Top Banner
DRAFT PROGRAM KETAHANAN PANGAN DALAM PERSPEKTIF KEKESRAAN I. PENDAHULUAN 1. Kebutuhan Pangan 2. Ketahanan Pangan 3. Masalah-masalah Ketahanan Pangan II. PRODUKSI PANGAN 1. Produksi Pangan Dunia 2. Produksi Pangan Nasional 3. Produksi Pangan dan Kesejahteraan Masyarakat 4. Masalah-masalah Produksi Pangan III. DISTRIBUSI PANGAN 1. Pola Distribusi Pangan 2. Distribusi Pangan dan Kesejahteraan Masyarakat 3. Masalah-masalah Distribusi IV. DIVERSIFIKASI PANGAN V. AKSESIBILITAS PANGAN 1. Faktor-faktor yang Mempengaruri Aksesibilitas Pangan 2. Aksesibilitas Pangan dan Kesejahteraan Masyarakat 3. Masalah-masalah Aksesibilitas Pangan VI. PENYELESAIAN MASALAH KETAHANAN PANGAN 1. VII. KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL 1.
320

DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Mar 29, 2019

Download

Documents

hoangtuyen
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

DRAFTPROGRAM KETAHANAN PANGAN DALAM PERSPEKTIF KEKESRAAN

I. PENDAHULUAN1. Kebutuhan Pangan2. Ketahanan Pangan3. Masalah-masalah Ketahanan Pangan

II. PRODUKSI PANGAN1. Produksi Pangan Dunia2. Produksi Pangan Nasional3. Produksi Pangan dan Kesejahteraan Masyarakat4. Masalah-masalah Produksi Pangan

III. DISTRIBUSI PANGAN1. Pola Distribusi Pangan2. Distribusi Pangan dan Kesejahteraan Masyarakat3. Masalah-masalah Distribusi

IV. DIVERSIFIKASI PANGAN

V. AKSESIBILITAS PANGAN1. Faktor-faktor yang Mempengaruri Aksesibilitas Pangan2. Aksesibilitas Pangan dan Kesejahteraan Masyarakat3. Masalah-masalah Aksesibilitas Pangan

VI. PENYELESAIAN MASALAH KETAHANAN PANGAN1.

VII. KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL1.

Page 2: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Bab 1PENDAHULUAN

1. KEBUTUHAN PANGAN DAN GIZI

Pangan merupakan kebutuhan dasar dan merupakan hak azazi bagi setiap

manusia. Oleh sebab itu, upaya pemenuhan kebutuhan pangan harus dilaksanakan

secara adil dan merata bagi seluruh penduduk Indonesia (Sawit, 2000 dalam

Widowati, 2003). Fakta menunjukkan bahwa bencana kelaparan pada suatu

negara dapat merambah ke ranah politik dan dapat menjadi penyebab jatuhnya

suatu rezim pemerintahan. Oleh karena itu upaya penyediaan bahan pangan harus

mendapatkan prioritas utama guna mewujudkan ketahanan pangan.

Berdasarkan definisi ketahanan pangan dari FAO (1996) dan UU RI No. 7

tahun 1996, yang mengadopsi definisi dari FAO, ada 4 komponen yang harus

dipenuhi untuk mencapai kondisi ketahanan pangan yaitu: 1) kecukupan

ketersediaan pangan, 2) stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi dari musim

ke musim atau dari tahun ke tahun, 3) aksesibilitas/keterjangkauan terhadap

pangan, serta 4) kualitas/keamanan pangan.

Menurut Undang-Undang Pangan Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan,

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang

diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman

bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan makanan, bahan baku pangan

dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau

pembuatan makanan atau minuman. Ketahanan pangan adalah kondisi

terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan

yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.

Ketahanan pangan berkaitan dengan ketersediaan pangan, yaitu tersedianya

pangan dari hasil produksi dalam negeri atau sumber lainnya.

Page 3: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Dalam kurun waktu sepuluh tahun pola konsumsi pangan masyarakat

Indonesia berubah cenderung lebih banyak mengkonsumsi beras dan terigu.

Menurut data susenas telah terjadi peningkatan konsumsi terigu sebesar 3

kg/kap/thn dalam kurun waktu satu tahun (2006–2007). Terjadi perubahan pola

konsumsi ke arah beras dan terigu. Sementara cara pandang masyarakat terhadap

sumber pangan pokok dalam kurun waktu 25 tahun kebelakang seolah-olah

digiring kedalam pandangan yang lebih sempit bahwa sumber pangan pokok

masyarakat hanya beras. Buktinya seluruh pegawai pemerintah memperoleh

pembagian beras sebagai sumber bahan pangan pokoknya, tanpa memandang asal

daerah. Walaupu daerah tersebut memiliki bahan pangan pokok lokal selain beras

(Histifarina, 2008).

Data lain menujukkan bahwa sampai saat ini upaya pemenuhan konsumsi

kalori dan protein bangsa Indonesia masih didominasi oleh kelompok padi-padian,

sedangkan kelompok umbi-umbian dan kacang-kacangan masing-masing

kontribusinya masih sangat rendah. Pada tahun 2004 dari konsumsi 1986 kalori,

1024 kalori (51%) dipenuhi dari padi-padian, sedangkan umbi-umbian dan

kacang-kacangan hanya menyumbang 56 dan 64 kalori atau 3,36% dan 3,13%.

Demikian juga teradap konsumsi protein sebagian besar (44%) dipenuhi dari padi-

padian. Umbi-umbian hanya memberi sumbangan sebesar 0,9% dan 10,10%

(Kasno, Saleh, dan Ginting, 2006). Sampai saat ini upaya pemenuhan kalori bagi

masyarakat Indonesia masih didominasi beras (151,00 kg per kepala per tahun)

(Tabel 1). Angka tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara dengan urutan

kedua setelah Bangladesh dalam konsumsi beras.

Tabel 1. Konsumsi padi-padian di beberapa wilayah dunia tahun 1997-1999 (dalam kg per kepala per tahun)

Wilayah Gandum Beras Jagung Sorgum Millet

Amerika Tengah dan Utara 70,90 10,80 40,10 1,20 0,00

Amerika Serikat 86,80 8,60 13,80 1,10 0,00

Amerika Tengah 37,10 9,40 112,10 1,80 0,00

Amerika Selatan 55,50 31,80 21,80 0,00 0,00

Page 4: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Brazil 47,40 39,50 18,00 0,00 0,00

Eropa Barat 97,60 4,80 5,80 0,00 0,00

Rusia 131,70 4,90 0,30 0,00 2,90

Afrika 46,30 17,80 41,40 19,50 12,90

Sekitar sahara 15,90 17,50 38,90 24,90 16,90

Asia 69,90 86,40 13,90 2,80 3,00

Cina 82,60 91,60 19,70 1,10 0,80

India 57,30 75,80 8,80 8,00 9,10

Indonesia 16,30 151,00 34,40 0,00 0,00

Bangladesh 19,00 161,00 0,30 0,00 0,40

Pasifik 66,90 15,20 3,40 0,60 0,00

Rata-rata Dunia 70,80 57,80 19,00 4,30 3,50

Sumber: Champagne (2003)Bila dilihat dari komposisi gizi, umbi-umbian terutama ubi jalar diketahui

memiliki nilai kalori dan protein yang setara dengan beras (Tabel 2). Bertolak

pada angka kecukupan gizi (AKG), maka sesungguhnya ubi jalar tersebut dapat

digunakan sebagai suplemen beras dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan

kalori.

Tabel 2. Komposisi energi, protein, lemak dan karbohidrat dari beragai macam tepung (dalam 100 g)

No. Jenis Tepung Energi (kkal)

Protein (g) Lemak (g)

Karbohidrat (g)

1. Beras 364 7,0 0,5 80,0

2. Singkong 359 2,9 0,7 84,9

3. Ubijalar putih 355 5,2 2,0 80,6

4. Ubijalar merah

363 5,3 2,1 83,3

5. Ubijalar ungu 337 4,9 1,9 76,4

6. Tales 186 3,6 0,4 45,0

7. Kacang hijau 389 23,7 1,3 45,0

8. Kacang 410 27,5 1,3 73,9

Page 5: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

tunggak

9. Kedelai 40,0 20,0 35,0

Sumber: Marudut dan Sundari (2000) dalam Kasno, Saleh, dan Ginting (2006)

Upaya pemenuhan kebutuhan kalori yang hanya bertumpu pada beras dan

tepung terigu akan berdampak pada tingkat ketahanan pangan masyarakat yang

rentan, sehingga masalah ikutan dari rendahnya ketahanan pangan masyarakat

dapat menimbulkan masalah lain yang lebih serius. Selain itu juga dapat

menyebabkan negara kita masuk kedalam ”perangkap pangan” atau food trap

negara maju. Food Trap dapat menjadi salah satu faktor yang menggerogoti

devisa negara dan membawa bangsa ini menjadi pengimpor pangan terbesar di

dunia. Sebagai ilustrasi, semenjak Amerika Serikat memberikan bantuan gandum

dalam jumlah besar, dan diikuti dengan dibangunnya pabrik gandum terbesar

sedunia di Indonesia, kita menjadi bangsa yang terjajah oleh gandum. Mie dan roti

pun seakan tak lepas dari kehidupan kita sehari-hari. Padahal gandum sebagai

bahan dasar tepung terigu hingga saat ini belum bisa dibudidayakan secara

komersial di Indonesia.

Negara Indonesia dengan wilayah yang sangat luas diketahui memiliki

ketersediaan bahan pangan yang beragam, dari satu wilayah ke wilayah lainnya,

baik bahan pangan sumber karbohidrat, protein, lemak, vitamin maupun mineral.

Iklim tropis di Indonesia menjadikan wilayah Indonesia sangat kaya akan sumber

bahan pangan pokok selain beras. Misalnya, potensi umbi-umbian dan serealia

yang beragam sebagai sumber karbohidrat dapat tumbuh dengan subur dan

beragam jenisnya seperti; ubi jalar, ubi kayu, gembili, garut, ganyong dan lain-

lain. Apabila ditinjau dari segi nutrisi, tanaman umbi-umbian mempunyai nilai

nutrisi yang rendah dibandingkan dengan beras maupun kacang-kacangan,

terutama kandungan protein dan lemak, namun cukup tinggi pada kandungan

karbohidratnya. Oleh karena itu upaya pemenuhan kebutuhan pangan bagi

penduduk Indonesia yang hidup dalam lingkungan yang majemuk dan memiliki

anekaragam kebudayaan dan potensi sumber pangan spesifik, strategi

pengembangan pangan perlu diarahkan pada potensi sumberdaya pangan wilayah.

Page 6: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Penganekaragaman pangan (diversifikasi pangan) merupakan salah satu

jalan keluar yang cukup rasional untuk memecahkan masalah pemenuhan

kebutuhan pangan (khususnya sumber karbohidrat). Menurut Widowati (2003),

melalui penataan pola makan yang tidak tergantung pada satu sumber pangan,

memungkinkan masyarakat dapat menetapkan pangan pilihan sendiri,

membangkitkan ketahanan pangan keluarga masing-masing, yang berujung pada

peningkatan ketahanan pangan nasional.

Menurut Kasno, Saleh, dan Ginting (2006) salah satu indikator tingkat

kesejahteraan penduduk adalah tingkat kecukupan gizi yang lazim disajikan dalam

kalori dan protein. Berdasarkan Hasil Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi ke

IV (tahun 1998) ditetapkan patokan kecukupan konsumsi kalori dan

protein/kapita/hari masing-masing adalah 2050 kalori dan 44 g protein (BPS

1999). Pada tahun 2004, rata-rata nasional konsumsi kalori dan protein per kapita

per hari adalah 1.986 kalori dan 54,65 g protein (BPS 2004). Hal tersebut berarti

bahwa kebutuhan kalori masih berada di bawah batas kecukupan, sedangkan

proteinnya sudah di atas standar. Apabila kecukupan gizi tahun 2004 tersebut

dibandingkan dengan tahun 1996 (sebelum terjadi krisis ekonomi), maka terlihat

bahwa rata-rata konsumsi kalori tahun 2004 masih di bawah tahun 1996. Hal

tersebut menunjukkan bahwa dari sisi konsumsi kalori dan protein, hingga tahun

2004 krisis tersebut belum pulih sepenuhnya.

Menurut Budianto (2000) krisis moneter dan ekonomi yang melanda

Indonesia sejak 1997 mengakibatkan makin rapuhnya ketahanan pangan, karena

aksesibilitas pangan yang makin merosot. Hal ini disebabkan karena makin

meningkatnya jumlah pengangguran, penduduk miskin bertambah, pendapatan riil

masyarakat menurun dan terjadi peningkatan harga pangan di pasar.

Pembangunan pangan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan

produktivitas sumberdaya manusia merupakan bagian yang tak terpisahkan dari

pembangunan nasional secara keseluruhan. Pemenuhan kebutuhan pangan harus

dilakukan mengingat pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Oleh karena

itu, upaya pemenuhan kebutuhan pangan harus dilakukan secara adil dan merata

buat kesejahteraan seluruh penduduk Indonesia (Sawit 2000). Pengkajian dan

Page 7: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

penggalian peran bahan. Penurunan ketahanan pangan di Indonesia juga

diakibatkan oleh menurunnya kemampuan pemenuhan kebutuhan beras dalam

negeri karena berbagai hal. Jumlah penduduk yang kini mencapai 219,20 juta jiwa

dengan laju pertumbuhan 1,34% per tahun (BPS 2004) dan tingkat konsumsi

beras per kapita sebesar 151,0 kg merupakan tantangan yang tidak ringan.

Sementara produksi padi dihadapkan pada masalah penciutan lahan, penurunan

kualitas lahan, terjadi levelling-off dari peningkatan produktivitas dan berbagai

masalah lain (Budianto 2000).

Sejalan dengan upaya peningkatan produksi padi, penganekaragaman/

diversifikasi pangan merupakan alternatif yang paling rasional untuk memecahkan

permasalahan kebutuhan pangan (khususnya karbohidrat). Penataan pola makan

yang tidak tergantung pada satu sumber pangan (padi), memungkinkan

tumbuhnya ketahanan pangan pada masing-masing keluarga yang pada akhirnya

dapat meningkatkan ketahanan pangan nasional.

Umbi-umbian merupakan tanaman tradisional yang sudah dikenal

masyarakat sejak lama sebagai sumber pangan (karbohidrat) yang dapat

diandalkan sebagai komplemen dan suplemen kebutuhan akan beras. Akibat krisis

ekonomi sejak 1997 telah mengubah pola makan penduduk yang diindikasikan

dengan meningkatnya konsumsi ubi kayu dari 28,16 kalori/kapita/hari pada tahun

1996 menjadi 34,96 kalori/kapita/hari pada tahun 1999 (BPS 1999).

2. KETAHANAN PANGAN

Pentingnya penciptaan ketahanan pangan sebagai wahana penguatan

stabilitas ekonomi dan politik, jaminan ketersediaan pangan dengan harga yang

terjangkau dan menjanjikan untuk mendorong peningkatan produksi. Pemenuhan

pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata dan

Page 8: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

terjangkau oleh seluruh rumah tangga merupakan sasaran utama dalam

pembangunan ekonomi. Permintaan pangan yang meningkat seiring dengan

pertumbuhan penduduk, mendorong percepatan produksi pangan dalam rangka

terwujudnya stabilisasi harga dan ketersediaan pangan, sehingga ketahanan

pangan sangat terkait dengan kemampuan pemerintah untuk menjaga stabilisasi

penyediaan pangan serta daya dukung sektor pertanian.

Namun kepadatan penduduk yang diperkuat dengan penyusutan areal

tanam, khususnya penurunan luas lahan pertanian produktif akibat konversi lahan

untuk kepentingan sektor non-pertanian, serta kecilnya margin usaha tani yang

berkonsekuensi pada rendahnya motivasi petani untuk meningkatkan produksi,

serta adanya kendala dalam distribusi pangan sebagai akibat keterbatasan

jangkauan jaringan sistem transportasi, ketidaktersediaan produk pangan sebagai

akibat lemahnya teknologi pengawetan pangan, diperkuat lagi dengan kakunya

(rigid) pola konsumsi pangan sehingga menghambat upaya pencapaian

kemandirian/ketahanan pangan. Kondisi yang demikian tersebut makin

memperpanjang fenomena kemiskinan dan ketahanan pangan yang dihadapi.

Berdasarkan peta orang lapar yang dibuat oleh Food and Agricultural

Organization (FAO), hampir di seluruh wilayah Indonesia termasuk daerah rawan

pangan atau miskin. Sementara itu, Undang-undang No. 7 tahun 1996 tentang

Pangan, pada pasal 1 ayat 17, menyebutkan bahwa ketahanan pangan adalah

kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang tercermin dari tersedianya

pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau.

Dalam UU ini, ketahanan pangan ditujukan kepada kebutuhan rumah

tangga, karena asumsi bahwa rumah tangga adalah bentuk kesatuan masyarakat

terkecil di Indonesia. Bandingkan definisi ini dengan pengertian food security

(ketahanan pangan) yang tertera dalam Rome Declaration and World Food

Summit Plan of Action, yaitu: “food security exists when all people, at all times,

have access to sufficient, safe and nutritious food to meet their dietary needs for

an active and healthy life”.

Page 9: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Dengan demikian, ketahanan pangan dihasilkan oleh suatu sistem ketahanan pangan yang terdiri tiga subsistem, yaitu: (1) ketersediaan pangan dalam jumlah dan jenis yang cukup untuk seluruh masyarakat, (2) distribusi pangan yang lancar dan merata, dan (3) keterjangkauan pangan setiap individu yang memenuhi kecukupan gizi dan kaidah kesehatan. Permasalahan dalam mencapai ketahanan pangan adalah ketidakseimbangan antara ketersediaan dengan keterjangkauan.

Kondisi saat ini, pemenuhan pangan sebagai hak dasar masih merupakan

salah satu permasalahan mendasar dari permasalahan kemiskinan di Indoensia.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009 menggambarkan

masih terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, yaitu belum terpenuhinya pangan

yang layak dan memenuhi syarat gizi bagi masyarakat miskin, rendahnya

kemampuan daya beli, masih rentannya stabilitas ketersediaan pangan secara

merata dan harga yang terjangkau, masih ketergantungan yang tinggi terhadap

makanan pokok beras, kurangnya diversifikasi pangan, belum efisiensiennya

proses produksi pangan serta rendahnya harga jual yang diterima petani, masih

ketergantungan terhadap import pangan.

Data yang digunakan MDGs dalam indikator kelaparan, hampir dua-

pertiga dari penduduk Indonesia masih berada di bawah asupan kalori sebanyak

2100 kalori perkapita/hari. Hal ini menunjukan bahwa permasalahan kecukupan

kalori, di samping menjadi permasalahan masyarakat miskin, ternyata juga

dialami oleh kelompok masyarakat lainnya yang berpendapatan tidak jauh di atas

garis kemiskinan.

Ditinjau dari ketersediaan dan keterjangkauan secara agregat penduduk Indonesia tampak tergolong tahan pangan, namun masih ditemukan rumah tangga rawan pangan di semua propinsi dengan proporsi yang relatif tinggi. Rumah tangga rawan pangan didefinisikan sebagai rumah tangga dengan

Page 10: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

konsumsi energi (ekivalen orang dewasa) ≤ 80% dari angka kecukupan energi dan dengan pangsa pengeluaran pangan > 60% dari total pengeluaran rumah tangga. Berdasarkan data SUSENAS yang tertuang dalam Nutrition Map of Indonesia tahun 2006, jumlah penduduk rawan pangan terendah ada di propinsi Bali yaitu sebesar 4,8 persen, dan tertinggi di DIY yaitu mencapai 20,0 persen (Tabel 5). Proporsi penduduk rawan pangan di semua provinsi masih di atas 10 persen, kecuali di provinsi Sumbar, Bali dan NTB. Bahkan di semua propinsi yang merupakan sentra produksi pangan seperti propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Selatan, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan proporsi penduduk rawan pangannya cukup tinggi.

Pola konsumsi yang relatif sama antar individu, antar waktu, dan antar daerah, mengakibatkan adanya masa-masa defisit dan lokasi-lokasi defisit pangan. Mekanisme pasar dan distribusi pangan antar lokasi serta antar waktu dengan mengandalkan ‘stok’ akan berpengaruh pada keseimbangan antara ketersediaan dan keterjangkauan, serta pada harga yang terjadi di pasar.

Faktor keseimbangan yang terefleksi pada harga sangat berkaitan dengan daya

beli rumah tangga terhadap pangan. Dengan demikian, meskipun komoditas

pangan tersedia di pasar, namun apabila harga terlalu tinggi dan tidak terjangkau

daya beli rumah tangga, maka rumah tangga tidak akan dapat mengakses pangan

yang tersedia.

Dalam rangka melihat kemandirian pangan di Jawa Timur, maka

dilakukan peramalan sampai tahun 2030. Asumsi yang digunakan disajikan dalam

Tabel sebagai berikut:

Tabel 7Asumsi Dalam Peramalan Neraca Pangan Jawa Timur

Komoditi Produksi KonsumsiPadi Luas panen menurun setiap tahun 0.2 %/tahun

akibat adanya konversi lahan ke non pertanian. Produktifitas padi 5,34 ton/ha, konservasi padi ke

Jumlah penduduk meningkat dengan laju 0,83367 % pertahunKonsumsi beras 109,22 kg/kapita/tahun

Page 11: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

beras 0,62418Jagung Luas panen menurun setiap tahun 0.237 %/tahun.

Produktifitas 3,645 ton/haJumlah penduduk meningkat dengan laju 0,83367 % pertahunKonsumsi 6.44 kg/kapita/tahun

Kedele Luas panen menurun setiap tahun 0.237 %/tahun. Produktifitas 1,3 ton/ha

Jumlah penduduk meningkat dengan laju 0,83367 % pertahunKonsumsi 10,93 kg/kapita/tahun

Ubikayu Luas panen menurun setiap tahun 0.2 %/tahun. Produktifitas 15,9 ton/ha

Jumlah penduduk meningkat dengan laju 0,83367 % pertahunKonsumsi 19,52 kg/kapita/tahun

Daging Produksi daging total naik dengan laju 5,296 %/tahun

Jumlah penduduk meningkat dengan laju 0,83367 % pertahunKonsumsi 2,4 kg/kapita/tahun

Telur Produksi telur naik dengan laju 5,296 %/tahun Jumlah penduduk meningkat dengan laju 0,83367 % pertahunKonsumsi 5,42 kg/kapita/tahun

Susu Produksi susu naik dengan laju 5, 748 % Jumlah penduduk meningkat dengan laju 0,83367 % pertahunKonsumsi 1,52 kg/kapita/tahun

Ikan Produksi ikan naik dengan laju 2, 589 % Jumlah penduduk meningkat dengan laju 0,83367 % pertahunKonsumsi 12,24 kg/kapita/tahun

Berdasarkan kondisi di atas beberapa skenario ke depan dilakukan dalam

upaya mewujudkan kemandirian pangan Jawa Timur. Secara rinci tingkat

kemandirian pangan Jawa Timur diuraikan sebagai berikut:

1. Beras

Jawa Timur merupakan propinsi penyangga beras nasional. Sejalan

dengan pertambahan jumlah penduduk akan meningkatkan konsumsi beras, di

sisi lain akan terjadi konversi lahan sehingga menyebabkan ketersediaan beras

akan semakin berkurang. Hasil peramalan di Jawa Timur disajikan dalam gambar

berikut.

Gambar 4Ramalan Kemandirian Beras di Jawa Timur

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

2015

2016

2017

2018

2019

2020

2021

2022

2023

2024

2025

2026

2027

2028

2029

2030

2031

ribu

ton

produksi Konsumsi

Page 12: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Gambar di atas menunjukkan bahwa produksi beras Jawa Timur terus

menurun sejalan dengan penurunan luas tanam, sementara konsumsi beras

terus meningkat. Jawa Timur diramalkan akan mengalami devisit beras pada

tahun 2028 jika tidak ada intervensi pemerintah. Usaha- usaha yang dapat

ditempuh untuk mengatasi keadaan demikian adalah: 1) Menekan laju konversi

lahan khususnya untuk areal pertanam,an padi; 2) Meningkatkan produktifitas

padi; 3)Melakukan diversifikasi pangan untuk menekan konsumsi beras yang

saat ini relatif cukup tinggi

2. Jagung

Jawa Timur termasuk pemasuk jagung pada daerah lain cukup besar.

Estimasi neraca pangan jagung di masa datang sebagaimana disajikan dalam

gambar berikut.

Gambar 5Ramalan Kemandirian Jagung di Jawa Timur

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

4500

5000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

2015

2016

2017

2018

2019

2020

2021

2022

2023

2024

2025

2026

2027

2028

2029

2030

2031

ribu

ton

produksi konsumsi

Ramalan kemandirian Jagung di Jawa Timur relatif cukup mantap.

gambar di atas menunjukkan bahwa produksi jagung Jawa Timur relatif stabil,

begitu juga dengan konsumsinya. Produksi jagung jauh lebih besar dari

konsumsinya sehingga Jawa Timur terus akan terjadi surplus jagung. Oleh

karena itu usaha-usaha pengendalian harga serta usaha mencari pasar baru patut

dilakukan agar petani jagung dapat memanfaatkan dari hasil surplus jagung

yang terjadi.

3. Kedelai

Page 13: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Berbeda dengan jagung, ramalan kemandirian tentang kedele di Jawa

Timur justru akan terjadi defisit yang semakin meningkat. Gambar di bawah

menunjukkan bahwa produksi kedele Jawa Timur relatif terjadi penurunan,

sebaliknya konsumsinya terus mangalami peningkatan. Usaha-usaha yang dapat

ditempuh untuk mengatasi keadaan demikian adalah: (a) meningkatkan luas areal

tanam dan (b) meningkatkan produktifitas.

Gambar 6Ramalan Kemandirian Kedele di Jawa Timur

0

100

200

300

400

500

600

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

2015

2016

2017

2018

2019

2020

2021

2022

2023

2024

2025

2026

2027

2028

2029

2030

2031

ribu

ton

produksi konsumsi

4. Daging

Ramalan tentang neraca pangan untuk mengukur kemandirian daging di

Jawa Timur disajikan dalam gambar berikut. Jawa Timur tampaknya di masa

datang akan surplus daging. Hal ini terjadi karena konsumsi daging per kapita di

Jawa Timur sangat rendah. Yakni sebesar 2.4 kg/kapita/tahun.

Gambar 7Ramalan Kemandirian Daging di Jawa Timur

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

2002

2004

2006

2008

2010

2012

2014

2016

2018

2020

2022

2024

2026

2028

2030

ribu

ton

produksi konsumsi

Page 14: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Sebagai gambaran pada tahun 2000, konsumsi daging unggas penduduk

Indonesia hanya 3,5 kg/kapita/tahun, sedangkan Malaysia (36,7 kg), Thailand

(13,5 kg), Fhilipina (7,6 kg), Vietnam (4,6 kg) dan Myanmar (4,2 kg)

(International Poultry, 2003). Konsumsi daging unggas penduduk Indonesia hanya

10 gram/kapita/hari, sedangkan Malaysia 100 gram/kapita/hari. Oleh karena itu

usaha-usaha perbaikan gizi masyarakat melalui peningkatan konsumsi daging

harus dilakukan.

5. Telur

Ramalan yang ada ini pada kondisi normal, dimana tidak terjadi

permasalahan yang berkaitan dengan adanya kasus flu burung ataupun kasus lain

yang mengakibatkan terjadinya penurunan produksi. Kemandirian telur di Jawa

Timur dapat ditunjukkan bahwa produksi telur jauh lebih besar dari konsumsinya

sehingga Jawa Timur terus akan terjadi surplus telur.

Gambar 8Ramalan Kemandirian Telur di Jawa Timur

0

200

400

600

800

1000

1200

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

2015

2016

2017

2018

2019

2020

2021

2022

2023

2024

2025

2026

2027

2028

2029

2030

2031

ribu

ton

produksi konsumsi

Konsumsi telur per kapita di Jawa Timur sangat rendah yakni hanya

sebesar 5, 42 kg/kapita/tahun, sedangkan Malaysia 14,4 kg, Thailand 9,9 kg dan

Filipina 6,2 kg. Mengingat telur merupakan salah satu sumber protein dan lemah

yang cukup tinggi, maka usaha-usaha meningkatkan konsumsi telur patut

dilakukan.

Page 15: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Bab 2PRODUKSI PANGAN

1. PRODUKSI PANGAN DUNIA

Terdapat 3 (tiga) hal yang menjadi sebab mengapa masalah ketahanan

pangan perlu diperbincangkan. Pertama, bahwa pangan adalah hak azasi manusia

yang didasarkan atas 4 (empat) hal berikut:

1. Universal Declaration of Human Right (1948) dan The International

Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights (1966) yang menyebutkan

bahwa “everyone should have an adequate standard of living, including

adequate food, cloothing, and housing and that the fundamental right to

freedom from hunger and malnutrition”.

2. Rome Declaration on World Food Security and World Food Summit 1996

yang ditanda tangani oleh 112 kepala negara atau penjabat tinggi dari 186

negara peserta, dimana Indonesia menjadi salah satu di antara

penandatangannya. Isinya adalah pemberian tekanan pada human right to

adequate food (hak atas pemenuhan kebutuhan pangan secara cukup), dan

perlunya aksi bersama antar negara untuk mengurangi kelaparan.

3. Millenium Development Goals (MDGs) menegaskan bahwa tahun 2015 setiap

negara teramsuk Indonesia menyepakati menurunkan kemiskinan dan

kelaparan separuhnya.

4. Hari Pangan Sedunia tahun 2007 menekankan pentingnya pemenuhan Hak

Atas Pangan.

Kedua, kondisi obyektif Indonesia masih berkutat pada masalah gizi.

Masalah gizi tersebut berakar pada masalah ketersediaan, distribusi,

keterjangkauan pangan, kemiskinan, pendidikan dan pengetahuan serta perilaku

masyarakat. Dengan demikian masalah pangan dan gizi merupakan permasalahan

Page 16: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

berbagai sektor dan menjadi tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat.

Selain itu, jumlah penduduk Indonesia yang besar dan tersebar dalam bebagai

wilayah memerlukan penanganan ketahanan pangan yang terpadu. Penanganan

ketahanan pangan dimaksud memerlukan perencanaan lintas sektor dan dengan

sasaran serta tahapan yang jelas dan terukur dalam jangka menengah maupun

panjang.

Ketiga, perubahan kondisi global yang menuntut kemandirian. Perubahan

dimaksud tercermin dari: harga pangan internasional yang mengalami lonjakan

drastis dan tidak menentu, adanya kecenderungan negara-negara yang bersikap

egois; mementingkan kebutuhannya sendiri, adanya kompetisi penggunaan

komoditas pertanian (pangan vs pakan vs energi), terjadinya resesi ekonomi

global, dan adanya serbuan pangan asing (“westernisasi diet”). Perubahan kondisi

global tersebut sangat berpotensi menjadi penyebab gizi lebih dan meningkatkan

ketergantungan pada impor.

Memperbincangkan masalah pangan tidak dapat dipisahkan dari masalah

harga pangan sebagai salah satu aspek yang mencerminkan ketersediaan atau

produksi pangan sekaligus permintaan atau konsumsi pangan. Perkembangan

harga beberapa komoditas pangan dunia, yaitu: jagung, gandum dan beras, mulai

bulan Januari 2003 sampai dengan bulan Juli 2008 ditunjukkan melalui gambar 1.

Gambar 1. Perkembangan Harga Pangan Dunia(As of September 2008)

Source: Data from FAO 2008 and IMF 2008.

Page 17: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Berdasarkan gambar 1, tingkat harga pangan yang terdiri dari: jagung,

gandum dan beras memiliki kecenderungan yang semakin meningkat.

Peningkatan harga pangan tersebut cukup drastis pada bulan Juli 2008. Di antara

harga bahan pangan, harga beras umumnya lebih tinggi (lebih mahal)

dibandingkan dua bahan pangan lainnya. Bahkan kenaikan harga beras pada bulan

Juli 2008 melebihi kenaikan harga minyak. Hal ini mengindikasikan adanya

ketergantungan dunia terhadap beras yang semakin besar: peningkatan konsumsi

beras yang relatif lebih tinggi dibandingkan ketersediaannya.

Peningkatan harga bahan pangan tidak hanya mengindikasikan

ketergantungan terhadap beras yang semakin besar tetapi lebih lanjut juga

mencerminkan kenaikan tingkat konsumsi pangan yang melebihi ketersediaannya.

Secara umum, dalam dua dasa warsa terakhir, rasio atau perbandingan cadangan

pangan dunia terhadap penggunaan atau konsumsi pangan dunia semakin

menurun. Perkembangan rasio tersebut ditunjukkan melalui gambar 2.

Gambar 2. Stok Pangan Dunia Menurun

Source: United Nations World Food Programme,2008

Page 18: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Gambar 2 menunjukkan bahwa rasio stok terhadap konsumsi pangan dunia

mendekati 15% pada tahun 2008/2009 dari di atas 35% pada tahun 1986/1987.

Pada periode tersebut, cadangan pangan dunia semakin menurun atau (dengan

kata lain) jumlah penduduk dunia yang dijamin pangannya semakin sedikit.

Penurunan rasio tersebut disebabkan tidak adanya kenaikan dalam produksi

pangan sementara jumlah penduduk dunia selalu bertambah dari tahun ke tahun.

Jumlah produksi pangan dunia yang terdiri dari: gandum, beras dan butiran

lainnya sejak 1999 sampai dengan 2007 ditunjukkan dalam gambar 3.

Gambar 3. Produksi Pangan Dunia Tidak Meningkat

Source: Data from FAO 2003, 2005-07.

Gambar 3 menunjukkan bahwa jumlah produksi gandum, beras dan butiran

lainnya hampir tidak meningkat sepanjang 1999 sampai dengan 2007. Pada

periode tersebut, produksi beras tidak meningkat dan produksi gandum meningkat

hanya sedikit. Komoditas yang mengalami peningkatan dalam jumlah produksi

adalah butiran lainnya. Hal ini berarti bahwa cadangan pangan dunia lebih banyak

disokong dari produksi butiran dibandingkan dengan gandum dan beras. Lebih

lanjut, penduduk dunia yang dijamin oleh cadangan pangan (dalam jumlah kecil)

adalah mereka yang bergantung pada butiran sebagai makanan pokok. Sedangkan

Page 19: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

mereka yang bergantung pada gandum dan beras sebagai makanan pokok tidak

dijamin oleh cadangan. Cadangan atau stok pangan dunia diperkirakan berupa

komodidas selain gandum dan beras.

Minimnya cadangan pangan dunia berpotensi menyebabkan krisis pangan di

beberapa kawasan. Negara-negara yang berisiko mengalami krisis pangan

ditunjukkan dalam gambar 4 sebagaimana yang telah disinyalir oleh Perserikatan

Bangsa Bangsa pada tahun 2008.

Gambar 4. Negara Berisiko Terkena Krisis Pangan Dunia

Source: United Nations World Food Programme,2008.

Negara-negara yang berisiko tinggi mengalami krisis pangan sebagian besar

berada kawasan di Asia Selatan dan beberapa negara di Asia Timur serta satu

negara di Asia Tenggara dan Amerika Latin. Kawasan tersebut juga menjadi

tempat negara-negara berisiko sedang mengalami krisis pangan. Selain itu,

kawasan Asia Tenggara (termasuk Indonesia) juga berisiko mengalami krisis

pangan sedang.

Secara lebih jelas, ketersediaan atau produksi pangan dan permintaan atau

konsumsi pangan, dapat disampaikan bahwa kondisi pangan dunia diperkirakan

Page 20: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

akan mengalami ketidak seimbangan pada waktu-waktu mendatang. Ketidak

seimbangan tersebut dikarenakan jumlah permintaan akan pangan yang melebihi

jumlah produksinya. Perkiraan neraca pangan dunia tahun 2025 ditunjukkan

dalam tabel 1.

Tabel 1. Perkiraan Neraca Pangan Dunia 2025

Region Population 2025

Consumption/ Capita

Demand 2025

Production 2025

Balance 2025

South Asia 2021 237 549.7 524.6 -25.1

East and Southeast Asia 2387 338 1040.9 914.0 -126.9

Latin America 690 265 217.9 171.2 -46.7

Europe 799 634 506.5 619.4 112.9

North America 410 780 319.5 558.2 238.7

World 8039 363 3046.5 2977.7 -68.8Source: www.worldbank.org

Berdasarkan perkiraan neraca pangan dunia 2025, diperkirakan akan terjadi

ketidak seimbangan (krisis) pangan dunia dimana jumlah permintaan atau

konsumsi pangan melebihi jumlah ketersediaan atau produksi pangan. Surplus

pangan dan minus pangan yang terjadi di beberapa daerah akan menyebabkan

terjadinya aliran pangan dari negara-negara surplus pangan di Eropa dan Amerika

Utara ke arah negara-negara minus pangan di Asia Selatan, Asia Timur dan Asia

tenggara, serta Amerika Latin. Perkiraan krisis pangan tersebut menyebabkan

beberapa negara mengambil tindakan kebijakan untuk melindungi produksi serta

menjamin ketersediaan pangan di dalam negeri.

Beberapa kebijakan yang ditempuh beberapa negara terkait dengan

perlindungan terhadap produksi dalam negeri dan jaminan ketersediaan pangan,

antara lain: restriksi perdagangan, liberalisasi perdagangan, subsidi konsumen,

perlindungan sosial dan kebijakan peningkatan produksi atau penawaran.

Page 21: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Berbagai kebijakan perlindungan pangan yang ditempuh beberapa negara adalah

sebagaimana yang ditunjukkan tabel 2.

Tabel 2. Kebijakan Perlindungan Pangan yang Ditempuh Beberapa Negara

Region Trade Restriction

Trade Liberaliz

Consumer Subsidy

Social Protection

Increase Supply

Asia

Bangladesh X X X XChina X X X XIndia X X X X XIndonesia X X X XMalaysia X X XThailand X X XLatin AmericaArgentina X X X XBrazil X X XMexico X X XPeru X X XVenezuela X X X XAfricaEgypt X X X XEthiopia X X X XGhana X XKenya XNigeria X X XTanzania X X X

Source: IMF, FAO, and news reports, 2007-08.

Tabel 2 menunjukkan bahwa kebijakan subsidi konsumen dan peningkatan

produksi merupakan kebijakan yang paling populer dilaksanakan. Nampaknya,

harga jual pangan yang cukup tinggi diharapkan menjadi daya tarik bari petani

untuk memproduksi pangan dalam jumlah yang lebih banyak. Pada sisi lain,

subsidi konsumen ditujukan untuk mengurangi beban konsumen karena harga

Page 22: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

pangan yang tinggi. Dua kebijakan yang dilaksanakan secara serentak tersebut,

didukung dengan kebijakan restriksi perdagangan dan perlindungan sosial

diperkirakan dapat memacu pertumbuhan produksi pangan di dalam negeri lebih

tinggi. Namun demikian, kebijakan liberalisasi perdagangan yang diupayakan

oleh negara-negara yang memiliki proses produksi pangan efisien dapat menjadi

kemandirian pangan di negara-negara dengan proses produksi tidak efisien.

Efisiensi berarti harga jual produk lebih rendah yang menyebabkan petani-petani

dengan proses produksi tidak efisien enggan berproduksi karena outputnya tidak

laku di pasar (internasional).

Page 23: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

2. PRODUKSI PANGAN NASIONAL

Menurut Tim Penelitian Ketahanan Pangan dan Kemiskinan dalam Konteks

Demografi, Puslit Kependudukan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),

stabilitas ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga diukur berdasarkan

kecukupan ketersediaan pangan dan frekuensi makan anggota rumah tangga

dalam sehari. Satu rumah tangga dikatakan memiliki stabilitas ketersediaan

pangan jika mempunyai persediaan pangan diatas cutting point (240 hari untuk

Propinsi Lampung dan 360 hari untuk Provinsi NTT) dan anggota rumah tangga

dapat makan 3 (tiga) kali sehari sesuai dengan kebiasaan makan penduduk di

daerah tersebut.

Dengan asumsi bahwa di daerah tertentu masyarakat mempunyai kebiasaan

makan 3 (tiga) kali sehari, frekuensi makan sebenarnya dapat menggambarkan

keberlanjutan ketersediaan pangan dalam rumah tangga. Dalam satu rumah

tangga, salah satu cara untuk mempertahankan ketersediaan pangan dalam jangka

waktu tertentu adalah dengan mengurangi frekuensi makan atau

mengkombinasikan bahan makanan pokok (misal beras dengan ubi kayu).

Penggunaan frekuensi makan sebanyak 3 kali atau lebih sebagai indikator

kecukupan makan didasarkan pada kondisi nyata di desa-desa (berdasarkan

penelitian PPK-LIPI), dimana rumah tangga yang memiliki persediaan makanan

pokok ‘cukup’ pada umumnya makan sebanyak 3 kali per hari. Jika mayoritas

rumah tangga di satu desa, misalnya, hanya makan dua kali per hari, kondisi ini

semata-mata merupakan suatu strategi rumah tangga agar persediaan makanan

pokok mereka tidak segera habis, karena dengan frekuensi makan tiga kali sehari,

kebanyakan rumah tangga tidak bisa bertahan untuk tetap memiliki persediaan

makanan pokok hingga panen berikutnya.

Lebih lanjut, kombinasi antara ketersediaan makanan pokok dengan

frekuensi makan (3 kali per hari disebut cukup makan, 2 kali disebut kurang

makan, dan 1 kali disebut sangat kurang makan) sebagai indikator kecukupan

Page 24: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

pangan, menghasilkan indikator stabilitas ketersediaan pangan yang dapat dilihat

pada tabel berikut:

Tabel 1 : Penetapan Indikator Stabilitas Ketersediaan Pangan di Tingkat Rumah Tangga (dengan contoh Kabupaten di Provinsi Lampung dan NTT)

Kecukupan ketersediaan pangan

Frekuensi makan anggota rumah tangga

> 3 kali 2 kali 1 kali

> 240 hari

> 360 hari

Stabil Kurang stabil Tidak stabil

1 – 239 hari

1 – 364 hari

Kurang stabil Tidak stabil Tidak stabil

Tidak ada persediaan Tidak stabil Tidak stabil Tidak stabil

Ketersediaan pangan di Indonesia tidak terpisahkan dari keberadaan lahan

pertanian yang dipergunakan untuk bercocok tanam. Khusus beras, proses

produksinya dilakukan di sawah sehingga jumlah produksi beras sangat

dipengaruhi oleh luas areal sawah yang meliputi sawah irigasi dan sawah non

irigasi. Secara keseluruhan, yaitu 8,9 juta Ha luas sawah di Indonesia, sebagian

besar, yaitu 7,3 juta Ha atau 82,16% luas areal sawah merupakan sawah irigasi.

Sebagian kecil, yaitu 1,6 juta Ha atau 17,84% sisanya berupa sawah non irigasi.

Penyebaran luas sawah di Indonesia ditunjukkan dalam gambar 1.

Page 25: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Gambar 1. Penyebaran Luas Sawah di Indonesia

Sumber : Nuhfil Hanani AR, Ketahanan Pangan: Sub Sistem Ketersediaan, Makalah Workshop I Ketahanan Pangan di Jawa Timur, 2009.

Berdasarkan gambar 1, luas sawah di Indonesia terkonsentrasi di pulau

Jawa. Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DI Yogyakarta dan DKI

Jakarta. Pulau Jawa memiliki luas sawah 3,6 juta Ha atau 40,5% dari luas sawah

Indonesia. Sebagian besar, yaitu 3,1 juta Ha atau 85,6% dari luas sawah di pulau

Jawa tersebut berupa sawah irigasi dan sebagian kecil, yaitu 0,5 juta Ha atau

14,4% sisanya berupa sawah non irigasi.

Pulau dengan luas sawah terkecil adalah kepulauan Maluku yang terdiri

dari propinsi Maluku dan Maluku Utara. Kepulauan tersebut hanya memiliki luas

sawah 0,2 juta Ha atau 2,2% dari luas sawah Indonesia yang keseluruhannya

berupa sawah irigasi. Sempitnya luas sawah ini berpeluang menyebabkan

kepulauan Maluku menjadi tidak mandiri dalam memenuhi kebutuhan akan beras.

Dengan kata lain, kepulauan Maluku menjadi pasar bagi produsen beras nasional.

Luas sawah yang sebagian besar berada di pulau Jawa sebagaimana

diutarakan di atas menunjukkan penyebaran luas sawah yang tidak merata atau

Page 26: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

terkonsentrasi di satu pulau, yaitu pulau Jawa. Hal ini berpengaruh terhadap

penyediaan beras nasional dimana pulau Jawa merupakan penghasil beras terbesar

dan menjadi supplier beras untuk daerah-daerah lainnya, misalnya kepulauan

Maluku. Penyediaan beras dari daerah surplus ke daerah minus dimaksud

menunjukkan arah arus distribusi beras. Arus distribusi beras dari daerah surplus

atau sentra produksi ke daerah minus atau defisit ditunjukkan dalam gambar 2.

Gambar 2. Arus Distribusi Beras dari Sentra Produksi ke Daerah DefisitSumber : Nuhfil Hanani AR, Ketahanan Pangan: Sub Sistem Ketersediaan,

Makalah Workshop I Ketahanan Pangan di Jawa Timur, 2009.

Tidak dapat dipungkiri bahwa bahan makanan pokok hampir seluruh

penduduk Indonesia sekarang adalah beras atau padi. Penduduk Indonesia pada

kenyataannya sekarang sudah sangat bergantung pada beras. Sebagian besar

penduduk Indonesia telah mengganti makanan pokoknya menjadi beras atau padi.

