Makalah Sosiologi Komunikasi 1 Efek Pencitraan Para Pejabat di Media Massa terhadap kehidupan bermasyarakat Disusun Oleh: Achmad Jamaluddin Amelia K. Rosidi Dede Setiawan Elika Winanda Hanifa Choirunisa Ridho Azlam A. Siti Nurinah A. Yogo Septian Efek Praktek Pencitraan Para Pejabat di Media Massa Terhadap Kehidupan
59
Embed
Efek Praktek Pencitraan Para Pejabat di Media Massa ... · Web viewAkibatnya, partai-partai politik terjebak pada pragmatisme dan cenderung menghalalkan segala cara untuk memperoleh
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Makalah Sosiologi Komunikasi
Universitas Mercubuana Jakarta
Fakultas Ilmu Komunikasi
2012
1Efek Pencitraan Para Pejabat di Media Massa terhadap kehidupan bermasyarakat
Disusun Oleh:
Achmad JamaluddinAmelia K. RosidiDede SetiawanElika Winanda
Media MassaSebagai agen politik, media massa bisa melakukan proses pengemasan pesan
dan proses inilah yang sebenarnya membuat sebuah peristiwa atau aktor politik
memiliki citra tertentu. Pencitraan politik seringkali sangat efektif untuk menaikkan
pamor atau menghancurkan pamor aktor politik. Namun masalahnya, media yang
menjadi agen politik harus meninggalkan objektivitasnya dan memanipulasi fakta
sebagai alat untuk kepentingan politik. Diantaranya fungsi media massa yang terkait
dengan politik adalah pembentukan image (pencitraan). Media tidak dapat dilepaskan
dari berbagai kepentingan, baik itu kepentingan ekomomi maupun kepentingan
ideologi. Maka dari itu sebagai masyarakat (sebagai makhluk sosial) kita tentunya
harus menjadi masyatakat cerdas yang selektif dalam memilih (mengonsumsi) dalam
memaknai suatu informasi dari media massa.
Konsultan PolitikAda beberapa tipe konsultan politik menurut Choel Mallarangeng (Direktur
Foz Indonesia) Ada yang hanya menangani isu saja, ada yang menangani style and
contain client saja. Ada yang menangani grass root campaign client saja, ada yang
memimpin keseluruhan tim pemenangan, ada yang media campaignnya saja. Bahkan
bukan membuat eksekusi media, tapi cuma creative brief, ada pelaporan dan
adminitrasinya. Tapi kalau tujuannya menang, begitu banyak secara holistik harus
dilakukan untuk menang. Dari pemilihan kepala daerah sampai pemilu presiden,
semuanya melibatkan jasa konsultasi politik agar menjual pencitraannya kepada
masyarakat. Menjamurnya iklan-iklan politik merupakan andil dari lembaga
konsultan politik. Semua tingkah laku tokoh politik juga diatur sedemikian rupa.
Marketing PolitikTataran persentuhan konsultan marketing politik seperti yang dikatakan pada bab
sebelumnya, yakni hanya bekerja pada aspek emosinal pemilih tanpa memedulikan
sisi substansial dari apa yang mau ditawarkan dengan brand Politik tersebut.
25Efek Pencitraan Para Pejabat di Media Massa terhadap kehidupan bermasyarakat
Kekuatan kehumasanFaktor ini merupakan kekuatan partai - partai politik beserta aktor politiknya
dalam mesin politik-nya. Aspek penting faktor ini, yaitu komunitas membentuk merek
politik, rekayasa citra, segmentasi publik, target pemilih, dan pencitraan personal
kandidat. Tidak kalah penting adalah menyasar pemilih, manajemen media massa
dengan impresi politik.
Dunia politik tak ubahnya seperti arena bertarung yang sangat membutuhkan strategi
jitu dalam pemenangannya. Tidak hanya sekedar politik uang yang mampu berperan
sebagai second God dalam memenangkan hati rakyat, saat ini rakyat semakin kritis
dan sebagian besar tak lagi tertarik pada politik uang, meskipun tak dapat dipungkiri
bahwa masih ada sebagian partai politik yang menggunakan politik uang sebagai
strategi pemenangannya.
