Top Banner
23

Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah · Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta ... Journal-ilmiah

Mar 09, 2019

Download

Documents

hadan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah · Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta ... Journal-ilmiah
Page 2: Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah · Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta ... Journal-ilmiah

Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah

Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta

Terbit setiap enam (6) bulan sekali

Penasehat Ahli:

Dr. Tasman Hamami, M.A

Pemimpin Umum:

Prof. Dr. Mundzirin Yusuf, M.Si

Wakil Pemimpin Umum:

Dr. Ariswan, M.Si.,DEA

Mitra Bestari (Reviewer):

Dr. Haedar Nashir, M.Si

(Universitas Muhammadiyah Yogyakarta)

Prof. Dr. Bustami Subhan, M.S

(Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta)

Prof. Dr. Sutrisno, M.A

(Universitas Islam Negeri

Sunan Kalijaga Yogyakarta)

Pemimpin Redaksi:

Dr. Arif Budi Raharjo, M.Si

Wakil Pemimpin Redaksi:

Dr. Sumedi, M.Ag

Sekretaris Redaksi:

Farid Setiawan, M.Pd.I

Redaktur Pelaksana:

Drs. Sarjono, M.Si

Hendro Widodo, M.Pd

Drs. Amik Setiaji, M.Pd

Achmad Muhamad, M.Ag

Sirkulasi:

Taufiq Hidayat, S.T

M. Imron Rosyadi, S.Sos.I

Eka Yuhendri, S.H.I

Redaksi menerima tulisan berupa Artikel

Ilmiah/Kajiaan Teoritis, Laporan Pene-

litian serta Resensi Buku seputar masalah

pendidikan. Redaksi berhak mengedit

naskah tulisan yang masuk dengan tanpa

mengubah substansinya.

ALAMAT REDAKSI:

Kantor Majelis Pendidikan Dasar dan Mene-

ngah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah D.I.

Yogyakarta

Jl. Gedongkuning No. 130B Yogyakarta

Kode Pos : 55171

Telephone : (0274) 377078

Facsimile : (0274) 371718

Website : www.dikdasmenpwmdiy.or.id

E-Mail : [email protected]

Page 3: Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah · Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta ... Journal-ilmiah

DAFTAR ISI

Pengantar Redaksi.............................................................................. iii-iv

Peningkatan Motivasi Belajar Al-Islam Melalui Metode

Cooperative Learning Dengan Menggunakan Media Card Sort

Anisa Dwi Makrufi ............................................................................ 1-14

Peningkatan Minat Berbicara Bahasa Arab Siswa Kelas VIII

A MTs Muhammadiyah Kasihan Melalui Strategi Index Card

Match

Kamiludin .......................................................................................... 15-26

Peningkatan Motivasi dan Prestasi Belajar Matematika

Dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Siswa

Kelas XII IPS di SMA Muhammadiyah I Prambanan Sleman

Sri Winarni ......................................................................................... 27-40

Peningkatan Keterampilan Menulis Cerita Pendek Siswa

Kelas XII SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta Dengan

Menggunakan Strategi Pemodelan

Sarno .................................................................................................. 41-60

Strategi Pembelajaran Card Sort untuk Peningkatan

Kompetensi Menyusun Kata Menjadi Kalimat Sederhana

Dalam Bahasa Arab

Nanik Dwi Hariyani ........................................................................... 59-72

Optimalisasi Hasil Belajar Desain Busana Siswa Kelas XI

Tata Busana Melalui Metode Example Non Example

di SMK Muhammadiyah Gamping

Wahyu Eka Priana Sukmawaty .......................................................... 73-84

Konsep Pendidikan Humanis Menurut Pemikiran

Konstruktivisme Jean Piaget

Hendro Widodo .................................................................................. 85-102

Peningkatan Ketrampilan Membaca Teks Bahasa Inggris

Dengan Menggunakan CIRC Untuk Kelas VIIID di SMP

Muhammadiyah 2 Kalasan Tahun Akademik 2013/2014

Rina Wulandari Rahayuningsih ......................................................... 103-114

Page 4: Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah · Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta ... Journal-ilmiah

T a j d i d u k a s i , Volume IV, No. 2, Juli 2014

vi

Peningkatan Motivasi Belajar Siswa SMP Muhammadiyah

Banguntapan Kelas VII D Melalui Penerapan Metode Diskusi

Presilia Pada Pembelajaran PKn Materi Penerapan Norma-

Norma Dalam Masyararakat

Sumarmi ............................................................................................. 115-124

Brain Based Learning Dalam Pembelajaran Bahasa Arab

Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa di

SMP Muhammadiyah 3 Depok, Sleman

Muhammad Thariq Aziz .................................................................... 125-138

Peningkatan Motivasi dan Prestasi Belajar Mata Pelajaran

Kemuhammadiyahan Melalui Strategi Pembelajaran Card Sort

di SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta

Aini Nur Jannah ................................................................................. 139-148

Peningkatan Hasil Belajar Mata Diklat Menerapkan

Kesehatan Keselamatan Kerja dan Lingkungan Hidup Melalui

Srategi Pembelajaran Cooperatif Learning Tipe Student Teams

Achievement Divisions (STAD) Bagi Siswa Kelas X SMK

Muhammadiyah 3 Yogyakarta

Irman Tribuana Sakti.......................................................................... 149-158

Peningkatkan Hasil Belajar Struktur Atom dan Sifat Periodik

Unsur Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Pada Siswa Kelas X, Semester 1 SMK Muhammadiyah

Gamping, Sleman, Yogyakarta

Siti Mutmainah .................................................................................. 159-170

Peningkatan Kompetensi Menulis Teks Recount Bahasa

Inggris Siswa Kelas VIII B SMP Muhammadiyah Rongkop

Dengan Mind Mapping

Sri Naniek ......................................................................................... 171-180

Peningkatan Kemampuan Mengungkapkan Gagasan Dengan

Menggunakan Metode Bermain Pada Peserta Didik Kelas VIII

A SMP Muhammadiyah 1 Berbah

Sri Purwanti ....................................................................................... 181-190

Page 5: Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah · Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta ... Journal-ilmiah

85

KONSEP PENDIDIKAN HUMANIS MENURUT

PEMIKIRAN KONSTRUKTIVISME JEAN PIAGET

Oleh: Hendro Widodo, M. Pd Prodi PGSD Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Page 6: Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah · Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta ... Journal-ilmiah

86

T a j d i d u k a s i , Volume IV, No. 2, Juli 2014

A. Pendahuluan

Gagasan konstruktivisme dike-

mukakan oleh Giambatista Vico dan

kemudian diperkenalkan oleh Mark

Baldwin serta dikembangkan lebih

lanjut oleh Jean Peaget.1 Paradigma

konstruktivisme merupakan antithesis

dari paradigma behaviorisme. Kon-

struktivisme beranggapan bahwa pe-

ngetahuan adalah hasil konstruksi ma-

nusia melalui interaksi mereka dengan

obyek, fenomena, pengalaman dan

lingkungan mereka. Suatu pengetahu-

an dianggap benar bila pengetahuan

itu dapat berguna untuk menghadapi

dan memecahkan persoalan atau feno-

mena yang sesuai. Bagi konstruktivis-

me, pengetahuan tidak dapat ditrans-

fer begitu saja dari seseorang kepada

orang lain, tetap harus diinterpretasi-

kan sendiri oleh masing-masing orang.

Tiap orang harus mengkonstruksi pe-

ngetahuan sendiri. Sebagaimana dike-

mukakan oleh Suparno bahwa dalam

pandangan filsafat konstruktivisme,

pengetahuan seseorang itu dikonstruk-

sikan oleh siswa sendiri. Perolehan

pengetahuan harus melalui tindakan

secara aktif dari siswa.2

Bagi konstruktivisme, pengeta-

huan itu bersifat subyektif, temporer,

berubah dan tidak menentu3. Melalui

1 Suparno P. Filsafat Konstruktivisme

dalam Pendidikan , (Yogyakarta: Kanisius,

2006), hlm. 24.

