i
i
ii
PEMERINTAH KOTA MAGELANG
KANTOR PENELITIAN PENGEMBANGAN & DAN STATISTIKBADAN PUSAT STATISTIK KOTA MAGELANG
iii
KATA PENGANTAR
iv
DAFTAR ISI
v
vi
1
BAB. I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Permasalahan sampah merupakan permasalahan serius di beberapa kota di
Indonesia. Sampah bahkan telah menjadi isu yang berkembang di mana-mana, masalah
tersebut akan terus berlangsung dan bahkan akan selalu direplikasi dengan menggunakan
berbagai pendekatan oleh pemerintah dan pihak swasta, meskipun akan mendapatkan
kesulitan di masyarakat terutama dalam mengubah mindsite masyarakat. Belum lagi
bencana ekologis yang dapat ditimbulkan akibat buruknya manajemen pengelolaan
sampah, longsor sampah dan banjir selalu menghantui perjalanan kota-kota besar yang
memproduksi banyak sampah, seperti yang terjadi di Leuwigajah Bandung misalnya.
Realitas ini semakin menunjukkan potret buram dari buruknya pengelolaan sampah di
Indonesia, yang tidak hanya terkait dengan persoalan lingkungan hidup, melainkan juga
dengan persoalan kemanusiaan lainnya.
Permasalahan yang sama terjadi juga di Kota Magelang, Peningkatan jumlah
penduduk, akan terus mempengaruhi perilaku/gaya hidup serta pola konsumsi
masyarakat. Perubahan tersebut akan berpengaruh pula pada volume,dan jenis sampah
yang dihasilkan. Semakin bertambahnya penduduk, otomatis menimbulkan banyak juga
sampah yang dihasilkan dari aktifitas-aktifitas penduduk. Jumlah atau volume sampah
berbanding lurus dengan tingkat konsumsi masyarakat terhadap barang atau material
yang digunakan sehari-hari. Pengolahan sampah di kota Magelang pada saat ini belumlah
dapat dikatakan terkelola secara maksimal, pengelolaan yang ada saat ini masih terbatas
pada pengolahan sampah secara konvensional yaitu dengan diangkut dari tempat
penghasil sampah ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) dan kemudian diangkut ke
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) tanpa dilakukan pemilahan dan pengolahan terlebih
dahulu, itu berarti pengolahan sampah yang ditujukan untuk mengurangi jumlah sampah
yang masuk ke TPA belum dilakukan secara optimal.
Hal tersebut sejalan dengan pemikiran Professor Enri Damanhuri(2007) yang
mengatakan pengelolaan sampah di Indonesia masih menggunakan paradigma lama yaitu
2
kumpul, angkut, dan buang. Source reduction (reduksi mulai dari sumbernya) atau
pemilahan sampah belum bisa berjalan dengan baik. Meskipun telah ada upaya
pengomposan dan daur ulang, tapi masih terbatas dan tidak sustainable.
Sementara pembuangan sampah yang tidak diurus dengan baik akan
mengakibatkan masalah besar, karena penumpukan sampah atau membuangnya
sembarangan ke kawasan terbuka akan mengakibatkan pencemaran tanah yang juga akan
berdampak ke saluran air tanah. Demikian juga pembakaran sampah akan
mengakibatkan pencemaran udara, pembuangan sampah ke sungai akan mengakibatkan
pencemaran air, tersumbatnya saluran air dan banjir (Sicular 1989).
Harus diakui bahwa sampah sudah merupakan salah satu masalah global yang
terjadi dalam kehidupan kita sekarang ini. Berbagai jenis sampah, seperti sampah padat-
cair, organik-anorganik banyak dibuang percuma dan menimbulkan banyak efek negatif
kepada lingkungan. Kurangnya sekali usaha pemanfaatan sampah menimbulkan volume
sampah semakin bertambah setiap harinya seiring dengan meningkatnya aktivitas
penduduk yang diakibatkan oleh peningkatan jumlah penduduk dan gaya hidup yang
berkembang saat ini
Menurut Pramono (2004) dari total sampah organik kota, sekitar 60% merupakan
sayur-sayuran dan 40% merupakan daun-daunan, kulit buah-buahan dan sisa makanan.
Sampah organik terutama sampah sayuran dan buah-buahan banyak mengandung
selulosa, pati, gula, dan hemiselulosa (Nugraha, 2008), sehingga sangat potensial untuk
dijadikan sebagai bahan baku pembuatan bioethanol. Oleh karena itu bioethanol dari
sampah organik memiliki potensi untuk dikembangkan agar dapat menjadi salah satu
solusi permasalahan energi di Indonesia – Energi terbarukan.
Mengenai energi terbarukan terus dikembangkan, bahkan menjadi salah satu
program pemerintah untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak
yang ketersediaanya terus berkurang. Saat ini produk energi altrnatif yang berpeluang
untuk dikembangkan adalah bioethanol dan Biodiesel. Bioetanol memiliki beberapa
kelebihan dibandingkan energi alternatif lainnya. Etanol memiliki kandungan oksigen
yang tinggi sehingga terbakar lebih sempurna, bernilai oktan lebih tinggi, dan ramah
lingkungan (Handayani, 2007).
Sampah tumbuhan yang merupakan biomass tersebut merupakan sumber energi
alternatif yang melimpah dengan kandungan energi yang relatif besar. Sampah tumbuhan
tersebut apabila diolah dengan zat pengikat polutan akan menjadi suatu bahan bakar
padat buatan yang lebih luas penggunaannya sebagai bahan bakar alternatif yang di sebut
3
briket. Dengan adanya briket dari sampah daun dan ranting maka dapat digunakan untuk
menggantikan bahan bakar minyak tanah dan kayu bakar yang sekarang ini harganya
cukup mahal, serta dapat mengurangi timbunan sampah yang semakin lama semakin
bertambah. Dewasa ini briket yang ada masih menggunakan bahan baku seperti tongkol
jagung, sekam padi, dan sabut serta batok kelapa. Sedangkan untuk sampah daun masih
belum terlalu banyak dikembangkan. Untuk itulah diperlukan sebuah penelitian tentang
briket organik berbahan baku daun dan ranting dengan adanya variasi komposisi untuk
mendapatkan karakteristik pembakaran, sehingga dapat menentukan performansi terbaik
yang nantinya dapat digunakan sebagai sumber energi alternative yang lebih ekonomis.
B. Tujuan
Maksud dari kegiatan ini adalah mengetahui kapasitas energi terbarukan yang dimiliki
Kota Magelang, khususnya yang bersumber dari limbah sampai seberapa besar
dan peta sebarannya bagaimana. Sedangkan tujuan dari kegiatan ini adalah :
1. Tersedianya data potensi energi terbarukan yang bersumber dari limbah dan
sebarannya di Kota Magelang
2. Tersedianya peta potensi energi terbarukan yang bersumber dari limbah di Kota
Magelang
3. Tersedianya rekomendasi pemanfaatan limbah sebagai energi terbarukan.
C. Sasaran
1. Mendapatkan data potensi dari sampah kota sehingga menjadikan peta potensi energi
terbarukan Pemerintah Daerah.
2. Menentukan nilai kalor sampah kota sehingga dapat dikonversikan menjadi produksi
energi terbarukan.
3. Memudahkan dalam prencanaan pembangunan dan pengembangan sarana pengolahan
sampah dengan kapasitas tertentu
4. Mendapatkan sumber energi alternatif yang powerfull sebagai antisipasi krisis bahan
energi nasional.
5. Dapat membantu Pemerintah Daerah dalam promosi kebersihan dan kesehatan
4
D. Metodologi
Metodologi penelitian ini mencakup kegiatan yang terdiri dari studi kepustakaan
(desk study), kunjungan lapangan, dan analisis:
1. Studi Kepustakaan dan analisis pendahuluan : Studi Kepustakaan telah dilakukan dan
analisis awal telah dikristalisasi untuk mendapatkan gambaran awal tentang (a)
potensi energi terbarukan, (b) produksi dan pemanfaatan energi terbarukan yang telah
berjalan, (c) hambatan kebijakan, institusional dan keuangan ; dan (d) kemungkinan
kebutuhan pelatihan.
Studi kepustakaan dilakukan dengan:
a. Pengumpulan data informasi dan sekunder pada:
1) Potensi bioenergi yang tersedia: biomassa limbah, padat dan cair, sumber
limbah biomassa, potensi lain dari agroindustri
2) Keberadaan pengelolaan bio-energi yang telah dimulai di Kota Magelang yang
ditkembangkan
3) Adanya peraturan dan kebijakan yang berlaku yang terkait dengan
pengembangan bioenergi di Indonesia khususnya di Kota Magelang dengan
menyiapkan daftar beranotasi yang diikuti dengan mempersiapkan studi awal
mengenai ketentuan yang berlaku dan kebijakan. Daftar kebijakan / regulasi
yang akan dimasukkan terkait dengan isu-isu berikut: Dukungan untuk energi
terbarukan secara umum, pengembangan pembangkit listrik dari energi
terbarukan dan yang akan mendukung atau menghambat pengembangan energi
energi terbarukan
b. Meninjau dokumen-dokumen yang telah diterbitkan, seperti dokumen yang
berasal Pokja AMPL – Strategi Sanitasi Kota (SSK) Kota Magelang, Kantor
Lingkungan Hidup-Laporan Volume Sampah Harian dan Pokja AMPL – Buku
Oputih Sanitasi Kota Magelang. Juga beberapa inisiatif-inisiatif energi
terbarukan sebelumnya, serta beberapa bahan yang tersedia yang didapatkan
dari sumber internet/website.
c. Mengumpulkan daftar informasi awal kegiatan industri yang ada Kota
Magelang terkait informasi seputar limbah padat dan cair.
e. Mempersiapkan gambaran mengenai potensi energi terbarukan di Kota
Magelang dalam hal potensi MWh, dengan berfokus pada bio-energi, serta
5
akan dilakukan analisis kesenjangan/gap untuk mempersiapkan daftar
verifikasi data atas proyek-proyek energi terbarukan yang sudah ada dalam
bidang bio-energi (terkait MW terpasang) serta potensi dan peluang energi
terbarukan, dengan fokus khusus pada bio-energi di Riau dan Kalimantan
Tengah (terkait MWhe).
f. Mengidentifikasi pemangku kepentingan yang terlibat dalam pengembangan
produksi dan konsumsi energi terbarukan, dengan fokus khusus pada bio-
energi.
g. Seperangkat pertanyaan yang telah disiapkan untuk wawancara dan kunjungan
lapangan.
2. Kunjungan lapangan. Selama kunjungan lapangan, pertemuan dilaksanakan di tingkat
provinsi dan kabupaten sebagai studi kasus; selain itu dilakukan pula wawancara
dengan pengembang projek. Sasaran pertemuan dan wawancara dengan lembaga-
lembaga tersebut adalah untuk mendapatkan data sekunder lebih lanjut ataupun guna
memvalidasi data; untuk memahami tingkat kesadaran para pejabat pemerintah
ditingkat lokal terkait kerangka kerja kebijakan/regulasi yang diperlukan untuk
mengembangkan pemanfaatan energi terbarukan.
Pertemuan dilaksanakan dengan lembaga-lembaga berikut:
3. Teknik Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan mengukur potensi energi yang kemungkinan
ditimbulkan dari akumulasi sumber energi baik yang telah difasilitasi oleh pemerintah
maupun yang dikelola masyarakat. Setelah diketahui potensinya dihitung berapa
prosen energi yang dapat dimanfaatkan .
Dari data sekunder (kapasitas sumber-sumber energi terbarukan yang telah
terkumpul, untuk mendukung evaluasi dilkukan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Validasi data, :
1) Mencocokkan data dan kondisi lapangan serta mengambil dokuman
2) Melaksanakan kegiatan pengukuran potensi energi
3) Menghitung energi yang dapat dimanfaatkan
b. Evaluasi Kapasitas energi
c. Analisis potensi energi
d. Pemetaan energi terbarukan : potensi energi, kapasitas, usulan teknologi
6
4. Analisis dan Temuan. Berdasarkan studi kepustakaan dan kunjungan lapangan,
dilakukan analisis dan temuan untuk memfinalkan analisis dasar dalam hal:
a. Potensi energi terbarukan dan produksi serta konsumsi bio-energi dari sampah di
Kota Magelang;
b. Identifikasi hambatan kebijakan, institusional, dan keuangan dalam pengembangan
kegiatan-kegiatan energi terbarukan, khususnya bio-energi;
5. Penulisan laporan: Temuan akhir dan hasil analisis didokumentasikan dalam sebuah
laporan akhir.
E. Kebijakan-kebijakan dalam Pengelolaan Persampahan
1. Dasar Hukum
Penyusunan laporan Volume Sampah Harian Kota Magelang tahun 2012 sangat
diperlukan agar diketahui volume dan timbulan sampah di Kota Magelang serta dapat
diupayakan cara pengelolaannya, agar tetap berpegang kepada prinsip-prinsip yang
berwawasan lingkungan. Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar adalah :
a. Undang - Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
b. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah;
c. Perda Kota Magelang No 7 tahun 2006 tentang Pengelolaan Kebersihan;
d. Keputusan Walikota Magelang No 5 Tahun 2003 tentang Pedoman teknis
Pengelolaan Persampahan Kelurahan Kota Magelang;
c. Standarisasi Pengelolaan Sampah.