Masyarakat yang makanan pokoknya dahulu berasal dari bahan jagung, gaplek,

sagu, dan lain-lain, sekarang beralih kepada bahan padi.

Berkaitan dengan ketahanan pangan, dimana diversifikasi menjadi alternatif

untuk mengatasi masalah kelangkaan dan ketergantungan yang kuat terhadap

bahan pangan beras, maka dianggap perlu untuk diketahui perkembangan

produksi bahan pangan tersebut beserta bahan pangan pengganti (substitusi),

yaitu: jagung, ketela pohon dan ubi jalar. Informasi perkembangan produksi

bahan-bahan pangan tersebut memungkinkan untuk mengetahui kondisi pangan

pokok masyarakat beserta arah diversifikasi yang semestinya dilakukan.

Keterangan:

Penjelasan Ratio :

Sentra Produksi > 1,1 (Hijau)

Daerah Swasembada / Imbang 0,9 - 1,1 (Kuning)

Daerah Devisit < 0,9 (Merah)

NAD: 7 ;28; 33;34;1281

PONTIANAK:9;11;13;13;168

PEKANBARU: 9;10;11;11;277SAMARINDA

4;4;4;4;50

PALANGKARAYA: 9;11;13;13;168

BENGKULU: 2;4;6;7;188

JAMBI: 1;1;3;3;55

PALEMBANG: 7;21;32;32;856BANJARMASIN:7;10;13;14;368LAMPUNG: 9;25;35;39;1152

MAKASAR:10;24;27;28;768

KENDARI: 5;11;12;12;255

BANTEN: 2;10;10;10;272

GORONTALO

2;2;9;9;250

PADANG: 10;48;52;52;1693

MEDAN: 4;30;32;32;846

MANADO

3;13;20;21;515

JAYAPURA:

1;3;3;3;75

BANDUNG:9;40;41;41;2131

SEMARANG: 17;67;87;888;3267SURABAYA: 19;148;187;191;6323

KUPANG: 10;55;77;79;1930

MATARAM:6;12;54;55;1412

PALU:6;33;45;45;648P.PINANG: 1;2;6;8;200

DIY:3;8;8;9;475

Jml Kab ; Jml Kec; Jml Desa; Jml Kelompok; Jml Anggota

Page 27: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Dengan menggunakan fungsi produksi trend kwadratik dan data sejak tahun

1970 sampai dengan 2007, dapat diketahui perkembangan (trend) produksi padi,

jagung, ketela pohon dan ubi jalar. Trend dimaksud berguna untuk membuat

perkiraan produksi di waktu mendatang. Perkembangan produksi masing-masing

bahan pangan tersebut ditunjukkan dalam gambar 3.

Gambar 3 menunjukkan bahwa trend produksi bahan pangan padi dan

jagung meningkat sejak tahun 1970 hingga 2007 dimana peningkatan produksi

padi lebih tinggi dibanding peningkatan produksi jagung. Sedangkan bahan

pangan ketela pohon dan ubi jalar memiliki trend menurun pada jangka waktu

yang sama. Hal ini menunjukkan ketergantungan masyarakat terhadap bahan

pangan padi (beras) semakin besar dan ketergantungan terhadap bahan pangan

lainnya semakin kecil. Masyarakat mengalami kesulitan untuk kembali ke

makanan pokok jagung, ketela pohon dan ubi jalar. Tiga bahan pangan yang

disebut terakhir ini biasanya hanya dimanfaatkan sebagai makanan ringan, bukan

makanan pokok. Khusus untuk jagung, produksi yang meningkat lebih disebabkan

pemanfaatannya untuk bahan makanan ternak.

Page 28: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Gambar 3. Perkembangan Produksi Padi, Jagung, Ketela Pohon dan Ubi Jalar

Sumber : Nuhfil Hanani AR, Ketahanan Pangan: Sub Sistem Ketersediaan, Makalah Workshop I Ketahanan Pangan di Jawa Timur, 2009.

Tanpa adanya perubahan faktor-faktor lain (cateris paribus) terutama

kebijakan pemerintah di bidang produksi dan konsumsi pangan, jumlah produksi

padi akan selalu melibihi jumlah produksi jagung serta produksi ketela pohon dan

ubi jalar lama-kelamaan akan menipis (habis). Dalam situasi seperti ini,

diversifikasi pangan tidak dapat terjadi dengan sendirinya melainkan

membutuhkan berbagai langkah kongkrit di bidang produksi, konsumsi dan

distribusi bahan-bahan pangan dimaksud.

Ketersediaan pangan nasional, jika ditinjau dari kuantitas produksi menunjukkan angka yang cenderung meningkat, baik karena kemajuan teknologi maupun bertambahnya luas panen. Deptan (2007) melaporkan produksi padi tahun 2005 mencapai 54,151 juta ton (setara 30,669 juta ton beras), jagung 12,523 juta ton, gula 1,735 juta ton, minyak goreng 5,437 juta ton, sementara produksi daging, telur, dan susu masing-masing 1,817 juta ton, 1,052 juta ton, dan 0,536 juta ton. Namun, produksi berbagai jenis pangan tidak dapat dihasilkan di semua wilayah dan tidak dapat dihasilkan setiap saat dibutuhkan.

Masalah produksi yang hanya terjadi di wilayah tertentu (utamanya Jawa) dan pada waktu-waktu tertentu, mengakibatkan konsentrasi ketersediaan di sentra-sentra produksi dan pada masa-masa panen (Tabel 1). Keterjangkauan tercermin dari jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi oleh rumah tangga. Data konsumsi pangan secara riil dapat menunjukkan kemampuan rumah tangga dalam mengakses pangan dan menggambarkan tingkat kecukupan pangan dalam rumah tangga. Perkembangan tingkat konsumsi pangan secara implisit juga merefleksikan tingkat pendapatan atau daya beli masyarakat terhadap pangan. Tingkat kecukupan pangan antara

Page 29: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

lain dapat diindikasikan dari pemenuhan kebutuhan energi dan protein. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (WNPG) tahun 2004 menganjurkan konsumsi energi dan protein penduduk Indonesia masing-masing sebesar 2000 kkal/kap/hari dan 52 g/kap/hari. Secara agregat, konsumsi energi dan protein tahun 2005 sudah lebih tinggi dari yang dianjurkan, yaitu masing-masing mencapai 2.150 kkal/kap/hari dan 60,84 g/kap/hari (Tabel 2). Jika dilihat dari kualitas konsumsi pangan dengan menggunakan skor Pola Pangan Harapan (PPH), konsumsi padi-padian aktual sudah lebih dari anjuran dan masih cenderung meningkat, sedangkan konsumsi kelompok pangan lain masih di bawah tingkat anjuran terutama umbi-umbian, pangan hewani, serta sayur dan buah (Tabel 3). Jika ditinjau dari struktur pengeluaran pangan, proporsi pengeluaran beras terhadap total pengeluaran pangan masih sangat dominan, terutama bagi rumah tangga rawan pangan (Tabel 4).

Khusus Indonesia, produksi bahan pangan yang terdiri dari: padi, jagung dan

ubi kayu meningkat selama 2003 sampai dengan 2008. Pertumbuhan rata-rata

komoditas tersebut masing-masing 0,47%; 1,12% dan 0,39% per tahun selama

periode tersebut. Akan tetapi, untuk bahan pangan ubi jalar mengalami penurunan

selama periode yang sama. Perkembangan produksi pangan tersebut beserta

produksi bahan nabati lainnya ditunjukkan dalam gambar 5.

Page 30: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Gambar 5. Produksi Pangan Nabati Indonesia

Sumber: Nuhfil Hanani AR, Indonesia Tahan Pangan dan Gizi 2015, Makalah Workshop II Ketahanan Pangan di Jawa Timur, 2009.

Produksi ubi jalar mengalami penurunan (pertumbuhan negatif) rata-rata

0,14% per tahun selama 2003 sampai dengan 2008. Berbeda dengan ubi jalar,

produk pangan nabati lainnya, yaitu: kedelai, kacang tanah, sayur, buah-buahan,

minyak sawit dan gula putih mengalami peningkatan dengan pertumbuhan rata-

rata 0,44% sampai 3,78% per tahun dalam periode tersebut. Begitu juga produk

pangan hewani, yaitu: daging sapi dan kerbau, daging ayam, telur, susu dan ikan,

produksinya meningkat antara 0,68% sampai 4,04% per tahun sepanjang 2003

sampai dengan 2008.

Gambar 6. Produksi Pangan Hewani Indonesia

Sumber: Nuhfil Hanani AR, Indonesia Tahan Pangan dan Gizi 2015, Makalah Workshop II Ketahanan Pangan di Jawa Timur, 2009.

Page 31: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Berdasarkan produksi nabati dan hewani sebagaimana diutarakan di atas,

Indonesia memiliki ketersediaan pangan yang semakin banyak dari tahun ke

tahun. Namun demikian, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik

(http://demografi.bps.go.id) laju pertumbuhan penduduk Indonesia rata-rata

1,49% per tahun selama 1990 sampai dengan 2000 dan rata-rata 1,31% per tahun

selama 2000 sampai dengan 2005. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2005

sebesar 218.868.791 Jiwa dan diperkirakan menjadi 227.516.121 Jiwa pada tahun

2008. Dengan jumlah produksi padi 54.151.000 Ton di tahun 2005, maka rasio

antara jumlah produksi padi terhadap jumlah penduduk pada tahun 2005 adalah

247,4 Kg/Kapita/Tahun atau 0,7 Kg/Kapita/Hari. Pada tahun 2008, dengan jumlah

produksi padi sebesar 59.877.000 Ton maka rasio tersebut menjadi 263,2

Kg/Kapita/Tahun atau 0,7 Kg/Kapita/Hari. Perhitungan ini menjukkan bahwa

sebenarnya ketersediaan beras di Indonesia sampai dengan 2008 masih memadai.

Namun demikian, oleh karena semakin banyaknya alih fungsi lahan pertanian

menjadi lahan-lahan lain (perumahan, bisnis, dan lain-lain) menyebabkan rasio

tersebut menjadi terganggu.

Terganggunya rasio antara jumlah produksi padi terhadap jumlah penduduk

sebagaimana diutarakan di atas menyebabkan, pada tahun-tahun terakhir,

Indonesia tergantung pada impor. Bahan pangan yang di impor Indonesia, yaitu:

beras, jagung, kedelai, kacang tanah, ubi kayu, ubi jalar, sayur, buah-buahan,

minyak goreng, gula, daging sapi dan daging kerbau, daging ayam, telur, susu dan

ikan, selama tahun 2003 sampai dengan 2007 ditunjukkan pada gambar 7.

Page 32: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Gambar 7. Ketergantungan Impor Pangan di Indonesia

Sumber: Nuhfil Hanani AR, Indonesia Tahan Pangan dan Gizi 2015, Makalah Workshop II Ketahanan Pangan di Jawa Timur, 2009.

Berdasarkan gambar 7, impor kedelai merupakan bagian terbesar dari

ketersediaan kedelai di dalam negeri. Pada tahun 2007, sebesar 70,6% kebutuhan

kedelai dipenuhi dari impor, sebagian kecil sisanya, yaitu: 29,4% berasal dari

produksi dalam negeri. Hal ini menunjukkan ketergantungan Indonesia yang

sangat besar terhadap impor kedelai. Selain kedelai, susu juga merupakan produk

yang banyak dipenuhi dari pasar internasional. Impor susu pada tahun 2007

merupakan 66,7% dari kebutuhan susu. Persentase ini menurun dibandingkan

dengan yang terjadi pada tahun 2003, yaitu sebesar 93,89%.

Komoditas ubi kayu, ubi jalar, buah-buahan, minyak goreng, daging ayam

dan telur, seluruhnya atau hampir seluruhnya dipenuhi dari produksi dalam negeri.

Untuk bahan makanan pokok masyarakat, yaitu: beras dan jagung, besarnya

persentase impor masih relatif kecil, yakni masing-masing 4,12% dan 5,52% pada

tahun 2007. Sebagian besar, yaitu masing-masing 95,88% dan 94,48% kebutuhan

masyarakat akan beras dan jagung dipenuhi dari produksi dalam negeri.

Berdasarkan data impor beras dan umbi-umbian, dapat diketahui bahwa

upaya untuk meminimumkan atau menghilang ketergantungan terhadap impor

beras dapat dilakukan melalui diversifikasi pangan dari beras ke ubi kayu dan ubi

jalar. Mengingat bahwa sebagian masyarakat Indonesia sudah mengenal bahkan

terbiasa dengan makan ubi kayu dan ubi jalar, maka diversifikasi tersebut

diharapkan tidak mengalami hambatan yang berarti.

Page 33: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Gambar 8. Ketersediaan Pangan per Kapita

Sumber: Nuhfil Hanani AR, Indonesia Tahan Pangan dan Gizi 2015, Makalah Workshop II Ketahanan Pangan di Jawa Timur, 2009.

Terjadinya diversifikasi pangan dari beras ke bahan pangan lain tercermin

dari perubahan pola konsumsi penduduk atas berbagai jenis bahan pangan. Secara

umum, penurunan jumlah konsumsi beras di satu sisi dan kenaikan konsumsi

bahan pangan lainnya di sisi lain menunjukkan adanya diversifikasi pangan yang

tengah berlangsung. Jumlah konsumsi beras, jagung dan terigu selama tahun 1993

sampai dengan 2007 ditunjukkan pada gambar 9.

Gambar 9. Perkembangan Konsumsi Komoditas PanganKelompok Padi-padian Penduduk Indonesia 1993-2007

117125

117 116,0 110,0 107,0 105 104,0 100,0

0

20

40

60

80

100

120

140

konsumsi (Kg/kap/thn)

1993 1996 1999 2002 2003 2004 2005 2006 2007

Tahun

Perkembangan Konsumsi Komoditas Pangan Kelompok Padi-padian Penduduk Indonesia Selama Tahun 1993-2007

Beras Jagung Terigu

Page 34: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Sumber: Nuhfil Hanani AR, Indonesia Tahan Pangan dan Gizi 2015, Makalah Workshop II Ketahanan Pangan di Jawa Timur, 2009.

Berdasarkan gambar 9, selama tahun 1993 sampai dengan 2007, konsumsi

penduduk terhadap beras mengalami penurunan. Namun demikian, penurunan

dimaksud tidak dibarengi dengan kenaikan konsumsi jagung dan terigu. Hal ini

berarti bahwa diversifikasi pangan dari beras ke jagung dan terigu masih belum

terjadi. Agak berbeda dengan konsumsi produk pangan nabati, konsumsi

penduduk terhadap produk pangan hewani yaitu: ikan, telur, daging unggas dan

susu mengalami peningkatan sejak 1993 sampai dengan 2007. Perkembangan

konsumsi pangan hewani penduduk pada periode tersebut ditunjukkan dalam

gambar 10.

Gambar 10. Perkembangan Konsumsi Pangan Hewani Penduduk Indonesia 1993-2007

Sumber: Nuhfil Hanani AR, Indonesia Tahan Pangan dan Gizi 2015, Makalah Workshop II Ketahanan Pangan di Jawa Timur, 2009.

Berdasarkan gambar 10, disamping terjadi kenaikan konsumsi beberapa

jenis pangan hewani, juga terdapat konsumsi yang tidak berubah, yaitu: daging

22

4

0

17

345

1

17

124

1

14

246

1

17

245

1

19

246

1

18

246

1

19

23

6

2

18

23

7

2

19

02468

101214161820

Konsumsi (kg/kap/tahun)

1993 1996 1999 2002 2003 2004 2005 2006 2007

Tahun

Perkembangan Konsumsi Pangan Hewani Penduduk Indonesia Selama 1993-2007

Daging Ruminansia Daging Unggas Telur Susu Ikan

Page 35: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

ruminansa. Secara keseluruhan, konsumsi penduduk terhadap pangan hewani

mengalami peningkatan. Hal ini berpengaruh terhadap perbaikan kualitas gizi

masyarakat. Sepanjang tahun 1989 sampai dengan 2005, status gizi masyarakat

mengalami perbaikan. Walaupun status gizi buruk meningkat selama kurun waktu

16 tahun, dari 6,3% di tahun 1989 menjadi 8,8% pada tahun 2005, tetapi status

gizi kurang menurun dari 31,7% di tahun 1989 menurun menjadi 19,2% pada

tahun 2005. Dengan demikian, jumlah gizi buruk dan gizi kurang menurun dari

38,0% di tahun 1989 menjadi 28,0% pada tahun 2005. Perkembangan status gizi

tersebut masyarakat ditunjukkan dalam gambar 11.

6.3

31.7

7.23

28.34

11.56

20.02

10.51

19

8.11

18.25

7.53

17.13

8

19.3

8.31

19.19

8.8

19.2

0

5

10

15

20

25

30

35

40

1989 1992 1995 1998 1999 2000 2002 2003 2005

G Buruk G Kurang

Gambar 11. Status Gizi Masyarakat

Sumber: Nuhfil Hanani AR, Indonesia Tahan Pangan dan Gizi 2015, Makalah Workshop II Ketahanan Pangan di Jawa Timur, 2009.

Meskipun status gizi masyarakat mengalami perbaikan sepanjang tahun

1989-2005 sebagaimana ditunjukkan gambar 11, namun masih perlu diwaspadai

adanya masalah keamanan pangan berupa berbagai pelanggaran terhadap produk

pangan. Terjadinya masalah ini tidak hanya dilatarbelakangi oleh alasan finansial

(meminimumkan biaya produksi) tetapi juga alasan kemudahan memperoleh

Page 36: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

bahan dan alasan-alasan lainnya. Pelanggaran terhadap produk pangan perlu

mendapat perhatian karena dapat berpengaruh terhadap kualitas gizi dan

kesehatan sehingga dapat berpengaruh pula terhadap produktivitas kerja

masyarakat.

Beberapa jenis pelanggaran produk pangan yang sering terjadi adalah:

pemanis buatan TMS, pengawet TMS, formalin, boraks, pewarna bukan untuk

makanan, cemaran mikroba TMS, dan lain-lain. Persentase berbagai jenis

pelanggaran produk pangan sejak tahun 2001 sampai dengan 2006 ditunjukkan

pada gambar 12.

Persentase Pelanggaran Produk Pangan

0

10

20

30

40

50

60

70

2001 2002 2003 2004 2005 2006Tahun

Pers

enta

se

Pemanis buatan TMS Pengawet TMSFormalin BoraksPewarna bukan untuk makanan Cemaran mikroba TMSLain-lain

Gambar 12. Persentase Pelanggaran Produk Pangan

Sumber: Nuhfil Hanani AR, Indonesia Tahan Pangan dan Gizi 2015, Makalah Workshop II Ketahanan Pangan di Jawa Timur, 2009.

Berdasarkan table 12, di antara berbagai jenis pelanggaran produk pangan,

pemanis buatan TMS merupakan pelanggaran dengan persentase relatif besar

setelah jenis pelanggaran lain-lain. Pada tahun 2001, pelanggaran jenis ini

merupakan 15,65% dari keseluruhan jenis pelanggaran produk. Persentase

tersebut meningkat menjadi 26,50% atau meningkat rata-rata 11,1% per tahun

Page 37: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

selama 2001-2006. Berbeda dengan pemanis buatan, jenis pelanggaran produk

pangan yang mengalami penurunan adalah boraks. Pada tahun 2002, penggunaan

boaraks merupakan 19,10% dari keseluruhan pelanggaran. Pada tahun 2006,

persentase tersebut menjadi 6,77% atau mengalami penurunan (pertumbuhan

negatif) rata-rata 22,8% per tahun selama 2002-2006.

Ketersediaan pangan merupakan salah satu indikator ketahanan pangan

suatu wilayah. Jawa Timur merupakan salah satu propinsi yang berperan sangat

vital dalam menjaga ketersediaan pangan nasional. Kondisi dapat terlihat dari

tingkat produktivitas masing-masing komoditi yang cederung menunjukkan trend

meningkat dalam kurun waktu enam tahun terakhir.

Rata-rata pertumbuhan komoditi pangan yang paling tinggi selama enam

tahun terakhir adalah komoditi jagung. Komoditi ini mengalami pertumbuhan

produksi rata-rata sebesar 3.73% dalam enam tahun terakhir. Sedangkan komoditi

yang rata-rata pertumbuhannya paling rendah dalam kurun waktu yang sama

adalah komoditi padi, dalam kurun enam tahun terakhir padi hanya mengalami

pertumbuhan produksi rata-rata sebesar 0.19%.

Tabel 1Produksi Komoditas Pangan Jawa Timur

Komoditas 2001 2002 2003 2004 2005 Pert/th (%)

Padi 8672791 8803878 8914995 9002025 9007265 -0,39Jagung 3529968 3692146 4181550 4133762 4398502 4,35Kacang tanah 176889 188001 194676 212325 208749 2,63Kedele 349188 300184 287205 318929 335106 -2,17Ubi kayu 4016330 3919854 3786882 3963478 4023614 1,85Ubi Jalar 189666 168776 167611 165039 150564 -3,70Kacang hijau 86747 77021 95709 83245 95527 2,91Sumber : Pusat data dan Informasi, Deptan, 2007

Berdasarkan analisis 10 propinsi dengan luas panen padi terbesar di

Indonesia menunjukkan bahwa Jawa Timur adalah terbesar kedua setelah Jawa

Barat dengan luas areal panen padi sebesar 1,69 juta ha.

Dalam rangka diversifikasi, pangan akan sangat baik bila pangan lokal

dikembangkan kembali dan diupayakan dibangkitkan dari potensi lokal sehingga

mengurangi ketergantungan pada beras. Fortifikasi pangan atas pangan lokal

Page 38: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

dapat dikenalkan teknologinya sehingga masyarakat dapat mengakses peluang

usaha produktif baru dan dapat dikembangkan sebagai sumber income keluarga

(agroindustri pedesaan). Namun yang perlu diingat adalah bahwa kegiatan

produksi ini harus bersifat market driven dan mendasarkan pada preferensi

konsumen.

Potensi komoditas non-pangan yang diusahakan petani di Jawa Timur

menunjukkan kinerja yang relatif tinggi pula. Hal ini menunjukkan potensi

pertanian di jawa Timur yang sangat besar dan merupakan sumber income bagi

sebagian besar masyarakat di jawa Timur. Dengan demikian dukungan

penyediaan infrastruktur pertanian dan kewilayahana untuk memperlancar sistem

distribusi dan pemasaran hasil pertanian akan sangat membantu meningkatkan

income petani.

Jawa Timur mempunyai peran yang sangat besar terhadap penyediaan

pangan nasional. Diperkirakan Jawa Timur merupakan propinsi yang secara nyata

menyumbang pangan nasional 20-30 persen kebutuhan aneka ragam pangan

nasional. Produksi pertanian telah melebihi dari kebutuhan domestik masyarakat

Jawa Timur. Surplus pangan utama baik itu padi maupun jagung merupakan

potensi perdagangan bagi Jawa Timur. Kebutuhan pangan di Jawa Timur memang

hampir dapat dipenuhi semua dari potensi domestik, kecuali untuk komoditas

kedelai yang masih mengalami defisit sebesar 110.648 ton. Sedangkan untuk

beras, jagung, kacang maupun ubi mengalami surplus. Surplus pangan di jawa

Timur selain didukung sumberdaya alam yang sesuai, juga potensi sumberdaya

manusia dan adanya dukungan infrastruktur ekonomi yang lebih baik.

Kemandirian pangan di Jawa Timur dari sisi ketersediaan ini dapat diketahui lebih

rinci dari tabel berikut ini.

Selain mempertimbangkan ketersediaan dan konsumsi komoditi pangan

utama yaitu beras, jagung, kedelai, kacang-kacangan dan umbi-umbian, Jawa

Timur juga merupakan sumber bahan pangan lainnya yang bersumber dari ternak

dan ikan yaitu beberapa jenis bahan makanan lainnya seperti daging, telur, susu

dan ikan.

Page 39: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Tabel 2Perkembangan Ketersediaan dan Konsumsi Bahan Pangan

di Jawa Timur

No Komoditas Ketersediaan (ton)

Konsumsi (ton)

Surplus/ defisit (ton)

1 Beras 5,225,372 3,441,232 1,784,1402 Jagung 3,634,680 293,827 3,340,8533 Kedelai 291,431 402,079 -110,6484 Kacang Tanah 194,414 28,720 165,6945 Kacang Hijau 75,467 19,883 55,5846 Ubi Kayu 3,368,956 771,019 2,597,9387 Ubi Jalar 145,234 105,674 39,560Sumber : Badan ketahanan Pangan Jawa Timur, 2005

Potensi produksi jenis komoditas ini (bersumber dari ternak dan ikan) relatif

lebih besar dibandignkan kebutuhan konsumsinya sehingga dapat menciptakan

surplus bahan pangan tersebut. Secara lebih lengkap hal ini disajikan dalam tabel

berikut ini.

Tabel 3Perkembangan Ketersediaan dan Konsumsi Bahan Pangan

di Jawa Timur

No Komoditas Ketersediaan (ton)

Konsumsi (ton)

Surplus/ defisit (ton)

1 Daging 199,305 117,089 82,2162 Telur 261,591 179,720 81,8713 Susu 200,350 46,025 154,3254 Ikan 478,574 462,096 16,478

Page 40: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

2.3. MASALAH-MASALAH PRODUKSI PANGAN

Page 41: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Bab 3DISTRIBUSI PANGAN

1. POLA DISTRIBUSI PANGAN

Pemasaran beras antar wilayah disebabkan oleh adanya perbedaan harga atau insentif bagi pelaku ekonomi untuk melakukan kegiatan distribusi komoditas yang diperdagangkan. Sedikitnya terdapat dua faktor penyebab perbedaan harga beras antar wilayah, yaitu: (1) Perbedaan segmentasi pasar yang direfleksikan oleh perbedaan daya beli dan preferensi konsumen terhadap beras berkualitas tinggi; dan (2) Perbedaan neraca ketersediaan dan konsumsi beras, sehingga terjadi aliran komoditas dari daerah surplus dengan tingkat harga rendah ke daerah defisit dengan tingkat harga yang lebih tinggi.

Dalam konteks yang lebih komprehensif, dengan cakupan 26 propinsi, analisis neraca ketersediaan dan kebutuhan beras yang dilakukan Natawidjaja (2001) menunjukkan beberapa hasil menarik sebagai berikut: (1) Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Barat merupakan daerah surplus yang selanjutnya menjadi pemasok bagi daerah defisit pada regional yang sama (pulau) atau diantar-pulaukan ke tempat lain; (2) Daerah propinsi yang memiliki surplus di atas 1,0 juta ton adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan, sedangkan daerah lainnya memiliki surplus sekitar 400 ton ke bawah; (3) Daerah yang membutuhkan pasokan beras cukup besar adalah DKI Jakarta (800 ribu

Page 42: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

ton/tahun), dan Riau, Maluku, Sulawesi Utara dan NTT, masing-masing sekitar 100 – 200 ribu ton per tahun; (4) Secara regional, pulau Jawa tetap merupakan pensuplai beras nasional dengan pasokan sekitar 2,5 juta ton per tahun dan Sulawesi sebesar 1,0 juta ton per tahun yang dapat diperdagangkan antar regional atau antar pulau; (5) Maluku dan Papua merupakan daerah defisit (100 ribu ton/tahun).

Bahasan berikutnya mengenai struktur pasar gabah/beras akan mengungkap jalur pemasaran, marjin pemasaran dan faktor yang mempengaruhinya. Jalur pemasaran di tujuh kabupaten sentra produksi beras (Majalengka, Indramayu, Klaten, Kediri, Ngawi, Agam, dan Sidrap) sampai pada tingkat pedagang besar (kabupaten dan propinsi) adalah sama, dengan penjelasan sebagai berikut (Gambar 1): (1) Petani menjual gabah (di sawah/di rumah) kepada tiga pelaku pemasaran yaitu penebas, pedagang pengumpul dan KUD; (2) Kecuali KUD yang melakukan penjualan ke Dolog kabupaten, maka penebas dan pedagang pengumpul menjual gabah ke pedagang penampungan yang pada umumnya adalah RMU atau kontraktor Dolog kabupaten; (3) Pedagang penampungan ini dengan lokasi di tingkat kabupaten memproses gabah menjadi beras dan selanjutnya menjual ke Dolog dan pedagang besar kabupaten dan propinsi; (4) Dolog kabupaten dapat melakukan penyaluran/mobilitas beras antar kabupaten, propinsi dan antar pulau; dan (5) Pedagang besar kabupaten dapat menyalurkan/mensuplai beras kepada pedagang besar di tingkat propinsi.

Pada jalur berikutnya terdapat variasi antar kabupaten sebagai berikut: (1) Pedagang besar kabupaten di empat wilayah di Jawa (Indramayu, Majalengka, Klaten dan Kediri), disamping memasok pasar propinsi, adalah pensuplai beras ke Pasar Induk

Page 43: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Cipinang; (2) Pedagang besar di tiga kabupaten lainnya (Ngawi, Agam dan Sidrap), disamping pemasok pasar propinsi, adalah memasok pedagang antar pulau; (3) Ketiga jenis pelaku pemasaran terakhir ini (pedagang propinsi, pedagang antar pulau dan Pasar Induk Cipinang) memasok toko/kios pengecer yang selanjutnya melayani konsumen setempat. Pelaku pemasaran yang memegang peranan sentral dalam perdagangan adalah pedagang penampungan yang melakukan kegiatan penampungan, pengeringan, pengolahan gabah dan perdagangan beras. Disamping peran/fungsi pemasaran yang cukup kompleks, pelaku pemasaran ini juga melakukan penanganan volume perdagangan gabah/beras yang cukup besar, dengan kisaran 75–85 persen. Peran RMU yang berfungsi sebagai kontraktor Dolog adalah sekitar 10–20 persen. Peran KUD dalam pembelian/pemasaran dan perdagangan gabah/beras kaitannya dengan pemasaran umum atau pengamanan harga dasar (kaitannya dengan Dolog) adalah relatif kecil (5%). Peran pelaku pemasaran di luar “pedagang penampung” ini adalah relatif terbatas yaitu terkait dengan aspek penyimpanan dan distribusi antar kabupaten, propinsi, dan antar pulau. Sebagian RMU di tingkat kabupaten juga melakukan perdagangan beras sampai ke pasar propinsi atau Pasar Induk Cipinang (Jakarta).

Analisis marjin pemasaran beras sampai dengan di pasar eceran di tingkat ibukota kabupaten disajikan pada Tabel 6. Disadari bahwa proporsi alokasi beras untuk memenuhi pasar beras di tingkat kabupaten ini relatif kecil (15%), dengan kisaran 10% (Indramayu, Ngawi dan Sidrap) sampai dengan 25% di Kabupaten Agam. Kisaran harga (setara beras) yang diterima petani adalah Rp 1.850/kg (Agam) – Rp 1.909/kg (Kediri) atau sekitar 81,8% dari harga rataan eceran beras di pasar kabupaten

Page 44: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

yang besarnya Rp 2.134/kg. Jadi marjin perdagangan beras adalah relatif kecil (Rp 422/kg), yaitu 18,2% terhadap rataan harga eceran. Dari marjin perdagangan sebesar itu, sejumlah 4,19% (Rp 97/kg) dialokasikan untuk biaya pengolahan, 7,35% (Rp 170/kg) untuk biaya transportasi, dan sisanya (6,66%) atau Rp 154/kg adalah profit marjin.

Menarik untuk dibahas imbangan keuntungan dan biaya pada setiap pelaku pemasaran beras ini. Keuntungan yang diterima pedagang pengumpul desa relatif terhadap biaya pemasaran adalah 109%, RMU 10,91%, untuk pedagang besar di pasar kabupaten 51,22%, dan untuk pedagang pengecer sebesar 98,4%. Walaupun marjin pemasaran relatif kecil, namun secara relatif (kecuali RMU) tingkat keuntungan yang diperoleh cukup besar, yaitu jauh di atas tingkat suku bunga di pasar modal. Tingkat keuntungan semakin berarti mengingat waktu transaksi yang relatif cepat. Dikaitkan dengan volume perdagangan yang ditangani oleh keempat pelaku pemasaran ini, tampak bahwa keuntungan yang diterima RMU dan pedagang besar relatif kecil, namun volume komoditas yang ditangani lebih besar dibandingkan dengan yang ditangani oleh pedagang pengumpul desa atau pedagang pengecer.

Hasil analisis marjin pemasaran ini tidak jauh berbeda dengan analisis yang sama yang dilakukan satu tahun sebelumnya (tahun 2000) di lima kabupaten, yaitu Klaten, Kediri, Agam, Majalengka, dan Sidrap (Mardianto dkk., 2005). Pada saat itu harga gabah (GKP) di tingkat petani di lima kabupaten produsen utama padi adalah berkisar antara Rp 800/kg – Rp 1.160/kg, atau setara dengan Rp 1.455 – Rp 2.000/kg beras. Kisaran harga eceran beras di tingkat konsumen di pasar kabupaten adalah Rp 1.700/kg di Kediri sampai dengan Rp

Page 45: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

2.500/kg di Agam, Sumatera Barat. Pasar gabah/beras relatif kompetitif dan petani dengan mudah memasarkan gabah karena jumlah pedagang dan RMU relatif banyak yang beroperasi di pedesaan. Pemasaran beras dinilai cukup efisien yang diindikasikan oleh bagian harga yang diterima petani relatif besar dengan kisaran 73,57% di Klaten dan 85,59% di Kediri. Rataan biaya pemasaran mencapai Rp 434/kg atau 20,97% terhadap harga eceran, dengan komposisi 10,92% untuk biaya pengolahan, penanganan, transportasi, dan sisanya 10,05% adalah keuntungan pedagang (Tabel 7).

Hasil studi Natawidjaja (2001) menunjukkan bahwa para pelaku pemasaran di sebagian besar propinsi-propinsi penghasil beras utama nasional mampu meningkatkan marjin keuntungan yang diterimanya pada saat terjadi kenaikan harga di pasar konsumen dengan cara menangguhkan kenaikan harga yang diterima pada harga yang seharusnya di bayar ke petani. Sebaliknya, pelaku pemasaran ini juga mampu menjaga marjin keuntungan yang sama walaupun pada saat harga di tingkat konsumen sedang turun, dengan cara mempercepat penurunan harga beli pada petani sehingga risiko pasar dibebankan seluruhnya pada petani (Tabel 8).

Perilaku pedagang tersebut menunjukkan adanya kekuatan monopsonistik karena mereka memiliki aksesibilitas dan informasi yang cepat ke pasar konsumen dengan penguasaan pasar ini, para pelaku pemasaran dapat meneruskan risiko-risiko fluktuasi harga pasar pada tingkat di bawahnya dan akhirnya sampai ke petani sebagai penerima residual dari risiko tersebut tanpa memiliki kemampuan untuk menolak atau menghindari. Keadaan ini memperlihatkan adanya keterpisahan petani dari pasar, karena pemain pasar sesungguhnya adalah pedagang

Page 46: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

yang berhadapan langsung dengan konsumen. Pada kondisi demikian, insentif dan usaha untuk menyejahterakan petani akan lebih banyak dinikmati pedagang.

Beberapa implikasi yang dapat ditarik dari berbagai hasil kajian tersebut adalah kelancaran arus distribusi dan perdagangan beras antar wilayah akan berperan besar dalam mengatasi defisit atau kelangkaan beras di dalam negeri. Konfigurasi surplus/defisit beras akan mengalami perubahan sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah dan kebebasan bagi petani untuk menanam komoditas yang lebih menguntungkan. Struktur pasar dan jalur pemasaran beras sudah berjalan cukup baik dan cukup efisien dilihat dari besar dan distribusi marjin pemasaran. Posisi petani yang relatif lemah terutama disebabkan terutama oleh masalah internal petani (khususnya permodalan), karakteristik komoditas yang perlu penanganan cepat, dan lemahnya sistem informasi pasar.

Page 47: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

2. DISTRIBUSI PANGAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

Page 48: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

3. MASALAH-MASALAH DISTRIBUSI PANGAN

Page 49: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Bab 4DIVERSIFIKASI PANGAN

1. DIVERSIFIKASI BERBASIS LOKAL

Untuk mewujudkan ketahanan pangan yang tangguh, maka langkah penting

yang cukup rasional yang perlu ditempuh adalah dengan melakukan diversifikasi

pangan berbasis pangan lokal guna mencegah terjadinya krisis pangan. Bila tidak

maka negara kita berpotensi menghadapi krisis sosial, ekonomi dan politik yang

sangat serius dimasa-masa yang akan datang. Krisis pangan dunia yang terjadi

pada tahun 2008 yang lalu bukan tidak mungkin akan terjadi di masa-masa yang

akan datang. Apabila terjadi krisis pangan dunia, bisa dipastikan negara kita akan

tekena dampaknya, mengingat beberapa jenis komoditi masih harus import,

seperti gandum, jagung, kedelai, dll.

Terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya krisis pangan

dunia, yaitu (i) Jumlah penduduk dunia yang terus bertambah. Pada tahun 2000

jumlah penduduk dunia mencapai 6,1 milyar, dan pada tahun 2025 diperkirakan

menjadi 8,0 milyart, sehingga akan makin meningkatkan permintaan bahan

pangan. (ii) Makin meningkatnya berbagai produk hasil pertanian yang dikonversi

menjadi biofuel sebagai akibat tingginya harga minyak mentah dunia. Pada

awalnya biofule ini diproduksi dari limbah hasil pertanian, akan tetapi dengan

semakin melambungnya harga minyak mentah dunia dan semakin meningkatnya

permintaan biofule, maka kini biofule diproduksi dengan menggunakan jagung,

gandum, dan beberapa jenis biji-bijian lainnya, yang mestinya digunakan bahan

pangan untuk konsumsi manusia. (iii) Bencana alam. Karena cuaca dan bencana

alam, panen padi turun di Vietnam dan India dan membuat pemerintah mereka

membatasi impor beras dari dua negara tersebut untuk cadangan dalam negeri.

Akibatnya pasokan beras di pasar komodiiti dunia pun menurun. Bahkan Filipina

Page 50: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

yang dulu dikenal sebagai pengekspor beras beberapa tahun terakhir beralih

menjadi negara pengimpor beras terbesar karena penurunan produksi padi mereka.

Walaupun negara Indonesia adalah negara agraris, akan tetapi bila terjadi

krisis pangan dunia juga berpotensi berimbas pada krisis pangan di negara kita.

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab, antara lain adalah:

1. Ketahanan pangan yang rapuh

Walaupun Negara kita adalah Negara agraris dan lebih dari 40%

penduduknya hidup di sektor pertanian, akan tetapi sesungguhnya sejak merdeka,

negara kita sesungguhnya memiliki sejarah ketahanan pangan yang rapuh Hal ini

disebabkan karena untuk pemenuhan kebutuhan bahan pangan, Negara kita masih

mengandalkan impor. Untuk memenuhi kebutuhan beras misalnya, sejak tahun

1961 Indonesia telah mengimpor beras dalam jumlah yang cukup besar (Tabel 3)

dan merupakan pengimpor gandum terbesar kelima, dengan volume impor

gandum mencapai 4,5 juta ton (Tabel 4).

Tabel 3. Impor dan ekspor beras Indonesia (juta ton)

No. Tahun Impor Ekspor

1. 1970 956.13 -

2. 1980 2011.71 10,00

3. 1985 33.85 258,71

4. 1990 49.58 1,91

5. 1995 3157.70 0,01

6. 2000 1355.04 1,19

7. 2001 642.17 3,95

8. 2002 1798.50 4,15

9. 2003 1625.75 0,70

10. 2004 390.83 0,91Sumber: www.faostat.2006

Tabel 4. Sepuluh Negara terbesar eksportir dan importir gandum di dunia

No. Ekspor Impor

Page 51: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Negara Jumlah (Juta Ton) Negara Jumlah

(Juta Ton)

1. Amerika Serikat 30,2 Mesir 6,8

2. Kanada 13,5 Uni Eropa 6,3

3. Rusia 10,6 Brasilia 6,1

4. Uni Eropa 9,9 Jepang 5,1

5. Argentina 9,3 Indonesia 4,5

6. Kazkhstan 8,9 Algeria 3,7

7. Australia 6,5 Maroko 3,3

8. Cina 2,3 Meksiko 3,3

9. Pakistan 1,5 Nigeria 2,8

10 Ukrania 1,4 Korea Selatan 2,8

Sumber: BBC News, 2008

2. Meningkatnya konsumsi terigu dan menurunnya konsumsi ubi dan ubi jalar.

Pada tahun 1990, jumlah orang yang mengkonsumsi jagung dan ubi kayu

masing-masing adalah 9,3% dan 32,1% di kota, serta 19,0% dan 49,6% di desa.

Pada tahun 1999, jumlah tersebut menurun, masing-masing menjadi 4,8% dan

28,6% di kota dan 10,1% dan 39,8% di desa. Sebaliknya gandum dan produk

olahannya, seperti mie mempunyai tingkat partisipasi konsumsi yang terus

meningkat, bahkan lebih besar daripada jagung dan ubi kayu, sementara untuk

jagung dan ubi kayu terus menurun. Selama tahun 1990-1999, laju perubahan

jumlah penduduk Indonesia yang mengkonsumsi mie di kota mencapai 56,4% di

kota dan 67,0% di desa (Anonymous, 2003).

Berdasarkan fakta tersebut, maka diversifikasi pangan perlu mendapatkan

perhatian yang serius dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan keluarga

menuju ketahanan pangan nasional yang tangguh. Diversifikasi produksi pangan

bermanfaat bagi upaya peningkatan pendapatan petani dan memperkecil resiko

berusaha. Diversifikasi produksi secara langsung ataupun tidak juga akan

mendukung upaya penganekaragaman pangan (diversifikasi konsumsi pangan)

yang merupakan salah satu aspek penting dalam ketahanan pangan. Menurut

Page 52: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Suryana (2005), ada dua bentuk diversifikasi produksi yang dapat dikembangkan

untuk mendukung ketahanan pangan, yaitu:

1. Diversifikasi horizontal; yaitu mengembangkan usahatani komoditas unggulan

sebagai “core of business” serta mengembangkan usahatani komoditas lainnya

sebagai usaha pelengkap untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya

alam, modal, dan tenaga kerja keluarga serta memperkecil terjadinya resiko

kegagalan usaha.

2. Diversifikasi regional; yaitu mengembangkan komoditas pertanian unggulan

spesifik lokasi dalam kawasan yang luas menurut kesesuaian kondisi agro

ekosistemnya, dengan demikian akan mendorong pengembangan sentra-sentra

produksi pertanian di berbagai wilayah serta mendorong pengembangan

perdagangan antar wilayah.

2. KENDALA DIVERSIFIKASI PANGAN

Upaya untuk melakukan diversifikasi pangan dengan memanfaatkan umbi-

umbian dan buah-buahan sebagai sebagai sumber karbohidrat jauh lebih kompleks

dibandingkan dengan serealia (beras). Hal ini disebabkan karena beberapa faktor

yang pada akhirnya menghambat upaya diversifikasi pangan berbasis pangan

lokal, yaitu:

1. Pada umumnya masyarakat Indonesia masih memiliki ketergantungan yang

tinggi pada beras untuk dimasak menjadi nasi. Hal ini mudah dimengerti

karena dibandingkan sumber karbohidrat lain, nasi dari beras lebih mudah

disiapkan, lebih luwes dengan beragam lauk pauk dan memiliki kandungan

kalori dan protein yang cukup tinggi. Walaupun demikian sebenarnya

berbagai jenis bahan pangan, seperti ubi jalar tidak saja sebagai sumber

karbohidrat, akan tetapi diketahui banya mengandung antioksidan dan

Page 53: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

merupakan prebiotik yang dapat memberikan efek yang menyehatkan bagi

yang mengkonsumsinya.

2. Ada anggapan dari sebagian masyarakat Indonesia yang menganggap belum

makan bila belum makan nasi, walaupun kecukupan kalori dan protein dapat

dipenuhi dari sumber karbohidat lain non beras.

3. Selama ini umbi-umbian dan buah-buahan kaya karbohidrat belum

dibudidayakan secara maksimal, seperti halnya petani menanam padi.

Tuntutan untuk mengoptimalkan produksi umbi-umbian belum ada karena

demand di pasaran juga belum muncul. Apalagi, selama ini umbi-umbian

hanya dikenal sebagai snack, kecuali di pedalaman Papua yang konsumsi

utama masyarakatnya adalah ubi jalar. Hal ini disebabkan karena kebijakan

pengembangan komoditas pangan, termasuk teknologinya hanya terfokus pada

beras, dan telah mengabaikan potensi sumber-sumber pangan karbohidrat

lainnya.

4. Pangan lokal diberbagai wilayah sehingga belum dapat dikembangkan dalam

skala industri. Disaping itu berbagai hasil olahan pangan lokal yang ada,

dilihat dari sisi mutu dan keamanan pangan masih rendah, kurang

memperhatikan aspek sanitasi dan higiens dalam pengolahan serta

penyajiannya.

5. Ketidak seragaman produk dan cita rasa serta kandungan gizi yang kadang-

kadang kurang seimbang.

6. Kurang terbentuknya citra produk yang menarik dalam persepsi konsumen

karena kurang memperhatikan tampilan dan kepraktisan dalam penyajian.

7. Kurang memperhatikan aspek pemasaran, penyimpanan dan promosi.

Masalah lainnya yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan umbi-

umbian dan buah-buahan sebagai sumber karbohidrat (Widowati, 2003) adalah

(i)  harga per unit volume, bila dibandingkan dengan beras lebih rendah. Hal ini

menyebabkan biaya penanganan, transportasi dan penyimpanan relatif lebih

mahal bila dibandingkan dengan beras. (ii) Umbi-umbian dan buah-buahan

umumnya memiliki kadar air tinggi (60-80%), sehingga mudah rusak, dan

Page 54: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

beaya pengeringannya relatif mahal. (iii) Produksi umbi-umbian dan buah-

buahan lebih banyak tergantung musim. Hal ini menyebabkan fluktuasi harga

tinggi. (iv) Institusi pemasaran dan jasa penunjang bagi produk palawija,

termasuk buah-buahan tidak sebaik yang tersedia pada beras.