Menurut survey yang dilakukan oleh Pew Research Center for the People and
the Press terhadap sekitar 200 konsultan politik di seluruh dunia pada tahun 1997 -
1998, ditemukan fakta bahwa kualitas dari pesan-pesan kampanye politik sebuah
partai politik dan strategi pencitraan para pemimpin partai politik merupakan faktor
utama dalam menentukan kemenangan dalam pemilihan umum, sehingga selain faktor
biaya yang mutlak dipersiapkan untuk menggerakkan mesin politik, pencitraan partai
politik dan pemimpin partai politik merupakan kunci penentu kemenangan. Melalui
pendekatan program kerja sebuah partai politik kepada pemilihnya hanya akan
dimengerti oleh publik yang “melek” politik. Bagi publik yang “buta” politik, mereka
akan lebih suka melihat citra para pemimpin partai politik. Pengertian citra berkaitan
erat dengan suatu penilaian, tanggapan, opini, kepercayaan publik, asosiasi, lembaga
dan juga simbol simbol tertentu terhadap bentuk pelayanan, nama perusahaan dan
merek suatu produk barang atau jasa yang diberikan oleh publik sebagai khalayak
sasaran (audience).
Dengan demikian, tanggapan dan penilaian publik merupakan unsur penting
dalam melakukan penelitian tentang Citra. Citra (image) adalah seperangkat
keyakinan, ide dan kesan seseorang terhadap suatu obyek tertentu. Sikap dan tindakan
26Efek Pencitraan Para Pejabat di Media Massa terhadap kehidupan bermasyarakat
seseorang terhadap obyek tersebut akan ditentukan oleh citra obyek yang
menampilkan kondisi yang paling baik.
Memasarkan partai politik tak ubahnya seperti memasarkan sebuah produk
barang atau jasa kepada target pasarnya. Pada dasarnya, jika diibaratkan berdagang,
target pasar untuk partai politik adalah para pemilih (voters), jika kita melakukan
segmentasi pemilih yang menjadi target pasar partai politik, maka akan terdapat 4
jenis pemilih potensial yang ada di Indonesia, yang pertama adalah pemilih ideologis
(ideologist voters), yang kedua adalah pemilih tradisional (traditional voters), yang
ketiga adalah pemilih rasional (rational voters) yang terbagi dalam pemilih intelektual
dan non partisan, sedangkan yang keempat adalah pemilih yang masih berubah-ubah
(swing voters). Ideologist Voters dan Traditional Voters menguasai sekitar 40% dari
market share, sedangkan Rational Voters dan Swing Voters menguasai sekitar 60%
dari market share (Priosoedarsono, 2005).
Jika kita berbicara mengenai strategi pencitraan, tak dapat dilepaskan dari
peran media massa dalam kapasitasnya sebagai media (wadah) untuk memberitakan
kepada publik serta memberi citra dari aktivitas para aktor politik yang diberitakan
dan menjadi konsumsi media massa. Disini peranan “Framing” maupun “Agenda
Setting” menjadi penting, karena agenda media (dalam hal ini media memilih berita-
berita yang akan menjadi headline dalam pemberitaannya) merupakan agenda publik,
artinya adalah publik disodorkan headline berita yang memang telah diagendakan
oleh media untuk menjadi berita utama (headline). Media massa mempunyai peranan
penting dalam mensosialisasikan nilai-nilai tertentu kepada masyarakat. Hal tersebut
tampak dari fungsi yang dijalankan oleh media massa yaitu sebagai alat untuk
mengawasi lingkungan (surveillance of the environment), menghubungkan bagian-
bagian dalam masyarakat (correlation of the parts of society), mengirimkan warisan
sosial (transmission of the social heritage), dan memberikan hiburan (entertainment)
– (Littlejohn, 1999).