Disamping perundang-undangan, peraturan dan kebijakan diatas maka pengelolaan
persampahan secara operasional harus mengacu pada standarisasi yang sudah ada
seperti :
a. SK-SNI 19-2454-1991 dan SK-SNI 19-3242-1994 tentang Cara Pengelolaan
Sampah Perkotaan
b. SK SNI 91 dan SNI 19-3241-1994 tentang Cara Pemilihan Lokasi Tempat
Pembuangan Akhir Sampah.
c. SNI 19-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA.
7
d. SNI S 19-3964-1995 dan SNI M 19-3964-1995 Tentang Metode Pengambilan
dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan
e. SNI 19-3983-1995 tentang Spesifikasi Timbulan Sampah.
f. SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah
Perkotaan
8
BAB II
GAMBARAN UMUM WILAYAH
Gambaran umum wilayah merupakan penjelasan mengenai kondisi umum Kota
Magelang yang mencakup kondisi geografis, administratif, fisik kota, kependudukan,
keuangan dan perekonomian daerah, kebijakan penataan ruang, dan sosial budaya
masyarakat, sampai dengan struktur pemerintaha Kota Magelang. Masing-masing gambaran
umum ini akan diuraikan kedalam beberapa sub bab yang lebih rinci.
A. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRATIF KOTA MAGELANG
Bagian ini akan menguraikan kondisi secara geografis beserta tata letak Kota
Magelang secara keadministratifan wilayah dan kondisi fisik umum yang meliputi
topografi, iklim, dan hidrologi. Bagian ini akan dijelaskan lebih rinci untuk
memeberikan gambaran umum secara utuh kondisi daerah.
1. Kondisi Geografis dan Administratif Kota Magelang
Secara geografis Kota Magelang terletak pada posisi 70 26’18”- 70 30’9” LS dan
1100 12’30”- 1100 12’52” BT. Posisi ini terletak tepat di tengah-tengah Pulau Jawa.
Secara administratif Kota Magelang terletak di tengah-tengah Kabupaten Magelang serta
berada di persilangan lalu lintas ekonomi dan wisata antara Semarang - Magelang -
Yogyakarta dan Purworejo-Temanggung dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
a. Utara : Kecamatan Secang Kabupaten Magelang
b. Timur : Sungai Elo/ Kecamatan Tegalrejo Kabupaten Magelang
c. Selatan : Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang
d. Barat : Sungai Progo/ Kecamatan Bandongan Kabupaten Magelang
Adapun gambaran adminitratif secara kewilayahan dapat dilihat pada Peta 01
tentang Peta Orientasi Wilayah Kota Magelang dan Peta 02 tentang Peta Adminitratif
Kota Magelang.
Luas wilayah Kota Magelang adalah 1.812 Ha (18,12 Km2) atau sekitar 0.06%
dari keseluruhan luas wilayah Provinsi Jawa Tengah, yang meliputi 3 kecamatan, 17
kelurahan. Luas kelurahan yang terbesar adalah Kelurahan Jurangombo Selatan yaitu
226 Ha (12,49%) dan terkecil adalah Kelurahan Panjang yaitu 35 Ha (1,9%). Adapun
luas masing-masing kecamatan dapat dilihat pada Tabel II.2 tentang Luas Masing-
masing Kecamatan/Kelurahan di Kota Magelang.
9
Gambar 2.1. Peta Sanitasi Kota Magelang
10
Tabel 2.1 Tabel Luas Masing-Masing Kecamatan di Kota Magelang
No Kecamatan/ KelurahanJumlah kelurahan
Luas wilayah
(Km2)(%) thd total
(1) (2) (3) (4) (5)
1MAGELANG SELATAN
6 6,89 38,01
2MAGELANG TENGAH
6 5,10 28,17
3 MAGELANG UTARA 5 6,13 33,82JUMLAH 17 18,12 100,00
Sumber : DDA Kota Magelang, 2011
Tabel 2.2 Tabel Luas Masing-Masing Kelurahan di Kota Magelang
NoKecamatan dan Kelurahan
Luas/area(km2)
Persentase(%)
(1) (2) (3) (4)
1MAGELANG SELATAN 6,888 38,011. Jurangombo Selatan 2,264 12,492. Jurangombo Utara 0.575 3,173. Magersari 1,377 7,604. Rejowinangun Selatan 0,433 2,395. Tidar Selatan 1,269 7,006. Tidar Utara 0,970 5,35
2MAGELANG TENGAH 5,104 28,171. Kemirirejo 0,880 6,882. Cacaban 0,826 4,863.Magelang 1,246 4,564. Panjang 0,993 5,485. Gelangan 0,814 1,906. Rejowinangun Utara 0,345 4,49
3MAGELANG UTARA 6,128 33,821. Potrobangsan 1,299 7,172. Wates 1,173 6,473. Kedungsari 1,334 7,364. Kramat Selatan 1,458 8,055. Kramat Utara 0,864 4,77
PKW PKW
PKW
Kota Magelang terletak di tengah Kabupaten Magelang
11
NoKecamatan dan Kelurahan
Luas/area(km2)
Persentase(%)
(1) (2) (3) (4)JUMLAH 18,12 100,00
Sumber : DDA Kota Magelang, 2012
2. Kondisi Fisik Alamiah Kota Magelang
Penjelasan mengenai kondisi fisik Kota Magelang akan meliputi kondisi topografi,
geologi, iklim dan hidrologi. Penjelasan singkat dari masing-masing aspek tersebut
adalah sebagai berikut:
a.Topografi
Secara topografi dan fisiografis, Kota Magelang merupakan wilayah dataran yang
di kelilingi oleh Gunung Merapi, Merbabu, Sindoro dan Sumbing, Pegunungan Gianti,
Menoreh, Andong dan Telomoyo. Kota Magelang termasuk dataran rendah dengan
sudut kemiringan relatif bervariasi. Morfologi pendataran antar gunung api, medannya
landai, berelief sedang-halus. Kemiringan topografi yang terjal di bagian barat
(sepanjang Sungai Progo) dan di sebelah timur (di sekitar Sungai Elo) sampai dengan
kemiringan 15 – 30 %. Di sekitar daerah timur kompleks AKMIL ke Utara hingga
daerah di sekitar RSJ Magelang, dengan kemiringan 2 – 5 %. Di sekitar daerah timur
kompleks AKMIL terdapat Gunung Tidar yang merupakan hutan lindung sebagai
daerah hijau kota (paru-paru kota) dengan kemiringan hingga 30 – 40 %.
Peta Orientasi Kota Magelang terhadap Provinsi Jawa Tengah
Gambar 2.1. Peta Administrasi Kota Magelang
12
Gambar 2.2. Peta Orientasi Kota Magelang terhadap Provinsi Jawa Tengah
13
Untuk lebih jelasnya mengenai Orientasi Kota Magelang terhadap Provinsi
Jawa Tengah dan Peta Administratif Kota Magelang dapat dilihat pada Lampiran Peta
2.1 Peta Administrasi Kota Magelang dan Peta 2.1a Peta Struktur Ruang Provinsi
Jawa Tengah.
Dengan kondisi topografi tersebut, maka kawasan permukiman pada umumnya
berlokasi di daerah yang relatif datar, tetapi dengan kondisi luas lahan yang terbatas
ada kemungkinan arah pengembangan permukiman ke daerah-daerah yang
bertopografi dan kolektor kontur tajam. Bentuk fisik Kota Magelang saat ini relatif
memanjang mengikuti jaringan jalan arteri. Dengan kondisi fisik tersebut,
kecenderungan pertumbuhan alamiah Kota Magelang adalah ke arah Utara dan Selatan
dengan dominasi area terbangun di daerah yang mempunyai topografi relatif datar.
Dilihat dari ketinggiannya, Kota Magelang berada di ketinggian antara 375 –
500 mdpl dengan titik ketinggian tertinggi pada Gunung Tidar yaitu 503 mdpl, dan
keberadaannya selain sebagai kawasan lindung juga berfungsi sebagai paru-paru kota
yang menjadikan iklim Kota Magelang selalu berhawa sejuk.
B. KEPENDUDUKAN
1. Distribusi dan Kepadatan Penduduk
Jumlah penduduk Kota Magelang tahun 2011 adalah 126.443 jiwa, dengan
distribusi penduduk terbesar menempati wilayah Kecamatan Magelang Tengah, yaitu
sebanyak 47.407, diikuti Kecamatan Magelang Selatan sebesar 41.865 jiwa, dan
paling sedikit di Kecamatan Magelang Utara sebesar 37.171 jiwa penduduk. Laju
pertumbuhan penduduk Kota Magelang berdasarkan tahun awal tahun 2007 dan tahun
akhir 2011 dengan perhitungan sederhana yaitu dengan rumus sebagai berikut:
Nilai pertumbuhan (NP) =Jumlah Populasi Akhir – Jumlah Populasi Awal
Jumlah populasi awal
Rasio Pertumbuhan (RP) = Nilai Pertumbuhan x 100%
Nilai pertumbuhan (NP) =Jumlah Populasi 2011 – Jumlah Populasi 2007
Jumlah Populasi 2007
Nilai pertumbuhan (NP) =126,443 - 124,226.00
124,226.00
NP = 0,018 (sehingga laju pertumbuhan penduduk 1.8 %)
14
Gambar 2.4. Peta Kondisi Hidrologis Kota Magelang
15
Perhitungan proyeksi penduduk menggunakan metode analisis trend yaitu merupakan
suatu metode analisis yang ditujukan untuk melakukan suatu peramalan pada masa yang akan
datang, dalam kajian ini menggunakan proyeksi least square (metode kuadrat terkecil)
dengan rumus sebagai berikut:
Yn = a + b(x)
Dimana :
Yn = jumlah penduduk/produk pada tahun n
a = Y/N
b = XY/X2
n = jumlah tahun
X = adalah rentang nilai, dengan permisalan tengahan tahun data
Y = nilai penduduk/produk yang dihitung
x = adalah urutan rentang tahun yang dicari berdasarkan urutan rentang
a = konstanta pertama
b = konstanta kedua
Contoh perhitungan :
TAHUN (N series 7 tahun))
Y (nilai produk)
X XY X2 a (Y/N) b(XY/X2)
1995 20 buah -3 -60 91996 22 buah -2 -44 41997 24 buah -1 -24 11998 21 buah 0 0 01999 28 buah 1 28 12000 31 buah 2 62 42001 35 buah 3 105 9Jumlah () 181 buah
(Y)67 (XY) 28 (X2) 181/7 =
25,8667/28 = 2,39
2003 (n) 37,81 buah
Untuk menghitung jumlah produk tahun 2013 adalah: Y2013= 25,86 + (2,39 X x),
(untuk tahun 2003 nilai x = 5), maka jumlah produk tahun 2013 adalah: Y2013 = 25,86 +
(2,39 x 5), sehingga Y= 25,86 + (11,95) = 37,81 buah.
16
Data Kependudukan diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota Magelang dan
Dispendukcapil Kota Magelang. Data yang diperoleh dari kedua Instansi tersebut berbeda
karena adanya perbedaan metode pendataan penduduknya.
Tabel 2.3. Perbedaan Metode Pendataan PendudukB P S DISPENDUKCAPIL
DA
SAR
HU
KU
M
1. UU No. 16 Tahun 1997 tentang Statistik.
2. PP No. 51 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Statistik.
3. Perpres No. 86 Tahun 2007 tentang Organisasi BPS.
1. UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
2. PP No. 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
3. Perpres No. 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.
4. Perda No. 7 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan.
A. Dalam Sensus, yang dimaksud penduduk dalam suatu wilayah ketika pencacahan adalah:- Tinggal di suatu wilayah secara
menetap atau sudah 6 bulan atau lebih.- Tinggal kurang dari 6 bulan tetapi
bermaksud menetap.- Sedang bepergian ke wilayah lain
kurang dari 6 bulan dan tidak bermaksud menetap di wilayah lain.- Bertempat di wilayah tersebut
dengan mengontrak/sewa/kost untuk bekerja atau sekolah, yang kemungkinan akan pindah lagi karena berbagai alasan.- Anggota Korps Diplomatik
Indonesia (Duta besar, konsul dan perwakilan Indonesia lainnya yang berstatus diplomat).
B. Yang tidak termasuk penduduk suatu wilayah dalam pencacahan
A. Dalam Registrasi Penduduk, yang dimaksud penduduk dalam suatu wilayah ketika pencacahan adalah:- Penduduk adalah WNI dan Orang
Asing yang bertempat tinggal di Indonesia (UU No. 23/2006 Pasal 1 ayat 2).
- WNI dan Orang Asing tinggal tetap, sebagai penduduk wajib memiliki NIK (sesuai dengan UU No. 23/2006 Pasal 13).