Page 55: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Bab 5AKSESIBILITAS PANGAN

4.1. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AKSESIBILITAS PANGAN

Page 56: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

4.2. AKSESIBILITAS PANGAN DANKESEJAHTERAAN MASYARAKAT

Salah satu paradigma baru pembangunan pangan setelah diberlakukannya

Undang-Undang otonomi daerah adalah perencanaan penyediaan pangan yang

semula sentralistik dan lebih dominan pada pertumbuhan ekonomi menjadi

desentralistik dengan pertimbangan yang lebih komprehensif, sehingga tujuan-

tujuan pemantapan Ketahanan pangan dan perbaikan gizi masyarakat lebih

terakomodasi. Untuk itu sangat diperlukan pemahaman dan penyediaan data

Neraca Bahan Makanan (NBM) dan Pola Pangan Harapan (PPH) di masing-

masing daerah. Penyusunan NBM dan PPH Jawa Timur sudah dilaksanakan sejak

tahun 1984 sampai sekarang, dimana dari hasil analisis NBM dan PPH ini

menjadi bahan pertimbangan dalam perencanaan pangan dan gizi di tingkat

wilayah.

Tabel 4Ketersediaan dan Konsumsi Pangan Strategis di Propinsi Jawa Timur

Tahun 2005 dan 2006

No KomoditasTahun 2005 Tahun 2006*)

Ketrsdiaan Konsumsi Plus/ Minus Ketersediaan Konsumsi Plus/ Minus

1 Beras 5.228.527 3.478.994 1.749.533 5.332.449 3.478.994 1.853.4552 Jagung 3.867.698 297.051 3.570.647 3.928.371 297.051 3.631.3203 Kedelai 305.847 406.491 (100.644) 304.441 406.491 (102.080)4 Ubi kayu 3.420.072 779.479 2.640.593 3.482.900 779.479 2.703.4215 Ubi jalar 132.496 106.834 25.662 129.738 106.834 22.9046 Kacang tanah 191.015 29.035 161.980 204.938 29.035 175.9037 Kacang hijau 86.452 20.101 66.351 86.874 20.101 66.7738 Daging 178.158 118.374 59.784 255.007 119.677 135.3309 Telur 238.261 181.692 56.569 218.663 183.655 35.00810 Susu 202.557 46.531 156.026 205.102 47.043 158.05911 Ikan 490.966 453.820 16.478

Sumber : Badan Ketahanan Pangan Propinsi JatimKeterangan: *) Angka Ramalan II: Beras, Jagung, Kedele, Ubikayu, Ubijalar, Kacang Tanah,Kacang hijau

Konsumsi energi penduduk Jawa Timur mencapai sebesar 1900

kkal/kap/hr atau mencapai 95,0 % dari anjuran Angka Kecukupan Energi (AKE)

berdasarkan Widyakarya Pangan dan Gizi VIII tahun 2005 sebesar 2000

Page 57: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

kkal/kap/hr. Konsumsi energi tahun 2005 sebesar 1900 kkal/kap/hr atau 95,0 %

dari AKE lebih tinggi dari dari konsumsi energi tahun sebelumnya sebesar 1889

kkal/kap/hr atau 85,9 % dari AKE. Konsumsi energi penduduk didukung oleh

konsumsi energi penduduk perkotaan dan pedesaan sebesar 11902 kkal/kap/hr dan

1901 kkal/kap/hr. Konsumsi energi penduduk perkotaan sebesar 1902 kkal/kap/hr

meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 1889 kkal/kap/hr, kecenderungan yang

sama terjadi pada konsumsi energi penduduk pedesaan sebesar 1901 kkal/kap/hr

meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 1893 kkal/kap/hr. Nampak bahwa

konsumsi energi penduduk perkotaan relatif sama dengan konsumsi energi

penduduk pedesaan.

Tabel 5Rata-rata Konsumsi Energi Penduduk tahun 2002 dan 2005

No. Uraian

2002 2005Energi

(kkal/kap/hr)

% AKE(kkal/kap/

hr)

Energi(kkal/kap/

hr)

% AKE(kkal/kap/hr)

1 Perkotaan  1889 85,8% 1902 95,1%2 Perdesaan  1893 86,1% 1901 95,0%3 Jawa Timur  1889 85,9% 1900 95,0%Sumber data : Angka Susenas 2002 dan 2005 Jawa Timur, BPS (diolah BKP Propinsi Jatim 2006)Keterangan : Angka Kecukupan Energi (AKE) rata-rata tahun 2002 = 2200 Kkal/Kap/Hari

Angka Kecukupan Energi (AKE) rata-rata tahun 2005 = 2000 Kkal/Kap/Hari

Ditinjau dari Tingkat Konsumsi Energi (TKE) yang mengacu pada standar

yang ditetapkan Departemen Kesehatan tahun 2006, ternyata konsumsi energi

penduduk Jawa Timur tahun 2005 mencapai sebesar 95,0 % yang berarti

tergolong normal karena berada pada kategori Tingkat Konsumsi Energi (TKE)

90-119%.

Sedangkan konsumsi protein penduduk Jawa Timur mencapai sebesar

62,30 gr/kap/hr atau meningkat sebesar 2,20 gr/kap/hr atau 3,66 % dari konsumsi

protein tahun sebelumnya sebesar 60,10 gr/kap/hr. Konsumsi protein tersebut

ternyata melampaui 10,30 gr/kap/hr (19,61% ) dari angka kecukupan protein yang

dianjurkan 52 gr/kap/ hr. Konsumsi protein tersebut didukung dengan peningkatan

konsumsi protein penduduk pedesaan yang cukup besar dari konsumsi protein

Page 58: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

penduduk pedesaan tahun sebelumnya. Konsumsi protein penduduk perkotaan

dan pedesaan mencapai sebesar 60.70 gr/kap./hr dan 64,5 gr/kap./hr.

Konsumsi protein penduduk perkotaan sebesar 60,7 gram/kap/hr menurun

sebesar 6,7 gram/kap/hr atau 9,95 % dari tahun sebelumnya sebesar 67,4

gram/kap/hr. Sedangkan, konsumsi protein penduduk pedesaan sebesar 64,5

gram/kap/hr meningkat 6,3 gram/kap/hr atau 10,82 % dari tahun sebelumnya

sebesar 58,20 gram/kap/hr. Peningkatan konsumsi protein penduduk pedesaan

dikarenakan adanya peningkatan konsumsi pangan hewani berupa: ikan, daging

ruminansia, telur dan susu. Oleh karena itu, upaya percepatan gerakan

penganekaragaman diarahkan di daerah perkotaan yang difokuskan pada

keanekaragaman konsumsi pangan nabati non beras/tepung terigu beruapa umbi-

umbian, sayur dan buah, kacang-kacangan, serta konsumsi pangan hewani yang

berigizi dan berimbang.

Tingkat dan kualitas konsumsi pangan semakin baik dibandingkan dengan

tahun sebelumnya. Hal ini ditunjukkan oleh keragaman konsumsi pangan

penduduk dengan skor PPH 77,8 lebih tinggi dibandingkan dengan Skor PPH

tahun sebelumnya sebesar 71,0. Meskipun kesadaran dan kepedulian masyarakat

terhadap kualitas konsumsi pangan semakin meningkat, namun masih terdapat

asupan gizi dari beberapa kelompok bahan makanan berada dibawah rekomendasi

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Hampir semua kelompok pangan

dikonsumsi dalam jumlah yang belum memadai, kecuali kelompok padi-padian.

Sumbangan energi kelompok padi-padian terhadap Angka Kecukupan Gizi

(AKG) pada tahun 2005 cukup besar mencapai 57,9 %, sedangkan proporsi

idealnya sebesar 50 %. Sumbangan energi kelompok pangan yang masih jauh

dari proporsi idealnya adalah : kelompok pangan hewani, kelompok sayur dan

buah, serta kelompok umbi-umbian. Hal ini menggambarkan bahwa pola

konsumsi pangan penduduk Jawa Timur belum memenuhi kaidah kecukupan gizi

yang dianjurkan dan konsep pangan yang beragam, bergizi dan berimbang.

Tabel 6Rata-rata Konsumsi Pangan Tingkat Rumah Tangga

Tahun 2002 dan Tahun 2005

Page 59: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

No Kelompok Pangan

tahun 2002 tahun 2005  

Gram/ Kap/Hr

Energi (Kkal)

% AKE*)

Gram/ Kap/Hr

Energi (Kkal)

% AKE**)

PPH Nasional

20201 Padi-Padian 283.1 1,129.70 51.4 283.5 1.139 57 502 Umbi-umbian 69.1 78.6 3.6 53.5 61 3.1 63 Pangan Hewani 61.6 100.4 4.6 73.1 134 6.7 124 Lemak dan Minyak 21.4 190 8.6 20.2 180 9 105 Bauh/Biji Berminyak 10.7 58.7 2.7 10.4 57 2.9 36 Kacang-kacangan 33.8 98 4.5 32.1 93 4.7 57 Gula 30.6 111.1 5.1 26.9 97 4.9 58 Sayur dan Buah 197.4 80.8 3.7 203 86 4.3 69 Lainnya 50.8 41.7 1.9 42.3 38 1.9 3

Jumlah   1,889 85.9   1,886 94.3 100Sumber : Angka Susenas 2002 dan 2005 Jawa Timur, BPS (diolah BKP Prop.Jatim,2006)Keterangan : *) Angka Kecukupan Energi (AKE) = 2200 Kkal/Kap/Hari **)Angka Kecukupan Energi (AKE) = 2000 Kkal/Kap/Hari

Konsumsi pangan kelompok padi-padian didominasi oleh beras, dan

ternyata konsumsi beras masih cukup tinggi yaitu sebesar 94,35 kg/kap/thn (data

diolah dari Susenas 2005) meningkat sebesar 0,89 kg/kap/thn dibandingkan

dengan konsumsi beras tahun sebelumnya sebesar 93,46 kg/kap/thn (data diolah

dari Susenas 2002). Demikian pula, konsumsi terigu masih cukup tinggi mencapai

sebesar 8,43 kg/kap/thn meningkat sebesar 1,60 kg/kap/thn dibandingkan dengan

konsumsi terigu tahun sebelumnya sebesar 6,83 kg/kap/thn. Peningkatan

konsumsi beras dan terigu nampaknya mempengaruhi konsumsi tepung umbi-

umbian. Konsumsi umbi-umbian hanya mencapai sebesar 19,52 kg/kap/thn

menurun sebesar 5,70 kg/kap/thn dibandingkan dengan konsumsi tahun

sebelumnya sebesar 25,22 kg/kap/thn. Hal ini merupakan tantangan yang harus

menjadi fokus penanganan secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya

percepatan penganekaragaman pangan di Jawa Timur. Karena selain dari beras,

sebenarnya sumber karbohidrat dapat diperoleh dari berbagai bahan pangan pokok

lainnya yaitu serealia selain beras (jagung, sorghum), umbi-umbian (singkong/ubi

kayu, ubi jalar, kentang, bentul, talas, uwi, garut, ganyong dan sebagainya), buah-

buahan (sukun, pisang).

Page 60: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

4.3. MASALAH-MASALAH AKSESIBILITAS PANGAN

Kerawanan pangan adalah suatu kondisi ketidakcukupan pangan yang

dialami daerah, masyarakat atau rumah tangga pada waktu tertentu untuk

memenuhi standart kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan

masyarakat. Kerawanan pangan dapat terjadi secara berulang-ulang pada waktu-

waktu tertentu (kronis), dan dapat pula terjadi akibat keadaan darurat seperti

bencana alam maupun bencana sosial (transien).

Kondisi kerawanan pangan dapat disebabkan karena: tidak adanya akses

secara ekonomi bagi individu/rumah tangga untuk memperoleh pangan yang

cukup, tidak adanya akses secara fisik bagi individu/rumah tangga untuk

memperoleh pangan yang cukup, tidak tercukupinya pangan untuk kehidupan

produktif individu/rumah tangga, tidak terpenuhi pangan secara cukup dalam

jumlah, mutu, ragam, keamanan serta keterjangkauan harganya.

Kerawanan pangan dan kelaparan berpeluang besar terjadi pada petani skala

kecil, nelayan, dan masyarakat sekitar hutan yang menggantungkan hidupnya

pada sumberdaya alam yang miskin dan terdegradasi. Kerawanan pangan sangat

dipengaruhi oleh daya beli masyarakat yang ditentukan tingkat pendapatannya.

Rendahnya tingkat pendapatan memperburuk konsumsi energi dan protein.

Tingkat kesejahteraan rumah tangga dapat digunakan sebagai salah satu

indikator aksesabilitas rumah tangga terhadap pangan. Hal ini juga berkorelasi

dengan kemampuan dan daya beli rumah tangga itu sendiri. Oleh karena itu,

penciptaan lapangan pekerjaan perlu dikembangkan agar masyarakat mampu

meningkatkan pendapatannya. Selain itu, walaupun daya beli rumah tangga

mencukupi, apabila terdapat kelangkaaan pangan akibat distribusi yang tidak

lancar maka akses rumah tangga secara fisik akan terganggu bahkan menjadi lebih

buruk.

Indikator yang sangat dekat menggambarkan daya beli masyarakat adalah

berkenaan dengan kemiskinan masyarakat Jawa Timur. Tingkat kemiskinan di

Page 61: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Jawa Timur masih berkisar sebesar 20 persen. Namun demikian walaupun ada

perubahan yang kecil nampaknya ada trend mengalami penurunan dari tahun

ketahun.

Ketersediaan pangan secara makro tidak sepenuhnya menjamin ketersediaan

pada tingkat mikro. Masalah produksi yang hanya terjadi di wilayah tertentu dan

pada waktu-waktu tertentu mengakibatkan konsentrasi ketersediaan di sentra-

sentra produksi dan pada masa-masa panen. Pola konsumsi yang relatif sama

antar-individu, antar- waktu, dan antar-daerah mengakibatkan adanya masa-masa

defisit dan lokasi-lokasi defisit pangan. Dengan demikian, mekanisme pasar dan

distrubusi antar lokasi serta antar waktu dengan mengandalkan ’stok’ akan

berpengaruh pada keseimbangan antara ketersediaan dan konsumsi yang

berpengaruh pada harga yang terjadi di pasar. Faktor keseimbangan yang

tereflekasi pada harga sangat berkaitan dengan daya beli rumah tangga terhadap

pangan. Dengan demikian, meskipun komoditas pangan tersedia di pasar namun

apabila harga terlalu tinggi dan tidak terjangkau daya beli rumah tangga, maka

rumah tangga tidak akan dapat mengakses pangan yang tersedia. Kondisi seperti

ini dapat menyebabkan kerawanan pangan.

Penduduk rawan pangan didefinisikan sebagai mereka yang rata-rata tingkat

konsumsi energinya antara 71–89 persen dari norma kecukupan energi.

Sedangkan penduduk sangat rawan pangan hanya mengkonsumsi energi kurang

dari 70 persen dari kecukupan energi. Dengan menggunakan kriteria tersebut pada

tahun 2005 terdapat sekitar 25 persen dari penduduk perkotaan yang rawan

pangan dan sebesar 37,0 persen dari penduduk perdesaan yang mengalami rawan

pangan. Di samping itu masih terdapat sekitar 2-4 persen rumah tangga yang

sangat rawan pangan atau kelaparan. Mereka adalah rumah tangga miskin yang

tingkat pengeluarannya tidak lebih dari Rp 150 ribu per bulan.

Jumlah anak balita dengan status gizi buruk dan gizi kurang di relative

masih tinggi masih tinggi. Tingginya proporsi rumah tangga rawan pangan dan

anak balita kurang gizi menunjukkan bahwa ketahanan pangan tidak selalu berarti

bahwa tingkat ketahanan pangan di rumah tangga dan individu juga terpenuhi.

Masalah-masalah distribusi dan mekanisme pasar yang berpengaruh terhadap

Page 62: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

harga, daya beli rumah tangga yang berkaitan dengan kemiskinan dan pendapatan

rumah tangga, dan tingkat pengetahuan tentang pangan dan gizi sangat

berpengaruh kepada konsumsi dan kecukupan pangan dan gizi rumah tangga.

Gambar 2Tingkat Konsumsi Energi Propinsi Jawa Timur

Sumber : Badan Ketahanan Pangan Jawa Timur, 2006 (diolah)

Hubungan tentang kerawanan pangan dengan tingkat pendapatan relatif

cukup erat baik ditinjau dari kecukupan energi maupun kualitas pangan. Pada

gambar berikut ditunjukkan bahwa semakin rendah pendapatan seseorang maka

akan menyebabkan rendahnya kecukupan energi maupun skor PPHnya seperti

terlihat pada gambar berikut.

Page 63: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Gambar 3Skor PPH Propinsi Jawa Timur

Sumber : Badan Ketahanan Pangan Jawa Timur, 2006

Page 64: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Bab 5PENYELESAIAN MASALAH KETAHANAN PANGAN

5.1. ROADMAP DIVERSIFIKASI PANGANPROPINSI JAWA TIMUR 2008

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Diversifikasi konsumsi pangan mempunyai peranan yang sangat penting

dalam upaya peningkatan perbaikan gizi untuk mendapatkan manusia yang

berkualitas. Martianto (2005) menunjukkan bahwa manusia untuk dapat hidup

aktif dan sehat memerlukan lebih 40 jenis zat gizi yang terdapat pada berbagai

jenis makanan, dimana dapat dipenuhi melalui diversifikasi konsumsi pangan.

Studi yang dilakukan oleh Hardinsyah (1996) menunjukkan bahwa diversifikasi

pangan dapat meningkatkan konsumsi berbagai anti oksidan pangan, konsumsi

serat dan menurunkan resiko hiperkolesterol, hipertensi dan penyakit jantung

koroner. Berkaitan dengan hal ini, diversifikasi pangan menjadi salah satu pilar

utama dalam mewujudkan ketahanan pangan.

Dalam aspek makro, peranan diversifikasi pangan dapat dijadikan sebagai

instrumen kebijakan untuk mengurangi ketergantungan pada beras sehingga

mampu meningkatkan ketahanan pangan nasional, serta dapat dijadikan instrumen

peningkatan produktifitas kerja melalui perbaikan gizi masyarakat. Beberapa hasil

kajian menunjukkan persediaan pangan yang cukup secara nasional terbukti tidak

menjamin adanya ketahanan pangan tingkat wilayah (regional), rumah tangga atau

individu. Studi yang dilakukan oleh Martianto dan Ariani (2004) menunjukkan

bahwa walaupun ketersediaan pangan secara nasional sudah cukup, namun jumlah

Page 65: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

proporsi rumah tangga yang defisit energi di setiap propinsi masih tinggi yakni 18

%. Bank Dunia (2006) menunjukkan bahwa perbaikan gizi merupakan suatu

investasi yang sangat menguntungkan. Pada kondisi gizi buruk, penurunan

produktivitas perorangan diperkirakan lebih dari 10 persen dari potensi

pendapatan seumur hidup; dan secara agregat menyebabkan kehilangan PDB

antara 2-3 persen. Konferensi para ekonom di Copenhagen tahun 2005

(Konsensus Kopenhagen) menyatakan bahwa intervensi gizi menghasilkan

keuntungan ekonomi (‘economic returns’) tinggi dan merupakan salah satu yang

terbaik dari 17 alternatif investasi pembangunan lainnya.

Upaya diversifikasi walaupun sudah dirintas sejak dasawarsa 60-an, namun

sampai saat ini masih belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Pola pangan

lokal seperti ditinggalkan, berubah ke pola beras dan pola mie. Kualitas pangan

juga masih rendah, kurang beragam, masih didominasi pangan sumber

karbohidrat terutama dari padi-padian. Ariani dan Ashari (2003) menunjukkan

bahwa konsumsi pangan pokok masyarakat Indonesia sangat tergantung pada

beras dengan tingkat partisipasi rata-rata hampir mencapai 100 persen kecuali

untuk Maluku dan Papua (yang dikenal wilayah dengan ekologi sagu) berkisar 80

persen. Data Susenas menunjukkan bahwa pada tahun 2005 konsumsi beras di

Indonesia sangat tinggi yakni 105,2 kg/kapita/tahun.

Perkembangan menarik dalam konsumsi pangan karbohidrat adalah ada

kecenderungan berubahnya pola konsumsi pangan pokok kelompok masyarakat

berpendapatan rendah, terutama di pedesaan, yang mengarah kepada beras dan

bahan pangan berbasis tepung terigu, termasuk mie kering, mie basah, mie instan.

Konsumsi pangan dengan bahan baku terigu justru mengalami peningkatan yang

sangat tajam yakni sebesar sebesar 19,2 persen untuk makanan mie dan makan

lain berbahan terigu 7.9 persen pada periode 1999-2004.

Menurut Hasan (1994), tersedianya keragaman hayati (biodiversity) yang

tersebar di wilayah Indonesia merupakan potensi besar yang dapat diolah menjadi

pangan. Hal ini sekaligus menjadi peluang yang dapat mengantar Indonesia untuk

berswasembada karbohidrat, protein, dan lemak. Sayangnya potensi besar tersebut

belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Sebagai gambaran, Kasryno (1998)

Page 66: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

menyebutkan dari 25.000 jenis tumbuhan berbunga sekitar 6000 jenis telah

dimanfaatkan oleh masyarakat. Lebih dari 100 jenis tepung dari berbagai jenis

tumbuhan dapat dijadikan sebagai sumber karbohidrat. Kurang lebih dari 100

jenis legume dan sejumlah jenis tumbuhan lainnya dapat dijadikan sumber protein

dan lemak. Sekitar 450 jenis buahbuahan dan kacang-kacangan dan sekitar 250

jenis tumbuhan lalap-lalapan menjadi sumber protein dan mineral. Berdasarkan

fakta empiris tersebut maka permasalahan umum yang harus segera diantisipasi

adalah bagaimana cara menurunkan konsumsi beras yang terus meningkat, serta

usaha-usaha untuk meningkatkan konsumsi pangan protein, lemak, dan

viatamin/mineral berbasiskan sumberdaya pangan lokal. Jika hal ini dapat

dilakukan, maka ketahanan pangan nasional sekaligus peningkatan gizi

masyarakat untuk menciptakan kualitas sumberdaya manusia Indonesia dapat

diwujudkan.

Bahan baku pangan untuk tujuan diversifikasi pangan berada di pedesaan

yang dihasilkan oleh petani dengan sumber daya lahan yang sangat terbatas. Oleh

karena itu kelompok masyarakat pedesaan inilah yang seharusnya menjadi fokus

perhatian dalam pembangunan di bidang ketahanan pangan khususnya

diversifikasi pangan. Terjadinya diversifikasi konsumsi pangan secara bertahap

akan mengubah pola produksi pertanian di tingkat petani (diversifikasi produksi).

Petani akan memproduksi komoditas yang banyak dibutuhkan oleh konsumen dan

yang memiliki harga cukup tinggi. Kondisi ini pada akhirnya akan membawa

dampak pada peningkatan pendapatan petani. Mereka tidak lagi tergantung hanya

pada komoditas padi sebagai sumber pendapatan usahataninya, tetapi dapat

mencoba tanaman lain yang memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi.

Saat ini pemerintah telah menyadari begitu pentingnya diversifikasi pangan,

sehingga pemerintah berencana melakukan gerakan melalui program Rencana

Aksi Nasional Pangan Dan Gizi. Hal ini memerlukan kesepakatan bersama untuk

membuat blue print, yang membahas seluruh aspek yang terkait dengan

pengembangan diversifikasi konsumsi pangan. Berdasarkan kenyataan inilah

maka dipandang perlu dibuat roadmap diversifikasi pangan di Jawa Timur. Road

map ini diharapkan sebagai acuan untuk mewujudkan diversifikasi pangan.

Page 67: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

2. Tujuan dan Roadmap

Tujuan Umum

Merumuskan kebijakan strategis untuk pencapaian Diversifikasi pangan

untuk menjadi panduan dan arahan serta acuan bagi stakeholders (instansi

pemerintah, swasta, BUMN/BUMD, perguruan tinggi, petani, nelayan, industri

pengolahan, pedagang, penyedia jasa) serta masyarakat pada umumnya untuk

berperan serta meningkatkan kontribusi yang optimal dalam upaya mewujudkan

diversifikasi pangan di Jawa Timur pada tahun 2015.

Tujuan Khusus

1. Meningkatkan pemahaman seluruh stakeholders terkait dan masyarakat dalam

peran sertanya untuk pemantapan Diversifikasi pangan.

2. Meningkatkan kemampuan menganalisis perkembangan diversifikasi pangan

agar: (i) mampu menetapkan prioritas penanganan masalah diversifikasi

pangan; (ii) mampu memilih intervensi yang tepat sesuai kebutuhan lokal; dan

(iii) mampu memantau dan mengevaluasi pembangunan diversifikasi pangan.

3. Meningkatkan koordinasi pembangunan diversifikasi pangan secara terpadu

untuk diimplementasikan karena terinci dengan jelas untuk membangun

sinergi, integrasi dan koordinasi yang baik mulai dari perencanaan,

implementasi dan evaluasi atas pelaksanaan bidang tugas masing-masing

dalam rangka mencapai tujuan diversifikasi pangan yang berkelanjutan.

Sasaran

1. Tersusunnya kebijakan diversifikasi pangan di Jawa Timur

2. Adanya acuan bagi penyusunan program pembangunan diversifikasi pangan

Proses Penyusunan

Penyusunan Roadmap diversifikasi pangan ini dilakukan oleh Tim dari

Badan Ketahanan Pangan Propinsi Jawa Timur. Awal dokumen ini dibahas dalam

berbagai diskusi yang melibatkan unsur lembaga pemerintah, perguruan tinggi,

Page 68: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

swasta, organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat dan organisasi

kemasyarakatan lainnya.

Page 69: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

II. PENGERTIAN DAN KELOMPOK BAHAN PANGAN

2.1. Pengertian

1. Pangan, adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik

yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan dan

minuman bagi konsumsi manusia termasuk bahan tambahan pangan, bahan

baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan,

pengolahan dari atau pembuatan makanan dan minuman.

2. Konsumsi Pangan, adalah sejumlah makanan dan minuman yang dimakan atau

diminum penduduk/seseorang dalam rangka memenuhi kebutuhan hayati.

3. Penganekaragaman Konsumsi Pangan, adalah beranekaragamnya jenis pangan

yang dikonsumsi penduduk mencakup pangan sumber energi, protein dan zat

gizi lainnya, dalam bentuk bahan mentah maupun pangan olahan sehingga

dapat memenuhi kebutuhan pangan penduduk baik kuantitas maupun kualitas.

4. Diversifikasi/Penganekaragaman Pangan, adalah proses pemilihan pangan

yang tidak tergantung kepada satu jenis saja, tetapi terhadap macammacam

bahan pangan mulai dari aspek produksi, aspek pengolahan, aspek distribusi

hingga aspek konsumsi pangan tingkat rumah tangga.

5. Pola Konsumsi Pangan, adalah susunan makanan yang mencakup jenis dan

jumlah bahan makanan rata-rata perorang perhari yang umum

dikonsumsi/dimakan penduduk dalam jangka waktu tertentu.

6. Pangan Pokok, adalah pangan sumber karbohidrat yang sering dikonsumsi

atau dikonsumsi secara teratur sebagai makanan utama, selingan, sebagai

sarapan atau sebagai makanan pembuka atau penutup.

7. Pangan Lokal, adalah pangan yang diproduksi setempat (satu wilayah/daerah)

untuk tujuan ekonomi dan atau konsumsi. Pangan lokal tersebut berupa bahan

pangan baik komoditas primer maupun sekunder.

8. Pangan asli, adalah pangan yang asal-usulnya secara biologis ditemukan di

suatu daerah.

9. Pekarangan, adalah sebidang tanah disekitar rumah yang mudah diusahakan

dengan tujuan untuk meningkatkan pemenuhan gizi mikro melalui perbaikan

Page 70: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

menu keluarga dan pekarangan sering juga disebut sebagai lumbung hidup,

warung hidup atau apotik hidup. Dalam kondisi tertentu pekarangan dapat pula

dibuat dengan memanfaatkan kebun atau pot serta benda lain yang dapat dan

cocok untuk menumbuhkan berbagai jenis tanaman, ternak dan ikan.

10. Pemanfaatan Pekarangan, adalah pekarangan yang dikelola secara

berkesinambungan melalui pendekatan terpadu (berbagai jenis tanaman,

ternak dan ikan) sehingga akan menjamin ketersediaan bahan pangan yang

beranekaragam secara terus menerus, guna pemenuhan gizi keluarga dan bila

hasilnya berlebih dapat dijual sehingga memberikan sumbangan pendapatan

keluarga.

11. Makanan Tradisional, adalah makanan yang dikonsumsi masyarakat golongan

etnik dan wilayah yang spesifik, diolah dari resep yang dikenal masyarakat,

bahan-bahannya diperoleh dari sumber lokal dan memiliki rasa yang relatif

sesuai dengan selera masyarakat setempat.

12. Makanan Kudapan, adalah makanan, baik hasil olahan rumah tangga atau pun

industri yang disajikan/dikonsumsi sebagai makanan selingan, sebagai sarapan

atau sebagai makanan pembuka atau penutup.

13. Makanan Seimbang, adalah makanan yang dimakan seseorang atau penduduk

untuk memenuhi kebutuhan tubuh seseorang yang dianjurkan untuk hidup

sehat.

14. Kecukupan Pangan, menunjukkan sejumlah energi dan zat gizi yang

diperlukan untuk kesehatan. Hal ini diperuntukan bagi semua golongan umur.

15. Konsumsi Energi adalah sejumlah energi pangan dinyatakan dalam kalori

yang dikonsumsi penduduk rata-rata perorang perhari.

16. Konsumsi Protein adalah sejumlah protein yang diperlukan untuk kesehatan

dan diperuntukkan bagi semua golongan umur.

17. Norma Kecukupan Gizi adalah sejumlah zat gizi/ energi pangan yang

diperlukan oleh seseorang atau rata-rata kelompok orang untuk memenuhi

kebutuhannya.

18. Neraca Bahan Makanan adalah suatu bentuk tabel yang terdiri dari

kolomkolom yang memuat berbagai informasi berupa data tentang situasi dan

Page 71: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

kondisi penyediaan bahan pangan, mulai dari data produksi, pengadaan serta

perubahan-perubahan yang terjadi hingga suatu komoditas tersedia untuk

dikonsumsi oleh penduduk suatu daerah/negara dalam satu kurun waktu

tertentu.

19. Pola Pangan Harapan adalah komposisi/susunan pangan atau kelompok

pangan yang didasarkan pada kontribusi energinya baik mutlak maupun

relatif, yang memenuhi kebutuhan gizi secara kuantitas, kualitas maupun

keragamannya dengan mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, budaya,

agama dan cita rasa.

20. Bobot (rating) adalah nilai yang diberikan untuk setiap kelompok bahan

pangan dengan mempertimbangkan kepadatan energi, zat gizi, serat, kuantitas,

dan cita rasa terhadap komoditas tersebut.

21. Skor mutu pangan adalah ukuran kualitas/mutu bahan pangan yang didasarkan

pada kontribusi energi setiap kelompok pangan dikalikan dengan bobot/rating.

III. KONSEP DIVERSIFIKASI PANGAN

Diversifikasi konsumsi pangan mempunyai peranan yang sangat penting

dalam upaya peningkatan perbaikan gizi untuk mendapatkan manusia yang

berkualitas. Martianto (2005) menunjukkan bahwa manusia untuk dapat hidup

aktif dan sehat memerlukan lebih 40 jenis zat gizi yang terdapat pada berbagai

jenis makanan, dimana dapat dipenuhi melalui diversifikasi konsumsi pangan.

Studi yang dilakukan oleh Hardinsyah (1996) menunjukkan bahwa

diversifikasi pangan dapat meningkatkan konsumsi berbagai anti oksidan pangan,

konsumsi serat dan menurunkan resiko hiperkolesterol, hipertensi dan penyakit

jantung koroner. Berkaitan dengan hal ini, diversifikasi pangan menjadi salah satu

pilar utama dalam mewujudkan ketahanan pangan.

Dalam aspek makro, peranan diversifikasi pangan dapat dijadikan sebagai

instrumen kebijakan untuk mengurangi ketergantungan pada beras sehingga

mampu meningkatkan ketahanan pangan nasional, serta dapat dijadikan instrumen

peningkatan produktifitas kerja melalui perbaikan gizi masyarakat. Beberapa hasil

kajian menunjukkan persediaan pangan yang cukup secara nasional terbukti tidak

Page 72: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

menjamin adanya ketahanan pangan tingkat wilayah (regional), rumah tangga atau

individu. Studi yang dilakukan oleh Martianto dan Ariani (2004) menunjukkan

bahwa walalupun ketersediaan pangan secara nasional sudah cukup, namun

jumlah proporsi rumah tangga yang defisit energi di setiap propinsi masih tinggi

yakni 18 %. Bank Dunia (2006) menunjukkan bahwa perbaikan gizi merupakan

suatu investasi yang sangat menguntungkan. Pada kondisi gizi buruk, penurunan

produktivitas perorangan diperkirakan lebih dari 10 persen dari potensi

pendapatan seumur hidup; dan secara agregat menyebabkan kehilangan PDB

antara 2-3 persen.

Konferensi para ekonom di Copenhagen tahun 2005 (Konsensus

Kopenhagen) menyatakan bahwa intervensi gizi menghasilkan keuntungan

ekonomi (economic returns) tinggi dan merupakan salah satu yang terbaik dari 17

alternatif investasi pembangunan lainnya.

Pengertian Diversifikasi Pangan

Konsep diversifikasi pangan bukan suatu hal baru dalam peristilahan

kebijakan pembangunan pertanian di Indonesia, oleh karena itu konsep tersebut

telah banyak dirumuskan dan diinterprestasikan oleh para pakar sesuai dengan

kontek tujuannya. Kasryno, et al (1993) memandang diversifikasi pangan sebagai

upaya yang sangat erat kaitannya dengan peningkatan kualitas sumber daya

manusia, pembangunan pertanian di bidang pangan dan perbaikan gizi

masyarakat. Diversifikasi pangan ini tercakup aspek produksi, konsumsi,

pemasaran, dan distribusi. Dari aspek produksi, diversifikasi berarti perluasan

spektrum komoditas pangan, baik dalam hal perluasan pemanfaatan sumber daya,

pengusahaan komoditas maupun pengembangan produksi komoditas pangan.

Oleh karena itu dilihat dari aspek produksi, diversifikasi mencakup pengertian

diversifikasi horisontal maupun vertikal. Dari sisi konsumsi, diversifiksi pangan

mencakup aspek perilaku yang didasari baik oleh pertimbangan ekonomis seperti

pendapatan dan harga komoditas, maupun non ekonomis seperti kebiasaan, selera

dan pengetahuan. Pertemuan antara sektor produksi dan konsumsi tidak terlepas

dari peranan pemasaran dan distribusi komoditas pangan tersebut. Demikian pula

Page 73: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Suhardjo (1998) menyebutkan bahwa pada dasarnya diversifikasi pangan

mencakup tiga lingkup pengertian yang saling berkaitan, yaitu (1) diversifikasi

konsumsi pangan, (2) diversifikasi ketersediaan pangan, dan (3) diversifikasi

produksi pangan.

Sementara, Soetrisno (1998) mendefinisikan diversifikasi pangan lebih

sempit (dalam konteks konsumsi pangan) yaitu sebagai upaya

menganekaragamkan jenis pangan yang dikonsumsi, mencakup pangan sumber

energi dan zat gizi, sehingga memenuhi kebutuhan akan pangan dan gizi sesuai

dengan kecukupan baik ditinjau dari kuantitas maupun kualitasnya. Secara lebih

tegas, Pakpahan dan Suhartini (1989) menyatakan dalam konteks Indonesia

diversifikasi/keanekaragaman konsumsi pangan sering diartikan sebagai

pengurangan konsumsi beras yang dikompensasi oleh penambahan konsumsi

bahan pangan non beras. Menurut Suhardjo dan Martianto (1992) semakin

beragam konsumsi pangan maka kualitas pangan yang dikonsumsi semakin baik.

Oleh karena itu dimensi diversifikasi pangan tidak hanya terbatas pada pada

diversifikasi konsumsi makanan pokok saja, tetapi juga makanan pendamping.

3.1 . Penilaian Pengembangan Pola Konsumsi Pangan Berdasarkan PPH

Pengembangan Pola Konsumsi Pangan dapat diterapkan baik untuk tingkat

Nasional, Regional ( propinsi dan Kabupaten ) dan tingkat keluarga tergantung

keperluannya, sedangkan penilaiannya dapat dilakukan melalui 2(dua) sisi yaitu :

sisi kuantitas dan sisi kualitas. Sisi kualitas, kualitas pangan dalam hal ini dapat

mencakup aspek fisik pangan, kualitas kimiawi dan mikrobiologi/aspek keamanan

pangan, aspek organoleptik dan aspek gizi. Pangan dari sisi ini lebih ditujukan

kepada aspek gizi yang didasarkan kepada keanekaragaman pangannya , bukan

hanya makanan pokok saja, tetapi juga bahan pangan lainnya. Semakin beragam

dan seimbang komposisi pangan yang dikonsumsi akan semakin baik kualitas

gizinya, karena pada hakekatnya tidak ada satupun jenis pangan yang

mempunyaui kandungan gizi yang lenkap dan cukup dalam jumlah jenisnya.

Untuk menilai keanekaragaman pangan digunakan pendekatan Pola Pangan

Harapan (PPH). Semakin tinggi skor mutu pangan yang dihitung menggunakan

Page 74: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

pendekatan PPH menunjukkan konsumsi pangan semakin beragam dan

komposisinya semakin baik/berimbang. Sisi kuantitas, pada sisi ini ditinjau dari

volume pangan yang dikonsumsi dan konsumsi zat gizi yang dikandung bahan

pangan. Kedua hal tersebut digunakan untuk melihat apakah konsumsi pangan

sudah dapat memenuhi kebutuhan yang layak untuk hidup sehat yang dikenal

sebagai Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang direkomendasikan Widyakarya

Nasional Pangan dan Gizi.Untuk menilai kuantitas konsumsi pangan masyarakat

digunakan Parameter Tingkat Konsumsi Energi (TKE) dan Tingkat Konsumsi

Protein (TKP). Beberapa kajian menunjukkan bahwa bila konsumsi energi dan

protein terpenuhi sesuai dengan norma atau angka kecukupan gizi dan konsumsi

pangan beragam, maka zat-zat lain juga akan terpenuhi dari konsumsi pangan.

Untuk menilai situasi pangan dalam rangka perumusan kebijakan di bidang

pangan dan gizi, dilakukan melalui kombinasi kedua sisi diatas, dimana kedua

penilaian tersebut dapat dipakai untuk melihat gambaran pola konsumsi/kebiasaan

makan penduduk disuatu wilayah. Penilaian terhadap pengembangan pola

konsumsi pangan tingkat nasional dan Regional dilaksanakan dengan pendekatan

Pola Pangan Harapan (PPH), menggunakan data Survai Sosial Ekonomi Nasional

(SUSENAS). Pola Pangan harapan (PPH) adalah suatu komposisi pangan yang

seimbang untuk dikonsumsi guna memenuhi kebutuhan gizi penduduk. PPH dapat

dinyatakan (1) dalam bentuk komposisi energi (kalori) anekaragam pangan

dan/atau (2) dalam bentuk komposisi berat (gram atau kg) anekaragam pangan

yang memenuhi kebutuhan gizi penduduk. Pola pangan harapan mencerminkan

susunan konsumsi pangan anjuran untuk hidup sehat, aktif dan produktif.

PPH (desirable dietary pattern), diperkenalkan pertama kali oleh

FAORAPA dalam pertemuan konsultasi FAO-RAPA di Bangkok pada tahun

1989. PPH disarankan untuk digunakan bagi setiap negara dikawasan Asia Pasifik

yang dalam penerapannya perlu diadaptasi sesuai pola konsumsi pangan dan

kebutuhan gizi setempat. PPH berguna (1) sebagai alat atau instrumen

perencanaan konsumsi pangan, ketersediaan pangan dan produksi pangan; (2)

sebagai instrumen evaluasi tingkat pencapaian konsumsi pangan, penyediaan

pangan dan produksi pangan, baik penyediaan dan konsumsi pangan; (3) dapat

Page 75: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

pula digunakan sebagai basis pengukuran diversifikasi dan ketahanan pangan; (4)

sebagai pedoman dalam merumuskan pesan-pesan gizi.

Untuk menjadikan PPH sebagai instrumen dan pendekatan dalam

perencanaan pangan di suatu wilayah atau daerah diperlukan kesepakatan tentang

pola konsumsi energi dan konsumsi pangan anjuran dengan mempertimbangkan

(1) pola konsumsi pangan penduduk saat ini; (2) kebutuhan gizi yang dicerminkan

oleh pola kebutuhan energi (asumsi : dengan makan anekaragam pangan,

kebutuhan akan zat gizi lain akan terpenuhi); (3) mutu gizi makanan yang

dicerminkan oleh kombinasi makanan yang mengandung protein hewani, sayur

dan buah; (4) pertimbangan masalah gizi dan penyakit yang berhubungan dengan

gizi; (5) kecenderungan permintaan (daya beli); (6) kemampuan penyediaan

dalam konteks ekonomi dan wilayah. Dengan mempertimbangkan hal tersebut

pada pertemuan yang diselenggarakan oleh Badan Urusan Ketahanan Pangan,

Deptan dan sektor dan sub-sektor terkait serta pakar pangan dan gizi pada tanggal

31 Oktober 2000 disepakati untuk menyempurnakan komposisi PPH untuk target

perencanaan penyediaan konsumsi pangan untuk dikonsumsi penduduk pada

tingkat nasional seperti disajikan pada Tabel 1. PPH 2020 maksudnya PPH yang

akan dicapai secara nasional tahun 2020 yang perlu diterjemahkan pada

perencanaan nasional dan daerah secara bertahap tahun demi tahun dan target

demi target.

Tabel 1. Komposisi Energi Menurut Pola Pangan Harapan

Sumber: Deptan, (2001)

Page 76: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Masing-masing daerah (kabupaten/kota) perlu meng-adaptasi pola ini,

disesuaikan dengan kondisi dan permasalahan masing-masing daerah dalam

rangka mendukung pencapaian tujuan dan target pembangunan pangan nasional.

Prinsip-prinsip ini diharapkan dijadikan benang merah (metode standar) dalam

perencanaan penyediaan konsumsi pangan tingkat kabupaten dan kota. Artinya

prinsip perhitungannnya disepakati untuk digunakan bersama, sedangkan

komposisinya akan bervariasi antar daerah sesuai kemampuan dan

permasalahannya.

Patut dipahami bersama bahwa PPH merupakan komposisi atau pola pangan

dalam bentuk persentase konsumsi energi yang dianjurkan (harapan) untuk hidup

sehat, tanpa memandang apakah pangan tersebut berasal dari produksi lokal

(dalam negeri) atau didatangkan dari negara/daerah lain (impor). Oleh karena itu

angka-angka yang disajikan baru sebatas kebutuhan untuk konsumsi manusia atau

penduduk. Untuk perencanaan pangan perlu dipertimbangkan faktor koreksi atau

jumlah yang digunakan untuk ekspor (dibawa kedaerah lain), pakan ternak,

kebutuhan industri (bukan untuk makanan penduduk setempat), benih atau bibit,

cadangan dan kehilangan.

Penilaian Konsumsi Pangan Wilayah dengan Pendekatan PPH. Analisis

konsumsi pangan wilayah diarahkan untuk menganalisis situasi konsumsi pangan

dengan mempertimbangkan potensi sumberdaya dan sosial ekonomi wilayah.

Dalam menganalisis konsumsi pangan wilayah yang berbasis sumberdaya, perlu

diperhatikan faktor pendukung utama yang mempengaruhi pola konsumsi yaitu

(1) ketersediaan; (2) kondisi sosial dan ekonomi; (3) letak geografis wilayah (desa

- kota) serta (4) karakteristik rumah tangga.

Ketersediaan pangan secara makro (tingkat wilayah) sangat dipengaruhi

oleh tinggi rendahnya produksi pangan dan distribusi pangan pada daerah

tersebut. Sedangkan pada tingkat mikro (tingkat Rumah Tangga) lebih

dipengaruhi oleh kemampuan rumah tangga memproduksi pangan, daya beli, dan

pemberian. Pola konsumsi pangan sangat ditentukan oleh faktor sosial ekonomi

rumah tangga seperti tingkat pendapatan, harga pangan, selera dan kebiasaan

Page 77: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

makan. Dalam analisis pola konsumsi, faktor sosial budaya didekati dengan

menganalisa data golongan pendapatan rumah tangga. Sedangkan letak geografis

didekati dengan lokasi desa-kota dari rumah tangga yang bersangkutan.

Pola konsumsi pangan juga dipengaruhi oleh karakteristik rumah tangga

yaitu jumlah anggota rumah tangga, struktur umur jenis kelamin, pendidikan dan

lapangan pekerjaan. Dengan menggunakan data Susenas dapat dianalisis beberapa

faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan wilayah dan dilakukan melalui

tabulasi dengan mengelompokkan data konsumsi pangan sebagai berikut :

1. Data konsumsi dan pengeluaran pangan dilakukan pengelompokkan menjadi 9

kelompok pangan .

