BAB IPENDAHULUAN
A. Latar BelakangPenyakit Diabetes Mellitus (DM) yang kita kenal
sebagai penyakit kencing manis adalah kumpulan gejala yang timbul
pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar
gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolute maupun
relative. DM merupakan salah satu penyakit degenerative dengan
sifat kronis yang jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun.
Pada tahun 1983, prevalensi DM di Jakarta baru sebesar, 7%; pada
tahun 1993 prevalensinya meningkat menjadi 5,7% dan pada tahun 2001
melonjak menjadi 12,8%. Klasifikasi atau jenis diabetes ada
bermacam-macam, tetapi di Indonesia yang paling banyak ditemukan
adalah DM tipe 2. Jenis diabetes yang lain ialah DM tipe 1;
diabetes kehamilan/gestasional (DMG) dan diabetes tipe lain. Ada
juga kelompok individu lain dengan toleransi glukosa abnormal
tetapi kadar glukosanya belum memenuhi syarat masuk ke dalam
kelompok diabetes mellitus, disebut toleransi glukosa terganggu
(TGT). Sebenarnya penyakit diabetes tidaklah menakutkan bila
diketahui lebih awal. Kesulitan diagnosis timbul karena
kadang-kadang dia datang tenang dan bila dibiarkan akan
menghanyutkan pasien ke dalam komplikasi fatal. Oleh karena itu,
mengenal tanda-tanda awal penyakit diabetes ini menjadi sangat
penting.
B. TujuanMakalah ini bertujuan untuk mengetahui penyakit
Diabetes Mellitus dan terapi komplementernya serta untuk memberikan
pemahaman dan kesadaran tentang pentingnya mengenal tanda-tanda
awal penyakit diabetes mellitus.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. Diabetes Mellitus1. DefenisiDiabetes mellitus adalah suatu
kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh
karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan
insulin baik absolute maupun relative (Suyono, 1995).Diabetes
mellitus adalah sindrom yang disebabkan oleh ketidakseimbangan
antara kebutuhan dan suplai insulin. Sindrom ini ditandai oleh
adanya hiperglikemia dan berkaitan dengan abnormalitas metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein. Istilah diabetes mellitus
sebenarnya mencakup 4 kategori yaitu tipe I (insulin dependen
diabetes mellitus atau IDDM), diabetes mellitus sekunder dan
diabetes mellitus yang berhubungan dengan nutrisi. Selain itu,
terdapat dua kategori lain tentang abnormalitas metabolisme glukosa
yaitu kerusakan toleransi glukosa dan diabetes mellitus gestasional
(Sukaton, 1985 dikutip Waspadji, 1988).Diabetes mellitus tipe II
lebih banyak dijumpai di Indonesia. Faktor resiko diabetes mellitus
tipe II antara lain usia, obesitas, riwayat keluarga dengan
diabetes mellitus tipe II, etnis, penyebaran lemak adroid (tubuh
bagian atas atau tipe apel). Kebiasaan diet dan kurang berolahraga.
Pada diabetes mellitus tipe II keterbatasan respon sel beta
pankreas yang memproduksi insulin terhadap hiperglikemia tampak
menjadi faktor utama berkembangnya penyakit ini. Klien dengan
diabetes mellitus tipe II mengalami penurunan sensivitas terhadap
kadar glukosa, yang berakibat pada pembukaan kadar glukosa tinggi.
Keadaan ini disertai dengan ketidakmampuan otot dan jaringan lemak
untuk meningkatkan ambilan glukosa, sehingga mekanisme ini
menyebabkan meningkatnya resistensi insulin perifer (Tjokroprawiro,
1982). Komplikasi akut mayor diabetes mellitus adalah diabetik
ketoasidosis (DKA), sindrom nekrotik hiperosmolar hiperglikemia
(SKNH), dan hipoglikemia.Pada diabetes mellitus tipe II komplikasi
yang sering terjadi adalah penyakit mikrovaskuler dan neuropati.
Gangguan kesehatan komplikasi diabetes mellitus antara lain
gangguan mata (retinopati), gangguan ginjal (nefropati), gangguan
pembuluh darah (vaskulopati), dan kelainan pada kaki. Komplikasi
yang sering terjadi adalah perubahan patologis pada anggota gerak
yang bisa menyebabkan luka ulkus, atau luka gangren yang bila tidak
ditangani dengan tepat akan menimbulkan kecacatan bahkan berujung
pada amputasi (Iqbal,2008).
2. Patofisiologi Tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru
dan mengganti sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan
energi supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan baik. Sumber energi
bagi tubuh berasal dari bahan makanan yang kita makan sehari-hari,
terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak.Pengolahan bahan
makanan dimulai dari mulut kemudian kelambung dan selanjutnya usus.