2 Suparno, P. Konstruktivisme Dalam

Pendidikan Sains dan Matematika, Article from

Journal-ilmiah nasional-terakreditasi DIKTI.

pengalaman kongkrit anak berkola-

borasi untuk melakukan refleksi dan

interpretasi. Untuk itu, motivasi perlu

diberikan agar anak dapat memberikan

makna dalam pengetahuan yang dipe-

rolehnya. Masing-masing anak dapat

memberikan perspektif yang berbeda-

beda sesuai dengan sudut pandangnya

sendiri. Heterogenitas sangat ditonjol-

kan dalam epistemologi konstruktivis-

me. Aliran ini menegaskan bahwa pe-

ngetahuan mutlak diperoleh dari hasil

konstruksi kognitif dalam diri seseo-

rang melalui pengalaman yang diteri-

ma lewat panca indra4. Fungsi pikiran

adalah memberikan interpretasi terha-

dap obyek dan peristiwa. Kebebasan

sangat menentukan keberhasilan bela-

jar anak.

Aliran membawa konsekuensi lo-

gis dalam dunia pendidikan khususnya

proses pembelajaran dimana pembel-

belajaran diarahkan pada pembahasan

tema-tema kontekstual, sehingga pem-

belajaran menekankan pada kehidup-

an nyata, bahkan menjadikan peserta

didik mampu mengalami dan mene-

mukan sendiri realitas dalam pembe-

lajaran yang penuh makna (meaning-

ful). Hal demikian menjadi dasar

perlunya pemikiran konstruktivisme

dalam membangun pendidikan yang

humanis.

B. Pembahasan

1. Riwayat Kehidupan Piaget

(1896 - 1980)

Dalam koleksi: Widya Dharma: Majalah

Ilmiah Kependidikan. 1996. 7/1,131-146

3 Ahmad Samawi, Prerspektif Filsafat

tentang Dialektika Paradigmatik dalam

Pendidikan dalam Jurnal Ilmu Pendidikan

Tahun 27, nomor 1, Januari 2000, hlm.6

4 Wiji Suwarno, Dasar-Dasar Ilmu

Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruz Media,

2006), hlm. 56-57

Page 7: Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah · Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta ... Journal-ilmiah

87

Hendro Widodo - Konsep Pendidikan Humanis Menurut Pemikiran Konstruktivisme Jean Piaget....

Jean Piaget sebenarnya adalah

seorang biolog, tetapi sekarang dia

dikenal karena karyanya tentang pe-

ngembangan kognisi. Banyak yang

berargumen bahwa dialah yang mem-

punyai andil besar terhadap pencip-

taan psikologi kognisi.5

Nama Jean Piaget sering dikaitkan

dengan strukturalisme, epistemology

genetic, dan psikologi perkembang-

an. ketiga istilah ini melekat pada diri

Piaget sehubungan dengan perhatian-

nya yang sangat besar terhadap per-

kembangan pengetahuan, terutama

perkembangan pengetahuan rasional

atau menurut istilah yang digemarinya

sendiri, perkembangan inteligensi. Se-

luruh usahanya di bidang ini ditujukan

untuk mengembangkan teori episte-

mology yang disebutnya epistemology

genetic, dank arena epistemology ge-

netic ini bersifat strukturalistik, maka

dapat dianggap sebagai semacam

strukturalisme.6

Jean Piaget lahir di Neuchatel,

5 C.George Boeree, Sejarah psikologi,

Penterjemah, Abdul Qodir Shaleh, (Yogyakata:

Prismasophi, 2007), hlm. 479

6 Sembodo Ardi Widodo, Struktur

Keilmuan Kitab Kuni Perspektif NU dan

Muhammadiyah, (Jakarta: Nilman Multima,

2008), hlm. 28

Swiss pada tanggal 9 Agustus 1896

dari pasangan Arthur Piaget dan Ro-

bercca Jackson. Ayahnya seorang pto-

fesor sastra Abad Tengah yang meng-

gemari sejarah lokal, sedang ibunya,

adalah seorang yang cerdas dan penuh

semangat, namun sedikit mengidap

neurotik. Waktu masih kanak-kanak,

Piaget sangat tertarik pada ilmu alam.

Ia suka rnengamati burung-burung,

ikan, dan binatang-binatang di alam

bebas. Salah satu kesukannya ada-

lah mengurnpulkan kerangka tulang-

tulang burung kecil. Itulah sebabnya

dia sangat tertarik pada pelajaran bio-

logi di sekolah. Pada usia l0 tahun,

dia sudah menerbitkan karangannya

yang pertama yang merupakan hasil

penelitiannya tentang burung-burung

gereja albino dalam majalah ilmu pe-

ngetahuan alam. Dia juga berkesem-

patan bekerja membantu Mr. Godel

direktur Museum of Natural History

di Nuechatel. Tugasnya adalah mem-

buat klasifikasi koleksi zoologi di

museum tersebut. Pada waktu itu, ia

mulai belajar tentang binatang molus-

ca, dan menerbitkan karyanya tentang

molusca. Karyanya tentang molusca

ini kemudian dikenal oleh hampir se-

mua mahasiswa Eropa. Mereka men-

gira penulisnya sudah dewasa, pada

hal dia baru berusia 15 tahun. Karena

karyanya yang gemilang itu, dia dita-

wari suata kedudukan sebagai kurator

koleksi molusca di museum ilmu pe-

ngetahuan alam di Geneva. Ia menokk

tawaran tersebut karena ia harus me-

nyelesaikan sekolah menengah terle-

bih dahulu.

Ketika remaja, dia mengalami

krisis keyakinan. Karena didorong

Page 8: Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah · Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta ... Journal-ilmiah

88

T a j d i d u k a s i , Volume IV, No. 2, Juli 2014

oleh ibunya yang selalu menekankan

ajaran-ajaran religius, dia merasa bah-

wa argumen-argumen religius terialu

kekanak-kanakan. Setelah dia mempe-

lajari filsafat dan logika, dia kemudian

memutuskan untuk mengabdikan hi-

dupnya demi menemukan penjelasan-

penjelasan biologis tentang pengeta-

huan. Akhirnya, karena filsafat gagal

membantunya dalam melaksanakan

penelitian ini, maka dia beralih ke psi-

kologi.

Setelah lulus sekolah menengah,

dia melanjutkan pendidikannya ke

University of Neuchatel. Karena ter-

lalu memaksakan diri belajar dan me-

nulis, dia mengalami sakit parah dan

istirahat selama satu tahun. Setelah

kembali ke neuchatel, dia memutuskan

untuk memliskan filosofi hidupnya.

Peristiwa ini yang kemudian menjadi

titik pusat seluruh karya dan perjala-

nan hidupnya:” Di dalam setiap bi-

dang kehidupan (organik, mental, dan

soasia), terdapat “totaMtas-totak’tas”

yang secara kuaUtatif berbeda dari ba-

gian-bagian yang membentuk totaUtas

tersebut. TotaUtas inilah yang menata

bagian-bagian tersebut. Prinsip ini

yang menjadi landasan filsafat struk-

turalisme, yang juga menjadi dasar

pemikiran kalangan psikologi Gestalt,

para teoritikus sistero, dan lain seba-

gainya. Pada tahun 1916, Piaget luIus

sarjana dalam bidang iologi di Univer-

sitas Neuchatel.

Tahun 1918, atau dua tahun sete-

lah dia lulus sarjana, dia memperoleh

getar doktor di bidang sains dari Uni-

versitas Neuchatel. Selama setahun

berikutnya, dia bekerja di laborato-

rium psikologi di Zurich dan di klinik

milik Bleuler. Di situ, dia berkenalan

dengan karya-karya Freud, Jung dan

pemikir-pemikir lainnya. Pada tahun

1919, dia meninggarkan Zurich pergi

ke Paris. Selama dua tahun, dia tinggal

di Universitas Sarbon dan mengajar

filsafat dan psikologi.