- Registrasi Penduduk berdasar asas domisili atau tempat tinggal penduduk sesuai dengan KTP dan KK yang dimiliki (PP No. 37/2007 Pasal 38 ayat 3 dan Perpres No. 25/2008 Pasal 3 ayat 1).
- Penduduk Pindah Datang yang membawa Surat Keterangan Pindah dari daerah asal dan sudah mencatatkan biodatanya dalam KK baru sesuai domisili di wilayah yang baru.
KO
NSE
P &
DEF
INIS
I PEN
DU
DU
K
17
B P S DISPENDUKCAPIL
adalah:- Tamu yang tengah berkunjung
(kurang dari 6 bulan) dan tidak bermaksud menetap.- Tengah bepergian ke wilayah lain
selama 6 bulan atau lebih.- Sudah pindah dan bermaksud
untuk menetap di wilayah tujuan meskipun belum 6 bulan meninggalkan tempat tinggal.- Sudah bertempat tinggal di
wilayah lain dengan mengontrak/sewa/kost, meskipun sewaktu-waktu libur kembali (berkunjung) ke rumah keluarga atau orang tuanya.- Anggota Korps Diplomatik
Negara Asing dan anggota rumah tangganya yang tinggal di Indonesia
C. Perlakuan khusus:- Seseorang yang tinggal di suatu
wilayah kurang dari 6 bulan dan tidak bermaksud untuk menetap, tetapi telah meninggalkan rumahnya 6 bulan atau lebih (telah tinggal di tempat lain sebelumnya), dicatat dimana ia ditemukan saat pencacahan.- Kepala rumah tangga yang
biasanya bekerja di tempat lain tetapi pulang secara periodik 9kurang dari 6 bulan), tetap dicatat sebagai kepala rumah tangga di tempat tinggal anggota rumah tangga.
B. Yang tidak termasuk penduduk suatu wilayah dalam registrasi penduduk adalah:- WNI atau Orang Asing yang tidak
mencatatkan biodatanya berdasarkan domisilinya sesuai Perpres No. 25/2008 Pasal 4.
- Penduduk Pindah Datang yang belum mencatatkan biodatanya di wilayah yang baru.
- Penduduk Pindah Datang yang tidak membawa Surat keterangan Pindah dari daerah asal.
- WNI atau Orang Asing yang memiliki KTP atau KK dobel, harus dikonfirmasi untuk menentukan domisili pilihan (dobel KTP/KK dideteksi dengan database dari program SIAK).
- Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas tapi belum merubah kependudukan menjadi Izin Tinggal Tetap.
C. Perlakuan khusus:- Registrasi Penduduk Rentan
Administrasi Kependudukan seperti korban bencana alam, bencana sosial, orang terlantar dan komunitas terpencil tetap di data (UU No. 23/2006 Pasal 25).
18
Tabel 2.4. Perbedaan Metode Pendataan Penduduk (lanjutan)B P S DISPENDUKCAPIL
Sebagai dasar perhitungan dalam Laporan Potensi Energi dari Sampah Tahun 2014,
dipilih data jumlah penduduk berdasarkan sensus BPS karena metode pendataannya lebih
cocok untuk menghitung volume sampah yang dihasilkan masyarakat yaitu penduduk yang
tinggal di Kota Magelang minimal 6 bulan, tidak bergantung pada kepemilikan KTP.
Jumlah penduduk Kota Magelang Tahun 2014 menurut BPS rata-rata naik 0,44% dari
Tahun 2014 menjadi 119.329 jiwa dengan kepadatan penduduk 6.585 jiwa/km2. Adapun
rincian penduduk tiap Kecamatan adalah sebagai mana Tabel 2.4
Tabel 2.4. Jumlah Penduduk Kota Magelang Berdasarkan Kecamatan
No KecamatanLuas (km2)
Jumlah Penduduk
Pertumbuhan Penduduk (%)
Kepadatan Penduduk
(Jiwa/km2)1 Magelang Utara 6,128 35.871 0,30 5.8542 Magelang
Tengah5,104 43.147 0,45 8,454
3 Magelang 6,888 40,311 0,55 5,852
KE
LE
BIH
AN
Tidak hanya dilakukan pendataan penduduk tetapi juga pendataan perumahan (kondisi lantai rumah, luas bangunan, penerangan, sumber utama air minum, fasilitas telepon, internet, status kepemilikan rumah, dll).
Mampu mengupdate database kependudukan, karena menggunakan aplikasi SIAK murni Depdagri yang dilakukan melalui pelayanan pendaftaran penduduk setiap hari (kelahiran, kematian, pindah datang dan pindah keluar).
KE
KU
RA
NG
AN
Data statistik penduduk bersifat dinamis (setiap hari berubah) sehingga sensus maupun survei tidak mampu menyajikan data setiap saat.
- Belum semua Kabupaten/Kota di Indonesia melaksanakan registrasi penduduk dengan aplikasi SIAK murni Depdagri.- Validitas data statistik penduduk sangat
ditentukan kesadaran penduduk untuk melaporkan peristiwa kependudukan (lahir, mati, pindah datang dan pindah keluar).- Tidak mendata perumahan sebagaimana
yang dilakukan dalam sensus.
19
No KecamatanLuas (km2)
Jumlah Penduduk
Pertumbuhan Penduduk (%)
Kepadatan Penduduk
(Jiwa/km2)Selatan
18,120 119,329 0,44 6.585
C. DAERAH PELAYANAN PENGELOLAAN SAMPAH KOTA MAGELANG
Daerah Pelayanan Pengelolaan Sampah Kota Magelang meliputi 3 Kecamatan dan 17
Kelurahan dengan rincian sebagaimana di Tabel 2.5
Tabel 2.5. Daerah Pelayanan Pengelolaan Sampah Kota Magelang
Kecamatan/kelurahan
District
Luas (km2)
Area
Jumlah
RW RT
Magelang Selatan 6,888 70 323
Magersari 1,377 13 73
Rejowinangun Selatan 0,433 15 67
Jurangombo Utara 0,575 8 37
Jurangombo Selatan 2,264 9 46
Tidar Utara 0,97 13 55
Tidar Selatan 1,269 12 45
Magelang Tengah 5,104 73 397
Rejowinangun Utara 0,993 21 91
Kemirirejo 0,88 9 57
Cacaban 0,826 12 74
Magelang 1,246 13 52
Panjang 0,345 8 59
Gelangan 0,814 10 64
Magelang Utara 6,128 47 294
Wates 1,173 12 80
Potrobangsan 1,299 7 64
Kedungsari 1,334 10 58
Kramat Utara 0,864 8 40
Kramat Selatan 1,458 10 52
Jumlah/Total 18,120 190 1.014
Tabel 2.6: Kepadatan Penduduk di Kota Magelang Tahun 2011
20
Kecamatan/KelurahanDistrict /Urban Village
Jumlah Penduduk Luas DaerahArea(Km2)
Kepadatan PendudukPopulation Density
L P L+P
Magelang Selatan 20.230
19.858 40.088 6,888 5.820
1. Jurangombo Selatan 4.359 3.352 7.711 0,433 17.8082. Jurangombo Utara 1.852 1.958 3.810 1,377 2.7673. Magersari 3.788 3.984 7.772 2,264 3.4334. Rejowinangun Selatan 3.798 3.867 7.665 0,575 13.3305. Tidar Selatan 2.710 2.790 5.500 0,970 5.6706. Tidar Utara 3.723 3.907 7.630 1,269 6.013
Magelang Tengah 20.898
22.056 42.954 5,104 8.416
1. Kemirirejo 2.375 2.641 5.016 0,826 6.0732. Cacaban 3.778 3.812 7.590 1,246 6.0913. Magelang 3.331 3.623 6.954 0,345 20.1574. Panjang 2.685 3.056 5.741 0,814 7.0535. Gelangan 3.571 3.723 7.294 0,993 7.3456. Rejowinangun Utara 5.158 5.201 10.359 0,880 11.772
Magelang Utara 17.484
18.279 35.763 6,128 5.836
1. Potrobangsan 4.282 4.516 8.798 1,299 6.9842. Wates 3.888 4.135 8.023 1,.299 6.1763. Kedungsari 3.419 3.559 6.978 1,334 5.2314. Kramat Selatan 3.575 3.728 7.303 1,458 5.0095. Kramat Utara 2.856 2.713 5.569 0,864 6.446
Jumlah / Total 201158.612
60.193 118.805 18.120 6.557
201061.776
64.667 126.443 18,120 6.978
Sumber: Kota Magelang dalam Angka, 2012
Proyeksi penduduk Kota Magelang untuk 5 tahun kedepan mulai dari Tahun 2012
sampai dengan Tahun 2016 adalah sebagai berikut:
Tabel 2. 7: Proyeksi Penduduk Kota Magelang Tahun 2012 sampai dengan Tahun 2016
NO Kecamatan/Kelurahan Tahun Proyeksi2012 2013 2014 2015 2016
21
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)A Magelang Selatan 41,144 41,057 40,969 40,881 40,7941 Jurangombo Selatan 7,574 7,839 8,104 8,370 8,6352 Jurangombo Utara 3,912 3,838 3,765 3,691 3,6183 Magersari 8,035 7,936 7,838 7,739 7,6404 Rejowinangun
Selatan8,165 8,041 7,917 7,792 7,668
5 Tidar Selatan 5,713 5,791 5,869 5,947 6,0266 Tidar Utara 7,747 7,612 7,477 7,342 7,207B Magelang Tengah 45,397 44,823 44,248 43,674 43,1001 Kemirirejo 5,332 5,113 4,893 4,674 4,4552 Cacaban 7,712 7,615 7,517 7,419 7,3213 Magelang 7,354 7,280 7,206 7,132 7,0584 Panjang 5,580 5,202 4,825 4,447 4,0705 Gelangan 8,060 8,243 8,425 8,608 8,7916 Rejowinangun Utara 11,359 11,371 11,382 11,394 11,405C Magelang Utara 37,313 37,430 37,547 37,664 37,7821 Potrobangsan 8,692 8,616 8,540 8,464 8,3882 Wates 8,328 8,236 8,144 8,052 7,9613 Kedungsari 7,216 7,265 7,315 7,365 7,4154 Kramat Selatan 7,640 7,656 7,671 7,687 7,7025 Kramat Utara 5,439 5,658 5,877 6,096 6,315JUMLAH TOTAL 123,85
5123,310 122,765 122,22
0121,675
Sumber: hasil perhitungan, 2012
22
BAB IV.
ANALISIS POTENSI ENERGI TERBARUKAN KOTA MAGELANG
A. Sumber Daya Biomassa
1. Pengertian Biomassa
Pengertian dari Biomassa adalah Jumlah bahan hidup yang terdapat di dalam
satu atau beberapa jenis organism yang berada di dalam habitat tertentu. Biomasa
pada umumnya dinyatakan dalam berat kering organisme persatuan luas habitat,
yang dinyatakan dalam kg/m2, atau kg/m3. Biomasa adalah salah satu sumberdaya
hayati, merupakan energi matahari yang telah ditransformasi menjadi energi kimia
oleh tumbuhan berhijau daun. Ada yang mendefinisikan Biomassa sebagai bahan-
bahan organik berumur relatif muda dan berasal dari tumbuhan atau hewan; produk
& limbah industri budidaya (pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan,
perikanan). Bangsa Indonesia mempunnyai biodiversitas dan lahan potensial yang
amat besar, harus dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk memperkuat
ketersediaan pasokan energi dan neraca pembayaran negara, membuka banyak
lapangan kerja, mengentaskan kemiskinan, melancarkan pertumbuhan ekonomi yang
merata, dan turut meredam emisi gas-gas rumah kaca.
Produksi bioenergi dapat dihasilkan dari berbagai residu dan limbah
pemanenan serta pengolahan pangan memiliki makna penting dalam mengefisienkan
(memperkuat struktur & daya saing) industri pangan domestik (residu seperti sekam,
jerami, bagas, tetes, sampah pasar, sampah domestik, tandan kosong sawit, dll).
Pemanfaatan bioenergi di sekitar kita masih sangat rendah bila dibandingkan
dengan ketersediaan biomassa yang melimpah. Pemanfaatan biomassa untuk
bioenergi negara kita masih tertinggal jauh dari Thailand yang mempunyai produksi
lebih rendah.
Pada dasarnya konversi biomassa menjadi bioenergi dapat melalui beberapa
cara yaitu Pembakaran Langsung, Konversi Termokimiawi, dan Konversi
Biokimiawi. Konversi Termokimiawi pada akhirnya menghasilkan bahan bakar cair
dan biodiesel, konversi biokimiawi dengan cara pencernaan kimiawi menghasilkan
23
gas metan sedangkan konversi biokimiawi dengan fermentasi hidrolisis
menghasilkan etanol.
a. Energi.
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), energi adalah tenaga atau
gaya untuk berbuat sesuatu. Definisi ini merupakan perumusan yang lebih luas
daripada pengertian-pengertian mengenai energi yang umumnya dianut di
dunia ilmu pengetahuan. Dalam pengertian sehari-hari energi dapat
didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan sesuatu pekerjaan (Kadir,
1995).