Di dalam saluran pencernaan makanan diolah menjadi bahan dasar dari
makanan itu. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam
amino, dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu, akan
diserap oleh usus kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan
diedarkan keseluruh tubuh untuk dipergunakan oleh organ-organ di
dalam tubuh sebagai sumber energi. Supaya dapat berfungsi sebagai
bahan energi, zat makanan itu harus masuk terlebih dahulu kedalam
sel supaya dapat diolah. Di dalam sel, zat makanan terutama glukosa
dibakar melalui proses kimia yang hasil akhirnya adalah timbulnya
energi. Proses ini disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme
insulin memegang peranan yang sangat penting yaitu bertugas
memasukkan glukosa dalam sel, untuk selanjutnya dapat digunakan
sebagai sumber energi. Insulin adalah suatu zat atau hormon yang
dikeluarkan oleh sel beta pankreas.Insulin yang dikeluarkan oleh
sel beta tadi dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat
membuka pintu masuknya glukosa kedalam sel, untuk kemudian di dalam
sel glukosa itu dimetabolismekan menjadi tenaga. Bila insulin tidak
ada, maka glukosa akan tetap berada dalam pembuluh darah yang
artinya kadarnya di dalam darah meningkat. Dalam keadaan seperti
ini badan akan lemah karena tidak ada sumber energi didalam sel
(Suyono, 2004).Pada diabetes mellitus tipe I tidak ditemukan
insulin karena pada jenis ini timbul reaksi autoimun yang
disebabkan adanya peradangan pada sel beta yang disebut ICA (Islet
Cell Antibody). Reaksi antigen (sel beta) dengan antibodi (ICA)
yang ditimbulkannya menyebabkan hancurnya sel beta. Insulitas bisa
disebabkan macam-macam diantaranya virus, seperti virus cocksakie,
rubella, CMV, herpes dan lain-lain. Umumnya yang diserang pada
insulitas itu adalah sel beta, dan biasanya sel alfa dan delta
tetap utuh (Suyono, 2004).Penyebab resistensi insulin pada DM tipe
II sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor-faktor seperti
obesitas, diet tinggi lemak, dan rendah karbohidrat, kurang
aktivitas, dan faktor keturunan. Pada DM tipe II jumlah sel beta
berkurang sampai 50-60% dari normal, jumlah sel alfa meningkat.
Yang menyolok adalah adanya peningkatan jumlah jaringan amiloid
pada sel beta yang disebut amilin. Baik pada DM tipe II kadar
glukosa darah jelas meningkat bila kadar itu melewati batas ambang
ginjal, maka glukosa akan keluar melalui urin (Suyono, 2004).
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Diabetes Mellitus a. Gaya
HidupGaya hidup menjadi salah satu penyebab utama terjadinya
diabetes mellitus. Diit dan olahraga yang tidak baik berperan besar
terhadap timbulnya diabetes mellitus yang dihubungkan dengan
minimnya aktivitas sehingga meningkatkan jumlah kalori dalam
tubuh.b. UsiaPeningkatan usia juga merupakan salah satu faktor
risiko yang penting. Dibandingkan wanita pada usia 20-an, wanita
yang berusia diatas 40 tahun berisiko enam kali lipat mengalami
kehamilan dengan diabetes. Kadar gula darah yang normal cenderung
meningkat secara ringan tetapi progresif setelah usia 50 tahun,
terutama pada orang-orang yang tidak aktif.c. Ras dan Suku
BangsaSuku bangsa Amerika Afrika, Amerika Meksiko, Indian Amerika,
Hawai, dan sebagian Amerika Asia memiliki risiko diabetes dan
penyakit jantung yang lebih tinggi. Hal itu sebagian disebabkan
oleh tingginya angka tekanan darah tinggi, obesitas, dan diabetes
pada populasi tersebut.
d. Riwayat KeluargaMeskipun penyakit ini terjadi dalam keluarga,
cara pewarisan tidak diketahui kecuali untuk jenis yang dikenal
sebagai diabetes pada usia muda dengan dewasa. Jika terdapat salah
seorang anggota keluarga yang menyandang diabetes maka kesempatan
untuk menyandang diabetes pun meningkat. Ada empat bukti yang
menunjukkan transmisi penyakit sebagai ciri dominal autosomal.
Pertama transmisi langsung tiga generasi terlihat pada lebih dari
20 keluarga. Kedua didapatkan perbandingan anak diabetes dan tidak
diabetes 1:1 jika satu orang tua menderita diabetes. Pengaruh
genetik sangat kuat, karena angka konkordansi diabetes tipe 2 pada
kembar monozigot mencapai 100 persen. Resiko keturunan dan saudara
kandung pasien penderita NIIDM lebih tinggi dibanding diabetes tipe
1. Hampir empat persepuluh saudara kandung dan sepertiga keturunan
akhirnya mengalami toleransi glukosa abnormal atau diabetes yang
jelas.e. Kegemukan (Obesitas)Overweight dan obesitas erat
hubungannya dengan peningkatan risiko sejumlah komplikasi yang
dapat terjadi sendiri-sendiri atau secara bersamaan. Seperti yang
telah disebutkan di awal, komorbiditas itu dapat berupa hipertensi,
dislipidemia, penyakit kardiovaskular, stroke, diabetes tipe II,
penyakit gallblader, disfungsi pernafasan, gout, osteoarthritis,
dan jenis kanker tertentu. Penyakit kronik yang paling sering
menyertai obesitas adalah diabetes tipe II, hipertensi, dan
hiperkolesterolemia. NHANES III menyebutkan bahwa kurang lebih 12%
orang dengan BMI 27 menderita diabetes tipe 2. Obesitas merupakan
faktor risiko utama pada penderita diabetes tipe 2.
