Top Banner
18 KAMIS, 24 NOVEMBER 2016 JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA Terselenggara atas kerja sama Harian Republika dan Program Studi Ilmu Ekonomi Syariah, Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Tim Redaksi Iqtishodia: Dr Yusman Syaukat Dr M Firdaus Dr Dedi Budiman Hakim Dr Irfan Syauqi Beik Dr Iman Sugema Deni Lubis MAg Salahuddin El Ayyubi MA A dalah rahasia umum bahwa secara medis, tubuh yang sehat memiliki suhu pada kisaran 36-37 derajat celcius. Jika suhu tubuh melebihi kisaran tersebut, maka manusia akan mengalami situasi yang disebut dengan demam. Semua pakar kesehatan sepakat dengan hal tersebut. Namun di suatu negeri antah berantah, ter- jadilah keanehan. Seluruh penduduk di negeri tersebut suhu tubuhnya tiba-tiba naik ke kisaran 38 derajat celcius secara bersamaan. Para dokter di negeri tersebut berupaya memberikan perto- longan dan pengobatan agar suhu tubuh mereka bisa kembali ke kisaran 36-37 derajat. Namun upaya tersebut tidak berhasil. Setelah berupaya sekian lama, tanda-tanda suhu tubuh tersebut akan turun semakin tidak terlihat. Akhirnya karena frustasi, para dokter dan pakar kesehatan di negeri tersebut sepakat bahwa kondisi normal dan sehat yang baru adalah 38 derajat celcius. Mereka mengatakan inilah the new normal era, yaitu era dimana orang disebut sehat ketika suhunya 38 derajat. Terjadilah perubahan definisi suhu tubuh sehat dan normal. Akhirnya mereka hidup dengan kondisi seperti itu. Tentu saja risiko kematian yang dihadapi menjadi semakin besar. Nah, analogi tersebut mirip dengan apa yang terjadi hari ini pada kondisi perekonomian global. Pasca krisis 2008 belum ada tanda-tanda resesi global ini akan berakhir. Yang ada justru prediksi perekonomian di 2017 masih belum menun- jukkan titik terang. Sejumlah lembaga mem- prediksikan bahwa pertumbuhan di 2017 masih sangat lemah. Bank Dunia memperkirakan bahwa pertum- buhan ekonomi dunia tahun depan masih berada di bawah 3 persen. IMF pun memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi global tahun depan ada di angka 3,4 persen. Khusus kawasan Eropa, IMF memprediksikan bahwa pertum- buhan ekonomi mereka turun dari 1,6 persen tahun ini menjadi 1,4 persen di 2017. Selain itu, sejumlah negara pun mengalami tekanan yang luar biasa terhadap perekonomian domestik. Kondisi industri properti di Tiongkok, dimana banyak bermunculan kota-kota hantu akibat ketidakmampuan masyarakat untuk membeli harga properti yang melangit, berpoten- si melemahkan ekonomi mereka. Adapun Indonesia, termasuk masih memiliki pertum- buhan ekonomi yang lebih baik dibandingkan dengan negara lain, yaitu diproyeksikan tumbuh 5,2 persen tahun 2017. Namun masalah-masalah domestik seperti kemiskinan dan kesenjangan pendapatan, masih menjadi masalah terbesar yang dihadapi bangsa ini. Situasi perekonomian dunia yang semakin tidak menentu, membuat sejumlah kalangan kemudian mempopulerkan suatu istilah baru, yaitu the New normal economy. Bahwa ke depan, siklus krisis yang semakin cepat ini menjadi sesuatu yang “biasa” dihadapi. Inilah kondisi “normal” yang baru, dimana ketidakpastian ekonomi dan ancaman krisis berkepanjangan menjadi suatu pemandangan yang lumrah dan kita dipaksa hidup di bawah kondisi tersebut. Tentu sebagai orang beriman, kita harus melihat fenomena ini bukan sekedar fenomena ketidakpastian ekonomi biasa. Namun lebih dari itu, ini adalah akibat dari berbagai pelanggaran terhadap larangan Allah SWT yang tertuang dalam ayat-ayat-Nya. Ketika Allah melarang riba, justru kita mempraktikkan ekonomi ribawi. Ketika Islam melarang maysir (spekulasi exces- sive), justru sistim keuangan kita memfasilitasi aktivitas investasi keuangan berbau maysir. Padahal, ancaman Allah terhadap pelaku dosa riba tidak main-main, yaitu sama dengan meng- ajak berperang Allah dan Rasul-Nya (QS 2 : 278- 279). Karena itu, dalam menyikapi kondisi tersebut, kacamata iman harus kita gunakan. Terlalu banyak penistaan yang kita lakukan terhadap ayat-ayat Alquran di bidang ekonomi. Begitu masuk ranah ekonomi, seolah perintah Allah dianggap angin lalu. Padahal masalah ekonomi ini termasuk yang akan kita pertanggung- jawabkan di yaumil akhir kelak. Untuk itu, ada 3 hal yang harus kita lakukan. Pertama, pada tataran individu, hendaknya komitmen untuk berekonomi syariah terus menerus kita tumbuhkan. Komitmen untuk mencari rezeki yang bebas riba, gharar dan maysir harus terus menerus diperkuat. Kalau ini dilakukan secara masif, maka akan menjadi kekuatan sosial yang luar biasa. Ekonomi syariah akan bangkit. Kedua, pada tataran kelembagaan, hendaknya peningkatan kualitas lembaga- lembaga ekonomi dan keuangan syariah harus terus ditingkatkan. Kemampuan lembaga- lembaga tersebut dalam memfasilitasi pemenuhan kebutuhan masyarakat, harus dit- ingkatkan. Ketiga, pada tataran negara, upaya melahirkan beragam regulasi yang mendukung pengembangan ekonomi syariah, harus terus dilakukan tanpa henti. Keberadaan KNKS (Komite Nasional Keuangan Syariah), yang diharapkan mulai beroperasi di 2017, mudah- mudahan bisa menjadi salah satu jalan pen- guatan sistim ekonomi dan keuangan syariah di negeri kita. Terakhir, ada baiknya kita merenungkan hadits berikut ini. Rasulullah SAW bersabda: Tidak ada seorang pun yang banyak melakukan praktek riba kecuali akhir dari urusannya adalah hartanya menjadi sedikit [HR. Ibnu Majah]. Harta menjadi lebih sedikit akibat krisis berkepanjang- an dan tiada henti. Wallaahu a’lam. Dr Irfan Syauqi Beik Kepala Pusat Studi Bisnis dan Ekonomi Syariah (CIBEST) IPB The New Normal Era dan Ekonomi Syariah TSAQOFI D ilihat dari kontribusinya terhadap pendapatan nasional serta kemam- puannya yang besar se- bagai penyerap tenaga kerja, usaha mikro me- miliki peran yang penting bagi perekono- mian Indonesia. Pada masing-masing tahun 2012 dan 2013, banyaknya unit usaha mikro mencapai 98.79 persen dari total 56,5 juta pelaku usaha di Indonesia (Kemenkop 2015). Dari aspek unit usaha, usaha mikro meningkat sebanyak 1,3 juta unit (2.39 persen) dan mampu menam- bah penyerapan tenaga kerja sebanyak 4,77 juta orang dari tahun 2012 hingga 2013. Pada tahun 2013, usaha mikro menyumbang 30.25 persen terhadap PDB, yakni sebesar Rp 807.80 triliun meskipun masih relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan kontribusi usaha besar. Hal ini menunjukkan pentingnya mengembangkan sektor usaha mikro karena kontribusinya yang besar sebagai penggerak perekonomian nasional. Potensi dan kontribusi tersebut be- lum ternyata terlepas dari berbagai ken- dala internal dan eksternal, salah satunya adalah keterbatasan akses sumber-sum- ber permodalan. Sifat unbankable pada usaha mikro ini menjadi