Sumber energi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai kekayaan alam
yang akan memberikan sejumlah daya dan tenaga apabila diproses dan diolah
serta bisa dinikmati oleh masyarakat luas di dalam penyebarannya (Kurniawan
dan Marsono, 2008).
Energi merupakan sektor utama dalam perekonomian Indonesia dewasa ini
dan akan mengambil peranan yang lebih besar diwaktu yang akan datang baik
dalam rangka penyediaan devisa, penyerapan tenaga kerja, pelestarian sumber
daya energi, pembangunan nasional serta pembangunan daerah (Abdullah,
1980).
Seperti diketahui Indonesia sangat berkepentingan dengan sumber daya
energi minyak dengan sumber daya energi lainnya karena minyak merupakan
sumber daya energi yang menghasilkan devisa selain gas alam. Oleh karena
itu, sektor-sektor perekonomian yang memanfaatkan minyak sedapat mungkin
menggantikannya dengan sumber daya lain seperti gas alam, batubara, panas
bumi, listrik tenaga air, dan biomassa. Energi biomassa merupakan sumber
daya alternatif yang harus dipilih karena jumlahnya yang melimpah dan
sifatnya yang dapat diperbaharui (Reksohadiprojo, 1988).
b. Biomassa
Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintetik,
baik berupa produk maupun buangan. Contoh biomassa antara lain adalah
tanaman, pepohonan, rumput, limbah pertanian, limbah hutan, tinja dan
kotoran ternak. Selain digunakan untuk tujuan primer serat, bahan pangan,
pakan ternak, minyak nabati, bahan bangunan dan sebagainya, biomassa juga
digunakan sebagai sumber energi (bahan bakar). Yang digunakan adalah
24
bahan bakar biomassa yang nilai ekonomisnya rendah atau merupakan limbah
setelah diambil produk primernya (Pari dan Hartoyo, 1983).
Sedangkan menurut Silalahi (2000), biomassa adalah campuran material
organik yang kompleks, biasanya terdiri dari karbohidrat, lemak, protein dan
mineral lain yang jumlahnya sedikit seperti sodium, fosfor, kalsium dan besi.
Komponen utama tanaman biomassa adalah karbohidrat (berat kering ± 75%),
lignin (± 25%) dimana dalam beberapa tanaman komposisinya bisa berbeda-
beda.
Energi biomassa dapat menjadi sumber energi alternatif pengganti bahan
bakar fosil (minyak bumi) karena beberapa sifatnya yang menguntungkan
yaitu, dapat dimanfaatkan secara lestari karena sifatnya yang dapat
diperbaharui (renewable resources), relatif tidak mengandung unsur sulfur
sehingga tidak menyebabkan polusi udara dan juga dapat meningkatkan
efisiensi pemanfaatan sumber daya hutan dan pertanian (Widarto dan
Suryanta, 1995).
Potensi biomassa di Indonesia adalah cukup tinggi. Dengan hutan tropis
Indonesia yang sangat luas, setiap tahun diperkirakan terdapat limbah kayu
sebanyak 25 juta ton yang terbuang dan belum dimanfaatkan. Jumlah energi
yang terkandung dalam kayu itu besar, yaitu 100 milyar kkal setahun.
Demikian juga sekam padi, tongkol jagung, dan tempurung kelapa yang
merupakan limbah pertanian dan perkebunan, memiliki potensi yang besar
sekali. Tabel 4.1 memberikan suatu ikhtisar dari potensi energi biomassa yang
terdapat di Indonesia. Jenis energi ini adalah terbarukan, sehingga merupakan
suatu produksi yang tiap tahun dapat diperoleh
Tabel 4.1. Potensi Energi Biomassa
Energi Potensi Kapasitas Terpasang (MW)
Hydro 75,67GW 4.200
Panas Bumi 27 GW 807
Mikro Hidro 712 MW 206
Biomassa 49,81 GW 302,4
Energi Matahari 4,8 kWH/m2/Hari 6
Angin 3 – 6 m/sekon 0,6
25
c. Bahan Bakar
Bahan bakar adalah istilah popular media untuk menyalakan api. Bahan bakar
dapat bersifat alami (ditemukan langsung dari alam), tetapi juga bersifat
buatan (diolah dengan teknologi maju). Bahan bakar alami misalnya kayu
bakar, batubara dan minyak bumi. Bahan bakar buatan misalnya gas alam cair
dan listrik.
Sebenarnya, listrik tidak dapat disebut sebagai bahan bakar karena langsung
menghasilkan panas. Panas inilah yang sebenarnya dibutuhkan manusia dari
proses pembakaran, disamping cahaya akibat nyalanya (Johannes, 1991).
Menurut Adan (1998), pemakaian bahan bakar fosil sudah mendekati masa
pensiun. Sudah menjadi berita hangat bahwa bahan bakar fosil sudah mulai
habis. Lebih buruknya lagi penggunaan bahan bakar fosil menghasilkan polusi
berupa sulfur, CH4, dan N2O yang dapat merusak lingkungan dimana ikut
andil menyebabkan pemanasan global (Global Warming). Untuk
mengeliminasi kemungkinan terburuk dampak pemakaian bahan bakar fosil
sangat tepat jika bahan bakar dari biomassa sebagai penggantinya.
Pemerintah juga sedang menyusun langkah-langkah pengembangan energi
alternatif berbasis nabati atau biofuel. Program nasional ini telah dimulai sejak
tahun 2005 dengan pengembangan energi berbahan dasar kelapa sawit,
jagung, tebu, singkong, dan jarak. Untuk daerah tertentu, terutama daerah
terpencil dan belum berkembang, akan dilaksanakan program desa mandiri
energi berbasis pohon jarak. Dengan demikian desa-desa tersebut diharapkan
akan mampu memenuhi kebutuhan energinya, tanpa harus tergantung kepada
solar dan minyak tanah. Namun, terobosan antisipasi untuk menghasilkan
energi alternatif lainnya tetap perlu dilakukan. Bahan bakar tersebut harus
murah, mudah dibuat, dan mudah dicari sumber bahannya, seperti bioarang
(Kurniawan dan Marsono, 2008).
2. Estimasi Potensi Biomass
Sisa biomassa termasuk didalamnya berbagai macam sampah, dan sisa yang dibuang
dari kehidupan seharian kita. Kuantitas produksi ini kini disebut sebagai penghasilan
sisa biomassa. Sampah yang identik dengan bau busuk tentu membawa dampak
yang negatif bagi lingkungan hidup. Misalnya bencana banjir, wabah penyakit, dan
26
mengakibatkan polusi udara. Gas yang dihasilkan oleh sampah tersebut juga
berpotensi mengakibatkan lapisan ozon semakin menipis. Tempat pembuangan akhir
sampah yang disediakan oleh pemerintah di kota-kota belum cukup untuk mengatasi
masalah sampah. Hal itu dikarenakan volume sampah akan terus meningkat seiring
dengan bertambahnya jumlah penduduk.
Dari berbagai dampak negatif oleh sampah tersebut, ternyata terdapat sisi positifnya.
Sampah merupakan sebuah potensi biomassa yang dapat dikonversi menjadi energi
listrik. Fakta menunjukkan bahwa potensi pemanfaatan sampah kota untuk
pembangkit listrik di Indonesia sangatlah besar, total secara nasional sekitar
1.879,59 MW (sumber:esdm.go.id). Sebagai contoh, potensi sampah kota yang
memiliki daerah dengan penduduk yang padat, yaitu berasal dari Jakarta dan
sekitarnya dibuang dan dikelola di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST)
Bantar Gebang. Tidak kurang dari 25.000 meter kubik sampah kota atau setara
dengan 6.000 ton per hari sampah kota atau dalam satuan tahun diproduksi
2.190.000 ton (Hadisuwito, 2013).
Saat ini, dengan teknologi landfill gas, sampah kota di TPST Bantar Gebang telah
berhasil dikonversi menjadi pembangkit listrik dengan kapasitas 12,5 MW. Banyak
sekali peran pemanfaatan sampah menjadi energi listrik di Indonesia ini, di
antaranya adalah:
a. Sebagai upaya pelestarian lingkungan, mengurangi polusi udara yang dihasilkan
oleh sampah dan mitigasi emisi gas rumah kaca secara signifikan gas methana
(CH4) dan karbon dioksida (CO2) sehingga dapat berkontribusi terhadap
pemanasan global.
b. Mereduksi resapan air lindi terhadap sumber air bersih.
c. Dapat dikembangkan di seluruh wilayah tanah air.
d. Berkontribusi dalam meningkatkan kebersihan dan kesehatan kota.
e. Diversifikasi, PLTSa bersama energi terbarukan lainnya sebagai solusi
menghadapi krisis energi, manfaat lain adalah untuk menanggulangi TPST yang
over.
27
3. Jumlah Produksi limbah Biomassa
Biomassa sangat beragam jenisnya yang pada dasarnya merupakan hasil
produksi dari makhluk hidup. Jumlah produksi biomassa sangat melimpah di
dunia. Namun, pemanfaatan energi yang berasal dari biomassa masih belum
optimal.
Gambar 4.1. Potensi Biomassa Dunia
Biomassa dapat berasal dari tanaman perkebunan atau pertanian, hutan,
peternakan atau bahkan sampah, siklus terbentuknya biomassa menjadikan
sumber energi ini ramah lingkungan karena biomassa berasal dari bahan organik
non fosil yang hasil pembakarannya tidak menimbulkan CO2 yang berbahaya
bagi lingkungan. Karbon ini disebut karbon netral (carbon neutral) karena
karbon dioksida yang dilepaskan saat pembakaran biomassa diserap kembali leh
tumbuhan, karena itu pengembangan energi dari biomassa tidak akan
berdampak buruk bagi atmosphir.
Biomassa (bahan organik) dapat digunakan untuk menyediakan panas, membuat
bahan bakar, dan membangkitkan listrik. Ini disebut bioenergi. Kayu sebagai
sumber terbesar dari bioenergi telah digunakan untuk menyediakan panas
selama ribuan tahun. Tetapi masih banyak tipe lain dari biomassa, seperti
tanaman, sisa-sisa pertanian atau kehutanan, dan komponen organik dari
sampah kota dan industri, yang sekarang dapat digunakan sebagai sumber
energi.
28
4. Potensi Energi limbah Biomassa
a. Produksi Energi Limbah Peternakan
Limbah peternakan seperti halnya feses, urin beserta sisa pakan ternak merupakan salah satu sumber bahan yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas. Namun di sisi lain perkembangan atau pertumbuhan industri peternakan menimbulkan masalah bagi lingkungan seperti menumpuknya limbah peternakan termasuknya didalamnya limbah peternakan sapi. Limbah ini menjadi polutan karena dekomposisi kotoran ternak berupa BOD dan COD (Biological/Chemical Oxygen Demand), bakteri patogen sehingga menyebabkan polusi air (terkontaminasinya air bawah tanah, air permukaan), polusi udara dengan debu dan bau yang ditimbulkannya
Gambar 4.2. Limbah Ternak Rumensia
Biogas merupakan renewable energy yang dapat dijadikan bahan bakar alternatif untuk menggantikan bahan bakar yang berasal dari fosil seperti minyak tanah dan gas alam (Houdkova et.al., 2008). Biogas juga sebagai salah satu jenis bioenergi yang didefinisikan sebagai gas yang dilepaskan jika bahan-bahan organik seperti kotoran ternak, kotoran manusia, jerami, sekam dan daun-daun hasil sortiran sayur difermentasi atau mengalami proses metanisasi. Biogas yang terbentuk dapat dijadikan bahan
29
bakar karena mengandung gas metan (CH4) dalam persentase yang cukup tinggi
Tabel 4.1. Komponen Penyusun Biogas
Jenis Gas PersentaseMetan (CH4) 50 – 70 %Karbondioksida (CO2) 30 – 40 %Air (H2O) 0,3%Hidrogen Sulfida (H2S)
Sedikit sekali
Nitrogen (N2) 1-2 %Hidrogen 5 – 10%
Biogas sebagai salah satu sumber energi yang dapat diperbaharui dapat
menjawab kebutuhan akan energi sekaligus menyediakan kebutuhan hara tanah
dari pupuk cair dan padat yang merupakan hasil sampingannya serta
mengurangi efek rumah kaca. Pemanfaatan biogas sebagai sumber energi
alternatif dapat mengurangi penggunaan kayu bakar. Dengan demikian dapat
mengurangi usaha penebangan hutan, sehingga ekosistem hutan terjaga. Biogas
menghasilkan api biru yang bersih dan tidak menghasilkan asap.
Energi biogas sangat potensial untuk dikembangkan kerena produksi biogas
peternakan ditunjang oleh kondisi yang kondusif dari perkembangkan dunia
peternakan sapi di Indonesia saat ini. Disamping itu, kenaikan tarif listrik,
kenaikan harga LPG (Liquefied Petroleum Gas), premium, minyak tanah,
minyak solar, minyak diesel dan minyak bakar telah mendorong pengembangan
sumber energi elternatif yang murah, berkelanjutan dan ramah lingkungan
(Nurhasanah dkk., 2006).