4. Komplikasi Diabetes MellitusDiabetes merupakan penyakit yang
memiliki komplikasi yang paling banyak. Hal ini berkaitan dengan
kadar gula darah yang tinggi terus menerus, sehingga berakibat
rusaknya pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainnya. Zat
kompleks yang terdiri dari gula di dalam dinding pembuluh darah
menyebabkan pembuluh darah menebal dan mengalami kebocoran. Akibat
penebalan ini maka aliran darah akan berkurang, terutama yang
menuju aliran saraf dan kulit. Kadar gula darah yang tidak
terkontrol juga cenderung menyebabkan kadar zat berlemak dalam
darah meningkat, sehingga mempercepat terjadinya aterosklerosis
(penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah). Aterosklerosis ini
2-6 kali lebih sering terjadi pada penderita diabetes. Sirkulasi
darah yang buruk melalui pembuluh darah besar bisa melukai otak,
jantung, dan pembuluh darah kaki (makroangiopati), sedangkan
pembuluh darah kecil bisa melukai mata, saraf, dan kulit serta
memperlambat penyembuhan luka. Penderita diabetes bisa mengalami
berbagai komplikasi jangka panjang jika diabetesnya tidak dikelola
dengan baik.Komplikasi yang lebih sering terjadi dan mematikan
adalah serangan jantung dan stroke. Kerusakan pada pembuluh darah
mata bisa menyebabkan gangguan penglihatan, akibat kerusakan pada
retina mata (retinopati diabetikum). Kelainan fungsi ginjal bisa
menyebabkan gagal ginjal sehingga penderita harus menjalani cuci
darah. Gangguan saraf dapat bermanifestasi dalam beberapa bentuk,
misalnya jika satu saraf mengalami kelainan fungsi, maka sebuah
lengan atau tungkai bisa secara tiba-tiba menjadi lemah. Jika saraf
yang menuju ke lengan, dan tungkai mengalami kerusakan, maka pada
lengan dan tungkai bisa merasakan kesemutan atau nyeri seperti
terbakar atau kelemahan. Kerusakan pada saraf menyebabkan kulit
sering mengalami cedera karena penderita tidak dapat merasakan
perubahan tekanan maupun suhu. Berkurangnya aliran darah kekulit
juga bisa menyebabkan ulkus atau borok dimana proses penyembuhannya
akan berjalan secara lambat hingga menyebabkan amputasi (Soegondo,
2007).
B. Luka Diabetik1.DefenisiLuka diabetik adalah luka yang terjadi
pada pasien diabetik yang melibatkan gangguan pada saraf peripheral
dan autonomik (Suryadi, 2004). Luka diabetik adalah luka yang
terjadi karena adanya kelainan pada saraf, kelainan pembuluh darah
dan kemudian adanya infeksi. Bila infeksi tidak diatasi dengan
baik, hal itu akan berlanjut menjadi pembusukan bahkan dapat
diamputasi (Prabowo, 2007).Terjadinya kaki diabetik tidak terlepas
dari tingginya kadar glukosa darah penyandang diabetes. Tingginya
kadar gula darah berkelanjutan dan dalam jangka waktu yang lama
dapat menimbulkan masalah pada kaki penyandang diabetes
(nita-medicastore.com).Komponen saraf yang terlibat adalah saraf
sensori, autonomik dan sistem pergerakan. Kerusakan pada saraf
sensori akan menyebabkan klien kehilangan sensasi nyeri sebagian
atau keseluruhan pada kaki yang terlibat. Peripheral vascular
disease ini terjadi karena arteriosklerosis dan aterosklerosis.
Pada arteriosklerosis adalah terjadi penurunan elastisitas dinding
arteri. Pada aterosklerosis adanya akumulasi plaques pada dinding
arteri berupa ; kolesterol, lemak, sel-sel otot halus, monosit,
pagosit, dan kalsium (Suriadi, 2004). Kelangsungan hidup pasien
dalam 5 tahun setelah amputasi adalah rendah, diperkirakan hanya
sekitar 25%.
2.Klasifikasi Luka DiabetikWagner (1983) berdasarkan luas dan
kedalaman luka membagi gangren diabetik menjadi 6 bagian yaitu, (1)
kulit utuh tapi ada kelainan pada kaki akibat neuropati, (2) draft
I : terdapat ulkus superfisial, terbatas pada kulit, (3) draft II :
ulkus dalam, menembus tendon/tulang, (4) draft III : ulkus dengan
atau tanpa osteomilitis, (5) draft IV : gangren jari kaki atau
bagian distal kaki, dengan tanpa selulitis (infeksi jaringan), (6)
draft V : gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai bawah
(Misnadiarly, 2008). Sedangkan Brand dan Ward (1987) membagi
gangren berdasarkan faktor pencetusnya menjadi 2 golongan yaitu :
(1) kaki diabetik akibat iskemia (KDI), disebabkan penurunan aliran
darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati (arterosklerosis)
dari pembuluh darah besar di tungkai, terutama daerah betis.
