DOKTRIN KETUHANAN DAN AJARAN MORALITAS PADA MASYARAKAT SUKU SAMIN DI BOJONEGORO Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh : SITI KUSNIYATUS SAYIDAH NIM : 1113032100074 JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M
130
Embed
DOKTRIN KETUHANAN DAN AJARAN MORALITAS PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34615/2/SITI... · menjadi narasumber dalam skripsi ini. 12. Kakak Miftakhul Ulum
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
DOKTRIN KETUHANAN DAN AJARAN MORALITAS
PADA MASYARAKAT SUKU SAMIN DI BOJONEGORO
Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh :
SITI KUSNIYATUS SAYIDAH
NIM : 1113032100074
JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2017 M
iv
ABSTRAK
Siti Kusniyatus Sayidah
Judul Skripsi : “Doktrin Ketuhanan dan Ajaran Moralitas pada Masyarakat
Suku Samin di Bojonegoro”
Suku Samin adalah sebuah kelompok masyarakat adat di Jawa yang
tinggal di pedalaman hutan jati Dusun Jepang Desa Margomulyo Kecamatan
Margomulyo Kabupaten Bojonegoro. Komunitas Samin di sini dalam beragama
mempunyai prinsip aku wong Jowo, Agamaku njowo (Aku orang Jawa, Agamaku
njowo yakni Adam). Agama Adam bagi masyarakat Samin diakui sebagai agama
yang dibawa sejak lahir. Esensi dasarnya adalah sebagai perwujudan “ucapan”
(tandeke neng pengucap, opo wae thukule soko pengucap) dan diwujudkan
dengan aktifitas yang baik. Masyarakat Suku Samin percaya kepada Hyang Kuasa
(Yai). Yai bermakna dzat yang memenuhi hajat hidup makhluk, makhluk pun
memiliki kewajiban. Jika makhluk memohon hanya kepada-Nya dengan
mengheningkan cipta (semedi). Pengakuan masyarakat Samin bahwa dirinya
beragama Adam berpegang pada serat Jamus Kalimosodo. Dalam serat Jamus
Kalimosodo terdapat salah satu ajaran tentang etika atau moral masyarakat Suku
Samin yang tertuang dalam serat Uri-uri Pambudi.
Kajian pokok dari studi ini adalah menggambarkan tentang Tuhan dan
ajaran Moralitas pada Masyarakat Suku Samin. Selain itu penulis juga ingin
menjelaskan bagaimana implementasi ajaran moralitas dalam kehidupan sehari-
hari. Untuk menjelaskan masalah di atas penulis menggunakan metode kualitatif
dengan melakukan pendekatan antropologi agama.
Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyimpulkan bahwa pandangan
tentang Tuhan dalam kepercayaan masyarakat Suku Samin yaitu, masyarakat
Suku Samin percaya bahwa Tuhan itu mempunyai Sifat-sifat, Tuhan memiliki
kekuasaan dan kehendak mutlak, Tuhan yang mengatur takdir dan kebebasan
manusia serta mengakui konsep iman dalam ajaran Masyarakat Suku Samin.
Dalam penelitian ini penulis melihat ajaran Suku Samin memiliki prinsip
dasar beretika atau bermoral berupa pantangan untuk tidak drengki (membuat
fitnah), Srei (serakah), Panasten (mudah tersinggung atau membenci sesama),
dawen (mendakwa tanpa bukti), kemeren (iri hati/syirik keinginan untuk memiliki
barang yang dimiliki orang lain), nyiyo marang sapodo (berbuat nista terhadap
sesama penghuni alam), pantangan hidupnya dalam berinteraksi adalah bedok
(menuduh), colong (mencuri), Pethil (mengambil barang yang masih menyatu
dengan alam atau masih melekat dengan sumber kehidupannya), jumput
(mengambil yang telah menjadi komuditas di pasar), nemu (menemukan barang
menjadi pantangan). Dan prinsip ajaran tersebut masih sangat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Kata Kunci : Suku Samin, Sedulur Sikep, Ajaran Tuhan dan Moralitas,
Bojonegoro.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil „alamin rasa syukur yang setinggi-tingginya untuk
Allah SWT yang tak henti-henti menderaskan guyuran nikmatnya untuk kita
sehingga sampai detik ini kita masih bisa berdiri tegak dan menikmati kehidupan
dengan penuh kebahagiaan.
Tak lupa juga salam serta sholawat terus saya lantunkan secara spesial
teruntuk manusia tanpa dosa, manusia yang berani mengorbankan nyawa demi
merevolusi dunia, dan manusia dengan samudra pengetahuan Nabi Muhammad
S.A.W semoga kelak kita termasuk umat yang mendapat syafaat darinya.
Selanjutnya penulis haturkan ungkapan terimaksih sebesar-besarnya kepada
beliau-beliau yang telah banyak berjasa dalam membantu penyelesaian tugas akhir
ini :
1. Bapak dan Ibu tercinta yang tidak pernah padam dalam melimpahkan
kasih sayangnya mulai dari kecil sampai waktu yang tak terkira, semoga
beliau berdua selalu mendapatkan kasih sayang dari Allah SWT. Bapak
Ibu yang selalu memberikan semangat, motivasi, kasih sayang, dan doa
yang tulus untuk kesuksesan penulis. Semoga Allah selalu melimpahkan
rahmat-Nya dan memberikan umur panjang pada mereka.
2. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada,
M.A atas kesempatan belajar dan fasilitas yang diberikan pada Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat.
vi
3. Bapak Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Prof. Dr. Masri Mansoer,
M.A, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Prof. Dr. Ikhsan Tangok, M.A, selaku Wadek I bidang Akademik Fakultas
Ushuluddin. Dr. Bustami, M.A, selaku Wadek II bidang Administrasi
Umum. Dr. M. Suryadinata, M.A, selaku Wadek III bidang
Kemahasiswaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Dr. Media Zainul Bahri, M.A, selaku Ketua Jurusan Studi Agama-Agama
dan Dr. Halimah Mahmudy M.A, selaku Sekretaris Jurusan Studi Agama-
Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang selalu memberikan
pelayanan kepada mahasiswanya dengan baik.
6. Dr. Ahmad Ridho, DESA, selaku Penasehat Akademik yang memberikan
arahan dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan dengan baik.