Di beberapa daerah termasuk di Kota Magelang telah berkembang sejumlah
kelompok peternakan sapi maupun domba serta peternak ayam dan itik
sebagaimana ditunjukkan dalam tabel 4.2. Kondisi ini mendukung ketersediaan
30
bahan baku biogas secara kontinyu dalam jumlah yang cukup untuk
memproduksi biogas.
Pemanfaatan limbah peternakan khususnya kotoran ternak sapi menjadi biogas
mendukung konsep zero waste sehingga sistem pertanian peternakan yang
berkelanjutan dan ramah lingkungan dapat dicapai
Tabel 4.2. Data KAPASITAS Kotoran Ternak di Kota Magelang per 31 Agustus 2014
No.Nama
Kelompok Ternah
Alamat Populasi (Ekor) Terolah
1 Kel. Sapi Perah “Suka Maju”
Kedungsari, Kec. Magelang Utara
12 ☑(biogas)
2 Kel Sapi Potong “Tidar Agri Mandiri”
Dudan Tidar Utara,. Magelang Selatan
21 ☑(biogas)
3 Kel. Sapi Perah “Sumberrejeki”
Kiringan Tidar Utara, Kec. Magelang Selatan
21 - ☑
4 Bapak Fachrurrozi (Sapi Potong)
Gelangan, Kec. Magelang Tengah
32 - ☑
5 Kelompok Domba “Maju Makmur”
Sukarno Hatta, Rejowinangun Utara, Kec Magelang Tengah
30 - ☑
6 Bapak Handoko ‘Domba”
Tidar Krajan-Tidar Utara, Kec. Magelang Selatan
60 ☑(kompos)
7 Bapak Sugeng Yulianto “Domba”
Pongangan Kel. Wates, Magelang Utara
30 - ☑
8 Bapak Cahyo Purnomo “Ayam Broiler”
Pongangan Kel. Wates, Magelang Utara
8.000 - ☑
9 Bapak Mujiono “Ayam Broiler”
Tidar Selatan, Kecamatan Magelang Selatan
4.000 - ☑
10 Bapak. Gie Ing “Ayam Broiler”
Tidar Baru, Magersari, Kec. Magelang Selatan
6.000 - ☑
11 Bapask Bogeman, Panjang, 1.000 - ☑
31
Sugiyanto “Ayam Broiler”
Kecamatan Magelang Tengah
12 Bapak Bowo “Ayam Broiler”
Botton Kopeng Magelang. Kec. Magelang Tengah
800 - ☑
13 Bapak Arif “Itik”
Botton Kopeng Magelang. Kec. Magelang Tengah
300 - ☑
Sumber : DinasPertanian Peternakan dan Perikanan Kota Magelang
Tabel 4.3. Kandungan Bahan kering & Volume Gas yang dihasilkan Tipa Jenis Kotoran
JenisBanyak Tinja
(kg/Hari)
Total Solid-TS (%)
Biogas yang dihasilkan (m3/kg.)
Gajah 30 18 0.018 – 0.025Sapi/Kerbau 25-30 20 0.023 – 0.04Kambing/domba 1.13 26 0.04 – 0.059Ayam 0,18 28 0.065 – 0.116Itik 0,34 38 0.065 – 0.116Babi 7 9 0.04 – 0.059Manusia 0.025 – 0.4 23 0.020 – 0.028
Sumber: Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian Badan Litbang Pertanian , Departemen Pertanian 2008).
32
Gambar. 4.3. Instalasi Pembangkit Biogas
Analisis kandungan biogas untuk kotoran ternak:
Jumlah sapi dikandang “Suka Maju” 12 ekor
Mampu menghasilkan 25 kg kotoran/hari/ekor
Produksi kotoran sapi = 12 ekor x 25 kg/hari/ekor
= 300kg/hari
Indeks kandungan bahan kering (TS) kotoran sapi adalah 20%
Maka kandungan total bahan kering = Produksi kotoran sapi x % TS
= 300 kg/hari x 0,2 TS
= 60kg.TS /hari
Indeks hasil biogas sapi 0,04 kg.TS/m3.
Potensi Biogas = Kandungan total bahan kering x indeks biogas ternak
= 60 kg.TS/hari x 0,04 kg.TS/m3
= 2,4 m3/hari
Tabel 4.4. Konversi Biogas dan Penggunaannya
Penggunaan Energi 1 m3 biogas
Penerangan Lampu 60 – 100 Watt selama 6 jam
Memasak Memasak 3 Jenis makanan untuk 5 – 6
orang
Tenaga Menjalankan motor 1 hp selama 2 jam
Listrik 4,7 kWh energi listrik
Sumber: Suriawiria, menuai Biogas dari Limbah, 2005.
Tabel 4.5 Potensi Biogas Kotoran Ternak di Kota Magelang per 31 Agustus 2014
No.Nama
Kelompok Ternah
Alamat Populasi (Ekor) Terolah Potensi
(m3)
1 Kel. Sapi Perah “Suka Maju”
Kedungsari, Kec. Magelang Utara
12 ☑(biogas)
2,4
2 Kel Sapi Potong “Tidar Agri Mandiri”
Dudan Tidar Utara,. Magelang Selatan
21 ☑(biogas)
4,2
3 Kel. Sapi Perah “Sumberrejeki”
Kiringan Tidar Utara, Kec. Magelang Selatan
21 - 4,2
33
4 Bapak Fachrurrozi (Sapi Potong)
Gelangan, Kec. Magelang Tengah
32 - 6,4
5 Kelompok Domba “Maju Makmur”
Sukarno Hatta, Rejowinangun Utara, Kec Magelang Tengah
30 - 5,2884
6 Bapak Handoko ‘Domba”
Tidar Krajan-Tidar Utara, Kec. Magelang Selatan
60 ☑(kompos)
10,5768
7 Bapak Sugeng Yulianto “Domba”
Pongangan Kel. Wates, Magelang Utara
30 - 5,2884
8 Bapak Cahyo Purnomo “Ayam Broiler”
Pongangan Kel. Wates, Magelang Utara
8.000 - 46,7712
9 Bapak Mujiono “Ayam Broiler”
Tidar Selatan, Kecamatan Magelang Selatan
4.000 - 23,3856
10 Bapak. Gie Ing “Ayam Broiler”
Tidar Baru, Magersari, Kec. Magelang Selatan
6.000 - 35,0784
11 Bapask Sugiyanto “Ayam Broiler”
Bogeman, Panjang, Kecamatan Magelang Tengah
1.000 - 5,8464
12 Bapak Bowo “Ayam Broiler”
Botton Kopeng Magelang. Kec. Magelang Tengah
800 - 4,67712
13 Bapak Arif “Itik”
Botton Kopeng Magelang. Kec. Magelang Tengah
300 - 4,49616
Sumber Data yang diolah
34
Gambar 4.3. Grafik Potensi Biogas Kotoran Ternak di Kota Magelang
Tabel 4.6. Konversi Biogas dan Penggunaannya
Penggunaan Energi 1 m3 biogasPenerangan Lampu 60 – 100 Watt selama 6 jamMemasak Memasak 3 Jenis makanan untuk 5 – 6 orangTenaga Menjalankan motor 1 hp selama 2 jamListrik 4,7 kWh energi listrikSumber: Suriawiria, menuai Biogas dari Limbah, 2005.
b. Produksi Biogas Sampah Organik
1) Volume Sampah yang Terangkut
Kota Magelang cukup potensial dengan sampah yang dihasilkan, meskipun
tidak sebesar kota-kota besar lainnya. Hal tersebut dapat tunjukkan dengan
volume sampah yang dapat mencapai 7.261 m3 dalam satu bulannya. Sedang
volume sampah terangkut mencapai 3.824,5m3. Sampah terangkut adalah
volume sampah yang diangkut oleh kendaraan pengangkut sampah dari sumber
sampah ke TPSA. Dalam hal ini kendaraan pengangkut sampah yang dimaksud
adalah semua armada yang masuk ke TPSA dari wilayah Kota Magelang.
Sehingga dari data sampai bulan Oktober 2014 Volume Sampah Terangkut rata-
35
rata mencapai 118,54m3/hari atau rata-rata 50,9% dari jumlah sampah
terakumalsi. Berikut ilustrasi ritase sampah ke TPA tahun 2014.
Gambar 4.4. Ritase Sampah ke TPA Banyu Urip Tahun 2014
Komposisi sampah
Komposisi atau susunan bahan-bahan sampah merupakan hal yang perlu
diketahui karena berguna untuk pemilahan sampah dan pemilihan alat atau
sarana yang diperlukan untuk pengelolaan sampah.
Menurut Achmadi (2004) secara umum komposisi dari sampah di setiap kota
bahkan negara hampir sama. Sedang di Kota Magelang komposisi sampah dapat
diilustrasikan dalam tabel 4.7 berikut :
Tabel 4.7. Komposisi Sampah di Kota Magelang Tahun 2014
NO Jenis Sampah % Ton/hari1 Sampah Organik 69,65 40,072 Sampah Anorganik 30,35 17,463 Kertas 8,46 4,874 Plastik 10,12 5,825 Logam 2,30 1,326 Karet 0,76 0,447 Kain/Tekstil 0,23 0,138 Kayu/Bambu 0,51 0,29
36
9 Gelas 1,96 1,1310 Lain2 6,01 3,46
Sumber;Data yang diolah.
Gambar 4.5. Grafik Komposisi Timbulan Sampah di Kota Magelang
2) Perhitungan Gas Rumah Kaca (GRK) di TPSA
Emisi yang dihasilkan sampah dari TPSA adalah gas metana ( CH4). Faktor-
faktor yang mempengaruhinya adalah:
a. Jumlah sampah; semakin banyak sampahnya, semakin besar GRK-nya
b. Komposisi jenis sampah; semakin tinggi sampah yang mudah membusuk,
semakin besar GRK-nya
c. Tipe/Sistem Pengelolaan TPSA; semakin tertutup (tidak terkena udara)
sistem pengelolaan TPSA, semakin besar GRK
d. Pemanfaatan gas; semakin kecil pemanfaatan gasnya, semakin besar GRK-
nya
Sehingga jika dirumuskan, maka diperoleh formulasi:
Emisi (CH4) = (MSWF x MCF x DOC x DOCF x F x K - R) x (1-OX)
Dimana:
MSWF = Jumlah sampah yang masuk ke TPSA
37
MCF = Faktor koreksi gas metana (berdasarkan Tipe TPSA)
DOC = Fraksi Degradable Organic Carbon
= ((0,4x jumlah kertas dan tekstil)+(0,17 x jumlah sisa
kebun) + (0,15xjumlah sisa makanan)+(0,3 x jumlah
kayu dan jerami))/(MSWF))
DOCF = Fraksi DOC dissimulated (0,5)
F = Fraksi CH4 di TPSA (0,5)
K = Faktor Konversi ke CH4=16/12=1,33
R = Gas metan yang ditangkap (jika gas metan yang
dihasilkan ditangkap dan dimanfaatkan)
OX = Faktor Oksidasi (0)
_________________________________________________________________
Untuk Kota Magelang tahun 2013:
Volume sampah masuk TPA rata-rata = 118,54 m3/hari
Dengan Asumsi 1 tahun = 365 hari
Maka MSWF = 43.267,1m3
MCF = 1
Komposisi sampah di TPSA : (data dari BLH Prov Jateng)
Kertas tekstil = 19,6 %
Sisa kebun = 49%
Sisa Makanan = 21 %
Kayu dan jerami = 3%
Lainnya = 7,4%
Sehingga DOC = 0,2
DOCF = 0,5
F = 0,5
R = 0
OX = 0
Maka dengan rumus di atas dapat diperoleh Emisi CH4 = 1.081,6775m3
Jika dikonvesikan ke CO2 (dikali 21) maka Emisi CO2e = 22.715,2275m3
3) Penentuan Produksi Biogas Sampah
38
Limbah sampah organik yang potensi untuk diolah di TPA kota Magelang
adalah :
3.824m3/bulan atau setara dengan 917.888 kg/bulan atau 30,6 Ton /hari.
DM (30 %), nilai ODM (90%) dan OMR (66,7%) maka pro duksi boiogas
secara teoritis adalah:
DM = 30% x 30,6
= 9,1788 ton/hari
ODM = 90% x 9,2
= 8,26092 ton/hari
ODMR = 66,7% x 8,26
= 5,50942 ton /hari
Karena produksi boiogas secara teoritis setara dengan pengurangan limbah
organik kering (ODMR atau OMR) maka setiap hari dihasilkan biogas sebanyak
5509 Kg. Sebagaimana ditunjukkan dalam ilustrasi berikut;
Faktor Input:
Kadar air = Total – DM
Kadar Abu = DM – Organik
ODM = Organik
Total = Kadar air + Kadar Abu + Organik
Water Ash ODM Total inputTotal – Dry Dry – organic Organic Water + Ash
+ organic
Water Ash ODM Biogas Total output
Total – Dry Dry – organic Input – OMR OMR Water + Ash + organic
Sehingga diperoleh:
Input (ton/hari) Air Kadar Abu ODM Total21,42 0,92 8,26 30,6
Output (ton/hari) Air Kadar Abu ODM Biogas Total21,42 0,92 5,5 2,76 30,6
Bila Biogas terdiri dari gas metan 60%, dan volume digester 3.000 m3, maka
39
- Volume biogas dihasilkan = setara dengan ODMR = 9,004 ton perhari Bila
diketahui jenis limbah organik (untuk limbah MSW dengan Produksi biogas
0,31 – 0,35 m3/kg dry solid)
Maka volume biogas antara
(0,31 X 13.500) = 4.185 kg dan (0,35 X 13.500) = 4.725 kg
- Specific Loading Rate (laju penambahan bahan organik spesifik)
= (ODM/Volume Digester) = (9.004/3.000) = 3 kg/m3 perhari.