Gambaran klinis KDI adalah penderita mengeluh nyeri saat istirahat,
pada perabaan terasa dingin, pulsasi pembuluh darah kurang kuat,
didapatkan ulkus sampai gangren. (2) kaki diabetik akibat neuropati
(KDN), terjadi kerusakan saraf somatik dan otonomik, tidak ada
gangguan dari sirkulasi. Pada klinis ini di jumpai kaki yang
kering, hangat, kesemutan, mati rasa, edema kaki, dengan pulsasi
pembuluh darah kaki teraba baik.
3.PatofisiologiPenyakit neuropati dan vaskuler adalah faktor
utama yang mengkontribusi terjadinya luka. Masalah luka yang
terjadi pada pasien dengan diabetik terkait dengan adanya pengaruh
pada saraf yang terdapat pada kaki dan biasanya dikenal sebagai
neuropati perifer. Pada pasien dengan diabetik sering kali
mengalami gangguan pada sirkulasi. Gangguan sirkulasi ini adalah
yang berhubungan dengan pheripheral vascular diseases. Efek
sirkulasi inilah yang menyebabkan kerusakan pada saraf. Hal ini
terkait dengan diabetik neuropati yang berdampak pada sistem saraf
autonom, yang mengontrol fungsi otot- otot halus, kelenjar dan
organ visceral.Dengan adanya gangguan pada saraf autonom
pengaruhnya adalah terjadinya perubahan tonus otot yang menyebabkan
abnormalnya aliran darah. Dengan demikian kebutuhan akan nutrisi
dan oksigen maupun pemberian antibiotik tidak mencukupi atau tidak
dapat mencapai jaringan perifer, juga tidak memenuhi kebutuhan
metabolisme pada lokasi tersebut. Efek pada autonomi neuropati ini
akan menyebabkan kulit menjadi kering, antihidrosis; yang
memudahkan kulit menjadi rusak dan mengkontribusi untuk terjadinya
gangren. Dampak lain adalah karena adanya neuropati perifer yang
mempengaruhi kapada saraf sensori dan sistem motor yang menyebabkan
hilangnya sensasi nyeri, tekanan dan perubahan temperatur (Suryadi,
2004).
4.Perawatan Luka DiabetikLuka diabetik terdiri dari luka ulkus
dan gangren. Tujuan perawatan luka diabetik adalah mencegah
terjadinya komplikasi dan mempercepat proses pemulihan luka. Ulkus
yang tidak dirawat dengan baik dapat mengakibatkan timbulnya luka
gangren. Gangren adalah luka yang sudah membusuk dan sudah melebar,
ditandai dengan jaringan yang mati berwarna kehitaman dan membau
disertai pembusukan oleh bakteri.Pasien dapat diberikan
antiagregasi trombosit, hipolipidemik dan hipotensif bila
membutuhkan. Antibiotik pun diberikan bila ada infeksi. Pilihan
antibiotik berupa golongan penisilin spektrum luas,
kloksasilin/diklosasilin dan golongan aktif seperti klindamisin
atau metronidazol untuk kuman anaerob. Prinsip terapi bedah pada
kaki diabetik adalah mengeluarkan semua jaringan nekrotik dan
mengeliminasi infeksi sehingga luka dapat sembuh. Tindakan operatif
pada luka diabetes dapat berupa tindakan bedah kecil seperti insisi
dan pengaliran abses, debridement dan nekrotomi. Tindakan bedah
dilakukan berdasarkan indikasi yang tepat. Prioritas tinggi harus
diberikan untuk mencegah tejadinya luka baru, jangan membiarkan
luka kecil, sekecil apapun luka tersebut dapat menjadi besar dan
akhirnya mengarah pada luka gangren yang proses penyembuhannya
membutuhkan waktu yang lama (Yumizone, 2008).Penyembuhan luka
terjadi melalui tahapan yang berurutan mulai proses inflamasi,
proliferasi, pematangan dan penutupan luka. Pada proses penyembuhan
luka, tindakan debridement yang baik sangat penting untuk
mendapatkan hasil pengelolaan yang perawatan luka diabetik yang
memuaskan dengan melihat kondisi luka terlebih dahulu, apakah luka
yang dialami pasien dalam keadaan kotor atau tidak, ada pus atau
ada jaringan nekrotik (mati) atau tidak. Setelah dikaji, barulah
dilakukan perawatan luka. Untuk perawatan luka biasanya menggunakan
antiseptik dan kassa steril. Jika ada jaringan nekrotik sebaiknya
dibuang dengan cara digunting sedikit demi sedikit sampai kondisi
luka mengalami granulasi (jaringan baru yang mulai tumbuh). Lihat
ke dalam luka, pada pasien diabetes dilihat apakah terdapat sinus
(luka dalam yang sampai berlubang) atau tidak. Bila terdapat sinus,
sebaiknya disemprot (irigasi) dengan NaCl sampai pada kedalaman
luka, sebab pada sinus terdapat banyak kuman. Lakukan pembersihan
luka sehari minimal dua kali (pagi dan sore), setelah dilakukan
perawatan lakukan pengkajian apakah sudah tumbuh granulasi,
(pembersihan dilakukan dengan kassa steril yang dibasahi larutan
NaCl). Setelah luka dibersihkan lalu tutup dengan kassa basah yang
diberi larutan NaCl lalu dibalut disekitar luka, dalam penutupan
dengan kassa jaga agar jaringan luar luka tertutup. Sebab jika
jaringan luar ikut tertutup akan menimbulkan maserasi
(pembengkakan). Setelah luka ditutup dengan kassa basah bercampur
NaCl, lalu tutup kembali dengan kassa steril yang kering untuk
selanjutnya dibalut (Ismayati, 2007).Jika luka sudah mengalami
penumbuhan granulasi, selanjutnya akan ada penutupan luka (skin
draw). Penanganan luka diabetik, harus ekstra agresif sebab pada
luka diabetik kuman akan terus menyebar dan memperparah kondisi
luka (Hermawati, 2007).