peluang bagi lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) untuk membantu masalah permodalan usaha mikro. Dalam perkembangannya, LKMS menawarkan 2 model pembia- yaan: berkelompok dan individu. Penelitian ini ingin menganalisis pengaruh group lending model (GLM) terhadap kinerja usaha mikro dengan sampel penelitian nasabah-nasabah GLM dibandingkan dengan nasabah-nasabah individual lending model (ILM). Selain itu, penelitian ini mencoba untuk mengi- dentifikasi faktor-faktor yang signifikan memengaruhi kinerja usaha mikro. Metode penelitian Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel nasabah-nasabah GLM di Koperasi Baytul Ikhtiar dan sam- pel nasabah-nasabah ILM di KBMT Khai- ru Ummah di wilayah Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga April 2016. Penelitian ini dilakukan dengan metode survey melalui wawancara dengan kuesioner kepada usaha mikro dalam proses peng- umpulan datanya. Jumlah responden da- lam penelitian ini adalah 30 orang yang terdiri dari 15 nasabah GLM dan 15 nasa- bah ILM sebagai responden kontrol. Metode yang digunakan untuk analisis data adalah metode regresi berganda dengan ordinary least square (OLS) dan uji t data saling bebas. Hasil dan pembahasan Hasil olah data dengan regresi ber- ganda menunjukkan bahwa variabel dummy pembiayaan berkelompok (dum- my GLM) berpengaruh secara positif ter- hadap omzet usaha dan keuntungan usaha responden. Koefisien variabel dummy pembiayaan berkelompok pada model persamaan omzet usaha adalah 0.4780, artinya selisih perolehan omzet usaha antara responden GLM dengan responden ILM adalah 0.4780 persen, ceteris paribus. Pada model persamaan keuntungan usaha, koefisien variabel dummy pembiayaan berkelompok ada- lah 0.6208, artinya selisih perolehan keuntungan usaha antara responden GLM dengan responden ILM adalah 0.6208 persen, ceteris paribus. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembiayaan GLM dapat membantu responden atau nasabah pem- biayaan memperoleh omzet dan keuntun- gan usaha yang lebih tinggi. Hasil uji t data saling bebas menunjukkan bahwa rata-rata omzet usaha responden antara yang GLM dengan ILM berbeda secara signifikan. Variabel omzet menunjukkan bahwa omzet usaha per tahun responden GLM lebih besar dibandingkan dengan perolehan omzet usaha per tahun respon- den ILM. Hasil yang sama juga ditun- jukkan pada variabel keuntungan usaha per tahun dimana responden GLM lebih besar dari responden ILM. Model pembiayaan berkelompok ter- susun dari beberapa indikator dan kom- ponen sehingga model tersebut dapat berjalan dan dikatakan sebagai model pembiayaan berkelompok. Nasabah- nasabah yang tergabung ke dalam skema ini dikelompokkan ke dalam suatu grup yang berisikan maksimal 20 orang. Jum- lah anggota per kelompok tersebut bu- kanlah jumlah baku yang harus diterap- kan melainkan disesuaikan dengan kebi- jakan dan kebutuhan LKMS masing- masing yang menerapkan model ini. Pengelompokan dilakukan oleh Koperasi BAIK atas dasar beberapa kriteria, antara lain kemauan dan kesanggupan para ang- gota untuk mengikuti sistem yang telah diadakan, termasuk kesediaan untuk melaksanakan tanggung renteng dengan prinsip saling menanggung dan mem- bantu sesama anggota dalam majelis (kelompok) jika terjadi kesulitan dalam pengembalian pembiayaan. Sistem tanggung renteng yang dijalan- kan oleh setiap majelis yang tergabung ke dalam Koperasi BAIK akan memotivasi para anggota untuk disiplin dalam pem- bayaran agar tidak menimbulkan kredit macet yang tentunya akan berdampak kepada anggota-anggota lain dalam maje- lisnya. Selain itu, hal ini juga akan memo- tivasi nasabah pembiayaan untuk meman- faatkan dana pembiayaannya dengan baik dan optimal untuk meningkatkan kinerja usahanya. Hal ini didukung dengan kon- disi di lapangan yang telah didapatkan melalui proses wawancara dengan respon- den GLM yang menyatakan bahwa pem- biayaan produktif yang diperoleh sebagian besar dialokasikan untuk menambah modal usaha dan membeli aset usahanya. Kontrol sosial dalam kelompok pem- biayaan pun tidak hanya terkait dengan kedisiplinan kehadiran dan pengem- balian, tetapi juga pelaksanaan akad- akad pembiayaan. Koperasi BAIK mela- kukan pembiayaan melalui 4 macam akad, yaitu qardh, hiwalah, ijarah, dan murabahah. Anggota-anggota kelompok memiliki peran penting dalam proses pengajuan, pencairan, dan pengembalian pembiayaan salah satu anggotanya. Setiap proses tersebut diperlukan kesak- sian dan persetujuan dari anggota-ang- gota kelompoknya karena yang bertang- gung jawab atas pemanfaatan dan pe- ngembalian pembiayaan tidak hanya na- sabah atau anggota yang bersangkutan, tetapi juga anggota-anggota dalam 1 ke- lompok. Hal ini penting untuk dibangun dan dikembangkan internal kelompok sebagai wujud kepedulian dan tanggung jawab antaranggota dalam menjalankan amanat sebagai anggota koperasi. Dalam Quran Surat Al Maidah ayat 2, Allah SWT telah memerintahkan orang- orang beriman untuk saling tolong- menolong dalam mengerjakan kebajikan dan melarang kegiatan saling tolong- menolong dalam hal berbuat keburukan. Penerapan model pembiayaan berkelom- pok ini memiliki tujuan yang baik untuk banyak pihak, baik bagi lembaga yang bersangkutan, bagi nasabah secara indi- vidu, dan bagi kelompok. Kegiatan ber- kelompok yang dilakukan oleh nasabah- nasabah secara rutin akan mewadahi ke- giatan silaturahim dan saling peduli antar- nasabah pembiayaan dalam 1 kelompok. Kinerja usaha mikro juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya. Omzet usaha secara positif dipengaruhi oleh lama usaha dan tenaga kerja, sedangkan secara negatif dipengaruhi oleh jumlah tang- gungan keluarga.Keuntungan usaha se- cara positif dipengaruhi oleh tenaga kerja dan secara negatif dipengaruhi oleh jumlah tanggungan keluarga. Modal awal usaha dan pembiayaan yang diper- oleh responden tidak signifikan meme- ngaruhi omzet dan keuntungan usaha. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat kecenderungan pemanfaatan modal yang tidak optimal terhadap usahanya. Wallaahu a’lam. Kartika Andiani Alumnus S1 Ekonomi Syariah FEM IPB Ranti Wiliasih Dosen Prodi Ekonomi Syariah FEM IPB Pengaruh Group dan Individual Lending Model Terhadap Usaha Mikro RESPONDEN N RATA-RATA PER TAHUN OMZET (RP) KEUNTUNGAN (RP) TINGKAT KEUNTUNGAN (PERSEN) GLM 15 157 433 333 42 633 333 31.387 ILM 15 79 800 000 21 000 000 30.082 Selisih 77 633 333 21 633 333 1.305 Prob 0.062* 0.037** 0.818 Sumber: Data primer (diolah) KETERANGAN: *) signifikan pada taraf nyata 10 persen. **) signifikan pada taraf nyata 5 persen Tabel 1. Rata-rata perbedaan omzet, keuntungan, dan tingkat keuntungan usaha mikro GLM dan ILM TAHTA AIDILLA/REPUBLIKA
2

