehingga diasumsikan bahwa kegiatan tersebut sudah berlangsung. Oleh karena itu, implikasi sosialisasi dan training tidak begitu mengena pada kinerja yang ditetapkan.

Analisis Komparasi Pilot dan Non-Pilot

Untuk melengkapi analisis korelasi diatas, kami menelaah jawaban

responden terhadap pernyataan survey dengan analisis deskriptif

melalui Tabel 4.7 di bawah. Temuan komparasi melengkapi analisis

korelasi variabel implementasi PBK terhadap kinerja Kementerian

Lembaga (efisiensi, keefektifan, akuntabilitas)

Tabel 4.7 Komparasi Persentase Jawaban Responden

Terhadap Beberapa Pernyataan Survei

StatusPelaksanaan PBK

Telahmelaksanakanmekanisme ABK

padaProgram/Kegiatan

Telahmenerapkan

PBKsejalanantara

teori danpelaksanaa

n

PenyusunanRKA-KL sudahmemperhatikan

MTEF

Penyusuna RKA-KLsudah

memperhatikanrestrukturisasiProgram/Kegiatan

Persentase Jawaban Responden yang setuju dan sangat setuju

Pilot Project

o Kemenkeuo Kemdikbudo Bappenas

81 68 74 72

Non Pilot Project

o Kemenkumhamo Kemenhubo Kemensos

89 68 76 80

104

Page 105: Draft Final Policy Paper-MIH

StatusPelaksanaan PBK

Telahmelaksanakanmekanisme ABK

padaProgram/Kegiatan

Telahmenerapkan

PBKsejalanantara

teori danpelaksanaa

n

PenyusunanRKA-KL sudahmemperhatikan

MTEF

Penyusuna RKA-KLsudah

memperhatikanrestrukturisasiProgram/Kegiatan

Perbedaan 8 0 2 8

Sumber: Hasil pengolahan data riset PPPI (2013)

Beberapa deskripsi yang disajikan melalui tabel di atas terbagi

dalam dua kategori.Kategori pertama, dalam penilaian responden

baik pilot maupun non pilot K/L, tidak terdapat perbedaan persepsi

responden terkait pernyataan “telah menerapkan Penganggaran Berbasis

Kinerja sejalan antara teori (saat pelatihan dan sosialisasi) dan pelaksanaan” serta

penyataan “Penyusunan Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga sudah

memperhatikan Medium Term Expenditure Framework”. Berdasarkan jawaban

responden maka penerapan PBK telah sejalan antara teori dan

pelaksanaan dan RKA-KL telah memperhitungkan KPJM dalam

penyusunannya.

Kategori lain, adalah penilaian respoden berbeda cukup besar

terkait penyataan “telah melaksanakan mekanisme Anggaran Berbasis Kinerja

pada Program/Kegiatan” serta pernyataan “penyusunan Rencana Kerja Anggaran

Kementerian/Lembaga (RKA-KL) sudah memperhatikan restrukturisasi

Program/Kegiatan”.Kementerian non-pilot project menganggap telah

melaksanakan mekanisme ABK pada setiap program dan kegiatan dan

105

Page 106: Draft Final Policy Paper-MIH

penyusunan RKA-KL telah memperhatikan restrukturisasi Program dan

Kegiatan.

Berikut ini merupakan Tabel 4.8 berisikan tabel komparasi

persentase jawaban responden terhadap beberapa pernyataan survei

KAP yang lain dengan tingkat perbedaan yang besar dibandingkan

Tabel 4.7 sebelumnya.

Tabel 4.8 Komparasi Persentase Jawaban Responden TerhadapBeberapa Pernyataan Survei

Status Pelaksanaan PBK Telah melakukanrestrukturisasi

program

Setelahrestrukturisasi programmemiliki

keterkaitanyang jelasdengansasarannasional

Dalam kurunwaktu 3 tahunterakhir, unitkerja telah

merubah sistempembiayaan

berbasis inputmenjadiberbasisaktivitas

Unit kerjapernah

mengajukanusulantambahananggaranuntuk

inisiatifbaru

Persentase Jawaban Responden yang setuju dan sangat setuju

Pilot Project

o Kemenkeuo Kemdikbudo Bappenas

77 74 68 67

Non Pilot Project

o Kemenkumhamo Kemenhub

85 84 80 81

106

Page 107: Draft Final Policy Paper-MIH

Status Pelaksanaan PBK Telah melakukanrestrukturisasi

program

Setelahrestrukturisasi programmemiliki

keterkaitanyang jelasdengansasarannasional

Dalam kurunwaktu 3 tahunterakhir, unitkerja telah

merubah sistempembiayaan

berbasis inputmenjadiberbasisaktivitas

Unit kerjapernah

mengajukanusulantambahananggaranuntuk

inisiatifbaru

o Kemensos

Δ (Perbedaan) 8 10 12 14

Sumber: Hasil pengolahan data riset PPPI (2013)