5.Proses Penyembuhan LukaPenyembuhan luka merupakan suatu proses
yang kompleks karena proses penyembuhan luka adalah kegiatan
bio-seluler, bio-kimia yang terjadi berkesinambungan. Penggabungan
respon vaskuler, aktivitas seluler dan terbentuknya bahan kimia
sebagai substansi mediator di daerah luka merupakan komponen yang
saling terkait pada proses penyembuhan luka. Besarnya perbedaan
mengenai penelitian dasar mekanisme penyembuhan luka dan aplikasi
klinis saat ini telah dapat diperkecil dengan pemahaman dan
penelitian yang berhubungan dengan proses penyembuhan luka dan
pemakaian bahan pengobatan yang berhasil memberikan
kesembuhan.Peran fibroblast sangat besar dalam proses perbaikan,
yaitu bertanggung-jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur
protein yang akan digunakan selama proses konstruksi jaringan.Pada
jaringan lunak yang normal tanpa perlukaan, pemaparan sel
fibroblast sangat jarang dan biasanya tersembunyi di matriks
jaringan penunjang. Sesudah terjadi luka fibroblast akan aktif
bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian
akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi
(kolagen, elastin, inyalruounc acid, fibronectin dan profeoglycans)
yang berperan dalam membangun (rekonstruksi) jaringan baru. Fungsi
kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal jaringan
baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannya substrat
oleh fibroblast, memberikan tanda bahwa makrofag, pembuluh darah
baru dan juga fibroblast sebagai kesatuan unit dapat memasuki
kawasan luka.Sejumlah sel pembuluh darah baru yang tertanam di
dalam jaringan baru tersebut berfungsi sebagai jaringan granulasi,
sedangkan proses proliferasi fibroblast dengan aktivitas
sintetiknya disebut fibroblasia, migrasi, deposit jaringan matriks,
kontraksi luka.Angiogenesis suatu pembentukan pembuluh kapiler baru
di dalam luka, mempunyai peran penting pada tahap proliferasi
proses penyembuhan luka. vaskularisai yang tidak lancar, penyakit
(diabetes), pengobatan (radiasi) atau obat (preparat steroid)
mengakibatkan lambatnya proses sembuh karena terbentuknya ulkus
yang kronis. Jaringan vaskuler yang melakukan invasi ke dalam luka
merupakan suatu respon untuk memberikan oksigen dan nutrisi yang
cukup di daerah luka karena oksigen. Pada fase ini fibroplasia dan
angiogenesis merupakan proses terintegrasi dan dipengaruhi oleh
substansi yang dikeluarkan oleh platelet dan makrofag (growth
factors).Proses selanjutnya adalah epitelasi, dimana fibrobalast
mengeluarkan karatinocyle growth factor (KGF) yang berperan dalam
stimulasi mitosis sel epitel. Keratinasasi akan di mulai dari
pinggir luka dan akhirnya membentuk barier yang menutupi permukaan
luka. Dengan sintesa kolagen oleh fibroblast, pembentukan lapisan
dermis ini akan disempurnakan kualitasnya dengan mengatur
keseimbangan jaringan granulasi dan dermis. Untuk membantu jaringan
baru tersebut menutup luka, fibroblast akan merubah strukturnya
menjadi myofibroblast yang mempunyai kapasitas melakukan kontraksi
pada jaringan. Fungsi kontraksi akan lebih menonjol pada luka
dengan defek luas dibandingkan dengan defek luka. Minimal fase
proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen
terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan di percepat oleh
berbagai growth factor yang dibentuk makrofag dan platelet.Fase
maturasi fase ini terjadi pematangan yang terdiri dari penyerapan
kembali jaringan yang berlebihan, pengerutan sesuai dengan
gravitasi, pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai
kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah
penyempurnaan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan
penyembuhan yang kuat dan bermutu. Fibroblast sudah mulai
meninggalkan jaringan granulasi, warna kemerahan dari jaringan
mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari
kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan
dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10
setelah perlukaan. Sintesa kolagen yang telah di mulai sejak fase
proliferasi akan di dilanjutkan pada fase maturasi. Kecuali
pembentukan kolagen muda (gelatinious collagen) yang terbentuk pada
fase proliferasi akan berubah menjadi kolagen yang lebih matang,
yaitu lebih kuat dan struktur yang lebih baik (proses
re-modelling).Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan
keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan.
