Akuntabilitas,Maret 2009, hal. 102- 112 Vol 8. No. 2 ISSN 1412-0240
Penggunaan Variabel Instrumen Moneter Syariah untuk
menganalisis Kinerja Perbankan Syariah
SRI WIDYASTUTI1*, DEKI ANWAR
2
1Fakultas Ekonomi Universitas Pancasila
Jl. Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan 12640
Telp. 021-7874347, Fax. 021-7270133
2Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Raden Fatah Palembang
Jl. Prof. H. Zainal Abidin Fikri 30126
Telp. (0711) 362427, email: [email protected]
Diterima 23 Desember 2008, Disetujui 21 Januari 2009
Abstract: This research is aimed at determining which syariah monetary instruments that are better is
creating occurred responses on the performance of syariah banking in Indonesia as the results of shock.The
effect of shock on syariah monetary instrument PUAS increased the asset, fund of the third party, non-
performing financing and financing on the take place in average 16 months. The variables of syariah banking
performance that gives the highest contribution in the transaction volume changing on the syariah monetary
instrument is non performing financing and asset. Likewise, by comparing between that SWBI syariah
monetary instrument and 1MA certificate ini PUAS. This comparation indicates that SWBI syariah monetary
Instrument is better to be used by syariah banking in Indonesia than IMA certiticate in PUAS. This resulted
indicated that the goal of syariah banking is using the syariah monetary instrument is not separated from
motives to avoid the risks occuned in the portfolio of fund using, particularly financing with potencies of non
perfonning financing. Likewise. the placement of syariah banking fund at SWBI that is also guessed to
minimize the risks resulted from SWBI ifeompared to the 1MA certificate in PUAS.
Key words: SWBI, IMA certificate in PUAS, shock, syariah banking performance
PENDAHULUAN
Sektor moneter dalam perekonomian modern
merupakan variabel ekonomi yang signifikan
dalam menciptakan kestabilan ekonomi suatu
negara. (Titman and Warga 1989). Di samping
sektor moneter, juga dikenal adanya sektor riil,
dirnana sektor riil adalah representasi dari tingkat
kesejahteraan masyarakat suatu negara karena ia
terkait 1angsung dengan pertumbuhan dunia usaha
(Diamond, Dauglas.w 1996), (Jensen, GR and
Mercer, JM 2002). Di dalam ekonomi Islam antara
sektor moneter dan sektor riil mestilah sejalan, dan
secara tegas dapat dikatakan bahwa kebijakan
pada sektor moneter mestilah mengikuti
perkembangan yang ada pada sektor riil (Karim.
2002:174). Oleh karenanya dalam ekonorni Islam
antara sektor rnoneter dengan sektor riil ibarat dua
sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan
*Penulis untuk korespondensi: Hp. 08129383050,
e-mail [email protected]
datam rangka mengerakkan pertumbuhan
ekonomi. (Euromoney Books and AAOIFI 2002).
Bank Sentral memegang peranan penting di dalam
mengoptimalkan fungsi dan peran perbankan
daiam perekonornian, salah satu fungsinya adalah
sebagai tempat meminjam uang bagi bank-bank
komersial ( Pangemanan, A 2001 ), termasuk bank
syariah yang sedang mengalami kesulitan
likuiditas atanpun menempatkan dananya dalam
kondisi over likuiditas (lender of the last resrot/
LOL R.). Fungsi ini sangat penting untuk
ditakukan guna meningkatkan kestabilan sistern
keuangan perekonomian dan pada akhirnya
mempertahankan tingkat kepercayaan publik yang
tinggi terhadap sistem perbankan. Oleh karena itu
fungsi LOLR yang dilakukan oleh bank sentral
merupakan suatu pertahanan terakhir yang dapat
mencegah ambruknya suatu sistem perbankan
(Zarcia, Mohamrnad Anas 1992). Selama ini
kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank
Lndonesia dalam rangka pengendalian uang
beredar ditempuh dengan operasi pasar terbuka.
103 Akuntabilitas Vol. 8, 2009
Agar operasi pasar terbuka berdasarkan prinsip
syariah dapat dilaksanakan, maka dalam rangka
pengendaIian moneter, diciptakan suatu piranti
yang sesuai dengan prinstp syariah dalam hentuk
Sertiftkat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) yang
dapat pula menjadi sarana penitipan dana jangka
pendek oleh bank yang mengaiami kelebi han
Demikian juga dengan upaya lain yang bisa
dilakukan bank syariah jika mengalami kelebihan
likuiditas, perbankan syariah dapat berinvestasi
pada sertifikat IMA melalui. Dengan adanya
dukungan dari Bank Indonesia dalam
memfasilitasi tersedianya instrumen moneter yang
sesuai dengan prinsip syariah dan tersedianya
pasar uang syariah. Maka hal ini akan berdampak
pada kinerja perbankan syariah.
Perbankan svariah dapat lebih Ieluasa
mengelola portofolio usahanya, dengan
memanfaatkan instrumen moneter syariah tersebut.
Selain sebagai upaya untuk operasi pasar terbuka,
instrumen moneter syariah juga secara tidak
langsung akan berefek kepada likuiditas.
profitabilitas. dan pernbiayaan bank syariah.
Namun kecenderungan untuk menempatkan dana
pada instrumen moneter syariah akan membuat
fungsi intermediasi perbankan syariah akan tidak
optimal.
Kegagalan dalam pengelolaan perbankan di
Indonesia menemui puncaknya pada tahun I 997,
Di tengah banyaknya bank-bank nasional yang di-
likuidasi dan menerima bantuan likuiditas akibat
krisis moneter, sdah satu bank yang bisa tetap
survive adalah PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
(BMI) yang mengelola operasional perbankannya
berdasarkan prinsip bagi hasil (profit and loss
sharing). Banyak ekonom berpendapat bahwa
kerapuhan sistem perbankan nasional disebabkan
karena sistem operasionalnya yang berdasarkan
kepada sistem bunga (Antonio, M Syafi`i 2001).
Pada saat krisis moneter terjadi, perbankan
konvensional terpaksa harus menaikkan suku
bunga simpanan dan suku bunga kreditnya hingga
meneapai 70%. Akibatnya bank-bank
konvensional mengalami negative spread dan
kesulitan likuiditas untuk rnembayar bunga
deposito sedangkan pinjaman yang tersalurkan
sangat sedikit karena para pengusaha tidak
sanggup membayar tingginya suku bunga kredit
dan kalaupun pinjaman dapat tersalurkan maka
potensi timbulnya Non Performing Loans (NPLI
sangat besar (Molyneux, P & Thornton 1992).