- Hydraulic Retention Time =(volume digester/daily feed rate)
Dengan asumsi 1 m3 = 1 ton, dan HRT sampai dengan proses menghasilkan
biogas
maka = 3.000 m3/50 m3 perhari = 60 hari
Bila HRT dilakukan sampai proses ODM terjadi maka (belum pada fase
pembentukan biogas), maka = 3000 m3 / 41 m3, perhari = 73, 170 hari.
- Specifik Biogas Production (SBP) = (biogas production/Digester Volume)
secara teoritikal = 9.004 kg / 3.000 m3 = 3 kg/m3 Untuk limbah MSW
dengan Produksi biogas 0,31 – 0,35 m3/kg dry solid) maka SBP adalah =
4.185 m3 / 3000 kg = 1,40 m3/kg dan = 4.725 kg/ 3000 m3 = 1,58 m3/kg
- Specifik Methane Production (SMP) = volume % CH4 (m3/day)/OM Loading
Rate . Secara teoritis produksi biogas 9.004 kg setara dengan = (0.6 x
9.004)/13.500= 0,40017m3/kg
Dengan demikian potensi Energi sampah yang dihasilkan mencapai.;
= Specific methane Production x berat sampah yang diolah
= 0,40017 m3/kg x 30600
= 12240m3
Rancangan Biodigester
Biodigester dibuat dengan bentuk silinder dengan posisi vertikal. Biodigester
digunakan untuk menyimpan sampah organik selama 30 hari. Perbandingan
komposisi sampah organik hasil pencacahan dan air adalah 1 : 4 dimana :
Air yang harus di tambahkan = 4 x sampah organik = 4 x 30,6 ton
mt = 122,4ton
Hasil diatas menunjukan massa total larutan substrat padat (mt) yang dihasilkan
sebesar ;
Volume Substrat Padat (Vf)
40
Vf = mt
ρm =
122 , 4 ton
1 tonm3
= 122,4 m3
Volume biodigester (Vd)
Volume biodigester dapat ditentukan jika volume substrat padat (Vf) sudah
dapat diketahui maka volume biodigester berbentuk silinder dapat dihitung :
Vd = Vf x tr = 122,4m3 x 30 hari = 3.672m3
Dengan rumus volume silinder Vs = η . r2 . t , maka tinggi dan diameter
silinder dapat ditentukan :
Tinggi biodigester = 34.5 m dengan diameter biodigester = 50 m
Bentuk Biodigester silinder dengan posisi vertical dengan nilai nominal antara
tinggi dan diameter silinder lebih besar diameter, dimaksudkan didalam
biodigester dipasang baling-baling dengan penggerak motor. Fungsi baling-
baling untuk memecah gumpalan sampah organik selama proses fermentasi.
Volume gas holder (tabung gas)
Tekanan biogas sangat rendah, untuk itu gas holder dapat digunakan bahan yang
terbuat dari plastik. Untuk menghitung volume gas holder dapat menggunakan
perbandingan antara volume substrat padat (Vf) dengan gas holder (Vg) dengan
nilai perbandingan 1 : 2 dimana :
Volume gas holder (Vg) =
Vf
( VfVg )
=
3. 672
( 12 )
= 7.344 m3
Dari volume gas holder (Vg) maka tinggi dan diameter gas holder dapat
ditentukan :
Tinggi gas holder = 75 m dengan Diameter gas holder = 48 m
Volume gas yang terbentuk
Kemampuan biogas sebagai sumber energi sangat tergantung dari jumlah gas
methan yang dihasilkan, dengan ekuivalensi :
41
1 m3 biogas = 0.65 m3 gas methan (CH4) m3.
CH4 = 0.65 x Vg
= 0.65 x 7.344 m3
= 4.773,6 m3
Dari gas holder (Vg) yang direncanakan akan dihasilkan 4.773,6 m3 gas methan
(CH4) dimana dalam setiap 0.65 CH4 akan menghasilkan 6.5 kwh jadi bila gas
methan dalam gas holder digunakan untuk membangkitkan listrik akan didapat
ekuivalensi :
P = 4.773,6x 6.5 kwh
= 31.028,4 kwh
c. Poduksi Biogas Limbah RPH
Limbah pemotongan hewan (RPH) yang berupa feces urine, isi rumen atau isi
lambung, darah afkiran daging atau lemak, dan air cuciannya, dapat bertindak
sebagai media pertumbuhan dan perkembangan mikroba sehingga limbah
tersebut mudah mengalami pembusukan. Dalam proses pembusukannya di
dalam air, mengakibatkan kandungan NH3 dan H2S di atas maksimum kriteria
kualitas air, dan kedua gas tersebut menimbulkan bau yang tidak sedap serta
dapat menyebabkan gangguan pada saluran pernapasan yang disertai dengan
reaksi fisiologik tubuh berupa rasa mual dan kehilangan selera makan. Selain
menimbulkan gas berbau busuk juga adanya pemanfaatan oksigen terlarut yang
berlebihan dapat mengakibatkan kekurangan oksigen bagi biota air (Widya, I.
N., 2007).
Tabel. 4.8. Data Kapasitas Limbah Batoar.
NoNama & alamat
BatoarNama limbah
Jumlah pemoto
ngan
Kapasitas perhari
(m3)
Keterangan olah
Sudah Belum
1 RPH Kota Magelang –Jl. Urip Sumoharjo-Canguk Magelang
Isi Rumen Sapi
10 0,20 ☑2 Tempat Pemotongan
Ayam “Ibu Tatik” Tidar Krajan Tidar Utara Magelang
Fases pada Usus
150 0,045 ☑
Sumber: Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan Kota Magelang
42
Karakteristik Air Limbah Rumah Potong Hewan
Kusnoputranto (1985) menjelaskan bahwa berdasarkan karakteristiknya, air
limbah dapat digolongkan menjadi tiga bagian:
1. Karakteristik fisik
Terdiri dari 99,9% air serta sejumlah kecil bahan-bahan padat tersuspensi.
Air buangan rumah tangga biasanya sedikit berbau sabun atau minyak dan
bewarna suram seperti larutan sabun, biasanya terdapat sisa-sisa kertas,
sabun serta bagianbagian dari tinja.
2. Karakteristik kimia
Air buangan mengandung campuran zat-zat kimia anorganik yang berasal
dari air bersih serta bermacam-macam zat organik yang berasal dari bahan-
bahan buangan dari proses produksi. Biasanya bersifat basa pada saat limbah
baru dibuang dan cenderung bersifat asam apabila limbah sudah mulai
membusuk.
Substansi organik dalam air buangan dapat digolongkan menjadi dua
gabungan, yaitu:
a. Gabungan yang mengandung nitrogen, yang terdiri dari urea, protein dan
asam amino.
b. Gabungan yang tidak mengandung nitrogen, yang terdiri dari lemak, sabun
dan karbohidrat jenis sellulosa
c. Karakteristik biologis Kandungan bakteri patogen serta organisme golongan
coli juga terdapat dalam air limbah tergantung darimana sumbernya, namun
keduanya tidak berperan dalam proses pengolahan air limbah industri.
Untuk mencegah atau mengurangi dampak negatif tersebut, perlu
diperhatikan kondisi sistem pembuangan air limbah yang memenuhi syarat
sehingga air limbah tersebut tidak mengkontaminasi sumber air minum;
tidak mengakibatkan pencemaran permukaan tanah; tidak menyebabkan
pencemaran air untuk mandi, perikanan, air sungai, atau tempat-tempat
rekreasi; tidak dapat dihinggapi serangga dan tikus dan tidak menjadi
tempat berkembangbiaknya berbagai bibit penyakit dan vektor; baunya
tidak mengganggu masyarakat setempat.
Parameter Air Limbah Rumah Potong Hewan
43
Permenlh RI No.02 (2006) menjelaskan bahwa parameter air limbah rumah
potong hewan terdiri dari:
1. Biochemical Oxygen Demand (BOD)
Biochemical Oxygen Demand (BOD) adalah banyaknya oksigen dalam air
limbah yang dibutuhkan bakteri atau mikroorganisme untuk melakukan
dekomposisi aerob dari bahan-bahan organik yang ada dibawah kondisi
standar waktu dan suhu tertentu. Penguraian limbah organik melalui proses
oksidasi oleh mikroorganisme dalam air merupakan proses alamiah yang
mudah terjadi apabila air limbah mengandung oksigen yang cukup. Dalam
air limbah bahan pencemar organik diuraikan secara alamiah oleh bakteri
yang ada. Bila oksigen cukup banyak, bakteri akan melakukan dekomposisi
secara aerob. Kalau kehabisan oksigen maka dekomposisi dilakukan oleh
bakteri anaerob. Biochemical Oxygen Demand (BOD) merupakan petunjuk
penting untuk mengetahui zat organik dalam air limbah, semakin banyak
kandungan zat organik maka semakin tinggi kadar BOD. Kadar BOD
maksimum yang diperbolehkan bagi kegiatan rumah potong hewan adalah
100 mg/L.
2. Chemical Oxygen Demand (COD)
Untuk mengetahui jumlah bahan organik di dalam air dapat dilakukan uji
yang lebih cepat daripada uji BOD, yaitu berdasarkan reaksi kimia dari suatu
bahan oksidan. Uji COD (Chemical Oxygen Demand), yaitu suatu uji yang
menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan, misalya
kalium dikhromat, untuk mengoksidasi bahan-bahan organik yang terdapat di
dalam air. Uji COD biasanya menghasilkan kebutuhan oksigen yang lebih
tinggi daripada uji BOD karena bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi
biologi dan mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalam uji COD. Kadar
COD maksimum yang diperbolehkan bagi kegiatan rumah potong hewan
adalah 200mg/L.
3. Total Suspended Solid (TSS)
Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air yang
tidak larut dan tidak dapat mengendap langsung. Padatan tersuspensi terdiri
dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih rendah dari
sedimen. Kadar TSS maksimum yang diperbolehkan bagi kegiatan rumah
potong hewan adalah 100 mg/L.
44
4. Minyak dan Lemak
Minyak dan lemak yang mencemari air sering dimasukkan ke dalam
kelompok padatan, yaitu padatan yang mengapung di atas permukaan air.
Pencemaran air oleh minyak sangat merugikan karena dapat menimbulkan
hal-hal sebagai berikut:
a. Adanya minyak menyebabkan penetrasi sinar ke dalam air berkurang.
Ternyata intensitas sinar di dalam air sedalam 2 meter dari permukaan air
yang mengandung minyak adalah 90% lebih rendah daripada intensitas sinar
pada kedalaman yang sama di dalam air yang bening
b. Konsentrasi oksigen terlarut menurun dengan adanya minyak karena lapisan
film minyak menghambat pengambilan oksigen oleh air
c. Adanya lapisan minyak pada permukaan air akan mengganggu kehidupan
burung air karena burung-burung yang berenang dan menyelam bulu-bulunya
akan ditutupi oleh minyak sehingga menjadi lekat satu sama lain, akibatnya
kemampuannya untuk terbang juga menurun
d. Penetrasi sinar dan oksigen yang menurun dengan adanya minyak dapat
mengganggu kehidupan tanam-tanaman laut, termasuk ganggang dan liken
Beberapa komponen yang menyusun minyak juga diketahui bersifat racun
terhadap berbagai hewan maupun manusia, tergantung dari struktur dan berat
molekulnya. Komponen-komponen hidrokarbon jenuh yang mempunyai titik
didih rendah diketahui dapat menyebabkan anestesi dan narkosis pada
berbagai hewan tingkat rendah dan jika terdapat pada konsentrasi tinggi
dapat mengakibatkan kematian. Kadar minyak dan lemak maksimum yang
diperbolehkan bagi kegiatan rumah potong hewan adalah 15 mg/L
Potensi Pengolahan Air Limbah RPH
Kusnoputranto (1987) menjelaskan bahwa pengolahan air limbah terdiri dari:
1. Pengenceran (dilution)
Yakni air buangan diencerkan terlebih dahulu sampai mencapai konsentrasi
yang cukup rendah, kemudian baru dibuang ke badan air. Pada keadaan
tertentu dilakukan proses pengolahan sederhana terlebih dahulu seperti
pengendapan dan penyaringan. Akan tetapi dengan bertambahnya penduduk
dan perkembangan industri, volume air limbah yang dibuang menjadi terlalu
banyak karena diperlukan derajat pengenceran yang cukup besar, hal ini
45
d. Produksi Biogas Faces
Salah satu potensi limbah yang lain yang ada di kota Magelang adalah limbah
sanitasi toilet (feces dan urine). Dalam penelitian ini diberikan contoh sanimas di
kampung Wates Tengah RT.2. RW.II. Wates Kota Magelang. Dengan jumlah
pemanfaat tiga RT., masing-masing RT. 1, RT,, 2 dan RT. 5., dengan jumlah
pengguna 50 – 60 kk atau ± 300 orang pengguna.