Peristiwa politik selalu menarik perhatian media massa sebagai bahan liputan.
Hal ini terjadi karena dua faktor yang saling berkaitan. Yang pertama adalah karena
saat ini politik berada di era mediasi (politics in the age of mediation), yaitu media
massa sebagai wadah yang dapat melakukan proses mediasi antara kepentingan publik
dan politik, hampir mustahil jika kehidupan politik dipisahkan dari media massa.
27Efek Pencitraan Para Pejabat di Media Massa terhadap kehidupan bermasyarakat
Para aktor politik yang melakukan strategi pencitraan senantiasa berusaha menarik
perhatian wartawan agar aktivitas politiknya memperoleh liputan dari media. Yang
kedua adalah peristiwa politik dalam bentuk tingkah laku dan pernyataan para aktor
politik lazimnya selalu mempunyai nilai berita sekalipun peristiwa politik itu bersifat
rutin belaka, misalnya kegiatan rapat kerja partai atau pertemuan seorang tokoh
politik dengan para pendukungnya. Apalagi jika peristiwa politik itu bersifat luar
biasa seperti pemilihan umum. Alhasil, liputan politik senantiasa menghiasi berbagai
media setiap harinya.
McNair (1995), menyatakan bahwa dalam era mediasi tersebut, fungsi media
massa dalam komunikasi politik bisa menjadi penyampai (transmitters) pesan-pesan
politik dari pihak-pihak di luar dirinya, sekaligus menjadi pengirim (senders) pesan-
pesan politik yang dibuat (constructed) oleh para jurnalis kepada publik. Jadi bagi
para aktor politik, media massa dipakai untuk menyampaikan pesan-pesan politik
mereka kepada khayalak maupun sebagai media untuk melakukan proses strategi
pencitraan, sementara untuk para wartawan, media massa adalah wadah untuk
memproduksi pesan-pesan politik, karena peristiwa-peristiwa politik itu memiliki
nilai berita (news value). Sebagian dampak politik terhadap liputan media dilihat dari
isi berita atau informasinya, tepatnya pesan-pesan politiknya.
Oleh karena itu bagaimana pesan-pesan politik tersebut disusun agar dapat
memperoleh citra positif didalam media? Dinegara yang menganut sistem politik
yang demokratis, maka pesan yang dikirim haruslah di Construct terlebih dahulu.
Yang melakukan Construct adalah jurnalis sedangkan yang menerima pesan adalah
khalayaknya. Sementara itu media kerjanya tidak saja melaporkan kepada
khalayaknya secara netral, atau tidak memihak, akan tetapi juga harus mampu
menunjukkan sikap impartiality-nya. Disamping itu ia juga harus menjaga agar
semua berita yang disiarkan akan tetap menjaga sifat akurasinya terhadap semua
event atau peristiwa yang ada disekitarnya sebagai Political Reality, yang
memperhatikan 3 hal, yaitu Realitas Politik yang Objective, yaitu berita politik yang
diambil dari Event Politik seperti apa adanya. Realitas Politik yang Subjective, yaitu
berita politik yang diambil dari Event Politik seperti apa yang dilihat dari kacamata
aktor politik maupun partai politik. Dan Realitas Politik yang Konstruktif, yaitu berita
politik yang diambil dari Event Politik yang diliput oleh media massa.
28Efek Pencitraan Para Pejabat di Media Massa terhadap kehidupan bermasyarakat
Menurut Blumler dan Gurevitch dalam studinya mengenai The Political
Effects of Mass Communications (1986) menjelaskan bahwa kepedulian publik
tentang komunikasi massa pada dasarnya terfokus pada efek potensial dari isi media
massa kepada publiknya / khalayaknya. Oleh karena itu ada semacam asumsi bahwa
media massa mempunyai pengaruh yang potensial kepada khalayaknya, dan karena
itu pula orang sering mengatakan bahwa media massa itu sangatlah powerfull.