Untuk mengatasi kesulitan likuiditas perbankan
nasional, Bank Indonesia dan pemerintah
rnelakukan dua pendekatan yakni menutup bank-
bank kecil dan rnenyita aset yang dirntlikinya
sebagai kompensasi dari hutang-hutang yang
mereka miliki.
Dan bagi bank-bank ang memiliki nilai
kapitalisasi besar, Bank Indonesia dan Pemerintah
memberikan bantuan berupa Bantuan Likuiditas
Bank Indonesia (BLBI) sejumlah kurang lebih Rp
400 triliun. Besarnya nilai Bantuan Likuiditas
Bank Indonesia ini dibebankan kepada Anggaran
Pendapatan Belanja Negara APRN) yang
notabenenya adalah uang rakyat.
Di samping pembebanan BLB1, negara
juga dibebani oleh pembayaran suku bunga
obligasi dan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia
(SBI). Pada tahun 2001-2002. bunga SBI
mencapai 17% dan pada saat itu dana bank
konvensional yang disimpan di SBI mencapai 500
triliun. Dengan demi ki an, pernerintah
berkewajiban mernbayar bunga SB1 sebesar 17%
x Rp 500 Triliun, yaitu Rp 85 Triliun untuk satu
tahun. Kondisi ini berlangsung selama hampir tiga
tahun (Agustianto 2005:124)
Ketidak efektifan sistem perbankan
konvensional dan instrumen keuangan yang
disediakan oleh Bank Indonesia dalam menyerap
Iikuiditas perbankan nasional, menyebabkan
tumbuhnya perbankan syariah dan instrumen
keuangan syariah sebagai alternatif Perbankan
svariah di Indonesia selama lima tahun terakhir
menunjukkan perkembangan yanu sangat
signifikan pada tahun 2004 sudah terdapat tiga
Bank umum Syariah (Bank Muarnalat Indonesia,
Bank Syariah Mandiri. Bank Syariah Mega
Indonesia) dan perkembangan jumlah Unit Usaha
Syairah (UUS) sampai September 2006 sejumlah
20 dari tahun 2000 yang hanya 3, sedangkan Bank
Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) sejumlah 105
dari tahun 2000 yang hanya 8, Hal ini
rnenunjukkan perkembangan yang terus menerus
perbankan syariah dari segi jaringan kantomya.
Aset yang chmiliki bank syariah mengalarni
kenaikan, hingga Desember 2006 sejurnlah 26
trilyun lebih, juga perkernbangan dana pihak
ketiga terus mengalarni peningkatan dan
peningkatan terb-esar terjadi pada Januari 2004,
hal ini salah satunya disebabkan oleh adanya
Fatwa dari MUI yang mengharamkan bunga bank
pada akhir Desember 2003. Terlihat bahwa tahun-
tahun sesudahnya dana piliak ketiga tet-us
meningkat (Bank Indonesia 2005), Seperti
diketahui bahwa bank syariah rnemiliki 3 produk
utama yaitu murabahah mudharabah (bagi hast1),
dan musyarakah (kemitraan usaha).
Dari ketiga kornponen tersebut justru yang paling
menonjol tnewarnai bisnis perbankan syariah di
Indonesia adatah murabahah (di atas 60%).
(Widyastuti. Sri 2001). Kenyataan ini berbeda
dengan pengelolaan perbankan syariah di negara-
negara Iainnya dimana peran mudharahah dan
musyaakah sangat menonjol.
Akuntabilitas WIDYASTUTI & ANWAR 104
Angka NPF perbankan syariah rata-rata berada
di angka 5%. Peranan bank syariah di Indonesia
masih sangat kecil dilihat dari total aset, deposit
fund dan kreditnya, namun NPF Bank Svariah jauh
di bawah total Bank secara keseluruhan, dengan
demikian diharapkan Bank Syariah selalu dapat
meningkatkan kinerjanya. Berbagai indikator
kesuksesan kinerja perbankan syariah ini bukan
berarti bank syariah lepas dari permasalahan.
Sebagai pemain baru bank syariah masih
banyak mengalami kekurangan-kekurangan.
Produk mudharabah dan musyarakah yang
merupakan equity financing berprinsip bagi hasil
hanya sekitar 30 % dari total pembiayaan
perbankan syariah. Porsi murabahah yang juga
dikenal dengan mark-up financing. dan masih
sangat dominan sekitar 70% (Bank Indonesia
2005).
Dominasi pembiayaan murabahah ini bukan
sesuatu yang unik bagi kasus perbankan syariah di
Indonesia. tapi juga merupakan karakter umum
bank syariah dibanyak negara muslim lainnya.
Menurut Aggarwal dan Yousef (2000)
sebagaimana dikutip Koran Tempo, sekitar
setengah dari pembiayaan bank syariah dunia pada
1994-1995 adalah pembiayaan murabahah. Makin
besar bank syariahnya, ada kecenderungan
pembiayaan murabahah akin dominan.
Di samping itu, bukti preferensi bank syariah
pada sektor industri dan pertanian yang diharapkan
menjadi motor pertumbuhan di negara berkembang
tidak konsisten. Sebagian survei mengindikasikan
alokasi pembiayaan yang cenderung berimbang,
sedangkan survei lain menunjukkan bank syariah
terutama menyalurkan pembiayaan ke sektor jasa
dan perdagangan.
Demikian juga dengan masalah yang
ditimbulkan karena tersedianya instrumen
keuangan bagi bank syariah. Posisi jumlah dana
bank syariah yang ditempatkan pada Sertifikat
Wadiah Bank Indonesia (SWBI) mencapai Rp
2.051 triliun pada awal januari 2004 dan posisi
PIJAS meneapai Rp 19 Milyar pada Maret 2004.
Gejala meningkatnya dana perbankan syariah
pada sertifikat investasi mudharabah antar bank
(IMA ) sebagai instrumen pasar uang antar bank
berdasarkan prinsip syariah (PUAS) dan SWBI
harus disikapi sebagai fenomena yang bersifat
sementara. Fenomena penempatan dana perbankan
syariah pada PUAS dan SWBI merupakan indikasi
dari tidak tersalurkannya pembiayaan perbankan
syariah dengan baik dan optimal sehingga
perbankan syariah mencari alternatif untuk
berinvestasi pada instrumen moneter yang ada agar
tidak terdapatnya dana yang menganggur (idle
fund).