Dari tabel 4.9 di atas, beberapa analisis deskripsi yang bisa

disajikan diantaranya:

o Penilaian respoden berbeda cukup besar terkait keempat

penyataan diantaranya “telah melakukan restrukturisasi program”,

juga pernyataan “setelah restrukturisasi program memiliki keterkaitan yang

jelas dengan sasaran nasional”, maupun pernyataan “unit kerja pernah

mengajukan usulan tambahan anggaran untuk inisiatif baru” dan

pernyataan “Dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, unit kerja telah merubah

sistem pembiayaan berbasis input menjadi pembiayaan berbasis aktivitas”

o Perbedaan persentase jawab berturut-turut untuk keempat

pernyataan pada poin di atas cenderung meningkat dari satu

pernyataan ke pernyataan lainnya. Dengan tingkat perbedaan

yang tentunya meningkat dari pernyataan pertama, kedua,

ketiga dan keempat

o PPPI memperoleh pernyataan konfirmasi dari salah satu

penyusun anggaran dari K/L Pilot project PBK, narasumber hampir

107

Page 108: Draft Final Policy Paper-MIH

tidak pernah mengajukan inisiatif baru dalam konteks

penambahan anggaran karena cukup sulit memenangkan

persaingan (beauty contest) di rapat Kabinet untuk memperoleh

tambahan anggaran.

o Hal lain yang pada hemat PPPI, K/L Pilot menganggap unit

kerja mereka belum tuntas melakukan restrukturiasi program

sehingga belum memiliki keterkaitan yang jelas dengan

program nasional. Serta perubahan sistem costing belum tuntas

ditransformasi dari input based costing menjadi activity based costing.

5. PENUTUP

5.1. Capaian Penerapan PBK dan Tantangan

Sebelum kami menyampaikan rekomendasi kebijakan guna perbaikan

implementasi PBK sesuai pertanyaan penelitian, kami berpendapat

terdapat sejumlah catatan keberhasilan penerapan PBK setelah

berlakunya UU 17/2003 tentang Keuangan Negara. Catatan

keberhasilan tersebut adalah:

108

Page 109: Draft Final Policy Paper-MIH

1. PBK merupakan pendekatan anggaran yang secara saksama

mengaitkan antara pengelolaan keuangan dan sumberdaya yang

lainnya dengan kinerja yang akan dicapai. Undang-Undang

No17/2003 bersama UU Pokok Keuangan Negara lainnya merupakan

tonggak penting untuk mengenalkan konsepsi PBK, Penganggaran

Terpadu,dan KPJM.

2. Ada suatu urgensi untuk menciptakan rerangka kerja

pelaksanaan PBK untuk bisa dievaluasi dan dimonitor

pelaksanaannya. Beberapa negara di dunia mendapatkan manfaat

positif dari pelaksanaan PBK untuk reformasi pengelolaan

negara. Studi OECD (2007) tentang Penganggaran Kinerja di

Negara-Negara OECD telah mengingatkan kita bahwa tidak ada

suatu model penerapan PBK yang universal sifatnya sehingga

masing-masing Negara perlu menemukan pendekatan yang cocok

(relevant) dengan konteks politik dan institusi di masing-

masing Nagara tersebut.

3. Berdasarkan analisis korelasi dengan kinerja efisiensi,

hanya perbaikan standar biaya dan KPJM yang memiliki

korelasi positif pada efisiensi. Dengan jumlah variabel

independen yang sedikit maka pemerintah perlu mempercepat

perbaikan standar biaya dan KPJM agar kinerja efisiensi

semakin tercapai.