Kekuatan media massa untuk mempengaruhi khalayaknya sangat berdampak keras
dan dapat menjadikan sebuah partai politik maupun aktor politik yang ada didalamnya
mempunyai citra negatif atau positif.
Berangkat dari pemikiran tersebut diatas, para aktor politik yang akan
melakukan proses pencitraan terhadap dirinya maupun pencitraan terhadap partai
politik yang diusungkan hendaknya dapat memanfaatkan media massa yang dapat
memberikan pengaruh besar kepada publik. Pesan-pesan politik yang akan
dihadirkan oleh para aktor politik tersebut biasanya disusun terlebih dahulu sehingga
sesuai dengan target pencitraan yang diinginkan melalui media massa, hal tersebut
akan memberikan efek yang lebih besar jika isi media lebih disesuaikan dengan
karakteristik masing-masing media yang berfungsi sebagai transmitter. Disamping
karakteristik media, diperlukan juga karakteristik dari khalayak pemirsanya. Hal ini
penting karena segmentasi khalayak akan memperjelas besar-kecilnya pengaruh yang
diharapkan, dan segmentasi khalayak perlu dilakukan karena mereka punya preferensi
pilihan medianya sendiri-sendiri. Sementara itu ada faktor lain yang ikut menentukan
tingkat pengaruh politik terhadap media massa yang digunakan, yaitu tampilan dari
aktor politik dalam media tersebut dan tampilan ini biasanya melekat juga pada diri
aktor politik tersebut, misalnya latar belakang pendidikan, karir organisasinya atau
orientasi politiknya. Untuk mengukur tingkat exposure dari isi media yang dipilih
oleh masing-masing khalayak, maka kembali yang dilihat adalah tidak semata-mata
dari pesan yang disampaikan melalui media tersebut, tetapi juga harus dilihat dari
pesan-pesan lain yang sama sekali tidak bernuansa politik, misalnya acara hiburan,
dan pengaruh tersebut sebagian besar adalah karena faktor kebiasaan menonton yang
dimiliki oleh publik, bukan karena faktor pilihan publik atas media.
Dimensi lain yang juga bisa diangkat sebagai suatu asumsi bahwa pengaruh
politik atas media massa yang digunakan adalah bisa dilihat juga dari perspektif lain
dan masing-masing punya masalah dalam alat ukur yang digunakan, misalnya
29Efek Pencitraan Para Pejabat di Media Massa terhadap kehidupan bermasyarakat
mengenai policy information, issue priorities, images of politicians, qualities as
leaders, attitude to the various parties strengths and weaknesses, voting preferences.
Faktor lain yang selalu digunakan sebagai ukuran besar kecilnya pengaruh politik atas
media massa yang digunakan biasanya dilihat dari perpektif identitas khalayaknya,
misalnya faktor demografis, seperti gender, umur, pendidikan, sosial-ekonomi-status,
faktor loyalitas kepada partai, motivasi mengikuti kampanye politik, dan kefanatikan
dalam menggunakan media politik dan lain sebagainya.
Liputan politik juga cenderung lebih rumit ketimbang reportase bidang lain.
Pada satu pihak liputan politik memiliki dimensi pembentukan pendapat umum
(public opinion), baik yang diharapkan oleh para politisi maupun oleh para jurnalis.
Oleh sebab itu, berita politik bisa lebih daripada sekedar reportase peristiwa politik,
tetapi merupakan hasil konstruksi realitas politik untuk kepentingan opini publik
tertentu. Dalam komunikasi politik, aspek pembentukan opini ini justru menjadi
tujuan utama Karena hal ini akan mempengaruhi pencapaian-pencapaian pencitraan
politik para aktor politik tersebut.