Pada tahun 1920, dia bertemu de-

ngan Simon, dan melakukan peneli-

tian bersama tentang kecerdasan di

laboratorium Binet di Paris dengan

tugas mengembangkan tes kecerdasan

atau tes penalaran. Dari hasil tes yang

dia lakukan, dia mulai mempertanya-

kan kenapa anak-anak mulai menalar.

Pada tahun 1921, artikel pertamanya

tentang psikologi kecerdasan dimuat

dalam Journal de Psychologie. Selain

itu, pada tahun tersebut, dia diangkat

sebagai direktur di Institut J.J, Rous-

seau, Jenewa. Di Institut ini, dia bersa-

ma mahasiswanya mulai mengadakan

penelitian tentang proses penalaran

anak-anak sekolah dasar.

Tahun 1923, Piaget menikah de-

ngan Valentine Chatenay merupakan

salah satu mahasiswa. Pada tahun

1925 anak pertamanya lahir perem-

puan dan disusul anak keduanya lahir

perempuan pada tahun 1927, dan pada

tahun 1930 anak keriganya lahir laki-

laki. Ketiga anaknya ini menjadi fokus

penelitian piaget dan istrinya. Hasil

penelitian ini kemudian menghasil-

kan tiga buku psikologi anak. Karya-

karya Piaget yang merupakan hasil

penelitian dipubukasikan antara tahun

1923-1931. Misalnya: Language and

Thought in the Child yang membica-

rakan pengguaan bahasa dan pemikir-

an anak; judgment and Reasorning in

the Child bergulat dengan perubahan

Page 9: Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah · Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta ... Journal-ilmiah

89

Hendro Widodo - Konsep Pendidikan Humanis Menurut Pemikiran Konstruktivisme Jean Piaget....

pemikiran anak pada masa kanak-

kanak.; The Child”s conseptin of the

World memahasa tentang bagairnana

anak memandang dunia sekitar; The

Child’s Consepn’on of Physical Cau-

sality memuat tentang gagasan anak

penyebab gejala alamiah tertentu, se-

perti gerakan awan, sungai, bayan-

gan, dan lain sebagainya; The Moral

Judgment of the Child membicarakan

perkembangan moral dan keputusan

anak.

Pada tahun 1929, Piaget bertugas

sebagai direktur Bureau International

Offie de l’education, yang bekerjasa-

ma dengan UNESCO. Dia mulai men-

gadakan penelitian-penelitian dengan

bekerjasama dengan A Szeminska,

E.Meyer, dan terutama dengan Barbel

Inhelder. Dalam penelitian ini Piaget

berperan melibatkan kaum perempuan

dalam psikologi Eksperimental. Tahun

1940, Piaget menjabat sebagai kepa-

la Psikologi Eksperimental, direktur

laboratorium Psikologi dan Presiden

Swiss society of Psychology. Pada

tahun 1942, dia memberi serangkai-

an kuliah di College de France, yaitu

selama pendudukan Nazi di Perancis.

Kuliah-kuliah ini kemudian dibuku-

kan menjadi; The Psychology of In-

teligence. Pada tahun 1936-1947, Pi-

aget menerima gelar Doktor Hanoris

Cauca. Tahun 1936 menerima gelar

Doktor Honoris Cauca dari Harvard

University. Tahun 1946 Menerima ge-

tar Doktor Honoris Cauca dari Sarbon.

Tahun 1947, dia menerima gelar Dok-

tor Honoris Cauca dari University of

Brazil. Sementera itu, pada tahun 1949

dan 1950, dia menerbitkan sintesis pe-

neltiannya berjudul: Introductin to ge-

netik Epistemology, yang membahas

tentang perkembangan pengetahuan

manusia.

Pada tahun 1952, Piaget menjadi

profesor di Sarbonne. Tahun 1955 dia

mendirikan International Center For

genetic Epistemology yang ia pim-

pin sampai akhir hayatnya. Setahun

kemudian, dia juga mendirika School

of Sciences di Universitas Jenewa.

Jean Piaget meninggal di Jenewa pada

tanggal 16 September 1980. Dia dike-

nang sebagai salah seorang Psikolog

paling berpengaruh pada abad 20.

2. Mengenal Filsafat Konstrukti-

visme

Konstruktivisme merupakan pan-

dangan filsafat yang pertama kali dike-

mukakan oleh Giambatista Vico tahun

1710, ia adalah seorang sejarawan Ita-

lia yang mengungkapkan filsafatnya

dengan berkata “Tuhan adalah pencip-

ta alam semesta dan manusia adalah

tuan dari ciptaan”. Dia menjelaskan

bahwa “mengetahui” berarti “menge-

tahui bagaimana membuat sesuatu”.

Ini berarti bahwa seseorang baru me-

ngetahui sesuatu jika ia dapat menje-

laskan unsur-unsur apa yang memba-

ngun sesuatu itu.7

Filsafat konstruktivisme berang-

gapan bahwa pengetahuan adalah

hasil konstruksi manusia melalui in-

teraksi dengan objek, fenomena pe-

ngalaman dan lingkungan mereka.

Hal ini sesuai dengan pendapat Su-

parno bahwa konstruktivisme adalah

7 Suparno, P. Filsafat Konstruktivisme

dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius,

2001), hlm. 24

Page 10: Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah · Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta ... Journal-ilmiah

90

T a j d i d u k a s i , Volume IV, No. 2, Juli 2014

salah satu filsafat pengetahuan yang

menekankan bahwa pengetahuan ada-

lah bentukan (konstruksi) kita sendi-

ri.8 Demikian pula menurut Poedjiadi

bahwa “konstruktivisme bertitik to-

lak dari pembentukan pengetahuan,

dan rekonstruksi pengetahuan adalah

mengubah pengetahuan yang dimiliki

seseorang yang telah dibangun atau

dikonstruk sebelumnya dan perubahan

itu sebagai akibat dari interaksi de-

ngan lingkungannya”.9

Karli menyatakan konstruktivisme

adalah salah satu pandangan tentang

proses pembelajaran yang menyata-

kan bahwa dalam proses belajar (pe-

rolehan pengetahuan) diawali dengan

terjadinya konflik kognitif yang hanya

dapat diatasi melalui pengetahuan diri

dan pada akhir proses belajar pengeta-

huan akan dibangun oleh anak melalui

pengalamannya dari hasil interkasi de-

ngan lingkungannya.10 Supardan men-

definisikan konstruktivisme sebagai

suatu filosofi yang berpendapat bahwa

pengetahuan sebagai sesuatu hal yang

dengan aktif menerima melalui pikiran

dan komunikasi. Pandangan ini berto-

lak belakang dengan kaum objektivis-

me, yang beranggapan pengetahuan

adalah stabil sebab kekayaan esensial

obyek pengetahuan dan secara relative

tidak berubah-ubah.11

8 Ibid, hlm.18

Menurut Suparno secara garis be-

sar prinsip-prinsip konstruktivisme

yang diambil adalah a) pengetahuan

dibangun oleh siswa sendiri, baik se-

cara personal maupun secara sosial;

b) pengetahuan tidak dipindahkan dari

guru ke siswa, kecuali dengan keak-

tifan siswa sendiri untuk bernalar; c)

siswa aktif mengkonstruksi secara

terus menerus, sehingga terjadi peru-

bahan konsep menuju ke konsep yang

lebih rinci, lengkap, serta sesuai de-

ngan konsep ilmiah; d) guru berperan

membantu menyediakan sarana dan

situasi agar proses konstruksi siswa

berjalan mulus.12

Konstruktivisme adalah suatu

pendapat yang menyatakan bahwa

perkembangan.kognitif merupakan

suatu proses dimana anak secara aktif

membangun sistem dan pemahaman

terhadap realita melalui pengalaman

dan interaksi mereka. Menurut pan-

dangan konstruktivisme anak secara

aktif membangun pengetahuan dengan

cara terus menerus mengasimilasi dan

mengakomodasi informasi baru, de-

ngan kata lain konstruktivisme ada-

lah teori perkembangan kognitif yang

menekankan peran aktif siswa dalam

membangun pemahaman mereka ten-

tang realita.13

Pengetahuan tumbuh dan berkem-

bang dari buah pikiran manusia mela-

9 Poedjiadi, A. (2005). Sains Teknologi

Masyarakat; Model Pembelajaran Kontekstual

Bermuatan Nilai. (Bandung : Remaja

Rosdakarya, 2005), hlm. 70

10 Karli, H. dan Yuliariatiningsih, M.S.

Model-Model Pembelajaran. Bandung : Bina

Media Informasi, 2003), hlm. 2

11 Supardan. Pendekatan Konstruktivisme

Dalam Pembelajaran Sosiologi - Antropologi

di Sekolah/Madrasah. http://file.upi.edu/

makalah_konstruktivisme (diakses tanggal 21

Nopember 2013)