4. Berdasarkan analisis korelasi dengan kinerja keefektifan,

penerapan evaluasi kinerja dan KPJM memiliki korelasi

positif pada keefektifan. Guna meningkatkan keefektifan maka

109

Page 110: Draft Final Policy Paper-MIH

pemerintah perlu memperkuat penerapan evaluasi kinerja dan

KPJM

5. Berdasarkan analisis korelasi dengan kinerja akuntabilitas,

format baru dan evaluasi memiliki korelasi positif pada

akuntabilitas. Agar akuntabilitas dapat semakin terbangun

maka pemerintah dapat memfokuskan upaya pada format baru dan

sistem evaluasi

Selain catatan keberhasilan, penerapan PBK menyisakan beberapa

tantangan yang memerlukan solusi cerdas dan jawaban kongkrit dari

Pemerintah diantaranya:

1. Masalah klasik dalam setiap penyusunan anggaran di sejumlah

negara adalah isu yang paling sulit dalam pelaksanaannya

karena melibatkan persuasi dengan para politisi, menteri dan

anggota parlemen dalam membuat keputusannya(Blondal et al.

2009). Mereka berusaha untuk memfokuskan pada input dan

mengabaikan kinerja dan informasi hasil. Untuk kasus

Indonesia, adanya dokumentasi anggaran yang sangat detail

menjadi penghalang dalam dalam pelaksanaan PBK.

2. Struktur informasi kinerja mengikuti struktur organisasi

karena masalah akuntabilitas menjadi dasar utama dalam

pengelolaan. Ketumpangtindihan program antar kementerian

diupayakan dieliminasi. Pengalaman yang menunjukkan usaha

untuk menampilkan kinerja yang independen dari struktur

organisasi belum menghasilkan prestasi yang optimal.

110

Page 111: Draft Final Policy Paper-MIH

3. Indikator-indikator kinerja memiliki makna apa buat publik?

Bagaimana publik mendapatkan manfaat penggunaan indikator

kinerja kementerian? Bagaimana mekanisme perencanaan

kegiatan pada masing-masing kementerian? Pertanyaan-

pertanyaan ini merupakan perwujudan skeptisme mengenai

reformasi finansial publik.

4. Urgensi untuk mengintegrasikan inisiasi reformasi sudah

menjadi sebuah prioritas utama. Reformasi menjanjikan sebuah

ekspektasi yang berlebihan. Namun demikian, tiga pilar

utama yaitu PT, PBK, dan KPJM diharapkan diintegrasikan

dengan inisiasi reformasi lain misalnya reformasi

birokratis, sistem integritas, reformasi pembangunan

nasional dan reformasi anggaran. Presiden harus mendukung

institusi dalam melaksanana PBK.

5.2. Rekomendasi Kebijakan:

1. Hasil studi eksploratori menunjukkan bahwa integrasi antara

Direktorat Jenderal Anggaran dan Bappenas di bawah Presiden

akan memberikan semangat dalam era reformasi. Presiden

terpilih berdasarkan pemilihan langsung memerlukan unit

tersendiri yang merupakan gabungan fungsi perencanaan dan

anggaran sehingga dapat memenuhi janji-janji kampanye di

masa pemilihan umum. Tentunya integrasi fungsi perencanaan

dan penganggaran ini memerlukan persiapan dan masa transisi

yang cukup agar integrasi sistem sempurna. Salah satu

pelajaran penting dari integrasi fungsi anggaran dan

111

Page 112: Draft Final Policy Paper-MIH

perencanaan berasal dari Kementerian Keuangan dan Strategi

Korea Selatan. Kementerian Keuangan dan Strategi adalah

organisasi payung yang dibentuk setelah penyatuan

Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan pada tahun

2008.

2. Informasi kinerja Kementerian dan Lembaga perlu diketahui

publik serta sosialisasi keseluruh pemangku kepentingan

terkait, dengan demikian semua stakeholder mendapatkan

informasi mengenai perencanaan, pelaksanaan dan pencapaian

kinerja. Beberapa portal kementerian di negara lain sudah

melaksanakannya, misalnya:

New Zealand (http://www.ssc.govt.nz/pif),

Amerika Serikat dibawah pemerintahan GeorgeW Bush

(http://georgewbush-whitehouse.archives.gov/omb/expectmore/

part.html),

India (www.performance.gov.in)

3. Informasi kinerja Kementerian dan Lembaga perlu mendapat

perhatian serius dalam pembahasan alokasi anggaran antara

Kementerian dan pihak legislatif, untuk itu upaya inisiasi

dapat diawali dengan pembentukan arsitektur informasi

kinerja yang komprehensif dengan membangun arsitektur dan

informasi kinerja di level eselon 1 K/L masing-masing.