Dalam melaporkan atau mengkonstruksikan realitas pemberitaan politik,
lazimnya media massa memanfaatkan tiga komponen, yaitu pemakaian simbol-simbol
politik (language of politics), strategi pengemasan pesan (framing strategies) dan
kesediaan media memberi tempat (agenda setting function). Seorang tokoh politik
hendaknya dapat memberikan pemberitaan-pemberitaan politik yang aktual dan kritis
yang dapat memberikan kesadaran pada masyarakat tentang pentingnya sistem politik
yang lebih demokratis. Banyak aspek dari media massa yang membuatnya penting
dalam kehidupan politik, pertama adalah daya jangkaunya (coverage) yang sangat
luas dalam menyebar-luaskan informasi politik yang mampu melewati batas wilayah
(geografis), kelompok umur, jenis kelamin dan sosial-ekonomi-status (demografis)
dan perbedaan paham dan orientasi (psikografis). Dengan begitu sebuah masalah
politik yang dimediasikan dapat menjadi perhatian bersama di berbagai tempat dan
kalangan. Kedua, kemampuan dari media massa yang dapat melipat-gandakan pesan
(multiplier of message) yang sangat luar biasa. Suatu peristiwa politik bisa dilipat-
gandakan pemberitaannya sesuai dengan kebutuhannya melalui jumlah eksemplar
surat kabar, tabloid, dan majalah yang tercetak, dan juga bisa diulang-ulang
penyiarannya di media massa elektronik sesuai dengan kebutuhan. Alhasil pelipat-
gandaan ini menimbulkan dampak yang sangat besar di tengah khalayak. Ketiga,
30Efek Pencitraan Para Pejabat di Media Massa terhadap kehidupan bermasyarakat
setiap media massa mempunyai kemampuan untuk bisa mewacanakan sebuah
peristiwa politik sesuai dengan pandangan masing-masing media yang memberitakan.
Kebijakan redaksional dalam menentukan agenda setting yang dimilikinya
menentukan penampilan dari isi sebuah peristiwa politik yang diberitakan.
Justru karena kemampuan inilah maka media massa banyak diincar oleh
pihak-pihak yang ingin menggunakannya untuk kepentingan politik tertentu dan
sebaliknya, akan dijauhi oleh pihak yang tak menyukainya. Keempat, tentu saja
dengan fungsi agenda setting yang dimilikinya, media massa memiliki kesempatan
yang sangat luas (bahkan hampir tanpa batas) untuk memberitakan sebuah peristiwa
politik. Sesuai dengan kebijakannya masing-masing, setiap peristiwa politik dapat
disiarkan atau tidak disiarkan. Yang jelas belum tentu berita politik yang menjadi
agenda media merupakan agenda publik juga. Kelima, pemberitaan peristiwa politik
oleh suatu media massa lazimnya berkaitan dengan media massa lainnya sehingga
membentuk rantai informasi (media as links in others chains). Hal ini akan
menambah kekuatan tersendiri pada penyebaran informasi, khususnya informasi
politik dan dampaknya terhadap publik. Dengan adanya aspek inilah maka peranan
media dalam membentuk opini publik akan semakin kuat. Atas dasar kenyataan
inilah, wajar jika kemudian publik sering menyoroti pemberitaan-pemberitaan politik,
apalagi pada saat-saat krusial dalam kehidupan berpolitik di Indonesia seperti pada
masa kampanye pemilu, saat terjadi krisis politik, konflik antar para pendukung
partai, deklarasi partai politik baru, maupun isu-isu mengenai partai politik yang saat
ini menjadi statusquo. Untuk itulah maka momentum yang demikian dapat
dimanfaatkan oleh para aktor politik agar mulai melakukan strategi pencitraan, karena
di era mediasi seperti saat ini media and money are the second God.
31Efek Pencitraan Para Pejabat di Media Massa terhadap kehidupan bermasyarakat
SARAN
Peter Schoder mengatakan bahwa “kita tidak mungkin disukai oleh semua
orang”. Kampanye politik bukanlah situasi perang, tetapi, kata Schoder, “setiap ide
politik yang dikemukakan oleh seseorang atau sebuah kelompok akan memecah
masyarakat pada saat ide itu diumumkan”.