Data Perhitungan
Dengan mengasumsikan penggunaan sanimas oleh 300 orang, dengan berat badan
rata-rata 50-60 kg per orang. Temperatur udara sekitar rata-rata 30ºC, maka dapat
ditentukan jumlah biogas yang dihasilkannya bila dimanfaatkan secara optimal.
Penyelesaian Perhitungan
Berdasarkan ilustrasi di bawah ini diketahui berat rata-rata feces orang Indonsia
antara 0.40 - 0.5 kg per orang perhari dan lama proses penguraian (HRT) berkisar
60 sampai dengan 90 hari (dari sumber yang berbeda HRT kotoran manusia
dengan system sanitasi toilet di Sulabh, India hanya 30-50 hari)[20] Maka: - Total
limbah organik= 0.5 kg X 300 = 150 kg/hari
Total Solid (TS) limbah organik = 0,2 X 150 Kg = 30 KG
Data nilai Total Solid (TS) dapat dilihat dari tabel produksi gas per kg total solid
matrial organik dibawah ini
Material Dry Metter Content (%) Water Content (%)Dry Rice Straw 83 17Dry Water Straw 82 18Corn Stalks 80 20Green Grass 24 76Human Excrement 20 80Pig Excrement 18 82Cattle Excrement 17 83Human Urine 0,4 99,6Pig Urine 0,4 99,6Cattle Urine 0,6 99,4
Untuk mendapatkan konsentrasi pengenceran matrial organic ideal (dengan
kepekatan 8%) maka :
8 Kg Solid = 100 Kg influent atau 1 Kg Solid = 100/8 Kg influent 30 Kg Solid =
100 X 30 / 8 = 375 Kg. Influent Maka total influent dibutuhkan 375 kg.
46
- Air yang ditambahkan untuk mencapai kondisi 8% dari konsentrasi TS
= 2500 Kg – 1000 kg = 1500 kg (ini bisa diambil dari limbah cair toilet yang
dialirkan ke tangki digester)
- Volume kerja digester (Working volume digester) = Vgs + Vf
e. Produksi Biogas Cairan lindi
Sejauh ini pengelolaan sampah di TPA Banyuurip ini masih menggunakan cara
contolled landfill. Salah satu masalah yang ditimbulkan dari penumpukan sampah
di TPA adalah timbulnya pencemaran udara, bau yang menyengat, dan cemaran
lindi. Semakin banyak tumpukan sampah di TPA maka lindi yang dihasilkan akan
semakin banyak terutama pada musim penghujan.
Cairan dalam landfill tersebut berasal dari luar diantaranya air hujan, aliran atau
drainase permukaan, air tanah, dan cairan yang dihasilkan dari dekomposisi
sampah. Pengolahan lindi di TPA Banyuurip ini berlangsung masih baik, pipa
penyalur air lindi ke instalasi pengolahan lindi sejauh ini masih berfungsi dengan
baik. Sehingga pipa-pipa tersebut mampu mengalirkan air lindi dengan lancar.
Pada saat kemarau air lindi yang dialirkan sedikit sekali sedangkan pada musim
penghujan air lindi yang dialirkan banyak sekali. Tidak semua lindi mengalir ke
instalasi pengolahan lindi, sebagian lindi ada yang masuk ke saluran drainase dan
mengalir mengikuti kontur tanah TPA.
Fe, Mn, TSS, dan TDS dan dibandingkan dengan Perda no 10 tahun 2004
didapatkan hasil yang tidak sesuai, yaitu kadar BOD dan COD yang masih tinggi
lebih dari standar yang telah ditetapkan.
Melihat permasalahan diatas maka diperlukan langkah cerdas untuk mereduksi
jumlah lindi yang dihasilkan tersebut, salah satunya dengan pengelolaan Lindi
yang dihasilkan dari sampah di TPA Banyuurip diolah menggunakan instalasi
pengolahan lindi, bantuan dari Pemerintah Propinsi Jawa Tengah untuk
pembuatan saluran IPAL leachate. IPAL yang berada di tengah-tengah TPA
dialirkan ke IPAL 2 dengan menggunakan teknik gravitasi. IPAL 2 yang berada di
selatan atau bagian yang paling rendah terdiri dari 4 bak pengolahan. Fungsi dari
bak pertama dan bak kedua merupakan bak anaerobic, bak ke3 merupakan bak
fakultatif, dan bak ke4 merupakan bak maturasi.
47
Pada bak anaerob yang merupakan bak pengolahan pertama masih terdapat
sampah-sampah pada muka air bak tersebut. Hal ini dapat menyebabkan
pengolahan lindi tidak efektif. Selain itu, setelah dilakukan pemeriksaan kadar
BOD, COD, amoniak, sulfide, ada, apakah masih mampu mengolah air lindi yang
bertambah dari waktu ke waktu seiring dengan bertambahnya jumlah timbunan
sampah. Apakah instalasi yang ada masih mampu mengolah air lindi dan
menampung debit air lindi yang ada atau diperlukan instalasi pengolahan lindi
yang baru untuk mengolah air lindi dan menampung debit air lindi yang ada.
Sehingga air lindi yang telah diolah dan dibuang ke badan air aman bagi
lingkungan sekitar dan tidak menjadi sumber pencemar.
1) Tujuan Oprerasional
Kegiatan ini dimaksudkan:
- Mengevaluasi kondisi instalasi pengolah lindi eksisting, dan kinerja dari
instalasi pengolah lindi tersebut.
- Mengoptimalisasi instalasi pengolah lindi TPA Sukosari.
- Menghitung besarnya energi yang dihasilakn dari instalasi pengolahan
tersebut.
Analisis data
Perhitungan debit air lindi secara teoritis (metode rasional). Rumus yang
digunakan adalah :
Q=( C
1000 )×I×A
Q=Q1+Q2
=(11000 )⋅I⋅(C1⋅A1+C2⋅A2 )
Analisa kualitas air lindi
Evaluasi instalasi pengolah lindi, meliputi : waktu tinggal, koefisien laju
reaksi, dan BOD organic loading.
Waktu tinggal
48
V = Q x td ; td =
VQ
BOD organic loading
v = LiQ/Va
Koefisien laju reaksi
SSo
=11+kV /Q
=11+kθ
4. Optimalisasi
Luasan wilayah tempat sampah yang dipadatkan di TPA Banyuurip Kota
Magelang mencapai 6,8 Ha. Dari luasan tersebut, saat terjadi hujan dengan
intensitas 100 mm/hari maka diperkirakan air lindi yang dihasilkan sebanyak 6 m3.
Dengan memperkirakan debit air lindi di TPA Bakung mencapai 200 ml/detik,
sehingga dalam waktu 24 jam akan dihasilkan air lindi sebanyak ± 17,5 m3.
Volume gas yang terbentuk
Kemampuan biogas sebagai sumber energi sangat tergantung dari jumlah gas
methan yang dihasilkan, dengan ekuivalensi :
1 m3 biogas = 0.65 m3 gas methan (CH4) m3.
CH4 = 0.65 x Vg
= 0.65 x 262,5 m3
= 170,625 m3
Dari gas holder (Vg) yang direncanakan akan dihasilkan 170,625 m3 gas methan
(CH4) dimana dalam setiap 0.65 CH4 akan menghasilkan 6.5 kwh jadi bila gas
methan dalam gas holder digunakan untuk membangkitkan listrik akan didapat
ekuivalensi :
P = 170,625 x 6.5 kwh
= 170,625 kwh
f. Produksi Biogas Limbah Tahu
Kegiatan industri dianggap memberikan dampak buruk bagi lingkungan
yaitu meningkatkan pencemaran air dan udara, penurunan kualitas tanah,
49
dampak dalam skala global seperti hujan asam, pemanasan global dan penipisan
lapisan ozone. Untuk menciptakan produksi yang berkelanjutan, industri
diharapkan mempunyai sikap proaktif dalam mengontrol sampai mencegah
terjadinya pencemaran. Selama ini pengendalian pencemaran dilakukan setelah
limbah terbentuk (end of pipe treatment). Hal ini tidak akan menyelesaikan
permasalahan pencemaran secara maksimal, karena bahan pencemar hanya
berpindah dari media satu ke media yang lain. Dari segi ekonomi, industri
memerlukan biaya investasi yang besar dalam membangun instalasi pengolah
limbah sehingga biaya produksi meningkat. Tentunya akan sangat keberatan
bagi industri kecil yang mempunyai modal terbatas untuk operasional kerja
Demikian halnya dengan kota Magelang, yang telah menjadikannya
industri kecil menegah tahu sebagai komoditas unggulannya, telah menyisakan
permasalah tersendiri baik untuk indutrinya maupun untuk lingkungannya.
Dengan kapasitas kapasitas produksi yang cukup besar dan penggunaan bahan
baku yang tinggi pula tentu akan berbanding lurus dengan banyaknya limbah
yang di hasilkan. Sebagaimana yang diilustrasikan dalam grafik berikut ini ;
3890.23
8801.5
462.51248.33
Rata-Rata Kebutuhan Kedelai(Kg/hari)
Tidar CampurTrunanTidar UtaraTidar Baru
Gambar,..... Rerata Kebutuhan kedelai IKM tahu di Kota Magelang
50
Gambar,..... Rerata produksi limbah tahu di Kota Magelang berdasarkan kelompok kerja
Tabel ......kapasitas Produksi dan Potensi limbah
Kelompok KerjaKapasitas Produksi Kg/hari
Limbah (l)
Tidar Campur 3890,23 33066,95Trunan 8801,5 74812,75Tidar Utara 462,5 3931,25Tidar Baru 1248,33 10610,8Jumlah 14402,56 122421,8
g. Produksi
Volume Substrat Limbah Cair Tahu
Perlu dikonversikan terlebih dahulu dari liter ke meter kubik sehingga
total limbah cair = 122421,8 /1000
= 122,4m3
Volume biodigester (Vd)
51
Volume biodigester dapat ditentukan jika volume substrat padat (Vf) sudah
dapat diketahui maka volume biodigester berbentuk silinder dapat dihitung :
Vd = Vf x tr = 122,4m3 x 30 hari = 3.672m3
Dengan rumus volume silinder Vs = η . r2 . t , maka tinggi dan diameter
silinder dapat ditentukan :
Tinggi biodigester = 34.5 m dengan diameter biodigester = 50 m
Bentuk Biodigester silinder dengan posisi vertical dengan nilai nominal
antara tinggi dan diameter silinder lebih besar diameter, dimaksudkan
didalam biodigester dipasang baling-baling dengan penggerak motor. Fungsi
baling-baling untuk memecah gumpalan sampah organik selama proses
fermentasi.
Volume gas holder (tabung gas)
Tekanan biogas sangat rendah, untuk itu gas holder dapat digunakan bahan
yang terbuat dari plastik. Untuk menghitung volume gas holder dapat
menggunakan perbandingan antara volume substrat padat (Vf) dengan gas
holder (Vg) dengan nilai perbandingan 1 : 2 dimana :
Volume gas holder (Vg) =
Vf
( VfVg )
=
3. 672
( 12 )
= 7.344 m3
Dari volume gas holder (Vg) maka tinggi dan diameter gas holder dapat
ditentukan :
Tinggi gas holder = 75 m dengan Diameter gas holder = 48 m
Volume gas yang terbentuk
Kemampuan biogas sebagai sumber energi sangat tergantung dari jumlah gas
methan yang dihasilkan, dengan ekuivalensi :
1 m3 biogas = 0.65 m3 gas methan (CH4) m3.
CH4 = 0.65 x Vg
= 0.65 x 7.344 m3
= 4.773,6 m3
Dari gas holder (Vg) yang direncanakan akan dihasilkan 4.773,6 m3 gas
methan (CH4) dimana dalam setiap 0.65 CH4 akan menghasilkan 6.5 kwh
52
jadi bila gas methan dalam gas holder digunakan untuk membangkitkan
listrik akan didapat ekuivalensi :
P = 4.773,6x 6.5 kwh
= 31.028,4 kwh
B. Mekanisasi dan Instalasi Permbangkit Energi BioMassa
Sampah merupakan material sisa suatu aktivitas yang tidak diinginkan setelah
berakhirnya suatu proses. Sampah didefinisikan menurut derajat keterpakaian dan
kegunaannya. Makin majunya ilmu pengetahuan akan makin banyak material
ditemukan kemanfaatannya bagi manusia, dan dengan itu akan makin sedikit material
sisa yang dikatagorikan sampah organik dapat digunakan pada pembuatan kompos,
berguna bagi pemberian zat hara tanaman. Sementara sampah anorganik dapat didaur
ulang menjadi barang bernilai ekonomi baru.
