Top Banner

of 37

Draf Ruu Keperawatan (Hasil Puu)-Revisi

Jul 21, 2015

Download

Documents

Bryan Prasetyo
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEPERAWATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan kesejahteraan umum sebagai salah satu tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu diselenggarakan pembangunan kesehatan; b bahwa penyelengaraan pembangunan kesehatan . diwujudkan melalui penyelenggaraan pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan; c. bahwa penyelengaraan pelayanan keperawatan harus dilakukan secara bertanggung jawab, akuntabel, bermutu, aman, dan terjangkau oleh perawat yang telah tersertifikasi, registrasi, dan lisensi; d. bahwa pengaturan mengenai keperawatan masih tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan dan belum memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada perawat dan masyarakat sehingga perlu diatur secara komprehensif; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Keperawatan; Mengingat: Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

1

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KEPERAWATAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Keperawatan adalah segala aspek yang berkaitan dengan perawat. 2. Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 3. Pelayanan Keperawatan adalah bagian dari pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh Perawat melalui penerapan ilmu dan kiat keperawatan yang ditujukan kepada klien baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. 4. Praktik Keperawatan adalah wujud nyata dari Pelayanan Keperawatan yang diselenggarakan oleh Perawat dalam bentuk asuhan keperawatan. 5. Asuhan Keperawatan adalah rangkaian tindakan keperawatan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang ditujukan kepada klien dalam rangka memandirikan klien untuk merawat dirinya. 6. Uji Kompetensi adalah tes terhadap seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan sikap perawat dalam melaksanakan tugas keperawatan. 7. Sertifikat Uji Kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kompetensi Perawat yang telah lulus Uji Kompetensi untuk menjalankan Praktik Keperawatan. 8. Registrasi adalah pencatatan resmi oleh konsil keperawatan indonesia terhadap perawat yang telah memiliki Sertifikat Uji Kompetensi dan kualifikasi tertentu lainnya. 9. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh konsil keperawatan indonesia kepada Perawat yang telah diregistrasi. 10. Surat Ijin Praktek Perawat yang selanjutnya disingkat SIPP adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah Kabupaten/Kota kepada Perawat yang telah memenuhi persyaratan. 11. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan baik 2

promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat. 12. Klien adalah perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat. 13. Organisasi Profesi adalah wadah yang menghimpun Perawat secara nasional dan berbadan hukum 14. Kolegium Keperawatan adalah badan yang dibentuk oleh organisasi profesi untuk masing-masing cabang disiplin ilmu keperawatan yang bertugas mengampu cabang disiplin ilmu tersebut. 15. Konsil Keperawatan Indonesia adalah badan otonom, mandiri, dan nonstruktural yang bersifat independen. 16. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 17. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati dan Walikota serta perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan. 18. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Pasal 2 Keperawatan berasaskan: a. perikemanusiaan; b. nilai ilmiah; c. etika; d. manfaat; e. keadilan; dan f. kesehatan dan keselamatan Klien. Pasal 3 Keperawatan bertujuan: a. meningkatkan mutu Perawat dan Pelayanan Keperawatan; b. memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada Perawat dan Klien; dan c. meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pasal 4(1) Perawat terdiri atas: a. perawat vokasional; dan b. perawat profesional.

(2) Perawat profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas: a. ners; b. ners spesialis; dan c. ners konsultan. 3

BAB II PENDIDIKAN KEPERAWATAN Pasal 5 Pendidikan Keperawatan terdiri atas: a. pendidikan akademik; dan b. pendidikan profesi. Pasal 6 Pendidikan akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a terdiri atas: a. pendidikan diploma keperawatan; b. pendidikan sarjana keperawatan; c. pendidikan magister keperawatan; dan d. pendidikan doktor keperawatan. Pasal 7 (1) Pendidikan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b terdiri atas: a. pendidikan profesi keperawatan; dan b. pendidikan profesi keperawatan berkelanjutan. (2) Pendidikan profesi keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas: a. pendidikan profesi ners; dan b. pendidikan profesi ners spesialis. (3) Pendidikan profesi keperawatan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan pendidikan profesi yang ditempuh setelah menyelesaikan pendidikan profesi keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Pasal 8 (1) Pendidikan profesi keperawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) diselenggarakan oleh institusi pendidikan keperawatan yang memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan dan terakreditasi. (2) Pendidikan profesi keperawatan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) diselenggarakan oleh institusi pendidikan keperawatan, organisasi profesi keperawatan, fasilitas pelayanan kesehatan, serta pihak lain yang terakreditasi. Pasal 9 (1) Institusi pendidikan keperawatan didirikan oleh Pemerintah dan masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 4

(2) Institusi pendidikan keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berfungsi sebagai penyelenggara penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang keperawatan dengan memperhatikan etika disiplin ilmu keperawatan. Pasal 10 Penyelenggaraan pendidikan keperawatan harus memenuhi persyaratan paling sedikit mencakup: a. pendidik dan tenaga kependidikan; b. peserta didik; c. sarana dan prasarana; dan d. kurikulum. Pasal 11(1) Pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a terdiri atas: a. dosen; dan

b. pembimbing klinik keperawatan. (2) Ketentuan mengenai dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Pembimbing klinik keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b memenuhi kriteria paling sedikit: a. perawat profesional; b. memiliki pengalaman klinik di bidang keperawatan minimal 2 (dua) tahun; c. memiliki sertifikat pelatihan pembimbing klinik keperawatan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembimbing klinik keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Konsil Keperawatan Indonesia.(1) Penyelenggara

Pasal 12 pendidikan keperawatan

dibantu

oleh

tenaga

kependidikan. (2) Ketentuan mengenai tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 13 (1) Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Selain memiliki sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggaraan pendidikan keperawatan harus dilengkapi dengan laboratorium dan lahan praktik keperawatan. (3) Lahan praktik keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas fasilitas pelayanan kesehatan pendidikan dan daerah pendidikan.