12 Suparno, P. Filsafat Konstruktivisme

…, hlm. 49

13 Slavin, R.E. Cooperative Learning,

Teori, Riset dan Praktik. terj. Nurulida Yusron.

(Bandung: Nusa Media, 2008), hlm. 225

Page 11: Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah · Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta ... Journal-ilmiah

91

Hendro Widodo - Konsep Pendidikan Humanis Menurut Pemikiran Konstruktivisme Jean Piaget....

lui konstruksi berfikir, bukan melalui

transfer dari guru kepada siswa. Oleh

karena itu siswa tidak dianggap seba-

gai tabula rasa atau berotak kosong

ketika berada di kelas. Ia telah mem-

bawa berbagai pengalaman, penge-

tahuan yang dapat digunakan untuk

mengkonstruksikan pengetahuan baru

atas dasar perpaduan pengetahuan se-

belumnya dan pengetahuan yang baru

itu dapat menjadi milik mereka.

3. Konstruktivisme dan Pengeta-

huan

Kaum konstruktivis berpendapat

bahwa pengetahuan bukan suatu yang

sudah jadi, tetapi merupakan suatu

proses menjadi.14 Misalnya, pengeta-

huan kita tentang “ayam”, mula-mula

dibentuk sejak kita masih kecil ketemu

pertama kali dengan ayam. Pengeta-

huan tentang ayam waktu kecil belum

lengkap, tetapi lambat laun makin

lengkap di saat kita makin banyak be-

rinteraksi dengan ayam yang ternyata

ada bermacam-macam jenisnya, te-

tapi semua disebut ayam. Pengeta-

huan bukan suatu barang yang dapat

dipindahkan begitu saja dari pikiran

seseorang (dalam kasus ini pendidik)

kepada orang lain atau peserta didik.

Bahkan ketika pendidik bermaksud

memindahkan konsep, ide, nilai, nor-

ma, keterampilan dan pengertian ke-

pada peserta didik, pemindahan itu

harus diinterpretasikan dan dibentuk

oleh peserta didik sendiri. Tanpa keak-

tifan peserta didik dalam membentuk

pengetahuan, pengetahuan seseorang

tidak akan terjadi.

14 Ibid, hlm. 20

Piaget membedakan dua paradigm

berpikir, yaitu figuratif dan operarif.

Kedua model berpikir ini dapat me-

nyederhanakan deskripsi mengenai

perkembangan pengetahuan atau in-

teligensi, dan tentunya juga menjadi

kategorisasi yang penting dalam per-

kembangan inteligensi. menurut Pi-

aget, aspek figurative merupakan imi-

tasi keadaan sesaat dan sifatnya statis.

Dalam wilayah kognisi, fungsi-fungsi

figuratif ini berupa persepsi, imitasi,

dan perumpamaan mental yang dalam

kenyataannya adalah imitasi bagian

dalam. Sedangkan aspek operatif ber-

kaitan dengan transformasi dari level

pemikiran tertentu ke level yang lain.

Selain mencakup operasi-operasi inte-

lektual yang secara esensi merupakan

system-sistem transformasi, ia juga

mencakup tindakan-tindakan itu sen-

diri. Dalam kerangka ini, setiap level

keadaan (termasuk kerangka pemikir-

an) dapat dimengerti sebagai akibat

dari transformasi tertentu atau sebagai

titik tolak transformasi lain. Dengan

kata lain, aspek yang lebih esensial

dari pemikiran adalah aspek operatif.

Aspek inilah yang sangat berperan da-

lam pembentukan pengetahuan seseo-

rang. Sedangkan aspek figuratif selalu

subordinat jika dihadapkan dengan as-

pek operatif.15

Pada dasarnya ada empat konsep

dasar Jean Piaget yang dapat diapli-

kasikan pada pendidikan dalam ber-

bagai bentuk dan bidang studi, yang

berimplikasi pada organisasi ling-

15 Sembodo Ardi Widodo, Struktur

Keilmuan Kitab Kuni Perspektif NU dan

Muhammadiyah, … hlm. 30 - 31

Page 12: Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah · Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta ... Journal-ilmiah

92

T a j d i d u k a s i , Volume IV, No. 2, Juli 2014

kungan pendidikan, isi kurikulum dan

urut-urutannya, metode mengajar, dan

evaluasi. Keempat konsep dasar terse-

but adalah: (1) skemata, (2) asimilasi,

(3) akomodasi, dan (4) ekuilibrium.16

Pertama, skemata. Manusia selalu

berusaha menyesuaikan diri dengan

lingkungannya. Manusia cenderung

mengorganisasikan tingkah laku dan

berpikirnya. Hal itu mengakibatkan

adanya sejumlah struktur psikologis

yang berbeda bentuknya pada seti-

ap fase atau tingkatan perkembangan

tingkah laku dan kegiatan berpikir

manusia. Struktur ini disebut struk-

tur pikiran (intellectual scheme). De-

ngan demikian, pikiran harus memi-

liki suatu struktur yaitu skema yang

berfungsi melakukan adaptasi dengan

lingkungan dan menata lingkungan itu

secara intelektual. Secara sederha-

na, skemata dapat dipandang sebagai

kumpulan konsep atau kategori yang

digunakan individu ketika ia berin-

teraksi dengan lingkungan. Skemata

itu senantiasa berkembang. Artinya,

semasa kecil seorang anak memiliki

beberapa skemata saja, tetapi setelah

beranjak dewasa skematanya secara

berangsur-angsur menjadi lebih luas,

lebih kompleks, dan beraneka ragam.

Perkembangan ini dimungkinkan oleh

stimulus-stimulus yang dialaminya

yang kemudian diorganisasikan dalam

pikirannya. Jean Piaget mengatakan

bahwa skemata orang dewasa berkem-

bang mulai dari skemata anak melalui

16 Senduk Nurhadi, A.G. Pembelajaran

Kontekstual (Contextual Teaching and

Learning/CTL) dan Penerapannya dalam

KBK. (Malang :Universitas Negeri Malang,

2003), hlm. 10-16

proses adaptasi sampai pada penataan

atau organisasi. Makin mampu seseo-

rang membedakan satu stimulus de-

ngan stimulus lainnya, makin banyak

skematanya. Dengan demikian, ske-

mata adalah struktur kognitif yang se-

lalu berkembang dan berubah. Proses

yang menyebabkan adanya perubahan

itu adalah asimilasi dan akomodasi.

Kedua, asimilasi. Asimilasi di-

maksudkan sebagai suatu proses kog-

nitif dan penyerapan pengalaman baru,

di mana seseorang memadukan stimu-

lus atau persepsi ke dalam skemata

atau perilaku yang telah ada. Misal-

nya, seorang anak belum pernah me-

lihat ‘seekor ayam’, tetapi ia telah me-

ngetahui apa yang disebut ‘burung’.