Kolagen yang berlebihan akan mengakibatkan terjadinya penebalan
jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang
berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan
selalu terbuka. Luka dikatakan sembuh apabila telah terjadi
kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan kulit sehingga
mampu melakukan aktivitas yang normal. Meskipun proses penyembuhan
luka sama bagi setiap penderita, namun hasil yang dicapai sangat
tergantung dari kondisi biologik masing-masing individu, lokasi
serta luasnya luka. Penderita muda dan sehat akan mencapai proses
yang cepat dibandingkan dengan yang kurang gizi, dan yang disertai
oleh penyakit sistemik (diabetes mellitus) (Tawi, 2004).
6.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Luka DiabetikFaktor-faktor
yang mempengaruhi penyembuhan luka diabetik secara umum adalah
faktor intrinsik yaitu; (1) usia, semakin tua akan semakin lama
proses penyembuhan luka berlangsung. Hal ini dipengaruhi oleh
adanya penurunan elastisitas dalam kulit dan perbedaan penggantian
kolagen yang mempengaruhi penyembuhan luka, (2) status penyakit dan
pengobatan, penderita yang mengalami penyakit seperti DM, yang
dapat menyebabkan terjadinya mikroangiopati, neuropati dan masalah
khusus yang terjadi pada penderita akan mempersulit penyembuhan,
(3) status nutrisi, zat makanan yang masuk kedalam tubuh seperti
protein sangat dibutuhkan dalam proses neovaskularisasi,
proliferasi fibroblast, sintesa kolagen dan remodelling luka. Asam
amino adalah komponen struktural protein dan merupakan bagian
penting dari deoxyribonucleic acid (DNA) dan ribonucleic acid
(RNA). Ini memberikan pola untuk mitosis sel dan enzim yang
dibutuhkan dalam pembentukan jaringan, (4) oksigenasi dan perfusi
jaringan, oksigen berpengaruh dalam angiogenesis, fungsi
fibroblast, epitelisasi dan resistensi terhadap infeksi. Perfusi
jaringan saling terkait dengan oksigenasi jaringan. Perfusi
jaringan yang baik merupakan hal yang essensial untuk oksigenasi.
Volume darah beredar yang adekuat membawa hemoglobin yang kaya O2
ke jaringan. Masalah yang berkaitan dengan perfusi jaringan dan
oksigenasi dapat diakibatkan oleh penyakit kardiovaskuler, paru dan
hipovolemia, (5) merokok, hal ini juga mengurangi perfusi dan
oksigenasi jaringan dan menimbulkan efek merugikan pada proses
penyembuhan luka. Kemudian faktor ekstrinsik yaitu, (1) adanya
teknik pembedahan yang buruk, jika jaringan ditangani secara kasar
selama pembedahan, maka jaringan mengalami kerusakan yang luas,
mengakibatkan hematom. Hal ini dapat meningkatkan resiko infeksi
akibat hematom yang pecah. Ruang mati (dead space) mungkin juga
terjadi jika jaringan tidak diperbaiki secara tepat selama
pembedahan dan memberi peluang untuk berkembangnya infeksi luka,
(2) drug treatment, obat juga mempengaruhi penyembuhan luka seperti
steroid, obat anti inflamasi, obat antimitotik dan terapi radiasi.
Steroid menghambat seluruh fase penyembuhan luka, menghambat
fagositosis, sintesa kolagen dan angiogenesis, (3) manajemen luka
yang tidak tepat, penggunaan teknik pembalutan yang tidak tepat,
pemilihan dan penggunaan bahan balutan yang kurang tepat atau
penggunaan antiseptik solution yang semestinya tidak diperlukan
dapat menghambat proses penyembuhan luka, (4) psikososial yang
merugikan, berbagai jenis faktor psikososial dapat memberikan efek
merugikan pada penyembuhan luka seperti: buruknya pemahaman dan
penerimaan terhadap program pengobatan atau kecemasan yang
berkaitan dengan perubahan pada pekerjaan, penghasilan, hubungan
pribadi dan body image (Morison, 1992), (5) infeksi, dari semua
faktor yang memperlambat penyembuhan luka, infeksi adalah yang
paling penting. Infeksi dapat terjadi jika selama persiapan
pembedahan, selama pembedahan dan setelah pembedahan tidak
dilakukan dengan prinsip aseptik dan antiseptik yang baik. Jenis
luka dan lokasi pembedahan juga mempengaruhi resiko infeksi pada
luka insisi.