2. Pendapatan rumah tangga didekati dengan pengeluaran rumah tangga untuk

kebutuhan pangan dan non pangan dikelompokkan (1) di daerah pedesaan dan

(2) di daerah perkotaan.

3. Pendapatan rumah tangga juga didekati dengan pengelompokkan tingkat

pengeluaran berdasarkan golongan pengeluaran perkapita perbulan.

4. Dalam melakukan analisis, berbasis pada :

· Angka kecukupan energi rata-rata untuk Indonesia pada tingkat konsumsi

ebesar 2200 Kkal/orang/hari dengan tingkat ketersediaan sebesar 2500

kkal/orang/hari.

· Angka kecukupan protein rata-rata untuk penduduk Indonesia sebesar 50

gram/orang/hari pada tingkat konsumsi dan 55 gram/orang/hari pada tingkat

ketersediaan.

· Angka kecukupan konsumsi lemak minimum setara dengan 10 % dari total

energi dan maksimum 25 % dari total energi, dengan konsumsi yang

bersumber dari lemak rata-rata sebesar 20 %.

Pengembangan pola konsumsi Tingkat Rumah Tangga. Sesuai dengan

tujuan dari upaya pengembangan konsumsi pangan yaitu untuk memperbaiki

mutu gizi melalui penganekaragaman menu makanan sehari-hari, dan penyediaan

bahan makanan yang beranekaragam termasuk penyediaan protein nabati dan

hewani, sejauh mungkin memperhatikan pola konsumsi masyarakat setempat.

Dalam upaya pengembangan konsumsi pangan tersebut, perlu disusun pedoman

Page 78: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

perencanaan menu seimbang yang dapat digunakan untuk bahan penyuluhan bagi

petugas maupun sebagai pedoman di tingkat rumah tangga.

Pedoman Perencanaan Menu Seimbang merupakan suatu pedoman gizi

yang berisi pesan-pesan praktis bagi masyarakat untuk menyusun menu makanan

yang sehatdan seimbang. Pengembangan pola konsumsi pangan ditingkat rumah

tangga dilaksanakan dengan menggunakan petunjuk dan pedoman sederhana

penyusunan menu seimbang, dengan langkah-langkah berikut :

a. Menentukan Komposisi Anggota Keluarga

Petunjuk singkat dibawah ini menyajikan contoh cara menyusun menu

berdasarkan kesimbangan pola konsumsi yang disarankan untuk satu keluarga.

Misalnya satu keluarga terdiri dari Bapak, Ibu dan dua anak dengan aktivitas

sedang, maka kecukupan energi dan protein keluarga tersebut sebagai berikut :

Petunjuk singkat dibawah ini menyajikan contoh cara menyusun menu

berdasarkan kesimbangan pola konsumsi yang disarankan untuk satu keluarga.

Misalnya satu keluarga terdiri dari Bapak, Ibu dan dua anak dengan aktivitas

sedang, maka kecukupan energi dan protein keluarga tersebut sebagai berikut :

Tabel 2 : Angka Kecukupan Energi dan Protein Keluarga.

Tabel di atas diperoleh dari kecukupan yang tertera pada tingkat kecukupan

energi yang dianjurkan rata-rata perorang per hari berdasarkan tingkatan umur

seperti tercantum pada Tabel 3, sehingga diperoleh total kecukupan energi dan

protein bagi keluarga sebesar 8400 kalori dan 163 gram protein, 20% (32,6 gram)

dari hewani dan sisanya dari nabati.

Page 79: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Tabel 3. Angka kecukupan energi dan protein dianjurkanrata-rata per orang per hari

Sumber : Widiakarya Nasional Pangan dan Gizi 1993, LIPI.

b. Pemilihan Bahan Pangan

Setelah ditetapkan kebutuhan masing-masing keluarga dalam bentuk kilo

kalori untuk energi dan gram untuk protein, maka baru ditetapkan jenis bahan

pangan yang akan dipilih dalam susunan menu makanan, yang terdiri dari sumber

karbohidrat, lauk pauk (sumber protein), sayur dan buah (sumber vitamin dan

mineral). Begitu pula dengan komoditi yang lain. Dari perhitungan diatas dapat

diperoleh gambaran menu seimbang bagi satu keluarga sebagaimana ditunjukkan

tabel 3.

Terlihat pada tabel 3, bahwa kecukupan gizi keluarga yaitu sebesar 8.400

kalori dan 163 gram protein dapat dipenuhi. Selanjutnya perlu diperhatikan pula

distribusi/pembagian makanan didalam keluarga. Sesuaikan porsi untuk ayah, ibu

dan anak dengan kecukupan gizi yang diperlukan dan harus dipenuhi.

Page 80: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Tabel 3. Menu Seimbang Bagi Satu Keluarga

*) sayuran siap masak (segar)100 gram = 1 gls setelah dimasak dan ditiriskanURT : Ukuran Rumah Tangga, Gls : gelas, Sdm : Sendok makan, Bh : buah, sdg : sedang, ptg : potong, kc : kecil.

c. Petunjuk Penggunaan Bahan Penukar

Penggunaan aneka ragam bahan pangan yang tersedia dalam konsumsi

sehari-hari dapat dinyatakan dalam satuan bahan penukar. Sebagai informasi

dibawah ini dijelaskan beberapa komoditas bahan pangan pilihan lengkap dengan

jenis bahan penukarnya, dengan menggunakan ukuran rumah tangga(URT).

Beberapa jenis bahan pangan yang dapat dijadikan sebagai sumber energi

(bahan pangan pokok) :

1 satuan padanan mengandung 175 Kalori, 4 gram protein dan 40 gram

karbohidrat :

- Nasi 100 gram = ¾ gls

- Jagung 100 gram = ¾ gls

- Singkong 100 gram = 1 ptg sdg

- Ubi Jalar 150 gram = 1 bj sd

- Kentang 200 gram = 2 bj sdg

- Sagu 40 gram = 7 sdm

- Terigu 50 gram = 8 sdm

Page 81: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

- Talas 200 gram = 1 bj sdg

- Mie basah 100 gram = 1 ½ gls

- Mie kering 50 gram = 1 gls

- Bihun 50 gram = ½ gls

- Roti 80 gram = 4 iris

Protein nabati : 1 satuan padanan mengandung 80 kalori, 6 gram protein, 3 gram

lemak dan 8 gram karbohidrat:

- Tahu 100 gram = 1 bj besar

- Kacang tanah 20 gram = 2 sdm

- Kacang hijau 25 gram = 2 ½ sdm

- Kacang kedelai 25 gram = 2 ½ sdm

- Tempe 50 gram = 2 ptg sdg

- Oncom 50 gram = 2 ptg sdg

Protein hewani : 1 satuan padanan mengandung 95 kalori, 10 gram protein,dan 6

gram lemak :

- Daging sapi 50 gram = 1 ptg sdg

- Daging ayam 50 gram = 1 ptg sdg

- Ikan basah 50 gram = 1 ptg sdg

- Udang 50 gram = 1/4 gls

- Ikan asin 25 gram = 1 ptg sdg

- Ikan teri 25 gram = 2 sdm

- Telur ayam Kampung 75 gram = 2 btr

- Telur ayam negeri 60 gram = 1 btr bsr

- Telur bebek 60 gram = 1 btr

Kelompok susu merupakan sumber protein, lemak, karbohidrat, Vitamin

(terutama vitamin A dan niacin) serta mineral (kalsium dan fosfor). 1 satuan

padanan mengandung 110 kalori, 7 gram protein, 9 gram kiarbohidrat dan 7 gram

lemak.

- Susu sapi 200 gram = 1 gls

- Susu kambing 150 gram = ¾ gls

- Susu kental tak manis 100 gram = ½ gls

Page 82: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

- Susu bubuk 25 gram = 5 sdm

- Yoghurt 200 gram = 1 gls

Kelompok minyak, bahan makanan ini hampir seluruhnya terdiri dari lemak. 1

satuan padanan mengandung 45 kalori dan 5 gram lemak.

- minyak goreng 5 gram = ½ sdm

- minyak ikan 5 gram = ½ sdm

- margarin 5 gram = ½ sdm

- kelapa 30 gram = 1 ptg kcl

- kelapa parut 30 gram = 5 sdm

- santan 50 gram = ½ gls

- lemak sapi 5 gram = 1 ptg kcl

Ket : gls = Gelas, btr = Butir, sdm = Sendok Makan kcl = Kecil, ptg = Potong,

sdm = Sedang, bj = Biji bsr = Besar

IV. KONDISI DAN PELUANG DIVERSIFIKASI PANGAN

4.1. Kondisi

Salah satu paradigma baru pembangunan pangan setelah diberlakukannya

Undang-Undang otonomi daerah adalah perencanaan penyediaan pangan yang

semula sentralistik dan lebih dominan pada pertumbuhan ekonomi menjadi

desentralistik dengan pertimbangan yang lebih komprehensif, sehingga tujuan-

tujuan pemantapan Ketahanan pangan dan perbaikan gizi masyarakat lebih

terakomodasi. Untuk itu sangat diperlukan pemahaman dan penyediaan data

Neraca Bahan Makanan (NBM) dan Pola Pangan Harapan (PPH) di masing-

masing daerah.

Penyusunan NBM dan PPH Jawa Timur sudah dilaksanakan sejak tahun

1984 sampai sekarang, dimana dari hasil analisis NBM dan PPH ini menjadi

bahan pertimbangan dalam perencanaan pangan dan gizi di tingkat wilayah.

Page 83: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Tabel 4. Ketersediaan dan Konsumsi Pangan Strategis di Propinsi JawaTimur tahun 2005 dan 2006.

Konsumsi energi penduduk Jawa Timur mencapai sebesar 1900 kkal/kap/hr

atau mencapai 95,0 % dari anjuran Angka Kecukupan Energi (AKE) berdasarkan

Widyakarya Pangan dan Gizi VIII tahun 2005 sebesar 2000 kkal/kap/hr.

Konsumsi energi tahun 2005 sebesar 1900 kkal/kap/hr atau 95,0 % dari AKE

lebih tinggi dari dari konsumsi energi tahun sebelumnya sebesar 1889 kkal/kap/hr

atau 85,9 % dari AKE. Konsumsi energi penduduk didukung oleh konsumsi

energi penduduk perkotaan dan pedesaan sebesar 11902 kkal/kap/hr dan 1901

kkal/kap/hr. Konsumsi energi penduduk perkotaan sebesar 1902 kkal/kap/hr

meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 1889 kkal/kap/hr, kecenderungan yang

sama terjadi pada konsumsi energi penduduk pedesaan sebesar 1901 kkal/kap/hr

meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 1893 kkal/kap/hr. Nampak bahwa

konsumsi energi penduduk perkotaan relatif sama dengan konsumsi energi

penduduk pedesaan.

Page 84: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Tabel 5. Rata-rata Konsumsi Energi Penduduk tahun 2002 dan 2005

Angka Kecukupan Energi (AKE) rata-rata tahun 2005 = 2000 kal/Kap/Hari

Ditinjau dari Tingkat Konsumsi Energi (TKE) yang mengacu pada standar yang

ditetapkan Departemen Kesehatan tahun 2006, ternyata konsumsi energi

penduduk Jawa Timur tahun 2005 mencapai sebesar 95,0 % yang berarti

tergolong normal karena berada pada kategori Tingkat Konsumsi Energi (TKE)

90-119%.

Sedangkan konsumsi protein penduduk Jawa Timur mencapai sebesar 62,30

gr/kap/hr atau meningkat sebesar 2,20 gr/kap/hr atau 3,66 % dari konsumsi

protein tahun sebelumnya sebesar 60,10 gr/kap/hr. Konsumsi protein tersebut

ternyata melampaui 10,30 gr/kap/hr (19,61% ) dari angka kecukupan protein yang

dianjurkan 52 gr/kap/ hr. Konsumsi protein tersebut didukung dengan peningkatan

konsumsi protein penduduk pedesaan yang cukup besar dari konsumsi protein

penduduk pedesaan tahun sebelumnya. Konsumsi protein penduduk perkotaan

dan pedesaan mencapai sebesar 60.70 gr/kap./hr dan 64,5 gr/kap./hr.

Tabel 6. Rata-rata Konsumsi Protein Perkapita Perhari dan Skor PPHJawa Timur tahun 2002 dan 2005.

Page 85: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Konsumsi protein penduduk perkotaan sebesar 60,7 gram/kap/hr menurun

sebesar 6,7 gram/kap/hr atau 9,95 % dari tahun sebelumnya sebesar 67,4

gram/kap/hr. Sedangkan, konsumsi protein penduduk pedesaan sebesar 64,5

gram/kap/hr meningkat 6,3 gram/kap/hr atau 10,82 % dari tahun sebelumnya

sebesar 58,20 gram/kap/hr. Peningkatan konsumsi protein penduduk pedesaan

dikarenakan adanya peningkatan konsumsi pangan hewani berupa : ikan, daging

ruminansia, telur dan susu. Oleh karena itu, upaya percepatan gerakan

penganekaragaman diarahkan di daerah perkotaan yang difokuskan pada

keanekaragaman konsumsi pangan nabati non beras/tepung terigu beruapa umbi-

umbian, sayur dan buah, kacang-kacangan, serta konsumsi pangan hewani yang

berigizi dan berimbang.

Tingkat dan kualitas konsumsi pangan semakin baik dibandingkan dengan

tahun sebelumnya. Hal ini ditunjukkan oleh keragaman konsumsi pangan

penduduk dengan skor PPH 77,8 lebih tinggi dibandingkan dengan Skor PPH

tahun sebelumnya sebesar 71,0. Meskipun kesadaran dan kepedulian masyarakat

terhadap kualitas konsumsi pangan semakin meningkat, namun masih terdapat

asupan gizi dari beberapa kelompok bahan makanan berada dibawah rekomendasi

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Hampir semua kelompok pangan

dikonsumsi dalam jumlah yang belum memadai, kecuali kelompok padi-padian.

Sumbangan energi kelompok padi-padian terhadap Angka Kecukupan Gizi

(AKG) pada tahun 2005 cukup besar mencapai 57,9 %, sedangkan proporsi

idealnya sebesar 50 %. Sumbangan energi kelompok pangan yang masih jauh dari

proporsi idealnya adalah : kelompok pangan hewani, kelompok sayur dan buah,

serta kelompok umbi-umbian. Hal ini menggambarkan bahwa pola konsumsi

pangan penduduk Jawa Timur belum memenuhi kaidah kecukupan gizi yang

dianjurkan dan konsep pangan yang beragam, bergizi dan berimbang.

Page 86: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Tabel 7. Rata-rata Konsumsi Pangan Tingkat Rumah Tangga Tahun 2002 dan Tahun 2005

Konsumsi pangan kelompok padi-padian didominasi oleh beras, dan

ternyata konsumsi beras masih cukup tinggi yaitu sebesar 94,35 kg/kap/thn (data

diolah dari Susenas 2005) meningkat sebesar 0,89 kg/kap/thn dibandingkan

dengan konsumsi beras tahun sebelumnya sebesar 93,46 kg/kap/thn (data diolah

dari Susenas 2002). Demikian pula, konsumsi terigu masih cukup tinggi mencapai

sebesar 8,43 kg/kap/thn meningkat sebesar 1,60 kg/kap/thn dibandingkan dengan

konsumsi terigu tahun sebelumnya sebesar 6,83 kg/kap/thn. Peningkatan

konsumsi beras dan terigu nampaknya mempengaruhi konsumsi tepung umbi-

umbian. Konsumsi umbi-umbian hanya mencapai sebesar 19,52 kg/kap/thn

menurun sebesar 5,70 kg/kap/thn dibandingkan dengan konsumsi tahun

sebelumnya sebesar 25,22 kg/kap/thn. Hal ini merupakan tantangan yang harus

menjadi fokus penanganan secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya

percepatan penganekaragaman pangan di Jawa Timur . Karena selain dari beras,

sebenarnya sumber karbohidrat dapat diperoleh dari berbagai bahan pangan pokok

lainnya yaitu serealia selain beras (jagung, sorghum), umbi-umbian (singkong/ubi

kayu, ubi jalar, kentang, bentul, talas, uwi, garut, ganyong dan sebagainya), buah-

buahan (sukun, pisang).

Page 87: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Tabel 8. Konsumsi Pangan Penduduk Jawa Timur Menurut Kelompok Pangan

Sumber : Angka Susenas 2002 dan 2005 Jawa Timur

Berdasarkan data yang diolah dari Susenas 2005, bahwa peningkatan

konsumsi beras secara total sebesar 94,35 kg/kap/thn dari tahun sebelumnya

sebesar 93,46 kg/kap/thn, disebabkan karena peningkatan konsumsi padi-padian

(beras ketan, tepung beras, lainnya padi-padian), serta makanan dan minuman jadi

(kue basah, nasi campur/rames, nasi goreng, nasi putih dan lontong sayur).

Konsumsi padi-padian sebesar 0.79 kg/kap/thn meningkat dari tahun

sebelumnya sebesar 0,63 kg/kap/thn. Konsumsi makanan dan minuman jadi

sebesar 6,51 kg/kap/thn meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 5,28

kg/kap/thn. Sedangkan konsumsi beras secara langsung (tanpa melaui proses

olahan) ternyata masih cukup tinggi yaitu sebesar 86,97 kg/kap./thn, namun

menurun dari tahun sebelumnya sebesar 87,44 kg/kap./th.

Page 88: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Tabel 9. Konsumsi Beras Penduduk Jawa Timur berdasarkan jenis pangantahun 2002 dan 2005 (sesuai pengelompokan dalam Susenas)

Keterangan : *) Pengelompokan Pangan Berdasarkan SUSENAS.

Salah satu kelompok masyarakat yang sangat sensitif terhadap masalah

ketahanan pangan adalah balita. Gizi kurang pada balita dapat dilihat berdasarkan

berat badan dan tinggi badan menurut umur. Situasi kemanan pangan yang

tedeteksi selama dua tahun terakhir menunjukkan masih banyak dijumpai kejadian

atau kasus ketidakamanan pangan. berbagai kasus gangguan kesehatan manusia

akibat konsumsi pangan yang tidak aman oleh pencemaran kimia, biologis yaitu

berbagai mikroba termasuk yang membawa penyakit, serta cemaran fisik telah

terjadi di beberapa daerah.

Kasus-kasus pangan hewani yang terkena wabah penyakit antraks, penyakit

flu burung, beredarnya bahan makanan dan minuman olahan tanpa izin beredar

dan melanggar ketentuan batas kadaluarsa, serta penggunaan bahan tambahan

pangan terlarang yang dapat membahayakan kesehatan, atau bahkan dapat

Page 89: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

meyebabkan kematian perlu mendapatkan perhatian serius dalam penanganan ke

depan.

Kondisi rumah tangga rawan pangan masih terjadi di Jawa Timur

dibandingkan dengan propinsi lain berdasarkan data SUSENAS yang tertuang

dalam Nutrition Map of Indonesia tahun 2006disajikan dalam Tabel berikut.

Tabel 10. Jumlah Penduduk Rawan Pangan Menurut Propinsi

*) Tidak dilakukan survey totalSumber : Gizi dalam Angka (2005) dan Nutrition Map of Indonesia, 2006

Jumlah anak balita dengan status gizi buruk dan gizi kurang di relatif masih

tinggi masih tinggi. Tingginya proporsi rumah tangga rawan pangan dan anak

balita kurang gizi menunjukkan bahwa ketahanan pangan tidak selalu berarti

Page 90: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

bahwa tingkat ketahanan pangan di rumah tangga dan individu juga terpenuhi.

Masalah-masalah distribusi dan mekanisme pasar yang berpengaruh terhadap

harga, daya beli rumah tangga yang berkaitan dengan kemiskinan dan pendapatan

rumah tangga, dan tingkat pengetahuan tentang pangan dan gizi sangat

berpengaruh kepada konsumsi dan kecukupan pangan dan gizi rumah tangga.

Hubungan tentang kerawanan pangan dengan tingkat pendapatan relatif

cukup erat baik ditinjau dari kecukup[an energi maupun kualitas pangan. Pada

gambar berikut ditunjukkan bahwa semakin rendah pendapatan seseorang maka

akan menyebabkan rendahnya kecukupan energi maupun skor PPHnya.

Grafik 1. Tingkat Konsumsi Energi Provinsi Jawa Timur Tahun 2005

Grafik 2. Skor PPH Propinsi Jawa TimurSumber : Badan Ketahanan Pangan jawa Timur, 2006

Page 91: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

4.2. Masalah dan Tantangan Diversifikasi Pangan

Permasalahan

Permasalahan dalam diversifikasi pangan dapat diidentifikasi sebagai

berikut :

a. Jumlah penduduk yang cukup besar membutuhkan konsumsi yang cukup besar.

Dengan penduduk yang terus bertambah, meningkatkan permintaan terhadap

pangan terutama beras terus meningkat sehingga akan menambah beban,

karena keterbatasan sumberdaya alam sebagai basis produksi.

b. Kebijakan pengembangan pangan yang terfokus pada beras telah mengurangi

penggalian dan pemanfaatan potensi sumber-sumber pangan karbohidrat lain;

serta mempengaruhi lambatnya pengembangan usaha penyediaan bahan

pangan sumber protein (antara lain : serealia, daging, telur, susu), sumber zat

gizi mikro (seperti sayuran dan buah-buahan) serta potensi pangan lokal yang

tersebar di wilayah.

c. Pola konsumsi pangan masyarakat masih belum beragam karena dipengaruhi

oleh berbagai faktor, antara lain : dari segi sosial budaya mencakup informasi,

pengetahuan dan kebiasaan yang dipengaruhi oleh nilai dan norma,

kelembagaan maupun budaya lokal yang spesifik; dan dari segi ekonomi

mencakup sistem perdagangan yang kurang jujur dan bertanggung jawab, serta

tingkat pendapatan masyarakat rendah dan harga pangan cenderung naik.

d. Konsumsi pangan hewani masyarakat pada umumnya masih di bawah anjuran,

tingkat konsumsinya di perkotaan lebih tinggi dari pada di pedesaan, serta

tingkat konsumsinya sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat.

e. Masyarakat di beberapa daerah tertentu masih mengalami kerawanan pangan

secara berulang (kronis) pada musim paceklik dan kerawanan mendadak di

daerah yang terkena bencana. Kerawanan kronis disebabkan keterbatasan

kemampuan produksi dan rendahnya pendapatan masyarakat pada daerah-

daerah tertentu.

f. Penerapan teknologi produksi dan teknologi pengolahan pangan lokal di

masyarakat tidak mampu mengimbangi pangan olahan asal impor yang

membanjiri pasar.

Page 92: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

g. Cita rasa makanan tradisional kurang memenuhi selera generasi muda, kurang

menarik penampilannya akibat dimasak terlalu lamah. Makanan tradisonal

kurang memenuhi standar mutu dan gizi

i. Beberapa masakan harus disajikan secara panas

j. Promosi dan penyebaran informasi serta upaya pengembangannya masih

terbatas

k. Kurangnya investor yang tertarik untuk mengembangkan produk makanan

tradisional

l. Kurangnya pengetahuan masyarakat akan arti gizi dan kesehatan.

Peluang

Disamping masalah dan tantangan tersebut, masih ada peluang yaitu basis

sumberdaya nasional yang tersebar diseluruh Indonesia, sebagai tumpuan bagi

upaya peningkatan diversifikasi pangan. Berbagai peluang tersebut antara lain :

a. Potensi untuk meningkatkan produktivitas berbagai ekosistem lahan yakni :

lahan kering, pekarangan dan tadah hujan masih tersedia, dengan dukungan

pengembangan teknologi tepat guna spesifik lokasi.

b. Potensi pangan nabati dan hewani yang cukup kaya dan beragam, tersebar di

laut, kolam dan hutan serta ekosistem lainnya.

c. Berbagai sumber pangan lokal dan makanan tradisional yang dimiliki oleh

seluruh wilayah masih dapat dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan

pangan masyarakat pada wilayah tersebut.

d. Partisipasi industri pengolahan pangan makin berkembang dalam memproduksi

bahan pangan yang siap saji dan siap konsumsi, sehingga dapat mewujudkan

kondisi masyarakat yang kondusif dalam diversifikasi konsumsi pangan.

e. Struktur instansi pemerintah di tingkat pusat dan daerah, sudah disusun

berdasarkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

f. Adanya otonomi daerah memberikan kewenangan penuh untuk mengatur

tingkat produksi, distribusi dan konsumsi pangan masyarakat secara lebih

spesifik serta fleksibel.

Page 93: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

g. Tumbuhnya LSM dan kelompok masyarakat lainnya yang bergerak dalam

bidang pangan dan gizi.

h. Telah meningkatnya kapasitas sumberdaya manusia dalam perencanaan pangan

dan gizi di wilayah akan mempercepat proses diversifikasi pangan serta telah

terbentuknya berbagai kelembagaan pangan

i. Berbagai makanan tradisional yang dimiliki oleh berbagai wilayah di tanah air

masih dapat dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat

bahkan kebutuhan masyarakat daerah lain

j. Beberapa terobosan yang telah dilakukan oleh beberapa industri pangan

ternyata mampu mengangkat citra dan cita rasa makanan tradisional; yang

ternyata sangat disukai berbagai kalangan bahkan telah diekspor

k. Peluang bagi pengembangan jenis makanan tradisional unggulan sesuai dengan

potensi dan preferensi makin terbuka dengan adanya otonomi daerah

l. Meningkatnya peran media baik media cetak (tabloid dan majalah) maupun

media elektronik serta Pusat Kajian Makanan Tradisional di Perguruan Tinggi ,

dalam upaya pengembangan resep dan promosi makanan tradisional yang

bergizi, bermutu serta bercita rasa tinggi.

V. JAWA TIMUR MENUJU DIVERSIFIKASI PANGAN

Tujuan

1. Mewujudkan konsumsi pangan yang beranekaragam berasal dari pangan pokok

dan semua bahan pangan lain yang dikonsumsi masyarakat.

2. Memanfaatkan pekarangan untuk melengkapi kebutuhan konsumsi pangan dan

gizi sekaligus tambahan pendapatan rumah tangga.

3. Mengembangkan pangan lokal dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumsi

dan mewujudkan penganekaragaman pangan.

4. Meningkatkan citra dan kelestarian makanan tradisional sebagai sumberdaya

potensi pengembangan ekonomi nasional dalam era pasar global.

5. Menyadarkan masyarakat agar dengan sukarela dan kemampuannya sendiri

melaksanakan diversifikasi pangan dan meningkatkan pengetahuannya.

Page 94: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

6. Mengurangi ketergantungan terhadap beras melalui peningkatan konsumsi

pangan baik nabati maupun hewani dengan peningkatan produksi pangan lokal

dan produk olahannya.

Sasaran

Sasaran roadmap diversifikasi pangan ini adalah :

1. Pencapaian konsumsi pangan AKG sebesar 2000 kkal dan menurunnya

kelompok masyarakat yang rawan pangan

2. Pencapaian Pola Pangan Harapan dengan skore 100 dengan menurunannya

konsumsi beras sampai 90 gram perkapita/hari dan meningkatnya konsumsi

protein minimal 52 gram/kapita per hari

3. Berkembangnya bisnis pangan berbasiskan sumberdaya pangan lokal dan

teknologi pangan yang tepat guna

Arah Pengembangan

Arah pengembangan diversifikasi pangan di Jawa Timur dilakukan dengan

orientasi : (1) peningkatan angka kecukupan energi, (2) peningkatan kualitas

pangan, dan (3) Peningkatan bisnis pangan berbasiskan sumberdaya lokal. Secara

rinci arah opengembangannya disajikan dalam Gambar sebagai berikut.

Gambar 3. Arah Pengembangan Diversifikasi Pangan di Jawa Timur

Page 95: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Strategi Diversifikasi konsumsi pangan

Dalam rangka mewujudkan pengembangan diversifikasi pangan, maka

strategi yang digunakan adalah melalui strategi jalur suplai dan jalur dalam sisi

permintaan. Secara rinci diuraikan sebagai berikut :

Gambar Arah Pengembangan Diversifikasi pangan di Jawa Timur

1. Dalam sisi suplai, strateginya adalah penyediaan suplai pangan dengan

mengembangkan sumberdaya lokal, yang dilakukan melalui : (a)

pengembangan pemanfaatan pekarangan, (b) pengembangan pangan lokal, dan

(c) pengembangan makanan tradisional.

2. Dalam sisi permintaan, srateginya adalah perubahan perilaku dalam

mengkonsumsi. Hal ini dapat dilakukan melalui : (a) peningkatan KAP

(Knowledge, Attitude, Practice) melalui gerakan tentang konsumsi pangan

yang beragam dan gizi seimbang serta aman dan pemberdayaan kelembagaan

lokal, dan (b) usaha-usaha peningkatan pendapatan masyarakat melalui

pengembangan bisnis pangan.

Program

Berdasarkan strategi tersebut, maka program yang bisa dilakukan dalam

mewujudkan diversifikasi pangan adalah :

1. Pengembangan pemanfaatan pekarangan

2. Pengembangan pangan lokal,

3. Pengembangan makanan tradisional

4. Peningkatan kap (knowledge, attitude, practice) melalui gerakan tentang

konsumsi pangan yang beragam dan gizi seimbang

Pengembangan Pekarangan

Upaya pengembangan pekarangan, yaitu : (1) Intensifikasi pekarangan, (2)

penguatan kelompok wanita dalam Intensifikasi pekarangan, (3) peningkatan

pengetahuan gizi wanita pedesaan

Page 96: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

1. Intensifikasi pekarangan

Intensifikasi pengakarangan ditujukan untuk peningkatan penyediaan

pangan berbasiskan pada sumberdaya yang dimiliki. Sasaran yang ingin dicapai

adalah mengembangkan penganekaragaman makanan sekaligus untuk

meningkatkan pendapatan masyarakat pedesaan.

Kegiatan yang dilaksanakan adalah : (1) penyusunan paket teknologi

pekarangan, (2) penyuluhan tentang paket teknologi pekarangan baik budifaya

mauun pengolahan; dan (2) percontohan desa intensif pekarangan, Indikator

keberhasilan kegiatan ini adalah : (1) tersedianya paket teknologi pekarangan, (2)

semakin intensifnya usaha pekatangan, dan (3) meningkatnya pendapatan

masyarakat pedesaan

2. Penguatan Kelompok Wanita dalam Intensifikasi Pekarangan

Penguatan kelompok wanita dalam Intensifikasi pekarangan ditujukan untuk

mendorong masyarakat berperan aktif dalam upaya pengembangan diversifsikasi

makanan sesuai dengan potensi sumberdaya dan nilai budaya setempat. Sasaran

yang ingin dicapai adalah meningkatnya peran kelembagaan wanita dalam rangka

mengembangkan penganekaragaman makanan

Kegiatan yang akan dilaksanakan adalah (1) pemberdayaan, (2)

pendampingan, dan (3) penguatan modal bagi kelompok wanita dalam

pengembangan pekarangan. Indikator keberhasilan kegiatan ini adalah

meningkatnya jumlah kelompok wanita dalam mengembangkan usaha

pekarangan.

3. Peningkatan pengetahuan gizi wanita pedesaan dan bisnis pangan

Peningkatan pengetahuan gizi wanita pedesaan dan bisnis pangan ditujukan

untuk mendorong masyarakat agar mempunyai pengetahuan tentang nilai gizi dari

sumberdaya pangan yang ada di pedesaan. Sasaran yang ingin dicapai.

Kegiatan yang akan dilaksanakan adalah (1) penyuluhan pangan beragam

dan bergizi seimbang, (2) lomba menu makanan dari hasil pekarangan, (3)

pengembangan depot desa dengan menu makanan berbasiskan sumberdaya

pedesaan.

Page 97: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Indikator keberhasilan kegiatan ini adalah (1) meningkatnya pengetahuan

masyarakat tentang beragam dan bergizi seimbang, (2) meningkatnya ragam menu

makanan dari hasil pekarangan, (3) meningkatnya depot desa dengan menu

makanan berbasiskan sumberdaya pedesaan.

Pengembangan Pangan Lokal

1. Pengembangan Pemanfaatan Sumberdaya Lokal.

Pengembangan pemanfaatan sumberdaya Lokal ditujukan untuk

peningkatan mutu dan penganekaragaman pangan. Sasaran yang ingin dicapai

adalah tergalinya potensi pangan lokal dalam memenuhi kebutuhan konsumsi

pangan yang bermutu, beragam dan terjangkau di tingkat rumah tangga.

Kegiatan yang akan dilaksanakan meliputi (1) Identifikasi potensi pangan

lokal sesuai kondisi daerah; (2) Pemetaan sumber daya lokal nabati dan hewani

pada tingkat wilayah ; (3) promosi pengembangan pangan lokal; (4) Sosialisasi

dan pelatihan produksi, dan pemasaran; (5) Pembinaan/pendampingan,

pemantauan dan evaluasi.

Indikator keberhasilan kegiatan ini adalah (1). Tergalinya potensi dan

pemanfaatan sumber daya lokal; (2). Meningkatnya mutu dan keragaman pangan

lokal; (3). Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan pangan yang

ada di wilayahnya.

2. Peningkatan Teknologi dan industri pengolahan Pangan skala kecil RT

Peningkatan teknologi dan industr pengolahan pangan skala rumah tangga

dan kecil diarahkan untuk memberdayakan masyarakat dalam meningkatkan nilai

tambah bahan pangan lokal melalui pemanfaatan, penguasaan dan penerapan

teknologi pengolahan pangan serta mendorong kelembagaan pelayanan dan

lembaga swadaya masyarakat untuk mewujudkan industri pengolahan bahan

pangan berskala rumah tangga yang kokoh dan mandiri. Sasaran yang ingin

dicapai dalam program ini adalah peningkatan teknologi pangan dan kelembagaan

dalam rangka pengembangan bahan pangan lokal.

Kegiatan yang dilaksanakan meliputi antara lain : (1) Pemberdayaan

masyarakat dalam pengolahan bahan pangan lokal sebagai sumber karbohidrat

Page 98: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

dan protein untuk meningkatkan daya tarik pangan lokal non beras; (2)

Pemasyarakatan teknologi pengolahan pangan yang berbasis spesifik daerah serta

memperhatikan keamanan pangan; (3) Penemuan paket teknologi pengolahan

bahan pangan non beras; (4) Peningkatan peran masyarakat profesi atau asosiasi,

LSM dan dunia usaha untuk mengembangkan aneka tepung dan aneka bahan

pangan hewani; (5) Meningkatkan kemitraan antara industri rumah tangga dengan

industri berskala menengah dan besar dalam memanfaatkan bahan pangan lokal;

serta (6) Mengembangkan pengolahan bahan pangan nabati dan hewani yang

berasal dari pangan asli.

Indikator keberhasilan dari kegiatan ini adalah: (1) tersedianya paket

teknologi pengolahan pangan(2) teradopsinya teknologi pengolahan pangan oleh

masyarakat; (3) Meningkatnya ragam mutu bahan pangan lokal.

Pengembangan Makanan Tradisional.

Bertitik tolak dari permasalahan dan peluang yang ada dalam

pengembangan makanan tradisional, maka dirancang 3 (tiga) upaya

pengembangan makanan tradisional, yaitu : (1) Pengembangan sumberdaya

makanan tradisional; (2) Peningkatan motivasi dan partisipasi masyarakat dalam

pengembangan makanan tradisional dan (3) Peningkatan Teknologi dan

Kelembagaan Pangan.

1. Pengembangan sumberdaya makanan tradisional.

Pengembangan sumberdaya makanan tradisional ditujukan untuk

mengidentifikasi, menginventarisasi, menggali dan mengkaji sumberdaya

makanan tradisional dalam peningkatan penganekaragaman penyediaan pangan.

Sasaran yang ingin dicapai adalah mengembangkan potensi dan spesifikasi (ke

khas an) makanan tradisional unggulan; melalui peran serta masyarakat bersama

Perguruan Tinggi dan Pemerintah.

Kegiatan yang dilaksanakan adalah : (1) Identifikasi dan inventarisasi

makanan tradisional sesuai potensi daerah; (2) Pemetaan/penyusunan profil

makanan tradisional unggulan tingkat wilayah; (3) promosi pengembangan

makanan tradisional; (4) Sosialisasi dan pelatihan (tata boga, menu dan

Page 99: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

pengembangan resep makanan, mutu gizi pangan, citarasa serta sanitasi); (6)

Pembinaan, pendampingan, pemantauan dan evaluasi.

Indikator keberhasilan kegiatan ini adalah : (1) Tergalinya potensi dan

kekhasan makanan tradisional unggulan; (2) meningkatnya mutu tradisional (baik

fisik, mutu gizi, citarasanya serta sanitasi); (4) meningkatnya nilai ekonomi

makanan tradisional dan (5) Penumbuhan sentra-sentra makanan tradisional.

2. Peningkatan Motivasi Citra Makanan Tradisional.

Peningkatan motivasi dan partisipasi dalam pengembangan makanan

tradisional ditujukan untuk mendorong masyarakat berperan aktif dalam upaya

pengembangan, pelestarian dan peningkatan citra makanan tradisional sesuai

dengan potensi sumberdaya dan nilai budaya setempat. Sasaran yang ingin dicapai

adalah meningkatnya peran serta dan partisipasi masyarakat dalam upaya

pengembangan, pelestarian dan peningkatan citra makanan tradisional.

Kegiatan yang akan dilaksanakan adalah (1) Promosi makanan tradisional

dan memperluas “Aku Cinta Makanan Indonesia”; (2) Peningkatan Peran aktif

swasta (usaha jasa boga, perhotelan dan industri makanan rumah tangga ),

assosiasi, organisasi masyarakat (PKK, Dharma Wanita), Perguruan Tinggi, LSM

dan Media masa dalam mengembangkan potensi, mengangkat citra dan

melestarikan makanan tradisional; (3) Pemberdayaan kelompok wanita tani di

perkotaan dan perdesaan dalam mengembangkan potensi, mengangkat citra dan

melestarikan makanan tradisional; dan (4) Mendorong industri pangan tradisional

untuk mengembangkan usahanya diberbagai segi agar mampu bersaing dengan

pangan impor; (5) Penyelenggaraan Festival dan Lomba Makanan Tradisional.

Indikator keberhasilan kegiatan ini adalah (1) Tersusunnya rancangan

strategi pemberdayaan masyarakat; (2) Tersosialisasinya upaya pengembangan

potensi, pelestarian dan peningkatan citra makanan tradisional diberbagai

tingkatan; (3) Meningkatnya peran serta dan apresiasi masyarakat dalam upaya

pengembangan potensi, pelestarian dan peningkatan citra makanan tradisional; (4)

meningkatnya kesadaran masyarakat untuk mengurangi ketergantungan pada

makanan modern dan impor.

3. Peningkatan Teknologi dan Kelembagaan Pangan.

Page 100: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Aspek teknologi memegang peranan penting dalam pengembangan pangan

tradisional, karena factor inilah yang nantinya menentukan makanan tersebut

diterima atau tidak oleh konsumen. Peningkatan teknologi dan kelembagaan

pangan diarahkan untuk memberdayakan masyarakat dalam meningkatkan

pemanfaatan, penguasaan dan penerapan teknologi olahan pangan serta

mendorong kelembagaan pelayanan dan swadaya masyarakat dalam

pengembangan potensi makanan tradisional. Sasaran yang ingin dicapai adalah

peningkatan teknologi olahan, penyajian dan pengemasan makanan tradisional

serta peningkatan peran kelembagaan dalam rangka pengembangan makanan

tradisional.

Kegiatan yang dilaksanakan antara lain : (1) Pemberdayaan masyarakat

dalam pengembangan produk olahan makanan tradisional untuk meningkatkan

daya tarik, cita rasa dan citra makanan tradisional; (2) Penelitian dan

pengembangan menu serta teknologi olahan makanan tradisioanl yang

memperhatikan mutu gizi dan keamanan pangan; (3) Pemasyarakatan teknologi

pengolahan, pengemasan dan penyajian dalam penerapan teknologi maju, spesifik

wilayah serta memperhatikan mutu gizi dan keamanan pangan.

Indikator keberhasilan kegiatan ini adalah : (1) Teradopsinya teknologi

pengolahan, pengemasan dan penyajian makanan tradisional oleh masyarakat; (2)

Terciptanya teknologi pengolahan, pengemasan dan penyajian makanan

tradisional yang mudah didistribusikan, mudah dikonsumsi. mudah disajikan dan

menarik. serta memperhatikan mutu dan keamanan pangan dan ; (3) Terciptanya

standardisasi makanan tradisional unggulan; (4) Meningkatnya ragam mutu

makanan tradisional.

Peningkatan KAP (Knowledge, Attitude, Practice) Konsumen

Peningkatan KAP diarahkan untuk merubah perlaku masyarakat dalam

mengkonsumsi gar tidak tergantung pada konsumsi beras. Sasaran yang ingin

dicapai dalam program ini adalah berkurangnya konsumsi beras melalui pola

pangan beragam dan bergizi seimbang.

Page 101: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Kegiatan yang dilaksanakan meliputi antara lain : (1) pembuatan modul dan

leaflet tentang pola makan beragam dan bergizi seimbang, (2) promosi pangan

beragam dan bergizi seimbang melalui media cetak dan elektronik secara

kontinyu, (3) pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat berbasis

sumber daya lokal, (4) memberikan makanan tambahan anak sekolah (PMT-AS)

yang tepat berbasis sumber daya lokal, (5) pengembangan warung sekolah

berbasiskan makanan tradisional, (6) mensosialisasikan Gerakan Makanan

Beragam, dan gizi seimbang masyarakat yang dari instansi pemerintah, (7)

promosi pengembangan makanan tradisional pada hotel-hotel

Indikator keberhasilan dari kegiatan ini adalah: (1) tersedianya modul dan

leaflet diversifikasi pangan, (2) adanya promosi diversifikasi pangan secara rutin

di media cetak dan elektronik, (3) berkembangnya warung sekolah, (4) adanya

budaya makanan tradisonal pada instansi pemerintah dan hotel.

Tahapan dan Target

Pengembangan diversikasi pangan dilakukan secara bertahap sesuai dengan

kondisi sumberdaya yang dimiliki, serta peluang pengembangnnya. Tahapan

pengembangan beserta indikator utama disajikan dalam Gambar sebagai berikut :

Page 102: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Sedangkan target pemenuhan Angka Kecukupan Energi untuk

masingmasing kelompok bahan makanan disajikan dalam grafik berikut:

Page 103: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Kegiatan

Program pengembangan pekarangan, dilakukanmelali sub program : (1)

intensifikasi pekarangan, (2) penguatan kelompok wanita dalam intensifikasi

pekarangan, (3) peningkatan pengetahuan gizi wanita pedesaan dan bisnis pangan.

Progam pengembanan pangan lokal dilakukan melalui : (1) pengembangan

pemanfaatan sumberdaya lokal, dan (2) peningkatan teknologi dan industri

pengolahan pangan skala kecil RT.

Program pengembangan makanan tradisional, maka dirancang 3 (tiga)

upaya pengembangan makanan tradisional, dilakukan melali sub progra : (1)

pengembangan sumberdaya makanan tradisional; (2) peningkatan motivasi dan

partisipasi masyarakat dalam pengembangan makanan tradisional dan (3)

peningkatan Teknologi dan Kelembagaan Pangan.

Peningkatan KAP (Knowledge, Attitude, Practice) Konsumen dilaksanakan

melalui: (1) pembuatan modul dan leaflet tentang pola makan beragam dan bergizi

seimbang, (2) promosi pangan beragam dan bergizi seimbang melalui media cetak

dan elektronik secara kontinyu, (3) pemberian makanan pendamping ASI (MP-

ASI) yang tepat berbasis sumber daya lokal, (4) memberikan makanan tambahan

anak sekolah (PMT-AS) yang tepat berbasis sumber daya lokal, (5)

pengembangan warung sekolah berbasiskan makanan tradisional, (6)

mensosialisasikan Gerakan Makanan Beragam, dan gizi seimbang masyarakat

yang dari instansi pemerintah, (7) promosi pengembangan makanan tradisional

pada hotel-hotel.

Secara rinci masing-masing progam tersebut dijabarkan dalam kegiatan

yang disajikan dalam Tabel sebagai berikut:

Page 104: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985
Page 105: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985
Page 106: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985
Page 107: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985
Page 108: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

VI. LANGKAH OPERASIONAL PEMBERDAYAAN KELOMPOK

PEDESAAN DALAM PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI PANGAN

Tahapan dalam pemberdayaan kelompok pedesaan dalam pengembangan

diversifikasi disajikan dalam Gambar berikut . Secara umum pemeberdayaan

kelompok dibagi dalam 3 tahap, yakni :

1. Penguatan kelembagaan pemerintah (Badan Ketahanan Pangan, Dinas Sosial,

dan Dinas Kesehatan)

2. Penumbuhan kelembagaan pedesaan ( PKK dan Posayandu) dalam

diversifikasi pangan

3. Optimalisasi peran kelembagaan perdesaan melalui pengembangan kapasitas

Gambar 4. Tahapan Pemberdayaan Kelompok Pedesaandalam Pengembangan Diversifikasi Pangan

Page 109: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Sedangkah langkah operasional untuk untuk masing-masing kebijakan

diversifikasi pangan disajikan dalam model fishbone sebagaimana disajkan dalam

Gambar berikut.