Politik tak sama dengan peperangan. Tetapi efek dari situasi yang diciptakan
oleh kampanye politik bisa berubah menjadi perang ketika kampanye politik dijadikan
sebagai arena untuk membantai lawan politik tanpa etika dan sopan santun politik.
Kampanye politik merupakan sebuah upaya untuk mempengaruhi pemilih supaya
menentukan pilihan sesuai dengan tujuan sang kandidat. Oleh sebab itu, sering kali
kampanye politik diisi oleh penyerangan terhadap pribadi-pribadi kandidat dan
pendukungnya dengan membuka keburukan-keburukan dari segala dimensi.
Kampanye negatif merupakan trend universal di gelanggang politik dunia. Di
negara-negara yang demokrasinya sudah matang sekalipun, kampanye terhadap
keburukan-keburukan lawan sering dilakukan. Namun, dalam konteks Indonesia yang
memiliki kultur Ketimuran yang kuat, membuka keburukan-keburukan lawan masih
belum bisa diterima secara terbuka, kecuali dalam kasus-kasus yang merugikan publik
secara luas, seperti kasus korupsi.
Kasus-kasus kerusuhan paska pilkada di berbagai daerah di Indonesia di era
reformasi merupakan fakta bahwa politik bisa bertransformasi menjadi perang ketika
benturan ide dan kepentingan politik diserahkan kepada massa yang anarkis.
Pemanfaatan berbagai sumber daya politik yang mengabaikan aturan politik menjadi
asal mula berubahnya politik menjadi perang.
Hasil penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tahun 2005
menunjukkan bahwa tiga faktor yang menyebabkan konflik antar elit politik, yang
kadang bisa berubah menjadi konflik fisik antar massa pendukung. Faktor itu
meliputi:
Pluralisme identitas dan beragamnya kepentingan politik serta sumber daya
politik yang terbatas,
32Efek Pencitraan Para Pejabat di Media Massa terhadap kehidupan bermasyarakat
Pergeseran patronase politik di tingkat lokal menyebabkan terjadinya
persaingan politik antar elit lokal dalam mengisi jabatan-jabatan kekuasaan,
dan
Transisi politik dan intervensi elit nasional yang bisa membuka pertarungan
elit menjadi pertarungan terbuka.
Beberapa peristiwa politik di Indonesia paska pergantian penjabat
bupati/walikota, menunjukkan bahwa konflik antar elit benar-benar terjadi. Dalam
kasus pergantian pejabat dan kepala dinas, sangat terasa disebabkan oleh terjadinya
pergeseran patronase politik. Pejabat-pejabat lama yang dianggap menjadi kubu
kandidat lain dengan segera diganti setelah penjabat baru dilantik. Pergeseran
patronase politik ini juga menjadi ajang balas dendam untuk membabat kubu politik
lawan.
Persoalan yang lebih mendasar dari semua ini adalah makin menurunnnya
kualitas kehidupan politik di Indonesia. Pencitraan yang berlebihan dan tidak
memiliki substansi yang hendak dipersembahkan dalam kehidupan politik, jelas
mengaburkan tujuan politik. Apa tujuan berpolitik, tujuannya untuk mewujudkan
kesejahteraan rakyat.
Sekedar contoh bagaimana terjadi perang citra yang tidak berkualitas sama
sekali terjadi pada masa kampanye pemilu. Para calon kandidat yang mau bertarung
ramai-ramai memasang poster mereka dengan pesan-pesan singkat dan Instan. Tidak
ada sesuatu yang lebih fundamental dibahas. Terlebih ketika para caleg melakukan
“pendomplengan” popularitas dengan menambahkan foto orang lain dalam posternya.
Pembodpohan publik yang luar biasa.
Kedepannya, rakyat harus kritis dan elit poltik harus sadar dan berkemauan
unutk menciptakan iklim politik yang sehat. Pencitraan sah-sah saja, asalkan dia
diberi oleh tujuan-tujuan politik yang substansial dan fundamental menyangkut cita-
cita menyejahteraan rakyat seluruh Indonesia.