Dengan demikian, anak itu telah me-

miliki ‘skemata burung’, tetapi belum

memiliki ‘skemata ayam’. Stimulus

‘ayam’ yang dialaminya akan diolah

pada pikirannya, dicocok-cocokkan

dengan skemata-skemata yang telah

ada dalam struktur mentalnya. Mung-

kin saja skemata yang ada atau yang

terdekat dengan karakteristik ‘ayam’

itu adalah skemata ‘burung’, dan oleh

karena itu ‘ayam’ akan dikatakannya

‘burung’. Dikatakannya ‘ayam’ itu se-

bagai ‘burung besar’ karena stimulus

‘ayam’ diasimilasikannya ke dalam

skemata ‘burung’. Nanti, ketika dipa-

haminya bahwa hewan itu bukan ‘bu-

rung besar’ melainkan ‘ayam’, maka

terbentuklah skemata ‘ayam’ dalam

struktur pikiran anak itu.

Asimilasi pada dasarnya tidak

mengubah skemata, tetapi mempenga-

ruhi atau memungkinkan pertumbuhan

skemata. Dengan demikian, asimilasi

adalah proses kognitif individu da-

Page 13: Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah · Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta ... Journal-ilmiah

93

Hendro Widodo - Konsep Pendidikan Humanis Menurut Pemikiran Konstruktivisme Jean Piaget....

lam usahanya untuk mengadaptasikan

diri dengan lingkungannya. Asimilasi

terjadi secara kontinyu, berlangsung

terus-menerus dalam perkembangan

kehidupan intelektual anak.

Ketiga, akomodasi. Akomodasi

adalah suatu proses struktur kognitif

yang berlangsung sesuai dengan pe-

ngalaman baru. Proses kognitif terse-

but menghasilkan terbentuknya ske-

mata baru dan berubahnya skemata

lama. Di sini tampak terjadi perubahan

secara kuantitatif, sedangkan pada asi-

miiasi terjadi perubahan secara kuanti-

tatif. Jadi, pada hakikatnya akomodasi

menyebabkan terjadinya perubahan

atau pengembangan skemata. Sebelum

terjadi akomodasi, ketika anak me-

nerima stimulus yang baru, struktur

mentalnya menjadi goyah atau disebut

tidak stabil. Bersamaan dengan terja-

dinya proses akomodasi, maka struk-

tur mental tersebut menjadi stabil lagi.

Begitu ada stimulus baru lagi, struktur

mental kembali menjadi goyah, begitu

seterusnya asimiiasi dan akomodasi

.terjadi secara terus-menerus. Dengan

demikian, skemata berkembang se-

panjang waktu bersama-sama dengan

bertambahnya pengalaman. Mula-mu-

la skemata seseorang masih bersifat

sangat umum atau global, kurang teliti

dan sering kurang tepat, tetapi melalui

proses asimiiasi dan akomodasi, ske-

mata yang kurang teliti dan kurang te-

pat itu diubah menjadi lebih teliti dan

lebih tepal.

Dari uraian di atas, dapat ditarik

suatu kesimpulan bahwa dalam asi-

miiasi individu memaksakan struktur

yang ada padanya kepada stimulus

yang masuk. Artinya, stimulus dipak-

sa untuk memasuki salah satu skema-

ta yang cocok dalam struktur mental

individu yang bersangkutan. Sebalik-

nya, dalam akomodasi individu di-

paksa mengubah struktur mentalnya

agar cocok dengan stimulus baru itu.

Dengan perkataan lain, asimilasi ber-

sama-sama akomodasi secara terkoor-

dinasi dan terintegrasi menjadi penye-

bab terjadinya adaptasi inlelektual dan

perkembangan struktur intelektual.

Keempat, keseimbangan (equilib-

rium). Dalam proses adaptasi terhadap

lingkungan, individu berusaha untuk

mencapai struktur mental atau ske-

mata yang stabil. Stabil dalam artian

bahwa terjadi keseimbangan antara

proses asimiiasi dan proses akomoda-

si. Seandainya hanya terjadi asimiiasi

secara kontinyu, maka yang bersang-

kutan hanya akan memiliki bebera-

pa skemata yang global dan ia tidak

mampu melihat perbedaan-perbedaan

antara berbagai hal. Sebaliknya, apa-

bila hanya selalu mengakomodasi atau

melakukan proses akomodasi, maka

yang bersangkutan akan memiliki ba-

nyak sekali skemata yang kecil-kecil,

sehingga hanya sedikit memiliki sifat

umum. Orang tersebut tidak mampu

melihat kesamaan-kesamaan di anta-

ra berbagai hal. Itulah sebabnya maka

ada keserasian di antara asimilasi dan

akomodasi. Keserasian inilah yang

oleh Jean Piaget disebut keseimban-

gan atau ekuilibrium.

Dengan adanya keseimbangan ini,

maka efisiensi interaksi antara anak

yang sedang berkembang dengan ling-

kungannya dapat tercapai dan dapat

terjamin. Dengan perkataan lain, terja-

di keseimbangan antara faktor-faktor

Page 14: Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah · Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta ... Journal-ilmiah

94

T a j d i d u k a s i , Volume IV, No. 2, Juli 2014

internal dan faktor-faktor eksternal.

Jadi, ketika mula-mula si anak diha-

dapkan dengan stimulus ‘ayam’, maka

struktur mentalnya menjadi goyah, ar-

tinya dalam keadaan tidak stabil. Te-

tapi setelah konsep ‘ayam’ dijelaskan

kepadanya atau telah terjadi perubah-

an skemata atau skemata berkembang,

artinya proses akomodasi telah berja-

lan, maka struktur mentalnya kembali

stabil dalam tingkat yang lebih tinggi.

Dengan demikian, apabila stimu-

lus ‘ayam’ masuk lagi, maka dengan

mulus stimulus ini dapat segera diin-

tegrasikan ke dalam skemata yang

telah berkembang. Bila ada stimulus

baru yang akan masuk dan ternyata

dalam pikiran anak telah ada skemata

yang cocok untuk itu, maka skemata

ini akan diperkaya atau menjadi lebih

mantap lagi. Tetapi apabila belum ada

yang cocok untuk itu, maka skemata

ini akan diperkaya atau menjadi le-

bih mantap lagi. Tetapi apabila belum

ada yang cocok untuk itu, maka akan

terjadi ketidakstabilan. Namun karena

individu berusaha untuk stabil, maka

proses-proses asimilasi, akomodasi

dan keseimbangan akan berlangsung

terus. Berbarengan dengan proses-

proses tersebut, struktur mental seseo-

rang bertumbuh daberkembang pada

setiap tingkat perkembangannya sejak

lahir hingga dewasa.

Secara siklus, mula-mula penalar-

an berada dalam keadaan mantap (sta-

bil), kemudian dating stimulus baru

yang menyebabkan pola-pola penalar-

an menjadi labil. Selanjutnya, melalui

proseproses asimilasi, akomodasi, dan

keseimbangan, pola-pola penalaran-

nya kembali menjadi mantap, tetapi

pada keadaan yang tidak sama lagi

dengan keadaan semula karena sudah

lebi berkembang.

Piaget menekankan aktivitas indi-

vidual, lewat asimilasi dan akomoda-

si dalam pembentukan pengetahuan.17

Dalam pandangan Piaget, pengetahu-

an dibentuk oleh anak lewat asimila-

si dan akomodasi dalam proses yang

terus menerus sampai ketika dewasa.

Asimilasi adalah proses kognitif yang

dengannya seseorang mengintegrasi-

kan persepsi, konsep, nilai-nilai atau-

pun pengalaman baru ke dalam skema

atau pola yang sudah ada di dalam pi-

kirannya. Asimilasi dapat dipandang

sebagai suatu proses kognitif yang

menempatkan dan mengklasifikasikan

kejadian atau rangsangan yang baru

dalam skema yang telah ada. Seti-

ap orang selalu secara terus menerus

mengembangkan proses asimiliasi.

Proses asimilasi bersifat individual da-

lam mengadaptasikan dan mengorga-

nisasikan diri dengan lingkungan baru

sehingga pengertian orang berkem-

bang. Misalnya, seseorang yang baru

mengenal konsep balon, dalam pikiran

orang iyu terdapat skema “balon”. Jika

ia meniup balon itu atau mengisinya

dengan air sampai besar atau malah

memecahkan balon itu, ia tetap mem-

punyai skema yang sama tentang ba-

lon. Perbedaannya adalah bahwa ske-

mannya tentang balon diperluas dan

diperinci lebih lengkap, bukan hanya

sebagai balon yang kemps belum ter-

tiup, melainkan balon dengan macam-

17 Suparno, P. Filsafat Konstruktivisme

…, hlm. 31-32

Page 15: Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah · Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta ... Journal-ilmiah

95

Hendro Widodo - Konsep Pendidikan Humanis Menurut Pemikiran Konstruktivisme Jean Piaget....

macam sifatnya.18

Dalam proses pembentukan pe-

ngetahuan dapat terjadi seseorang

tidak dapat mengasimilasikan penga-

laman baru dengan skema yang telah

dipunyai. Dalam keadaan seperti ini

orang akan mengadakan akomodasi,

yaitu (1) membentuk skema baru yang

cocok dengan rangsangan yang baru,

atau (2) memodifikasi skema yang ada

sehingga cocok dengan rangsangan

itu. Misalnya, seorang anak mempu-

nyai skema bahwa semua binatang ha-

rus berkaki dua atau empat.

Skema ini didapat dari abstrak-

sinya terhadap binatang-binatang yang

pernah dijumpainya. Pada suatu hari ia

datang ke kebun binatang, di mana ada

puluhan bahkan ratusan binatang yang

jumlah kakinya ada yang lebih dari

empat atau bahkan tanpa kaki. Anak

tadi mengalami bahwa skema lamanya

tidak cocok dengan pengalaman yang

baru, maka dia mengadakan akomoda-

si dengan membentuk skema baru bah-

wa binatang dapat berkaki dua, empat

atau ledih bahkan ada yang tanpa kaki

namun semua disebut binatang.

Skema itu hasil suatu konstruk-

si yang terus menerus diperbaharui,

dan bukan tiruan dari kenyataan dunia

yang ada. Menurut Piaget, proses asi-

milasi dan akomodasi ini terus berja-

lan dalam diri seseorang, sampai pada

pengetahuan yang mendekati para

ilmuwan. Pendekatan Piaget dalam

proses pembentukan pengetahuan me-

mang lebih personal dan individual,

kendati dia juga bicara soal pengaruh

lingkungan sosial terhadap perkem-

bangan pemikiran anak, tetapi tidak

secara jelas memberikan model ba-

gaimana hal itu tejadi pada diri anak.

Bagi Piaget, dalam taraf-taraf perkem-

bangan kognitif yang lebih rendah

(sensori-motor, dan pra-operasional),

pengaruh lingkungan sosial lebih di-

pahami oleh anak sebagai sama de-

ngan objek-objek yang sedang diamati

anak. Anak belum dapat menangkap

ide-ide dari masyarakatnya. Baru pada

taraf perkembangan yang lebih tinggi

(operasional konkret, terlebih opera-

sional formal), pengaruh lingkungan

social menjadi lebih jelas. Dalam taraf

ini, bertukar gagasan dengan teman-

teman, mendiskusikan bersama pen-

dirian masing-masing, dan mengambil

konsensus sosial sudah lebih dimung-

kinkan.

Piaget membedakan adanya tiga

macam pengetahuan, yaitu pengetahu-

an fisis, matematis-logis, dan social.19

Pengetahuan fisis adalah pengetahuan

akan sifat-sifat fisis suatu objek, seper-

ti bentuk, besar, berat dan bagaimana

benda-benda itu berinteraksi. Pengeta-

huan fisis ini didapatkan dari abstraksi

langsung atas suatu objek. Pengetahu-

an matematis-logis adalah pengetahu-

an yang dibentuk dengan berpikir ten-

tang pengalaman dengan suatu objek

atau kejadian tertentu. Pengetahuan

didapatkan dari abstraksi berdasarkan

koordinasi, relasi ataupun penggunaan

objek. Pengetahuan itu harus dibentuk

dari perbuatan berpikir seseorang ter-

hadap benda itu. Jadi pengetahuannya

tidak didapat langsung dari abstraksi

18 Suparno, P, Filsafat Konstruktivisme…

hlm. 31-32 19 Ibid, hlm. 40

Page 16: Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah · Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta ... Journal-ilmiah

96

T a j d i d u k a s i , Volume IV, No. 2, Juli 2014

bendanya. Misalnya konsep bilangan.

Pengetahuan sosial adalah pengetahu-

an yang didapat dari kelompok budaya

dan sosial yang secara bersama meny-

etujui sesuatu, misalnya konsep, nor-

ma, nilai, dll.

Piaget mengemukakan bahwa pe-

ngetahuan tidak diperoleh secara pa-

sif oleh seseorang, melainkan melalui

tindakan. Belajar merupakan proses

untuk membangun penghayatan ter-

hadap suatu materi yang disampaikan.

Bahkan, perkembangan kognitif anak

bergantung pada seberapa jauh me-

reka aktif memanipulasi dan berinte-

raksi dengan lingkungannya. Sedang-

kan, perkembangan kognitif itu sendiri

merupakan proses berkesinambungan

tentang keadaan ketidakseimbangan

dan keadaan keseimbangan.20

Menurut Jean Piaget, pengetahuan

itu dibentuk sendiri oleh peserta didik

dalam merespon Ungkungan atau ob-

jek yang sedang dipelajarinya. Oleh

karena itu, kegiatan peserta didik da-

lam membentuk kegiatanya sendiri

menjadi suatu yang sangat penting da-

lam sistem Piaget. Proses pembelajar-

an harus membantu dan memungkin-

kan peserta didik aktif mengkonstruksi

pengetahuannya. Tekanannya lebih

pada keaktifan peserta didik, bukan

guru yang aktif.

Menurut Piaget, seorang anak

mempunyai cara berfikir dan pende-

katan yang berbeda dengan orang de-

wasa dalam meUhat dan mempelajari

reaUtas. Oleh karena itu dalam proses

pembelajaran, penekanan harus pada

pemikiran peserta didik, bukan pada

20 Poedjiadi, Ibid, hlm 61.

pemikiran pendidik. Dalam hal yang

demikian, pendidik harus memaha-

mi cara berfikir peserta didik, penga-

laman peserta didik, dan bagaimana

peserta didik mendekati suatu perso-

alan.21 Pendidik harus menyiapkan

dan memberikan bahan sesuai dengan

taraf perkembangan peserta didik.

Bagi Piaget, belajar sebenarnya

bukan suatu yang diturunkan oleh

guna, melainkan sesuatu yang berasal

dari dalam diri anak scndiri. Belajar

merupakan sebuah proses penyelidi-

kan dalam penemuan spontan. Berkai-

tan dengan pembelajaran agama, guru

dituntut mampu menyesuaikan peserta

didiknya, bukan peserta didiknya yang

harus menyesuaikan guru. Artinya

guru dakm pembelajaran dituntut

menyesuaikan dengan tahap perkem-

bangan peserta didik, yang merupakan

sebuah self-evident. Tetapi sayangnya,

yang demikian ini tidaklah selalu mu-

dah dicapai.

Menurut Piaget, pengetahuan itu

dibentuk dari interaksi seseorang de-

ngan orang lain. Pengetahuan ini mun-

cul dalam kebudayaan tertentu maka

pengetahuan dapat berbeda antara

kelompok yang satu dengan kelom-

pok yang lain. Secara ringkas gagasan

konsruktivisme mengenai pengetahu-

an dapat dirangkum sebagai berikut: a)

pengetahuan bukan merupakan gam-

baran dunia kenyataan belaka, tetapi

selalu merupakan konstruksi kenyata-

an melalui kegiatan subjek, b) subjek

membentuk skema kognitif, kategori,

21 Suparno P. Teori perkembangan

kognitif Jean Piaget, (Yoyakarta: Kanisius.

2001) hlm. 142.

Page 17: Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah · Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta ... Journal-ilmiah

Hendro Widodo - Konsep Pendidikan Humanis Menurut Pemikiran Konstruktivisme Jean Piaget....

97

konsep dan struktur yang perlu untuk

pengetahuan, dan c) pengetahuan di-

bentuk dalam struktur konsepsi seseo-

rang. Struktur konsepsi membentuk

pengetahuan bila konsepsi itu berha-

dapan dengan pengalaman-pengala-

man seseorang.22

Pengetahuan bukan suatu yang su-

dah jadi, melainkan suatu proses yang

berkembang terus menerus. Dalam

proses itu, keaktifan yang ingin tahu

amat berperan dalam perkembangan

pengetahuannya. Filsafat kontrukti-

visme memperlakukan anak dalam

diferensiasi masing-masing. Anak di-

perlakukan sesuai dengan kemampuan

bakat dan minat sehingga kegiatan be-

lajar dipandang dan dirasakan sebagai

sebuah kegiatan yang menyenangkan.

anak akan berkembang sesuai dengan

gerak dinamikanya masing-masing.

Anak memiliki otonomi yang di da-

lamnya tidak ada relasi. Masing-ma-

sing anak memiliki kekuatan sendiri

dan ia berkembang atas dasar kekuat-

an itu.

4. Nilai-nilai Humanis Filsafat

Konstruktivisme dalam Pendi-

dikan

Filsafat konstruktivisme mem-

berikan kemungkinan siswa untuk

mengembangkan pemahaman siswa

melalui berbagai kegiatan dan hasil

yang benar sesuai dengan perkem-

bangan yang dilalui siswa. Dan se-

bagai salah satu pendekatan pem-

belajaran yang digunakan untuk

mengembangkan pemahaman siswa,

22 Suparno, P. Filsafat Konstruktivisme

…, hlm Ibid, hlm. 20-21

pendekatan kontruktivisme menekan-

kan terbangunnya pemahaman sendi-

ri secara aktif, kreatif, dan produktif

berdasarkan pengetahuan terdahulu

dan dari pengalaman belajar yang ber-

makna.23 Novak dan Gowin, 1985

sebagaimana dikutip oleh Sa’dijah

menjelaskan bahwa salah satu faktor

penting yang dapat mempengaruhi

belajar anak adalah apa yang telah di-

ketahui dan dialaminya. Hal ini sesuai

dengan pandangan konstruktivisme

bahwa guru perlu memberi kesempa-

tan kepada siswa untuk membangun

sendiri pengetahuannya secara aktif

dengan memperhatikan pengetahuan

awal siswa.24

Konstruktivisme menekankan pe-

nemuan diri, individualitas, dan pe-

mikiran yang independen pada pihak

siswa. Peran guru berubah dari peran

otoritas yang menyediakan informasi

ke peran pendamping, yang mengaju-

kan pertanyaan, menyarankan sum-

ber-sumber, mendorong eksplorasi,

dan belajar bersama-sama dengan sis-

wa. Pendekatan konstruktivisme ter-

hadap belajar dan mengajar telah me-

nekankan beberapa prinsip penting.

Pertama, pembelajaran yang terbaik

adalah pembelajaran yang dilaku-

kan menurut situasi; yakni belajar di

mana siswa memecahkan soal-soal,

mengerjakan tugas, dan belajar materi

23 Masnur Muslich. KTSP :Pembelajaran

Berbasis Kompetensi dan Kontekstual.

(Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm. 51

24 Cholis.Sa'dijah, Pengembangan

Model Pembelajaran Matematika Beracuan

Konstruktivisme untuk Siswa SMP. Jurnal

Pendidikan Matematika (MATHEDU) 2(1),

111 - 122. Surabaya : Program Studi Pendidikan

Matematika PPs UNESA, 2006

Page 18: Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah · Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta ... Journal-ilmiah

T a j d i d u k a s i , Volume IV, No. 2, Juli 2014

98

baru dalam suatu konteks yang dapat

mereka pahami. Dengan demikian,

salah satu kritik utama yang diha-

dapi oleh kalangan konstruktivisme

terhadap praktek pendidikan yang

banyak dilakukan sekarang adalah

bahwa banyak pembelajaran terdi-

ri atas informasi dan keterampilan

yang tidak berkaitan dengan dunia

nyata.25

Berdasarkan filsafat konstrukti-

visme yang telah dikemukakan di atas

maka pembelajaran yang humanis di

kelas dapat dirancang/didesain de-

ngan menggunakan pendekatan filsa-

fat konstruktivisme sebagai berikut:26

Pertama, identifikasi prior kno-

wledge dan miskonsepsi. Identifikasi

awal terhadap gagasan intuitif yang

mereka miliki terhadap lingkungannya

dijaring untuk mengetahui kemung-

kinan-kemungkinan akan muncul-

nya miskonsepsi yang menghinggapi

struktur kognitif siswa. Identifikasi

ini dilakukan dengan tes awal, inter-

view.

Kedua, penyusunan program pem-

belajaran. Program pembelajaran

dijabarkan dalam bentuk satuan pela-

jaran. Ketiga, orientasi dan elicitasi,

situasi pembelajaran yang kondusif

dan mengasyikkan sangatlah perlu

diciptakan pada awal-awal pembe-

lajaran untuk membangkitkan minat

mereka terhadap topic yang akan di-

bahas. Siswa dituntun agar mereka

25 Iskandar Wiryokusumo, Behaviorisme,

Kognivisme, dan Konstruktivisme:

Teori Belajar dan Implikasinya terhadap

Pembelajaran, Prospektus, Tahun VII Nnomor

2, oktober 2009, hlm. 165

26 Ibid, hlm. 167-168

mau mengemukakan gagasan intui-

tifnya sebanyak mungkin tentang ge-

jala-gejala fisika yang mereka amati

dalam lingkungan hidupnya sehari-

hari. Pengungkapan gagasan terse-

but dapat memalui diskusi, menu-

lis, ilustrasi gambar dan sebagainya.

Gagasan-gagasan tersebut kemudian

dipertimbangkan bersama. Suasana

pembelajaran dibuat santai dan tidak

menakutkan agar siswa tidak khawa-

tir dicemooh dan ditertawakan bila

gagasangagasannya salah. Guru harus

menahan diri untuk tidak menghaki-

minya. Kebenaran akan gagasan sis-

wa akan terjawab dan terungkap de-

ngan sendirinya melaluipenalarannya

dalam tahap konflik kognitif.

Keempat, refleksi. Dalam tahap

ini,berbagai macam gagasan-gagasan

yangbersifat miskonsepsi yang mun-

cul padatahap orientasi dan elicitasi

direflesikandengan miskonsepsi yang

telah dijaringpada tahap awal. Mis-

konsepsi inidiklasifikasi berdasarkan

tingkat kesalahan dan kekonsistenan-

nya untuk memudahkan merestruktu-

risasikannya.

Kelima, restrukturisasi ide, (a)

tantangan, siswa diberikan pertany-

aanpertanyaan tentang gejala-gejala

yang kemudian dapat diperagakan

atau diselidiki dalam praktikum. Me-

reka diminta untuk meramalkan ha-

sil percobaan dan memberikan alasan

untuk mendukung ramalannya itu.

(b) konflik kognitif dan diskusi kelas.

Siswa akan daapt melihat sendiri apa-

kah ramalan mereka benar atau salah.

Mereka didorong ntuk menguji keya-

kinan dengan melakukan percobaan.

Bila ramalan mereka meleset, me-

Page 19: Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah · Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta ... Journal-ilmiah

Hendro Widodo - Konsep Pendidikan Humanis Menurut Pemikiran Konstruktivisme Jean Piaget....

99

reka akan mengalami konflik kog-

nitif dan mulai tidak puas dengan

gagasan mereka. Kemudian mereka

didorong untuk memikirkan penjela-

san paling sederhana yang dapat me-

nerangkan sebanyak mungkin gejala

yang telah mereka lihat. Usaha untuk

mencari penjelasan ini dilakukan de-

ngan proses konfrontasi melalui dis-

kusi dengan teman atau guru yang

pada kapasitasnya sebagai fasilitator

dan mediator. (c) membangun ulang

kerangka konseptual. Siswa dituntun

untuk menemukan sendiri bahwa

konsep-konsep yang baru itu memi-

liki konsistensi internal. Menunjuk-

kan bahwa konsep ilmiah yang baru

itu memiliki keunggulan dari gagasan

yang lama.

Keenam, aplikasi. Menyakinkan

siswa akan manfaat untuk beralih

konsepsi dari miskonsepsi menuju

konsepsi ilmiah. Menganjurkan me-

reka untuk menerapkan konsep il-

miahnya tersebut dalam berbagai

macam situasi untuk memecahkan

masalah yang instruktif dan kemu-

dian menguji penyelesaian secara

empiris. Mereka akan mampu mem-

bandingkan secara eksplisit miskon-

sepsi mereka dengan penjelasan se-

cara keilmuan.

Ketujuh, review dilakukan un-

tuk meninjau keberhasilan strategi

pembelajaran yang telah berlangsung

dalam upaya mereduksi miskonsepsi

yang muncul pada awal pembelajar-

an. Revisi terhadap strategi pembe-

lajaran dilakukan bila miskonsepsi

yang muncul kembali bersifat sangar

resisten. Hal ini penting dilakukan

agar miskonsepsi yang resisten ter-

sebut tidak selamanya menghinggapi

struktur kognitif, yang pada akhir-

nya akan bermuara pada kesulitan

belajar dan rendahnya prestasi siswa

bersangkutan.

C. Penutup

Filsafat konstruktivisme membe-

rikan jawaban bahwa belajar adalah

peristiwa khas, wajar, dan subjektif, di

mana individu menyusun dan memba-

ngun sendiri pengertiannya. Suatu hal

yang asasi dalam arti kembali kepada

harkat individu manusia sebagai so-

soknya yang utuh dan berpotensi da-

lam memaknai dunia.

Konstruktivisme telah memfokus-

kan secara eksklusif pada proses dima-

na siswa secar individual aktif meng-

konstruksi realitas mereka sendiri. Di

dalam konstruktivisme peranan guru

bukan pemberi jawaban akhir atas

pertanyaan siswa, melainkan menga-

rahkan mereka untuk membentuk atau

mengkonstruksi pengetahuan sehing-

ga diperoleh struktur pengetahuan.

Hal ini menjadikan posisi guru dalam

pembelajaran untuk bernegosiasi de-

ngan siswa, bukan memberi jawaban

akhir yang telah jadi. Negosiasi yang

dimaksudkan disini adalah berupa pe-

ngajuan pertanyaan-pertanyaan yang

menantang siswa untuk berfikir lebih

lanjut yang dapat mendorong mereka

sehingga penguasaan konsepnya se-

makin kuat. Dalam konteks aliran ini,

pendidikan diarahkan pada pembaha-

san tema-tema kontekstual, sehingga

proses pendidikan menekankan pada

kehidupan nyata, bahkan menjadikan

peserta didik mampu mengalami dan

Page 20: Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah · Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta ... Journal-ilmiah

T a j d i d u k a s i , Volume IV, No. 2, Juli 2014

100

menemukan sendiri realitas dalam

pendidikan yang penuh makna (mea-

ningful).

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Sugandi. Teori Pembelajar-

an. Semarang : IKIP Semarang

Press, 2004

Agus Suprijono, Cooperative Lear-

ning: Teori dan Aplikasi PAI-

KEM, Yogyakarta: Pustaka Pela-

jar, 2010

Ahmad Samawi, Prerspektif Filsafat

tentang Dialektika Paradigmatik

dalam Pendidikan dalam Jurnal

Ilmu Pendidikan Tahun 27, no-

mor 1, Januari 2000,

Budiningsih, C.A. Belajar dan Pem-

belajaran. Jakarta : Rineka Cip-

ta, 2005

C.George Boeree, Sejarah psikologi,

Penterjemah, Abdul Qodir Sha-

leh, Yogyakata: Prismasophi,

2007

Cholis.Sa’dijah, Pengembangan Mo-

del Pembelajaran Matematika

Beracuan Konstruktivisme untuk

Siswa SMP. Jurnal Pendidikan

Matematika (MATHEDU) 2(1),

111 - 122. Surabaya: Program

Studi Pendidikan Matematika

PPs UNESA, 2006

Erman Suherman, dkk. Strategi Pem-

belajaran Matematika Kontem-

porer. Bandung: Universitas

Pendidikan Indonesia, 2003

Fosnot. Enquiring Teacherrs. Enqui-

ring Learners. A constructivist

Approach for Teaching. New

York: Columbia University, 1996

Iskandar Wiryokusumo, Haviorisme,

Kognivisme, Dan Konstrukti-

visme: Teori Belajar dan Impli-

kasinya Terhadap Pembelajaran,

Prospektus, Tahun VII Nomor 2,

Oktober 2009

Karli, H. dan Yuliariatiningsih, M.S.

Model-Model Pembelajaran.

Bandung: Bina Media Informasi,

2003

Masnur Muslich. KTSP :Pembela-

jaran Berbasis Kompetensi dan

Kontekstual. (Jakarta: Bumi Ak-

sara, 2007

Moh. Uzer Usman. Menjadi Guru

Profesional. Bandung: Remaja

Rosdakarya

Poedjiadi, A. Sains Teknologi Masya-

rakat; Model Pembelajaran Kon-

tekstual Bermuatan Nilai. (Ban-

dung : Remaja Rosdakarya, 2005

Sembodo Ardi Widodo, Struktur Keil-

muan Kitab Kuni Perspektif NU

dan Muhammadiyah, Jakarta:

Nilman Multima, 2008

Senduk Nurhadi,A.G.2003. Pembe-

lajaran Kontekstual (contextual

Teaching and Learning/CTL)

dan Penerapannya dalam KBK.

Malang :Universitas Negeri Ma-

lang, 2003

Supardan. Pendekatan Konstrukti-

visme Dalam Pembelajaran So-

siologi- Antropologi di Sekolah/

Madrasah. http://file.upi.edu/

makalah_konstruktivisme (diak-

ses tanggal 21 Nopember 2013

Suparno, P. Filsafat Konstruktivisme

dalam Pendidikan. Yogyakarta:

Kanisius, 2001

Page 21: Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah · Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta ... Journal-ilmiah

Hendro Widodo - Konsep Pendidikan Humanis Menurut Pemikiran Konstruktivisme Jean Piaget....

101

Suparno P. Teori perkembangan kog-

nitif Jean Piaget, Yoyakarta: Ka-

nisius, 2001

Suparno, P. Konstruktivisme Dalam

Pendidikan Sains dan Matema-

tika, Article from Journal-ilmiah

nasional-terakreditasi DIKTI.

Dalam koleksi: Widya Dharma:

Majalah Ilmiah Kependidikan.

1996. 7/1,131-146

Slavin, R.E. Cooperative Learning,

Teori, Riset dan Praktik. terj. Nu-

rulida Yusron. Bandung: Nusa

Media, 2008

Yulaelawati, E. Kurikulum dan Pem-

belajaran; Filosofi, Teori dan

Aplikasi. Jakarta : Pakar Raya,

2004

Wiji Suwarno, Dasar-Dasar Ilmu

Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-

Ruz Media, 2006)

Page 22: Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah · Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta ... Journal-ilmiah
Page 23: Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah · Diterbitkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta ... Journal-ilmiah