7. Dr. Hamid Nasuki, MA selaku Dosen Pembimbing Skripsi, atas kesabaran
dan ketelitiannya dalam membimbing penulis. Beliau yang telah banyak
meluangkan waktu, tenaga, fikiran dan kesabaran dalam memberikan
arahan, motivasi serta bimbingan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
8. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Semua guru-guruku mulai dari guru yang mengajari huruf hijaiyyah
sampai dengan guru sekarang.
9. Seluruh Staff Akademik Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
vii
10. Para karyawan/karyawati Perpustakaan Utama dan Fakultas Ushuluddin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah menyediakan fasilitas dalam
rangka penulisan skripsi ini.
11. Kepala Desa Margomulyo dan kepala Suku Samin Mbah Hardjo Kardi
yang baik hati telah bersedia mengizinkan penulis untuk penelitian dan
menjadi narasumber dalam skripsi ini.
12. Kakak Miftakhul Ulum S.Kom yang selalu memberikan semangat dan
motivasi agar penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
13. Teman-teman Studi Agama-Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
angkatan 2013 yang selalu kompak dan saling menyemangati satu sama
lain.
14. Dan kepada semua orang yang saya kenal maupun yang mengenal saya,
terimakasih atas ilmu, dan pengalaman yang diberikan.
Semoga peran-peran beliau semua mendapatkan imbalan yang sepantasnya
dan mendapatkan ridlo dari Allah SWT Amin. Penulis menyadari bahwa sedikit
karya tulis ini bukanlah akhir dan puncak dari pencarian ilmu pengetahuan akan
tetapi merupakan awal dan pintu dalam mengembangkan karya-karya ilmiah
lainnya. Kritik dan saran serta solusi sangat penulis harapkan dari berbagai pihak
guna penyempurnaan dan kebaikan karya-karya penulis nantinya.
Jakarta, 10 April 2017
Penulis
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................. i
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA SIDANG. ...................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................... iii
ABSTRAK .................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................. v
DAFTAR ISI ................................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ............................................ 8
C. Tujuan Penelitian ................................................................. 9
D. Manfaat Penelitian ............................................................... 9
E. Kajian Pustaka ...................................................................... 10
F. Kerangka Teori..................................................................... 17
G. Metodologi Penelitian ......................................................... 18
H. Sistematika Penulisan .......................................................... 22
BAB II SEJARAH MASYARAKAT SUKU SAMIN DI BOJONEGORO
A. Pengertian Samin ................................................................. 24
B. Riwayat Pendiri Ajaran Samin ............................................. 26
C. Sejarah Singkat Masyarakat Suku Samin ............................ 29
1. Tipologi Masyarakat Samin ........................................... 30
2. Pemilihan Bahasa Masyarakat Samin ............................. 33
D. Letak Geografis dan Demografis Masyarakat Suku Samin . 34
Kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi
penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan dan
laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan.
b. Interview atau Wawancara
Interview atau wawancara merupakan metode pengumpulan data
dengan cara tanya jawab sepihak yang dilakukan untuk mendapatkan
tujuan-tujuan tertentu. Hal ini dilakukan untuk memperoleh data langsung
dari sumber-sumber yang dianggap kompeten dan memiliki informasi serta
data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini,
wawancara dilakukan di Suku Samin Bojonegoro dengan Mbah Hardjo
Kardi selaku Kepala Suku Samin Dusun Jepang Bojonegoro, Serta sesepuh
dan aparat desa lainnya.
c. Observasi
Observasi adalah mengumpulkan data atau keterangan dalam suatu
penelitian melalui pengamatan secara langsung di tempat atau objek yang
diteliti.20
Pada tahap ini penulis mendatangi lokasi yang menjadi tempat
penelitian untuk melihat secara langsung terhadap suatu kondisi, situasi, atau
perilaku yang merupakan bahan-bahan informasi, serta melihat bagaimana
kehidupan masyarakat Suku Samin dalam bermasyarakat. Dalam observasi
ini penulis mendatangi lokasi bpenelitian sebanyak 6 kali.
20
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek ( Jakarta: Rineka
Cipta, 2006), h. 124.
21
d. Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengumpulan data yang didapat dari dokumen-
dokumen, catatan-catatan, video-video atau foto-foto yang berkaitan dengan
penyusunan skripsi.
5. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang penulis gunakan adalah metode desktiptif
analitik, yaitu metode yang dilakukan dengan cara menguraikan sekaligus
menganalisis data-data yang menjadi hasil pengkajian dan pendalaman atas
bahan-bahan penelitian. Metode deskriptif lebih banyak berkaitan dengan
kata-kata, di mana semua data-data hasil penelitian diterjemahkan ke dalam
bentuk bahasa, baik lisan maupun tulisan. Kemudian, data-data yang
berbentuk bahasa ini dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian sehingga
menghasilkan kesimpulan.21
Dengan menguraikan (deskriptif) dan menganalisa (analitik), penulis
berharap dapat memberikan gambaran secara maksimal atas objek penelitian
yang dikaji dan di dalami dalam penelitian ini. Hasil kajian dan penelitian
dalam skripsi ini disajikan dalam bentuk narasi.
6. Panduan Penulisan
Penulis dalam penyusunan skripsi ini berpedoman pada prinsip-prinsip
yang diatur dan dibukukan dalam Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi,
Tesis, dan Disertasi), yang diterbitkan CeQDA (Center for Quality
Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
21
Nyoman Kutha Ratna, Metodologi Penelitian: Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora
Pada Umumnya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 337.
22
H. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis membagi dalam lima bab dengan
sistematika sebagai berikut :
BAB I Bab ini merupakan pendahuluan. Dalam bab ini tercakup
didalamnya lima pasal pembahasan yang terdiri dari Latar
Belakang Masalah; Rumusan Masalah; Tujuan Penelitian;
Metode Penelitian; dan Sistematika Penulisan.
BAB II Bab ini akan menjelaskan tentang Profil dan Letak
Geografis masyarakat Suku Samin di Bojonegoro. Pada bab
ini akan dijelaskan tentang Pengertian Samin,
Riwayatpendiri ajaran Samin, sejarah singkat masyarakat
Suku Samin, Letak Geografis, Demografis dan Kondisi
sosial Budaya Masyarakat Suku Samin di Bojonegoro.
BAB III Bab ini akan membahas tentang Agama dan Kepercayaan
Masyarakat Suku Samin. Diantara pembahasan pada bab ini
adalah Agama Adam dalam ajaran masyarakat Suku Samin,
konsep ajaran Suku Samin dalam Serat Jamus Kalimosodo
, serta upacara dan ritual pada masyarakat Suku Samin.
BAB IV Bab ini akan membahas tentang Doktrin Tuhan dan ajaran
Moralitas pada Masyarakat Suku Samin. Pada bab ini akan
dijelaskan Konsep Tuhan dalam ajaran Suku Samin,
Pandangan tokoh agama Suku Samin di Dusun Jepang
tentang Tuhan dalam ajaran Suku Samin, Moralitas
23
masyarakat Suku Samin, Implementasi ajaran moralitas
Samin terhadap perilaku masyarakat Samin dalam
kehidupan sehari-hari.
BAB V Bab ini merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan
dari seluruh kajian dalam skripsi ini, dan saran-saran yang
sifatnya membangun dari penulis.
24
BAB II
SEJARAH MASYARAKAT SUKU SAMIN DI BOJONEGORO
A. Pengertian Samin
Samin adalah sebuah kelompok masyarakat yang terdapat di Pulau Jawa
yang memiliki kepercayaan, adat istiadat dan norma-norma serta aturan tersendiri
yang berbeda dengan masyarakat di Jawa pada umumnya. Mereka hidup
berkelompok di luar masyarakat umum, disuatu wilayah tertentu. Di wilayah yang
mereka diami mereka membentuk satu komunitas.
Ada dua pendapat mengenai asal Samin. Pertama nama Samin berasal dari
arti kata Samin itu sendiri, yaitu kata yang ditasbihkan dari nama seorang tokoh
bernama Samin Surosentiko yang berpengaruh dan membuat sebuah gerakan
pemberontakan terhadap pemerintah.1Kedua, asal kata Samin berasal dari kata
”sami-sami” yang berarti sama-sama atau sami-sami amin yang bermaknakan
bahwa setiap manusia itu sama dari segi kedudukan, serta hak dan kewajiban
karena semuanya berasal dari satu keturunan yang sama yaitu Adam. Masyarakat
Samin harus bersatu untuk bersama-sama membela negara dan menentang
penjajah untuk memperoleh kesejahteraan bersama.
Kata Samin juga identik dengan perilaku yang buruk, serta suku terasing
yang suka dicemooh dan dikucilkan dari pergaulan. Samin selalu dipandang
dengan kacamata buram, yang identik dengan slogan masyarakat yang tidak
kooperatif, tidak mau bayar pajak, suka membangkang dan menentang.
1 Titi Mumfangati dkk. Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin, Kabupaten
Blora, Propinsi Jawa Tengah (Yogyakarta : Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, 2004),h.20
25
Istilah Samin diganti oleh pengikutnya dengan nama sedulur sikep untuk
menghilangkan tendensi negatif karena dilatarbelakangi pertimbangan bahwa
Saminisme dipimpin oleh seorang yang menyamar menjadi seorang petani
bernama Ki Samin Surosentiko, yang mengumpulkan kekuatan masyarakat untuk
melawan kolonial Belanda. Dengan aksi itulah, istilah Samin dianggap sebagai
kelompok pembangkang oleh Belanda dan meluas pada tatanan masyarakat.
Karena pengikut Samin menentang aparat untuk membayar pajak dan
memisahkan diri dari masyarakat umum, muncullah kata nyamin dari julukan
aparat desa Blora.2 Konon pengikut ajaran Saminisme tidak suka dengan sebutan
nama Samin. Mereka lebih suka dengan sebutan Wong Sikep yang berarti orang
yang mempunyai cara atau adat istiadat tersendiri.
Sebagian juga menyebutkan pengikut Samin dengan sebutan wong Paiten.
Kata ini berasal dari bahasa jawa titen-nitem (yang berarti diingat-ingat), karena
mereka selalu memperhatikan secara teliti barang-barang yang dimilikinya.
Mereka menghindari menggunakan atau mengakui barang milik orang lain karena
berpegang teguh pada suatu pandangan “gelem kelangan emoh kanggonan”
(bersedia berkorban tetapi tidak mau memiliki barang-barang orang lain).3 Dari
sekian banyak nama yang tertuju pada masyarakat Samin, sebutan yang paling
populer adalah Samin atau Wong Sikep, dan pengikutnya sering dijuluki dengan
Wong Samin.
2 Moh. Rosyid, Samin Kudus Bersahaja di tengah Asketisme Lokal (Yogyakarta:Pustaka
Pelajar, 2008),h. 81 3 Neng Darol Afia, Tradisi dan Kepercayaan Lokal pada beberapa Suku di Indonesia.
(Jakarta. Badan Litbang Agama Departemen Agama RI: 1999), h.30
26
B. Riwayat Pendiri Ajaran Samin
Ki Samin adalah seorang penduduk yang bernama lengkap Samin
Surosentiko. Ia dilahirkan pada tahun 1859 di Desa Ploso Kediren, Kabupaten
Blora, Jawa Tengah. Samin Surosentiko ini masih keturunan Pangeran
Kusumoningayu atau Kanjeng Pangeran Arya Kusumowinahyu. Pangeran
Kusumowinahyu ini adalah Raden Adipati Brotodiningrat yang memerintah di
Kabupaten Sumoroto (sekarang Tulungagung).4 Ia mempunyai dua orang putra.
Putra pertama bernama Raden Ronggowirjodiningrat dan kedua bernama Raden
Surowidjojo.
Nama kecil Samin adalah Raden Kohar putra dari Raden Surowidjojo
yang merupakan cucu dari R.M. Adipati Brotodiningrat atau Pangeran
Kusumaningayu yang mengandung arti “ orang ningrat yang mendapat anugerah
wahyu kerajaan untuk memimpin negara”.
R. Ronggowirjodiningrat kemudian menjabat sebagai bupati Sumoroto
untuk menggantikan ayahnya (R. M. Adipati Brotodiningrat) pada tahun 1826-
1844 dengan wilayah yang semakin menyempit dan mengecil di bawah
pengawasan kolonial Belanda. Sedangkan putra kedua R. M. Adipati
Brotodiningrat yang bernama Raden Surowidjojo memiliki nama kecil Raden
Surosentiko atau Surosentiko yang kemudian dapat julukan Samin yang artinya
Sami-sami Amin. Kata Samin juga dipilih agar lebih merakyat bersimbolkan
sebuah nama yang menunjukkan kerakyatan. Raden Surowidjojo ini memiliki
4 Titi Mumfangati dkk. Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin, Kabupaten
Blora, Propinsi Jawa Tengah (Yogyakarta : Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, 2004),h.22
27
jiwa yang sangat mulia dan kewibawaan yang besar. Apabila ia menyetujui
sesuatu, hal itu akan dianggap sah karena mendapat dukungan rakyat banyak.5
Raden Surowidjojo sejak kecil dididik ilmu yang berguna, keprihatinan,
tapa dan sebagainya dengan tujuan agar hidupnya bermanfaat dan mulia. Di saat
kondisi wilayah semakin sempit dan diawasi oleh penjajah, Raden Surowidjojo
tidak senang melihat rakyatnya sangat tertindas karena harus kerja paksa,
membayar upeti, dirampas hasil pertaniannya, tidak adanya kesempatan untuk
mengenyam pendidikan, hidup di dalam atau di tepi hutan, dan kalaupun di desa
pada umumnya mereka lebih terbelakang.
Selanjutnya ia pergi ke kabupaten untuk mengembara. Selama
pengembaraan, ia terjerumus ke dalam perbuatan kejahatan. Ia merampok orang-
orang kaya yang menjadi kaki tangan Belanda dan membagikan hasil
rampokannya kepada orang-orang miskin. Sisa hasilnya digunakan untuk
keperluan mendirikan kelompok atau gerombolan yang dinamakan “Tiyang Samin
Amin” atau kelompok ”Tiyang Samin”. Nama kelompok ini diambil dari nama
kecil Raden Surowidjojo. Sejak tahun 1840 kelompok ini sangat dikenal dan
didukung oleh rakyat kecil karena suka membela banyak orang dan kaum yang
lemah. Hingga pada suatu waktu, perjuangan Raden Surowidjojo alias Samin
sepuh meluaskan wilayahnya hingga ke Bengawan Solo serta bertambah banyak
anak buahnya, sampai menyusahkan dan merepotkan kolonial Belanda.
Pada tahun 1859 lahirlah Raden Kohar di Desa Ploso Kediren, Kecamatan
Randublatung, Blora Jawa Tengah. Setelah dewasa ia memakai julukan Samin
5 Tashadi Dkk, Kehidupan Masyarakat Samin Dalam era Globalisasi di Dusun Jepang,
Margomulyo Bojonegoro Jawa Timur (Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan),h.36
28
Surosentiko atau Samin Anom. Raden Kohar kecil mendapatkan pendidikan yang
mulia dari Raden Surowidjojo dan dapat merasakan bagaimana sengsaranya
rakyat yang selalu harus kerja paksa, membayar upeti, dirampas hasil pertanian,
tidak adanya kesempatan mengenyam pendidikan, serta diperas dan dihisap
dengan pajak-pajak yang sangat memberatkan.
Dihadapkan oleh keadaan yang demikian, hati R. Kohar pun ikut
terpanggil untuk meneruskan ajaran-ajaran ayahnya, terlebih setelah ayahnya
menghilang entah ke mana. Lalu Raden Kohar menyusun kekuatan dengan
mengumpulkan pengikutnya. Terkadang ia mengumpulkan pengikutnya di balai
desa atau di lapangan, hingga semakin banyak pengikutnya dan tertarik akan
ajarannya. Untuk meneruskan perjuangan Samin Surosentiko ini, ia melakukan
pemberontakan dengan membangun pusat perkumpulan yang cukup banyak,
seperti di Tapelan (Bojonegoro), Klopodhuwur (Blora), Kutuk (Kudus), Gunung
Segara (Brebes), Kandang (Pati), dan Tloga Anyar (Lamongan).6
Pada 8 November 1907, Ki Samin Surosentiko dibaiat pengikutnya
sebagai Raja Jawa dengan gelar Prabu Panembahan Suryangalam. Ia dianggap
sebagai Ratu Adil yang akan membawa negeri ini menuju kesejahteraan.7 Samin
Surosentiko dan pengikutnya pernah diajukan ke pengadilan dan diadili dengan
tuduhan melakukan deklarasi akan adanya Ratu Adil dan Patih. Akan tetapi,
pengadilan itu tidak memberikan hukuman apapun karena Ki Samin memberikan
6 Titi Mumfangati dkk. Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin, Kabupaten
Blora, Propinsi Jawa Tengah (Yogyakarta : Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, 2004),h.21 7 Tashadi Dkk, Kehidupan Masyarakat Samin Dalam era Globalisasi di Dusun Jepang,
Margomulyo Bojonegoro Jawa Timur (Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan),h.41
29
sebuah argumentasi, “Saya jadi raja bukan untuk suatu negara, akan tetapi raja
untuk istrinya sendiri. Demikian pula jadi patih, ya patih untuk istrinya sendiri.
Empat puluh hari kemudian, Ki Samin mendapatkan undangan untuk
musyawarah dari Wedana Randublatung Blora. Ia tanpa curiga datang dengan
delapan muridnya. Ternyata, undangan itu hanyalah jebakan. Samin Surosentiko
langsung ditangkap dan disekap semalam di Kawedanan. Asisten Wedana
setempat, Raden Pranoto sempat mencemooh mereka sebelum mereka diserahkan
kepada Belanda.8 Samin dan delapan muridnya ditangkap dan diasingkan ke
Digul, Irian Jaya dan ke Sawahlunto, Sumatera Barat Ki Samin sendiri meninggal
pada tahun 1914 di pengasingan tersebut dengan status tahanan.9
Perasingan tidak membuat ajaran ikut terkubur, tetapi malah membuat
pengikut Samin semakin berani melakukan pembangkangan. Samin Surosentiko
meninggalkan dua orang anak. Salah satu menantunya sekaligus muridnya
bernama Suro Kidin meneruskan ajaran serta perjuangannya. Di samping itu, Ki
Suro Kidin juga mempunyai anak angkat kesayangan bernama Ki Surokerto
Kamidin yang didambakan dapat meneruskan perjuangan kaum Samin.
C. Sejarah Singkat Masyarakat Suku Samin
Masyarakat Samin adalah sebuah fenomena kultural, yang memiliki
keunikan sekaligus sarat akan pesan. Perilaku wong Samin terkesan “seenaknya
sendiri”, seolah-olah tak mengakui eksistensi negara dalam kehidupan mereka.
8 Tashadi Dkk, Kehidupan Masyarakat Samin Dalam era Globalisasi di Dusun Jepang,
Margomulyo Bojonegoro Jawa Timur (Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan),h.42 9 Nurudin dkk, Agama Tradisional : Potret Kearifan Hidup Masyarakat Samin Tengger
(Yogyakarta: LKIS, 2003),h.56
30
Wong Samin terkenal akan keluguannya, polos dan apa adanya hingga terkesan
“dungu”. Samin identik dengan perlawanan. Ajaran Samin begitu popular sebagai
simbol perlawanan rakyat terhadap penjajah.
Pada tahun 1890 Samin Surosentiko mulai mengembangkan ajarannya di
daerah Klopoduwur, Blora. Banyak penduduk di desa sekitar yang tertarik dengan
ajarannya, sehingga dalam waktu singkat sudah banyak masyarakat yang menjadi
pengikutnya. Pada saat itu pemerintah Kolonial Belanda belum tertarik dengan
ajarannya, karena dianggap sebagai ajaran kebatinan biasa atau agama baru yang
tidak membahayakan keberadaan pemerintah kolonial.
Pada tahun 1903 Residen Rembang melaporkan bahwa ada sejumlah 722
orang pengikut Samin yang tersebar di 34 Desa di Blora bagian selatan dan daerah
Bojonegoro. Mereka giat mengembangkan ajaran Samin. Sehingga sampai tahun
1907 orang Samin berjumlah +5.000 orang.10
Akibat penyebarannya yang
semakin massif, pemerintah Kolonial Belanda mulai merasa was-was sehingga
banyak pengikut Samin yang ditangkap dan dipenjarakan, termasuk juga Samin
sendiri ditangkap dan diasingkan ke Sumatera hingga meninggal dalam status
tahanan.11
1. Tipologi Masyarakat Samin
Tipologi (golongan manusia menurut corak watak masing masing dalam
berinteraksi dan berkarakter) masyarakat Samin dipilah dalam empat
bentuk tipe Samin, yaitu Samin Sangkak, Samin Ampeng-ampeng, Samin
10
Joko Susilo, Agama tradisional, Potret Kearifan Hidup Masyarakat Samin dan Tengger,
(Yogyakarta : UMM Press, 2003) h. 45 11
Joko Susilo, Agama tradisional, Potret Kearifan Hidup Masyarakat Samin dan Tengger,
(Yogyakarta : UMM Press, 2003) h..46
31
Samiroto, dan Samin Dlejet. Menurut Kang Badrus (seorang budayawan
Bojonegoro dan pemerhati masyarakat Samin) penggolongan tersebut
sesuai dengan karakter dan keseharian masyarakat Samin yang tersebar di
berbagai daerah. Adapun ciri khas masing-masing golongan Samin bisa
dijabarkan sebagai berikut:
Pertama, Samin sangkak, jika berinteraksi dengan pihak lain,
menjawabnya dengan kirotoboso (Bahasa Jawa Kasar/ ngoko). Misalnya,
teko ngendi? dijawab teko mburi (dari mana? dijawab dari belakang).
Lungo ngendi? dijawab lungo ngarep (dari mana? dijawab ke depan). Hal
ini dilakukan karena bagian dari strategi komunitas Samin (saat
penjajahan) yang merahasiakan tempat persembunyian komunitasnya
karena hidup menyendiri. Hal ini sebagai bentuk perlawanan terhadap
Artinya : Saya sebenarnya adalah Tuhan dan Tuhan sebenarnya
adalah saya, Tuhan yang membuat diri saya istri saya dan keluarga saya,
5 Wawancara Pribadi dengan Hardjo Kardi (Kepala Suku Samin Dusun Jepang Kecamatan
Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur) Pada Tanggal 29 Desember 2016. 6 Wawancara Pribadi dengan Bambang Suyitno (Ketua Pimpinan Balai Budaya Masyarakat
Suku Samin Dusun Jepang Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur)
Pada Tanggal 29 Desember 2016.
65
saya punya sifat, sifat saya dan sifat Tuhan itu sama, sebenarnya benar
kalau saya ini adalah Tuhan.
Menurut bapak Karjono7 Tuhan dalam ajaran Samin memang
mempunyai sifat-sifat, hal ini karena pada diri manusia juga mempunyai
sifat-sifat. Tuhan itu adalah diri manusia itu sendiri. Aku adalah Tuhan
dan Tuhan adalah aku begitu menurut pandangan bapak Karjono. Aku
mempunyai sifat pengasih begitu juga Tuhan mempunyai sifat pengasih.
Antara sifat-sifat manusia dan sifat-sifat Tuhan sama, tidak ada bedanya.
Karena sifat Tuhan sudah melekat pada diri manusia, oleh karenanya diri
manusia adalah Tuhan.
Bapak Qorib8 berpendapat bahwa dalam ajaran Samin memang
mengimani kalau Tuhan mempunyai sifat-sifat, dan sifat-sifat itu sama
seperti sifat manusia, karena menurutnya ajaran Samin memang
mengatakan bahwa Tuhan adalah aku. Memang menurutnya
kedengarannya terasa aneh tapi itulah ajaran itulah keyakinan ada yang
percaya dan ada yang tidak percaya sama sekali.
2. Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Tuhan
Menurut Mbah Harjo Kardi9, berkaitan dengan masalah kekuasaan
dan kehendak mutlak Tuhan, beliau berpendapat bahwa Tuhan dalam
7 Wawancara Pribadi dengan Karjono Hadi (sesepuh Masyarakat Suku Samin Dusun
Jepang Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur) Pada Tanggal 29
Desember 2016. 8 Wawancara Pribadi dengan Qorib Subagyo (humas bakesbangpol (Badan Kesatuan
Bangsa dan Politik) Kabupaten Bojonegoro yang merupakan anggota Suku Samin asli) Pada 29
Desember 2016. 9 Wawancara Pribadi dengan Hardjo Kardi (Kepala Suku Samin Dusun Jepang Kecamatan
Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur) Pada Tanggal 29 Desember 2016.
66
ajaran Samin mempunyai kekuasaan, karena sama halnya dengan manusia
yang mempunyai kekuasaan untuk melaksanakan apa yang ia inginkan.
Kekuasaan manusia merupakan kekuasaan Tuhan, manusia sendiri yang
dianggapnya sebagai Tuhan mampu berkuasa yaitu berkuasa terhadap
dirinya sendiri dan berkuasa terhadap apa yang ia inginkan. Manusia
secara utuh mempunyai kekuasaan untuk melakukan sesuatu yang mereka
bisa. Kekuasaan untuk berbuat, kekuasaan untuk bicara dan kekuasaan
untuk melakukan sesuatu.
Seperti itu juga pandangan bapak Bambang10
, mengenai kekuasaan
dan kehendak mutlak Tuhan. Tuhan sebagai Khalik dan manusia sebagai
hamba atau ciptaanNya, manusia tanpa kehendak Tuhan tidak bisa berbuat
apa-apa. Tetapi manusia tetap mempunyai kemampuan untuk bertindak,
berbuat dan melakukan apapun selama manusia berusaha penuh untuk hal
itu.
Menanggapi permasalahan kekuasaan dan kehendak Mutlak
Tuhan. Bapak Bambang berpandangan, bahwa dalam ajaran Samin Tuhan
sejatinya adalah diri manusia itu sendiri maka untuk itu kekuasaan dan
kehendak mutlak Tuhan ada dan bersatu melebur pada diri manusia itu
sendiri. Manusia adalah Tuhan bagi dirinya sendiri, maka manusia
mempunyai kekuasaan dan kehendak yang mutlak untuk melakukan apa
yang ia inginkan. Semua yang ingin ia perbuat adalah muncul dari diri
10
Wawancara Pribadi dengan Bambang Suyitno (Ketua Pimpinan Balai Budaya
Masyarakat Suku Samin Dusun Jepang Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi
Jawa Timur) Pada Tanggal 29 Desember 2016.
67
manusia atas kekuasaan dirinya dan kehendaknya, tanpa kekuasaan dan
kehendak atas dirinya maka yang ia perbuat itu tidak akan muncul.
Bapak Karjono11
Menjelaskan, bahwa kekuasaan dan kehendak
mutlak Tuhan ada pada diri manusia itu sendiri. Apa yang ia inginkan
berarti secara langsung itu merupakan kehendak Tuhan. Dan pandangan
itu yang menurut dia yakini benar.
3. Takdir dan Kebebasan Manusia
Menurut Mbah Harjo Kardi12
, pandangan beliau tentang takdir dan
kebebasan manusia dalam ajaran Samin yaitu takdir dan kebebasan
manusia sebenarnya kembali kepada keyakinan ajaran Samin yang
menganggap dirinya sendiri adalah Tuhan. Bahwa takdir itu melekat pada
dirinya sendiri, dan takdir itu merupakan bagian dari diri manusia, dirinya
yang menciptakan takdir itu oleh karena itu manusia sudah diatur oleh
dirinya sendiri. Sedang kebebasan manusia menurut beliau dalam ajaran
Samin itu relatif, manusia tidak mempunyai kebebasan karena sudah
ditakdirkan dalam hal apapun tetapi agak membingungkan karena dalam
ajaran Samin yang menciptakan takdir itu manusia sendiri konsekuensinya
dari keyakinan bahwa Tuhan adalah dirinya sendiri.
Keyakinan ajaran Samin mengenai takdir dan kebebasan manusia
menurut beliau takdir itu ada, dan yang menciptakan takdir itu adalah
Tuhan sedangkan aku adalah Tuhan berarti kalau begitu bisa ditarik
11
Wawancara Pribadi dengan Karjono Hadi (sesepuh Masyarakat Suku Samin Dusun
Jepang Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur) Pada Tanggal 29
Desember 2016. 12
Wawancara Pribadi dengan Hardjo Kardi (Kepala Suku Samin Dusun Jepang Kecamatan
Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur) Pada Tanggal 29 Desember 2016.
68
kesimpulan bahwa takdir itu yang menciptakan dirinya sendiri. Sedangkan
kebebasan manusia itu tidak ada karena sudah terikat dengan takdir itu.
Dalam persoalan takdir dan kebebasan manusia, bapak Bambang13
berpendapat bahwa dalam ajaran Samin meyakini akan takdir Tuhan,
tetapi takdir itu beliau yang membuat terhadap dirinya, ini tidak lepas dari
ajaran Samin yang menganggap aku adalah Tuhan. Menurut beliau takdir
ini melekat pada dirinya karena Tuhan adalah dirinya, Tuhan yang
menciptakan takdir itu, maka beliau secara tidak langsung yang
menentukan takdir itu. Sedang kebebasan manusia itu tidak ada karena
sudah ditetapkan oleh takdir yang dibuat oleh dirinya sendiri, secara penuh
manusia bertanggung jawab atas dirinya karena telah menetapkan takdir
itu, manusia terikat oleh takdir yang mereka tentukan.
Menurut bapak Karjono14
, pemahaman beliau tentang takdir dan
kebebasan manusia dalam ajaran Samin yaitu, takdir adalah ketetapan
yang diciptakan oleh Tuhan dengan kata lain beliaulah yang menciptakan
takdir itu, karena ia berkeyakinan bahwa dia adalah Tuhan itu sendiri dan
manusia terikat oleh takdir itu. Jadi manusia dalam hal ini tidak
mempunyai kebebasan sama sekali setelah ia menentukan takdir itu, tetapi
manusia tetap mempunyai kebebasan untuk membuat ketetapan itu.
13
Wawancara Pribadi dengan Bambang Suyitno (Ketua Pimpinan Balai Budaya
Masyarakat Suku Samin Dusun Jepang Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi
Jawa Timur) Pada Tanggal 29 Desember 2016. 14
Wawancara Pribadi dengan Karjono Hadi (sesepuh Masyarakat Suku Samin Dusun
Jepang Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur) Pada Tanggal 29
Desember 2016.
69
4. Konsep Iman
Menurut Mbah Harjo Kardi15
, beliau berpendapat bahwa Iman
dalam ajaran Samin berupa kepercayaan dalam hati kemudian diucap
dengan lisan dan dilakukan dengan tindakan. Iman tak cukup dalam hati
menurutnya, kalau seperti itu bukan mengimani tetapi hanya sekedar
meyakini. Antara keyakinan dalam hati, ucapan dan tindakan itu harus
sama, seperti orang Samin yang selalu jujur dan lugu dalam kehidupan
sehari-hari.
Menurut Mbah Harjo Kardi : Keyakinan sak njeruning ati sak
njeruning ucap lan sak njeruning lakon, ingsung ngucap ingkang ingsun
yakini, lakon ingsun ingkang ingsun yakini saking ucap ingsun. Artinya :
Keyakinan itu ada di dalam hati dan di dalam pengucapan serta dalam
perbuatan, saya mengucapkan apa yang saya yakini, dan saya meyakini
apa yang saya ucap.
Dengan demikian antara hati, ucapan dan tindakan itu harus sesuai
dan saling terkait. Menurut beliau aku tidak akan bicara kalau tidak ada
keyakinan dalam hatinya dan beliau tidak akan bertindak kalau tidak ada
keyakinan dalam hatinya. Berkenaan dengan masalah konsep iman ini,
bapak Bambang16
berpendapat bahwa Iman dalam ajaran Samin itu apa
yang kita yakini dalam hati kemudian diucapkan dengan lisan dan harus
ada tindakan.
15
Wawancara Pribadi dengan Hardjo Kardi (Kepala Suku Samin Dusun Jepang Kecamatan
Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur) Pada Tanggal 29 Desember 2016. 16
Wawancara Pribadi dengan Bambang Suyitno (Ketua Pimpinan Balai Budaya
Masyarakat Suku Samin Dusun Jepang Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi
Jawa Timur) Pada Tanggal 29 Desember 2016.
70
C. Moralitas Masyarakat Suku Samin
Dalam ajaran Suku Samin prinsip dasar beretika berupa pantangan untuk
tidak drengki (membuat fitnah), Srei (serakah), Panasten (mudah tersinggung atau
membenci sesama), dawen (mendakwa tanpa bukti), kemeren (iri hati/syirik
keinginan untuk memiliki barang yang dimiliki orang lain), nyiyo marang sapodo
(berbuat nista terhadap sesama penghuni alam), pantangan hidupnya dalam
berinteraksi adalah bedok (menuduh), colong (mencuri), Pethil (mengambil
barang yang masih menyatu dengan alam atau masih melekat dengan sumber
kehidupannya), jumput (mengambil yang telah menjadi komuditas di pasar), nemu
(menemukan barang menjadi pantangan). Lima pantangan dasar ajaran Samin
meliputi, tidak boleh mendidik dengan pendidikan formal, tidak boleh bercelana
panjang, tidak boleh berpeci, tidak diperbolehkan berdagang, dan tidak
diperbolehkan beristri lebih dari satu.17
Etika Samin tercermin dalam pelaksanaan ajaran Samin yang mengandung
prinsip hidup berupa kejujuran, kesetiakawanan, kesederhanaan, kebersamaan,
keadilan dan kerja keras.18
Prinsip dasar beretika adalah berupa pantangan untuk
tidak drengki (memfitnah), srei (serakah), panasten (mudah tersinggung atau
membenci sesama), dawen (mendakwa tanpa bukti), kemeren (iri hati, keinginan
untuk memiliki barang yang dimiliki orang lain).
Ajaran tersebut pada dasarnya ajaran agama universal, dan melaksanakan
ajaran tersebut sangatlah ditentukan oleh diri warga Samin, bukan karena simbol
17
Joko Susilo, Agama tradisional, Potret Kearifan Hidup Masyarakat Samin dan Tengger
(Yogyakarta : UMM Press, 2003) h.62 18
Titi Mumfangati dkk. Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin, Kabupaten
Blora, Propinsi Jawa Tengah (Yogyakarta : Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, 2004),h. 43
71
menjadi pengikut agama atau kelompok tertentu. Maksudnya orang Samin
berpeluang menjadi warga yang taat dan dapat pula menjadi warga yang tidak taat
terhadap ajaran Samin.
Disini penulis akan memaparkan ajaran Moralitas Suku Samin pada
beberapa bagian yaitu :
1. Melawan Penjajah
Masyarakat Suku Samin membuat perlawanan terhadap Belanda
yaitu dengan tidak mau membayar pajak. Selain melakukan aksi heroik ala
Robin Hood, kiyai Samin juga mengajarkan sebuah metode baru untuk
melawan para penjajah kulit putih kepada rakyat jelata. Metode ini cukup
unik, tapi pada akhirnya benar-benar mampu membuat pemerintah
penjajah Belanda geram. Salah satu metode tersebut mengajak rakyat
untuk tidak membayar pajak apapun kepada Negara (Belanda) karena
hanya akan memperkaya para pejabat saja.19
Kyai Samin (Samin Surosentiko/pendiri ajaran Samin) juga
mengajarkan kesederhanaan dan hidup selaras dengan alam kepada para
pengikutnya.20
Mereka mengatakan bahwa alam Jawa bukanlah milik
penjajah. Untuk itulah banyak warga Samin yang membuat pusing
Belanda, ketika mereka dengan seenaknya mengambil kayu dan ranting
dari hutan-hutan jati yang dikelola pemerintah. Padahal orang Samin
19
Moh. Rosyid, Samin Kudus Bersahaja di tengah Asketisme Lokal (Yogyakarta:Pustaka
Pelajar, 2008) h.42 20
Neng Darol Afia, Tradisi dan Kepercayaan Lokal pada beberapa Suku di Indonesia.
(Jakarta. Badan Litbang Agama Departemen Agama RI: 1999), h.22
72
hanya mengambil sebatas yang mereka butuhkan. Tidak pernah mereka
menebang kayu untuk dijual kembali.
2. Perdagangan
Ada banyak hal yang cukup unik dan menarik jika berbicara
mengenai suku Samin, salah satunya yaitu pada bahasa yang mereka
gunakan sehari-hari. Walaupun menggunakan bahasa Jawa akan tetapi
dialeg serta sistem bahasa mereka berbeda dengan yang ada di masyarakat
Jawa pada umumnya. Demikian pula tentang etika dan tata cara
berpakaian mereka. Mereka sering terlihat memakai pakaian serba hitam.
Apalagi kaum Samin yang tidak pernah memakai peci, celana jeans
apalagi kaos oblong.
Tapi yang paling unik adalah mengenai pandangan hidupnya.
Orang sikep sangat menjunjung tinggi kejujuran, welas asih, persaudaraan
dan mencintai lingkungan hidup serta alam semesta.21
Dalam komunitas
sedulur sikep tidak ditemukan satu anggota komunitas pun yang berprofesi
sebagai pedagang.
Bagi mereka perdagangan adalah pintu masuk bagi ketidak jujuran,
keserakahan dan hedonisme. Memang dalam perdagangan dikenal dengan
istilah laba atau keuntungan. Laba inilah yang nantinya menjadi tujuan
bahkan sering orang menghalalkan segala cara untuk meraihnya. Tetapi
hal itu tidak berlaku bagi orang Samin. Laba adalah cerminan ketidak
jujuran. Suatu hal yang sangat diharamkan dalam ajaran Samin.
21
Titi Mumfangati dkk. Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin, Kabupaten
Blora, Propinsi Jawa Tengah (Yogyakarta : Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, 2004),h.35
73
Suku Samin yang kebanyakan berprofesi sebagai petani juga
menolak menggunakan barang-barang elektronik. Mereka lebih memilih
menggunakan kerbau untuk membajak sawah daripada traktor. Itulah
mengapa kaum Samin sangat memuliakan alam. Kelestarian alam adalah
berarti kelestarian kehidupan. Sedang kehancuran alam berarti juga
hancurnya kehidupan mereka.
3. Pernikahan dan Poligami
a. Pernikahan dengan sesama pengikut Samin
Pernikahan dengan sesama pengikut Samin merupakan langkah
yang strategis agar generasi baru tersebut dapat melanjutkan ajaran
nenek moyang Samin.22
Antisipasi ini dilakukan dengan cara agar
mereka berada dalam satu lingkungan yang sama sehingga akan
menjauhkan dari pengaruh budaya luar akulturasi dan asimilasi.
b. Tidak boleh Beristri lebih dari Satu
Memadu dua keluarga dalam ikatan perkawinan terjadi hampir
disemua masyarakat. Tak terkecuali di masyarakat Samin, menikah
menjadi sesuatu yang biasa terjadi untuk memperpanjang keturunan.
Perbedaanya ada pada tata cara perkawinan dan adat yang digunakan.
Pada dasarnya adat perkawinan yang berlaku dalam masyarakat Samin
adalah endogami, yakni pengambilan dari dalam kelompok sendiri dan
menganut prinsip monogami. Menurut mbah Hardjo Kardi (Kepala
Suku Samin Dusun Jepang) Dalam pola perkawinan ini yang dianggap
22
Moh. Rosyid, Samin Kudus Bersahaja di tengah Asketisme Lokal (Yogyakarta:Pustaka
Pelajar, 2008) h.31
74
ideal adalah istri cukup hanya satu untuk selamanya (bojo siji kanggo
sak lawase). Seperti yang tertuang dalam prinsip Ajaran Samin
bahwasannya tidak diperbolehkan beristri lebih dari satu. Hal ini
dilakukan agar konflik dalam berkeluarga tidak akan terjadi.23
D. Implementasi Ajaran Moralitas Samin terhadap Perilaku Masyarakat
Samin dalam Kehidupan Sehari-hari
Masyarakat selalu berada dalam proses perubahan, bergerak secara
dinamis mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan faktor-faktor yang
melingkupinya. Tidak ada masyarakat di dunia ini yang stagnan tanpa perubahan,
walaupun masyarakat primitive sekalipun. Demikian juga dengan masyarakat
Samin. Tujuan utama didirikan gerakan Samin sebenarnya adalah untuk
memberikan pertolongan kepada masyarakat daerah sekitar yang dinilai berada
dalam kondisi yang memprihatinkan, sebagai akibat dari penjajahan Kolonial
Belanda yang secara langsung berpengaruh pada kehidupan yang membuat
masyarakat menjadi menderita.
Penjajahan Kolonial Belanda ini membawa masyarakat Samin pada
ketimpangan sosial, dimana para penjajah Belanda menempati posisi yang
terhormat dalam hirarki sosial yang disebabkan oleh kekayaan yang dipungutnya
secara paksa dari masyarakat serta penolakan merekat terhadap ajaran Islam yang
dinilainya tidak berasal dari khazanah pengetahuan budaya masyarakatnya.
Berdasarkan masalah tersebut maka gerakan Samin yang di pelopori oleh Samin
Surosentiko mulai muncul dan berkembang.
23
Wawancara Pribadi dengan Hardjo Kardi (Kepala Suku Samin Dusun Jepang Kecamatan
Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur) Pada Tanggal 29 Desember 2016.
75
Sebuah komunitas masyarakat jika dalam kehidupannya memiliki aturan
dan berpedoman pada ajaran moral ataupun etika sudah bisa dipastikan hidupnya
akan tentram. M.Athiyah Al Abrasyi yang berpendapat bahwa: “Tujuan ajaran
akhlak/moral dalam Islam adalah membentuk manusia berakhlak mulia, keras
kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkakhlaku dan
perangai, bersifat bijaksana, sopan dan beradab, iklas, jujur dan suci”.24
Orang Samin dalam hal bertingkah laku selalu memegang pada dua
konsep yaitu kejujuran dan kebenaran. Untuk melakukan kedua hal tersebut,
mereka memiliki ajaran yang disebut dengan “Pandom Urip” (pedoman hidup)
yaitu “ojo srei, drengki, dahwen, open, kemeren panesten, rio sapodo-podo,