Gambar 5. Model Fishbone Pengembangan Pekarangan

Page 110: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Gambar 6. Model Fishbone Pengembangan Pangan Lokal

Page 111: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Gambar 7. Model Fishbone Pengembangan Makanan Tradisional

Gambar 7. Model Fishbone Pengembangan Makanan Tradisional

Page 112: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Gambar 8. Model Fishbone Peningkatan KAP

Page 113: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

VII. PENUTUP

Roadmap diversifikasi pangan ini diharapkan dapat meningkatkan

koordinasi pembangunan diversifikasi pangan secara terpadu untuk

diimplementasikan. Sasaran roadmap diversifikasi pangan ini adalah : (1)

pencapaian konsumsi pangan AKG sebesar 2000 kkal dan menurunnya kelompok

masyarakat yang rawan pangan, (2) pencapaian Pola Pangan Harapan dengan

skore 100 dengan menurunannya konsumsi beras sampai 90 gram perkapita/hari

dan meningkatnya konsumsi protein minimal 52 gram/kapita per hari, (3)

berkembangnya bisnis pangan berbasiskan sumberdaya pangan lokal dan

teknologi pangan yang tepat guna Akhirnya semoga Roadmap ini memberikan

manfaat bagi semua pihak yan terkait.

Page 114: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

5.2. KEBIJAKAN OPERASIONAL KETAHANAN PANGAN JAWA TIMUR 2007-2008

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengaturan tentang pangan tertuang dalam Undang-undang No.7 Tahun

1996, yang menyatakan juga bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia

yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Pemenuhan pangan dan gizi

untuk kesehatan warga negara merupakan investasi untuk peningkatan kualitas

sumber daya manusia. Bank Dunia (2006) menyatakan bahwa perbaikan gizi

merupakan suatu investasi yang sangat menguntungkan. Setidaknya ada tiga

alasan suatu negara perlu melakukan intervensi di bidang gizi. Pertama, perbaikan

gizi memiliki ‘economic returns’ yang tinggi; kedua, intervensi gizi terbukti

mendorong pertumbuhan ekonomi; dan ketiga, perbaikan gizi membantu

menurunkan tingkat kemiskinan melalui perbaikan produktivitas kerja,

pengurangan hari sakit, dan pengurangan biaya pengobatan.

Pemenuhan hak atas pangan dicerminkan pada definisi ketahanan pangan

yaitu : “kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari

tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan

terjangkau”. Definisi ketahanan pangan ini secara luas, diartikan bahwa : (1)

terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, yang diartikan

dengan ketersediaan pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang berasal dari

tanaman, ternak, dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein,

lemak, vitamin dan mineral serta turunannya, yang bermanfaat bagi pertumbuhan

kesehatan manusia, (2) terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, diartikan

bebas dari cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu,

merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia, serta aman dari kaidah

agama, (3) terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, yang diartikan

bahwa pangan harus tersedia setiap saat dan merata di seluruh tanah air, (4)

114

Page 115: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, yang diartikan pangan mudah

diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau.

Upaya-upaya untuk menjamin kecukupan pangan dan gizi serta kesempatan

pendidikan tersebut akan mendukung komitmen pencapaian Millenium

Development Goals (MDGs), terutama pada sasaran-sasaran: (1) menanggulangi

kemiskinan dan kelaparan; (2) mencapai pendidikan dasar untuk semua; (3)

menurunkan angka kematian anak; dan (4) meningkatkan kesehatan ibu pada

tahun 2015. Komitmen global lain sebagai landasan pembangunan pangan dan

gizi adalah: The global Strategy for Health for All 1981, The World Summit for

Children 1990, The Forty-eight World Health Assembly 1995, World Food

Summit 1996 dan Health for All in the Twenty-first Century 1998.

Sejalan dengan sistem otonomi, pemerintah propinsi, pemerintah

kabupaten/kota dan atau pemerintah desa sesuai kewenangannya, menjadi

pelaksana fungsi-fungsi inisiator, fasilitator dan regulator atas penyelenggaraan

ketahanan pangan di wilayahnya masing-masing. Selanjutnya, penyelenggaraan

ketahanan pangan di daerah mengacu pada arah kebijakan, strategi, dan sasaran

ketahanan pangan nasional serta pedoman, norma, standart dan kriteria yang telah

ditetapkan pemerintah pusat.

Pembangunan ketahanan pangan di wilayah Jawa Timur harus dipandang

sebagai bagian tidak terlepaskan dari wawasan ketahanan pangan nasional.

Keberhasilan Ketahanan Pangan di Jawa Timur sebagai wilayah yang surplus

pangan telah menjadi tolok ukur keberhasilan ketahanan Pangan nasional. Oleh

karena itu pemerintah Jawa Timur harus terus berupaya memacu pembangunan

ketahanan pangan melalui program-program yang benar-benar mampu

memperkokoh ketahanan pangan sekaligus meningkatkan kesejahteraan

masyarakat.

Pembangunan ketahanan pangan yang berdimensi pembangunan Jawa

Timur secara menyeluruh di setiap sektornya akan dapat terlaksana dengan efektif

manakala memiliki arah yang jelas dan terukur kinerjanya. Program-program

dalam rangka pembangunan ketahanan pangan harus terpadu (integrated), terukur

keberhasilannya (measureable) dan berkesinambungan (sustainability). Dengan

115

Page 116: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

demikian setiap pelaksanaan program-program pembangunan dalam rangka

ketahanan pangan dapat diarahkan dengan benar, dapat dipantau

perkembangannya dan selanjutnya dapat dievaluasi keberhasilannya. Berdasarkan

kenyataan ini penyusunan Kebijakan operasional ketahanan pangan (KOKP) perlu

dilakukan dan dijadikan dokumen operasional yang secara terpadu menyatukan

pembangunan ketahanan pangan dalam rangka mewujudkan SDM berkualitas

sebagai modal sosial pembangunan bangsa dan negara. Dokumen KOKP disusun

sebagai acuan pelaksanaan program ketahanan pangan bagi semua pihak,

termasuk pemerintah dan masyarakat, yang memiliki tanggung jawab melakukan

upaya perbaikan ketahanan pangan rumah tangga

1.2. Tujuan Penyusunan

Tujuan umum.

Kebijakan operasional ketahanan pangan Propinsi Jawa Timur disusun

untuk menjadi panduan dan arahan serta acuan bagi stakeholders (instansi

pemerintah, swasta, BUMN/ BUMD, perguruan tinggi, petani, nelayan, industri

pengolahan, pedagang, penyedia jasa) serta masyarakat pada umumnya untuk

berperan serta meningkatkan kontribusi yang optimal dalam upaya mewujudkan

ketahanan pangan di wilayah Jawa Timur.

Tujuan khusus

1. Untuk meningkatkan pemahaman seluruh stakeholders terkait dan masyarakat

dalam peran sertanya untuk pemantapan ketahanan pangan daerah.

2. Meningkatkan kemampuan menganalisis perkembangan situasi pangan dan

gizi di setiap wilayah agar: (i) mampu menetapkan prioritas penanganan

masalah pangan dan gizi; (ii) mampu memilih intervensi yang tepat sesuai

kebutuhan lokal; dan (iii) mampu membangun dan memfungsikan lembaga

pangan dan gizi; dan (iv) mampu memantau dan mengevaluasi pembangunan

pangan dan gizi.

3. Meningkatkan koordinasi pembangunan ketahanan pangan secara terpadu

untuk diimplementasikan karena terinci dengan jelas untuk membangun

sinergi, integrasi dan koordinasi yang baik mulai dari perencanaan,

116

Page 117: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

implementasi dan evaluasi atas pelaksanaan bidang tugas masing-masing

dalam rangka mencapai tujuan yaitu mewujudkan ketahanan pangan yang

berkelanjutan pada propinsi Jawa Timur dan pemerintah Kabupaten/kota.

1.3. Ruang Lingkup dan Kerangka Kerja

Kebijakan Opresonal Ketahanan Pangan ini meliputi startegi dan langkah

konkrit yang akan dilakukan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan

meningkatkan status gizi masyarakat, yang tercermin pada tercukupinya

kebutuhan pangan baik jumlah, keamanan, dan kualitas gizi yang seimbang di

tingkat rumah tangga. KOKP ini, komitmen pencapaian MDGs, serta dokumen-

dokumen kebijakan pembangunan nasional lain di bidang pangan dan gizi seperti

Kebijakan Umum Ketahanan pangan nasional 2005 – 2009 dan juga Rencana

Pembangunan Jangka Menengah daerah (RPJMD) Propinsi Jawa Timur 2006 –

2008, arahan presiden pada April 2006 serta komitmen seluruh Gubernur pada

pada desember 2006.

Substansi dasar yang diuraikan dalam dokumen ini adalah pembahasan

tentang konsep dasar ketahanan pangan, Keragaan Ketahanan Pangan di Jawa

Timur, masalah strategis pembangunan ketahanan pangan yang meliputi potensi,

permasalahan, peluang dan tantangan pembangunan ketahanan pangan propinsi

jawa Timur, Kebijakan Ketahanan pangan yang berisi arah, tujuan, sstartegi

umum dan kebijakan umum. Selanjutnya dirumuskan kebijakan operasional dan

rencana aksi ketahanan pangan jawa Timur 2007 – 2009 yang dilengkapi matrik

yang berisi kegiatan, target serta indikator keberhasilannya.

1.4. Proses Penyusunan

Penyusunan Kebijakan operasional ketahanan pangan dilakukan oleh Tim

Dewan Ketahanan Pangan Jawa Timur. Konsep awal dokumen ini dibahas dalam

berbagai diskusi yang melibatkan unsur lembaga pemerintah, perguruan tinggi,

swasta, organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat dan organisasi

kemasyarakatan lainnya. Tahap terakhir proses penyusunan Kebijakan operasional

ketahanan pangan propinsi Jawa Timur adalah diskusi internal instansi pemerintah

117

Page 118: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

yang terlibat dalam proses pembentukan formal dokumen ini menjadi suatu

kebijakan operasional ketahanan pangan di propinsi Jawa Timur.

II. KONSEP DASAR KETAHANAN PANGAN

2.1. Landasan Hukum Ketahanan Pangan

Landasan hukum penyusunan Kebijakan operasional ketahanan pangan Jawa

Timur adalah :

1. UU NO. 7 TAHUN 1996 tentang Pangan

2. PP No 68 tahun 2002 tentang ketahanan pangan

3. PP 28 2004 tentang keamanan, mutu dan gizi pangan

4. Perpres No 83 tahun 2006 tentang Dewan ketahanan pangan

5. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2005 – 2009

6. Rencana Pembangunan Jangka Menengah daerah (RPJMD) Propinsi Jawa

Timur 2006 - 2008

7. Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (pencanangan oleh Presiden

tanggal 11 Juni 2005), termasuk Kebijakan dan Program pembangunan

Ketahanan Pangan

8. Kebijakan umum Ketahanan Pangan 2006-2009

9. Arahan peresiden pada rapat pleno Dewan Ketahanan Pangan tanggal 18 April

2006

10. Komitmen Gubernur pada 20 Novevember 2006

11. PP No 3 tahun 2007 tentang pertanggungan jawab Gubernur, bupati/walikota

12. PP No 38 tahun 2007 bahwa Ketahanan pangan menjadi urusan wajib

pemerintah propinsi, kab/kota.

Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 mengamanatkan pembangunan

pangan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia, dan pemerintah bersama

masyarakat bertanggung jawab untuk mewujudkan ketahanan pangan. UU Nomor

7 tahun 1996 menjelaskan tentang konsep ketahanan pangan, komponen serta

pihak yang berperan serta dalam mewujudkan ketahanan pangan. Undang-Undang

tersebut telah dijabarkan dalam beberapa peraturan pemerintah (PP) antara lain :

(i) PP Nomor 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan yang mengatur tentang

118

Page 119: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

ketahanan pangan yang mencakup aspek ketersediaan pangan, cadangan pangan,

penganekaragaman pangan, pencegahan dan penanggulangan masalah pangan,

peran pemerintah pusat dan daerah serta masyarakat, pengembangan sumberdaya

manusia dan kerjasama internasional; (ii) PP Nomor 69 tahun 1999 tentang Label

dan Iklan Pangan yang mengatur pembinaan dan pengawasan di bidang label dan

iklan pangan dalam rangka menciptakan perdagangan pangan yang jujur dan

bertanggungjawab; dan (iii) PP Nomor 28 Tahun 2004 yang mengatur tentang

keamanan, mutu dan gizi pangan, pemasukan dan pengeluaran pangan ke wilayah

Indonesia, pengawasan dan pembinaan serta peran serta masyarakat mengenai

hal-hal di bidang mutu dan gizi pangan.

Disamping mengacu pada berbagai dokumen hukum nasional tersebut,

pelaksanaan pembangunan ketahanan pangan juga mengacu pada komitmen

bangsa Indonesia dalam kesepakatan dunia. Indonesia sebagai salah satu anggota

PBB (United Nation Organisation) menyatakan komitmen untuk melaksanakan

aksi-aksi mengatasi kelaparan, kekurangan gizi serta kemiskinan dunia.

Kemiskinan tersebut antara lain tertuang dalam Deklarasi World food Summit

1996 dan ditegaskan kembali dalam World food Summit: five years later 2001,

serta Millenium Development Goals tahun 2000, untuk mengurangi angka

kemiskinan ekstrim dan kerawanan pangan dunia sampai setengahnya di tahun

2015.

Beberapa konvensi internasional yang memuat komitmen bangsa Indonesia

terhadap pembangunan di bidang pangan, gizi dan kesehatan antara lain adalah :

(i) Deklarasi universal tentang hak asasi manusia (Universal Declaration of

Human Rights) tahun 1948 yang menyatakan bahwa hak atas pangan adalah

bagian yang tidak terpisahkan dari hak asasi manusia; (ii) Konvensi Internasional

tentang ekonomi, sosial dan budaya (ECOSOC) tahun 1968, yang mengakui hak

setiap indvidu atas kecukupan pangan dan hak dasar (asasi) untuk terbebas dari

kelaparan; (iii) Konvensi tentang hak anak (International Convention on the Right

of Child) yang salah satu itemnya menyatakan bahwa negara anggota mengakui

hak asasi dari setiap anak kepada standart kehidupan yang layak bagi

119

Page 120: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial anak, juga mengakui hak

anak untuk emndapatkan gizi yang baik.

Mengacu pada berbagai dokumen hukum serta kesepakatan nasional

maupun internasional, maka pemerintah Indonesia menyusun Rencana

pembangunan jangka menengah (RPJM) 2005 - 2009 yang dituangkan dalam

Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005, serta dokumen revitalisasi pertanian,

perikanan dan kehutanan (RPPK) yang telah dicanangkan Presiden pada tanggal

11 Juni 2005. Kedua dokumen hukum tersebut memuat kebijakan dan program

pembangunan nasional, termasuk ketahanan pangan. Peraturan pemerintah PP No

3 tahun 2007 tentang pertanggungan jawab Gubernur, bupati/walikota dimana

Gubernur, bupati/walikota wajib melaporkan tentang pembangunan ketahanan dan

PP No 38 tahun 2007 bahwa Ketahanan pangan menjadi urusan wajib pemerintah

propinsi, kab/kota. Berdasarkan kedua peraturan pemerintah tersebut jelas secara

tegas bahwa Ketahanan pangan menjadi urusan wajib bagi pemerintah propinsi,

kabupaten/kota.

2.2. Sistem Ketahanan Pangan

Undang-Undang Pangan No.7 Tahun 1996 memberikan definisi ketahanan

pangan sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang

tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun

mutunya, aman, merata dan terjangkau. Sementara USAID (1992) mendefinisikan

ketahanan pangan sebagai : ”A condition when all peoples at all times have the

physical and economical access sufficient to meet their dietary needs in order to

lead a healthy and productive life”. Perbedaan mendasar dari dua definisi

“ketahanan pangan” tersebut adalah: pada UU No. 7/1996 menekankan pada

ketersediaan, rumah tangga dan kualitas (mutu) pangan. Sedangkan pada definisi

USAID menekankan pada konsumsi, individu dan kualitas hidup.

FAO (1997) mendefinisikan ketahanan pangan sebagai situasi dimana

semua rumah tangga mempunyai akses baik fisik maupun ekonomi untuk

memperoleh pangan bagi seluruh anggota keluarganya, dan dimana rumah tangga

tidak beresiko mengalami kehilangan kedua akses tersebut. Hal ini berarti konsep

120

Page 121: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

ketahanan pangan mencakup ketersediaan yang memadai, stabilitas dan akses

terhadap pangan-pangan utama. Determinan dari ketahanan pangan dengan

demikian adalah daya beli atau pendapatan yang memadai untuk memenuhi biaya

hidup (FAO, 1996).

Pengertian dan konsep tersebut di atas maka beberapa ahli sepakat bahwa

ketahanan pangan minimal mengandung tiga unsur pokok yaitu ”ketersediaan

pangan, distribusi, dan konsumsi “, dimana unsur distribusi dan konsumsi

merupakan penjabaran dari aksessibilitas masyarakat terhadap pangan”. Salah satu

unsur tersebut tidak dipenuhi maka suatu negara belum dapat dikatakan

mempunyai ketahanan pangan yang baik. Walaupun pangan tersedia cukup di

tingkat nasional dan regional, tetapi jika akses individu untuk memenuhi

kebutuhan pangannya tidak merata, maka ketahanan pangan masih dikatakan

rapuh. Akses terhadap pangan, ketersediaan pangan dan resiko Dewan terhadap

akses dan ketersediaan pangan tersebut merupakan determinan yang esensial

dalam ketahanan pangan.

Tabel 2.1. Perubahan paradigma pemantapan ketahanan panganPendekatan Paradigma lama Paradigma baru

1. Pendekatan Pemantapan ketahanan Pemantapan ketahanan pengembangan pangan pada tatanan pangan rumah tangga

makro/agregat 2. Pendekatan Pola sentralistik Pola desentralistis

manajemen pembangunan

3. Pendekatan utama pembangunan

Dominasi pemerintah Dominasi peran masyarakat

4. Fokus pengembangan komoditas pangan

Bertumpu pada beras Pengembangan komoditas pangan secara keseluruhan

5. Upaya mewujudkan Pengadaan pangan Peningkatan daya beli keterjangkauan rumah tangga atas

murah

pangan Sumber : Dewan Ketahanan Pangan, 2001

Masalah ketahanan pangan pada kenyataannya adalah sangat komplek mulai

dari aspek penyediaan jumlah pangan yang cukup untuk memenuhi permintaan

121

Page 122: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

pangan yang meningkat karena pertumbuhan penduduk, perubahan komposisi

penduduk maupun akibat peningkatan penduduk, aspek pemenuhan tuntutan

kualitas dan keanekaragaman bahan pangan untuk mengantisipasi perubahan

preferensi konsumen yang semakin peduli pada masalah kesehatan dan

kebugaran, aspek tentang pendistribusian bahan-bahan pangan pada ruang dan

waktu dan juga aspek keterjangkauan pangan (food accessibility) yaitu

ketersediaan bahan pangan (jumlah, kualitas, ruang dan waktu) harus dapat

dijangkau oleh seluruh masyarakat.

Dampak krisis ekonomi yang berkepanjangan disertai dengan tuntutan

lingkungan strategis baik domestik maupun internasional mendorong adanya

perubahan paradigma pembangunan nasional termasuk pembangunan pertanian.

Perubahan paradigma pembangunan tersebut antara lain tercermin dari

dirumuskannya paradigma baru dalam pemantapan ketahanan pangan. Paradigma

baru pembangunan ketahanan pangan lebih menekanakan pada pemantapan

ketahanan pangan rumah tangga yang didukung dengan daya beli dan

keberdayaan masyarakat. Paradigma baru ketahanan pangan tersebut adalah

sebagaimana Tabel 2.1. Sedangkan kerangka sistem ketahanan pangan secara

umum diuraikan dalam Gambar sebagai berikut :

KERANGKA SISTEM KETAHANAN PANGAN

122

Page 123: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Sistem ketahanan pangan dan gizi secara komprehensif meliputi empat sub-

sistem, yaitu: (i) ketersediaan pangan dalam jumlah dan jenis yang cukup untuk

seluruh penduduk, (ii) distribusi pangan yang lancar dan merata, (iii) konsumsi

pangan setiap individu yang memenuhi kecukupan gizi seimbang, yang

berdampak pada (iv) status gizi masyarakat. Dengan demikian, sistem ketahanan

pangan dan gizi tidak hanya menyangkut soal produksi, distribusi, dan penyediaan

pangan ditingkat makro (nasional dan regional), tetapi juga menyangkut aspek

mikro, yaitu akses pangan di tingkat rumah tangga dan individu serta status gizi

anggota rumah tangga, terutama anak dan ibu hamil dari rumah tangga miskin.

Meskipun secara konseptual pengertian ketahanan pangan meliputi aspek mikro,

namun dalam pelaksanaan sehari-hari masih sering ditekankan pada aspek makro

yaitu ketersediaan pangan. Agar aspek mikro tidak terabaikan, maka dalam

dokumen ini digunakan istilah ketahanan pangan dan gizi.

Konsep ketahanan pangan yang sempit meninjau sistem ketahanan pangan

dari aspek masukan yaitu produksi dan penyediaan pangan. Seperti banyak

diketahui, baik secara nasional maupun global, ketersediaan pangan yang

melimpah melebihi kebutuhan pangan penduduk tidak menjamin bahwa seluruh

penduduk terbebas dari kelaparan dan gizi kurang. Konsep ketahanan pangan

yang luas bertolak pada tujuan akhir dari ketahanan pangan yaitu tingkat

kesejahteraan manusia. Oleh karena itu, sasaran pertama Millenium Development

Goals (MGDs) bukanlah tercapainya produksi atau penyediaan pangan, tetapi

menurunkan kemiskinan dan kelaparan sebagai indikator kesejahteraan

masyarakat. MDGs menggunakan pendekatan dampak bukan masukan.

United Nation Development Programme (UNDP) sebagai lembaga PBB

yang berkompeten memantau pelaksanaan MDGs telah menetapkan dua ukuran

kelaparan, yaitu jumlah konsumsi energi (kalori) rata-rata anggota rumah tangga

di bawah kebutuhan hidup sehat dan proporsi anak balita yang menderita gizi

kurang. Ukuran tersebut menunjukkan bahwa MDGs lebih menekankan dampak

daripada masukan. Oleh karena itu, analisis situasi ketahanan pangan harus

dimulai dari evaluasi status gizi masyarakat diikuti dengan tingkat konsumsi,

123

Page 124: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

persediaan dan produksi pangan; bukan sebaliknya. Status gizi masyarakat yang

baik ditunjukkan oleh keadaan tidak adanya masyarakat yang menderita kelaparan

dan gizi kurang. Keadaan ini secara tidak langsung menggambarkan akses pangan

dan pelayanan sosial yang merata dan cukup baik. Sebaliknya, produksi dan

persediaan pangan yang melebihi kebutuhannya, tidak menjamin masyarakat

terbebas dari kelaparan dan gizi kurang.

Tujuan dari ketahanan pangan harus diorentasikan untuk pencapaian

pemenuhan hak atas pangan, peningkatan kualitas sumberdaya manusia, dan

ketahanan pangan nasional. Berjalannya sistem ketahanan pangan tersebut sangat

tergantung pada dari adanya kebijakan dan kinerja sektor ekonomi, sosial dan

politik. Kebijakan pemerintah dalam aspek ekonomi, sosial maupun politik sangat

perpengaruh terhadap ketahanan pangan. Pemerintah

2.2.1. Subsistem Ketersediaan dalam Sistem Ketahanan Pangan

Ketersediaan pangan mengisyaratkan adanya rata-rata pasokan pangan yang

cukup tersedia setiap saat. Stabilitas distribusi pangan didefinisikan sebagai

kemampuan meminimalkan kesenjangan ketersediaan pangan terhadap

permintaan konsumsi pangan, khususnya pada tahun atau musim sulit.

Aspek ketersediaan mencakup tingkat nasional, wilayah dan rumah tangga.

Ketersediaan diharapkan sampai tingkat rumah tangga minimal 2200

kkal/kapita/hari dan protein 57 gram/kapita/hari. Aspek ketersediaan dapat

dipenuhi tidak hanya dari potensi domestik saja tetapi juga dari perdagangan antar

daerah maupun impor dalam perdagangan luar negeri. Namun demikian akan

sangat berbahaya jika suatu wilayah hanya menggantungkan aspek ketersediaan

dari impor. Hal ini dikarenakan perdagangan pangan merupakan residual atas

terpenuhinya kebutuhan domestiknya, sehingga berimplikasi pada pasar pangan

yang cenderung bersifat thin market.

Bahan pangan tersedia dalam jenis yang bermacam-macam baik itu berupa

padi-padian, jagung, kedelai, umbi-umbian, hasil ternak, hasil perikanan dan

lainnya. Beraneka ragam bahan pangan merupakan potensi yang sangat baik bagi

suatu wilayah untuk melakukan diversifikasi pangan. Hal ini dimaksudkan untuk

124

Page 125: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

menghindari konsumsi pangan pada satu jenis bahan pangan tertentu saja,

misalnya beras, karena dapat berimplikasi pada rentannya aspek ketersediaan

beras, baik itu berkaitan dengan impor yang meningkat tajam karena tekanan

jumlah penduduk, ataupun berkaitan dengan fluktuatifnya ketersediaan beras/

gabah karena pengaruh musiman dari produksi pertanian.

Dalam aspek ketersediaan yang tidak kalah pentingnya adalah masalah

cadangan pangan. Dalam masalah cadangan pangan yang perlu diperhatikan

adalah pengembangan cadangan pangan untuk mengantisipasi kondisi darurat,

mengatasi berfluktuasinya produksi yang melimpah pada suatu waktu dan

kekurangan pada waktu yang lain, cadangan pangan dalam arti buffer stock juga

menghindari fluktuasi harga yang merugikan, disamping itu pengembangan

cadangan pangan hidup melalui pengembangan pekarangan patut juga

dikembangkan.

2.2.2. Subsistem Distribusi Pangan dalam Sistem Ketahanan Pangan

Subsistem distribusi memegang peranan yang sangat strategis dalam rangka

pemerataan pangan yang dapat diakses sampai tingkat rumah tangga. Distribusi

pangan dibutuhkan diantaranya berkenaan dengan sifat proses produksi pertanian

yang spesifik lokasi sehingga dapat ditemukan wilayah yang merupakan sentra

produksi (surplus produksi) dan daerah yang defisit dalam produksi pangannya.

Distribusi pangan yang lancar perlu didukung adanya infrastruktur

transportasi dan komunikasi yang memadai. Dengan kondisi ini maka fungsi

distribusi akan dapat dijalankan dan dapat mengurangi fluktuasi harga antar

daerah karena tekanan permintaan (excess demand).

Efisiensi distribusi merupakan hal penting yang harus diperhatikan untuk

mempertahankan tingkat harga yang wajar dan masih terjangkau masyarakat.

Efisiensi distribusi dapat di artikan sebagai efisiensi pemasaran karena fungsinya

yang meliputi fungsi fisik yaitu pemindahan barang dari satu empat ke tempat

lain, terkait pula dengan fungsi transfer kepemilikan atas barang yang

diperdagangkan juga berkaitan dengan fungsi fasilitasi yaitu kegiatan yang

memperlancar fungsi fisik dan fungsi transaksi atau transfer.

125

Page 126: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Sistem distribusi yang efisien berarti pula harga di konsumen yang relatif

lebih rendah sehingga diharapkan masih dalam batas yang dapat dijangkau

masyarakat dalam jumlah dan kualitas yang sesuai. Keterjangkauan sendiri dapat

diartikan sebagai kemampuan secara fisik dan ekonomi untuk memperoleh pangan

yang dikaitkan dengan kemampuan berproduksi atau kemampuan membeli

pangan. Harga pangan harus terjangkau oleh daya beli masyarakat.

Dengan demikian faktor yang sangat sensitif mempengaruhi ketahanan dan

keamanan pangan di tingkat rumah tangga adalah daya beli atau keterjangkauan

komoditi pangan. Golongan masyarakat yang sangat rentan terhadap perubahan

ini adalah angkatan kerja yang bekerja pada sector informal dengan kualitas dan

produktivitas tenaga kerja yang masih rendah. Kondisi ini diperparah oleh

terbatasnya jangkauan terhadap penguasaan lahan pertanian dan asset produktif

lainnya. Upaya meningkatkan kinerja ketahanan pangan melalui subsistem

distribusi pangan meliputi tidak hanya aspek fisik dari sarana prasarana

transportasi dan komunikasi, identifikasi daerah surplus dan defisitpangan tetapi

juga atas aspek kelembagaan yang menjalankan fungsi-fungsi distribusi ini

termasuk didalamnya adalah regulasi pemerintah daerah.

2.2.3. Subsistem Konsumsi Pangan dalam Sistem Ketahanan Pangan

Subsistem konsumsi berfungsi dalam pemanfaatan pangan yang memenuhi

kecukupan gizi, keamanan dan halal dalam upaya untuk menjaga kesehatan dan

meningkatkan produktifitas. Subsistem ini memperhatikan baik aspek informasi

kandungan gizi bahan makanan (kecukupan energi dan protein) dan juga pola

pangan yang tentunya akan berdampak pada tingkat kesehatan masyarakat

masyarakat. Faktor lain yang sangat berpengaruh dalam hal ini adalah ibu rumah

tangga yang berperan dalam pola makan keluarga dan pola asuh anak. Infratruktur

kesehatan juga sangat berperan penting disuatu wilayah.

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII pada tahun 2004 merumuskan

bahwa Angka Kecukupan Energi (AKE) rata-rata orang Indonesia pada tingkat

konsumsi sebesar 2.000 Kkal per orang per hari maka Angka Kecukupan Protein

(AKP) sebesar 52 gram per kapita per hari. Sedangkan pada tingkat ketersediaan

126

Page 127: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

energi sebesar 2.200 Kkal maka AKP adalah sebesar 57 gram per kapita per hari.

Apabila angka tersebut tidak dapat dicapai oleh suatu rumah tangga, maka rumah

tangga tersebut berpotensi mengalami rawan pangan.

Penilaian terhadap pengembangan pola konsumsi pangan tingkat nasional

dan regional dilaksanakan dengan pendekatan Pola Pangan Harapan (PPH),

menggunakan data Survai Sosial Ekonomi Nasional ( SUSENAS ). Pola Pangan

harapan (PPH) adalah suatu komposisi pangan yang seimbang untuk dikonsumsi

guna memenuhi kebutuhan gizi penduduk. PPH dapat dinyatakan: (1) dalam

bentuk komposisi energi (kalori) anekaragam pangan dan/atau (2) dalam bentuk

komposisi berat (gram atau kg) anekaragam pangan yang memenuhi kebutuhan

gizi penduduk. Pola pangan harapan mencerminkan susunan konsumsi pangan

anjuran untuk hidup sehat, aktif dan produktif.

PPH (desirable dietary pattern), diperkenalkan pertama kali oleh

FAORAPA dalam pertemuan konsultasi FAO-RAPA di Bangkok pada tahun

1989. PPH disarankan untuk digunakan bagi setiap negara dikawasan Asia Pasifik

yang dalam penerapannya perlu diadaptasi sesuai pola konsumsi pangan dan

kebutuhan gizi setempat.

PPH berguna (1) sebagai alat atau instrumen perencanaan konsumsi pangan,

ketersediaan pangan dan produksi pangan; (2) sebagai instrumen evaluasi tingkat

pencapaian konsumsi pangan, penyediaan pangan dan produksi pangan, baik

penyediaan dan konsumsi pangan; (3) dapat pula digunakan sebagai basis

pengukuran diversifikasi dan ketahanan pangan; (4) sebagai pedoman dalam

merumuskan pesan-pesan gizi.

Upaya menjadikan PPH sebagai instrumen dan pendekatan dalam

perencanaan pangan di suatu wilayah atau daerah diperlukan kesepakatan tentang

pola konsumsi energi dan konsumsi pangan anjuran dengan mempertimbangkan

(1) pola konsumsi pangan penduduk saat ini; (2) kebutuhan gizi yang dicerminkan

oleh pola kebutuhan energi (asumsi : dengan makan anekaragam pangan,

kebutuhan akan zat gizi lain akan terpenuhi); (3) mutu gizi makanan yang

dicerminkan oleh kombinasi makanan yang mengandung protein hewani, sayur

dan buah; (4) pertimbangan masalah gizi dan penyakit yang berhubungan dengan

127

Page 128: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

gizi; (5) kecenderungan permintaan (daya beli); (6) kemampuan penyediaan

dalam konteks ekonomi dan wilayah.

Mempertimbangkan hal tersebut pada pertemuan yang diselenggarakan oleh

Badan Urusan Ketahanan Pangan, disepakati untuk menyempurnakan komposisi

PPH untuk target perencanaan penyediaan konsumsi pangan untuk dikonsumsi

penduduk pada tingkat nasional seperti disajikan pada Tabel 2.2 PPH 2020

maksudnya PPH yang akan dicapai secara nasional tahun 2015 yang perlu

diterjemahkan pada perencanaan nasional dan daerah secara bertahap tahun demi

tahun dan target demi target.

Tabel 2.2. Susunan Pola Pangan Harapan (PPH) Nasional

Prinsip-prinsip ini diharapkan dijadikan standard dalam perencanaan

penyediaan konsumsi pangan tingkat kabupaten dan kota. Artinya prinsip

perhitungannnya disepakati untuk digunakan bersama, sedangkan komposisinya

akan bervariasi antar daerah sesuai kemampuan dan permasalahannya.

PPH merupakan komposisi atau pola pangan dalam bentuk persentase

konsumsi energi yang dianjurkan (harapan) untuk hidup sehat, tanpa memandang

apakah pangan tersebut berasal dari produksi lokal (dalam negeri) atau

didatangkan dari negara/daerah lain (impor). Oleh karena itu angka-angka yang

disajikan baru sebatas kebutuhan untuk konsumsi manusia atau penduduk. Untuk

perencanaan pangan perlu dipertimbangkan faktor koreksi atau jumlah yang

digunakan untuk ekspor (dibawa kedaerah lain), pakan ternak, kebutuhan industri

128

Page 129: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

(bukan untuk makanan penduduk setempat), benih atau bibit, cadangan dan

kehilangan.

2.2.4. Kerawanan Pangan dan Kemiskinan

Secara rinci hubungan ketahananan pangan dengan kemiskinan dapat dilihat

dalam Gambar 1. Kemiskinan dan ketahanan mempunyai peranan yang sanga

erat.

Sumber : Modifikasi dari Martorell 1992

Bank Dunia (2006) menyatakan bahwa perbaikan gizi merupakan suatu

investasi yang sangat menguntungkan. Setidaknya ada tiga alasan suatu negara

perlu melakukan intervensi di bidang gizi. Pertama, perbaikan gizi memiliki

‘economic returns’ yang tinggi; kedua, intervensi gizi terbukti mendorong

pertumbuhan ekonomi; dan ketiga, perbaikan gizi membantu menurunkan tingkat

kemiskinan melalui perbaikan produktivitas kerja, pengurangan hari sakit, dan

pengurangan biaya pengobatan. Pada kondisi gizi buruk, penurunan produktivitas

perorangan diperkirakan lebih dari 10 persen dari potensi pendapatan seumur

hidup; dan secara agregat menyebabkan kehilangan PDB antara 2-3 persen.

129

Page 130: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Konferensi para ekonom di Copenhagen tahun 2005 (Konsensus Kopenhagen)

menyatakan bahwa intervensi gizi menghasilkan keuntungan ekonomi (‘economic

returns’) tinggi dan merupakan salah satu yang terbaik dari 17 alternatif investasi

pembangunan lainnya. Konsensus ini menilai bahwa perbaikan gizi, khususnya

intervensi melalui program suplementasi dan fortifikasi zat gizi mikro

(memperbaiki kekurangan zat besi, vitamin A, yodium, dan seng) memiliki

keuntungan ekonomi yang sama tingginya dengan investasi di bidang liberalisasi

perdagangan, penanggulangan malaria dan HIV, serta air bersih dan sanitasi.

Behman, Alderman dan Hoddinot (2004) dalam Bank Dunia (2006)

mengungkapkan bahwa Rasio Manfaat-Biaya (benefit-cost ratio) berbagai

program gizi, khususnya program suplementasi dan fortifikasi adalah sangat

tinggi, berkisar antara 4 hingga 520.

Dari berbagai faktor penyebab masalah gizi, kemiskinan dinilai memiliki

peranan penting dan bersifat timbal balik, artinya kemiskinan akan menyebabkan

kurang gizi dan individu yang kurang gizi akan berakibat atau melahirkan

kemiskinan. Masalah kurang gizi memperlambat pertumbuhan ekonomi dan

mendorong proses pemiskinan melalui tiga cara. Pertama, kurang gizi secara

langsung menyebabkan hilangnya produktivitas karena kelemahan fisik. Kedua,

kurang gizi secara tidak langsung menurunkan kemampuan fungsi kognitif dan

berakibat pada rendahnya tingkat pendidikan. Ketiga, kurang gizi dapat

menurunkan tingkat ekonomi keluarga karena meningkatnya pengeluaran untuk

berobat. Ketiga hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

Tingkat dan kualitas konsumsi makanan anggota rumah tangga miskin tidak

memenuhi kecukupan gizi sesuai kebutuhan. Dengan asupan makanan yang tidak

mencukupi anggota rumah tangga, termasuk anak balitanya menjadi lebih rentan

terhadap infeksi sehingga sering menderita sakit. Keluarga miskin dicerminkan

oleh profesi/mata pencaharian yang biasanya adalah buruh/pekerja kasar yang

berpendidikan rendah sehingga tingkat pengetahuan pangan dan pola asuh

keluarga juga kurang berkualitas. Keluarga miskin juga ditandai dengan tingkat

kehamilan tinggi karena kurangnya pengetahuan Keluarga Berencana dan adanya

anggapan bahwa anak dapat menjadi tenaga kerja yang memberi tambahan

130

Page 131: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

pendapatan keluarga. Namun demikian, banyaknya anak justru mengakibatkan

besarnya beban anggota keluarga dalam sebuah rumah tangga miskin.

Keseluruhan faktor ini dapat menyebabkan gizi kurang pada setiap anggota

rumah tangga miskin yang dapat berakibat pada: (i) menurunnya produktivitas

individu karena kondisi fisik yang buruk serta tingkat kecerdasan dan pendidikan

yang rendah; (ii) tingginya pengeluaran untuk memelihara kesehatan karena

sering sakit. Sebaliknya, kedua hal ini pun menyebabkan kemiskinan pada

individu tersebut.

Adanya hubungan kemiskinan dan gizi kurang sering diartikan bahwa upaya

penanggulangan masalah gizi kurang hanya dapat dilaksanakan dengan efektif

apabila keadaan ekonomi membaik dan kemiskinanan dapat dikurangi. Pendapat

ini tidak seluruhnya benar. Secara empirik sudah dibuktikan bahwa mencegah dan

menanggulangi masalah gizi kurang tidak harus menunggu sampai masalah

kemiskinan dituntaskan. Banyak cara memperbaiki gizi masyarakat dapat

dilakukan justru pada saat masih miskin. Dengan diperbaiki gizinya, produktivitas

masyarakat miskin dapat ditingkatkan sebagai modal untuk memperbaiki

ekonominya dan mengentaskan diri dari lingkaran kemiskinan – gizi kurang –

kemiskinan. Semakin banyak rakyat miskin yang diperbaiki gizinya, akan

semakin berkurang jumlah rakyat miskin. Perlu disadari bahwa investasi

pembangunan di bidang gizi tidak mudah dan tidak cepat, seperti membangun

gedung dan prasarana fisik lainnya. Perbaikan gizi memerlukan konsistensi dan

kesinambungan program dalam jangka pendek dan jangka panjang.

Pada tahun 2006, tingkat kemiskinan penduduk di Indonesia sekitar 17,8

persen atau sekitar 40 juta jiwa. Dari jumlah penduduk miskin tersebut, sekitar 68

persen tinggal di pedesaan, dan umumnya bekerja pada sektor pertanian atau

berbasis pertanian. Data tersebut tidak jauh berbeda dengan data di tingkat Dewan

Ketahanan Pangan Jawa Timur 18 dunia, yaitu setengah dari kelompok miskin ini

adalah petani kecil, dan seperlima dari kaum miskin tersebut adalah para buruh

tani yang tidak mampu memproduksi bahan pangan untuk kebutuhan keluarganya

sendiri. Kelompok miskin inilah yang seharusnya menjadi fokus perhatian dalam

pembangunan di bidang ketahanan pangan dan perbaikan gizi.

131

Page 132: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Banyak intervensi gizi telah dilakukan dengan sasaran utama masyarakat

miskin dan gizi kurang, terutama anak-anak, wanita usia subur (WUS), dan ibu

hamil. Mereka mendapatkan pendidikan dan penyuluhan gizi seimbang, termasuk

pentingnya ASI bagi bayi; penyuluhan tentang pengasuhan bayi dan kebersihan;

dan layanan penimbangan berat badan bayi dan anak secara teratur setiap bulan di

Posyandu. Di samping itu juga mendapatkan suplemen berupa: zat besi untuk ibu

hamil, vitamin A untuk anak balita dan ibu nifas, MP-ASI untuk anak 6 - 24

bulan, dan makanan untuk ibu hamil yang kurus. Secara terintegrasi intervensi

gizi tersebut ditunjang dengan pelayanan kesehatan dasar seperti imunisasi,

pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, serta pelayanan kesehatan

lainnya di Puskesmas.

Apabila dipadukan dengan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan yang

dapat meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga, intervensi gizi untuk orang

miskin akan mempunyai daya ungkit yang besar dalam meningkatkan kesehatan,

kecerdasan, dan produktivitas. Upaya tersebut dapat meningkatkan akses rumah

132

Page 133: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

tangga miskin kepada pangan yang bergizi seimbang, pendidikan terutama

pendidikan perempuan, air bersih, dan sarana kebersihan lingkungan. Untuk

mengantisipasi terjadinya fluktuasi ketahanan pangan rumah tangga yang

berpotensi menimbulkan kerawanan pangan, dilakukan pemantauan terus menerus

terhadap situasi pangan masyarakat dan rumah tangga, serta perkembangan

penyakit dan status gizi anak dan ibu hamil yang dikenal sebagai Sistem

Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG).

III. KERAGAAN KETAHANAN PANGAN JAWA TIMUR

3.1. Ketersediaan Pangan

Ditinjau dari ketersediaan pangan per kapita pe hari dengan ukuran 2200

kcal/kapita/ per hari dengan data tahun 2002 secara agregat hampir diseseluruh

kabupaten sudah melebihi standard yang dianjurkan. Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa ketersediaan pangan di Jawa Timur tidak menghadapi

permasalahan serius.

133

Page 134: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Ditinjau dari kinerja untuk masing-masing komoditas pangan di Jawa Timur

sebgaimana diuraikan sebagai berikut :

a. Produksi pangan

Ketersediaan pangan merupakan salah satu indikator ketahanan pangan

suatu wilayah. Jawa timur merupakan salah satu propinsi yang berperan sangat

vital dalam menjaga ketersediaan pangan nasional.

Tabel 1. Luas panen komoditas pangan Jawa Timur

Tabel 2. Produktifitas komoditas pangan Jawa Timur

134

Page 135: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Tabel 3. Produksi komoditas pangan Jawa Timur

Berdasarkan analisis 10 propinsi dengan luas panen padi terbesar di

Indonesia menunjukkan bahwa Jawa Timur adalah terbesar kedua setelah Jawa

Barat dengan luas areal panen padi sebesar 1,69 juta ha.

Gambar 3. Sembilan propinsi dengan luas panen padi terbesar di Indonesia, 2005

Luas areal panen yang dimiliki Jawa Timur juga ditunjang dengan

produktifita yang relatif masih tinggi yaitu 5,3 ton per ha. Namun demikian,

produktifitas ini masih lebih rendah dibanding dengan produktifitas padi yang

dihasilkan oleh propinsi Bali yaitu 5,48 ton per ha.

Produktifitas selain dipengaruhi oleh perbaikan teknik budidaya berkenaan

dengan kemampuan mengalokasikan input secara optimal juga ada faktor

135

Page 136: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

manajemen produksi yang berpengaruh baik itu menekan kehilangan hasil pasca

panen, handling produk (misalnya penyimpanan) maupun dalam aspek pengaturan

tata guna air.

Gambar 4. Sembilan propinsi dengan produktifitas terbesar, 2005

Produksi padi secara nasional masih didominasi dari Jawa barat, Jawa Timur

dan Jawa tengah masing-masing sebesar 9,33 juta ton, 8,38 juta ton, dan 9 juta

ton. Dengan posisi Jawa Timur yang sangat penting dalam suplai pangan nasional

ini maka jawa Timur perlu mengambil langkah-langkah penyelamatan

sumberdaya pertanian dalam rangka menjaga keberlanjutan ketersediaan pangan

daerah dan nasional serta memberikan arahan yang jelas dalam pembangunan

sistem pangan sehingga memiliki dampak yang lebih luas

(multiplier effect).

Ketergantungan pada satu jenis pangan akan sangat berbahaya bagi

ketahanan pangan dalam jangka panjang. Sehingga diversifikasi pangan perlu

mendapatkan perhatian dalam pembangunan pangan. Selain bahan pangan dari

padi/ beras, Jawa Timur juga memiliki potensi yang besar dalam pangan utama

lainnya seperti jagung, ubikayu, dan jenis bahan pangan lainnya, termasuk juga

potensi yang besar dalam tanaman hortikultura.

136

Page 137: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Gambar 5. Sembilan propinsi dengan produksi padi terbesar, 2005

Gambar 6. Sembilan propinsi dengan luas panen jagung terbesar, 2005

Berdasarkan produktifitas komoditas jagung di Jawa Timur adalah tebesar

keempat setelah Jawa Barat, Sumatera Barat dan Jawa Tengah. Hal ini tentunya

menjadi bahan pemikiran untuk meningkatkan kemampuan produksi jagung di

Jawa Timur. Dengan luas panen jagung terbesar di Indonesia maka perbaikan

sistem produksi jagung yang berimplikasi pada perbaikan produktifitas di Jawa

137

Page 138: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Timur akan memberikan dampak yang ebsar pada peningkatan produksi jagung di

Jawa Timur.