Dr M Firdaus Dr Dedi Budiman Hakim Dr Irfan Syauqi Beik Dr ... · Allah SWT telah memerintahkan orang-orang beriman untuk saling to long- menolong dalam mengerjakan ke ba jikan dan

Mar 06, 2019

Download

Documents

dinhcong
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Dr M Firdaus Dr Dedi Budiman Hakim Dr Irfan Syauqi Beik Dr ... · Allah SWT telah memerintahkan orang-orang beriman untuk saling to long- menolong dalam mengerjakan ke ba jikan dan

18 KAMIS, 24 NOVEMBER 2016JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA

Terselenggara atas kerjasama Harian Republika dan Program Studi Ilmu EkonomiSyariah, Departemen IlmuEkonomi, Fakultas Ekonomidan Manajemen IPB

Tim Redaksi Iqtishodia:Dr Yusman SyaukatDr M FirdausDr Dedi Budiman HakimDr Irfan Syauqi BeikDr Iman SugemaDeni Lubis MAgSalahuddin El Ayyubi MA

Adalah rahasia umum bahwa secaramedis, tubuh yang sehat memilikisuhu pada kisaran 36-37 derajatcelcius. Jika suhu tubuh melebihikisaran tersebut, maka manusia akan

mengalami situasi yang disebut dengan demam.Semua pakar kesehatan sepakat dengan haltersebut.

Namun di suatu negeri antah berantah, ter-jadilah keanehan. Seluruh penduduk di negeritersebut suhu tubuhnya tiba-tiba naik ke kisaran38 derajat celcius secara bersamaan. Para dokterdi negeri tersebut berupaya memberikan perto-longan dan pengobatan agar suhu tubuh merekabisa kembali ke kisaran 36-37 derajat. Namunupaya tersebut tidak berhasil.

Setelah berupaya sekian lama, tanda-tandasuhu tubuh tersebut akan turun semakin tidakterlihat. Akhirnya karena frustasi, para dokterdan pakar kesehatan di negeri tersebut sepakatbahwa kondisi normal dan sehat yang baruadalah 38 derajat celcius. Mereka mengatakaninilah the new normal era, yaitu era dimana orangdisebut sehat ketika suhunya 38 derajat.Terjadilah perubahan definisi suhu tubuh sehatdan normal. Akhirnya mereka hidup dengankondisi seperti itu. Tentu saja risiko kematianyang dihadapi menjadi semakin besar.