Ikhtiar mengatasinya, dan sejalan dengan telah terbitnya peraturan pemerintah
(PP) No 81/ 2012 - sebagai peraturan pelaksanaan undang undang (UU) No 18/ 2008
tentang penanganan sampah, memerlukan sarana dan prasarana bagi terjaminnya
pengelolaan sampah dan sanitasi suatu kawasan agar berlangsung secara berkelanjutan
( sustainable)
Pemeliharaan terhadap air tanah yang tetap bersih dan timbulan sampah di
kawasan TPA agar berlangsung dengan menguntungkan, diperlukan adanya teknologi
serta metoda penanganan secara profesional oleh pengelola ( manajemen) secara
mandiri. Pengelolaan lingkungan secara profesional dapat dilakukan oleh Pengelola
maupun stakeholder dengan membentuk unit manajemen tersendiri maupun, dijadikan
peluang usaha dengan cara diserahkan ke pihak ketiga ( badan usaha/
koperasi/perorangan maupun kelembagaan masyarakat) sebagai suatu bentuk usaha jasa
pengelolaan lingkungan.
53
Gambar 1. Diagram Sistem Perencanaan PLTSa dengan Dranco
C. Kandungan Energi Biomassa
Sampah merupakan bahan yang dibuang dari sumber aktivitas manusia maupun
proses alam yang belum memiliki nilai ekonomi (aspek lingkungan). Sampah
dibedakan atas dua jenis yakni sampah basah dan sampah kering. Sampah basah adalah
sampah yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme, sedangkan sampah kering adalah
sampah yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme (Mappiratu, 2011).
Sampah termasuk salah satu pencemar yang sangat potensial dan menimbulkan
problem di semua daerah. Sampah merupakan sisa atau limbah yang berasal dari
kegiatan industri, pasar , rumah tangga , hotel , stasiun dan terminal serta rumah sakit
dan perkantoran. Hasil survey tentang kontribusi kegiatan terhadap sampah
menunjukkan 73 % sampah berasal dari rumah tangga (sampah rumah tangga), 14 %
dari hotel (sampah hotel), 5 % dari pasar (sampah pasar), dan 8% lainnya berasal dari
terminal, rumah sakit, rumah makan, serta kantor (Kompas, 2008).
Hingga saat ini, beberapa sampah belum tertangani dengan baik sebagian juga
belum membuahkan hasil yang memuaskan. Hal tersebut disebabkan oleh besarnya
volume sampah per hari yang tidak sebanding dengan kapasitas penanganan sampah,
54
akibatnya terdapat problem pembusukan lanjut yang menghasilkan cemaran bau,
cemaran air tanah, bahaya longsor, serta sumber penyakit. Cemaran bau menimbulkan
dampak ketidak nyamanan penduduk. Hal ini telah dialami oleh penduduk kota Palu
yang kotanya masih tergolong kota kecil, oleh karena itu perlu adanya upaya lain yang
mempunyai peluang mencegah penumpukan sampah (Darmadji , 2000).
Salah satu teknologi penanggulangan sampah dan sumber energi alternatif yang
besar peluangnya untuk dikembangkan pemanfaatannya di Indonesia adalah energi
biogas. Gas ini berasal dari berbagai macam sampah organik seperti sampah biomassa,
kotoran manusia dan kotoran hewan yang dapat dimanfaatkan menjadi energi melalui
proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam
kondisi tanpa udara). Pembuatan biogas dari kotoran hewan, khususnya sapi ini
berpotensi sebagai energi alternatif yang ramah lingkungan, karena selain dapat
memanfaatkan limbah ternak, sisa dari pembuatan biogas yang berupa bubur dapat
dimanfaatkan sebagai pupuk organik yang kaya akan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh
tanaman
55
BAB V
HASIL DAN PETA POTENSI ENERGI TERBARUKAN
A. Hasil
Potensi Energi Terbarukan Biogas Kotoran Ternak
Peternakan merupakan komponen utama dalam analisis pemanfaatan biogas sebagai
pembangkit listrik. Karena biogas yang akan digunakan sebagai bahan bakar berasal
dari olahan limbah perternakan.
Potensi Biogas Kel. Ternak Kota Magelang
Jumlah sapi di Peternakan Kelompok Tani di kota Magelangi dari waktu ke waktu
terus mengalami fluktuasi, saat ini Kelompok Tani di kota Magelang memiliki 86
ekor sapi yang tergabung dalam kelompok-kelompok, sedang yang tersebar masih
diabaikan. Maka apabila diasumsikan tiap ekor sapi menghasilkan 25 kg kotoran per
hari, maka sapi-sapi yang dikelola oleh Kelompok Tani di kota Magelang ini dapat
menghasilkan 2.150 kg kotoran per hari. Sedangkan potensi energi yang dihasilkan
mencapai 17,2 m3 gasbio. Sedangkan untuk domba, ayam dan itik masing-masing
berjumlah 120 ekor, 19.800 ekor dan 300 ekor. Potensi energi gasbio yang dihsasilkan
masing-masing 21,154 m3 untuk domba, 115,76 m3 untuk ayam, dan 4,49 m3 untuk
itik .
Hal ini dapat diilustrasikan dalam diagram berikut;
56
Gambar 5.1. Grafik Potensi Energi GasBio Peternakan kota Magelang
Potensi gasBio dengan kapasitas 158,60 m3 tersebut setara dengan energi listrik
sebesar 745,43 kWh.,
.KOMPONEN BIODIGESTER
Komponen pada biodigester sangat bervariasi, tergantung pada jenis biodigester yang
digunakan. Tetapi, secara umum biodigester terdiri dari komponen-komponen utama
sebagai berikut:
Saluran masuk Slurry (kotoran segar) - Saluran ini digunakan untuk memasukkan
slurry (campuran kotoran ternak dan air) ke dalam reaktor utama. Pencampuran ini
berfungsi untuk memaksimalkan potensi biogas, memudahkan pengaliran, serta
menghindari terbentuknya endapan pada saluran masuk.
Saluran keluar residu – Saluran ini digunakan untuk mengeluarkan kotoran yang telah
difermentasi oleh bakteri. Saluran ini bekerja berdasarkan prinsip kesetimbangan
tekanan hidrostatik. Residu yang keluar pertama kali merupakan slurry masukan yang
pertama setelah waktu retensi. Slurry yang keluar sangat baik untuk pupuk karena
mengandung kadar nutrisi yang tinggi.
Katup pengaman tekanan (control valve) – Katup pengaman ini digunakan sebagai
pengatur tekanan gas dalam biodigester. Katup pengaman ini menggunakan prinsip
pipa T. Bila tekanan gas dalam saluran gas lebih tinggi dari kolom air, maka gas akan
keluar melalui pipa T, sehingga tekanan dalam biodigester akan turun.
57
Sistem pengaduk – Pengadukan dilakukan dengan berbagai cara, yaitu pengadukan
mekanis, sirkulasi substrat biodigester, atau sirkulasi ulang produksi biogas ke atas
biodigester menggunakan pompa. Pengadukan ini bertujuan untuk mengurangi
pengendapan dan meningkatkan produktifitas biodigester karena kondisi substrat yang
seragam.
Saluran gas – Saluran gas ini disarankan terbuat dari bahan polimer untuk
menghindari korosi. Untuk pembakaran gas pada tungku, pada ujung saluran pipa bisa
disambung dengan pipa baja antikarat.
Tangki penyimpan gas – Terdapat dua jenis tangki penyimpan gas, yaitu tangki
bersatu dengan unit reaktor (floating dome) dan terpisah dengan reaktor (fixed dome).
Untuk tangki terpisah, konstruksi dibuat khusus sehingga tidak bocor dan tekanan
yang terdapat dalam tangki seragam, serta dilengkapi H2S Removal untuk mencegah
korosi.
PROSEDUR PERANCANGAN BIODIGESTER
Urutan perancangan fasilitas biodigester dimulai dengan perhitungan volume
biodigester, penentuan model biodigester, perancangan tangki penyimpan dan diakhiri
dengan penentuan lokasi.
A. Perhitungan volume biodigester
Perhitungan ini menggunakan data-data:
- Jumlah kotoran sapi per hari yang tersedia. Untuk mendapatkan jumlah kotoran sapi
perhari, digunakan persamaan:
dimana n adalah jumlah sapi (ekor), 28 kg/hari adalah jumlah kotoran yang dihasilkan
oleh 1 (satu) ekor sapi dalam sehari.
58
- Komposisi kotoran padat dari kotoran sapi. Komposisi kotoran sapi terdiri dari 80%
kandungan cair dan 20% kandungan padat. Dengan demikian, untuk menentukan
berat kering kotoran sapi adalah:
- Perbandingan komposisi kotoran padat dan air. Bahan kering yang telah diperoleh
tadi harus ditambahkan air sebelum masuk biodigester agar bakteri dapat tumbuh dan
berkembang dengan optimum. Perbandingan komposisi antara bahan kering dengan
air adalah 1:4. Dengan demikian, jumlah air yang ditambahkan adalah:
Hasil perhitungan di atas menunjukkan massa total larutan kotoran padat (mt)
- Waktu penyimpanan (HRT) kotoran sapi dalam biodigester. Waktu penyimpanan
tergantung pada temperatur lingkungan dan temperatur biodigester. Dengan kondisi
tropis seperti Indonesia, asumsi waktu penyimpanan adalah 30 hari
Dari data-data perhitungan di atas, maka diperoleh volume larutan kotoran yang
dihasilkan adalah sebesar:
dengan ρt = massa jenis air (1000 kg/m3).
Setelah volume larutan kotoran diketahui, maka volume biodigester dapat ditentukan
dengan menggunakan persamaan:
dengan tr = waktu penyimpanan (30 hari).
B. Pemetaan Potensi Energi Terbarukan Kota Magelang
Mengacu pada hasil kajian dan perkiraan potensi enegri di atas, pemetaan
pemanfaatan potensial energi terbarukan di Kota Magelang dapat diilustrasikan
dalam di Tabel 5.2 dan Tabel 5.3. Dengan memperhatikan sumber potensi pada
59
wilayah tersebut. Dalam kajian ini, pemanfaatan energi terbarukan di Kota Magelang
dibedakan menjadi pemanfaatan berbasis masyarakat/off-grid, yang mungkin sesuai
untuk masyarakat di mana sumber / potensi tersebut berasal. Pemanfaatan komersial,
yang kemungkinan sesuai untuk potensi signifikan dalam kegiatan industri atau untuk
potensi energi terbarukan yang didapatkan dari wilayah perkotaan dan industri.
Pengembangan energi terbarukan berbasis masyarakat mengacu pada pengembangan
energi terbarukan yang dapat melayani kurang dari 200 rumah tangga, sementara
pengembangan komersial energi terbarukan mengacu pada proyek-proyek energi
terbarukan yang dibangun dengan tujuan komersian dan dijual dan terhubung
Tabel 5.2. Peta Potensi Energi Terbarukan dengan Pemanfaatan Biomassa
Pemanfaatan Energi
Terbarukan
Berbasis Masyarakat
/off grid
Komersial
Potensi KotaPenggunaan Captive
Kelebihan daya untuk
penjualan ke jaringan listrik
1. Bio – Energia. Kelompok Ternak 1) Sapi ☑ ☑ - Kedung Sari, Dudan,
Kiringan, dan Gelangan2) Domba ☑ ☑ - Rejo winangun Utara,
Pongangan☑ ☑ ☑ Tidar Krajan
3) Ayam ☑ ☑ ☑ PonganganTidar SelatanTidar BaruBotton Kopen
☑ ☑ - Bogeman4) Itik ☑ ☑ - Botton Kopenb. Gasifikasi biomassa untuk listrik
1) Digester anaerob
☑ ☑ ☑ TPA Banyuurip
2) Gasifikasi Lindi
- ☑ ☑ TPA Banyuurip
3) Insenerator - ☑ - TPA Banyuurip4) Faces,
Sanimas☑ ☑ - Wates Tengah
Magelang5) RPH.
Batoar- - - Canguk, Magelang
TPA-Ayam Bu Tatikc. Gasifikasi Limbah Industri1) Limbah
Cair Tahu☑ ☑ ☑ Tidar Campur dan
Trunan☑ ☑ Tidar Baru dan Tidar
60
Pemanfaatan Energi
Terbarukan
Berbasis Masyarakat
/off grid
Komersial
Potensi KotaPenggunaan Captive
Kelebihan daya untuk
penjualan ke jaringan listrik
Utara
Pemanfaatan Energi
Terbarukan
Berbasis Masyarakat/off
grid
Komersial
Potensi KotaPenggunaan Captive
Kelebihan daya untuk penjualan
ke jaringan listrik
d. Mikrohidroe. TenagaSuryaf. TenagaBayu
61
BAB VI. REKOMENDASI
BAB VII
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran