i PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA APLIKASI BAKTERIOSIN DARI Lactococcus lactis subsp. Lactis FNCC 0086 SEBAGAI ALTERNATIF PENGAWETAN FILLET IKAN PATIN SELAMA PENYIMPANAN DINGIN BIDANG KEGIATAN: PKM PENELITIAN Diusulkan oleh: Sarah Nur Adilla (H 0912120) Angkatan 2012 Nadia Wohon (H0912086) Angkatan 2012 Rosita Budi Agustiani (H0913091) Angkatan 2013 UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2015
32
Embed
Diusulkan oleh: Sarah Nur Adilla (H 0912120) Angkatan 2012 ...pkm.uns.ac.id/.../Front/download/...Aplikasi_Bakteriosin_dari_Lact.pdf · Senyawa ini dihasilkan oleh bakteri asam laktat
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
APLIKASI BAKTERIOSIN DARI Lactococcus lactis subsp. Lactis FNCC
0086 SEBAGAI ALTERNATIF PENGAWETAN FILLET IKAN PATIN
SELAMA PENYIMPANAN DINGIN
BIDANG KEGIATAN:
PKM PENELITIAN
Diusulkan oleh:
Sarah Nur Adilla (H 0912120) Angkatan 2012
Nadia Wohon (H0912086) Angkatan 2012
Rosita Budi Agustiani (H0913091) Angkatan 2013
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015
ii
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI iii
RINGKASAN iv
BAB 1
PENDAHULUAN 1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 4
BAB 3
METODE PELAKSANAAN 6
BAB 4
BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN 9
DAFTAR PUSTAKA 10
LAMPIRAN
Biodata Ketua, Anggota, dan Dosen Pembimbing 11
Surat Pernyataan Ketua Pelaksana 24
Justifikasi Anggaran Kegiatan 25
Susunan Organisasi Tim Kegiatan dan Pembagian Tugas 28
iv
RINGKASAN
Ikan patin merupakan ikan asli Indonesia yang dinilai sangat potensial dan
dapat diandalkan untuk meningkatkan ekspor dari sektor perikanan dengan
tingginya permintaan dari pasar Uni Eropa, Amerika Serikat (AS), Eropa Timur
dan Eropa Tengah. Ikan patin yang diekspor dapat berupa ikan segar, ikan asap,
dan flllet ikan patin. Flllet ikan patin lebih banyak diminati masyarakat global
terutama Amerika dan Eropa dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan patin
segar, namun salah satu kelemahan fillet ikan adalah lebih mudah mengalami
kerusakan. Sampai saat ini upaya pengawetan fillet ikan segar masih didominasi
dengan teknik pendinginan atau pembekuan, sedangkan penggunaan bahan
pengawet kimia terbatas oleh tuntutan konsumen yang tidak menghendaki
pemakaian senyawa kimia tertentu dengan alasan keamanan. Oleh karena itu pada
penelitian kali ini akan diteliti pengaruh penggunaan bakteriosin yang secara
alami dihasilkan oleh bakteri Lactococcus lactis subsp. Lactis FNCC 0086
terhadap umur simpan fillet ikan patin yang disimpan dingin.
Bakteriosin merupakan protein ribosomal yang dihasilkan oleh bakteri
asam laktat dan mempunyai aktivitas antimikroba sebagai bakteriostatis atau
bakteriosidal. Senyawa ini dihasilkan oleh bakteri asam laktat selama fase
stasioner dan diekskresikan ke media. Di Indonesia koleksi bakteri asam laktat
telah cukup banyak jenisnya. Salah satu bakteri asam laktat yang telah
teridentifikasi sebagai penghasil bakteriosin adalah Lactococcus lactis subsp.
Lactis FNCC 0086 yang menghasilkan bakteriosin jenis nisin. Cara untuk
mendapatkan bakteriosin dari jenis bakteri ini adalah dengan menumbuhkan
Lactococcus lactis subsp. Lactis FNCC 0086 pada media MRS broth selama 24
jam, kemudian dilakukan pemisahan bakteriosin kasar dari media dengan cara
sentrifugasi. Supernatan bebas sel yang didapatkan kemudian dipisahkan dari
senyawa-senyawa pengotornya dengan metode salting out atau dengan presipitasi
menggunakan ammonium sulfat dan dilanjutkan dengan dialisis sehingga
didapatkan bakteriosin murni parsial. Sebelum diaplikasikan pada fillet ikan,
bakeriosin yang didapatkan diuji aktivitasnya menggunakan teknik sumuran
menggunakan bakteri indikator Lactobacillus acidophilus FNCC 0051 dan
dinyatakan dalam satuan AU (Arbitrary Unit). Bakteriosin yang telah diketahui
aktivitasnya dibuat beberapa konsentrasi dan diujikan pada fillet ikan patin untuk
megetahui konsentrasi optimalnya. Metode yang digunakan ada dua, yaitu dengan
metode semprot dan coating menggunakan larutan edible coating dari pati
tapioka. Parameter yang diuji meliputi perhitungan jumlah total koloni mikroba
yang tumbuh (TPC), angka TVB, pH, dan angka TBA pada penyimpanan hari ke-
0, 4, 8, 12, dan 16. Hasil pengujian dibandingkan dengan kontrol untuk
mengetahui adakah perbedaan yang signifikan dari penggunaan bakteriosin
sebagai pengawet fillet ikan patin dan mengetahui metode pengawetan yang
paling tepat untuk mengawetkan fillet ikan patin menggunakan bakteriosin.
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan patin (Pangasius hypophthalmus) adalah ikan air tawar asli
Indonesia yang banyak ditemukan di perairan umum seperti sungai, waduk,
dan rawa. Ikan patin sangat diminati baik di pasar domestik maupun
international dan diandalkan untuk meningkatkan ekspor dari sektor
perikanan dengan tingginya permintaan dari pasar Uni Eropa, Amerika
Serikat (AS), Eropa Timur dan Eropa Tengah. Pengembangan budidaya ikan
patin di Indonesia didasarkan pada produksi dalam negeri yang terus
meningkat. Berdasarkan data dari Kementrian Kelautan dan Perdagangan
tahun 2013, produksi ikan patin di Indonesia mengalami peningkatan dari
tahun 2009 hingga 2013. Pada tahun 2012, produksi patin mencapai 347.000
ton dengan kenaikan rata-rata 51,35% dari tahun sebelumnya. Jumlah
produksi ini terus meningkat hingga mencapai 481.453 ton di tahun 2013.
Ikan patin yang diekspor dapat berupa ikan segar, ikan asap, dan flllet ikan
patin. Flllet ikan patin lebih banyak diminati masyarakat global terutama
Amerika dan Eropa dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan patin segar.
Keuntungan flllet adalah penanganannya mudah dan dapat diolah
menjadi berbagai produk lainnya. Namun salah satu kelemahan flllet adalah
mudah mengalami penurunan kesegaran yang disebabkan oleh kontaminasi
mikroba pembusuk dan terjadinya autolisis selama proses penyayatan. Fillet
ikan segar yang dipasarkan biasanya disimpan pada suhu rendah (0-50C) atau
dengan penyimpanan beku (<00C). Namun fillet ikan yang disimpan dengan
suhu dingin tetap tidak dapat terhindar dari kerusakan. Oleh sebab itu,
diperlukan kombinasi pengawetan dengan penambahan senyawa lain yang
memiliki kemampuan menghambat laju pertumbuhan mikroba dalam fillet
ikan yang disimpan pada suhu dingin untuk memperpanjang umur
simpannya. Penggunaan senyawa kimia terbatas penggunaannya untuk
pangan karena alasan keamanan. Tuntutan konsumen akan pangan yang aman
dan alami dengan kualitas tinggi mendorong perkembangan pengawetan dari
senyawa alami yang dihasilkan oleh organisme.
Salah satu senyawa yang mempunyai aktivitas antimikroba adalah
bakteriosin yang secara alami dihasilkan oleh sebagian besar spesies dari
bakteri asam laktat (BAL). Koleksi bakteri asam laktat yang ada di Indonesia
sangat potensial untuk mendukung pengembangan bakteriosin sebagai
alternatif pengawet yang aman. Salah satu BAL penghasil bakteriosin adalah
Lactococcus lactis subsp. lactis FNCC 0086 yang telah diidentifikasi sebagai
2
penghasil nisin. Nisin telah dinyatakan aman oleh Badan Pangan Dunia
(FAO/ WHO) sebagai pengawet alami sejak 1969 dan nisin telah menjadi
salah satu dari antara 25 bahan tambahan makanan yang diijinkan di
Indonesia (Permenkes No. 722/MENKES/PER/IX/1988 tentang Bahan
Tambahan Makanan).
Penggunaan nisin sebagai bahan pengawet pada produk pangan telah
banyak diteliti, salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Behnam,
et al., (2013) yang menguji efek penyemprotan larutan Nisin komersial
(Serva-Nurk yang diproduksi dari Lactococcus lactis, Art number: 30413)
pada ikan rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) yang disimpan pada suhu
4⁰C dalam kondisi vakum. Hasilnya adalah penggunaan nisin pada
konsentrasi 100 µg/g dapat mempertahankan kualitas ikan hingga 16 hari
penyimpanan dilihat dari angka peroksida, indeks TBA, pH, dan TVB-N
ikan. Akan tetapi, penggunaan nisin dari Lactococcus lactis subs. Lactis
FNCC 0086 sebagai bahan pengawet fillet ikan patin dengan menggunakan
metode spray dan edible coating belum pernah ada sebelumnya mengingat
penggunaan edible coating dalam pengawetan pangan telah marak dilakukan.
Oleh sebab itu, diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai aplikasi nisin
yang diproduksi dari Lactococcus lactis subsp. Lactis FNCC 0086 dengan
metode spray dan edible coating terhadap mutu fillet ikan patin (Pangasius
hypophthalmus) selama penyimpanan dingin.
1.2 Perumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh penggunaan bakteriosin dari Lactococcus lactis subs.
Lactis FNCC 0086 terhadap mutu fillet ikan patin yang disimpan pada
suhu dingin (±4⁰C) dilihat dari pH, angka TPC, TVB, dan TBA selama
penyimpanan?
2. Berapa konsentrasi optimal penggunaan bakteriosin dari Lactococcus
lactis subs. Lactis FNCC 0086 dalam pengawetanfillet ikan patin dengan
teknik spray dan edible coating yang disimpan pada suhu dingin (±4⁰C) ?
1.3 Tujuan Khusus
Tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pengaruh penggunaan bakteriosin dari Lactococcus lactis
subs. Lactis FNCC 0086 dengan metode spray dan edible coating terhadap
mutu fillet ikan patin yang disimpan pada suhu dingin (±4⁰C) dilihat dari
pH, angka TPC, TVB, dan TBA selama penyimpanan.
2. Mengetahui konsentrasi optimal penggunaan bakteriosin dari Lactococcus
lactis subs. Lactis FNCC 0086 pada aplikasinya dengan metode spray
danedible coating terhadap mutu fillet ikan patin yang disimpan pada suhu
dingin (±4⁰C).
3
1.4 Urgensi (Keutamaan) Penelitian
Mengetahui pengaruh penggunaan bakteriosin dari Lactococcus lactis
subs. Lactis FNCC 0086 terhadap kualitas fillet ikan patin (Pangasius
hypophthalmus) yang disimpan pada suhu dingin
1.5 Hasil yang Diharapkan
Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah bakteriosin yang
dihasilkan oleh Lactococcus lactis subsp. Lactis FNCC 0086 dapat
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap umur simpan fillet ikan patin
yang disimpan dingin, sehingga senyawa ini dapat dikembangkan lebih lanjut
dan digunakan sebagai alternatif pengganti pengawet kimia untuk
mengawetkan fillet ikan patin (Pangasius hypophthalmus).
1.6 Luaran yang Diharapkan
Luaran yang diharapkan dari PKM-P ini adalah artikel ilmiah di jurnal
yang memberikan informasi tentang alternatif pengawetan fillet ikan patin
menggunakan bakteriosin dari Lactococcus lactis subs. Lactis FNCC 0086.
1.7 Manfaat
a. Memberikan informasi tentang penggunaan bakteriosin dari Lactococcus
lactis subsp. Lactis FNCC 0086 sebagai pengganti pengawet kimia untuk
mengawetkan fillet ikan patin (Pangasius hypophthalmus).
b. Memanfaatkan koleksi bakteri asam laktat yang ada di Indonesia sebagai
penghasil senyawa antimikroba untuk mengawetkan fillet ikan patin
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 FilletIkan Patin
Ikan patin adalah ikan air tawar yang banyak ditemukan di perairan
umum di Indonesia seperti sungai, waduk dan rawa. Berikut ini adalah
klasifikasi ikan patin menurut Susanto dan Amri (1999):
Ordo : Ostariophysi
Sub Ordo : Siluroidea
Famili : Pangasidae
Genus : Pangasius
Spesies : Pangasius hypophthalmus
Ikan patin memiliki keunggulan tersendiri antara lain memiliki fekunditas
tinggi, laju pertumbuhannya cepat, tidak bersisik, durinya relatif sedikit dan
dagingnya putih kemerahan serta mudah dikuliti sehingga relatif mudah
dibuat menjadi fillet.
Fillet adalah bentuk potongan-potongan daging ikan. Fillet ikan
dibuat dengan cara memotong ikan dan membersihkan isi perutnya, kepala,
serta sirip dan sisiknya dibuang. Ikan dipotong membujur mulai dari bagian
punggung, tulang belakang dan durinya dibuang sehingga didapatkan daging
yang kemudian dicuci hingga bersih dan dipotong sesuai selera. Ikan yang
dapat dibuat fillet adalah ikan yang memiliki ukuran minimal 800 g/ ekor
(Cahyono, 2000).
Fillet ikan yang dipasarkan biasanya disimpan pada suhu rendah (0-
50C) atau dengan penyimpanan beku (<0
0C). Fillet ikan memiliki kelemahan
yakni mudah mengalami penurunan kesegaran/ kerusakan. Kerusakan fillet
selama penyimpanan dingin salah satunya disebabkan peristiwa autolisis dan
kontaminasi mikroba. Ray (2003) menyatakan bahwa kerusakan pada ikan
segar karena aktivitas mikroba pembusuk ditandai dengan perubahan warna
terutama pada bagian insang dan mata, perubahan tekstur otot, dan
terbentuknya komponen volatil yang menyebabkan off-odor yang
diindikasikan dengan meningkatnya nilai TVB, TBA, dan pH yang mendekati
netral. Salah satu cara untuk memperpanjang umur simpan fillet ikan selama
penyimpanan dingin adalah dengan penggunaan senyawa yang memiliki
aktivitas antimikroba untuk menekan laju pertumbuhan mikroba dalam fillet.
2.2 Bakteriosin
Bakteriosin merupakan protein ribosomal yang dihasilkan oleh bakteri
asam laktat dan mempunyai aktivitas antimikroba sebagai bakteriostatis atau
bakteriosidal. Bakteriosin yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat
5
mempunyai keunggulan yang dapat digunakan untuk pengawetan pangan,
yaitu (i) dikategorikan sebagai substansi yang aman (GRAS), (ii) inaktif pada
sel eukariot dan bersifat non-toksik, (iii) dapat dicerna oleh protease di
saluran pencernaan dan memiliki efek lemah terhadap mikroflora usus, (iv)
memiliki spektrum yang luas terhadap bakteri penyebab kerusakan pangan,
(v) memiliki rentang pH dan suhu yang luas, (vi) memiliki efek bakteriosidal
dengan cara merusak membran sitoplasma sel (Hwanhlem et al., 2014).
Bakteriosin yang dihasilkan oleh bakteri memiliki kemampuan
menghambat bakteri lain (dari spesies yang sama berbeda strain untuk
spektrum yang sempit atau bakteri lain dari spesies yang berbeda untuk
spektrum yang luas). Bakteriosin dapat dihasilkan oleh beberapa bakteri,
salah satunya adalah Lactococcus lactis subsp. Lactis yang menghasilkan
bakteriosin yang disebut dengan nisin. Nisin (C14H228037N42S7) memiliki
berat molekul 3.348 Da dan tersusun dari 34 asam amino dengan
didehidroalanillisin berada pada terminal karboksilat (COOH) dan isoleusin
pada terminal NH2 (Fawya et al, 2010).
Sebagai bakteriosin, kemampuan nisin sebagai antimikroba memiliki
spektrum penghambat yang relatif lebih luas dibandingkan dengan
bakteriosin lainnya. Nisin dilaporkan efektif dalam menghambat bakteri gram
positif dan dapat menghambat pertumbuhan bakteri Listeria innocua dan
Listeria monocytogenes meskipun kurang aktif dalam menghambat yeast dan
kapang (Basch et al, 2010; Resa, 2014). Penggunaan nisin sebagai bahan
pengawet telah banyak diteliti dan diujikan pada beberapa produk pangan,
salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Behnam, et al., (2013)
yang menguji efek penyemprotan larutan Nisin komersial (Serva-Nurk yang
diproduksi dari Lactococcus lactis, Art number: 30413) pada ikan rainbow
trout (Oncorhynchus mykiss) yang disimpan pada suhu 4⁰C dalam kondisi
vakum. Hasilnya adalah penggunaan nisin pada konsentrasi 100 µg/g dapat
mempertahankan kualitas ikan hingga 16 hari penyimpanan dilihat dari angka
peroksida, indeks TBA, pH, dan TVB-N ikan.
6
BAB 3
METODE PELAKSANAAN
3.1 Bahan
Kultur murni Lactococcus lactis subsp. Lactis FNCC 0086 dan
Lactobacillus acidophilus FNCC 0051 masing-masing digunakan sebagai
bakteri penghasil bakteriosin dan indikator uji aktivitas bakteriosin. Kedua
kultur bakteri tersebut diperoleh dari Food and Nutrition Culture Collection
(FNCC). Pada pemeliharaan kultur bakteri penghasil bakteriosin digunakan
media MRS broth dengan komposisi 10 g peptone, 8 g beef extract, 4 g yeast
extract, 20 g glukosa, 5 g Na-asetat, 1 ml tween 80, 2 g dipotassium hidrogen
phospate, 2 g triammonium sitrat, 0,2 g MgSO4, dan 0,05 g MnSO4 dalam
1000 ml media. Sedangkan untuk pengujian angka TPC (total plate count)
digunakan media agar.Untuk pemurnian parsial bakteriosin yang dihasilkan
digunakan ammonium sulfat dan buffer kalium fosfat pH 7. Bahan kimia lain
yang digunakan yaitu NaOH 1 N, HCl 1 N, indikator indikator PP, indikator
Toshiro, pati tapioka, gliserol, HCl 1 N, dan asam borat untuk pengujian
TVB, TBA, dan membuat edible coating. Selain itu untuk dialisis juga
digunakan membran filter ukuran 0,22 µm.
3.2 Tahapan Penelitian
a. Produksi bakteriosindari Lactococcus lactis subsp. Lactis FNCC 0086
Produksi bakteriosin dilakukan dengan cara menginokulasikan
sebanyak 5% kultur murni Lactococcus lactis subsp. Lactis FNCC 0086
pada 1000 ml media MRS broth pH 5 dalam erlenmeyer. Inkubasi
dilakukan pada suhu 35 ºC selama 24 jam hingga media bertambah keruh
yang mengindikasikan bakteri telah tumbuh dan berkembang biak dalam
media. Setelah itu dilakukan pemisahan bakteriosin dari media yang
dilakukan dengan cara sentrifugasi dingin (suhu ±4 ºC) kecepatan 10.000
rpm selama 20 menit hingga didapatkan cairan yang telah terpisah dari
pellet (sel) yang merupakan supernatan bebas sel (CFS). CFS kemudian
dinetralkan pHnya menggunakan NaOH 1N dengan tujuan untuk
menetralkan asam-asam organik yang juga dihasilkan selama bakteri
tumbuh. Bakteriosin yang ingin diambil tersuspensi dalam CFS dan masih
bercampur dengan senyawa lain, oleh karena itu dilakukan pemurnian
parsial dengan cara presipitasi menggunakan ammonium sulfat dengan
tingkat kejenuhan 51,6% (Sadiq et al, 2014) selama semalam pada suhu
±4 ºC. Bakteriosin yang merupakan protein akan membentuk presipitat
yang selanjutnya dapat dipisahkan dari larutan dengan cara sentrifugasi
dingin kecepatan 8000 rpm selama 90 menit hingga didapatkan pellet
bebas supernatan. Pemurnian dilanjutkan dengan cara dialisis
7
menggunakan 20 mM buffer kalium fosfat pH 7 untuk membebaskan
bakteriosin dari garam ammonium sulfat. Pellet yang didapatkan
dimasukkan dalam membran filter ukuran 0,22 µm dan dialisis dilakukan
pada suhu ±4 ºC selama 12 jam dengan dua kali penggantian buffer pada
jam ke-2 dan ke-4. Hasil dari tahap ini adalah cairan yang tertahan dalam
membran filter yang merupakan bakteriosin murni parsial.
b. Uji aktivitas bakteriosin
Bakteriosin yang didapatkan kemudian diuji aktivitasnya
menggunakan teknik sumuran mengikuti metode dari Jozala et al, (2011)
yang dimodifikasi. Sebanyak 20 ml biakan bakteri indikator Lactobacillus
acidophilus FNCC 0051 (106 CFU/ml) dipindahkan dalam petridish berisi
media agar, kemudian dibuat sumur-sumur berdiameter ±5 mm.
Bakteriosin yang akan diuji aktivitas penghambatannya dibuat beberapa
seri pengenceran, kemudian masing-masing dari seri pengencerannya
dimasukkan dalam setiap sumur sebanyak 50 µl dan diinkubasi pada suhu
30 ºC selama 24 jam. Aktivitas bakteriosin dihitung berdasarkan diameter
zona bening yang terbentuk dan dinyatakan dalam satuan AU/ml. Satuan
AU didefinisikan sebagai faktor pengenceran tertinggi yang masih
menunjukkan zona jernih hambatan pertumbuhan strain indikator. Misal
pada penelitian ini pengenceran tertinggi yang masih memberikan zona
jernih adalah 20x maka aktivitas antibakterinya adalah 1000/50 µl x 20 =
400 AU/ml (Marwati et al., 2012).
c. Aplikasi bakteriosin pada fillet ikan patin
Pada penelitian ini aplikasi bakteriosin pada fillet ikan patin diuji
dengan dua metode, yaitu metode semprot dan coating. Pada metode
semprot, bakteriosin yang telah murni parsial dilarutkan dalam HCl 0,02
N hingga pH 5 kemudian disemprotkan pada fillet hingga semua
permukaan fillet basah. Fillet kemuadian dikemas dalam plastik PP dan
disimpan dalam refrigerator. Sedangkan pada metode edible coating
menggunakan bahan coating dari pati singkong/ tapioka dengan
penambahan gliserol sebagai plasticizer yang berfungsi untuk mengatasi
kerapuhan film dan meningkatkan fleksibilitas. Bakteriosin hasil
pemurnian parsial disiapkan dengan cara dilarutkan dalam aquades dan
diatur pHnya hingga menjadi 2 dengan menggunakan HCl. Pati tapioka
sebanyak 5 gr dilarutkan dalam 100 ml aquades dan ditambahkan gliserol
sebanyak 2 ml. Penambahan bakteriosin dilakukan setelah proses
pemanasan pada suhu 600C selama 30 menit, kemudian fillet ikan patin
dicelupkan ke dalam larutan edible coating dan dikeringkan pada kotak
pengering. Selama pengujian fillet disimpan dalam refrigerator suhu ±4
ºC. Pengujian kualitas fillet ikan patin dilakukan pada penyimpanan hari
8
ke-0, 4, 8, 12, dan 16 pada aktivitas bakteriosin 0, 500, 1000, dan 2000
AU/ml dengan dua kali ulangan sampel. Parameter yang diuji meliputi
pH, angka TPC, TVB, dan TBA.
3.3 Luaran
Luaran dari penelitian ini adalah artikel ilmiah yang menjelaskan tentang
pemanfaatan salah satu koleksi bakteri asam laktat yang dimiliki Indonesia
(Lactococcus lactis subsp. Lactis FNCC 0086) untuk menghasilkan
bakteriosin sebagai pengawet fillet ikan patin. Berdasarkan Fawya et al
(2010), bakteriosin mempunyai aktivitas antimikroba untuk menghambat
pertumbuhan strain bakteri lain sehingga diharapkan senyawa ini juga mampu
menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada fillet ikan patin sehingga
dapat memperpanjang umur simpannya.
3.4 Indikator Capaian
Indikator capaian pada tahap produksi bakteriosin adalah dihasilkan
senyawa bakteriosin yang murni parsial dan memiliki aktivitas antimikroba
yang untuk menghambat pertumbuhan strain bakteri indikator. Indikator
capaian pada tahapan aplikasi bakteriosin pada fillet ikan patin adalah
didapatkan hasil penelitian berupa pH, angka TPC, angka TVB, dan angka
TBA pada masing-masing teknik aplikasi (spray dan edible coating).
Sedangkan indikator capaian keseluruhan dari penelitian ini adalah adanya
artikel ilmiah yang menjelaskan hasil penelitian secara keseluruhan.
3.5 Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data
Tabel 1.1 metode analisis kualitas fillet ikan patin dengan penambahan
bakteriosin
No. Analisis Metode
1. TPC FDA (2001)
2. Angka TVB Conway micro difusion (SNI, 2009)
3. pH pH-meter (AOAC, 1995)
4. Angka TBA Prosedur dari Apriyanto, et al., (1989)
3.6 Cara Penafsiran
Bakteriosin didapatkan dengan cara menumbuhkan kultur bakteri
Lactococcus lactis subsp. Lactis FNCC 0086 pada media MRS broth dan
dipisahkan dengan cara sentrifugasi sehingga didapatkan supernatannya yang
merupakan bakteriosin kasar. Bakteriosin kasar kemudian dimurnikan parsial
dengan cara presipitasi menggunakan ammonium sulfat yang dilanjutkan
dengan dialisis sehingga didapatkan bakteriosin murni parsial. Bakteriosin
murni parsial kemudian dibuat menjadi beberapa konsetrasi (500, 1000, dan
2000 AU) dan diaplikasian pada fillet ikan patin dengan dua metode yaitu
metode spray dan coating pada penyimpanan dingin (±4ºC). Analisa kualitas
9
9
fillet ikan patin dilakukan pada hari ke-0, 4, 8, 12, dan 16. Analisa meliputi
pH, angka TPC, TVB, dan TBA.
3.7 Penyimpulan Hasil Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan dua faktor, yaitu variasi metode
aplikasi (disemprot dan dicoating) dan variasi konsentrasi bakteriosin yang
ditambahkan pada masing-masing perlakuan, yaitu 0, 500, 1.000, dan 2.000
AU. Masing-masing variabel perlakuan dilakukan sebanyak dua kali ulangan
sampel dan dua kali ulangan analisis. Analisa data yang diperoleh dilakukan
dengan uji ANOVA menggunakan SPSS, jika terdapat perbedaan maka akan
dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf signifikansi α=5%.
BAB 4
BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN
4.1 Anggaran Biaya (terlampir)
No. Jenis Pengeluaran Biaya
1. Peralatan Penunjang Rp. 810.000,00
2. Bahan habis pakai Rp. 8.547.000,00
3. Perjalanan Rp. 1.425.000,00
4. Lain-lain Rp. 1.575.000,00
Total Rp. 12.357.000,00
4.2 Jadwal kegiatan
No. Macam Kegiatan Bulan Ke-
1 2 3 4 5
1 Persiapan bahan dan alat
2 Produksi bakteriosin dan
pemurnian
3 Pengujian aktivitas bakteriosin
4 Aplikasi pada fillet ikan
4 Pengolahan data dan penyusunan
laporan
10
DAFTAR PUSTAKA
Apriyantono, A., Fardiaz, D., Puspitasari, N.L., Yasni, S. dan Budianto, S. 1989.
Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas
Institut Pertanian Bogor.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2006. Kategori Pangan. Surat Keputusan
KA. Badan POM RI No. HK.00.05.52.4040.
Behnam, Shabnam., Mohammad Anvari, Masoud Rezaei, Siyavash Soltanian dan
Reza Safari. 2013. Original Article: Effect of Nisin as a Biopreservative
Agent on Quality and Shelf Life of Vacuum Packaged Rainbow Trout
(Oncorhynchus mykiss) Stored at 4 °C. J Food Science and Technology.
Cahyono, Bambang. 2000. Budi Daya Ikan Air Tawar. Yogyakarta: Kanisius.
Fawzya, Yusro Nuri. 2010. Bahan Pengawet Nisin : Aplikasinya pada Produk
Perikanan. J Squalen 5 (3) : 79-85.
Food and Drug Administration. 2001. Bacteriological Analytical Manual. USA:
Center for Food Safety and Applied Nutrition.
Hwanhlem, Noraphat., Jean-Marc Chobert dan Aran H-Kittikun. 2014.
Bacteriocin-Producing Lactic Acid Bacteria Isolated from Mangrove Forests
In Southern Thailand as Potential Bio-Control Agents In Food: Isolation,
Screening and Optimization. Journal of Food Control 41: 202-211.
Jozala, Angela Faustino., Daniel P. Silva, António A. Vicente, José A. Teixeira,
Adalberto Pessoa Júnior dan Thereza C.V. Penna. Processing of Byproducts
to Improve Nisin Production by Lactococcus lactis. African Journal of
Biotechnology 10(66): pp. 14920-14925.
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013. Kelautan dan Perikanan dalam
Angka 2013 (Marine and Fisheries in Figures 2013). http://www.kkp.go.id.
Diakses pada 6 April 2015.
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. 2013. Ikan Patin Hasil Alam
Bernilai Ekonomi dan Berpotensi Ekspor Tinggi. Warta Ekspor Edisi
Oktober 2013.
Marwati, Tri., Irinne D.P, Nur Richana, Eni Harmayani, Endang S. Rahayu. 2012.
Mekanisme Awal dan Aplikasi Antibakteri Pediosin PaF-11 sebagai