Dalam rangka diversifikasi pangan akan sangat baik bila pangan lokal

dikembangkan kembali dan diupayakan dibangkitkan dari potensi lokal sehingga

mengurangi ketergantungan pada beras. Fortifikasi pangan atas pangan lokal

dapat dikenalkan teknologinya sehingga masyarakat dapat mengakses peluang

usaha produktif baru dan dapat dikembangkan sebagai sumber income keluarga

(agroindustri pedesaan). Namun yang perlu diingat adalah bahwa kegiatan

produksi ini harus bersifat market driven dan mendasarkan pada preferensi

konsumen.

Gambar 6. Sembilan propinsi dengan produktifitas jagung terbesar ,2005

Di uraian sebelumnya bahwa potensi produksi jagung di Jawa Timur adalah

sangat besar bahkan dari sisi areal panen adalah tertinggi di Indonesia. Secara

jelas dari 10 propinsi dengan produksi terbesar di Indonesia dapat di sajikan

dalam gambar grafik berikut.

138

Page 139: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Gambar 7. Sembilan propinsi dengan produksi jagung terbesar, 2005

Potensi komoditas non-pangan yang diusahakan petani di Jawa Timur

menunjukkan kinerja yang relatif tinggi pula. Hal ini menunjukkan potensi

pertanian di jawa Timur yang sangat besar dan merupakan sumber income bagi

sebagian besar masyarakat di jawa Timur. Dengan demikian dukungan

penyediaan infrastruktur pertanian dan kewilayahana untuk memperlancar sistem

distribusi dan pemasaran hasil pertanian akan sangat membantu meningkatkan

income petani.

Jawa Timur mempunyai peran yang sangat besar terhadap penyediaan

pangan nasional. Diperkirakan jawa Timur merupakan propinsi yang secara nyata

menyumbang pangan nasional 20-30 persen kebutuhan aneka ragam pangan

nasional. Ditinjau dari penggunaan sumberdaya dalam rangka produksi pertanian

telah melebihi dari kebutuhan domestik masyarakat Jawa Timur. Surplus pangan

utama baik itu padi maupun jagung merupakan potensi perdagangan bagi Jawa

Timur.

139

Page 140: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Tabel 1. Peran Jawa Timur dalam Ketersediaan Pangan Nasional

Tabel 2. Potensi produksi dan konsumsi tanaman pangan di Jawa Timur

Sumber : Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur, Tahun 2004

140

Page 141: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

b. Kemandirian Pangan Jawa Timur

Kebutuhan pangan di Jawa Timur memang hampir dapat dipenuhi semua

dari potensi domestik, kecuali untuk komoditas kedelai yang masih mengalami

defisit sebesar 110.648 ton. Sedangkan untuk beras, jagung, kacang maupun ubi

mengalami surplus. Surplus pangan di jawa Timur selain didukung sumberdaya

alam yang sesuai, juga potensi sumberdaya manusia dan adanya dukungan

infrastruktur ekonomi yang lebih baik. Kemandirian pangan di Jawa Timur dari

sisi ketersediaan ini dapat diketahui lebih rinci dari tabel berikut ini.

Selain mempertimbangkan ketersediaan dan konsumsi komoditi pangan

utama yaitu beras, jagung, kedelai, kacang-kacangan dan umbi-umbian, Jawa

Timur juga merupakan sumber bahan pangan lainnya yang bersumber dari ternak

dan ikan yaitu beberapa jenis bahan makanan lainnya seperti daging, telur, susu

dan ikan.

Tabel 3. Perkembangan Ketersediaan dan Konsumsi Bahan Pangan di Jawa Timur tahun 2004

Sumber : Badan ketahanan Pangan jawa Timur, 2005

Potensi produksi jenis komoditas ini (bersumber dari ternak dan ikan) relatif

lebih besar dibandignkan kebutuhan konsumsinya sehingga dapat menciptakan

surplus bahan pangan tersebut. Potensi produksi yang relatif besar tersebut perlu

mendapatkan perhatiian sehingga dapat memiliki daya saing yang lebih baik.

Secara lebih lengkap hal ini disajikan dalam tabel berikut ini.

141

Page 142: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Tabel 4. Perkembangan Ketersediaan dan Konsumsi Bahan Pangan di Jawa Timur tahun 2004

3.2. Distribusi pangan

a. Sarana dan Prasarana

Perkembangan infrastruktur dengan pembangunan ekonomi mempunyai

hubungan yang sangat erat dan saling ketergantungan satu sam lain. Perbaikan

infrastruktur pada umumnya akan dapat meningkatkan mobilitas penduduk,

terciptanya penurunan ongkos pengiriman barang-barang, terdapat pengangkutan

barang-barang dengan kecepatan yang lebih tinggi, dan perbaikan dalam kualitas

dari jasa-jasa pengangkutan tersebut.

Secara lebih rinci, peranan penyediaan infrastruktur terhadap pembangunan

ekonomi adalah :

a. Mempercepat dan menyediakan barang-barang yang dibutuhkan; tersedianya

infrastruktur akan memungkinkan tersedianya barang-barang kebutuhan

masyarakat dengan biaya yang lebih murah

b. Infrastruktur yang baik dapat memperlancar transportasi yang pada gilirannya

merangsang adanya stabilisasi dan mengurangi disparitas harga antar daerah

(pengamanan harga); dengan adanya kemudahan transportasi maka barang-

barang dapat dialirkan ke tempat-tempat yang kekurangan (defisit) akan suatu

barang sehingga akan tercapai kestabilan harga.

c. Infrastruktur yang memperlancar transportasi berfungsi meningkatkan nilai

tambah barang dan jasa, banyak daerah yang letaknya jauh dari pasar dan

ongkos yang mahal; tersedianya transportasi yang baik dan murah

memungkinkan hasil produksi daerah tersebut dapat diangkut dan dijual ke

pasar, atau dengan kata lain dapat menjangkau konsumen.

142

Page 143: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

d. Infrastruktur yang memperlancar transportasi turut mempengaruhi

terbentuknya harga yang efisien; transportasi yang baik dan murah akan

menurunkan biaya transaksi.

e. Infrastruktur yang memperlancar transportasi dapat menimbulkan spesialisasi

antar daerah; transportasi murah dengan mudah akan mendorong pembagian

kerja dan spesialisasi secara geografis.

Pengembangan distribusi pangan dilakukan dengan perbaikan sistem

distribusi menjadi lebih efesien dan efektif dan dapat meningkatkan kelancaran

arus barang dan jasa antar wilayah. Perbaikan sistem distribusi juga diharapkan

dapat mendorong tersedianya barang dan jasa dipasar dengan harga yang layak

bagi produsen dan terjangkau oleh daya beli rakyat banyak dengan kata lain dapat

membantu meningkatkan kesejahteraan rakyat baik sebagai produsen maupun

konsumen akhir, disamping juga dapat ditekan serendah mungkin adanya

perbedaan harga yang disebabkan oleh adanya perbedaan waktu dan daerah

(untuk melindungi kepentingan produsen dan konsumen).

Berdasarkan data dari Dinas Bina Marga Propinsi Jawa Timur status Jalan

Nasional pada Tahun 2000 dengan panjang 1.783,56 Km naik menjadi 1.899,21

Km pada Tahun 2003. Jalan Propinsi tahun 2000 1.948, 25 Km turun menjadi

1.439,18 Km. Jalan Kabupaten 21.887 Km, Jalan Kota 931,44 Km dan Jalan Tol

63,73 Km panjangnya tetap.

Kondisi jalan aspal sepanjang 25,92 Km pada tahun 2000 yang mengalami

peningkatan pada tahun 2001 menjadi 117,37 Km. Jika jalan aspal mengalami

peningkatan maka jalan hotmix pada tahun 2001 justru mengalami penurunan

menjadi 1.321,81 Km padahal pada tahun 2000 sepanjang 1.922,33 Km.

Sedangkan jumlah jembatan yang ada di Jawa Timur pada tahun 2002 mengalami

penurunan sekitar 15% dari tahun 2001 dan berkurangnya jumlah jembatan

tersebut diikuti dengan berkurangnya panjang jembatan dimana pada tahun 2001

adalah 13.109,90 M menjadi 10.546,95 M kemungkinan ini disebabkan oleh

adanya beberapa jembatan yang roboh karena terkena banjir.

143

Page 144: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Tabel 6. Sarana Infrastruktur Perhubungan di Jawa Timur

Sumber : Dinas Binamarga dan Dinas Pengairan Propinsi Jatim, tahun 2004

Selanjutnya, dengan semakin lancarnya pengadaan bahan baku dan

penolong akan menjamin kelangsungan produksi, dan meluasnya pasar dalam

negeri akan mendorong lebih lanjut kegiatan di bidang produksi. Adanya

distribusi yang baik, komoditi yang dikendalikan semakin berkurangnya,

kegoncangan harga yang semakin jarang, kebutuhan yang semakin terjamin, serta

tercapainya kemampuan lembaga yang lebih dinamis.

Sedangkan kondisi akses jalan untuk desa dengan ukuran persentase desa

yang tidak bisa dilalui kendaraan roda empat disajikan dalam gambar sebagai

berikut:

144

Page 145: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

b. Kelembagaan Pengendalian Harga Gabah dan Pangan Lainnya

Ditingkat Petani

Salah satu kebijakan Pemerintah Propinsi Jawa Timur, untuk menjaga dan

mengendalikan harga gabah dan bahan pangan lain yang layak dan tidak

berfluktuasi secara tajam terutama pada saat terjadi panen raya, maka

dilaksanakan kegiatan strategis pembelian gabah/bahan pangan lainnya.

Disamping itu, tujuan lainnya dari kegiatan strategis ini yaitu meningkatkan

kesinambungan penyediaan pangan, meningkatkan efektifitas dan efisiensi

distribusi pangan antar daerah dan antar waktu; serta mengembangkan

kelembagaan pangan di pedesaan. Sampai dengan tahun 2006, APBD Propinsi

yang dialokasikan untuk membiayai kegiatan strategis ini sebesar Rp.

44.600.000.000,- dan dimanfaatkan oleh 168 lembaga pembeli gabah yang

berlokasi di 24 kabupaten. Disamping itu, dialokasikan pula dana dekonsentrasi

APBN berupa Dana Penguatan Modal untuk Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan

145

Page 146: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

(DPM - LUEP) sebesar Rp. 54.450.000.000,-, yang dimanfaatkan oleh 187

lembaga pembeli gabah yang berlokasi di 24 kabupaten.

Realisasi pembelian gabah dan bahan pangan lainnya sampai dengan 20

Nopember 2006 yang difasilitasi APBD Propinsi mencapai sebesar Rp.

412.678.032.417,- atau mencapai 9,25 kali putaran dengan rincian pembelian sbb:

- Gabah : 174.892,377 ton Senilai Rp. 337.072.559.915,-

- Beras : 21.083,462 ton Senilai Rp. 66.745.970.321,-

- Jagung : 5.949,702 ton Senilai Rp. 8.255.956.881,-

- Kedele : 208,735 ton Senilai Rp. 603.545.300,-

Realisasi pembelian gabah/beras yang difasilitasi APBN mencapai sebesar

Rp.558.013.343.897,- atau mencapai 10,25 kali putaran dengan rincian pembelian

adalah

Berdasarkan tabel diatas menggambarkan bahwa sebagian besar petani telah

melakukan tunda jual dimana dari hasil panennya tidak seluruhnya langsung

dijual namun gabahnya dikeringkan terlebih dahulu dan disimpan, selanjutnya

pada suatu saat dijual. Namun demikian, masih sangat sedikit petani produsen

yang memproses sendiri gabahnya menjadi beras. Kegiatan strategis pembelian

gabah dan bahan pangan lain pada tahun 2006 ini merupakan kelanjutan dan

penyempurnaan dari pelaksanaan kegiatan tahun sebelumnya. Dengan demikian

secara analisa makro , kegiatan strategis ini telah memberikan dampak positif baik

dilihat dari sisi ekonomi maupun sosial.

a. Dampak Ekonomi

146

Page 147: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

· Memberikan sentimen positif pasar, sehingga harga tidak dipermainkan oleh

para tengkulak, dan petani mendapatkan harga jual gabahnya secara layak

sesuai dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dan tunai.

· Memberdayakan (mengembangkan kemampuan) lembaga sosial ekonomi

pedesaan dengan penambahan modal dari keuntungan pembelian gabah

b. Dampak Sosial.

· Mengembalikan kepercayaan petani terhadap lembaga perekonomian

pedesaan (KUD/Koptan/RMU)

· Meningkatkan pemberdayaan kelembagaan pedesaan khususnya kelompok

tani.

· Menumbuhkembangkan kepercayaan dan kegairahan petani dalam berusaha

tani padi.

Menumbuhkembangkan kerjasama saling menguntungkan antara lembaga

perekonomian desa dengan kelompok tani.

Perkembangan harga bahan pangan pokok di Jawa Timur sebagaimana

dalam tabel di bawah ini menunjukkan bahwa koefisien variasi yang tinggi

ditunjukkan untuk komoditas hortikultura seperti cabai rawit, cabai merah dan

juga bawang merah. Variasi harga antar waktu ini juga sangat dipengaruhi oleh

pola tanam petani yang tidak mendasarkan pada perwilayahan komoditas dan

pengaturan sistem produksi pertanian. Elastisitas demand yang rendah dari produk

pertanian menyebabkan ekses suplai cenderung sulit terserap oleh pasar dan

menekan harga lebih besar pada keseimbangan pasar.

147

Page 148: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Tabel 4. Perkembangan Harga Pangan Pokok dan Strategis di Jawa Timur

Sumber : Badan Ketahanan Pangan Jawa Timur, 2005

c. Pengembangan sistem Tuda Jual

Disamping itu telah dilaksanakan pula model pengembangan sistim tunda

jual yang dikembangkan secara berkelompok, merupakan salah satu model

peragaan dalam penerapan waktu dan strategi pemasaran, yang didukung dengan

peningkatan kualitas melalui pengolahan dan penyimpanan produksi sehingga : a)

posisi tawar petani meningkat, b) kualitas produksi dan nilai jual komoditas petani

meningkat c) stok pangan untuk kebutuhan kelompok dan keluarga meningkat dan

tetap tersedia sepanjang waktu. Pengembangan sistem tunda jual dilaksanakan

melalui tahapan kegiatan meliputi : identifikasi kelompok, penandatanganan

kontrak pinjaman, pemberian pinjaman modal, embinaan, dan pemantauan. Upaya

pemberdayaan kelompok sistim tunda jual yang dimulai sejak tahun 2002-2006

sebanyak 51 kelompok.

3.3. Konsumsi, Status Gizi dan Keamanan Pangan

Salah satu paradigma baru pembangunan pangan setelah diberlakukannya

Undang-Undang otonomi daerah adalah perencanaan penyediaan pangan yang

semula sentralistik dan lebih dominan pada pertumbuhan ekonomi menjadi

desentralistik dengan pertimbangan yang lebih komprehensif, sehingga tujuan-

148

Page 149: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

tujuan pemantapan Ketahanan pangan dan perbaikan gizi masyarakat lebih

terakomodasi. Untuk itu sangat diperlukan pemahaman dan penyediaan data

Neraca Bahan Makanan (NBM) dan Pola Pangan Harapan (PPH) di masing-

masing daerah.

Penyusunan NBM dan PPH Jawa Timur sudah dilaksanakan sejak tahun

1984 sampai sekarang, dimana dari hasil analisis NBM dan PPH ini menjadi

bahan pertimbangan dalam perencanaan pangan dan gizi di tingkat wilayah.

Tabel 5. Ketersediaan dan Konsumsi Pangan Strategis di Propinsi Jawa Timurtahun 2005 dan 2006.

Konsumsi energi penduduk Jawa Timur mencapai sebesar 1900 kkal/kap/hr

atau mencapai 95,0 % dari anjuran Angka Kecukupan Energi (AKE) berdasarkan

Widyakarya Pangan dan Gizi VIII tahun 2005 sebesar 2000 kkal/kap/hr.

Konsumsi energi tahun 2005 sebesar 1900 kkal/kap/hr atau 95,0 % dari AKE

lebih tinggi dari dari konsumsi energi tahun sebelumnya sebesar 1889 kkal/kap/hr

atau 85,9 % dari AKE. Konsumsi energi penduduk didukung oleh konsumsi

energi penduduk perkotaan dan pedesaan sebesar 11902 kkal/kap/hr dan 1901

kkal/kap/hr. Konsumsi energi penduduk perkotaan sebesar 1902 kkal/kap/hr

149

Page 150: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 1889 kkal/kap/hr, kecenderungan yang

sama terjadi pada konsumsi energi penduduk pedesaan sebesar 1901 kkal/kap/hr

meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 1893 kkal/kap/hr. Nampak bahwa

konsumsi energi penduduk perkotaan relatif sama dengan konsumsi energi

penduduk pedesaan.

Tabel 6 : Rata-rata Konsumsi Energi Penduduk tahun 2002 dan 2005.

Sumber data : Angka Susenas 2002 dan 2005 Jawa Timur, BPS (diolah BKP Prop.Jatim,2006)

Keterangan : Angka Kecukupan Energi (AKE) rata-rata tahun 2002 = 2200 Kkal/Kap/Hari

Angka Kecukupan Energi (AKE) rata-rata tahun 2005 = 2000

Kkal/Kap/Hari Ditinjau dari Tingkat Konsumsi Energi (TKE) yang mengacu pada

standar yang ditetapkan Departemen Kesehatan tahun 2006, ternyata konsumsi

energi penduduk Jawa Timur tahun 2005 mencapai sebesar 95,0 % yang berarti

tergolong normal karena berada pada kategori Tingkat Konsumsi Energi (TKE)

90-119%.

Sedangkan konsumsi protein penduduk Jawa Timur mencapai sebesar 62,30

gr/kap/hr atau meningkat sebesar 2,20 gr/kap/hr atau 3,66 % dari konsumsi

protein tahun sebelumnya sebesar 60,10 gr/kap/hr. Konsumsi protein tersebut

ternyata melampaui 10,30 gr/kap/hr (19,61% ) dari angka kecukupan protein yang

dianjurkan 52 gr/kap/ hr. Konsumsi protein tersebut didukung dengan peningkatan

konsumsi protein penduduk pedesaan yang cukup besar dari konsumsi protein

penduduk pedesaan tahun sebelumnya. Konsumsi protein penduduk perkotaan

dan pedesaan mencapai sebesar 60.70 gr/kap./hr dan 64,5 gr/kap./hr.

150

Page 151: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Tabel 4. Rata-rata Konsumsi Protein Perkapita Perhari dan Skor PPH Jawa Timur tahun 2002 dan 2005.

Sumber: Angka Susenas 2002 dan 2005 Jawa Timur, BPS (diolah BKP Prop.Jatim, 2006)

Keterangan: (….)% dari anjuran WKNPG VII tahun 2002, 50 Gram/Kap/Hari (….)% dari anjuran WKNPG VIII tahun 2005, 52 Gram/Kap/Hari

Konsumsi protein penduduk perkotaan sebesar 60,7 gram/kap/hr menurun

sebesar 6,7 gram/kap/hr atau 9,95 % dari tahun sebelumnya sebesar 67,4

gram/kap/hr. Sedangkan, konsumsi protein penduduk pedesaan sebesar 64,5

gram/kap/hr meningkat 6,3 gram/kap/hr atau 10,82 % dari tahun sebelumnya

sebesar 58,20 gram/kap/hr. Peningkatan konsumsi protein penduduk pedesaan

dikarenakan adanya peningkatan konsumsi pangan hewani berupa : ikan, daging

ruminansia, telur dan susu. Oleh karena itu, upaya percepatan gerakan

penganekaragaman diarahkan di daerah perkotaan yang difokuskan pada

keanekaragaman konsumsi pangan nabati non beras/tepung terigu beruapa umbi-

umbian, sayur dan buah, kacang-kacangan, serta konsumsi pangan hewani yang

berigizi dan berimbang.

Tingkat dan kualitas konsumsi pangan semakin baik dibandingkan dengan

tahun sebelumnya. Hal ini ditunjukkan oleh keragaman konsumsi pangan

penduduk dengan skor PPH 77,8 lebih tinggi dibandingkan dengan Skor PPH

tahun sebelumnya sebesar 71,0. Meskipun kesadaran dan kepedulian masyarakat

terhadap kualitas konsumsi pangan semakin meningkat, namun masih terdapat

asupan gizi dari beberapa kelompok bahan makanan berada dibawah rekomendasi

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Hampir semua kelompok pangan

dikonsumsi dalam jumlah yang belum memadai, kecuali kelompok padi-padian.

Sumbangan energi kelompok padi-padian terhadap Angka Kecukupan Gizi

151

Page 152: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

(AKG) pada tahun 2005 cukup besar mencapai 57,9 %, sedangkan proporsi

idealnya sebesar 50 %. Sumbangan energi kelompok pangan yang masih jauh dari

proporsi idealnya adalah : kelompok pangan hewani, kelompok sayur dan buah,

serta kelompok umbi-umbian. Hal ini menggambarkan bahwa pola konsumsi

pangan penduduk Jawa Timur belum memenuhi kaidah kecukupan gizi yang

dianjurkan dan konsep pangan yang beragam, bergizi dan berimbang.

Tabel 5. Rata-rata Konsumsi Pangan Tingkat Rumah Tangga Tahun 2002 dan Tahun 2005

Sumber: Angka Susenas 2002 dan 2005 Jawa Timur, BPS (diolah BKP Prop.Jatim, 2006)

Keterangan: *) Angka Kecukupan Energi (AKE) = 2200 Kkal/Kap/Hari**) Angka Kecukupan Energi (AKE) = 2000 Kkal/Kap/Hari

Konsumsi pangan kelompok padi-padian didominasi oleh beras, dan

ternyata konsumsi beras masih cukup tinggi yaitu sebesar 94,35 kg/kap/thn (data

diolah dari Susenas 2005) meningkat sebesar 0,89 kg/kap/thn dibandingkan

dengan konsumsi beras tahun sebelumnya sebesar 93,46 kg/kap/thn (data diolah

dari Susenas 2002). Demikian pula, konsumsi terigu masih cukup tinggi mencapai

sebesar 8,43 kg/kap/thn meningkat sebesar 1,60 kg/kap/thn dibandingkan dengan

konsumsi terigu tahun sebelumnya sebesar 6,83 kg/kap/thn. Peningkatan

konsumsi beras dan terigu nampaknya mempengaruhi konsumsi tepung umbi-

umbian. Konsumsi umbi-umbian hanya mencapai sebesar 19,52 kg/kap/thn

menurun sebesar 5,70 kg/kap/thn dibandingkan Dewan Ketahanan Pangan Jawa

152

Page 153: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Timur 40 dengan konsumsi tahun sebelumnya sebesar 25,22 kg/kap/thn. Hal ini

merupakan tantangan yang harus menjadi fokus penanganan secara sistematis dan

berkesinambungan dalam upaya percepatan penganekaragaman pangan di Jawa

Timur . Karena selain dari beras, sebenarnya sumber karbohidrat dapat diperoleh

dari berbagai bahan pangan pokok lainnya yaitu serealia selain beras (jagung,

sorghum), umbi-umbian (singkong/ubi kayu, ubi jalar, kentang, bentul, talas, uwi,

garut, ganyong dan sebagainya), buah-buahan (sukun, pisang).

Tabel 6 : Konsumsi Pangan Penduduk Jawa Timur Menurut Kelompok Pangan

153

Page 154: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Sumber : Angka Susenas 2002 dan 2005 Jawa Timur

Berdasarkan data yang diolah dari Susenas 2005, bahwa peningkatan konsumsi beras secara total sebesar 94,35 kg/kap/thn dari tahun sebelumnya sebesar 93,46 kg/kap/thn, disebabkan karena peningkatan konsumsi padi-padian (beras ketan, tepung beras, lainnya padi-padian), serta makanan dan minuman jadi (kue basah, nasi campur/rames, nasi goreng, nasi putih dan lontong sayur). Konsumsi padi-padian sebesar 0.79 kg/kap/thn meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 0,63 kg/kap/thn. Konsumsi makanan dan minuman jadi sebesar 6,51 kg/kap/thn meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 5,28 kg/kap/thn. Sedangkan konsumsi beras secara langsung (tanpa melaui proses olahan) ternyata masih cukup tinggi yaitu sebesar 86,97 kg/kap./thn, namun menurun dari tahun sebelumnya sebesar 87,44 kg/kap./th.

Tabel 7. Konsumsi Beras Penduduk Jawa Timur berdasarkan jenis pangan tahun 2002 dan 2005 (sesuai pengelompokan dalam Susenas)

Keterangan : *) Pengelompokan Pangan Berdasarkan SUSENAS.

Salah satu kelompok masyarakat yang sangat sensitif terhadap

masalahketahanan pangan adalah balita. Gizi kurang pada balita dapat dilihat

berdasarkan berat badan dan tinggi badan menurut umur. Situasi kemanan pangan

yang tedeteksi selama dua tahun terakhir menunjukkan masih banyak dijumpai

kejadian atau kasus ketidakamanan pangan. berbagai kasus gangguan kesehatan

154

Page 155: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

manusia akibat konsumsi pangan yang tidak aman oleh pencemaran kimia,

biologis yaitu berbagai mikroba termasuk yang membawa penyakit, serta cemaran

fisik telah terjadi di beberapa daerah.

Kasus-kasus pangan hewani yang terkena wabah penyakit antraks, penyakit

flu burung, beredarnya bahan makanan dan minuman olahan tanpa izin beredar

dan melanggar ketentuan batas kadaluarsa, serta penggunaan bahan tambahan

pangan terlarang yang dapat membahayakan kesehatan, atau bahkan dapat

meyebabkan kematian perlu mendapatkan perhatian serius dalam penanganan ke

depan.

3.5. Kemiskinan dan Tingkat Kerawanan Pangan

Kerawanan pangan adalah suatu kondisi ketidakcukupan pangan yang

dialami daerah, masyarakat atau rumah tangga pada waktu tertentu untuk

memenuhi standart kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan

masyarakat. Kerawanan pangan dapat terjadi secara berulang-ulang pada waktu-

waktu tertentu (kronis), dan dapat pula terjadi akibat keadaan darurat seperti

bencana alam maupun bencana sosial (transien).

Kondisi kerawanan pangan dapat disebabkan karena : tidak adanya akses

secara ekonomi bagi individu/ rumah tangga untuk memperoleh pangan yang

cukup, tidak adanya akses secara fisik bagi individu/ rumah tangga untuk

memperoleh pangan yang cukup, tidak tercukupinya pangan untuk kehidupan

produktif individu/ rumah tangga, tidak terpenuhi pangan secara cukup dalam

jumlah, mutu, ragam, keamanan serta keterjangkauan harganya.

Kerawanan pangan dan kelaparan berpeluang besar terjadi pada petani skala

kecil, nelayan, dan masyarakat sekitar hutan yang menggantungkan hidupnya

pada sumberdaya alam yang miskin dan terdegradasi. Kerawanan pangan sangat

dipengaruhi oleh daya beli masyarakat yang ditentukan tingkat pendapatannya.

Rendahnya tingkat pendapatan memperburuk konsumsi energi dan protein.

155

Page 156: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Tingkat kesejahteraan rumah tangga dapat digunakan sebagai salah satu

indikator aksesabilitas rumah tangga terhadap pangan. Hal ini juga berkorelasi

dengan kemampuan dan daya beli rumah tangga itu sendiri. Oleh karena itu,

penciptaan lapangan pekerjaan perlu dikembangkan agar masyarakat mampu

meningkatkan pendapatannya. Selain itu, walaupun daya beli rumah tangga

mencukupi, apabila terdapat kelangkaaan pangan akibat distribusi yang tidak

lancar maka akses rumah tangga secara fisik akan terganggu bahkan menjadi lebih

buruk.

Indikator yang sangat dekat menggambarkan daya beli masyarakat adalah

berkenaan dengan kemiskinan masyarakat Jawa Timur. Tingkat kemiskinan di

Jawa Timur masih berkisar sebesar 20 persen. Namun demikian walaupun ada

perubahan yang kecil nampaknya ada trend mengalami penurunan dari tahun

ketahun, dimana pada tahun 2001 mencapai 20.39 persen, namun pada tahun 2004

turun menjadi 19.34 persen.

156

Page 157: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Tabel 8. Persentase Kemiskinan di Jawa Timur 2001 - 2004

Ketersediaan pangan secara makro tidak sepenuhnya menjamin ketersediaan

pada tingkat mikro. Masalah produksi yang hanya terjadi di wilayah tertentu dan

pada waktu-waktu tertentu mengakibatkan konsentrasi ketersediaan di sentra-

sentra produksi dan pada masa-masa panen. Pola konsumsi yang relatif sama

antar-individu, antar- waktu, dan antar-daerah mengakibatkan adanya masa-masa

defisit dan lokasi-lokasi defisit pangan. Dengan demikian, mekanisme pasar dan

distrubusi antar lokasi serta antar waktu dengan

mengandalkan ’stok’ akan berpengaruh pada keseimbangan antara

ketersediaan dan konsumsi yang berpengaruh pada harga yang terjadi di pasar.

Faktor keseimbangan yang tereflekasi pada harga sangat berkaitan dengan daya

beli rumah tangga terhadap pangan. Dengan demikian, meskipun komoditas

pangan tersedia di pasar namun apabila harga terlalu tinggi dan tidak terjangkau

daya beli rumah tangga, maka rumah tangga tidak akan dapat mengakses pangan

yang tersedia. Kondisi seperti ini dapat menyebabkan kerawanan pangan.

Penduduk rawan pangan didefinisikan sebagai mereka yang rata-rata tingkat

konsumsi energinya antara 71–89 persen dari norma kecukupan energi.

Sedangkan penduduk sangat rawan pangan hanya mengkonsumsi energi kurang

dari 70 persen dari kecukupan energi. Dengan menggunakan kriteria tersebut pada

tahun 2005 terdapat sekitar 25 persen dari penduduk perkotaan yang rawan

pangan dan sebesar 37,0 persen dari penduduk perdesaan yang mengalami rawan

pangan. Di samping itu masih terdapat sekitar 2-4 persen rumah tangga yang

sangat rawan pangan atau kelaparan. Mereka adalah rumah tangga miskin yang

tingkat pengeluarannya tidak lebih dari Rp 150 ribu per bulan.

Kondisi rumah tangga rawan pangan masih terjadi di Jawa Timur

dibandingkan dengan propinsi lain berdasarkan data SUSENAS yang tertuang

dalam Nutrition Map of Indonesia tahun 2006 disajikan dalam Tabel berikut.

157

Page 158: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Tabel 9. Jumlah Penduduk Rawan Pangan Menurut Propinsi

*) Tidak dilakukan survey totalSumber : Gizi dalam Angka (2005) dan Nutrition Map of Indonesia, 2006

Jumlah anak balita dengan status gizi buruk dan gizi kurang di relative

masih tinggi masih tinggi. Tingginya proporsi rumah tangga rawan pangan dan

anak balita kurang gizi menunjukkan bahwa ketahanan pangan tidak selalu berarti

bahwa tingkat ketahanan pangan di rumah tangga dan individu juga terpenuhi.

Masalah-masalah distribusi dan mekanisme pasar yang berpengaruh terhadap

harga, daya beli rumah tangga yang berkaitan dengan kemiskinan dan pendapatan

158

Page 159: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

rumah tangga, dan tingkat pengetahuan tentang pangan dan gizi sangat

berpengaruh kepada konsumsi dan kecukupan pangan dan gizi rumah tangga.

Hubungan tentang kerawanan pangan dengan tingkat pendapatan relatif

cukup erat baik ditinjau dari kecukup[an energi maupun kualitas pangan. Pada

gambar berikut ditunjukkan bahwa semakin rendah pendapatan seseorang maka

akan menyebabkan rendahnya kecukupan energi maupun skor PPHnya.

Grafik 1 Tingkat Konsumsi Energi Provinsi Jawa Timur Tahun 2005

Grafik 2 Skor PPH Provinsi Jawa TimurSumber : Badan Ketahanan Pangan jawa Timur, 2006

159

Page 160: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

IV. MASALAH STRATEGIS KETAHANAN PANGAN JAWA TIMUR

Pembangunan ketahanan pangan di wilayah Jawa Timur harus dipandang

sebagai bagian tidak terlepaskan dari wawasan ketahanan pangan nasional.

Sebagai wilayah potensial pangan yang penting, keberhasilan Ketahanan Pangan

di Jawa Timur sebagai wilayah yang surplus pangan telah menjadi tolok ukur

keberhasilan ketahanan Pangan nasional. Oleh karena itu pemerintah Jawa Timur

berupaya terus memacu pembangunan ketahanan pangan melalui program–

program yang benar-benar mampu memperkokoh ketahanan pangan sekaligus

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

4.1. Permasalahan dan Tantangan

Upaya pemantapan ketahanan pangan sampai saat ini masih menjadi

prioritas pembangunan di Propinsi Jawa Timur. Permasalahan pembangunan

ketahanan pangan yang harus dipecahkan secara mendesak dan berkelanjutan

pada tahun mendatang adalah :

1. Masalah kemiskinan dan kelaparan di Jawa Timur masih masih cukup tinggi

baik untuk tingkat kemiskinan maupun kelaparan dengan ukuran AKE kurang

1700 kkal/kapita/hari berkisar sebesar 19 persen. Usaha ini harus dipecahkan

secara bertahap melalui usaha peningkatan pendapatan masyarakat karena

merupakan faktor kunci dalam meningkatkan akses pangan masyarakat

menuju gizi yang cukup untuk hidup sehat.

2. Masalah pemantapan ketersediaan Pangan. Pola peningkatan produksi pangan

khususnya padi cenderung melandai dan terjadi pula peningkatan alih fungsi

lahan yang cukup besar ± 10.000 Ha/Th. Hal ini membutuhkan konsumsi

beras yang cukup besar yaitu 3.478.994 ton tahun 2007 dan cenderung

meningkat setiap tahunnya, padahal pola peningkatan produksi beras

cenderung melandai. Pertambahan penduduk yang cukup besar akan

berdampak pada peningkatan kebutuhan konsumsi dan juga peningkatan

kebutuhan fasilitas sosial ekonomi yang mengakibatkan peningkatan alih

fungsi lahan. Oleh karena itu propinsi Jawa Timur sebagai daerah lumbung

160

Page 161: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

pangan disamping meningkatkan produksi pangan juga harus

mengembangkan penganeka ragaman pangan.

3. Tantangan dalam aspek penganeka ragaman pangan terjadi karena sampai saat

ini konsumsi pangan kelompok padi-padian didominasi oleh beras, dan

ternyata konsumsi beras masih cukup tinggi yaitu sebesar 94.35 kg/kap/thn

(Susenas 2005), sementara terjadi peningkatan jumlah penduduk dari tahun

1998-2005 sebesar 1,2% setiap tahun (BPS, 2005).

4. Tantangan dalam cadangan pangan masyarakat terjadi karena sifat komoditas

pangan yang bersifat musiman sementara pendapatan masyarakat umumnya

sangat rendah. Usaha ini dapat dilakukan dengan memberdayakan

kelembagaan masyarakat seperti melalui lembaga pembeli gabah (lpg) dan

lembaga usaha ekonomi pedesaan , lumbung, dan pengembangan cadangan

gan hidup (pekarangan, lahan desa, lahan tidur, tanaman bawah tegakan

perkebunan

5. Usaha perlindungan kepada petani khususnya pada musim panen akibat

kelebihan produksi harus diantisipasi melalui pengendalian harga di tingkat

produsen. Produksi padi masih sangat dipengaruhi iklim, dimana ± 55,98%

dari pertanaman padi dipanen pada bulan Januari s/d April 2006.

Keadaan ini menyebabkan produksi gabah menumpuk pada bulan-bulan

tersebut, sehingga harga jual di tingkat petani cenderung menurun. Oleh

karena itu, program stabilisasi komoditas pangan menjadi sangat penting

dilakukan. Kebijakan stabilisasi komoditas pangan ini akan menjadi

rangsangan bagi petani untuk berproduksi, serta dapat menjadi stabilitas

inflasi. Berdasarkan kenyataan ini, maka menjadi penting untuk dilakukan

program stabilisasi produksi dan harga komoditas pangan. Hal ini bisa

dilakukan apabila dilakukan usaha pembinaan untuk pengembangan tunda

jual, serta kebijakan pembelian produkm petani pada waktu panen pada

komoditas strategus (gabah, beras, jagung dan kedele)

6. Masalah keamanan pangan sampai saat ini merupakan permasalahan yang

cukup serius. Hal ini disebabkan karena masih kurangnya pengetahuan dan

kepedulian masyarakat konsumen terhadap keamanan pangan, yang ditandai

161

Page 162: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

merebaknya kasus keracunan pangan baik produk pangan segar maupun

olahan di sisi lain masih cukup banyak digunakan bahan tambahan pangan

(penyedap, pewarna pemanis, pengawet, pengental, pemucat dan anti gumpal)

yang beracun atau berbahaya bagi kesehatan yang harus diantisipasi melalui

usaha-usaha pembinaan menurut standar SNI, FMP DAN HACCP. Sementara

itu belum ada sangsi yang tegas terhadap pelanggaran peraturan keamanan

pangan. Oleh karena itu usaha-usaha untuk pencegahan dan pengendalian

keamanan pangan harus dilakukan

7. Berdasarkan hasil Pemetaan Kerawanan Pangan dengan indikator Food

Insecurity Atlas (FIA) bahwa terdapat 123 kecamatan termasuk kategori agak

rawan pangan sampai rawan pangan atau 38,44 % dari sebanyak 320

kecamatan yang tersebar di 16 kabupaten, dengan rincian yaitu : kategori

sangat rawan (prioritas 1) sebanyak 11 kecamatan, kategori rawan (prioritas 2)

sebanyak 20 kecamatan, dan kategori agak rawan (prioritas 3) sebanyak 92

kecamatan. Upaya ini bisa dilakukan melalui program pemberdayaan

masyarakat melalui program Aksi Desa Mandiri Pangan serta pengendalian

rawan pangandalam rangka mewujudkan ketahanan pangan agar masyarakat

dapat memenuhi kebutuhan pangannya.

8. Tantangan lainnya yang cukup penting adalah permasalahan sistem informasi

pangan. Sampai saat ini penanganan masalah ketahanan pangan seringkali

menghadapi kendala sistem informasi pangan yang kurang akurat dan cepat.

Oleh karenanya di masa datang pengembangan sistem informasi pangan

berbasiskan teknologi informasi untuk tujuan diteksi dini untuk antisipasi

mutlak harus dilakukan. Sistem informasi yang perlu dikembangkan adalah :

pengembangan sistem informasi ketersediaan dan kebutuhan pangan (neraca

pangan), sistem informasi kerawanan pangan, dan sistem informasi distribusi

dan pasar

9. Semakin membanjirnya pangan olahan impor dengan berbagai promosi yang

cukup gencar dan menarik, sedangkan kesadaran dan kecintaan masyarakat

untuk mengkonsumsi pangan lokal masih cukup rendah. Oleh karena itu

162

Page 163: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

diperlukan untuk pengembangan pangaan olahan dengan bahan baku lokal

yang mampu bersaing

10. Gaya mengkonsumsi pangan cepat saji (fast food) menggunakan bahan impor

dan kurang menggunakan bahan pangan lokal telah menjadi bagian dari

perilaku sebagian besar anak dan remaja di berbagai kota besar, serta

diperkirakan cenderung semakin meningkat setiap tahunnya. Oleh karemna itu

diperlukan usaha –usa penyadaran mayarakat untuk penganekaragaman

menuju pangan yang beragamn dan gizi seimbang

11. Masalah dalam pelestararian sumberdaya lahan dan air. Dampak adanya

reformasi dan otonomi daerah telah menyebabkan pelestarian sumberdaya

lahan dan air semakin memburuk. Kalau hal ini dibiarkan terus akan

menyebakan sumber air akan semakin tergradasi yang pada gilirannya akan

mengancam produksi pangan di jawa Timur

12. Akses petani terhadap permodalan dan sarana produksi perla dipandang

menjadi permasalahan yang harus diantisipasi sejak dini. Hal ini dikarenakan

petani di Jwa Timar umumnya dalam skala yang sempit sehingga untuk

melindungi petani dan sekaligus meningkatkan pendapatan aspek peningkatan

akses permodalan dan sarana produksi pertanian harus terus dilakukan.

13. Pengembangan Infrastruktur pertanian dan pedesaan di Jawa Timur walaupun

cukup memadai namur perla terus dikembangkan. Usaha peningkatan

infrasttur ini perla dilakukan melalui pembangunan bersifat padat karya karena

mempunyai manfaat ganda yakni disamping meningkatkan perekonomian

pedesaan juga berfungsi meningkatkan serapan tenaga verja yang pada

gilirannya akan meningkatkan akses pangan

14. Meskipun kelembagaan ketahanan pangan di pemerintahan propinsi Jawa

Timur telah mantap, namun ditingkat kabupaten/kota masih memperihatinkan,

Dewan ketahanan pangannya umumnya masih belum aktif. Usaha-usaha

untuk meningkatkan kelembagaan fungsional (DKP) maupun kelembagaan

struktural harus dilakukan. Hal ini disebabkan karena dengan keluarnya

peraturan PP No 3 tahun 2007 tentang pertanggungan jawab Gubernur,

bupati/walikota dimana Gubernur, bupati/walikota wajib melaporkan tentang

163

Page 164: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

pembangunan ketahanan dan PP No 38 tahun 2007 bahwa Ketahanan pangan

menjadi urusan wajib pemerintah propinsi, kab/kota. Berdasarkan kedua

peraturan pemerintah tersebut jelas secara tegas bahwa Ketahanan pangan

menjadi urusan wajib bagi pemerintah propinsi, kabupaten/kota. Konsekuensi

dari keadaan ini menuntut adanya pemantapan kelembagaan pangan

4.2. Potensi dan Peluang

4.2.1. Ketersediaan

Potensi pengembangan sistem ketahanan pangan di Jawa Timur memang

sangat besar. Sebagai suatu sistem pembangunan ketahanan pangan perlu

didukung tidak hanya dari aspek infrastruktur dan SDM tetapi juga

suprastrukturnya yaitu kebijakan pemerintah yang memberikan lingkungan

kondusif bagi pengembangan ketahanan pangan di Jawa Timur.

Berkaitan dengan aspek ketersediaan, dapat dikaitkan dengan aspek

sumberdaya alam. Sumberdaya alam merupakan potensi yang besar di Jawa

Timur, bila potensi ini diberi sentuhan teknologi, informasi dan juga transportasi

maka akan memiliki efek yang luas. Dan pandangan ini berarti melihat potensi

dari sisi suplai (supply side).

Bila dilihat potensi sumberdaya ini dalam upaya untuk menyediakan bahan

pangan dan hasil pertanian pada umumnya bagi konsumen maka potensi dapat

dilihat dari sisi demand (demand side). Dari sisi demand maka potensi sektor

pertanian ini perlu adanya pasar, sarana prasarana transportasi dan juga

komunikasi. Dengan terpadunya elemen-eleman ini maka potensi akan memiliki

spektrum luas dalam upaya pembangunan wilayah. Garis besarnya adalah dalam

aspek ketersediaan, potensi di Jawa Timur yang sangat besar merupakan kekuatan

untuk melakukan pembangunan yang lebih terarah. Kekuatan ini masih muncul

karena keunggulan komparatif yang dimiliki oleh Jawa Timur sehingga

diperlukan adanya upaya lebih giat lagi mentransformasi keunggulan komparatif

(comparative advantage) menuju pada keunggulan kompetitif (competitive

advantage) yang lebih baik dengan wilayah atau negara lain.

164

Page 165: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Potensi sumberdaya alam yang merupakan keunggulan komparatif

memerlukan manajemen sehingga pemanfaatan sumberdaya melalui perencanaan

yang layak dengan memperhatikan aspek sustainabilitas, welfare, dan kemerataan.

Pelaksanaan pengelolaan sumberdaya juga harus mengacu pada prinsip-prinsip

pengelolaan yang efektif dan efisien dan berwawasan keberlanjutan. Akhirnya,

evaluasi terus dilakukan untuk menjaga agar penyimpangan atas perencanaan

dapat ditangani untuk mendapatkan output yang ditetapkan.

4.2.2. Distribusi Pangan

Ditinjau dari aspek infrastruktur ekonomi dan akses wilayah di Jawa Timur

sudah relatif baik. Prasarana jalan dan sarana transportasi sudah menjangkau

setiap wilayah dan juga layanan komunikasi menjadi daya dorong untuk aliran

informasi yang baik. Walaupun disadari pula bahwa dengan perbaikan fasilitas

publik ini (prasarana jalan beraspal) seringkali mendorong pula berlakunya

hukum location rent, sehingga berdampak pula pada laju konversi lahan yang

semakin tinggi. Namun demikian dis-economic exsternality ini terkompensasi atas

multiplier efek yang lebih besar dari perbaikan akses wilayah.

Infrastruktur wilayah berupa prasarana transportasi adalah salah astu

komponen yang sangat berperan dalam memperlancar fungsi pemasaran

komoditas pangan dari satu wilayah ke wilayah lain. Selain aspek fisik

infrastruktur wilayah juga terdapat aspek kelembagaan dan keamanan serta

kenyamanan dalam melaksanakan kegiatan pendistribusian komoditas pertanian.