4. Kementerian/Lembaga diharapkan dapat memperbaiki kualitas

implementasi PBK dengan menggunakan variabel reformasi

anggaran misalnya standar pembiayaan (costing system), sistem

review kinerja (performance review system), Format baru anggaran

112

Page 113: Draft Final Policy Paper-MIH

(new budget format)danKerangka Pengeluaran Jangka Menengah

(Medium Term Expenditure Framework) yang ditujukan untuk

memperbaiki pelayanan publik.

5. Tahap pemantapan implementasi PBK setelah tahun 2014

memerlukan tuntasnya restrukturisasi program dan kegiatan

termasuk rumusan hasil dan keluaran, penyempurnaan format

dokumen perencanaan dan penganggaran, pengembangan sistem

Informasi Teknologi dalam pengelolaan keuangan Negara, dan

penerapan reward punishment bagi Kementerian Lembaga yang

berhasil dan gagal menjalankan tugas pokok dan fungsinya.

DAFTAR PUSTAKA

Agus, Puji. 2012. Bagaimana Penganggaran Berbasis Kinerja danKerangka Pengeluaran Jangka Menengah mempengaruhi EfisiensiOperasional pada Satuan Kerja. [How Performance BasedBudgeting and MTEF impact operational efficiency in workingunit]. Paper Balai Diklat Keuangan, Cimahi.

Basyir, Syafril. 2010. Konsep dan Roadmap Implementasi SistemPerencanaan dan Penganggaran. [Concept and Roadmap Reform ofPlanning and Budgeting System]. Paper Proceeding SeminarImplementation of Performance Based Budgeting in Law, Judiciary and HumanRight Sector. Jakarta.

Basyir, Syafril. 2010. Konsep dan Roadmap Implementasi ReformasiSistem Perencanaan dan Penganggaran. [Concept and Roadmap

113

Page 114: Draft Final Policy Paper-MIH

reform of planning and budgeting system]. Paper proceeding PublicSeminar on Implementation of Performance Based Budgeting for Law, Judiciaryand Human Right Sector. Jakarta

Brinkerhoff, D. W. 2000. Democratic governance and sectoralpolicy reform: Tracing linkages and exploring synergies. WorldDevelopment, 28(4): 601-615.

Blondal, Jon R, Ian Hawkesworth and Hyun-Deok Choi. 2009.Budgeting in Indonesia. OECD Journal on Budgeting Volume 2/2009: 1-31.

Denhardt, R,B. & Denhart, J.D. 2000. The new public service:Serving rather than steering. Public Administration Review 60(6):249-259.

Denhardt, R.B. & Denhart, J.V. 2003. The new public service: Anapproach to reform. International Review of Public Administration 3.

Department of Human Services. 1999. Office of the Legislative Fiscal Analyst.Performance Based Budgeting. Division of Child And FamilyServices.

Departemen Keuangan Republik Indonesia & Kementerian NegaraPerencanaan Pembangunan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.2009. Pedoman Penganggaran Berbasis Kinerja.

Dose,J.J. 1997. Work values: An integrative framework andillustrative application to organization. Journal of Occupationaland Organizational Psychology, 70: 219.

Hair, Jr., Anderson, R.E., Tatham, R.L., & Black, W.C. 2010.Multivariate Data Analysis. New Jersey: Prentice-Hall International,Inc.

Hair, J.F., Bush, R.P and Ortinau, D.J. 2009. Marketing Research.McGraw-Hill.

114

Page 115: Draft Final Policy Paper-MIH

Indonesia Infrastructure Initiative and Australia IndonesiaPartnership. 2010. Expenditure Planning and Performance-Based Budgeting: InThe Directorate General Of Highways.

Kaufmann, D., Kraay, A., Mastruzzi, M. 2010. The WorldwideGovernance Indicators: Methodology and Analytical Issues. The World BankDevelopment Research Group Macroeconomics and Growth Team

Kelly, J. M. & Rivenbark, W. 2003. Performance Budgeting for State andLocal Government. M.E. Sharpe.

Joyce, Philip. 2010. Obama's Performance Measurement Agenda.Dalam http://www.governing.com/columns/mgmt-insights/obama-performance-measurement-agenda.html, 1 Januari 2013

Lee, J. Y.J. & Wang, X. 2009. Assessing the Impact ofPerformance-Based Budgeting: A Comparative Analysis across theUnited States, Taiwan, and China. Public Administration Review,December.

Lewis, Carol W & W Bartley Hildreth. 2010. Budgeting Politics andPower. Oxford University Press, North Carolina.