Berdasarkan fenomena di atas perbankan
syariah sebagai bagian dari perbankan nasional
mestilah menjadi perhatian semua pihak, agar
perbankan syariah dapat berperan optimal dalam
pembangunan ekonomi dan terlepas dari rnotif-
motif investasi jangka pendek yang tidak terkait
langsung dengan dunia usaha. Ketersediaan
instrumen moneter syariah hendaknya hanya
disikapi sebagai tempat penempatan dana
sementara akibat adanya kelebihan likuidttas,
bukan untuk mencari keuntungan yang seharusnya
diperoleh dari pembiayaan kepada sektor riil
(Kahf. Monzer 1995). Namun demikian upaya
perbankan syariah yang tergolong agresif dalam
memanfaatkan instrumen moneter syariah tidaklah
dapat dibenarkan. Karena hal ini akan berakibat
kepada sedikitnya pembiayaan yang bisa
disalurkan kepada masyarakat. Yang pada akhirnya
akan memperlambat pertumbuhan sektor riil dan
memperbesar transaksi semu pada sektor moneter.
Penempatan idle fiund perbankan syariah pada
instrumen moneter PUAS masih merupakan
keputusan subjektif perbankan syariah di
Indonesia. Karena penempatan dana tersebut lebih
didasari oleh motif memaksimalkan keuntungan
tanpa mempertimbangkan risiko/dampak yang
ditimbulkan oleh masing-masina instrumen
moneter syariah terhadap kinerja perbankan
syariah secara keseluruhan (Muhammad 2002).
Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah
dalam penetitian ini adalah perbankan syariah di
ndonesia menghadapi pilihan dilematis dalam
penempatan dananya pada instrumen moneter
syariah namun tidak mengetahui dengan pasti
instrumen moneter syariah manakah yang memiliki
dampak minimum terhadap kinerja perbankan
syariah secara umum. Sehingga diperlukan
pendekatan yang komprehensif di dalam
menentukan instrumen moneter syariah yang lebih
baik bagi kinerja perbankan syariah.
Berdasarkan rumusan masalah di atas. maka
beberapa pertanyaan yang harus dijawab dalam
penelitian ini adalah bagaimana dampak yang
ditimbulkan oleh transaksi instrumen moneter
syariah terhadap kinerja perbankan syariah di
Indonesia, kemudian variabel-variabel apa saja
dalam kinerja perbankan syariah yang rnemiliki
dalam dominasi perubahan vulume transakst
instrumen moneter syariah, serta instrumen
moneter syariah manakah yang lebih baik bagi
kinetja perbankan syariah di Indonesia. Adapun
penelitian mempunyai tujuan untuk mengetahui
bagaimana dampak yang ditimbulkan oleh
transaksi instrumen moneter syariah terhadap
kinerja perbankan syariah di Indonesia, serta
berapa lama dampak tersebut berlangsung.
105 Akuntabilitas Vol. 8. 2009
Penelitian ini juga bertujuan untuk menentukan
variabel-variabel apa saja dari kinerja perbankan
syariah yang memengaruhi besarnya transaksi
pada instrumen moneter syariab dan juga untuk
menentukan instrumen moneter syariah manakah
yang lebih baik di dalarn menciptakan repson yang
terjadi pada kinerja perbankan syariah di Indonesia
akibat shock yang dilakukan.
Kajian Literatur Dan Pengembangan Hipotesis.
Untuk menciptakan perbankan yang sehat dan
kuat, Bank Indonesia mengeluarkan berbagai
bentuk kebijakan moneter. Dalam upaya untuk
implementasi kebijakan ini, Bank Indonesia
mengunakan berbagai instrumen moneter seperti
operasi pasar terbuka dengan fasilitas SBI,
discount rate. reserve requirment, dan moral
suasion. Semua instrumen moneter ini memiliki
fungsi masing-masing yang salah satunya adalah
untuk efektifitas pengelolaan likuiditas dalam
menciptakan stabilitas perbankan.
Perbankan secara urnum akan mengelola
likuiditas dengan berbagai cara untuk tujuan
mendapatkan hasil maksimal dari dana yang dapat
terhimpun. Penelitian Deep dan Schaefer (2004)
menunjukkan bahwa di saat bank rnengalami
kelebihan Iikuiditas maka aka.n terdapat
tranformasi likuiditas perbankan yang disebabkan
oleh berbagai variabel di antaranya adatah
pinjaman, risiko kredit dan depostio. Tranformasi
likuiditas ini akan ditujukan kepada pasar uang,
dimana peningkatan likuiditas perbankan dalam
kondisi normal tidak akan menimbulkan efek
terhadap stabilitas perbankan. Namun secara total
peningkatan likuiditas perbankan akan
menurunkan stabilitas perbankan. Peningkatan
likuiditas perbankan juga akan meningkatkan non
performing financing (Wagner 2005 ) dan
(Diamond 1996). Demikian juga dengan transaksi
pinjaman antar bank, Lori al (2004) menemukan
bahwa bank sejenis yang melakukan transaksi
pinjaman antar bank akan menciptakan stabilitas
sistem perbankan. Sedangkan berlaku sebaliknya
bagi bank yang tidak sejenis, transaksi pinjaman
antar bank akan menciptakan ketidak stabilan bagi
sistem perbankan yang berakibat secara langsung
ataupun tidak langsung.
Bagi perbankan syariah. Bank Indonesia
menyediakan instrumen moneter yang sesuai
dengan prinsip syariah Islam yang dinamakan
dengan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI )
serta juga instrumen lainnya seperti reserve
requirment dan moral suasion. Peranan instrumen
moneter syariah ini adalah sebagai sarana untuk
penempatan kelebihan dana (overtikuiditas)
perbankan syariah. Sehingga dana menganggur
(idle find) yang ada pada perbankan syariah tetap
dapat tersalurkan dengan optimal. Selam SWBI.
Instrumen tnoneter syahah lainnya sebagai sarana
penernpatan dan pemenuhan likuiditas bank
syariah adalah pasar uang antar bank berdasarkan
prinsip syariah (PUAS) me1alut sertifikat
Keberadaan instrumen moneter syariah dan
kaitannya dengan kinerja perbankan syariah di
Indonesia sudah semenjak tahim 2000.
Berbagai penelitian yang berhuburtgan dengan
kedua hal tersebut sudah cuk-up banyak dilakukan.
Pramuharjo (2005) melakukan penelitian mengenai
pengaruh kebijakan moneter terhadap kinerja
perbankan syariah.
Penelitian ini mengunakan instrumen-instrumen
rnoneter seperti SBI. dan variabel-vanabel makro
ekonomi seperti inflasi. GDP riil, dan pangsa pasar
bank syariah terhadap bank konvensional sebagai
variabel independent. Sedangkan variabel
dependentnya adalah kinerja perbankan syariah
yakni, jumlah deposito, tingkat likuiditas dan
pembiayaan perbankan syariah. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat suku
bunga SB1 berpengaruh negatif terhadap deposito,
likuiditas dan pembiayaan perbankan syariah,
sedangkan pangsa pasar bank syariah terhadap
bank konvensional berhubungan positif.