Kelembagaan dalam hal distribusi komoditas pertanian dapat berupa

kelembagaan formal maupun non-formal. Kelembagaana formal yang dimaksud

adalah lembaga distribusi yanag dibentuk pemerintah terutama menangani

masalah pangan strategis seperti beras. Lembaga non-formal terkait dengan

kegiatan distribusi adalah lembaga pemasaran baik itu pedagang perantara,

pedagang pengumpul, pedagang besar, pengecer yang berperan mendistribusikan

hasil pertanian dari titik produsen ke titik konsumen.

Ketahanan pangan dalam era globalisasi dan otonomi daerah merupakan isu

strategis yang patut mendapat perhatian karena menyangkut hajat hidup orang

165

Page 166: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

banyak dan berkaitan dengan hak asasi manusia. Potensi Jawa Timur untuk

meningkatkan efisiensi distribusi sangat mungkin dilakukan mengingat akses

wilayah yang mudah, perhatian pemerintah terhadap distribusi pangan, dan juga

skala produksi yang relatif besar di Jawa Timur. Penataan kelembagaan pangan

juga menjadi sangat penting untuk membentuk ketahanan pangan di Jawa Timur.

Termasuk juga upaya meningkatkan pemberdayaan masyarakat, dengan jalan

memberikan fungsi fasilitasi dan layanan informasi untuk akses pasar hasil

produksi pertanian.

4.2.3. Konsumsi

Sumberdaya manusia di Jawa Timur memiliki arti penting dalam

pembangunan ketahanan pangan. Potensi SDM tak terlepas dari fungsinya dalam

pengelolaan sumberdaya sehingga mampu menghasilkan output yang memiliki

nilai tambah dan nilai ekonomi yang lebih tinggi dengan tingkat teknologi yang

semakin berkembang. SDM yang berkualitas akan sangat tanggap atau cepat

merespon perubahan-perubahan yang terjadi baik itu berkenaan dengan teknologi

produksi maupun berkaitan dengan perubahan perilaku konsumsi.

Besarnya potensi produksi bahan pangan dan pertanian secara umum

memberikan peluang bagi tumbuh berkembangnya agroindustri yang melakukan

pengolahan dari produk primer hasil pertanian. Beberapa nilai penting dari

agroindustri adalah meningkatkan nilai ekonomi produk pertanian, meningkatkan

dispersi penggunaan produk primer hasil pertanian, meningkatkan elastisitas

produk pertanian, mengurangi fluktuasi harga akibat ekses suplai dan pola

musiman proses produksi pertanian.

Peluang yang lain berkenaan dengan upaya meningkatkan ketahanan pangan

adalah berkaitan dengan diversifikasi pangan. Berbagai macam jenis bahan

pangan yang dapat dihasilkan dari potensi domestik merupakan kekayaan yang

dapat dimanfaatkan untuk mendukung ketahanan pangan. Dengan diversifikasi

pangan maka diharapkan akan mengurangi ketergantungan pada produk pangan

tertentu seperti beras. Peningkatan nilai gizi dan performence pangan lokal

166

Page 167: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

merupakan alternatif yang dapat dilakukan untuk mewujudkan diversifikasi

pangan ini.

Berkenaan dengan perilaku konsumsi pangan perlu mendapatkan perhatian

mengingat ketersediaan gizi yang berimbang dan makanan yang aman dikonsumsi

menjadi aspek kritis dalam upaya membentuk sumberdaya manusia yang sehat

dan produktif. Asupan gizi pada tubuh sangat dipengaruhi oleh pola makan di

keluarga. Dengan demikian, peran dan pengetahuan ibu rumah tangga berkaitan

dengan pola asuh dan pola makan keluaraga menjadi sangat penting.

Kesadaran akan gizi yang berimbang, aman dikonsumsi akan berimplikasi

lebih jauh pada kesehatan balita, harapan hidup dan juga tingkat kematian bayi

pada suatu wilayah. Peran prasarana dan sarana kesehatan di sini juga sangat

menentukan bagi kesehatan masyarakat. Di Jawa Timur terdapat berbagai institusi

(infrastruktur sosial) di tingkat lokal (kecamatan atau bahkan desa) yang dapat

menjadi mitra kerja pemerintah dalam rangka perbaikan konsumsi dan gizi

masyarakat. Beberapa contoh institusi lokal tersebut adalah posyandu, PKK,

organisasi sosial masyarakat non formal seperti majelis taklim, dan sebagainya.

Instiitusi ini dapat berperan dalam mendeteksi masalah serta memfasilitasi upaya-

upaya peningkatan kualitas konsumsi dan perbaikan gizi.

V. KEBIJAKAN OPERASIONAL KETAHANAN PANGAN JAWA TIMUR

Perwujudan ketahanan pangan disuatu wilayah tidak hanya memenuhi aspek

ketersediaan pangan yang merata di suatu wilayah, namun juga dapat diakses oleh

masyarakat dengan daya beli yang dimilikinya sehingga dapat mencukupi

kebutuhan gizi secara berimbang, aman, terjadi peningkatan kesehatan dan

produktifitas di masyarakat. Implisit dalam uraian ini adalah adanya keterjaminan

pangan yang dapat diakses masyarakat untuk hidup sehat dan produktif secara

terus menerus. Dengan demikian dimensi ketahanan pangan sebenarnya adalah

tidak hanya pembentukan pondasi ekonomi yang mantap di suatu wilayah untuk

tumbuh dan berkembang namun juga memiliki dimensi pembangunan wilayah

secara utuh.

167

Page 168: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Perhatian pada ketahanan pangan juga tidak dapat dilihat dari aspek makro

atau agregat saja, tetapi harus menggunakan unit analisis yang lebih kecil sampai

tingkat rumah tangga. Keterjaminan pangan sampai tingkat rumah tangga menjadi

sangat penting untuk dipantau dari waktu ke waktu. Sistem pendataan yang tertata

menjadi kunci keberhasilannya. Pembangunan ketahanan pangan disadari tidak

hanya menjadi kewajiban pemerintah tetapi juga masyarakat luas, sehingga

partisipasi masyarakat dalam

upaya pembangunan ketahanan pangan menjadi sangat penting. Pemerntah

sebagai fasilitator dan dinamisator ekonomi wilayah diperlukan dukungannya

dalam menciptakan iklim yang kondusif untuk kegiatan produksi dan pemasaran

produk pangan dan pertanian pada umumnya, baik dengan paket deregulasi

investasi pertanian maupun penataan kelembagaan pertanian. Partisipasi

masyarakat dalam upaya pembangunan ketahanan pangan dapat berbentuk

mendukung upaya peningkatan kapasitas produksi pangan dan pertanian secara

umum, aseptabilitas yang tinggi terhadap perbaikan teknologi baru, penghargaan

terhadap produk pangan domestik atau lokal, dan berkehendak untuk

meningkatkan wawasan tentang pola pangan yang baik sesuai harapan sehingga

asupan gizi mencukupi untuk tubuh yang sehat dan produktif. Penyediaan

prasarana dan sarana kesehatan menjadi sangat penting pula untuk diperhatikan

dalam upaya menajaga kesehatan masyarakat.

5.1. Arah Kebijakan

Sesuai dengan perkembangan era globalisasi dan liberalisasi perdagangan,

beberapa komoditas pangan telah menjadi komoditas yang semakin strategis,

karena dinamika ketidakpastian dan ketidakstabilan produksi nasionalnya,

sehingga tidak senantiasa dapat mengandalkan pada ketersediaan pangan di pasar

dunia. Oleh karena itu, sebagian besar negara-negara menetapkan Sistem

Ketahanan Pangan untuk kepentingan dalam negerinya, termasuk Indonesia.

Pembangunan ketahanan pangan di wilayah Jawa Timur harus dipandang

sebagai bagian tidak terlepaskan dari wawasan ketahanan pangan nasional.

Sebagai wilayah potensial pangan yang penting, keberhasilan Ketahanan Pangan

168

Page 169: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

di Jawa Timur sebagai wilayah yang surplus pangan telah menjadi tolok ukur

keberhasilan ketahanan Pangan nasional. Oleh karena itu pemerintah Jawa Timur

berupaya terus memacu pembangunan ketahanan pangan melalui program–

program yang benar-benar mampu memperkokoh ketahanan pangan sekaligus

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam rangka mencapai tujuan program

ketahanan pangan Jawa Timur maka arah kebijakan ketahanan pangan sebagai

berikut :

1. Pemantapan penanganan kelaparan dan kemiskinan ditujukan untuk

mengurangi jumlah penduduk yang kelaparan, kemiskinan dan

penanggulangan gizi buruk.

2. Pemantapan ketersediaan pangan

(1) menjamin kelangsungan produksi pangan sebagai penyangga pangan

nasional,

(2) meningkatkan daya saing produk dan produktifitas, serta meningkatkan

nilai tambah produksi pangan melalui penanganan pasca panen dan

agroindustri dalam rangka peningkatan kesejahteraan petani,

(3) mengembangkan kemampuan penataan kelembagaan cadangan pangan

yang lebih baik,

(4) meningkatkan kualitas lingkungan dan kualitas sumberdaya alam dan air,

serta menjaga kelestariannya dalam rangka mempertahankan ketahanan

pangan.

3. Pemantapan distribusi pangan

(1) mengembangkan sarana dan prasarana distribusi pangan untuk

meningkatkan efisiensi pemasaran,

(2) mengembangkan kelembagaan pemasaraan di pedesaan untuk

meningkatkan efisiensi dan efektifitas distribusi

(3) meningkatkan efisiensi pemasaran, mengembangkan informasi pasar dan

stabilisasi harga untuk kesejahteraan petani

4. Pemantapan konsumsi

169

Page 170: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

(1) menjamin pemenuhan pangan sampai tingkat rumah tangga dalam jumlah

dan kualitas yang memadai sehingga aman dikonsumsi dan bergizi

seimbang,

(2) mengembangkan dan memanfaatkan pangan lokal

(3) mendorong, mengembangkan dan membangun serta memfasilitasi peran

masyarakat dalam pemenuhan pangan,

(4) meningkatkaan pengetahuan masyarakat tentang hidup sehat dan makanan

beragam dan gizi seimbang,

(5) meningkatkan peran kelembagaan dimasyarakat ,

(6) menjaga keamanan pangan bagi konsumen.

5.2. Tujuan pembangunan Ketahanan Pangan

Berdasarkan kenyataan ini maka pembangunan Ketahanan Pangan di Jawa

Timur ditujukan untuk :

1. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengurangi kemiskinan dan

kelaparan

2. Meningkatkan produksi pangan secara berkelanjutan terhadap sumber pangan

karbohidrat dan protein menuju kemandirian pangan

3. Meningkatkan ketersediaan pangan sampai tingkat rumah tangga minimal

2200 kkal/kapita/hari dan protein 57 gram/kapita/hari

4. Meningkatkan dan memantapkan sistem cadangan pangan yang lebih baik

5. Meningkatkan keanekaragaman dan kualitas konsumsi pangan masyarakat

untuk mencapai tingkat konsumsi 2000 kkal/kapita/hari dan 54

gram/kapita/hari menuju Pola Pangan Harapan

6. Meningkatkan konsumsi pangan non-beras dan menurunkan konsumsi beras

7. Memantapkan pola distribusi pangan yang mampu menjamin keterjangkauan

pangan oleh masyarakat secara fisik dan ekonomi serta menjamin stabilitas

harga

8. Mengembangkan sistim kelembagaan pangan dan gizi masyarakat yang

partisipatif dalam menangani kerawanan pangan;

170

Page 171: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

9. Meningkatkan keberdayaan dan kemandirian masyarakat dalam peningkatan

ketahanan pangan rumah tangga

10. Meningkatkan produksi dan kualitas pangan seiring dengan peningkatan

pendapatan para petani dan pelaku agribisnis lainnya

11. Mengembangkan industri dan bisnis pangan

12. Meningkatkan kemampuan dalam mengenali, mengantisipasi dan menangani

secara dini serta melakukan tanggap darurat terhadap masalah kerawanan

pangan

5.3. Strategi Umum

Pembangunan ketahanan pangan di wilayah Jawa Timur harus dipandang

sebagai bagian tidak terlepaskan dari wawasan ketahanan pangan nasional.

Keberhasilan Ketahanan Pangan di Jawa Timur sebagai wilayah yang surplus

pangan telah menjadi tolok ukur keberhasilan ketahanan Pangan nasional. Oleh

karena itu pemerintah Jawa Timur harus terus berupaya memacu pembangunan

ketahanan pangan melalui program–program yang benar-benar mampu

memperkokoh ketahanan pangan sekaligus meningkatkan kesejahteraan

masyarakat. Pembangunan ketahanan pangan di Jawa Timur merupakan suatu

proses yang terus-menerus dan diupayakan membawa dampak yang luas pada

seluruh sektor pembangunan. Harapan ini memang obyektif mengingat aspek

yang diamati dalam ketahanan pangan tidak hanya aspek ketersediaan tapi juga

aspek-aspek lainnya, seperti distribusi dan akses pangan yang mengarah pada

upaya peningkatan pendapatan masyarakat, juga konsumsi/penyerapan pangan

yang mengarah pada pembangunan sumberdaya manusia yang sehat dan

produktif.

Pembangunan ketahanan pangan di Jawa Timur dilakukan melalui Twin

track strategy (strategi jalur ganda), yakni : (1) pembangunan ekonomi berbasis

pertanian dan pedesaan dan (2) pembangunan dengan memprioritaskan bagi

kelompok masyarakat miskin. Strategi umum ini diuraikan sebagai berikut :

Strategi Khusus Penurunan Tingkat Kelaparan & Kemiskinan

171

Page 172: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

1. Peningkatan Kesempatan (creating opportunities), melalui pengembangkan

bisnis dan kesempatan kerja

2. Pemberdayaan Masyarakat (Community Empowerment) melalui

pemberdayakan sehingga mampu akses terhadap sumberdaya ekonomi, sosial

dan hak-hak politik dan keterlibatan

3. Peningkatan Kapasitas & pembangunan sumberdaya manusia (Capacity

Building and Human Resource Development), melalui peningkatan

kemampuan yang berkaitan dengan sasaran peningkatan pelayanan

pendidikan, kesehatan, pangan, perumahan agar masyarakat makin produktif

4. Perlindungan Sosial (Social Protection): Perlindungan sosial yang berkaitan

dengan sasaran pemberian jaminan kehidupan bagimasyarakat yang

mengalami kecacatan, fakir miskin, keterisolasian, konflik sosial, kehilangan

pekerjaan sehingga berpotensi menjadi miskin

5. Prioritas pada daerah rawan pangan (pusat daerah miskin)

Strategi Khusus Pemantapan Ketersedian Pangan

1. Perwilayahan komoditas pangan sesuai dengan potensi

2. Pemantapan Infrastruktur produksi

3. Pengembangan Teknologi spesifik lokasi

4. Penyediaan modal dan sarana produksi

5. Kelestarian sumberdaya

6. Pemantapan Kelembagaan petani

Strategi Khusus Pemantapan Diversifikasi Konsumsi Pangan

1. Penyediaan suplai pangan dengan mengembangkan sumberdaya lokal

(unggulan wilayah)

2. Pengembangan agroindustri pangan dengan kemasan “modern”

3. Peningkatan KAP (Knowledge, Attitude, Practice ) melalui gerakan tentang

konsumsi pangan yang beragam dan gizi seimbang serta aman

4. Peningkatan income

5. Pemberdayaan kelembagaan lokal

Strategi Khusus Pemantapan Distribusi Pangan

1. Penetapan harga pembelian pemerintah

172

Page 173: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

2. Intervensi pemerintah terhadap pasar

3. Penguatan posisi tawar petani

4. Pengembangan sarana dan prasarana pasca panen dan infra strukturdistribusi

5. Kemitraan petani

5.4. Kebijakan Umum

Kebijakan umum ketahanan pangan diharapkan menjadi panduan bagi

pemerintah, swasta dan masyarakat untuk bersama-sama berpartisipasi dalam

mewujudkan ketahanan pangan di Jawa Timur. Kebijakan umum Ketahanan

pangan di Jawa Timur adalah :

1. Penurunan kemiskinan dan kelaparan. Kebijakan Penanggulangan kelaparan

dan kemiskinan ditujukan untuk mengatasi kerawanan pangan dan gizi

masyarakat. Sasaran yang hendak dicapai adalah berkurangnya jumlah

penduduk yang kelaparan, kemiskinan dan penanggulangan gizi kuran

maupun giizi buruk

2. Pemantapan ketersediaan Pangan. Kebijakan Pemantapan ketersedian pangan

ini ditujukan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas pangan nabati

dan hewani sesuai dengan potensi daerah masing-masing menunuju

kemandirian pangan di Jawa Timur. Sasaran yang hendak dicapai adalah

tersedianya pangan yang beranekaragam dan bermutu di tingkat rumah tangga,

serta peningkatan pendapatan petani.

3. Pelestarian sumberdaya lahan dan air. Kebijakan ini ditumpuh untuk

pengelolaan sumberdaya yang baik sehingga memiliki dimensi keberlanjutan

(sustainable). Salah satu upaya untuk mencapainya adalah dengan melakukan

penataan wilayah pertanian dengan mencegah bergesernya sumberdaya lahan

pertanian ke kegiatan non-pertanian. Disamping itu mengingat kondisi sumber

air di Jawa Timur kondisinya memprihatinkan usaha-usaha pelestarian

sumberdaya air harus segera dilakukan secara ber bertahap dan berkelanjutan

4. Peningkatan akses petani terhadap permodalan dan sarana produksi. Hal ini

dikarenakan petani di Jawa Timar umumnya dalam skala yang sempit

sehingga untuk melindungi petani dan sekaligus meningkatkan pendapatan.

173

Page 174: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

5. Pemantapan Kelembagaan Pangan. Sejalan dengan keluarnya peraturan PP No

3 tahun 2007 dan PP No 38 tahun 2007 sehingga secara tegas bahwa

Ketahanan pangan menjadi urusan wajib bagi pemerintah propinsi,

kabupaten/kota. Konsekuensi dari keadaan ini menuntut adanya pemantapan

kelembagaan pangan dalam rangka untuk melakukan upaya standard

pelayanan minimal.

6. Pengembangan Infrastruktur pertanian dan pedesaan. Infrastruktur pertanian

dan pedesaan di Jawa Timur walaupun cukup memadai namun perla terus

dikembangkan. Usaha peningkatan infrastrtur ini perla dilakukan melalui

pembangunan bersifat padat karya guna meningkatkan akses pangan

7. Pengembangan cadangan pangan. Kebijakan ini dapat dilakukan dengan

memberdayakan kelembagaan masyarakat seperti melalui lembaga pembeli

gabah (LPG) dan lembaga usaha ekonomi pedesaan, lumbung, dan

pengembangan cadangan hidup (pekarangan, lahan desa, lahan tidur, tanaman

bawah tegakan perkebunan)

8. Pengembangan dan Penganekaragaman Sumber Pangan Lokal Menuju Gizi

Seimbang. Kebijakan ini diarahkan untuk : a). Mendorong diversikasi pola

konsumsi pangan berbasis pangan local, b). Meningkatkan kesadaran dan

pengetahuan tentang makanan beragam, bergisi, berimbang dan aman sejak

anak usia dini, c). Mendorong pengembangan teknologi pengolahan, terutama

pangan lokal non besar, guna meningkatkan nilai tambah dan nilai sosial

9. Keamanan Pangan. Kebijakan ini ditujukan untuk antisipasi masalah

keamanan pangan yang sampai saat ini masih cukup serius, yang ditandai

merebaknya kasus keracunan pangan baik produk pangan segar maupun

olahan di sisi lain masih cukup banyak digunakan bahan tambahan pangan

(penyedap, pewarna pemanis, pengawet, pengental, pemucat dan anti gumpal)

yang beracun atau berbahaya bagi kesehatan Oleh karena itu usaha-usaha

untuk pencegahan dan pengendalian keamanan pangan harus dilakukan

10. Pengembangan Agroindustri dan bisnis pangan. Kebijakan ini ditempuh untuk

tujuan pengembangan industrialisasi pedesaaan serta untuk mengantisipasi

174

Page 175: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

semakin membanjirnya pangan olahan impor, serta ditujukan untuk

mempercepat proses diversifikasi pangan.

11. Stabilisasi harga, Distribusi dan Pemasaran Pangan. Kebijakan ini ditujukan

untuk : a). Mendorong terwujudnya system distribusi pangan yang efektif dan

efisien untuk menjamin stabilisasi pasokan dan harga pangan pada tingkat

harga yang terjangkau oleh masyarakat, b). Meningkiatkan koordinasi dan

sinergi dengan instansi terkait yang mendukung kegiatan distribusi, harga dan

akses pangan, c). Mendorong peran serta kelembagaan masyarakat dan

meningkatkan kelancaran distribusi, kestabilan harga dan akses pangan

12. Sistem informasi kerawanan Pangan. Kebijakan ini ditujukan untuk

pengembangan sistem informasi pangan berbasiskan teknologi informasi

untuk tujuan diteksi dini untuk antisipasi. Sistem informasi yang perlu

dikembangkan adalah : pengembangan sistem informasi ketersediaan dan

kebutuhan pangan (neraca pangan), sistem informasi kerawanan pangan, dan

sistem informasi distribusi dan pasar

175

Page 176: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

VI. KEBIJAKAN OPERASIONAL I KETAHANAN PANGAN

JAWA TIMUR

6.1. Rencana Aksi Ketahanan Pangan

Rencana aksi ketahanan pangan periode 2007 – 2009 adalah suatu panduan

pelaksanaan kebijakan operasional ketahanan pangan. Rencana aksi ini juga

difungsikan sebagai bahan evaluasi atas capaian pembangunan ketahanan pangan

di Jawa Timur.

1. Penurunan tingkat kelaparan & kemiskinan

1. Memantapkan penanganan kemiskinan melalui Gerakan Terpadu

Pengentasan Kemiskinan (GERDUTASKIN)

2. Percepatan industrialisasi pedesaan

3. Pengembangan infratruktur ekonomi di pedesaan berbasiskan padat karya

4. Peningkatan pelayanan kesehatan dasar bagi keluarga miskin

5. Peningkatan pelayanan pendidikan dasar bagi keluarga miskin

6. Peningkatan dalam fasilitasi pengembangan UMKM bagi keluarga miskin

7. Peningkatan pelayanan pendidikan dasar bagi keluarga miskin

8. Pengembangan kelompok usaha ekonomi bersasiskan keluarga miskin

9. Revitalisasi kelembagaan pedesaan (Posyandu, PKK, dll) untuk

meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan gizi

10. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi anak BALITA gizi buruk dan

gizi kurang

2. Program Pemantapan Ketersediaan Pangan

1. Perwilayahan komoditas pangan (sampai level desa)

2. Perluasan areal tanam

3. Peningkatan produktivitas

4. Penyebar luasan teknologi spesifik lokasi

5. Peningkatan produksi populasi ternak

6. Peningktan produksi perikanan

7. Mengembangkan produksi pangan lokal

176

Page 177: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

8. Pengembangan sistem pertanian tanaman sela (kehutanan dan perkebunan)

9. Pengembangan dan penyediaan benih unggul berlabel dan jasa alsintan

10. Pengembangan sistem usahatani melalui pola primatani dan kemitraan

3. Program Pelestararian Sumberdaya Lahan dan Air

1. Pengendalian alih fungsi lahan pertanian ke non-pertanian

2. Sertifikasi lahan petani

3. Konservasi sumberdaya lahan dan air pada daerah aliran sungai (DAS)

4. Rehabilitasi sumberdaya lahan dan air pada daerah aliran sungai (DAS)

5. Pengembangan sistem pertanian Agroforestry pada daerah aliran sungai

6. Pengembangan sistem pertanian organik

7. Pembinaan kelompot pemakai Air

8. Perbaikan penataan penggunaan air untuk pertanian. Pemukiman dan

industri

9. Pembentukan sistem informasi bencana alam dalam rangka early warning

system (EWS)

4. Program Peningkatan akses petani terhadap sarana produksi dan modal

1. Pengembangan dan penyediaan UPJA ( Unit pelayanan jasa alsintan

2. Peningkatan pelayanan dan pengawasan pengadaan sarana produksi

3. Penggalakan penggunaan pupuk organik

4. Peningkatan kelembagaan Layanan sarana produksi

5. Pengawasan distribusi sarana produksi

6. Pengawasan mutu sarana produksi

7. Pengembangan sistem kredit yang mudah diakses petani

5. Program Kelembagaan Pangan

1. Revitalisasi kelompok tani sesuai kondisi daerah

2. Pemantapan kelembagaan struktural penyuluhan

3. Peningkatan peran Litbang pertanian, perguruan tinggi dalam transfer

teknologi dan pembinaan kepada petani

177

Page 178: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

4. Pengembangan dan perluasaan pola kemitraan petani

5. Pemantapan institusi ketahanan pangan (DKP dan BKP)

6. Fasilitasi program/kegiatan, Monitoring dan evaluasi DKP kabupaten/kota

7. Fasilitasi dalam pembuatan langkah operasional ketahanan pangan

kabupaten/kota

8. Peningkatan kualitas SDM skretariat DKP kabupaten/kota

9. Sosialisasi dan advokasi pada DPR kab/kota

6. Pengembangan Infrastruktur pertanian dan pedesaan

1. Perbaikan dan pengembangan infrastruktur perdesaan

– Infrastruktur dasar: jalan, listrik, air bersih, komunikasi

– Infrastruktur ekonomi: jalan usaha tani, pasar desa, fasilitas

penampungan produksi

2. Pembangunan dan perbaikan saluran irigasi, drainase dan waduk

7. Program Cadangan pangan

1. Pengembangan sistem Pencadangan pangan daerah untuk mengantisipasi

kondisi darurat bencana alam minimal 3 (tiga) bulan

2. Pengembangan cadangan pangan hidup (pekarangan. Dll)

3. Penguatan kelembagaan lumbung pangan masyarakat

4. Pengembangan sistem cadangan pangan melalui LUEP

5. Pengembangan cadangan pangan hidup di masyarakat melalui

pemanfaatan lahan pekarangan

8. Program Pengembangan dan Penganekaragaman Sumber Pangan Lokal

Menuju Gizi Seimbang

1. Pemberdayaan agroindustri skala rumah tangga untuk produksi pangan

pokok karbohidrat non-beras, non-terigu dan sumber protein hewani, serta

sayur dan buah

2. Pengembangan makanan tradisional berbasis sumberdaya lokal

178

Page 179: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

3. Peningkatan peran kelembagaan lokal dan masyarakat pedesaan dalam

penyuluhan diversifikasi pangan dan gizi

4. Kampanye promosi pangan beragam dan bergizi seimbang

5. Pemberian muatan materi pangan dan gizi pada pendidikan formal dan non

formal

6. Pengembangan teknologi pengolahan pangan lokal

7. Pengembangan pangan lokal sesuai dengan budaya setempat

8. Pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat berbasis

sumber daya lokal

9. Pemberian makanan tambahan anak sekolah (PMT-AS) yang tepat

berbasis sumber daya lokal

10. Revitalisasi kelompok penyuluhan gizi pada masyarakat

11. Sosialisasi Gerakan Makanan Beragam, dan gizi seimbang masyarakat

yang dimulai sejak usia dini

12. Penggalakan Gerakan Makan Ikan, Daging, Telur dan Minum Susu dalam

rangka pencapaian tingkat konsumsi protein

13. Peningkatan koordinasi antar institusi dalam penanganan masalah

keamanan pangan pada sistem produksi, distribusi sampai tingkat

konsumen.

14. Peningkatan KAP (Knowledge, Attitude, Practice) pelaku usaha melalui

penyuluhan, pelatihan, yang dilaksanakan secara terpadu oleh instansi

terkait.

15. Pengawasan dan monitoring pangan oleh instansi terkait

9. Program Keamanan Pangan

1. Pengaturan distribusi bahan kimia berbahaya

2. Penertiban perijinan distributor dan pengecer bahan kimia berbahaya

3. Peningkatan pengawasan peredaran bahan kimia berbahaya yang

disalahgunakan untuk pangan

4. Pengawasan dan pembinaan terhadap UMKM Pangan

179

Page 180: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

5. Penyuluhan pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap keamanan

pangan

6. Regulasi Keamanan Pangan di Daerah

10. Pengembangan Agroindustri dan bisnis pangan

1. Pengembangan bisnis pangan

2. Penemuan dan penyediaan paket-paket teknologi agroindustri skala

pedesaan

3. Penyuluhan, pembinaan dan Pengembangan agroindustri pedesaan

11. Program Stabilisasi harga, Distribusi dan Pemasaran Pangan

1. Peningkatan dana talangan pemerintah untuk stabilisasi harga pangan

2. Peningkatan peranan LPG (lembaga pembeli gabah) dan LUEP (lembaga

usaha ekonomi pedesaan)

3. Pengembangan sistem tunda jual

4. Pencegahan impor illegal

5. Pengembangan Infrastruktur pemasaran (jalan, jembatan dan Pasar)

6. Pembinaan Standard kualitas

7. Peningkatan dan pengembangan Sarana dan prasarana Pasca panen

8. Pengembangan Jaringan pemasaran dan distribusi antar dan keluar daerah

9. Pengembangan Sistem informasi pasar

10. Pengembangan pemasaran berkelompok pada petani dan pengembangan

pola kemitraan kelompok tani dengan Koperasi Pegawai negeri/swasta,

TNI, Polri atau badan lainnya

11. Pengembangan informasi dan data konsumsi, stok, dan parameter-

parameter kehilangan pasca panen

12. Sistem informasi kerawanan Pangan

1. Pengembangan aplikasi TI sistem infomasi pangan

2. Pemantapan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG)

3. Pengembangan system informasi ketersediaan dan kebutuhan pangan

180

Page 181: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

4. Pengembangan peta kerawanan pangan sampai tingkat desa

5. Pengembangan sistem informasi bencana alam (kekeringan dan banjir)

6. Pengembangan sistem informasi gizi kurang dan gizi buruk pada balita

terjangkau.

Upaya peningkatan distribusi pangan tersebut ditempuh melalui kegiatan

kegiatan :

1. Stabilisasi harga oleh pemerintah melalui harga pembelian pemerintah untuk

komoditas pangan strategis

2. Peningkatan dana talangan pemerintah dalam pembelian produksi petani

melalui koperasi/kelompok tani

3. Pengembangan jaringan informasi pasar dan distribusi antar dan keluar daerah

4. Peningkatan infrastruktur (sarana dan prasarana ) distribusi di pedesaan

5. Pembinaan standard kualitas dan keamanan pangan

6. Pengembangan sistem tunda jual

7. Pengembangan pemasaran berkelompok pada petani dan pengembangan pola

kemitraan kelompok tani dengan Koperasi Pegawai negeri/swasta, TNI, Polri

atau badan lainnya

8. Peningkatan dan pengembangan sarana dan prasarana pasca panen

3. Diversifikasi Konsumsi Pangan

Diversifikasi konsumsi ditujukan untuk meningkatkan pola pangan

masyarakat melalui konsumsi pangan yang beragam dan gizi seimbang serta

aman, sesuai dengan kondisi dan situasi daerah, dengan mengutamakan sumber

pangan lokal untuk mencegah ketergantungan terhadap satu jenis pangan tertentu.

Sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatknya gizi masyarakat sesuai dengan

Pola pangan Harapan (PPH). Upaya aksi ini ditempuh melalui kegiatan-kegiatan :

1. Pemberdayaan agroindustri skala rumah tangga untuk produksi pangan pokok

non-beras, non-terigu dan sumber protein hewani, serta sayur dan buah

2. Pengembangan makanan tradisional

3. Peningkatan peran kelembagaan lokal dan masyarakat pedesaan dalam

penyuluhan diversifikasi pangan dan gizi

181

Page 182: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

4. Sosialisasi Gerakan Makanan Beragam, dan gizi seimbang masyarakat yang

dimulai sejak usia dini

5. Penggalakan Gerakan Makan Ikan, Daging, Telur dan Minum Susu dalam

rangka pencapaian tingkat konsumsi proteing bagi masyarakat rawan gizi

6. Peningkatan koordinasi antar institusi dalam penanganan masalah keamanan

pangan pada sistem produksi, distribusi sampai tingkat konsumen.

7. Peningkatan KAP (Knowledge, Attitude, Practice) pelaku usaha melalui

penyuluhan, pelatihan, yang dilaksanakan secara terpadu oleh instansi terkait.

8. Pengawasan dan monitoring pangan oleh instansi terkait

4. Penanggulangan Kelaparan dan Kemiskinan

Penanggulangan kelaparan dan kemiskinan ditujukan untuk mengatasi

kerawanan pangan dan gizi masyarakat. Sasaran yang hendak dicapai adalah

berkurangnya jumlah penduduk yang kelaparan, kemiskinan dan penanggulangan

gizi buruk. Upaya aksi penanggulangan kelaparan dan kemiskinan ini ditempuh

melalui kegiatan :

1. Revitalisasi Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) melalui teknologi

Informasi

2. Memantapkan penanganan kemiskinan melalui Gerakan Terpadu Pengentasan

Kemiskinan (GERDUTASKIN)

3. Percepatan industrialisasi pedesaan termasuk di dalam mendukung

pengembangan bioenergi

4. Peningkatan pelayanan kesehatan dasar bagi keluarga miskin

5. Revitalisasi kelembagaan pedesaan (Posyandu, PKK, dll) untuk meningkatkan

kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan gizi

6. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi anak BALITA gizi buruk dan gizi

kurang

7. Pencadangan pangan untuk mengantisipasi kondisi darurat bencana alam

minimal 3 (tiga) bulan

8. Mengurangi tingkat kelaparan dan rawan pangan melalui Program Desa

Mandiri Pangan terutama bagi daerah rawan pangan.

182

Page 183: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

9. Peningkatan pembinaan ekonomi mikro di masyarakat

10. Menggelar “BURSA KOMODITI PERTANIAN DAN OLAHAN” dalam

rangka peningkatan eksistensi dan daya saing produk pertanian.

11. Membentuk mekanisme dan tim penanganan kelaparan dan kemiskinan.

MATRIK KEBIJAKAN OPERASINAL KETAHANAN PANGANPROPINSI JAWA TIMUR TAHUN 2007 - 2009

1. Penurunan Tingkat Kelaparan & Kemiskinan

183

Page 184: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

2. Program Pemantapan Ketersediaan Pangan

184

Page 185: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

3. Program Pelestarian Sumberdaya Alam dan Air

185

Page 186: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

4. Program Peningkatan Akses Petani Terhadap Sarana Produksi dan Modal

186

Page 187: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

5. Program Kelembagaan Pangan

187

Page 188: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

6. Pengembangan Infrastruktur Pertanian dan Pedesaan

7. Program Cadangan Pangan

188

Page 189: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

8. Program Pengembangan dan Penganekaragaman Pangan Lokal Menuju Gizi Seimbang

189

Page 190: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

9. Program Keamanan Pangan

190

Page 191: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

10. Pengembangan Agroindustri dan Bisnis Pangan

11. Program Stabilisasi Harga, Distribusi dan Pemasaran Pangan

191

Page 192: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

12. Sistem Informasi Kerawanan Pangan

192

Page 193: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

6.2. Pencapaian Kemandirian Pangan di Jawa Timur

Tabel berikut menunjukkan ketersediaan pangan di jawa Timur tahun 2005

dan proyeksi tingkat kebutuhan pangan propinsi Jawa Timur dari tahun 2005

sampai tahun 2020 dengan asumsi pertumbuhan penduduk 1,2 persen per tahun.

Dengan semakin meningkatnya kebutuhan pangan maka perlu dilakukan upaya

peningkatan kinerja pertanian tanaman pangan di Jawa Timur secara terus-

menerus dan berupaya menciptakan terobosan peningkatan teknologi yang dapat

meningkatkan produktifitas tanaman pangan di Jawa Timur.

Tabel 10. Proyeksi Kebutuhan Pangan Penduduk Berdasarkan Data SurveySosial Ekonomi Nasional Tahun 2005 Departemen Pertanian

Sumber : Badan ketahanan Pangan Jawa Timur, 2006

Berdasarkan kondisi di atas beberapa skenario ke depan dilakukan dalam

upaya mewujudkan kemandirian pangan Jawa Timur. Diantaranya adalah dengan

penyiapan sarana dan prasarana dari hulu sampai hilir. Dukungan teknologi

menjadi sangat penting, misalnya dalam teknologi penyediaan bibit/benih unggul,

perbaikan teknologi budidaya, peningkatan efektifitas teknologi panen dan pasca

panen sehingga menurunkan kehilangan hasil serta regulasi yang kondusif dalam

kegiatan produksi maupun pendistribusian hasil produksi pertanian.

193

Page 194: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

VII. PENGELOLAAN KETAHANAN PANGAN

Pelaksanaan pembangunan sistem ketahanan pangan adalah tanggung jawa

bersama baik pemerintah, swasta dan masyarakat secara luas. Masing-masing

komponen yang terlibat dalam kegiatan pembangunan ketahanan pangan memiliki

peran aktif dalam pembangunan. Pada intinya setiap komponen harus memiliki

langkah yang sinergis sehingga sebagai suatu sistem pengelolaan pembangunan

ketahanan pangan dapat dilaksanakan melalui proses perencanaan yang

melibatkan instansi yang bermacam-macam tetapi memiliki tujuan yang sama

yaitu pembangunan ketahanan pangan. Pelaksanaan program pun membutuhkan

partisipasi dari semua pihak. Bahkan aspek makro dan global menjadi sangat

mempengaruhi kinerja sistem ketahanan pangan ini.

Sistem evaluasi dan monitoring atas pelaksanaan pembangunan ketahanan

pangan sangat diperlukan untuk mengetahui pada posisi mana Jawa Timur berada

berkenaan dengan aspek ketahanan pangannya. Dan juga berkenaan dengan upaya

melihat kinerja pembangunan sistem ketahanan pangan yang telah dilaksanakan

berdasarkan atas standart yang ditetapkan dalam perencanaan. Dengan demikian

dapat diketahui sejauh mana pelaksanaan sesuai dengan yang direncanakan, atau

dapat pula diketahui sampai sejauh mana penyimpangan atas pembangunan

ketahanan pangan telah terjadi.

7.1. Peran Pemerintah Propinsi

Peran pemerintah propinsi dalam pembangunan ketahanan pangan adalah

melaksanakan fungsi identifikasi, koordinasi, pembinaan dan pengembangan

sistem ketahanan pangan. Identifikasi dimaksudkan adalah berkenaan dengan

aspek identifikasi ketersediaan dan keberagaman pangan di wilayah, kebutuhan

pangan masyarakat, infrastruktur wilayah yang telah disediakan dan efektifitas

pemanfaatannya, juga berkenaan dengan identifikasi

regulasi-regulasi yang diperlukan atau bahkan harus dihilangkan untuk

memberikan iklim yang kondusif bagi pembangunan ketahanan pangan.

Fungsi koordinasi dimaksudkan sebagai upaya pemerintah propinsi untuk

mengurangi dampak dari kelemahan atas aspek ketahanan pangan seperti

194

Page 195: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

ketersediaan ataupun akses atau pengetahuan tentang konsumsi pangan yang

memenuhi kebutuhan akan gizi yang cukup. Ataupun memburuknya aspek akses

pangan, maka pemerintah propinsi dapat melakukan tindakan antisipatif ataupun

mekanisme kompensasi atas kejadian tersebut dalam jangka waktu tertentu dan

selanjutnya di tangani daerah kabupaten/ kota untuk

menindaklanjuti penanganan yang dilakukan propinsi.

Fungsi pembinaan adalah fungsi propinsi untuk memberikan informasi atas

produk yang sesuai dengan preferensi konsumen, memberikan arahan bagi

pengembangan ketahanan pangan dan pengawasan atas pelaksanaan

pembangunan ketahanan pangan di wilayah administratif di bawahnya. Kegiatan

pembinaan ini juga dilakukan dalam rangka meningkatkan skala ekonomi dalam

perdagangan ataupun nilai kompetitif atas barang atau produk yang dihasilkan.

Fungsi pengembangan yang diemban propinsi berkaitan dengan upaya yang

terus menerus dari waktu ke waktu dalam memperbaiki sistem ketahanan pangan.

Upaya berkelanjutan ini memang mutlak pelu dilakukan mengingat desakan

jumlah penduduk telah berimplikasi disatu sisi adalah kebutuhan pangan yang

terus meningkat sedangkan di sisi lain memerlukan pemukiman untuk tempat

tinggal sedangka properti atau kepemilikan lahan tidak mengalami perubahan.

7.2. Peran Pemerintah Kabupaten/Kota

Pemerintah kabupaten / kota memiliki tugas atau fungsi yang serupa dengan

pemerintah propinsi baik itu identifikasi, pembinaan, dan juga pengendalian.

Kegiatan identifikasi dan pembinaan yang dilakukan pemerintah daerah

kabupaten./kota lebih bersifat spesifik dan berdimensi jangka panjang dengan

lebih memperhatikan aspek teknis, sosial, dan ekonomi serta kultur yang

mempengaruhi pelaksanaan pembangunan ketahanan pangan.

Fungsi pengendalian adalah berkenaan dengan apabila terjadi masalah

kekurangan dalam ketersediaan, akses maupun dalam konsumsi. Pengendalian ini

dilakukan melalui kegiatan-kegiatan yang berupaya memecahkan permasalahan-

permasalahan pembangunan ketahanan pangan di lokal wilayah.

195

Page 196: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

7.3. Masyarakat

Masyarakat sebagai pelaku utama dalam sistem ketahanan pangan.

Masyarakat (petani-nelayan, pengusaha swasta, LSM, organisasi kemasyarakatan)

terlibat secara langsung pada setiap tahap produksi, pengolahan, distribusi hingga

pada keputusan untuk mengkonsumsi pangan. Dengan demikian, masyarakat

menjadi pemeran utama dalam setiap upaya untuk mewujudkan ketahanan

panagan. Sedangkan pemerintah dan pemerintah daerah melaksanakan peran

fasilitasi dan pendukung, yang bekerja sama dengan masyarakat dalam proses

yang partisipatif.

7.4. Koordinasi dan Integrasi Kebijakan

Upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional bertumpu pada

sumberdaya pangan lokal yang mengandung keragaman antar daerah dan produksi

domestik, serta mengurangi ketergantungan pada pemasukan atau impor pangan.

Impor pangan hanya dilakukan pada keadaan memaksa misalnya pada saat terjadi

kekeringan dan/ atau bencana alam lainnya.

Peran aktif dan koordinasi yang sinergis bagi seluruh sektor dan bidang

dalam pemerintahan, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah propinsi,

pemerintah kabupaten/ kota, sampai pemerintah desa beserta masyarakat

merupakan prasyarat utama untuk mewujudkan ketahanan pangan secara utuh.

Dengan kondisi demikian maka pembangunan ketahanan pangan di Jawa Timur

akan menghasilkan multiplier effect yang tinggi pada pembangunan ekonomi,

pelestarian sumberdaya dan pemeliharaan infrastruktur ekonomi untuk efektif dan

efisiennya sistem ketahanan pangan.

196

Page 197: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Bab 6KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

1. ISU STRATEGIS

Ketahanan pangan diartikan sebagai akses setiap rumah tangga atau individu

untuk memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup sehat

(FAO/WHO,1992) kemudian dikembangkan dengan memasukan komponen

persyaratan penerimaan pangan sesuai dengan nilai atau budaya setempat.

Sementara itu, berdasar Undang-undang No.7 tahun 1996 tentang pangan,

mengartikan ketahanan pangan rumah tangga adalah kondisi terpenuhinya pangan

bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup, baik

jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Pemaknaan lain atas

ketahanan pangan yaitu kemampuan untuk memenuhi pangan anggota rumah

tangga dalam jumlah, mutu dan ragam sesuai budaya setempat dari waktu ke

waktu agar hidup sehat, dan atau kemampuan rumah tangga untuk memenuhi

kecukupan pangan anggotanya dari produksi sendiri, dan atau membeli dari waktu

ke waktu agar dapat hidup dan kemampuan rumah tangga untuk memenuhi

kecukupan pangan anggotanya dari waktu ke waktu agar hidup sehat.

Pangan merupakan kebutuhan dasar dan merupakan hak azazi bagi setiap

manusia. Krisis pangan dapat berdampak pada krisis sosial dan politik. Oleh

karena itu secara sungguh-sungguh perlu diupayakan terwujudnya ketahanan

pangan nasional. Diversifikasi pangan berbasis pangan lokal dapat dilakukan

sebagai salah satu cara untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional. Namun

demikian upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional melalui

diversifikasi pangan tidaklah mudah mengingat bebagai kendala, antara lain

menyangkut persepsi, dan budaya terhadap beras, serta berbagai faktor

197

Page 198: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

penghambat upaya pemanfaatan umbi-umbian sebagai bahan pangan lokal,

walaupun sesungguhnya beberapa jenis umbi-umbian, seperti ubi jalar, diketahui

memiliki nilai gizi yang lebih baik karena dapat memberikan efek yang

menyehatkan bagi yang mengkonsumsinya. Oleh karena itu upaya untuk

melakukan diversifikasi pangan harus diarahkan sebagai upaya untuk memenuhi

angka kecukupan gizi (AKG).

Walaupun menghadapi berbagai kendala, upaya diversifikasi pangan

berbasis pangan lokal harus tetap dijalankan dengan melibatkan semua pihak yang

terkait, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, kalangan perguruan tinggi,

dunia usaha dan masyarakat pada umumnya. Tanpa dukungan dari semua pihak

rasanya cukup sulit untuk mewujudkan diversifikasi pangan berbasis pangan

lokal. Selama ini program diversifikasi pangan guna mewujudkan ketahanan

pangan yang tangguh, perannya masih banyak didominasi oleh Departemen

Pertanian, sedangkan departemen atau lembaga lainnya belum mengambil peran

secara optimal.