Lewis, Carol W & W Bartley Hildreth. 2010. Budgeting Politics andPower. Oxford University Press, North Carolina.

Ministry of Finance. 2001. Prinsip Keuangan Negara dalam Paket RancanganUndang-Undang Bidang Keuangan Negara. [State Finance Principle inthe Bill of State Finance]. Jakarta.

Ministry of Finance. 2002. The White Paper Reform of Public FinancialManagement System in Indonesia: Principles and Strategy. PublicationSeries 2002/KPMK/VII/MK/003

115

Page 116: Draft Final Policy Paper-MIH

Ministry of Finance and Bappenas. 2009. Pedoman PenerapanPenganggaran Berbasis Kinerja. [Principles of Performance BasedBudgeting Enactment]. Jakarta

Ministry of Finance and Bappenas. 2009. Pedoman RestrukturisasiProgram and Kegiatan. [Principles of Program and ActivitiesRestructuring]. Jakarta

Mercer, J. 2002. Performance Budgeting at Federal Agencies: A Framework.

Nordiawan, Deddi. 2006. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit SalembaEmpat, Jakarta.

Rhee, Dong-.Young. 2009. Performance-Based Budgeting: Reality Or Rhetoric?Dissertation submitted to the Graduate School Newark Rutgers,The State University of New Jersey. Dissertation submitted toGraduate School-Newark Rutgers, The State University of NewJersey.

Robinson, M. & Brumby, J. 2005. Does performance budgeting work?An analytical review of the empirical literature. IMF WorkingPaper SeriesIMF Working Paper Series

Rodriguez, A. & Bijotat, F. 2003. Performance measurement,strategic planning, and performance-based budgeting inIllinois Local and Regional Public Airports. Public WorksManagement & Policy, 8: 132-145.

Sancoko, Bambang, Djang Tjik A.S, Noor Cholis Madjid, Sumini danHery Triatmoko. 2008. Kajian Terhadap Penerapan PenganggaranBerbasis Kinerja di Indonesia. Hasil Riset Empiris Badan Pendidikan danPelatihan Keuangan, Jakarta

Young, R.D. 2003. Performance-based budget systems. Public Policy &Practice, January 2003 17

The Performance Based Management Handbook. 2001. Establishing andMaintaining a Performance Based Management Program. Training Resources

116

Page 117: Draft Final Policy Paper-MIH

and Data Exchange Performance-Based Management SpecialInterest Group.

Van, Doreen, Bouckaert, G., and Halligan, J. 2010.PerformanceManagement in the Public Sector. Routledge, New York.

Wahyuni, Trisacti. 2006. Penganggaran Berbasis Kinerja pada Kementerian/Lembaga: Masih Harus Banyak Berbenah. http://www.bpkp.go.id/warta

LAMPIRAN

Profil Responden

Responden diklasifikasi ke dalam pria dan wanita. Jumlah

responden pria adalah 102 orang; sementara jumlah responden

wanita adalah 45 orang. Umur responden berkisar antara 25 tahun

sampai 55. Umur responden yang kurang dari 25 adalah 1orang; umur

yang berkisar antara 25-30 adalah 33 orang; umur yang berkisar

antara 31-35 adalah 15 orang; umur yang berkisar 36-40 adalah 18

orang; umur yang berkisar 41-45 adalah 21 orang; umur yang

berkisar antara 46-50 adalah 32 orang dan umur yang berkisar

51-55 adalah 22 orang dan lebih dari 55 tahun ada 5 orang.

Kebanyakan responden berasal dari eselon IV.

117

Page 118: Draft Final Policy Paper-MIH

Masing-masing K/L diharapkan dapat disurvei masing-masing 50

responden. Dengan demikian, akan terkumpul sejumlah 300 responden

Survei KAP. Jumlah sampel 300 adalah target maksimal riset ini.

Namun tidak menutup kemungkinan ada penyesuaian jumlah responden

berdasarkan target yang lebih realistis adalah lebih kurang

separuh dari target maksimal. Penyesuaian jumlah responden juga

telah didiskusikan dengan mentor riset ini dari Urban Insttute –

Dr.Jamie Boex- yang menegaskan target separuh dari total target

responden merupakan target yang realistis.