33Efek Pencitraan Para Pejabat di Media Massa terhadap kehidupan bermasyarakat
Akhiri Politik Pencitraan
SBY pantas dinobatkan sebagai aktor terbaik dalam dunia politik Indonesia. Ia
sanggup memerankan dengan baik lakon presiden dengan segala kebajikan dan kebaikannya. Ia selalu bertindak dengan bijak, memutuskan segala sesuatu dengan
hati-hati dan penuh pertimbangan, dan tindakannya selalu mengatasnamakan kepentingan rakyat.
Dia adalah pemimpin dalam dunia politik yang serba telah disetting. Pemimpin seperti ingin memimpin seperti dewa-dewa: tidak ada salah, tidak ada dosa,
tidak ada gesekan, intrik politik dan fitnah. Ia ingin memerintah dengan segala kesucian dan kebersihannya.
Tetapi kita hidup di dalam dunia, bukan surga. Kita hidup dalam dunia yang selalu dinamis, dialektis, selalu bergolak dan bergerak. Justru, karena kita sebagai
manusia, sebagai makhluk yang terpilih, harus bisa menghadapi dunia yang semacam itu dengan berbagai pilihan-pilihan di tangan kita. Seorang manusia terkadang harus
memilih jalan yang sulit dan berat, bahkan paling berat, demi mempertahankan kehidupan.
Seorang pemimpin harus hidup dalam dunia nyata. Ia harus bersedia menerima resiko-resiko yang dikehendaki dan tak dikehendakinya. Ia juga harus
menerima segala respon manusia yang dipimpinnya, baik berupa pujian maupun cap buruk, atas segala tindakan politiknya.
Tetapi SBY ingin kesempurnaan. Ia hanya mau dianugerahi pujian, tetapi menolak ditimpakan kesalahan, cacat, dan celaan. SBY hanya mau menampilkan satu
aspek dari kekuasaannya: prestasi dan kebaikan. Di sinilah muncul banyak persoalan:
Pertama, angka-angka statistik dimanipulasi. Akhirnya, kita menemukan
betapa kuatnya intervensi politik dalam mengatur kriteria kemiskinan, pengangguran, pertumbuhan ekonomi, dan lain sebagainya. Yang terpublikasikan adalah angka-
angka statistik yang menguntungkan pemerintah secara politis.
Kedua, kita juga mendengar banyak jargon daripada tindakan. Begitu banyak
jargon pembangunan yang digembar-gemborkan pemerintah, tapi sangat miskin dalam implementasi praksisnya. Sebut saja: gembar-gembor pemerintah untuk
memberantas korupsi, tapi sampai sekarang tidak terbukti sedikitpun.
34Efek Pencitraan Para Pejabat di Media Massa terhadap kehidupan bermasyarakat
Ketiga, banyak ketidaksesuaian antara ucapan dan tindakan alias bohong. Banyak sekali janji-janji manis pemerintah yang tidak pernah terbukti sampai
sekarang. Salah satunya adalah program pembaharuan agraria nasional (PPAN), yang sampai sekarang tidak jelas kemana dan dimana program itu dijalankan. Masih
banyak janji-janji pemerintah, yang pernah diucapkan secara resmi di hadapan publik, tetapi tidak pernah berjalan atau dilaksanakan hingga kini.
Keempat, SBY dinilai terlalu lamban merespon persoalan. Demi menjaga citra di mata rakyat, SBY terkadang ragu atau bahkan lamban dalam merespon berbagi
persoalan yang muncul di masyarakat. “Kehatian-hatian yang berlebihan ini” justru membuat pemerintah selalu gagal sebelum bertindak.
Kelima, SBY terlalu banyak menghimbau dan terlalu sedikit memutuskan. Ada banyak sekali pidato-pidato SBY yang bersifat himbauan, karena di dalam pidato
itu sendiri terkandung banyak keragu-raguan; jangan-jangan tidak populer, jangan-jangan ditentang banyak orang, dan lain sebagainya.
Sebuah kebijakan pastilah merupakan keberpihakan: ada yang diuntungkan, tapi ada pula yang dirugikan. Di sini, seorang pemimpin haruslah mengutamakan
kepentingan nasional yang lebih besar dan rakyat banyak.
Keenam, SBY menjadi tukang klarifikasi dan penjaga nama baik keluarga.
Klarifikasi memang perlu, apalagi untuk menjelaskan atau menguraikan sebuah persoalan yang masih kabur dipahami massa rakyat. Tetapi terlalu banyak pidato
hanya untuk menjaga nama baik partai sendiri ataupun keluarga justru terkesan sebagai tindakan mensubordinasikan kepentingan nasional di bawah kepentingan
pribadi/golongan.
Ketujuh, SBY terlalu bergantung kepada media massa dan pujian. Setiap
kegiatan presiden memang perlu dilaporkan, supaya massa rakyat mengetahui dan setidaknya memberi dukungan atas kegiatan tersebut. Tetapi kalau terlalu banyak
kegiatan yang dibuat-buat, apalagi untuk tujuan publisitas belaka, maka justru akan menghambur-hamburkan banyak anggaran. Ada kalanya seorang pemimpin
diharapkan kehadirannya tanpa publisitas yang berlebihan.
35Efek Pencitraan Para Pejabat di Media Massa terhadap kehidupan bermasyarakat
Dan, untung SBY tidak hidup di jaman kuno, dimana kehadiran seorang pemimpin sangat diperlukan di medan peperangan. Jika ia hidup di jaman itu,
bagaimana ia mengatur para pengisah agar menceritakan bahwa ia bertempur dengan gagah berani di medan peperangan dan gugur sebagai ksatria di sana.
36Efek Pencitraan Para Pejabat di Media Massa terhadap kehidupan bermasyarakat
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Anwar. 2011. Sistem Komunikasi Indonesia. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Nasution, Zulkarimen. 1990. Komunikasi Politik Suatu Pengantar. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Nursal, Adman. 2004. Political Marketing; Strategi Memenangkan Pemilu. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss. 2009. Teori Komunikasi, Edisi 9. Terjemahan oleh Mohammad Yusuf Hamdan dari Theoris of Human Communication, 9th ed (2008). Jakarta: Salemba Humanika.
Tinarbuko, Sumbo. 2009. Iklan Politik dalam Realitas Media. Yogyakarta: Jalasutra.
Sumber Refrensi
http://www.scribd.com/doc/51374962/Pencitraan-Politik-Di-Indonesia di akses pada 11 Mei 2012.
http://politik.kompasiana.com/2012/02/12/pencitraan-politik-sby-dari-raja-jadi-paria/ di akses pada 11 Mei 2012.
http://www.antaranews.com/berita/293032/pencitraan-politik-makin-andalkan-kehumasan di akses pada 11 Mei 2012.
http://www.berdikarionline.com/editorial/20101011/politik-pencitraan-politik-tanpa-isi.html di akses pada 11 Mei 2012.
http://www.berdikarionline.com/editorial/20111011/akhiri-politik-pencitraan.html di akses pada 11 Mei 2012.
http://monitorindonesia.com/ di akses pada 13 Mei 2012.
http://edelmensch.blogspot.com/2010/01/politik-pencitraan-penguasaan-simbol.html diakses pada tanggal 13 Mei 2012.
http://winsolu.wordpress.com/2009/04/15/politik-pencitraan-di-indonesia/ di akses pada 13 Mei 2012.
http://www.spindoctors-indonesia.com/deesinsight.htm?id=85&page=h di akses pada 13 Mei 2012.
http://mejikubirubiru.wordpress.com/2012/05/13/efek-pencitraan-para-pejabat-di-media-massa-terhadap-kehidupan-bermasyarakat/ di akses pada 13 Mei 2012.
37Efek Pencitraan Para Pejabat di Media Massa terhadap kehidupan bermasyarakat