Nah, analogi tersebut mirip dengan apa yangterjadi hari ini pada kondisi perekonomian global.Pasca krisis 2008 belum ada tanda-tanda resesiglobal ini akan berakhir. Yang ada justru prediksiperekonomian di 2017 masih belum menun-jukkan titik terang. Sejumlah lembaga mem-prediksikan bahwa pertumbuhan di 2017 masihsangat lemah.

Bank Dunia memperkirakan bahwa pertum-buhan ekonomi dunia tahun depan masih beradadi bawah 3 persen. IMF pun memproyeksikanbahwa pertumbuhan ekonomi global tahun

depan ada di angka 3,4 persen. Khusus kawasanEropa, IMF memprediksikan bahwa pertum-buhan ekonomi mereka turun dari 1,6 persentahun ini menjadi 1,4 persen di 2017.

Selain itu, sejumlah negara pun mengalamitekanan yang luar biasa terhadap perekonomiandomestik. Kondisi industri properti di Tiongkok,dimana banyak bermunculan kota-kota hantuakibat ketidakmampuan masyarakat untukmembeli harga properti yang melangit, berpoten-si melemahkan ekonomi mereka. AdapunIndonesia, termasuk masih memiliki pertum-buhan ekonomi yang lebih baik dibandingkandengan negara lain, yaitu diproyeksikan tumbuh5,2 persen tahun 2017. Namun masalah-masalahdomestik seperti kemiskinan dan kesenjanganpendapatan, masih menjadi masalah terbesaryang dihadapi bangsa ini.

Situasi perekonomian dunia yang semakintidak menentu, membuat sejumlah kalangankemudian mempopulerkan suatu istilah baru,yaitu the New normal economy. Bahwa ke depan,siklus krisis yang semakin cepat ini menjadisesuatu yang “biasa” dihadapi. Inilah kondisi“normal” yang baru, dimana ketidakpastianekonomi dan ancaman krisis berkepanjanganmenjadi suatu pemandangan yang lumrah dankita dipaksa hidup di bawah kondisi tersebut.

Tentu sebagai orang beriman, kita harusmelihat fenomena ini bukan sekedar fenomenaketidakpastian ekonomi biasa. Namun lebih dariitu, ini adalah akibat dari berbagai pelanggaranterhadap larangan Allah SWT yang tertuangdalam ayat-ayat-Nya. Ketika Allah melarang riba,justru kita mempraktikkan ekonomi ribawi.Ketika Islam melarang maysir (spekulasi exces-sive), justru sistim keuangan kita memfasilitasiaktivitas investasi keuangan berbau maysir.Padahal, ancaman Allah terhadap pelaku dosariba tidak main-main, yaitu sama dengan meng -

ajak berperang Allah dan Rasul-Nya (QS 2 : 278-279).

Karena itu, dalam menyikapi kondisi tersebut,kacamata iman harus kita gunakan. Terlalubanyak penistaan yang kita lakukan terhadapayat-ayat Alquran di bidang ekonomi. Begitumasuk ranah ekonomi, seolah perintah Allahdianggap angin lalu. Padahal masalah ekonomiini termasuk yang akan kita pertanggung-jawabkan di yaumil akhir kelak.

Untuk itu, ada 3 hal yang harus kita lakukan.Pertama, pada tataran individu, hendaknyakomitmen untuk berekonomi syariah terusmenerus kita tumbuhkan. Komitmen untukmencari rezeki yang bebas riba, gharar danmaysir harus terus menerus diperkuat. Kalau inidilakukan secara masif, maka akan menjadikekuatan sosial yang luar biasa. Ekonomi syariahakan bangkit. Kedua, pada tataran kelembagaan,hendaknya peningkatan kualitas lembaga-lembaga ekonomi dan keuangan syariah harusterus ditingkatkan. Kemampuan lembaga-lembaga tersebut dalam memfasilitasipemenuhan kebutuhan masyarakat, harus dit-ingkatkan. Ketiga, pada tataran negara, upayamelahirkan beragam regulasi yang mendukungpengembangan ekonomi syariah, harus terusdilakukan tanpa henti. Keberadaan KNKS(Komite Nasional Keuangan Syariah), yangdiharapkan mulai beroperasi di 2017, mudah-mudahan bisa menjadi salah satu jalan pen-guatan sistim ekonomi dan keuangan syariah dinegeri kita.

Terakhir, ada baiknya kita merenungkanhadits berikut ini. Rasulullah SAW bersabda:Tidak ada seorang pun yang banyak melakukanpraktek riba kecuali akhir dari urusannya adalahhartanya menjadi sedikit [HR. Ibnu Majah]. Hartamenjadi lebih sedikit akibat krisis berkepanjang -an dan tiada henti. Wallaahu a’lam. ■

Dr Irfan Syauqi BeikKepala Pusat Studi Bisnis

dan Ekonomi Syariah(CIBEST) IPB

The NewNormal Eradan EkonomiSyariah

TSAQOFI

Dilihat dari kontribusinyaterhadap pendapatannasional serta kemam-puannya yang besar se -bagai penyerap tenagakerja, usaha mikro me -

miliki peran yang penting bagi perekono-mian Indonesia. Pada masing-masingtahun 2012 dan 2013, banyaknya unitusaha mikro mencapai 98.79 persen daritotal 56,5 juta pelaku usaha di Indonesia(Kemenkop 2015). Dari aspek unit usaha,usaha mikro meningkat sebanyak 1,3 jutaunit (2.39 persen) dan mampu menam-bah penyerapan tenaga kerja sebanyak4,77 juta orang dari tahun 2012 hingga2013. Pada tahun 2013, usaha mikromenyumbang 30.25 persen terhadapPDB, yakni sebesar Rp 807.80 triliunmeskipun masih relatif lebih rendah jikadibandingkan dengan kontribusi usahabesar. Hal ini menunjukkan pentingnyamengembangkan sektor usaha mikrokarena kontribusinya yang besar sebagaipenggerak perekonomian nasional.