5

(4) Fasilitas palayanan kesehatan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan rumah sakit dan puskesmas yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Daerah pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan wilayah administrasi mulai dari tingkat kecamatan. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai sarana dan prasarana diatur dengan Peraturan Konsil Keperawatan Indonesia. Pasal 14 (1) Kurikulum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf d terdiri atas: a. kurikulum pendidikan akademik; dan b. kurikulum pendidikan profesi. (2) Kurikulum pendidikan akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disusun oleh asosiasi institusi pendidikan keperawatan. (3) Kurikulum pendidikan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disusun oleh Kolegium Keperawatan. (4) Kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diusulkan kepada Organisasi Profesi untuk ditetapkan. (5) Kurikulum yang telah ditetapkan oleh Organisasi Profesi diajukan kepada Konsil Keperawatan Indonesia untuk disahkan. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai kurikulum diatur dengan Peraturan Konsil Keperawatan Indonesia. BAB III KOMPETENSI, REGISTRASI, DAN LISENSI Pasal 15 (1) Peserta didik keperawatan yang telah menyelesaikan pendidikan wajib mengikuti Uji Kompetensi Perawat yang bersifat nasional sebelum diangkat sebagai Perawat. Standarisasi kurikulum pendidikan (2) Perawat harus mengikuti Uji Kompetensi secara berkala untuk menjaga mutu Pelayanan Keperawatan. konsil (3) Pelaksanaan Uji Kompetensi untuk perawat vokasional diselenggarakan oleh Organisasi Profesi (skill) (4) Pelaksanaan Uji Kompetensi untuk perawat profesional diselenggarakan oleh kolegium. --> rekomen konsil agar tdk dimanfaatkan kepentingan grup (critical thinking) Pasal 16 (1) Uji Kompetensi Perawat dilaksanakan berdasarkan standar kompetensi Perawat. kurikulum nasional (2) Standar kompetensi Perawat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. aspek pengetahuan; 6

b. aspek keterampilan; c. aspek sikap; dan d. aspek penguasaan bahasa. detail bahasa seperti apa (3) Standar kompetensi untuk perawat vokasional disusun oleh

Organisasi Profesi dan disahkan oleh Konsil Keperawatan Indonesia. (4) Standar kompetensi untuk perawat profesional disusun oleh Kolegium Keperawatan. (5) Standar kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diusulkan kepada Organisasi Profesi untuk ditetapkan. (6) Standar kompetensi yang telah ditetapkan oleh Organisasi Profesi diajukan kepada Konsil Keperawatan Indonesia untuk disahkan. Pasal 17 (1) Perawat yang lulus Uji Kompetensi mendapatkan Sertifikat Uji Kompetensi. (2) Perawat yang telah memiliki Sertifikat Uji Kompetensi mengajukan permohonan Registrasi kepada Konsil Keperawatan Indonesia. (3) Permohonan Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi persyaratan: memiliki ijazah pendidikan keperawatan; memiliki Sertifikat Uji Kompetensi; dan memiliki surat rekomendasi dari Organisasi Profesi. (4) Perawat yang telah diregistrasi memperoleh STR yang diterbitkan oleh Konsil Keperawatan Indonesia. Pasal 18 (1) STR merupakan bukti tertulis bagi Perawat yang telah teregistrasi. (2) STR berlaku selama 5 (lima) tahun dan harus diregistrasi ulang setiap 5 (lima) tahun sekali. Pertimbangan 5 th??? (3) Registrasi ulang untuk memperoleh STR dilakukan dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) Pasal 19 (1) Perawat yang telah memperoleh STR dan yang akan melakukan Praktik Keperawatan (Mandiri) harus mengajukan permohonan SIPP kepada Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan wilayah kerja Praktik Keperawatan. (2) Permohonan SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan: a. memiliki STR; b. memperoleh rekomendasi dari Organisasi Profesi; dan 7

a. b. c.

keterangan tempat praktik keperawatan. (3) SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lisensi bagi Perawat dalam menjalankan Praktik Keperawatan.

c.

Pasal 20 (1) Perawat yang telah memiliki SIPP mengajukan permohonan SIPP secara berkala setiap 5 (lima) tahun. (2) Permohonan SIPP secara berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2). Pasal 21 (1) SIPP hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat praktik keperawatan. (2) SIPP hanya diberikan kepada Perawat paling banyak untuk 2 (dua) tempat praktik. Pasal 22 SIPP tetap berlaku apabila: a. STR masih berlaku; dan b. keterangan tempat praktik keperawatan masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIPP. Pasal 23 a. b. c. d. e. SIPP tidak berlaku apabila: dicabut berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; habis masa berlakunya dan Perawat tidak mendaftar ulang; atas permintaan Perawat; Perawat meninggal dunia; atau dicabut oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Pasal 24 (1) Perawat asing yang akan melaksanakan Praktik Keperawatan di Indonesia harus melakukan adaptasi dan evaluasi. (2) Perawat asing yang akan melakukan adaptasi dan evaluasi mengajukan permohonan ke Organisasi Profesi. (3) Organisasi Profesi menetapkan tempat pelaksanaan adaptasi dan evaluasi pada institusi penyelenggara pendidikan keperawatan sesuai dengan jenjang pendidikan. 8

(4)

Ketentuan lebih lanjut mengenai adaptasi dan evaluasi diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 25 (1) Perawat asing yang telah menyelesaikan proses adaptasi dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 wajib mengikuti Uji Kompetensi. (2) Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Pasal 16. Pasal 26 (1) Perawat asing yang telah lulus Uji Kompetensi dan yang akan melakukan Pelayanan Keperawatan di Indonesia mengajukan permohonan Registrasi kepada Konsil Keperawatan Indonesia. (2) Tata cara mengajukan permohonan Registrasi untuk memperoleh STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Pasal 17. Pasal 27 (1) Perawat asing yang memiliki STR dan yang akan melakukan pelayanan keperawatan di Indonesia mengajukan permohonan SIPP kepada pemerintah Kabupaten Kota. (2) Tata cara Pengajuan SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Pasal 19. (3) SIPP bagi perawat asing berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 (satu) tahun berikutnya. Pasal 28 (1) Perawat asing yang telah lulus Uji Kompetensi dan yang akan melakukan Pelayanan Keperawatan dalam rangka pendidikan, pelatihan, dan penelitian di Indonesia mengajukan permohonan registrasi sementara untuk memperoleh STR sementara kepada Konsil Keperawatan Indonesia. (2) Tata cara memperoleh STR sementara sebagimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Pasal 17. (3) STR sementara bagi perawat asing berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 (satu) tahun berikutnya. BAB IV PRAKTIK KEPERAWATAN Bagian Kesatu 9