Untuk mewujudkan diversifikasi pangan berbasis pangan lokal, maka perlu

langkah-langkah yang strategis, yaitu:

1. Dengan bekerjasama dengan Pemerintah Daerah, perlu dilakukan kajian

sosiologis untuk mengetahui persepsi masyarakat tentang beras, terigu dan

jenis makanan pokok spesifik lokasi tertentu. Melalui kajian tersebut

diharapkan diperoleh metode untuk merubah paradigma bahwa beras bukan

merupakan satu-satunya sumber karbohidrat untuk memenuhi kebutuhan

kalori masyarakat.

2. Intervensi mengenalkan diversifikasi pangan pada anak-anak sejak usia

dini, ibu rumah tangga dan masyarakat dengan tidak menjadikan beras sebagai

satu-satunya sumber karbohidrat bagi penduduk Indonesia, akan tetapi

mendukung pemanfaatan sumber karbohidrat lainnya sebagai sumber energi

sebagaimana yang telah berkembang di masyarakat. Sebagai contoh, sagu di

Maluku dan Papua, jagung di Madura, umbi-umbian di Jawa, dan singkong di

Lampung. Yang perlu ditekankan adalah angka kecukupan gizi (AKG). Cara

yang sama juga perlu dilakukan terhadap kalangan pers agar memiliki

198

Page 199: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

pemahaman yang komprehensif tentang pentingnya diversifikasi pangan

dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan rumah tangga dan ketahanan

pangan nasional.

3. Melakukan kapanye dan promosi secara komprehensif untuk mendorong

masyarakat untuk lebih mengoptimalkan pemanfaatan ubi-ubian sebagai

sumber tepung untuk berbagai produk olahan pangan dan secara bertahap

mengurangi ketergantungan terhadap tepung terigu.

4. Fasilitasi pengembangan pangan lokal dan pengembangan industri pangan

dengan bahan bahan pangan lokal.

5. Sosialisasi dan penerapan standart mutu keamanan pangan pada UKM

pangan berbasis pangan lokal.

6. Mengembangkan kredit mikro, bantuan dana bergulir serta memfasilitasi

kemitraan yang saling menguntungkan antara perusahaan besar-menengah

dengan perusahaan kecil dan rumah tangga yang mengolah berbagai produk

pangan berbasis pangan lokal.

7. Mengoptimalkan peran Perum Perhutani dan LMDH (lembaga masyarakat

desa hutan) dalam penyediaan lahan untuk penanaman berbagai jenis umbi-

umbian potensial dalam rangka penyediaan bahan pangan lokal.

8. Penyediaan permodalan bagi UKM pengolahan produk pangan, terutama

yang berbasis sumber pangan lokal (umbi-umbian).

9. Pemberian insentif khusus bagi industri pangan yang menggunakan bahan

baku lokal (bukan impor)

1. Pemantapan ketersediaan pangan berbasis kemandirian

a. Kapasitas produksi domestik, (a) laju peningkatan produksi pangan

cenderung melandai dengan rata-rata pertumbuhan kurang satu persen

sedangkan pertambahan penduduk sebesar 1,2% setiap tahun (b) belum

berkembangnya kapasitas produksi pangan daerah dengan teknlogi sesifik

199

Page 200: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

lokasi karena hambatan inrastruktur pertanian ; (c) petani umumnya skala

kecil (kurang dari 0,5 hektar) yang berjumlah 13,7 juta KK menyebabkan

aksesibilitasnya terbatas terhadap sumber permodalan, teknologi, sarana

produksi dan pasar (d) banyak dijumpai kasus terhambatnya distribusi

sarana produks khususnya pupuk bersubsidi, (e) lambatnya penerapan

teknologi akibat kurang insentif ekonomi dan masalah sosial petani

b. Kelestarian sumberdaya lahan dan air. Saat ini tingkat alih fungsí

lahan pertanian ke non pertanian (perumahan, perkantoran, dll) di

Indonesia diperkirakan 106.000 ha/5 th. Kondisi sumber air di Indonesia

cukup memperihatinkan, daerah tangkapan air yakni daerah aliran sungai

(DAS) kondisi lahannya sangat kritis akibat pembukaaan hutan yang tidak

terkendali. Defisit air di Jawa sudah terjadi sejak tahun 1995 dan terus

bertambah hingga tahun 2000 telah mencapai 52,8 milyar m3 per tahun.

Sejak 10 tahun terakhir terjadi banjir dengan erosi hebat dan ancaman

tanah longsor pada musim hujan bergantian dengan kekeringan hebat pada

musim kemarau. Bila laju degradasi terus berjalan maka tahun 2015

diperkirakan defisit air di Jawa akan mencapai 14,1 miliar m³ per tahun.

c. Cadangan pangan. Adanya kondisi iklim yang tidak menentu sehingga

sering terjadi pergeseran penanaman, masa pemanenan yang tidak merata

sepanjang tahun, serta sering timbulnya bencana yang tidak terduga

(banjir, longsor, kekeringan, gempa) memerlukan sistem pencadangan

pangan yang baik. Saat ini belum optimalnya: (1) sistem cadangan pangan

daerah untuk mengantisipasi kondisi darurat bencana alam minimal 3

(tiga) bulan, (2) cadangan pangan hidup (pekarangan, lahan desa, lahan

tidur, tanaman bawah tegakan perkebunan), (3) kelembagaan lumbung

pangan masyarakat dan lembaga cadangan pangan komunitas lainnya, (4)

sistem cadangan pangan melalui Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan

ataupun lembaga usaha lainnya.

2. Peningkatan kemudahan dan kemampuan mengakses pangan

200

Page 201: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

a. Pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.

Masyarakat yang rendah dalam mengakses pangan ada pada golongan

masyarakat miskin, yang diperkirakan sekitar 14,7 persen atau sekitar 34,9

juta pada tahun 2008. Dari jumlah penduduk miskin tersebut, sekitar 68

persen tinggal di pedesaan damana umumnya adala petani.

b. Kelancaran distribusi dan akses pangan. Masalah yang dijumpai

adalah: (1) infrastruktur distribusi, (2) sarana dan prasarana pasca panen,

(3) pemasaran dan distribusi antar dan keluar daerah dan isolasi daerah,

(4) sistem informasi pasar, (5) keterbatasan lembaga pemasaran daerah, (6)

hambatan distribusi karena pungutan resmi dan tidak resmi, (7) kasus

penimbunan komoditas pangan oleh spekulan, (8) adanya penurunan

akses pangan pangan karena terkena bencana

c. Penjaminan Stabilitas Harga Pangan. Isu stabilitas harga pangan

penting karena : (1) masa panen yan tidak merata sepanjang bulan, sehigga

harga tinggi pada masa panen dan rendah pada waktu musim panen, (b)

harga pangan dunia semakin tidak menentu,dan indonesa sangat rentang

terhadap pengaruh pasar dunia. Disamping itu dengan adanya stabilitas

harga pangan akan menguatkan posisi tawar petani dan menjamin akses

pangan masyarakat.

3. Peningkaan Kuantitas dan kualitas konsumsi pangan menuju gizi

seimbang berbasis pada pangan lokal

a. Konsumsi beras masih cukup tinggi yaitu sebesar 105,2 kg/kap/thn

(Susenas 2005), Walaupun Kualitas konsumsi terus meningkat dan pada

tahun 2005 mencapai 79,1 dan 2007 mencapai 83.1, namun konsumsi

pangan sumber protein, sumber lemak dan vitamin/mineral masih jauh dari

harapan. Konsumsi pangan dengan bahan baku terigu mengalami

peningkatan yang sangat tajam yakni sebesar sebesar 19,2 persen untuk

makanan mie dan makan lain berbahan terigu 7,9 persen pada periode

1999-2004. Pada saat ini konsumsi pangan hewani penduduk Indonesia

baru mencapai 6,6 kg/kapita/tahun. Tingkat konsumsi ini lebih rendah

201

Page 202: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

dibanding Malaysia dan Filipina yang masing-masing mencapai 48

kg/kap/tahun dan 18 kg/kapita/tahun.

b. Faktor penyebab belum berkembangannya adalah : (1) belum

berkembangnya teknologi tepat guna dan terjangkau mengenai pengolahan

pangan berbasis tepung umbi-umbian lokal dan pengembangan aneka

pangan lokal lainnya, (2) belum berkembangnya bisnis pangan untuk

peningkatan nilai tambah ekonomi melalui penguatan kerjasama

pemerintah-masyarakat-swasta, (3) belum optimalnya usaha perubahan

perlaku diversifikasi konsumsi pangan dan gizi sejak usia dini melalui

jalur pendidikan formal dan non formal, (4) rendahnya citra pangan lokal,

(5) belum optomalnya Pengembangan program perbaikan gizi yang cost

effective, diantaranya melalui peningkatan dan penguatan program

fortifikasi pangan dan program suplementasi zat gizi mikro khususnya zat

besi dan vitamin A.

4. Peningkatan status gizi masyarakat

a. Jumlah anak balita dengan status gizi buruk diperkirakan sebesar 8.81

persen (sekitar 5 juta jiwa) dan gizi kurang sebesar 19,0 persen dan

beberapa masalah gizi lainnya seperti anemia gizi besi (AGB), gangguan

akibat kekurangan iodium (GAKI) dan kurang vtamin A (KVA) masih

terjadi (2005). Masalah kurang energi kronis (KEK) adalah 16,7 persen

pada 2003. Pada saat yang bersamaan pada kelompok usia produktif juga

terdapat masalah kegemukan (IMT>25) dan obesitas (IMT>27).

b. Peningkatan staus gizi harus dilakukan dengan dalam rangka mengurangi

jumlah penderita gizi kurang, termasuk kurang gizi mikro yang diprioritas

pada kelompok penentu masa depan anak, yaitu, ibu hamil dan calon ibu

hamil/remaja putri, ibu nifas dan menyusui, bayi sampai usia dua tahun

tanpa mengabaikan kelompok usia lainnya. Hal ini dapat ditempuh melalui

: (1) komunikasi, informasi dan edukasi tentang gizi dan kesehatan , (2)

202

Page 203: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

penguatan kelembagaan pedesaan seperti Posyandu, PKK, dan Dasa

Wisma; (3) peningkatan efektivitas fungsi koordinasi lembaga-lembaga

pemerintah dan swasta di pusat dan daerah, dibidang pangan dan gizi.

5. Peningkatan mutu dan keamanan pangan

a. Saat ini masih cukup banyak digunakan bahan tambahan pangan

(penyedap, pewarna pemanis, pengawet, pengental, pemucat dan anti

gumpal) yang beracun atau berbahaya bagi kesehatan.

b. Masih kurangnya pengetahuan dan kepedulian masyarakat konsumen

maupun produsen (khususnya industri kecil dan menengah) terhadap

keamanan pangan, yang ditandai merebaknya kasus keracunan pangan

baik produk pangan segar maupun olahan.

c. Belum ada sangsi yang tegas terhadap pelanggaran peraturan keamanan

pangan. Oleh karena itu usaha-usaha untuk pencegahan dan pengendalian

keamanan pangan harus dilakukan.

203

Page 204: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

2. KEBIJAKAN DAN STRATEGI MENUJU INDONESIA TAHAN PANGAN DAN GIZI 2015

1. Pemantapan ketersediaan pangan berbasis kemandirian

2. Peningkatan kemudahan dan kemampuan mengakses pangan

3. Peningkatan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan menuju gizi seimbang

4. Peningkatan status gizi masyarakat

5. Peningkatan mutu dan keamanan pangan

1. Arah kebijakan Pemantapan ketersediaan pangan berbasis kemandirian

a. Menjamin ketersediaan pangan dari produksi dalam negeri, dalam jumlah

dan keragaman untuk mendukung konsumsi pangan sesuai kaidah

kesehatan dan gizi seimbang.

b. Mengembangkan dan memperkuat kemampuan dalam pemupukan dan

pengelolaan cadangan pangan pemerintah dan masyarakat hingga di

tingkat desa dan atau komunitas.

c. Meningkatkan kapasitas produksi pangan nasional melalui penetapan

lahan abadi untuk produksi pangan dalam rencana tata ruang wilayah dan

meningkatkan kualitas lingkungan serta sumberdaya lahan dan air.

2. Arah kebijakan Peningkatan kemudahan dan kemampuan mengakses

pangan

a. Meningkatkan daya beli dan mengurangi jumlah penduduk yang miskin.

b. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi distribusi dan perdagangan pangan

melalui pengembangan sarana dan prasarana distribusi dan menghilangkan

hambatan distribusi pangan antar daerah.

c. Mengembangkan teknologi dan kelembagaan pengolahan dan pemasaran

pangan untuk menjaga kualitas produk pangan dan mendorong

peningkatan nilai tambah.

204

Page 205: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

d. Meningkatkan dan memperbaiki infrastruktur dan kelembagaan ekonomi

perdesaan dalam rangka mengembangkan skema distribusi pangan kepada

kelompok masyarakat tertentu yang mengalami kerawanan pangan.

3. Arah kebijakan Peningkatan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan

menuju gizi seimbang

a. Meningkatkan kemampuan rumahtangga dalam mengakses pangan untuk

kebutuhan setiap anggota rumah tangga dalam jumlah dan mutu yang

memadai, aman dan halal dikonsumsi dan bergizi seimbang.

b. Mendorong, mengembangkan dan membangun, serta memfasilitasi peran

serta masyarakat dalam pemenuhan pangan sebagai implementasi

pemenuhan hak atas pangan.

c. Mengembangkan program perbaikan gizi yang cost effective, diantaranya

melalui peningkatan dan penguatan program fortifikasi pangan dan

program suplementasi zat gizi mikro khususnya zat besi dan vitamin A

d. Mengembangkan jaringan antar lembaga masyarakat untuk pemenuhan

hak atas pangan dan gizi.

e. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas intervensi bantuan pangan/pangan

bersubsidi kepada masyarakat golongan miskin terutama anak-anak dan

ibu hamil yang bergizi kurang.

4. Arah kebijakan Peningkatan status gizi masyarakat

a. Mengutamakan upaya preventif, promotif dan pelayanan gizi dan

kesehatan kepada masyarakat miskin dalam rangka mengurangi jumlah

penderita gizi kurang, termasuk kurang gizi mikro (kurang vitamin dan

mineral).

b. Memprioritaskan pada kelompok penentu masa depan anak, yaitu, ibu

hamil dan calon ibu hamil/remaja putri, ibu nifas dan menyusui, bayi

sampai usia dua tahun tanpa mengabaikan kelompok usia lainnya.

c. Meningkatkan efektivitas fungsi koordinasi lembaga-lembaga pemerintah

dan swasta di pusat dan daerah, dibidang pangan dan gizi sehingga

205

Page 206: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

terjamin adanya keterpaduan kebijakan, program dan kegiatan antar sektor

di pusat dan daeah, khususnya dengan sektor kesehatan, pertanian,

industri, perdagangan, pendidikan, agama, serta pemerintahan daerah.

5. Arah kebijakan Peningkatan mutu dan keamanan pangan

a. Meningkatkan pengawasan keamanan pangan

b. Melengkapi perangkat peraturan perundang-undangan di bidang mutu dan

keamanan pangan

c. Meningkatkan kesadaran produsen, importir, distributor dan ritel terhadap

keamanan pangan

d. Meningkatkan kesadaran konsumen terhadap keamanan pangan,

e. Mengembangkan teknologi pengawet dan pewarna makanan yang aman

dan tidak memenuhi syarat kesehatan serta terjangkau oleh usaha kecil dan

menengah produsen makanan dan jajanan.

SASARAN

1. Mempertahankan ketersediaan energi perkapita minimal 2.200

Kilokalori/hari, dan penyediaan protein perkapita minimal 57 gram/hari,

terutama protein yang diiringi dengan menurunnya ketergantungan impor

pangan maksimal 5 persen pada tahun 2015 serta tersedianya cadangan

pangan pemerintah untuk kondisi darurat karena bencana alam dengan

cadangan minimal 3 bulan dan berkembangnya cadangan pangan

masyarakat

2. Stabilnya harga komoditas pangan strategis yang ditandai rendahnya

perbedaan harga antara musim panen dan non panen dengan perbedaan

maksimum 10 persen

3. Turunnya jumlah penduduk miskin minimal 1 persen per tahun dan

berkurang 50 persennya menjadi 8 persen pada tahun 2015.

4. Meningkatkan keragaman konsumsi pangan perkapita untuk mencapai gizi

seimbang dengan kecukupan energi minimal 2.000 kkal/hari dan protein

sebesar 52 gram/hari dan cukup zat gizi mikro, serta meningkatkan

206

Page 207: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

keragaman konsumsi pangan dengan skor Pola Pangan Harapan (PPH)

mendekati 100 pada tahun 2015

5. Meningkatkan keamanan, mutu dan higiene pangan yang dikonsumsi

masyarakat dengan menekan pelanggaran terhadap ketentuan keamanan

pangan sampai 90 persen

6. Prevalensi Kerawanan konsumsi pangan tingkat berat menurun hingga 1.5

persen pada tahun 2015;

7. Gizi kurang bukan masalah kesehatan masyarakat, dengan prevalensi gizi

kurang setinggi-tingginya 19% pada tahun 2015

8. Menguatnya kelembagaan ketahanan pangan dan gizi di pedesaan ,

khususnya PKK, Posyandu dan lembaga cadangan pangan komunitas

9. Terimplementasikannya dengan baik Sistem Kewaspadaan Pangan dan

Gizi pada setiap kabupaten/kota pada tahun 2015.

A. Strategi Memantapkan Ketersediaan Pangan Berbasis Kemandirian

1. Peningkatan Kapasitas produksi domestik, melalui : (1) pengembangan

produksi pangan sesuai dengan potensi daerah, (2) peningkatan produksi

dan produktivitas komoditas pangan dengan teknologi spesifik lokasi, (3)

pengembangan dan menyediakan benih/bibit unggul dan jasa alsintan, (4)

peningkatan pelayanan dan pengawasan pengadaan sarana produksi, (5)

peningkatan layanan kredit yang mudah diakses petani.

2. Pelestarian sumberdaya lahan dan air, melalui : (1) pengendalian alih

fungsi lahan pertanian ke non-pertanian untuk mewujudkan lahan abadi,

(2) sertifikasi lahan petani, (3) konservasi dan rehabilitasi sumberdaya

lahan dan air pada daerah aliran sungai (DAS), (4) pengembangan sistem

pertanian ramah lingkungan (agroforestry dan pertanian organik), (5)

pemantapan kelompok pemakai air untuk peningkatan pemeliharaan

saluran irigasi, (6) penataan penggunaan air untuk pertanian, pemukiman

dan industri, (7) pengembangan sistem informasi bencana alam dalam

rangka Early Warning System (EWS), (8) rehabilitasi dan konservasi

sumberdaya alam, (9) perbaikan dan peningkatan jaringan pengairan.

207

Page 208: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

3. Penguatan cadangan pangan pemerintah dan masyarakat/komunitas,

melalui: (1) pengembangan sistem cadangan pangan daerah untuk

mengantisipasi kondisi darurat bencana alam minimal 3 (tiga) bulan , (2)

pengembangan cadangan pangan hidup (pekarangan, lahan desa, lahan

tidur, tanaman bawah tegakan perkebunan), (3) menguatkan kelembagaan

lumbung pangan masyarakat dan lembaga cadangan pangan komunitas

lainnya, (4) pengembangan sistem cadangan pangan melalui Lembaga

Usaha Ekonomi Pedesaan ataupun lembaga usaha lainnya

B. Strategi Peningkatan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan menuju

gizi seimbang berbasis pada pangan lokal

1. Penanggulangan kemiskinan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat

untuk peningkatan daya beli pangan beragam dan bergizi seimbang

2. Peningkatan kelancaran distribusi dan akses pangan, melalui: (1)

peningkatan kualitas dan pengembangan infrastruktur distribusi, (2)

peningkatan dan pengembangan sarana dan prasarana pasca panen, (3)

pengembangan jaringan pemasaran dan distribusi antar dan keluar daerah

dan membuka daerah yang terisolir, (4) pengembangan sistem informasi

pasar, (5) penguatan lembaga pemasaran daerah, (6) pengurangan

hambatan distribusi karena pungutan resmi dan tidak resmi, (7)

pencegahan kasus penimbunan komoditas pangan oleh spekulan, (8)

pemberian bantuan pangan pada kelompok masyarakat miskin dan yang

terkena bencana secara tepat sasaran, tepat waktu dan tepat produk;

3. Penjaminan Stabilitas Harga Pangan, melalui : (1) pemberlakuan Harga

Pembelian Pemerintah pada komoditas pangan strategis , (2) perlindungan

harga domestik dari pengaruh harga dunia melalui kebijakan tarif, kuota

impor, dan/ pajak ekspor, kuota ekspor pada komoditas pangan strategis,

(3) pengembangan Buffer stock Management (pembelian oleh pemerintah

pada waktu panen dan operasi pasar pada waktu paceklik) pada komoditas

pangan strategis, (4) pencegahan impor dan/atau ekspor ilegal komoditas

pangan, (5) peningkatan dana talangan pemerintah (propinsi dan

208

Page 209: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

kabupaten/kota) dalam menstabilkan harga komoditas pangan strategis,

(6) peningkatan peranan Lembaga pembeli gabah dan Lembaga usaha

ekonomi pedesaan, (7) pengembangan sistem tunda jual, (8)

pengembangan sistem informasi dan monitoring produksi, konsumsi,

harga dan stok minimal bulanan

4. Peningkatan efisiensi dan efektivitas intervensi bantuan

pangan/pangan bersubsidi kepada masyarakat golongan miskin

(misalnya Raskin) dan mengembangkan pangan bersubsidi bagi kelompok

khusus yang membutuhkan terutama anak-anak dan ibu hamil yang bergizi

kurang

C. Strategi Peningkatan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan menuju

gizi seimbang berbasis pada pangan lokal

1. Pengembangan dan percepatan diversifikasi konsumsi pangan berbasis

pangan lokal melalui pengkajian berbagai teknologi tepat guna dan

terjangkau mengenai pengolahan pangan berbasis tepung umbi-umbian

lokal dan pengembangan aneka pangan lokal lainnya

2. Pengembangan bisnis pangan untuk peningkatan nilai tambah ekonomi,

gizi dan mutu ketersediaan pangan yang beragam dan bergizi seimbang

melalui penguatan kerjasama pemerintah-masyarakat-dan swasta;

3. Pengembangan materi dan cara ajar diversifikasi konsumsi pangan dan

gizi sejak usia dini melalui jalur pendidikan formal dan non formal

4. Penguatan pola konsumsi pangan lokal yang didaerah dan kelompok

masyarakat tertentu telah beragam;

5. Pengembangan aspek kuliner dan daya terima konsumen, melalui berbagai

pendidikan gizi, penyuluhan, dan kampanye gizi untuk peningkatan citra

pangan lokal, serta peningkatan pendapatan dan pendidikan umum.

6. Pengembangan program perbaikan gizi yang cost effective, diantaranya

melalui peningkatan dan penguatan program fortifikasi pangan dan

program suplementasi zat gizi mikro khususnya zat besi dan vitamin A;

209

Page 210: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

D. Strategi Peningkatan status gizi masyarakat, melalui

1. Peningkatan pelayanan gizi dan kesehatan kepada masyarakat miskin yang

terintegrasi dengan program penanggulangan kemiskinan dan keluarga

berencana, dalam rangka mengurangi jumlah penderita gizi kurang,

termasuk kurang gizi mikro (kurang vitamin dan mineral) yang diprioritas

pada kelompok penentu masa depan anak, yaitu, ibu hamil dan calon ibu

hamil/remaja putri, ibu nifas dan menyusui, bayi sampai usia dua tahun

tanpa mengabaikan kelompok usia lainnya;

2. Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi tentang gizi dan kesehatan

guna mendorong terbentuknya keluarga dan masyarakat sadar gizi yang

tahu dan berperilaku positif untuk mencegah gangguan kesehatan karena

kelebihan gizi seperti kegemukan dan penyakit degeneratif lainnya

3. Penguatan kelembagaan pedesaan seperti Posyandu, PKK, dan Dasa

Wisma dalam promosi dan pemantauan tumbuh kembang anak dan

penapisan serta tindak lanjut (rujukan) masalah gizi buruk;

4. Peningkatan efektivitas fungsi koordinasi lembaga-lembaga pemerintah

dan swasta di pusat dan daerah, dibidang pangan dan gizi sehingga

terjamin adanya keterpaduan kebijakan, program dan kegiatan antar sektor

di pusat dan daeah, khususnya dengan sektor kesehatan, pertanian,

industri, perdagangan, pendidikan, agama, serta pemerintahan daerah

untuk promosi keluarga sadar gizi, pencegahan dan penanggulangan gizi

kurang dan gizi buruk secara dini dan terpadu.

F. Strategi Peningkatan mutu dan keamanan pangan, melalui:

1. Peningkatan pengetahuan dan kesadaran tentang keamanan pangan di

tingkat rumahtangga, industri rumahtangga dan UKM serta importir,

distributor dan ritel serta pemahaman tentang implikasi hukum

pelanggaran peraturan keamanan pangan yang berlaku;

2. Penguatan pengawasan dan pembinaan keamanan pangan dengan

melengkapi perangkat peraturan perundang-undangan di bidang mutu dan

210

Page 211: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

keamanan pangan, law enforcement bagi produsen, importir, distributor

dan ritel yang melakukan pelanggaran terhadap keamanan pangan;

3. Peningkatan kesadaran dan perlindungan konsumen terhadap keamanan

pangan

Tugas dan Peran Bulog

Beras memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia dipandang dari aspek ekonomi, tenaga kerja, lingkungan hidup, sosial, budaya dan politik. Dalam sejarah perberasan di Indonesia tidak pernah lepas dari peranan pemerintah yang secara sengaja turut serta dalam mengatur ekonomi perberasan nasional. Peranan beras yang sangat khusus merupakan salah satu alasan penting campur tangan pemerintah terhadap perberasan masih dilakukan. Campur tangan pemerintah dalam ekonomi perberasan dilakukan melalui lembaga pangan yang disebut Badan Urusan Logistik (Bulog) yang didirikan pada tahun 1967.

Sesuai PP No. 7/2003 tentang Pendirian Perum Bulog, Bulog melaksanakan tugas-tugas tertentu yang diberikan pemerintah dalam pengamanan harga pangan pokok, pengelolaan cadangan pangan pemerintah dan distribusi pangan pokok kepada golongan masyarakat tertentu, khususnya pangan pokok beras dan pangan pokok lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah dalam rangka ketahanan pangan. Tugas yang diberikan kepada Bulog merupakan implementasi kebijakan harga seperti yang diusulkan Affif dan Mears tahun 1969 yang meliputi (1) menyangga harga dasar yang cukup tinggi untuk merangsang produksi, (2) perlindungan harga maksimum yang menjamin harga yang layak bagi konsumen, (3) perbedaan harga yang layak antara harga dasar dengan harga maksimum agar

211

Page 212: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

merangsang perdagangan, (4) hubungan harga yang wajar antara harga domestik dengan harga internasional.

Efektivitas pengendalian harga produsen dan stabilitas harga konsumen sampai tahun 1998 sangat baik. Penelitian yang dilakukan oleh David Dew (1999), selama 20 tahun (1973-1997) menunjukkan bahwa hanya 10 kali dalam 240 bulan (4 persen) harga gabah yang jatuh dibawah harga. Sebagai perbandingan, di Philipina jumlahnya mencapai 72 kali dalam 279 bulan (26 persen). Untuk mengamankan harga dasar, antara tahun 1985-1997, Bulog melakukan pembelian hasil petani sekitar 5,8 persen dari produksi nasional. Di daerah produsen utama seperti Jawa dan Sulsel penyerapan tersebut mencapai sekitar 6,6-11,9 persen dari produksi setempat. Penyerapan hasil panen petani oleh Bulog, sebagai suatu firm, merupakan yang paling dominan dibanding penyerapan yang dilakukan oleh masing-masing firm

seperti pedagang atau penggilingan secara individu. Lembaga ini menjadi satu-satunya firm yang mampu membeli beras dalam jumlah banyak dengan kapasitas dan distribusi gudang yang cukup memadai serta menyebar di berbagai propinsi di Tanah Air. Total kapasitas gudang mencapai 3,8 juta ton, 52% diantaranya berada di wilayah produsen padi di Jawa, 18% di Sulawesi, 13% di Sumatera, dan 11% di Bali dan Nusatenggara.

Pada masa panen raya, petani selalu menghadapi persoalan klasik berupa meningkatnya jumlah suplai hasil panen musiman yang mendorong harga produsen turun. Tanpa ada tambahan penyerapan hasil panen melalui pengadaan, yang sekaligus sebagai instrumen harga dasar, harga produsen akan semakin tertekan. Dalam pasar beras yang tertutup, maka harga dasar atau harga pembelian beras oleh Bulog merupakan harga patokan bagi pedagang, karena apabila harga beli pedagang

212

Page 213: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

tidak menguntungkan bagi petani mereka dapat menjual ke Bulog pada harga dasar.

Penyerapan Bulog tidak dibatasi sepanjang persyaratan kualitas memenuhi. Disisi lain, stabilitas harga konsumen juga terjaga. Pada periode 1985-2001 fluktuasi harga beras juga dapat dikendalikan dan jauh lebih rendah dari fluktuasi harga beras dunia yaitu koefisien variasinya sekitar 5,54% di pasar domestik dan sekitar 8,63% di pasar dunia. Perhitungan tersebut masih sejalan dengan analisis yang dilakukan oleh David Dew (1999) yang menunjukkan stabilitas harga beras domestik antara 1972-1996, mencapai 4 kali lebih stabil dari dunia yaitu fluktuasinya hanya 6 persen dibanding 22% di pasar dunia.

Dalam perspektif jangka panjang, perkembangan harga beras domestik juga mengikuti perkembangan harga beras dunia. Fluktuasi harga beras domestik yang lebih besar dari harga dunia pada tahun 1998-2001 terutama disebabkan oleh fluktuasi nilai tukar rupiah yang sangat besar bersamaan dengan pembukaan pasar beras domestik dari pasar beras dunia. Dalam kurun waktu 1985-2001, harga nominal beras domestik ratarata mencapai Rp 1.017 per kg, sedang harga paritas impor sekitar Rp 1.024 per kg. Artinya stabilitas yang dilakukan dalam pasar domestik tidak menyebabkan distorsi harga yang berlebihan dan tidak merugikan konsumen.

Penyediaan beras antar daerah juga berhasil dilaksanakan oleh Bulog sehingga akses masyarakat terhadap beras secara fisik dan ekonomi di seluruh daerah terpenuhi. Pada tahun 1985-1997, jumlah penyaluran beras Bulog di daerah defisit di luar Jawa dan Sulsel mencapai 9,8 persen dari produksi setempat. Bahkan untuk daerah-daerah tertentu seperti NTT, Irja dan

213

Page 214: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Maluku sebagian besar kebutuhan berasnya banyak berasal dari beras Bulog.

Keberhasilan pengendalian harga di tingkat produsen dan konsumen, serta penyediaan stok beras yang cukup antar waktu dan antar daerah memberikan kontribusi yang besar dalam pertumbuhan ekonomi secara langsung maupun secara tidak langsung akibat stabilitas ekonomi dan stabilitas sosial yang diciptakan. Kontribusi sektor perberasan dalam pertumbuhan ekonomi memang mengalami penurunan sejalan dengan membesarnya kontribusi sektor lain. Namun peranannya dalam menciptakan stabilitas ekonomi dan sosial masih akan tetap besar untuk waktu yang masih lama.

Operasi Pasar Khusus

Menyadari sulitnya akses penduduk miskin terhadap beras yang disediakan melalui pasar bebas, mulai Juli 1998 pemerintah menerapkan kebijakan baru berupa targeted price subsidy yang dikenal dengan operasi pasar khusus (OPK). Dalam kebijakan ini, keluarga miskin yang rawan pangan diberikan jatah beras murah dengan harga Rp 1.000,- per kg, atau 54 persen dari harga pasar saat itu. Beras tersebut tidak disalurkan melalui pasar bebas karena bukan untuk tujuan stabilisasi, tetapi langsung diantar oleh petugas Dolog ke titik distribusi di desa atau kelurahan tempat keluarga miskin tersebut berada. Setiap keluarga miskin mendapat jatah 20 kg per bulan. Jumlah ini sekitar 40 persen kebutuhan beras mereka dengan asumsi konsumsi beras perkapita 10 kg per bulan dan jumlah anggota keluarga 5 orang.

Pada awal masa krisis ekonomi 1997, targeted price subsidy

dengan OPK masih berjalan bersama dengan general price subsidy

dengan operasi pasar karena Bulog masih bertanggung jawab

214

Page 215: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

penuh menjaga stabilitas harga di tingkat konsumen. Namun dengan menurunnya harga beras domestik dalam tahun-tahun berikutnya, serta dibukanya pasar beras domestik, maka operasi pasar yang ditujukan untuk mengendalikan harga konsumen tidak dilakukan dan bergeser menjadi penyediaan pangan bagi keluarga miskin melalui OPK yang merupakan tugas baru bagi Bulog.

Perubahan kebijakan dari general price subsidy kepada targeted

price subsidy memberikan konsekuensi perubahan operasi Bulog yang semakin langsung bersentuhan dengan konsumen keluarga miskin yang jumlahnya mencapai 39,10 juta orang atau 17,7% dari jumlah penduduk (Deptan, 2007). Pada awal pelaksanaan OPK banyak pihak yang meragukan apakah Bulog mampu melaksanakan tugas tersebut karena selama ini Bulog tidak dirancang untuk melakukan pendistribusian secara langsung ke masyarakat. Untuk itu, uji coba OPK dilakukan lebih dahulu di Jabotabek dengan cakupan keluarga sasaran sekitar 275 ribu.

Hasil uji coba dilakukan evaluasi dan direkomendasikan agar OPK diperluas daerahnya. Pada awalnya disepakati hanya di 15 propinsi mulai Agustus 1998. Namun karena dampak krisis yang luas, mulai September 1998 OPK telah menjangkau seluruh propinsi. Saat ini OPK menjangkau sekitar 10 juta keluarga miskin pada 45.000 titik distribusi di perdesaan dan kelurahan. Dengan OPK, Bulog telah membangun sistem dan jaringan baru yang sangat luas antara petugas Dolog langsung dengan masyarakat di seluruh titik distribusi. Sistem dan jaringan ini merupakan modal baru yang dapat dimanfaatkan bagi pelaksanaan tugas Bulog yang akan datang. Program OPK ini dipandang sebagai usaha transfer pendapatan dalam bentuk natura beras bagi kelompok miskin yang rawan pangan.

215

Page 216: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Pelaksanaan program ini secara cepat dan meluas di Tanah Air dimungkinkan karena luasnya jaringan dan infrastruktur logistik yang dikuasai Bulog. Penelitian tentang dampak ekonomi makro akibat program ini telah dilakukan oleh Tabor dan Sawit (1999). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa program ini telah mampu meningkatkan permintaan agregat kelompok miskin. Setiap Rp 1 trilyun yang dikeluarkan pemerintah untuk program OPK akan meningkatkan hampir Rp 2 trilyun pendapatan nasional, karena pengaruh fiskal multiplier sebesar 1,9. Program ini juga telah mengerem laju penurunan konsumsi energi dan protein bagi kelompok miskin sebesar antara 8-12%. Program ini juga telah meningkatkan produktivitas program JPS lainnya seperti kesehatan dan pendidikan, karena pesertanya tidak serius kekurangan energi dan protein. Oleh karena itu, program ini layak dilanjutkan menjadi program permanen, bahkan bisa diperluas untuk bahan pangan lain seperti gula dan minyak goreng. Dengan program seperti ini dapat menghindari alasan pemerintah untuk menekan harga beras demi kepentingan konsumen umum dan penduduk kota.

3. PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN

1. Mempertahankan produksi pangan nasional.

Produksi pangan yang kontinyu di dalam negeri dibebankan kepada pada

petani yang berdasarkan data statistik, rata-rata memiliki lahan di bawah 0,5

hektar. Oleh karena itu, kontinuitas produksi pangan yang bermutu menjadi suatu

dilema pada petani kecil seperti ini karena di satu pihak petani kecil harus

memenuhi kebutuhan keluarganya sementara di lain pihak petani harus

216

Page 217: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

menggunakan dananya untuk membeli sarana produksi bagi proses usahatani

berikutnya. Tanpa bantuan pihak luar (dalam hal ini pemerintah), petani kecil

akan terus menghadapi dilema seperti ini, mereka tetap ada dalam lingkaran setan

kesejahteraan yang rendah.

Pemerintah perlu memutus lingkaran setan kesejahteraan ini dengan dua

opsi utama, yaitu :

1. Opsi memutus siklus kesejahteraan petani yang menurun dengan mengurangi

pembelanjaan sarana produksi. Dengan demikian pemerintah telah membantu

beberapa hal, yaitu : mengurangi pembiayaan sarana produksi di satu proses

usahatani saat itu dan proses usahatani berikutnya.

2. Opsi memutus siklus kesejahteraan petani yang menurun dengan mengurangi

pembelanjaan untuk kepentingan kesejahteraan keluarga petani dari kebutuhan

sekunder petani.

Dua opsi memutus siklus kesejahteraan petani yang menurun ini dirinci

(breakdown) sebagai berikut :

1. Program menjaga kontinuitas produksi pangan dengan memutus siklus

penurunan kesejahteraan petani dengan cara mengurangi pembiayaan sarana

produksi, antara lain :

Melanjutkan program subsidi pupuk bagi petani yang lebih tepat

sasaran dengan lebih mengakuratkan, data riil petani per desa, data luas

lahan petani, dan data komoditas yang dibudidayakan.

Memberikan pelatihan pada petani tentang pembuatan beberapa

jenis pupuk alternatif berbahan baku lokal seperti pelatihan

pembuatan kompos dan pembuatan pupuk organik lainnya. Hal ini

dilakukan dengan tujuan mengurangi ketergantungan petani pada pupuk

subsidi dengan melakukan substitusi secara mandiri.

Memberikan penghargaan (award) kepada petani yang menjadi

pioneer atau telah melakukan usahatani/usahaternak/usahaikan dengan

menggunakan prinsip-prinsip pertanian berkelanjutan tanpa terlalu

bergantung kepada input produksi yang disubsidi (misalnya pupuk).

217

Page 218: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Memberikan bantuan benih bermutu pada petani sesuai dengan

komotitas yang dibudidayakan.

Memberikan bantuan mekanisasi pertanian untuk pengolahan tanah

dan pemanenan sehingga petani dapat mengurangi biaya untuk investasi

usahataninya. Bantuan seperti ini amat penting karena menstimuli

petani untuk terus memproduksi pangan bagi kepentingan nasional.

Bantuan mekanisasi yang dimaksud adalah hand tractor, cultivator,

pompa air, dan alat perontok padi/jagung. Bantuan seperti ini perlu

diikuti dengan pelatihan pengoperasian dan maintenance untuk

menghindari technological lag pada petani yang menerima bantuan.

Memberikan kredit usahatani dengan bunga rendah dan persyaratan

administrasi yang tidak rumit serta pembayaran pengembalian pinjaman

setelah panen.

2. Opsi memutus siklus kesejahteraan petani yang menurun dengan mengurangi

pembelanjaan untuk kepentingan kesejahteraan keluarga petani dari kebutuhan

sekunder petani. Opsi ini pada dasarnya mengurangi pembelanjaan jangka

panjang petani seperti :

Memberikan bantuan perbaikan rumah petani agar lebih sehat

sehingga petani dapat lebih bersemangat dan kuat dalam bekerja

memproduksi pangan.

Memberikan jaminan kesehatan bagi petani dengan tujuan petani

yang sehat akan mampu mengelola usahatani dengan baik untuk

mempertahankan produksi pangan.

Memberikan beasiswa di luar BOS pada anak petani untuk pembelian

alat tulis dan peralatan sekolah lainnya sampai tingkat SMP (sesuai

dengan wajib belajar 9 tahun).

Memberikan petalatihan pengolahan produk pertanian bagi putra-

putri petani yang tinggal di desa.

2. Mengefektifkan distribusi pangan.

218

Page 219: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

Suatu kenyataan bahwa Indonesia adalah produsen bahan pangan tetapi

faktanya fluktuasi harga pangan dapat mengancam ketahanan pangan. Baik

konsumen pangan maupun petani produsen pangan dapat mengalami kekecewaan,

di satu sisi konsumen kecewa karena pada saat tertentu harga pangan tinggi dan di

sisi yang lain petani produsen pangan mendapatkan harga rendah saat panen raya.

Untuk mengatasi hal ini diperlukan beberapa tindakan berikut ini :

1. Stabilisasi ketersediaan pangan : dengan cara memberikan bantuan

pendanaan bagi pembeli gabah seperti pedagang gabah, koperasi

petani/pertanian, dan gapoktan untuk membeli gabah petani dan

menjualnya pada pelaku stok nasional dalam hal ini BULOG/DOLOG.

Selain itu dapat juga dengan memberikan bantuan peningkatan kapasitas

giling dan pergudangan beras/jagung/kedele.

2. Stabilisasi ketersediaan pangan dan stabilisasi harga panen produk

pangan (khususnya beras) dengan membuka WARUNG

PADI/TANI/DESA bagi lembaga-lembaga pedesaan untuk membeli gabah

petani dari petani kecil dengan harga beli gabah bersubsidi untuk

selanjutnya dibeli oleh BULOG/DOLOG. Program ini dapat

meningkatkan posisi tawar petani dalam rantai pemasaran produk pangan.

WARUNG PADI/WARUNG TANI/WARUNG DESA juga dapat

difungsikan sebagai lembaga penyalur beras warga miskin (RASKIN)

untuk program raskin yang sedang berjalan (saat ini masih melalui

DESA/KELURAHAN DAN RT).

3. Stabilisasi harga pangan : dengan cara melakukan operasi pasar khusus

(raskin).

4. Memberikan stimuli pengembangan kelembagaan tunda jual bagi

petani : dengan cara memberikan bantuan gudang kecil untuk kelayakan

menyimpan bahan pangan produksi petani. Program ini dapat dikaitkan

dengan program WARUNG PADI/TANI.

5. Mempermudah transportasi pengangkutan bahan pangan antar

daerah baik darat, laut, dan udara.

219

Page 220: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

6. Mengembangkan kemampuan penggunaan teknologi pasca panen :

dengan cara memberi bantuan alat pasca panen seperti mesin serba guna

untuk tepung beras, tepung jagung, tepung ketan, tepung tapioka, dan

sebagainya.

3. Peningkatan kualitas konsumsi pangan

Untuk mewujudkan diversifikasi pangan berbasis pangan lokal, maka

perlu langkah-langkah yang strategis, yaitu:

10. Dengan bekerjasama dengan Pemerintah Daerah, perlu dilakukan kajian

sosiologis untuk mengetahui persepsi masyarakat tentang beras, terigu dan

jenis makanan pokok spesifik lokasi tertentu. Melalui kajian tersebut

diharapkan diperoleh metode untuk merubah paradigma bahwa beras/terigu

bukan merupakan satu-satunya sumber karbohidrat untuk memenuhi

kebutuhan kalori masyarakat.

11. Intervensi mengenalkan diversifikasi pangan pada anak-anak sejak usia

dini, ibu rumah tangga dan masyarakat dengan tidak menjadikan beras/terigu

sebagai satu-satunya sumber karbohidrat bagi penduduk Indonesia, akan tetapi

mendukung pemanfaatan sumber karbohidrat lainnya sebagai sumber energi

sebagaimana yang telah berkembang di masyarakat. Sebagai contoh, sagu di

Maluku dan Papua, jagung di Madura, umbi-umbian di Jawa, dan singkong di

Lampung. Yang perlu ditekankan adalah angka kecukupan gizi (AKG). Cara

yang sama juga perlu dilakukan terhadap kalangan pers agar memiliki

memahaman yang komprehensif tentang pentingnya diversifikasi pangan

dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan rumah tangga dan ketahanan

pangan nasional.

12. Melakukan gerakan dan promosi secara komprehensif untuk mendorong

masyarakat untuk lebih mengoptimalkan pemanfaatan ubi-ubian sebagai

sumber tepung untuk berbagai produk olahan pangan dan secara bertahap

mengurangi ketergantungan terhadap tepung terigu.

13. Fasilitasi pengembangan pangan lokal dan pengembangan industri pangan

dengan bahan bahan pangan lokal.

220

Page 221: DRAFT - Directory UMM : Universitas …directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/DRAFT BUKU/DRAFT.doc · Web viewNo. Tahun Impor Ekspor 1. 1970 956.13 - 2. 1980 2011.71 10,00 3. 1985

14. Sosialisasi dan penerapan standart mutu keamanan pangan pada UKM

pangan berbasis pangan lokal.

15. Mengembangkan kredit mikro, bantuan dana bergulir serta memfasilitasi

kemitraan yang saling menguntungkan antara perusahaan besar-menengah

dengan perusahaan kecil dan rumah tangga yang mengolah berbagai produk

pangan berbasis pangan lokal.

16. Mengoptimalkan peran Perum Perhutani dan LMDH (lembaga masyarakat

desa hutan) dalam penyediaan lahan untuk penanaman berbagai jenis umbi-

umbian potensial dalam rangka penyediaan bahan pangan lokal.

17. Penyediaan permodalan bagi UKM pengolahan produk pangan, terutama

yang berbasis sumber pangan lokal (umbi-umbian).

18. Pemberian insentif khusus bagi industri pangan yang menggunakan bahan

baku lokal (bukan import).

19. Memberikan penghargaan (award) kepada tokoh ketahanan pangan bidang

produksi pangan olahan berbahan

221