Potensi dan kontribusi tersebut be -lum ternyata terlepas dari berbagai ken -dala internal dan eksternal, salah satunyaadalah keterbatasan akses sumber-sum -ber permodalan. Sifat unbankable padausaha mikro ini menjadi peluang bagilembaga keuangan mikro syariah (LKMS)

untuk membantu masalah permodalanusaha mikro. Dalam perkembangannya,LKMS menawarkan 2 model pembia -yaan: berkelompok dan individu.

Penelitian ini ingin menganalisispenga ruh group lending model (GLM)terhadap kinerja usaha mikro dengansampel penelitian nasabah-nasabah GLMdibandingkan dengan nasabah-nasabahindividual lending model (ILM). Selainitu, penelitian ini mencoba untuk mengi-dentifikasi faktor-faktor yang signifikanmemengaruhi kinerja usaha mikro.

Metode penelitianPenelitian ini dilakukan dengan

meng ambil sampel nasabah-nasabahGLM di Koperasi Baytul Ikhtiar dan sam -p el nasabah-nasabah ILM di KBMT Khai -ru Ummah di wilayah Kabupaten Bogor.Penelitian ini dilaksanakan pada bulanFebruari hingga April 2016. Penelitianini dilakukan dengan metode surveymelalui wawancara dengan kuesionerkepada usaha mikro dalam proses peng -umpulan datanya. Jumlah responden da -lam penelitian ini adalah 30 orang yangterdiri dari 15 nasabah GLM dan 15 nasa -bah ILM sebagai responden kontrol.Metode yang digunakan untuk analisisdata adalah metode regresi bergandadengan ordinary least square (OLS) dan

uji t data saling bebas.

Hasil dan pembahasanHasil olah data dengan regresi ber -

ganda menunjukkan bahwa variabeldum my pembiayaan berkelompok (dum -my GLM) berpengaruh secara positif ter-hadap omzet usaha dan keuntunganusaha responden. Koefisien variabeldummy pembiayaan berkelompok padamodel persamaan omzet usaha adalah0.4780, artinya selisih perolehan omzetusaha antara responden GLM denganresponden ILM adalah 0.4780 persen,ceteris paribus. Pada model persamaankeuntungan usaha, koefisien variabeldummy pembiayaan berkelompok ada -lah 0.6208, artinya selisih perolehankeuntungan usaha antara respondenGLM dengan responden ILM adalah0.6208 persen, ceteris paribus.

Dari hasil tersebut dapat disimpulkanbahwa model pembiayaan GLM dapatmembantu responden atau nasabah pem-biayaan memperoleh omzet dan keuntun-gan usaha yang lebih tinggi. Hasil uji tdata saling bebas menunjukkan bahwarata-rata omzet usaha responden antarayang GLM dengan ILM berbeda secarasignifikan. Variabel omzet menunjukkanbahwa omzet usaha per tahun respondenGLM lebih besar dibanding kan dengan

perolehan omzet usaha per tahun respon-den ILM. Hasil yang sama juga ditun-jukkan pada variabel ke untung an usahaper tahun dimana responden GLM lebihbesar dari responden ILM.

Model pembiayaan berkelompok ter-susun dari beberapa indikator dan kom-ponen sehingga model tersebut dapatberjalan dan dikatakan sebagai modelpembiayaan berkelompok. Nasabah-nasabah yang tergabung ke dalam skemaini dikelompokkan ke dalam suatu grupyang berisikan maksimal 20 orang. Jum -lah anggota per kelompok tersebut bu -kanlah jumlah baku yang harus diterap-kan melainkan disesuaikan dengan kebi-jakan dan kebutuhan LKMS masing-masing yang menerapkan model ini.Pengelompokan dilakukan oleh KoperasiBAIK atas dasar beberapa kriteria, antaralain kemauan dan kesanggupan para ang -gota untuk mengikuti sistem yang telahdiadakan, termasuk kesediaan untukmelaksanakan tanggung renteng denganprinsip saling menanggung dan mem-bantu sesama anggota dalam maje lis(kelompok) jika terjadi kesulitan dalampengembalian pembiayaan.

Sistem tanggung renteng yang dija lan -kan oleh setiap majelis yang tergabung kedalam Koperasi BAIK akan memotivasipara anggota untuk disiplin dalam pem-bayaran agar tidak menimbulkan kreditmacet yang tentunya akan berdam pakkepada anggota-anggota lain dalam maje -lis nya. Selain itu, hal ini juga akan memo -tivasi nasabah pembiayaan untuk meman-faatkan dana pembiayaannya dengan baikdan optimal untuk mening kat kan kinerjausahanya. Hal ini didu kung dengan kon -disi di lapangan yang telah didapatkanmelalui proses wawancara dengan respon-den GLM yang me nya takan bahwa pem-biayaan produktif yang diperoleh sebagianbesar di alokasi kan untuk menambahmodal usaha dan membeli aset usahanya.

Kontrol sosial dalam kelompok pem-biayaan pun tidak hanya terkait dengankedisiplinan kehadiran dan pengem-balian, tetapi juga pelaksanaan akad-akad pembiayaan. Koperasi BAIK mela -ku kan pembiayaan melalui 4 macamakad, yaitu qardh, hiwalah, ijarah, danmu rabahah. Anggota-anggota kelompokmemiliki peran penting dalam prosespengajuan, pencairan, dan pengembalianpembiayaan salah satu anggotanya.Setiap proses tersebut diperlukan kesak-sian dan persetujuan dari anggota-ang -gota kelompoknya karena yang bertang-gung jawab atas pemanfaatan dan pe -ngem balian pembiayaan tidak hanya na -sabah atau anggota yang bersangkutan,tetapi juga anggota-anggota dalam 1 ke -lompok. Hal ini penting untuk dibangundan dikembangkan internal kelompoksebagai wujud kepedulian dan tanggungjawab antaranggota dalam menjalankanamanat sebagai anggota koperasi.