Umum Pasal 29 (1) Praktik Keperawatan dilaksanakan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan tempat lain. (2) Praktik Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: praktik keperawatan mandiri perorangan; praktik keperawatan mandiri berkelompok; dan praktik keperawatan di fasilitas pelayanan kesehatan. (3) Praktik Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada standar pelayanan keperawatan. Bagian Kedua Peran Pasal 30 (1) Dalam menyelenggarakan Praktik Keperawatan, Perawat berperan: a. pemberi Asuhan Keperawatan; b. pendidik Klien; c. koordinator Asuhan Keperawatan; d. kolaborator dengan pihak terkait; dan e. konsultan dari rujukan Perawat. (2) Peran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan: a. secara mandiri; b. berdasarkan pelimpahan wewenang; c. berdasarkan penugasan khusus; dan d. kolaborasi. (3) Pelaksanaan peran Perawat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus dijalankan dengan bertanggung jawab dan akuntabel. Bagian Ketiga Wewenang Pasal 31 Perawat berwenang: a. melakukan pengkajian Klien secara holistik; b. menetapkan diagnosis keperawatan; c. merencanakan tindakan keperawatan; d. melaksanakan tindakan keperawatan; e. mengevaluasi hasil tindakan keperawatan; f. melakukan rujukan Klien; g. menerima konsultasi keperawatan; h. melaksanakan tugas pelimpahan; dan i. melaksanakan penugasan khusus. 10

a. b. c.

Pasal 32 (1) Perawat dapat melakukan tugas pelimpahan sesuai dengan kesepakatan antar profesi dan/atau pihak terkait. (2) Tugas pelimpahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikembangkan sesuai dengan perkembangan keilmuan dan kebutuhan pelayanan kesehatan. (3) Tugas pelimpahan antar pihak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara tertulis. (4) Tugas pelimpahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dievaluasi secara berkala. Pasal 33(1) Perawat dapat melaksanakan penugasan khusus dalam: a. keadaan darurat; dan/atau b. keadaan khusus. (2) Penugasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup

tindakan medis, penyimpanan obat, dan pemberian obat. Pasal 34 (1) Keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf a merupakan keadaan yang mengancam nyawa Klien dan keselamatannya hanya tergantung pada inisitatif Perawat. (2) Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Perawat sesuai dengan bidang keilmuan. Pasal 35(1) Keadaan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf b

meliputi daerah terpencil, daerah tertinggal, dan daerah perbatasan. (2) Keadaan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Pemerintah Daerah. (3) Pelaksanaan tugas khusus pada keadaan khusus oleh perawat harus didahului oleh pendidikan dan pelatihan. Pasal 36 Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 sampai dengan Pasal 35 diatur dengan Peraturan Daerah. BAB V HAK DAN KEWAJIBAN Bagian Kesatu Hak dan Kewajiban Perawat Pasal 37 Dalam melaksanakan Praktik Keperawatan, Perawat berhak : 11

a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai standar profesi, standar pelayanan keperawatan, standar operasional prosedur, kode etik, dan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari Klien dan/atau keluarganya; c. menerima imbalan jasa atas Pelayanan Keperawatan yang telah diberikan secara mandiri, berdasarkan pelimpahan wewenang, dan berkolaborasi; dan d. menolak keinginan Klien atau pihak lain yang memberikan anjuran atau permintaan baik lisan maupun tertulis untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan standar profesi, standar pelayanan keperawatan, standar operasional prosedur, kode etik, dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 38 Dalam melaksanakan Praktik Keperawatan, Perawat berkewajiban: a. melengkapi ??? sarana dan prasarana Pelayanan Keperawatan sesuai dengan standar pelayanan keperawatan dan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. memberikan Pela yanan Keperawatan sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan keperawatan, standar operasional prosedur, kode etik, dan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. menghormati hak Klien; d. merujuk Klien ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik apabila Perawat tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau tindakan; e. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang Klien; f. mendokumentasikan Asuhan Keperawatan berdasarkan standar pelayanan keperawatan; g. memberikan informasi yang lengkap dan jujur mengenai tindakan keperawatan kepada Klien dan/atau keluarganya sesuai dengan batas kewenangannya; h. melaksanakan tindakan pelimpahan wewenang dari tenaga kesehatan lain yang sesuai dengan kompetensi Perawat; dan i. melaksanakan penugasan khusus yang ditetapkan oleh Pemerintah. Bagian Kedua Hak dan Kewajiban Klien Pasal 39 Dalam Praktik Keperawatan, Klien berhak: a. mendapatkan informasi secara lengkap dan jujur tentang tindakan keperawatan yang akan dilakukan; b. meminta pendapat Perawat lain; c. mendapatkan Pelayanan Keperawatan sesuai dengan standar pelayanan keperawatan; 12

d. memberi persetujuan atau penolakan tindakan keperawatan yang akan diterimanya; dan e. mendapatkan penjagaan kerahasiaan atas kondisi kesehatannya. Pasal 40 Pengungkapan rahasia Klien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf e hanya dapat dilakukan atas dasar: a. persetujuan tertulis dari Klien; dan/atau b. perintah hakim pada sidang pengadilan. Pasal 41 Dalam Praktik Keperawatan, Klien berkewajiban: a. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya; b. mematuhi nasihat dan petunjuk Perawat; c. mematuhi ketentuan yang berlaku di Fasilitas Pelayanan Kesehatan; dan d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima. BAB VII ORGANISASI PROFESI Bagian Kesatu Umum Pasal 42 (1) Untuk mempersatukan perawat dalam rangka pemberdayaan perawat guna menunjang pembangunan kesehatan dibentuk organisasi profesi sebagai satu wadah yang menghimpun perawat secara nasional dan mandiri. (2) Organisasi profesi perawat bertanggung jawab kepada anggota profesi. Bagian kedua Kedudukan Pasal 43 Organisasi Profesi berkedudukan di Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dapat membentuk perwakilan di daerah. Bagian Ketiga Fungsi, Wewenang, dan Tugas Pasal 44 Organisasi Profesi berfungsi sebagai pemersatu, pembina, pengembang, dan pengawas keperawatan di Indonesia. Pasal 45 Organisasi Profesi berwenang: 13

a.

menetapkan kode etik keperawatan dan kompetensi

Perawat; merumuskan dan menetapkan standar pelayanan keperawatan, dan kebijakan Organisasi Profesi keperawatan yang dilakukan bersama asosiasi institusi pelayanan kesehatan; c. menetapkan standar pendidikan dan meningkatkan mutu pendidikan, ilmu pengetahuan, dan teknologi keperawatan yang dilakukan bersama Kolegium Keperawatan dan asosiasi institusi pendidikan keperawatan; d. menetapkan kurikulum yang disusun oleh Kolegium Keperawatan atau asosiasi institusi pendidikan keperawatan; e. merumuskan persyaratan akreditasi institusi pendidikan keperawatan yang menjadi tempat penyelenggaran pendidikan keperawatan yang dilakukan bersama Kolegium Keperawatan dan asosiasi institusi pendidikan keperawatan, serta badan akreditasi pendidikan; f. merumuskan dan menetapkan persyaratan serta melakukan akreditasi institusi pendidikan keperawatan yang menjadi tempat penyelenggaraan pendidikan profesi berkelanjutan, program adaptasi dan evaluasi bagi perawat asing, yang dilakukan bersama Kolegium Keperawatan dan asosiasi institusi pendidikan keperawatan; g. merumuskan dan menetapkan persyaratan dan melakukan akreditasi fasilitas pelayanan kesehatan pendidikan dan daerah pendidikan yang dilakukan bersama kolegium dan asosiasi institusi pendidikan; h. mengawasi Pelayanan Keperawatan; dan i. melakukan koordinasi dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah, institusi pendidikan keperawatan, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, organisasi profesi tenaga kesehatan, dan pihak lain baik di dalam negeri maupun di luar negeri.b.

Pasal 46 Organisasi Profesi bertugas: a. memfasilitasi perlindungan hukum kepada anggota; b. meningkatkan kualitas Perawat dan Pelayanan Keperawatan; c. mengawasi pelaksanaan kode etik Perawat; d. mengawasi pelaksanaan pendidikan keperawatan; e. memberikan rekomendasi kepada Perawat untuk memperoleh SIPP; f. memberikan penghargaan bagi Perawat yang berprestasi; dan g. mengupayakan kesejahteraan anggota. Bagian Keempat Susunan Organisasi dan Keanggotaan 14

Pasal 47 (1) Susunan Organisasi Profesi paling sedikit terdiri atas: a. ketua merangkap anggota; b. wakil ketua merangkap anggota; c. sekretaris merangkap anggota; d. bendahara merangkap anggota; dan e. anggota. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan Organisasi Profesi diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi Profesi. Pasal 48 (1) Keanggotaan Pengurus Organisasi Profesi dipilih dari dan oleh anggota Organisasi Profesi. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai keanggotaan pengurus Organisasi Profesi diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi Profesi. Pasal 49 Masa bakti 1 (satu) periode keanggotaan pengurus Organisasi Profesi adalah 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali untuk masa bakti 1 (satu) periode berikutnya. Pasal 50 (1) Keanggotaan pengurus Organisasi Profesi berakhir apabila: a. berakhir masa jabatan sebagai anggota; b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri; c. meninggal dunia; d. bertempat tinggal tetap di luar wilayah Republik Indonesia; e. tidak mampu melakukan tugas secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan; atau f. dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. (2) Dalam hal anggota kepengurusan Organisasi Profesi menjadi tersangka tindak pidana kejahatan, diberhentikan sementara dari keangotaannya. (3) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Pimpinan Organisasi Profesi. Bagian Kelima Tata Kerja (1) Pasal 51 Setiap keputusan Organisasi Profesi diputuskan oleh rapat pleno anggota. yang bersifat mengatur

15

Rapat pleno anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap sah jika dihadiri oleh paling sedikit setengah dari jumlah anggota ditambah 1 (satu). (3) Keputusan rapat pleno diambil dengan cara musyawarah untuk mufakat. (4) Dalam hal rapat pleno sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak tercapai kesepakatan,keputusan diambil melalui pemungutan suara. (2) Pasal 52 Pimpinan Organisasi Profesi melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan tugas anggota Organisasi Profesi.

Bagian Keenam Pembiayaan Pasal 53 (1) Biaya untuk pelaksanaan tugas organisasi dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Organisasi Profesi. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi Profesi. BAB VIII KOLEGIUM Bagian Kesatu Umum Pasal 54 menetapkan standar serta menjamin mutu pendidikan keperawatan dibentuk Kolegium Keperawatan. (2) Kolegium Keperawatan bertanggung jawab kepada Organisasi Profesi.(1) Untuk

Bagian Kedua Kedudukan Pasal 55 Kolegium Keperawatan merupakan badan otonom di dalam Organisasi Profesi dan dibentuk oleh Organisasi Profesi. Bagian Ketiga 16

Fungsi, Wewenang, dan Tugas Pasal 56 Kolegium Keperawatan berfungsi: a. mengembangkan cabang disiplin ilmu Keperawatan; dan b. memberi pengakuan kepada Perawat berdasarkan kompetensi dan cabang disiplin ilmu Keperawatan. Pasal 57 Kolegium Keperawatan berwenang menyelenggarakan uji kompetensi untuk perawat profesional. Pasal 58 Kolegium bertugas: a. merumuskan standar pendidikan profesi untuk disahkan oleh Konsil Keperawatan Indonesia. b. menyusun kurikulum pendidikan profesi; c. menyusun standar kompetensi untuk Perawat profesional; d. mengembangkan mekanisme dan materi uji kompetensi Perawat profesional sesuai dengan standar pendidikan, kompetensi, dan spesialisasi; dan e. meningkatkan mutu pelaksanaan pendidikan profesi. Bagian Keempat Susunan Organisasi dan Keanggotaan Pasal 59 (1) Susunan organisasi Kolegium Keperawatan paling sedikit terdiri atas: a. ketua merangkap anggota; b. wakil ketua merangkap anggota; c. sekretaris merangkap anggota; dan d. anggota. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi Kolegium Keperawatan diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi Profesi. Pasal 60 (1) Keanggotaan pengurus Kolegium Keperawatan dipilih dari dan oleh anggota Organisasi Profesi dalam cabang disiplin ilmu Keperawatan yang sama. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai keanggotaan pengurus Kolegium Keperawatan diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi Profesi. Pasal 61 17

Masa bakti 1 (satu) periode keanggotaan Kolegium Keperawatan adalah 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali untuk masa bakti 1 (satu) periode berikutnya. Pasal 62 (1) Keanggotaan Kolegium Keperawatan berakhir apabila : a. berakhir masa jabatan sebagai anggota; b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri; c. meninggal dunia; d. bertempat tinggal tetap di luar wilayah Republik Indonesia; e. tidak mampu melakukan tugas secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan; atau f. dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. (2) Dalam hal anggota Kolegium Keperawatan menjadi tersangka tindak pidana kejahatan, diberhentikan sementara dari keangotaannya. (3) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Pimpinan Kolegium. Bagian Kelima Tata Kerja Pasal 63 Setiap keputusan Kolegium Keperawatan yang bersifat mengatur diputuskan oleh rapat pleno anggota. (2) Rapat pleno anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap sah jika dihadiri oleh paling sedikit setengah dari jumlah anggota ditambah 1 (satu). (3) Keputusan rapat pleno diambil dengan cara musyawarah untuk mufakat. (4) Dalam hal rapat pleno sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai kesepakatan, keputusan diambil melalui pemungutan suara. (1) Pasal 64 Pimpinan Kolegium Keperawatan melakukan pelaksanaan tugas anggota Kolegium Keperawatan. Bagian Keenam Pembiayaan Pasal 65 (1) Biaya untuk pelaksanaan tugas Kolegium Keperawatan dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja serta usaha Organisasi Profesi. (2) Pembiayaan Kolegium Keperawatan ditetapkan oleh Pengurus Organisasi Profesi. 18 pembinaan terhadap

BAB IX KONSIL KEPERAWATAN INDONESIA Bagian Kesatu Umum Pasal 66 meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada Perawat dan masyarakat, meningkatkan mutu Perawat, serta Pelayanan Keperawatan, dibentuk Konsil Keperawatan Indonesia. (2) Konsil Keperawatan Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Presiden.(1) Untuk

Bagian kedua Kedudukan Pasal 67 Konsil Keperawatan Indonesia berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia. Bagian Kedua Fungsi, Tugas, dan Wewenang Pasal 68 Konsil Keperawatan Indonesia mempunyai fungsi pengaturan, penetapan, pengesahan, dan pengawasan Praktik Keperawatan dalam rangka meningkatkan mutu Pelayanan Keperawatan. Pasal 69 Konsil Keperawatan Indonesia berwenang: a. menyusun, menetapkan, dan mengesahkan peraturan Konsil Keperawatan Indonesia; b. mengesahkan standar pendidikan profesi keperawatan, standar kurikulum, dan standar kompetensi profesi yang ditetapkan oleh Kolegium Keperawatan; c. mengesahkan standar pendidikan vokasional keperawatan, standar kurikulum, dan standar kompetensi vokasional yang ditetapkan oleh Organisasi Profesi; d. mengesahkan mekanisme uji kompetensi yang ditetapkan oleh Kolegium Keperawatan; e. mengawasi penerapan bidang keilmuan keperawatan dan Pelayanan Keperawatan; f. menerbitkan STR bagi Perawat; g. memberikan STR sementara bagi Perawat asing; 19

h. menyelidiki

dan menangani pelanggaran disiplin Perawat; dan i. menetapkan sanksi disiplin.

masalah

yang

berkaitan

dengan

Pasal 70 Konsil Keperawatan Indonesia bertugas melakukan registrasi Perawat. Bagian Keempat Susunan Organisasi dan Keanggotaan Pasal 71 (1) Susunan pimpinan Konsil Keperawatan Indonesia terdiri atas: a. ketua merangkap anggota; b. wakil ketua merangkap anggota; dan c. ketua-ketua komite merangkap anggota. (2) Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas: a. komite uji kompetensi dan registrasi; b. komite standar pendidikan profesi; c. komite praktik keperawatan; dan d. komite disiplin keperawatan. (3) Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masing-masing dipimpin oleh ketua komite merangkap anggota. Pasal 72 (1) Pimpinan Konsil Keperawatan Indonesia dipilih oleh dan dari keseluruhan anggota Konsil Keperawatan Indonesia secara musyawarah mufakat. (2) Pimpinan Konsil Keperawatan Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bekerja secara kolektif. (3) Pimpinan Konsil Keperawatan Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penanggung jawab tertinggi Konsil Keperawatan Indonesia. Pasal 73 Keanggotaan Konsil Keperawatan Indonesia terdiri atas unsur: a. Organisasi Profesi; b. Kolegium; c. asosiasi institusi pendidikan keperawatan; d. asosiasi fasilitas pelayanan kesehatan; e. tokoh masyarakat; f. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan; dan g. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan nasional. Pasal 74 Persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi anggota Konsil Keperawatan Indonesia: 20

a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia; b. Warga Negara Indonesia; c. sehat rohani dan jasmani; d. memiliki kredibilitas baik di masyarakat; e. berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun dan paling tinggi 70 (tujuh puluh) tahun pada waktu menjadi anggota Konsil Keperawatan Indonesia; f. mempunyai pengalaman dalam Praktik Keperawatan paling sedikit 10 (sepuluh) tahun dan memiliki STR, kecuali untuk non-perawat; g. cakap, jujur, memiliki moral, etika dan integritas yang tinggi serta memiliki reputasi yang baik; dan h. melepaskan jabatan struktural dan/atau jabatan lainnya pada saat diangkat dan selama menjadi anggota Konsil Keperawatan Indonesia. Pasal 75 (1) Keanggotaan Konsil Keperawatan Indonesia ditetapkan oleh Presiden atas usul Menteri. (2) Ketentuan mengenai pengangkatan keanggotaan Konsil Keperawatan Indonesia diatur dengan Peraturan Presiden. Pasal 76 Masa bakti 1 (satu) periode keanggotaan Konsil Keperawatan Indonesia adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk masa bakti 1 (satu) periode berikutnya, dengan memperhatikan sistem manajemen secara berkesinambungan. Pasal 77 (1) Anggota Konsil Keperawatan Indonesia sebelum memangku jabatannya wajib mengucapkan sumpah/janji, berdasarkan agama atau kepercayaannya, di hadapan Presiden. (2) Sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut: Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia dan taat kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, memegang teguh dan mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara, dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang tentang Keperawatan, serta peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku di Negara Republik Indonesia. bahwa saya akan menjalankan jabatan atau profesi saya dengan amanah, jujur, seksama, mandiri, bertanggung jawab, adil/tidak berpihak, menjunjung tinggi ilmu keperawatan, meningkatkan mutu pelayanan keperawatan serta tetap akan menjaga rahasia kecuali jika diperlukan untuk kepentingan hukum.

21

bahwa saya untuk memperoleh jabatan atau profesi ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak pernah dan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu apapun kepada siapapun juga. bahwa saya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan atau profesi ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian. bahwa saya akan menjaga sikap dan tutur kata saya serta menjalankan tugas dan wewenang saya sesuai dengan kode etik, kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai anggota Konsil Keperawatan Indonesia atau Perawat. bahwa saya senantiasa akan menolak atau tidak menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan siapapun juga dan saya akan tetap teguh melaksanakan tugas dan wewenang saya yang diamanatkan UndangUndang kepada saya. Pasal 78 (1) Keanggotaan Konsil Keperawatan Indonesia berakhir apabila : a. berakhir masa jabatan sebagai anggota; b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri; c. meninggal dunia; d. bertempat tinggal tetap di luar wilayah Republik Indonesia; e. tidak mampu melakukan tugas secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan; atau f. dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. (2) Dalam hal anggota Konsil Keperawatan Indonesia menjadi tersangka tindak pidana kejahatan, diberhentikan sementara dari keangotaannya. (3) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Pimpinan Konsil Keperawatan Indonesia. Pasal 79 (1) Dalam melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya Konsil Keperawatan Indonesia dibantu sekretariat yang dipimpin oleh seorang sekretaris. (2) Sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Menteri. (3) Sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan merupakan anggota Konsil Keperawatan Indonesia. (4) Dalam menjalankan tugasnya sekretaris bertanggung jawab kepada pimpinan Konsil Keperawatan Indonesia. (5) Ketentuan fungsi dan tugas sekretariat ditetapkan oleh Pimpinan Konsil Keperawatan Indonesia. 22

Pasal 80 (1) Pelaksanaan tugas kesekretariatan dilakukan oleh pegawai Konsil Keperawatan Indonesia. (2) Pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tunduk pada peraturan perundang-undangan. Bagian Kelima Tata Kerja Pasal 81 (1) Setiap keputusan Konsil Keperawatan Indonesia yang bersifat mengatur diputuskan oleh rapat pleno anggota. (2) Rapat pleno anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap sah jika dihadiri oleh paling sedikit setengah dari jumlah anggota ditambah 1 (satu). (3) Keputusan rapat pleno diambil dengan cara musyawarah untuk mufakat (4) Dalam hal rapat pleno sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai kesepakatan, keputusan diambil melalui pemungutan suara. Pasal 82 Pimpinan Konsil Keperawatan Indonesia melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan tugas anggota dan pegawai Konsil Keperawatan Indonesia. Bagian Keenam Pembiayaan Pasal 83 (1) Biaya untuk pelaksanaan tugas Konsil Keperawatan Indonesia dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. (2) Pembiayaan Konsil Keperawatan Indonesia ditetapkan oleh Ketua Konsil Keperawatan Indonesia. BAB X PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN Pasal 84 Organisasi Profesi bekerja sama dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah membina dan mengembangkan Praktik Keperawatan sesuai dengan tugas dan fungsi Perawat. Pasal 85 (1) Perawat berhak mendapatkan pembinaan dan pengembangan profesi serta karir. 23

(2) Pembinaan dan pengembangan profesi serta karir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan mengikuti pendidikan formal dan pendidikan informal. Pasal 86 Pembinaan dan pengembangan profesi perawat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 meliputi kompetensi profesional dan kepribadian. Pasal 87 (1) Pembinaan dan pengembangan karir perawat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 meliputi: a. penugasan; b. kenaikan pangkat /peringkat; dan/atau c. promosi. (2) Pengembangan karir juga dapat digunakan untuk penempatan perawat pada jenjang yang sesuai dengan keahliannya. BAB XI KETENTUAN PIDANA Pasal 88 Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas seolah-olah yang bersangkutan adalah perawat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dipidana dengan pidana penjara paling lama ... tahun atau pidana denda paling banyak Rp... Pasal 89 Perawat yang menyelenggarkan Praktik Keperawatan tanpa memiliki STR dan/atau SIPP sebagai dasar lisensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama ... tahun atau pidana denda paling banyak Rp... Pasal 90 Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang dengan sengaja mempekerjakan Perawat yang tidak memiliki STR dan SIPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama ... tahun atau pidana denda paling banyak Rp Pasal 91 (1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 dilakukan oleh korporasi , selain pidana penjara atau pidana denda kepada pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90. (2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa: 24

a.

b.

pencabutan ijin pendirian; dan/atau pencabutan status badan hukum. BAB XII KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 92 STR dan SIPP yang telah dimiliki oleh Perawat sebelum Undang-Undang ini diundangkan, dinyatakan tetap berlaku sampai jangka waktu STR dan SIPP berakhir. Pasal 93 Selama Konsil Keperawatan Indonesia belum terbentuk, permohonan untuk memperoleh STR yang masih dalam proses, diselesaikan dengan prosedur yang berlaku sebelum Undang-Undang ini diundangkan. Pasal 94 Institusi pendidikan keperawatan yang telah ada sebelum Undang-Undang ini diundangkan harus menyesuaikan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 paling lama ... (...) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan.

BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 95 Konsil Keperawatan Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) dibentuk paling lama 6 (enam) bulan sejak Undang-undang ini diundangkan. Pasal 96 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai keperawatan, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini. Pasal 97 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undangundang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

25

Disahkan di Jakarta Pada tanggal PRESIDEN INDONESIA, REPUBLIK

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta Pada tanggal MENTERI HUKUM DAN HAM REPUBLIK INDONESIA,

PATRIALIS AKBAR TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN NOMOR.

PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN .... TENTANG KEPERAWATAN I. UMUM Kesehatan sebagai hak asasi manusia sebagaimana diamanatkan oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, harus diwujudkan melalui pembangunan kesehatan yang diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan individu, keluarga, dan masyarakat dengan menanamkan kebiasaan hidup sehat. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan diwujudkan melalui pemberian pelayanan kesehatan termasuk Pelayanan Keperawatan yang dilakukan secara bertanggung jawab, akuntabel, bermutu, dan aman oleh Perawat yang telah mendapatkan akreditasi, registrasi, dan lisensi. 26

Praktik keperawatan sebagai wujud nyata dari Pelayanan Keperawatan, dilaksanakan secara mandiri, berdasarkan pelimpahan wewenang, penugasan khusus, maupun kolaborasi. Dalam melaksanakan Pelayanan Keperawatan tersebut, Perawat berperan sebagai pemberi Asuhan Keperawatan, pendidik Klien, koordinator Asuhan Keperawatan, kolaborator dengan pihak terkait, dan konsultan dari rujukan Perawat. Pelayanan Keperawatan yang diberikan oleh Perawat didasarkan pada keahlian di bidang ilmu keperawatan yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan Klien, perkembangan ilmu pengetahuan, dan tuntutan globalisasi. Untuk itu, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki Perawat harus terus menerus ditingkatkan mutunya melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan serta pemantauan terhadap Perawat sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai salah satu komponen utama pemberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat, Perawat memiliki karakteristik yang khas dengan adanya pembenaran dan perlindungan hukum, yaitu diperkenankan melakukan intervensi keperawatan terhadap tubuh manusia dan lingkungannya. Apabila hal itu dilakukan oleh tenaga kesehatan lain selain tenaga medis, dapat digolongkan sebagai tindakan pidana. Melemahnya kepercayaan masyarakat dan maraknya tuntutan hukum terhadap praktik tenaga kesehatan termasuk Perawat, seringkali diidentikkan dengan kegagalan upaya kesehatan padahal tantangan Perawat di era pasar bebas semakin meningkat, seiring dengan tuntutan untuk menjadikan Perawat lebih dihargai oleh profesi lain. Perawat selain dibutuhkan di dalam negeri juga dibutuhkan di negara lain sebagai bagian dari penambahan devisa negara. Ketika dilakukan pemenuhan kebutuhan Perawat tingkat dunia, maka sistem keperawatan Indonesia dapat di kenal oleh negara tujuan dan kondisi ini sekaligus merupakan bagian dari pencitraan dan dapat mengangkat harkat martabat bangsa Indonesia di bidang kesehatan. Namun demikian, perangkat hukum yang mengatur tentang keperawatan dirasakan belum memadai. Selama ini belum ada pengaturan yang jelas dan tegas mengenai pendirian dan penyelenggaraan pendidikan keperawatan. Akibatnya banyak institusi pendidikan keperawatan berdiri tanpa standar mutu yang layak, adanya kurikulum pendidikan yang tidak seragam dan tidak sesuai standar pendidikan, beragamnya mekanisme kerjasama antara institusi pendidikan dan lahan praktik mahasiswa keperawatan yang layak dalam menghasilkan lulusan Perawat yang kompeten, ketiadaan mekanisme uji kompetensi yang layak setelah lulus 27

pendidikan sebagai jaminan kelayakan dalam memberikan asuhan keperawatan, dan menjamurnya institusi pendidikan keperawatan yang juga menghasilkan banyaknya lulusan keperawatan yang tidak tersebar merata di fasilitas pelayanan kesehatan. Selain itu, jenjang pendidikan keperawatan yang bervariasi -mulai dari Sekolah Perawat Kesehatan/Sekolah Menengah Kesehatan (SPK/SMK) setingkat SMU, diploma (DIII), sarjana (S1), magister (S2), dan doctoral (S3)- masih belum diimbangi dengan pengaturan yang jelas dan tegas mengenai kewenangan Perawat dari masing-masing lulusan jenjang pendidikan tersebut. Hal ini membuat kerancuan dalam mendefinisikan Perawat yang dapat dizjinkan untuk melakukan Pelayanan Keperawatan. Penjenjangan pendidikan tidak berpengaruh pada pembedaan pengakuan, kompetensi, dan kesejahteraan Perawat di tempat kerja dalam melakukan Pelayanan Keperawatan. Begitu pula dengan proses registrasi Keperawatan yang masih bersifat administratif, sehingga tidak dapat dijadikan lisensi dan tidak dapat berlaku secara internasional sebagai bentuk pengakuan terhadap kompetensi dasar Keperawatan. Pelimpahan wewenang dari profesi kesehatan lain juga berjalan tanpa aturan yang jelas dan akibatnya dapat merugikan Perawat maupun Klien. Hal ini dikarenakan tidak adanya standar operasional yang jelas untuk menjaga tugas pelimpahan wewenang dapat berjalan dengan aman berdasarkan kesepakatan antar profesi dan/atau pihak terkait. Untuk menjamin perlindungan terhadap masyarakat sebagai penerima Pelayanan Keperawatan dan untuk menjamin perlindungan terhadap Perawat itu sendiri sebagai pemberi pelayanan keperawatan, diperlukan pengaturan mengenai keperawatan secara komprehensif. Pengaturan tersebut berisi pembenahan internal terhadap pendidikan keperawatan, Pelayanan Keperawatan, Asuhan Keperawatan, dan Praktik Keperawatan. Di samping itu, juga dilakukan pembenahan eksternal yang mengacu pada tantangan untuk dapat memenuhi tuntutan akan adanya kompetensi, sertifikasi, registrasi, dan lisensi bagi Perawat. Pengaturan lainnya mencakup mengenai perubahan pola penyakit, peningkatan kesadaran masyarakat akan hak dan kewajiban, perubahan sistem pendidikan nasional, serta perubahan-perubahan pada supra sistem dan pranata lain yang terkait. Selain itu, untuk dapat menjembatani kepentingan kedua belah pihak dan untuk melakukan penilaian terhadap kemampuan obyektif seorang Perawat dalam memberikan Pelayanan Keperawatan kepada masyarakat yang bertanggung jawab, akuntabel, bermutu, dan aman sesuai dengan pendidikan, kompetensi, dan bidang keilmuan yang dimiliki, diperlukan 28

pengaturan yang tegas dan jelas mengenai kewenangan Organisasi Profesi serta pembentukan Konsil Keperawatan Indonesia. Organisasi Profesi merupakan wadah yang menghimpun Perawat secara nasional dan berbadan hukum dan turut berperan sebagai pengawal dan inisiator dalam pengembangan profesi keperawatan di Indonesia, baik dari aspek pendidikan, pelayanan, dan etika maupun kehidupan Organisasi Profesi. Di dalam Organisasi Profesi terdapat Kolegium Keperawatan, yang merupakan badan yang dibentuk oleh Organisasi Profesi untuk masingmasing cabang disiplin ilmu keperawatan yang bertugas mengampu cabang disiplin ilmu tersebut. Konsil Keperawatan Indonesia merupakan badan otonom, mandiri, dan non-struktural yang bersifat independen. yang akan menjalankan fungsi regulator, yang terkait dengan pengaturan, pengesahan, dan pengawasan Perawat dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan keperawatan. Dalam menjalankan fungsi pengaturan, penetapan, pengesahan, dan pengawasan Praktik Keperawatan dalam rangka meningkatkan mutu Pelayanan Keperawatan, Konsil Keperawatan Indonesia bertugas melakukan registrasi terhadap semua Perawat yang akan menjalankan Praktik Keperawatan. Konsil Keperawatan Indonesia berwenang: a. menyusun, menetapkan, dan mengesahkan peraturan Konsil Keperawatan Indonesia; b. mengesahkan standar pendidikan profesi keperawatan, standar kurikulum, dan standar kompetensi profesi yang ditetapkan oleh Kolegium Keperawatan; c. mengesahkan standar pendidikan vokasional keperawatan, standar kurikulum, dan standar kompetensi vokasional yang ditetapkan oleh Organisasi Profesi; d. mengesahkan mekanisme uji kompetensi yang ditetapkan oleh Kolegium Keperawatan; e. mengawasi penerapan bidang keilmuan keperawatan dan Pelayanan Keperawatan; f. menerbitkan STR bagi Perawat; g. memberikan STR sementara bagi Perawat asing; h. menyelidiki dan menangani masalah yang berkaitan dengan pelanggaran disiplin Perawat; dan i. menetapkan sanksi disiplin Dengan demikian agar dapat memberikan kepastian hukum, perlindungan hukum, dan untuk meningkatkan, mengarahkan, serta menata berbagai perangkat hukum yang mengatur penyelenggaraan Pelayanan Keperawatan dan Praktik Keperawatan yang bertanggung jawab, akuntabel, bermutu, dan aman sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Keperawatan. 29

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Huruf a Yang dimaksud dengan asas perikemanusiaan adalah keperawatan harus mencerminkan pelindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk tanpa membedakan suku, bangsa, agama, status sosial, dan ras. Huruf b Yang dimaksud dengan asas perlindungan dan keselamatan klien adalah keperawatan dilakukan dengan kehati-hatian sesuai dengan standar keperawatan, serta mampu meningkatkan derajat kesehatan dengan memperhatikan perlindungan dan keselamatan klien. Huruf c Yang dimaksud dengan asas etika adalah Perawat melakukan Asuhan Keperawatan berdasarkan etika profesi. Huruf d Yang dimaksud dengan asas manfaat adalah keperawatan harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Huruf e Yang dimaksud dengan asas keadilan adalah keperawatan harus mampu memberikan pelayanan yang merata, terjangkau, bermutu, dan tidak diskriminatif dalam pelayanan kesehatan. Huruf f Yang maksud dengan asas kesehatan dan keselamatan klien adalah Perawat dalam melakukan Asuhan Keperawatan harus mengutamakan kesehatan dan keselamatan Klien. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 30

Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan pihak lain meliputi perusahaan farmasi serta yayasan yang bergerak di bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial. Pasal 9 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Penapisan teknologi dimaksudkan dalam rangka perlindungan terhadap keamanan dan keselamatan Klien. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. 31

Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Ayat (1) Yang dimaksud dengan tempat lain meliputi rumah Klien, rumah jompo, panti asuhan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) 32

Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Ayat (1) Pihak terkait misalnya apoteker, ahli gizi, dan fisioterapis. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 33

Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas Pasal 44 Cukup jelas. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Cukup jelas. Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53 Cukup jelas. Pasal 54 Cukup jelas. Pasal 55 Cukup jelas. Pasal 56 Cukup jelas.

34

Pasal 57 Cukup jelas. Pasal 58 Cukup jelas. Pasal 59 Cukup jelas. Pasal 60 Cukup jelas. Pasal 61 Cukup jelas. Pasal 62 Cukup jelas. Pasal 63 Cukup jelas. Pasal 64 Cukup jelas. Pasal 65 Cukup jelas. Pasal 66 Cukup jelas. Pasal 67 Cukup jelas. Pasal 68 Cukup jelas. Pasal 69 Cukup jelas. Pasal 70 Cukup jelas. Pasal 71 Cukup jelas. Pasal 72 35

Cukup jelas. Pasal 73 Cukup jelas. Pasal 74 Cukup jelas. Pasal 75 Cukup jelas. Pasal 76 Cukup jelas. Pasal 77 Cukup jelas. Pasal 78 Cukup jelas. Pasal 79 Cukup jelas. Pasal 80 Cukup jelas. Pasal 81 Cukup jelas. Pasal 82 Cukup jelas. Pasal 83 Cukup jelas Pasal 84 Cukup jelas. Pasal 85 Cukup jelas. Pasal 86 Cukup jelas. Pasal 87 36

Cukup jelas. Pasal 88 Cukup jelas. Pasal 89 Cukup jelas Pasal 90 Cukup jelas. Pasal 91 Cukup jelas. Pasal 92 Cukup jelas. Pasal 93 Cukup jelas. Pasal 94 Cukup jelas. Pasal 95 Cukup jelas Pasal 96 Cukup jelas. Pasal 97 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR

37