7.Kriteria Luka SembuhPada dasarnya proses penyembuhan luka sama
untuk setiap cedera jaringan lunak. Begitu juga halnya dengan
kriteria sembuhnya luka pada tiap cedera jaringan luka baik luka
ulseratif kronik, seperti dekubitus dan ulkus tungkai, luka
traumatis, misalnya laserasi, abrasi, dan luka bakar, atau luka
akibat tindakan bedah. Push Score (length X widht, tissue type,
exudate amount) adalah salah satu acuan dalam identifikasi proses
penyembuhan luka. Luka dikatakan mengalami proses penyembuhan jika
mengalami proses fase respon inflamasi akut terhadap cedera, fase
destruktif, fase proliferatif, dan fase maturasi (Morison, 2004).
Kemudian disertai dengan berkurangnya luasnya luka, jumlah eksudat
berkurang, jaringan luka semakin membaik (NPUAP, 1997).
C.MaduMadu berasal dari nektar bunga yang disimpan oleh lebah
dari kantung madu. Oleh lebah nektar tersebut diolah sebelum
akhirnya menghasilkan madu dalam sarangnya. Madu dihasilkan oleh
serangga lebah madu (Apis Mellifera) termasuk dalam superfamili
apoidea. Madu adalah obat alami karena tidak perlu diolah di
laboratorium. Madu sudah ada di alam dan tinggal diolah dari
sarangnya (Susan, 2008).1.Kandungan MaduMadu mengandung senyawa
radikal hidrogen peroksida yang bersifat dapat membunuh
mikroorganisme patogen. Berdasarkan hasil penelitian Kamaruddin
(1997), peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Malaysia, di
Kuala Lumpur adanya senyawa organik yang bersifat antibakteri
antara lain seperti polypenol, dan glikosida. Selain itu dalam madu
terdapat banyak sekali kandungan vitamin, asam mineral, dan enzim
yang sangat berguna bagi tubuh sebagai pengobatan secara
tradisional, antibodi, dan penghambat pertumbuhan sel kanker, atau
tumor. Madu juga mengandung antioksidan, asam amino essensial, dan
non essensial.
2.Pemanfaatan Madu Beberapa penelitian menyebutkan bahwa madu
bermanfaat sebagai antiseptik dan antibakteri (mengatasi infeksi
pada daerah luka dan memperlancar proses sirkulasi yang berpengaruh
pada proses penyembuhan luka) (Yudith, 2003). Madu juga merangsang
pertumbuhan jaringan baru sehingga selain mempercepat penyembuhan
juga mengurangi timbulnya parut atau bekas luka pada kulit. Madu
memiliki efek osmotik dengan tingginya kadar gula dalam madu
terutama fruktosa, dan kadar air yang sangat sedikit menyebabkan
madu memiliki efek osmotik yang tinggi. Dengan adanya efek tersebut
memungkinkan mikroorganisme yang ada dalam tubuh sukar tumbuh dan
berkembang. Madu memiliki kadar asam yang tinggi dengan pH sekitar
antara 3,2-4,5 (sangat asam). Dengan adanya kadar asam yang tinggi
inilah mikroorganisme yang tidak tahan asam (seperti kuman TBC)
akan mati. Madu mampu mengabsorbsi pus atau nanah atau luka,
sehingga secara tidak langsung madu akan membersihkan luka
tersebut. Madu menimbulkan efek analgetik (penghilang nyeri),
mengurangi iritasi, dan dapat mengeliminasi bau yang menyengat pada
luka. Madu juga berfungsi sebagai antioksidan karena adanya vitamin
C yang banyak terkandung pada madu. Secara tidak langsung madu
mengeliminasi zat radikal bebas yang ada pada tubuh kita (Abdillah,
2008).Dari beberapa penelitian yang dilakukan salah satunya oleh
Dr. Jamal Burhan dari Universitas Iskandariyah Mesir pada tahun
1991 menyebutkan madu sangat efektif untuk pengobatan luka dan
telah dilakukan eksperimen pengobatan terhadap luka bakar dengan
menggunakan madu dan setelah dilakukan perbandingan dengan
pengobatan modern, hasilnya setelah 7 hari, kelompok yang diobati
dengan madu 91% bebas dari infeksi sedangkan yang diobati dengan
pengobatan modern hanya 7% yang bebas infeksi. Setelah pengobatan
berjalan 15 hari, 87% pasien yang diobati madu sembuh sedangkan
yang diobati dengan pengobatan modern hanya 10% yang sembuh.