Dalam Quran Surat Al Maidah ayat 2,Allah SWT telah memerintahkan orang-orang beriman untuk saling to long-menolong dalam mengerjakan ke ba jikandan melarang kegiatan saling to long-menolong dalam hal berbuat keburukan.Penerapan model pembiayaan ber kelom -pok ini memiliki tujuan yang baik untukbanyak pihak, baik bagi lem baga yangbersangkutan, bagi nasabah secara indi-vidu, dan bagi kelompok. Ke giatan ber -kelompok yang dilaku kan oleh nasabah-nasabah secara rutin akan mewadahi ke -giatan silaturahim dan saling peduli antar-nasabah pembiayaan dalam 1 kelompok.

Kinerja usaha mikro juga dipengaruhioleh faktor-faktor lainnya. Omzet usahasecara positif dipengaruhi oleh lamausaha dan tenaga kerja, sedangkan secaranegatif dipengaruhi oleh jumlah tang-gungan keluarga.Keuntungan usaha se -cara positif dipengaruhi oleh tenaga kerjadan secara negatif dipengaruhi olehjumlah tanggungan keluarga. Modalawal usaha dan pembiayaan yang diper-oleh responden tidak signifikan meme -nga ruhi omzet dan keuntungan usaha.Hal ini mengindikasikan bahwa terdapatkecenderungan pemanfaatan modal yangti dak optimal terhadap usahanya.

Wallaahu a’lam. ■

Kartika Andiani Alumnus S1 Ekonomi

Syariah FEM IPB

Ranti WiliasihDosen Prodi Ekonomi

Syariah FEM IPB

Pengaruh Group danIndividual Lending ModelTerhadap Usaha Mikro

RESPONDEN N RATA-RATA PER TAHUN

OMZET (RP) KEUNTUNGAN (RP) TINGKAT KEUNTUNGAN (PERSEN)

GLM 15 157 433 333 42 633 333 31.387ILM 15 79 800 000 21 000 000 30.082Selisih 77 633 333 21 633 333 1.305Prob 0.062* 0.037** 0.818

Sumber: Data primer (diolah) KETERANGAN: *) signifikan pada taraf nyata 10 persen. **) signifikan pada taraf nyata 5 persen

Tabel 1. Rata-rata perbedaan omzet, keuntungan, dan tingkat keuntungan usaha mikro GLM dan ILM

TAHTA AIDILLA/REPUBLIKA

Page 2: Dr M Firdaus Dr Dedi Budiman Hakim Dr Irfan Syauqi Beik Dr ... · Allah SWT telah memerintahkan orang-orang beriman untuk saling to long- menolong dalam mengerjakan ke ba jikan dan

ASEAN Economic Com -mu nity (AEC) atau lebihdikenal sebagai Masya -rakat Ekonomi ASEAN(MEA) merupakan tindaklanjut dari ASEAN Com -

mu nity, dimana ASEAN Community inimerupakan suatu bentuk kerjasamadalam seluruh bidang mulai dari politik,ekonomi, budaya, sosial dan hukum.Dalam MEA, negara-negara di Asia Teng -gara telah sepakat untuk bekerja samadalam bidang ekonomi untuk memun -culkan efisiensi ekonomi di wilayah re -gional sehingga akan dapat mendorongne gara-negara tersebut untuk lebih ter-libat dalam kegiatan ekonomi dunia de -ngan kemampuan daya saing yang lebihbaik.

Dalam MEA, terdapat empat tujuanpokok dari program kerja sama ini, yaitu: (i) pasar tunggal dan kesatuan basis pro-duksi; (ii) Kawasan ekonomi yang ber -daya saing; (iii) Pertumbuhan ekonomiyang merata dan (iv) meningkatkankemampuan untuk berintegrasi denganper ekonomian global. Dari keempat tu -juan tersebut di atas hingga saat iniASEAN masih lebih berfokus terhadaptujuan pertama yaitu untuk membentukpasar tunggal dan pembentukan basisproduksi yang lebih efisien.

Melalui pembentukan pasar tunggal,akan terjadi perdagangan yang bebas an -tara negara – negara ASEAN, baik dalambentuk barang ataupun jasa. Ini akan me -ningkatkan laju ekspor impor di kawasanini. Selanjutnya, pembentukan basis pro-duksi yang lebih efisien membutuhkanpergerakan mobilitas dari sumber dayaproduksi yang lebih bebas, sehingga akanterjadi pergerakan keluar masuknyafaktor produksi berupa modal dan tenagakerja secara lebih bebas.

Melalui MEA diharapkan laju per-tumbuhan ekonomi dan laju investasibaik modal dari dalam negeri maupundari luar negeri akan semakin meningkat,sehingga akan membuka lapangan peker-jaan lebih luas yang pada akhirnya akanmendorong peningkatan pendapatannasional. Selain itu terbukanya lapangankerja di luar negeri yang lebih mudahdiakses juga akan mendorong tenagakerja kerja Indonesia yang terus mening -kat ini untuk dapat mendapatkan peker-jaan lebih mudah di kawasan ASEAN.Namun demikian, bebasnya pasar tenagakerja di ASEAN akan meningkatkan pulatingkat persaingan dari setiap angkatankerja di setiap negara.

Yang harus diperhatikan adalahkuali tas SDM dimana Indonesia memilikite naga kerja yang sebagian besar memi-liki tingkat pendidikan yang rendah.Sekitar separuh dari tenaga kerja Indo -nesia hanya memiliki pendidikan SMAke bawah. Hal ini akan lebih mele mah -kan Indonesia dalam melakukan per-saingan dengan negara seperti Singa pura,Malaysia dan Thailand.

Ketidakmampuan bersaing hanyaakan menaikkan jumlah pengangguran,yang sangat rentan terhadap peningkatankemiskinan. Untuk itu dilakukan penelit-ian yang akan melihat bagaimana pen-garuh dari perdagangan bebas, arusmodal dan arus tenaga kerja terhadaptingkat pengangguran dan kemiskinandi Indonesia.