Dari penelitian di, atas dapat kita simpulkan
bahwa terdapatnya hubungan yang kuat antara
instntmen moneter konvensional maupun syariah
dengan kinerja perbankan. Dalarn konteks
instrumen moneter syariah dan perbankan syariah
dapat dijelaskan hubungan antar variabelnya,
bairwa besarnya transaksi dan frekuensi yang
terjadi pada SWBI dan PUAS secara langsung
ataupun tidak langsung akan berdampak kepada
kinerja perbankan syariah berupa dana pihak
ketiga, pertumbuhan aset, jumlah pembiayaan dan
non performing financing (Ikatan Ahli Ekonomi
Islam Indonesia 2005).
Namun dernikian juga sebaliknya besarnya
jumlah dana pihak ketiga, aset dan sedikitnya
pembiayaan yang dapat disalurkan akan meng-
akibatkan perbankan syariah melirik instrumen
SWBI dan PUAS sebagai sarana untuk menutupi
biaya operasional dan pernbayaran nisbah bagi
hasil dana pihak ketiga. yang diambilkan dari
persentase bonus SWBI dan nisbah bagi hasil
sertilikat LMA pada PUAS.
Berbagai faktor yang rnendorong perbankan
syariah untuk menempatkan dananya di SWBI dan
PUAS adalah FDR dan tingkat suku bunga SB1 1
bulan, Irsadt mas (2004). Faktor lain yang
menentukan volurne transaksi SWBI dan PUAS
adalah jumlah persentase bonus dan imbalan
nisbah bagi hasil yang akan diperoleh. Thantawi
(2005).
Akuntabilitas WIDYASTUTI & ANWAR 104
Jika bonus yang ditetapkan Bank Indonesia
terhadap SWBI dan nisbah bagi hasil dari investasi
mudharahah pada PUAS relatif besar maka hal ini
akan menarik perhatian perbankan syariah untuk
menempatkan dananya pada SWBI ataupun PUAS,
dan secara Iangsung akan mereduksi jumlah
penyaluran dana terhadap pernbiayaan dan juga
akan berakibat kepada pendapatan perbankan
syariah.
Namun jika dilihat dalam konteks perbandingan
antara SWBI dan PUAS tentunya sangat ditentukan
karakter masing-masing instrurnen rnoneter syariah
tersebut. SWBI memiliki risiko yang lebih kecil
bila dibandingkan dengan PUAS, karena SWBI
berdasarkan kepada prinsip wadiah yang di-
tempatkan pada Bank Indonesia dan Bank
Indonesia berkewajiban mengembalikan dana yang
ditempatkan di SWBI secara utuh ditambah dengan
bonus.
Sedangkan sertifikat IMA pada PUAS
berdasarkan kepada akad mudharabah yang sangat
berpotensi menimbulkan risiko. Namun
penempatan dana pada PUAS cenderung
memberikan return yang lebih besar dari pada
bonus SWBI, sehinga pemilihan sarana
penempatan kelebihan likuiditas bank syariah
sangat tergantung dari kebijakan yang digunakan
oleh bank syariah.
Jika bank syariah ingin dana menganggurnya
aman dengan sedikit return maka bank syariah
akan menempatkannya pada SWBI namun jika
bank syariah mau mengambil risiko dengan return
yang lebih besar maka bank syariah akan memilih
menempatkan dananya pada PUAS. Namun
kecenderungan penempatan dana bank syariah
pada SWBI akan lebih besar. hal ini dikarenakan
oleh kecilnyarisiko yang akan dihadapi oleh bank
syariah, Irsadunas (2004).
Dengan demikian sesuai dengan jaringan kerja
(network association) yang di jelaskan pada
theoritical frarnework di atas maka hipotesis yang
disusun dalam penelitian adalah sebagai berikut:
Diduga dampak yang ditimbulkan aleh shock pada
instrumen moneter syariah SWBI lebih cepat
diredam bila dibandingkan dengan shock pada
transaksi instrumen moneter syariah PUAS, diduga
variabel-variabel kinerja perbankan syariah
berperan dalam dominasi transaksi instrumen
moneter syariah SWBI dan PUAS. Berdasarkan hal
di atas maka hubungan antar variabel dapat kita
gambarkan dalam gambar 1.
Berdasarkan hipotesa tersebut disusunlah
kerangka teorinya yaitu variabel-variabel yang
akan menjadi fok-us penelitian ini. Penelitian ini
menitik beratkan pada dampak yang ditimbulkan
oleh transaksi instrumen moneter syariah terhadap
kinerja perbankan syariah.
Gambar 1. Hubungan antara variabel instrumen
moneter syariah dengan variahel kinerja
perhankan syariah.
dalam hal ini:
= Dampak shock instrumen moneter
syariah ter-
hadap kinerja perbankan syariah.
= Dominasi kinerja perbankan syariah
terhadap transaksi instrumen moneter
syariah.
= Perbankan syariah
dalam hal ini:
ASET : Aset Perbankan Syariah
DPK : Dana Pthak Ketiga Perbankan Syariah
PNIBY : Pembiayaan Perbankan Syariah
NPF : Non Performing Financing Perbankan
Syariah
SWBI : Sertifikat Wadiah Bank Indonesia
PUAS : Pasar Uang Antar Bank Berdasarkan
Prinsip Syariah
Penelitian ini juga akan mencoba
mengidentifikasi instrumen moneter syariah
manakah yang lebih baik bagi variabel-variabel
kinerja iferbankan syariah dan juga variabel-
varibel apa saja dari kinerja perbankan syariah
yang berperan dalam dominasi transaksi instrumen
moneter syariah. Dengan demikian diharapkan
hipotesis yang dibangun di atas dapat menjawab
hal-hal tersebut.
METODE
Penelitian ini mengunakan metode ekonometrik
Vector Autoregressive (VAR). Dimana VAR
digunakan untuk rnenjawab pertanyaan penelitian
dan memberikan solusi terhadap rurnusan
permasalahan (Gujarati, Damodar 2003). Adapun
persamaan VAR yang digunakan didasarkan pada
penelitian-penelitian sebelumnya (Schaefer. et al
2004), Wagner (2005). Diamond (1996), (Lori et al
2004), Pramuharjo (2005), Thantawi (2005) dan
Irsadunas (2004).