Penelitian pada tahun 1992 dan 1993 juga membuktikan bahwa pasien
luka bakar yang diobati dengan madu, hanya 20% yang menyisakan luka
ditubuhnya, sedangkan pengobatan modern dengan obat farmakologis
menyisakan sekitar 65% pasien meninggalkan bekas luka (Suryadhine,
2007).Pengobatan madu yang dicampur dengan minyak zaitun dan lilin
lebah para dokter di Dubai Specialized Medical Centre dibawah
pimpinan Noori Al Wali telah berhasil mencapai tingkat penyembuhan
tertinggi 86% untuk penyakit infeksi kulit karena jamur (Iqbal,
2008).Peneliti Jennifer Edy dari Universitas Wisconsin menyebutkan
madu efektif dalam mengobati luka diabetes karena kandungan airnya
rendah, juga pH madu yang asam serta kandungan hidrogen peroxidanya
mampu membunuh bakteri dan mikroorganisme yang masuk kedalam tubuh
kita (Iqbal, 2008).Dalam perawatan luka diabetes madu dapat
digunakan dengan cara madu ditaruh pada balutan, kemudian sebelum
luka dibalut terlebih dahulu luka haruslah terlebih dahulu diolesi
dengan madu sampai merata menutup seluruh permukaan luka. Setelah
itu luka dibalut dengan balutan yang telah diolesi madu terlebih
dahulu. Namun pada kondisi luka yang penuh dengan cairan cara ini
tidak dianjurkan (Iqbal, 2008).Untuk luka yang mengeluarkan cairan
yang banyak, pembalut madu yang kedua dapat diterapkan diatas
pembalut yang pertama untuk menampung rembesan cairan dari pembalut
pertama. Madu aman untuk dioleskan langsung ke daerah luka yang
terbuka karena madu selalu larut dalam air dan mudah
dibersihkan.
3.Terapi Madu pada Luka DiabetikPenggunaan madu pada luka
diabetik tergantung dari jumlah cairan yang keluar dari luka.
Frekuensi penggantian pembalut madu tergantung dari beberapa cepat
madu tercampur dengan cairan yang keluar dari luka. Luka yang tidak
mengeluarkan cairan, penggantian pembalut dapat dilakukan 3 kali
seminggu. Cara pemberian madu yang baik adalah madu ditaruh dahulu
pada pembalut yang dapat menyerap madu, karena apabila dituangkan
langsung, madu akan menyebar kemana-mana dan tidak mengenai
sasaran. Balutan yang digunakan harus yang berpori agar madu dapat
mencapai bagian tubuh yang luka. Pembalut alginate yang diisi madu
dapat juga dipakai sebagai pengganti pembalut dari selulosa karena
alginate akan berubah menjadi gel yang lunak yang mengandung madu.
Madu aman untuk dioleskan langsung ke daerah luka yang terbuka
karena madu selalu larut dalam air dan mudah dibersihkan.
Dianjurkan selama penggunaan madu ini, pasien tetap dalam
pengawasan dokter (Iqbal, 2008).
BAB IIIPENUTUPA.KesimpulanDiabetes mellitus tidak menakutkan
bila diketahui lebih awal. Gejala-gejala yang timbul sangat tidak
bijaksana untuk dibiarkan, karena justru akan menjerumuskan ke
dalam komplikasi yang lebih fatal. Jika berlangsung menahun,
kondisi penderita diabetes mellitus berpeluang besar menjadi
ketoasidosis ataupun hipoglikemia. Memang penyakit diabetes tidak
bisa disembuhkan, kecuali beberapa jenis diabetes. Tetapi dengan
kemauan keras, penyakit ini dapat dikendalikan. Dengan berbekal
pengetahuan yang cukup, disiplin dan keinginan yang besar, maka
penyakit diabetes ini bukan merupakan penyakit yang menakutkan.
Ibarat delman, penderita adalah kusir dan diabetes adalah kudanya.
Sepanjang pak kusir masih memegang kendalinya, selama itu pula
kudanya akan menuruti apa keinginan kusir. Dengan prinsip hidup
yang positif, pada akhirnya penyandang DM dapat hidup bahagia
bersama diabetes, seperti orang lain berbahagia tanpa diabetes.
B.SaranLakukan pemeriksaan dini pada tubuh, tidak perlu menunggu
hingga timbul gejala. Karena dengan dilakukan diagnosis dini,
dokter dan pasien dapat menanggulangi diabetes mellitus dengan baik
agar kita mampu mencegah tersebut sebaik-baiknya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Makalah asuhan gizi pada diabetes mellitus.
[Diakses 6 November 2013]. Dari:
http://vi2c4mex.files.wordpress.com/2013/ 01/dm.pdf.Situmorang, L.
L. 2009. Efektivitas madu terhadap penyembuhan luka gangren
diabetes mellitus. PSIK USU. [Diakses 6 November 2013]. Dari:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25284/4/Chapter%20II.pdf%E2%80%8E.Hammad.
2009. Pengaruh perawatan luka dengan penggunaan madu terhadap
penyembuhan luka diabetik pada pasien diabetes mellitus di RSUD
Ulin Banjarmasin. [Diakses 6 November 2013]. Dari:
http://alulum.baak.web.id/files/1.%20hamad%20juli%202009.pdf.
18