PembahasanHasil penelitian menunjukkan bahwa

ekspor dapat mempengaruhi kemiskinansecara signifikan namun tidak berpenga -ruh pada pengangguran. Hal ini me nun -jukan bahwa kinerja ekspor kita belummampu menyerap tenaga kerja signifi -kan. Akan tetapi, dengan adanya kenaik -an pendapatan maka angka kemiskinantetap dapat diturunkan.

Berbeda halnya dengan impor,dimana impor justru berpengaruh secarasignifikan baik terhadap kemiskinan danpengangguran. Hal ini menjadi unik ka -rena sebagian besar impor Indonesiaadalah impor barang konsumsi. Namunter nyata penyerapan tenaga kerja dalambi dang pemasaran dan penjualan padabarang impor ini sudah cukup berpenga -ruh secara signifikan terhadap ke naikanpendapatan sehingga menurunkan ke -miskinan.

Selanjutnya, invesatasi asing inihanya berpengaruh signifikan terhadapkemiskinan namun tidak berpengarusiknfikan terhadap pengangguran.Bahkan pengaruh signifikan yang terjaditerhadap kemiskinan juga merupakanpengaruh yang sangat kecil.

Hasil studi juga menunjukkan bahwamasuknya tenaga kerja asing ke Indone -

sia berdampak buruk terhadap tingkatpengangguran. Meski demikian, tenagakerja asing cenderung untuk dapat be -kerja dengan lebih efektif dan efisien.

Begitu pula dengan pengaruh tenagakerja Indonesia yang berada di luar ne -geri terhadap pengangguran ternyata ti -dak berpengaruh secara signifikan na -mun berpengaruh signifikan terhadapkemiskinan.

Dengan melihat dua kasus di atasyaitu pengaruh tenaga kerja asing dantenaga kerja Indonesia di luar negerimenunjukan bahwa kinerja masyarakatIndonesia masih perlu untuk diting -katkan. Perlu ditanamkan etos kerja yanglebih baik untuk mendorong semangatbekrja bagi para tenaga kerja ini. Selan -jut nya, ada masalah serius yang perlu di -pecahkan mengenai kinerja tenaga kerja

Indonesia, yaitu bagaimana meningkat -kan kualitas kinerja ini agar memilikidaya saing, sehingga tenaga kerja Indone -sia dapat bekerja lebih efektif dan efisien.

Selanjutnya pada sektor investasiasing, pemerintah juga perlu untuk meng -arahkan investasi asing ini ketempat yangakan menyerap lebih banyak tenaga kerja,sehingga dampak yang diperoleh baik darikenaikan pendapatan maupun penyerapantenaga kerja menjadi lebih luas.

Dalam bidang ekspor dan impor darikesimpulan di atas maka dapat terlihatbahwa sektor-sektor yang berkaitandengan ekspor masih kurang berkem-bang. Untuk itu, pemerintah perlu men-dorong usaha-usaha yang berorientasiekspor dengan lebih baik lagi, sehinggaekspor ini dapat menyerap lebih banyaktanaga kerja. Wallaahu a’lam. ■

Lembaga Keuangan Mikro (LKM)didirikan untuk memberikanjasa pengembangan usaha danpemberdayaan masyarakat,

baik melalui pinjaman atau pembiayaandalam skala mikro kepada anggotamasyarakat, pengelolaan simpanan,maupun pemberian jasa konsultasipengembangan usaha yang tidak se -mata-mata mencari keuntungan. Ke -giat an usaha LKM yang dilakukan se -cara konvensional memberatkan pelakuusaha, karena tingkat bunga yang dite-tapkan lebih besar dari pinjam an pokokyang diberikan sehingga pelaku usahatidak bisa mengembangkan usaha danpendapatannya. LKM berbasis syariahdisinyalir bisa menjadi solusi bagipelaku usaha dalam mengembangkanusaha ekonominya, sebab tidak bergan-tung pada tingkat bunga.

Salah satu LKM dengan kegiatanusaha secara syariah adalah BankPembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)yang melaksanakan kegiatan usahaberdasarkan prinsip syariah.

Dalam menyalurkan dana yangdihimpun, BPRS mengkategorikan duabentuk penyaluran dana yaitu debtfinancing dan equity financing. Debtfinancing adalah penyaluran danadalam bentuk jual beli yang bisa berwu-jud skema murabahah, ijarah, salam,dan istishna. Sedangkan equity finan -cing adalah penyaluran dana dalambentuk bagi hasil yang berbentuk mu -dharabah dan musyarakah. Dibanding -kan dengan debt financing, equityfinancing merupakan bisnis utama darilembaga keuangan syariah termasukBPRS di dalamnya, dan yang lebih cocokuntuk menggerakkan sektor rill karenadapat meningkatkan hubung an lang-sung serta pembagian risiko antarainvestor dengan pengusaha.

Dari data OJK tahun 2015menggambrakan bahwa equity finan -

cing yang disalurkan BPRS di Indonesiamasih jauh lebih rendah jika diban -dingkan dengan debt financing. Jumlahequity financing pada tahun 2015sebesar 820 832 juta rupiah atau sekitar15 persen jika dibandingkan denganjumlah debt financing yang mencapaijumlah 4 509 022 juta rupiah atausekitar 85 persen. Meskipun demikian,secara umum dari tahun 2012 jumlahequity financing terus mengalami pe -ningkatan hingga tahun 2015.

Masih rendahnya equity financingmemberikan kesan di masyarakatbahwa pembiayaan melalui banksyariah sama saja dengan pembiayaanmelalui bank konvensional. Di sisi lain,rendahnya equity financing disebabkanadanya risiko kerugian yang tinggi da -lam kurun waktu pembiayaan, sehinggadapat menurunkan laba perusahaankarena equity financing tidak hanyabersifat berbagi keuntungan, tetapi jugaberbagi rugi apabila kerugian itu bukanmerupakan kesalahan/kelalaian pihakyang diberi pembiayaan. Masalah utamarendahnya equity financing juga dise-babkan oleh masalah internal yangmenyangkut pemahaman dan kualitasSumber Daya Insani, serta masalaheksternal yang menyangkut regulasiyang kurang mendukung.

Beberapa pertimbangan solusi ter-hadap permasalahan rendahnyaperkembangan equity financing ditinjaudari jumlah yang disalurkan oleh BPRSadalah dengan memperhatikan bebera-pa variabel yang dimungkinkan berpen-garuh, antara lain; pertama, tingkat bagihasil, adalah tingkat persentase keun-tungan yang akan dibagi oleh kedua be -lah pihak (shahibul maal dan mu dharib)yang menjalankan perjanjian pembi-ayaan bagi hasil yang telah disepakatibersama di awal akad. Tingkat bagihasil merupakan salah satu faktorpenting dalam menentukan besarnya

volume pembiayaan berbasis bagi hasil(equity financing) yang disalurkan.Faktor bagi hasil ini merupakan faktorpenting karena equity financing bersifatNatural Uncertainty Contract (NUC)yang cenderung memiliki risiko yangtinggi dibandingkan dengan jenis pem-biayaan lainnya. Oleh karena itu, bankakan cenderung banyak menyalurkanequity financing jika tingkat bagi hasil-nya tinggi dalam arti tidak lebih kecildari risiko yang mungkin terjadi.

Kedua, Dana Pihak Ketiga (DPK),merupakan dana yang dipercayakanmasyarakat (diluar bank) kepada bankberdasarkan perjanjian penyimpanandana. Secara operasional perbankan,DPK merupakan sumber likuiditasuntuk memperlancar pembiayaan yangterdapat pada sisi aktiva neraca bank.Sehingga semakin besar DPK yangdihimpun, maka akan semakin besarjumlah pembiayaan yang disalurkan,termasuk equity financing. Ketiga,Capital Adequacy Ratio (CAR), adalahrasio yang digunakan untuk mengukurkecukupan modal yang dimiliki bankuntuk menunjang aktiva yang memilikirisiko, misalnya pembiayaan yangdiberikan. Cara untuk mengetahuiapakah suatu bank telah memenuhiketentuan CAR (kecukupan modal) ataubelum adalah dengan membandingkanhasil perhitungan rasio modal dankewajiban penyediaan modal minimumsama dengan 100 persen atau lebih.Penyediaan modal yang cukup sangatpenting untuk mengimbangi ketergan-tungan bank dari dana pihak ketigaserta mengantisipasi potensi kerugianyang diakibatkan oleh penyaluran pem-biayaan, sehingga semakin besar CARmaka semakin besar dana yang dis-alurkan melalui pembiayaan.

Keempat, Financing Deposit Ratio(FDR), adalah rasio yang menggambar -kan tingkat kemampuan bank sya riah

dalam mengembalikan dana pihakketiga melalui keuntungan yang diper-oleh dari pembiayaan. Semakin tinggirasio FDR suatu bank, berarti bank ter -sebut berada pada posisi yang kuranglikuid, sebab seluruh dana yang berhasildihimpun telah disalurkan dalambentuk pembiayaan. Kelima, Inflasi yangtinggi dapat menimbulkan ketidakstabi-lan pada perekonomian negara, sehing-ga inflasi selalu menjadi target dalamkebijakan pemerintah. Kenaikan inflasimenyebabkan masyarakat engganuntuk menabung dan memilih menarikuangnya di bank. Hal ini berdampakpada semakin berkurangnya jumlahpembiayaan yang disalurkan akibatjumlah dana yang dihimpun berkurang.

Keenam, BI Rate, meskipun banksyariah tidak menggunakan sistembunga, namun kenyataannya bank sya -riah masih mengacu pada BI rate yangditetapkan untuk bank konvensionalpada saat memberikan pembiayaan. Halini akan berpengaruh positif terhadapperbankan syariah, karena tingkatpengembalian bank syariah lebih kecildari suku bunga bank konvensional.Prinsip yang harus dikembangkan banksyariah adalah harus mampu menarikbagi hasil pembiayaan dari debitur yanglebih rendah daripada bunga yangdiberlakukan di bank konvensional.

Bankir Syariah yang profesional ten-tunya peka dan faham akan beberapahal penting yang perlu diantisipasi,terutama dalam me-mitigasi resiko ter-hadap berbagai kemungkinan penyebabdefault dari dana yang disalurkan.Equity financing adalah core bisnis darilembaga keuangan syariah, namunketika dihadapkan pada permasalahantingginya NPF, maka bankir syariah jugaakan berpikir realistis dan solutif untuktetap mempertahankan performancebisnis yang bagus.

Wallahu a’lam bi al shawab. ■

TAMKINIA

Dr. Jaenal Effendi Ketua Program StudiIlmu Ekonomi Syariah

FEM IPB

Antara Core Bisnis dan RealitaPembiayaan berbasis Equity

19 KAMIS, 24 NOVEMBER 2016JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA

Dr. Tatik MariyantiDosen Fakultas

Ekonomi dan Bisnis(FEB) dan SekretarisProgram Doktor IEFUniversitas Trisakti

MEA, Pengangguran danKemiskinan di Indonesia

TAHUN TKI (ORANG) TKA (ORANG)

2000 4.824.498 2.4932001 4.762.599 3.1032002 4.700.700 8.6992003 4.638.800 14.2942004 4.576.901 19.8902005 4.248.000 25.8002006 4.679.330 33.0002007 4.336.730 35.7402008 4.445.250 42.5202009 4.385.390 46.1102010 4.200.500 51.0802011 4.088.040 59.7902012 4.021.570 66.8202013 4.015.740 68.9502014 3.944.010 76.850

Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Asing dan Indonesia di Luar Negeri 2000 – 2014

Sumber: BPS (2015)

TAHTA AIDILLA/REPUBLIKA