Sumber: Output Pengolahan Data dengan Exievws 4.1
107 Akuntabilitas Vol, 8,2009
Sumber Data. Data yang digunakan dalam
penelittan ini merupakan data sekunder yang
diperoleh dari laporan direktorat perbankan syariah
Bank Indonesia. Khususnya data utarna yang
dipergunakan dalam model yaitu, jumlah dana
pihak ketiga perbankan Syariah di Indonesia,
pembiayaan, aset, Non Performing Financing.
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI), dan
volume transaksi pasar uang antar bank
berdasarkan Prinstp Syartah PUAS). Sedangkan
data pendukung lainnya diperoleh dari buku-buku,
majalah, koran dan internet.
Periode Observasi. Data dalam penelitian ini
merupakan data berkala (time series) yaitu data
yang dikumpulkan dari waktu ke waktu untuk
memberikan gamba•an ientang perkembangan
suatu kegiatan selama periode spesifik yang
diamati (Enders, Walter 1995), ( Sekaran, Uma
2000 ). Data yang digunakan dalam penelitian ini
bersifat bulanan mulai dari bulan Januari 2001
hingga Juli 2006. sebanyak 67 bulan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Stationeritas Data. Dalam penelitian ini
digunakan unit mot test bempa uji Phillips-Perron
(PP). Tabel 1 memperlthatkan hasil uji PP terhadap
keenam variabel yang stationer pada first
difference. Hasil yang diperoleh dari tabel 1
menyimpulkan bahwa uji PP keenam variabel
stationer dengan tingkat keyakinan di atas 95 %.
Jadi proses pernbentukan sistem persaman VAR
dapat dilakukan pada tingkat Ist diffrrence dengan
uji PP,
Pembentukan Sistem Persamaan AR. Dalam
penel ttian int, pernbentukan ststem persarnaan
VAR dibagi menjadi 2 bagian berdasarkan
ketersediaan instrumen tnoneter anah. Pertama,
persarnaan peranan kinerja perbanlan artah Indones
ia di da 1 am meresponshock yang teijadi pada
SWBI. Kedua, persamaan peranan kinerja
perbankan ariah Lndonesia di dalam merespon
shock yang tetjadi pada PUAS.
Tujuan utama proses ini adalah rnencari sistern
persainaan VAR dengan lag optimum yang frbasih
tergolong Oleh karena itu d.alarn proses pem-
bentukan sistern persamaan VAR mastnR-masing
instnimen moneter syariah akan dimulat dengan uji
stabilitas yang diikuti dengan peuentuan lag
optimum.Stabilitas sistem persaman 'VAR dapat
dilihat dari nilai invers root karakteristik AR
polinominainya. Suatu sistern persamaan VAR
tergolong stabil jika seluruh rootsnya memiliki
modulus lebih kecil dari satu dan semuanya
terletak dalam unit circle.
Penentuan lag optimum akan mengunakan
kriteria informasi yang tersedia sepern; likelihood
ratio (LR), final prediction error (FPE). akaike
information criterion (A1C), schwarz information
criterion (S1C), dan hannan-quinn information
•riteriun Jika kriteria-kriteria tersebut hanya
mengacu kepada sebuah lag sebagai pilihan. maka
lag tersebut adalah hag eptimum. Namun jika
menghasilkan beberapa lag sebagai pilihan. maka
lag ❑ptimurn akan dipilih dari sistem persan3aan
VAR yang memiltki nilai adjusted R= paling tinggi
pada vartabel-variabelutama dal am sistern,
Tabel I. Phillip Perron Test pada tingkat Ist Difference
Variabel PP Test Statisti• Test Critical Valftes Keterangan
H0, : Ada Unit root
H1, :Tidak Ada Unit root
1% 5% 10%
1st Difference
DPK -7,760120 -3.534868 -2.906923 -2.591006 Signifikan pada semua Iingkat α
Reject Ho, Tidak Ada Unit root, Stationer
PMBY -7.001387 -3.534868 -2.906923 -2,591006 Signifikan pada semua tingkat α
Reject Ho, Tidak Ada Unit root, Stationer
ASET -7.402387 -1534868 -9.906923 -2.591006 Signifikan pada semua tingkat α
Reject Ho. Tidak Ada Unit root, Stationer
NPF -8.082658 -3.534868 -2.906923 -2 . 5 9 1 0 0 6 Signifikan pada semua tingkat α
Reject llo, Tidak Ada Unil root, Stationer
SWBI -6.766521 -3.534868 -2.906923 -2.591006 Signifikan pada semua tingkat α
Reject Ho, Tidak Ada Unit root. Stationer
PUAS -6.319276 -3.534868 -2.906923 -2.591006 Signifikan pada semua tingkat α
Reject Tidak Ada Unit root, Stationer
Akuntabilitas WIDYASTUT1 & ANWAR 108
Respon Perbankan Syariah terhadap SWBI. Lag
maksimum bagi respon perbankan syariah terhadap
SWBI yang m.asih tergolong stabil terletak pada
lag 8 dengan modulus 0.997731. lag 8 disebut
stabil karena seluruh rootsnya memiliki modulus
Iebih kecil dari satu.
Tabel 2. Uji Stabilitas Respon Perbankan Syariah terhadap SWBI
Lag
9
8
7
6
5
4
3
2
1
Modulus Keterangart
1.047600
0.997731
0.958445
0.939913
0.910801
0.897443
0.800532
0.736740
0.640797
Tidak Stabil
StabiI
Stabil
Stabil
Stabil
Stabil
Stabil
Stabil
Stabil
Sumber: Output Pengolahan Data dengan Eviews 4.1
Selanjutnya, berdasarkan kriteria informasi
yang tersedia (LR, FPE, AIC, SIC dan HQ), LR
dan FPE mengajukan lag 6 sebagai lag optimum,
sementara AIC mengajukan lag 8 sebagai lag
optimum dan SIC dan HQ mengajukan lag 0
sebagai lag optimum.
Karena lag 0 tidak bisa diestimasi maka
diperoleh 2 lag sebagai kandidat lag optimum
yakni lag 6 dan lag 8, maka penentuan lag
optimum akan menggunakan nilai adjusted R'
terbesar yang dimiliki variabel utama dalam sistem
persamaan VAR.
TabeI 3. Adj usted R2Kandidat Lag Kandidat lag Optimum Respon Perbankan Syariah terhadap SWBI
Lag Kriteria Informasi
LR FPE AIC SIC HQ
0 NA 1.75E+21 63.10255 63.28018* 63.17174*
1 54.79728 1.45E+21 62.91083 63,97658 63.32596
2 38.96714 1.53E+21 62.94381 64.89768 63.70488
3 37.43976 1.56E+21 62.91446 65.75645 64.02147
4 48.25619 1.11E+21 62.47230 66.20242 63.92526
5 25.96610 1.38E+21 62.52293 67.14117 64.32183
6 43.56610* 8.58E+20* 61.77144 67.27780 63.91628
7 16.82031 1.46E+21 61.86895 68.26343 64.35973
23.96459 1.68E+21 61.32134* 68.60394 64.15806 Sumber: Output Pengolahan Data dengan Eviews 4.1
Tabel 4. Optimum Respon Perbankan Syariah terhadap SWBI
Lag ASET DPK NPF PMBY SWBI Keterangan
6
8
0.275056
0.430293
0.348374
0.423620
0.408448
0.228246
0.402585
0.256369
0.672109
0.671278
Diajukan LR, FPE
Diajukan AIC Sumber: Output Pengolahan Data dengan Eviews 4.1
Berdasarkan tabel di atas, variabel NPF, PMBY
dan SWB1 dijelaskan paling baik oleh lag 6,
sedangkan variabel ASET dan DPK dijelaskan
paling baik oleh iag S.
Kondisi yang relaif berimbang antara lag 6 dan
lag 8 ini memerlukan analisis lebih lanjut untuk
menentukan lag optimum. Variabel SWBI,
termasuk variabel utama dalam penelitian, hanya
memiliki selisih nilai adjusted R1 sebesar 0,0831%
antara lag 6 dengan lag 8 sehingga signifikansi lag
8 tidak jauh
Iebih baik dari lag 6. Sedangkan selisih ASET
dan DPK antara lag 6 dengan lag 8 adalah masing-
masing 15 % dan 7,5%. Dan selisih NPF dan
PMBY antara lag 6 dengan lag 8 adalah masing-
masing 18% dan 14%. Dari perbedaan signifikansi
ini dapat disimpulkan bahwa lag 6 lebih
representatifterhadap variabel penelitian yang ada.
Maka lag optimum sistem persamaan VAR untuk
respon K inerja Perbankan Syariah terhadap SWBI
ditetapkan pada
lag 6.
109 Akuntabilitas Vol. 8, 2009
Berdasarkan tahap pra-estimasi yang sudah di syariah Indonesia di dalam merespon shock yang
lak-ukan terhadap si stem persamaan VAR maka terjadi pada SWBI sebagai berikut: diperoleh
persamaan peranan kinerja perbankan
DSWBI - 34.09093959 - 0.2152405576*DASET(-1) - 0.2324885127*DASET(-2)
[-0.81639] [-0,73899] [-0.78472]
+ 0_6775485765*DASET(-3)+ 0.4798901201*DASET(-4)+ 0.2899447217*DASEI( -5
[ 2.30840]* [ 1.47086] [ 1.00103]
+ 0.379943871 *DAS ET( -6 -0.2878992643*DDPK(-1) - 0.2459868213*DDPI14-2)
[ 1.19008] [-0.85236] [-0.72295]
- 0.7701151317*DDPK(-3)-0.3827536517*DDPK(4)+ 0.01800268757*DDPIQ-51
[-2,06071]* [-0.97528] [ 0.04447]
+0.2841853438*DDPK(-6) -1.220950747*DNPF(-1)-3.333996465*DNPF(-2)
[0.61902] [-1.158021 [-2.665531*
+ 1.115756336*DNPR-3) + 1.795350665*DNPR-4) -0.02578622305*DNPF(-5)
[ 0.88304] [ 1.31654] [-0.024371
- 1.627889897*DNPR-6)+ 0 1242889642*DPMBY(-1)+ 0.06669212.38*DP1vIBY(-2)
[-1.42959] 0.80131] [ 0.408771
+02]15758379*DPMBY(-3) 0.2719128978*DPMBY(-4)
[ 1.26998] [1.369941
- 0.5 f 08790253*DPMBY(-5) -0.6388482426*DPMBY(-6)
[-2.14209]* [-2,88548]*
Dalam hal ini, [...]* = Untuk nilai t statistik yang signifikan pada a 5%
Respon Perbankan Syariah terhadap PUAS.
Lag maksimum bagi respon perbankan syariah
terhadap PUAS yang masih tergolong stabil
terletak pada lag 5 dengan moduius 0.985267
Lag 5 disebut stabil karena rootsnya memiliki
modulus lebih kecil dari satu
.
Tabel 5. Stabilltas Respon Perbankan Syariah terhadap PUAS
Lag Modulus Keterangan
6
5
4
3
2
1
1.084823
0.965267
0.931553
0.867730
0.755914
0,355757
Tidak Stabil
Stabil
Stabil
Stabil
StabiI
Stabil
Surnber: Output Pengelobart Data dengan Eviews 4.1
Tabel 6. Kandidat Lag Optimum Respon Perhankan Syarlah terhadap PLIAS
Lag Kriteria lnformasi
LR FPE A1C S1C HQ
0 NA 4.27E+20 61.69338 61.86640* 61.76119*
I 45.97639 4.22E+20 61.67711 62.71525 62.08397
2 43.84205 4.05E+20 61.61995 63.52319 62.36585
3 47.57573 3.33E-20 61.38238 64.15074 62,46733
4 50.59292* 2.32E-20* 60.93723* 64.57070 62.36122
21.86652 3.26E+20 61.13214 65.63073 62.89518
Sumber: Output Pengelohan Data dengan Eviews 4.1
Selanjutnya, berdasarkan kriteria informasi
yang tersedia (LR, FPE. AIC, SIC dan HQ), LR,
FPE dan AIC mengajukan lag 4 sebagai Iag
optimum_ sementara SIC dan HQ rnengajukan lag
0 sbagai lag optimum.
Karena lag 0 tidak bisa diestimasi rnaka
diperoleh lag 4 sebagai lag optimum. Sehingga
tidak membutuhkan analisa lanjutan seperti
penilaian dengan adjustedW, karena semua kriteria
informasi memberikan lag optimum yang sama
yakni lag 4.