Total responden yang berhasil diwawancarai berjumlah total 147

orang terdiri atas:

o Kementerian Keuangan sejumlah 43 orang yang berasal dari 7

unit eselon 1 (Sekjen, Itjen, Bea Cukai, Pengelolaan Utang,

Perimbangan Keuangan, Badan Kebijakan Fiskal, dan Dirjen

Anggaran).

o Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sejumlah 26 orang

responden yang berasal dari 10 unit eselon 1 mencakup

Sekjen, Itjen, Badan Pembinaan SDM, Pusat Pengembangan

Bahasa, Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar,

Pendidikan Menengah, Pendidikan Tinggi, Dirjen Kebudayaan

dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud.

o Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas)

sejumlah 8 responden yang terdiri dari Deputi Evaluasi

Kinerja Pembangunan 3 orang dan Inspektorat Utama Bappenas 5

orang.

118

Page 119: Draft Final Policy Paper-MIH

o Kementerian Hukum dan HAM sejumlah 48 orang responden yang

berasal dari 2 unit eselon 1 yaitu Dirjen Hak Asasi Manusia

dan Dirjen Lembaga Pemasyarakatan

o Kementerian Perhubungan sejumlah 22 orang responden yang

terdiri dari 2 unit eselon 1 yaitu Sekjen Kemenhub dan

Dirjen Perkeretaapian.

o Kementerian Sosial sejumlah 7 orang responden yang terdiri

dari 1 unit eselon 1 yaitu Dirjen Rehabilitasi Sosial.

Survei KAP 1 melibatkan 34 orang responden dari 3 K/L (Kemenkeu,

Kemdikbud dan Kemenkumham), survey KAP 2 awal melibatkan 108

responden dari 4 K/L (Kemenkeu, Kemdikbud, Kemenkumham dan

Bappenas). Untuk survey KAP 2 akhir ini melibatkan 147 orang

responden dari 6 K/L yang menjadi sampel riset ini.Periode survei

adalah Maret – September 2013. Kementerian pertama yang

diwawancari adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan cq

Dirjen Kebudayaan. Untuk Kementerian terakhir yang diwawancarai

adalah Kementerian Perhubungan cq. Dirjen Perkeretaapian. Metode

survey KAP adalah survei satu-satu atau one-on-one survey interview.

Profil Responden

No Aspek Dimensi Jumlahresponden

1. Kementerian/Lembaga

o Ditjen Kebudayaan

o Itjen Kemenkeu

o Dirjen HAM

5

2

19

119

Page 120: Draft Final Policy Paper-MIH

No Aspek Dimensi Jumlahresponden

o Dirjen Bea Cukai

o Sekjen Kemenkeu

o Dirjen Pendidikan Menengah

o Deputi Evaluasi Kinerja Pembangunan

o Itjen Bappenas

o Dirjen Pengelolaan Utang

o Dirjen Lembaga Pemasyarakatan

o Dirjen Pendidikan Tinggi

o Dirjen Pembinaan dan Pelayanan Bahasa

o Dirjen Perimbangan Keuangan

o Dirjen Pendidikan Dasar

o Badan Kebijakan Fiskal

o Dirjen Anggaran

o Itjen Kemdikbud

o BPSDM Kemdikbud

o Sekjen Kemdikbud

o Balitbang Kemdikbud

o Dirjen Pendidikan Anak UsiaDini

7

9

5

3

5

11

29

2

1

1

2

2

4

1

1

1

2

4

1

120

Page 121: Draft Final Policy Paper-MIH

No Aspek Dimensi Jumlahresponden

o Sekjen Kemenhub

o Dirjen Rehabilitasi Sosial

o Dirjen Perkeretaapian

7

21

2. Jenis Kelamin o Laki-Laki

o Perempuan

102

45

3. Usia Responden o < 25 tahun

o 25 – 30 tahun

o 31 – 35 tahun

o 36 – 40 tahun

o 41 – 45 tahun

o 46 – 50 tahun

o 51 – 55 tahun

o > 55 tahun

1

33

15

18

21

32

22

5

4. Eselon o Satu

o Dua

o Tiga

o Empat

o Non Eselon/Staf

0

5

22

58

62

121

Page 122: Draft Final Policy Paper-MIH

No Aspek Dimensi Jumlahresponden

5. Bidang Tugas o Manajer/Pimpinan

o Perencanaan

o Keuangan

o Anggaran

o Perencanaan dan Anggaran

o Unit Kerja

6

66

21

8

10

36

6. Pengalaman Kerja

o Tidak Menjawab

o 0 – 5 tahun

o 6 – 10 tahun

o 11- 15 tahun

o > 15 tahun

29

77

24

12

5

Sumber: Hasil pengolahan data riset PPPI (2013)

122