Akuntabilitas WIDYASTUTI & ANWAR 110
Berdasarkan tahap pra-estimasi yang sudah
dilakukan terhadap sistem persamaan VAR maka
diperoleh persamaan peranan kinerja perbankan
syariah Indonesia di dalam merespon shock yang
terjadi pada PUAS sebagai berikut:
DPUAS = 35.71234847 + 0.1577747928*DASET(-1) - 0.1326307705*DASET(-2)-
[-2.04696]* [ 1.42259] [-1.14393]
0.09593567932*DASET(-3)+ 0.147085681 *DASET(-4)- 0.233608965*DDP1Q-1)+
[-0.72611] [ 1.10731] [-1.71448]
0.2133387417*DDPK(-2)+0.08870427461*DDPK( -3)- 0.1772801702*DDPK(-4)
[ 1.55602] [ 0.57133] [-1.19939]
0.01270871491*DNPF(-1)+0.4075879824*DNPF(-2)+ 1395597916*DNPF(-3)-
[ 0.02872] [0.933991 [ 3.08907]*
0.3533926652*DNP9 -4) - 0.05151745924*DPIVIBY(-1 ) - 0.04564685131*DPMBY(-2)-
[-0.72639] [ 0.99640] [-0.77586]
0.1366586612 i*DPMBY(-3) - 0.01679394762*DPMBY(-4)
[-2.41265]* [-0.28150]
Dimana. = Untuk nilai t statistik yang signifikan pada a 5%
Analisis Dampak Transaksi Instrumen Moneter
Syariah terhadap Kinerja Perbankan Syariah di
Indonesia. Sistem persamaan VAR yang stabil
dengan lag optimum untuk kedua sistem instrumen
moneter syariah sudah diperoleh dengan hasil lag 6
untuk SWBI dan lag 4 untuk PUAS. Sistem ini
tidak akan dianalisis lebih lanjut, namun akan
digunakan sebagai patokan untu.k menghasilkan
output lainnya yang dapat digunakan dalam proses
analisis peranan kinerja perbankan syariah dalam
merespon outstanding instrumen moneter syariah.
Output lain yang dimaksud adalah impulse
response function (IRF) dan forecast error
decomposition of variance (FEDV) IRF berfungsi
untuk melihat bagaimana respon variabel lainnya
jika terjadi impuls, biasa disebut juga dengan nama
inovasi atau error terms (e). pada sebuah variabel.
Dalam penelitian ini akan dilihat bagaimana
dampak yang dialami variabel DASET. DDPK,
DNPF dan DPMBY (yang merupakan respon) jika
tedadi shock pada instrumen moneter syariah
(DSWBI dan DPUAS).
Respon yang terjadi diharapkan akan berbeda
untuk setiap instrumen moneter syariah yang
berbeda. Fo•ecast envr decomposition of variance
dapat digunakan untuk melihat bagaimana variasi
error suatu variabel dapat dijelaskan oleh variabel
lainnya. Oleh karena penelitian terfokus kepada
SWBI dan PUAS sebagai instrumen moneter
syariah di Indonesia, maka akan dilihat bagaimana
variasi error variabel SWBI dan PUAS dapat
dijelaskan oleh variabel lainnya. Perbedaan
instrumen moneter yang digunakan akan men
ghasilkan kesimpulan yang berbeda.
Interpretasi IRF. Dari interpretasi terhadap TRF
di atas, dapat kita simpulkan bahwa jika terdapat
shock pada DSWBI maka variabel kinerja
perbankan syariah yang paling lama meresponnya
secara berturut-turut adalah DASET, DDPK dan
DPMBY.
Sedangkan variabel DNPF relatif stabil dalam
merespon shock DSWBI dan hanya berpengaruh
selama tiga bulan pertama. Namun secara
akumulasi outstanding DSWBT akan
meningkatkan DASET dan DDPK, dan
mengakibatkan penurunan pada DNPF dan
DPMBY walaupun tidak secara signifikan.
Kemudian untuk instrumen Moneter syaraiah
PUAS dapat disimpulkan bahwa jika terdapat
shock pada DPUAS maka variabel kinerja
perbankan syariah yang paling lama meresponnya
secara berturut-turut adalah DASET, DDPK,
DNPF dan DPMBY Secara akumulasi transaksi
DPUAS akan meningkatkan DASET, DDPK,
DNPF dan DPMBY.
Interpretasi VD. Forecast error decomposition
ofvariance menunjukkan bahwa kontribusi terbesar
kinerja perbankan syariah terhadap outstanding
DSWBI diwakili oleh variabel DASET dan DNPF
yakni masing-masing sebesar 30%. Sedangkan
variabeI DPMBY dan DDPK hanya memberikan
kontribusi sebesar 10% dan 12°A. Forecast error
decomposition of variance menunjukkan bahwa
kontribusi terbesar kinerja perbankan syariah
terhadap volume transaksi DPUAS diwakili oleh
variabel DASET dan DNPF yakni masing-masing
sebesar 16°/0 dan 21%. Sedangkan variabel
DPMBY dan DDPK hanya memberikan kontribusi
sebesar 8% dan 10%.
Pengujian Hipotesis. Pengujian hipotesis dalam
penelitian ini dilakukan berdasarkan hasil output
Impuise Respons (IRF) untuk penguj ian hipotesis
satu dan Variance Decomposition (VD) untuk
pengujian hipotesis dua. Berdasarkan output IRF
dapat diketahui bahwa lamanya waktu yang
dibutuhkan dalam meredam shock yang terjadi
pada DSWBI untuk variabel aset adalah 15 bulan,
dana pihak ketiga 13 bulan, non perforrning
financing 4 bulan dan pembiayaan 10 bulan.
111 Akuntablitas Vol. 8, 2009
Dan seeara rata-rata Iamanya waktu yang
dibutuhkan oleh kinerja perbankan syariah dalarn
meredam shock yang terjadi pada DSWBI adalah
selama 13 bulan. Sedangkan lamanya waktu yang
dibutuhkan dalarn meredam sho•k yang terjadi
pada DPUAS untuk variabel aset adalah 18 bulan,
dana pihak ketiga 18 bulan, non pelforming
financing 14 bulan dan pembiayaan 15 bulan„ dan
secara ratarata lamanya waktu yang dibutuhkan
oieh kinerja perbankan syariah dalam meredam
shock yang terjadi pada DSWBT adalah se1ama 16
bulan. Dengan dernikian shock yang terjadi pada
DSWBI lebih eepat diredam oieh kinerja
perbankan syariah dari pada shock yang terjadi
pada DPUAS, dengan demikian hipotesis satu
dapat dibuktikan. Pembuktian lain dapat juga kita
lihat berdasarkan nilai R-squared. Nilai R-squared
untuk persamaan DSWBI adalah sebesar 0.838833
yang berarti bahwa variabel kinerja perbankan
syariah mampu menerangkan shock yang terjadi
pada instrumen moneter syariah DSWBI sebesar
83%. Sedangkan nilai R-squared untuk persamaan
DPUAS adalah sebesar 0.498676 yang berarti
bahwa variabel kinerja perbankan syariah mampu
menerangkan shock yang terjadi pada instrumen
moneter syariah DPUAS sebesar 49%.
Sedangkan pengujian hipotesis dua dapat
dibuktikan dengan nilai variance decomposition
(VD). Nilai VD instrumen moneter syariah DSWBI
tnemperlihatkan bahwa aset dan 11011 pelforming
financing masing-masing berperan dalam dominasi
transaksi DSWBI sebesar 30%. Sedangkan variabel
pembiayaan dan dana pihak ketiga masing-masing
berperan sebesar 10% dan 12%. Dan Nilai VD
untuk instrurnen moneter syariah DPUAS
memperlihatkan bahwa aset dan non pe,forming
financing masingmasing berperan dalam dominasi
transaksi DPUAS sebesar 16°/0 dan 21%.
Sedangkan variabel pembiayaan dan dana pihak
ketiga masing-masing berperan sebesar 8% dan
10%, dengan demikian hipotesis kedua dapat
dibuktikan.
SIMPULAN
Simpulan yang dapat diambil dari penelitian
danapak posisi instrumen moneter syariah terhadap
kinerja perbankan syariah di Indonesia. adalah
sebagai berikut: darnpak yang ditimbulkan aklbat
transalc.si instrumen moneter syariah SWBI
terhadap kinerja perbankan syariah adalah akan
meningkatkan (perubahan) aset (perubahan) dana
pihak ketiga, menurunkan (perubahan) pembiayaan
dan (perubahan) non performing financing, dimana
dampak tersebut berlangsung secara rata-rata
selama 13 bulan, sedangkan dampak yang ditimbul
kan akibat
transaksi instrumen moneter syariah PUAS
terhadap kinerjaperbankan syariah adalah akan
meningkatkan (perubahan) aset, dana pihak ketiga,
pembiayaan dan non performingfinancing. dimana
dampak tersebut berlangsung secara rata-rata
selama 16 bulan, diantara variabel kinerja
perbankan syariah yang merniliki dorninasi
terbesar terhadap perubahan volume transaksi
instrumen moneter syariah SWBI adalah
(peruba.han) non performing financing dan aset
yakni masing-masin2 sebesar 30%. Sedangkan
variabel kinerja perbankan syariah yang
dominasi terbesar terhadap perubahan volume
transaksi instrumen moneter syariah PUAS adalah
(perubahan) aset dan non performing financing
yakni masing-masing sebesar 16% dan 21%.
Dalam perannya terhadap kinerja perbankan
syariah, instrumen moneter syariah Sertifikat
Wadiah Bank Indonesia (SWBI) memberikan
darnpak yana lebih baik dari pada instrumen
moneter syariah PUAS. Dengan demikian
penempatan dana menganggur (idie fund)
perbankan syariah di Indonesia sebaiknya
diletakkan pada instrumen moneter syariah SWHI.
Karena memxlilci dampak dan risiko yang lebih
minimal terhadap Idnerja perbankan syariah bila
dibandingkan dengan instrumen moneter syariah
PUAS.
DAFTAR PUSTAKA
Agustianto. 2005. Pengaruh Bunga Terhadap Ke-
terpurukan Ekonomi lndonesia ( Studi Kasus 1997-
2004). Medan.
Antonio, M 2001. Bank Syariah dari Teori ke
Praktek, Jakarta, Gema Insani Press dan Tazkia Group.
Aggarwal dan Yousef. 2000. ww,w,korantempo.com
Bank Indonesia. 2005. Laporan Perekonomian Indonesia
2005. Jakarta. www. b . go. id
Deep, Akash and Sheaefer. Guido. 2004. Are Bark.s
Liquidity Transforrners?. Harvard University. United State
ofAmerica.
Diamond, Dauglas,w. 1996. Effeet of FinanciaI
Development on Bank and The Maturity of Financial Clims,
World Bank.
Enders, Walter. 1995 Applied Econometric Time Series, First
Edition. Jhon Willey Sons, I ne.
Euromoney Books and AAOTI. 2002. Isiamie Finance.
Innovation and Growth. Dubai. Euromoney Books
Nestor House.
Gujarati, Damodar. 2003. Basic Econornetrics. Four Edition. New
York. MeGraw
Ikatan Ahli Ekonomi Isiam Indonesia. 2005, Proceedings of
International Serninar on Islamic EconomiesAs a Solution.
Medan.
Irsadunas. 2004. Analisis terhadap faktor-faktor yang
Mernengaruhi Posisi Outstanding SWBI. Thesis.
Akunitabilitas WIDYASTUTI & ANWAR 112
Jensen, GR and Mercer, JM. 2002. Monetary Policy And The
Cross-Section Of Expected Stock Return. Journal
ofFinancial Research.Vol 18
Karim, Adiwarman Azwar. 2002. Ekonomi Islam Suatu
Kajian Ekonomi Makro. Jakarta. The Internationa I
Institute of Islamic Thought Indonesia
Kahf, Monzer. 1995. Ekonomi Lslarn. Telaah Kritik terhadap Fungsi
Sistem Ekonomi Islam. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Lori, Giulia et aL 2004. Systemic Risk on The Interbank
Market. Kings Colteae Strand. London.
Muhammad. 2002. Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam
Ekonomi Islami. Jakarta. Penerhit Salemba Empat.
Molyneux, P & Thornton. 1992. Determinant of European Bank
Profitability A Note. Journal Banking And Finance.
Vol 16
Pangemanan, A. 2001. Pengaruh Kondisi Moneter
terhadap Value Effect & Small Firrn Effect di Bursa Efek
Jakarta. Journal Manajemen Indonesia.
Pramuharjo. 2005. Pengaruh Kebijakan Moneter terhadap Kinerja
Perbankan Syariah. Tesis. PSTTT-Ul.
Sekaran. Uma. 2000. Research Methods for Business. A
Skill Building Approach. Four Edition. United State
ofAmerica. John Wiley & Sons. Inc.
Thantawi, T. Rifqy. 2005. Pengaruh Kebijakan Bonus
SWBI dan Penjaminan Pernerintah terhadap Tingkat Imbalan
Pasar Uang.kntar Bank berdasarkan Prinsip Syariah di I
ndonesia. Tesis. PSTTI-Ul.
Titman and Warga. 1989. Stoct Return As Predictors Of
Interest Rates And Inflation. Journal Of Financial
And Qziantitive Analysis. Vol 24
Wagner. Wolf, 2005. The Liquidity of Bank Assets And
Banking Stability. University of Cambrige. United
Kingdom.
Zarqa. Mohammad Anas. 1992. Lectures on Islamic
Economics. Methodolgy of Islamic Economics.
Jeddah. Islamic Research And Training Institute
Islamic Development Bank.